Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
GAGASAN HIKMAT DALAM KOLOSE Pdt. Decky K. Lolowang, M.Th. PENDAHULUAN Kekristenan tidak lepas dari sosok Paulus. Bahkan dapat dikatakan, Kristologi yang disajikan dalam Perjanjian Baru, tidak lepas dari refleksi teologis Paulus atas keyakinannya yang mendalam terhadap sosok Yesus historis yang mati dan bangkit itu. Sejumlah gagasan kristologi dikembangkannya dalam surat-suratnya, (1 Tesalonika, 1 dan 2 Korintus, Galatia, Filipi, Roma disamping Filemon), dan juga dari suratsurat yang masuk kategori Deutro Paulus (2 Tesalonika, Kolose, Epesus dan juga 1 dan 2 Timotius, Titus). Sejumlah gagasan kristologi dikemasnya menjadi suatu kerugma yang kemudian diwartakannya dan yang ia kemukakan kepada publik melalui surat-suratnya yang bersifat pastoral kepada jemaat-jemaat dalam menanggapi kondisi dan situasi riil jemaat alamat suratnya. Sekalipun surat Kolose masuk kategori Deutro Paulus, namun paling tidak, warisan pemikiran Paulus masih dapat ditelusuri dari pengungkapan-pengungkapan dalam surat ini. Hal yang dikaji dalam tulisan ini adalah pengaruh gagasan Hikmat dalam surat Kolose, terutama terkait kredo tentang Kristus yang diimani. I. LATAR BELAKANG GAGASAN HIKMAT Hikmat, (kata benda Ibrani hokmah, kata sifat hakam, Yunani sophia, Latin, sapientia dan sapiens) menunjuk pada kebijaksanaan yang pengertiannya luas. Dalam pengertian awal, hikmat dipahami dalam arti ketrampilan, kecakapan yang dimiliki seseorang, misalnya di bidang seni, pengajaran, trampil berpidato dan berargumentasi, dengan daya pukau retorikal1. Lebih jauh juga dipahami sebagai kepintaran mencapai hasil dalam kehidupan, dengan menyusun rencana yang hasil yang dicapai baik dan memuaskan. Mereka yang memiliki kecakapan teknis tertentu dianggap bijaksana. Dalam perkembangan selanjutnya, di kalangan bangsa Israel, bermunculan sastra hikmat, di dalamnya hikmat dipakai dalam rangka mengungkapkan dan meneruskan pengalaman dan pengetahuan berkaitan fenomena gejala alam, tanaman, binatang,
1 Edwin Hatch, The Influence of Greek Ideas on Christianity, (New York: Harper & Brothers Publishers, 1957), h.26, 91.
75
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
kebajikan. Di kalangan para pemimpin, sejumlah sastra hikmat memberi informasi tentang kebutuhan mereka untuk memperoleh hikmat agar dapat memimpin dengan baik. Contohnya Raja Salomo yang permintaannya kepada Allah agar diberi hikmat supaya dapat memerintah dengan benar dan adil (1 Raja-raja 3:5-15). Oleh anugerah hikmat dari Allah, Salomo dilukiskan sebagai raja yang bijaksana, adil dalam keputusan-keputusannya, memerintah bangsa Israel dengan pencapaian prestasi yang mengagumkan. Josephus, sejarahwan Helenis menggambarkan Salomo sebagai Raja Israel, model pencari hikmat2. Kitab Amsal misalnya, dipandang sebagai warisan berharga yang diberi label namanya, walau tentu tidak dapat dianggap dialah sumber segala bentuk pengungkapan berhikmat di dalamnya. Untuk memahami lebih jauh pengertian hikmat, ada baiknya memperhatikan uraian Wim van der Weiden yang menunjuk pada tiga hal: pertama, kebijaksaan praktis untuk hidup, berupa nasehat untuk segala situasi hidup, biasanya diberikan oleh para tua-tua dan berpengalaman kepada orang-orang muda yang belum berpengalaman. Kedua, ajaran hidup yang bermoral dan beragama, sebagaimana dijumpai dalam sejumlah anjuran moral dalam kitab Amsal (9:10), juga kitab Yesus bin Sirach(1:16,18). Ketiga, kebijaksanaan sebagai pemberian Allah misalnya kepada Yusuf, (Kej. 41:8,38); Musa (Bil.11:17,25), Daud (2 Sam.14:17,20) 3. Pandangan van der Weiden ini dapat dijadikan pedoman. Dalam Perjanjian Lama (selanjutnya PL), hikmat dalam pengertian yang utuh dan mutlak hanyalah milik Allah (Ayub 12:13; Yes.31:2; Dan.2:20-23), yang pengetahuan-Nya meliputi segala bidang kehidupan(Ayub.10:4;Ams.5:21). Alam semesta(Ams.3:19; Yer.10:12), manusia (Ayub 10:8; Maz.104:24) adalah buah karya hikmat-Nya yang kreatif. Dalam Amsal 8:22-31, hikmat dipersonifikasi sebagai karya ciptaan Allah yang pertama, bahkan bagai anak perempuan kesayangan Allah yang turut mengambil peran dalam proses penciptaan alam semesta (8:31, band.3:19)4. Namun hikmat itu dianugerahkan Allah
2 Geza Vermes, Jesus the Jew, A Historian’s Reading of the Gospel, (Glasgow: Fontana Collins, 1973), h.62. 3 Wim van der Weiden, Seni Hidup, Sastera Kebijaksanaan Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h.36-37. 4 F.F.Bruce dkk (peny.); Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1994), h.391-392.
76
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
kepada manusia(Ayub 28:23,28) sehingga manusia memiliki kecakapan ilmiah yang dimungkinkan oleh kegiatan kreatif Allah sendiri5. Karena itu, muara dari kecakapan itu selalu bersifat agamawi dan praktis yakni hidup yang takut kepada Tuhan (Ayub.28:28; Maz.111:10; Ams.1:7; 9:10)6. Hal itu dapat ditelusuri dalam sejumlah sastra kebijaksanaan yang terdapat dalam PL meliputi Ayub, Amsal, Pengkhotbah, sejumlah Mazmur misalnya 1, 37, 73, 91, 112, 119, 128, juga dalam Deutro Kanonika yakni Yesus bin Sirakh dan Kebijaksanaan Salomo. C.K. Barrett menduga, konsepsi Yudais tentang hikmat dan bentuk literer yang dipakai mungkin dipengaruhi oleh kepercayaan Helenistik tentang para dewa yang memberi hikmat. Bahkan hikmat yang telah dipersonifikasi dikaitkan dengan konsepsi Stoa tentang Logos. Pengaruh-pengaruh dari eksternal itu memang diakui secara umum bersifat sekunder yakni karena para penulis Yahudi memakai bahasa agama dan atau filsafat Helenis dalam memberi penekanan dan peneguhan atas keberimanan mereka7. Patut dicatat pula pandangan James D.G.Dunn yang mengakui bahwa dari sejumlah naskah PL maupun deutro kanonika di mana hikmat dipersonifikasi (Ayub 28; Amsal 8:22-31; Sirakh 24; Hikmat Salomo 6:12-11:1, Barukh 3:9-4:4), kita tidak dapat dengan jelas menentukan apa dan siapa hikmat itu. Dunn menawarkan empat hal yang dapat menjadi pegangan: (1), hikmat adalah wujud ilahi, dewa independen sebagaimana mirip parallelnya dengan yang ada dalam agama Mesir dan Mesopotami; (2), hikmat adalah personifikasi bayangan dari sesuatu yang dihubungkan dengan Allah, yang menempati posisi intermediasi antara personalitaspersonalitas dan wujud-wujud abstrak; (3), hikmat tidak lain dari personifikasi dari suatu atribut ilahi; (4), hikmat adalah personifikasi dari
5 C.K.Barrett: The New Testament Background, Selected Documents, (New York: Harper & Row Publishers,1961), 216-217; Reginald H.Fuller; Foundations of New Testament Christology, (London: Lutterworth Press, 1965), 72-74. Fuller menganggap, konsep hikmat dalam Yudaisme haruslah ditelusuri dari PL, walaupun pemahaman hikmat yang terkait dengan kristologi bertumbuh dari tanah Yudaisme Helenis. Baginya, hikmat juga memainkan peran penting dalam sastra Apokaliptik seperti halnya dalam literatur Qumran, tetapi di dalam kekristenan Helenistiklah kita jumpai pengaruh spekulasi hikmat. 6 R.H.Fuller, op.cit, h.72-73; James D.G.Dunn, Christology in the Making, An Inquiry Into the Origins of the Doctrine of the Incarnation, (London:SCM Press, 1980), h.164-167; O.Cullmann, The Christology of the New Testament, (London: SCM Press, 1959), h.256-257. 7 C.K.Barrett, op.cit, h.217.
77
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
tata kosmik dan belum dipahami sebagai sesuatu yang ilahi sampai pada tahap berikutnya, yakni Hikmat Salomo, di mana hikmat tetaplah belum pasti konseptual definisinya, apakah telah mengalami 8 perkembangannya . Tapi Dunn juga menganggap perlu ada pegangan yang jelas untuk dapat memasuki pemahaman tentang pemanfaatan spekulasi hikmat yang dipakai dan dikenakan pada Yesus Kristus, apalagi dikaitkan dengan paham tentang keilahian dan pra eksistensinya Yesus sebagaimana yang dilukiskan penginjil Yohanes. Dalam Perjanjian Baru (selanjutnya PB), hikmat adalah karunia Allah, tetapi jika ia dipisahkan dari penyataan Allah, hikmat itu dimandulkan (1 Kor.1:17; 2:4) malah jahat (1 Kor.1:19). Orang yang dipandang berhikmat adalah mereka yang Allah beri hikmat sebagai karunia seperti halnya Salomo (Mat.12:42; Luk.11:31), Paulus (2 Petr.3:15), murid-murid Yesus, sehingga mereka dapat mengatakan halhal yang benar ketika menghadapi pencobaan dan penganiayaan (Luk.21:15), memahami nubuat dan teka-teki apokaliptik (Wahyu 13:18). Hikmat juga diperlukan oleh orang percaya supaya tetap berjalan sesuai kehendak Allah dan memahami maksud penyelamatan-Nya(Ef.1:8-9; Kol.1:9; Yak.3:13-17)9. Masih banyak hal yang dapat dicatat, namun hal yang menonjol adalah pemanfaatan gagasan hikmat dalam hubungannya dengan kristologi. Ketika penginjil Yohanes mengawali injilnya dengan mengemukakan konsepsi logos yang berinkarnasi dikenakan kepada Yesus (firman telah menjadi daging), umumnya dipahami latar gagasan itu terkait konsepsi hikmat dalam PL. Sepintas lalu perlu dicatat, Yudaisme sangatlah akrab dengan gagasan hikmat sebagai pengantara isi dari wahyu ilahi, dan doktrin Philo Alexandria mengenai logos yang masih dapat ditelusuri kaitannya dengan gagasan hikmat Yudaistik, tulisantulisannya sudah sangat dipengaruhi oleh konsepsi Stoa tentang logos sebagai prinsip akali di dalam dunia. Paham Philo telah turut memberi jalan kepada konsepsi tentang pengantara yang dipersonifikasi10. Pengaruh gagasan logos ada kesejajarannya dengan gagasan hikmat Yudaisme Helenis, di mana Allah digambarkan sebagai yang telah membentuk hikmat sebelum dunia dijadikan dan bahwa hikmat turut James D.G.Dunn, op.cit, h.168. F.F.Bruce dkk, op.cit, h.392. 10 Eduard Lohse, The New Testament Environtment,terj. (Nashville: Abingdon Press, 1976), h.137-138, 261. 8 9
78
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
mengambil bagian dalam proses penciptaan, lalu Allah telah mengirimnya kepada dunia ini menjadi terang manusia, dan ketika manusia menolak hikmat ini, ia kembali kepada Allah (perhatikan Amsal 8:22). Spekulasi hikmat Yudaisme ini, konsepsi-konsepsi mitologisnya kita jumpai dalam prolog injil Yohanes11. Diduga, konsepsi ini turut meredam kecenderungan yang makin dipengaruhi oleh paham Gnostik doketis yang memandang Kristus semata-mata dari sisi keilahiannya dan karena itu, tidaklah mungkin Dia menjadi sama dengan manusia, bahkan yang harus menderita apalagi mati tersalib. Sosok manusia yang tersalib hanyalah manusia bayangan, sebab Kristus sesungguhnya tetap berada di sorga. Bagi kekristenan mula-mula, spekulasi hikmat Yudaisme turut mempengaruhi pemahaman mereka tentang Kristus yang diimani12. Oleh karena pokok bahasan dalam tulisan ini secara khusus menyoroti gagasan hikmat dalam surat Kolose, maka berikut ini akan lebih fokus pada pokok dimaksud. II. HIKMAT DALAM KOLOSE 1. Kolose, Surat Karya Pengikut/murid Paulus. Kekristenan yang berpusat pada Kristus Yesus, tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan peran seorang Paulus, sosok yang di satu sisi kontroversial tetapi di sisi lain, pelopor dan bahkan meletakkan dasar yang kokoh pada pemahaman kristologi PB. Ia tidak sekedar seorang penginjil yang berhasil tetapi juga teolog brilian. David J. Bosch dengan tegas menyatakan Paulus adalah misionaris pertama dan juga teolog pertama kekristenan13. Surat Kolose, sekalipun dicatat sebagai surat Paulus, namun penelitian banyak ahli mengungkapkan perbedaan yang cukup mencolok
11 Werner Georg Kumel, The Theology of the New Testament,terj.(Nashville: Abingdon Press, 1973), h.280 12 O.Cullmann, op.cit, h.256. 13 David J Bosch, Transformasi Misi Kristen, Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan Berubah, terj. Stephen Suleeman, edisi 8(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), h.192-282. Bosch menguraikannya dengan cukup panjang sosok Paulus yang sangat antusias dalam melaksanakan penginjilan dan dari karena ia memiliki latar belakang pemahaman keagamaan yang kuat sebagai seorang didikan pendidikan tinggi teologi Yahudi, maka ia sekaligus menjadi seorang teolog yang mengembangkan pemikiran teologi secara kontekstual dalam rangka menjawab pelbagai pergumulan teologi di jemaat-jemaat yang ia kunjungi.
79
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
baik dari segi gaya bahasa maupun gagasan. Banyak ahli lebih menggolongkannya sebagai surat Deutro Paulus, malahan Marxen menyebutnya Pseudo Paulus sebagaimana telah disinggung dalam pendahuluan. Karena itu, perhatian selanjutnya adalah menelusuri informasi sekitar konteks alamat surat ini. Kolose adalah sebuah kota kecil di daerah Frigia, terletak di lembah yang dilintasi sungai Lukus. Epesus menjadi ibukota propinsi Romawi Asia yang juga mencakup kota Kolose, namun entah kenapa, kota ini tidak dapat berkembang baik dibanding kota-kota penting lainnya di sekitarnya seperti Hierapolis dan Laodikea, apalagi bila dibandingkan dengan Epesus. Kota yang kini peninggalan sejarah hanya menyisakan puing-puing saja14. Jemaat Kolose tidak didirikan oleh Paulus, mungkin oleh orang Kristen asal Kolose sendiri yang bernama Epafras(Kol.4:12; 1:7). Malahan jemaat ini dan Laodikia, agaknya tidak mengenal Paulus secara pribadi(Kol.2:1, band.1:4)15. Dari Epafraslah semua informasi mengenal Kolose didapatkan dan olehnya penulis yang memperkenalkan diri sebagai Paulus, menulis suratnya dari penjara. Bagaimana keadaan sesungguhnya jemaat ini, hanya dapat ditelusuri dari dalam surat Kolose sendiri, sebab tidak banyak referensi informasi dari tulisan–tulisan lainnya. Memang surat ini diawali dengan ungkapan sanjungan kepada jemaat tersebut (Kol.1:4-8, band.2:5-6), berdasarkan informasi yang diterima dari Epafras. Namun nuansa yang digambarkan pada sebagian besar isi tulisan ini menunjukkan suatu keprihatinan mendalam tentang keadaan sebenarnya yang membutuhkan perjuangan berat. Rupanya di Kolose, ada yang menyebarkan filsafat kosong dan palsu menurut ajaran turun temurun dan roh-roh dunia(Kol.2:8), suatu doktrin yang mengajarkan penyelamatan palsu dengan penekanan hidup asketis dan penyembahan malaikat. Tom Jacobs mendugakan kemungkinan sinkretisme antara ajaran agama Yahudi dengan agama kafir, karena dalam ajaran palsu ini orang diajak menyembah segala macam roh dan kekuatan kosmik. Itulah sebabnya dalam surat ini ditekankan tentang kuasa dan kedudukan kosmik dari Kristus16.
C.Groenen, op.cit., h.263 Ibid., h.265. 16 Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), h.73. 14 15
80
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
Menanggapi kondisi yang tergambar dalam surat ini, Paulus (tepatnya pengikut atau murid Paulus yang menulis surat ini), mencoba menggembalakan jemaat melalui suratnya sambil memanfaatkan kekayaan perbendaharaan pemikiran filosofis, agama dan kebudayaan Yudaisme Helenis sambil mengingat ancaman kemunculan Gnostik Kristen yang mulai menggerogoti pertahanan iman umat yang telah berusaha ditanamankan melalui pengajaran rasuli khususnya Paulus. E.Kasemann sebagaimana dikutip Dunn, menganggap himne ini adalah nyanyian yang terkait dengan mitos Penebus Gnostik17. Dalam konteks inilah, maka gagasan-gagasan yang berlatar spekulasi hikmat dapat ditemukan. Dalam Kolose 1:9, 28; 2: 3, 23; 3:16, dengan sengaja dipakai kata sophia yang tentu pemanfaatan kata ini tidak lepas kaitannya dengan pengertian umum yang berlaku masa itu. Yakni, hikmat itu tidak sekedar terkait dengan pengetahuan, dan atau kecakapan melainkan terutama pengenalan yang benar tentang kehendak Allah, yakni apa yang harus dilakukan seseorang sesuai yang dituntut Allah kepadanya. Ketika ia melakukannya dengan benar, hal itu adalah bukti ketaatannya kepada Allah yang telah menyatakan kehendak dan maksud mulianya di dalam Kristus. Penegasan dalam 2:8 menyatakan, ada bahaya yang sedang mengancam, ketika guru-guru palsu datang dengan membanggakan bahwa yang diajarkan mereka adalah filosofia, filsafat yang benar18. Tetapi Paulus dengan tegas menolak dan menganjurkan umat agar jangan mempercayai isi filsafat yang kosong itu. Hanya di dalam Dia, Kristus itulah ada jaminan keselamatan. Dialah yang rasul ajarkan kepada mereka dengan segala hikmat (1:28) dengan tujuan memimpin setiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Menjadi jelaslah maksud penulisan surat bersifat pastoral ini untuk membela ajaran yang telah disampaikan rasul (tepatnya diteruskan Epafras) dalam menyerang ajaran sesat. Oleh karena itu, penekanan dalam 2:6-7 menjadi jelas: karena mereka telah menerima ajaran tentang Kristus Yesus Tuhan, hendaklah tetap berpegang teguh pada ajaran itu, dan jangan membiarkan diri hanyut oleh pesona filsafat, yakni terkait unsur-unsur kosmos, yang diajarkan guru-guru palsu itu. Kesesatan apa yang sedang diajarkan, tidak jelas benar walau sejumlah petunjuk seperti hari-hari
17 18
James D.G.Dunn, Unity and Diversity, h.136. Loc.cit.
81
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
raya, bulan baru, menunjuk pada Yudaisme berciri Gnostik19. Hal yang menarik perhatian untuk dibahas secara khusus dalam tulisan ini adalah kredo yang diramu dalam bentuk himne dalam Kolose 1 : 15-20, karena nampaknya himne ini menyiratkan latar gagasan hikmat yang dimanfaatkan untuk membahasakan kepercayaan kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan. 2. Kedudukan himne Kristus Tuhan dalam Kolose 1:15–20 Sebagaimana maksud tulisan ini yang berusaha menelusuri gagasan hikmat dalam Kolose, maka salah satu petunjuk ke arah itu, dapat ditelusuri dari himne tentang Kristus Tuhan dalam Kolose 1 : 15 – 20: 15. Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan. 16. karena di dalam Dia telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana maupun kerajaan, baik pemerintah maupun penguasa, segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia 17. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu, Dan segala sesuatu ada di dalam Dia 18. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, Sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. 19. Karena di dalam seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, 20. dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah ia mengadakan perdamaian oleh darah salib Kristus. 19 W. Marxen; op.cit., h.215-223. Marxen berusaha menguraikan pelbagai persoalan yang mengganjalkan di jemaat dengan rujukan pada apa yang diinformasikan di dalamnya, sambil tetap memintakan perhatian agar jangan sampai secara teledor mengartikan pelbagai petunjuk di dalamnya lalu berspekulasi terlalu jauh misalnya informasi menyangkut filsafat dan kekuatan elemen-elemen kosmik di dalamnya. Sem Hakh, dalam risalat kuliah yang disampaikan, juga telah menyinggung luas persoalan jemaat Kolose dengan menelusuri pelbagai petunjuk terkait pemanfaatan gagasan hikmat dalam Kolose yang olehnya pengarang surat Kolose memberi penguatan menghadapi godaan ajaran dan filsafat kosong itu(risalat materi kuliah Pasca Sarjana UKIT 2013).
82
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
Sebelum membahas makna teks ini, patut dicatat bahwa para penulis PB cukup gemar melukiskan Kristus yang diimani dalam bentuk himne kredo. Disamping himne dalam Kolose 1:15-20, sejumlah hymne ditemukan dalam prolog injil Yohanes yang melukiskan Kristus sebagai logos yang menjadi manusia (1:1-18); juga Kristus, hamba yang mengosongkan diri (Fil.2:5-11), Dia yang adalah cahaya kemuliaan Allah (Ibrani 1:1-3), disamping himne lainnya terkait Yesus Kristus dalam koleksi Lukas yakni kidung pujian Maria (1:46-55), Zakharia (1:68-79), himnus anggelus – Gloria in excelcis deo(2:14), nyanyian pujian Simeon(2:29-32). Di dalam kitab Wahyu, ditemukan sejumlah himne yang merupakan luapan syukur antara lain; aklamasi-aklamasi tentang Allah (Wahyu 4:8,11; 7:12; 11:17-16), aklamasi tentang Anak Domba Kudus (Wahyu 5:9-10,12), aklamasi tentang Allah dan Kristus Anak Domba(5:13; 7:10; 11:15; 19:6-820. Dunn mengelompokkan himnehimne ini dalam tiga kategori: pertama, kumpulan himne Lukas merefleksikan suasana awal kekristenan Yahudi Palestina, kedua, kumpulan himne dalam kitab Wahyu merefleksikan bentuk Kekristenan Yahudi Helenis, dan ketiga, himne-himne dalam Filipi, Kolose, Yohanes dan Ibrani merefleksikan hal yang berbeda dari bentuk Kekristenan Yahudi Helenis. Himne-himne dalam kelompok ketiga lebih njlimet, lebih dipengaruhi oleh spekulasi keagamaan dan filosofis tentang kosmos, berkaitan erat dengan spekulasi Helenis tentang relasi Allah dengan dunia melalui Yesus, biasanya penekanannya pada situasi pra Gnostik21. Karena itu, ketika membahas himne dalam Kolose ini, Dunn lebih melihat latar belakangnya dari perbendaraan himne yang telah ada dari pengaruh dunia Yudaisme Helanis, di mana sejumlah elemen menghembuskan angin Gnostisisme seperti: gambar dari Allah yang tak kelihatan, sulung dari semua ciptaan. Menyangkut himne dalam Kolose 1:15-20, Tom Jacobs menemukan kesejajaran antara awal dan akhir dari himne ini bila memperhatikan ayat 16b-18a, yang merupakan uraian atas 16a dengan keterangan: dahulu “segala-galanya” dan kemudian “diciptakan di dalam Dia”. Ayat 20 sedikit diparalelkan dengan itu, namun ayat ini bukan pengembangan dari ayat 1922. Kristologi yang digambarkan disini
James D.G.Dunn, Unity and Diversity in the New Testament, h.133-134. Ibid., 22 Tom Jacobs, ibid, h. 73-74. 20 21
83
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
sifatnya juga khas, yakni sifat kosmiknya (lihat juga 1:27; 2:10,15) walaupun Jacobs lebih menganggap bahwa kristologi Kolose lebih bersifat kyriologi daripada soteriologi. Sementara itu, ekklesiologi Kolose dihubungkan erat dengan Kristologi yakni, bahwa Kristus adalah kepala tubuh yaitu jemaat23. R.H. Fuller berpendapat lain. Baginya, himne ini terdiri dari 3 baik yakni bait pertama melukiskan penciptaan (ayat 15-16), bait kedua tentang pemeliharaan (ayat 17-18) dan bait ketiga tentang penebusan (ayat 19-20). Bait pertama menggambarkan pra eksisnya Dia dalam terminologi yang berasal dari mithos tentang sophia, bahwa Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, dan menjadi bagaikan agen hikmat yang berperan dalam proses penciptaan. Bait kedua, menggambarkan Dia yang pra-eksis tetap memelihara segala yang diciptakan, juga berasal dari mitos hikmat. Sedangkan bait ketiga, Fuller menganggap sudah terkait dengan tipe kristologi Adam/Kristus24. Berbeda dengan Fuller, James D.G Dunn menganggap himne ini hanya terdiri dari 2 bait. Bait pertama ayat 15-18a – sampai dengan : ia adalah kepala tubuh). Bait kedua, ayat 18b-20 (diawali dengan Ia adalah sulung, yang pertama bangkit…). Baginya, gerakan dasar pemikiran cukup jelas: dari peran pra eksis Kristus dalam penciptaan (bait satu) ke peran penebusan (bait dua), dari relasi-Nya dengan ciptaan lama (protologi) kepada yang baru (eskatologi)25. Saya lebih setuju dengan pendapat Dunn, karena apa yang berusaha diuraikannya lebih mencerminkan gerakan pemikiran yang menggambarkan secara relasional peran tokoh sentral dalam himne ini pada kedua kutub masa dan peristiwa Allah dalam sejarah dunia. Himne ini tidak dapat ditemukan paralelnya dengan himnehimne lain dalam PB, walau ide-ide individual memiliki paralelnya dalam hikmat pra Kristen, paling kurang dengan Philo. Isinya ada sedikit kemiripan dengan himne dalam Filipi 2:5-11 tentang Yesus sebagai hamba, memberi diri untuk melupakan kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan melainkan sungguh-sungguh merendahkan diri sampai mati, menandai pengosongan diri yang sangat dalam untuk kemudian ditinggikan di atas segala nama26. Kedua himne 23 Tom Jacobs, Paulus; Hidup, karya dan Teologinya, (Yogyakarta; Kanisius, 1983 ), h.317. 24 R.H.Fuller, op.cit., h.214-216. 25 James D.G.Dunn, Christology in the Making, h.188. 26 Stanley B. Marrow, op.cit., h.202-203.
84
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
ini bersangkut paut pada konteks soteriologis dimana mengalamatkan syukur kepada Bapa yang telah menebus umat manusia. Perhatikan ungkapan dalam Kolose 1:13-14; Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan, dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia, kita memiliki penebusan, yaitu pengampunan dosa. Namun himne dalam Kolose ini, diungkapkan dalam bahasa yang berbeda dengan himne Filipi dan lebih menunjuk pada pra-eksistensi Kristus yang ditandai dengan ungkapan terkait istilah “yang sulung, lebih utama dari segala sesuatu”27. Mengikuti pola uraian Dunn, bait pertama himne ini tidaklah menunjuk pada tipe kristologi Adam karena ayat 16 mengaburkannya. Yang lebih dekat daripadanya adalah kristologi hikmat sebab faktanya, hikmat adalah imanensi Allah di mana manusia mengenal Allah dan kehendak-Nya. Persoalan bagi para orang saleh adalah ketersembunyian Allah bagi mereka dan kesulitan mengetahui kehendak-Nya. Karena itulah inti ajaran Yudaisme terletak pada tradisi hikmat yakni hanya dengan mentaati Torat sajalah, manusia dapat mengenali Allah dan kehendak-Nya yang mulia. Namun dalam himne ini, Paulus menunjuk Kristuslah jawaban atas persoalan pencarian kehendak Allah28. Dengan memanfaatkan gagasan hikmat, himne ini mengajarkan jemaat: Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan, sulung dari segenap ciptaan. Dialah Kristus yang berkuasa atas segenap ciptaan (band.Maz.89:27). Di dalam Dia, segala sesuatu diciptakan. Dengan demikian, pengenaan konsepsi hikmat kepada Kristus menunjukkan bahwa Paulus, (tepatnya muridnya, pengarang surat Kolose ini) hendak menegaskan posisi Kristus sebagai yang telah pra eksis sebelum dunia dijadikan, sekalipun syair himne ini lebih menunjuk pada ciptaan baru dan bukan pada ciptaan lama sebagaimana disaksikan kitab Kejadian. Dialah juga kuasa kreatif (hikmat kreatif) Allah yang olehnya Allah menciptakan alam semesta29. Pada bait kedua (18b-20) ia adalah yang sulung, yang pertama bangkit… Unsur-unsur penting pada bait ini memberi rujukan pada pengertian bait pertama. Sekali lagi Kristus digambarkan dalam terminologi hikmat, yang juga menegaskan status Kristus tidak hanya sebagai pra eksis melainkan juga pra ulung dan unggul dalam segala
Ibid, h.203. James D.G. Dunn, Christology in the Making, h.188. 29 Ibid., h.189-190. 27 28
85
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
sesuatu sebagai konsekwensi dari karena fakta kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Di dalam Dialah, Allah dalam segala kepenuhan berkenan tinggal bersama kita30. Dengan dua bait syair himne yang agaknya diadopsi dari himne pra Kristen dengan latar gagasan hikmat ini, maka pengarang surat ini memaksudkan agar jemaat pembacanya diberi kekuatan memahami ajaran yang benar dengan mendekatkan pemahaman melalui upaya kontekstualisasi kristologi dari latar gagasan hikmat. Upaya penggambaran Kristus sebagai kehadiran kosmik Allah, juga dimaksudkan agar Kristus sekarang harus dilihat sebagai Dia yang adalah kuasa Allah yang adalah manifestasinya di dalam dan kepada ciptaanNya. III. Makna Himne ini dalam Konteks Pewartaan kini Dengan berusaha menelusuri pengungkapan kristologi Paulus yang dilanjutkan oleh para pengikutnya sebagaimana disaksikan dalam tulisan-tulisan Deutro/Pseudo Paulinis, kita berusaha menggali cara berteologi yang sungguh mencerminkan suatu proses kontekstualisasi pemberitaan injil sesuai kebutuhan riil. Kalau Paulus, atau para pengikutnya berusaha membahasakan Kristus yang diimani dengan memanfaatkan pelbagai gagasan dari dunia sekitar entah Yudaisme, juga Helenisme, tidak terkecuali menyangkut hikmat, maka apa yang berusaha ditunjukkan dalam surat Kolose adalah suatu upaya penyampaian berita injilnya yang dapat diterima dan diresapi maknanya. Apa yang berusaha disaksikan di sini adalah menyaksikan dan membahasakan Kristus yang dimuliakan itu dalam terminologi hikmat sehingga menjadi lebih komunikatidf dan mempersonifikasi peran dan fungsi Allah dalam segenap alam semesta. Paulus, (tepatnya, pengarang surat Kolose ini) berusaha mengidentifikasi Kristus dalam perbendaharaan bahasa yang dapat dipahami, termasuk dengan memanfaatkan kekayaan filsafat, budaya dan gagasan yang masih cukup akrab dengan pembacanya, agar dengan demikian, Yesus dapat diterima sebagaimana maksud kidung indah ini, dan iumat dapat memahami dan mengalami makna ungkapan bahwa Allah dalam segala kepenuhannya, berkenan tinggal di dalam Dia (Kol.1:19) yang adalah kuasa dan hikmat-Nya sendiri.
30
Ibid., h.192.
86
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
KEPUSTAKAAN Bosch, D.J; Transformasi Misi Kristen, Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan Berubah, terj. Stephen Suleeman, cetakan 9(Jakarta: BPKGunung Mulia, 2012). Barrett, C.K: The New Testament Background, Selected Documents, (New York: Harper & Row Publishers,1961). Bruce, F.F dkk (peny.); Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1994), Cullmann, O;The Christology of the New Testament, (London: SCM Press, 1959), h.256-257. Dunn, James, D.G;Christology in the Making, An Inquiry Into the Origins of the Doctrine of the Incarnation, (London:SCM Press, 1980) ______, Unity and Diversity in the New Testament, An Inquiry of the Character of Earliest Christianity, (Philadelphia, The Westminster Press, tt.). Fuller, Reginald, H; Foundations of New Testament Christology, (London: Lutterworth Press, 1965) Groenen, C; Pengantar Ke dalam Perjanjian Baru, cetakan ke-8, (Yogya: Kanisius, 1993). Hatch, Edwin; The Influence of Greek Ideas on Christianity, (New York: Harper & Brothers Publishers, 1957). Jacobs, Paulus; Hidup, karya dan Teologinya, (Yogyakarta; Kanisius, 1983 ). _______,Siapakah Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1988). Lohse, Eduard; The New Testament Environtment, (Nashville: Abingdon Press, 1976). Marrow, S; Stanley B; Paul, His Letters and His Theology, New York: Paulist Press, 1986). Marxsen, Willi; Pengantar Perjanjian Baru, terj.Stephen Sulleman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994). Vermes, G; Jesus the Jew, A Historian’s Reading of the Gospel, (Glasgow: Fontana Collins, 1973), van der Weiden, W; Seni Hidup, Sastera Kebijaksanaan Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 1994). 87