Forget Me Not If I could have one wish granted, I’d like to always stay, close to your heart.
Untuk Stefan William & Natasha Wilona
Novel terinspirasi Stefan William & Natasha Wilona Judul : Forget Me Not Tebal : 186 Halaman Harga : 58.000 (Belum ongkos kirim) Penulis : Hime Hell
Sinopsis : Seorang idola dengan jutaan fans, kekasih yang cantik, kehidupan dan karir yang cemerlang, semuanya terasa sempurna bagi Stefan sampai ia tak sengaja menabrak seorang gadis, menyebabkannya hilang ingatan, lantas memberinya nama juga kehidupan baru sebagai Natasha. Dari sebuah pertemuan sederhana, menggerakkan rodaroda takdir, menyambung ikatan, merangkai puzzle kehidupan, mengungkap teka-teki, juga menghubungkan jalan yang terpisah. Pertemuan yang menyebabkan Butterfly Effect, bukan hanya kehidupan Stefan yang berubah, tapi Natasha jua. kedekatan dan kebersamaan membuat ikatan keduanya semakin erat. Ketika akhirnya tiba masa, ingatan Natasha kembali, masa lalunya yang hilang ia temukan, akankah ia tetap berada disisi Stefan? Sebuah persimpangan jalan yang ditumbuhi Spider Lily dan Forget Me Not, jalan manakah yang akan diambil oleh Stefan.
2
Format pemesanan : * Nama lengkap * Alamat lengkap : nama jalan/ No.rumah/ RT/RW / Kelurahan/Kecamatan / Kota/Provinsi/ kodepos *No. Tlp/HP *Judul buku/Jumlah buku yg dipesan
>> Pendaftaran dikirim ke : (*Pilih salah satu) -LINE : himeterny - BBM : 59f7332e - Email :
[email protected]
3
Forget Me Not If I could have one wish granted, I’d like to always stay, close to your heart.
4
Forget Me Not ------------------------------------------------------------Hime Hell ------------------------------------------------------------Copyright © 2014, Hime Hell Hak Cipta dilindungi Undang-undang All rights reserved ------------------------------------------------------------Cetakan Pertama, Februari 2016 ------------------------------------------------------------Ilustrasi Sampul dan Pewajah Isi: Tim Produksi Novel SaSe Sumber Gambar: google image, tumblr (keyword : Forget me not) ------------------------------------------------------------Email :
[email protected] Twitter : @NovelSaSe Blog: Stefanatasha.wordpress.com Instagram : Novelstefanatasha Facebook: fecbook.com/Novelstefanatasha ------------------------------------------------------------Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com ILP Center Lt.3-10 Jln Raya Pasar Minggu, No.39A Pancoran Jakarta Selatan 12780
5
Daftar Isi ♥ Hydrangea – 7 ♥ Amaryllis – 27 ♥ Spider Lily – 49 ♥ Daisy – 71 ♥ Carnation – 90 ♥ Rose – 107 ♥ Sun Flower – 120 ♥ Lily – 136 ♥ Anemone – 149 ♥ Forget Me Not – 169 ♥ Dari Penulis – 183 ♥ Tentang Penulis – 185
6
Apa yang lebih mengejutkan dari sambaran petir? Balas dendam Hal apa yang hanya sekilas? Memiliki hal yang tidak seharusnya kau miliki Siapa yang paling akrab didunia ini? Orang yang memahami dirinya sendiri Apa rahasia abadi itu? Cinta
Dimanakah cinta itu? Tidak dimanapun Perasaan cinta itu seperti monster, jika telah merasukimu, kau tidak bisa mengendalikannya.
7
1 Hydrangea No matter the darkness, I’ve been searching, for that one and only, light.
8
Sore itu di Penang International Airport, Malaysia. “Okaasan, matte yo1.” Seorang gadis muda berambut panjang sepunggung meronta pada seorang wanita yang menyeretnya. Koperkoper yang ditarik bergoyang-goyang. Keributan kecil dari ibu dan anak itu menarik perhatian beberapa orang. “Ini demi kebaikanmu.” Ucap wanita yang tidak bisa dibilang muda lagi. Kerut-kerut halus diwajahnya menunjukkan usianya berkisar 45 tahunan. “Okaasan, aku nggak mau ninggalin Chris. Onegai2.” “Mo, yamete3! Kamu ngapain sih masih mikirin cowok itu? Mama nggak suka ya. Sekarang kita pulang ke Jepang.” “Ma, Mama kenapa sih? Aku cinta sama dia. Aku nggak mau pergi.” Ucap gadis itu duduk disalah satu kursi tunggu bandar udara Internasional Penang. Percakapan dengan nada tinggi itu terus berlanjut, tak peduli pada hilir mudik calon penumpang nampak terlihat sibuk dengan urusan masing-masing bagai koloni semut. “Kita baru tiba di Indonesia kemarin dan tiba-tiba kita mau balik ke Jepang? Ma, aku bahkan belum ketemu Chris. Ayolah Ma ada apa?” tak habis pikir dirinya melihat tingkah ibunya yang tiba-tiba, masih ia ingat tadi malam tiba-tiba ibunya memutuskan kembali ke Jepang. Setelah kehabisan tiket terakhir menuju Tokyo, Ibunya lantas memilih transit di Malaysia. Begitu ingin ibunya cepat-cepat kembali ke Jepang sungguh membuatnya bingung.
1 2 3
Ibu, tolong tunggu Aku mohon Ah, Berhentilah
9
“Kamu sayang sama Mama ‘kan? Kalo kamu sayang Mama, kamu nurut dong. Mama nggak suka kamu masih mikirin dia. Mulai sekarang kamu lupakan dia.” “Okaasan!!!” ia berteriak seolah tak percaya pada apa yang barus aja didengar dari ibunya sendiri. “Aku mau ketoilet. Kamu jaga koper. Jangan coba-coba kabur, dompet, dan passportmu ada ditanganku.” Wanita itu galak. “Doshite4?” Gadis itu meruntuk kesal saat mamanya beranjak menuju toilet bandara. Ia benar-benar tak paham apa maksud dan tujuan ibunya. Ibunya seperti puzzle rumit yang begitu sulit untuk ditebak. Hydrangea, ia mendeskripsikan ibunya dengan bunga Hydrangea. Tiba-tiba saja ia berfikir demikian kala matanya menangkap sebuah poster bunga yang berbentuk bintang dan menggerombol berbentuk bulat berwarna campuran putih, ungu dan biru muda dari sebuah majalan yang ada didekatnya. Hydrangea dalam bahasa bunga berarti hati yang dingin dan kesombongan. Cantik dan tegas, menggambarkan jelas tentang ibunya namun ibunya selalu menjunjung tinggi harga dirinya, selalu bersikap dingin, bersikeras dan mendominasi hidupnya. Ia sedikit banyak mengerti alasannya, tentu saja kasih ibu akan terus mengalir tanpa batas pada anaknya namun ia tak mengerti dengan cara ibunya yang begitu mengekangnya. Ia bebas, tapi tetaplah merasa bagaikan burung dalam sangkar. Gadis itu menghela nafas, menatap lalu lintas dari beberapa pesawat yang mendarat dan lepas landas menyisakan bunyi yang
4
Kenapa?
10
memekakkan telinga. Lalu didenganya suara yang begitu heboh, pandangan gadis itu teralihkan pada segerombolan remaja putri yang berteriak histeris. Mereka menyoraki seorang pemuda yang dikelilingi bodyguard berbadan tegap dengan baju berwarna hitam dilengkapi kacamata hitam. Seperti sebuah pagar kokoh tak tertembus mereka berusaha melindungi pemuda berkaca mata hitam dengan rambut blonde yang berjalan cuek dari pintu kedatangan. Peluh nampak membasahi
wajah
putihnya
seolah
udara
Malaysia
semakin
menguapkan panasnya. “Stefan!!! Stefan!!! Stefan!!!” Nama itu begitu dielu-elukan oleh para penggemar. Seorang pemuda dengan bakat bernyanyi yang luar biasa. Posternya di angkat tinggi-tinggi oleh seorang gadis yang berteriak histeris tak mampu menahan kekagumannya pada sosok idola. Beberapa bahkan menangis saking terharunya bisa berjumpa langsung. Mungkin bagi sebagian orang remaja-remaja itu memang sedikit berlebihan. Rasa kagum juga rasa suka telah membuat mereka seperti mabuk kepayang. Spanduk
bertuliskan
nama
Stefan
juga
terpampang
disepanjang pintu kedatangan. Keributan sempat terjadi saat seorang fans berusaha menembus blokade bodyguard sang bodyguard nampak mendorong sang gadis hingga jatuh namun tak disangka Stefan berjalan mendekat dan membatu gadis tadi untuk bangun. Fans itu hanya bisa melongo dengan mata berkaca-kaca saat beradu pandang dengan idolanya.
11
Gadis itu menatap Stefan dengan wajah tak tertarik, dare ga ano hito, idol5? Ia bahkan bukan orang Malaysia, ia tak kenal artisartisnya. Tapi ia sadar Stefan bukan dari Malaysia, spanduk yang berbunyi selamat datang di negeri kami, tidak mungkin untuk artis yang memang berasal dari negara ini. Lelah melihat kehebohan itu, Ia lantas mengalihkan pandangannya, ia menghela nafas berat. Ia merogoh saku dan mendapati sebuah liontin berbentuk bunga matahari yang didalamnya terdapat foto sepasang kekasih yang saling berangkulan. “Aku
harus
bertemu
denganmu
Chris.
Aku
ingin
menemuimu. Aku ingin sekali, aku tidak tahu kapan lagi bisa datang ke Indonesia dan aku...” Gadis itu terisak sedih. Sekian lama meninggalkan Indonesia dan pergi ke Jepang dan kini ia tak bisa membayangkan harus pergi lagi tanpa bertemu Chris. Ia termenung sejenak. Memikirkan apa yang harus ia lakukan. Apapun yang terjadi ia harus bertemu Chris, dalam pikirannya hanyalah pertemuan itu. Gadis itu bangkit dan menarik kopernya. Ia berjalan cepat. Ia harus melepaskan dirinya sendiri. “Kau mau kemana?” Teriak ibunya yang baru saja keluar dari toilet. Gadis itu tersentak lantas berlari keluar bandara. “Help me! Aku dikejar wanita aneh.” katanya pada seorang satpam. Gomen Okaasan6. Lalu ia kembali berlari. Sepatu bot hitam selututnya menapaki lantai bandara dengan keras. Ia menarik kopernya menuju bagian luar bandara. Ia sempat menoleh menyaksikan mamanya yang berdebat dengan petugas bandara, ini adalah kesempatan emas baginya.
5 6
Siapa orang itu? Artis? Maaf ibu
12
Ia berlari lebih cepat, nafasnya naik turun, kakinya lelah, tapi ia terus berlari. Ia melihat sekelompok remaja fans idola tadi yang berkerumun di area parkir. Ini kesempatannya untuk membaur dengan puluhan gadis itu. Ia berlari kedalam kerumunan dan BRUKKKK!!!! Suara keras diiringi decitan ban dari sebuah mobil hitam. Orang-orang segera berlari panik. Stefan dan manajernya Gino segera melompat turun dan membawa tubuh lemah itu kedalam mobil sebelum para wartawan berkumpul. Stefan panik melihat darah terus mengucur merembes membasahi celana jeans sang gadis. Kejadiannnya sangat cepat, gadis itu tiba-tiba berlari didepan mobil, kehilangan keseimbangan dan tertabrak dengan begitu keras. “Cepat kerumah sakit!!!” Teriaknya kesal. Mobil itu meluncur cepat meninggalkan bandara. Meninggalkan deru dingin yang berselimut sibuknya kota Penang senja itu. ***
Rumah sakit Adventist terlihat sepi pagi itu. Burung-burung gereja terbang disepanjang taman rumah sakit. Mereka seperti bersua menyambut terik mentari hangat pagi. Seorang pemuda duduk disalah satu sofa rumah sakit saat seorang dokter memeriksa pasien didepannya. “koma selama satu minggu dan saat sadar justru amnesia. Oh come on! Sembuhkan dia dok.” Ucap Gino manajer Stefan, pemuda itu meremas rambutnya sendiri saking gemasnya. Sementara Stefan, pemuda itu sibuk mengutak atik ponselnya seolah tak peduli perdebatan yang ada dihadapannya. Ia terus cuek sambil sesekali melirik gadis berambut cokelat yang duduk sambil menatap ruangan dengan bingung.
13
“Aku sudah boleh pergi tidak? Bau rumah sakit membuatku mual.” Gadis yang duduk diatas ranjang menoleh. Wajahnya pucat, perban membalut kepalanya. Dilihatnya pemuda berambut pirang kecoklatan yang baru saja angkat suara. Wajahnya tampan, kulitnya putih bersih, tatapan matanya tajam, ada aura dingin yang terpancar kala mata keduanya bertemu. Hydrangea, entah mengapa dan dari mana asalnya, gadis itu tiba-tiba teringat bunga Hydrangea saat menatap pemuda berpakaian necis itu untuk pertama kalinya. Kali ini ia hanya terdiam, tenggorokannya terasa masam juga sakit, ia tidak bisa berbicara dengan lancar dalam keadaannya. Ia hanya menatap dua pemuda yang tengah berdebat secara bergantian. “Stefan, bukan saatnya menjadi egois begitu. Kita harus bagaimana? Dia tidak ingat nama, alamat, harus bagaimana? Meninggalkannya disini sendiri?” “kau pikir bagaimana lagi? Berikan saja dia setumpuk uang dan urusan beres.” Ucap Stefan tegas. Gino menggeleng kesal pada Stefan. Kau ini picik sekali, memangnya segala sesuatu bisa diselesaikan hanya dengan uang apa? Gino mendekati gadis itu. Wajahnya pucat, matanya yang bening juga raut wajahnya membuat Gino yakin, usianya tak beda jauh dengan Stefan. “Siapa namamu?” Tanyanya. Gadis itu menggeleng bingung. Ia bahkan belum bersuara sedikitpun sejak membuka matanya. “Hah Stefan, gadis ini bisa membuatku gila. Kau pikir aku tidak pusing? Insiden ini harus disembunyikan dari publik. Karirmu
14
bisa rusak kalau kau ketahuan menabrak seseorang sampai hilang ingatan.” “Kau’kan manajerku, kenapa tidak selesaikan dengan baikbaik sih.” “kau itu selalu saja mengampangkan segala hal. Tidak semua hal itu bisa diselesaikan dengan cara mudah.” “Dokter bilang ‘kan amnesianya mungkin tidak permanen.” “Mungkin, itu mungkin.” “Dasar cerewet.” Gadis itu menatap kedua pemuda berusia sebaya itu bergantian, ia tidak terlalu mengerti keadaan ini. Kepalanya masih pening, kaki dan lengannya terasa ngilu. Ia mendengar kembali percakapan keduanya. Ia bingung dan takut. Ia tak ingat apapun. Tapi ia marasa sedikit takut, ia tidak ingin ditinggalkan. “Aku mohon jangan lakukan ini padaku. Aku bingung. Aku mohon jangan tinggalkan aku sendirian.” Pintanya lemah. “Hah, kau dengar itu Stefan? Kau dengar katanya? Kita harus bagaimana?” “Ayo pergi. Sebentar lagi aku harus menyanyi. Hei kamu, Sebaiknya besok pagi kamu sudah harus ingat lagi.” Ucap Stefan galak. Ia menatap kembali kedua pemuda sebaya yang keluar dari pintu rumah sakit sebelum menghilang. Ia menatap sekeliling ruangan dengan tatapan aneh. Ia termenung lama sekali berusaha menggali tambang ingatannya yang lenyap tak bersisa. Ia merasakan pening dan kembali membaringkan tubuh menatap langit-langit rumah sakit. Sekitar dua jam kemudian, seorang suster masuk dan memeriksa keadaannya. Ia tersenyum lalu menyalakan tombol power pada remote televisi dan meninggalkan gadis tanpa nama itu. Suster itu
15
sedikit ingin menghibur pasiennya yang sejak bangun selalu menampakkan wajah murung. Gadis itu menatap bingung sambil sesekali memencet remote televisi. Sesaat televisi menampilkan suasana panggung yang ramai sekali. Seperti ribuan lampu yang menyeruak berebut tampil. Cahaya menari-nari diatas menyinari panggung megah itu. Terlihat ribuan penonton histeris dihadapannya. Begitu sang penyanyi muncul diatas panggung, histeria melipat ganda. Alunan musik mulai terdengar mengiringi suara sang penyanyi muda yang enerjik meliuk diatas panggung yang seolah adalah dunianya. Ia menyanyi dengan penuh penghayatan dan begitu mempesona semua penonton yang rata-rata adalah remaja puteri. Melodi-melodi berpadu dengan apik, membentuk irama yang mampu membangkitkan semangat. Seperti api yang membakar jerami. Acara berlangung hampir satu jam dan gadis itu masih terpaku menatap layar televisi. Ia seolah terhipnotis oleh penampilan Stefan, pemuda yang sudah menabraknya, yang mengambil ingatannya. Stefan yang berada diatas panggung sama sekali berbeda dengan Stefan yang beberapa jam lalu ada di dekatnya. Dia tersenyum dan tertawa, dia bernyanyi dan menari, membawa kebahagiaaan bagi penggemarnya. Seperti membawa ia masuk kedalam dunia yang baru. ***
“Mana gadis itu?” Tanya Stefan melihat ruangan yang sudah kosong. Pagi baru menjelang ketika Stefan dan Gino memasuki kamar VVIP yang ditempati gadis itu. Tak berapa lama gadis yang ditabraknya keluar dari toilet seraya menyeret selang infusnya dibantu seorang suster.
16
“Stefan? Stefan Starks ‘kan?” Teriak suster itu histeris. Gino segera mengambil alih situasi dan membawa suster yang ternyata adalah penggemar Stefan keluar dari kamar. “Sudah ingat?” Tanya Stefan. Gadis itu menggeleng pelan. Ia duduk dipinggir tempat tidur menatap sosok Stefan yang berdiri didepannya sambil bersandar pada tembok putih rumah sakit. “Dengar, aku tidak mengenalmu, aku tidak tahu siapa kau dan aku tidak peduli kau siapa. Gino akan memberimu sisa uang dan kau bisa menghilang dariku.” Stefan meletakkan sebuah amplop cokelat didekat tempat duduk gadis itu. “Semudah itu? Semudah itu kau lepas dari tanggung jawab? Ambil semua ini !!!” Teriak gadis itu melemparkan uang yang diberikan oleh Stefan kemarin. Uang itu menghabur kearah kaki Stefan dan terongok kaku diatas lantai marmer yang dingin. Gadis itu marah juga bercampur takut. Ia tak ingin ditingggalkan. Semalam ia bahkan tak bisa tidur mamikirkan apa yang akan terjadi padanya. Ia tak bisa mengingat semua yang harusnya ia ingat. Bahkan koper juga ransel yang dibawanya tak memberinya satu informasi apapun. “Heh dengar ya, kau tahu aku siapa hah? Seorang idola yang dikagumi. Aku tidak mau berurusan denganmu.” Ucap pemuda itu marah. Stefan melangkah santai keluar dari kamar. “Pergi sana kau dasar pengecut. Dasar kau laki-laki tidak bertanggung jawab. Kasihan sekali ibumu melahirkan anak pecundang sepertimu.” Teriak gadis itu. Namun Stefan seolah beku. Ia tidak menggubris lagi teriakan gadis itu.
17
Sekarang
harus
bagaimana?
Wakaranai7.
Batinnya
kebingungan. Beberapa tetes air matanya jatuh. Ia merasa tubuh fisiknya sudah sembuh tapi pikirannya juga hatinya, semuanya kosong. Ia takut, amat takut ditinggalkan sendirian. ***
Gadis tak bernama itu melangkah keluar rumah sakit seraya menarik koper merahnya.
Ia memperbaiki posisi ransel yang
menyandang dibahunya. Gadis itu sesekali melirik beberapa kedai makan yang berjejer disepanjang jalan. Ia benar-benar tak percaya telah ditinggalkan begitu saja. Ia masih ingat jelas pecakapan Stefan dan Gino semalam didepan pintu kamarnya. Meraka benar-benar akan meninggalkannya ditempat ini sendirian. Mereka akan pulang ke Indonesia hari ini. Fisiknya sudah pulih, tak ada alasan lagi baginya untuk tetap tinggal di Rumah Sakit itu, berdiam diri didalam kamar hanya akan membuatnya tertekan. ***
Sementara itu di Bandara
Internasional Penang, “Tenang
saja, kita bisa pulang ke Indonesia dengan tenang. Aku sudah meminta Dokter Rosihan mengawasi gadis itu. Jika terjadi apa-apa dia akan segera menghubungiku.” Ucap Gino menepuk bahu Stefan. Pemuda itu diam seolah tak peduli seraya mendengarkan alunan musik dari headset
7
Aku tidak tahu
18
putihnya. Stefan masih termenung, ia terus berfikir tentang gadis berambut cokelat yang ditabraknya, ia merasa kasihan ya, ia merasa bersalah. Pemuda itu tidak tenang, ia terus terbayang wajah yang tak bedosa yang sudah ia celakai. Malaysia saja ia tak mengenal, apa lagi untuk gadis yang baru hilang ingatan. Stefan tak suka dihantui rasa bersalah, ia tak mau lari dari perbuatannya. Ia bukanlah pengecut seperti yang dikatakan gadis itu.
Stefan beranjak keluar bandara
Bahkan teriakan Gino pun tak ia dengarkan. Pemuda 20 tahunan itu memanggil taksi dan segera meluncur menuju rumah sakit Adventist. Stefan dengan setengah berlari memasang tudung jaket dan kacamatanya memasuki area rumah sakit. Ia berhenti tepat didepan pintu kamar yang sudah ia hapal. Namun sayang, ia tidak menemukan yang ia cari. Kamar itu sudah kosong dengan seprai dan suasana yang sudah rapi. “Kemana pasien yang ada dikamar 305 VVIP?” Tanyanya bingung. “Pasien sudah keluar beberapa menit yang lalu” ucap suster itu ramah. Stefan tersentak kaget bercampur bingung dan panik. Ia membalikkan tubuh dan segera berlari kearah parkiran, entah apa yang ada dipikirannya saat ini tapi yang pasti, ia harus mencari gadis itu. Stefan kembali masuk kedalam taksi sambil mencari-cari sepanjang tepi jalan. Tiba-tiba ia menatap sebuah taman yang masih sepi, ia berlari keluar mendekati sekelompok pria berbadan tegap. “Let Her Go!!!” Teriak Stefan pada sekelompok pemabuk yang mengganggu gadis yang ia cari. Gadis itu duduk bersimpuh dan gemetaran. Ia masih terkejut menghadapi ketegangan atas perlakuan tiga pria menakutkan yang nyaris menyeretnya kedalam semak-semak.
19
Sementara didepannya Stefan tengah berkutat melayangkan tinju kearah tiga pria yang kelihatannya tengah mabuk. “police, police8!!!” Teriak gadis itu membuat ketiga pria itu terkejut dan menghentikan aksinya. Kesempatan itu diambil Stefan untuk kabur dan berlari menuju taksi. “Cepat lari, masuk kedalam taksi!” Perintahnya menarik tangan gadis itu. Gadis itu kesulitan berlari karena kopernya yang lumayan besar dan berat. “Buang saja kopernya bodoh.” Teriak Stefan marah sembari membuang koper yang tengah dipegang gadis itu. Keduanya berhasil masuk kedalam mobil sebelum pria-pria mabuk itu berhasil mengejar mereka. Gadis itu masih menatap nanar kopernya yang tergeletak di terotoar jalan. “A.. Arigato, tapi, koperku….” Gadis itu mengeluh bingung. “Hei bodoh, lupakan koper itu, apa yang kau lakukan diluar sana? Harusnya kau dirumah sakit” omel Stefan. “Memangnya kau pikir aku harus bagaimana? Kaukan tidak mau bertanggung jawab.” “Baiklah-baiklah, biar bagaimanapun ini adalah tanggung jawabku. Aku harus bertanggung jawab atas perbuatanku. Hanya sampai ingatanmu kembali, aku harus mengawasimu.” “Syukurlah, aku sendiri juga bingung kalau harus sendirian, semuanya kelihatan asing dan aneh.” Gadis itu terlihat lega. “Tapi ingat, kau harus mengikuti aturan-aturanku. Paham?” “Um.” Gadis itu mengangguk “Pertama, kita pikirkan siapa namamu.”
8
Polisi
20