FUNGSI KONJUNGSI INTERNAL DAN EKSTERNAL DALAM MENENTUKAN STRUKTUR TEKS By Riyadi Santosa Sastra Inggris FSSR, Universitas Sebelas Maret* 1. Pendahuluan Seperti yang dikatakan Halliday (1994) dan Thomson (2004), teks, bahasa yang sedang melaksanakan tugas dalam suatu konteks sosial dan kultural tertentu, megandung 3 meta fungsi bahasa, yaitu: ideasional (terdiri dari experiensial and logikal), interpersonal and tekstual. Makna logis dapat diketemukan di seluruh level kebahasaan: mulai dari struktur teks, sistem kohesi, termasuk koherensi, klausa, kelompok (grup) (Martin, 1992; Matthiessen, 1992; Thomson, 2004). Tetapi tidak seluruh makna logis disebut hubungan konjungtif. Hanya makna logis yang menghubungan klausa atau ide saja yang disebut hubungan konjungtif. Halliday (inHalliday & Hasan, 1985), Martin (1992), dan Hewings dan Hewings (2005) juga menyatakan bahwa suatu text juga sangat ditentukan oleh konteksnya, yaitu konteks situasi dan konteks kultural. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa konteks situasi mempunyai 3 variabel yang secara simultan menentukan makna dan bentuk teks atau register. Ketiga variable tersebut ialah medan (field), pelibat (tenor), dan sarana (mode). Sementara itu konteks cultural merepresentasikan tujuan sosial suatu teks. Paper ini akan membahas hubungan konjungtif, baik yang secara internal maupun eksternal menghubungkan klausa maupun ide di dalam suatu teks. Di samping itu paper ini juga akan memaparkan bentuk konjungsi internal maupun eksternal di dalam dua teks dalam konteks situasi dan konteks cultural yang berbeda. 2. Tinjauan Pustaka Alwi et al (2003), Kridalaksana (2005), Nardiati et.al. (1996), Tajudin et.al., serta Verhaar (2204) secara umum mendaftar bentuk dan makna konjungsi dalam bahasa Indonesia tanpa berusaha untuk melihat fungsinya dalam membentuk teks. Sementara Martin dan Rose (2003) mengatakan bahwa hubungan konjungtif di dalam klausa, dan antar klausa dapat direalisasikan melalui 3 unit gramatikal, yaitu konjungsi, kontinuatif, dan metafora gramatikal (logika sebagai proses, logika sebagai sirkumstans, dan logika sebagai sesuatu atau kualitas). Selanjutnya Martin dan Rose (2003) (lihat juga Martin, 1987; Martin, 1992; Martin, Matthiessen, & Painter, 1997) melihat bahwa ada 4 tipe makna di dalam hubungan konjungtif yaitu: penambahan (additive), perbandingan (comparative), waktu dan konsekuensi. Sementara itu hubungan seringkali juga direalisasikan secara implisit Masih merujuk pendapat Martin (1992) serta Martin dan Rose (2003), konjungsi ialah suatu unit gramatikal yang juga sekaligus tekstual yang merealisasikan hubungan logis antar kejadian atau anta ride di dalam tataran antar klausa, antar kalimat, maupun teks. Konjungsi berdasarkan maknanya dapat dibagai menjadi dua, yaitu eksternal dan internal. Konjungsi eksternal ialah konjungsi yang menghubungkan dua kejadian atau lebih. Secara umum konungsi eksternal dapat dibagi lebih lanjut sebagai berikut.
*Paper presented in MLI International Conference in Solo, 2007
1
Penambahan dapat dibagi lagi menjadi penambahan dan alternative; perbandingan dapat diklasifikasikan lagi menjadi perbandingan-sama dan perbandingan-beda. Kemudian waktu juga dapat diklasifikasikan lagi menjadi 2: waktu-berurutan dan waktu-bersmaan, sementara kosekuensi dapat diklasifikasikan menjadi 4: sebab, alat, tujuan dan kondisi. Sebab dapat diklasifikan lagi menjadi sebab-harapan dan harapankonsesif. Sementara itu konjungsi internal adalah konjungsi yang digunakan untuk pembicara atau penulis untuk membangun suatu teks. Penambahan lebih lanjut dapat dibagi menjadi pengembangan, pentahapan, dan elaborasi; perbandingan juga dibagi menjadi dua, perbandingan-sama dan perbandingan-beda. Sementara itu waktu dapat dibagi 2 yaitu waktu-berurutan dan waktu-bersamaan. Dan akhirnya konsekuensi dapat dibagi menjadi konsekuensi-menyimpulkan dan konsekuensi-menyangkal. Kedua konjungsi ini masing-masing mempunyai 4 jenis makna, yaitu penambahan, perbandingan, waktu dan konsekuensi. Untuk membedakan lebih lanjut perbedaan fungsi kedua konjungsi ini Martin dan Rose (2003) memaparkan sebagai berikut: Figur 1: Perbedaan fungsi konjungsi eksternal dan internal Penambahan Perbandingan
Waktu Konsekuensi
Menambah Menambah argument kejadian/aktifitas Membandingkan dan Membandingkan mengkontraskan kejadian, mengkontraskan argumen sesuatu, dan kualitas dan bukti Mengurutkan kejadian Mengurutkan argument di dalam waktu dalam teks Menjelaskan mengapa dan Mengambil kesimpulan atau bagaimana suatu kejadian menyangkal argument. terjadi (mengadaptasi dari Martin dan Rose 2003, p.127)
Kemudian kontinuatif adalah suatu unit gramatikal di dalam suatu klausa yang berfungsi untuk menghubungkan logika dengan klausa sebelumnya. Umumnya kontinuatif ini sering menyatu di dalam kelompok verba. Menurut Martin dan Rose (2003) kontinuatif mempunyai 3 makna, yaitu penambahan, perbandingan dan waktu. Akhirnya metafora logika gramatikal merupakan metafora hubungan logis dalam bentuk untit gramatikal di dalam suatu klausa. Biasanya metafora logika gramatkal ini dapat direalisasikan ke dalam 3 bentuk gramatikal, yaitu proses yang disimbolkan dalam kelompok verba, sirkumstan yang disimbolkan ke dalam bentuk frasa preposisi, dan partisipan yang disimbolkan dengan kelompok nomina. Secara ringkas makna dan bentuk metafora logika gramatikal ini dapat dipaparkan dalam firgur 6 berikut ini. Untuk mengetahui lebih detil mengenai bentuk dan makna hubungan konjungtif ini dapat dilihat pada makalah lengkap 3. Penerapan dalam Analisis Teks Untuk memaparkan hubungan konjungtif secara eksternal dan internal dalam membentuk struktur teks, berikut ini pemaparan dua teks yang berbeda dengan genre yang berbeda.
*Paper presented in MLI International Conference in Solo, 2007
2
Teks 1: Salah Orang (kidlit, INO, 21 Maret-3 April, 2007, hal.12) 1. Hari itu, cuaca di sekolahku tidak begitu cerah. knsim
2. Sepertinya ada firasat yang tidak baik.
knbnr
3. Rupanya benar. 4. Dari jauh, teman sekelasku datang menghampiri sambil menangis tersedu.
wtsm
5. Di sela-sela tangis, ia menceritakan [bahwa Syukri teman satu kelompok belajar meninggal dunia].
wtbr
6a. (Kemudian) Mendengar berita itu,
knsb
6b. hatiku rasanya seperti disambar petir.
persm
7. Padahal baru kemarin sore, kami masih pulang bersama-sama.
persm
8. Kami memang sudah tahu kalau Syukri memang mengidap penyakit jantung.
perbd
9. Namun aku tidak menyangka Sykri akan pergi secepat itu.
wtsm
10. Saat itu juga, aku dan Jum segera memberitahu kepada teman-teman yang lain.
penbhn
11. Demikian juga dengan guru kami.
wtbr
12. (Kemudian) Menurut keterangan terakhir yang kami terima, jenazah Syukri masih berada di rumah sakit.
wtbr wtbr
13. (Kemudian) Kami pun minta izin kepada guru piket untuk langsung datang ke rumah sakit. 14a. Setibanya di sana,
wtbr
14b. kami melihat jenazah tersebebut dibawa keluar dari ruang ICU.
wtbr
15a. (Kemudian) Hati kami sangat sedih
knsb
15b. sebab kami kehilangan teman untuk selama-lamanya.
knsb
16a. (Karena) Tak tahan menahan rasa sedih,
wtbr
16b. aku langsung memeluk tubuh kaku yang baru saja keluar dari ruang ICU.
wtbr
17a. (Kemudian) Aku menangis tersedu-sedu
wtsm
18b. sambil menyebut-nyebut nama Syukri.
perbd/wtsm
19a. Akan tetapi, tiba-tiba Jum memegang pundakku
wtsm
19b. sambil beribisik di telingaku. “Yov, itu bukan Syukri.”
wtbr
20. (Kemudian) Akut terkejut.
wtbr
21. Dan langsung menghentikan tangisku sambil memandang orang di sekitarku.
persm konakbt
wtbr persm
22. Ternyata rasa sedih yang begitu dalam membuatku kurang cermat. 23. (Akibatnya) Aku tidak membaca tulisan nama yang terpampang di bawah tempat tidur jenazah. 24. (Kemudian) “Aduh! Malunya saat itu “. 25. (Benar-benar) Aku tidak tahu seperti apa mukaku saat kejadian itu.
Note: (…) Implicit
*Paper presented in MLI International Conference in Solo, 2007
3
Catatan: knsim: konsekuensi – menyimpulkan knbnr: konsekuensi – membenarkan wtbr: waktu – berurutan wtsm: waktu – bersamaan perbd: perbandingan – berbeda
persm: perbandingan - sama perne: persamaan - netral knsb: konsekuensi - sebab knakbt: konsekuensi - akibat penbhn: penambahan
Dari contoh teks di atas teks ini secara umum dibentuk melalui hubungan konjungtif waktu. Hal ini digunakan untuk penulis untuk memaparkan ceritanya berdasarkan urutan waktu. Secara eksplisit, hubungan waktu ini direalisaskan secara eksternal, misalnya: “Saat itu juga, setibanya, sambil, tiba-tiba, Dan”; maupun metaforis melalui sirkumstan: waktu, misalnya: “Hari itu, Di sela-sela tangis”. Di samping itu di dalam teks ini juga hadir hubungan konjungtif konsekuensi sebabakibat yang eksternal seperti: “sebab”. Sementara itu secara implisit hubungan waktu di dalam analisis teks ini tidak ditandai konjungsi maupun metafora hubungan logis apapun. Akan tetapi hubungan waktunya kelihatan melalui urutan kejadian, konsekuensi-sebab dan akibat, perbandingan-sama yan diberi tanda kurung (…) di dalam teks tersebut. Kemudian secara internal penulis juga merajut cerita ini dengan konjungsi internal konsekuensi-simpulan „Sepertinya‟, konsekuensi-membenarkan (justify) „Rupanya‟, perbadingan–sama „padahal, memang‟, perbandingan-beda „Namun‟, serta secar implicit perbandingan-sama (Benar-benar). Akhirnya kerjasa internal dan eksterna serta konjungsi eksplisit dan implicit ini membuahkan 4 kelompok klausa yang berfungsi secara retoris pada teks secara keseluruhan. Kelompok pertama klausa 1 sampai dengan klausa 3 membangun fungsi retoris teks yang membentuk tahapan yang disebut abstrak, yang dalam teks ini berfungsi sebagai suatu ringkasan cerita. Kemudian kelopok kedua penulis mengawali ceritanya dengan kedatangan temannya yang menangis sambil bercerita tentang kematian teman mereka yang bernama Syukri, pada klausa 4 sampai dengan klausa 18b. Dalam konteks cerita keseluruhan kelompok klausa ini berfungsi secara retoris sebagai orientasi, yang menggambarkan kejadian utama dalam cerita itu. Tahapan orientasi dalam teks ini dibangun penulis secara eksplisit dan implisit melalui sistem periodisitas atau sistem pembagian waktu dalam suatu kejadian. Kelompok ketiga, secara eksplisit dengan menggunakan konjungsi internal perbadingan-berbeda “Akan tetapi” pada klausa 19a penulis mengelompokan klausa 19a sampai dengan klausa 21 sebagai suatu tahapan tersendiri yang berfungsi secara retoris sebagai krisis, yaitu suatu tahapan yang menggambarkan kejadian yang tidak mengenakkan yang menimpa penulis. Dan akhirnya penulis mengelompokkan klausa 22 sampai dengan klausa 25 dengan konjungsi internal eksplisit “Ternyata” untuk mengakhiri ceritanya, yaitu berupa reaksi terhadap seluruh rangkain kejadian yang memalukan yang menimpanya itu. Dari tahapan seperti ini genre suatu teks dapat ditentukan. Teks dengan judul “Salah Orang” ini bisa diklasifikasikan ke dalam suatu genre cerita anekdot, dengan tahapan abstrak, orientasi, krisis, dan diakhiri reaksi. Untuk mempermudah pemahaman analisis teks tersebut dapat di ringkas sebagai berikut:
*Paper presented in MLI International Conference in Solo, 2007
4
Teks 2: Berubah Menjadi Lebih Baik (INO, 21 Maret-3 April, 2007, hal. 3)
persm konsim persm konsb penbhn konsb/ konkd
1. Rasanya tidak ada orang di dunia yang tidak ingin menjadi lebih baik. 2.(Misalnya) Dari pemalas menjadi rajin, dari bodoh, menjadi pandai, dan lain sebagainya. 3. Itulah yang dinamakan perubahan. 4a. Memang perubahan itu tidak bisa dengan mudah dilakukan 4b. karena harus melalui sebuah proses. 5. (Dan)Lama atau tidaknya semua tergantung dari diri kita. 6a. Kalau kita tidak berusaha untuk menjadi lebih baik 6b. ya percuma saja.
konsim
7. Nah, bagimana dengan kalian?
Pada teks ini terlihat ada 3 kelompok klausa. Kelompok pertama dibentuk melalui konjungsi internal implicit perbandingan-sama („misalnya‟) dan konjungsi internal eksplisit konsekuensi-menyimpulkan „Itulah‟, dan perbandingan-sama „Memang‟ dari klausa 1 sampai dengan klausa 4a. Secara keseluruhan membentuk tahapan yang berfungsi sebagai pembuka, dengan klausa1-3 sebagai pengenalan topik dan latar belakang, serta 4a sebagai pernyataan tesis. Kemudian tahapan berikutnya yang berfungsi sebagai argument satu sisi didahului konjungsi eksternal konsekuensi-sebab “karena” (4b), kemudian disusul dengan konjungsi penambahan implisit eksternal pada klausa 5, dan konjungsi eksternal implisit konsekuensi-sebab yang menghubungkan antara 6 dan 5, dan diakhiri dengan konjungsi eksternal eksplisit “Kalau” pada klausa 6a untuk menyambung dengan klausa 6b. Akhirnya teks ini diakhiri dengan konjungsi internal eksplisit konsekuensimenyimpulkan “Nah” yang berfungsi sebagai pernyataan ulang mengenai tesis secara implisit dengan diikuti pertanyaan “…bagimana dengan kalian?” untuk menyerahkan semua itu kepada pembaca. Tentu saja penulis sambil berharap bahwa mereka akan mengikutinya. Dengan tahapan seperti ini, maka genre teks ini termasuk genre faktual eksposisi yang mempunyai fungsi social untuk mengemukakan pendapat, yang dalam majalah ini termasuk genre makro editorial. 4. Penutup Dari paparan teori dan aplikasinya di atas kelihatan sekali bahwa fungsi konjungsi internal dan ekternal baik yang implisit maupun eksplisit, dengan variasinya yang berupa kontinuatif maupun metaforis jelas mempunyai peran yang sangat penting untuk membentuk struktur teks dengan fungsi retorisnya. Hubungan konjungtif eksternal menambah, membandingkan, mengurutkan, dan menjelaskan kejadian, serta yang terpenting ialah merajut klausa demi klausa untuk menjadi
*Paper presented in MLI International Conference in Solo, 2007
5
kelompok klausa yang berpotensi mempunyai fungsi retoris setelah dikaitkan secara keseluruhan dengan konjungsi internal. Sementara itu hubungan konjungtif internal menambah, membandingkan, menjelaskan argument, dan menyimpulkan. Sebagian menjalin kelompok-kelompok tersebut menjadi jalinan fungsi retoris yang merepresentasikan tahapan-tahapan dengan bantuan konteks situasi maupun kultural. Hal ini semakin penting karena dengan diketahuinya struktur teks, genre teks tersebut akhirnya juga diketemukan. Kemudian dari kedua contoh yang berbeda tersebut dapat diasumsikan bahwa setiap genre yang mempunyai tujuan sosial berbeda akan mempunyai pola hubungan konjungtif yang berbeda. Misalnya di dalam teks 1 pola hubungan konjungtif bersifat pembagian waktu berdasarkan periodisitas, karena bercerita selalu menggunakan urutan waktu untuk menyelesaikan ceritanya. Sementara pada teks 2 pola hubungan konjungtif bersifat konsekuensi-sebab-akibat karena kolom editorial sering memaparkan pendapat dengan argumennya. Daftar Pustaka Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., & Noeliono, A. M. (2003). Tata bahasa baku bahasa indonesia (Third ed.). Jakarta: Balai Pustaka. Halliday, M. A. K. (1994). An introduction to functional grammar.London: Edward Arnold. Halliday, M. A. K., & Hasan, R. (1985). Language, context, and text: Aspects of language in a social-semiotic perspective.Victoria: Deakin University Press. Hewings, A., & Hewings, M. (2005). Grammar and context: An advance resource book.London: Routledge. Kridalaksana, H. (2005). Kelas kata dalam bahasa indonesia (Second ed.). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Martin, J. R. (1992). English text: System and structure.Philadelphia/Amsterdam: John Benjamins Publishing Company. Martin, J. R., & Rose, D. (2003). Working with discourse: Meaning beyond the clause.London: Continuum. Nardiati, S., Sabariyanto, D., Herawati, & Nurlina, W. E. S. (1996). Konjungsi subordinatif dalam bahasa indonesia.Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tajuddin, M., Tiswaya, W., Wahya, Utomo, H. A. P., & Rusnanto. (2001). Preposisi dan konjungsi: Studi tipologi bahasa sunda - bahasa indonesia.Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Thomson, G. (2004). Introducing functional grammar (Second ed.). London: Arnold. Verhaar, J. W. M. (2004). Asas-asas linguistik umum.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
*Paper presented in MLI International Conference in Solo, 2007
6