1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Minyak dan gas bumi, batubara, emas dan tembaga serta barang tambang lainnyayang banyak ditemukan di Indonesia. Indonesia juga memiliki hutan yang begitu luas hingga disebut sebagai paru-paru dunia. Total wilayah hutan di Indonesia menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik IndonesiaNomor: P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030 adalah 130,68 juta hektar. Berdasarkan fungsinya hutan di Indonesia dibagi menjadi hutan lindung (HL), hutan konservasi suaka alam (KSA), hutan konservasi perlindungan alam (KPA), hutan produksi (HP), hutan produksi yang dikonversikan (HPK) dan hutan produksi terbatas (HPT) dan area penggunan lain non kawasan kehutanan (APL). Luas dan fungsi hutan dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Luas Lahan Kawasan Hutan Tahun 2000
No
PROPINSI
KAWASAN HUTAN/Forest Area (X 1.000 Ha)
APL
TOTAL
HUTAN TETAP
Jumlah (X 1.000 Ha)
Jumlah (X 1.000 Ha)
HL 1
2
3
3,629
2.929
2.532
2.452
11.542
1.067
1.735
14.344
1.936
816
2.948
1.911
7.610
3.797
15.052
26.459
A. Hutan
470
342
856
192
1.860
0
489
2.349
B. Non Hutan
194
74
800
156
1.223
0
9.391
10.613
5.091
2.957
7.658
8.479
24.186
2.001
3.257
29.443
618
551
4.923
1.414
7.505
2.828
8.133
18.466
2.973
789
758
2.182
6.703
287
1.219
8.209
604
215
321
410
1.551
162
4.696
6.409
JAWA
KALIMANTAN
SULAWESI B. Non Hutan
7
Jumlah
B. Non Hutan
A. Hutan
6
HPT
SUMATERA
B. Non Hutan
5
HP
HPK
A. Hutan
A. Hutan 4
KSAKPA
BALI DAN NUSA TENGGARA A. Hutan
643
222
162
275
1.301
16
663
1.980
B. Non Hutan
509
215
252
174
1.151
91
3.309
4.550 3.761
MALUKU UTARA + MALUKU A. Hutan
830
256
550
1.015
2.651
943
167
B. Non Hutan
149
52
316
155
672
1.036
332
IRIAN JAYA
2.041 40.849
2
Sumber : Badan Planologi Kehutanan, 2000
Berdasarkan neraca perdagangan Indonesia seperti pada Tabel 2, terjadi kenaikan sebesar 20% untuk ekspor non migas dari tahun 2010 ke tahun 2011. Produk kehutanan merupakan bagian dari produk ekspor andalan Indonesia, yang termasuk dalam kategori non migas.
Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia No
Uraian
2007
2008
2009
2010
2011
Trend 20072011 (%)
I
Ekspor
114.100,9
137.020,4
116.510,0
157.779,1
203.496,6
13,86
- Migas
22.088,6
29.126,3
19.018,3
28.039,6
41.477,0
13,00
- Non Migas
92.012,3
107.894,2
97.491,7
129.739,5
162.019,6
14,06
Impor
74.473,4
129.197,3
96.829,2
135.663,3
177.435,6
19,54
- Migas
21.932,8
30.552,9
18.980,7
27.412,7
40.701,5
11,94
- Non Migas
52.540,6
98.644,4
77.848,5
108.250,6
136.734,0
22,21
Total
188.574,3
266.217,7
213.339,3
293.442,4
380.932,2
16,23
- Migas
44.021,4
59.679,2
37.999,0
55.452,3
82.178,6
12,47
- Non Migas
144.552,9
206.538,6
175.340,2
237.990,1
298.753,6
17,28
Neraca
39.627,5
7.823,1
19.680,8
22.115,8
26.061,1
2,03
- Migas
155,7
-1.426,6
37,5
626,9
775,5
0,00
- Non Migas
39.471,7
9.249,7
19.643,2
21.488,9
25.285,5
-0,48
II
III
IV
Sumber : Kementerian Perdagangan Indonesia, 2011 Salah satu industri yang berkontribusi dalam peningkatan devisa negara melalui produk kehutanan adalahPerhutani. Perhutani merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang kehutanan yang mengelola sumber daya hutan kayu dan bukan kayu. Untuk menunjang pengelolaan bisnis Perhutani terutama dibidang hasil hutan kayu dan bukan kayu maka pada tanggal 26 September 2006dibentuk Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM). KBM bertanggungjawab atas penyelenggaraan pengelolaan usaha bisnis perusahaan secara mandiri untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Pengelolaan yang dilakukan oleh KBM Perhutanimeliputi bisnis kayu, bukan kayu dan wisata. KBM industri mengemban tugas meningkatkan dan mengoptimalkan aset perusahaan secara berkelanjutan
3
demi keberlangsungan usaha dalam rangka meningkatkan nilai tambah hasil hutan bukankayu. Produk non kayu memberi sumbangan kurang lebih 35% dari total pendapatan keseluruhan Perhutani. Di dalam KBM Industri Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten terdapat pabrik pengolahan hasil hutan bukan kayu yang terdiri dari pabrik gondorukem dan terpentin, pabrik minyak kayu putih dan pabrik air minum. Data hasil produksinya dapat dilihat pada Tabel3.
Tabel 3. Produksi Industri Non Kayu KBM Industri Unit III Tahun 2006-2011 Uraian Godorukem (ton) Terpentin (ton) Minyak Kayu Putih (kg) AMDK (lt)
2006 4.854,48 1.042,43 72.000 999.046
2007 5.523,12 1.117,94 63.000 2.737.648
2008 5.772,76 1.239,76 52.000 2.753.810
2009 6.594,80 1.471,29 51.000 5.945.440
2010 6.826,32 1.439,57 58.415 2.169.441
2011 10.383,12 2.348,38 78.096 4.497.162
Sumber : Laporan Bulanan KBM Industri Unit III, 2011
Kualitas dan kuantitas menjadi faktor yang penting untuk meningkatkan dan mengoptimalkan potensi yang ada. Gondorukem dan terpentin telah diekspor keluar negeri, diantaranya ke Cina, Jepang, Belanda, Jerman, Perancis, Korea, India dan Amerika Serikat. Sedangkan Air Minum Dalam Kemasan produksi Perhutani telah diekspor ke Jepang. Untuk harga gondorukem dan terpentin berfluktuasi antara US$ 1000 – US$ 2000 setiap ton (Perhutani, 2012). Penetapan standar mutu sangat penting dalam persaingan terutama untuk pasar luar negeri. Perhutani merupakan satu-satunya penghasil gondorukem dan terpentin di Indonesia. Perhutani memenuhi kebutuhan dunia kurang dari 10% sedangkan Cina mengekspor sekitar50% (Fachroji, 2010). Perhutani sebagai follower tidak dapat menentukan harga karena Cina sebagai pengekspor terbesar gondorukem dunia yang lebih mampu mempengaruhi harga. Sedangkan KBM Industri Unit III berperan sekitar15% dari jumlah seluruh produksi gondorukem Perhutani.
4
Untuk minyak kayu putih, Perhutani memberi kontribusi sekitar18% dari kebutuhan minyak kayu putih di Indonesia yang mencapai 1.500 ton (Maulidah,2010). Sejumlah 32% (Perhutani, 2012) minyak kayu putih Perhutani diproduksi oleh KBM Industri Unit III. Saat ini terdapat ribuan merk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia sehingga persaingan antara produk AMDK sangat ketat. Kebutuhan air minum di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai dengan 2013. Menurut Hidayah,2010 kebutuhan AMDK pada tahun 2011 adalah 17,9 milyar liter, meningkat di tahun 2012 menjadi 19,8 milyar liter dan tahun 2013 menjadi 21,78 milyar liter. Pada 2009, AMDK hanya menguasai 1% dari pasar minuman non-alkohol dan pada 2012, angka tersebut naik hingga 10%.Perhutani sebagai follower maka Perhutanimemerlukan strategi khusus dalam menghadapi persaingan tersebut. Untuk meningkatkan mutu dan daya saing komoditi tersebut, salah satu cara yang perlu ditempuh perusahaan adalahdengan membangun kemampuan teknologi yang meliputi perangkat teknologi yang dimiliki, kemampuan sumberdaya manusia, perangkat informasi yang dimiliki dan pengelolaan organisasi.Peranan inovasi teknologi diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekologi dari hutan milik Perhutani, dan dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku untuk produk-produk yang dihasilkan dan dibutuhkan oleh konsumen. Dalam dimensi ekonomi, inovasi teknologi dapat berperan dalam efisiensi produksi, menciptakan nilai tambah, daya saing dan laba. Memperhatikan permasalahan tersebut maka penting dilakukan analisis pengembangan SBU (Strategic Business Unit) untuk meningkatkan potensi inovasi KBM Industri Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten agar memiliki daya saing tinggi baik di pasar lokal maupun global.
1.2 Rumusan Masalah Dari permasalahan tersebut diatas maka yang harus diketahui adalah:
5
1. Bagaimanakemampuan inovasi SBU di KBM Industri Unit III Perhutani pada saat ini? 2. Daya saing apakah yang potensial dimiliki oleh KBM Industri melalui penguatan inovasi? 3. Alternatif kebijakan apa yang dapat meningkatkan inovasi dan daya saing perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis kemampuan inovasi dan daya saing SBU di KBM Industri 2. Merumuskankebijakan alternatif yang dapat meningkatkan inovasi dan daya saing perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian Bagi perusahaan: 1. Sebagai bahan masukan kepada perusahaan dalam meningkatkan inovasi dan menciptakan produk yang berkualitas sesuai visi dan misi perusahaan. 2. Dapat dilakukan tindak lanjut mengenai penerapan manajemen inovasi yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas produk. Bagi peneliti : Sebagai sumbangan pemikiran akademis dalam upaya lebih meningkatkan keberhasilan dalam penerapan manajemen inovasi. Bagi institusi pendidikan
6
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai bahan pustaka dan studi lanjutan.
7
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB