PENGEMBANGAN PRODUK MELALUI PEMBERDAYAAN MUSEUM DALAM PERSPEKTIF PARIWISATA
A. Dananjaya Axioma, MA.*
Abstract
ln the last decade, many countries relied on tourism as their maln revenue, not excluded lndonesia. As the world's largebt archipelago, lndonesia possesses a broad range of divirse products includlng culture, nature, adventure and historical herltages, all on offer at every major destination in lndonesia. ln
the decentralization era, improved awareness on the importance of self sufficiency has led a real eftort of the local governments and the people to develop and promote tourism potentialities.
a tourism view-point, there are stiil many other potentialities to explore, develop and preserue in the tourism lrontier of lndonesia. Theretore, individuals, businesses, and governments musf make decisions concerning the Desf uses of existing resources. Museum as a part of culturat components in certain account is considerably a tourist attraction as well which deserues attention from the tourism industry as well as tourism administrations to be developed in the realization of tourism industry as a leading sector and foreign exchange earner by From
2005.
Kata Kunci: museum, pariwisata, atraksi wisata
PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir ini, banyak negara yang mangandalkan sektor pariwisata sebagai tumpuan untuk penggerak ekonomi maupun perolehan devisa bagi negara. Bahkan memasuki abad ke-21, pariwisata diramalkan akan menladi kegiatan industri terbesar di dunia. Dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi yang lain, pariwisata memang memperlihatkan perkembangan yang stabil sejak Pelang Dunia ll, dan selama ini luput dari fluktuasi ekstrim seOagairnana yang dialami sektor industri lain. Peristiwa besar seperti bom WTCiNew yoik (2001),-bom
'
Pemerhati kepariwisataan, bekeria di Kementerian Kebudayaan dqn Pariwisata pada Depuri leningkatan Kapasitas dan Kerjo Sama Luar Negeri.
Vol.Vl, N0.3, Desember 2003
Pengembangan Produk Melalui
...
77
Bali (2002), Perang lrak dan Wabah SAHS (2003) yang terjadi belakangan waktu ini telah membuktikan bahwa dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang cukup menggoncangkan dunia serta telah mengganggu kinerja industri pariwisata secara global tersebut, sektor mampu memulihkan diri dengan cepat dari dampak negatif peristiwa-peristiwa tersebut. Kementerian Kebudayaan dan Pemerhati kepariwisataan, bekerja Pariwisata pada Deputi Peningkatan Kapasitas dan Kerla Sama Luar Negeri. Fenomena dahsyat tersebut menyebabkan banyak negara, wilayah, masyarakat, maupun investor di dunia ini yang mulai melirik, terjun dan melibatkan diri dalam dunia kepariwisataan. lndonesia pun menyadari kekuatan sektor ini dan terus mengembangkan industri pariwisata di tanah air. Krisis multidimensi yang melanda lndonesia sejak pertengahan tahun 1997, serta pemberlakuan otonomi daerah sejak tahun 2001, makin mendorong kebutuhan untuk memperkuat sektor pariwisata sebagai sumber devisa dan pemersatu bangsa. Dalam konteks tersebut, banyak pemerintahan daerah yang mulai menyadari pentingnya mengembangkan sektor pariwisata di daerah masingmasing, meski mulanya masih dilihat sebagai sumber penghasil PAD potensial. Kebijakan-kebijakan di bidang pariwisata yang diambil kemudian adalah mendorong segala potensi daerah untuk mengembangkan atraksi, produk dan destinasi wisata baru. Sayangnya, museum yang memiliki potensi tinggi sebagai sebuah atraksi wisata belum diberdayakan sebagai produk wisata yang dapat berkembang. Sebaliknya, ia masih sering dilihat sebagai bagian dari aktivitas lingkup kebudayaan semata. Hal tersebut dapat dimaklumi karena selama ini permuseuman nasional memang berada dalam binaan wilayah kebudayaan, sehingga pengelolaannya pun menjadi kurang memperoleh "sentuhan pariwisata". Permasalahannya, suatu museum sering hanya ditempatkan dalam posisi yang tak berbeda dengan art shop alau gallery, indah tapi kurang informatif. Kalau pun koleksinya cukup dan memadai, namun tampilan atau penyajiannya yang kurang terkonsep membuatnya tidak mampu membangun ikatan emosional dengan pengunjungnya. Pameran itu pun meniadi tak berjiwa. Ditambah lagi, faktor keterbatasan dana sebagai kendala umum yang sering terjadi di lndonesia telah menyebabkan museum tampil seperti gudang yang sedikit didandani dan dipeicantik. Semua ini membuat museum ditanah air umumnya kurang diminatidan sepi pengunjung.
ini
di
PERSPEKTIF PARIWISATA Perpindahan orang untuk sementara ke suatu tujuan di luar tempat tinggal maupun tempat kerjanya yang biasa, serta aktivitas yang dilakukannya selama tinggal di tempat tujuan tersebut, dan kemudahan-kemudahan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhannya adalah bagian dari pariwisata.
78
Pengembangan Produk Melalui ...
Vol,Vl,,No.3, Desember 2003
Wisata menurut UU No.9/1990 tentang kepariwisataan didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara, serta perialanan itu sebagian atau seluruhnya bertujuan untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sedangkan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usahausaha yang terkait di bidang tersebut. Sering kali, pariwisata hanya dilihat dalam bingkai ekonomi, padahal ia merupakan rangkaian daii kekuatan ekonomi, lingkungan dan sosial budaya yang bersifat global. Memang, pariwisata harus bisa menjual. Namun pariwisata dapat juga memberikan manfaat dan menyumbang antaranya kepada: 1. Pelestarian budaya dan adat istiadat; 2. Peningkatan kecerdasan masyarakat; 3. Peningkatan kesehatan dan kesegaran; 4. Terjaganya sumber daya alam dan lingkungan lestari; 5. Terpeliharanya peninggalan kuno dan warisan masa lalu; dll. Harus diakui pula, kadang kala kegiatan pariwisata membawa dampak negatif pada lingkungan alam maupun sosial-budaya. Tetapi dalam kegiatan pariwisata yang terkonsep baik dan tertata rapi, dampak "menjual" itu pun dapat diminimalisasi. Konkritnya, pariwisata tidak akan menjual hutan, melainkan keindahan hutannya. la tidak akan menjual binatang langka, tetapi ia akan menjual kelangkaan binatang itu, dan seterusnya. PENGERTIAN MUSEUM: DEFINISI, FUNGSI DAN PERAN Pada awal perkembangannya, museum merupakan storage khusus kaum bangsawan guna menyimpan dan memamerkan buhi-bukti kebesaran mereka. Saat itu, museum lebih menyerupai sebuah kui! yang hanya dapat dikunjungi oleh kalangan terbatas dan berkelas tertentu. Dalam perkembangan berikutnya, memasuki era modern museum menjadi lebih terbuka, bahkan kemudian harus terbuka untuk umum. Kini museum dapat dipahami sebagai lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya, guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa (PP No. 19/1995 tentang permuseuman). Pengertian ini diadopsi dari definisi museum yang secara umum banyak diterapkan dari hasil rumusan ICOM (lnternational Council of Museums) yang dideklarasikan tahun 1974 di CopenhageR, Denmark sebagai berikut:
"A museum is a non profit making, permanent institution in the seruice of society and of its development, and open to the public, which'acquires, conserues, communicates, and exhibits, for the purpose of study, education and enjoyment, materialevidence of man and environment."
Vol.Vl, N0.3, 0esember 2003
Pengembangan Produk Melalui
...
79
Berdasarkan pengertian tersebut, museum berfungsi untuk:
1. Melindungi dan menjaga
2.
kelestarian benda-benda bukti material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya Mengkomunikasikan dan menyebarluaskan informasi mengenai bendabenda tersebut kepada masyarakat melalui publikasi, bimbingan edukatif kulturaldan pameran
Dengan demikian, orang yang datang ke museum dapat dikategorikan ke dalam kelompok yang bertujuan untuk: 1. pendidikan
2. 3.
rekreasi penelitian
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dalam penyajian pameran di museum, pendekatan yang umum digunakan adalah: 1. Pendekatan evokatif, yaitu penyajian pameran yang memberikan gambaran tentang fungsibenda dalam konteksnya dengan masa lalu. 2. Pendekatan estetika, merupakan penyajian pameran yang memperlihatkan unsur keindahan.
3. 4. 5.
Pendekatan afektif, yaitu penyajian materi yang dapat membangun minat khusus para pengunjung. Pendekatan intelektual, yakni sajian materi hasil kajian intelektual. Pendekatan simbolik, adalah penyajian pameran yang menampilkan materi untuk mencapai suatu tingkatan emosi tertentu dari pengunjung.
Di masa kini, museum bahkan diharapkan untuk juga dapat berperan sebagai:
1. Pusat Budaya, dan karenanya
2. 3.
program-program budaya (pertunjukan seni budaya, semiinar, dsb.) perlu terus dikembangkan. Pusat lnformasi, sehingga keberadaan perpustakaan dan penyebaran informasi melalui publikasi dan terbitanterbitan lainnya, semakin terasa penting. Sentra pengembangan sosial-ekonomi lingkungan sekitarnya, terutama bila tingkat kunjungan dapat terus dikembangkan.
Dalam phradigma baru, museum juga dipandang sebagai sebuah forum, tempat terjadinya perdebatan dan kontroversi mengenai materi dan muatan yang disajikan.
"ln the museum sector there are fhe issues of how to handle controversial and politically sensitive historical events and the ways in which the history of minority groups should be represented, such as the role of British
80
Pengembangan Produk Melalui ...
Vol.Vl, N0.3, 0esember 2003
entrepreneurs in the slave trade, the treatment of the Jews by the Nazis, or the blurring of historical realr$ and nationalist aspirations in the Balkans." (Horner & Swarbrooke) lnformasi pun jadi bagian penting dari materi pameran. lnformasi tersebut tidak disajikan dari sisi kajian ilmiah para pakar ahli semata, akan tetapi iuga menyertakan pendapat-pendapat dari berbagai lapisan masyarakat (Materi Diskusi Panel Ahli). Hal ini menjadi penting dan merupakan bagian yang sensitif, karena sekali mengabaikan obyektivitas dan kecermatan penyajian data dan fakta sehingga menampilkan garnbaran sejarah yang kurang pas pada akhirnya dapat berpengaruh pada berkurangnya minat pengunjung, jikalau tidak malah dijauhi.
MUSEUM SEBAGAT OBYEK DAN DAYA TARTK WSATA (ODTW) Dalam industri pariwisata, atraksi merupakan salah satu unsur pentingnya. Atraksi wisata tersebut dalam khasanah kepariwisataan lndonesia dikenal dengan isitlah ODTW, yaitu obyek wisata dapat berupa: Ciptaan Tuhan yang benrujud keanekaragaman flora dan fauna, kindahan pemandangan alam, lautan, rimba belantara, pegunungan. Hasil karya manusia, seperti sawah dan kebun (wisata agro), museum dan peninggalan sejarah (patrimonyl, kesenian, adat istiadat, taman rekreasi, dan sebagainya.
. .
Sedangkan daya tarik wisata adalah suatu obyek ciptaan Tuhan maupun hasil karya manusia, yang menarik minat orang untuk berkunjung dan menikmati keberadaannya.
Mengikuti definisi tersebut, atraksi wisata atau yang populer disebut ODTW telah menempatkan produk museum sebagai atraksiwisata (lihat tabel 1).
Tabel 1. Tourism Attractions Natural Resources
Commercial
Historical
Nationalpa*s
Resorls
Monuments
SociaUCultural
State parks
Amusement parks
Historic homes
Festival Ethnic events
Shorelines, lakes and oceans
Casinos
Museums
Crafts
Mountains
Convention centers Retailcenters
Battlefields
Art museums
landmarks
Unique culture
Unusual landscapes
Sumber: Dimensions of Tourism
Vol.Vl, N0.3, Desember 2003
Pengembangan Produk Melalui
... 8l
Di lndonesia, atraksiwisata yang (masih) dianggap sebagaiandalan - paling tidak oleh para pelaku industri pariwisata adalah atraksi yang berkaitan dengan kebudayaan. lni terlihat pada paket-paket yang ditawarkan, yang umumnya masih menonjolkan unsur budaya. Museum dalam hal ini dapat digolongkan sebagai atraksi wisata budaya, walau memiliki dan menampilkan koleksi alam. Dalam perspektif pariwisata, museum tidak lagi hanya berfungsi sebagai obyek penelitian dan pendidikan, namun juga berperan sebagai tujuan dan penyelenggara rekreasi. la merupakan sebuah produk wisata. Oleh sebab itu, seyogyanya museum adalah tempat yang terancang permanen, yang dikontrol dan dikelola demi memenuhi unsur kenikmatan (enjoymen$, kesenangan (amusmentl, hiburan (entertainmenl) dan pendidikan (educatbn) bagi para pengunjungnya.
-
Ditambah lagi, sejalan dengan deklarasi ICOM, museum tak lagi hanya meng-urus benda-benda koleksi, tapi mulai lebih serius "berbicara" kepada masyarakat. Tidak saja pembicaraan searah, bahkan sudah mulai berusaha menjalin dtalog dengan masyarakat. Sejak saat itu pula museum mulai menyadari,
bahwa mereka tak lagi bisa menjadi menara gading yang terpisah dari lingkungannya. Tanpa masyarakat pendukungnya, keberadaan museum lantas terasa tidak berarti. Sebagai produk wisata, museum harus mampu menarik sebanyak mungkin pengunjung, baik wisatawan lokal, nusantara, maupun mancanegara, sehigga dapat menjadi obyek dan atraksi wisata utama, bahkan andalan alau "icorf sebuah kota atau wilayah. Tidak tertutup kemungkinan, museum bisa menjadi pusat kegiatan masyarakat sekitar, bahkan lebih luas lagi masyarakat urban. Banyak kota-kota besar di dunia yang mampu menarik kunjungan wisatawan dalam jumlah besar berkat kekayaan dan keanekaragaman produk museumnya. Museum Louvre di Paris atau British Museum di London misalnya, setiap tahunnya mampu menyedot jutaan pengunjung. Umumnya, eksistensi museum juga menjadi barometer tingkat kemajuan sebuah destinasi wisata.
PEMBERDAYAAN MUSEUM "Museum will stand
or fall not only by their competence to care for
collections, but by their ability to care for people. ln other words, they need to be market-orientated if they are to suruive..." (N. Cossons, a leading British pioneer in the marketing of museums)
Keberadaan sebuah museum akan sirna bilamana ia tidak diberdayakan. Hal tersebut akan sangat terlihat dari ramai atau sepinya pengunjung. Berangkat dari kutipan Cussons di atas, museum akan mampu bertahan hidup jika ia bisa menjual dan memasarkan dirinya dengan baik. Tanpa kesanggupan seperti itu, ia tak akan pernah dapat menyumbangkan dirinya pada perkembangan sektor pariwisata di wilayahnya.
82
Pengemhangan Produk Melalui ...
Vol.Vl, N0.3, Desember 2003
Dalam pengelolaan sebuah museum terdapat sejumlah komponen dasar yang harus dipenuhi agar senantiasa menarik pengunjung, sehingga pada akhirnya inemudahkan proses "menjualnya". Untuk itu perlu diperhatikan antara !ain: 1. Penampilan (appearance) pintu masuk, ruang kedatangan utama dan tandatanda petunjuk arah bagi pengunjung, termasuk informasi yang tersedia di bagian karcis. 2. Pola arus (sirkulasi) pengunjung yang mengikuti tata letak (/ay oul) yang logis. 3. Display, presentasi dan informasi yang memadai dan tersedia dengan mudah, termasuk daya dukung bahan audio visua!, tape, guide, dan sebagainya. 4. Penempatan dan tata letak kegiatan atraksi penunjang di lokasi. 5. Lokasi serta tata letak berbagai fasilitas yang tersedia di museum (toilet, caf6, musholla, toko cindera mata (souvenir, bangku duduk, dan sebagainya). Pemasaran museum dapat juga didekati melalui strategi bauran pemasaran (marketing mx) yang mengarah pada respons pasar sasaran yang diinginkan. Tentu, reaksi yang diharapkan dapat diperoleh kalau institusi itu dapat menggunakan alat yang tepat dan bisa dikontrol yang meliputi pelibatan : 1. Produk (Product): pengemasan, pelayanan, brandinglpositioning, citra (imagel, reputasi; 2. Harga (Price): harga normal, reguler, rombongan, promosi, paket, dsb.; 3. Promosi (Promotion) : bauran promosi (iklan, brosur, leaflet, poster, pameran, lokakarya, showcard, seminar, event, PR-ing, dst.); 4. Tempat (Place):jaringan distribusi; lokasiyang tepat dan apik, dll. Sebagai sebuah produk, museum harus dikembangkan agar memiliki banyak nilaitambah. Nilaitambah tersebut dapat dirancang bermacam-macam dan disesuaikan dengan kondisi museum bersangkutan. Namun prinsipnya, ia harus dapat memberikan banyak manfaat (augmented produc$ bagi para pengunjungnya sehingga mampu menarik minat publik untuk datang mengunjunginya. Sudah barang tentu, agar museum dapat menawan ia harus dikemas tidak saja dari aspek produk nyata (tangible producf namun juga perlu dilengkapi oleh pendesainan layanan produk pendukung (product-support se ruicesl. Sementara itu, penetapan harga dapat dilakukan dengan pendekatan adaptasi harga melalui strategi geographical pricing, yaitu misalnya menetapkan harga berbeda untuk masyarakat lokal dan wisatawan asing; dan strategi prbe discount yang memungkinkan adanya berbagai insentip seperti cash discount, quanti| discountatau seasonal discount. Dalam hal pemasaran, sebuah museum tidak cukup hanya menciptakan produk yang menarik, menetapkan harga yang baik, namun perlu juga untuk mampu mengkomunikasikan produk maupun jasa museum yang mereka tawarkan
Vol.Vl. N0.3, Oesember 2003
Pengembangan Produk Melalui
...
83
tersebut kepada khalayak umum. Apalagi dalam persaingan yang ketat dan mengingat masih lemahnya daya tarik museum dibanding ODTW lainnya (termasuk pusat-pusat belanja seperti mall, plaza, department store, hypermarket, dll), keberhasilan pemasaran museum akan sangat ditentukan oleh efektivitas promosinya, antara lain menyangkut isi pesan, struktur pesan dan format pesan pada rancangan promosinya. Dalam pemberdayaan museum, peran intermediaries tidak dapat dilalaikan sebagai perantara yang berfungsi menghubungkan museum dengan lingkungannya dan masyarakat lebih luas. Pengubung ini sangat diperlukan sebagai saluran pemasaran yang diharapkan dapat mempermulus promosi dari museum bersangkutan. lntermediaries di dalam lingkup ini dapat pula mencakup instansiinstansi pemerintah, berbagai lembaga atau organisasi, kelompok-kelompok masyarakat "peduli museum", perwakilan-perwakilan H! di luar negeri dan kedutaan-kedutaan negara-negara sahabat.
PENUTUP
Museum yang dapat juga dikatakan sebagai etalase budayar menempati posisi penting sebagai atraksi wisata. Didukung strategi pemasaran yang jitu, produk wisata museum memiliki potensiyang sangat besar di masa depan sebagai produk andalan suatu wilayah, khususnya di era otonomi. Keberadaan sebuah museum yang baik akan sanggup menggerakkan pengembangan sektor pariwisata di suatu wilayah, baik ditingkat kota, kabupaten maupun provinsi. Melalui koleksi dan tata pamernya, museum dapat menyampaikan informasi dalam suasana rekreatif kepada pengunjungnya. Dalam program perjalanan para wisatawan mancanegara, kunjungan ke museum hampir selalu ada. Sementara untuk wisatawan nusantara, masih diperlukan peningkatan intensitas publikasi, agar tingkat kunjungan bisa naik cepat. Namun sering pula dijumpai, para pengunjung kecewa ketika meninggalkan museum. Banyak pula yang kagum pada koleksinya, tapi sedih melihat penanganan pamerannya maupun promosinya. Sudah saatnya kini untuk lebih memperhatikan keinginan dan kebutuhan pengunjung, ketika para pengelola museum merancang tata pamer dan aktivitas penunjangnya di satu sisi. Dan di sisi lain, museum sudah harus mulai berani untuk tampil keluar sebagai sebuah ODTW dan lincah mendekati konsumennya.
84
Pengembangan Produk Melalui ...
Vol.Vl. N0.3, Desember 2003
PUSTAKA
Axioma, D.,2OO2.'Percpk/ril Pariwisata dalam Tata Pamer Museum Bahari Jakerta". makalah pada lokakarya Konsep Tata Pamer, Jakarta. Fridgen, J., 1991 ."Dlmensions
ol Tourism", Michigan: Educational lnstitute.
Horner, S. & Swarbrooke, J., 1996. 'Marketing Tourism, Hospitality and Lelsure in Europe". London: lnternational Thomson Business Press. Hudson, K., 1997. "Museum
ol lnfluence, Cambridge: Cambridge University Press.
Johnson, P. & Thomas, 8., 1992. "Tourism, Museum
& the Local Ecdnomy".
Hants: Edward Elgar.
Middleton, V., 1988. "Marketlng Professional Publishing.
ln Travel &
Tourism". Oxford: Heinemann
Materi Diskusi PanelAhli, Perencanaan Tata Pamer Museum Bahari, Jakarta, Mei 2002
Vol.Vl, ftlo.3, Desember 2003
Pengembangan Produk Melalui
...
85