4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telinga 2.1.1. Anatomi Telinga Telinga dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu telinga luar, yang mengumpulkan bunyi dan menyalurkannya ke bagian yang lebih dalam, telinga tengah, yang menyatakan getaran suara ke oval window, telinga dalam, yang merupakan tempat reseptor pendengaran dan keseimbangan (Tortora, 2008). Telinga luar terdiri dari auricle (pinna), external auditory canal (meatus), dan membran timpani (gendang telinga). Telinga tengah terdiri dari tuba auditorius, ossicles, oval window, dan round window. Telinga dalam terdiri dari bony labyrinth, membranous labyrinth, dan mengandung organ spiral (organ of Corti), yaitu organ pendengaran (Tortora dan Derrickson, 2012).
Gambar 2.1. Anatomi Telinga Secara Umum (Tortora, 2008)
5
1. Telinga Luar Aurikula adalah suatu lembaran yang terdiri dari jaringan tulang rawan elastis dan dilapisi oleh kulit. Pinggiran dari aurikula disebut rim, dan bagian bawah dari pinggiran aurikula disebut lobule ( Tortora dan Derrickson, 2012). External auditory canal adalah saluran yang melengkung sepanjang 2,5 cm yang berada di dareah tulang temporal dan berujung ke gendang telinga (Tortora, 2008). Pada ujung dekat aurikula terdapat folikel rambut dan kelejar keringat khusus yang disebut ceruminous gland yang mensekresikan cerumen atau biasa disebut earwax (Tortora, 2008). Gendang telinga merupakan selaput tipis, semi transparan yang menghubungkan external auditory canal dan telinga tengah. Selaput gendang telinga ini dapat robek yang biasa disebabkan oleh penekanan kapas yang berlebih, trauma, infeksi telinga tengah, dan dapat pulih biasanya dalam sebulan (Tortora dan Derrickson, 2012). 2. Telinga Tengah Telinga tengah merupakan suatu ruang kecil yang berisi udara yang terletak pada bagian keras dari tulang temporal dan dilapisi oleh epitel (Tortora, 2008). Telinga tengah berbatasan dengan telinga luar oleh gendang telinga dan berbatasan dengan telinga dalam oleh suatu tulang kecil yang memiliki dua jendela yaitu oval window dan round window (Tortora dan Derrickson, 2012). Pada telinga tengah terdapat tulang-tulang kecil yang berhubungan satu sama lain secara synovial. Tulang – tulang kecil ini dinamakan sesuai bentuknya yaitu malleus atau martil, incus atau landasan, stapes atau sanggurdi (Tortora, 2008). Tangkai dari malleus melekat pada permukaan dalam dari membran timpani. Kepala dari malleus melekat pada badan dari incus. Incus juga berhubungan dengan kepala dari stapes. Bagian dasar dari stapes berhubungan dengan oval window. Tepat di bawah oval window adalah
6
round window yang juga mempunyai lapisan yang disebut membran timpani kedua (Tortora,2008). Pada ossicle (malleus, incus, stapes) melekat ligamen-ligamen dan juga otot-otot skeletal yaitu musculus tensor timpani, yang dipersarafi oleh nervus trigeminal dan berfungsi untuk membatasi pergerakan berlebih untuk mencegah cedera ketika mendengar suara yang keras dan musculus stapedius, yang merupakan otot terkecil dari seluruh tubuh dan dipersarafi oleh nervus facial (Tortora dan Derrickson, 2012). Dinding depan daripada telinga tengah menyambung ke tuba auditorius, yang biasa disebut saluran eustachius. Saluran ini terdiri dari tulang dan jaringan tulang rawan elastis, dan merupakan penghubung telinga tengah dengan
nasopharynx,
serta
mempunyai
fungsi
untuk
mengatur
keseimbangan tekanan udara antara telinga tengah dengan atmosfer (Tortora dan Derrickson, 2012).
Gambar 2.2. Tulang-Tulang pada Telinga Tengah (Tortora, 2008)
7
3. Telinga Dalam Telinga dalam juga disebut labyrinth karena kerumitan dari struktur salurannya (Tortora, 2008). Telinga dalam memiliki struktur yang menyerupai tulang atau bony labyrinth pada bagian luar, terdiri dari semicircular canal, vestibularis, dan koklea, berisi cairan yang disebut perilymph dan struktur berlapis atau membranous labyrinth pada bagian dalam, yaitu bagian yang memiliki reseptor pendengaran dan keseimbangan, berisi cairan yang kaya ion K+ untuk penyampaian pesan (Tortora dan Derrickson, 2012). Pada bagian tengah dari telinga dalam terdapat struktur lonjong yang disebut vestibule, membranous labyrinth pada daerah ini terdiri dari sacculus dan utriculus (Tortora dan Derrickson, 2012). Pada bagian superior dan posterior dari vestibule terdapat semicircular canal, yaitu struktur yang terdiri dari dua saluran vertikal (sisi anterior dan posterior) dan satu saluran horizontal (sisi lateral) dimana masing-masing ujung dari saluran ini terdapat daerah yang melebar yang disebut ampulla (Tortora dan Derrickson, 2012). Bagian membranous labyrinth dari semicircular canal
berisikan
semicircular duct yang menyambung dengan utriculus dan sacculus (Tortora dan Derrickson, 2012). Persarafan dari ampulla, sacculus, dan utriculus akan menyatu menjadi saraf vestibular (Tortora, 2008). Bagian anterior dari vestibule adalah cochlea, suatu saluran spiral yang menggulung sebanyak hampir tiga putaran pada bony core yang disebut mediolus, dan terbagi menjadi tiga saluran yaitu duktus koklearis (skala media), merupakan lanjutan dari membranous labyrinth, scala tympani, saluran di bawah skala media yang berakhir di round window, dan scala vestibuli, saluran di atas skala media yang
berakhir di oval window
(Tortora dan Derrickson, 2012). Skala media berisikan cairan endolymph, sedangkan scala tympani dan scala vestibuli berisikan cairan perilymph (Tortora dan Derrickson, 2012).
8
Scala tympani dipisah dengan scala vestibuli oleh skala media kecuali pada bagian puncak cochlea yang disebut helicotrema (Tortora dan Derrickson, 2012). Cochlear duct dan scala vestibuli dipisah oleh vestibular membrane, sedangkan choclear duct dan scala tympani dipisah oleh basilaris membrane (Tortora dan Derrickson, 2012). Pada basilaris membrane terdapat organ spiral (organ of corti), yang memiliki sel penunjang dan 1600 sel rambut, yang berfungsi sebagai reseptor pendengaran (Tortora dan Derrickson, 2012). Pada puncak sel rambut terdapat 40-80 stereocilia yang memanjang ke endolymph (Tortora dan Derrickson, 2012). Ada dua jenis sel pendengaran yaitu inner hair cells dan outer hair cells (Tortora dan Derrickson, 2012). Tectorial membrane adalah suatu lapisan fleksibel dari gelatin yang menutupi sel rambut dari organ spinal (Tortora dan Derrickson, 2012).
Gambar 2.3. Telinga Dalam (Tortora, 2008)
9
2.1.2. Fisiologi Pendengaran Tahapan-tahapan pendengaran (Tortora dan Derrickson, 2012) : 1. Aurikula mengarahkan gelombang suara menuju eksternal auditory canal. 2. Membran timpani bergetar. 3. Tulang-tulang pendengaran bergetar mulai dari malleus, incus, stapes. 4.
Jendela oval bergetar.
5. Perilymph
terdorong
pada
scala vestibuli, mendorong
membran
vestibularis dan menggerakan endolymph pada cochlear duct. 6. Basilaris membrane bergetar, menggerakan sel rambut pada organ spiral terhadap tectorial membrane. Pelengkungan stereocilia memicu potensial aksi terhadap saraf vestibularis. Sel rambut mengubah gerakan mekanik menjadi signal elektrik. Ketika membran basiler bergetar, sterosilia pada sel rambut juga akan bergetar dan akan berhubungan satu sama lain melalui suatu protein penghubung yang disebut tip link protein menyebabkan inisiasi proses tranduksi melalui suatu mechanical gated ion channel, yaitu perpindahan ion K+ pada endolymph masuk ke dalam sitosol sel rambut menyebabkan depolarisasi sepanjang plasma membran dan akan membuka voltage gated Ca+ channel pada dasar sel rambut. Masuknya Ca+ akan memicu eksositosis neurotransmitter glutamate, semakin tinggi glutamate yang tereksitasi semakin tinggi frekuensi impulsnya. Ketika sterocilia bergerak ke arah yang berlawanan akan menyebabkan hiperpolarisasi, menurunkan pelepasan neurotransmitter dari sel rambut dan menurunkan frekuensi pada saraf sensori (Tortora, 2008). Badan sel dari saraf sensoris berada pada spiral ganglia. Impuls dari saraf vestibulocochlea akan melewati spiral ganglia, axon dari spiral ganglia akan bersinapse dengan saraf pada cochlear nuclei pada medulla oblongata di sisi yang sama. Kemudian sebagian axon dari cochlear nuclei akan menyilang kontralateral menuju medulla dan naik menuju suatu lintasan yang disebut lateral meniscus dan berakhir pada inferior coliculus di otak tengah, sebagian axon dari cochlear nuclei akan berakhir pada superior olivary nucleus di pons pada masing-masing sisi (Tortora dan Derrickson,2012).
10
Perbedaan waktu sampainya impuls pada kedua telinga pada superior olivary nuclei dapat menentukan lokasi sumber suara. Akson dari superior olivary nuclei juga naik menuju lateral meniscus dan berakhir pada inferior coliculi. Dari tiap inferior coliculus, impuls juga dihantarkan ke medial geniculate nucleus pada thalamus dan akhirnya menuju ke primary auditory area pada cerebral cortex di lobus temporalis (area 41 dan 42). Primary auditory area pada kiri dan kanan otak menerima informasi pada kedua telinga karena banyaknya akson pendengaran yang berjalan menyilang (Tortora dan Derrickson, 2012).
2.2. Gangguan Pendengaran 2.2.1. Definisi Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran adalah penurunan fungsi termasuk peningkatan threshold dan penurunan diskriminasi percakapan (Moller, 2006).
2.2.2. Klasifikasi Ada dua jenis penurunan pendengaran yaitu konduktif dan sensorineural. Kelainan pada jenis konduktif bila adanya halangan rambatan gelombang suara dari telinga luar sampai dasar dari stapes, sedangkan kelainan pada jenis sensorineural bila adanya gangguan pada cochlea (sensori) atau pada cochlear nerve (neural) (Ludman, 2007). 1. Jenis Konduktif Ada lima kemungkinan pada kejadian tuli tipe konduktif, yaitu : sumbatan pada saluran telinga luar, perforasi gendang telinga, terputusnya ossicular chain, fixation of the ossicular chain, Eustachian tube inadequacy (Ludman, 2007). Sumbatan telinga luar paling sering disebabkan karena penimbunan wax, namun dapat juga disebabkan oleh peradangan pada kulit saluran telinga luar atau akumulasi debris dan discharge pada meatus.Penyebab lain yang jarang adalah atresia (congenital) atau penyumbatan oleh benda asing (Ludman, 2007).
11
Robeknya tympanic membrane menurunkan permukaan area pada gendang telinga sehingga menggangu transmisi suara, dapat disebabkan karena gelombang suara tinggi secara tiba-tiba (Ludman, 2007). Infeksi kronis dapat menyebabkan dislokasi dari ossicular chain khususnya pada bagian incus. Dislokasi ossicular chain dapat juga disebabkan karena luka kepala tertutup dengan atau tanpa skull fracture (Ludman, 2007). Fixation of the ossicular chain merupakan gambaran khas pada otosclerosis, dimana dasar dari stapes tidak dapat bergerak pada oval window. Perlekatan bagian selain stapes dari ossicular chain tidak pernah terjadi (Ludman, 2007). Terjadinya defek pada fungsi eustachius tube sangat sering terjadi pada anak-anak dan biasanya diikuti dengan penumpukan cairan pekat atau efusi pada telinga tengah (Ludman, 2007).
Gambar 2.4. Kejadian-Kejadian Tuli Tipe Konduktif (Tortora, 2008)
12
2. Jenis Sensorineural Ada tiga gejala tuli sensorineural yang dapat dikenali, yaitu : bilateral progressive loss, unilateral progressive sensorineural loss, sudden sensorineural loss (Ludman, 2007). Pada bilateral progressive loss terjadi degradasi cochlea yang terkait usia, biasanya pada kasus presbycusis, dapat juga disebabkan karena obat ototoxic atau paparan suara berlebih dalam jangka panjang. Contoh obat ototoxic seperti antibiotik golongan aminoglycoside. Pasien berusia tua dan gangguan fungsi ginjal lebih rentan terjadi bilateral progressive loss. Paparan suara berlebih dalam jangka panjang dapat merusak sel rambut pada organ corti, biasanya terjadi pada pekerja industri, penembak, pemakaian alat elektronik. Derajat keparahan tergantung pada intensitas suara, durasi terpapar suara, ketahanan individual (Ludman, 2007). Unilateral progressive sensorineural loss selalu mengacu kepada Meniére’s disease (endolymphatic hydrops), atau acoustic neuroma (Ludman, 2007). Sudden sensorineural deafness lebih sering terjadi secara unilateral, dapat disebabkan karena trauma kepala atau telinga, infeksi viral (mumps, measles, varicella zoster) atau gangguan peredaran koklea secara tiba-tiba. Sudden sensorineural deafness juga dapat mengacu
pada acoustic
neuroma atau barotrauma (Ludman, 2007).
2.3. Presbikusis 2.3.1. Definisi Presbikusis Presbikusis adalah ketulian setelah beberapa waktu akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam (Boies, 2014). Presbikusis adalah peristiwa berkurangnya pendenganran tak terjelaskan, progresif lambat, simetris, dominan pada frekuensi tinggi yang disebabkan karena proses penuaan (Lalwani, 2008).
13
Presbikusis adalah suatu kondisi yang sering terkait dengan degenerasi selsel rambut di koklea, dan gangguan pendengaran terkait usia yang pada awalnya dianggap disebabkan oleh karena perubahan morphologic pada sel-sel rambut koklea (Moller, 2006).
2.3.2. Patogenesis Presbikusis Penurunan pendengaran pada orang tua bergantung pada banyak faktor dan karena konvergensi dari banyak faktor resiko itu sendiri. Pada orang tua dengan presbikusis ditemukan lebih sulit untuk membedakan kata-kata dibandingkan dengan orang yang lebih muda dengan pengujian rata-rata nada murni, hal ini menunjukkan terlibatnya kerusakan saraf selain dari end organ dysfunction (Lalwani, 2008). Proses
patologi
sentral
yang
menyebabkan
presbikusis
adalah
memanjangnya synaptic time pada auditory pathway, memanjangnya waktu pemrosesan informasi, dan berkurangnya jumlah sel saraf pada korteks pendengaran (Lalwani, 2008). Pada study morphology pasien presbikusis menunjukkan penurunan inner and outer hair cells dan supporting cells, dengan penurunan terbesar berada pada dasar belokan pada cochlea dan penurunan outer hair cells lebih banyak dibandingkan inner hair cells, namun penurunan ini tidak berhubungan langsung dengan fungsi pendengaran. Akan tetapi, degradasi sel-sel spiral ganglion, sarafsaraf kedelapan, dan saraf-saraf pada cochlear nuclei yang terjadi pada presbikusis telah terbukti berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran (Lalwani, 2008). Beberapa study menyatakan perubahan aktivitas brainstem terkait proses penuaan memberi kesan terjadi peningkatan aktivitas superior olivary complex, lateral lemniscus, atau inferior colliculus, maka penurunan fungsi pendengaran terbentuk dari kumpulan faktor yang memperburuk keseluruhan jalur pendengaran (Lalwani, 2008). Penyebab pasti dari presbikusis masih bersifat dugaan karena sulitnya memisahkan kontribusi bermacam-macam faktor penyebab seperti diet, nutrisi,
14
metabolisme, arteriosclerosis, pajanan ototoxic, dan trauma yang disebabkan suara. Banyak yang percaya bahwa faktor genetik sendiri menyebabkan proses degenerasi fungsi pendengaran tak terelakkan. Penyebab dari penurunan fungsi pendengaran termungkin adalah pajanan suara sepanjang usia dan penuaan terkait genetik (Lalwani, 2008).
2.3.3. Klasifikasi Presbikusis Terdapat empat tipe patologik yang telah diklasifikasikan Schuknecht, yaitu : Presbikusis sensorik, neuropresbikusis, presbikusis stria, dan ketulian koklear konduktif (Boies, 2014). Pada presbikusis sensorik, yang mula-mula hilang adalah sel-sel rambut pada gelang basal koklea dan menyebabkan ketulian nada tinggi, kemudian akan menyebabkan gangguan saraf-saraf koklea (Boies, 2014). Pada neuropresbikusis, yang menjadi gangguan primer adalah hilangnya saraf-saraf koklea dan sel-sel rambut relatif dipertahankan. Pada kasus ini, diskriminasi kata-kata relatif lebih terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel rambut (Boies, 2014). Pada presbikusis stria terjadi degenerasi dan penciutan stria vaskularis, diskriminasi kata-kata masih bagus walaupun proses degenerasi menyebabkan ketulian sedang hingga berat yang sifatnya relatif datar (Boies, 2014). Stria vaskularis merupakan daerah metabolisme aktif pada koklea yang bertanggung jawab terhadap sekresi endolymph dan mempertahankan gradien ion sepanjang organ corti (Lalwani, 2008). Pada ketulian koklear konduktif, tidak ada ditemukan kerusakan pada sel rambut, saraf, dan stria vaskularis. Kerusakan diduga berkaitan dengan keterbatasan gerak basilaris membrane (Boies, 2014).
2.3.4. Gejala Klinis Presbikusis Pada sensory presbycusis ditandai dengan bilateral, simetris, gangguan pendengaran nada tinggi dan dari penilaian audiometri terjadi penaikan threshold nada murni tiba-tiba seiring usia yang dimulai sejak usia pertengahan.
15
Diskriminasi kata-kata berkaitan langsung dengan pendengaran nada tinggi (Lalwani, 2008). Pada neural presbycusis terjadi penurunan berat fungsi diskriminasi katakata. Penurunan fungsi diskriminasi ini lebih berat dari batas audiometri nada murni. Meskipun neural presbycusis dapat terjadi pada semua usia, gejala klinis yang ditimbulkan baru akan timbul setelah jumlah saraf yang terlibat turun sampai tingkat kritis. Pada audiogram akan ditemukan penurunan fungsi pendengaran dengan berbagai jenis (Lalwani, 2008). Pada audiometri strial presbycusis ditemukan grafik datar pada nada murni dan fungsi diskriminasi kata-kata yang baik. Degradasi strial ini terjadi pada usia pertengahan (Lalwani, 2008). Pada conductive presbycusis penurunan fungsi diskriminasi akan berkurang seiring dengan besarnya pure tone loss (Lalwani, 2008).
Tabel 2.1. Gejala Klinis Presbikusis pada Masing-Masing Jenis (Lalwani, 2008)
2.3.5. Diagnosa Presbikusis Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan audiometri. Hal yang ditanyakan pada anamnesis adalah riwayat penyakit yang dapat menyebabkan gangguan dengar sensorineural (Hendarto, 2005). Gejala klinis bervariasi, biasanya penderita akan mengalami kesulitan untuk mengerti pembicaraan yang dikatakan secara cepat, kata-kata yang tidak familiar atau kompleks, serta pembicaraan pada suasana yang bising (Dewi, 2009). Pemeriksaan klinis pemeriksaan otoskopi untuk menilai external acustic canal dan tympanic membrane, tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan audiometri nada murni biasanya ditemukan hasil yang khas yaitu suatu tuli
16
sensorineural,
bilateral,
simetris
dengan
konfigurasi
tergantung
tipe
presbikusisnya (Dewi, 2009).
2.3.6. Faktor Resiko Presbikusis Faktor resiko presbikusis adalah usia, suku, tempat tinggal, pajanan suara, pekerjaan,
aktivitas
rekreasi,
jenis
kelamin,
olahraga,
merokok,
diet,
hiperlipidemia, hipertensi, dan penyakit vaskular (Lalwani, 2008).
2.3.7. Terapi Presbikusis 1. Hearing Aids (Alat Bantu Dengar) Pada pasien usia lanjut, penurunan fungsi untuk diskriminasi suara dan pemahaman kata-kata pada lingkungan bising dapat diturunkan dengan terapi pendengaran, biasanya melalui proses amplifikasi. Alat bantu dengar sekarang telah disempurnakan secara fisik dan dapat dipasang seutuhnya
dalam
ear canal. Untuk memaksimalkan keuntungan
pendengaran, alat bantu dengar sebaiknya dipilih secara teliti. Akhir-akhir ini alat bantu dengar digital sudah tersedia dan menjanjikan perbaikan yang bermakna pada ketajaman percakapan, terutama pada kondisi mendengar yang menyulitkan (Lalwani, 2008). 2. Assistive devices Selain hearing aids banyak alat bantu lain yang dapat membantu individu atau kelompok untuk dapat mendengar televisi, radio, dan percakapan pada handphone. Pada televisi dapat digunakan headphone yang dimasukkan pada lubang pendengaran pada televisi, listening loop dengan telecoil pada hearing aid, perangkat infrared tanpa kabel yang mengirim signal televisi langsung ke pendengar melalui receiver. Telephone amplifier and devices dapat memperbesar suara dari signal telephone. Sekarang terdapat perangkat handset amplifiers yang dapat dihubungkan langsung pada dasar telephone atau earphone (Lalwani,2008). Cochlear implant adalah suatu alat elektronik yang ditanam melalui operasi untuk menstimulasi saraf pendengaran, alat ini memegang peran
17
penting pada auditoric rehabilitation pasien usia lanjut dengan penurunan pendengaran sensorineural berat (Lalwani, 2008).
2.3.8. Prognosis dari Presbikusis Penurunan pendengaran terkait usia merupakan kondisi yang bertahap, namun,
tingkat
perkembangannya
bermacam-macam.
Penurunan
fungsi
pendengaran ini biasanya bermulai dari tahap 1 dB/tahun. Rehabilitasi dari pasien berusia lanjut dengan keluhan tuli biasanya jauh dari tingkat puas. Meskipun alat amplifikasi dapat membantu mendengar namun tidak dapat cukup membantu kejelasan suara. Penanaman cochlear memberikan harapan pengembalian pendengaran dan kejelasan pada pasien penurunan pendengaran berat (Lalwani, 2008).
2.4. Prevalensi 2.4.1. Definisi Prevalensi Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah orang dalam polulasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Prevalensi sepadan dengan insidensi, yaitu perkalian dengan rata-rata durasi kasus, dan tanpa insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi penyakit (Azhar, 2011).
2.4.2. Faktor yang Memengaruhi Prevalensi Faktor yang memengaruhi prevalensi adalah (Azhar, 2011) : 1. Kasus baru yang dijumpai pada populasi sehingga angka insidensi meningkat. 2. Durasi penyakit. 3. Intervensi dan perlakuan yang mempunyai efek pada prevalensi. 4. Jumlah populasi yang sehat.