NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
There are no translations available. A. Ringkasan Eksekutif Sementara hukum draft di terorisme sedang dirumuskan, pelaksanaan hukum sudah diterapkan melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Peraturan Pemerintah Indonesia itu sebagai pengganti Hukum dari Republik Indonesia nomor 1/2002; sebagai contoh, membom di Atrium Plaza yang terikat oleh suatu sambungan MalaysiaIndonesia Mujahidin Group. Membom kasus dibawa untuk meramahi dengan pemanfaatan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Di dalam menerapkan UN Resolution No. 1373/2000, Indonesia adalah sekarang ini sedang dalam proses mengidentifikasi, menyelidiki dan membekukan perbankan memegang buku dan aset keuangan merasa atau menuduh untuk menggunakan karena teroris pendukung aktivitas yang internasional.
B. Pengenalan Pemerintah Indonesia menyalahkan tindakan teroris yang tidak mempunyai sifat kasih dan sangat produktif untuk masyarakat. Sebagai hasil kehancuran teroris berbuat sesuatu, yang tidak bersalah orang-orang telah dijadikan korban disebabkan oleh teroris yang kejam.
Itulah sebabnya, Indonesia adalah sangat terkait untuk memerangi teroris karena tindakan teroris itu sudah dengan pasti menyebabkan kematian dari korban-korban yang tidak bersalah, dan kursus, itu akan meninggalkan trauma untuk keluarga korban itu.
Dalam usaha nya untuk menyerang teroris, pada waktu tertentu ASEAN pasti mempunyai satu rangkaian pertemuan pembagian informasi. Suatu Momerandum of Understanding (MoU) dalam Programs Aksi Menanggulangi Teroris antar negara-negara ASEAN Member harus dipersiapkan, sebagai bagian dari melembagakan ASEAN usaha-usaha untuk menyerang teroris di tingkatan regional.
Indonesia sudah mendirikan kooperasi dengan Malaysia di dalam membebaskan pembagian informasi seperti di kasus dari Atrium Plaza di Jakarta dan Tawao. Indonesia, Malaysia dan Negara Pilipina segera bekerja lekat di dalam merumuskan suatu Trilateral Security/Border Cooperation Agreement di salib teroris perbatasan.
1 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
C. Diskusi - Sejarah / Background : Teroris bukan suatu peristiwa yang baru di Indonesia. Itu melanjutkan untuk bertindak sebagai suatu tantangan sebagaimana dengan mudah digunakan oleh yang lemah. Itu adalah secara relatif metoda pengungkitan murah tetapi dan siasat bahwa memungkinkan negara-negara, kelompok nasional, dan individu untuk mendapatkan profil-profil dan kemajuan mereka. Terorisme adalah sangat sedikit ancaman kepada hak azasi manusia yang individu dari yang tidak bersalah sering dengan mudah tidak memerlukan. Ini merupakan suatu ancaman kepada kepastian hukum, penguasaan, ekonomi, dan keamanan suatu bangsa.
1. Data Kasus-kasus terorisme Sulit untuk memberikan data yang akurat tentang perkembangan terorisme di Indonesia. Namun demikian, sebagai gambaran umum tentang kasus-kasus bom dan penggunaan bahan peledak yang terjadi selama empat tahun terakhir dapat digambarkan sebagai berikut:
1.1 Gerakan Separatis Aceh Gangguan Keamanan dan ketertiban di Propinsi Nangroe Aceh Darusalam, ada kaitannya dengan tindakan Gerakan separatisme Aceh terjadi sejak proklamasi Gerakan Aceh Merdeka atau Aceh Sumatera-Fron Pembebasan Nasional oleh Hasan Tiro tanggal 4 Desember 1976 di Bukit Cokan, daerah terpencil di Pidie, wilayah kekuasaan Tiro.
Semula, tujuan utama Hasan Tiro memproklamirkan Gerakan tersebut adalah untuk kepentingan ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan sumber alam Aceh. Kemudian, tujuan ini berkembang menjadi pembentukan kedaulatan negara Islam Aceh terpisah dari negara kesatuan RI.
a). Fakta- fakta : Dalam naskah proklamasi Gerakan Aceh Merdeka yang di tulis dalam bahasa Aceh dan bahasa Inggris, menunjukkan bahwa tujuan utamanya adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan hak pribadi mereka dalam menentukan nasib sendiri. 2. Melaksanakan tugas melindungi tanah suci sebagai hak nenek moyang bangsa Aceh. 3. Undang-undang yang ada di wilayah kesatuan RI tidak berlaku sebab negara Aceh telah memiliki konstitusi sendiri yakni Al Qur’an
2 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
Ada tiga daerah kesatuan operasi atau front gerakan Aceh Merdeka: 1. Front politik, dibawah kendali Hasan Tiro dari Swedia dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Penerbitan buku tentang: 1. “Status Hukum Aceh, Sumatera berdasarkan Hukum Internasional (1980)” 2. “Harga Sebuah Kemerdekaan, Catatan Teungku Hasan Ditiro yang Tidak Terselesaikan (1988)” 3. “Indonesia sebagai Model Negara Penjajah (1984)” 4. Mengambil manfaat dari forum seminar yang diselenggarakan di Luar Negeri 5. Menjalin kerjasama dengan pimpinan-pimpinan gerakan kemerdekaan dunia, yang tergabung dalam UNPO (Unpresented Nation and People’s Organization) dibawah pimpinan presiden Libya Moamer Khadafy. 6. Melatih anggota GAM di Libya, Afghanistan dan Pakistan 7. Front bersenjata, dibawah kendali komandan GAM dan komandan SAGOE dengan anggota yang diantaranya adalah mantan militer yang sudah dilatih di Libya, Afghanistan dan Pakistan yang memiliki beberapa tugas sebagai berikut : 1. Menyerang semua petugas keamanan yang ditugaskan di Aceh. 2. Menculik dan membunuh semua pejabat pemerintah yang tidak memiliki kebijaksanaan yang sama dengan GAM 3. Menculik dan membunuh orang-orang penting atau tokoh agama dan orang-orang penting lainnya, yang tidak mau membantu GAM. 4. Front tertutup, dibawah kendali bekas tahanan, bekas tawanan politik dan eks GAM yang beroperasi tidak hanya di wilayah Aceh tapi juga di luar Aceh dengan melakukan kejahatan (seperti terlibat dalam peredaran obat-obat terlarang dan perampokan) untuk membeli senjata, amunisi dan bahan peledak ilegal lainnya.
Sejak Mei 2001 hingga Juni 2002, peristiwa-peristiwa yang diciptakan oleh gerakan separatis tercatat 87 kasus seperti penembakan, penculikan, kerusuhan, dan penyerangan yang mengakibatkan kerugian besar, tidak hanya materi tetapi juga jiwa, sebagaimana diuraikan di bawah ini: 1. Korban dipihak militer: - Meninggal = 68 orang
3 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
2.
3.
4.
5.
- Luka-luka = 137 orang - Hilang = 7 orang Korban dari pihak Polri: - Meninggal = 41 orang - Luka-luka = 183 orang - Hilang = 2 orang Korban dipihak Masyarakat: - Meninggal dunia = 806 orang - Terluka = 293 orang - Hilang = 233 orang Korban dari gerakan Separatist: - Meninggal = 587 org - Luka-luka = 18 org - Ditahan = 173 org Kerugian materi - Rumah = 1012 buah - Mobil = 107 buah - Sepeda motor = 51 buah
Barang bukti kelompok separatist yang disita Polri sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Senpi = 22 pucuk Bom rakitan = 3 buah Amunisi = 963 butir Magasen = 3 buah Selongsong = 140 buah
b). Analisis: 1. Latar belakang dan motif yang medorong terbentuknya Gerakan Aceh Merdeka adalah disebabkan oleh faktor kondisi struktural yang sentralistis. 2. Akibat situasi yang tidak menguntungkan, Hasan Ditiro memanfaatkan kesempatan ini, untuk melakukan perang melawan Pemerintah, tidak hanya melalui hubungan pribadi, hubungan dalam keluarga, dan orang dari satu daerah, tetapi juga melalui hubungan Internasional seperti : UNHCR, ICRC, Amenesti Internasional, UNPO, dan LSM-LSM. 3. Gerakan perlawanan dan kesadaran anggota GAM terhadap Pemerintah Indonesia cenderung percaya bahwa apa yang mereka perjuangkan adalah perang suci dengan mematuhi dan menghormati tokoh-tokoh penting GAM dan mereka juga yakin bahwa mereka akan mendapatkan tenaga supra natural yang dapat melindungi para anggotanya. 4. Sejumlah tokoh GAM yang tinggal di luar negeri antara lain : di Swedia, AS, Inggris,
4 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
Malaysia dan Singapore tidak saja sebagai imigran, tetapi juga sebagai warga negara. Karena itu, untuk menangani permasalahan di Aceh memerlukan waktu yang lama dan jika kesejahteraan Masyarakat Aceh tidak terwujud maka Perdamaian di Aceh tidak dapat di capai. 5. Jika Gerakan Separatis Aceh atau gerakan Aceh Merdeka mendapatkan dukungan dari masyarakat internasional dan politisinya kemudian Aceh berpisah dari NKRI, maka hal ini akan mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan di wilayah Asia-Pasifik dengan indikasi sebagai berikut: 1. Lokasi geografis Aceh sangat strategis 2. Adanya hubungan yang erat antara GAM dengan Islam radikal di Patani Thailand dan Kelompok Militan di Malaysia 3. Persamaan ideology antara Al Qaeda, Jamaah Islamiah, GAM, dan UNPO.
- Bebas Aceh Movement (GAM) bukan suatu wakil;contoh cita-cita Aceh orang-orang tetapi itu adalah kepentingan dari Hasan Tiro yang mempunyai satu obsesi sebagai kepala dari State di Aceh. Ini merupakan suatu kenyataan bahwa Hasan Tiro baru saja menyumbangkan perjuangan nya untuk kemerdekaan Indonesia sedikit; beberapa jasa karena ia membelanjakan lebih banyak wilayah Indonesia waktu luar. - Permasalahan bebas Aceh Movement adalah masalah keamanan yang internal yang masih sedang dikerjakan untuk mencapai suatu solusi yang menyeluruh oleh pemerintah Indonesia, dengan demikian hal tersebut diperlukan suatu dukungan yang tinggi dari masyarakat yang internasional untuk menciptakan atmosfer memungkinkan untuk menstabilkan politik dan keamanan di Asia –daerah Pacific.
1.2. Konflik Ambon dan Poso Konflik antara kelompok Muslim dan Kristen di Ambon, Maluku pecah pada Januari 1999. Konflik kemudian menyebar ke wilayah yang lebih luas sehingga mengakibatkan wilayah tersebut terpecah-pecah dan menjadikan terbentuknya kantong-kantong Kristen dan Muslim. Sebenarnya konflik tersebut didahului oleh perselisihan perorangan antara 2 (dua) orang yang berbeda etnis dan agama. Lambat laun perselisihan itu berkembang menjadi konflik antar agama. Konflik berlanjut di wilayah-wilayah yang penduduknya masing-masing beragama Islam dan Kristen. Konflik tersebut menyebabkan ratusan warga terbunuh. Komplek perumahan, fasilitas umum hancur akibat pengrusakan. Masuknya anggota masyarakat Muslim seperti Laskar Jihad dari pulau lain khususnya Jawa tidak dapat dihindarkan yang datang untuk membantu Muslim lainnya. Keadaan darurat sipil kemudian diberlakukan sejak Juni 2000.
Gubernur Propinsi Maluku kemudian diangkat sebagai pemegang kewenangan paling tinggi yang bertanggung jawab atas pemulihan perdamaian dan ketertiban di wilayah tersebut. Walaupun resolusi perdamaian telah dicapai sejak Februari 2002, situasi keamanan umum
5 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
masih rawan.
Seperti halnya di Ambon, konflik serupa terjadi pula antara kelompok Kristen dan Muslim di Poso (Sulawesi Tengah) sejak Desember 1998. Penyebab konflik ini bermula dari penganiayaan yang dilakukan oleh REAKY STENLY LANGIGI terhadap SUPRIYANTO pada tanggal 23 Desember 1998. Insiden ini kemudian berkembang menjadi konflik yang berskala lebih besar yang melibatkan latar belakang etnis dan agama. Banyak penduduk meninggalkan rumahnya atau dievakusi dan menjadi pengungsi di daerah mereka sendiri. Pada bulan Desember 2001 resolusi akhir telah dicapai antara pihak yang bertikai difasilitasi oleh pemerintah pusat yang dikenal dengan perjanjian Malino, Sulawesi Selatan. Korban dan kerusakan yang disebabkan konflik ini dapat terlihat dibawah ini: - Akibat insiden Poso, Sulawesi Tengah yang terjadi tahun 1999: - Pertikaian/perkelahian = 48 kali - Pembakaran = 42 kali - Penembakan = 43 kali - Pengrusakan gedung dan rumah = 24 kali - Ledakan bom = 8 kali - Pada bulan Desember 2001: - Penangkapan = 414 orang - Penahanan tersangka = 34 orang - Tersangka yang diserahkan ke Polda = 34 orang - Korban dari militer: - Meninggal = 35 orang - Luka-luka = 122 orang - Hilang dalam tugas = 6 orang - Korban dari Polri : - Meninggal = 22 orang - Luka-luka = 82 orang - Hilang dalam tugas = 1 orang - Kerugian materi: - Gereja = 36 unit - Mesjid = 10 unit - Fasilitas umum = 146 unit - Rumah = 6,812 unit - Bank = 3 unit - Ruko = 44 unit - Sekolah = 4 unit - Kantor = 3 unit - Kendaraan = 36 unit - Sepeda motor = 56 unit. - Jumlah personil yang ditugaskan dari militer dan Polri sebanyak 4,592 orang. - Jumlah warga yang diungsikan di wilayah Poso sebanyak 11,062 kepala keluarga atau
6 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
36.593 orang.
Tahun 1999 pertikaian terjadi di Ambon yang menimbulkan kerugian besar: - Korban militer: - Meninggal = 20 orang - Luka-luka = 60 orang - Korban Polri: - Meninggal = 27 orang - Luka-luka = 54 orang - Korban anggota masyarakat: - Meninggal = 1,663 orang - Luka-luka = 2,999 orang - Hilang = 151 orang - Kerugian materi: - Gereja = 202 unit - Mesjid = 110 unit - Rumah dan gereja kecil (Chapple) = 181 unit - Kantor pemerintahan = 163 unit - Kantor swasta = 20 unit - Sekolah = 66 unit - Tempat tinggal = 10,337 rumah - Mobil = 249 unit - Sepeda motor = 400 unit - Fasilitas pantai = 6 unit - Barak militer = 2 unit - Rumah polisi = 3 unit - Fasilitas lain = 1,753 unit - Jumlah petugas dari militer dan Polri yang ditugaskan sebanyak 18,424 orang (Polri = 4890 orang, Militer = 13534 orang)
Kasus Pengeboman 1999 1. Mesjid Istiqlal Jakarta Terjadi tanggal 19 April 1999 di kantor mesjid. 6 (enam) orang tersangka telah ditahan (ZAMHURI LITIMAHU, SEMI SEDUBUN, JAPRA, SURYA SETAWAN, SANUSI, NURTI) tidak menimbulkan korban. Namun pesan dan motif pengeboman tersebut hanya untuk menciptakan instabilitas dan kesan bahwa peledakan bom di tempat ibadah salah satu agama dan mengarahkan teror tersebut adalah perbuatan dari pihak agama lain. 2. Bursa Efek Jakarta
7 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
Terjadi tanggal 13 September 2000 di bagian dasar Gedung Bursa Efek Jakarta 6 (enam) orang tersangka ditahan (ISMUHADI, IBRAHIM WAHAB, ISWADI, IBRAHIM HASAN, YADIN, IRWAN). Korban : 10 orang meninggal, luka berat dan ringan 46 orang, 179 kendaraan roda empat terbakar. Kasus ini erat kaitannya dengan Gerakan Aceh Merdeka. 3. Kedutaan Besar Philipina di Jakarta Terjadi tanggal 1 Agustus 2000, di depan Kedutaan Besar Philipina di Jakarta. Bom diletakkan di dalam sebuah mobil yang sedang diparkir di depan kedutaan. Korban: 2 (dua) orang, luka berat : 6 (enam) orang (termasuk Duta Besar Philipina untuk Indonesia), dan 15 (lima belas) orang luka ringan. Penyelidikan bersama telah dilakukan antara Polri dan Polisi Philipina. Dugaan keras ditujukan kepada Fatkhurrahman Al Ghozi sebagai pelaku yang juga sebagai pelaku pengeboman di Atrium Plaza Senen Jakarta. 4. Suatu peledakan serius telah terjadi di Gereja di beberapa Kota pada malam Natal tahun 2000; di Jakarta : 7 lokasi, di Jawa Barat : 4 lokasi, Jawa Timur : 3 lokasi,Riau : 5 lokasi. Pelaku peledakan disinyalir dari kelompok: HAMBALI, atau IMAM SAMUDRA ABAS alias DEDI SETIONO, MUSA alias ZULKIFLI ABDUL JABAR, AKIM, JABIR bersama dengan operator lainnya yang masih dalam pengejaran. Pelaku yang telah ditangkap adalah : ABAS alias DEDI SETIONO sebagai pelaku peledakan di Atrium Senen Jakarta Pusat. HAMBALI dan IMAM SAMUDRA alias ABU UMAR menjadi buronan Polri, PDRM dan Polisi Singapore. 5. Tindakan terroris juga terjadi di Lampung, Sumatra pada 5 oktober 2001 dimana perampokan bersenjata pada sebuah Pom Bensin dengan berhasil membawa lari 70 juta rupiah, pelaku mempergunakan 2 senpi laras panjang 1 rifle. 6. Sejak bulan Juli 2002 ada 5(lima) kasus ledakan bom di Maluku Utara. Tetapi hanya satu kasus yang terungkap, dan tersangkanya telah ditangkap. Pada tanggal 20 Juli 2002 di desa Mamuyah Kecamatan Galela, Maluku Utara telah terjadi sebuah ledakan di daerah perkebunan yang berasal dari bom rakitan. 2(dua) rumah mengalami kerusakan, tersangka ialah Wilson Bombiya yang telah ditahan oleh Kepolisian. 7. Pada tanggal 23 Juli 2002 ada sebanyak 7(tujuh) orang asing Warga Negara Arab Saudi ditolak masuk Maluku sebab mereka masuk ke Ambon tanpa dilengkapi dengan dokumen perijinan dari Gubernur Maluku. Selama suasana Darurat Sipil, setiap orang asing yang ingin berkunjung ke Ambon tidak diperkenankan tanpa dilengkapi dengan surat ijin dari pemerintah setempat. Kewaspadaan pemerintah setempat tersebut melakukan kebijaksanaan ini adalah untuk mencegah orang luar memicu konflik. 8. Pada tanggal 27 Juli 2002 telah terjadi ledakan bom di Ambon dan ada sebanyak 53 korban luka-luka. Kasus ini sedang dalam penyidikan oleh kepolisian, namun sampai sekarang belum ada yang ditangkap disebabkan bukti-bukti yang belum cukup.
2. Kasus-Kasus yang Berkaitan dengan Jaringan Teroris 1. Kasus HAMBALI alias NURJAMAN alias RIDWAN ISAMUDDIN. Status HAMBALI saat ini adalah buronan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polda Metro Jaya, Polda Jabar), Kepolisian Singapura, dan Kepolisian Malaysia. Ia dinyatakan bertanggung jawab atas sejumlah peledakan bom di beberapa tempat di Indonesia dan Malaysia. HAMBALI pernah diminta oleh Kepolisian Indonesia untuk di ekstradisi ke Indonesia,
8 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
namun pemerintah Malaysia tidak memberikan informasi tentang keberadaannya. HAMBALI adalah Wakil Komandan Jama’ah Islamiyah. Organisasi ini pernah dipimpin oleh ABDUL SUNGKAR yang sekarang telah wafat. Pemerintah Malaysia dan Indonesia saat ini sedang mencari keberadaan HAMBALI. Informasi terakhir mengatakan bahwa ia baru saja melarikan diri menuju Pakistan. 2. Kasus IMAM SAMUDRA alias ABU UMAR Statusnya saat ini adalah buronan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polda Metro Jaya, Polda Riau). Ia dinyatakan tersangka atas peledakan di Jakarta dan Propinsi Riau. Di Malaysia IMAM SAMUDRA lebih dikenal sebagai ABU UMAR. 3. Kasus ABU BAKAR BAASYIR alias ABDUS SAMAD Informasi yang kami terima dari Malaysia bahwa ABU BAKAR BAASYIR adalah pemimpin Jemaah Islamiah di Malaysia. Sebelum dia melarikan diri ke Malaysia tahun 1985, sebenarnya dia sudah dikenai hukuman berdasarkan Undang-undang Anti Subversi yang masih berlaku pada saat itu. Saat ini dia berada di Solo, Jawa Tengah, memimpin sebuah pesantren. Jika ada bukti yang diperoleh dari saksi, akan memungkinkan Polri untuk menyelidikinya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. 4. Kasus FATHUR RAHMAN alias AL GHOZI Pelaku terlibat dalam kasus rencana peledakan bom di Singapura dan Jakarta. Saat ini dia telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan Philipina. Pelaku adalah warga negara Indonesia, seorang Muslim, lahir di Jawa Timur (usia 29 tahun), pemegang 2 (dua) passport yaitu Philipina dan Indonesia. Pemeriksaan menyimpulkan bahwa ia tidak pernah bertemu dengan ABU BAKAR BAASYIR. AL GHOZI pernah pulang ke Indonesia untuk menikah dan membuat passport Indonesia. Saat ini tidak ada jalur komunikasi yang dapat ditelusuri diantara FATHUR RAHMAN dan orangtuanya di Indonesia. 5. Isu tentang Pembekuan Aset-Aset Teroris Indonesia telah menerima daftar nama-nama yayasan atau badan usaha dari pemerintah Amerika, yang diduga telah membantu pendanaan terorisme internasional. Presiden Republik Indonesia telah memerintahkan Polri dan Kejaksaan Agung untuk memeriksa apakah keberadaan yayasan atau badan usaha tersebut beroperasi di Indonesia. Namun hingga saat ini belum ditemukan dimanapun di wilayah Indonesia adanya yayasan atau organisasi tersebut. Sehingga belum ada aset maupun dana yang telah diblokir atau dibekukan.
3. Beberapa Masalah dalam Pemberantasan Teroris Banyak upaya yang telah dilakukan dalam memberantas terorisme, namun belum mencapai hasil yang maksimal. Hal ini disebabkan kurang memadainya jumlah petugas, peralatan dan dana. Indonesia menghadapi beberapa kendala berkaitan dengan kejahatan terrorisme yaitu sebagai berikut: 1. Hukum dan undang-undang tentang kejahatan terorisme belum ada sehingga proses pengungkapan dan penyidikan kejahatan ini menghadapi kendala, karena adanya keterbatasan kewenangan untuk bertindak cepat dalam melakukan penyidikan, disamping itu juga akan memperlambat pencegahan awal tindakan terorisme. 2. Pada masa transisi, dimana Polisi dipisahkan dari Militer, terjadi ketidakjelasan tentang
9 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
lembaga mana yang bertanggung jawab dalam memberantas terorisme di Indonesia. Di masa lalu Intelstrat ABRI (termasuk Polisi) sangat berperan dalam memerangi terorisme, sementara Intellijen Polri hanya mempunyai tanggung jawab yang sangat terbatas. Saat ini berdasarkan UU tentang Kepolisian RI yang baru, Polri memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum dan ketertiban, termasuk penanganan kejahatan terorisme. Meskipun demikian kapasitas Intelijen Polri masih sangat terbatas, karena kami masih dalam tahap pengembangan awal. 3. Belum ada badan atau unit khusus yang dibentuk untuk menangani pemberantasan terorisme di Indonesia. Pada saat ini telah dibentuk unit anti teroris di Mabes Polri dengan segala keterbatasan tenaga, serta kewenangan. Di tingkat propinsi masih dipakai cara konvensional dalam penyelidikan dan intelijen, sesuai dengan tugas yang berhubungan dengan kejahatan yang biasa terjadi. 4. Kurangnya data mengenai terorisme, baik pada tingkat nasional maupun institusi. Dengan terpisahnya Polri dari Militer menimbulkan beberapa ekses pada beberapa institusi yang memegang fungsi inteligen. Disamping datanya kurang juga belum efektifnya undang-undang Terrorisme di Indonesia.
4. Usaha untuk Memerangi Teroris Dalam kondisi Indonesia yang saat ini mengalami banyak kendala pada berbagai aspek terutama dalam bidang penegakan hukum, beberapa usaha memerangi masalah terorisme telah dilakukan dengan tindakan pencegahan terhadap ancaman teroris yang datang dari luar negeri. 1. Melakukan penyidikan secara intensif terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan tindakan terorisme (peledakan, pembunuhan, penculikan, dan lain-lain), khususnya mereka yang diduga terlibat dalam jaringan terorisme Internasional. Melakukan kerjasama antara para penyidik dengan intellijen dalam negeri serta meningkatkan koordinasi dengan negara-negara tetangga terkait. 2. Mempercepat proses penyusunan Undang-Undang Anti Terrorisme karena sampai saat ini prosesnya masih didiskusikan oleh Pemerintah. Diharapkan agar Rancangan Undang-Undang yang diajukan tersebut dapat: - Memprioritaskan penanganan kasus terrorisme oleh pengadilan. - Memberikan hukuman yang berat kepada para pelakunya dan juga terhadap para pembantunya. - Menghukum setiap orang yang menghalangi polisi dalam melakukan penyidikan.
Pengesahan rancangan undang-undang tersebut masih harus melalui tahap yang panjang, karena dibutuhkan persetujuan dari parlemen. Pengesahan Undang-undang terrorisme masih memerlukan waktu karena sebagai negara demokrasi masih memungkinkan pengesahan undang-undang tersebut ditolak oleh berbagai pihak yang berwewenang. Dalam rangka mengeliminir kegiatan para terroris, maka perlu:
10 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
1. Membentuk “Task Force Anti Terorisme” yang solid dengan menggabungkan elemen intelijen dari berbagai intansi yang terkait seperti : Badan Intelijen Nasional, Intel Polri, Intel Militer dan instansi lain seperti Kantor Kejaksaan. 2. Mengesahkan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB dalam rangka menanggulangi terorisme dengan serius dan menyeluruh, termasuk pembekuan asset-aset yang diduga berasal dari para pelaku yang membantu kegiatan terroris. 3. Pada saat sekarang ini Indonesia berperan aktif dalam Pertemuan AMMTC yang mana Indonesia diwakili oleh Kapolri dan dalam pertemuan tersebut dibahas masalah penegakan hukum di wilayah ASEAN. Misalnya tindak lanjut pertemuan AMMTC tahun 2002 di Malaysia, Indonesia telah dipilih sebagai Ketua “task force” mengenai terorisme internasional selama periode satu tahun. 4. Meningkatkan koordinasi dengan negara-negara lain untuk mengembangkan pengungkapan tindakan terroris bersama dengan negara-negara tetangga ASEAN seperti Philipina, Malaysia, dan Singapura melalui: - Pertukaran informasi dengan menggunakan tehnologi komunikasi. - Penugasan beberapa polisi untuk melakukan koordinasi dan pengembangan investigasi tentang kegiatan teroris yang terkait dengan jaringan pelaku di Indonesia.
- Pemberian bantuan tekhnis oleh Pemerintah Amerika Serikat dibidang pelatihan khusus penanganan terrorisme kepada anggota Polri. Pelatihan ini dilaksanakan di Indonesia dengan mendatangkan beberapa pelatih dari Amerika Serikat dan juga ada yang dilaksanakan di Amerika Serikat: 1. Pelatihan di Amerika Serikat: NO JENIS PELATIHAN TEMPAT
1
Hostage Negotiation Course New Mexico
2000
2
Vital Instalation ProtectionAlbuquerque
2001
3
Post Blast Investigation Course New Mexico
4
Explosive Diffusion Training State Police Academy, Lousiana April 2001
5
Critical Incident Management Statetraining Police Academy, Lousiana Januari 2002
2. Pelatihan di Indonesia (Instruktur dari USA’s datang ke Indonesia):
23 Orang
NO
11 / 12
NCB Interpol Indonesia - Upaya Memerangi Terorisme Thursday, 01 August 2002 20:39
1
Riot Control Unit TrainingJakarta
30 Orang
2
Senior Leadership Workshop Jakarta
15 Orang
3
Transition to Civilian Policing Jakarta for Supervisors dan Surabaya
25 Orang
4
Civil Disturbance Management Jakarta dan Surabaya
45 Orang
5
Post Blast Bomb Investigation Surabaya Course
25 Orang
6
Terorist Crime Scene Investigation Bogor Course
22 Orang
3. Khususnya dengan Australia, Indonesia saat ini telah membuat kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk MOU yang bertujuan sebagai sarana kerangka kerja untuk bekerjasama dalam hal pencegahan, penindakan, dan pemberantasan terorisme internasional melalui pertukaran informasi dan intelijen.
5. Kesimpulan 1. Proses pengadilan terhadap kasus-kasus tersebut diatas, Indonesia sangat serius menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan teroris, sebagaimana halnya yang banyak dihadapi oleh negara-negara berkembang. Pengungkapan kasus-kasus tidak hanya dilakukan pada tingkat nasional, tetapi juga membuka jaringannya di tingkat internasional. 2. Kasus tindak kejahatan kekerasan dengan menggunakan bom dan bahan peledak, serta senjata api yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh kelompok atau perorangan mempunyai latar belakang yang dapat dikategorikan sebagai berikut : GAM, Kelompok Islam Radikal atau gerakan-gerakan organisasi lain yang berupa perorangan atau kelompok, yang belum dapat diketahui. 3. Peningkatan upaya-upaya koordinasi antara aparat hukum lintas negara sangat diperlukan untuk mempermudah penyelidikan dan membawa para tersangka ke pengadilan. 4. Membantu pemerintah Indonesia dalam pembuatan rancangan perundang-undangan berkaitan dengan teroris, merupakan pertimbangan lainnya.
12 / 12