perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana SI dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Veni Tri Widyastuti E 1105147
Fakultas Hukum UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKRTA 2010
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi)
FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA
Disusun Oleh : Veni Tri Widyastuti NIM E1105147
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,
Oktober 2010
Dosen pembimbing
Pius Tri Wahyudi,S.H.,M.Si NIP. 195602121985031004
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA
Disusun Oleh : Veni Tri Widyastuti NIM E1105147
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada : Hari
: Kamis
Tanggal : 28 0ktober 2010
1.Lego Karjoko, S.H,M.H
:………………………..……………
Ketua 2. Pius Tri Wahyudi,S.H.,M.Si
:…………………………………….
Sekretaris 3.Purwono SR,S.H
:…………….……………………….
Anggota
Mengetahui Dekan,
(Moh. Jamin,S.H.,M.HUM.) NIP 19610930 198601 1 001 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Veni Tri Widyastuti Nim : E 1105147 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKARTA adalah betul-betul karya sendiri. Halhal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum skripsi ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakrta, Oktober 2010 Yang membuat pernyataan
Veni Triwidyastuti E 1105147
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Veni Tri Widyas Tuti, E 1105147. 2010. FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DIKOTA SURAKARTA, Fakultas Hukum Uiversitas Sebelas Maret. Peneliian ini bertujuan untuk menegetahui fungsi PPAT dalam pelaksanaan jual beli sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB dan apa akibat hukum bagi PPAT yang telah melanggar ketentuanketentuan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasar fakta yang tampak. Data penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara bebas terpimpin. Data sekunder diperoleh melalui buku-buku literature, maupun peraturan perundang-undangan, yang berhubungan dengan penulisan hukum ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan secara teorinya fungsi PPAT dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 yaitu sebagai pejabat umum yang mengesahkan terjadinya peralihan hak atas tanah dan banguanan dengan syaratsyarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu yaitu pembayaran pajak. Salah satunya yaitu pembayaran pajak BPHTB oleh wajib pajak pembeli. PPAT dapat menandatanagani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Tetapi dalam prakteknya tidak terlaksana disebabkan penandatanganan akta jual beli telah mendahului dulu dari kewajiban membayar BPHTB dulu. Undang-Undang BPHTB memberikan sanksi bagi PPAT yang melanggar ketentuan Undang-Undang tersebut. Dalam pemberian sanksi masih ada kelunakan dari Direktorat Jenderal Pajak. Diberi waktu tempo satu minggu. Padahal seharusnya sanksi tersebut harus tegas langsung diberikan. Hasil penilitian juga menunjukkan adanya penurunan nilai harga transaksi jual beli tanah dan bangunan dimana hal ini dilakukan untuk mengecilkan nilai pajak. Hal ini menyebabkan pengurangan penerimaan pajak. Secara moral hal ini tidak diperbolehkan. Undang-Undang BPHTB membawa dampak pada PPAT bahwa PPAT berperan sebagai penagih pajak. Hal seharusnya PPAT sebagai pelayan masyarakat menangani dalam jual beli tanah dan bangunan. Kata Kunci : Jual Beli, PPAT, Penandatanganan Akta, UU BPHTB
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Veni Tri Widyastuti, E 1105147.2010. THE FUNCTION OF PPAT (LAND REGISTRATION OFFICER) IN THE IMPLEMENTATION OF ACT NO. 20 OF 2000 ABOUT BPHTB IN THE LAND AND BUILDING RIGHT TRADING IN SURAKARTA CITY, LAW FACULTY of Sebelas Maret University. This reesarch aims to find out the fuction of PPAT in implementing the Act no. 20. of 2000 about BPHTB and what the legal consequence is for PPAT who breaks the provision of the Act no. 20 of 2000 about BPHTB. This study belongs to a normative law research that is descriptive in nature, the one describing the condition of research object currently based on apparent fact. The data of research included the primary and secondary data. The primary data was obtained directly from free-guided interview. The secondary data was obtained from the literature books and legislation relevant to this writing. Technique of analyzing data used was a qualitative data analysis. The result of research shows that theoretically, the function of PPAT in the Act no. 20 of 2000 is to sign the document of land and building right transferring when the taxtpayer submits the receipt of tax payment. But in practice is not implemented because the trading agreement signing has preceded the obligation of paying BPHTB. The BPHTB act gives penalty (sanction) to the PPAT who breaks the provision of act. In imposing the sanction, there is still allowance from the Tax Directorate General. The Taxpayer is given one-week time, whereas the sanction should be given family. Research results also indicate an impairment of the sale and purchase price of land and buildings where this is done to shrink the tax value. This causes a reduction in tax revenues. Morally this is not allowed. BPHTB Law had an impact on PPAT PPAT that act as tax collectors. It should PPAT as public servants to handle the sale and purchase of land and buildings.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama asma ALLAH, SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta diiringi rasa syukur kehadirat IIahi Rabbi, penulisan hukum skripsi yang berjudul FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UU NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KOTA SURAKRTA” dapat penulis selesaikan. Penulisan Hukum ini dapat membahas tentang permasalahan antara teori dan prakteknya sesuai dengan UU No 20 Tahun 2000. Penulis yakin bahwa penulisan hukum ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh,karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada : 1. Bapak Moh. Jamin, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin kepada Penulis untuk menyusun penulisan hukum ini. 2. Bapak Harjono,S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Non Reguler terima kasih atas royalitas, dedikasinya terhadap Mahasiswa Non Reguler dan telah menjadi Ayah bagi kami mahasiswa Non Reguler. 3. Bapak Pius Triwahyudi,S.H.,Msi. Selaku pembimbing yang telah banyak memberikan nasehat dan penulisan skripsi ini. 4. Bapak Munawar Kholil, S.H., M.H selaku pembimbing Akademik atas nasehat yang berguna selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bapak Lego Karjoko, S.H.,M.H yang telah memberikan masukan judul skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan. 7. Staf dan Karyawan terutama Pak Joko, Mas Rudi, Mas Wawan, Pak Wiyono, commit to user Pak Maman di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Untuk Almamaterku Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakrta. 9. Terima Kasih untuk Ayah dan Ibu terkasih yang selalu memberikan kasih saying tulus, nasehat yang berarti. Setiap doa-doa mereka bagiku yang penuh limpahan berkah ALLAH SWT. Yang selalu menaungi setiap langkahku (semoga ALLAH selalu melimpahkan rahmat dan menghadiahkan surga kepada keduanya). 10. Untuk malaikat-malaikat kecil yang aku sayang ilyas, kayla, chista, keisha. 11. Untuk my lovely yang telah memberikan semangat dan kenangan terindah di kampus. 12. Untuk sohib-sohibku (yuyun, via, putro, dian, mbk fitri, clara) terima kasih telah mau menjadi sahabat baekku. Untuk vani, neri, rindang, dion, umar, budi dan teman-teman yang tidak dapat saya tulis semua. 13. Untuk
teman-temanku
yang
telah
membatu
dalam
skripsi
saya,
tiara,septi,yuyun dan teman septi. Dan juga teman-teman yang telah datang dalam pendadaran saya memberikan suport. 14. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis merasa perlu untuk menerima kritik dan saran yang membangun sehingga dapat memperjelas isi penulisan hukum ini. Semoga Allah SWT meridhoi semuanya dan mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi Penulis, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum. Amin ya Robbal’alamin.
Surakarta, Oktober 2010 Penulis,
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................
iv
ABSTRAK ......................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................
viii
BAB 1 : PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................
1
B. Perumusan Masalah ..................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
5
E. Metode Penelitian .....................................................................
5
F. Sistematika Penulisan Hukum ..................................................
9
BAB 11 : TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
12
A. Kerangka Teori .........................................................................
12
1. Tinjauan Umum Tentang Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ..................................................................................
12
a.
Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) .......
12
b.
Tugas dan Kewenangan PPAT ....................................
13
c.
Fungsi PPAT dalam UU BPHTB ................................
14
d.
Sanksi terhadap PPAT .................................................
15
2. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli ......................................
16
a.
Peralihan Hak ...............................................................
16
b.
Proses Jual Beli ............................................................
18
3. Tinjauan Umum Tentang BPHTB .......................................
20
a.
Arti BPHTBcommit dan Dasar Pengenaan BPHTB ................ to user
viii
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b.
Tata cara dan saat pembayaran BPHTB .......................
21
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................
22
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................
24
A. Fungsi PPAT Dalam Pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Pada Jual Beli ...............................................
24
1. Peran PPAT Dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan ...........
24
2. Peran PPAT Dalam Pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Dalam Jual Beli ......................................
39
B. Akibat Hukum Bagi PPAT Yang Melanggar Ketentuan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB .......................................
58
BAB 1V : PENUTUP .....................................................................................
61
A. SIMPULAN .............................................................................
61
B. SARAN ...................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
63
commit to user
ix
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tanah dan bangunan merupakan benda-benda yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, Tanah dan bangunan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan papan) yang mempengaruhi eksistensi tiaptiap individu karena setiap manusia membutuhkan tempat unutuk menetap.Hakhak atas tanah mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia ini, makin maju masyarakat, makin padat penduduknya, akan menambah lagi pentingnya kedudukan hak-hak atas tanah itu. Mengingat besarnya peranan hak-hak atas tanah dengan makin meningkatnya harga tanah, maka dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria beserta perturan-peraturan pelaksanaannya, peralihan hak atas tanah itu dipandang
perlu
ditingkatkan
lebih
tinggi
dan
diatur
tersendiri.Dalam
pembangunan nasional peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat baik untuk keperluan pemukiman maupun kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sehubungan dengan itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan. Melalui pendaftaran tanah tersebut akan menghasilkan surat-surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, lazim disebut sertifikat hak ( Efendi Perangin,1986: 3) Hal Pendaftaran Tanah ini
kemudian diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP) yang menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ( akta PPAT) merupakan salah satu unsur utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka pokokpokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini. Hal yang perlu diketahui dan dipahami berkaitan dengan pendaftaran peralihan hak pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP) Pasal 37 antara lain : peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melaui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwewenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 37 ayat 1). Kecuali pewarisan dan lelang, semua macam peralihan hak harus dilakukan di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan dibuktikan dengan Akta yang dibuatnya. Jual beli tanah hak milik, misalnya, harus dilakukan di PPAT dan dibuatkan Akta Jual Beli.
Di dalam UU BPHTB pasal 24 ditetapkan ketentuan bagi pejabat PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara bahwa: 1
Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat setelah WP menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB 2 Kepala Kantor Lelang hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah WP menyerahkan bukti pembayaran BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB 2.a Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 3
Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di dalam UU BPHTB pasal 25 ditetapkan ketentuan bagi pejabat PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara bahwa: 1
Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
2
Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Dari ketentuan pasal-pasal tersebut, menunjukkan bahwa ketika
masyarakat memerlukan pelayanan untuk membuat akta peralihan hak harus terlebih dahulu melakukan pelunasan pembayaran pajak BPHTB. Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)dikurangi
Nilai
Perolehan
Objek
Pajak
Tidak
Kena
Pajak
(NPOPTKP)dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara matematis adalah BPHTB = 5 % X (NPOP - NPOPTKP) Dalam pelaksanaan proses jual beli fungsi PPAT dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 tentang BPHTB sebagai pejabat umum yang mengesahkan terjadinya transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan di mana disyaratkan agar sebelum menandatangani akta dipenuhi segala syarat-syarat, termasuk didalamnya pembayaran pajak (BPHTB). Sanksi yang ditujukan terhadap PPAT
juga meupakan sebagai
penyadaran, bahwa PPAT dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan PPAT. Di samping itu, pemeberian sanksi terhadap PPAT juga untuk melindungi masyarakat dari tindakan PPAT yang dapat merugikan masyrakat, misalnya membuat akta yang tidak melindungi hak-hak yang bersangkutan.
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penulis ingin mengetahui apakah PPAT dalam melaksanakan proses jual beli sudah sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 tentang BPHTB. Berdasar latar belakang yang terurai diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna penyusunan skripsi dengan judul :
“FUNGSI PPAT DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2000 TENTANG BPHTB DALAM JUAL BELI HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DIKOTA SURAKARTA”.
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam suatu penelitian karya ilmiah sangat penting agar maksud dan tujuan penelitian lebih mendalam, terarah dan tepat mencapai sasaran karena itu untuk memudahkan pencapaiaan tujuan dan pembahasannya, maka dalam penyusunan dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana fungsi PPAT dalam proses jual beli berkaitan dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB ? 2. Apa akibat hukum bagi PPAT yang telah melanggar ketentuanketentuan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok masalah diatas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a.
Untuk mengetahui fungsi PPAT dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB.
b. Untuk mengetahui pelanggaran apa yang dilakukan PPAT dan akibat hukumnya. 2. Tujuan Subyektif a. Memperoleh data sebagai bahan penyusunan skripsi guna commitmemperoleh to user memenuhi syarat untuk gelar kesarjanaan di bidang
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Memperluas, mengembangkan pengetahuan serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek lapangan hukum yang berguna bagi penulis. c. Memberi gambaran realita bagi penulis atas teori-teori yang di dapat di bangku perkuliahan dalam kehidupan di masyarakat.
D. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dari penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis : a.
Memberi tambahan wacana kepustakaan pada ilmu hukum khususnya Hukum Agraria dalam hal penelitian Fungsi PPAT dalam pelaksanaan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah bahan referensi di bidang karya ilmiah dan masukan bagi penelitian di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis : a. Memberi jawaban atas permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini, yaitu apakah PPAT dalam melakukan proses jual beli di kota surakarta sudah sesuai dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 dan sudah efisien. b. Meningkatkan
penalaran,
membentuk
pola
pikir
dinamis
dan
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh penulis selama studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. c. Bagi Masyarakat, dengan penelitian ini diharap menambah pengetahuan tentang Ilmu Hukum.
E. Metode Penelitian “Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan committertentu, to user yang bertujuan mempelajari satu pada metode, sistematika dan pemikiran
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya, mengadakan pemeriksaan secara mendalam terhadap fakta hokum tersebu, serta mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan” (Soerjono Soekanto, 2006: 43). Metode penelitian merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang suatu proses penelitian yaitu berupa penyelesaian suatu permasalahan yang akan dibahas, di mana metode penelitian merupakan cara yang utama yang bertujuan untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah, dan jenis yang akan dihadapi. Sehubungan dengan hal tersebut, metode yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah adalah sebagai berikut : 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum hukum doktrinal/normatif yaitu penelitian yang mengkaji hukum sebagai norma (hukum positif dalam sistem perundangundangan, Putusan Pengadilan, Asas Keadilan).
2.
Sifat Penelitian Penelitian
ini
bersifat
perskriptif
yaitu
dilakukan
untuk
menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. “Jawaban yang diharapkan dalam penelitian yang bersifat preskriptif adalah right, appropriate, inappropriate atau wrong. Dapat dikatakan hasil yang diperoleh di dalam penelitian hukum sudah mengandung nilai”(Peter Mahmud, 2005 : 35).
3.
Pendekatan Penelitian Pendekatan Undang-undang dilakukan dengan menelaah semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan permasalahan hukum yang sedang diteliti. Pendekatan Undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu Undang-undang dengan Undang-undang lainnya.’Hasil dari telaah itu merupakan suatu argument untuk commit to user memecahkan permasalahan yang dihadapi”(Peter Mahmud,2005 : 97).
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Jenis Data Jenis data yang digunakan penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa jenis data Primer dan sekunder. a. Data Primer Data Primer merupakan data yang diperoleh dari sumbersumber primer atau sumber utama yang berupa fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung dari sumber data yang bersangkutan, yaitu dari Kantor Pajak, BPN disurakarta. b. Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang meliputi bahan-bahan documenter, tulisan ilmiah dan sumber-sumber tertulis lainnya. Selain itu data-data sekunder
ini
antara
lain
mencakup
dokumen-dokumen
resmi,buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporanlaporan,
buku
harian
dan
seterusnya
(Soerjono
Soekanto,2006:12)
5.
Sumber Data Sumber data sekunder adalah data yang tidak secara langsung memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber terdiri dari : a. Bahan hukum primer yang berupa : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2) Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, 3) Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 4) Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 1998. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah 6) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1985 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah 7) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan BPHTB dan laporan bulanan akta oleh PPAT kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP Pratama)
b.
“Bahan hukum tersier atau bahan non hukum, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya bahan media dari internet, kamus dan sebagainya” (Peter Mahmud, 2005 : 142-163).
6.
Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumen atau kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan berupa peraturan Perundang-Undangan, dokumen-dokumen, buku-buku, artikel, internet atau literature, dan bahan-bahan lainnya.
7.
Teknik Analisis Data Untuk memperoleh jawaban terhadap penelitian hukum ini, dengan mendeduksi yang berarti menarik kesimpulan atau menderivasi. Maka to user digunakanlah silogisme commit deduktif dengan metode interpretasi atau
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penafsiran. Dan interpretasi yang digunakan adalah Interpretasi bahasa (gramatikal), yaitu memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan sesuai dengan bahasa sehari-hari. “Jadi, untuk mengetahui makna ketentuan
Undang-Undang,
maka
ketentuan
Undang-Undang
itu
ditafsirkan atau dijelaskan dengan menguraikannya menurut bahasa umum sehari-hari” (Peter Mahmud,2005 : 57)
-
Sebagai premis mayor maka digunakan Peraturan Perundang-undangan yaitu : Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB; Undangundang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah Agraria; Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negri Sipil, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah. PP No 37 Tahun 1998; KUHPer; Per KBPN No 1 Tahun 2006.
Untuk Premis Minor : Fungsi PPAT dalam pelaksanaan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB penerapan faktanya dalam masyarakat. Dengan silogisme maka diperoleh jawaban
masalah atau
kesimpulan mengenai ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan PPAT dalam proses jual beli sesuai Undang-Undang No 20 Tahun 2000.
F. SISTEMATIKA PENELITIAN HUKUM Gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum initoterdiri commit user dari 4 (empat) bab, tiap-tiap bab
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dikemukakan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum ini meliputi : A. Tinjauan Umum Tentang PPAT 1. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 2. Tugas dan Kewenangan PPAT 3. Fungsi PPAT dalam UU BPHTB 4. Sanksi Terhadap PPAT B. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli 1. Peralihan Hak 2. Proses Jual Beli C. Tinjauan Tentang BPHTB 1. Arti BPHTB dan Dasar Pengenaan BPHTB 2. Tata Cara dan Saat Pembayaran BPHTB
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian dan analisa, serta pembahasan masalah yang secara rinci sekaligus menjawab permasalahan-permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya dalam perumusan masalah mengenai penganiayaan terhadap anak dibawah umur dalam rumah tangga. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
PENUTUP Dalam bab ini merupakan bab yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran yang dapat memberikan masukan-masukan pada pihak yang terkait dari hasil penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) a. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ”Pengertian PPAT adalah pejabat yang berwewenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan” ( Efendi Perangin,1986: 3) Secara khusus keberadaan PPAT diatur dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tantang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (PJPAT) yang menegaskan bahwa: PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.” (pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998) tantang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (Parlindungan, 1982 : 42) Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dikenal umum terdiri dari dua macam yaitu PPAT Notaris dan PPAT Camat. Seorang notaries untuk bisa menjadi PPAT mesti memperoleh izin dari Kepala Badan Pertanahan Nasional, sedangkan camat karena jabatannya otomatis menjadi PPAT. Sebab Camat itu menjadi PPAT karena jabatannya, ia tidak memerlukan surat pengangkatan. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BPN. Selain itu yang membedakannya yaitu terletak pada wewenang yang dimilikinya. Seorang PPAT memiliki wewenang yang lebih sempit dibandingkan seorang notaries. Berdasrkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1998, tugas utama seorang PPAT hanya melakukan pembuatan dokumen bukti peralihan hak serta mengeluarkan akta yang commit to user
12
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menerangkan status atau kondisi sebidang tanah. PPAT tidak memiliki wewenang untuk membuat akta tentang pendirian badan hukum atau membuat akta tentang sewa-menyewa. Herman Hermit menjelaskan yang dapat diangkat menjadi PPAT adalah : a)
Notaris,
b)
Pegawai-pegawai Direktorat
dan
Jenderal
bekas Agraria
pegawai yang
dalam
lingkungan
dianggap
mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang peraturan-perturan pendaftaran tanah dan peraturan-peraturan lainnya yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak atas tanah, c)
Para pegawai pamong praja yang pernah melakukan tugas seorang PPAT
d)
Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Agraria. Sekarang ini semua yang diangkat menjadi PPAT (kecuali Camat
yang menjadi PPAT karena jabatannya) harus lulus terlebih dahulu ujian yang
diadakan
oleh
Direktorat
Jenderal
Agraria.
(
Efendi
Perangin,1986:4). Camat/PPAT
mempunyai
wilayah
kerja
dalam
wilayah
kecamatannya, sedangkan PPAT yang lainnya tergantung dari surat keputusan tentang pengangkatannya.
b. Tugas dan Kewenangan PPAT PPAT sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik untuk perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah
dan
Hak
Milik
atas
Satuan
Rumah
susun
yang
terletakdiwilayahnya. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 37 tahun 1998 disebutkan tugas dan kewenangan PPAT . Dalam pasal 2 ayat 1 PPAT mempunyi commit to user tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pebdaftaran perubahab data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu didaerah kerjanya yang ditentukan oleh pemerintah (kompetensi absolute) yakni kabupaten atau kota satu wilayah dengan wilayah kerja Kantor Pertanahan. Selain itu kewenangan PPAT dalam melakukan Perbuatan hukum itu tercantum pada pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) No 37 Tahun 1998 yang meliputi : a. Jual Beli b. Tukar-menukar c. Hibah d. Pemasukan kedalam perusahaan (inbreng) e. Pembagian hak bersama f. Pemberian hak guna bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik g. Pemberian Hak Tanggungan h. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan. Seorang PPAT dapat diberhentikan oleh Mentri Dalam Negri/Direktur
Jenderal
Agraria
jika
ia
tidak
menyelenggarkan
kewajibannya tersebut diatas maupun sering menimbulkan kerugian bagi orang-orang yang meminta kepadanya untuk dibuatkan akta.
c) Fungsi PPAT Dalam UU BPHTB Menurut UU BPHTB, PPAT Notaris tidak dapat menandatangani akta. sebelum wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSB. Terhadap akta akta yang dibuatnya, PPAT Notaris mempunyai kewajiban untuk melaporkan setiap bulannya ke Kantor Pelayanan PBB, sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) UU BPHTB. Dari kedua Pasal tersebut, nampak adanya kewajiban PPAT Notaris untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan dan commit perpajakan to user kebenaran pemenuhan kewajiban oleh wajib pajak.
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan dianutnya sistem "self assessment" dalam UU BPHTB, PPAT Notaris hanya mempunyai kedudukan dalam pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan terhadap kebenaran pemenuhan kewajiban perpajakan, belum dapat direalisasikan. Ini disebabkan karena kelemahan sistem ini yang mendasarkan pada, kejujuran wajib pajak, yang sulit diwujudkan tanpa diawali dengan kesadaran wajib pajak akan pentingnya pajak bagi kelangsungan negara, serta tidak diberinya wewenang kepada PPAT Notaris untuk mengontrol harga transaksi yang diisikan oleh wajibpajak.
d) Sanksi terhadap PPAT PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya wajib mengikuti aturan, ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, pasal 39 dan pasal 40 (PP No. 24 tahun 1997), serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan administrative berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatnnya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut (dalam Pasal 62 PP No 24 tahun 1997). Sealnjutnya dalam peraturan jabatan PPAT (pasal 10 PP No 37 tahun 1998 yo. PerKBPN No 1 tahun 2006) menjelaskan ada dua klarifikasi pemberhentian dari jabatan PPAT, diberhentikan dengan hormat dan diberhentikan dengan tidk hormat. PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena : a. Permintaan sendiri b. Tidak mampu lagi menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang berwewenang atas permintaan menteri atau pejabat yang ditunjuk. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT d. Diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI Sedangkan PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, karena : a. Melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT. b. Dijatuhi hukuman kurungan / penjara karena melakukan kejahatan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat berdasrkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (Adjie,Habib;2007:93) Sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 66 ayat (3) peraturan KBPN ini pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai berikut : 1. Membantu menyampaikan dan menjelaskan kebijakan dan peraturan pertanahan serta petunjuk teknis pelaksanaan tugas PPAT yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan dan Peraturan Perundang-Undangan; 2. Memeriksa akta yang dibuat PPAT dan memberitahukan secara tertulis kepada PPAT yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar pendaftaran haknya; 3. Melakukan pemeriksaan mengenai pelaksanaan kewajiban operasional PPAT (Adjie,Habib;2007:144)
2) Tinjauan Umum Tentang Jual Beli a) Peralihan Hak Peralihan hak atas tanah (berlaku juga untuk satuan rumah susun). Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena beralih atau dialihkan. Beralih misalnya karena pewarisan. Sedangkan dialihkan, misalnya karena jualbeli, tukar-menukar, hibah dan penyertaan modal berupa bidang tanah kedalam suatu perusahaan.(Hermant Hermit 2009:200) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Kecuali pewarisan dan lelang, semua macam peralihan hak harus dilakukan di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan dibuktikan dengan akta yang dibuatnya. Dengan demikian berarti setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT. Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut. Dengan demikian berarti, agar peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Sehubungan dengan obyek hak atas tanah yang dipindahkan Parlindungan menjelaskan PPAT harus memeriksa kebenaran dari dokumen-dokumen: a). mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, sertifikat asli hak yang bersangkutan. Dalam hal serifikat tidak diserahkan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau b) mengenai bidang tanah yang belum terdaftar: - surat bukti yang membuktikan hak atas tanah yang lama yang commitatau to user belum dikonversi surat keterangan Kepala Desa/
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut dengan itikad baik, dan tidak pernah ada permasalahan yang timbul sehubungan dengan penguasaan tanahnya tersebut; dan - surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/ Kelurahan; dan dalam hal surat tersebut tidak dapat diserahkan maka PPAT wajib menolak membuat akta pemindahan hak atas tanah tersebut termasuk hak milik atas tanah yang akan dialihkan tersebut. Peralihan hak ini baik karena jual beli, hibah, ttukar-menukar, maupun karena diwakfkan kesemuanya merupakan suatu pranata-pranata hukum yang diadministrasikan dengan baik oleh Kantor Pertanahan tersebut. PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya wajib mengikuti aturan, ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, pasal 39 dan pasal 40 (PP No. 24 tahun 1997), serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan administrative berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut (lihat Pasal 62 PP No. 24 tahun 1997). Parlindungan menjelaskan Dengan demikian peralihan hak tersebut diusahakan sebaik mungkin dengan menghindari segala kesulitan dibelakan hari sehingga dapat dikatakan : a) harus membayar bea balik nama sebelum dilakukan transaksi b) menyerahkan sertifikat asli kepada PPAT c) membuat akta PPAT dihadapan PPAT. d) kemudian baru PPAT mengirimkan berkas-berkasnya di Kantor Pertanahan secara jabatan. b) Proses Jual Beli Jual beli tanah merupakan hal yang sering terjadi dalam commit to user kehidupan sehari-hari di masyarakat. Apabila antara penjual dan pembeli
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat. Yang diberi wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah Apabila antara penjual dan pembeli sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat maka beberapa langkah yang harus ditempuh adalah : 1. Akta Jual Beli (AJB). Setelah menyepakati harga tanah, maka Pembeli dan Penjual datang ke Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat AJB tanah; 2. Persyaratan AJB bagi penjual: Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual, KTP, bukti pembayaran PBB (10 tahun terakhir), Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga, Kartu Keluarga. Sedangkan calon pembeli: KTP dan KK; 3. Proses Pembuatan AJB di Kantot PPAT: a. Sebelum membuat Akta Jual Beli, PPAT melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertipikat ke kantor Pertanahan, b. Pembuatan Akta Jual Beli: Dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa (secara tertulis), dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi, PPAT membacakan akta dan menjelaskan isi dan maksud pembuatannya, Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan PPAT, Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk balik nama, Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya; 4. Setelah pembuatan AJB PPAT kemudian menyerahkan berkas AJB ke Kantor Pertanahan untuk balik nama. Penyerahan dilaksanakan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta tersebut; 5. Berkas yang diserahkan: a. Surat permohonan balik nama yang ditandatangani oleh pembeli, b. Akta jual beli PPAT, c. Sertipikat hak atas tanah, d. KTP pembeli dan penjual, e. Bukti pelunasan pembayaraan PPh, f. Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan; 6. Proses di Kantor Pertanahan; a. Setelah berkas disampaikan, Kantor Pertanahan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada PPAT, selanjutnya PPAT menyerahkannya kepada Pembeli; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
b.
Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertipikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk; c. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertipikat dengan bibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Ka Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk; d. Dalam 14 (empat belas) hari pembeli sudah dapat mengambil sertipikat yang sudah atas nama pembeli di kantor pertanahan. 3) Tinjauaan Tentang BPHTB a) Arti BPHTB dan Dasar Pengenaan BPHTB Dasar hukum yang mengatur pengenaan BPHTB adalah UU No 20/2000 tentang perubahan atas UU No 21/1997 tentang BPHIB. BPHTB adalah pajak yang dibayar dalam rangka dan merupakan bagian dari biaya pengeluaran untuk memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Yang menjadi subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subyek pajak sebagaiman tersebut dikenakan wajib membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Objek pajak yang dikenakan BPHTB adalah adanya perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Suandy Erly menjelaskan ada beberapa hal yang mendasari penetapan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai berikut (1) Pemindahan hak karena: jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya. Lalu pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, dan hadiah. (2) Pemberian hak baru karena: kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat menjadi NJOP. NJOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NJOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan commit to user pajak yang harus dibayar akibat pajak BPHTB. BPHTB yaitu merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan. b) Tata Cara dan Saat Pembayaran BPHTB Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat SSB.Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB / KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP. SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar. BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut dibawah ini a) Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan. b) Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang. c) Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanhan Kabupaten atau Kotamdya dalam commit to user hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c Kerangka Pemikiran
Peraturan Per UndangUndangan - PP 24 Tahun 1997 - UU No 20 Tahun 2000 - UU PA No 5 Tahun 1960 - PP No 37 Tahun 1998 - KUHPer - Per KBPN No 1 Tahun 2006 Pendaftaran Peralihan Hak karena Jual Beli - Akta Jual Beli - BPHTB
Fakta Hukum - Penandatanganan akta Jual beli yang mendahului pembayaran BPHTB.
Kesimpulan Akibat Hukum Terhadap PPAT
Penjelasan gambar kerangka pemikiran : Inventarisasi peraturan Perundang-undangan berhubungan dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pelaksanaan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan penandatanganan akta jual beli. Di dalam prakteknya atau kenyataannya apakah sudah sesuai dengan UndangUndang No 20 Tahun 2000. Setelah itu dicari adakah kesesuaian antara teori dan prakteknya dengan interpretasi atau penafsiran untuk menemukan suatu peristiwa hukum yang terjadi.
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Maka digunakan Interpretasi gramatikal atau berdasrkan kata-kata yang digunakan dalam Undang-Undang akan dapat dilakukan apabila kata-kata yang digunakan di dalam undang-undang itu singkat artinya tidak bertele-tele, tajam artinya akurat mengenai apa yang dimaksud dan tidak mengandung sesuatu yang bermakna ganda. Hal ini sesuai dengan karakter Undang-Undang sebagai perintah atau aturan ataupun larangan. Tidak semua Undang-Undang mengandung katakata yang singkat, tajam dan tidak bermakna ganda. Dalam hal ini, tidak mungkin dilakukan
interpretasi
menurut
kata-kata
dalam
Undang-Undang
(Peter
Mahmud,2005 :112) Setelah diporelah data-data yang diperlukan, maka penulis menyimpulkan dalam prakteknya apakah sesuai dengan teori dalam perturan PerundangUndangan.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Fungsi PPAT Dalam Pelaksanan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Pada Jual Beli
1. Peran PPAT Dalam Jual Beli Tanah Dan Bangunan Untuk menjamin kepastian hukum dibidang pertanahan khususnya tentang kepemilikan hak atas tanah yang dimiliki seseorang atau badan hukum, maka kegiatan pendaftaran tanah menjadi penting dan mutlak dilaksanakan. Hal ini menjadi dasar dalam Pasal 19 UUPA yang menghendaki diselenggarakannya pendaftaran tanah guna menjamin kepastian hukum pemilikan hak atas tanah. Peran PPAT sangatlah penting, dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang tercatat di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, baik menyangkut data fisik mengenai tanahnya: lokakasinya, batas-batasnya, luasnya bangunan dan tanaman yang ada diatasnya, maupun mengenai hubungan hukum yang menyanngkut bidang tanah itu atau data yuridisnya mengenai hak : haknya apa, siapa pemegang haknya,dan ada tidaknya pihak lain. PPAT adalah pejabat yang berwewenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan sebagaimana dimaksud dalam PP No 10 Tahun 1961. Menurut ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, peralihan hak hanya dapat terjadi apabila dibuktikan dengan akta PPAT, kemudian dalam UUPA sendiri disebutkan PPAT sebagai pejabat yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindhkan hak atas tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah dan kemudian commit to user ditegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak
24
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanggungan atas tanah beserta benda-benda yaitu Pejabat Umum yang berwewenang membuat akta pemindahan hak atas tanah pembebanan hak atas tanah, akta-akta lainnya yang diatur dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat akta-akta yang dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftran tanah. Dan yang terakhir mampu meningkatkan sumber penerimaan Negara dari pajak, PPAT bereperan besar dalam memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan akibat pemindahan hak atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan sebelum membuat akta. Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka segala perbuatan hukum yang berkenan dengan obyek, berupa tanah, harus dilakukan dengan Akta otentik yaitu dibuat oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan dengan menggunakan Formulir yang dibuat dalam bentuk yang telah baku. Pasal 1868 BW menegaskan bahwa Akta Otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. Substansi akta Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah merupakan alat bukti yang menjamin kebenaran suatu transaksi atas tanah yaitu baik kebenaran tanggal maupun atas subyek hukumnya. Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah maka pelaksanaan pendaftaran
tanah
dilakukan
oleh
Kepala
Kantor
Pertananan
yang
menggunakan akta oleh PPAT sebagai dasar untuk melakukan pencatatan dalam buku tanah, meskipun demikian Akta PPAT merupakan alat bukti yang diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan sehubungan dengan adanya suatu transaksi yang merefleksikan adanya perjanjian diantara pars pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran peralihan hak atas tanah maka pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh Kepala Pertanahan dalam prakteknya menggunakan akta yang dibuat oleh user kepentingan dari pihak ketiga PPAT. Karena tanpa adanyacommit akta to PPAT,
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun Badan Pertanahan Nasional sendiripun tidak dapat dilakukan. Mengingat akta PPAT merupakan bukti yang diharuskan oleh Perundangundangan sehubungan dengan adanya suatu perjanjian diantara para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Ini merupakan salah satu tugas dari PPAT untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan. Jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemberian dan pemasukan dalam perusahaan, demikian juga pelaksanaan hibah-wasiat, dilakukan oleh para pihak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan dipenuhi syarat terang(bukan perbuatan hukum gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Akta yang ditandatangani para pihak menunjukkan secara nyata atau “riil” perbuatan hukum jual-beli yang dilakukan. Dengan demikian ketiga sifat jualbeli yaitu tunai,terang dan riil, dipenuhi. Akta tersebut membuktikan, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan pemindahan hak, maka akta tersebut secara implicit juga membuktikan, bahwa penerima hak sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Dalam skripsi ini yang akan penulis bahas yaitu dalam masalah jual beli. Jual beli tanah merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Apabila antara penjual dan pembeli sudah bersepakat untuk melakukan jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertifikat Jual beli merupakan peralihan hak yang paling sering terjadi dilakukan oleh masyarakat daripada peralihan hak lainnya. Jaul beli adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri dari sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
Menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam KUHP, jualbeli adalah suatu perjanjian dengan mana fihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan (hak milik atas) suatu bennda dan fihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan (pasal 1457). Pengertian jual-beli yang disebutkan oleh pasal 1457 KUHPerdata, yaitu : suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah di janjikan. Dengan terjadinya jual-beli itu saja hak milik atas benda yang bersangkutan belumlah beralih kepada pembelinya, sungguhpun misalnya harganya sudah dijual dan kalau jual-beli tersebut mengenai tanah, tanahnya sudah diserahkan kedalam kekuasaan yang membeli. Hak milik atas tanah tersebut baru beralih kepada pembelinya, jika telah dilakukan apa yang disebut “penyerahan yuridis”(juridische levering), yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akta dimuka dan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah.Beralihnya hak milik atas tanah yang dibeli itu hnaya dapat dibuktikan dengan akta tersebut. Perbuatan hukum itu lazim disebut “balik-nama”(terjmhan dari overschrijving), aktanya disebut “akta balik nama” dan pejabatnya “pejabat balik nama” Untuk sekarang apabila ingin "membalik nama" harus ditingkatkan menjadi Akta Jual Beli yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu untuk jual beli hak atas tanah yang tidak dibuat dengan Akta PPAT, maka yang sering dilakukan dengan membuat perjanjian dimana dibuat dibawah tangan antara para pihak itu sendiri yaitu pihak pembeli dengan pihak penjual, dan dihadiri oleh saksi minimal 2 (dua) orang. Dan untuk menjamin dan' keabsahan dari perjanjian itu biasanya dalam perjanjian itu dibuat diatas kertas bermaterai secukupnya sehingga perjanjian dibawah tangan tersebut dapat dikatakan sah. Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan, pihak penjual commit to user perundangan yang mengatur hal maupun pembeli dikenakan pajak. Peraturan
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini antara lain : untuk penjual dikenai Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999, sedangkan pihak pembeli dikenai UndangUndang Nomor 20 Tahun 2000. Dalam transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan tersebut, diperlukan seorang PPAT untuk membuat aktanya, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di Indonesia Pasal 1 ayat (24). Peraturan perundangan yang mengatur tentang pajak atas transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan baik untuk
pembeli
maupun
penjual
mensyaratkan
PPAT
hanya
dapat
menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak membayar pajaknya. Baik undang-undang yang berkaitan dengan PPh maupun BPHTB keduanya menganut sistem self assessment dimana para wajib pajak dipercaya untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak masing-masing. Dalam pelaksanaan jual-beli tanah, hak atas tanah diserahkan dari penjual kepada pembeli setelah adanya pembayaran harga tanah. Pengalihan tanah dari penjual kepada pembeli tersebut harus disertai dengan penyerahan yuridis, yaitu penyerahan yang harus memenuhi formalitas Undang-undang. Menurut penulis, kewajiban menyerahkan surat bukti milik atas tanah yang dijual sangat penting, seperti disebutkan dalam Pasal 1482 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, bahwa kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti milik. Pada waktu dilakukan penyerahan yuridis itu, baik pembeli maupun penjual kedua-duanya wajib hadir. Biasanya penjual perjanjian jual-beli itu. Penjual dan pembeli datang kekantor PPAT yang berwewenang membuat akta mengenai tanah yang dijual. Mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa. Jual beli adalah suatu persetujuan denagan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan” demikian rumusan pasal commitsuatu to user 1457 KUHPer. Jual beli merupakan bentuk perjanjian yang melahirkan
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual(widjaja,gunawan,2003:7) Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melaksanakan tugasnya membuat akta jual beli tanah dilakukan dikantornya, dengan dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis. Apabila salah satu pihak dalam melakukan perbuatan hukum atau kuasanya tidak dapat datang di kantor PPAT karena alasan yang sah, maka PPAT dapat membuat akta diluar kantornya yang masih dalam wilayah kerjanya, dengan ketentuan pada saat pembuatan aktanya para pihak harus hadir dihadapan PPAT ditempat pembuatan akta yang telah disepakati. Untuk pemenuhan sifat otentik dari akta, pembacaan akta dilakukan sendiri oleh PPAT. Penandatanganan para pihak, saksi-saksi, dan oleh PPAT dilakukan segera setelah akta dibacakan. Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaaan data pendaftaran tanah. Maka wajib dibuat sedemikian rupasehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syaratsyarat untuk sah-nya perbuatan hukum yang bersangkutan. Perbuatan hukum pemindahan hak dalam hukum tanah nasional memakai dasar hukum adat, yang sifatnya tunai, dengan dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan hak atas tanah menjadi objek berpindah kepada penerima hak. Pemindahan hak-nya hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta PPAT. Dengan demikian akta PPAT merupakan syarat bagi pendaftaran pemindahan hak. Fungsi akta PPAT yang dibuat adalah sebagai bukti, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum yang bersangkutan. Dan karena perbuatan hukum itu sifatnya tunai, sekaligus membuktikan berpindahnya hak atas tanah yang bersangkutan kepada penerima hak. Karena data pada PPAT sifatnya tertutup untuk umum, pembuktian mengenai berpindahnya hak tersebut berlakunya to user terbatas pada para pihak yang commit melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan para ahli waris serta orang-orang yang diberi hak oleh mereka. Setelah didaftarkan baru diperoleh alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum yang berlaku juga terhadap pihak ketiga, karena data pendaftaran tanah pada kantor pertanahan bersifat terbuka untuk umum. Selain diperoleh alat bukti berupa catatan dalam buku tanah dengan daya pembuktian yang lebih luas daripada akta PPAT, dengan didaftarkannya pemindahan hak yang bersangkutan diperoleh juga alat pembuktian yang kuat yaitu berupa sertifikat hak atas tanah atas nama penerima hak. Akta yang dibuat PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah. Maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT dan PPAT Sementara berkewajiban untuk memeriksa persyaratan jual-beli tanah untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan. Syarat jaul-beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan sayat formil. Syarat yang diteliti, yaitu : 1. Syarat materiil Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain : a. Penjual adalah pihak yang berhak menjual tanah. Pemegang sah dari hak atas tanah yang dijual atau pemilik, adalah yang berhak menjual suatu bidang tanah, apabila subyek hukumnya adalah orang. Dalam hal, hak milik atas tanah terdapat lebih dari satu pemilik, maka yang berhak menjual adalah mereka yang memiliki tanah tersebut secara bersama-sama, dilarang dijual oleh satu orang saja. Pemilikan bersama hak milik atas tanah itu biasanya terjadi karena pewarisan atau dahulu pernah membeli secara patungan atau bersama-sama, atau juga karena pernah diperoleh secara bersama-sama secara hibah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
Tanah yang dijadikan obyek jual beli diperoleh selama perkawinan, sesuai Pasal 35 Unadang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, disebut harta bersama atau harta gono-gini maka hanya boleh dijual oleh suami dan isteri bersama-sama atau atas persetujuan bersama. Demikian pula kalau tanah itu dibeli oleh suami dengan menggunakan pendapatannya, maka tanah itu adalah harta bersamanya dengan isterinya yang dapat dijual oleh keduanya. Oleh karena itu, suami atau isteri harus hadir dan bertindak sebagai penjual, seandainya suami atau istri tidak dapat hadir maka harus dibuat surat bukti secara tertulis yang menyatakan bahwa suami atau istri menyetujui untuk menjual. Kecuali harta bawaan (sudah ada sejak sebelum berkeluarga) atau hibah atau warisan yang diperoleh selama perkawinan adalah milik yang mempunyai (seorang diri), jadi apabila akan menjual tanah tersebut dapat dilakukan tanpa persetujuan bersama. Pihak sebagai penjual harus memenuhi syarat tertentu, yakni cakap untuk melakukan perbuatan hukum jual-beli tanah, yaitu usia harus dewasa (21 tahun menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/BW, atau 17 tahun menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974). Jadi apabila seseorang yang berumur 18-20 tahun yang belum menikah, dianggap belum dewasa sehingga dikatakan belum cakap melakukan jual beli tanah, dan apabila seseorang tersebut masih berumur 17 tahun tetapi sudah menikah dianggap sudah dewasa dan dikatakan sudah cakap melakukan jual beli tanah. Syarat sebagai pihak sebagai penjual, apabila : 1) Anak berumur 18 tahun dan belum menikah, berarti tidak berwewenang melakukan jual-beli tanah, walaupun ia yang berhak atas tanah itu. Jual beli tanah dapat terlaksana, apabila yang berindak adalah ayah/ibu atau keduanya dari anak tersebut sebagai orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Jika orang tuanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
sudah meninggal dunia, dan kepentingan anak itu menghendaki maka jual beli tanah dilakukan dibawah perwalian. 2) Sebidang tanah dalam sertifikat atas nama isterinya, sedangkan tanah tersebut adalah harta bersama dengan suaminya, maka isteri tidak berwewenang menjual tanah tersebut secara sendiri, melainkan bersama-sama dengan suaminya, atau suaminya memberi persetujuan tertulis kepada isteri untuk melakukan jual beli rumah. 3) Sebidang tanah tercatat atas nama X, tetapi ia tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan sedang berada di bawah pengampuan, maka yang berwewenang menjual tanah tersebut adalah pengampu si X, tetapi harus ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri.
Dalam hal subyek hukum adalah Badan Hukum, maka jual beli tanah harus diwakili oleh pengurus yang ditunjuk dan berwewenang bertindak untuk dan atas nama Badan Hukum tersebut, dengan persetujuan Komisaris/Pengawas atau pengurus lain sesuai dengan Anggaran Dasar Badab Hukum yang bersangkutan. Apabila menjual sebagian besar kekayaan perseroan harus dengan perstujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terabatas. Pejual dapat diwakili oleh kuasanya, yang mana harus dengan surat khusus yang ditandatangani oleh pihak penjual. Sipenerima kuasa ini dapat bertindak selaku penjual dalam transaksi jual beli tanah sesuai dengan kewenangannya dalam surat kuasa tersebut.
b. Pembeli adalah pihak yang diperkenankan membeli tanah. Pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Menurut UUPA, yang dapat userhanya Warga Negara Indonesia mempunyai hak milikcommit atas to tanah
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah yakni badan-badan hukum yang bergerak dibidang social dan keagamaan
(pasal
21
UUPA).
Jika
pembeli
mempunyai
kewarganegaraan asing disamping kewarganegaraan indonesianya atau kepada suatu badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum, dan tanah jatuh pada negara (Pasal 26 ayat (2)UUPA). Dalam hal ini, pembeli atau calon penerima hak, harus membuat pernyataan yang menyatakan: 1)
Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2)
Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3)
Bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan yang telah dibeikan tidak benar, maka tanah kelebihan atau tanah absentee (guntai) tersebut menjadi obyek landenform.
4)
Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumannya, apabila pernyataan yang telah diberikan tidak benar.
Pernyataan yang diberikan oleh pembeli atau calon penerima hak tersebut, dalam praktik hanya formalitas saja. Jadi, dalam praktik, PPAT tidak perlu meminta bukti bahwa pembeli tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketetntuan maksimum penguasaan tanah. Apbila waktu pendaftaran tanah, si pembeli atau calon penerima hak tersebut ketahuan memiliki tanah yang melebihi ketentuan maksimum atau commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki lebih dari 5 sertifikat tanah, hanya dikenakan biaya oleh BPN/Kantor Pertanahan. Ditinjau dari beberapa segi dan demi kepastian hukum serta untuk menjatuhkan kemelut hukum, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus menolak pembuatan akta dan diberitahukan secara tertulis kepda pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya, apabila : 1) Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan melanggar hal tersebut kemungkinan PPAT akan menghadapi masalah dikemudian hari. 2) Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan
surat
bukti
hak
atau
surat
keterangan
Kepala
Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut, surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan yang belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan. 3) Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan mengenai data fisik dan atau data yuridisnya sedang disengketakan oleh orang atau badan hukum (baik sudah berada dalam tangan penegak hukum maupun yang belum). 4) Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau instansi yang berwewenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5) Hak atas tanah dibebani hak tanggungan (hipotik/Credietverband) jika tidak ada kesepakatan sebelumnya dengan pihak kreditur. 6) Hak atas tanah dikuasai negara. 7) Tanah-tanah yang dijadikan lokasi transmigrasi. commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Tanah-tanah yang dicadangkan untuk tujuan suatu proyek, terutama proyek vital. 9) Bidang tanah hak yang terletak di luar wilayah kerja Pejabat tersebut. 10) Tanah wakaf (karena sesuai Hukum Islam bahwa suatu tanah yangtelah diwakafkan tidak dapat dirubah lagi peruntukkannya/penggunannya). 11) Tanah gadai (kecuali dapat diselesaikan sebelumnya dengan pemegang gadai)
Syarat materiil tersebut harus dipenuhi, apbila salah satu syarat materiil tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya, atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah, atau tanah yang diperjual belikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualeblikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah.
2. Syarat Formil Untuk tanah yang bersertifikat, meliputi : a. Data tanah, terdiri dari: 1) Sertifikat tanah asli. Sertifikat tanah asli digunakan untuk penegecekan dan balik nama. 2) Bukti telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Yang diperlukan adalah Pajak Bumi dan Bangunan 5 tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setoran. 3) Surat setoran BPHTB (Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan bagi orang pribadi atau badan hukum sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Obyek Kena Pajak (untuk commit to user jual beli adalah harga transaksi/harga jual) dengan nilai
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perolehan Obyek Tidak Kena Pajak. Nilai jual yang tidak kena pajak, setiap Dati 11 berbeda-beda. Untuk wilayah surakarta, nilai yang tidak kena pajak adalah Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Misal NJOP Tanah sebesar Rp. 65.000.000,oo berlokasi di kecamatan pasar kliwon wilayah surakarta. Nilai yang
tidak
kena
pajak
diwilayah
tersebut
adalah
Rp.20.000.000,00. Jadi BPHTB adalah {NJOP (harga jual)nilai tidak kena pajak } x 5% = {Rp.65.000.000,00-Rp. 20.000.000,00}x
5%=
Rp.45.000.000,00
x
5%
=
Rp.2.250.000,00 4) Surat Setoran PPh (Surat Setoran Pajak Penghasilan). Apabila harga jual tanah di atas Rp 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah) di Bank atau Kantor Pos. Perhitungannya adalah NJOP (harga jual) x 5%. Apabila harga jual tersebut kurang dari Rp 65.000.000,00 tidak kena pajak.
Apabila sudah tercapai kesepakatan harga antara anda dan pembeli maka pertama tama datang ke kantor PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk minta dibuatkan Akta Jual Beli (AJB). PPAT adalah Pejabat Umum yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional yang tugasnya adalah membuat Akta, yang menjadi bukti telah dilakukannya perbuatan hukum Peralihan Hak atas Tanah dari Penjual ke Pembeli. Sebelum PPAT membuat AJB, maka PPAT akan memeriksa terlebih dahulu Sertipikat ke Kantor Pertanahan guna mengetahui a. Apakah Sertipikat tersebut asli b. Apakah Sertipikat tersebut sedang dijaminkan atau tidak c. Apakah sertifikat tersebut sedang dalam sengketa atau tidak. Akta Jual Beli (AJB) ini adalah media bagi Kantor Pertanahan / BPN untuk membalik nama sertipikat ke nama pembeli .Adapun syarat syarat yang commit toadalah user : akan diminta oleh PPAT untuk dilengkapi
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
Pihak Penjual membawa : - Asli Sertifikat hak atas tanah yang akan dijual. - Kartu Tanda Penduduk. - KTP Pemilik (suami - istri) bagi yang sudah menikah - Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan(10 Tahun Terakhir) - Surat Persetujuan Suami/Isteri bagi yang sudah berkeluarga. - Kartu Keluarga. - bukti pembayaran PBB (10 tahun terakhir) - Akta Nikah (Surat Nikah) bagi yang sudah menikah - Jika Suami/isteri penjual meninggal maka yang harus dibawa adalah Akte Kematian. Sedangkan pihak calon pembeli membawa : - Kartu Tanda Penduduk. - Kartu Keluarga. - NPWP Apabila suatu badan hukum misalnya PT atau Yayasan, apbila akan menjual atau membeli tanah harus membawa syarat-syarat antara lain : 1. Copy KTP Direksi & Komisaris yang mewakilli. 2. Copy Anggaran Dasar lengkap berikut pengesahannya dari Menteri Kehakiman dan HAM RI. 3. Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau Surat Pernyataan sebagian kecil aset tersebut. Apabila data-data tersebut sudah lengkap kemudian dicocokkan, setelah itu semmuanya difotocopy dan dilegalisir sesuai aslinya oleh PPAT kemudian dikembalikkan lagi kepada yang berkepentingan, tetapi untuk sertifikat tidak difotocopy. Dan Sebelum dilakukan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) juga Pembeli dan Penjual berkewajiban membayar : Bagi Penjual: Membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% x nilai jual (jika nilai jual diatas commit to user Rp. 60.000.000)
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagi Pembeli : Membayar BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) sebesar 5% x nilai jual - Rp. 30.000.000,Setelah kesemuanya lengkap, barulah PPAT akan mempersilahkan pihak penjual dan pihak Pembeli menandatangani Akta Jual Beli. Dalam Pembuatan Akta Jual Beli, Pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis. Pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi. Pejabat pembuat Akta Tanah membacakan akta dan menjelaskan mengenai isi dan aksud pembuatan akta. Bila isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli maka akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi-saksi dan Pejabat Pembuat Akte Tanah. Akta dibuat dua lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar lainnya disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran (balik nama). Kepada penjual dan pembeli masing-masing diberikan salinannya. Sebagaimana diatur dalam pasal 24 Perturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tata cara pembuatan akta PPAT diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pendaftaran tanah. Hal ini disebabkan oleh karena akta PPAT tersebut akan dipergunakan sebagai bukti otentik mengenai perbuatan hukum yang mengakibatkan perubahan data yuridis pendaftaran tanah. Dalam peraturan ini ditekankan beberapa aspek dari perbuatan hukum tersebut yang kejelasannya menjadi tanggung jawab PPAT, yaitu : a. mengenai kebenaran dari kejadian yang termuat dalam akta, misalnya mengenai jenis perbuatan hukum yang dimaksud oleh para pihak mengenai sudah dilakukannya pembayaran dalam jual beli dan lain sebagainya; b. mengenai obyek perbuatan hukum, baik data fisik maupun data yuridisnya; c. mengenai identitas para penghadap yang merupakan pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Peran PPAT Dalam Pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Dalam Jual Beli Dalam UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 (disebut dengan UU BPHTB), memberikan pengertian mengenai BPHTB, yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Jadi BPHTB adalah sama dengan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Yang dimaksud dengan Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, UU BPHTB menyebutkan bahwa Perolehan Hak atas Tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU BPHTB perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yan menjadi objek pajak terbagi menjadi dua yaitu: a.
Perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemindahan hak. Pemindahan hak yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang merupakan objek BPHTB meliputi: 1. Perolehan hak karena jual beli, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pembeli dari penjual, yang terjadi melalui transaksi jual beli, dimana atas perolehan tersebut pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual. 2. Perolehan hak karena tukar menukar, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan yang diterima oleh seseorang atau suatu badan dari pihak lain dan sebagai gantinya orang atau badan tersebut memberikan tanah dan bangunan miliknya kepada pihak lain tersebut sebagai penggantian tanah dan atau bangunan yang diterimanya. Biasanya pada tukar menukar tanah dan atau bangunan yang dipertukarkan ditentukan nilainya masing-masing dan dibandingkan terlebih dahulu agar tidak ada pihak yang dirugikan atas tukar menukar tersebut. 3. Perolehan hak karena hibah, yaitu perolehan hak atas tanah dan commit to useroleh seorang penerima hibah yang atau bangunan yang diperoleh
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berasal dari pemberi hibah pada saat pemberi hibah masih hidup. Penerima hibah memperoleh hak atas tanah dan bangunan secara cuma-cuma tanpa perlu memberikan sejumlah uang maupun suatu barang kepada pemberi hibah. 4. Perolehan hak karena hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia. 5. Perolehan hak karena waris, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh ahli waris dari pewaris (pemilik tanah dan atau bangunan) yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia. 6. Perolehan hak karena pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai hasil pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada perseroan atau dari badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada perseroan atau badan hukum lain tersebut. 7.
Perolehan hak karena pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.
8. Perolehan hak karena penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh seorang atau badan yang ditetapkan sebagai pemegang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam risalah lelang. 9. Perolehan hak sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap terjadi dengan peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai pihak yang semula memiliki suatu tanah dan atau bangunan kepada pihak commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ditentukan dalam putusan hukum menjadi pemilik baru atas tanah dan atau bangunan tersebut. 10. Perolehan hak karena penggabungan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh badan usaha yang tetap berdiri dari badan usaha yang telah digabungkan ke dalam badan usaha yang tetap berdiri. 11. Perolehan hak karena peleburan usaha, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh badan usaha baru sebagai hasil peleburan usaha dari badan-badan usaha yang bergabung dan telah dilikuidasi. 12. Perolehan hak karena pemekaran usaha, yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh badan usaha yang baru didirikan yang berasal dari aktiva badan usaha induk yang dimekarkan. 13. Perolehan hak karena hadiah, yaitu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan usaha kepada penerima hadiah. b. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena pemberian hak baru. Pemberian hak baru yang mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang merupakan objek BPHTB meliputi: 1. Perolehan hak karena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru dari negara kepada orang pribadi atau badan hukum yang mana hak atas tanah tersebut berasal dari pelepasan hak. 2. Perolehan hak karena pemberian hak baru diluar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru dari negara kepada orang pribadi atau badan hukum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi : commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Hak Milik Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan perpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah, atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA. 2. Hak Guna Usaha Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku. 3. Hak Guna Bangunan Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam UUPA. 4. Hak Pakai Hak pakai adalah hak untuk mengunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara aau tanah milik oang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya
oleh
pejabat
yang
berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi pula hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. 6. Hak Pengelolaan Hak
pengelolaan
kewenangannya
adalah hak menguasai dari negara yang commit to usersebagian dilimpahkan kepada pelaksanaannya
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari
tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau
bekerjasama dengan pihak ketiga. BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pengertian ini memunjukkan bahwa pajak dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU BPHTB, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Yang dimaksud dengan badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melaksanakan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. Wajib pajak merupakan subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak. Karena yang menjadi subjek pajak adalah pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan sesuai dengan perolehan hak yang terjadi. Kewajiban pembayaran pajak BPHTB harus dilakukan oleh wajib pajak pada saat terutangnya pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang. Bila kewajiban ini belum terpenuhi maka perolehan hak akan tertunda karena pejabat yang berwenang tidak akan mengesahkan perolehan hak tersebut sebelum BPHTB terutang dibayar/dilunasi oleh wajib pajak. BPHTB adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah terhadap orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan yang berkaitan dengan pelaksanaan jual beli atas tanah dan bangunan, membawa perubahan mendasar pada pelaksanaan tugas seseorang PPAT. Hal ini terutama karena waktu jatuh tempo pembayaran BPHTB oleh pembeli harus telah commit to user dibayar pada saat akta pengalihan hak atas tanah dan bangunan ditandatangani
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihadapan PPAT. Keterkaitan PPAT dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB adalah sebagai pejabat umum yang mengesahkan terjadinya transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan dimana disyaratkan agar sebelum menandatangani akta dpenuhi segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dalam suatu pelaksanaan jual beli tanah dan atau bangunan, penjual dan pembeli setelah mencapai kesepakatan mengenai harga tanah dan atau bangunannya segera datang kekantor PPAT untuk melakukan jual beli dihadapan PPAT. Dalam penjelasan umum UU BPHTB disebutkan bahwa "prinsip yang dianut dalam Undang-undang ini adalah : a. pemenuhan kewajiban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah berdasarkan sistem
self assesment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan
membayar sendiri utang pajaknya; b. besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP); c. agar pelaksanaan Undang-undang ini dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada Wajib Pajak maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang ini, dikenakan sanksi menurut peraturan perundangundangan yang berlaku; d. hasil penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan penerimaan Negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah,
untuk
meningkatkan
pendapatan
daerah
guna
membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah; e. semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di luar ketentuan Undang-undang ini tidak diperkenankan Dengan dilakukannya perubahan dan penyempurnaan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 oleh Pemerintah, hal ini membuktikan bahwa Undangundang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan memberikan kontribusi dan hasil positif bagi penerimaan negara. Disamping itu juga tampak commit user bahwa pemerintah sangat konsent untuktomeningkatkan penerimaan negara dari
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
jenis pajak BPHTB. Hal ini dapat dilihat dari penambahan atas objek baru BPHTB dan peningkatan besarnya sanksi yang diberikan kepada Pejabat khususnya kepada PPAT yang tidak melaksanakan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan dengan baik, benar dan tanggung jawab. Undang-Undang BPHTB menentukan beberapa pejabat yang tunduk pada ketentuan BPHTB. Pejabat tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. PPAT diberikan kewenangannya untuk memeriksa apakah BPHTB terutang sudah dibayar oleh pihak yang memperoleh hak sebelum ditandatangani akta yang berkenaan dengan perolehan hak. Ketentuan dalam UU BPHTB harus dipatuhi karena apabila terjadi pelanggaran maka PPAT yang bersangkutan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku . Sebagai gambaran, wajib pajak yang akan melakukan peralihan hak atas tanah melalui jual beli, maka sebelum akta jual belinya dibuatkan oleh PPAT, maka kewajiban para pihak untuk memenuhi terlebih dahulu pembayaran pajaknya baik PPh bagi pihak penjual maupun BPHTB bagi pihak pembeli. Dalam UU BPHTB tidak mengatur secara jelas tentang kewajiban PPAT dalam melihat pembayaran BPHTB, sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan dari kalangan PPAT sendiri yaitu : a. Apa saja yang dilihat oleh PPAT atas pembayaran BPHTB tersebut; b. Sampai dimana kewenangan PPAT untuk mengetahui kebenaran pembayaran BPHTB; c. Bagaimana dengan pembayaran BPHTB yang perhitungannya tidak sesuai dengan peraturan BPHTB.Untuk menjawab pertanyaan ini, sampai saat ini belum ada aturan yang menjelaskan hal tersebut sehingga PPAT dalam hal ini hanya menafsirkan sesuai dengan kepentingan PPAT itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan ini, sampai saat ini belum ada aturan yang menjelaskan hal tersebut sehingga PPAT dalam hal ini hanya menafsirkan sesuai commit user PPAT yang menjadi nara sumber dengan kepentingan PPAT itu sendiri. Di to antara
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penulis dalam penulisan tesis ini untuk menjawab pertanyaan di atas yang menyatakan bahwa: a. Yang dilihat oleh PPAT dalam pembayaran BPHTB adalah Nama Wajib Pajak, Alamat Wajib Pajak, Nomor Objek Pajak (NOP PBB), Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), jenis transaksi, perhitungan BPHTB-nya. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), besarnya BPHTB yang dibayar oleh Wajib Pajak dan tempat serta tanggal pembayaran. Tetapi PPAT tersebut menyatakan tidak dapat mengetahui kebenaran tempat serta tanggal pembayaran BPHTB tersebut dan PPAT tidak dapat menolak atas perhitungan BPHTB
terutama
yang
dituliskan
dalam
SSB
sebagai
bukti
pembayaran. b. Kewenangan PPAT untuk mengetahui kebenaran pembayaran BPHTB hanyasebatas melihat pembayaran tersebut dan tidak dapat melakukan koreksi atas pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak, apakah perhitungannya benar dan apakah pembayaran tersebut benar telah dilakukan di Bank Tempat Pembayaran BPHTB yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sehingga hal iniberakibat pada perhitungan BPHTB yang tidak benar dan pembayaran fiktif (SSB palsu). Seharusnya terhadap kondisi ini PPAT tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya dan PPAT tidak dapat dikenakan sanksi apapun atas pembayaran BPHTB tersebut. c.
Pembayaran BPHTB yang perhitungannya tidak sesuai dengan peraturan BPHTB, dijawab bahwa seperti dijelaskan di atas, maka PPAT tetap menerima bukti pembayaran tersebut dan dapat menandatangani akta-nya karena PPAT berpendapat bahwa kebenaran perhitungan BPHTB merupakan hak wajib pajak berdasarkan asas self assessment yang dianut oleh UndangUndang BPHTB. Pada kondisi ini PPAT hanya dapat menginformasikan kepada wajib pajak agar melakukan pembayaran BPHTB lagi apabila pembiayaan BPHTB tersebut kurang bayar dibandingkan dengan perhitungan yang sebenarnya karena dengan perhitungan yang tidak sesuai tersebut maka akan berakibat dilakukan pemeriksaan kepada wajib pajak dan dari hasil to userSurat Tagihan Pajak atau Surat pemeriksaan tersebut dapat commit diterbitkan
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketetapan Bea Kurang Bayar. Hal ini merupakan peran PPAT sebagai pihak yang mengetahui perhitungan yang sebenarnya. Nilai transaksi yang disepakati oleh para pihak tidak diketahui; Berdasarkan pada pasal 6 ayat (3) UU BPHTB telah diatur bahwa "Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah dari pada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, kecuali penunjukan pembeli dalam lelang, maka dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah nilai Jual Objek pajak Bumi dan bangunan". BPHTB disebut Nilai Perolehan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan nara sumber bahwa para pihak yang datang menghadap ke PPAT dengan maksud melakukan transaksi pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada umumnya telah menyepakati nilai atau harga transaksi tersebut dengan menggunakan Nilai Jual Objek Pajak PBB, walaupun sebenarnya nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut lebih tinggi atau lebih rendah dari NJOP PBB. Apabila nilai perolehan tersebut lebih tinggi dari NJOP berarti negara telah dirugikan sebesar selisih nilai perolehan dengan NJOP PBB, tetapi apabila nilai perolehan
lebih
rendah
dari
NJOP
PBB
maka
masyarakat
merasa
negara/pemerintahan tidak adil dalam pengenaan pajak BPHTB. sehingga nara sumber menyatakan seharusnya pemerintah menetapkan peraturan yang adil yaitu menetapkan NJOP PBB sebagai nilai perolehan hak atas tanah dan atau bangunan secara pasti. Uraian diatas dapat penulis sampaikan ilustrasi kerugian negara akibat nilai perolehan lebih besar dari NJOP PBB tetapi masyarakat sepakat untuk menggunakan NJOP PBB sebagai Nilai Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (NPOP), yaitu: Contoh: Pada tanggal 28 Oktober 2010 tuan "A" membeli rumah yang dibangun diatas sebidang tanah hak milik seluas 350 m2 yang terletak di jalan Banjir Kanal. Rumah tersebut merupakan milik tuan "B" dengan luas bangunan sebesar 200 m2. commit toadalah user Rp 1.400.000.000,-. Tetapi para Harga jual beli rumah tersebut sebenarnya
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pihak sebelum menghadap ke kantor PPAT telah sepakat untuk menggunakan NJOP PBB yang tercantum dalam SPPT PBB. Dalam SPPT PBB tahun 2007 diketahui bahwa NJOP-nya adalah sebesar Rp1.037.500.000,-. Dari contoh di atas maka dapat diketahui kerugian negara atas transaksi jual beli tersebut diatas sebagai berikut: ¾ BPHTB yang dibayar oleh wajib pajak:
NPOP Rp1.037.500.000,- NPOPTJP Rp 30.000.000,-
NPOPKP Rp
1.007.500.000,- BPHTB terutang: (5% x Rp 1.007.500.000,-) Rp 50.375.000,Apabila perhitungan BPHTB tersebut menggunakan nilai perolehan/nilai transaksi yang sebenarnya, maka BPHTB yang terutang adalah: ¾ BPHTB yang dibayar oleh wajib pajak: NPOP Rp 1.400.000.000,- NPOPTJP Rp 30.000.000,- NPOPKP Rp 1.370.000.000,-
BPHTB terutang: (5% x
Rp1.370.000.000,-) Rp 68.500.000; Atas transaksi tersebut di atas maka negara telah dirugikan Rp68.500.000 Rp50.375.000 = Rp18.125.000; Apabila setiap transaksi negara sering dirugikan maka berarti banyak penerimaan negara yang seharusnya masuk dalam kas negara menjadi hilang tanpa negara dapat berbuat lebih lanjut. Menurut penulis seharusnya PPAT dapat mengetahui harga transaksi yang sebenarnya karena PPAT dapat menanyakan kepada para pihak berapa besarnya transaksi jual beli tersebut, karena PPAT dapat menyatakan kepada para pihak bahwa apabila para pihak tidak memberitahukan besarnya harga tansaksi yang sebenarnya, akan berakibat apabila terjadi sengketa maka akta jual beli ini dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara tersebut. Namun apabila alat buktinya sendiri tidak dapat memberikan informasi yang sebenarnya maka akta jual beli tidak dapat membuktikan kebenaran yang sesungguhnya. Dari sisi Direktorat Jenderal Pajak seharusnya dapat menetapkan NJOP PBB yang pasti dan adil sesuai dengan harga pasar atau setidak-tidaknya menyatakan kepada masyarakat bahwa nilai atau harga yang dipakai untuk segala transaksi atas tanah dan atau bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak PBB. Hal ini dapat meminimalisir kerugian negara dan memberikan kepastian hukum dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
perhitungan pajak yang seharusnya dibayar dan memudahkan segala pihak untuk membayar pajaknya. Di dalam UU BPHTB pasal 24 ditetapkan ketentuan bagi pejabat PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara bahwa: (1)
Pejabat PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat setelah WP menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB
(2) Kepala Kantor Lelang hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setelah WP menyerahkan bukti pembayaran BPHTB berupa Surat Setoran BPHTB (2a) Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. (3) Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Tata cara pembuatan akta jual beli tanah dan/atau bangunan dikaitkan dengan ketentuan perpajakan, seorang PPAT tunduk kepada ketentuan dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB di mana akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani apabila telah melunasi SSB, diserahkan kepada PPAT bersangkutan, serta menyerahkan satu lembar fotocopy dari SSB tersebut. Apabila pembeli Kewajiban wajib pajak tidak membayar BPHTB maka secara otomatis akta jual beli secara PPAT tidak dapat dilaksanakan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UU BPHTB, yang berbunyi sebagai berikut : Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atauto user bangunan pada saat Wajib Pajak commit
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Berbasis pada pasal 24 ayat (1) UU BPHTB tersebut di atas, maka dapat diuraikan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah : a. b. c. d. e.
Pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani akta otentik terhadap pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun; Pejabat yang ditunjuk untuk mengawasi pembayaran BPHTB; Pejabat yang ditunjuk untuk menyaksikan bahwa Wajib Pajak telah membayar BPHTB dengan benar; Pejabat yang berwenang/berhak untuk meminta bukti pembayaran BPHTB; Pejabat yang diberi kewenangan yang sangat strategis untuk mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal I angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), definisi PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT,Disamping itu PPAT juga diwajibkan untuk membuat laporan bulanan pembuatan akta tentang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan disertai salinan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB) kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan merupakan jenis pajak yang masih tergolong baru berlakunya di Republik Indonesia. Kewajiban yang dibebankan adalah: 1.
Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2. Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan commit to user Bangunan.
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 4. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran Pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Berarti PPAT sebagai pejabat yang ditunjuk oleh UU BPHTB untuk melihat bukti pembayaran pajak berupa surat setoran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan pada saat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan apabila pihak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan (Wajib Pajak) telah memperlihatkan bukti pembayaran pajak berupa SSB. Kewajiban untuk melihat bukti pembayaran pajak berupa SSB dibarengi dengan kewajiban untuk melaporkan pembuatan akta perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Sistem self assessment dalam pemungutan pajak BPHTB masih belum dipahami oleh masyarakat. Ketidak-pahaman masyarakat dalam pembayaran BPHTB disebabkan karena masyarakat cenderung tidak paham prosedur apa yang harus dilakukan dalam memenuhi kewajiban BPHTB tersebut. Hal ini menjadi peluang bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan dengan cara menawarkan jasa dalam memenuhi kewajiban BPHTB tersebut. Dalam prakteknya berdasarkan keterangan dari PPAT tempat penulis melakukan penelitian bahwa pada umumnya wajib pajak dalam hal ini pihak yang diwajibkan membayar BPHTB sering kali menyerahkan pembayaran BPHTB kepada PPAT/Notaris. Namun mengenai pembayaran BPHTB ini juga sering commit to user jasa pihak lain (biro jasa/orang dilakukan oleh Wajib pajak dengan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
yang menawarkan jasa untuk pembayaran BPHTB seperti biro jasa orang pribadi atau pegawai Notaris). Kondisi yang terakhir ini sering berakibat pada pembayaran BPHTB yang dilakukan dengan menggunakan jasa pihak laintersebut adalah pembayaran fiktif atau palsu. Praktek ini kelihatannya semakin marak karena di dorong oleh adanya birokrasi dari pajak yang tidak jarang membuat tidak nyaman bagi orang dalam membayar pajak, misalnya karena prosedur yang tidak jelas, berbelit-belit dan cara perhitungan yang kurang dipahami oleh masyarakat. Hal ini berdampak bahwa masyarakat akan mencari jalan pintas sehingga mudah. PPAT dalam hal ini terpaksa memberi bantuannya kepada penjual dan pembeli dalam hal menghitung jumlah pajak terutang, kemudian besarnya pembayaran dan tata cara pembayaran, padahal PPAT tidak diberikan imbalan apapun oleh pemerintah untuk melakukan pekerjaan itu. Menurut Pasal 24 ayat (1) UU BPHTB, PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak yang berupa SSB. Akibatnya banyak masyarakat yang masih belum paham dan mengerti mengenai BPHTB, maka hal tersebut menjadi tambahan aktivitas yang membebani tugas PPAT, padahal bukan merupakan tugas dan tanggung jawab PPAT. Posisi PPAT menjadi pihak yang lemah, di satu sisi PPAT baru bisa melakukan transaksi apabila BPHTB telah dibayar lunas oleh wajib pajak, namun disisi lain PPAT harus juga melayani masyarakat agar masyarakat dapat memahami dan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dalam melunasi BPHTB. Undang-Undang NO 20 Tahun 2000 tentang BPHTB memberikan ketentuan yang harus diikuti oleh pejabat yang berwewenang dalam penandatanganan dokumen atau akta perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagaimana ditentukan dalam pasal 24 ayat (1), (2), (3) dan (4) yaitu : 1.
PPAT atau Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti commit pembayaran pajak berupa SSB.to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
53 digilib.uns.ac.id
Pejabat Lelang hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
3.
Pejabat yang berwewenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah dan bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak (SSB).
4.
Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris, hibah, hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh pejabat pertanahan kabupaten/kota pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak (SSB) Penyerahan bukti pembayaran pajak dilakukan dengan menyerahkan fotocopy dan menunjukkan aslinya.
Dalam ketentuan Pasal 24 UU BPHTB, telihat bahwa pemungutan maupun pembayaran pajak BPHTB ini dikaitkan dengan proses penandatanganan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan yang selanjutnya dengan akta pemindahan hak ini akan dilakukan proses pemutakhiran data yuridis dalam sertifikat hak atas tanah. Dari ketentuan pasal tersebut, menunjukkan bahwa ketika masyarakat memerlukan pelayanan untuk membuat akta peralihan hak harus terlebih dahulu melakukan pelunasan pembayaran pajak BPHTB. Keterkaitan PPAT dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB, telah dijelaskan sebagai pejabat umum yang mengesahkan terjadinya transaksi pengalihan hak atas tanah dan bangunan di mana disyaratkan agar sebelum menandatangani akta dipenuhi segala syarat-syarat termasuk di dalamnya pembayaran pajak-pajak yang salah satunya pembayaran pajak BPHTB. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ( akta PPAT) merupakan salah satu unsur utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini. PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang merupakan peraturan tanah sebagai pelaksana Undang-Undang commit to userPokok Agraria (UUPA). Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Dalam Praktek tahapan sebagaimana diuraikan tersebut sulit untuk diterapkan secara tegas, banyak yang menjadi hambatan dalam pembayaran BPHTB dahulu baru penandatanganan akta. Hambatan tersebut berupa : 1. Kemauan para pihak untuk segera membuat dan menandatangani akta jual beli dihadapan PPAT, tetapi para wajib pajak masih kurang menyerahkan berkas-berkas seperti identitas diri guna keperluan administrasi agar akta jual beli segera dapat dilakukan. 2. Tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah dalam mengenai tata cara pembayaran pajak secara langsung ke bank-bank persepsi yang ditunjuk. Sehingga mereka langsung memasrahkan pada PPAT karena para wajib pajak tidak mau ribet. Padahal bukan tugas pokok seorang PPAT 3. Kakunya peraturan dari Bank persepsi yang ditunjuk dan Kantor Pratama Pajak yang memberikan batas waktu kurang dari jam 11.00 WIB. Penulis juga melakukan wawancara pada beberapa PPAT masalah dalam penandatanganan akta. Dalam Prakteknya beberapa PPAT di kota surakarta ada yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan BPHTB dimana para wajib pajak harus melakukan pembayaran pajak BPHTB dulu baru penandatanganan akta jual beli. Tapi ada juga PPAT yang melakukan beberapa pelanggaran. Pelanggaran tersebut yaitu : 1. Tanggal penandatanganan akta lebih awal dari tanggal pembayaran BPHTB. Penandatangan akta jual beli dilakukan terlebih dahulu, baru pembayaran BPHTB.PPAT yang melakukan pelanggaran tersebut karena mereka tidak takut pada ancaman sanksi denda. Faktanya ada PPAT yang sudah kerja sama pada beberapa pegawai pajak. Mereka mendapat tempo waktu seminggu dari jarak tanggal penandatanganan akta sampai pembayaran BPHTB tidak lebih dari seminggu. Tetapi tidak semua PPAT mendapat dispensasi dari Pegawai Kantor Pajak, mereka yang mendapat dispensasi PPAT yang sudah sering kerja sama commit to user PPAT yang sudah senior. pada mereka dan mereka kebanyakan
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
2. Ada juga PPAT yang nakal mereka mempertimbangkan demi menghindari kewajiban membayar denda yang mengancam dirinya, nomor dan tanggal akta yang dicantumkan dalam aktanya akan ditentukan setelah atau setidak-tidaknya sama dengan tanggal yang tercantum dalam bukti pembayaran pajak yang menjadi kewajiban penjual dan pembeli dibayarkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pratama. Kewajiban PPAT seharusnya tetap menjaga dan menjunjung tinggi funsinya sebagai pejabat umum yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mencatat dan menjamin tanggal dari perbuatan hukum yang dilakukannya dihadapannya agar akta yang dibuatnya dapat memenuhi sebagai syarat otentik.
Terhadap Akta Jual Beli yang ditandatangani mendahului kewajiban pembayaran BPHTB akta tersebut tetap sah sepanjang dibuat oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan pada prinsipnya perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam akta sudah sah dan mengikat bagi kedua belah pihak dengan ditandatanganinya akta tersebut oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT. Akta Jual Beli yang ditandatangani mendahului kewajiban pembayaran BPHTB tidak mempengaruhi keabsahan akta tersebut, karena dalam undangundang BPHTB tidak ada ketentuan yang menyebutkan akta menjadi batal atau tidak sah jika akta ditandatangani mendahului kewajiban pembayaran BPHTB, adapun mengenai sanksi administrasi dan denda yang dimaksud ditujukan kepada pejabatnya. Pada dasarnya akta jual beli terkait dengan pelayanan publik sehingga tidak boleh merugikan masyarakat. Dengan adanya perubahan Undang-Undang mengenai system pemungutan pajak dari official assessment ke system self assessment. Penggunaan self assessment, pemerintah memberikan kepercayaan yang besar kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, serta untuk menjamin adanya kepastian hukum berupa hak dan kewjiban pajak. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
System self assessment merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak. Untuk itu, wajib pajak dituntut untuk menentukan besarnya pajak terutang wajib pajak sendiri, wajib pajak harus aktif mulai dari menghitung, meyetor dan melaporkan sendiri. PPAT berperan memeriksa kebenaran formil dan materiil dalam pemberikan nilai harga pasar yang wajar terhadap obyek pajak, sehingga membawa pengaruh pada pendapatan Negara dalam perpajakan dapat dilakukan secara maksimal, akan tetapi dalam prakteknya banyak juga PPAT menggunakan harga obyek pajak berdasarkan NJOP, sedangkan harga transaksi antara para pihak sebenarnya lebih tinggi dari NJOP, hal tersebut dilakukan untuk menghindari pajak yang tinggi bila mengikuti harga transaksi, artinya peranan PPAT dalam hal memberikan informasi tentang harga yang wajar bagi obyek pajak di wilayah kerjanya tidak dapat terlaksana,
sehingga tidak ada penerimaan pajak yang maksimal bagi
Negara. Bahwa peran PPAT dalam meningkatkan pajak dilakukan dengan dilihat dari dua hal yaitu pada saat penandatanganan akta
yaitu memberitahukan
kewajiban pembayaran pajaknya dan pada saat pemberitahuan laporan bulanan atas pembuatan akta. Bahwa PPAT dalam mengefektifkan penerimaan Pajak, dapat membantu para pihak untuk melakukan pembayaran pajak-pajak terhutang. Hal ini juga dilakukan untuk mempercepat proses penandatanganan akta Dalam UU N0 20 Tahun 2000 selain mengatur masalah penandatanganan dokumen atau akta UU BPHTB juga memberikan ketentuan yang harus diikuti oleh pejabat yang berwewenang kewajiban untuk mnyerahkan laporan tentang pembuatan akta. Dalam UU BPHTB pasal 25 ditetapkan ketentuan bagi pejabat PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara bahwa: 1
Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya commit to user pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id
2
57 digilib.uns.ac.id
Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Terhadap akta akta yang dibuatnya, PPAT Notaris mempunyai kewajiban untuk melaporkan setiap bulannya ke Kantor Pelayanan PBB, sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) UU BPHTB. Dalam Pasal 25 ditetapkan bahwa PPAT/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Dirjen Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya.Bagi PPAT/Notaris atau Kepala Kantor Lelang Negara yang melanggar ketentuan pasal 25 ini dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp.250.000,- untuk setiap laporan. PPAT juga berkewajiban untuk menyerahkan laporan tentang pembuatan akta disertai dengan copy SSB kepada KPP Pratama. Penyampaiaan laporan ini diperlukan dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan dan kebenaran pemenuhan kewajiban dibidang perpajakan. Laporan PPAT sekurang-kurangnya memuat nomor, tanggal akta, status hak, letak tanah dan bangunan, luas tanah, luas bangunan, nomor dan tahun surat pajak, NJOP, harga transaksi, nama dan alamat pihak yang mengalihkan dan yang memperoleh hak, serta tanggal dan jumlah setoran pembayaran pajak berupa (SSB). Penyampaian laporan bulanan atas akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh PPAT diperlukan dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan dan kebenaran pemenuhan pembayaran pajak (BPHTB) atas terjadinya peralihan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut, dan juga bagi petugas pajak untuk melihat kebenaran besarnya pengenaan pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), mengkompilasikan data yang ada di Bank dengan yang dilaporkan PPAT, serta memilah BPHTB yang bersumber dari peralihan hak atas tanah dan atau bangunan dari PPAT dengan yang bersumber dari peralihan pada kantor pertanahan (BPN). Terhadap akta akta yang dibuatnya, PPAT Notaris mempunyai kewajiban untuk melaporkan setiap bulannya ke Kantor Pelayanan PBB, sebagaimana to user tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) commit dan Pasal 25 ayat (1) UU BPHTB. Dari kedua
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasal tersebut, nampak adanya kewajiban PPAT Notaris untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan dan kebenaran pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak.
B. Akibat Hukum Bagi PPAT Yang Melanggar Ketentuan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB Bagi Pejabat PPAT/Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang melanggar ketentuan pasal 24 dan pasal 25 akan dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan pasal 26: (1) Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Pejabat lelang Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 ( tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran. (2)
Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 250.000,00 ( dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.
(2a)
Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat keputusan
pemberian hak atas tanah yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2a), dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3)
Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3a) Kepala Kantor Lelang Negara,
yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi atas pelanggaran ketentuan penandatanganan akta yang melanggar commit to sanksi user administrasi dan denda sebesar ketentuan penandatanganan akta dikenakan
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rp 7.500.000 untuk setiap pelanggaran. Denda yang cukup besar jumlahnya ini dimaksudkan
agar
PPAT
berhati-hati
dalam
melaksanakan
tugas
dan
kewajibannya sehingga PPAT tidak menyimpang dari ketentuan UU BPHTB. Selain sanksi atas pelanggaran ketentuan penandatanganan akta, UU BPHTB juga mengatur sanksi terhadap PPAT yang melanggar ketentuan pelaporan. Adanya sanksi ini dimaksudkan agar pejabat yang berwewenang melaporkan setiap akta yang dibuatnya, yang akan digunakan oleh KPP Pratama untuk memeriksa kebenaran pemenuhan kewajiban pembayaran BPHTB terutang. Apabila PPAT tidak memenuhi ketentuan pembuatan dan penyampaiaan laporan akan dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 250.000 untuk setiap pelanggaran tentang pelaporan. Mengenai pemeberian sanksi administrasi dan denda dalam hal penandatanganan akta jual beli mendahului kewajiban pembayaran BPHTB tidak langsung diberikan. Karena realitinya dari pihak pegawai kantor pajak memberikan kelunakan pada PPAT dalam hal pengampunan. Tetapi hanya beberapa PPAT yang mendapatkan pelunakan dari pihak Kantor Pajak PPAT yang sudah sering bekerja sama pada kantor Pajak. Dan mereka kebanyakan PPAT yang sudah senior. Dalam hal penyampaiaan laporan tentang pembuatan akta disertai copy SSB kepada KPP Pratama banyak PPAT yang memberikan laporan terlambat melebihi ketetntuan yang seharusnya diatur dalam UU BPHTB. Mereka memberikan laporan terlambat karena ada yang sibuk, dan ada yang belum jadi akta jual belinya. Dalam prakteknya dari pihak Kantor Pajak tidak langsung memberikan sanksi berupa ancaman denda. Kantor Pajak memberikan teguran tertulis dahulu, ada yang lewat telpon karena waktu lebih cepat. Mereka pihak Kantor Pajak memberi waktu tempo seminggu kepada PPAT untuk segera memberikan laporan. Dalam skripsi ini maka penulis berkesimpulan bahwa fungsi PPAT dalam pelaksanaan UU NO 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB antara teori dan prakteknya tidak bisa berjalan seimbang. Dalam hal ini PPAT seharusnya berfungsi sebagai commit to user pelayan masyarakat dalam pendaftaran tanah. Karena ketentuan UU NO 20 Tahun
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2000 Tentang BPHTB memberikan ketentuan bagi PPAT dalam pemenuhan pemungutan pajak. Seharusnya dalam hal pemungutan pajak adalah urusan pegawai Kantor Pajak.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang “ Fungsi PPAT dalam pelaksanaan proses jual beli sesuai UU NO 20 Tahun 2000 di kota Surakarta”,maka penulis menyampaikan simpulan dan saran-saran sebagai berikut: 1. Fungsi PPAT menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2000 dalam pasal 24 ayat satu menjelaskan PPAT hanya dapat menandatanagani akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Tetapi dalam prakteknya tidak terlaksana disebabkan akta jual beli telah ditandatangani terlebih dahulu penandatanganan akta jual beli telah mendahului dulu dari kewajiban membayar BPHTB dulu. Pihak pembeli dan penjual menginginkan pembuatan akta jual beli sekaligus dengan pembayaran BPHTB. Sehingga pencantuman tanggal akta jual beli berbeda dengan tanggal bukti pembayaran BPHTB. Dan ada juga PPAT yang mempertimbangkan demi menghindari kewajiban membayar denda yang mengancam dirinya, nomor dan tanggal akta yang dicantumkan dalam aktanya akan ditentukan setelah atau setidak-tidaknya sama dengan tanggal yang tercantum dalam bukti pembayaran pajak yang menjadi kewajiban penjual dan pembeli di bayarkan di Kantor Pajak Pratama. 2. Secara teoritis akibat hukum bagi PPAT yang melanggar ketentuan UndangUndang No 20 Tahun 2000 tentang BPHTB. Apabila PPAT melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) dan (2), dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00 untuk setiap pelanggaran dan PPAT yang melanngar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp.250.000 untuk setiap laporan. Dalam prakteknya sanksi dan denda tersebut tidak lagsung diberikan. Tetapi dari pihak Dirjen Pajak karena ada kelunakan commit to user dalam pemberian sanksi ancaman denda maka diberikan sanksi teguran tertulis
61
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terlebih dahulu. Diberikan waktu tempo seminggu pada PPAT yang biasanya sudah sering kerja sama pada pegawai pajak. Dan kebyakan mereka PPAT yang sudah senior.
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan diatas, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Sebaiknya PPAT dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang BPHTB harus tegas, artinya sebelum melaksanakan penandatanganan akta jual beli, jika tidak diserahkan bukti pembayaran BPHTB oleh pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, PPAT harus berani menolak atau menunda terlebih dahulu pelaksanaan penandatanganan akta sampai diserahkan bukti pembayaran BPHTB, tanpa harus takut kehilangan klien. Selain itu PPAT agar berhati-hati dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehingga tidak menyimpang dari ketentuan Undang-undang BPHTB, jika tidak dikenakan denda yang cukup besar. 2. Pembayaran pajak hendaknya dapat lebih disosialisasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat benar-benar memahami tata cara pembayaran pajak, bukan hanya memahami pembayaran PBB, tetapi dapat juga mengetahui pembayaran pajak lainnya seperti pembayaran PPh dan Pajak BPHTB yang sudah menjadi kewajiban dari wajib pajak tersebut untuk melakukan penyetoran atau pembayaran pajak sebelum melakukan perbuatan hukum akta jual beli dihadapan PPAT. 3. Dari sisi Direktorat Jenderal Pajak seharusnya dapat menetapkan NJOP PBB yang pasti dan adil sesuai dengan harga pasar atau setidak-tidaknya menyatakan kepada masyarakat bahwa nilai atau harga yang dipakai untuk segala transaksi atas tanah dan atau bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak PBB.
commit to user