Case Report Session
FRAKTUR SHAFT FEMUR
OLEH : Rizka Amelia 1010311015
PRESEPTOR: dr. Delsi Hidayat, Sp.OT
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RS ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI 2014
PRESENTASI KASUS Identitas Pasien Nama
: Tn. R
Umur
: 17 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat
: Biaro
Agama
: Islam
Anamnesis : Seorang pasien laki-laki umur 17 tahun datang ke IGD RS Achmad Mochtar Bukittinggi tanggal 1 November 2014 pukul 17.00 WIB dengan : Primary Survey A : clear B : spontan, RR = 23x/menit C : nadi kuat angkat, TD = 110/70 mmHg D : GCS 15 Secondary Survey Keluhan utama : Nyeri dan bengkak pada paha kanan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas ±1 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : - Nyeri dan bengkak pada paha kiri setelah mengalami kecelakaan lalu lintas ±1 jam SMRS - Awalnya pasien mengendarai sepeda motor, lalu ditabrak oleh motor lain dari arah sebelah kanan dengan kecepatan yang tinggi - Pasien sadar setelah kejadian - Trauma di tempat lain tidak ada Pemeriksaan Fisik : Keadaan Umum : tampak sakit sedang Kesadaran : CMC, GCS 15 Nadi : 87 x/menit Status Generalis :
Suhu : Afebris Pernafasan : 23 x/menit Keadaan gizi : baik
Kepala Leher Abdomen Thoraks
: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, bibir tidak sianosis : tidak terdapat pembesaran kelenjer getah bening : tidak ditemukan kelainan : tidak ditemukan kelainan
Status Lokalis : Regio Femur Dextra Look : deformitas (+), vulnus laceratum (-) Feel : NT (+), NVD baik Move : ROM terbatas Diagnosis Kerja : Fraktur femur dextra tertutup Pemeriksaan Penunjang : a. Rontgen femur dextra dan rontgen pelvis
b. Laboratorium : Darah
-
Hb Leukosit Trombosit
: 11,0 g/dL : 9.180 : 160.000
Diagnosis : Fraktur femur dextra 1/3 medial tertutup Terapi Terapi Inisial : Pasang infuse RL 20 tetes/menit Pasang kateter Ranitidin Ceftriaxone Terapi definitif : ORIF Skin traksi Transfusi darah Prognosis Quo ad vitam Quo ad sanationam Quo ad functionam
: bonam : bonam : bonam RESUME
Seorang pasien laki-laki umur 17 tahun datang ke IGD RS Achmad Mochtar Bukittinggi tanggal 1 November 2014 pukul 17.00 WIB dengan keluhan utama nyeri dan bengkak pada paha kanan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas ±1 jam SMRS. Awalnya pasien mengendarai sepeda motor, lalu ditabrak oleh motor lain dari arah sebelah kanan dengan kecepatan yang tinggi. Pasien sadar setelah kejadian . Trauma di tempat lain tidak ada. Pemeriksaan Fisik Status Lokalis : Regio Femur Dextra Look : deformitas (+), vulnus laceratum (-) Feel : NT (+), NVD baik Move : ROM terbatas Diagnosis Kerja : Fraktur femur dextra tertutup Pemeriksaan Penunjang : c. Rontgen femur dextra dan rontgen pelvis
d.
Laboratorium :
Darah -
Hb Leukosit Trombosit
: 11,0 g/dL : 9.180 : 160.000
Diagnosis : Fraktur femur dextra 1/3 medial tertutup Terapi Terapi Inisial : Pasang infuse RL 20 tetes/menit Pasang kateter Ranitidin Ceftriaxone Terapi definitif : ORIF Skin traksi Transfusi darah Foto Klinis :
FRAKTUR SHAFT FEMUR A. Pendahuluan Femur merupakan tulang terpanjang pada badan, dimana fraktur dapat terjadi mulai dari bagian proksimal sampai ke bagian distal tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, bisa mengenai pembuluh darah, otot, dan persarafan. Fraktur femur sering ditemukan dan masih menjadi tantangan bagi para ahli ortopedi. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (ringan), seperti akibat terpeleset. Akan tetapi pada orang muda, patah tulang pinggul intrakapular biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali disertai oleh cedera pada daerah yang lainnya serta meningkatkan kemungkinan terjadinya avaskuler nekrosis dan nonunion. Walaupun penatalaksanaannya di bidang ortopedi dan geriatri telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10-20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini masih tetap tinggi. Reduksi anatomis dini, kompresi fraktur dan fiksasi internal yang kaku digunakan untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan fraktur, akan tetapi jika suplai darah ke kaput femur tidak dikontrol dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.1 B. Anatomi Regio Femur Tulang femur adalah tulang terpanjang yang ada di tubuh kita. Tulang ini memiliki karakteristik yaitu :
1. Artikulasi kaput femoralis dengan acetabulum pada tulang panggul. Kaput ini terpisah dengan collum femoris dan bentuknya bulat, halus, dan ditutupi dengan tulang rawan sendi. Konfigurasi ini memungkinkan area pergerakan yang bebas. Bagian caput mengarahkan ke arah medial, ke atas, dan ke depan asetabulum. Fovea adalah lekukan di tengah caput, dimana ligamentum teres menempel. Collum femur membentuk sudut 125° dengan corpus femur. Pengurangan dan pelebaran sudut yang patologis masing-masing disebut deformitas coxa vara dan coxa valga. 2. Corpus femur menentukan panjang tulang. Pada bagian ujung atasnya terdapat trochater major dan pada bagian posteromedialnya terdapat trochanter minor. Bagian anteriornya yang kasar yaitu line trochanteric mambatasi pertemuan antara corpus dan collum. Linea aspera adalah tonjolan yang berjalan secara longitudinal sepanjang permukaan posterior femur, yang terbagi pada bagian bawah menjadi garis-garis suprakondilar. Garis suprakondilar medial berakhir pada adductor tubercle. 3. Ujung bawah femur terdiri dari condilus femoral medial dan lateral, epicondilus femur medial. Bagian tersebut menunjang persendian dengan tibia pada sendi lutut. Lateral epicondilus lebih menonjol dari medial epicondilus, hal ini bertujuan untuk mencegah pergeseran lateral dari patella. Kondilus-kondilus itu dipisahkan dari bagian posteriornya dengan sebuah intercondilar notch yang dalam. Femur
bawah pada bagian anteriornya halus untuk berartikulasi dengan bagian posterior patella.4
C. Etiologi Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal memiliki struktur yang dapat menahan kompres dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma yang disebabkan oleh kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma yang dapat menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. 1. Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. 2. Trauma tidak langsung Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. D. Patofisiologi Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.1 Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur, yaitu faktor ekstrinsik (berupa kecepatan, durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma), dan faktor intrinsik (berupa kapasitas tulang mengabsopsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, densitas tulang, dan keadaan patologis tulang). Fraktur batang femur pada usia muda sering terjadi karena beberapa jenis trauma dengan energi tinggi. Penyebab paling sering pada fraktur batang femur adalah kecelakaan motor. Pejalan kaki yang ditabrak dengan mobil, jatuh dari ketinggian dan luka tembak juga dapat menyebabkan fraktur batang femur. Sementara kasus trauma ringan, seperti jatuh dari keadaan berdiri juga bisa menyebabkan fraktur batang femur pada orang tua yang tulangnya lemah. E. Klasifikasi Fraktur dapat dibagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu : 1. Klasifikasi berdasarkan etiologi Fraktur traumatik, fraktur yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba Fraktur patologis, fraktur yang terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang, misalnya akibat adanya tumor tulang primer atau sekunder, myeloma mumtipel, kista tulang, osteomielitis -
dan lain-lain. Fraktur stress, fraktur yang terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat.2,3
2. Klasifikasi berdasarkan klinis Fraktur tertutup (simple frakture), adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai -
hubungan dengan dunia luar Fraktur terbuka (compound fracture), adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
-
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture), adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.2
3. Klasifikasi radiologis a. Berdasarkan lokalisasi Diafisial Metafisial Intra-artikuler Fraktur dengan dislokasi2 b. Berdasarkan konfigurasi Fraktur transversal Fraktur oblik Fraktur spiral Fraktur Z Fraktur segmental Fraktur komunitif, fraktur lebih dari 2 segmen Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya -
-
-
fraktur epikondilus humeri, fraktur patella Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak Fraktur impaksi Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah pada fraktur vertebra, patella, talus, dan kalkaneus Fraktur epifisis.2
c. Menurut ekstensi Fraktur total Fraktur tidak total (fraktur crack) Fraktur buckle atau torus
-
Fraktur garis rambut Fraktur greenstick.2
d. Menurut hubungan antara satu fragmen dengan fragmen lainnya Fraktur tidak bergeser (undisplaces) Fraktur bergeser Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara, yaitu : bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, dan impaksi.2 Fraktur bisa juga dinamakan sesuai dengan nama tulang yang dikenainya, misalnya : fraktur femur, fraktur humerus, fraktur radius-ulna, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, fraktur femur juga bisa diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomis yang dikenai, yaitu : 1. Fraktur proksimal femur, terdiri dari : fraktur intrakapsular (termasuk femoral head dan leher femur), dan fraktur ekstrakapsular (termasuk fraktur trokanter, yaitu intertrokanter dan subtrokanter) 2. Fraktur leher femur Fraktur ini sering terjadi pada usia tua akibat berkurangnya kepadatan tulang. Fraktur leher femur ini dibagi atas intracapsular (akibat rusaknya suplai darah ke head femur) dan extracapsular (suplai darah intak). Fraktur ini juga sering ditemukan pada pasien yang sering mengkonsumsi berbagai macam obat, seperti : kortikosteroid, thyroxine, phenitoin, dan furosemide. Kebanyakan fraktur ini terjadi hanya akibat fraktur kecil. 3. Fraktur pada poros/ batang femur Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahannya cukup luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Biasanya pasien tidak bisa berdiri bukan hanya karena nyerinya tapi juga karena ketidakstabilan frakturnya. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh denga penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih. Tipe-tipe fraktur batang femur adalah Fraktur transversal, patahan tulangnya berbentuk garis lurus horizontal Fraktur oblik, garis yang terbentuk pada patahannya membentuk sudut Fraktur spiral, garis frakturnya melingkari batang femur. Trauma pelitir bisa menyebabkan terjadinya fraktur jenis ini. Fraktur komunitif, tulang terbagi menjadi 3 atau lebih patahan. Fraktur terbuka 4. Fraktur distal femur -
Fraktur distal femur terdiri dari fraktur suprakondilar, condilar, dan intercondilar. F. Gambaran Klinis Fraktur batang femur biasanya menyebabkan rasa nyeri yang berat. Pada tungkai yang mengalami fraktur akan terlihat deformitas, lebih pendek dari tungkai lainnya dan tidak lurus. G. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis fraktur femur dapat dilakukan : 1. Anamnesis mengenai mekanisme traumanya, kondisi kesehatan yang telah ada sebelumnya, seperti : hipertensi, diabetes, asma, atau alergi, dan tentang obat yang sedang dan pernah dikonsumsi. 2. Pemeriksaaan fisik Pemeriksaan generalis, lihat ada atau tidaknya : Syok, anemia atau perdarahan Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang -
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.2 Pemeriksaan Lokal a. Look Deformitas pada femur (terpuntir/ rotasi, bengkok, bengkak, atau pendek) Adanya luka Memar Tulang yang menonjol di bawah kulit b. Feel Melihat keadaan kulit dan otot sekitar fragmen yang fraktur Ada tidaknya nyeri tekan setempat Pulsasi c. Pergerakan (movement) Krepitasi Gerakan abnormal d. Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan saraf sensoris dan motoris Menilai gradasi kelainan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis
atau neurotmesis 3. Pemeriksaaan penunjang a. X-Ray Pemeriksaan ini paling banyak dilakukan untuk mengevaluasi fraktur yang terjadi. Pemeriksaan ini bisa memperlihatkan apakah tulangnya intak atau patah. Pemeriksaan ini juga bisa memperlihatkan jenis dan lokasi fraktur. b. CT scan
Pemeriksaan ini dilakukan apabila dokter masih membutuhkan informasi yang lebih lanjut. CT scan bisa memberikan informasi yang lebih bernilai mengenai beratnya fraktur. Pada kasus fraktur dengan garis yang sangat tipis sehingga sulit dilihat pada pemeriksaan x-ray, maka pemeriksaan CT scan dapat dilakukan untuk melihat garis fraktur tersebut dengan lebih jelas. c. MRI MRI dapat digunakan untuk melihat tulang, sendi, dan jaringan lunak untuk menilai adanya cedera tendon, ligament, otot, tulang rawan, dan tulang.13,15 H. Penatalaksanaan Modalitas terapi pada fraktur shaft femur ini adalah sebagai berikut: 1. Terapi nonsurgikal Umumnya fraktur batang femur diterapi dengan tindakan bedah. Tapi pada anak-anak, kadang hanya diterapi dengan menggunakan gips. 2. Terapi surgical Jika kulit di sekitar fraktur tidak robek, maka pembedahan dilakukan setelah keadaan pasien stabil. Sementara pada fraktur terbuka, luka harus segera dibersihkan dan langsung dilakukan tindakan bedah untuk mencegah infeksi. Sambil menunggu keadaan pasien stabil setelah melakukan tatalaksana emergensi, pasang bidai atau lakukan skeletal traksi untuk menjaga agar tungkai tetap lurus dan untuk mengurangi nyeri. a. Fiksasi eksterna Pada fiksasi eksterna, pin atau screw diletakkan di dalam tulang di atas dan di bawah sisi fraktur. Pin dan screw ditempelkan pada sebuah tangkai di luar kulit. Alat ini berfungsi untuk menstabikan tulang pada posisi yang tepat sehingga bisa sembuh. Fiksasi eksternal biasanya merupakan terapi sementara pada fraktur femur. Karena mudah diaplikasikan, fiksasi eksternal ini sering dilakukan pada pasien yang mempunyai trauma multipel dan belum bisa dilakukan tindakan pembedahan untuk mengatasi frakturnya. Alat ini bisa digunakan untuk menstabilkan fraktur sementara hingga pasien cukup sehat untuk dilakukan operasi final.
b. Intramedullary nailing Metode yang paling banyak digunakan pada kasus fraktur batang femur adalah metode intramedullary nailing. Pada prosedur ini, sebuah batang metal dimasukkan ke dalam kanal sumsum tulang pada femur. Batang metal tersebut melewati segmen yang mengalami fraktur untuk menjaga tulang pada posisi yang seharusnya. Alat ini bisa dimasukkan ke kanal melalui insisi kecil pada panggul (antegrade) atau lutut (retrograde). Screw di pasang ke tulang pada kedua ujungnya. Ini bertujuan untuk menjaga batang metal tadi dan tulang pada posisi yang tepat selama proses penyembuhan. Intramedullary nail biasanya terbuat dari titanium, dengan panjang dan diameter yang bervariasi.
c. Plate and screw Pada pemasangan plate dan screw ini, fragmen tulang terlebih dahulu direposisi (direduksi) agar kesejajarannya normal kembali. Plate dan screw ini ditempelkan pada permukaan luar tulang. Pemasangan plate dan screw sering digunakan ketika pemasangan intramedullary nail tidak mungkin dilakukan, seperti pada fraktur yang meluas ke sendi panggul atau sendi lutut.
I. Penyembuhan Pada umumnya fraktur batang femur mengalami penyembuhan lengkap selama 4-6 bulan. Beberapa kasus juga bisa mengalami penyembuhan yang lebih lama lagi, misalnya pada fraktur yang terbuka atau patah pada beberapa tempat. 1. Weightbearing Pemeriksaan paling penting yang bisa dilakukan pada saat follow up adalah pemeriksaan gerakan tungkai. Tungkai yang sakit dilatih untuk bergerak secara berangsur-angsur. Ketika sudah bisa berjalan, pasien bisa memakai tongkat ketiak atau walker untuk menopang. 2. Terapi fisik Karena pada kasus fraktur femur ini sering kekuatan ototnya berkurang pada daerah injuri, maka latihan selama proses penyembuhan diperlukan. Terapi fisik akan membantu mengembalikan kekuatan otot, pergerakan sendi dan kelenturan otot menjadi normal kembali. Therapist akan mengajarkan latihan khusus selama masih di rumah sakit. Therapist akan mengajarkan cara menggunakan tongkat ketiak atau walker. J. Komplikasi Fraktur batang femur bisa menyebabkan trauma lebih lanjut dan beberapa komplikasi seperti : -
Ujung tulang yang patah sering tajam dan bisa merobek pembuluh darah atau pembuluh saraf di sekitarnya.
-
Sindrom kompartemen akut bisa terjadi. Keadaan ini bisa menyebabkan nyeri, terjadi ketika tekanan oleh otot meningkat sampai pada level yang membahayakan. Tekanan ini dapat menurunkan aliran darah, yang mengurangi asupan nutrisi dan oksigenasi ke sel-sel otot. Apabila tekanan ini tidak berkurang dengan cepat, maka akan menimbulkan cacat yang permanen. Ini merupakan kasus bedah emergensi. Operasi dilakukan dengan membuat insisi pada kulit dan otot yang menutupinya untuk mengurangi tekanan.
-
Fraktur terbuka, dimana tulang pasien terekspos ke luar. Meskipun telah dilakukan debridement untuk membersihkan tulang dan ototnya, tetapi tulang
masih bisa mengalami infeksi. Infeksi pada tulang sulit diterapi dan sering membutuhkan operasi yang multipel dan penggunaan antibiotik jangka panjang. Komplikasi pembedahan juga bisa terjadi, seperti : kehilangan darah atau masalah yang berkaitan dengan anestesi. Komplikasi bedah dapat berupa infeksi, trauma saraf dan pembuluh darah, pembekuan darah, emboli lemak (sumsum tulang masuk ke dalam aliran pembuluh darah dan bisa menuju paru, ini bisa juga terjadi akibat frakturnya sendiri tanpa operasi), alignment tidak segaris atau posisinya tidak terkoreksi secara benar, penyembuhan yang terlambat atau tidak menyatu (ketika fraktur sembuh lebih lama dari pada waktu yang seharusnya atau tidak sembuh sama sekali), dan terlihat adanya iritasi pada kulit dekat alat fiksator (seperti terlihatnya iritasi pada kulit di ujung nail dan screw). K. Prognosis Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.2
DAFTAR PUSTAKA 1.
Harry J. Griffiths, M.D. Basic Bone Radiology, Associate Proffesor of
Radiology and Orthopedics. The University of Rochester Medical Center Roschester, New York. 1997, pp. 23-29 2.
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif
Watampone, Jakarta, 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364 3.
Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
penyakit volume 2. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. Hal 1365 4.
Faiz O, Moffat D. Anatomy at Glance, Cardiff University, 2002. Page 93
5.
Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran, 2000. Hal. 276,278 6.
Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua, Iwan Ekayuka
(editor), FK UI, Jakarta, 2006. Hal 31 7.
Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani, Mukesh G, Chen John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostik Imaging. Edisi keempat. Mosby Elsevier. US. 2007. Page 408-410 8.
Keany JE, Femur Fraktur. [online]. 2013. [Cited August 10]. Available
from http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall 9.
A.O Foundation. Open Complete Articular Multifragmentary Distal
Femoral
Fracture.
[online].
2013.
[August
16].
Available
from
http://www2.aofoundation.org 10.
The America Academy of Orthopaedic Surgeons. Thighone (Femur)
Fracture.
[online].
2008.
[Cited
August
12].
Available
from
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00364 11.
Aukerman DF. Femur injuries and Fracture. [online]. 2008[Cited August
10]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview