Geologi Daerah Penelitian 3.2.3 Satuan Batulempung B Satuan ini menempati 10% luas daerah penelitian, terletak berada dibagian selatan daerah penelitian dan penyebarannya memanjang baratlaut – tenggara Pada peta geologi satuan ini diwarnai hijau muda (Lampiran III). Singkapan terbaik satuan ini dapat dijumpai di sungai Cilutung, sungai Ciwaru dan sungai Cidarma, (Foto 3.12 dan 3.13). Berdasarkan rekonstruksi penampang satuan ini memiliki ketebalan sebesar + 400 m.
Foto 3.12 Lokasi Singkapan batulempung B (DRM 3)
Foto 3.13 Lokasi Singkapan batulempung B terdapat sisipan tipis Batupsir (CLT 68)
Ciri litologi satuan ini adalah dominannya batulempung dan terdapat sisipan batupasir dengan tebal ( 5- 10 cm), karbonatan yang diperlihatkan oleh adanya reaksi 31
Geologi Daerah Penelitian ketika ditetesi larutan HCl. Batu lempung berwarna abu-abu, karbonatan, getas, mengandung fosil foraminifera plankton. Batupasir sebagai sisipan berwarna abu-abu terang, tufaan, ukuran butir pasir halus – pasir sedang, bentuk butir membundar tanggung, pemilahan sedang, kemas tertutup, dan bersifat karbonatan. Dari analisa sayatan tipis batupasir pada satuan ini diklasifikasikan sebagai Lithic Wacke ( Lampiran B). Pada bagian bawah satuan ini dijumpai batulempung yang tebal dan sisipan batu pasir. Pada batupasir terdapat struktur sedimen berupa laminasi bersusun dan laminasi sejajar dan urutan vertikal menebal keatas (Foto 3.14). Pada bagian atas satuan ini didominasi oleh batulempung yang massif .
Foto 3.14 Singkapan Batulempung B yang memperlihatkan suksesi menebal keatas (CWR15)
Berdasarkan analisis fosil foraminifera plankton dijumpai kehadiran fosil : Globigerinoides extermus, Globorotalia merotumida dan Globigerina Nephentes ( Lampiran A) dari kehadiran fosil tersebut maka disimpulkan bahwa satuan ini memiliki kisaran Umur N.15 – N.16 atau Miosen Tengah – Miosen Atas Berdasarkan analisis fosil foraminifera bentos dijumpai kehadiran Cibicides sp, Nodosaria Sp, Gyroidina neosoldani, Bullimina alazanensis, Eggerela bradyi, Lenticulina peregrina (Lampiran A) menunjukkan satuan ini diendapkan pada lingkungan bathyal atas. Mekanisme lingkungan pengendapan berdasarkan ciri litologi dan struktur sedimen yang terekam dalam satuan batulempung B didapat ciri litologi berupa batulempung dengan sisipan batupasir, kehadiran lempung yang 32
Geologi Daerah Penelitian dominan menunjukkan bahwa energi pengendapan menurun dengan sistem suspensi kemudian dijumpai stukrtur sedimen berupa Tab sekuen Bouma (1962) menunjukkan endapan tersebut diendapakan dengan mekanisme aliran gravitasi atau turbidit ( Walker ,19878). Dari ciri litologi diatas yang dibandingkan dengan urutan vertikal stratigrafi hipotesis progradasi kipas bawah laut (Gambar III-3) satuan ini diendapkan pada kipas laut dalam bagian tengah
Gambar 3.15 Kontak antara Satuan Batulempung B dengan Satuan Breksi (garis kuning) (CLT 70)
Satuan batu lempung B diendapkan selaras dan bergradasi diatas satuan batupasir-batulempung, dimana bagian bawahnya di cirikan dengan semakin tebalnya batu lempung dan pada bagian atas di batasi selaras dan kontak yang tegas dengan satuan breksi (Foto 3.15). Berdasarkan ciri litologi, analisis fosil dan posisi stratigrafi, satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Cinambo (Djuhaeni dan Martodjojo ,1989). 3.2.4 Satuan Breksi Penyebaran satuan berada di bagian selatan daerah penelitian, dengan luas mencapai 15% daerah penelitian dan ditandai dengan warna coklat tua pada peta 33
Geologi Daerah Penelitian geologi (Lampiran III). Singkapan terbaik satuan ini dijumpai di sungai Cilutung, sungai Cidarma, sungai Cibareubeu, sungai Cisambeng. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi ketebalan satuan ini > 500 m. Ciri litologi satuan ini mudah dipisahkan dengan satuan yang lainnya yang berada didaerah penelitian. Satuan ini dicirikan oleh perselingan breksi dan batupasir. terkadang dijumpai sisipan batulempung. Bagian bawah satuan ini di dominasi oleh
Foto 3.16 Singkapan Breksi (CLT 71)
Foto 3.17 Singkapan perselingan Breksi - batupasir (CLT 75)
34
Geologi Daerah Penelitian perselingan breksi dan batupasir kerikilan kemudian pada bagian tengah berangsur menjadi breksi yang dominan (Foto 3.16 dan 3.17). Ketebalan breksi berkisar antara 1 – 2 m. Breksi memiliki fragmen berukuran kerikil hinggga bongkah, berwarna abu gelap - hitam, fragmen polimik, ukuran kerakal sampai bongkah berupa batuan beku basalt, andesit, batupasir, batulempung, dan batugamping. Matriks berukuran pasir sedang-kasar, berupa batupasir karbonatan dan tuffaan, pemilahan buruk, kemas terbuka, menyudut tanggung,
A
B
C
Foto 3.18 Struktur sedimen pada batupasir Gradded Bedding ( C, CLT 72), Paralel laminasi ( B dan C,CLT 74)
Berdasarkan analisis fosil yang dijumpai fosil penunjuk berupa Globorotalia accostaensis, Globorotalia menardii, Globigerina nephentes (Lampiran A) dapat disimpulkan satuan ini memiliki kisaran umur N 16 – N 18 atau setara dengan Miosen atas . Berdasarkan dari kemunculan foraminifera bentos berupa Cibicides Sp,Bullimina alazanensis, Gyroidina soldani, Uvigerina peregrine, Nodosaria Sp, Eponides umbonatus satuan ini diendapkan pada zona bathyal atas pada kedalaman 200 – 500 m (Lampiran A). Kehadiran breksi dengan struktur laminasi bersusun dapat di interpretasikan sebagai fasies konglomerat, struktur laminasi berupa laminasi sejajar dan laminasi bersusun pada batupasir menunjukkan pengaruh arus turbidit dalam mekanisme pengendapannya (Foto 3.18). Kenampakan satuan ini semakin menipis dan menghalus keatas . dari asosiasi fasiesnya berdasarkan model progradasi kipas laut dalam (Gambar III-3) dapat diinterpretasikan sebagai Upper fan Channel fill Batas satuan breksi dengan satuan dibawahnya yaitu satuan batulempung B ialah selaras dengan kontak yang tegas dimana terdapat kontak antara batulempung 35
Geologi Daerah Penelitian yang dominan dan breksi, sedangkan pada bagian atasnya tidak selaras dengan satuan konglomerat – batupasir. Berdasarkan cirri litologi dan posisi stratigrafinya maka satuan ini disetarakan sebagai Formasi Cantayan (Djuhaeni dan Martodjojo ,1989). 3.2.5 Satuan Konglomerat – Batupasir Penyebaran satuan ini berada di bagian utara daerah penelitian, dengan luas area mencapai 20 % daerah penelitian. Pada peta geologi ditandai dengan warna coklat muda (Lampiran III). Singkapan terbaik satuan ini dijumpai di Sungai Cilutung, sungai Bojongmelang, dan sungai Karadjan. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi ketebalan satuan ini > 200 m.
Foto 3.19 Lokasi Singkapan konglomerat (CLT 11)
Ciri litologi satuan ini adalah pada bagian bagian bawah satuan ini didominasi oleh dengan konglomerat kemudian diikuti oleh perselingan batupasir tufaan dengan lanau. (Foto 3.19 dan 3.20). Satuan ini terdiri dari litologi konglomerat dan batupasir tufaan, konglomerat, abu-abu kecoklatan, ukuran fragmen pasir kasar sampai kerakal, fragmen terdiri dari
36
Geologi Daerah Penelitian batuan beku andesit dan bassalt, membundar tanggung- membundar, kemas terbuka, pemilahan sedang, berlapis dengan ketebalan lebih dari 30 cm – 1 m. Batupasir, abuabu terang, ukuran butir sedang, kemas tertutup, pemilahan baik, tufaan, tidak karbonatan, kompak, terdapat struktur sedimen laminasi sejajar dan silang siur, ketebalan 25 cm – 1m. Dari analisis petrografi batupasir pada lokasi CLT 10, batupasir pada satuan ini diklasifikasikan kedalam Lithic Wacke (Lampiran B)
Foto 3.20 Lokasi Singkapan Konglomerat (CLT 11)
Perselingan konglomerat dengan batupsir tufaan disertai dengan adanya struktur sedimen silang siur, laminasi sejajar dan perlapisan bersusun (Foto 3.22) mencirikan tipe endapan dari lingkungan fluviatil (Martodjojo, 1984) yaitu tipe endapan sungai teranyam, akibat dari gradien aliran, influks sedimen dan air yang tinggi.
Foto 3.21 Singkapan batupasir konglomeraan (CLT 4)
37
Geologi Daerah Penelitian
Foto 3.22 Struktur sedimen Berupa laminasi sejajar dan silang siur (CLT4)
Dari pengamatan laboratorium, pada satuan ini tidak ditemukan adanya fosil.sehingga untuk menentukan umur satuan ini di gunakan literatur. Dari Formasi Citalang yang tersingkap di daerah Cirebon, ditemukan beberapa fosil vertebrata berupa Merycopotamus nanus LYDEKKER, yang termasuk kedalam pada Fauna Cijulang dengan umur Pliosen Akhir – Pleistosen Awal (van Bemmelen, 1949 Op.cit Martodjojo, 1984). Hubungan stratigrafi satuan ini tidak selaras dengan satuan dibawahnya yaitu satuan breksi dan tidak selaras pula dengan satuan diatasnya yaitu satuan endapan aluvial. Berdasarkan ciri litologi dan posisi stratigrafi, Satuan Konglomerat – Batupasir ini dapat disetarakan dengan Formasi Citalang (Djuhaeni dan Martodjojo,1989). 3.2.6 Satuan Andesit Satuan ini hanya mencakup 2% luas daerah penelitian dan ditandai dengan warna merah pada peta geologi (Lampiran III). Satuan ini merupakan intrusi gunung api yang membentuk suatu volcanic-neck yang menerobos seluruh satuan, Berdasarkan hukum potong - memotong satuan ini di perkirakan memiliki umur Plistosen dikarenakan satuan ini menrobos satuan yang paling muda yaitu satuan konglomerat – batupasir. Singkapan satuan ini dijumpai di desa Kadu dan desa Pancurendang Tonggoh (Foto 3.24). 38
Geologi Daerah Penelitian
Foto 3.23Intrusi Gunung karang (KR 1)
Secara megaskopis litologi intrusi berupa andesit berwarna abu-abu terang, bertekstur halus, dengan piroksen sebagai fenokris, masif, kompak. Dari analisis petrografi,
secara
mikroskopis
andesit
bertekstur
porfiritik,
holokristalin,
hipidiomorfik granular, berukuran 0.1 – 1.2 mm tersusun oleh fenokris (70%) yaitu plagioklas, piroksen, kuarsa dan mineral opak yang tertanam dalam masadasar (30%) mikrolit-mikrolit plagioklas (Lampiran B).
3.2.7 Satuan Endapan Aluvial Penyebaran satuan ini meliputi 1% dari daerah penelitian, tersebar pada kelokan-kelokan dan badan sungai besar yaitu Sungai Cilutung bagian utara. Pada peta geologi satuan ini ditandai dengan warna abu-abu (Lampiran III). Satuan ini merupakan hasil rombakan dari satuan batuan yang lebih tua. Dari pengamatan lapangan, ketebalan satuan ini diperkirakan mencapai >3 m.
39
Geologi Daerah Penelitian
Foto 3.24 Endapan aluvial daerah Sidamukti
Satuan ini tersusun oleh endapan material lepas-lepas yang berukuran lempung sampai bongkah. Pada material yang berukuran kerakal sampai bongkah terdiri dari batupasir, kuarsa, basalt, dan andesit, dengan bentuk butir membulat sampai membulat tanggung (Foto 3.25). Satuan ini memiliki hubungan yang tidak selaras dengan satuan yang ada dibawahnya, karena pengendapan satuan ini masih terus berlangsung sampai saat ini, sehingga umur satuan ini adalah Resen.
40
Geologi Daerah Penelitian 3.3 Struktur Untuk mempermudah pengamatan struktur dilapangan, penulis melakukan interpretasi peta topografi dan citra satelit .Dasar interpretasi tersebut adalah untuk mengetahui gambaran umum struktur dilapangan berupa kelurusan bukit dan lembah serta pola aliran sungai. Pengamatan dan pengambilan data struktur dilakukan dengan metode geologi secara deskriptif dan kuantitatif. Untuk mempermudah pembahasan digunakan nama nama didasarkan nama geografi setempat , seperti nama desa,nama sungai dan nama bukit , tempat diamtinya struktur geologi dengan baik. Berdasarkan interpretasi peta topografi dan citra satelit diperoleh Pola umum kelurusan daerah penelirtian berarah: baratlaut-tenggara dan relatif utara-selatan ( (Gambar III-4)
Gambar III - 4 Diagram Rosset kelurusan daerah penelitian
Kedua pola kelurusan utama tersebut diperkirakan berhubungan langsung dengan pola struktur geologi pada daerah penelitian.Berdasarkan pengamatan dilapangan
pola kelurusan NW-SE merupakan pola dominan yang berkembang,
diperkirakan pola ini
menunjukkan kelurusan dari sistem sesar anjakan dan
perlipatan. Struktur perlipatan yang dijumpai berupa antiklin dan sinklin atas dasar pengukuran kedudukan lapisan batuan. Sedangkan pola berarah relatif utara - selatan
41
Geologi Daerah Penelitian diinterpretasikan menunjukkan pola kelurusan dari sesar geser serta tear fault dan sesar Normal di daerah penelitian. 3.3.1 Struktur Geologi Daerah Penelitian
Gambar III - 5 Peta struktur daerah penelitian
Struktur geologi yang dijumpai dilapangan berupa sesar-sesar naik, lipatan, dan sesar geser, serta terdapat sesar normal yang arahnya mengikuti punggungan gunung Mangkubumi yang berarah relatif utara-selatan. indikasi dan kenampakan struktur geologi dilapangan dengan adanya rekahan yang intensif berupa kekar gerus (Shear Fracture), kekar tarik (gash fracture), breksiasi, zona hancuran dan sesarsesar minor dan posisi stratigrafi yang tidak lazim dimana terjadi perulangan stratigrafi dan terdapat posisi stratigrafi dimana satuan yang lebih tua berada di atas satuan yang lebih muda. Sesar-sesar anjak yang di jumpai di daerah penelitian terdiri dari sesar anjak Cijaweu, sesar anjak Cikawoan, sesar anjak Karamas, sesar anjak tersebut memiliki 42
Geologi Daerah Penelitian arah umum baratlaut - tenggara, dengan arah kemiringan sesar kearah baratdaya (Gambar III-5) Sesar mendatar diantaranya yaitu sesar mendatar Cidarma, sesar mendatar Cimanintin, sesar mendatar Kadumalik, sesar mendatar Kadu, sesar mendatar Cipaingeun. Sesar mendatar tersebut dapat digolongkan kedalam “tear fault” yaitu sesar mendatar yang memotong tegak lurus barisan sesar anjak yang ada di daerah penelitian. Tear fault didefinisikan sebagai suatu sesar strike-slip berskala kecil yang berasosiasi dengan struktur lainya yaitu lipatan, sesar anjak ataupun sesar normal (Twiss dan Moore, 1992). Struktur penyerta yang dijumpai yaitu adalah struktur lipatan yang memiliki sumbu searah dengan arah jurus sesar anjak yaitu baratlaut-tenggara. Struktur lipatan tersebut yaitu antiklin Cisuluheun dan antiklin Buniasih. Berdasarkan arah sumbu lipatan tersebut dapat diambil kesimpulan awal bahwa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian memiliki arah timurlaut - baratdaya. Struktur lainnya berupa sesar normal Mangkubumi sesar ini merupakan interpretasi dikarenakan adanya bidang gelincir yang berada di bagian timurlaut daerah penelitian yang mengikuti kelurusan punggungan gunung Mangkubumi. Sesar terbentuk akibat adanya aktivitas vulkanisme yang menyebabkan terbentuknya cekungan lokal yang kemudian di isi oleh satuan konglomerat - batupasir Secara lebih detail dan terperinci, analisis mengenai struktur geologi akan dibahas pada bab analisis struktur geologi.
43