LAPORAN KASUS FRAKTUR FEMUR
Disusun Oleh : Diky Sukma Wibawa H2A008014 Pembimbing: dr. Rudiansyah Harahap, Sp.OT
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012
2
BAB I PENDAHULUAN Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis yang bersifat total maupun parsial. Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya. Secara klinis, dibagi menjadi fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar atau kulit di lokasi fraktur masih intak. Pembagian fraktur terbuka berdasarkan Gustillo dan Anderson dibagi menjadi derajat I, II, IIIA, IIIB, dan IIIC. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan kekuatan tulang lebih besar dari tenaga tulang. Penyebab tersering dari fraktur adalah kecelakaan lalu lintas (70/%), jatuh (11%), kena tembakan (8%), dan lainlain. TetaglPenanganan fraktur terdiri atas penanganan preoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif. Preoperatif berupa pertolongan pertama (bantuan hidup dasar) yang dikenal dengan singkatan ABC. ABC pada trauma meliputi A untuk airway atau jalan napas yaitu pembebasan jalan napas; B untuk breathing atau pernapasan yaitu dengan
pemberian
O2, memperhatikan
adakah
tanda-tanda
hemothoraks,
pneumothoraks, flail chest; C untuk circulation atau sirkulasi/fungsi jantung untuk mencegah atau menangani syok; D untuk disability yaitu mengevaluasi status neurologik secara cepat; dan E untuk exposure/environment yaitu melakukan pemeriksaan secara teliti, pakaian penderita harus dilepas, selain itu perlu dihidari terjadinya hipotermi. Selanjutnya prinsip dalam penanganan pertama pada patah tulang adalah jangan membuat keadaan lebih jelek (do no harm) dengan menghindari gerakangerakan/gesekan-gesekan pada bagian yang patah. Tindakan ini dapat dilakukan pembidaian/ pasang spalk dengan menggunakan kayu atau benda yang dapat menahan agar kedua fraksi yang patah tidak saling bergesekan. Khusus pada patah tulang terbuka, harus dicegah agar luka tidak terinfeksi yang seharusnya dilakukan
3
dalam 6-8 jam pertama yang dikenal sebagai golden period disertai pemberian antibiotik spektrum luas dan antitetanus.
4
BAB II KASUS IDENTITAS PASIEN Nama
: Nn. Anisa
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 14 tahun
Alamat
: Brayo Barat Rt 2 Rw 3 Kertosari Kendal
Pekerjaan
: Pelajar
Biaya pengobatan
: JAMKESMAS
No. CM
: 395151
Masuk Tanggal
: 15 september 2012
Survei Primer A :
Adekuat
B :
24 x /menit
C :
80x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
D :
GCS 15
E :
Didapatkan deformitas pada tungkai kanan atas
Survei Sekunder Riwayat Penyakit Sekarang Sekitar 8 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri pada tungkai kanan dan tidak dapat digerakkan. Pada pukul 18.00 WIB penderita sedang mengendarai sepeda motor, tiba-tiba sebuah motor dari arah depan menabrak motor penderita dan mengenai kaki kanannya. Saat kejadian penderita menggunakan helm dan tidak mengkonsumsi alkohol. Riwayat pingsan (-), sakit kepala (-), muntah (+). Penderita langsung dibawa ke RS Panti Wiloso Citarum dan kemudian atas permintaan sendiri pasien pindah ke RS Tugurejo. Pada saat di bawa ke RS Tugurejo, pasien sudah dipasang spalk.
5
Riwayat Penyakit Dahulu •
Riwayat trauma sebelumnya disangkal
•
Riwayat operasi sebelumnya disangkal
•
Riwayat kelainan darah disangkal
•
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
•
Riwayat penyakit kencing manis disangkal
•
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat patah tulang dengan atau tanpa trauma Riwayat Pribadi Riwayat merokok disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi Pasien adalah pelajar. Biaya pengobatan ditanggung oleh jamkesmas. Kesan : sosial ekonomi cukup PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
: Pasien tampak lemah
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: T: 110/70 mmHg N: 80 x/menit RR: 24x/menit Suhu : 36,8oC (Axilla)
Status Generalis : 6
Kepala
: Mesocepal
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+)
Hidung
: Septum deviasi (-), sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-), konka hipertrofi (-/-)
Mulut
: Sianosis (-), lidah kotor (-), gigi karies (-),
Tenggorok
: Faring hiperemis (-) tonsil T1-T1
Telinga
: Normotia, deformitas (-), serumen (-/-), sekret (-/-)
Leher
: Pembesaran KGB (-), struma (-), deviasi trakhea (-)
Thorax Pulmo Depan Ins Pal Per Aus Belakang Ins Pal Per Aus
Dextra
Sinistra
Simetris statis dinamis Stem fremitus ka = ki Sonor seluruh lapang paru SD Vesikuler, Ronki Wheezing (-)
Simetris statis dinamis Stem fremitus ka = ki Sonor seluruh lapang paru (-), SD Vesikuler, Ronki Wheezing (-)
Simetris statis dinamis Stem fremitus ka = ki Sonor seluruh lapang paru SD Vesikuler, Ronki Wheezing (-)
Simetris statis dinamis Stem fremitus ka = ki Sonor seluruh lapang paru (-), SD Vesikuler, Ronki Wheezing (-)
(-),
(-),
Cor : Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba ICS V 1-2 cm media linea midclavicula sinistra
Perkusi
: Batas atas : ICS II linea parasternal kiri Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis kanan Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal kiri Batas kiri bawah : ICS V 1-2 cm media linea midclavicula sinistra Konfigurasi jantung : normal
Auskultasi
: BJ I-II normal, gallop (-) murmur (-)
7
Abdomen : Inspeksi
: Perut katak (-), defans muscular (-)
Auskultasi
: Peristaltik (+) normal, metalic sound (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi: Pekak sisi (-), pekak alih (-), tympani (+) Ekstrimitas Oedema
superior -/-
inferior -/-
Sianosis
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Clubbing finger
-/-
-/-
Gerak
+/+
Sulit dinilai/+
Kekuatan
5/5
Sulit dinilai/5
Tonus
N/N
N/N
Refleks fisiologis
+/+
+/+
Refleks patologis
-/-
-/-
Status Lokalis Regio Cruris Dextra •
Look : Pemendekan (+), bengkak (+), deformitas (+) angulasi ke lateral, Kulit utuh (tidak terdapat luka robek)
•
Feel : Terdapat nyeri tekan (+), pulsasi distal (+), sensibilitas (+)
•
Movement : Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+), ROM sulit dinilai
Pengukuran : LLD (Leg Length Discrepancy)
Panjang Antomis
Cruris dextra 68 cm
Cruris sinistra 75 cm
Panjang Klinis
71 cm
77 cm
Bryant’s triangle
T-B : 7 cm
T-B : 7 cm
s 12
s 9
12
8
9
b Trochanter letak tinggi
7
t
b
-
7
t
-
DIAGNOSIS SEMENTARA Fraktur tertutup femur dekstra 1/3 tengah PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium tanggal 16 september 2012 Darah rutin Lekosit
Hasil 17.94
Satuan 10^3/ ul
Nilai normal 4.5 – 13
Eritrosit
4.09
10^6/ uL
3.8 – 5.2
Hb
9.80
g/ dL
12.8 – 16.8
Ht
29.70
%
35 – 47
MCV
72.60
fL
80 – 100
MCH
24.00
Pg
26 – 34
MCHC
33.00
g/dL
32 – 36
Trombosit
361
10^3/ ul
154 – 442
RDW
13.60
%
11.5 – 14.5
Eosinofil Absolute
0.00
10^3/ ul
0.045 – 0.44
Basofil Absolute
0.00
10^3/ ul
0 – 0.2
Netrofil Absolute
16.48
10^3/ ul
1.8 - 8
Limfosit Absolute
0.61
10^3/ ul
0.9 – 5.2
Monosit Absolute
0.85
10^3/ ul
0.16 – 1
Eosinofil
0.00
%
2–4
Basofil
0.00
%
0–1
Neutrofil
91.90
%
50 – 70
Limfosit
3.40
%
25 – 50
Monosit
4.70
%
1–6
Diff count
9
KIMIA KLINIK (Serum) Ureum
23.0
mg/dL
10.0 – 50.0
Creatinin
0.47
mg/dL
0 – 1.0
Kalium
3.4
mmol/L
3.1 – 5.1
Natrium
139
mmol/L
135 – 145
Pemeriksaan Rontgen Regio Femur Dextra AP Lateral (Tanggal 16 september 2012)
Kesan : Fraktur femur dekstra 1/3 tengah DIAGNOSIS KERJA Fraktur tertutup femur dekstra 1/3 tengah PENATALAKSANAAN Dx : Foto Rontgen femur dextra AP Lateral Tx : Asam mefenamat 3x250mg bila perlu Bila perlu Amoxicillin 3x250mg Mx : Keadaan umum, pulsasi distal 10
Ex : Menjelaskan kepada keluarga penderita bahwa penderita mengalami patah tulang paha. Konsul dokter bedah orthopedic untuk penanganan lebih lanjut. Menjelaskan pada keluarga penderita bahwa diperlukan tindakan operasi untuk penanganan lebih lanjut. PROGNOSIS Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
11
BAB III PEMBAHASAN Pada pasien ini didapatkan data Nn. Anisa usia 14 tahun mengalami nyeri di bagian paha kanan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat itu penderita sedang mengendarai sepeda motor, tiba-tiba sebuah motor dari arah depan menabrak motor penderita dan mengenai kaki kanannya. Dari anamnesis didapatkan pasien sempat pingsan (-), sakit kepala (-), muntah (+) namun penderita langsung dibawa ke RS Panti Wiloso Citarum untuk mendapatkan penanganan. Pasien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan dan tidak dapat digerakkan. Hal ini dikarenakan daerah tersebut terdapat kerusakan jaringan karena terjadi diskontinuitas pada tulang sehingga menimbulkan nyeri. Dari pemeriksaan fisik pada regio femur dekstra didapatkan pemendekan (+), bengkak (+), deformitas (+) angulasi ke lateral, nyeri tekan (+), pulsasi distal (+), sensibilitas (+), nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+). Dari pemeriksaan ini sudah dapat disimpulkan adanya fraktur. Namun untuk memastikan frakturnya maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen. Dari pemeriksaan foto rontgen didapatkan fraktur komplit pada femur dekstra 1/3 tengah dengan aligment dan aposisi buruk. Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya
12
diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih. Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konservatif dengan traksi skelet, baik pada tuberositas tibia maupun suprakondiler. Cara ini biasanya berhasil mempertautkan fraktur femur. Yang penting ialah latihan otot dan gerakan sendi, terutama m. quadriceps otot tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki. Akan tetapi, cara traksi skelet memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga untuk mempercepat mobilisasi dan memperpendek masa istirahat di tempat tidur, dapat dianjurkan untuk melakukan reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh. Fiksasi interna biasanya berupa pin Kuntscher intramedular. Untuk fraktur yang tidak stabil, misalnya fraktur batang femur yang kominutif atau fraktur batang femur bagian distal, pin intramedular ini dapat dikombinasi dengan pelat untuk neutralisasi rotasi. Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi buck, tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
13
DAFTAR PUSTAKA 1. Sjamsuhidayat, R dan Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3.
EGC: Jakarta 2. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue; 2000. h.343-536. 3. Patel M. Open tibia fractures [online]. 2006 Mar 30 [cited 2012 Sep 12];
Available from:URL:http://www.emedicine.com/ortho/TOPIC392.HTM
14