Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
FOLDING BACK MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH LIMIT BERDASARKAN PENGETAHUAN KONSEPTUAL DAN PENGETAHUAN PROSEDURAL Susiswo Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap secara detail folding back mahasiswa dalam menyelesaikan masalah limit. folding back dianalisis berdasarkan jenis pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitat if jenis deskriptifeksploratif.Subjek penelitian adalah mahasiswa yang mengalami folding back ketika menyelesaikan masalah limit.Subjek dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok subjek yang mempunyai kecenderungan pada pengetahuan konseptual dan prosedural. Masing-masing kelompok dipilih beberapa orang sampai mendapatkan pola yang sama dan diperoleh dua subjek dari masing-masing kelompok subjek. Data penelitian berupa penyelesaian masalah limit dan hasil wawancara.Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan folding back berdasarkan jenis pengetahuanmeliputi:pengetahuan konseptual, pengetahuan konseptual semu, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan prosedural semu. Kata Kunci: folding back , masalah limit, pengetahuan konseptual, pengetahuan procedural
Selama beberapa tahun terakhir, berbagai teori telah muncul untuk menjelaskan perkembangan kognitif siswa dalam belajar matematika.Pegg dan Tall (2005) mengidentifikasi dua jenis teori pertumbuhan kognitif, yaitu teori global pertumbuhan jangka panjang (global theories of long-term growth)individu, seperti teori tahapan dari Piaget dan teori lokal pertumbuhan konseptual (local theories of conceptual growth), dan teori aksi-proses-objekskema dari Dubinsky.Di pihak lain, Meel (2003) menghubungkan tahap-tahap pada teori APOS dari Ed Dubinskydengan tahap-tahap pada teori pertumbuhan pemamahan matematika Pirie dan Kieren. Pirie dan Kieren(1994)memandang pemahaman sebagai sebuah proses pertumbuhan yang utuh, dinamis, berlapis tetapi tidak linear,dan tidak pernah berakhir. Mereka menolak konsep pertumbuhan pemahaman sebagai sebuah fungsi yang naik secara monoton.Merekamengemukakan model pemahaman berupa delapan level atau lapisan pemahaman, yaitu: primitive knowing, image making, image having, property noticing, formalising, observing, structuring, dan inventising.Inti dari teori ini adalah “memahami” tidak selalu merupakanpertumbuhan yang linear dan kontinu.Seseorang sering kembali ke level pemahaman sebelumnya (lapisan yang lebih dalam) untuk maju ke level pemahaman selanjutnya (lapisan yang lebih luar). Penelitian berkaitan dengan model pemahaman Pirie dan Kieren diantaranya dilakukan oleh: Kastberg (2002), Slaten (2006), Parameswara (2010), dan Droujkovadkk(2005).Kastberg (2002) menggunakan model pemahaman Pirie dan Kieren pada kasus fungsi logaritma.Slaten (2006) menggunakan model pemahaman Pirie dan Kieren untuk meneliti keefektivan pembelajaran geometri.Parameswara (2010) menggunakan model pemahaman Pirie dan Kieren untuk meneliti pendekatan matematikawan dalam pemahaman definisi.Droujkova (2005) meneliti tentang kerangka kerja konseptual untuk guru kaitannya dengan model Pirie dan Kieren, ditemukan adanya pemahaman kolektif. Salah satu kunci utama dari model pemahaman Pirie dan Kieren adalah folding back , yang merupakan aktivitas penting bagi pertumbuhan pemahaman. folding back terjadi ketika seseorangdihadapkan pada sebuah soal atau pertanyaan pada level tertentu yang tidak dapat dengan segera diselesaikan, kembali ke lapisan yang lebih dalam untuk dapat memperluas pemahaman yang tidak mencukupi pada saat itu. Penelitian berkaitan dengan folding back diantaranyadilakukan oleh: Martin dan Pirie (2000), Martin, LaCroix dan Fownes (2005), Martin (2008), dan Slaten 1
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
(2011).Martin dan Pirie (2000) meneliti peran folding back dalam pemahaman matematika.Mereka melaporkanbahwa siswa perlu mengingat kembali pemahaman pada beberapa lapisan yang lebih dalam dan mengonsolidasikannya dengan lapisan yang lebih luar untuk mendapatkan pemahaman yang lebih forma l dari sebelumnya.Martin, LaCroix dan Fownes (2005) meneliti folding back dan pertumbuhan pemahaman pada peserta pelatihan.Mereka melaporkan bahwa folding back merupakan elemen penting dalam mendukung pemahaman matematika peserta pelatihan.Martin (2008) mendeskripsikan kerangka kerja folding back dalam tiga elemen, yaitu: 1) sumber folding back , 2) bentuk folding back , dan 3) hasil folding back . Slaten (2011) meneliti tentang keefektivan folding back .Dia melaporkan bahwa refleksi yang dilakukan siswa terhadap suatu materi matematika memberikan pemahaman pada mereka dan mengakibatkan pertumbuhan pemahaman matematika. Dalam bidang matematika, materi limit merupakan materi penting yang harus dikuasai siswa karena konsep limit merupakan konsep dasar dari kalkulus pada satuan pendidikan SMA/MA (Permen Dikbud Nomor 69 Tahun 2013). Materi limit dipelajari lagi pada tingkat perguruan tinggi, khususnya di program studi pendidikan matematika atau matematika (Katalog Jurusan Matematika FMIPA Universitas Neger i Malang, Tahun 2010). Materi limit merupakan materi yang sulit dan menjadi prasyarat utama dalam bidang kalkulus, terutama untuk mempelajarimateri matematika lanjut, khususnya berkaitan dengan materi kekontinuan, differensial dan integral (Cornu, 2002). Penelitian berkaitan dengan materi limit telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya: Tall dan Vinner(1981),Cornu dan Tall(2002),Juter(2006),Duru(2011),Hitt dan Lara (1999), Tall dan Katz (2014), Cory dan Garofalo (2011), Cottrill dkk (1996), dan Swinyard dan Larsen (2012). Tall dan Vinner(1981) meneliti tentang gambaran konsep dan definisi konsep dalam matematika khususnya pada limit dan kontinuitas. Cornu dan Tall (2002) meneliti tentang berpikir matematis lanjut tentang limit.Juter (2006) meneliti tentang limit fungsi. Duru (2011) meneliti tentang persepsi guru pada konsep limit. Hitt dan Lara (1999) meneliti tentang limit dan kontinuitas pada titik tertentu. Cory dan Garofalo (2011) menggunakan sketsa dinamik untuk mempertinggi pemahaman guru matematika tentang limit. Cottrill dkk (1996) mengonstruksi dekomposisi genetik pemahaman definisi formal limit.Swinyard dan Larsen (2012) meneliti tentang pemahaman definisi formal limit menggunakan hasil dekomposisi genetik tentang pemahaman definisi formal limit dari Cottrill dkk (1996). Di bidang analisis, materi limit juga sangat besar perannya, diantaranya pada materi integral Riemann-Stieltjes dan Ruang metrik.Di bidang peluang, materi limit berperan diantaranya pada definisi empirik peluang, teori pendu gaan dan teorema limit pusat.Pemahaman materi limit mempunyai peran yang penting untuk sukses dalam kalkulus, analisis dan belajar matematika lanjut (Cory dan Garofalo, 2011). Selain pada bidang matematika, materi limit juga berperan sangat besar pada bidangbidang yang lain, seperti fisika, biologi, dan ekonomi. Pada bidang fisika,materi limit berperan pentingdalammemahami gaya, kerja, titik pusat suatu benda dan peluruhan radio aktif. Pada bidang biologi, materi limit berperan penting dalammempelajari pembiakan bakteri.Sedangkan pada bidang ekonomi, materi limit berperan dalam perhitungan bunga majemuk. Penelitian tentang pertumbuhan pemahaman mahasiswa pada konsep limit dilakukan oleh Susiswo dkk (2011). Mereka melaporkan bahwa pada saat menyelesaikan masalah limit 𝒙𝟐 −𝟒
𝐥𝐢𝐦𝒙→𝟐 , 𝒙−𝟐 mahasiswa melakukan folding back dari level pemahaman structuringke level pemahamanprimitive knowing. Mahasiswa menyelesaikan masalah limit dengan langkah seperti berikut ini. 𝐥𝐢𝐦𝒙→𝟐
𝒙𝟐 − 𝟒 𝒙 − 𝟐 (𝒙 + 𝟐) = 𝐥𝐢𝐦𝒙→𝟐 = 𝐥𝐢𝐦𝒙→𝟐 (𝒙 + 𝟐) = 𝟒 𝒙−𝟐 𝒙−𝟐
Ketika ditanya tentang alasan pembenaran pembagian 𝑥 − 2 dengan 𝑥 − 2 , mahasiswa tidak dapat mengaitkannya dengan definisi formal limit.Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah limit berdasarkan pengetahuan prosedural tetapi tidak dapat menjelaskannya berdasarkan pengetahuan konseptual (Hiebert, 1986).
2
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Beberapa penelitian berkaitan dengan pengetahuan konseptual dan prosedural diantaranya dilakukan oleh: Carpenter dkk (1988),Rittle dan Star (2008), Rittle dan Aliabi (2001), Isleyen dan Işik (2003), Yusof dan Tall (1996), dan Zakaria dan Zaini (2009). Rittle dan Star (2008) membandingkan pengaruh pengetahuan konseptual dan kecakapan prosedural dalam memecahkan masalah persamaan.Carpenter dkk (1988) meneliti tentang pengetahuan konseptual dan prosedural dalam penyelesaian masalah aritmatika. Rittle dan Aliabi (2001) mengembangkan pemahaman konseptual dan keterampilan prosedural dalam matematika.Isleyen dan Işik (2003)meneliti tentang pengetahuan konseptual dan prosedural dalam belajar matematika.Yusof dan Tall (1996) meneliti tentang pendekatan konseptual dan prosedural dalam memecahkan masalah.Zakaria dan Zaini (2009) meneliti pengetahuan konseptual dan prosedural pada bilangan rasional. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan mengaji tentang folding back mahasiswa dalam menyelesaikan masalahlimit berdasarkan jenis pengetahuan konseptual dan prosedural. Teori Perkembangan Kognitif Selama beberapa tahun terakhir, berbagai teori telah muncul untuk menjelaskan perkembangan kognitif siswa dalam belajar matematika.Pegg dan Tall (2005) mengidentifikasi dua jenis teori pertumbuhan kognitif seperti berikut ini. 1. Teori global pertumbuhan jangka panjang (global theories of long-term growth)individu, seperti teori tahapan dari Piaget. 2. Teori lokal pertumbuhan konseptual (local theories of conceptual growth)seperti teori aksiproses-objek-skema dari Dubinsky. Mereka menyatakan bahwa beberapa teori (seperti teori tahapan dari Piaget, Model SOLO dari Biggs dan Collis, atau lebih luas lagi, teori enaktif-ikonik-simbolik dari Bruner) menggabungkan kedua jenis teori perkembangan kognitif di atas. Teori yang lain, seperti perwujudan (embodied) dari Lakoff dan Nunez atau situated learning dari Lave dan Wenger melibatkan struktur biologis atau sosial. Jangkauan dari teori“global” masing-masing dimulai dari interaksi fisik dengan dunia kemudian ke penggunaan bahasa dan simbol dan menuju ke bentuk abstrak.Pegg dan Tall (2005) menyandingkan empat teori perkembangan kognitif seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel Tahapan Global Perkembangan Kognitif
Tahapan Piaget Sensori motor Praoperasional Operasional kongkret Operasional formal
Level-level Hiele Rekognisi Analisis Urutan
van Model Solo Sensori motor Ikonik Kongkret
Deduksi Rigor
Modes Bruner Enaktif Ikonik Simbolik
Simbolik Formal Post-formal
Teori “lokal” merupakan bagian dari teori “global”.Fokus dalam teori ini adalah siklus dasar pertumbuhan dalam pembelajaran konsep tertentu.Sebagai contoh, model SOLO lebih memfokuskan perhatian pada respon siswa daripada tingkat berpikir atau tahap perkembangan kognitif. Fokus model SOLO terdiri dari siklus tiga level, yaitu: unistructural, multistructural, dan relational (siklus UMR). Penerapan model SOLO minimal mengandung dua siklus UMR di setiap mode.Respon tingkat R dalam siklus satu berkembang untuk respon tingkat U baru dalam siklus berikutnya.Hal ini tidak hanya memberikan dasar untuk mengeksplorasi konsep yang diperoleh, tetapi juga mendeskripsikan tentang perkembangan kognisi siswa.Siklus kedua menawarkan tipe perkembangan yang fokus utamanya pada pendidikan dasar dan menengah. Teori “lokal” lain menurut Peggs dan Tall (2005) adalah: prosedur, proses terintegrasi, dan entitas dari Davis; APOS dari Dubinsky; interiorisasi, kondensasi, dan reifikasi dari Sfard; dan prosedur, proses, dan konsep dari Gray dan Tall. Peggs dan Tall (2005) menyandingkan teori-teori perkembangan kognitif tersebut seperti terlihat pada Tabel 2.1.2 berikut ini.
3
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel Teori “Lokal” Perkembangan Kognitif
Solo dar Biggs dan Collis Unistructural Multistructural Relational Unistructural (extended abstract)
APOS dari Gray dan Tall Dubinsky [Objek dasar] Aksi Prosedur Proses Proses Objek Prosep Skema
Davis Prosedur Proses Entitas
Di pihak lain, Meel (2003) mengaitkan teori APOS dari Dubinsky dengan teori pemahaman Pirie dan Kieren. Dia membagi teori pemahaman Pirie dan Kieren ke dalam empat unit berbeda yang serupa dengan empat level dari teori APOS Dubinsky. Lapisan primitive knowing dan image making berkorespondensi dengan konsepsi aksi, lapisan image having dan property noticing berkorespondensi dengan konsepsi proses, lapisan formalising dan observing berkorespondensi dengan konsepsi objek, dan terakhir lapisan structuring dan inventising mengorganisir sebuah struktur yang serupa dengan konsepsi skema. Lebih jelas tentang kaitan teori APOS dan teori pemahaman Pirie dan Kieren yang dikemukakan Meel (2003) disajikan dalam Tabel 2.1.3 berikut ini. Tabel Kaitan Teori APOS dan Teori Pemahaman Pirie dan Kieren
Teori APOS dari Dubinsky Aksi Proses Objek Skema
Teori Pemahaman Pirie dan Kieren Primitive knowing Image making Image having Property noticing Formalising Observing Structuring Inventising
Pertumbuhan Pemahaman Model Pirie dan Kieren Pirie dan Kieren (1994) memberikan kerangka teoritis berupa delapan level pemahamanyang disebut juga sebagai lapisan pemahaman, yaitu: primitive knowing(Pk), image making(Im), image having(Ih), property noticing(Pn), formalising (F), observing(O), structuring(S), dan inventising(Iv) (Gambar 1). Level pemahaman pertama adalah primitive knowing. Level ini merupakan level usaha awal dalam memahami definisi baru, membawa pengetahuan sebelumnya ke level pemahaman selanjutnya, lewat aksi yang melibatkan definisi, atau merepresentasikan definisi ( Pirie dan Kieren, 1994; Parameswaran, 2010; Manu, 2005). Level pemahaman primitive knowing berfungsi sebagai bahan untuk membangun pemahaman berikutnya (Droujkova dkk, 2005; Warner dan Schoor, 2004). Menurut Meel (2005) beragam nama berkaitan dengan level pemahaman primitive knowing, yaitu: “intuitive knowledge” oleh Leinhardt, “situated” knowledge oleh Brown, Collins, dan Duguid, dan “prior” atau “informal” knowledge oleh Saxe(1988).
4
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 1 Level Pertumbuhan Pemahaman Matematis Model Pirie-Kieren
Level pemahaman kedua disebut image making. Siswa membuat pemahaman dari pengetahuan sebelumnya dan menggunakannya dalam carabaru (Pirie dan Kieren, 1994). Siswamembuat gambaranberdasarkan pengetahuan sebelumnya (Parameswaran, 2010).Siswaberusaha memahami suatu topik, baik secara mental ataupun fisik, untuk bisa mendapatkan sebuah ide mengenai topik tersebut. Sebagai akibatnya, tindakan dalam lapisan ini melibatkan pengembangan hubungan antara gambar dan simbol (Meel, 2005). Siswa mengembangkan ide-ide tertentu dan membuat gambaran suatu konsep melalui gambar maupun melalui contoh-contoh (Martin , LaCroix dan Fownes, 2005). Level pemahaman ketiga adalah image having. Siswa sudah memiliki gambaran mengenai suatu topik dan membuat gambaran mental mengenai topik tersebut(Pirie dan Kieren, 1994), tanpa harus mengerjakan contoh-contoh (Manu 2005).Gambaran topik yang dihasilkan dari level pemahaman sebelumnya digantikan oleh sebuah gambaran mental (Meel, 2005). Level ini merupakan level abstraksi pertama dari siswa (Parameswaran, 2010). Level pemahaman keempat adalah property noticing. Siswa mampu mengombinasikan aspek-aspek dari sebuah topik untuk membentuk sifat yang relevan dan spesifik terhadap topik tersebut (Pirie dan Kieren, 1994).Perbedaan antara image having dan property noticing adalah kemampuan untuk menyadari adanya sebuah hubungan antara gambaran-gambaran sebuah topik dan menjelaskan bagaimana cara untuk memverivikasi hubungan tersebut (Meel, 2003). Siswa menyadari kesamaan dan perbedaan beragam gambaransebuah topik dan mengembangkannya menjadi sebuah definisi konsep yang dibangun di antara hubungan gambaran-gambaram tersebut (Tall dan Vinner, 1981). Level pemahaman kelima adalah formalising.Siswamembuat abstraksi suatu konsep matematika berdasarkansifat-sifat yang muncul (Pirie dan Kieren, 1994).Siswamampu memahami sebuah definisi atau algoritma formal konsep matematika.Definisi suatu konsep matematika muncul sebagai entitas yang bebas dari konteks yang membentuknya(Parameswaran, 2010, Manu 2005, Droujkova dkk, 2005). Level pemahaman keenam adalah observing. Siswa mengoordinasikan aktivitas formal pada level formalising sehingga mampu menggunakannya pada permasalahan terkait yang dihadapinya (Pirie dan Kieren, 1994).Siswa mampumengaitkan pemahaman konsep matematika dengan struktur pengetahuan baru (Parameswaran, 2010). Siswa mampu membuat pernyataan formal tentang suatu konsep matematika dan mampu mencari suatu pola untuk menentukan suatu algoritma atau teorema (Walter dan Gibbsons, 2011). Level pemahaman ketujuh adalah structuring.Siswamampu mengaitkan hubungan antara teorema yang satu dengan teorema yang laindan mampu membuktikannyaberdasarkan argumen logis(Pirie dan Kieren, 1994).Siswa mampu membuktikan hubungan antara teoremayang satu dengan yang lainnnya secara aksiomatik (Parameswaran, 2010). Level pemahaman terakhir adalah inventising.Siswa memiliki sebuah pemahaman terstruktur komplit dan menciptakan pertanyaan-pertanyaan baru yang dapat tumbuh menjadi sebuah konsep yang baru (Pirie dan Kieren, 1994).Siswamampu menciptakan struktur matematika baru berdasarkan struktur pengetahuan sebelumnya (Parameswaran, 2010).Pemahaman matematis siswa tidak terbatasidan melampaui struktur yang ada sehingga mampu menjawab pertanyaan “what if?”(Meel, 2005).
5
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Salah satu hal penting pada model pemahaman Pirie-Kieren (1994) adalah bahwa level pemahaman primitive knowing tidak selalu mengimplikasikan level matematika yang rendah. Level pemahaman ini adalah latar belakang pemahaman matematis yang dibutuhkan untuk membangun sebuah pemahaman mengenai sejumlah konsep tertentu. Pemahaman level yang lebih tinggi mengenai suatu konsep dapat merupakan level pemahaman primitive knowing untuk konsep yang lain. Sebagai contoh, pemahaman level observingmengenai ketaksamaan nilai mutlak merupakan level pemahaman primitive knowingmengenai konsep limit (Gambar 2).
Gambar 2 Level Pemahaman Primitive Knowing tidak selalu Mengimplikasikan Level Matematika yang Rendah
Hal penting lainnya pada model pertumbuhan pemahaman Pirie dan Kieren adalah adanya intervensi. Ketika siswa menemui masalah pada level tertentu sehingga pemahamannya pada level tersebut tidak cukup untuk dapat bergerak ke lapisan yang lebih luar maupun lapisan yang lebih dalam, maka guru perlu melakukan intervensi. Terdapat dua jenis intervensi pada model pertumbuhan pemahaman Pirie dan Kieren, yaitu intervensi invokatif dan intervensi provokatif. Intervensi invokatif terjadi ketika intervensi diberikan saat siswa menemui masalah pada level tertentu sehingga pemahamannya pada level tersebut tidak cukup untuk dapat bergerak ke lapisan yang lebih dalam. Di pihak lain, intervensi provokatif terjadi ketika intervensi diberikan saat siswa menemui masalah pada level tertentu sehingga pemahamannya pada level tersebut tidak cukup untuk dapat bergerak ke lapisan yang lebih luar. Folding back Teori pertumbuhan pemahaman Pirie dan Kieren menyatakan bahwa pemahaman adalah sebuah proses dinamis, aktif, dan konti nu tetapi tidak linear.Memahami merupakan proses kontinu yang melibatkan lapisan -lapisan yang berbeda atau level-level pemahaman yang berbedadanbukan sebuah sistem linear sepertitangga. Proses kembali ke sebuah lapisan yang lebih dalam dari lapisan tertent u di dalam teori pemahaman Pirie dan Kieren disebut sebagai folding back . folding back terjadi ketika mahasiswa dihadapkan pada sebuah masalah pada lapisan yang lebih luarmanapun tetapi tidak dengan cepat dapat memecahkannya sehingga kembali pada sebuah lapisan yang lebih dalam.Hasil dari folding back idealnya adalah mahasiswa mampu memperluas pemahamannya pada lapisan yang lebih dalam sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah pada lapisan yang lebih luar. Pengetahuan Konseptual dan Pengetahuan Prosedural Matematika, dengan isi yang terstruktur ketat dan definisi yang jelas telah memberikan tempat untuk berdiskusi mengenai dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan konseptual dan prosedural (Hiebert, 1986). Dua jenis pengetahuan yang bersifat matematis ini telah menimbulkan bentuk dan nama yang berbeda. Perbedaan antara pengetahuan konseptual dan prosedural sangat bermanfaat untuk memikirkan pembelajaran matematika. Pengetahuan konseptual banyak dikenal dengan jelas sebagai pengetahuan yang kaya akan hubungan. Pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan tentang hubungan yang terintegrasi dan fungsional dari konsep-konsep matematika (Hiebert, 1986 dan Kilpatrickdkk, 2001).Hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya membentuk sebuah pengetahuan baru yang tidak dapat dipisahkan. Pengetahuan konseptual diraih dengan penyatuan pemahaman mengenai hubungan antara pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang lainnya. Proses penyatuan terjadi antarapengetahuan yang telah tersimpan dalam memori atau antara pengetahuan yang telah ada dengan pengetahuan baru yang sedang dihadapi. Pengetahuan konseptual tumbuh dari
6
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
terciptanya hubungan-hubungan antara pengetahuan yang telah ada dengan pengetahuan baru.Hasilnya adalah pengetahuan baru menjadi bagian dari sebuah hubunganpengetahuan yang telah terlebih dahulu ada. Di pihak lain, pengetahuan prosedural memiliki dua bagian berbeda (Hiebert, 1986). Bagian pertama disusun oleh simbol-simbol matematika.Bagian yang pertama ini disebut juga sebagai bentuk dari matematika.Bagian ini menjelaskan tentang simbol-simbol yang digunakan untuk mewakili ide-ide matematika.Bagian kedua terdiri dari algoritma, atau aturan, untuk menyelesaikan soal matematika. Pengetahuan matematika merupakan pengetahuan yang mempunyai hubungan mendasar antara pengetahuan konseptual dan prosedural.Mahasiswa tidak dapat cakap dalam matematika apabila kedua jenis pengetahuan tersebut tidak terhubung dengan baik. Ketika konsep dan prosedur tidak terhubung, mahasiswa dapat menyelesaikan soal matematika menggunakan intuisi sehingga mereka mungkin dapat menghasilkan jawaban tetapi tidak memahami apa yang sedang mereka lakukan. Vinner (1997) mengidentifikasi dan menggambarkan bahwa perilaku yang demikian disebut sebagai perilaku konseptual semu, sebagai lawan perilaku konseptual.Menurut dia perilaku konseptual didasarkan pada pembelajaran bermakna dan pemahaman konseptual.Perilaku konseptual merupakan proses berpikir di mana konsep, serta hubungan antara konsep-konsep, ide-ide di mana konsep-konsep yang terlibat, hubungan logis, dan sebagainya dipahami. Dia menyatakan bahwa perilaku konseptual semu merupakan perilaku yang terlihat seperti perilaku konseptual, tetapi sebenarnya dihasilkan oleh proses mental yang tidak mencirikan perilaku konseptual. Pekerjaan matematika memerlukan praktik dari banyak prosedur yang berbeda.Supaya hal itu dapat disederhanakan, mahasiswa harus memiliki pengetahuan konseptual yang baik.Jika prosedur terhubung dengan pokok pikiran mendasar yang mendasari mereka, prosedur mulai terlihat beralasan.Sangatlah mungkin untuk mengerti bagaimana dan mengapa prosedur tersebut bekerja. Hal itu akan memberikan cara yang mudah untuk mengingat prosedur dan menjadikan prosedur lebih bermakna. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasidan mendeskipsikan proses folding back ketika mahasiswamenyelesaikan masalah limit berdasarkan jenis pengetahuan konseptual dan procedural. Peneliti melibatkan diri dalam wawancara untuk mengetahui proses folding back mahasiswa, sehinggapendekatan penelitian ini merupakan pendekatan penelitian kualitatif jenis deskiptif-eksploratif (Moleong, 2010). Peneliti bertindak sebagai instrumen utama dalam penelitian.Instrumen penelitian dilengkapi dengan lembar kerja yang berisi soal tentang pembuktian limit. Berdasarkan lembar kerja ini akandieksplorasi folding back mahasiswa pada definisi formal limit.Penelitian ini dilaksanakan di jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang.Berdasarkan penelitian sebelumnya (Susiswo, 2011), mahasiswa pada jurusan ini mengalami folding back pada saat memahami definisi formal limit sehingga dipilih menjadi lokasi penelitian.Subjek penelitian diambil berdasarkan adanya folding back padamahasiswa saat menyelesaikan masalahtentang limit. Mula-mula subjek diminta untuk menyelesaikan masalah limit.Berdasarkan penyelesaian tersebut dilakukan wawancara untuk mengetahui folding back .Catatan, kata-kata dan tindakan subjek merupakan sumber data dalam penelitian ini.Sumber data diperoleh melalui tes, wawancara, dan perekaman video.Pengumpulan data dilaksanakan melalui tes, wawancara, dan perekaman video.Tes dilakukan sebagai acuan dalam wawancara,untuk mengetahui folding back subjek.Penggalian data dilakukan melalui wawancara berbasis tugas.Perekaman video dimaksudkan untuk menelaah secara terperinci data penelitian.Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah: (1) menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari tes dan think a load, wawancara, dan rekaman video; (2) mentranskrip data; (3) mengadakan reduksi data dan membuat abstraksi; (4) menyusun dalam satuan-satuan yang selanjutnya dikategorisasikan dengan membuat kode; (5) mengadakan pemeriksaan keabsahan data, (6) analisis hal-hal yang menarik, dan (8) penafsiran data dan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Hiebert (1986) mengelompokkan jenis pengetahuan menjadi dua, yaitu pengetahuan konseptual dan prosedural.Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang hubungan yang terintegrasi dan fungsional dari konsep-konsep matematika, sedangkan pengetahuan prosedural 7
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
adalah pengetahuan yang terdiri dari prosedur, algoritma, atau aturan untuk menyelesaikan tugas matematika. Hasil eksplorasi folding back terhadap keempat subjek ditemukan folding back berdasarkan: pengetahuanpengetahuan konseptual (Pks), pengetahuan konseptual semu (PksS), pengetahuan prosedural (Pp), dan pengetahuan prosedural semu(PpS). Folding back Pks terjadi ketika subjek folding back ke jenis pengetahuan konseptual dan relevan dengan masalah yang dihadapinya. Subjek dapat menyelesaikan masalah matematika dan melihat kaitan antara konsep yang satu dengan konsep lain (Hiebert, 1986; Kilpatrickdkk, 2001; dan Skemp, 1987). Sebagai contoh, folding back Pks subjek terjadi ketika menjelaskan pernyataan (𝑥 − 2)(𝑥 + 2) lim = lim (𝑥 + 2) 𝑥→2 𝑥→2 𝑥−2 berdasarkan definisi formal limit.Subjek folding back ke level pemahaman Pk tentang definisi limit secara intuisi (Tall dan Vinner, 1981) karena tidak memahami definisi formal limit (Juter, 2006). Ffolding back Pks terjadi pada topik: definisi limit secara intuisi, kesamaan dua fungsi, fungsi rasional, ketaksamaan nilai mutlak, logika kuantor dan logika implikasi. Folding back PksS terjadi ketika subjek folding back ke jenis pengetahuan konseptual tetapi tidak relevan dengan masalah yang dihadapinya. Sebagai contoh, subjek tidak dapat menjelaskan bahwa pernyataan 𝑥 mendekati dua berdasarkan definisi formal limit sehingga folding back (Pirie dan Kieren, 1994) ke level pemahaman Pk tentang definisi nilai mutlak. folding back subjek adalah PksS, karenasubjek tidak dapat melihat kaitan antara pernyataan 𝑥 mendekati dua dengan definisi nilai mutlak |𝑥 − 2|. Subjek menyatakan bahwa 𝑥 − 2 ≥ 0 atau 𝑥 − 2 < 0 berakibat 𝑥 mendekati dua.Subjek salah dalam memahami tanda ketaksamaan sehingga menyebabkan kesalahan konsep (Egodawate, 2011; Tansili dan Kose, 2013).Perilaku subjek terlihat sepertiperilakukonseptual, tetapi sebenarnya dihasilkan oleh proses mental yang tidak mencirikan perilaku konseptual (Vinner, 1997 dalam Brandell, 2008). folding back PksS terjadi pada topik: definisi limit secara intuisi, kesamaan dua fungsi, fungsi rasional, ketaksamaan nilai mutlak, logika kuantor dan logika implikasi. Folding back Pp terjadi ketika subjek folding back ke jenis pengetahuan prosedural dan relevan dengan masalah yang dihadapinya. Subjek dapat menyelesaikan masalah matematika tetapi tidak dapat memberikan alasan penyelesaiannya (Hiebert, 1986; Kilpatrick dkk, 2001; dan Skemp, 1987). Sebagai contoh, subjek membuktikan masalah limit mengikuti prosedur pembuktian yang ada pada contoh di buku tetapi subjek tidak dapat memberikan alasan tiap langkah. folding back Pp terjadi pada topik: definisi limit secara intuisi, fungsi rasional, ketaksamaan nilai mutlak, dan definisi formal limit. Folding back PpS terjadi ketika subjek folding back ke jenis pengetahuan prosedural tetapi tidak relevan dengan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan prosedural subjek menimbulkan kesalahan konsep (Rittle dkk, 2001). Sebagai contoh, kesalahan konsep yang dilakukan subjek adalah melakukan pembagian 𝑥 − 2 dengan 𝑥 − 2 tanpa melihat kaitannya dengan konsep limit (Duru, 2011; Muzangwa dan Chifamba, 2012). Subjek tidak melihat bahwa pembagian tersebut tidak berlaku untuk 𝑥 = 2. Prosedur yang digunakan subjek tidak sesuai dengan konteks yang dihadapinya (Vinner, 1997 dalam Brandell, 2008). folding back PpS terjadi pada topik: fungsi rasional, ketaksamaan nilai mutlak, definisi formal limit, dan logika implikasi. SIMPULAN Simpulan folding back mahasiswa dalam menyelesaikan masalah limit berdasarkan pengetahuan konseptual dan procedural adalah sepertiberikut ini. (i) Folding back Pks, terjadi dalam proses kembalinya berpikir ke level pemahaman sebelumnya pada jenis pengetahuan konseptual dan relevan dengan masalah yang dihadapinya. folding back Pks terjadi pada topik: definisi limit secara intuisi, kesamaan dua fungsi, fungsi rasional, ketaksamaan nilai mutlak, logika kuantor dan logika implikasi. (ii) Folding back Pp, terjadi dalam proses kembalinya berpikir ke level pemahaman sebelumnya pada jenis pengetahuan prosedural dan relevan dengan masalah yang dihadapinya. folding back Pp terjadi pada topik: definisi limit secara intuisi, fungsi rasional, ketaksamaan nilai mutlak, dan definisi formal limit. (iii) Folding back PksS, terjadi dalam proses kembalinya berpikir ke level pemahaman sebelumnya pada jenis pengetahuan konseptual tetapi tidak relevan dengan masalah yang
8
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dihadapinya. folding back PksS terjadi pada topik: definisi limit secara intuisi, kesamaan dua fungsi, fungsi rasional, ketaksamaan nilai mutlak, logika kuantor dan logika implikasi. (iv) Folding back PpS, terjadi dalam proses kembalinya berpikir ke level pemahaman sebelumnya pada jenis pengetahuan prosedural tetapi tidak relevan dengan masalah yang dihadapinya. folding back PpS terjadi pada topik: fungsi rasional, ketaksamaan nilai mutlak, definisi formal limit, dan logika implikasi. DAFTAR PUSTAKA Carpenter, P., Fennema, E., Peterson, L., dan Carey, A. (1988).Teachers'p Edagogicalc Ontent Knowledge of Students' Problem Solving in Elementary Arithmetic.Journal for Researchin Mathematics Education. Volume 19, Nomor 5: 385-401. Cornu, B. dan Tall, D. (2002). Limits: Advanced Mathematics Thinking. Mathematics Education Library.Volume 11. Cory, L. dan Garofolo, J. (2011). Using Dynamic Sketches to Enchance Secondary Mathematics Teachers Understanding of Limit of Sequences. Journal for Research in Mathematics Education.Volume 42 Nomor 1: 655-97. Cottrill, J. dan Nichols, D. (1996).Understanding the Limit Concept: Beginning with a Coordinated Process Schema. Journal of Mathematical Behavior.Volume 15: 167-192. Droujkova, A., Berenson, B., Slaten, K., dan Tombes, S. (2011). A Conceptual Framework for Studying Teacher Preparation: The Pirie-Kieren Model, Collektif Understanding, and Metafor. Proceedings of the 29th Conference of the International Group for the Mathematics Education.Volume2: 289-296. Duru, A. (2011). Pre-Service Teachers‟ Perception about the Concept of Limit.Kuram ve Uygulamada Eğitim BilimleriEducational Sciences: Theory dan Practice. Volume 11, Nomor 3: 1710-1715. Hiebert, J. (1986). Conceptual and Prosedural Knowledge: The Case of Mathematics. London: Lawrence Erlbaum Associates. Hitt,C. dan Lara, H. (1999).Limits, Continuity and Discontinuity of Functions from Two Points of View: That of The Teacher and that of The Student.Proceedings of the British Society for Research into Learning MathematicsVolume 19, Nomor 2. Juter, K. (2006).Limits of Functions.Dissertation.Department of MathematicsLuleå University of Technology. Kastberg, E. (2002). Understanding Mathematical Concepts: The Case of The Logarithmic Function. Dissertation.University of Georgia. Katalog Jurusan Matematika FMIPA UM.(2010). UM Press. Kilpatrick, J., Swafford, J., dan Findell, B. (2001). Ading It Up Helping Children Learn Mathematics. National Research Council. Washington DC. Manu, S. (2005).Language Switching and Mathematical Understanding in Tongan Classrooms: An Investigation. Journal of Educational Studies.Volume 27, Nomor 2. Martin, C. (2008). folding back and the Dynamical Growth of Mathematical Understanding: Elaborating the Pirie–Kieren Theory. Journal of Mathematical Behavior Volume 27: 64– 85 Martin, C., LaCroix, L. dan Fownes, L. (2005). folding back and the Growth of Mathematical Understanding in Workplace Training.Adults Learning Mathematics An International Journal.Volume 1, Nomor 1. Martin, C, dan Pirie, S. (2000).The Role of Collecting in the Growth of MathematicalUnderstanding.Mathematics Education Research Journal 2000, Volume 12, Nomor 2: 127-146.
9
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Meel, E. (2003). Model and Theories of Mathematical Understanding: Comparing PirieKieren‟s Model of the Growth of Mathematical Understanding and APOS Theory. CBMS Issues in Mathematics Education.Volume 12. Moleong, J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Muzangwa, J. dan Chifamba, P. (2012).Analysis of Errors and Misconceptions in The Learning of Calculus by Undergraduate Students. Acta Didactica Napocensia.Volume 5 Nomer 2. Parameswaran, R. (2010). Expert Mathematicians‟ Approach Definitions.The Mathematics Educator. Volume 20, Nomor 1: 43-51
to
Understanding
Pegg, J. dan Tall, D. (2005).Using Theory to Advance Our Understandings of Student Cognitive Development.Proceedings of PME 29. Permen Dikbud Nomor 69. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Pirie, S. dan Kieren, T. (1994). Growth in Mathematical Understanding: How We Can Characterize it and How We can Represent it. Educational Studies in Mathematics, Volume 9: 160–190. Rittle, B. and Aliabi, M. (2001). Developing Conceptual Understanding and Prosedural Skill in Mathematics: An Iterative Process. Journal of Educational Psychology, Vol. 93, No.2: 346-362. Rittle, B. and Star, R. (2009). Compared to what? The effects of different comparisons on conceptual knowledge and prosedural flexibility for equation solving.Journal of Educational Psychology, Volume 101, Nomor 3: 529-544. Skemp, R. (1987). Psychology of Learning Mathematics.Lawrence Erlbaum Associates. Hillsdale: New Jersey. Slaten, M. (2006).Effective Teaching and Uses of Instructional Representations in Secondary Geometry: A Comparison of A Novice and An Experienced Mathematics Teacher. Dissertation.North Carolina State University. Slaten, M. (2011).Effective folding back via Student Research of the History of Mathematics.Proceedings of the 13th Annual Conference on Research in Undergraduate Mathematics Education. Susiswo, Sudirman, dan Qohar, A. (2011). Proses Berpikir Mahasiswa dalam Memahami Konsep Limit.Laporan Penelitian Program Hibah Penelitian I-MHERE. Universitas Negeri Malang. Swinyard, C. (2012). Coming to Understand the Formal Definition of Limit: Insights Gained From Engaging Students in Reinvention.Journal for Research in Mathematics Education, Volume 43, Nomor 4: 465-493. Tall, D. dan Kats, M. (2014).A Cognitive Analysis of Cauchy‟s Conceptions of Function, Continuity, Limit, and Infinitesimal, with Implications for Teaching The Calculus. Mathematics Education Research Centre University of Warwick.http://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/1401/1401.1468. Diakses 15-08-2014. Tall, D. dan Vinner, S. (1981).Concept Image and Concept Definitionin Mathematicswith Particular Reference to Limits andContinuity.Educational Studies in Mathematics. Volume 12: 151–169. Tansili, D. dan Kose, Y. (2013).Pre-Service Mathematic Teachers‟ Knowledge ofStudents about the Algebraic Concepts.Australian Journal of Teacher Education. Vinner, S. (1997).The Pseudo-Conceptual and the Pseudo-Analytical Thought Processes in Mathematics Learning. Educational Studies in Mathematics. Volume 34: 97-129
10
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Walter, J. dan Gibbsons, S. (2011). Student Problem-Solving Behaviors: Traversing the PirieKieren Model for Growth of Mathematical Understanding. Proceedings of the 13th Annual Conference on Research in Undergraduate Mathematics Education. Warner, L. dan Schorr, Y. (2004). From Primitive Knowing to Formalising: The Role of Student-to-Student Questioning in the Development of Mathematical Understanding. Proceedings of PME-NA-26. Volume 2: 429-437: Yusof, M. dan Tall, D. (1996). Conceptual and Prosedural Approaches to Problem-Solving. Proceedings of PME 20.Volume 4: 3–10. Zakaria, E. dan Zaini, N. (2009).Conceptual and Prosedural Knowledge of RationalNumbers in Trainee Teachers.European Journal of Social Sciences.Volume 9, Nomer 2.
PEMBELAJARAN OPEN-ENDED UNTUK BERFIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Sukoriyanto Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak: Pelaksanaan pembelajaran matematika di SMP diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada siswa. Pembelajaran open-ended adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis pada siswa SMP dalam belajar matematika. Guru yang akan melaksanakan pembelajaran open-ended diharapkan dapat mengembangkan permasalahan yang tidak hanya sekedar memiliki jawaban terbuka, namun harus mampu menumbuhkan kemampuan kritis siswa terhadap permasalahan yang diberikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah meminta pada siswa untuk mengkritisi jawaban yang diperolehnya sudah sesuai dengan permintaan soal atau sesuai dengan konteks nyata dikehidupan. Tulisan ini membahas hasil analisis pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang mencoba memberikan permasalahan open-ended kepada siswa dan meminta siswanya untuk mengritisi jawaban yang diperoleh sudah sesuai dengan permintaan soal atau sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari. Kata Kunci : Open-ended, Berfikir kritis, Matematika
Siswa SMP dalam belajar matematika kecenderungannya berfikir sesuai dengan apa yang diajarkan oleh gurunya. Siswa cenderung mencontoh apa yang diajarkan oleh gurunya dalam menyelesaiakan permasalahan yang diberikan. Kebanyakan guru dalam mengajarkan matematika selalu memberikan permasalahan yang selalu ada jawabannya dan kecenderungan jawaban dari permasalahan yang diberikan hanya memiliki satu selesaian, ini membuat siswa selalu mengangap bahwa permasalahan yang diberikan oleh guru selalu dapat diselesaiakan dan selesaiannya adalah tunggal. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari IREM (Institut de Recherchesur l‟Enseignement des Mathématiques) yang memberikan soal pada siswa SD sebagai berikut; “There are 26 sheep and 10 goats on the boat. How old is the captain?” 76 of 97 students calculated the captain‟s age by combining the given numbers by some operation like addition or subtraction Lebih lanjut menurut hasil penelitian IRM diperoleh fakta bahwa Masalah usia kapten dicobakan di banyak negara. Hasil pengamatan menunjukan bahawa siswa memiliki perilaku yang serupa. Hal ini dibentuk oleh keyakinan mereka bahwa data pada masalah digunakan dalam perhitungan dan perhitungan ini memberikan jawaban yang diperlukan. Sebagian besar siswa tidak mencoba untuk memahami tugas yang diberikan dan mereka percaya bahwa masalah yang ditugaskan oleh guru selalu benar. Sampai suatu hari ada seorang guru yang mengajarkan topik pecahan dengan model yang sangat berbeda dari yang dilakukan oleh kebanyakan guru di Indonesia. Beliau memberikan permasalahan pada siswanya sebagai berikut “Pada suatu area peternakan ayam, 11
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang 2 3
1
ayam jantan dan ayam betina dikeluarkan dari kandangnya. Setelah dihitung ayam yang 2 ada diluar kandang adalah 60% dari total ayam di area pertenakan tersebut. Berapa banyak ayam yang ada di area peternakan tersebut?” Langkah yang diberikan oleh beliau untuk menyelesaian permasalahan tersebut adalah sebagai berikut; Misalkan p adalah banyaknnya ayam jantan yang ada diluar kandang, dan misalkan w adalah banyaknya ayam betina yang ada diluar kandang, maka diperoleh 2 1 3 p + w = (p + w) 3 2 5 2 3 3 p p = w 3 5 5 1 1 p = w 15 10
1
- 2w 3
Sehingga p = 2w Jika ayam betinanya 2, maka diperoleh ayam jantannya adalah 3, sehingga yang berada diluar 100 100 kandang ada 5 ayam . Jadi banyaknya ayam yang ada di area peternakan adalah 60 x 5 = 12 . Ini tidak mungkin terjadi, karena ayam adalah mahluk hidup, sehingga hasilnya tidak mungkin pecahan. Jika ayam betinanya 6, maka diperoleh ayam jantan adalah 9, sehingga yang berada diluar kandang ada 15 ayam . Jadi banyaknya ayam yang ada di area peternakan tersebut adalah 100 x 15 = 25 ayam. Oleh guru pertanyaan dilanjutkan lagi, apakah mungkin satu area 60 peternakan ayamnya hanya 25 ekor?, jawaban siswa bervariasi ada yang menjawab mungkin kalau area peternakannya tidak luas, namun juga ada yang menjawab tidak mungkin karena area peternakan pasti memiliki lahan yang luas, sehingga ayamnya menjadi banyak. Jika ayam betinanya 10, maka ayam jantannya adalah 15, sehingga banyaknya ayam yang 100 berada diluar kandang ada 25 ekor . Jadi banyaknya ayam di area peternakan tersebut adalah 60
500 12
x 25 = . Ini tidak mungkin terjadi, karena ayam adalah mahluk hidup, sehingga hasilnya tidak mungkin pecahan. Jika ayam betinanya 6.000, maka diperoleh ayam jantannya adalah 9.000, sehingga ayam yang ada diluar kandang ada 15.000 ekor. Jadi banyaknya ayam di area peternakan 100 tersebut adalah x 15.000 = 25.000 ekor. Oleh guru pertanyaan dilanjutkan lagi, apakah 60 mungkin satu area peternakan banyaknya ayam 25.000 ekor?,dan apa mungkin ayam sebanyak 15.000 dibiarkan berkeliaran di luar kandang? jawaban siswa bervariasi ada yang menjawab mungkin karena secara perhitungan matematika adalah benar, namun ada juga yang menjawab tidak mungkin karena tidak mungkin ada kandang yang mampu memuat 25.000 ekor ayam. Kelihatannya, permasalahan dan solusi yang ditawarkan oleh guru di atas adalah suatu model pembelajaran yang membuat siswa berfikir berbeda dengan kebiasaan yang dilakaukan selama ini, siswa dituntut untuk mengeksplorasi semua kemampuan yang dimiliki dalam mengungkap semua kemungkinan jawaban yang ada, siswa juga diminta untuk berfikir kritis untuk menentukan apakah jawaban yang diberikan sesuai dengan kenyataan yang ada dikehidupan sehari-hari jika satu kemungkinan jawaban ditemukan. Namun dari sisi teoritis terdapat beberapa kelemahan yang perlu dikritisi dari proses pembelajaran yang dilakukan guru tersebut, oleh karena itu perlu dilakukan analisis pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru tersebut. PEMBAHASAN Untuk menganalisis proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di atas, berikut akan disajikan beberapa pembahasan yang berkaitan dengan; kritik terhadap manipulasi aljabar, Open-ended Problem, Langkah-langkah Open Ended, Langkah Open-Ended yang Dilakukan Guru. Kritik Terhadap Proses Manipulasi Aljabar Purcell, Robert. 2004 mengatakan bahwa ax + by + c dalah bentuk aljabar dengan a, b adalah koefisien, x dan y adalah variabel dan c adalah konstanta. Sedangkan untuk menyederhanakan operasi dalam aljabar, hanya dapat dilakukan dalam suku-suku yang variabelnya sama. Contoh: sederhanakan: 3y + 2x + 6 + 5y + 12x – 22. Penyelesaian dalam
12
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
menyederhanakan bentuk aljabar tesebut adalah sebagai berikut 3y + 5y +2x + 12x + 6 – 22 = 8y +14x – 16 Sementara pada saat guru menbantu siswa menyelesaiakan masalah yang diberikan melakukan aktifitas penyederhanaan bentuk aljabar sebagai berikut; Misalkan p adalah banyaknnya ayam jantan yang berada di luar kandang, dan misalkan w adalah banyaknya ayam betina di luar kandang, maka diperoleh 2 1 3 p + w = (p + w) 3 2 5 2 3 3 p - 5p = 5w 3 1 1 p = 10 w 15
1
- 2w 3
Sehingga p = 2w Pengerjaan di atas kelihatannya benar dan masuk akal, namun guru melakukan 2 1 3 kesalahan yang sangat mendasar pada saat menyederhanakan bentuk aljabar 3p + 2w = 5(p + w). Karena ada contoh penyangkal untuk membuat persamaan tersebut adalah salah yaitu ambil 2 1 4 3 17 3 3 p = 2 dan w = 3 maka diperoleh 3p + 2w = 3 + 2 = 6 , sedangkan 5(p + w) = 5(2 + 3) = 3. 17
Padalah 6 ≠ 3. Sehingga proses yang dilakukan guru menjadi salah. Jika permasalahan yang diberikan oleh guru ke siswa diubah sebagai berikut Pada suatu area peternakan perbandingan ayam jantan dan ayam betina yang berada diluar kandang adalah 3 :2. Setelah dihitung banyaknya ayam yang berada di luar kandang adalah 60% dari total ayam yang ada di area peternakan. Berapa banyak ayam yang ada diarea peternakan tersebut? maka kita dapat melakukan analisis pembelajaran yang dilakukan guru seperti di bawah ini. Open Ended Problem Jika dicermati permasalahan yang diberikan guru ke siswa seperti di atas adalah permasalahan yang sangat terbuka untuk memperoleh jawaban benar lebih dari satu jawaban, oleh karena itu permasalahan seperti di atas dapat dikatagorikan permasalahan yang open ended, hal ini ditegaskan oleh Maitree Inprasitha sebagai berikut “one “open-ended” problem is posed to the students first, then, proceeds by using many correct answer to the given problem to provide experience in finding something new during the problem-solving process. Mathematical activities generated by openended problems are very rich and subtle so as teachers can evaluate student‟s higherorder- thinking skills.” Dengan menggunakan permasalahan yang sifatnya open ended selain siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan banyak solusi benar dari satu permasalahan yang diberikan, mereka juga dituntut untuk mampu mengaplikasikan pemahaman yang dimiliki dalam penyelesaian permasalahan yang diberikan, sebagai ilustasi pada contoh pengajaran yang dilakukan guru di atas, setelah siswa mampu menjawab yaitu Jika ayam betinanya 6.000, maka diperoleh ayam jantannya adalah 9.000, sehingga ayam yang berada diluar kandang ada 15.000 100 ekor . Jadi banyaknya ayam yang ada di area peternakan tersebut adalah x 15.000 = 25.000 60 ekor. Dari jawaban ini siswa harus mampu mengidentifikasi antara jawaban yang diberikan dengan kondisi nyata apakah memang sesuai, sehingga mereka dapat berfikir meskipun secara perhitungan matematika adalah benar, namun sepertinya tidak mungkin karena tidak ada kandang yang mampu memuat 25.000 ekor ayam dalam satu kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Foong Pui Yee sebagai berikut” Such open-ended projects usually require students to demonstrate their ability in the form of a detailed report on how they carry out an extended piece of independent work in mathematics showing their creative application of mathematical knowledge and skills.” Langkah-langkah Open Ended Untuk membuat siswa paham dan kreatif terhadap materi matematika yang dipelajari dengan pendekatan open ended, maka perlu dilakukan proses pembelajaran yang menuntut siswa kreatif dan mandiri hal ini sesuai dengan peraturan menteri Perndidikan dan Kebudayaan RI No 65 tahun 2013 tentang Standar Proses yang mengatakan bahwa “ Proses Pembelajaran
13
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik .” Sedangkan Bentuk pembelajaran dengan pendekatan open-ended yang dapat meningkatkan pemahaman siswa menurut Direktorat Pembinaan SMP. Dirjen Pendidikan Dasar. Kemeterian Pendidikan dan kebudayaan adalah sebagai berikut; 1. membaca dan memahami masalah yang diberikan, 2. menyelesaikan masalah dengan mengkonstruksi ide-ide dan pengetahuan dasar yang dimiliki untuk memperoleh lebih dari satu penyelesaian 3. Menyusun kesimpulan dari penyelesaian masalah yang telah disampaikan 4. Menjawab pertanyaan dari guru tentang respon yang belum muncul di pembelajaran Langkah Open-Ended yang Dilakukan Guru Jika kita lihat pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru dengan memberikan permasalahan seperti dipembahasan sebelumnya, dan mengarahkan siswa untuk menjawab permasalahan yang diberikan maka dapat diidentifikasi langah yang dilakukan oleh guru adalah menggunakan open-ended. Perbandingan langkah yang dilakukan guru dengan langkah yang diajukan oleh Direktorat Pembinaan SMP. Dirjen Pendidikan Dasar. Kemeterian Pendidikan dan kebudayaan adalah sebagai berikut; 1. Siswa diminta untuk membaca dan memahami masalah yang diberikan yaitu Pada suatu area peternakan perbandingan ayam jantan dan ayam betina yang berada di luar kandang adalah 3 :2. Setelah dihitung banyaknya ayam yang berada di luar kandang adalah 60% dari total ayam yang ada di area peternakan. Berapa banyak ayam yang ada diarea peternakan tersebut? 2. Siswa diminta untuk menyelesaikan masalah dengan mengkonstruksi ide-ide dan pengetahuan dasar yang dimiliki untuk memperoleh lebih dari satu penyelesaian, yaitu Misalkan p adalah banyaknya ayam jantan di luar kandang, dan misalkan w adalah banyaknya ayam betina diluar kandang, maka diperoleh 3 p : w = 3 : 2, Sehingga p = w 2 Jika ayam betinanya 6, maka diperoleh ayam jantannya 9, sehingga ayam yang berada di 100 luar kandang ada 15 ekor . Jadi banyaknya ayam di area peternakan tersebut adalah x 60 15 = 25 ekor. Jika ayam betinanya 6.000, maka diperoleh ayam jantannya 9.000, sehingga yang berada di luar kandang ada 15.000 ekor . Jadi banyaknya ayam di area peternakan tersebut adalah 100 x 15.000 = 25.000 ekor. 60
3. Siswa menyusun kesimpulan dari penyelesaian masalah yang telah disampaikan, yaitu jawaban yang benar untuk permasalahan yang diberikan ternyata tidak tunggal, dari hasil pengerjaan di atas siswa mendapatkan 2 jawaban yang benar yaitu banyaknya ayam di area peternakan tersebut dapat 25 ekor, 25.000 ekor atau yang lainnya. 4. Siswa menjawab pertanyaan dari guru tentang respon yang belum muncul di pembelajaran, yaitu salah satunya menjawab respon pertanyaan guru tentang jika ayam betinanya 2, maka diperoleh ayam jantannya 3, sehingga ayam yang berada diluar kandang ada 5 ekor . Jadi 100 100 banyaknya ayam di area peternakan tersebut adalah x5= ekor, apakah ini boleh 60 12 terjadi? Siswa menjawab bahwa ayam yang ada di area peternakan adalah mahluk hidup, sehingga hasilnya tidak mungkin pecahan. 5. Proses berfikir kritis anak menjadi meningkat, yaitu pada saat siswa mendapat jawaban dari permasalahan yang diberikan dengan menjawab banyaknya ayam di area peternakan adalah 25 ekor, 25.000 ekor atau yang lain, maka guru melanjutkan pertanyaan apakah mungkin dalam satu area peternakan terdapat 25 ekor ayam, atau dalam satu area peternakan terdapat 25.000 ekor ayam, jawaban siswa bervariasi ada yang menjawab mungkin dan ada yang menjawab tidak mungkin, jawaban siswa tersebut disertai dengan alasan yang masuk akal. 6. Ketajaman siswa dalam melakukan analisis jawaban menjadi meningkat, yaitu pada saat siswa mencoba mencari jawaban dengan mengambil ayam betina 2 ekor, maka diperoleh 14
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
ayam jantannya 3 ekor, sehingga ayam yang berada di luar kandang ada 5 ekor . Jadi 100 100 banyaknya ayam di area peternakan tersebut adalah 60 x 5 = 12 . Ini tidak mungkin terjadi, karena ayam adalah mahluk hidup, maka hasilnya tidak mungkin pecahan. Jika kita gambarkan dalam diagram langkah pembelajaran yang diajukan oleh Direktorat Pembinaan SMP. Dirjen Pendidikan Dasar. Kemeterian Pendidikan dan kebudayaan dan langkah yang dilakukan oleh guru diperoleh gambaran sebagai berikut;
Gambar 1 . Langkah pembelajaran Open-ended yang diajukan oleh Direktorat Pembinaan SMP, Dirjen Pendidikan Dasar, Kemeterian Pendidikan dan kebudayaan
Gambar 2 . Langkah Pembelajaran Open –ended yang Ditawarkan oleh Guru
Dari dua perbandingan di atas diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru selain mengikuti kaidah pembelajaran open –ended menurut Direktorat Pembinaan SMP. Dirjen Pendidikan Dasar. Kemeterian Pendidikan dan kebudayaan namun juga memberikan tambahan tentang kemampuan berfikir krits siswa dan memberikan fasilitas pada siswa untuk dapat melakukan analisis yang tajam terhadap permasalahan yang diberikan. Dengan demikian kegiatan yang dilakukan guru tersebut sangat baik untuk ditiru.
15
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
KESIMPULAN Kemampuan pengerjaan perhitungan bilangan pecahan dan melakukan penyederhanaan bentuk aljabar harus dimiliki oleh siswa SMP. Oleh karena itu guru harus memiliki wawasan yang sangat luas dan mendalam tentang pengerjaan perhitungan pecahan dan menyederhanakan bentuk aljabar. Oleh karena itu sebaiknya guru selalu memperdalam dan meningkatkan pengetahuannya tentang materi matematika yang diajarkan kepada siswanya, jangan sampai mengalami kesalahan dalam melaksanakan pembelajaran matematika. Apalagi dalam kondisi sekarang guru harus mampu mendorong siswa untuk kritis dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran open-ended untuk siswa SMP diharapkan dapat meningkatkan kekritisan siswa terhadap masalah yang dihadapi, karena selain siswa terbiasa dengan permasalahan yang memiliki lebih dari satu jawaban benar, siswa juga dibiasakan kritis terhadap hasil jawaban yang ditemukannya. Siswa diharapkan tidak percaya begitu saja terhadap hasil jawaban yang diperolehnya, mereka didorong untuk selalu mempertanyakan apakah jawaban yang didapatkan sesuai dengan permintaan soal atau sesuai dengan konteks nyata. Salah satu upaya untuk membuat siswa kritis dengan menggunakan pembelajaran openended adalah dengan mendoromg siswa untuk mencoba mencari alternatif jawaban yang sudah ada dan didorong untuk selalu mengkritisi jawaban yang ditemukan apakah sudah sesuai dengan kondisi nyata. Oleh karena itu peran guru sangat penting dalam rangka menumbuhkan kekritisan siswa SMP terhadap matapelajaran matematika. DAFTAR RUJUKAN Direktorat Pembinaan SMP. 2014. Metode Open Ended. Dirjen Pendidikan Dasar. Kemeterian Pendidikan dan kebudayaan. Diakses di http://www.psmp.web.id/berita/68-metode-openended pada tgl 20 September 2014.) Education Committee of the EMS(European Mathematical Society). Tanpa tahun. What are the Reciprocal Expectations between Teacher and Students? Solid Findings in Mathematics Education on Didactical Contract. Diakses di . http://www.euro-math soc.eu/ems_education/Solid_Findings_Didactical_Contract_Expanded.pdf pada tanggal 21 September 2014 Foong Pui Yee. 2013. Using Short Open-ended Mathematics Questions to Promote Thinking and Understanding. Singapore: National Institute of Education. Diakses di http://math.unipa.it/~grim/SiFoong.PDF. pada tanggal 21 September 2014. Maitree Inprasitha. 2012. Open-ended Approach and Teacher Education. Thailand : Center for Research in Mathematics Education Faculty of Education, Khon Kaen University, 40002, diakses di http://www.human.tsukuba.ac.jp/~mathedu/2514.pdf pada tanggfal 21 September 2014 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses. 2013. Jakarta: Depdikbud Purcell E. & Verberg, Dale. 2004. Kalkulus dan Geometri Analitik Jilid 2. (Edisi delapan terjemahan). Jakarta: Erlangga.
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG NILAI TEMPAT MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA KELAS II MIS AL-IHSAN TANAH GROGOT Masnun Abstrak : Pembelajaran siswa selama ini masih rendah ,terutama materi nilai tempat ,siswa tidak memahami nilai tempat ratusan , puluhan dan satuan dengan benar ,masih banyak siswa yang mengalami kesukaran dalam menyelesaikan nilai tempat dengan benar ,untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukanlah
16
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
penelitian tindakan kelas yang bertujuan memperbaiki pemahaman siswa tentang nilai tempat dengan benar melalui metode demontrasi dan latihan ,dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa langkah-langkah yang dapat memperbaiki pembelajaran adalah (1) kegiatan pendahuluan dilakukan dengan guru memberi motivasi dengan Menunjukkan nilai tempat bilangan sampai dengan ratusan (2) Kegiatan inti guru memberikan soal-soal yang berkaitan dengan nilai tempat (3) Kegiatan penutup dilakukan dengan mereview materi yang sedang dipelajari.adapun peningkatan hasil belajar siswa dari rata-rata . Kata Kunci : Pemahaman ,Nilai tempat ,Demontrasi
Pendidikan merupakan suatu cara pembentukan kemampuan manusia untuk menggunakan akalfikiran/rasional mereka sebagai jawaban dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul di masa yang akan datang. Salah satu tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan pendidikan yang baik kita akan mudah mengikuti perkembangan zaman di masa yang akan datang.Sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi kehidupan, akan membawa sikap mental tingkah laku anak didik. Hal ini merupakan proses yang secara alami munculnya suatu permasalahan yang baru dalam dunia pendidikan. Sehingga dalam penyampaian materi pelajaran dituntut untuk selalu menyesuaikan dengan kondisi anak sekarang. Perlu diketahui bahwa pendidikan kemarin, sekarang dan yang akan datang banyak perubahan. Guru yang selalu menggunakan metode monoton, artinya dari tahun ke tahun tidak pernah mengalami perubahan karena adanya perubahan kondisi, mereka akan mengalami permasalahan yang yang tidak mereka sadari. Oleh karena itu sebagai seorang pendidik harus mau tahu akan kebutuhan anak didik, terutama dalam pelayanandan penyampaian materi pelajaran. Sehingga sangat perlulah sebagai pendidik mengadakan variasi metode pengajarannya. Manakah yang lebih tepat untuk menyampaikan materi supaya hasil proses belajar mengajar berhasil maksimal.Perubahan pengajaran tidak harus disertai dengan pemakaian perlengkapan uang serba hebat, tetapi lebih menekankan pada pengembangan caracara baru belajar yang lebih efektif dan sesuai dengan kemampuan peserta didik. Pembelajaran akan efektif bila guru dapat mengidentifikasi masalah yang dihadapi di kelasnya, kemudian menganalisa dan menentukan factor-faktor yang diduga menjadi penyebab utama, yang selanjutnyamenentukan tindakan pemecahannya.Tuntutan peningkatan kualitas professional guru belum memenuhi syarat yang diinginkan atau diharapkan, karena antara petunjuk perlaksanaan yan sudah ada banyak terdapat kendala bagi para pelaksana pendidikan utamanya guru terbukti dengan dampak yang dilapangan antara lain: 1. Keterampilan anak didik masih sangat rendah, terutama tentang keterampilan 2. Tingkat pengetahuan dan prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika lebih rendah dari mata pelajaran yang lain. 3. Suasana belajar kurang dinamis. Permasalahan di atas disebabkan oleh dominasi guru masih tinggi, peran guru dalam proses belajar mengajar sebagai penyebar ilmu krang berperan sebagai fasilitator,guru masih banyak bergantung pada buku, guru masih dominan menggunakan ceramah dan mencatat, guru kurang mengoptimalkan bekerja bersaman-sama dan siswa dianggap lulus tes atau dapat mengerjakan tes tanpa memperhatikan aspek lain seperti kejujuran,pengendalian diri, penghargaan kepada orang lain, dan kemampuan bekerja sama. Demikian gambaran situasu pembelajaran saat ini yang terjadi di lapangan khususnya pembelajaran di Sekolah Dasar. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses pembelajaran dari segi hasil. Dari segi peoses pembelajaran dikatakan berhasil apabila seluruhnya atau setidaktidaknya sebagaian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun social dalam proses pembelajaran di samping menunjukkan kegairahan belajar tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya diri yang tinggi. Sedangkan dari segi hasil proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan-perubahan perilaku yang positif dari peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar Metode mengajar banyak sekali jenisnya, disebabkan oleh karena metode ini dipengaruhi oleh beberapa factor misalnya : tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya,tingkat kematangan siswa yang berbeda, situasi yang berbagai keadaan, pribadi guru dan kemampuan professional yang berbeda-beda. Karena itu 17
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sulit untuk memberikan satu klasifikasi yang jelas mengenai metode yang pernah dikenal di dalam pengajaran. Namun demikian ada sifat umum yang menjadi mungkin untuk mengadakan klasifikasi yang jelas tetapi fleksibel. Di dalam kenyataan banyak faktor yang menyebabkan tidak selalu dapat dipergunakan metode yang paling sesuai dengan tujuan, situasi dan lain-lain. Guru sering kali terpaksa menggunakan metode pilihan. Agar usaha pendidikan tidak sia-sia. Berdasarkan hasil ulangan harian ke I mata pelajaran matematika dengan kompetensi dasar “Menentukan nilai tempat satuan, puluhan dan ratusan”, menunjukkan rendahnya tingkat penguasaan materi.Dari 20 siswa di kelas II hanya 11 siswa yang mencapai tingkat penguasaaan materi sebesar 75% ke atas.Oleh karena itu, peneliti meminta bantuan kepada teman sejawat untuk mengidentifikasi kekurangan dalam pembelajaran.Dari hasil diskusi tersebut, maka terungkap masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu “Rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi”. Setelah penulis menganalisa dengan melakukan diskusi dan tukar pendapat dengan teman sejawat selaku pengamat, maka diketahui bahwa faktor penyebab siswa kurang menguasai materi yang diajarkan adalah: 1. Kurangnya perhatian siswa terhadap materi 2. Guru dalam menjelaskan materi terlalu cepat. Mengingat permasalahan tersebut adalah masalah yang bermuara dari dan dirasakan oleh guru kelas, maka peneliti berupaya mencoba cara yang paling efektif dalam memperkenalkan konsep kepada anak didik mencari yang paling mudah, dekat dengan diri siswa sehingga pelajaran Matematika menjadi menyenangkan, maka dari itu penulis mengajukan penelitian dengan judul “Meningkatkan pemahaman siswa tentang nilai tempat melalui metode demonstrasi pada siswa kelas II Mis Al-ihsan Tanah Grogot. Masalah adalah segala rintangan tentang hambatan dan kesulitan yang memerlukan pemecahan jawaban agar usaha pencapaian tujuan dimaksud dapat berhasil dengan baik. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “bagaimanakah penggunaan metode demonstrasi dalam meningkatkan pemahaman tentang nilai tempat pada siswa kelas II Mis AlIhsan Tanah Grogot ? Tujuan penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan metode demonstrasi dapat meningkatkan pemahaman tentang nilai tempat pada siswa kelas II MIS Al-Ihsan Tanah Grogot ? 1. Dapat menyelesaikan tugas dengan cepat, tepat dan benar, serta dapat memanfaatkan waktu dengan baik dan tepat, mampu menyelesaikan soal yang tak terbatas dalam waktu yang relative singkat. 2. Hasil perbaikan ini dapat dijadikan bahan masukan dan perbandingan dalam melaksanakan proses pemahaman nilai tempat pada siswanya, sehingga pelaksanaan kegiatan guru lebih berkembang dan terarah dalam pengelolaan situasi dan kondisi siswa. 3. Untuk bahan pertimbangan dalam peningkatan prestasi siswa di masa yang akan datang. 4. Untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan proses/hasil pembelajaran dengan manfaat metode yang tepat. 5. Membantu guru berkembang secara professional. 6. Meningkatkan rasa percaya diri guru. 7. Sebagai bahan masukan atau input untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan untuk membina guru dalam menentukan keberhasilan pengelolaan pembelajaran di sekolah. 8. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di MIS Al-Ihsan Kecamatan Tanah Grogot Kota Tanah Grogot Ini diharapkan bisa ditindak lanjuti dengan perbaikan pengembangan.Perbaikan ini juga bisa digunakan sebagai bahan referensi dan sumber infomasi mengenai penerapan metode demonstrasi dalam pembelajaran. METODE Jenis penelitian ini adalah Penelitian tindakan Kelas ,Subjek Penelitian adalah siswa kelas II MIS Al-Ihsan Tanah Grogot ,Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa 20 orang ,penelitian tindakan kelas ini terdari dari dua siklus ,tiap-tiap siklus dilaksanakan melalui tahapan perencanaan tindakan ,pelaksanaan tindakan ,observasi dan refleksi. Penelitian ini mengenai peningkatan pemahaman nilai Tempat dengan menggunakan metode demonstrasi,Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa berupa ketuntasan belajar siswa yang membandingkan data pada setiap siklusnya . 18
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Per Siklus Dari tindakan yang telah dilaksanakan dapat dilaporkan adanya peningkatan kemampuan mengajar pada guru dan peningkatan pemahaman nilai tempat melalui metode demonstrasi pada siswa kelas II MIS Al-Ihsan Kecamatan Tanah Grogot Kota Tanah Grogot Peningkatan kemampuan mengajar tersebut antara lain: 1. Kebiasaan mengajar yang membiasakan guru aktif menjelaskan dan menerangkan mulai berkurang, dan berubah menjadi bimbang dan mengembangkan inisiatif siswa. 2. Kebiasaan siswa yang biasa pasif, berubah menjadi aktif dalam mengidentifikasi 3. Setiap akhir pelajaran, siswa memperoleh hasil belajar (produk) selama proses belajar berlangsung melalui diskusi kelompok maupun individu. 4. Pada saat pembelajaran guru, mulai selalu memeprhatikan: a. Perbedaan individu b. Pengorganisasian kelas c. Variasi pembelajaran 5. Guru lebih banyak mendorong siswa berkreatif dan menciptakan iklim belajar yang kondisif. Hasil penelitian dalam proses analisis data berupa peningkatan pemahaman nilaitempat melalui metode demonstrasi pada siswa kelas II MIS Al-Ihsan Tanah Grogot berupa tes tulis. Proses analisis data tersebut disajikan dalam 2 siklus. Berdasarkan hasil analisis data tersebut terhadap pemahaman nilai tempat, maka dapat ditentukan jumlah siswa yang mendapat nilai sama. Secara lengkap hasil analisis data terhadap pemahaman nilai tempat siswa kelas II MIS Al-Ihsan Tanah Grogot diuraiakan berikut ini: 1. Siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 3 anak 2. Siswa yang mendapat nilai 60 sebanyak 5 anak 3. Siswa yang mendapat nilai 70 sebanyak 9 anak 4. Siswa yang mendapat nilai 80 sebanyak 4 anak Untuk lebih jelasnya, hasil analisis data pemahaman nilai tempat pada siklus 1,dipaparkan berikut ini. Tabel 4.1 : Hasil Tes Akhir Pada Siklus 1
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Siswa Dita amelia Hamsidar Hastinah M.Rifqi Nurrahmah Damayanti Randa saputra Safwani Siswanto Syarif hidayatullah Zainal Abidin Zikri Yuliana rahma sari Adelia Syamsiduha Gita M.Arif M.Ihsan Erika ST.Azzahra M.Fitrianur Jumlah Rata-rata Presentase %
Nilai 50 70 60 50 60 70 80 80 70 70 50 80 80 70 70 70 70 70 80 80 1330 66,5 6,65 19
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Hasil penelitian pada siklus 1 menunjukkan bahwa pemahaman siswa kelas II dalam memahami materi nilai tempat masih belum maksimal.Oleh karena itu, penelitian dilanjutkan pada siklus 2.Daftar nilai tersebut jika disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Dalam proses pembelajaran siklus 2, siswa kelas II melanjutkan menjawab soal melalui tes tulis. Berdasrkan hasil analisis data terhadap pemahaman nilai tempat, maka ditentukan jumlah siswa yang mendapat nilai yang sama. Secara lengkap hasil analisis data nilai siswa kelas II MIS AlIhsan TanahGrogot diuraiakan sebagai berikut : a. Siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 0 anak b. Siswa yang mendapat nilai 60 sebanyak 2 anak c. Siswa yang mendapat nilai 70 sebanyak 3 anak d. Siswa yang mendapat nilai 80 sebanyak 8 anak e. Siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 4 anak Untuk lebih jelasnya, hasil analisis data pemahaman nilai tempat pada siklus 2,dipaparkan berikut ini. Tabel 4.2 : Hasil Tes Akhir Pada Siklus 2
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Siswa Dita amelia Hamsidar Hastinah M.Rifqi Nurrahmah Damayanti Randa saputra Safwani Siswanto Syarif hidayatullah Zainal Abidin Zikri Yuliana rahma sari Adelia Syamsiduha Gita M.Arif M.Ihsan Erika ST.Azzahra M.Fitrianur Jumlah Rata-rata Presentase %
Nilai 80 70 60 90 60 70 90 90 70 80 60 80 90 70 70 60 60 70 80 80 1510 75,5 7,55
Hasil penelitian pada siklus 2 menunjukkan bahwa pemahaman siswa kelas II dalam memahami materi nilai tempat sudah banyak mengalami pengingkatan yang bermakna atau signifikan. B. Pembahasan Setiap Siklus Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan dalam siklus 1 dan 2,terlihat jelas ada peningkatan pemahaman materi nilai tempat melalui metode demonstrasi pada siswa kelas II MIS Al-Ihsan Tanah Grogot ,Peningkatan tersebut disajikan dalam tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 : Perbandingan hasil tes Akhir pada Siklus 1 dan 2
No 1 2 3 4 5
Nama Siswa Dita amelia Hamsidar Hastinah M.Rifqi Nurrahmah Damayanti
Nilai 80 70 60 90 60 20
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Randa saputra Safwani Siswanto Syarif hidayatullah Zainal Abidin Zikri Yuliana rahma sari Adelia Syamsiduha Gita M.Arif M.Ihsan Erika ST.Azzahra M.Fitrianur Jumlah Rata-rata Presentase %
70 90 90 70 80 60 80 90 70 70 60 60 70 80 80 1510 75,5 7,55
Berdasarkan tabel di atas nampak 18 siswa telah mampu memahami materi nilai tempat melalui metode demonstrasi dan hampir seluruh siswa mengalami peningkatan yang sangat signifikan dari siklus 1 ke siklus 2.Hal tersebut membuktikan bahwa penggunaan metode demonstrasi sangat tepat untuk meningkatkan kemampuan siswa khususnya tentang nilai tempat.Untuk lebih jelasnya adanya peningkatan tersebut lihat gambar dalam grafik di bawah ini. Tabel hasil tes akhir siklus I dan II
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Siswa Dita amelia Hamsidar Hastinah M.Rifqi Nurrahmah Damayanti Randa saputra Safwani Siswanto Syarif hidayatullah Zainal Abidin Zikri Yuliana rahma sari Adelia Syamsiduha Gita M.Arif M.Ihsan Erika ST.Azzahra M.Fitrianur Jumlah Rata-rata Presentase %
Nilai 80 80 80 90 80 80 90 90 90 80 80 80 90 90 80 90 90 80 80 80 1800 90,0 9,00
Berdasarkan grafik di atas terlihat peningkatan yang signifikan mulai dari pra siklus (55%), kemudian pada siklus 1 meningkat menjadi 65% dan siklus 2 meningkat menjadi 90%
21
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
KESIMPULAN Dengan menggunakan metode demonstrasi, ternyata mampu meningkatkan pemahaman tentang nilai tempat pada siswa kelas II MIS Al-Ihsan .Dengan meningkatnya pemahaman siswa kelas II MIS Al-Ihsan pada materi tentang nilai tempat, maka prestasi siswa pun juga ikut meningkat DAFTAR RUJUKAN Bahri, Jamara Syaiful. (2000). Keunggulan Metode Demonstrasi. Jakarta: Bina Aksara. Cenei (1986).Tujuan Penerapan Metode Demonstrasi. Boston: Allyn & Bacon. Mujiono.(1986). Keterampilan Dasar Mengajar Matematika. Jakarta: Intan Pariwara. Reuseffendi (1990). Macam-macam Metode. Jakarta: Bina Aksara. Usman, Basyirudin. (2002). Penerapan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Jaya. Staton (1978). Penerapan Metode Demonstrasi. Boston: Allyn & Bacon. Winarno (1980). Pengertian Metode Demonstrasi. Jakarta: Rineka Cipta.
METODE DISKUSI PADA MATERI OPERASI BILANGAN BULAT UNTUK MENINGKATKAN DAYA RETENSI SISWA MELALUI LESSON STUDY DI SDN 07 CURUP TENGAH Berlian1 dan Khairul2 Guru Desiminasi KKG III1, Treiner Nasional Teqip 20102 Abstrak: Lesson Study (LS) yaitu kegiatan pengkajian berkelanjutan yang dilakukan sekelompok guru secara berkela dan berkelanjutan untuk menguji dan meningkatkan keefektifan pembelajaran. Lesson Study melalui kegiatan perencanaan (Plan), Pelaksanaan (do), dan Refleksi (see). Secara kolaboratif yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Lesson Study yang di lakukan dapat mendorong siswa belajar dengan aktif, kreatif, tepat dan menyenangkan. Dapat memperhatikan siswa satu persatu. Kegiatan lesson Study yang dilaksanakan di SDN 07 Curup tengah bertujan untuk meningkatkan kompetensi guru dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas. Pada saat open class pembelajaran dilaksanakan dengan methode diskusi kelompok yang dilengkapi lembar kegiatan. Diskusi kelompok dipilih karena dapat meningkatkan data retensi siswa dengan menemukan prinsip. Menurut observer, kegiatan open class dengan methode diskusi kelompok dapat meningkatkan pemahaman dan daya retensi siswa terhadap materi sehingga siswa lebih lama mengingat materi dan dapat mengaplikasikan rumus dengan tepat. Dengan lesson Study pembelajaran lebih menyenangkan sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran Kata kunci : Diskusi kelompok, Lesson Study, Operasi Bilangan bulat.
SDN 07 Curup Tengah merupakan salah satu unit yang ada di komplek perumnas Kelurahan batu galing kecamatan Curup Tengah. Sekolah ini merupakan sekolah inti dalam lingkungan Gugus III Curup Tengah. Salah satu program yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah Lesson Study Lesson Study (LS) adalah kegiatan pengkajian berkenjutan yang dilakukan sekelompok guru atau pamong secara berkala dan berkelanjutan untuk menguji dan meningkatkan keefektifan pembelajaran (Syamsyuri, Dkk:2011).Lesson Study adalah salah satu alaternatif untuk mengembangkan profesionalisme pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan. lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu, Plan, Do, See. Tahap Plan (Perencanaan) dilaksanakan dengan teman guru dengan mengutarakan masalah yang sedang di 22
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
hadapi, diskusi pada tahap ini akan menghasilkan solusi berupa rencana pelaksanaan pembelajaran focus dengan target yang akan dilaksanakan. Tahap do (open class adalah tahap observasi) dan pengamatan dalam kelas dengan satu guru model dan bebarapa pengamat, pada tahap ini pengamat dapat mengidentifikasi hala-hal penting yang terjadi di kelas. Tahap See (refleksi) adalah tahap mengutarakan apa yang terjadi selama proses pembelajaran dan mengambil pembelajaran berharga dari pembelajaran yang telah berlangsung. Pelajaran matematika banyak melibatkan aplikasi atau penggunaan rumus. Biasanya pembelajaran yang di terapkan adalah dengan memberikan rumus, contoh soal kemudian siswa di minta untuk menggunakan rumus tersebut. Dari pengalaman terdahulu cara memberikan rumus secara langsung membuat siswa mudah lupa karena daya retensi rendah. Dari masalah yang di temui di atas, guru mata pelajaran beserta guru rumpun berdiskusi untuk mengatasi maslah tersebut. Dari diskusi yang di lakukan di sepakati bahwa untuk pelajaran Operasi Bilangan bulat menggunakan metode diskusi kelompok. Dari diskusi kelompok di harapkan siswa memiliki daya retensi tinggi terhadap materi tersebut. Salah satu unjuk kerja yang dapat meningkatkan daya retensi adalah dengan menemukan prinsip (meril, 1983) keefektifan belajar juga dapat di ukur dengan tingkat retensi (Gagne,1985) sehingga diskusi kelompok untuk menurunkan rumus persamaan garis ini di harapkan dapat meningkatkan daya retensi siswa. Kegiatan lesson Study dalam mata pelajaran matematika dengan kompetensi dasar menentukan gradient Operasi Bilangan bulat, dan grafik Operasi Bilangan bulat dengan methode diskusi kelompok bertujuan agar tercapainya indicator pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah guru buat. Kegiatan lesson Study yang di lakukan dapat membuat pembelajaran lebih aktif dan menyenangkan karena siswa di tuntut untuk berfikir kritis dalam menyelesaikan lembar kegiatan yang telah di berikan. Lembaran kegiatan yang di berikan mengarahakan siswa untuk dengan mudah menurunkan rumus. METODE Plan Kegiatan lesson Study diawali dengan plan yang di laksanakan di SDN 07 Curup tengah pada hari rabu tanggal 22 April 2012 yang di hadiri oleh Khairul sebagai guru Model dan Akhirman (Mahasiswa S.2 Prodi Matematika UNIB), kastani (Mahasiswa S.2 prodi Matematika UNIB), Asna(Mahasiswa S.2 prodi Matematika UNIB), dan Nurhasanah (Mahasiswa S.2 Prodi Matematika UNIB) sebagai guru Observer. Pada saat Plan disepakati Khairul sebagai guru Model. Pada tahap ini di lakukan pengkajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, perumusan indikator dan tujuan pembelajaran, penerapan strategi pembelajaran, pemilihan media pembelajaran, penyusunan skenario pembelajaran dan penulisan RPP. Bahan ajar yang dipilih adalah Standar Kompetensi : memahami bentuk al jabar, relasi, fungsi, dan Operasi Bilangan bulat. Kompetensi dasar: menentukan betuk operasi bilangan bulat, Operasi Bilangan bulat dan terapan Operasi Bilangan bulat. Tujuan yang diharapkan saat pembelajaran, yaitu dengan lembaran kegiatan yang di berikan kepada siswa dapat menurunkan rumus persamaan garis dalam Operasi Bilangan bulat sederhana tertentu dan dapat menentukan persamaan dalam Operasi Bilangan bulat sederhana. Pada saat plan dihasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran dan lembaran kegaiatan siswa yang di terapkan pada tahap Do (Open class) Model pembelajaran yang di pilih adalah Coorporative learning. Pemilihan model pembelajaran koorporative karena pembelajaran koorperative menekankan sharing pengalaman, anatar anggota kelompok sehingga dapat meberikan pengalaman belajar yang optimal baik pada perorangan maupun kelompok. Do Tahap Do di laksanakan Pada 25 April 2012, di SDN 07 CurupTengah Pembelajaran Matematika Materi Operasi Bilangan bulat dalam Operasi Bilangan bulat sederhana tertentu di laksanakan di kelas V semester II tahun 2011/2012. kegiatan Do di hadiri oleh guru dalam gugus wilayah III Curup tengah. Pembelajaran pada tahap open class ini diawali dengan kegiatan menanyakan PR pada pertemuan sebelumnya. Karena tidak ada PR pada pertemuan sebelumnya siswa langsung diminta untuk membaca materi Operasi Bilangan bulat yang melalui dua titik selama 5 menit. Di harapkan siswa memiliki kemampuan awal atau bayangan materi yang akan di pelajari. Setelah membaca siswa diminta untuk duduk sesuai dengan kelompoknya. 23
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pada kegiatan inti masing-masing kelompok mendapatkan 2 lembar kegiatan satu untuk di kumpulkan dan satu untuk arsip kelompok. Pada lembar kegiatan terdapat 3 soal, 1 soal terdiri dari beberapa pertanyaan. Siswa untuk mengerjakan soal sesuai dengan atura guru. Masing – masing kelompok berdiskusi untuk menyelesaikan soal 1, pada pertanyaan pertama hampir tidak ada kesulitan yang di hadapi semua kelompok. Tetapi pada pertanyaan kedua siswa agak bingung karena satu titik tidak terdapat angka tetapi variable. Kelompok 7 mengerjakan soal 1 dengan cepat dan lancer sehingga ada waktu untuk mengidentifikasi masalah ulang. Setelah soal 1 selesai, maka masing-masing kelompok berdiskusi tentang soal 2, yang mengarahkan siswa langkah demi langkah untuk menyusun merumuskan rumus Operasi Bilangan bulat yang melalui satu titik dengan gradient m. sebagian siswa merasa kesulitan karena tidak membaca pertanyaan dengan baik. Kemudian guru meberikan pengarahan agar siswa memahami pertanyaan sebelum menjawab. Kelompok 4 tidak mengalami kesulitan apapun. Kelompok lain dapat mengerjakan setelah dapat arahan dari guru. Pada pertanyaan kelima terlihat semua kelompok tidak mendapat kesulitan dalam menjawab pertanyaan, tetapi pada pertanyaaan ke 6 hampir semua kelompok mengalami kesulitan dan banyak yang bertanya kepada guru. Tentang keyakinan jawaban yang mereka buat. Pada dasarnya mereka sudah bisa menjawab akan tetapi mereka tidak yakin dengan jawaban mereka karena hanya dalam bentuk variabel. Jawaba daripertanyaan 6 merupakan rumus Operasi Bilangan bulat yang melalaui satu titik dengan gradient m. rumus ini yang akan di gunakan dalam menjawab pertanyaan pada soal no 3. Masing-masing kelompok mengerjakan soal 3 untuk pertanyaan 7 dan 8 tidak ada kesulitan yang Nampak pada setiap kelompok. Tetapi pada pertanyaan pada pertanyaan no 9 kelompok 3,4,6 dan 7 mengalami kesulitan, sehingga guru segera memberikan bimbinngan dan arahan. Pada pertanyaan no 10 dan 11 masing-masing kelompok bertanya tentang langkahlangkah yang benar kepada guru dan guru segera merespon dengan memberikan bimbingan. Hasil pada pertanyaan 11 merupakan rumus persamaan garis melalui 2 titik. Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan lembar kegiatan kemudian di kumpulkan, siswa di minta kembali ke meja masing-masing untuk mengikuti evaluasi. Pada kegiatan akhir masing-masing siswa mengerjakan soal individu sebagai penilaian. Siswa terlihat antusias dalam mengerjakan, hanya 1 orang anak tampak santai dalam menjawab pertanyaan dan dalam waktu lama,sebagian dari beberapa siswa belum bisa menjawab pertanyaan, mereka belum menjawab di sebabkan bingung dengan pertanyaan yang di berikan. Kegiatan see (refleksi) di laksanakan langsung setelah open class. Kemudian refleksi di pimpin oleh moderator. Sebagai moderator adalah Akhirman. Moderator mengingatkan kepada Observer bahwa objek observasi adalah peserta didik dan aktifitasnya selama pembelajaran. Kegiatan refleksi bukan kegiatan menghakimi guru. Kegiatan refleksi di harapkan adanya temuan masalah, penyebabnya, dan pemberian solusi, sehingga dapat di ketahui pelajaran berharga yang dapat di petik dari pembelajaran tersebut. Kegiatan refleksi dimulai oleh moderator dengan memberikan ucapan selamat kepada guru model yang bersedia mengimplementasikan perangkat pembelajaran yang telah di susun bersama. Selanjutnya moderator memberikan kesempatan kepada guru model untuk menyampaikan pengalaman mengajarnya, Melakukan refleksi apakah pembelajaran sudah di laksanakan sesuai dengan RPP yang di buat pada saat plan? Guru model menjelaskan perasaannya pada waktu mengjar, ketercapaian pelaksanaan pembelajaran, kesesuaian langkah pembelajaran dengan RPP yang di siapkan dan hasil pengamatan selama proses pembelajaran. Pada kegiatan Do, Penulis (Guru Model) belum melakukan beberapa langkah pembelajaran (seperti pada RPP), anatar laian belum menjelaskan formatlaporan percobaan yang akan di nilai, belum melakukan refleksi terhadap peserta didik mengenai kegiatan pembelajaran dan belum melakukan kegiatan merangkum. Selanjutnya penyampaian hasil observasi, di antaranya sebagai berikut : - Bagaimana kesiapan peserta didik? (Respon ketika guru mempersiapkan belajar peserta didik) - Bagaiman interaksi yang terjadi dalam pembelajaran : Peserta didik dengan peserta didik dan peserta didik dengan guru? (kapan di mulai dan sampai kapan terjadi) - Mengapa peserta didik tidak belajar / Konsentrasi? - Bagaiman jalan keluar mengatasi peserta didik yang tidak belajar? 24
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
- Bagaimana peserta didik terlibat dalam kegiatan penutup ( Melakukan Refleksi,Menrangkum, dan sebagainya) - Pelajaran apa yang dapat di petik dari kegiatan tersebut? - Kritik dan saran di sampaikan secara bujak tampa merendahkan guru (80% memuji, 20 % memberikan masukan / kritik yang bersifat positif ) HASIL DAN DISKUSI Peserta didik pada awal pelajaran siap dan antusias. Siswa segera merespon perintah guru untuk membaca. Terlihat kelas segera hening karena setiap siswa membaca buku paket. Kondisi/respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan apersepsi/motivasi/ pemanasan berfikir/ advance organizer Peserta didik merespon dengan cepat. Lihat ahmad peka yang baru membuka langsung bertanya halaman berapa yang harus dibaca. Terlihat juga pada saat pembagian kelompok, setiap siswa langsung bergerak cepat menuju kelompoknya masing-masing. Siswa yang terlambat membuka buku din karenakan di sibukan soal yang lain. Siswa ini kurang termotivasi belajar dalam pembelajaran. Guru seharusnya dapat meberikan motivasi lebih pada siswa sehingga dapat berkonsentrasi penuh dalam pembelajaran. Kegiatan inti Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran dan gangguan dalam belajar Peserta didik salaing berinteraksi baik ketika mulai diskusi hingga akhir diskusi. interaksi peserta didik dengan guru juga baik, siswa yang belum mengerti lansung bertanya kepada guru dan guru merespon pertanyaan siswa. Beberapa siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran adalah fajar (Fasip), Ghina (Menggambar), Dana (Bercerita), Joko (mengantuk), Habib (tidak fokus), Titin (bersifat malas). Kelompok I (beda pendapat), beberapa siswa yang mengalami gangguan belajar di sebabkan kurangnya motivasi dan kurngnya lembar kegiatan yang di berikan. Untuk itu, seharusnya setiap anak mendapatkan satu lembaran kegiatan. Penyebab siswa tidak dapat belajar denga baik dan usaha guru untuk mengatasi gangguan belajar dan alternative yang dapat di lakukan untuk mengatasi peserta didiskusikan yang terganggu dapalm belajar. Dian Kurang antusias terhadap pelajaran, sedangkan yang lain di karenakan LK yang di abgikan pada masing-masing kelompok hanya 2 sehingga tidak setiap anak mendapatkan LK. Guru mendekati kelompok yang kurang aktif dan memberikan pertanyaan, memberikan bimbingan dan arahan, seperti pada kelompok 5. Guru lebih banyak memberikan motivasi, dorongan dan memberikan lembaran kegiatan pada masing-masing siswa.
25
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Usaha guru dalam mendorong peserta didik yang tidak aktif belajar Pada saat pembelajaran guru berkeliling kesetiap kelompok dan menanyakan kesulitan atau masalah yang sedang di hadapi, memberikan pertanyaan serta memberikan penjelasan kepada masing-masing kelompok. Tetapi penjelasan guru tidak bisa langsung di serap oleh semua anggota kelompok, hanya 1-2 orang yang dapat memahami penjelasan dari guru, sehingga guru meminta siswa yang akan memahami untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain atau tutor sebaya. Kegiatan penutup Siswa yang terlibat dalam kegiatan penutup Peserta didik tampak bersemangat dalam mengikuti kegiatan inti yaitu penilaian individu. Tetapi banyak siswa yang bingung dengan soal no 3 karena istilanya baru, untuk mengatasi masalah tersebut guru menjelaskan maksud dari soal no 3. Akhirnya siswa memahami maksud dari soal no 3 dan dapat mengerjakan. Beberapa siswa juga tampak bingung karena lupa dengan rumus yang telah di temukan tadi, karena siswa tersebut kurang aktif dalam mengikuti diskusi kelompok. Terbukti bahwa siswa yang kurang mengikuti diskusi mendapatkan hasil penilaian individu yang kurang bagus. Hikmah pembelajaran Pelajaran berharga apa yang anda dapatkan dari pengamatan pembelajaran hari ini? Pelajaran berharga yang dapat diambil adalah melalui diskusi siswa dapat berfikir kritis sehingga dapat menyelesaikan masalah dan menurunkan rumus dengan baik dan benar. Dari diskusi kelompok siswa dapat sharing atau tukar pendapat dengan anggota kelompok lain dan bertanggung jawab atas diri sendiri dan kelompok. Diskusi kelompok serta bimbingan dari guru sangat penting untuk pengetahuan yang bersikap prinsip dan prosudural. PENUTUP Kegiatan pembelajaran matematika yang di laksanakan pada openclass di kelas V SDN 07 Curup Tengah dengan materi Operasi Bilangan bulat, dari proses Plan, do dan see di dapatkan bukti siswa mampu mengikuti pelajaran dengan baik. Selain itu juga pembelajaran mampu mengarahkan siswa untuk dapat menurunkan rumus hingga dapat meningkatakan daya retensi siswa dalam merumuskan prinsip dan mengaplikasi rumus tersebut dan dapat mebuat siswa berfikir kritis dalam penyelesaian masalah.
PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR KONSEP PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN SAMPAI 20 SISWA KELAS 1 SEMESTER 1 SDI RAI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Metodius Makul SDI Rai, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT
[email protected] Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan Sampai 20 Siswa Kelas 1 Semester I SDI Rai, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) dengan desain model Kemmis & McTaggart. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 1 semester I yang berjumlah 20 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jumlah siswa yang tuntas belajar pra tindakan hanya 4 orang atau 20% meningkat menjadi 14 orang atau 70% siklus I dan meningkat menjadi 17 orang atau 85% siklus II. Nilai rata-rata kelas pra tindakan 43,75 meningkat menjadi 58,75 siklus I dan meningkat menjadi 67 pada siklus II. Data hasil observasi aktivitas siswa menjukkan bahwa
26
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
rata-rata skor aktivitas siswa tindakan siklus I adalah 10,2 kategori Cukup dan meningkat menjadi 12,6 kategori Baik pada tindakan siklus II. Kata Kunci: metode demonstrasi, konsep penjumlahan dan pengurangan, hasil belajar.
Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Hakiim,2009:92). Pendidikan merupakan suatu bentuk pengalaman yang terjadi karena adanya interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efisien dan efektif (Tirtarahardja, 2008:163). Tujuan pendidikan dasar untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Hakiim, 2009:21). Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Belajar matematika pada hakikatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Ciri khas matematika yang deduktif aksiomatis ini harus diketahui oleh guru sehingga dapat membelajarkan matematika dengan tepat, mulai dari konsep-konsep sederhana sampai yang kompleks (Subarinah, 2008:1). Teori belajar Piaget menjelaskan bahwa siswa SD di Indonesia pada umumnya berusia 7-12 tahun, sehingga terletak pada tahap operasi konkrit. Oleh karena itu sebaiknya pembelajaran matematika di SD dibuat konkrit (Subarinah, 2008: 3). Peran guru dalam pembelajaran lebih dari hanya sekedar pengajar (informator) belaka, akan tetapi guru harus memiliki multi peran dalam pembelajaran agar pembelajaran dapat bervariasi (Siddiq,dkk., 2008:10). Guru pada jenjang sekolah dasar harus mempunyai pengetahuan tentang karakteristik siswa SD serta mampu mengakomodasi keragaman antar siswa (Supriadi, 2005: 79). Mengingat siswa SD berada pada tahap operasi konkrit maka proses pembelajaran matematika di SD harus sesederhana mungkin melalui pemilihan dan penerapan metode pembelajaran yang tepat dan efektif agar proses pembelajaran lebih menyenangkan dan siswa memperoleh pengalaman belajar bermakna. Siddiq, dkk., (2008:20), mendefinisikan Metode pembelajaran adalah komponen cara pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru dalam menyampaikan pesan/materi pembelajaran agar mencapai tujuan pembelajaran. Pengalaman yang dialami oleh peneliti dalam melakukan penelitian tentang konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 pada siswa kelas I semester I di SDI Rai, kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai tahun pelajaran 2014/2015 memperlihatkan bahwa sebagian besar hasil belajar siswa sangat rendah yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal hasil tes pada kegiatan pra tindakan. Total siswa kelas I Semester I adalah 20 orang, terdiri atas siswa berjenis kelamin laki-laki 11 orang dan siswa berjenis kelamin perempuan 9 orang. Jumlah siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan memperoleh nilai sesuai dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) = 60 hanya terdapat 4 orang atau 20% dan 16 atau 80% siswa belum tuntas dengan memperoleh nilai kurang dari 60. Hasil refleksi peneliti, teridentifikasi penyebab munculnya masalah di atas yaitu: guru kurang memilih dan menerapakan metode pembelajaran yang tepat dan efektif selama proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang tepat untuk mengatasi masalah di atas adalah metode demonstrasi. Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memeragakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan sesuatu kegiatan baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Syah dalam Prihatin, 2008:39). Menurut Sanjaya (Jamil dan Sutarni, 2011:30), Metode demonstrasi merupakan metode yang efektif, karena membantu siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau data yang benar. Dengan demikian metode demonstrasi adalah cara guru dalam proses pembelajaran dengan memperlihatkan atau memperagakan sesuatu, baik proses, situasi, barang, media, kejadian atau model yang sedang dipelajari untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Langkah-langkah metode demonstrasi yaitu: guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, guru menyajikan gambaran sekilas
27
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
materi yang akan diajarkan, menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan, menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan, seluruh siswa memperhatikan demonstrasi dan menganalisanya, tiap siswa mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa didemonstrasikan, dan guru membuat kesimpulan Manfaat metode demonstrasi, antara lain: Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan, Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari, dan Pengalaman dan kesan hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa (Prihatin, 2008:39-41). Pada proses pembelajaran siswa diberikan pemahaman bahwa Konsep penjumlahan merupakan proses menggabungkan atas sejumlah objek atau benda yang dikelompokkan, Sedangkan konsep pengurangan, siswa diberikan pemahaman bahwa pengurangan merupakan proses menghilangkan atau mengambil sebagian atau seluruhnya dari seluruh jumlah objek atau benda yang ditentukan. Agar proses pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan, peneliti menggunakan alat peraga kelereng untuk mendemonstrasikan atau memeragakan suatu masalah yang disajikan. Proses pembelajaran dengan menerapkan metode demonstrasi dalam membelajarkan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 sebagai berikut: 1. Operasi hitung penjumlahan Contoh soal: Martin memiliki 5 butir kelereng lalu Dodi teman Martin memberikan lagi Martin kelereng 3 butir. Berapakah kelereng Martin sekarang? Penyelesaian:
Kelereng Martin mula-mula
Kelereng diberikan Dodi
sama dengan
ditambah 5
Kelereng Martin sekarang
+
3
=
8
Gambar 1. Operasi hitung penjumlahan
Jadi kelereng martin sekarang berjumlah 8 butir.
2. Operasi hitung pengurangan. Contoh soal: jumlah seluruh kelereng Andi 10 butir dan yang hilang 6 butir. Hitunglah sisa kelereng Andi sekarang. Penyelesaian:
Kelereng seluruhnya
10
Hilang
-
6
Sisa
=
4
Gambar 2. Operasi hitung pengurangan
Jadi sisa kelereng Andi sekarang berjumlah 4 butir Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Sampai 20 Siswa Kelas 1 Semester I SDI Rai Tahun Pelajaran 2014/2015. 28
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
METODE Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Suhardjono penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran (Asrori, 2009:4-5). Penelitian dilakukan dalam 2 siklus dengan mengacuh pada desain PTK model Kemmis & McTaggart yang terdiri dari tiga tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan observasi, dan refleksi. Gambar 3. Desain PTK Model Kemmis & Mc Taggart
Penelitian ini dilaksanakan di SDI Rai, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai pada bulan Agustus 2014 dengan Subjek penelitian siswa kelas 1 Semester I tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 20 orang dengan rincian laki-laki berjumlah 11 orang dan perempuan berjumlah 9 orang. Pengumpulan data penelitian dengan Tekhnik pengumpulan data hasil belajar yang diperoleh melalui tes setelah tindakan siklus 1 dan siklus II dan data hasil observasi yang diperoleh dari hasil observasi selama pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II. HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan metode demonstrasi dalam proses pebelajaran konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 dapat diuraikan hasilnya sebagai berikut: Siklus I Tindakan siklus I dilaksanakan pada hari kamis, 7 Agustus 2014. Proses pembeajaran siklus I mengacuh pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disiapkan yang terdiri atas 3 langkah yaitu, kegiata awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir dengan alokasi waktu 2 x 30 menit. Adapun hasilnya sebagai berikut: 1. Hasil belajar siswa Hasil belajar siswa setelah diberikan tindakan siklus I menunjukkan bahwa dari jumlah seluruh siswa 20 orang terdapat 14 orang yang memperoleh nilai minimum 60. Persentase ketuntasan secara klasikal mencapai 70% dengan nilai rata-rata kelas 58,75. Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Siklus I
No. 1. 2. 3. 4. 2.
Uraian Jumlah siswa Jumlah siswa yang tuntas Persentase ketuntasan klasikal Nilai rata-rata kelas
Hasil 20 14 70% 58,75
Hasil observasi Hasil observasi aktivitas siswa selama pelaksanaan tindakan siklus I berada pada kategori cukup. Secara lebih rinci seperti ditampilkan pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I
29
Kelompok Yang Diamati
Aspek Yang Dinilai A 2 3 2 3 2 12
I. II. III. IV. V. Total Rata-Rata
B 2 2 3 2 2 11
C 3 2 3 3 3 14
Jumlah D 3 3 3 3 2 14
Kategori
10 10 11 11 9 51 10,2
Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Cukup
Keterangan: A = Keaktifan siswa dalam kelompok B = Keberanian bertanya C = Keberanian menjawab pertanyaan D = Keaktifan siswa dalam berdemonstrasi Siklus II Tindakan siklus II dilaksanakan pada hari kamis, 14 Agustus 2014. Adapaun data hasil belajar dan hasil observasi siklus II antara lain: 1. Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa setelah diberikan tindakan siklus II menunjukkan bahwa dari jumlah seluruh siswa 20 orang terdapat 17 orang yang memperoleh nilai minimum 60. Persentase ketuntasan secara klasikal mencapai 85% dengan nilai rata-rata kelas 67. Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Siklus II
No. 1. 2. 3. 4.
Uraian Jumlah siswa Jumlah siswa yang tuntas Persentase ketuntasan klasikal Nilai rata-rata kelas
Hasil 20 17 85% 67
2. Hasil observasi Hasil observasi aktivitas siswa selama pelaksanaan tindakan siklus II berada pada kategori Baik. Secara lebih rinci seperti ditampilkan pada tabel di bawah ini: Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II
Kelompok Yang Diamati
Aspek Yang Dinilai A
B
C
D
I.
3
3
3
II.
3
3
III. IV. V. Total Rata-Rata
3 4 3 16
3 3 3 15
Keterangan: A = Keaktifan siswa dalam kelompok B = Keberanian bertanya
Jumlah
Kategori
4
13
Baik
3
3
12
Baik
3 3 3 15
3 3 4 17
12 13 13 63 12,6
Baik Baik Baik Baik
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
C = Keberanian menjawab pertanyaan D = Keaktifan siswa dalam berdemonstras Berdasarkan data hasil belajar siklus I dan siklus II maka dapat dijelaskan bahwa ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan. Ketuntasan belajar siklus I mencapai 14 orang atau 70% dan meningkat menjadi 17 orang atau 85% pada siklus II. Nilai rata-rata kelas siklus I mencapai 58,75 dan meningkat pada siklus II menjadi 67. Data hasil observasi juga mengalami peningkatan yaitu pada siklus I kategori aktivitas siswa beradapa pada kategori cukup dan meningkat menjadi kategori baik pada siklus II. Data hasil belajar dan data hasil observasi di atas telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Dibawah ini akan disajikan tabel dan diagram hasil belajar siswa mulai dari kegiatan pra tindakan, siklus I dan siklus II serta data hasil observasi aktivitas siswa selama pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II. Tabel 5. Hasil belajar siswa pra tindakan, siklus I dan Siklus II
Uraian Jumlah siswa yang tuntas Persentase ketuntasan klasikal Nilai rata-rata kelas
Pra Tindakan 4 20% 43,75
Siklus I 14 70% 58,75
Siklus II 17 85% 67
Tabel 6. Hasil observasi aktivitas siswa siklus I dan Siklus II
Kegiatan Siklus I Siklus II
Rata-Rata 10,2 12,6
Pra Tindakan
Kategori Cukup Baik
Siklus I 85%
Siklus II
70% 20%
Gambar 4. Diagram persentase ketuntasan belajar klasikal pra tindakan, Siklus I dan Siklus II.
12,6
10,2
Siklus I
Siklus II
Gambar 5. Diagram data hasil observasi aktivitas siswa siklus I, dan siklus II
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 siswa kelas 1 semester I SDI Rai tahun pelajaran 2014/2015
31
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
yang ditunjukkan oleh meningkatnya data hasil belajar siswa mulai dari pra tindakan sampai dengan siklus II. Jumlah siswa yang tuntas belajar pra tindakan hanya 4 orang atau 20% meningkat menjadi 14 orang atau 70% siklus I dan meningkat menjadi 17 orang atau 85% siklus II. Nilai rata-rata kelas pra tindakan 43,75 meningkat menjadi 58,75 siklus I dan meningkat menjadi 67 setelah diberikan tindakan pada siklus II. Data hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas siswa tindakan siklus I adalah 10,2 kategori Cukup dan meningkat menjadi 12,6 kategori Baik pada tindakan siklus II. DAFTAR RUJUKAN Azwar, S., 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka belajar Asrori, M., 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Wacana prima. Hakiim, Lukmanul. 2009. Rencana Pembelajaran. Bandung: Wacana prima Jamil dan Sutarni. 2011. Peningkatan Hasil Belajar dan Sikap Siswa Kelas VI SDN 135/V Makmur Jaya Dengan Menggunakan Metode Demonstrasi. Jurnal Teqip. Tahun II, Nomor 2, November : 30 Prihatin, E., 2008. Guru Sebagai Fasilitator. Bandung: Karsa Mandiri Persada. Subarinah, S., 2008. “Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar”. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional. Siddiq, dkk. 2008. “Pengembangan Bahan Pembelajaran SD” Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Supriadi, Dedi. 2005. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan.Bandung: Remaja Rosdakarya. Tirtarahardja, Umar. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
MENCARI AKAR PANGKAT TIGA MENGGUNAKAN TABEL NOL SEMBILAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK MODEL DISCOVERY LEARNING Zainuddin & Mohamad Jauhari SDN 3 Gunungsari Kecamatan Gunungsari Lombok Barat Abstrak :Pengelolaan pembelajaran yang kurang tepat dan persepsi peserta didik yang masih keliru tentang matematika menyebabkan matematika masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Hal ini akan berdampak pada rendahnya motivasi, minat, dan prestasi belajar siswa. Penulis berasumsi bahwa guru sebagai agent pembelajaran hendaklah mampu bersikap sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Penulis sekaligus sebagai guru berkreativitas pada pembelajaran mencari akar pangkat tiga menggunakan table nol sembilan dengan pendekatan saintifik modeldiscovery learningdapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik kelas VI di SDN 3 gunungsari. Kata kunci : akar pangkat tiga, tabel nol sembilan, pendekatan saintifik, discovery learning
Menyadari pentingnya pembelajaran Matematika bagi kehidupan dan perkembangan peserta didik, maka para guru sesungguhnya sudah berupaya untuk melaksanakan pembelajaran matematika secara intensif dan sebaik mungkin sesuai dengan pemahaman dan pandangan masing – masing guru. Akan tetapi berdasarkan pengamatan penulis di SDN 3 Gunungsari masih sebagian besar guru yang cenderung mengajarkan matematika secara terstruktur dan berorientasi pada buku teks, karena pertimbangan isi, lebih lanjut, mereka cenderung menekankan aktivitas mengingat angka-angka dan rumus, serta ketrampilan menghitung tanpa menilai prosesnya. Meskipun sebagian dari mereka telah berupaya mengajar matematika melalui permainan, permainan itu telah dirancang dan diarahkan dengan ketat.Akibatnya permainan jadi
32
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kaku dan kehilangan fleksibelitasnya.Karena berorientasi pada buku teks, juga para guru kadang – kadang menyajikan materi matematika secara tidak relevan dengan minat peserta didik dan konteks pembelajaran yang secara emergensi berlangsung pada saat itu. Apa yang dilakukan guru seperti diatas, dapat mengarahkan peserta didik untuk mempersepsikan matematika secara tidak tepat. Peserta didik cenderung melihat matematika sebagi lautan symbol yang harus diingat daripada suatu instrument yang bermakna untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan mereka. Mereka tidak menyadari akan pentingnya dan relevansinya matematika pada kehidupan sehari-hari.Peserta didik kadang-kadang masih mempersepsikan bahwa matematika sebagai mata pelajaran yang membebani dan sulit.Ini merupakan salah satu factor utama yang dapat menyebabkan kegagalan mereka dalam mempelajari matematika. Kegagalan mereka tidak disebabkan oleh sulitnya matematika untuk dipelajari atau kurang pintarnya peserta didik, tetapi diakibatkan oleh kekeliruan memperlakukan peserta didik dalam proses pembelajaran. Menurut Whitin (1994), masalah ini biasanya merupakan akibat dari cara-cara yang tidak kontekstual dalam pembelajaran matematika. Merujuk cara pandang Konstruktivisme, yang melihat anak sebagi “natural learners” disarankan perlu adanya modifikasi dalam pendekatan pembelajaran matematika bagi anak sekolah dasar. Yang diperlukan adalah pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar matematika secara lebih alamiah dan bermakna. Berdasarkan pandangan konstruktivisme tersebut maka penulis mencoba mengangkat pembelajaran matematika khususnya materi akar pangkat tiga menggunakanTable Nol Sembilan dengan pendekatan saintifik model penemuan ( Discavery learning ) di kelas VI. PEMBAHASAN a. Pengertian 1. Akar bilangan. Akar pangkat n dari suatu bilangan ( n bilangan asli ) adalah suatu bilangan yang bila dipangkatkan n menghasilkan bilangan yang ditarik akarnya tersebut. Secara matematika akar pangkat n dari bilangan a adalah bilangan x sedemikian sehingga xn = a. terdapat n akar pangkat n dari setiap bilangan tak nol ( akar-akar ini bisa real atau imajiner ) ( Negoro; 7 : 2005 ). Akar pangkat tiga suata bilangan adalah bilangan yang jika dipangkatkan tiga menghasilkan bilangan di dalam akar atau akar pangkat tiga merupakan kebalikan dari pangkat tiga.( SPM plus SD/MI 2013 ). Simbol akar pangkat tiga “ 3 Contoh : 3 27 = ……….. dibaca akar pangkat tiga dari 27 adalah …………. 2. Tabel Nol Sembilan merupakan tabel yang digunakan sebagai dasar dalam mencari akar bilangan pangkat tiga. Istilah table nol sembilan dipakai oleh penulis untuk memudahkan mengingat angka – angka yang ada dalam table tersebut karena angka yang ada dalam table mulai dari nol ( 0 ) sampai angka Sembilan ( 9 ). b. Pembuatan tabel Untuk memudahkan mengingat dan penggunaan tabel, maka penulis mengajak untuk membuat Tabel Nol Sembilan. 1. Menghitung bilangan pangkat tiga dari bilangan 0 samapai 9 03 = 0 x 0 x 0 = 0 13= 1 x 1 x 1 = 1 23 = 2 x 2 x 2 = 8 33 = 3 x 3 x 3 = 27 43 = 4 x 4 x 4 = 64
53 = 5 x 5 x 5 = 125 63 = 6 x 6 x 6 = 216 73 = 7 x 7 x 7 = 343 83 = 8 x 8 x 8 = 512 93 = 9 x 9 x 9 = 729
2. Perhatikan bilangan pokok pangkat tiga dengan bilangan hasilnya ( yang diberi warna ). 3. Dari hasil bilangan pangkat tiga tersebut, kita membuat tabel Nol Sembilan sebagai berikut :
33
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Angka satuan bilangan yang di 3
Hasil akar pangkat tiga
0
0
1
1
2
8
3
7
4
4
5
5
6
6
7
3
8
2
9
9
Bilangan yang ada dalam tabel diatas merupakan pasangan bilangan yang dijadikandasar unntuk mencari hasil akar pangkat tiga. Untuk memudahkan mengingatnya bilangan 2 selalu berpasangan dengan bilangan 8, dan bilangan 3 selalu berpasangan dengan bilangan 7, sedangkan bilangan yang lainnya tetap sama, yaitu 0 dengan 0, 1 dengan 1, 4 dengan 4, 5 dengan 5, 6 dengan 6, dan 9 dengan 9. c. Penggunaan tabel Nol Sembilan dalam mencari akar pangkat tiga Untuk bilangan yang kurang dari 1000, maka tinggal mengingat tabel diatas. Contoh : 1. 3 27 = ……………… Angka satuannya 7 ( ingat table ), maka hasil akar pangkat tiga dari 27 = 3 2.
3 512 = ……………….. Angka satuannya 2 ( ingat table ), maka hasil akar pangkat tiga dari 512 = 8
3.
3 729 = ………………… Angka satuannya 9( ingat table ), maka hasil akar pangkat tiga dari 729 = 9 Untuk bilangan yang lebih dari 1000, cara termudah dan sebagai berikut :
Contoh : 1.
3 1. 728 = ….. Jawab 12 3 1x1x1=
1 1
728 .
ingat tabel
Jadi hasil akar pangkat tiga dari 1.728 = 12 2.
3 15.625 = ………….
34
tercepat adalah
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Jawab
25 3 15 625 2x2x2= 8 Jadi hasil akar pangkat tiga dari 15.625 = 25
ingat tabel
Langkah – langkah : 1. Pisahkan tiga angka-tiga angka dari belakang. 2. Carilah perkalian tiga angka kembar yang hasilnya sama atau mendekati angka terdepan setelah dipisahkan. 3. Angka itulah merupakan puluhan dari akar pangkat tiga. 4.Untuk angka satuaanya tinggal ingat Table Nol Sembilan. ( Suwarno; 42 : 2008 ) Dari pengalaman penulis setelah menerapkan pembelajaran matematika menggunakan tabel Nol Sembilan pada materi perpangkatan dan penarikan akar pangkat tiga untuk peserta didik kelas VI SDN 3 gunungsari tahun pelajaran 2014/2015 dari hasil ulangan formatif menunjukkan hasil yang menggembirakan,dimana dari 35 siswa perolehan nilai rata – ratanya 64 menjadi 96 (Buku daftar nilaikelas VI tapel 2014/2015). Bahkan soal yang diberikan secara mencongakpun mampu dijawab dengan benar oleh sebagian besar siswa. Dalam proses pembelajaran penulis menggunakan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran discovery learning( metode penemuan ). d. Pendekatan saintifik Pembelajaran dalam kurikulum 2013 bercirikan tematik terpadu dan prosesnya menggunakan pendekatan saintifik mulai kelas I sampai kelas VI. Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang mendorong anak untuk melakukan keterampilan-keterampilan ; mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Dan anaklah yang harus aktif melakukan keterampilan tersebut. 1. Mengamati Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek 2. Menanya Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. 3. Mengumpulkan informasi/eksperimen Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen.Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Anak perludibiasakan untuk menghubung-hubungkan antara informasi satu dengan yang lain, untuk mengambil kesimpulan. Anak perludihadapkan dengan sekumpulan fakta yang memiliki unsur kesamaan agar ditemukan polanya. 4. Mengasosiasikan/mengolah informasi Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memeroses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan. 5. Mengkomunikasikan Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Anak perlu dibiasakan untuk mengemukakan dan 35
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mengkomunikasikan ide, pengalaman, dan hasil belajarnya kepada orang lain ( teman atau guru bahkan orang luar )’ Pendekatan saintifik ini biasanya tampak jelas ketika siswa terlibat dalam model pembelajaran Discovery Learning( penemuan ). e. Discovery Learning ( Penemuan ) Discovery Learning atau dalam bahasa Indonesia disebut Metode Penemuan Langkah - Langkah pembelajaran penarikan akar pangkat tiga kelas VI semester I dengan metode penemuan sebagai beikut Tahap
Aktivitas Guru dan Peserta Didik
Tahap 1
Guru menyajikan bilangan pangkat tiga dan hasilnya dari bilangan 0 sampai 9 sehingga peserta didik merasa Menyediakan fakta awal untuk tertarik untuk bertanya lebih jauh. diamati peserta didik Tahap 2 Mengklasifikasikan fakta yang diusulkan peserta didik Tahap 3 Menganalisis fakta mencari polanya
Guru mendorong anak untukmenanyakan fakta tambahan dan guru meresponnya.Misalnya siswa mengklasifikasikan bilangan pokok pangkat tiga denggan bilangan satuan hasil pangkat tiga.
Guru menata dan membuatkan table Nol Sembilan dan mengajak peserta didik untuk menemukan kesamaan/ dengan hubungan bilangan pokok pangkat tiga dengan bilangan satuan hasilnya tersebut.
Tahap 4
Guru mengajak peserta didik untuk merumuskan dugaan mereka tentang konsep yang dipelajari dari table Nol Menghasilkan dugaan tentang Sembilan tersebut maksud dari fakta yang diberikan Tahap 5
Guru mengajak kelompok-kelompok/ individuuntuk berbagi dugaannya dan mendiskusikan sehingga Memfasilitasi peserta didik diperoleh dugaan bersama tentang konsep akar pangkat untuk berbagi hasil penalaran tiga dengan table Nol Sembilan. (dugaannya) Tahap 6 Mendorong peserta untuk menyimpulkan
Guru memberikan penegasan tentang maksud dari konsep bilangan akar pangkat tiga dan bagaimana didik mencari hasilnya.
Tahap 7
Guru memberikan latihan-latihan untuk mencari akar pangkat tiga dengan menggunakan tabel Nol Sembilan Membantu peserta didik lebih untukmemantapkan pemahaman peserta didik mantap memahami konsepnya Catatan; Langkah-langkah pembelajaran yang rinci ada dalam RPP Sesuai dengan namanya, maka di dalam pembelajran dengan metode penemuan , peserta didik dituntut untuk menemukan sesuatu. Biasanya sesuatu yang ditemukan itu adalah konsep.Artinya dengan belajar penemuan, anak-anak tidak diberi tahu terlebih dahulu konsepnya, dan setelah mereka mengamati, menanya, menalar, dan mencipta serta mencoba mereka akhirnya menemukan konsep itu. KESIMPULAN Guru sebagai pendidik yang professional memiliki kreativitas dalam pengelolaan pembelajaran di kelas sehingga pembelajaran menjadi efektif dan efesien sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Penggunaan table nol Sembilan dalam mencari akar pangkat
36
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
tiga menggunakan pendekatan saintifik model discovery leaning dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik kelas VI SDN 3 Gunungsari.Hal ini ditunjukkan dari hasil ulangan formatif materi perpangkatan dan penarikaan akar pangkat tiga nilai rata-rata 64 menjadi 96. DAFTAR PUSTAKA ----------- . 2013. Panduan Teknis Pembelajaran Tematik Terpadu dengan Pendekatan Saintifik di Sekolah Dasar. Jakarta : Dirjen Dikdas Derektorat Pembinaan SD Handoko, Tri. 2006. Terampil Matematika 6. Jakarta : Yudhistira Murniati, Endyah, 2007. Kesiapan Belajar Matematika di Sekolah Dasar. Surabaya: SIC Negoro, ST & Harahap, B. 2005. Ensiklopidia Matematika. Bogor : Ghalia Indonesia Siswanto, Wahyudi & Subanji. 2010. Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang Suwarno. 2008.Sapintar Matematika. Surabaya : Edutama Mulia
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PENJUMLAHAN PECAHAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI PADA SISWA KELAS V SDN 008 TANAH GROGOT Siswanti Sdn 008 Tanah Grogot Kabupaten Paser Abstrak: Di lapangan masih banyak ditemui pembelajaran Matematika yang berpusat pada guru dan hasil belajarnya belum optimal. Termasuk pembelajaran penjumlahan pecahan dan hasil belajarnya di SDN 008 Tanah Grogot. Pembelajaran Kooperatif TAI adalah salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk membelajarkan penjumlahan pecahan. Langkah –langkah pembelajaran TAI yang dapat meningkatkan hasil belajar penjumlahan pecahan adalah pemberian tugas individu yang didahului dengan penjelasan guru tentang penjumlahan pecahan dengan media lingkaran, kemudian dilanjutkan dengan tugas kelompok, dimana setiap anggota kelompok mencermati hasil tugas individu teman dalam satu kelompok. Dilanjutkan dengan presentasi setiap kelompok dengan model lingkaran, dan diakhiri dengan penegasan dari guru. Penghargaan kelompok yang dapat memotivasi belajar siswa adalah hadiah, tidak cukup hanya pujian. Kata kunci: penjumlahan, pecahan, pembelajaran kooperatif, tipe TAI.
Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah membekali siswa kemampuan berpikir logis, analitis,sistematis,kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Agar tujuan tersebut tercapai seyogyanya guru mampu mengaktifkan siswa dan mengurangi dominasinya dalam pembelajaran. Ini berarti belajar harus berpusat pada siswa dan tidak berpusat pada guru. Menurut Hudojo, sampai saat ini pembelajaran matematika masih banyak kelemahannya, diantaranya adalah matematika merupakan pelajaran “kering” dan membosankan, diberikan terlalu abstrak, siswa harus mengingat dalil dan rumus, siswa tidak aktif. Hal ini mengakibatkan prestasi belajar matematika siswa umumnya relatif rendah (Anggraeni: 2007). Hal tersebut juga terjadi pada proses pembelajaran operasi penjumlahan pecahan di kelas V SDN 008 Tanah Grogot. Proses pembelajaran yang belum bermakna diduga 2 3 5 menjadi penyebab kesalahan siswa dalam menjumlahkan pecahan, seperti kasus 3 + 5 = 8 . Slavin menyatakan bahwa 45 penelitian tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar diberbagai tingkatan dan bidang studi menunjukkan kelas kooperatif memperlihatkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif lebih 37
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif (Ibrahim, 2000). Model pembelajaran yang mendorong siswa untuk bekerjasama menyelesaikan tugas bersama secara berkelompok. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar meningkat, antar siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan ketrampilam sosial. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assited Individualization) mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Model ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Ciri Khas pada model ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban (Suyitno, 2002). Pembelajaran bermakna dapat diupayakan dengan menggunakan media atau alat peraga agar materi matematika yang abstrak dapat dibelajarkan melalui sesuatu yang lebih kongkrit atau sesuatu yang sudah dipunyai siswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Subanji (2010) bahwa pembelajaran bermakna terjadi apabila struktur masalah yang akan dipelajari terkait dengan struktur berpikir yang telah dipunyai siswa. Dengan mempertimbangkan model pembelajaran kooperatif TAI, dan media yang dapat membantu siswa belajar penjumlahan pecahan, penulis mengadakan penelitian tindakan kelas untuk mengatasi permasalahan dan hasil belajar terkait penjumlahan pecahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran kooperatif TAI yang dapat meningkatkan prestasi belajar penjumlahan pecahan siswa kelas V SDN 008 Tanah Grogot. METODE Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. Pelaksanaan tahapan pada setiap siklus dilakukan oleh penulis bersama-sama teman sejawat lainnya di SDN 008 Tanah Grogot. Materi pada siklus 1 adalah penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan materi pada siklus 2 adalah penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama. Setelah pelaksanaan siklus 1 dilakukan refleksi untuk merencanakan tahapan pada siklus yang ke 2. Refleksi dilakukan dari aspek kegiatan guru maupun aspek kegiatan siswa.Termasuk mencermati tahapan pembelajaran kooperatif model TAI mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, maupun dalam kegiatan penutup. Garis besar tahapan pembelajaran kooperatif TAI adalah diawali penjelasan penjumlahan pecahan dengan menggunakan model lingkaran, dilanjutkan tugas individual. Selanjutnya diadakan kuis individual sebagai penentuan nilai awal. Untuk kemudian dilakukan kerja kelompok, presentasi kelompok dan diakhiri dengan kuis individu untuk melihat peningkatan hasil belajar. Tahap terakhir adalah dengan memberikan penghargaan kelompok berdasarkan hasil evaluasi. Penghargaan ini berupa lembar pengakuan atau publikasi lainnya. Untuk pembentukan kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda (tinggi,sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Saat kerja individu maupun kelompok, guru selalu berusaha untuk membantu siswa belajar, mengarahkan untuk membuat rangkuman, dan memberikan penegasan akhir pertemuan. Adapun cara pemberian penghargaan kepada kelompok mengikuti langkah-langkah berikut ini. Menentukan nilai awal masing-masing siswa, menentukan nilai terkini setiap siswa, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan Kuis II, menentukan nilai peningkatan berdasarkan selilisih nilai kuis terkini dan nilai awal masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria pada tabel 1.
38
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel 1 Kriteria nilai kuis terkini siswa
Kriteria Nilai terkini turun dari 10 poin di bawah nilai awal Nilai terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal Nilai terkini sama nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal Nilai terkini lebih dari 10 poin di atas nilai awal
Nilai 5 10 20 30
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna. Kriteria untuk predikat kelompok sebagai berikut: -Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 -Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20. -Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 -Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan 25. Tahapan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk siklus 1 ( penjumlahan pecahan berpenyebut sama). Tahap Pertama Guru mengingatkan siswa tentang materi pecahan senilai 1
1
1 2
=
2 4
3
= 6. Kemudian guru
memberika permasalahan 4 + 4 = . . . . Selanjutnya siswa bersama guru menyelesaikan permasalahan di atas dengan menggunakan pergaan model lingkaran pada gambar 1.
Digabung
1 4
+
dengan
=
1 4
2 4
=
Gambar 1. Peragaan model lingkaran pada penjumlahan 2
Kemudian guru mengembangkan dengan soal yang lain, yaitu 4 +
1 4
=....
Tahap kedua Memberi tes awal kepada siswa secara individual untuk memperoleh nilai awal. Kemudian membentuk 5 kelompok yang setiap kelompok beranggotakan 4 siswa . Guru membagikan LKS kepada siswa secara indvidual untuk dikerjakan secara individual. Guru mengamati kerja setiap siswa dan memberikan bantuan seperlunya. Menginformasikan kepada siswa untuk menuju ke kelompoknya sambil membawa tugas yang telah dikerjakan secara individual. Siswa bekerja secara kelompok sementara guru berkeliling untuk mengawasi kerja siswa serta memberibantuan bila ditemukan kelompok yang mengalami kesulitan. Selanjutnya guru meminta untuk mempresentasikan tugas yang telah dibahas dalam kelompok. Kemudian guru meminta siswa untuk merangkum sebelum guru memberi penegasan. Penghargaan kelompok diberikan untuk memotivasi siswa. Tahap Ketiga Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan kemudian guru memberikan penghargaan terhadap kelompok. Rencana pelaksanaan pembelajaran untuk siklus 2 (penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama ) secara garis besar sama dengan siklus 1. Hanya berbeda pada tahap awalnya saja yaitu:
39
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tahap Pertama Guru mengingatkan kembali tentang penjumlahan pecahan berpenyebut sama. 1 2 Kemudian guru memberikan permasalahan 2 + 4 = . . . . Selanjutnya siswa bersama guru menyelesaikan permasalahan di atas menggunakan peragaan dengan model lingkaran. Digabung dengan
4 4
1 2
+
=
2 4
=
Gambar 2. Peragaan model lingkaran
Guru meminta siswa untuk menyelesaikan soal yang lain melalui demonstrasi dengan model lingkaran di depan kelas. Kemudian bersama siswa menyimpulkan bahwa penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda dapat dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu. Adapun tahap kedua dan ketiga sama dengan siklus 1. Hasil pelaksanaan tindakan pada pembelajaran penjumlahan pecahan adalah sebagai berikut. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pembelajaran Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Sama (Siklus 1) Pada pembelajarn pecahan dengan penyebut sama, terlihat bahwa sejumlah aspek kegiatan yang telah dirancang untuk dilakukan oleh guru maupun siswa belum optimal. Dari segi perencanaan, langkah penyelesaian soal dalam LKS terlalu rinci, sehingga sebagian siswa belum dapat menyelesaikan dalam waktu yang disediakan. Dari segi pelaksanaan tindakan masih terdapat beberapa kekurangan seperti guru belum mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, penjelasan materi pelajaran yang terlalu lama sehingga menyita waktu, alokasi waktu bimbingan kepada tiap kelompok yang belum merata, dominasi guru dalam merangkum materi pembelajaran, serta pemberian penghargaan kepada kelompok baru sebatas pujian sehingga kurang mendapat respon hangat dari siswa. Sebagian siswa masih enggan untuk membimbing dan dibimbing, siswa yang pintar mendominasi kegiatan diskusi kelompok, pelaporan hasil diskusi kelompok yang hanya mengandalkan kemampuan ketua kelompok, serta presentasi hasil diskusi didominasi oleh kelompok yang tampil lebih awal. Hal ini akan mengurangi tingkat partisipasi siswa secara individual maupun kelompok dalam kegiatan diskusi. Dari hasil refleksi siklus 1 perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada siklus 2 adalah guru menyampaikan tujuan pembelajaran, LKS yang dibuat tidak menuntun siswa sehingga siswa lebih leluasa dalam berpikir dan tidak merasa bahwa ada batasan waktu untuk mengerjakan tugas. Penggunaan media lingkaran tetap digunakan karena dapat membantu siswa dalam belajar. Perbaikannya adalah dengan meminta siswa mendemonstrasikan jalan berpikirnya melalui media tersebut. Penghargaan yang diberikan tidak cukup dengan pujian tetapi dengan memberikan hadiah. 2. Pembelajaran Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Tidak Sama (Siklus 2) Pada pembelajaran ini terjadi peningkatan kualitas dari aspek kegiatan guru, maupun aspek kegiatan siswa. Seluruh kegiatan guru sudah terlaksana dengan baik. Guru lebih proaktif mendatangi kelompok yang mengalami kesulitan untuk memberikan bimbingan. Penghargaan kelompok diwujudkan dalam bentuk hadiah. Perhatian siswa pada pembelajaran lebih fokus. Siswa juga aktif dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kelompok, meskipun masih dijumpai sebagian kecil siswa yang merasa keberatan bergabung dengan siswa lain dalam satu kelompok. Meskipun masih banyak ditemui kekurangan dalam pelaksanaan model ini, pada siklus 2 ini terjadi peningkatan kualitas pembelajaran, hal ini terlihat dari peningkatan nilai kelompok dan tercapainya kriteria ketuntasan minimal secara klasikal. 40
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tahapan pembelajaran yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan model lingkaran dapat meningkatkan prestasi belajar penjumlahan pecahan siswa kelas v SDN 008 Tanah Grogot adalah sebagai berikut : 1. Pemberian tugas individu kepada siswa. 2. Pemberian pengantar materi pembelajaran dengan menggunakan model lingkaran. 3. Pemberian kuis individual untuk mendapatkan nilai awal. 4. Pembentukan beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan heterogen (tinggi, sedang, dan rendah). 5. Kegiatan diskusi kelompok yang berupa setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. 6. Presentasi dengan pendemonstrasian cara berpikir siswa melalui model lingkaran. 7. Pemberian fasilitas untuk membantu siswa dalam membuat rangkuman, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. 8. Pemberian kuis individual untuk melihat peningkatan nilai individual dari nilai awal ke nilai kuis terkini. 9. Pemberian penghargaan berupa hadian pada kelompok. Hendaknya semua guru selalu meningkatkan kualitas pembelajarannya dengan menggunakan model – model pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar sehingga siswa lebih aktif dan dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan. DAFTAR RUJUKAN Anggraeni, Ganung. 2007. Kecakapan Hidup dalam Pembelajaran Matematika. Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika Ibrahim, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Subanji, 2010. Model-model Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang: PT. Pertamina dan Universitas Negeri Malang Suyitno, Amin, 2002., Mengadopsi Model Pembelajaran TAI (Team Assited Individualization) Dalam Pembelajaran Matematika., Semarang: seminar Nasional.
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSITED INDIVIDUALIZATION (TAI) SISWA KELAS VI SDN 002 TANAH GROGOT Sri Haryati SDN 002 Tanah Grogot Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika siswa melalui pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assited Individualization (TAI) pada materi operasi hitung bilangan bulat di kelas VI SDN 002 Tanah Grogot dengan subjek penelitian siswa kelas VI berjumlah 27 siswa. Penelitian dilaksanakan sebanyak dua siklus. Dari hasil penelitian diketahui peningkatan hasil belajar pada setiap siklus sebagai berikut: nilai rata-rata dasar sebesar 53,33 ke siklus I menjadi 68,0. Nilai rata-rata siklus I sebesar 68,89 ke siklus II menjadi 84,07. Bedasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assited Individualization (TAI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa di kelas IV SDN 002 Tanah Grogot tahun pembelajaran 2014/2015. Kata Kunci: Peningkatan Hasil Belajar, Kooperatif Tipe Team Assited Individualization (TAI), Matematika.
41
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dalam dunia pendidikan, proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan untuk melaksanakan kurikulum agar tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Tujuan pengajaran adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah menempuh berbagai pengalaman belajar. Dalam proses belajar mengajar terdapat empat kompenen yaitu tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian. Keempat komponen tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya (Sudjana, 2002). Unsur penting dalam pengajaran ialah merangsang dan mengarahkan siswa, untuk belajar yang mengarah pada tujuan pengajaran. Jadi mengajar bukan hanya sekedar menolong siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan serta ide yang tampak pada perkembangan tingkah lakunya. Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani (2005), model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Dengan pemilihan metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghapal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, serta dari subject centered ke clearer centered atau terkonstruksinya pengetahuan siswa (Setiawan, 2005). Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dalam membelajarkan matematika kepada siswa, apabila guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran matematika cenderung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik (siswa) merasa jenuh dan tersiksa. Oleh karena itu dalam membelajarkan matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan tergantung tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tingkat perkembangan peserta didik (siswa), kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada. Pemilihan metode kooperatif adalah tepat karena memberikan peranan dalam pembelajaran, khususnya metode kooperatif tipe Team Assited Individualization (TAI), dimana metode pembelajaran ini dapat mengembangkan kemampuan individual siswa dalam satu kelompok. Dalam mengajar, seluruh kesanggupan seorang anak perlu dirangsang, digunakan dan dilibatkan, sehingga ia tak hanya mengetahui, melainkan dapat memakai dan melakukan apa yang dipelajari. Panca indera yang paling umum dipakai dalam belajarmengajar adalah mendengar. Melalui mendengar, anak mengikuti peristiwa demi peristiwa dan ikut merasakan apa yang disampaikan. Seolah-olah telinga dapat melihat. Anak melihat sesuatu dari apa yang diceritakan. Dia membuat imajinasi berdasarkan informasi-informasi yang masuk ke dalam telinganya. Vernon A. Magnesen mengatakan bahwa, kita belajar berdasarkan 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dan apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Berdasarkan hasil ulangan harian siswa sebelumnya, masih banyak yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan operasi hitung bilangan bulat. Data hasil rata-rata ulangan harian matematika siswa kelas VI pada pokok bahasan operasi hitung bilangan bulat semester I tahun ajaran 2014/2015 di SDN 002 Tanah Grogot masih rendah. Oleh karena itu penulis terdorong untuk menggunakan pembelajaran tipe Team Assited Individualization (TAI), yaitu suatu pembelajaran yang dikembangkan untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. 42
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Model ini juga merupakan model kelompok berkemampuan heterogen. Setiap siswa belajar pada aspek khusus pembelajaran secara individual. Anggota tim menggunakan lembar jawab yang digunakan untuk saling memeriksa jawaban teman se-tim, dan semua bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban pada akhir kegiatan sebagai tanggung jawab bersama. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian tindakan kelas yang dipilih pada penelitian ini yaitu model siklus yang dilakukan secara berulang dan berkelanjutan (siklus). Spiral artinya semakin lama diharapkan semakin meningkat perubahan/pencapaian hasil. Sesuai model tersebut maka langkah kegiatannya adalah: a) Observasi dan wawancara untuk mengetahui kondisi awal pelaksanaan pembelajaran matematika SDN 002 Tanah Grogot. b) Menetapkan rencana pertemuan awal untuk merumuskan kegiatan yang akan dilakukan pada PTK ini. c) Membicarakan kegiatan yang akan dilakukan di kelas dan membuat alat evaluasinya. d) Melaksanakan kegiatan PTK. e) Evaluasi ketercapaian tujuan pada setiap putaran. f) Hasil evaluasi digunakan sebagai dasar untuk melakukan refleksi di setiap putaran. Secara rinci prosedur penelitian tindakan untuk tiap siklus dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Permasalahan Bersama-sama guru mitra, peneliti menggali kelemahan yang dimiliki siswa kelas VI tentang Bilangan Bulat melalui instrumen lembar kerja siswa yang harus dikerjakan oleh seluruh siswa. Selanjutnya peneliti mengadakan diskusi dengan guru mitra tentang hasil kerja siswa awal untuk menentukan rancangan tindakan-tindakan terhadap masalahmasalah yang dihadapi siswa dalam materi ini. 2) Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti merencanakan satuan pelajaran pada pokok bahasan operasi bilangan bulat. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah : (a) Guru menjelaskan mengenai tahap-tahap pembelajaran dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI (b) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. (c) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. (d) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda. (e) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. (f) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. (g) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual. (h) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). 3) Pelaksanaan tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Adapun materi yang disajikan untuk setiap siklus dapat dilihat pada tabel berikut :
43
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel 3. 1. Sajian Materi pada Setiap Putaran
Siklus
Materi Pelajaran
I
Pengertian Operasi Bilangan Bulat Penjumlahan dan pengurangan Evaluasi
II
Perkalian dan sifatnya Pembagian dan sifatnya Evaluasi
4) Observasi Pada tahap observasi, peneliti bersama guru kelas mengobservasi tindakan yang sedang dilakukan dengan teknik observasi partisipatif dan mengunakan catatan lapangan serta analisis dokumen. Instrumen yang digunakan dan akan diobservasi dalam penelitian ini adalah hasil latihan soal, mutu keberadaan perilaku siswa dan guru serta hasil tes belajar matematika. 5) Refleksi Pada tahap refleksi, peneliti bersama guru mendiskusikan hasil tindakan pada setiap siklus pembelajaran kemudian bila perlu merevisi tindakan sebelumnya untuk dilaksanakan pada tindakan berikutnya. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN 002 Tanah Grogot. Sedangkan objek penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode kooperatif tipe TAI. (Team Assited Individualization) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDN 002 Tanah Grogot, kelas VI semester I tahun ajaran 2014/2015 dengan sub pokok bahasan operasi hitung bilangan bulat. Pihak sekolah menentukan kelas yang di gunakan dan menunjuk salah satu guru matematika yang bertindak sebagai observer, sedangkan peneliti bertindak sebagai guru kelas. Peneliti dan guru kelas memantapkan rencana maupun langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan, dilanjutkan dengan mempersiapkan kondisi siswa untuk menerima tindakan yaitu pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran tipe TAI (Team Assited Individualization). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebanyak dua siklus. Setiap siklus terdiri dari satu pertemuan dimana setiap akhir siklus diberikan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa kemudian dianalisis untuk menentukan tindakan pada siklus berikutnya. Melalui teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis meliputi dokumentasi, observasi dan teknik tes (yang dilakukan setelah akhir proses belajar mengajar), diperoleh data nilai dasar dan nilai kuis siswa kelas VI. Adapun hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Siklus Pertama a. Hasil Observasi Hasil observasi yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung pada siklus kedua adalah aktivitas siswa dan aktivitas guru. Kegiatan pembelajaran siklus kedua terdiri dari dua pertemuan. Aktivitas siswa siklus pertama yang terdiri dari perhatian siswa dikategorikan cukup, partisipasi siswa dikategorikan cukup, dan pemahaman dikategorikan cukup, serta kerjasama siswa dikategorikan cukup. Dari keempat kriteria aktivitas yang dilakukan siswa selama proses belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran tipe TAI (Team Assited Individualization) secara umum dikategorikan cukup baik. Penampilan dan aktivitas guru pada siklus kedua terdiri dari cara penyajian materi adalah 4 dikategorikan baik, kemampuan menyajikan contoh dikategorikan baik, kemampuan memotivasi siswa untuk belajar lebih giat dikategorikan cukup, pembimbingan dikategorikan
44
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
baik, serta dalam pengelolaan kelas dikategorikan cukup. Berdasarkan data di atas, pada siklus pertama penampilan dan aktivitas guru secara umum dapat dikategorikan cukup baik. b. Hasil Belajar Siswa Pada siklus pertama, diperoleh jumlah nilai 1860 dan diperoleh nilai rata-rata sebesar 68,89 dan ketuntasan 70,4%. 2. Siklus Kedua a. Hasil Observasi Hasil observasi yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung pada siklus kedua adalah aktivitas siswa dan aktivitas guru. perhatian siswa dikategorikan baik, partisipasi siswa dikategorikan baik, dan pemahaman dikategorikan baik serta kerjasama siswa dikategorikan baik. Dari keempat kriteria aktivitas yang dilakukan siswa selama proses belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran tipe TAI (Team Assited Individualization) secara umum dikategorikan baik. Pada penampilan dan aktivitas guru siklus pertama terdiri dari cara penyajian materi dikategorikan baik, kemampuan menyajikan contoh dikategorikan baik, kemampuan memotivasi siswa untuk belajar lebih giat dikategorikan baik, pembimbingan dikategorikan baik, serta dalam pengelolaan kelas dikategorikan baik. Berdasarkan data di atas, pada siklus kedua penampilan dan aktivitas guru secara umum dapat dikategorikan baik. b. Hasil Belajar Siswa Pada siklus kedua ini, diperoleh jumlah nilai 2270 dan diperoleh nilai rata-rata sebesar 84,07% dengan ketuntasan belajar 96,3% Pada tabel 4.1 dapat dilihat modus skor pada setiap siklus yang dilakukan oleh siswa dan guru, yaitu mulai dari siklus pertama sampai dengan siklus kedua dengan menggunakan pembelajaran tipe TAI (Team Assited Individualization) dengan pokok bahasan operasi hitung bilangan bulat. Hasil observasi dan hasil belajar siswa pada tiap siklus yaitu dari siklus pertama hingga siklus kedua dapat dilihat rinciannya sebagai berikut. Tabel 4.1 Observasi Aktivitas Guru dan Aktivitas Siswa
Pelaksanaan
Aktivitas Siswa Modus Kriteria Siklus I 3 Cukup Siklus II 4 Baik Hasil Penelitian, Tanah Grogot (2013) Pada tabel 4.1 terlihat secara keseluruhan aktivitas siswa dari siklus I dan II.
Aktivitas Guru Modus Kriteria 4 Baik 4 Baik hasil observasi aktivitas guru dan
Tabel 4.2 Hasil Observasi Pembelajaran Matematika Siswa dengan menggunakan Pembelajaran tipe TAI (Team Assited Individualization.
No
Aspek Pengamatan
1.
Aktifitas Siswa a. Perhatian b. Partisipasi c. Pemahaman d. Kerjasama
2.
Aktifitas Guru a. Penyajian Materi b. Kemampuan menyajikan contoh. c. Kemampuan memotivasi siswa untuk belajar lebih lanjut. d. Pembimbingan e. Pengelolaan kelas
Rata-rata Siklus I
Siklus II
3,3 3,3 2,6 3,3
4,5 4 4 4,5
4 4
4 4
3,3
4,5
4 3 Sumber: Hasil Penelitian SDN 002 Tanah Grogot
45
4,5 4
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Peningkatan hasil belajar siswa dan proses belajar mengajar pada pokok bahasan statistika dengan pengajaran proyek dapat dilihat rinciannya sebagai berikut: Tabel 4.3. Nilai Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Aspek
Siklus 1
Siklus 2
Jumlah
1860
2270
Rata-rata
68,89
84,07
B. Pembahasan 1. Siklus Pertama a. Perencanaan Berdasarkan hasil refleksi, diskusi bersama observer dan peneliti pada siklus ini, peneliti bersama observer menyiapkan rencana kegiatan yang dilakukan pada siklus pertama. Peneliti bersama observer mempersiapkan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan, dalam perencanaan ini peneliti menyiapkan materi pelajaran, sekenario pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar kegiatan siswa dan alat-alat yang diperlukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini guru melakukan tindakan perbaikan berdasarkan hasil refleksi pada sebelum perbaikan, antara lain: 1) Guru harus mengkondisikan siswa agar lebih aktif dan lebih melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat memperhatikan materi pelajaran maupun dalam mengerjakan latihan soal. 2) Guru harus tetap tegas terhadap siswa-siswa yang membuat keributan dengan menegur dan memberikan peringatan agar waktu pembelajaran dapat dimanfaatkan dan tidak mencontek jawaban dari teman atau anggota kelompoknya yang lain. 3) Dan pada saat kegiatan pembelajaran terjadi, guru menciptakan suasana hubungan timbal balik antara guru dan siswa. 4) Pada saat kegiatan pembelajaran, guru haruslah dapat memberikan bimbingan terhadap semua siswa baik pada saat menjelaskan materi pelajaran, baik secara individu maupun kelompok. 5) Meminta siswa untuk lebih aktif bekerja sama dan kompak pada saat pengerjaan latihan soal serta saling membantu teman lain yang belum memahami materi pelajaran yang bersangkutan. b. Pelaksanaan Pada penelitian tindakan ini peneliti dan guru sepakat bahwa dalam pelaksanaan penelitian, peneliti bertindak sebagai guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan sekenario pembelajaran yang telah dipersiapkan. c. Observasi Peneliti yang bertindak sebagai guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran, dan melakukan tindakan perbaikan seperti yang telah ditetapkan pada siklus sebelumnya. Hasil observasi menunjukkan bahwa pada siklus pertama ini suasana kelas mulai hidup. Perhatian dan pemahaman siswa dalam kegiatan pembelajaran cukup baik, partisipasi (keaktifan) siswa juga cukup baik, kemampuan guru dalam mengelola suasana kelas dan dalam memotivasi siswa dinilai baik. Keberhasilan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI sudah cukup memuaskan karena siswa sudah mulai mengerti tahap-tahap dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI. Namun masih ada sedikit permasalahan yang terjadi yaitu ada beberapa siswa belum terbiasa dalam belajar secara individual, siswa masih bergantung kepada guru, tetapi sebagian besar siswa lainnya dinilai sudah cukup mampu mengembangkan kemampuan individualnya, dan ketika ada materi yang sulit untuk dipahami, mereka tidak segan-segan 46
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
d.
2. a.
b.
untuk bertanya kepada guru. Permasalahan lain yang terjadi yaitu masih terdapat siswa yang diam dan kurang berkomunikasi dengan teman sekelompoknya. Adanya beberapa permasalahan tersebut maka peneliti dan observer menentukan beberapa tindakan perbaikan untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya, diantaranya yaitu guru harus selalu memotivasi siswa agar dapat meningkatkan kemampuan individualnya, interaksi antara guru dan siswa perlu ditingkatkan agar seluruh siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran. Hasil observasi menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa dan nilai tugas siswa pada siklus kedua mengalami peningkatan daripada siklus pertama. Nilai ratarata hasil belajar pada siklus pertama sebesar 68,89. Refleksi Berdasarkan hasil observasi pada siklus pertama terdapat beberapa hal yang telah tercapai dengan baik, dan ada pula hal-hal yang masih perlu diperbaiki pada siklus berikutnya. Pada siklus pertama dapat diketahui bahwa selama pembelajaran berlangsung siswa sudah mulai memahami tugas dan perannya dalam kelompok belajarnya. Siswa terlihat lebih aktif dan bersemangat mengerjakan lembar kerja yang diberikan. Tidak seperti pada siklus sebelumnya, tampaknya para siswa tidak asing lagi dengan suasana belajar kelompok. Siswa yang lebih pandai dapat membimbing temannya yang belum mengerti, sehingga suasana belajar kelompok dapat berjalan dengan baik. Guru lebih tegas dalam menegur dan memberi peringatan kepada siswa agar waktu pembelajaran dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. Kemajuan positif lainnya adalah siswa tidak lagi menunggu jawaban dari teman atau anggota kelompoknya yang lain serta berusaha untuk mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Dalam menyampaikan materi, suara atau intonasi guru lebih nyaring dan jelas dari pertemuan sebelumnya sehingga siswa lebih memahami materi yang disampaikan dan pada saat kegiatan pembelajaran telah tercipta komunikasi timbal balik antara guru dan siswa. Meskipun demikian masih ditemukan adanya hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran tipe TAI pada siklus kedua ini. Masih ditemuinya beberapa siswa yang terlihat malas dan lebih banyak berbicara dengan temannya di luar materi pelajaran sehingga menggangu aktivitas belajar siswa yang lain, ataupun ditemukannya siswa yang diam dan kurang dapat berkomunikasi dengan guru maupun kelompoknya dan terlihat pasif. Masih ada beberapa siswa yang ribut walaupun telah diberikan peringatan ataupun teguran oleh guru tetapi belum maksimal. Siklus Kedua Perencanaan Peneliti bersama observer mendiskusikan refleksi pada siklus pertama. Dari hasil refleksi tersebut peneliti bersama guru menyiapkan rencana kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada siklus kedua. Dalam perencanaan ini peneliti menyiapkan materi pelajaran, skenario pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar kegiatan dan alat-alat yang diperlukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Selain menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran dan kelengkapan alat-alat selama proses kegiatan pembelajaran peneliti juga menyiapkan pedoman observasi, bentuk lembar observasi untuk aktivitas siswa dan aktivitas guru. pertemuan kedua diadakan tes untuk melihat hasil belajar siswa. Pada tahap ini guru akan melakukan beberapa tindakan perbaikan berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama, antara lain: 1) Guru mampu mengkondisikan kelas, agar pada saat kegiatan pembelajaran siswa merasa lebih siap untuk mengikuti pelajaran dengan sebaik-baiknya. 2) Sebaiknya guru dalam memberikan apersepsi, lebih mengutamakan mengulang materi secara singkat materi pada pertemuan sebelumnya sehingga tidak banyak memakan waktu belajar. 3) Guru lebih banyak memberikan latihan soal kepada siswa dan mampu memberikan bimbingan kepada siswa mengenai cara penyelesaianya. 4) Guru dapat lebih memperhatikan siswa yang terlihat pendiam dan pasif serta mendorong agar mampu bekerja sama dengan siswa yang lainnya. Pelaksanaan 47
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pada penelitian tindakan peneliti dan guru sepakat bahwa dalam pelaksanaan penelitian, peneliti bertindak sebagai guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan sekenario pembelajaran yang telah dipersiapkan. c. Observasi Peneliti yang bertindak sebagai pengajar melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran guru terlihat lebih sering memotivasi siswa dan lebih intensif membimbing siswa, interaksi antara guru dan siswa juga mengalami peningkatan. Pada siklus ketiga ini suasana kelas semakin hidup. Siswa kelihatan senang karena merasa diperhatikan oleh gurunya. Seluruh siswa terlibat aktif dalam diskusi dengan kelompoknya dan ketika mereka mengalami kesulitan tidak segan-segan bertanya kepada guru. Berdasarkan pengamatan dari kedua siklus, keaktifan siswa secara umum mengalami peningkatan. Kemampuan individual siswa juga meningkat terlihat dari nilai rata-rata hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan dari siklus kedua. Adapundata peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Rata-rata
Sik lus 1 Siklus 2
Gambar 4.1. Diagram Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SDN 002 Tanah Grogot melalui Pembelajaran Tipe TAI (Team Assited Individualization).
Data rata-rata nilai siklus I sebesar 68,89, Nilai rata-rata hasil belajar pada siklus II sebesar 84,07. d. Refleksi Berdasarkan hasil observasi pada siklus kedua terdapat beberapa hal yang tercapai dengan baik. Siswa yang pendiam dan malu dapat lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran artinya siswa yang pemalu pasif sudah dapat berkomunikasi dengan teman yang lainnya dan berani bertanya kepada guru walaupun terkadang masih ada rasa takut dan ragu-ragu. Siswa yang pandai tidak lagi menyelesaikan kegiatan proyek yang diberikan cara sendiri-sendiri tanpa memperhatikan siswa yang lain yang berada didekatnya namun sudah lebih dapat menyesuaikan diri. Guru juga sudah mampu melihat secara teliti siswa mana yang lebih membutuhkan bimbingan dan yang tidak memerlukan bimbingan namun hanya membutuhkan perhatian saja. Walaupun hambatan-hambatan pada siklus pertama masih nampak namun dapat diatasi dengan baik. Guru tidak lagi mengalami kesulitan dalam pembimbingan dan pengelolaan kelas karena siswa terlihat telah terbiasa mengikuti pelajaran dengan menggunakan pembelajaran tipe TAI (Team Assited Individualization). Siswa telah dapat mengikuti model pembelajaran yang diberikan dan menunjukkan adanya perubahan tingkah laku siswa dalam belajar. Karena hasil yang diperoleh pada siklus kedua semakin baik, peneliti dan observer berkesimpulan bahwa tidak perlu lagi melanjutkan penelitian pada siklus berikutnya karena keberhasilan yang diperoleh sudah mencukupi kriteria yang telah ditentukan.
48
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa proses penelitian ini telah memotivasi dan menumbuhkan kemampuan individual siswa untuk mencapai hasil pembelajaran yang lebih baik dari sebelumnya. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang penulis lakukan pada SDN 002 Tanah Grogot, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Pembelajaran tipe TAI (Team Assited Individualization) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VI semester I pada pokok bahasan operasi hitung bilangan bulat. 2) Dari tindakan yang dilaksanakan sebanyak dua siklus melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, diperoleh hasil belajar matematika untuk siklus I sebesar 68,89, siklus dan siklus II sebesar 84,07. B. Saran Disarankan kepada guru agar dapat berupaya secara mandiri untuk selalu meningkatkan diri dengan menjadikan pembelajaran tipe TAI (Team Assited Individualization) sebagai alternatif yang diterapkan sebagai variasi dalam kegiatan belajar mengajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 1998. Pengelolaan Kelas dan Siswa. Jakarta: CV. Rajawali. Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, N. 2005. Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya Sudjana, N. 2002. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Wiryawan, S. A dan Noorhadi. 1990. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud Universitas Terbuka.
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PECAHAN MELALUI MEDIA SISWA KELAS V SDN 004 TANAH GROGOT 2014/2015 Totok Supriadi SDN 004 Tanah Grogot Abstrak: Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui sejauhmana penggunaan media dapat meningkatkan hasil belajar matematika Materi Pecahan Siswa Kelas V SDN 004 Tanah Grogot. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 004 Tanah Grogot dengan jumlah keseluruhan adalah 20 siswa. Teknik dalam pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan cara pemberian test kepada seluruh siswa yang dijadikan sampel dalam penelitian. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah lembar observasi. Media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan siswa kelas V SDN 004 Tanah Grogot berdasarkan yaitu pada siklus I terdapat 8 siswa dari 20 siswa yang sudah dinyatakan tuntas dengan nilai rata-rata 61,5. Sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan yang signifikan yaitu dari 20 siswa hanya 2 siswa yang belum tuntas dengan nilai rata-rata 71,00. Kata kunci: Media Pembelajaran, Hasil Belajar, Matematika.
Pelajaran matematika yang merupakan salah satu mata pelajaran utama yang ada di Sekolah Dasar. Hal ini dikarenakan Matematika merupakan salah satu mata pelajaran UAN. Selain itu matematika juga sebagai alat bantu dan pelayanan ilmu yang tidak hanya untuk matematika itu sendiri melainkan juga untuk ilmu-ilmu lainnya, baik untuk kepentingan teoritis
49
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
maupun kepentingan praktis sebagai aplikasi dari matematika. Jadi hampir semua mata pelajaran di sekolah dasar memerlukan perhitungan matematika, sehingga penguasaan masalah ini sangatlah penting. Melihat pentingnya pelajaran matematika, maka hendaknya siswa dapat menguasai pelajaran ini dengan baik dan membutuhkan kecermatan, ketertiban dan kesabaran. Matematika sekolah adalah unsur-unsur dari matematika yang dipilih berdasarkan kepentingan kependidikan dan perkembangan IPTEK. Pembelajaran matematika disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa, objek-objek matematika, dan lingkungan sekitar siswa sebagai sumber belajar. Salah satu penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa dalam mata pelajaran matematika adalah karena Guru lebih sering mengajar matematika tanpa menggunakan media atau alat peraga apapun. Padahal seperti kita ketahui bersama bahwa tahap berpikir siswa-siswa SD adalah tahap berpikir konkret dan semi konkret. Siswa SD tentu akan mengalami kebingungan jika hanya selalu diberikan pelajaran abstrak. Terutama pada mata pelajaran matematika, diperlukan penanaman konsep terlebih dahulu dengan menggunakan media dan alat peraga yang akan membantu siswa untuk lebih mengerti tentang pelajaran yang akan mereka pelajari. Dengan penggunaan media juga akan memberikan pengalaman Menurut Sudjana (2004) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Lebih lanjut menurut Hamalik (2003) “hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, dan sikap-sikap, serta apersepsi dan abilitas”.Selanjutnya menurut Jihad dan Haris (2009:14) “pengertian hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran”. Menurut Masykur Ag dan Fathani (2009:42) mengungkapkan pendapat Andi Hakim Nasution (1977:12) ”istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein, yang artinya mempelajari. Mungkin juga erat hubungannya dengan bahasa sansekerta medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau inteligensi”. Lebih lanjut menurut Abdurrahman (2003:252) mengungkapkan pendapat Johnson dan Myklebust (1967:244) ”matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubunganhubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir”. Selanjutnya menurut Karso dkk. (2008:1.40) ”matematika adalah suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan diantara konsep dan struktur tersebut”. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang memiliki fungsi paraktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, yaitu penelitian yang melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 004 Tanah Grogot berjumlah 20 siswa. 1. Prosedur Penelitian a. Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain : 1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penggunaan media dengan materi pecahan. 2) Membuat soal evaluasi untuk dikerjakan di kelas. 3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar di kelas pada waktu pembelajaran dengan penggunaan media. b. Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan tindakan kegiatan yang dilaksanakan adalah melaksanakan RPP yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaan tindakan ini, Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus dan setiap siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pada pertemuan terakhir pada masing-masing siklus diberi tes hasil belajar. Waktu pertemuan selama 2 x 35 menit. c. Pengamatan Pada tahap pengamatan, peneliti sebagai guru pengajar melakukan tindakan pembelajaran dengan menggunakan media, selain itu observator juga mencatat aktivitas 50
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
siswa di dalam kelas dengan menggunakan lembar pengamatan. Sedangkan untuk mengobservasi hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar kerja siswa, tes, dan lembar tugas. Data yang diperoleh melalui lembar pengamatan dan tes hasil belajar, disusun, dijelaskan, dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan atau menyajikan data pada setiap putaran. d. Refleksi Pada setiap refleksi, peneliti menganalisis kembali segala sesuatu yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dan hasil-hasilnya dengan melihat data hasil observasi setiap siklus apabila terdapat kekurangan maka akan diperbaiki pada siklus berikutnya. Hasil analisis data pada tahap ini digunakan sebagai acuan untuk merencanakan putaran berikutnya. 2. Rancangan Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilakukan selama 2 siklus. Dengan masing-masing siklus 2 pertemuan. a. Siklus I 1) Perencanaan a) Identifikasi masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar. b) Menyiapkan metode yang akan diterapkan. c) Menyusun RPP, LKS, Alat evaluasi akhir siklus, lembar pengamatan. 2) Pelaksanaan a) Pertemuan Pertama Siklus I Dalam pertemuan pertama materi pembelajaran adalah menjumlahkan pecahan. Media yang digunakan adalah Media Benda Konkret, Media Gambar, dan Media Garis Bilangan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Guru menyiapkan media yang akan digunakan. (2) Guru melakukan penjelasan awal tentang media yang akan digunakan, yaitu media benda konkret, media gambar, dan media garis bilangan. (3) Guru menjelaskan materi Penjumlahan Pecahan dengan menggunakan media. (4) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang materi yang diajarkan menggunakan media (5) Guru menugaskan pada siswa untuk melihat soal-soal dalam LKS dan memperhatikan petunjuk pengerjaannya. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS. (6) Guru bersama siswa membahas semua soal yang terdapat dalam LKS. (7) Guru memberikan pujian kepada siswa yang berprestasi dan bimbingan kepada siswa yang kurang menguasai. (8) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. b) Pertemuan Kedua Siklus I Pertemuan kedua merupakan akhir dari siklus pertama. Dalam pertemuan ini diadakan tes tertulis. Soal yang digunakan pada tes individu berupa soal uraian sebanyak 10 soal. Pada saat siswa mengerjakan tes, guru mengawasi dan tidak mengijinkan bekerja sama. Tes dilaksanakan dalam waktu 70 menit. Hasil tes dikumpulkan kemudian guru bersama siswa membahas soal tes tersebut. Guru memberikan bimbingan kepada siswa yang masih mengalami kebingungan dengan cara meminta siswa mengerjakan soal di depan kelas dengan bantuan guru. 3) Pengamatan Kegiatan observasi dilakukan untuk mengumpulkan data aktifitas pembelajaran, baik data pembelajaran guru maupun data pembelajaran siswa. 4) Refleksi Data dikumpulkan kemudian dianalisis oleh peneliti. Analisis dilakukan dengan cara mengukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian disimpulkan bagaimana hasil belajar siswa 51
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dan bagaimana hasil pembelajaran guru. Kemudian direfleksikan hasil analisis yang telah dikerjakan. b. Siklus II 1) Perencanaan Berdasarkan hasil refleksi pada siklus 1 maka diadakan perencanaan ulang yang meliputi: a) Menganalisis masalah siklus 1 yang belum berhasil. b) Menyusun strategi belajar mengajar mengajar dengan media pembelajaran dengan penekanan yang lebih baik lagi terutama keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. c) Menyusun RPP, LKS, Alat evaluasi akhir siklus, lembar pengamatan 2) Pelaksanaan a) Pertemuan Pertama Siklus Kedua Materi pembelajaran adalah Pengurangan Pecahan Biasa Berpenyebut Sama. Media yang digunakan adalah media benda konkret, media gambar, dan media garis bilangan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Guru menyiapkan media yang sesuai dengan materi Pengurangan Pecahan. (2) Guru melakukan penjelasan tentang media yang akan digunakan, yaitu media benda konkret, media gambar, dan media garis bilangan. (3) Guru menjelaskan materi Pengurangan Pecahan dengan menggunakan media. (4) Guru menugaskan beberapa siswa menjelaskan materi atau mengerjakan contoh soal dengan menggunakan media (5) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang materi yang diajarkan menggunakan media (6) Guru menugaskan pada siswa untuk melihat soal-soal dalam LKS dan memperhatikan petunjuk pengerjaannya. (7) Guru memerintahkan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang terdapat dalam LKS. (8) Guru bersama siswa membahas semua soal yang terdapat dalam LKS. (9) Guru memberikan pujian kepada siswa yang berprestasi dan bimbingan kepada siswa yang kurang menguasai. (10) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. b) Pertemuan Kedua Siklus II Pada pertemuan ini diadakan tes tertulis. Soal yang digunakan pada tes individu berupa soal uraian sebanyak 10 soal. Pada saat siswa mengerjakan tes, guru mengawasi dan tidak mengijinkan bekerja sama. Tes dilaksanakan dalam waktu 70 menit. Hasil tes dikumpulkan kemudian guru bersama siswa . c) Pengamatan Peneliti mengadakan refleksi hasil siklus ketiga yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Bahan penilaian observasi dapat dilihat pada lampiran d) Refleksi Peneliti menganalisis semua tindakan pada siklus I dan siklus II, kemudian melakukan refleksi terhadap strategi yang dilakukan dalam tindakan kelas. Apakah dengan menggunakan media berhasil meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan di kelas V SDN 004 Tanah Grogot. HASIL PENELITIAN Deskripsi Penelitian Sebelum pelaksanaan penelitian ini telah dilakukan pra-penelitian yaitu melakukan observasi atau pengamatan langsung di dalam kelas serta melihat nilai harian akhir dari siswa. Dari observasi awal ditemukan masalah-masalah sebagai berikut : a. Keaktifan belajar siswa rendah sehingga suasana kelas sangat monoton. b. Respon dari siswa rata-rata sangat rendah sehingga menyulitkan guru dalam memberikan materi. Siklus I 52
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
1) Perencanaan Sebelum tindakan siklus I dilaksanakan, perlu dibuat sebuah perencanaan terlebih dahulu. Perencanaan tersebut meliputi: a) Menyiapkan RPP pembelajaran matematika penjumlahan pecahan dengan pengunaan media b) Bahan pengajaran c) Media, berupa media benda konkret (buah apel), media gambar, dan media garis bilangan d) Instrument observasi e) Penilaian. Berdasarkan instrument penilaian RPP, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan media. Adapun hasil dari penilaian kemampuan guru dalam perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut: Tabel 1. Penilaian Perencanaan (RPP) Pembelajaran Matematika melalui Penggunaan Media Siklus I
No 1. 2.
Aspek Skor Kategori Merumuskan Tujuan Pembelajaran 2 Cukup Pemilihan dan pengorganisasian materi, 2 Cukup media,dan sumber 3. Merancang scenario/Strategi 2 Cukup Pembelajaran 4. Rancangan Pengelolaan Kelas 2 Cukup 5. Rancangan prosedur dan persiapan alat 2 Cukup evaluasi 6. Kesan umum pembelajaran 2 Cukup Jumlah 12 Pada Tabel 1 menunjukan kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran, dengan perincian dari setiap aspek penilaian adalah sebagai berikut: a) Kemampuan guru dalam merumuskan tujuan pembelajaran memiliki skor 2 dengan kategori cukup, b) Kemampuan guru dalam pemilihan dan pengorganisasian materi, media,dan sumber memiliki skor 2 dengan kategori cukup, c) Kemampuan guru dalam merancang scenario/strategi pembelajaran memiliki skor 2 dengan kategori cukup, d) Kemampuan guru dalam merancang pengelolaan kelas memiliki skor 2 dengan kategori cukup, e) Kemampuan guru dalam merancang prosedur dan persiapan alat evaluasi memiliki skor 2 dengan kategori cukup, f) Kemampuan guru dalam memberikan kesan umum pembelajaran memiliki skor 2 dengan kategori cukup. 2) Pelaksanaan Siklus I terdiri dari 2 kali pertemuan masing-masing pertemuan 2 x 35 menit sesuai dengan RPP . Tabel 2 Nilai Akhir Siklus I
PRESTASI SISWA
SIKLUS I JUMLAH SISWA
Nilai < 65 Nilai ≥ 65
8 12
KATEGORI Tidak Tuntas Belajar Tuntas Belajar
Jumlah 20 Sumber : Lampiran 11 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dalam Siklus I terdapat 8 siswa yang memperoleh nilai akhir dibawah nilai 65 yang termasuk dalam kategori tidak tuntas belajar, serta terdapat 12 siswa yang memperoleh nilai akhir 65 dan lebih dari 65 yang termasuk dalam kategori tuntas belajar.
53
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
3) Pengamatan Pengamatan dilakukan secara partisipatif oleh guru sendiri dibantu oleh seorang obsever. Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data tentang aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Kegiatan dalam pengamatan ini antara lain meliputi: a) Mengamati urutan tindakan yang dilakukan guru dalam pembelajaran. Dari hasil pengamatan selama Siklus I dalam pertemuan 1 dan pertemuan 2, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3 Skor Aktivitas Guru Siklus I
No Aspek 1 Penguasaan KBM 2 Penggunaan Media 3 Penguasaan Materi 4 Sikap dalam KBM Jumlah
Nilai Pert. I 68 68 68 70 274
Pert. II 70 69 71 74 284
Rata-rata 69 68.5 69.5 72 279
Kategori C C C B
Pada Tabel 3 menunjukan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Adapun hasil yang diperoleh, dengan perincian dari setiap aspek penilaian adalah sebagai berikut: (1) Kemampuan guru dalam penguasaan KBM memiliki nilai 69 dengan kategori cukup, (2) Kemampuan guru dalam penggunaan media memiliki nilai 68,5 dengan kategori cukup, (3) Kemampuan guru dalam penguasaan materi memiliki nilai 69,5 dengan kategori cukup, (4) Kemampuan guru mengenai sikap dalam KBM memiliki nilai 72 dengan kategori baik. 4) Refleksi Berdasarkan deskripsi data Siklus I, maka hasil yang diperoleh selama Siklus I adalah sebagai berikut: a) Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran matematika melalui penggunaan media termasuk dalam kategori cukup, kelemahan terjadi pada semua aspek hal ini ditunjukkan dengan perolehan skor 2 pada semua aspek. b) Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika melalui penggunaan media termasuk dalam kategori cukup. Kelemahan terjadi pada aspek penguasaan KBM dengan nilai 69, penguasaan media dengan nilai 68,5, dan penguasaan materi dengan nilai 69,5. c) Berdasarkan data hasil belajar siswa, terdapat 8 siswa yang belum tuntas belajar. Sesuai dengan hasil yang diperoleh selama Siklus I dilakukan pembahasan bersama observer untuk menentukan langkah perbaikan yang akan dilaksanakan pada Siklus II, yaitu sebagai berikut: a) Melakukan beberapa revisi terhadap semua aspek dari RPP yang telah dibuat agar lebih sesuai dengan materi yang dipelajari, media yang digunakan, serta pencapaian hasil belajar siswa. b) Guru perlu meningkatkan penguasaan dalam KBM dan pemberdayaan media dalam hal ini guru harus menciptakan suasana belajar yang efektif. c) Melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa yaitu siswa lebih diberi banyak kesempatan dalam penggunaan media sehingga keaktifan siswa meningkat. Siklus II 1) Perencanaan Sebelum tindakan siklus II dilaksanakan, perlu dibuat sebuah perencanaan terlebih dahulu dengan memperhatikan refleksi dari Siklus I. Perencanaan tersebut meliputi: a) Menyiapkan RPP pembelajaran matematika penjumlahan dan pengurangan pecahan biasa dengan pengunaan media. Dalam RPP dirancang sebuah pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan pemberian kesempatan pada siswa yang memiliki hasil belajar yang kurang untuk menggunakan media. b) Bahan pengajaran 54
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
c) Media, berupa media benda konkret (buah apel), media gambar, dan media garis bilangan d) Instrument observasi e) Penilaian. Berdasarkan instrument penilaian RPP Siklus II, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan media. Adapun hasil dari penilaian kemampuan guru dalam perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut: Tabel 9. Penilaian Perencanaan (RPP) Pembelajaran Matematika melalui Penggunaan Media Siklus II
No
Aspek
Skor
Kategori
1.
Merumuskan Tujuan Pembelajaran
3,5
Baik
2.
Pemilihan dan pengorganisasian media,dan sumber
materi, 3
Baik
3.
Baik
4.
Merancang scenario/Strategi 3 Pembelajaran Rancangan Pengelolaan Kelas 4
5.
Rancangan prosedur dan persiapan alat evaluasi
4
Sangat Baik
6.
Kesan umum pembelajaran
3,5
Baik
Jumlah
Sangat Baik
21
Pada Tabel 9 menunjukan kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran, dengan perincian dari setiap aspek penilaian adalah sebagai berikut: a) Kemampuan guru dalam merumuskan tujuan pembelajaran memiliki skor 3,5 dengan kategori baik, b) Kemampuan guru dalam pemilihan dan pengorganisasian materi, media,dan sumber memiliki skor 3 dengan kategori baik, c) Kemampuan guru dalam merancang scenario/strategi pembelajaran memiliki skor 3 dengan kategori baik, d) Kemampuan guru dalam merancang pengelolaan kelas memiliki skor 4 dengan kategori sangat baik, e) Kemampuan guru dalam merancang prosedur dan persiapan alat evaluasi memiliki skor 4 dengan kategori sangat baik, f) Kemampuan guru dalam memberikan kesan umum pembelajaran memiliki skor 3,5 dengan kategori baik. 2) Pelaksanaan Pada Siklus II guru memberikan perhatian lebih pada siswa yang kurang aktif dan memiliki hasil belajar yang belum tuntas, dengan cara memberi kesempatan belajar secara langsung kepada siswa untuk menggunakan media dan memberikan pengulangan penjelasan. Nilai akhir siswa Siklus II dipaparkan sebagai berikut: Tabe 10. Nilai Akhir Siklus II
PRESTASI SISWA
SIKLUS II JUMLAH SISWA
Nilai < 65
2
Nilai ≥ 65
18
Jumlah
20
KATEGORI Tidak Tuntas Belajar Tuntas Belajar
Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa dalam Siklus 2 terdapat 2 siswa yang memperoleh nilai akhir dibawah nilai 65 yang termasuk dalam kategori tidak tuntas belajar,
55
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
serta terdapat 18 siswa yang memperoleh nilai akhir 65 dan lebih dari 65 yang termasuk dalam kategori tuntas belajar. 3) Pengamatan Pengamatan dilakukan secara partisipatif oleh guru sendiri dibantu oleh seorang obsever. Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data tentang aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Kegiatan dalam pengamatan ini antara lain meliputi: a) Mengamati urutan tindakan yang dilakukan guru dalam pembelajaran. Dari hasil pengamatan selama Siklus II dalam pertemuan 1 dan pertemuan 2, menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 11 Skor Aktivitas Guru Siklus II
Nilai Kategori Pert. I Pert. II Rata-rata 1 Penguasaan KBM 76 78 77 B 2 Penggunaan Media 78 80 79 B 3 Penguasaan Materi 77 78 77.5 B 4 Sikap dalam KBM 77 80 78.5 B 308 316 312 Jumlah Pada Tabel 11 menunjukan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Adapun hasil yang diperoleh, dengan perincian dari setiap aspek penilaian adalah sebagai berikut: (1) Kemampuan guru dalam penguasaan KBM memiliki nilai 77 dengan kategori baik, (2) Kemampuan guru dalam penggunaan media memiliki nilai 79 dengan kategori baik, (3) Kemampuan guru dalam penguasaan materi memiliki nilai 77,5 dengan kategori baik, (4) Kemampuan guru mengenai sikap dalam KBM memiliki nilai 78,5 dengan kategori baik. Pada Tabel 12 menunjukan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Adapun hasil yang diperoleh, dengan perincian dari setiap aspek penilaian adalah sebagai berikut: 4) Refleksi Berdasarkan deskripsi data Siklus II, maka hasil yang diperoleh selama Siklus II adalah sebagai berikut: a) Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran matematika melalui penggunaan media termasuk dalam kategori baik pada aspek merumuskan tujuan pembelajaran, pemilihan dan pengorganisasian materi, media, dan sumber, merancang scenario dan strategi pembelajaran, serta kesan umum dalam pembelajaran hal ini ditunjukkan dengan perolehan skor 3 dan 3,5. Sedangkan untuk aspek rancangan pengelolaan kelas dan rancangan prosedur dan persiapan alat evaluasi memperoleh nilai 4 dengan kategori sangat baik. b) Kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika melalui penggunaan media termasuk dalam kategori baik, hal ini ditunjukkan pada semua aspek kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran termasuk dalam kategori baik. c) Berdasarkan data hasil belajar siswa, terdapat 2 siswa yang belum tuntas belajar. No
Aspek
PEMBAHASAN Siklus I Berdasarkan instrument penilaian RPP, diperoleh skor 2 (cukup) untuk kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena terdapat ketidaksesuaian di dalam penyusunan RPP, seperti dalam pengorganisasian materi pembelajaran dan penetapan alokasi waktu belajar mengajar. Selanjutnya, dari hasil pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan guru selama Siklus I menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran memperoleh nilai rata-rata 69,75 yang termasuk dalam kategori cukup. Yang menjadi penyebab hal ini adalah karena selama pembelajaran guru kurang optimal dalam memberikan penjelasan kepada siswa dan kurang memanfaatkan media yang tersedia. Berdasarkan hasil tes Siklus I yang diberikan pada 20 siswa, sebanyak 14 siswa (60%) telah memperoleh nilai ≥ 65 dan sebanyak 8 siswa (40%) memperoleh nilai < 65. Nilai prestasi yang diperoleh pada Siklus I terendah adalah 40 dan nilai tertinggi adalah 90. Dengan rata-rata 56
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kelas 61,5 serta ketuntasan belajar secara klasikal adalah 60%. Hal tersebut berarti belum mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Siklus II Berdasarkan instrument penilaian RPP, diperoleh skor 3,5 (baik) untuk kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran. Dalam Siklus II terjadi peningkatan kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran. Guru membuat perencanaan yang lebih baik dan sesuai antara materi, media, serta waktu pelaksananaan. Selanjutnya, dari hasil pengamatan terhadap tindakan yang dilakukan guru selama Siklus II menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran mengalami peningkatan dengan memperoleh nilai 78 yang termasuk dalam kategori baik. Dalam pelaksanaan Siklus II selain berperan sebagai fasilitator bagi siswa, guru juga mengadakan pengulangan penjelasan yang kurang dipahami siswa. Guru juga membimbing siswa yang mengalami kebingungan dalam penggunaan media. Berdasarkan hasil tes Siklus II yang diberikan pada 20 siswa, sebanyak 18 siswa (90%) telah memperoleh nilai ≥ 65 dan sebanyak 2 siswa (10%) memperoleh nilai < 65. Nilai prestasi yang diperoleh pada Siklus II terendah adalah 60 dan nilai tertinggi adalah 100. Dengan ratarata kelas 76,5 serta ketuntasan belajar secara klasikal adalah 90%. Pada Siklus II telah tercapai mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran matematika melalui penggunaan media mengalami peningkatan. Pada Siklus I diperoleh skor 2 (cukup) dan Siklus II memperoleh nilai 3,5 (baik). Demikian halnya dengan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran melalui penggunaan media mengalami peningkatan, dimana pada Siklus I guru memperoleh nilai 70 (C) dan pada Siklus II memperoleh nilai 78 (B). Nilai rata-rata kelas pada akhir Siklus I adalah 61,5 pada akhir siklus II naik menjadi 76,5. Hasil belajar siswa secara klasikal pada Siklus I adalah 60%, dan Siklus II adalah 90%. Pada siklus II berhasil mencapai ketuntasan secara klasikal. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan siswa kelas V SDN 004 Tanah Grogot berdasarkan nilai rata-rata siswa pada siklus I yaitu 61,5 meningkat pada siklus II yaitu 76,5. Ketuntasan belajar siswa juga terdapat peningkatan, pada siklus I sebesar 54% dan pada siklus II sebesar 90%. Saran 1. Bagi Sekolah untuk melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran agar lebih ditingkatkan. 2. Guru dalam setiap kegiatan pembelajaran menggunakan media yang sesuai, sehingga informasi atau pesan dalam pembelajaran dapat tersampaikan dengan optimal. 3. Bagi siswa agar dapat lebih bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran dengan penyampaian materi. DAFTAR RUJUKAN Aqib, Zainal, Siti Jaiyaroh, Eko Diniati, Khusnul Khotimah. 2008. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SMP, SMA, SMK. Bandung: CV Yrama Widya Arikunto, Suharsimi; Suharjono, Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Asyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), 2006. Standar Isi 2006 Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Deppennas. Hakim, Thursan. 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara. Karso, dkk. 2008. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka. Mustaqim, Burhan dan Ary Astuty. 2003. Ayo Belajar Matematika untuk SD dan MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. S. Sadiman, Arief; R. Raharjo, Agung Haryono, Raharjito. 2008. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 57
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tim Bina Karya Guru. 2007. Terampil Berhitung Matematika untuk SD Kelas 5. Jakarta: Erlangga. Widagdo, Djamus dan Muchtar A Karim. 2002. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Universitas Terbuka. Wijaya, Kusuma dan Dedi Dwitagama. 2010. Mengenal PTK. Jakarta: PT. Indeks.
MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS 1 MI RIYADUL JANNAH DALAM MENGOPERASIKAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DENGAN BANTUAN BENDA-BENDA KONKRIT TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Radensyah Abstrak: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menggambarkan masalah sebenarnya yang ada dilapangan kemudian di refleksikan dan dianalisis berdasarkan teori yang menunjang dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian dilapangan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini melalui observasi pengamatan diskusi dan evaluasi. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan dari kegiatan pratindakan, siklus I dan siklus II. Dalam penelitian pratindakan siswa yang mengalami ketuntasan belajar sebanyak 35 % setelah dilakukan tindakan dengan alat bantu benda-benda kongkrit. Ketuntasan belajar siswa dalam siklus I naik menjadi 97 % dilanjutkan siklus selanjutnya seluruh siswa mengalami ketuntasan belajar. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa benda-benda kongkrit dapat membantu siswa dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan pada pembelajaran Matematika Kelas I, sehingga prestasi belajar mengalami kemajuan. Temuan yang lain anak menjadi senang, percaya diri dalam melakukan proses pembelajaran.
Kata Kunci : Penjumlahan, pengurangan, Metematika SD/MI, Benda Kongkrit.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menyiapkan diri dalam perananya dimasa akan datang. Pendidikan dilakukan tanpa ada batasan usia, ruang dan waktu yang tidak dimulai atau diakhiri di sekolah, tetapi diawali dalam keluarga dilanjutkan dalam lingkungan sekolah dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat, yang hasilnya digunakan untuk membangun kehidupan pribadi agama, masyarakat, keluarga dan negara. Merupakan suatu kenyataan bahwa pemerintah dalam hal ini diwakili lembaga yang bertanggung jawab didalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia, akan tetapi pendidikan menjadi tanggung jawab keluarga, sekolah dan masyarakat yang sering disebut dengan Tri Pusat Pendidikan. Salah satu keprihatinan yang dilontarkan banyak kalangan adalah mengenai rendahnya mutu pendidikan atau Out Put yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal. Dalam hal ini yang menjadi kambing hitam adalah guru dan lembaga pendidikan tersebut, orang tua tidak memandang aspek keluarga dan kondisi lingkungannya. Pada hal lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar sangat menentukan terhadap keberhasilan pendidikan. Memasuki Tri bulan pertama tahun 2013-2014, ketika diadakan Ulangan Tengah Semester mulai tampak timbul suatu masalah. Sewaktu ulangan jatuh pada mata pelajaran Matematika begitu naskah dibagikan, sebagian siswa berteriak-teriak memanggil-manggil ibunya, ada yang garuk-garuk kepala, juga tidak sedikit yang menangis karena merasa tidak bisa mengerjakan. Akhirnya nilai yang diperoleh oleh sisa kelas I dalam pelajaran matematika khususnya dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan. Nilai dari 37 siswa sebagai berikut: (1) 80-100 Amat baik ada 10 siswa =27 %. (2) 55-79 Cukup ada 7 siswa =10 %. (3) 0-54 Kurang ada 20 siswa =55 %. Dengan kondisi nilai tersebut diatas guru sebagai peneliti merasa pembelajaran matematika dikelas I krang berhasil. 58
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Selama ini peneliti sudah menggunakan berbagai macam metode untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, tetapi hasilnya masih belum memuaskan. Agaknya memang strategi/pendekatan-pendekatan saja belum cukup untuk menghasilkan perubahan. Meier (2002 : 54) mengatakan bahwa belajar adalah berkreasi bukan mengkonsumsi. Pengetahuan bukanlah suatu yang diserap oleh pembelajaran, melainkan sesuatu yang diciptakan oleh pembelajar. Pembelajaran terjadi ketika seseorang pembelajar memadukan pengetahuan dan keterampilan baru kedalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar berharfiah adalah menciptakan makna baru, sejauh ini pendidikan kita didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan. Kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan strategi belajar baru yang memberdayakan siswa sebuah strategi belajar tidak mengharuskan siswa menghafalkan fakta-fakta tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Dalam upaya itu siswa perlu guru sebagai pengarah dan pembimbing. Dalam kelas tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi dengan alat bantu yang dikenal siswa disekitarnya, dari pada memberi informasi.memang pendidikan siswa kelas I MI masih identik dengan dunia bermain, karena siswa kelas I belum dapat melepas keterkaitannya dengan pendidikan Taman Kanak-Kanak sebelumnya, karena itu benda-benda disekitar sekolah sangat membantu proses pembelajaran siswa. Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas peneliti ingin meningkatkan kemampuan siswa kelas I MI dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan pada mata pelajaran Matematika dengan bantuan benda-benda kongkrit. METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Kualitatif yaitu menggambarkan masalah sebenarnya yang ada di lapangan, kemudian direfleksikan dan dianalisis berdasarkan teori menunjang dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan di lapangan. Pendekataan Kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menelusuri dan mendapatkan gambaran secara jelas tentang situasi kelas dan tingkah laku siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan secara bersiklus. Pembelajaran dilakukan di kelas 1 MI Riyadul jannah Kec. Long Ikis Kab.Paser Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) karena ingin menerapkan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas I dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan alat bantu benda-benda kongkrit di sekitar sekolah. Peneliti dibantu 2 Orang pengamat senantiasa hadir dan kehadirannya mutlak diperlukan karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Kedudukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai perencana, pelaksana, pengumpul, penganalisa, penafsir data dan akhirnya sebagai pelaporan hasil penelitian. Ketika pelaksanaan penelitian , kehadiran peneliti di lapangan berperan sebagai peneliti sekaligus pelaksana pembelajaran, pengobservasi dalam rangka pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus untuk siklus I dua pertemuan dan siklus II tiga pertemuan. Pada setiap akhir tindakan, peneliti bersama pengamat melakukan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan. Dalam penelitian ini , peneliti bertindak sebagai Guru Matematika kelas I, jadi disamping bekerja mengumpulkan dan menganalisis data di lapangan, peneliti berperan langsung dalam proses pembelajaran dari perencanaan, pelaksanaan pengajaran sampai dengan penilaian.
59
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PEMBAHASAN Kegiatan Observasi Pra Tindakan Kegiatan awal penelitian diawali dengan Observasi pada Kelas 1 MI Riyadul Jannah Kec. Tanah Grogot pada hari Selasa tanggal 19 September 2013, kebetulan saat itu sedang dilaksanakan Ulangan Tengah Semester I tahun pelajaran 2013-2014. Pada hari tersebut jam ke I adalah mata pelajaran Matematika. Sebagaimana yang dijelaskan peneliti pada latar belakang dalam penelitian ini bahwa siswa kelas I banyak yang berteriak–teriak memanggilmanggil Ibunya, menangis dan menggaruk-garuk kepala karena mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal. Memang bila dilihat dari latar belakang siswa yang masuk ke MI Riyadul Jannah sangat heterogen, karena heterogenitas latar belakang siswa maka heterogen pula kemampuan dalam pola berfikirnya. Nilai dari hasil ulangan tersebut kemudian peneliti ambil datanya untuk dianalisis, kesimpulan yang diperoleh yaitu : Nilai > 75 sebanyak 13 siswa = 35 % dari keseluruhan siswa. Nilai < 75 sebanyak 24 siswa = 65 % dari keseluruhan siswa. Peneliti mengambil standar nilai 75 terendah, karena nilai 75 diatas dari nilai cukup untuk suatu keberhasilan pembelajaran.Namun karena siswa kelas I MI Riyadul Jannah nilai > 75 sebanyak 35 % berarti pembelajaran Matematika di kelas I belum berhasil. Materi pelajaran Matematika kelas I tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan berkisar pada deret hitung 1 sampai 20. Kemudian peneliti bersama rekan-rekan yang lain mencoba memecahkan masalah ini dengan cara memberi soal yang sejenis dengan materi dalam ulangan. Akhirnya ada siswa yang bertanya : - Diapakan Pak ini ? - Dengan apa Pak ? Apabila diresapi pertanyaan siswa tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa siswa belum mampu mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan tanpa alat bantu pembelajaran. Berangkat dari hasil Observasi inilah peneliti bersama rekan–rekan Guru berdiskusi bersama dan dicapai suatu kesimpulan bahwa untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan memerlukan alat bantu pembelajaran. Alat bantu pembelajaran tidak perlu mahal cukup dengan menggunakan bendabenda kongkrit yang ada di sekitar sekolah seperti : kerikil , kelereng , biji-bijian , buah nyamplung. A. Paparan Data dan Temuan Pada Kegiatan Siklus I Sesuai dengan tahap pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan dilakukan dalam 2 siklus dengan 5 kali pertemuan I. Siklus I a. Perencanaan : Menentukan pokok bahasan dalam siklus I yaitu penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan pola mendatar untuk 2 bilangan dengan hasil kurang dari 20. Contoh : 8 + 8 =....... 16 – 8 =...... 9 + 7 =....... 17 – 7 =....... 8 + 7 + 3 =....... 15 – 4 – 3 =........ 6 + 7 + 5 =....... 18 – 6 – 2 =........ 9 + 6 + 2 =....... 19 – 9 – 3 =...... b. Menyusun Rencana Pembelajaran. c. Menetapkan tujuan pembelajaran dalam Siklus I yaitu: - Siswa dapat membilang dengan bilangan 1 sampai 20 - Siswa dapat mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan pola mendatar untuk dua bilangan dengan alat bantu benda kongkrit disekitar sekolah. d. Mempersiapkan lembar kegiatan siswa. e. Mempersiapkan perangkat dan alat bantu pembelajaran, dalam siklus I ini peneliti menggunakan alat bantu benda kongkrit kerikil. f. Menetapkan subyek penelitian. Subyek penelitian adalah siswa kelas I MI Riyadul Jannah sebanyak 37 siswa. 60
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
g. Waktu penelitian Siklus I
h. i.
Dalam siklus I penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam 2 pertemauan yaitu : - Penelitian I Siklus I Dilaksanakan pada hari sabtu tgl 30 september 2006, jam I dan II dengan alokasi waktu 35 x 2 jam. - Pertemuan II Siklus I dilaksanakan pada hari selasa tanggal 3 oktober 2006 jam III dan IV dalam alokasi waktu 35 x 2 Jam. Mempersiapkan alat evaluasi. Mempersiapkan lembar pengantar.
1.1.1. Pertemuan I - Apersepsi dengan alokasi waktu 10 menit diisi dengan kegiatan : a. Peneliti masuk kelas dengan 2 orang pengamat tepat pukul 07.00 dilanjutkan dengan ucapan selamat. b. Peneliti mengajak subyek penelitian untuk berdoa bersama-sama agar memperoleh ilmu yang bermanfaat. c. Peneliti mengabsen subyek penelitian satu persatu. d. Peneliti mengulas kembali pelajaran yang lalu dengan mengembangkan pola tanya jawab mengenai penjumlahan dan pengurangan bilangan tanpa menggunakan alat bantu benda kongkrit untuk mengukur sejauh mana penguasaan anak-anak tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan. - Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar dengan alokasi waktu 40 menit a. Peneliti mengajak sisa bersama-sama menghitng kerikil yang diberikan oleh peneliti. b. Peneliti menjelaskan cara mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan alat bantu kerikil. Contoh : 6 + 4 = ..... berarti : Ambil kerikil 6, ambil lagi kerikil 4. Berapa banyak kerikil semuanya? 18 – 9 =...... berarti : Sediakan kerikil 18 ambil 9. Berapa sisa kerikil ? c. Peneliti membimbing siswa bersama-sama tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan alat bantu benda kerikil. d. Beberapa siswa diberi kesempaatan mendemonstrasikan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan alat bantu kerikil didepan kelas diikuti oleh seluruh siswa dalam kelas. e. Siswa mengerjakan Lembar Kegiatan Siswa secara individual dengan alokasi waktu 20 menit. f. Peneliti berkeliling dengan dibantu pengamat untuk memberi bimbingan kepada siswa dalam mengerjakan LKS secara individual 1.1.2 Pertemuan II - Apersepsi dengan alokasi waktu 10 menit digunakan untuk : a. Mengulas materi penjumlahan dan pengurangan bilangan yang dijelaskan waktu yang lalu secara singkat sambil melakukan tanya jawab terhadap siswa. b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk tampil didepan kelas menyelesaikan soal materi yang lalu dengan alat bantu benda kerikil. - Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Dengan alokasi waktu selama 40 menit. a. Peneliti menjelaskan tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan 3 angka dengan hasil kurang dari 20 dengan alat bantu benda kerikil Contoh : 6 + 4 + 5 =....... berarti : Ambil kerikil 6, ambil lagi 4, ambil lagi 5. Berapakah banyak kerikil semuanya ? 19 – 5 – 4 =......berarti : Sediakan kerikil 19, ambil 5, ambil lagi 4. Berapakah sisa kerikilnya ? b. Peneliti mengajak siswa bersama-sama melakukan penjumlahan dan pengurangan 3 angka dengan alat bantu benda kerikil. c. Peneliti mendemonstrasikan penjumlahan dan pengurangan bilangan 3 angka didepan kelas diikuti seluruh siswa.
61
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
d. Siswa diberi kesempatan untuk tampil didepan kelas menyelesaikan soal soal latihan dibawah bimbingan peneliti. e. Siswa mengerjakan LKS secara individual di bawah bimbingan peneliti dibant pengamat. f. Peneliti berkeliling untuk mengawasi siswa dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan alat bantu benda kerikil. Evaluasi dengan alokasi waktu 20 menit : a. Alat evaluasi berupa Lembar soal dengan sistim penilaian betul 1 nilai 1, salah 1 nilai kurang 1 b. Banyak soal 10 nomor. c. Evaluasi dilaksanakan dengan tujuan untuk mengukur keberhasilan selama proses pembelajaran tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan alat bantu benda kongkrit kerikil. d. Hasil evaluasi digunakan sebagai pembanding dengan evaluasi berikutnya untuk mengetahui keberhasilan dan ketuntasan belajar. 1.2. Tindakan a. Siswa melakukan proses penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan menggunakan alat bantu benda kongkrit kerikil. b. Peneliti melakukan bimbingan untuk mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan alat bantu benda kongkrit sambil melakukan penilaian proses. c. Siswa mengerjakan LKS secara individual dengan alat bantu kerikil. d. Siswa mengerjakan soal evaluasi. 1.3 Pengamatan a. Aktivitas dan tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar berlangsung oleh peneliti dibant oleh pengamat. b. Hasil catatan selama melakukan pengamatan digunakan sebagai bahan diskusi 1.4. Refleksi. a. Catatan dari Observer direnungkan dan dikaji kembali untuk bahan perbaikan pada siklus berikutnya. b. Mengadakan remidial terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. c. Semua siswa aktif melakukan pembelajaran Matematika dengan menggunakan alat bantu benda-benda kerikil. d. Semua siswa mampu mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan hasil kurang dari 20 melalui alat bantu benda kongkrit kerikil. e. Pada siklus berikutnya perlu diadakan penggantian alat bantu, misalnya abakus atau sempoa. f. Materi pembelajaran ditingkatkan taraf kesulitannya, bila perlu soal-soal cerita disampaikan untuk mengetahui sejauh mana anak memahami bacaan . g. Nilai yang diperoleh selama evaluasi oleh siswa telah memenuhi standar terrendah > 75 sebagai tolok ukur ketuntasan belajar. B. Paparan Data dan Temuan Pada Kegiatan Siklus II Sebagai mana yang dijelaskan dimuka bahwa siklus II terdiri dari 4 tahapan dalam 3 pertemuan yaitu : 2.1 Perencanaan. a. Menentukan materi pembelajaran tentang penjumlahan dan pengurangan dengan pola bersusun, mencari suku yang belum diketahui dan soal cerita dengan menggunakan alat bantu Buah nyamplung Contoh : 1. 1 8 3. 10 5. 6 9 9 ....... ........ 2. 7 6 .........
+
........ 4. 4 6 5
+
+ 62
13
+
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
......... - Andik mempunyai 4 kelereng berwarna merah, 3 kelereng berwarna hijau dan 5 kelereng berwarna putih. Berapakah kelereng Andik semuanya ? b. Menyusun Rencana Pembelanjaan c. Menetapkan tujuan Pembelajaran yaitu : -
Siswa dapat mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan pola bersusun dengan alat bantu buah nyamplung. - Siswa dapat menyelesaikan soal dalam bentuk mencari suku yang belum diketahui dengan alat bantu Buah nyamplung. - Siswa dapat menyelesaikan soal cerita dengan pemahaman bahasa yang tepat. d. Alat bantu yang digunakan benda buah nyamplung. e. Waktu pelaksanaan Penelitian Dalam siklus II ada 3 pertemuan yaitu : - Pertemuan I dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 7 oktober 2006 jam I dan II dengan alokasi waktu 35 x 2 jam - Pertemuan II dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 10 oktober 2006 jam III dan IV dengan alikasi waktu 35 x 2 jam - Pertemuan III dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 12 Oktober 2006 jam I dan II dengan alokasi waktu 35 x 2 jam f. Menyiapkan Alat Evaluasi h. Mempersiapkan Lembar Pengamatan 2.1.1 Pertemuan I - Apersepsi dengan alokasi waktu 10 menit digunakan untuk : a. Mengulas materi penjumlahan dan pengurangan bilangan secara singkat sambil melakukan tanya jawab. b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk tampil di depan kelas menyelesaikan soal yang diberikan oleh peneliti. - Proses belajar mengajar dengan alokasi waktu selama 45 menit digunakan untuk: a. Memperkenalkan kepada siswa tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan antara 2 sampai 3 angka dengan pola bersusun. b. Menjelaskan penjumlahan dan pengurangan bilangan pola bersusun melalui alat bantu buah nyamplung. Contoh : 1. 1 8 3. 10 5. 6 9 9 ....... 1 + + ........ ........ 13 2. 7 4. 4 6 6 5 ......... + ......... + c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk tampil di depan kelas menyelesaikan soal yang diberikan peneliti dengan alat bantu buah nyamplung. d. Peneliti dibantu pengamat membimbing siswa satu persatu dalam menyelesaikan Lembar Kegiatan Siswa. 2.1.2. Pertemuan II. - Apersepsi dengan alokasi waktu 10 menitt digunakan untuk : a. Menjelaskan secara singkat materi penjumlahan dan pengurangan yang secara singkat dengan tanya jawab. b. Memperkenalkan kepada siswa tentang proses penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan pola mencari suku yang belum diketahui : Contoh : 1. .... + 9 = 18 2. 19 –....= 12 3. 16 - ....= 9 4...... + 8 = 20 5. 16 – .......– 4 = 6 63
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
c. Menjelaskan proses penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan pola mencari suku yang belum diketahui melalui alat bantu buah nyamplung. Misal : ......+ 8 = 17 berarti : Sediakan buah nyamplung sebanyak 17, ambil 8. Berapa sisa buah nyamplungnya? d. Siswa mendemonstrasikan di depan kelas tentang pengoperasian penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan buah nyamplung e. Siswa mengerjakan Lembar Kegiatan Siswa secara individual dibawah bimbingan peneliti dibantu pengamat dengan menggunakan alat bantu buah nyamplung. 2.1.3.Pertemuan III - Apersepsi dengan alokasi waktu 10 menit diisi dengan : a. Mengulas secara singkat materi yang lalu tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan tanya jawab. b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan soal di depan kelas. c. Memperkenalkan pola penjumlahan dan pengurangan dalam bentuk soal cerita. - Pelaksanaan proses pembelajaran lama waktu yang digunakan 40 menit digunakan untuk: a. Menjelaskan penjumlahan dan pengurangan dalam bentuk soal cerita. Contoh : Toni mempunyai 5 butir kelereng merah 3 kelereng biru dan 6 kelereng putih. Berapa banyak kelereng toni ? b. Siswa mengerjakan LKS dengan bimbingan peneliti. c. Peneliti mengajak siswa tampil didepan kelas ntuk menyelesaikan soal dibawah bimbingan peneliti. - Evaluasi waktu yang digunakan 20 menit Evaluasi ini dilakanakan setelah perjalanan siklus II berakhir dan dilakukan dengan tujuan untuk : a. Mengkur keberhasilan proses pembelajaran siswa. b. Hasil penilaian dijadikan tolak ukur perbandingan dengan siklus I ada kenaikan atau tidak. 3.2 Tindakan : a. Siswa mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan alat bantu buah nyamplung. b. Siswa mengerjakan Pelajaran LKS di bawah bimbingan peneliti dibantu pengamat. c. Peneliti membimbing siswa dalam melakukan proses pembelajaran. 3.3 Tindakan : a. peneliti dan pengamat mencatat semua tingkah laku / kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. b. Melakukan diskusi bersama-sama membahas temuan-temuan / kejadian-kejadian selama proses berlangsung. c. Mengambil kesimpulan bersama-sama. 3.4. Refleksi : a. Proses pembelajaran berlangsung semakin aktif semua siswa sibuk dengan tugas-tugas dihadapi. b. Alat bantu benda-benda kongkrit sangat membantu proses pembelajaran. c. Ketuntasan belajar siswa semakin meningkat. d. Dengan bantuan / bimbingan peneliti dan pengamat siswa yang mengalami keterlambatan berfikir mengalami kemajuan dalam belajar. e. Melakukan kegiatan remidial terhadap siswa mengalami keterlambatan belajar. C. Paparan Data akhir tindakan. Setelah kegiatan siklus I dan siklus II berakhir, peneliti membandingkan hasil evaluasi dari test awal penelitian, evaluasi tindakan siklus I dan dilanjutkan dengan hasil evaluasi tindakan siklus II. Dari test awal / pratindakan menunjukkan siswa yang mengalami ketuntasan belajar berkisar 35 %. Untuk siklus I setelah tindakan dilaksanakan ketuntasan belajar siswa mengalami kenaikan menjadi 97 % sedangkan hasil evaluasi siklus II seluruh siswa mengalami ketuntasan dalam belajar. Dari data yang diuraikan diatas menunjukkan bahwa dengan alat bantu benda-benda kongkrit dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan. Pembahasan dapat diuraikan menjadi dua bagian yaitu: 64
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
a. Penggunaan benda-benda kongkrit mampu meningkatkan kemampuan belajar. Kegiatan pembelajaran dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa kelas I MI dalam proses penjumlahan dan pengurangan bilangan sangat dibutuhkan metode dan alat bantu yang tepat. Siswa Kelas I tidak akan berhasil dalam pembelajaran apabila hanya menghafal konsep. Perlu diingat bahwa siswa Kelas I masih identik dengan dunia bermain dan sangat mengenal dengan benda-benda lingkungan sekitarnya. Jadi alangkah baiknya bila dalam proses pembelajarannya juga menggunakan alat bantu benda-benda kongkrit disekitar sekolah. Sebelum penelitian tindakan kelas dilaksanakan peneliti dibantu beberapa guru melakukan Observasi lapangan sebagai tindakan awal. Kegiatan ini dilakuakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketuntasan belajar siswa dalam melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan dalam pembelajaran Matematika. Dari kegiatan Observasi awal ini diperoleh data ulangan sebagai berikut: 1. Siswa yang memperoleh nilai > 75 ada 13 siswa kurang lebih 35% 2. Siswa yang memperoleh nilai < 75 ada 24 siswa kurang lebih 65% Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan belum berhasil. Kemudian peneliti mencoba untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan menggunakan alat bantu benda-benda kongkrit di sekitar sekolah setelah dilakukan penelitan tindakan kelas peneliti mengambil evaluasi dari masing-masing silkus dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran dalam siklus I dengan standart nilai terrendah 75, siswa yang memperoleh nilai > 75 sebanyak 36 siswa atau kurang lebih 97 % sedangkan hasil evaluasi pada siklus II dengan standart nilai yang sama, semua siswa memperoleh nilai > 75 atau 100 %. Dari uraian di atas dapat disimpulkan : 1. Nilai evaluasi Silkus I dan Siklus II mengalami peningkatan. 2. dengan alat bantu benda-benda kongkrit siswa dapat mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan. 3. Standart kelulusan belajar tercapai. b. Siswa mampu mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan. Penggunaan benda-benda kongkrit dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan ini dilaksanakan karena siswa atau subyek penelitian belum mampu mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan tanpa alat bantu. Pada pembelajaran siswa diberi arahan dari instruksi cara menggunakan alat peraga sehingga dapat memperlancar proses pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran dengan memanfaatkan alat bantu peraga harus dapat dilakukan oleh subyek penelitian. Pembelajaran dalam pertemuan I diarahkan pada konsep dasar penggunaan alat bendabenda kongkrit dalam pengoperasian penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan hasil kurang dari 20 sesuai dengan perkembangan berfikir anak pada pembelajaran pertemuan I subyek penelitian diarahkan untuk aktif menggunakan alat peraga benda-benba kongkrit. Dalam pembelajaran ini diharapkan siswa merasa senang dan tidak merasa takut dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dalam pembelajaran Matematika. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung dalam pertemuan I dan pertemuan selanjutnya terlihat sunyek penelitian nampak memahami konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan yang diawali dari penjumlahan dan pengurangan 2 angka sampai 3 angka. Siswa kelas I merupakan pondasi MI 6 tahun. Apabila pondasi dibangun dengan baik dan konsep yang benar maka lulusan / Out Put akan berhasil. Benda-benda kongkrit yang digunakan sebagai alat bantu penjumlahan dan pengurangan bilangan merupakan alat bantu sementara sebagai penanaman konsep belajar. Apabila siswa sudah berhasil menguasai konsep, maka alat bantu berupa benda-benda kongkrit akan dihilangkan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan dan saran dalam bab ini disajikan berdasarkan temuan dan pembahasan pada bab sebelumnya. Simpulan yang diambil sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada bab sebelumya : 65
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
1. Simpulan. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang upaya meningkatkan kemampuan siswa kelas I dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan pada pembelajaran Matematika dengan bantuan benda-benda kongkrit dapat disimpulkan sebagai berikut: Siswa yang pada awalnya merasa takut dan bingung dengan pembelajaran Matematika, melalui alat bantu benda-benda kongkrit rasa percaya diri siswa timbul dan merasa senang terhadap pembelajaran Matematika terutama tentang mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan. Siswa dapat menggunakan benda-benda kongkrit dengan baik dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan pada pembelajaran Matematika. Pembelajaran dengan menggunakan alat bantu benda-benda kongkrit di sekitar sekolah dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas I dalam mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan hasil sampai 20. Hal ini dibuktikan dengan hasil evaluasi siklus I menunjukkan standart ketuntasan belajar mencapai 97 % dan siklus II seluruh siswa mengalami ketuntasan belajar. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa. Beban Orang tua siswa menjadi lebih ringan karena benda-benda disekitar sekolah tidak harus dibeli dan mudah mendapatkannya. 2. Saran : Dengan mengacu pada temuan dari penelitian tindakan ini disampaikan beberapa saran penyampaian saran ini merupakan sumbangan pemikiran bagi peneliti untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran dikelas I SD, khususnya pembelajaran Matematika saran-saran yang dikemukakan sebagai berikut : Pendidikan yang dilakukan harus berwawasan lingkungan, karena lingkungan banyak menyediakan alat bantu pembelajaran. Alat bantu pembelajaran tidak harus dibeli dengan harga yang mahal, benda-benda lingkungan sekitar dapat diperoleh dengan mudah dan dikenal oleh siswa. Hendaknya siswa diberi kesempatan sendiri untuk mencari alat bantu benda-benda kongkrit disekitar sekolah sesuai dengan keinginannyKarena alat bantu benda-benda kongkrit bersifat hanya sementara ajaklah siswa sekali waktu mengoperasionalkan penjumlahan dan pengurangan tenpa alat bantu. Hendaknya siswa diberi kesempatan yang lebih banyak untuk tampil didepan kelas menyelesaikan soal-soal latihan, agar siswa terlatih dan timbul rasa percaya diri. DAFTAR RUJUKAN Hopkins. D, 1993. A Teacher Guide To Classroom Research Buckingham : Open Unuversity Press. Hamalik, 2002. Pendekatan Guru Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Algensondo Meier.2002 Active Learning. Boston ; Allyn and Bacon. Mulyasa E, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi Bandung, Rosda Karya. Purwodarminto, Prof.Dr. 1988. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta Dep Dik Bud. Wardhani,2004. PPPG. Jakarta : LIPI.
66
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENGGUNAAN POWER POINT SEBAGAI MEDIA DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD PERTIWI 2 KOTA TERNATE MALUKU UTARA Darma Utami Ningsih SD Pertiwi 2 Kota Ternate Provinsi Maluku Utara Abstrak : Pembelajaran secara persuasif dan mudah dipahami siswa salah satunya dengan menggunakan power point sebagai media belajar. memang hal ini bukan hal yang baru tapi sangat berpengaruh positif bagi peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang diawali tahap perencanaan (plan), Pelaksanaan (do) dan refleksi tindak lanjut ( see) penulis mengajarkan tentang luas bangun datar. penulis mencoba untuk menggunakan media power point sebagai salah satu sumber belajar yang efektik untuk meningkatakan hasil belajar siswa kelas V (lima) Sekolah Dasar Pertiwi 2. Kota Ternate.
Pendekatan, strategi,metode dan tehnik pembelajaran merupakan istilah-istilah yang sering didengar dalam dunia pendidikan, khususnya pembelajaran. Setiap orang yang berprofesi sebagai tenaga pendidik, baik guru,dosen maupun pelatih,pasti akan bersinggung dengan istilahistilah tersebut dalam melakukan aktivitas pendidikannya. Namun ternyata banyak ditemui penggunaan masing-masing istilah tersebut. Berkenaan dengan istilah di atas berikut ini penulis dapat memaparkan sedikit tentang media belajar yang penulis laksanakan dengan menggunakan power point. Suatu rancangan pembelajaran pasti menggunakan metode,model maupun teknik yang pada akhirnya untuk meningkatkan pemahaman serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada pembelajaran matematika tentang luas bangun datar selama ini penulis hannya menjelaskan secara klasikal dan memberikan tugas ke siswa untuk membawa alat peraga sederhana seperti gunting dan karton manila, pensil mistar untuk membuat bangun datar ternyata kali ini beda dengan pembelajaran yang sering penulis ajarkan dan penulis berpendapat mungkin melalui media seperti power point dapat memberikan satu motivasi tersendiri buat siswa dan bisa saja siswa senang serta mudah dipahami. Penulis yakin dan percaya bahwa suatu pembelajaran dikatan bermakna jika siswanya senang menerima pembelajaran serta merta dibarengi dengan nilai saat evaluasi juga memuaskan bagi sebagian besar siswa bahkan kalau semua nilai siswa tuntas berarti pembelajaran ini dikatan sebagai pembelajaran yang sangat bermakna. Upaya penulis untuk melakukan pembelajaran secara persuasif dan mudah dipahami siswa salah satunya dengan menggunakan power point sebagai media belajar. memang hal ini bukan hal yang baru tapi sangat berpengaruh positif bagi peningkatan hasil belajar siswa dan penulis yakin bahwa dengan media power point siswa masih terasa nyaman dalam belajar. Menurut Thordike, pada dasarnya belajar akan lebih berhasil apabila respon siswa terhadap suatu stimulus dapat segra diikuti dengan ras senang dan kepuasan. Dalam hal ini, rasa senang dan kepuasan tersebut diperoleh dari pujian atau hadiah yang biasanya dibeikan guru, menjadi stimulus bagi kegiatan belajar siswa selanjtnya.stimulus tang demikian disebut reinforsement. Thondike mengemukakan 3 hukum dalam teori konksionisme. Pertama hukum kesiapan ( low readnes) yang menyatakan bahwa siswa akan lebih berhasil belajarnya apabila ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar. Setiap siswa cenderung ingin melakukan atau memiliki sesuatu.jika sesuatu yang dilakukan itu berhasil siswa akan merasa puas, dan selanjutnya cenrung ingin melakukan atau mengulangi kembali.kedua . hukum latihan ( low of exercise), yang menyatakan bahwa semakin sering siswa menjalin interaksi atau latihan, maka stimulus dan responya pun semakin kuat. Sementara semakin jarang berinteraksi atau latihan maka semakin lemah hubungan keduanya. Dalam hal ini, diyakini pengulangan dapat berdampak pada meningkatnya kualitas belajar siswa. Ketiga, hukum akibat (law of effect) yang menyatakan bahwa kepuasan yang lahir dari adanya ujian dan hadiah dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak sehingga anak akan cenderung terus berusaha untuk melakukannya atau meningkatkannya lagi.secara umum Thondike mengemukakan bahwa kualitas dan kuantitas hasil belajar bergantung pada kualitas dan kuantitas hubungan stimulus dan respon (S-R).
67
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
METODE Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas yang diawali tahap perencanaan (plan), Pelaksanaan (do) dan refleksi tindak lanjut ( see) penulis mengajarkan tentang luas bangun datar dengan hannya menjelaskan secara kontekstual melalui gambar yang penulis gambar sendiri di papan tulis namun pada tahun pelajaran 2013/ 2014 penulis mencoba untuk menggunakan media power point sebagai salah satu sumber belajar yang efektik untuk meningkatakan hasil belajar siswa kelas V (lima) Sekolah Dasar Pertiwi 2. Kota Ternate. Siswa yang ada di kels V sebanyak 35 siswa terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Ternyata setelah penulis melakukan evaluasi siswa yang mendapat nilai tuntas sebanyak 29 siswa dan hannya 6 siswa yang belum tuntas oleh karena itu secara klasikal siswa telah tuntas 82,85 % sehingga penulis menyimpulkan bahwa dengan media power point dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Pertiwi 2 Kota Ternate. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian menunjukkan adanya peningkatan nilai evaluasi siswa dari siklus pertama sebelum menggunakan media power point dan setelah menggunakan media power point sebagai alat yang membuat siswa lebih paham bagaimana luas bangun datar Dapat terlihat pada gambar berikut. LUAS PERSEGI PANJANG
LUAS PERSEGI PANJANG
LUAS PERSEGI PANJANG = p x l
l =5
p = 12
LUAS PERSEGI PANJANG = 12 x 5 = 60
mulai dari luas persegi panjang kemudian di ajarkan konsep tentang luas persegi tiga yang dipotong ujungnya sehingga dapat membentuk persegi panjang.dapat terlihat pada langkahlangkah pada gambar berikut
PERAGA LUAS SEGITIGA
LUAS SEGITIGA = a x ½ t
½t
t
Penulis menjelaskan juga pada slide berikut tentang luas segitiga dalam bentuk yang lain dapat terlihat pada gambar berikut : ½t
½t
a
a
68
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PERAGA LUAS SEGITIGA
(bentuk lain)
LUAS SEGITIGA = a x ½ t
t
t
½t
½t
a
a
t
a
Kemudian penulis melanjutkan pada slide berikut tentang luas jajargenjang dan luas trapesium yang sebelumnya penulis hannya menjelaskan dengan menggambar pada papan tulis ternyata melalui power poin sebagai media siswa semakin aktif memperhatikan bahkan ada sebahgian siswa yang meminta filenya untuk lebih memperdalam materi ini di rumah. Penulis merasa senang karena ternyata dengan menggunakan media yang sekarang sedang berkembang dengan berbagai macam animasi sangat membantu penulis untuk meningkatkan pemahaman maupun meningkatkan hasil belajar siswa. Berikut ini adalah penjelasan jajar genjang dan luas trapesium serta proses animasinya pada slide power point sampai membentuk luas bangun datar. Hasilnya LUAS JAJAR GENJANG = a . t
t
a
69
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dari hasil penjelasan dengan menggunakan power point sebagai media belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Pertiwi 2 Kota Ternate hal ini dapat terlihat pada hasil evaluasi siklus pertama dengan hannya menjelaskan tanpa media belajar yang penulis lakukan dengan menggunakan gambar sederhana pada papan tulis, sedangkan pada sikluss kedua siswa yang mendapat nilai tuntas mencapai 82,85 % hal ini dapat terlihat pada tabel berikut Tabel Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II NO
Jumlah Siswa
L
P
1 2
35 35
17 17
18 18
Siklus I Tuntas 24
Siklus II Tdk Tuntas 11
Persentase
Tuntas
Tdk Tuntas
29
6
Skls I 68,57 %
82,85 %
Diagram Hasil Siklus I dan II 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% Siklus II 40,00%
Siklus I
30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Jumlah siswa Jumlah siswa
KESIMPULAN Berdasarkan data hasil pembelajaran diatas dapat dapat penulis simpulkan bahwa belajar yang hannya menggunakan metode ceramah saja atau hannya menjelaskan dengan apa adanya menjadikan pembelajaran tidak bermakna, sebaliknya dengan menggunakan power point sebagai media belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Subanji, 2011.Matematika Sekolah dan Pembelajarannya. Jurnal Peningkatan kualitas Guru. Subanji 2011, Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang UM Press
70
Skls II
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENGGUNAAN MEDIA ANIMASI GARIS BILANGAN DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD INPRES LETER C KOTA TERNATE Aisa Jafar SD Inpres Leter C Kota Ternate Provinsi Maluku Utara Abstrak : Pada mata pelajaran matematika memerlukan pemahaman dan latihan-latihan serta sifat pelajaran yang berhubungan dan berkesinambungan.apabila siswa tidak berminat atau tidak menyukai pada pelajaran tersebut maka siswa akan sulit untuk menerima arahan dan penjelasan guru dalam proses belajar mengajar. penulis mencoba memberikan materi kali ini pada siswa agak berbeda pada tahun sebelumnya. sebenarnya pada siswa kelas enam materi ini sebagai materi ulangan untuk mengetahui sejauh mana penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan menggunakan garis bilangan. siswa lebih aktif, serta senang untuk mengikuti pembelajaran. Setelah menggunakan media animasi ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas enam SD Inpres Leter C. Hasil yang menunjukkan berhasil tidaknya suatu proses, dapat disajikan terlihat dengan mudahnya siswa bisa menyelesaikan tugas yang telah diberikan melalui tes tertulis. Kata Kunci : Animasi, Penjumlahan dan Pengurangan garis bilangan.
Proses pendidikan secara formal adalah mengajar, sedangkan inti dari proses pengajaran itu sendiri adalah siswa belajar. Analisa proses belajar mengajar pada hakekatnya bertujuan pada persoalan bagaimana guru memberikan kemungkinan bagi siswa agar terjadi proses belajar mengajar yang efektif atau dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan. Pada mata pelajaran matematika memerlukan pemahaman dan latihan-latihan serta sifat pelajaran yang berhubungan dan berkesinambungan.apabila siswa tidak berminat atau tidak menyukai pada pelajaran tersebut maka siswa akan sulit untuk menerima arahan dan penjelasan guru dalam proses belajar mengajar. Ada kecenderungan jika siswa tidak menyukai pada pelajaran matematika maka siswa tersebut akan malas hadir pada jam pelajaran, dan itu akan menjadii hambatan untuk mengikuti palajaran tersebut pada hari jam berikutnya. Jika frekwensi ketidak hadiran semakin tinggi / banyak secara otomatis siswa akan sulit mengikuti pelajaran berikutnya dan selanjutnya akan tertinggal dengan teman-temannya. Kemauan siswa yang kurang terhadap pelajaran mengakibatkan turunnya prestasi belajar, terutama pada mata pelajaran matematika sehingga timbul kesan bahwa mata pelajaran matematika sulit. Sebelum membicarakan pengertian prestasi belajar, terlebih dahuju akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan belajar. Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Menurut Slameto ( 1995 : 2) belajar adalah “ suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Selanjutnya Winkel ( 1996 : 53 ) belajar adalah “ suatu aktifitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relative constant.” Kemudian Hamalik (1983 : 28) mendefinisakan belajar adalah “ suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam caara-cara bertingkah laku.” Pengertian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-Gredler ( 1986 : 1 ) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses sepanjang hayat. Setelah kita mengetahui batasan pengertian belajar kita akan mencoba memahami apa yang dimaksud dengan prestasi belajar. Ada banyak definisi prestasi belajar antara lain pendapat dari Sutartimah Tirtonegoro (1983 : 43) menyimpulkan “ Prestasi belajar adalah hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf atau simbul yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai oleh setiap anak dala periode tertentu” juga Suhertin Citro Broto ( 1989 : 9)
71
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
menarik kesimpulan sebagai berikut “ Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah mengadakan didikan atau latihan”. Dari paparan diatas penulis mencoba memberikan materi kali ini pada siswa agak berbeda pada tahun sebelumnya. sebenarnya pada siswa kelas IV materi ini sebagai materi ulangan untuk mengetahui sejauh mana penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan menggunakan garis bilangan. Sebagai bahan pembanding apakah siswa kelas IVsudah benarbenar siap dalam semua hal baik materi yang telah diajarkan di kelas III tentang penjumlahan dan pengurangan apakah dengan cara sederhana dan penulis menjelaskan hanya menggunakan metode ceramah ternyata tidak efektif dan ternyata pada pembahasan kali ini masih ada siswa yang bingung kalau penulis hannya menjelaskan dengan menggunakan lantai sebagai media. Untuk menjadikan pembelajaran matematika semakin menarik minat siswa, penulis berusaha menjelaskan dengan menggunakan animasi garis bilangan. Ternyata siswa lebih aktif, serta senang untuk mengikuti pembelajaran. Setelah menggunakan media animasi ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Inpres Leter C. Hasil yang menunjukkan berhasil tidaknya suatu proses, dapat disajikan terlihat dengan mudahnya siswa bisa menyelesaikan tugas yang telah diberikan melalui tes tertulis. Upaya penulis ini tidak sia-sia karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama siswa kelas IV. dengan mengadakan pengukuran atau penilaian terhadap proses belajar mengajar maka akan dapat diketahui dan diklasifikasikan apakah anak didik termasuk pandai, sedang, atau kurang. kriteria semacam itu biasanya secara jalas bias dibaca melalui simbulsimbul, baik angka, huruf maupun angka yang terdapat pada raport. Adapun prestasi dapat diartikan hasil diperoleh karena adanya aktifitas belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajr adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Terdapat tiga aspek mendasar dalam prestasi yaitu : aspek kognitif, meliputi kemampuan mengetahui; memakai; mengungkapkan; menganalisis serta kemampuan mengevaluasi. Sedangkan aspek afektif meliputi kemampuan menerima; menghargai; dan kemampuan membentuk dan berpribadi. Sementara aspek psikomotorik lebih berkaitan dengan kemampuan menyangkut penguasaan tubuhdan gerak. Sedangkan Nana Sudjana ( 1989 : 45 ) mengkatagorikan hasil belajar menjadi tiga yaitu (a) Ketrampilan dan kebiasaan (b) pengetahuan dan ketrampilan (c) sikap dan cita-cita. Subanji (2011), menjelaskan bahwa pembelajaran matematika sangat pengting untuk menggunakan media (peragaan) untuk mengembangkan pemehaman siswa. Benda-benda fisik atau manipulatif untuk memodelkan konsep matematika merupakan alat-alat penting untuk membantu siswa dalam memahami konsep matematika. METODE Penelitian Tindakan Kelas yang penulis laksanakan ini pada siswa kelas IV semester pertama tahun pelajaran 2013/2014 dimana penulis bertujuan untuk mengingatkan kembali penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat ternayata dengan menjelaskan saja lalu penulis mengadakan tes secara tertulis membuktiksn bahwa jawaban dari 24 siswa masih banyak yang salah. Hal ini membuat penulis mengadakan penjelasan kembali dengan menggunakan animasi gambar serta petunjuknnya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan.hasil belajar menunjukkan ketuntasan siswa secara klasikal mencapai 87,50 % sehingga adanya peningkatan dari siklus pembelajaran pertama hanya mencapai 70,83 % PEMBAHASAN PENELITIAN Untuk menanamkan pada siswa tentang konsep penjumlahan bilangan bulat positif, bilangan nol serta pengurangan bilangan bulat negatif dengan menggunakan gambar animasi dapat terlihat pada animasi gambar-gambar berikut
72
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Jika ikan berenang menuju angka 4 kemudian berenang lagi menuju angka 3 maka dapat terlihat pada animasi gambar berikut
Jika ikan berenang dari posisi 0 ke posisi 4 kemudian berenang balik kembali sebanyak 3 langkah maka akan terlihat pada animasi gambar berikut
Jika Ikannya berenang dari 0 menuju -4 lalu berenang balik menuju angka 0 sebanyak 3 langka maka akan terlihat pada animasi gambar berikut
73
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Jika ikan berenang dari posisi 0 menuju angka -4 kemudian berenang lagi menunuju angka -3 maka akan terlihat pada animasi gambar berikut ini
Jika ikan berenang menuju angka 4 kemudian berbalik dan berenang menuju angka 0 sebanyak 3 langka maka akan terlihat pada animasi gambar berikut
Dari proses pembelajaran dengan menggunakan animasi gambar ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Inpres Leter C kota Ternate. awalnya nilai yang secara klasikal hannya mencapai mencapai 70,83 % setelah adanya peningkatan dari siklus pembelajaran pertama kini mencapai 87,50 % hal ini dapat terlihat pada diagram berikut
90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00%
siklus II siklus I
banyak siswa
banyak siswa
KESIMPULAN Pembelajaran matematika sangat pengting untuk menggunakan media (peragaan) untuk mengembangkan pemahaman siswa. dengan menggunakan animasi gambar serta petunjuknnya 74
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan.hasil belajar menunjukkan ketuntasan siswa secara klasikal mencapai 87,50 % sehingga adanya peningkatan dari siklus pembelajaran pertama hanya mencapai 70,83 % DAFTAR RUJUKAN Animasi gambar Model Kelas Trihapsari WS. Winkel (1996) . Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT Gramedia. Winaputra, udin, (2007) Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Universitas terbuka. Subanji, 2011 Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang.
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKAOPERASI HITUNGPERKALIAN MELALUI PARTISIPASI ORANG TUA PADA SISWA KELAS VI DI SDNEGERI 1 KERTOSARI Pri Hariyati Abstrak: Perkalian masih menjadi operasi hitung dasar matematika yang masih menjadi momok bagi siswa sekolah dasar. Untuk itulah perlu dilakukan sebuah tindakan oleh guru dalam upaya peningkatan prestasi belajar anak. Adapun upaya tersebut adalah dengan menfaatkan partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar anak di rumah. Upaya dengan partisipasi orang tua dalam peningkatan prestasi belajar anak pada penelitian ini, dapat terlihat hasilnya yang terepresentasikan pada tes yang dilakukan oleh guru setiap hari, serta hasil ujian akhir semester 1 dan ujian akhir sekolah yang mengalammi banyak peningkatan. Kata kunci: prestasi belajar, perkalian, partisipasi orang tua,
Perkalian masih merupakan salah satu operasi hitung dasar matematika yang masih dianggap sulit oleh siswa di tingkat Sekolah Dasar. Hal tersebut merupakan konsepesensial yang cukup lama proses penanamannya. Bahkan, kalau sudah disajikan dalam soal cerita seringkali siswa mengalami kesulitan. Oleh karena itu berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pelajaran khususnya mata pelajaran matematika terus dilakukan. Upaya itu antara lain penggunaan pendekatan yang tepat. Berdasarkan hasilstudi pendahuluan yang telah dilakukan di kelas VI SD Negeri 1 Kertosari pada tanggal 12 Juli 2013 dan data hasil ulangan matematika operasi hitung perkalian, terlihat hasil belajar siswa masih rendah. Persentasi prestasi belajar matematika siswa yang tuntas sebesar31,57 % persen dari 38 siswa. Hal tersebut dikarenakan masih banyak siswa yang belum menguasai perkalian dengan baik. Sebagian dari mereka menggunakan cara penjumlahan berulang dalam menyelesaikan operasi hitung perkalian. Tidak ada yang salah jika siswa menggunakan cara tersebut, akan tetapi hal tersebut akan memakan waktu yang lebih lama dan memerlukan ketelitian yang lebih dalam menjumlahkan. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut agar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam operasi hitung perkalian. Salah satunya dengan mengikutsertakan orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar perkalian siswa. Partisipasi orang tua dalam prestasi belajar matematika siswa dapat memberikan efek yang berbeda dalam proses pembelajaran siswa tersebut. National Research Council (2002) menyatakan jika orang tua selalu memberikan perhatian secara aktif. Selalu berusaha melibatkan diri dalam proses belajar anak, misalnya menanyakan kepada anak tentang apa saja yang telah mereka kerjakan di kelas matematika hari ini. Hal tersebut akan menimbulkan sikap atau rasa percaya diri dalam anak. Dengan adanya perhatian dari orang tua maka akan mempengaruhi tingkah laku anak yang akan berpengaruh pula terhadap hasil belajar yang diharapkan.
75
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian berupa penelitian tindakan kelas. Adapun judul penelitian ini adalah Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Operasi Hitung Perkalian Melalui Partisipasi Orang Tua Pada Siswa Kelas VI Di SDNegeri 1 Kertosari. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apakah partisipasi orang tua mampu meningkatkan prestasi belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas VI di SD Negeri 1 Kertosari, dan (2) Bagaimanakah cara penerapan partisipasi orang tua dalam untuk meningkatkan prestasi belajar matematika operasi hitung perkalian pada siswa kelas VI di SD Negeri 1 Kertosari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika operasi hitung perkalian melalui partisipasi orang tua pada siswa kelas VI di SD Negeri 1 Kertosari. Manfaat dari penelitian ini ada dua macam, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah (1) memberikan masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika khususnya perkalian, (2) memberikan tambahan pengetahuan mengenai strategi atau model pembelajaran yang bisa digunakan dalam peningkatan hasil belajar siswa. Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihakpihak berikut (1) Bagi guru, penilitian ini dapat memberikan sumbangan untuk mengatasi kesulitan pembelajaran dalam bidang matematika khususnya dalam menghitung perkalian dengan menggunakan partisipasi orang tua, sehingga tercipta suatu proses pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan untuk membantu perkembangan siswa yang optimal, (2) Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami perkalian dan dapat menemukan hal baru yang positif. (3) bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat meningkatkan kualitas dan mampu menjadi pendorong untuk selalu mengadakan pembaharuan proses pembelajaran ke arah yang lebih baik. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Matematika Operasi Hitung Perkalian Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat belajar khas jika dibandingkan dengan ilmu yang lain. Kegiatanpembelajaranmatematika sebaiknya tidak disamakan begitu saja denganilmu yang lain, karena setiap siswa yang belajar matematika itu berbeda-beda kemampuannya. Maka kegiatan pembelajaran matematika haruslahdiatur sekaligus memperhatikan kemampuan siswa. Salah satu aspekdalam matematika adalah operasi hitung. Ada empat operasi hitung matematika yang harus dikuasai oleh siswa. Operasi hitung tersebut adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Fokus dalam penelitian ini adalah operasi hitung perkalian. Opera hitung perkalian menurut Slavin (2005) perkalian adalah penjumlahan yang sangat cepat. Sedangkan menurut Boyer (1991) menyatakan bahwa perkalian adalah operasi matematika penskalaan satu bilangan dengan bilangan lain. Operasi ini adalah salah satu dari empat operasi dasar di dalam aritmetika dasar (yang lainnya adalah perjumlahan, perkurangan, dan perbagian).Dari pendapat tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa perkalian adalah penjumlahan dari suatu bilangan yang sama secara berulang, yaitu bilangan terkali dijumlah berulang-ulang sebanyak pengalinya. Sugihartono, dkk. (2007) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah hasil pengukuran yang berwujud angka maupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siswa. Hal ini berarti prestasi belajar hanya bisa diketahui jika telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) adalah hasil yang telah dicapai dari penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Hal senada juga diungkapkan oleh Winkel (2005) yang menyatakan prestasi belajar adalah suatu hasil usaha yang telah dicapai oleh siswa yang mengadakan suatu kegiatan belajar di sekolah dan usaha yang dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku. Hasil perubahan tersebut diwujudkan dengan nilai atau skor Dari pendapat di atas dapat disimpulkan prestasi belajar matematika operasi hitung perkalian adalah tingkat penguasaan materi yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. 76
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
2. Partisipasi Orang Tua dalam Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa perlu adanya partisipasi orang tua. Partisipasi orang tua ini intinya adalah upaya dari guru untuk mengikutsertakan orang tua dalam kegiatan pembelajaran siswa, dalam hal ini tidak dilakukan di dalam kelas, namun bentuk upaya dari orang tua dalam memotivasi, membimbing, dan menyertai siswa dalam proses belajarnya di rumah. Perlu dilakukan sebuah upaya dari guru juga dalam membantu orang tua untuk menunjukkan hal-hal apa sajakah yang harus mereka lakukan untuk mendampingi anaknya supaya dapay belajar secara optimal. Upaya ini penting dilakukan karena orang tua merupakan salah satu faktor instrumental dan faktor lingkungan (Suryabrata, 2006; Parkay, 1992). Bentuk partisipasi orang tua dalam proses peningkatan kemampuan matematika siswa dalam penelitian ini. Menciptakan suasana yang mendorong anak untuk siap belajar, membantu anak untuk menemukan kebutuhan belajarnya, membantu anak untuk melakukan kegiatan belajar terkait dengan penyusunan jadwal belajar dan lingkungan belajar, membantu anak dalam menangani stress belajar. Hal ini perlu juga melakukan proses dialog yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan orang tua terkait bagaiaman meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Hal ini senada dengan hasil penelitian Prawoto (2000) yang menyatakan bahwa partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa. Dalam meningkatkan partisipasi orang tua tersebut perlu dilakukan sebuah kegiatan, adapun kegiatan tersebut meliputi pelatihan keterampilan pemberian bantuan belajar dapat meningkatkan kualitas partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Kertosari, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi. Pemilihan ini didasarkan pertimbangan sebagai berikut (1) Merupakan tempat peneliti mengajar, sehingga mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian, (2) Tidak mengganggu tugas mengajar peneliti, (3) Tidak mengganggu proses belajar mengajar pada awal tahun pelajaran. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, yaitu 12 Juli 2013 s.d. 01 September 2013. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Negeri 1 Kertosari, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi dengan jumlah siswa sebanyak 38 orang, yang terdiri dari 17 siswa putra dan 21 siswa putri. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan. Rancangan penelitian tindakan ini menggunakan model spiral dari Kemis dan Taggart (dalam Hopkins, 1993). Ada tujuh langkah utama dalam penelitian ini yaitu, identifikasi masalah, perumusan masalah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan pelaksanaan tindakan, refleksi, serta pelaporan dan rekomendasi. Data dari penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa yang diperoleh dari ujian akhir semester. Hasil tersebut berupa angka. Sumber data diperoleh dari siswa. Alat yang digunakan untuk pengumpul data adalah (1) Panduan wawancara, (2) Dokumen, dan (3) Tes. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan Observasi, Dialog, Wawancara, Dokumentasi, dan Kegiatan Pembelajaran. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Studi pendahuluan menunjukkan bahwa hasi prestasi belajar matematika operasi hitung perkalian siswa kelas VI SD Negeri 1 Kertosari masih rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, serta setelah didiskusikan dengan teman sejawat guru SD Negeri 1 Kertosari, maka diadakan refleksi awal tentang perlunya partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa dalam upaya peningkatan kemampuan perkalian siswa. Pada tahap awal, peneliti yang dalam hal ini juga sebagai guru merencanakan dialog tentangpentingnya partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa. Kegiatan ini dilaksanakan dengan maksud meningkatkan kesadaran orangtua siswa tentang pentingnya partisipasi mereka bagi keberhasilan belajar siswa yang dalam hal ini berkaitan dengan operasi hitung perkalian. Untukmelaksanakan kegiatan ini peneliti meminta kepala sekolah mengundang paraorang tua siswa kelas VI. 77
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dialog tentang pentingnya partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa dibuka dan ditutup oleh kepala sekolah, dipandu dan dibahas oleh guru kelas VI yang dalam hal ini juga sebagai peneliti.Dalam proses dialog tersebut terjadi tanya-jawab, diskusi, curah pendapat, dan berbagi pengalaman tentang partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa. Hasil observasi menunjukkan bahwa pada umumnya tanggapan orang tua siswa sangat positif terhadap dialog tersebut yang ditunjukkan oleh antusiasmenya dalammengikuti kegiatan dialog dan secara umum orang tua menyadari perlunya meningkatkan perhatian terhadap kegiatan belajar anak. Satu minggu setelah kegiatan tersebut, guru kelas VI mengemukakan bahwa peran serta orang tua dalam kegiatan belajar siswa semakin meningkat dengan ditandai oleh meningkatnya kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika terutama operasi hitung perkalian. Hal itu pula dapat dilihat dari hasil tes yang dilakukan guru di kelas, serta wawancara dengan siswa terkait partisipasi orang tuanya dalam proses pembelajaran siswa. Kegiatan ini dilakukan terus secara signifikan selama 2 bulan untuk melihat peningkatan prestasi belajar matematika siswa terkait operasi hitung cenderung meningkat atau menurun. Hal ini dapat dilihat dari Hasil Ujian Akhir Semester 1 nilai matematika dari 38 siswa yang memperoleh nilai 6 keatas sebesar 81,57 %. Sedangkan, pada ujian akhir sekolah pencapaian nilai 6 keatas sebesar 92,10 %. Sesuai dengan hasil ini dapat disimpulkan ada peningkatan hasil belajar yang cukup baik dari 38 siswa kelas 6 SDN 1 Kertosari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah diadakan kegiatan dialog dan wawancara dapat terlihatpartisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa dan pendampingan belajar siswa, menunjukkan prestasi belajar matematika operasi hitung siswa meningkat baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Perubahan positif tersebut karena partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa dan kesungguhan orang tua siswa dalam peningkatan dirinya bagi pendampingan terhadap kegiatan belajar anak. Selain itu juga dapat dilihat pada hasil tes harian yang dilakukan oleh guru terkait prestasi belajar matematika operasi hitung perkalian. Menjelang ujian akhir semester 1 guru memberikan ulangan terakhir. Dari hasil ulangan yang dilihat dari operasi hitung perkalian diperoleh nilai siswa yang di bawah 6 adalahsebesar 6,67%, sedangkan siswa yang memperoleh nilai di atas 6 adalah sebesar 93,33%. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut. Terdapat pengaruh partisipasi orang tua dalam mendidik siswa di lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar matematika operasi hitung perkalian siswa kelas VISD Negeri 1 Kertosari. Partisipasi orang tua dalam mendidik siswa kelas VISD Negeri 1 Kertosari di lingkungan keluarga yang termasuk cukup antusias, hal tersebut dapat dilihat dari hasil tes yang dilakukan guru dalam setiap pembelajaran yang menunjukkan grafik kemampuan operasi hitung perkalian siswa meningkat. Berdasarkan simpulan tersebut, saran yang dapat diberikan, yaitu orang tua dan siswa harus meningkatkan hubungan komunikasi dan kerjasama dengan orang tua agar orang tua mengetahui perkembangan pendidikan anak di bidang akademik terutama pembelajaran matematika operasi hitung perkalian. Orang tua harus meluangkan waktu untuk mendampingi putra-putrinya sehingga lebih memahami perkembangan pendidikan anak, serta orang tua dan sekolah harus meningkatkan komunikasi, kerjasama, meningkatkan keterlibatan pihak orang tua dalam kegiatan-kegiatan dan dalam pengambilan keputusan yang memerlukan masukan dari orang tua siswa. Hal ini sebagai sebagai salah satu upaya untuk lebih memahami karakteristik dari masing-masing siswa sehingga dapat memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan prestasi belajar siswa di mata pelajaran yang lainnya juga. DAFTAR RUJUKAN Boyer, Carl B.1991. History of Mathematics. John Wiley and Sons, Inc. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Hopkins, D. 1993. A Teachers Guide to Classroom Research. Philadelpia: University Press. National Research Council. 2002. Helping Children Learn Mathematics. Mathematics Learning Study Committee, J. Kilpatrick and J. Swafford, Editors. Center for Education, Division of Behavioral and Social Sciences and Education. Washington, DC: National Academy Press. Parkay, F.W. & Stanford, B.H. 1992. Becoming A Teacher. Boston: Alyn and Bacon. 78
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Prawoto. 2000. Peningkatan Partisipasi Orang Tua dalam Kegiatan Belajar Siswa Seklah Dasar. Artikel. Diunduh dari http://www/um.ac.id/jurnal Purwanto, Ngalim. M. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Slavin, Steve. 2005. Matematika Untuk Sekolah Dasar (terjemahan). Bandung:Pakar Raya. Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Suryabrata, S. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: CV Rajawali. Winkel, 2005. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Media Abadi.
PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI PENJUMLAHAN BILANGAN CACAH DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KONGKRET PADA SISWA KELAS 1 SD NEGERI 5 SABANG Surya Hidayat Abstrak : Kemampuan pemahaman siswa dalam Pembelajaran matematika pada materi Penjumlahan bilangan cacah pada siswa Kelas 1 SD Negeri 5 Sabang masih rendah. Dari beberapa factor yang mempengaruhi adalah kurangnya penggunaan media dalam pembelajaran. Untuk mengatasi masalah tersebut Penulis melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa, guru menggunakan media kongkret yaitu alat peraga pipet atau sedotan. Dengan menggunakan media alat peraga tersebut, dapat dibuktikan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Kata kunci: Media Pembelajaran, Penjumlahan Bilangan, Hasil Belajar.
Pembelajaran dengan penanaman konsep matematika merupakan suatu kemampuan yang mendasari kemampuan matematika lainnya. Untuk meningkatkan pemahaman siswa di SD Negeri 5 Sabang, perlu menggunakan media kongkrit agar siswa dapat lebih cepat memahami operasi penjumlahan bilangan cacah. Penguasaan pelajaran matematika merupakan hal yang sangat penting diberikan pada siswa, sebagai bekal berfikir logis di masa depan. Dengan mengembangkan konsep matematika ini, merupakan salah satu tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh seorang pendidik. Seorang guru yang baik adalah dapat menjadikan suasana belajar matematika menjadi topik menarik dan menyenangkan bagi siswa terutama pada materi yang bersifat penugasan yang membutuhkan hasil kreatifitas siswa itu sendiri. Siswa menyukai suasana belajar sambil bermain, karena itu merupakan sifat setiap siswa pada usianya. Dalam pembelajaran penjumlahan, siswa bisa melakukan serta menemukan sendiri dari objek materi pembelajaran. Siswa dapat menjumlahkan dengan menggunakan media Kongkrit yaitu pipet atau sedotan untuk digunakan sebagai media pembelajaran pada materi penjumlahan bilangan cacah. Setiap anak mempunyai sifat rasa ingin tahu dan selalu tertarik untuk mempelajari sesuatu yang baru . Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengubah psikis dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan anak didiknya. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh guru adalah mengajar di kelas. Bagaimana seorang guru dapat menguasai keadaan kelas sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan? Dengan demikian seorang guru harus menerapkan metode pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didiknya. Untuk menumbuhkan/meningkatkan kreativitas, semangat, dan rasa percaya diri siswa dalam belajar, tentunya guru menggunakan berbagai macam metode pembelajaran. Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan dalam pelaksanaan standarisasi mata pelajaran matematika, guru terutama lebih menekankan pada metode yang mengaktifkan guru, pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif, lebih banyak menggunakan metode ceramah dan kurang mengoptimalkan media pembelajaran, sehingga siswa kurang kreatif dalam pembelajaran. Permasalahan dalam proses pembelajaran tersebut juga dihadapi oleh para guru di SD Negeri 5 Sabang ketika melaksanakan pembelajaran matematika. Permasalahan yang dihadapi adalah minat belajar dan aktifitas siswa dalam pembelajaran matematika masih sangat kurang,
79
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sehingga hasil belajarpun masih rendah. Hal itu disebabkan guru masih monoton, kurang menarik, siswa kurang kreatif dan aktif, metode yang digunakan hanya ceramah dan alat peraga kurang memadai, guru kurang menguasai penggunaan alat peraga dan media pembelajaran yang ada dilingkungan. Hasil belajar matematika yang sangat rendah merupakan permasalahan yang harus segera diatasi oleh guru dengan menggunakan media yang tepat untuk menarik minat siswa sehingga siswa-siswa senang belajar matematika. Dengan mencoba dan membuktikan sendiri, akan memperkuat kemampuan kognetifnya, dengan demikian pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan tujuan pembelajaran matematika SD dapat tercapai. Media Kongkret merupakan salah satu teknik penyajian bahan pelajaran dengan memperlihatkan bagaimana proses terjadinya sesuatu pembelajaran. Dengan menggunakan media tersebut, dapat menjadikan siswa lebih aktif dan percaya diri terhadap hasil yang dia kerjakan. Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Oleh karena itu media kongkret dapat digunakan pada materi penjumlahan dengan menggunakan pipet atau sedotan. Sebelum menggunakan media ini hasil observasi yang dilakukan dilapangan membuktikan bahwa hampir 50 % siswa cenderung untuk diam di tempat karena kurangnya rasa percaya diri siswa terhadap hasil yang ia kerjakan. Melalui pembelajaran dengan menggunakan media kongkret diharapkan siswa bisa lebih kreatif dapat memperlihatkan hasil karyanya sebagai wujud prestasi yang telah ia kerjakan. Menurut Latuheru (dalam Hamdani, 2005:9) menyatakan bahwa (1) media pembelajaran kongkret berfungsi untuk menarik minat siswa terhadap materi pembelajaran yang disajikan, (2) media pembelajaran kongkret berguna dalam hal meningkatkan pengertian anak didik terhadap materi yang disajikan, (3) media pembelajaran kongkret mamppu menyajikan data yang kuat dan terpercaya. Media kongkret adalah segala sesuatu yang nyata dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehngga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efesien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan. Mulyani Sumantri, (2004:178) mengemukan bahwa secara umum media kongkret berfungsi sebagai (a) alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif, (b) bagian integral dari keselurahan situasi mengajar, (c) meletakan dasar-dasar yang kongkret dan konsep yang absrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) mengembangkan motivasi belajar peserta didik, (e) mempertinggi mutu belajar mengajar. Dalam system pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom secara garis besar membagi hasil belajarmenjadi tiga ranah, yakni ranah kognetif, ranah afektif, ranah psikomotoris (Sudjana, 2005:22). METODE Penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara kolaborasi dalam satu tim kerja sejak tahap perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Tim kerja yang dimaksud adalah penelti, guru mata pelajaran matematika dan pengamat (observer). Langkah-langkah dalam penelitian ini disusun sebagai berikut: 1. Perencanaan (planning) Perencanaan ini dilakukan setelah peneliti dan kolabolator melakukan observasi, dan mengidentifikasi permasalahan pembelajaran matematika kelas 1 di SD Negeri 5 Sabang tentang bagaimana kemampuan siswa dalam menjumlahkan bilangan cacah. Untuk mengetahui pengalaman belajar apa yang dibutuhkan siswa, maka guru membuat suatu rencana pembelajaran (RPP) yang memuat Strategi pembelajaran menarik yang dirancang oleh guru, yang nantinya akan memberikan nilai yang terbaik terhadap hasil pembelajaran. Perencanaan kegiatan pembelajaran ini mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, serta langkahlangkah kegiatan pembelajaran yang terencana dengan baik. 2. Tindakan dan Observasi (Acting dan abserving) Penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam satu siklus berlangsung pada bulan Agustus 2014. Dalam tindakan peneliti dan pengamat memantau, mencatat peristiwaperistiwa penting, perubahan tingkah laku serta perbaikan dan kemajuan/peningkatan 80
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kemampuan berfikir kreatif siswa melalui instrumen. Mengamati kemampuan guru, menerapkan langkah pembelajaran dalam pembelajaram matematika. Diawal pembelajaran guru melakukan apersepsi, disini siswa kurang tanggap terhadap materi yang disajikan. Ada siswa yang kurang peduli, ada juga siswa yang ingin mengikuti pelajaran tetapi masih ada diantara mereka yang bingung tentang materi yang akan dipelajari hari ini. Setelah guru memperlihatkan benda kongkret yaitu pipet atau sedotan, barulah siswa bersemangat untuk mengikuti pelajaran. Selanjutnya guru membagi siswa kedalam 7 kelompok, guru mendemonstrasikan cara pengoperasian penjumlahan blangan cacah dengan menggunakan pipet atau sedotan. 3. Refleksi (Reflecting) Refleksi dilakukan bersama tim kolabolator pada akhir pembelajaran terhadap hasil observasi dan menganalis temuan-temuan dan hasil yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lembar observasi aktifitas siswa. Data ini diperoleh melalui observasi kelas, hasil wawancara guru dan siswa, tentang kesan dan pengalaman mereka dalam belajar. PEMBAHASAN Penerapan pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan cacah dengan menggunakan media kongkret ternyata menyenangkan baik bagi siswa, maupun guru. Pada saat pendahuluan dilakukan apersepsi dan Tanya jawab untuk meningkatkan pemahaman siswa yang telah dipahami dengan hal-hal yang akan dipelajari hari ini. Siswa sangat aktif dalam mengerjakan tugas-tugasnya dan tampak serius dalam bekerja sama. Menurut observer ada 2 orang siswa yang nampak kurang aktif dalam melaksanakan aktifitas. a. Perencanaan Siklus Dengan memperhatikan observasi awal dan simulasi model, maka disimpulkan bahwa: Pembelajaran penjumlahan bilangan cacah dengan media kongkret sangat membentu siswa dalam meningkatkan kreativitas dan kemauan belajar. Siswa harus dibiasakan untuk melihat, melakukan, dan menemukan sendiri untuk penanaman konsep penjumlahan. Mereka masih bingung dan belum terbiasa (terlatih) untuk menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran ini dirancang untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam menemukan konsep dasar tentang penjumlahan bilangan cacah. Pembelajaran ini dilasanakan 1 (satu) kali pertemuan yaitu dalam waktu 2 x 35 menit. b. Tindakan dan Observasi siklus Tindakan yang dilakukan pada siklus ini adalah guru memberikan contoh mendemonstrasikan operasi penjumlahan bilangan cacah dengan menggunakan media kongkret pipet atau sedotan. Beberapa hal yang menjadi pengamatan pada observer pada saat refleksi yaitu: a. Terciptanya suasana yang menyenangkan antara siswa dan guru. b. Siswa tampak lebih bersemangat dalam menjawab pertanyaan guru. c. Terjadinya interaksi yang kondusif antar siswa d. Siswa lebih antusias dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dalam kelompok e. Didalam kelompok siswa terlihat aktif dalam bekerja sama f. Tidak tampaknya siswa yang bermain-main dalam kelompok, dan semuannya serius bekerja Contoh Soal 1.
Diikat, kemudian dimasukan ke kantong puluhan
7 + 6 = …..
7 + 3
6
1
- 3
10 3
3 81
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Jadi 7 + 6 = 13
2.
7 + 8 = …….
Diikat, kemudian dimasukan ke kantong puluhan 10
7 +3
8 1
- 3
5
5
Jadi 7 + 8 = 15 Foto Kegiatan Belajar Mengajar
82
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa maka dapat dipaparkan hasil yang dicapai pada umumnya siswa sudah aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar yang disampaikan guru secara baik dan tertib. Peningkatan prestasi nampak dengan adanya perubahan-perubahan terutama tingkah laku seperti yang tadinya pemalu dan pendiam, sekarang sudah mau mengemukakan pendapatnya, berani bertanya kepada guru mengenai materi pelajaran yang belum jelas. Dari hasil tes penilaian yang dilaksanakan sebelum pembelajaran menggunakan media kongkret diperoleh nilai rata-rata 62,50 dengan ketuntasan klasikal 69,68 %. Dengan hal ini masih ada siswa yang belum memahami dan menguasai semua materi yang disampaikan sehingga metode pembelajaran ini harus ditingkatkan dengan menggunakan media kongkret. Pada pembelajaran dengan menggunakan media kongkret ini menunjukan peningkatan hasil refleksi. Proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancer dan scenario pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan siswa juga mulai paham dengan penggunaan media kongkret. Hasil tes penilaian setelah menggunakan media kongkret dapat diperoleh rata-rata nilai sebesar 75,76 dengan ketuntasan klasikal 86,78 %. Berdasarkan hasil belajar pada akhir penggunaan media kongkret ini telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan sebelum menggunakan media kongkret. PENUTUP Pembelajaran Matematika dengan mengggunakan media kongkret pada siswa kelas 1 SD Negeri 5 Sabang materi penjumlahan bilangan cacah dapat membuat siswa lebih aktif, kreatif, antusias dalam belajar, memupuk kerja sama antar siswa, dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Hasil belajar siswa cukup memuaskan. Hikmah yang dapat diambil dalam kegiatan ini adalah bahwa guru harus lebih kreatif dalam membuat media yang dapat menunjang proses belajar mengajar. Media yang dibuat guru harus dirancang supaya tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran, mendukung materi pelajaran, mudah diperoleh, dan sesuai dengan tingkat pemikiran siswa di usianya. DAFTAR RUJUKAN Hamdani (2005). Media Pembelajaran di Sekolah Dasar. Bandung: Alfabeta. Mulyani Sumantri dkk. (2004). Media Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana. (2005). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KARTU TEMATIK PADA SISWA KELAS II SDN 001 TANJUNGPINANG BARAT Hery Subagio SD Negeri 001 Tanjungpinang Barat KotaTanjungpinang Barat,Kepulauan Riau Abstrak : Tema kegiatan sehari-hari pada pelajaran Matematika yang terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya sangat penting untuk siswa Sekolah Dasar khususnya di kelas 2. Kemampuan dalam menguasai dan memahami materi sangat dibutuhkan untuk jenjang berikutnya dan yang berhubungan langsung dengan masalah Tema dimana kehidupan sehari-hari siswa dalam membiasakan siswa memanfaatkan sumber dan media belajar dari lingkungan. Karena itu perlu upaya meningkatkan kemampuan siswa agar dapat lebih memahami pembelajaran secara terintegrasi ataupun terpadu, karena yang terjadi di lapangan pembelajaran selalu di lakukan secara parsial ( tidak menyeluruh).Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan media kartu Tematik dan model pembelajaran Scientific. Pengamatan dan Penelitian ini memfokuskan pada upaya peningkatan kemampuan siswa dalam menguasai dan memahami Tema kegiatan sehari-
83
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
hari.Penelitian ini menggunakan setting Pengamatan dalam kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan media kartu dan model pembelajaran Scientific dapat meningkatkan minat dan belajar Matematika sehingga siswa dapat menguasai dan memahami materi pelajaran.Pengamatan yang dilakukan di kelas II SD Negeri 001 Tanjungpinang Barat.jumlah siswa sebanyak 38 orang bahwa penggunaan Kartu Tematik dalam Tema kegiatan sehari-hari dapat memotivasi belajar siswa dan menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa.Prosentase hasil belajar mencapai rata-rata 83,375. Penelitian yang dilakukan di kelas II di SD Negeri 001 Tanjungpinang Barat jumlah siswa 37 orang Pada siklus I prosentase ketuntasan belajar mencapai 73,68 % dan nilai rata-rata kelas mencapai 64,34. Pada siklus II prosentase ketuntasan belajar mencapai 100% dan rata-rata kelas mencapai 77,24. Kata kunci: Media KATIK ( Kartu Tematik) dan model Scientific dapat memotivasi belajar siswa SDN 001 Tanjungpinang Barat.
Kemampuan belajar siswa dalam memahami Tema Kegiatan sehari-hari merupakan salah satu materi pokok di kelas dua semester 2 Sekolah Dasar. Sehingga sangat banyak materi yang disampaikan kepada siswa khususnya yang membutuhkan prasyarat untuk memahami dan menumbuhkembangkan daya fikir siswa. Siswa khususnya yang mengalami kesulitan dalam materi kegiatan sehari-hari, kecenderungannya akan banyak mengalami kesulitan dalam belajar materi matematika khususnya konsep dasar perkalian dan pembagian di kelas rendah untuk kelanjutan di kelas berikutnya. Sebaliknya siswa yang menguasai materi lingkungan dengan baik, akan membantu menguasai materi matematika yang terpadu pada kelas selanjutnya. Karena itu, penguasaan terhadap tema kegiatan sehari-hari merupakan hal yang fundamental untuk bisa menguasai materi secara umum. Pembelajaran Tema Kegiatan sehari-hari dilakukan oleh guru dengan langkah-langkah : (1) menyajikan informasi secara Tema, (2) menggunakan metode scientific, siswa disuruh memahami video permainan kartu Tematik,dan memahami ruang lingkup Tema kegiatan seharihari. (3) memberikan prosedur penggunaan KATIK ( kartu Trematik) dan siswa diminta menirukan cara menggunakannya, (4) memberikan latihan soal (5) memberikan secara kongkrit. dalam hal ini guru lebih banyak menggunakan Slide kartu untuk menjelaskan kepada peserta didik, agar siswa dapat mengingat lebih lama ( long term memory ) yang disertai media yang menarik bagi siswa. Hal ini menyebabkan siswa menjadi termotivasi dan tanggap bahkan bisa menimbulkan keaktifan siswa pada pembelajaran matematika yang terintegrasi dengan pelajaran lain agar pembelajaran menjadi lebih bermakna ( Meaningful Learning ) sehingga siswa mengerti dan akan mengingatnya lebih lama ( Long retention Spam ). Pembelajaran yang bersifat monoton ,hal ini terjadi pada siklus awal pembelajaran dimana metode yang di gunakan yaitu dengan menggunakan metode ceramah sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna ( unmeaningful Learning) dan tidak efektif oleh karena itu Suharmini (2010) menyarankan pembelajaran dengan menggunakan media demikian juga Bruner ( 1978 :141 ) menyarankan agar siswa belajar di berikan contoh benda yang konkrit ( Iconic). Menurut Kompasiana ( 2012 ) Guru di dalam memantapkan pemahaman siswa tentang lingkungan perlu menggunakan tekhnik dan langkah yang tepat agar siswa lebih tertarik dengan kegiatan pembelajaran yang di lakukan. Guru mengambil langkah dengan strategi yang tepat yaitu model pembelajaran scientific. Dengan metode dan model yang cocok diharapkan dapat meningkatkan motivasi sehingga siswa bergairah dalam mengikuti proses pembelajaran yang akhirnya bermuara pada keberhasilan dan peningkatan nilai hasil belajar. Strategi scientific ini berkembang dari penelitian belajar Discovery Learning. Pertama kali Pada tahap verifikasi (pembuktian) siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Guru memilih menggunakan Model pembelajaran Scientific ( Scientific Learning ) dengan media kartu agar siswa dapat menguasai dan memahami materi pelajaran yang dapat membangkitkan minat belajar pada siswa kelas II SD. Pembelajaran dengan langkah ini menggunakan alat atau media pembelajaran .Kartu bergambar yang di bagikan kepada setiap
84
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
siswa dapat diamati agar siswa dapat berfikir mengeluarkan hasil pemikiran dan temuannya sehingga siswa memahami dan menguasai pelajaran. Kemudian Siswa mengamati gambar pada tahap Pengamatan : Tahap Pengamatan
Gambar 1.langkah 1
Tahap Menalar
Gambar 2.Langkah ke 2
Tahap menanya
Gambar 3
Gambar Tahap mencoba dan mengkomunikasikan
Gambar 4
85
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Penjelasan : Langkah 1 : Pengamatan : siswa mengamati kartu tematik yang di tampilkan pada slide dan bertanya jawab dengan guru tentang gambar yang terdapat pada kartu yang di tampilkan pada slide pembelajaran. Langkah ke 2: Siswa mulai menalar dan menghubungkan dengan pengetahuan awal siswa tentang perkalian dan pembagian Kemudian Langkah 3 : Dengan bimbingan guru siswa bertanya jawab tentang hubungan keterpaduan pembelajaran antar lintas bidang studi yang di awali dengan matematika yaitu perkalian dan pembagian lalu di hubungkan dengan materi lainnya secara tematik Langkah 4: Siswa mencoba untuk melakukan percobaan sesuai dengan lintas bidang studi yang di pelajari dengan mengisi setiap kolom yang terdapat pada lingkaran yang terbuat dari stereofom ( gabus ) Pemanfaatan gambar pada kartu tematik adalah keterpaduan pembelajaran yang di gunakan untuk menginformasikan tentang kegiatan sehari-hari yang sesuai dengan tema. Pada tahap ini siswa diminta berpikir kritis terhadap gambar sehingga siswa dapatmengemukakan pendapatnya. Mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Setelah beberapa menit mendiskusikan gambar atau tugas yang diberikan pada langkah akhir ini guru meminta masing-masing kelompok untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Serangkaian pengalaman nyata yang rasional sehingga terjadi interaksi sosial yang nyata. METODE Penelitian Tindakan kelas ini dilakukan di SD Negeri 001 Tanjungpinang Barat pada Tema kegiatan sehari-hari kelas 2. Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah kualitatif berupa peningkatan hasil belajar siswa sedangkan kuantitatif adalah minat belajar siswa dan aktifitas yang diperoleh dari hasil observasi baik secara individu maupun kelompok. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Rancangan PTK disajikan dengan empat tahapan yaitu: (1) planning (perencanaan); (2) acting (tindakan, pelaksanaan atau perlakuan); (3) observing (pengamatan, monitoring atau observasi) dan (4) reflecting (refleksi). Pengamatan dan Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 001 Tanjungpinang Barat sekolah yang merupakan sekolah peneliti, sehingga secara empiris setting sekolah sudah dapat dikenali, baik karakteristik maupun permasalahan yang dihadapi. Subjek penelitian terdiri dari 37 siswa dengan 14 siswa perempuan dan 23 siswa lakilaki. Siswa kelas II yang memiliki kemampuan beragam. Data utama penelitian ini adalah langkah-langkah pembelajaran yang dianalisis secara kualitatif. Data pendukungnya adalah hasil belajar siswa yang diperoleh melalui evaluasi pada hasil pengamatan dan setiap akhir siklus. Data hasil belajar siswa dianalisis dengan analisis deskriptif dalam bentuk persentase ketuntasan. Observasi dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung untuk memperoleh data dengan cara merekam seluruh aspek aktivitas ,dengan menggunakan panduan instrument berupa lembar observasi catatan penting dan checklist.Pengumpulan data berupa berbagai informasi tentang proses belajar. Teknik analisis data disesuaikan dengan jenis data hasil rekaman yaitu data yang bersifat kualitatif dengan mengemukakan prosentase sedangkan data kuantitatif berupa hasil belajar siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua) siklus. Siklus I Pembelajaran pada siklus 1 dilakukan dengan langkah-langkah (a)guru menyiapkan alat peraga, menyajikan materi, memberikan contoh dan menayangkan kartu bergambar pada slide dan pembahasan cara menemukan masalah pada gambar dengan menggunakan kartu bergambar yang dibagi kepada siswa,untuk diamati dan difikirkan secara kelompok (b) guru membentuk 6 kelompok di SDN 001 Tanjungpinang Barat.Kelompok belajar yang beranggotakan 6 orang dengan kemampuan akademik yang beragam. Setelah kelompok belajar terbentuk, masingmasing kelompok berhadap-hadapan, (c) guru menyiapkan dan membagi lembar LKK pada 86
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
siswa. Dalam kegiatan ini guru membimbing siswa dalam kerja kelompok, (d)pada mengkomunikasikan guru meminta masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasil kerjanya. Siswa memperhatikan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting, (e) Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas yang berkaitan dengan penyelesaikan tugas dengan menggunakan lembar LKK, Pada saat belajar kelompok,ketika di bagi lembar kerja ada sebagian siswa saling berebut lembar kerja ( LKK), sementara yang lain ikut aktif belajar. Ada lagi sebagian yang keluar masuk kelas meskipun guru sudah berusaha menenangkan kelas untuk kembali pada kegiatan kerja kelompok, namun kenyataannya siswa masih ada yang yang belajar bermain - main dengan temannnya. Berdasarkan hasil observasi dan refleksi pembelajaran ditemukan bahwa penyebab siswa belum belajar secara baik di kelompok, karena (1) siswa terlalu aktif sehingga tidak sabar menunggu giliran untuk maju ke depan kelas dalam mempraktikkan sendiri-sendiri dan (b) lembar tugas yang diberikan masih terlalu sulit untuk di pecahkan oleh sebagian kelompok. Sehingga ketika mengerjakan lembar kerja ada yang sama sekali tidak dapat di kerjakan siswa. Dengan kelemahan tersebut, direncanakan ada perubahan pada siklus kedua dengan memperbaiki lembar kerja kelompoknya pada tiap kelompok. Siklus II Guru mengambil langkah untuk melakukanpenelitian selanjutnya.Kemudian tiap kelompok seperti pada siklus I, Dalam kegiatan pembelajaran ini menyajikan gambar dari masing – masing pelajaran yang mana matematika sebagai central corenya ( Sub pokok bahasannya)dan IPS,Bahasa Indonesia,PKn dan IPA sebagai lintas bidang studi untuk keterpaduan pembelajarannya secara tematik terpadu dengan Dengan perubahan langkah-langkah pembelajaran tersebut, terdapat beberapa perubahan: (a) siswa mulai termotivasi ketika di tayangkannya slide permainan kartu Tematiknya dalam bentuk kartu bergambar dengan menggunakan animasi, (b) pengelolaan waktu menjadi efisien, (c) pemahaman siswa terhadap perkalian dan pembagian semakin baik, (c) ketrampilan berhitung semakin baik dan minat belajar bertambah. Hasil belajar siswa pada pengamatan di SD Negeri 001 Tanjungpinang Barat Kota Tanjungpinang siklus 1: (a) nilai rata-rata kelas adalah 64,34 atau 73,68 % dari 37 siswa dan siswa yang tuntas belajar secara individual sebanyak 28 siswa sedangkan 9 siswa belum tuntas sebanyak 26,36%. Sedangkan hasil belajar siklus 2 : (a) nilai rata-rata kelas adalah 77,24 atau 100% tuntas.
SIMPULAN Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa pembelajaran Tema Kegiatan Sehari-hari dengan menggunakan media KATIK (kartu Tematik) bergambar yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.Secara langsung siswa telah melakukan diskusi antar siswa ,antar kelompok yang pada akhirnya model pembelajaran dapat dilaksanakan.Media pembelajaran yang tepat dapat meringankan guru dalam menjalankan proses pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran dengan media KATIK ( Kartu Tematik ) dengan Tema Kegiatan Sehari-hari dapat meningkatkan pengetahuan siswa meliputi: (a)membentuk kelompok, (b) memahami pembelajaran secara konverhensif dan tidak bersifat parsial yang ditayangkan melalui media slide dalam bentuk Kartu bergambar yang dibagikan pada siswa (c) memfasilitasi siswa untuk mempermudah menerima informasi materi pembelajaran yang diberikan.
87
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING MODEL STAD DENGAN MEMANIPULATIF TUTUP BOTOL PADA PEMBELAJARAN KPK KELAS IV SD NEGERI 006 BUKIT LIMAN Muslimin SD Negeri 006 Bukit Liman Kabupaten Natuna Kepulauan Riau Abstrak: Rendahnya minat belajar siswa terhadap materi pelajaran matematika dikarenakan pembelajaran masih terpusat pada seorang guru dan siswa cenderung pasif dalam menerima pembelajaran yang disampaikan. Dengan demikian pelajaran matematika masih menjadi mata pelajaran yang membosankan, sulit, dan kurang menyenangkan. Usaha untuk membangkitkan minat belajar tersebut adalah menggunakan media dan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Penerapan pembelajaran koperatif menekankan pemahaman konsep dalam meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Dengan media tutup botol untuk menentukan KPK, siswa terlibat aktif dan kreatif pada pelajaran dan dapat mengembangkan penalaran siswa sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan dan lebih bermakna. Kata Kunci : Pembelajaran kooperatif, media tutup botol
Matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif. Karena bersifat abstrak dan deduktif tersebut maka untuk pembelajaran matmatika di Sekolah Dasar (SD) harus disesuaikan dengan karakteristik umumnya anak usia SD. Hal ini juga berlaku untuk pembelajaran matematika di SD Negeri 006 Bukit Liman. Pembelajaran matematika di SD 006 Bukit Liman nampaknya kurang diminati siswa. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang membosankan dan menyeramkan. Respon siswa tersebut terlihat pada saat menyimak penjelasan materi karena umumnya pembelajaran masih berpusat pada guru, pemberian contoh soal, dan berujung dengan latihan soal, dan berujung dengan latihan soal secara individu selama peruses pembelajaran berlangsung. Siswa tampak tegang dan suasana pemelajaran pasif. Dalam kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen seperti siswa, guru, tujuan pembelajaran, materi, metode, media dan evaluasi. Keberhasilan proses belajar mengajar itu dipengaruhi oleh berbagai aspek antara lain metode mengajar, saranaprasarana, dan materi pembelajaran. Peran guru sangat dalam mengelola pembelajaran matematika. Guru tidak hanya menguasai teori-teori dan materi matematika saja. Tetapi juga harus memiliki komptensi merancang kegiatan pembelajaran agar pelaksanaankegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami dan sesui urutan yan logis dengan memilih model pembelajaran yang tepat. Dalam melaksanaan tugas sehari-hari, penulis sebagai guru matematika di SDN 006 Bukit Liman sering menghadapi masalah diantaranya siswa tidak aktif dalam belajar dan kurangnya motivasi dalam belajar. Dampak dari gejala ini adalah hasil belajar siswa kurang memuaskan. Dalam belajar banyak siswa yang tidak aktif dan hanya pasif sebagai penerima pelajaran. Ketika diskusi sering kali didomonasi oleh siswa yang aktif dan cepat menerima pelajaran sedangkan yang lain hanya diam mendengarkan. Ketika pembahasan hasil diskusi siswa yang maju hanyalah siswa yang aktif saja. Sedangkan yang lain tidak mau berpartisipasi. Selain itu banyak siswa yang beranggapan belajar matematika itu sulit dan menjenuhkan. Belajar matematika adalah belajar dengan rumus an soal-soal. Dalam satu minggu pelajaran matematika biasanya diisi 6-8 jam. Siswa merasa berpikir dan tentunya kurang mengasyikkan dan menarik bagi siswa. Ketidakberhasilan dalam pembelajaran tidak hanya disebabkan karena kurangnya motivasi dan peran aktif siswa saja, tetapi mungkin juga oleh pihak pengajar yaitu guru. Hal ini disebabkan oleh model pembelajaran yang dilakukan oleh guru menonton misalnya dengan metode ceramah. Model pembelajaran seperti itu kurang menarik bagi siswa dan tidak melibatkan siswa secara aktif. Akibatnya siswa menjadi cepat jenuh dan malas untuk belajar. Apabila hal ini terus dibiarkan, akan berakibat adanya anggapan pelajaran matematika 88
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
merupakan monster yang menakutkan, kurang disenangi siswa dan dianggap paling sulit dan hasil belajar matematika masih tetap kurang memuaskan. Untuk itu, guru harus mampu menciptakan model pembelajaran yang bervariasi, suatu metode yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Disamping itu penguasaan materi sangat diperlukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru harus mampu menciptakan situasi atau interaksi belajar mengajar. Interaksi dalam proses belajar yang menarik dan menyenangkan akan menumbuhkan minat yang tinggi bagi siswa. (Asmara, H. 2007). Pembelajaran kooperatif merupakan starategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain (Slavin, 1997). Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh teori konstruktivisme Vygotsky, konsruktivistik belajar kelompok dapat membangun sendiri pengetahuan peserta didik dan memproleh pengetahuan melalui kegiatan yang beranekaragam dengan guru sebagai fasilitator. Dengan kegiatan yang beragam peserta didik dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui membaca, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, pengerjaan dan presentasi. Pembelajaran konsep KPK di kelas IV dari pengalaman guru tersebut agak sulit dipahami siswa mengingingat konsep perkaliannya belum dikuasai. Siswa terpaksa belajar dalam suasana pasif yang pada akhirnya siswa merasa bosan. Materi pelajaran tidak seharusnyaa dipersepsi anak sebagai tugas atau sesuatu yang dipaksakan oleh guru, melainkan sebagai alat yang dibutuhkan dalam kehidupan anak. Pada saat proses pembelajaran berlangsung hendaknya juga melibatkan aktifitas anak dan bersifat bermain, dan bekerja sama dengan orang lain yang menyenangkan, meskipun sebenarnya mereka dituntut target untuk menyelesaikan materi pembelajaran. Pembelajaran KPK ini akan lebih bermakna bila disampaikan dengan media yang konkrit. Berdasarkan tahap perkembangan kognitif anak usia SD berada tahap operasi konkrit. Pada tahap ini anak akan lebih mudah memulai operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Oleh karena itu penulis akan membahas penerapan kooperatif learning tipe STAD dengan memanipulatif tutup botol dalam langkah-langkah rencana pelajaran. Dengan memanpulatif tutup botol pada pembelajaran KPK ini adalah merupakan contoh suatu media dengan pendekatan open ended yang dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan dan penalaran siswa (Subanji, 2010), sehingga diharapkan tidak menumbuhkan proses berpikir pseudo. Siswa diarahkan untuk menyelesaikan soal yang memiliki jawaban tidak tunggal dan jawaban yang diperoleh logis serta rasional. Pembelajaran dengan media memanipulatif tutup botol untuk pembelajaran KPK di kelas IV ini merupakan balikan pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas, terutama dalam latihan-latihan soal yang diberikan. Adapun langkah-langkah rencana pelaksanaan pembelajaran akan diuraikan pada bahasan berikut. Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Pertama, Guru membuka pelajaran, dimulai dengan doa, siswa terlihat tegang dan pasif. Guru : selamat pagi anak-anak, bagaimana kabarnya hari ini?” Siswa : „‟Pagi pak, luar biasa, Alhamdulillah. Guru : „‟Supaya lebih bersemangat bagaimana kalau kita nyanyi bersama lagu matematika asyik. Siswa : „‟setuju…‟‟‟. Kemudian siswa bersama-sama menyanyikan lagu matematika asyik. Siswa sangat antusias dan bersemangat menyanyikan lagu tersebut, sepertinya belajar matematika yang selama ini menyeramkan tidak tampak lagi diraut wajah para siswa. Selanjutnya guru melakukan Tanya jawab tentang pekalian dan pembagian dengan pertanyaan sebagai berikut: „‟Masih ingat tentang perkalian dan pemagian? Beberapa siswa menjawab, masih ingat pak…‟‟. Guru melanjutkan pertanyaan sebagai berikut: berapa 3 x 4 berapa…?‟‟ Siswa menjawab 12 pak…‟‟ selanjutnya 18 : 3 berapa …?” Siswa menjawab 6 pak…” tampaknya siswa sudah memahami tentang perkalian dan pembagian. Selanjutnya guru menyakinkan siswa akan dapat menyelesaikan soal dengan tepat dengan cara yang asyik, gampang, dan menyenangkan. Guru menyampaikan tentang materi pembelajaran yang akan disampaikan. Bernyanyi bersama-sama antara guru dan siswa, pemberian pertanyaan – pertanyaan guru, maupun penyampaian manfaat mempelajari materi 89
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
yang akan di sampaikan, dan memotivasi siswa pada indikator untuk menentukan KPK dari dua bilangan dengan menggunakan kelipatan perkalian. Kegiatan berikutnya guru menjelaskan materi yang akan disampaikan yaitu membelajarkan konsep kelipatan untuk menentukan KPK dengan memanipulatif tutup botol. Guru menyebutkan satu contoh bialangan yaitu 2 dan 3 dengan menggunakan tutup botol. Selanjutnya disusun berdasarkan bilangan kelipatan 2 dan 3. Contoh :
9
8
6
6
4
3 2
Kelipatan = 2
Kelipatan = 3
Gambar 1 : Susunan Tutup Botol
Jadi KPK 2 dan 3 adalah 6 Tutup botol disusun berdasarkan kelipatannya. Maka dapat dilihat dari tutup botol yang disusun yang berada di kedudukan yang sama atau yang bersekutu angka 6. Dari tutup botol yang di susun di atas berdasarkan kelipatan 2 dan kelipatan 3 dapat di lihat kelipatan persekutuan terkecil adalah 6. Dari tutup botol yang disusun maka terlihat KPK dari 2 dan 3 adalah 6. Dengan menyusun tutup botol dari kelipatan 2 dan 3 dengan cara menyusun tutup botol diatas merupakan konsep pembelajaran KPK di kelas IV. Dari kegitan di atas siswa terlihat mulai senang dalam belajar dan semakin penasaran ingin mencoba menyelesaikan soal sesuai media yang dilakukan guru. Kemudian guru menjelaskan bahwa apa yang dilakukan tadi adalah yaitu tentang cara menyelesaikan Kelipatan Persekutuan Terkecil. Selanjutnya guru memberikan motivasi kepada siswa bahwa pembelajaran ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ada dua orang siswa pergi ke perpustakaan, satu siswa pergi perpustakaan 2 hari sekali, satu siswa ke perpustakaan 3 hari sekali, untuk pertama kali mereka pergi bersama-sama ke perpustakaan pada hari ke berapa dapat menggunakan KPK 2 dan 3. Kedua, pada kegiatan inti guru secara klasikal menjelaskan materi tentang KPK, dengan tahap pembelajaran pertama konsep kelipatan, kedua konsep kelipatan persekutuan dan ketiga konsep kelipatan persekutuan terkecil. Pada kegiatan ini guru membagikan 16 siswa yang hadir menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok segi tiga, persegi panjang, persegi, lingkaran, jajaran genjang. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 atau 4 orang. Pembagian kelompok ini dilakukan secara heterogen, baik jenis kelamin maupun prestasinya. Masing-masing kelompok
90
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
akan mendiskusikan dan mendemontrasikan penyelesaian soal yang terdapat pada soal dari Lembar Kerja Kelompok (LKK). Kegiatan guru tersebut merupakan suatu rancangan atau model pembelajaran dengan pertimbangan karakteristikmateri yaitu KPK, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, tingkat kemampuan peserta didik, waktu yang tersedia, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia (media tutup botol) agar kegiatan belajar siswa lebih efekif, aktif, dan kreatif. Pembelejaran ini menekankan pada diskusi dan berbagi antar siswa dalam menyelesaikan soal. Adapun setting kelas acak dengan posisi guru di samping kanan depan dan posisi kelompok siswa.
Guru
Kelompok segi tiga
Kelompok Jajaran Genjang Kelompok Lingkaran
Kelompok Persegi Panjang
Kelompok Persegi
Gambar 2 : Susunan Kelas Acak
Model pembelajaran yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan adalah kooperatif learning tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membentuk kelompok, dengan anggota secara heterogen 2. Masing-masing kelompok diberi LKK. Anggota yang sudah mengerti diminta untuk menjelaskan kepada anggota yang lain sampai semua anggota mengerti. 3. Guru mengamati kerja kelompok siswa dan mengkondisikan kelas agar siswa bekerja sama dalam suatu tugas bersama (guru sebagai motivator dan mediator) 4. Guru menentukan secara acak 1 atau 2 kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya. 5. Seorang dari wakil kelompok memprsentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas. Kelompok memberikan tanggapan. 6. Guru mengoreksi hasil diskusi kelompok dan danmengumumkan pemenangnya. 7. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan hasil diskusi. Setelah siswa duduk di kelompoknya masing-masing, kemudian guru membagikan LKK sebagai berikut :
LKK Kelompok …… 1.………….. 3…………...
2. …………… 4. ……………
1. Langkah Kegiatan I Kerjakan soal berikut dengan kelompokmu menggunakan media tutup botol 1. Tentukan KPK dari 2 dan 4 91
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
2. Tentukan KPK dari 3 dan 6 3. Tentukan KPK dari 3 dan 4 4. Tentukan KPK dari 5 dan 4 5. Tentukan KPK dari 6 dan 5 2. Langkah Kegiatan II Tulislah kelipatan setiap bilangan berdasarkan soal di atas……….. 3. Langkah Kegiatan III Tentukan kelipatan persekutuan berdasarkan soal di atas…………. 4. Langkah Kegiatan IV Tentukan KPK berdasarkan soal di atas…………… Selanjutnya siswa berdiskusi membahas LKK tersebut, dalam LKK tersebut siswa diminta menyusun tutup botol untuk mencari kelipatan, kemudian siswa diminta menentukan kelipatan persekutuan dan kelipatan persekutuan terkecil dari dua bilangan dengan menyusun tutup botol berdasarkan soal yang diberikan.Guru menyampaikan bahwa setiap anggota kelompok harus bisa mengerjakannya dan paham, siswa kelihatan asyik bekerjasama terlihat hampir semua siswa dapat bekerjasama dengan kelompoknya. Karena dalam kelompok tersebut pembagiannya sudah sesuai tingkat kemampuannya. Dalam diskusi kelompok interaksi siswa dengan siswa sangat baik, siswa sangat antusias mengerjakannya. Siswa asyik menyusun tutup botol untuk menentukan kelipatan dari dua bilangan. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan tugas kelompoknya, masing-masing kelompok menpresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas, dan kelompok yang lainnya mendengarkan dan menanggapinya. Pembelajaran ini akan menciptakan suasana menyenangkan dan membuat siswa aktif. Setelah masing-masing kelompok memprsentasikan hasil kerja kelompoknya. Guru memberi penguatan dan meluruskan kesalahpahaman dari jawaban yang diminta. Selanjutnya guru mengumumkan hasil pekerjan kelompoknya. Pemenangnya ada dua kelompok yaitu kelompok segi tiga, dan kelompok persegi panjang. Seagai motivasi agar para siswa belajar lebih giat dan kreatif, guru memberikan hadiah. Ketiga, pada menit ke -60 kegiatan penutup, siswa bersama guru melakukan refleksi terhadap materi yang telah di pelajari. Untuk mengetahui pemahaman siswa secara individu terhadap materi yang telah dipelajari, guru memberikan 3 buah soal sebagai evaluasi. Evaluasi dilaksanakan dalam waktu 5 menit. Hasil pekerjaan pekerjaan siswa baik sekali, 9 orang mendapat nilai 10, 3 orang nlai 9, 1 orang nilai 8, dan 3 orang nilai 6. Guru menjelaskan bahwa materi KPK ini sangat bermanfaat dan memudahkan siswa untuk mempelajari materi selanjutnya. Selanjutnya guru menyampaikan kepada siswa untuk belajar lebih banyak lagi di rumah. Guru memerikan soal-soal mengenai KPK untuk pekerjaan rumah (PR). PENUTUP Guru harus memiliki komptensi merancang kegiatan belajar mengajar agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, menarik , mudah dipahami dan sesuai urutan yang logis dengan memilih model pembelajaran tepat membuat suasana dalam pembelajaran menjadi menarik sehingga siswa termotivasi dan aktif dalam belajar dalam belajar dan hasil belajar menjadi memuaskan. Media yang digunakan tidak harus mahal, tetapi media yang digunakan dapat berupa barang bekas yang bisa digunakan sebagai media. Pembelajaran matematika di SD tidak terlepas dari hakekat siswa sebagai peserta didik dan hakekat siswa sebagai peserta dan hakekat matamatika di SD. Oleh karna itu pembelajaran matematika di SD hendaknya menampilkan media yang konkrit, dan bermakna. Pembelajaran Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) yang bermakna dapat melalui media tutup botol dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan media tutup botol selama pembelajaran berlangsung, siswa belajar tidak hanya meras senang, mengasyikkan, dan tidak membosankan, namun siswa berpikir lebih kreatif dengan penalaran mencapai tingkat yang tertinggi serta tidak sekedar mencontoh. Penerapan diskusi kelompok yang merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif tipe STAD mempermudah siswa dalam memahami dan memecahkan penyelesaian soal-soal yang berhubungan dengan KPK. Siswa merasa tidak dibebani dengan pelajaran matematika yang selama ini dianggap menyeramkan sehingga siswa merasa pembelajaran matematika sangat menyenangkan.
92
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
DAFTAR RUJUKAN Asmara, Husna. 2007. Penulisan Karya Ilmiah. Pontianak : Fahruna Bahagia Slavin. 1997. ”Syinthesis of research on cooperative learning” dalam Educational Leadership, Tahun XL(5):71-82 Subanji. 2010.J_TEQIP.Jurnal Peningkatan Kualitas Guru, Tahun 1, Nomor 1 : 101.Malang:Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang (UM). Subanji, dkk.2012. Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang dan Pertamina Salmani & Agus Mujiono. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Pencerminan Pencerminan Siswa Kelas V SDN 017 Penajam. J_TEQIP, Edisi TAhun I, Nomor I, November
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DI SD Jualdi Guru SDN No 11 Singkawang Selatan Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model Problem Based Learnng pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 11 Singkawang Selatan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, sedangkan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI yang berjumlah 24 orang. Hasil belajar siswa yang tuntas siklus I adalah 33,3 %, siklus II adalah 83,3 %, jadi meningkat 50 %. Dengan menggunakan model problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika kelas VI Sekolah Dasar Negeri 11 Singkawang Selatan. Kata kunci: Hasil, Pembelajaran, matematika, Problem.
Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan matematika sekolah yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak serta berpedoman pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa matematika SD tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu : (1) memiliki objek kajian yang abstrak (2) memiliki pola pikir deduktif konsisten, Suherman ( 2006: 55 ). Matematika sebagai studi tentang objek abstrak tentu saja sangat sulit untuk dipahami oleh siswa-siswa SD yang belum mampu berfikir formal, sebab orientasinya masih terkait dengan benda-benda konkret. Ini tidak berarti bahwa matematika tidak mungkin diajarkan di jenjang pendidikan dasar, bahkan pada hakekatnya matematika lebih baik diajarkan pada usia dini. Mengingat pentingnya matematika untuk siswa-siswa di SD, perlu dicari suatu cara mengelola proses pembelajaran di SD sehingga matematika dapat dicerna oleh siswa SD. Disamping itu matematika juga harus bermanfaat dan relevan dengan kehidupannya, karena itu pembelajaran matematika di SD harus ditekankan pada penguasaan keterampilan dasar dari matematika, yaitu penguasaan operasi-operasi hitung dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian). Dalam pembelajaran matematika terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu : (1) Matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah, dan (2) Matematika merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dipelajari. Kedua aspek di atas perlu mendapat perhatian yang proporsional ( Syamsuddin, 2003: 11). Konsep yang sudah diterima dengan baik oleh siswa akan memudahkan pemahaman konsep-konsep berikutnya. Untuk itu dalam penyajian topik-topik baru hendaknya dimulai pada tahapan yang paling sederhana ke tahapan yang lebih kompleks, dari yang konkret menuju ke yang abstrak, dari lingkungan dekat anak ke lingkungan yang lebih luas.
93
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pembelajaran matematika di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan pernyataan matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan dalam Pembelajaran matematika di Kelas VI SDN 11 Singkawang Selatan adalah model problem based learning. Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah( PBL) 1) Permasalahan sebagai kajian 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman 3) Permasalahan sebagai contoh 4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses 5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik Tahap-tahap model Problem Based Learning Fase 1. Mengoreantasikan siswa pada masalah Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktvitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskann dengan rincian apa yang harus dilakukan oleh siswa. Serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran . ada empat hal yang harus dilakukan dalam proses ini , yaitu sebagai berikut . 1. Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru , tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri. 2. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak”benar”sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan . 3. Selama tahap penyelidikan , siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. 4. Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Fase 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar Disamping mengembangkan keterampilan keterampilan memecahkan masalah , pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi . Pemecahan suatu masalah suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama da sharing antar anggota. Oleh sebab itu guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Fase 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompook Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan ekspirimen, berhipotesis dan penjelasan dan memberikan pemecahan. pengumpulan data dan ekspirimentasi merupakan aspek yang sangat penting . Fase 4. Mengembangkan dan Menyajikan Artefak(Hasil Karya) dan mempamerkannya Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak dan pameran. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis ,namun bisa vidio tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya). Fase 5.Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Rendahnya hasil belajar dan banyak siswa yang tidak tuntas dengan KKM 60, merupakan masalah yang perlu direnungkan, faktor-faktor apa-apa penyebab kegagalan guru 94
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dalam mengelola pembelajaran. Setelah melakukan perenungan, maka terindetifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Minat belajar siswa kurang memadai 2.Siswa terkesan bosan dengan cara penyampaian materi yang dilakukan guru 3.Siswa kurang aktif mengikuti proses pembelajaran yang dikelola oleh guru 4.Cara guru menyampaikan materi kurang bervareasi. 5.Metode yang digunakan guru kurang vareatif 6.Model pembelajaran yang digunakan Guru kurang menantang peserta didik. Dari beberapa identifikasi masalahan diatas , permasalahan yang paling dominan adalah model pembelajaran yang digunakan Guru kurang menantang peserta didik Bertolak dari permasalahan diatas maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah Model Problem Based Learning Dapat Meningkatkan Hasil Belajarar Siswa Paeamata Pelajaran Matematika Materi Menyederhanakan dan Mengurutkan Pecahan di kelas VI SDN 11 Singkawang Selatan ? Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1.Meningkatkan hasil belajar siswa pada materi menyederhanakan dan mengurutkan pecahan di kelas VI SDN 11 Singkawang Selatan . 2.Meningkatkan profesionalisma Guru dalam menyampaikan dan mengelola pproses pembelajaran dikelas. METODE Bentuk penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut IGAK Wardhani (2008: 1,4) Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. . Penelitian akan dilaksanakan di kelas VI SD Negeri 11 Singkawang Selatan dalam kurun waktu minggu ke – 1 Februari, sampai dengan minggu ke-1 bulan Maret 2014. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 11 Singkawang Selatan yang berjumlah 24 orang, dengan jumlah siswa laki-laki 12 dan siswa perempuan 12 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Sebagai berikut : Teknik observasi langsungdan tehnik komunikasi tidak langsung Proses penelitian dilaksanakan dalam dua siklis dengan uraian sebagai berikut : Siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2014. Siklus II dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2014. Setiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan dengan materi menyesuaikan pada kondidsi pembelajaran, dan setiap kali pertemuan dilaksanakan 2 x 35 menit. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Siklus I Diawal kegiatan pembelajaran guru menyuruh satu orang siswa untuk memimpin doa, guru menanyakan kehadiran siswa, melakukan apersepsi, dan memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan dan sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian guru menayangkan beberapa slide yang berkaitan dengan materi pelajaran sebagai dasar pengamatan siswa sebelum melakukan percobaan. Berikut fase demi fase kegiatan PBL : FASE-FASE Fase 1 Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan dan langkah-langkah yang akan dilakukan siswa guna membuktikan permasalahan yang diteliti Fase 2 Siswa dibgi menjadi 6 kelompok: 1. Kelompok 1 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/2 2. Kelompok 2 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/3
PERILAKU GURU Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan bahan/alat media yang digunakan. Memotivatsi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah. Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas diberikan pada masing-masing kelompok
95
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
3.
Kelompok 3 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/4 4. Kelompok 4 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/5 5. Kelompok 5 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/6 6. Kelompok 6 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/7 Fase 3 Siswa membuktikan 1. Kelompok 1 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/2 a.Siswa memotong buah apel menjadi dua bagian, kemudian menuliskan 6 lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa menggaris gambar lingkaran menjadi dua bagian, kemudian mengaksirnya satu bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya. 2.
3.
4.
Mendorong siswa utuk mengumpulkan informasi yang sesuai ,melaksanakan ekspirimen untuk membuktikan dan mendapatkan penjelasan dari penyelesaian masalah.
Kelompok 2 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/3 a.Siswa memotong buah apel menjadi 3 bagian, kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi tiga bagian , kemudian mengaksirnya satu bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya. Kelompok 3 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/4 a.Siswa memotong buah apel menjadi 4 bagian, kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi empat bagian , kemudian mengaksirnya satu bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya. Kelompok 4 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/5 a.Siswa memotong buah apel menjadi 5 bagian, kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi lima bagian , kemudian mengaksirnya satu bagian , lalu menuliskan lambang
96
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya. 5.
6.
Kelompok 5 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/6 a.Siswa memotong buah apel menjadi 6 bagian, kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi enam bagian , kemudian mengaksirnya satu bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya. Kelompok 6 membuktikan awal terjadinya pecahan 1/7 a.Siswa memotong buah apel menjadi 7 bagian, kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi tujuh bagian , kemudian mengaksirnya satu bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya. Setelah selesai melakukan percobaan masing-masing kelompok membagikan hasil percobaan pada tiap kelompok lainnya 1 lembar
Fase 4 Setelah masing-masing kelompok melakukan percobaan sesuai tugasnya, dan menerima pecahan hasil kelompok lain,tugas masingmasing selanjutnya adalah memdeskripsikan hasil temuannya dan mengurutkan pecahan dari yang terkecil ke terbesar sebagai bahan laporan kegiatan pada lembar kerja . Fase 5 Masing-masing kelompok melaporkan hasil percobaanya didepan kelas, kelompok lain mengevaluasi hasil kerjanya, apakah sudah benar pekerjaannya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan kegiatan
Mengevaluasi hasil belajar siswa tentang materi yang sudah dipelajari/meminta masingmasing kelompok untuk presentasi
Setelah melakukan pelaporan siswa diberi kesempatan mengerjakan soal soal, setelah selesai kita koreksi, dan nilainya tertera didalam tabel dibawah ini. Tabel 4.1 NO 1 2 3 4
SKOR 100 90 80 70
JUMLAH SISWA 4
TUNTAS/TIDAK TUNTAS
TUNTAS
97
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
5 6 7 8 9
65 60 55 50 40
2 2 5 9 2
TUNTAS TUNTAS TIDAK TUNTAS TIDAK TUNTAS TIDAK TUNTAS
Seperti yang kita lihat pada tabel diatas siswa yang tuntas dengan KKM 60, pada siklus 1 hanya 8 orang( 33,3 %) Jadi masih jauh perbedaan antara siswa yang tuntas dengan yang tidak tuntas, maka penelitian perlu dilanjutkan pada siklus II. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada grafik dibawah ini. 18 16 14 12 10
.
8
Tidak Tuntas
6
Tuntas
4 2 0 tuntas
tidak tuntas
Grafik Hasil Belajar Siklus 1
B.
Hasil Penelitian Siklus II Karena hasil belajar siswa pada siklus 1 masih belum mencapai target 80 % tuntas, maka pada siklus 2 ini, perbaikan ditekan pada masalah yang timbul pada siklus 1 . Diawal kegiatan pembelajaran guru menyuruh satu orang siswa untuk memimpin doa, guru menanyakan kehadiran siswa, melakukan apersepsi, dan memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan dan sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian guru menayangkan beberapa slide yang berkaitan dengan materi pelajaran sebagai dasar pengamatan siswa sebelum melakukan percobaan. Berikut fase demi fase kegiatan PBL siklius II : FASE-FASE Fase 1 Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan dan langkah-langkah yang akan dilakukan siswa guna membuktikan permasalahan yang diteliti Fase 2 Siswa dibgi menjadi 6 kelompok: 1. Kelompok 1 membuktikan awal terjadinya pecahan 2/12 2. Kelompok 2 membuktikan awal terjadinya pecahan 3/12 3. Kelompok 3 membuktikan awal terjadinya pecahan 4/12
PERILAKU GURU Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan bahan/alat media yang digunakan. Memotivatsi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah. Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas diberikan pada masing-masing kelompok
98
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
4.
Kelompok 4 membuktikan awal terjadinya pecahan 5/12 5. Kelompok 5 membuktikan awal terjadinya pecahan 6/12 6. Kelompok 6 membuktikan awal terjadinya pecahan 7/12 Fase 3 Siswa membuktikan 1. Kelompok 1 membuktikan awal terjadinya pecahan 2/12 a.Siswa memotong buah pisang menjadi dua belas bagian, tutup permukaan dua bagian potongan dengan kertas origami sebesar potongan buah pisang, kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi dua belas bagian , kemudian mengaksirnya dua bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya
Mendorong siswa utuk mengumpulkan informasi yang sesuai ,melaksanakan ekspirimen untuk membuktikan dan mendapatkan penjelasan dari penyelesaian masalah.
2. Kelompok 2 membuktikan awal terjadinya pecahan 3/12 a.Siswa memotong buah pisang menjadi dua belas bagian, tutup permukaan tiga bagian potongan dengan kertas origami sebesar potongan pisang, kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi dua belas bagian , kemudian mengaksirnya 3 bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya 3.
Kelompok 3 membuktikan awal terjadinya pecahan 4/12 a.Siswa memotong buah pisang menjadi dua belas bagian, tutup permukaan 4 bagian potongan dengan kertas origami sebesar potongan pisang , kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi dua belas bagian , kemudian mengaksirnya 4 bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya
4. Kelompok 4 membuktikan awal terjadinya pecahan 5/12 a.Siswa memotong buah pisang menjadi dua belas bagian, tutup permukaan 5 bagian potongan dengan kertas origami sebesar potongan pisang , kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai
99
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi dua belas bagian , kemudian mengaksirnya 5 bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya 5. Kelompok 5 membuktikan awal terjadinya pecahan 6/12 a.Siswa memotong buah pisang menjadi dua belas bagian, tutup permukaan 6 bagian potongan dengan kertas origami sebesar potongan pisang , kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi dua belas bagian , kemudian mengaksirnya 6bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya 6. Kelompok 6 membuktikan awal terjadinya pecahan 7/12 a.Siswa memotong buah pisang menjadi dua belas bagian, tutup permukaan 7 bagian potongan dengan kertas origami sebesar potongan pisang , kemudian menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian buah yang sudah dipotongnya. b.Siswa membagi /menggaris lingkaran sama besar menjadi dua belas bagian , kemudian mengaksirnya 7 bagian , lalu menuliskan lambang pecahan pada 6 lembar kertas sesuai bagian lingkaran yang sudah diaksirnya. Setelah selesai melakukan percobaan masing-masing kelompok membagikan hasil percobaan pada kelompok lainnya. Fase 4 Setelah masing-masing kelompok melakukan percobaan sesuai tugasnya, dan telah menerima hasil percobaan kelomppok lain, tugas masingmasing kelompok selanjutnya adalah memdeskripsikan hasil temuannya dan mengurutkan pecahan hasil percobaan dari yang terbesar ke terkecil, menuliskan laporan kegiatan pada lembar kerja . Fase 5 Masing-masing kelompok melaporkan hasil percobaanya didepan kelas, kelompok lain mengevaluasi hasil kerjanya mengoreksi hasil kerja kelompoknya ,apakah sudah benar pekerjaannya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan kegiatan
Mengevaluasi hasil belajar siswa tentang materi yang sudah dipelajari/meminta masingmasing kelompok untuk presentasi
Setelah melakukan pelaporan, siswa diberi kesempatan mengerjakan soal soal, setelah selesai kita koreksi, dan nilainya tertera didalam tabel dibawah ini.
100
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 4.3 JUMLAH SISWA 1 2 2 5 4 6 1 3
SKOR 100 90 80 75 70 65 60 55 50
TUNTAS/TIDAK TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TIDAK TUNTAS TIDAK TUNTAS TIDAK TUNTAS
Seperti yang kita lihat pada tabel diatas siswa yang tuntas dengan KKM 60, pada siklus 2 ada 20 .orang( 83,3 %) Jadi karena sudah mencapai target yang ditentukan, sehingga tidak perlu dilanjutkan pada siklus III.Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada grafik dibawah ini. Tabel 4.4 25 20 15
. Tidak Tuntas
10
Tuntas 5 0 tuntas
tidak tuntas
. Pada siklus 1 siswa yang tuntas hasil belajarnya 8 orang, kalau dipersentasekan 33,3 %, dan dilanjutkan pada siklus 2, sedangkan pada siklus 2 siswa yang tuntas 20 orang, kalau dipersentasekan 83,3 %. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Setelah melaksanakan tindakan penelitian dua siklus, pada pembelajaran matematika kelas VI dengan model problem based learning pengenalan pecahan sederhana oleh peneliti dan teman sejawat, diperoleh rekapitulasi hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 11 Singkawang Selatan dapat dilihat pada tabel 4.4 Katagori kenaikan hasil belajar siswa menurut Nana Sujana ( 2011: 77 ) dapat dilihat di bawah ini. A = 81 – 100 % ( sangat tinggi ) B = 61 – 80 % ( tinggi ) C = 41 – 60 % ( cukup tinggi ) D = 21 – 40 % ( rendah ) E = 0 - 20 % ( sangat rendah ) Tabel 4. 5 Rekapitulasi hasil belajar Siswa dalam pembelajaran Matematika Menggunakan model problem based learning dengan jumlah siswa 24 orang No
Variabel penelitian
1 2
Hasil belajar rata-rata Ketuntasan belajar
Siklus I Muncul 55,20 33,3 %
101
Siklus II Muncul 65,62 83,3 %
Peningkatan Muncul 10,42 50 %
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan tabel 4. 5 dapat dilihat peningkatan yang terjadi pada setiap variabel penelitian hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning pengenalan pecahan sederhana pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 11 Singkawang Selatan dijelaskan sebagai berikut : 1. Hasil belajar Hasil belajar siswa rata-rata pada siklus 1, adalah 55,20, pada siklus 2, adalah 65,62, jadi ada peningkatan rata-rata perolehan hasil belajar yakni 10,42 2. Ketuntasan belajar Ketuntasan belajar siswa pada siklus 1, adalah 33,3 %, pada siklus 2, adalah 83,3 %, jadi ada peningkatan perolehan ketuntasan hasil belajar yakni 50 % KESIMPULAN Bertolak dari hasil temuan dan pembahasan terdahulu tentang peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model problem based learning di kelas VI SD Negeri 11 Singkawang Selatan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model problem based learning ternyata dapat ditingkatkan, hal ini terbukti dari ( hasil temuan di siklus kesiklus yaitu siklus I, dan siklus II ) dimulai dari siklus 1,adalah rata-rata 55,20 meningkat menjadi 65,62 pada ( siklus II ). Dengan kata lain hasil belajar siswa meningkat sebesar 10,42 . 2. ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model problem based learning ternyata dapat ditingkatkan, hal ini terbukti dari ( hasil temuan di siklus kesiklus yaitu siklus I, dan siklus II ) dimulai dari siklus 1adalah 33,3 % meningkat menjadi 83,3 % pada( siklus II ). Dengan kata lain ketuntasan hasil belajar siswa meningkat sebesar 50 %, dengan kategori cukup tinggi SARAN Berdasar dari pembahasan dan kesimpulan diatas peneliti menyarankan sebagai berikut: 1. Bagi guru yang mengajarkan matematika khususnya di kelas VI perlu menerapkan model tertentu yaitu model problem based learning, agar hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. 2. Agar hasil penelitian ini dapat ditularkan pada gugu-guru yang mengajar matematika atau mengajarkan pelajaran lainnya, perlu dilakukan penelitian lanjutan demi pihak lain, apakah perlu kelas yang sama, atau kelas yang berbeda, pada meteri yang sama atau materi yang berbeda khususnya guru-guru yang mengajar matematika di Sekolah Dasar. DAFTAR PUSTAKA Algifari (2013) Statistika Deskriptif Plus dan Bisnis. Yogyakarta : Unit Penerbit Dan Percetakan Sekolah Tinggi Manajemen YKPN Anton M. Moeliono (2008 ) Kamus Besar Bahas Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama BNSP (2011). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta: Depdiknas FKIP UNTAN (2007) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Pontianak. Edukasi press FKIP UNTAN IGAK Wardhani, Kurwaya Wihardit (2008 ). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta.UT Kusubakti Andajani, Yuni Pratiwi (2012). Model-Model Pebelajaran Kreatif Dan Inovatif. Malang.UM Melvin L. Silberman ( 2012 ). Active Learning( 101 Cara Belajar Siswa Aktif ). Bandung: Nuansa. Muhammad Risal (2011) Metodologi Pembelajaran. (Online).(http://www.artikelbagus. com/2011/06/kelebihan-dan-kelemahan-model.html) diakses tanggal 14 Maret 2014 Muchtar A. Karim ( 2006 ) Pendidikan Matematika II. Jakarta. Universitas terbuka Nar Herhyanto, H.M. Akab Hamid ( 2007 ) Statistika Dasar. Jakarta. Universitas Terbuka. Noor Latifah ( 2008) Hakekat Aktivitas Siswa. (Online). ( Noor Latifah.http://-latifah04.wordpress,com. Diakses 15 maret 2014
102
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PENGEMBANGAN KOMPETENSI MAHASISWA MATERI MATEMATIKA SEKOLAH MELALUI PEMBELAJARAN CRL DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PRAKTEK PEMBELAJARAN DI KELAS ASKURY Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang Abstrak: Penelitian ini mengungkap bagaimana mengembangkan kompetensi mahasiswa materi matematika sekolah melalui pembelajaran CRL dalam rangka mempersiapkan praktek pembelajaran di kelas. Dalam beberapa literature guru pemula banyak mengalami permasalahan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Dari pengalaman penulis, sewaktu mengamati mahasiswa PPL di kelas mahasiswa calon guru dalam menyampaikan materi masih ngambang,ragu-ragu,berbelit-belit.Mengembangkan kompetensi melalui pembelajaran dengan pendekatan CRL dalam penelitan ini adalah mempersiapkan calon guru untuk mengkonstruksi dan mengembangkan penalaran dalam mempersiapkan PPL di kelas. Penelitian ini memberikan model pengembangan kompetensi matematika melalui pohon matematika, dimana setiap ranting yang dalam hal ini (rumus) selalu berhubungan satu dengan lainya. Untuk mencari hubungan tersebut mahasiswa dituntut mengembangkan penalaranya. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa yang mengikuti matakuliah MATDAS I semester ganjil 2010/2011 di Jurusan Matematika UM prodi Pendidikan Matematika. Secara umum mahasiswa dapat mengkonstruksi rumus dan mengembangkan penalaran dengan baik, hal ini dapat dilihat dari hasil kerja mahasiswa tentang pohon persamaan garis lurus. Kata Kunci : pengembangan, kompetensi, matematika , pembelajaran, CRL, praktek pembelajaran, di kelas.
Program pendidikan guru matematika pada lembaga pendidikan guru mempunyai misi utama yaitu mencetak calon-calon guru matematika yang profesional dalam bidang matematika sekolah, mulai dari tingkat SD, SMP maupun SMA. Para mahasiswa program pendidikan khususnya calon guru matematika perlu memiliki berbagai kemampuan akademik sebagai bekal dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Untuk maksud tersebut, para mahasiswa perlu menempuh serangkaian matakuliah yang termuat dalam kurikulum pada lembaga pendidikan tersebut yang dapat menunjang proses pembelajaran matematika di sekolah, yaitu matakuliah matematika dasar yang termuat dalam matakuliah matdas I,II dan III mengkaji materi matematika SMA. Matakuliah PPL dapat dipandang sebagai akumulasi dari serangkaian proses yang ditempuh dalam mengikuti matakuliah-matakuliah sebelumnya. Dalam menempuh matakuliah PPL, lazimnya para mahasiswa mengikuti prosedur dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap persiapan para mahasiswa melakukan peer- teaching di kampus dengan bimbingan guru inti (tim MGMP), dosen pembina matakuliah PBM, sedangkan pada tahap pelaksanaan di kelas para mahasiswa didampingi oleh guru pamong mata pelajaran dan sekalisekali didatangi oleh dosen pembina matakuliah PBM. Dalam pemantapan kompetensi mahasiswa, prosesnya harus disesuaikan dengan karakteristik bidang studinya. Untuk program studi pendidikan matematika, lebih ditekankan pada penalarannya. Sesuai yang ditegaskan Lithner (2000) bahwa tujuan yang sangat penting dari pelajaran matematika adalah mengajarkan siswa bernalar logis. Karena itu penalaran merupakan dasar dari matematika dan komponen fundamental. Jika kemampuan penalaran tidak dikembangkan dalam diri siswa, maka matematika menjadi suatu kumpulan prosedural. Sementara dalam proses belajar mengajar, kebanyakan pengajar matematika mengajarkan prosedur tanpa menjelaskan mengapa prosedur tersebut digunakan. Akibatnya siswa beranggapan bahwa dalam menyelesaikan masalah, cukup memilih prosedur penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang diberikan. Dalam hal ini fokus pembelajaran tidak pada mengapa prosedur tertentu itu yang digunakan untuk menyelesaikan, tetapi prosedur mana yang dipilih untuk menyelesaikan masalah dan pada bagaimana menyelesaikan dengan prosedur tersebut. Akibatnya banyak siswa yang kurang menggunakan daya nalarnya dan kurang mampu bernalar secara baik. 103
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan catatan penulis selama magang mengajar di SMP Negeri I Malang, tahun 2004 ketika seorang guru matematika kesulitan dalam menjabarkan rumus persamaan garis yang melalui dua titik, dia langsung memberikan beberapa rumus persamaan gabut tanpa menjelaskan penalaran terbentuknya rumus tersebut.
y y1 x x1 = ,(2) y y1 = m( x x1 ) , y 2 y1 x 2 x 1 x y (3) y mx n , dan (4). ax by c 0 .(5) 1 Pembelajaran dengan memberikan a b Adapun rumus yang diberikan antara lain : (1).
prosedur penyelesaian masalah tanpa memberikan dasar penalaran munculnya prosedur juga terjadi di hampir semua mahasiswa yang sedang mengikuti program PPL, sehingga mengakibatkan kesan pembelajaran yang kurang baik bagi siswa. Berkembangnya pembelajaran yang hanya memberikan prosedur dapat terjadi karena: (1) kompetensi pengajar tentang materi yang diajarkan masih kurang atau (2) metode pembelajaran yang menjadi referensi guru/mahasiswa kurang. Seorang pengajar yang kompetensi (penguasaan) materinya kurang, seperti: kurang mengetahui asal-usul munculnya prosedur (rumus, algoritma) atau kurangnya pemahaman terhadap suatu konsep tentunya akan kesulitan untuk menyampaikan materi kepada siswanya. sehingga pembelajaran yang terjadi adalah: memberikan prosedur kepada siswa, memberi contoh soal yang bersesuaian dengan prosedur tersebut, dan siswa diberi soal latihan untuk dikerjakan sesuai prosedur yang diberikan. Seperti ditegaskan Soedjadi (2001: 1), bahwa selama ini pembelajaran matematika di berbagai sekolah, disajikan dengan urutan: (1) diajarkan teori/definisi/teorema melalui pemberitahuan, (2) diberikan contoh-contoh, (3) diberikan latihan soal. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ini, siswa cenderung menerima dan menyalin teorema/definisi dan contoh-contoh yang diberikan guru. Menurut Leron (2005) pembelajaran ini hanya merupakan proses meniru dan tidak memuat unsur penalaran yang bermakna. Akibatnya, ketika siswa dihadapkan pada permasalahan problem solving, siswa tidak akan bisa menyelesaikan. Sedangkan Pape (2004) menegaskan bahwa siswa yang diajar dengan mengedepankan prosedur tanpa penalaran, dalam menyelesaikan masalah akan cenderung mengikuti pendekatan DTA (Direct Translated Approach). Minimnya referensi metode pembelajaran yang dimiliki oleh pengajar, disebabkan oleh kebiasaan pengajar hanya meniru pembelajaran yang dilakukan oleh pendahulunya, belum adanya keberanian untuk berinovasi. Proses pembelajaran diperoleh dari proses turun temurun. Akhirnya pembelajaran tidak berkembang baik pada guru maupun pada mahasiswa yang sedang PPL. Karena pembelajaran yang terbanyak masih bersifat konvensional, maka kecenderungan guru/calon guru juga akan menerapkan pembelajaran konvensional. Karena itu perlu adanya upaya untuk merubah pembelajaran yang bersifat prosedural (yang hanya menyampaikan prosedur tanpa diikuti kebermaknaannya) ke arah pembelajaran yang bernuansa: membelajarkan siswa (learning) dengan mengkonstruksi (contruct) prosedur dan konsep didasarkan pada penalaran (reasoning), yang selanjutnya disingkat CRL. Pembelajaran CRL memiliki penekanan pada tiga aspek. Pertama, menekankan aspek membelajarkan mahasiswa. Karena itu mahasiswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan pemebalajaran di kelas, aktif untuk menemukan gagasan matematika, dan aktif untuk menyampaikan gagasannya. Kedua, menekankan aspek konstruksi pengetahuan (prosedur dan konsep). Dengan mengkonstruksi pengetahuannya, mahasiswa akan mengetahui asal-usul dari suatu prosedur, sehingga mampu menjelaskan mengapa prosedur tersebut digunakan. Ketiga, mengkonstruksi masalah-masalah matematika yang memiliki muatan penalaran. Untuk lebih memantapkan kempetensi mahasiswa terhadap suatu materi, maka mereka harus mengajarkan hasil konstruksinya kepada mahasiswa lain dengan metode penemuan terbimbing. Dengan pembelajaran CRL diharapkan dapat merubah suasana pembelajaran yang selama ini masih didominasi oleh pembelajaran konvensional. Seperti yang ditegaskan oleh Somerset dan Suryanto (dalam Yuwono, 2000), bahwa pembelajaran matematika di berbagai sekolah masih menggunakan pendekatan tradisional atau “konvensional”. Konsep, prinsip, definisi dan rumus-rumus dalam matematika diajarkan melalui pemberitahuan oleh guru kepada siswa. Guru cenderung mengajarkan matematika secara simbolis/abstrak yang bertentangan dengan perkembangan kognitif anak. Guru lebih mementingkan hasil dan kurang memperhatikan proses belajar siswa. Untuk mengejar target kurikulum, guru memecah materi 104
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pelajaran menjadi bagian-bagian kecil, seperti: memberi contoh, menghafal fakta, konsep, definisi dan prinsip, dengan menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran. Akibat negatif dari pembelajaran matematika secara konvensional adalah:pembelajaran menjadi terpusat kepada guru, siswa menjadi pasif, guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran, siswa tidak dilibatkan secara aktif sehingga siswa hanya menghapal konsep, prinsip, defenisi dan rumus. Seperti yang dinyatakan oleh Marpaung (1995) “…mungkin ada hubungannya dengan proses pembelajaran di kelas yang berorientasi pada kurikulum, yaitu guru berpandangan bahwa tugas utama mereka adalah menyelesaikan bahan ajar pelajaran yang termuat dalam GBPP atau dalam buku murid, bukan untuk menolong murid agar mereka mengerti materi yang mereka pelajari. Proses belajar di kelas sangat didominasi oleh guru, murid menerima secara pasif saja, bahkan mereka hanya berusaha menghafalkan rumus”.
Hal inilah yang diupayakan untuk diubah, diharapkan dengan perubahan tersebut dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi matematika. Dominasi guru dalam pembelajaran dikurangi dan dialihkan kepada siswa (student center). Dalam pembelajaran, siswa yang membangun sendiri pengertian dari apa yang dipelajarinya. Sebagaimana yang dianjurkan oleh paham konstruktivis dalam pendapat-pendapat berikut: Menurut Chomaidi (dalam Syahputra, 1998 : 2), strategi pembelajaran kepada peserta didik (siswa) sekarang ini cenderung bersifat sekedar memindahkan ilmu pengetahuan saja. Strategi ini harus diubah, yaitu diarahkan kepada kegiatan yang sifatnya dapat merangsang kreativitas peserta didik dalam proses belajar mengajar. Dalam pengajaran baru ini peserta didik harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga mereka terbiasa menemukan, mencari, mendiskusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran.
Dalam hal ini, ilmu pengetahuan sekarang adalah pengakuan bahwa pengetahuan itu bukanlah merupakan entitas yang dapat ditransfer dari mereka yang telah memiliki pengetahuan ke mereka yang belum memiliki. Pengetahuan merupakan sesuatu yang harus dibangun oleh siswa itu sendiri. Pandangan pengetahuan sebagai konstruksi individu dikenal sebagai paham konstruktivis. Hakekat dari pembelajaran menurut konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus secara individu menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi lain, apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Teori konstruktivis menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran. Di dalam kelas yang kegiatan pembelajarannya terpusat pada siswa, peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi mereka sendiri (Slavin dalam Nur , 2000) Dalam penelitian ini dikembangkan pembelajaran CRL untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa terhadap materi matematika. Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik (Burke McAshan,1995:45). Sedangkan Gordon (1988;109) dalam Mulyasa menjelaskan beberapa ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut. 1. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognisi, misalnya seorang mahasiswa/guru mengetahui cara melakukan mengidentifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran kepada siswa sesuai dengan kebutuhannya. 2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu, misalnya seorang mahasiswa/guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi siswa agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. 3. Kemampuan (skill), yaitu sesuatu yang dimilikki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan mahasiswa/guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan dalam membelajarkan pelajaran kepada murid. 4. Nilai (value), yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan dan demokratis).
105
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
5. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar, misalnya reaksi mahasiswa/guru terhadap siswa yang sering mengganggu atau sering bertanya hal-hal di luar pelajaran. 6. Minat (interest), adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu yang dia belum ketahui. Selanjutnya pembelajaran dengan CRL akan dilaksanakan pada matakuliah Matdas I yang mengkaji matematika SMP mulai dari klas VII semester I dan II serta klas VIII semeter I. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1).Bagaimanakah pengembangan dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran dengan CRL pada matakuliah Matdas I? (2).Bagaimana aktivitas mahasiswa selama pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran CRL? Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:(1).Untuk menghasilkan contoh perangkat pembelajaran dengan pembelajaran CRL pada matakuliah Matdas I. (2). Mendeskripsi aktivitas mahasiswa selama pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran CRL. Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Matematika FMIPA pada mahasiswa program pendidikan yangmengikuti matakuliah MatdasI pada semester ganjil 2010/2011. Penelitian ini bermanfaat baik secara kelembagaan maupun secara individual. Secara kelembagaan penelitian ini dapat menjadi masukan dalam rangka meningkatkan dan mengkaji ulang materi-materi PBM khususnya untuk matakuliah Matdas I di Jurusan Matematika UM bagi mahasiswa Jurusan Pendiudikan Matematika . Secara individu penelitian ini dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa calon guru sehingga pada saat praktek pengalaman di kelas mahasiswa tersebut benar-benar sudah siap, implikasinya guru pamong di lapangan merasa senang, tidak terbebani untuk mengulang kembali pelajaran yang telah diajarkan oleh mahasiswa PPL, dan dosen pembimbing pada saat meninjau.mahasiswa PPL di kelas merasa senang yang pada akhirnya lulusan dari Jurusan Matematika UM, khususnya mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika akan mendapatkan kepercayaan untuk dijadikan guru di lembaga tersebut. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan bidang pendidikan matematika. Sebagai penerapan langkah-langkah kegiatan pada jenis penelitian pengembangan perlu menyusun rancangan penelitian. Rancangan penelitian akan menjelaskan perencanaan proses penelitian secara garis besar dengan memperhatikan tujuan penelitian yang telah irumuskan. Secara garis besar aktivitas masing-masing tahap dalam penelitian disajikan sebagai berikut 1.Tahap orientasi, yaitu melakukan observasi pengkajian kompetensi matematika mahasiswa yang mengikuti matakuliah Matdas I . Pada tahap orientasi akan didapatkan gambaran terhadap rancangan desain awal penelitian, mulai dari deskripsi matakuliah, kontrak belajar, cara pembelajaran, cara penilaian dari matakuliah Matas I. Dari hasil obeservasi dan diskusi dengan tim peneliti disepakati materi yang akan dimunculkan adalah persamaan garis lurus. Kebanyakan buku ajar yang beredar dipasaran pembuktian atau pemunculan persamaan garis tanpa keterangan atau pembuktian sehingga saat peneliti mengajarkan persamaan garis lurus dengan menampilkan rumus-rumus yang berbeda (1).
y y1 x x1 = , y 2 y1 x 2 x 1
(2). y y1 =
m( x x1 ) , (3) y mx n , (4) ax by c 0 dan (5)
x y 1 a b
2. Tahap pengembangan/mendapatkan rumus merupakan refleksi dari tahap orientasi, akan menghasilkan desain pembelajaran guna meningkatan kompetensi persamaan garis lurus yang berupa Rencana Pembelajaran dengan pokok bahasan persamaan garis lurus untuk mendapatkan rumus (1), (2), (3), (4) dan (5) yang nantinya akan dihimpun dalam pohon persamaan garis dengan rumus (1), (2), (3), (4) dan (5) sebagai cabang yang dihubungkan ,, atau . Dengan menggunakan penalarannya, mahasiswa akan memahami syarat berlakunya rumus (1), rumus (2), rumus (3) , rumus (4) dan rumus (5). Dari hasil pengembangan mahasiswa juga harus mengetahui hubungan antara rumus-rumus tersebut, . misalnya rumus (1) (2),artinya rumus (2) didapat dari rumus (1), dengan diberi pembuktian Makin banyak panah yang menghu-
106
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
bungkan rumus-rumus tersebut pohon persamaan garisnya makin rindang. Dengan demikian pemahaman mahasiswa yang mengikuti matakuliah Matdas I khususnya tentang persamaan garis dapat dengan mudah memahaminya dan akhirnya mereka dapat menyimpulkan bahwa rumus-rumus tersebut tidak terkotak-kotak. HASIL Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian yaitu pengembangan dan hasil, serta aktivitas mahasiswa dalam mengkonstruksi rumus serta mengembangkan penalarannya dapat dilihat dibawah ini Untuk mendapatkan beberapa rumus persamaan garis lurus mahasiswa diajak untuk melihat gambar 1 yaitu dengan cara kesebangunan dua segitiga dengan menggunakan perbandingan diperoleh rumus 1 Persamaan Garis Rumus 1
y y1 x x1 y 2 y1 x2 x1 Dari C ( x, y )
y B
x ( x1 , y1 )
y x ( x2 , y 2 )
A
ilustrasi
di
samping,
y , dan x y y 2 y y1 maka: 1 x1 x 2 x x1 x x1 y y1 x1 x 2 y1 y 2 kemiringan(m)
karena
m AB mBC
Gb.1
x x1 y y1 y y1 x x1 atau y 2 y1 x2 x1 ( x2 x1 ) ( y 2 y1 ) Dari rumus (1) tersebut timbul suatu masalah bagaimana kalau x1 x2 . Dengan penalaran ternyata rumus (1) tidak berlaku kalau x1 x2 , artinya garis tidak mempunyai kemiringan. Rumus 2. y y1 m( x x1 )
y y1 x x1 , dari rumus 1 diubah menjadi y 2 y1 x2 x1 y y1 y y1 y y1 2 x x1 , dengan 2 m , ada syaratnya x1 x2 x 2 x1 x 2 x1 Maka : y y1 m( x x1 ) Rumus 3. y mx c y y1 x x1 , rumus 1 diubah menjadi y 2 y1 x2 x1 y y1 y y1 y y1 2 x x1 , dengan 2 m x 2 x1 x 2 x1 y y1 m( x x1 ) , rumus 2 diubah menjadi y y1 mx mx1 y mx mx1 y1 , dengan mx1 y1 = c Maka : y mx c Rumus 4. ax by c 0 y y1 x x1 , rumus 1 diubah menjadii y 2 y1 x2 x1 107
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
( y y1 )( x2 x1 ) ( y 2 y1 )( x x1 ) , kedua ruas dikalikan silang x2 y x1 y y1 x2 y1 x1 xy 2 x1 y2 xy1 y1 x1 ( x2 x1 ) y ( x1 x2 ) y1 ( y2 y1 ) x ( y2 y1 ) x1 ( x2 x1 ) y ( x1 x2 ) y1 ( y2 y1 ) x ( y2 y1 ) x1 0 ( x2 x1 ) y ( y1 y2 ) x ( x1 x2 ) y1 ( y2 y1 ) x1 0 b
a
c
dengan pemisalan
ax by c 0 Dengan rumus 2. y y1 m( x x1 ) , y y1 mx mx1 diubah menjadi y y1 mx mx1 0 , kedua ruas dikalikan dengan b by by1 bmx bmx1 0 , misalkan bm a dan by1 bmx1 c ax by c 0 Dengan rumus 3 . y mx c1 , kedua ruas dikalikan b by bmx bc1 by bmx bc1 0 , misalkan bm a dan bc1 c ax by c 0 . Rumus (4) adalah rumus persamaan garis secara umum, tanpa ada tertentu.
x y 1 a b y y1 x x1 Dari rumus 1. , diubah y 2 y1 x2 x1 ( y y1 )( x2 x1 ) ( y 2 y1 )( x x1 ) , kedua ruas dikalikan silang x2 y x1 y y1 x2 y1 x1 xy 2 x1 y2 xy1 y1 x1 ( x2 x1 ) y ( x1 x2 ) y1 ( y2 y1 ) x ( y2 y1 ) x1 ( x2 x1 ) y ( x1 x2 ) y1 ( y2 y1 ) x ( y2 y1 ) x1 0 ( x2 x1 ) y ( y1 y2 ) x ( x1 x2 ) y1 ( y2 y1 ) x1 0 Rumus 5.
s
t c tx sy c 0 , kedua ruas dibagi -c j
dengan pemisalan
tx sy c c 1 0 , misalkan a dan b c c t s x y 1 a b
108
syarat
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
CONTOH POHON PERSAMAAN GARIS
y y1 m( x x1 )
y mx c
ax by c 0
y y1 x x1 y 2 y1 x2 x1
x y 1 a b
Dari hasil penelitian bisa membantu mahasiswa mengembangkan/menciptakan pohonpohon matematika yang dapat membantu siswa dalam pemahamanya melalui pembelajaran dengan pendekatan CRL. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman. 2002. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Penemuan Terbimbing pada Topik Bangun-Bangun Segiempat di Kelas II SLTP Negeri Pekanbaru. Tesis. PPs Unesa Surabaya. Aiken, Lewis. 1997. Psychological Testing and Assessment. Ed.9. Allyn and Bacon. USA. Arends, Richard I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York. Mc Grow-Hill Companies.Inc. Bambang Irawan, Eddy dkk. 2003. Pengembangan Model Pengkajian Kosep Matematika sebagai upaya Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Calon Guru paa Pelaksanaan PPL di Kelas, Laporan Hibah Pengajaran, Jurusan Matematika UM
109
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Burke McAshan, 1995. Competency Based Education and Training, London, New York, Philadelphia, The Falmer Press Callahan, Joseph F. 1988, Planning for Competence, New York:Macmillan Publishing Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas, 2004. Pedoman Pembuatan Laporan hasil Belajar Siswa. Jakarta: Depdiknas Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. JICA. Jakarta: IMSTEP. Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. P2LPTK. Jakarta. Dirjen Dikti. Leinhartdt, G.1989. Math Lesson acontrast of novies and expert competence Journal for Research in Mathematics Education, USA NCTM. Lithner, K. 2000. Mathematical Reasoning in Task Solving. Educational Studies in Mathematics 41: 165 – 190, 2000. Netherlands: Kluwer Academic Publisher. Marpaung, Y. 1995. Mengejar Ketertingalan Kita dalam Pendidikan Matematika. Makalah disampaikan dalam upacara pembukaan program S-3 pendidikan matematika. UNESA Surabaya. Mulyasa, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung, Penerbit PT Remaja Rosdakarya. NCTM. 2000. Principle and Standards for School Mathematics. Reston: The National Council of Teacher Mathematics, Inc. Nur, M., Wikandari, Retno, P. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Kontruktivis dalam Pengajaran. Pusat Studi MIPA Unesa. UNESA Surabaya. Shohibul Kahfi, M. dkk, 2004, Matematika untuk SMP/MTs Kelas VII Berdasarkan Kurikulum 2004. Malang, Penerbit UM Press
110
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD BERBANTUAN LKS TOPIK VOLUME TABUNG PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 5 BATAM Tuti Siadari
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penerapan pembelajaran cooperative learning tipe STAD berbantuan LKS untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa SMP Negeri 5 Batam. Penelitian ini termasuk dalam jenis deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan cara rekaman menggunakan video. Hasil rekaman dideskripsikan dan dianalisis secara kualitatif berdasarkantahapan–tahapan pembelajaran kooperative tipe STAD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran cooperative STAD dapat meningkatkan antusiasme belajar dan kreativitas siswa. Siswa juga lebih memahami konsep dan prosedur menentukan volume tabung. Kata kunci : Cooperative Leaaning, STAD, Volume Tabung
Proses belajar mengajar yang dilakukan selama ini biasanya hanya bersifat ceramah, dan penugasan. Dalam proses pembelajaran guru banyak menjelaskan, sementara siswa hanya memperhatikan penjelasan guru tersebut. Setelah selesai satu pokok bahasan, guru melakukan ulangan. Ulangan dimaksudkan untuk melihat kemampuan siswa sampai dimana pemahaman siswa tersebut dapat menguasai materi yang sudah disampaikan.Orientasi ulangan ini menuntut siswa banyak menghafalkan. Menurut Silver (dalam Subanji, 2013:40) pembelajaran yang menekankan pada pengulangan disebut “mastery”. Pembelajaran seperti ini masih banyak kelemahan, antara lain: siswa mudah lupa dan tidak bisa menyelesaikan masalah yang tinggi tingkatannya. Guru sebagai pusat (center) dalam pembelajaran terlalu mendominasi rangkaian pembelajaran, sementara siswa hanya sebagai pendengar dan melakukuan apa yang diperintahkan oleh guru.Dalam pelaksanaannya guru kurang memberikan motivasi pada siswa, akibatnya siswa tidak menyadari apa maanfaat materi yang diberikan oleh guru tersebut. Sehingga hasil belajar siswa rendah. Dalam proses pembelajaran siswa “kurang” bisa aktif dalam proses pembelajaran. Ketika guru menyajikan materi dan siswa belum memahami materi tersebut, mereka tidak berani bertanya. Karena siswa beranggapan bahwa semua ilmu yang diberikan guru tersebut adalah benar dan siswa cukup menerima saja. Seiring dengan pertumbuhan siswa, bahwa gejolak pertumbuhan siswa sangat mempengaruhi daya ingat siswa tersebut.Yang sebenarnya adalah bahwa ingatan seorang anak biasanya lebih kuat dari pada orang dewasa. Proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru ternyata terlalu kaku dan monoton, hal ini terjadi karena guru menjelaskan materi,memberikan latihan,atau mengerjakan LKS,hanya itu-itu saja, guru tidak mampu menumbuhkan semangat bagaimana siswa tersebut terinsfirasi untuk berbuat dan menemukan sesuatu hal yang baru.Kendala-kendala tersebutlah yang memicu rendahnya prestasi belajar siswa. Kondisi pembelajaran yang demikian menyebabkan perlunya guru merubah pendekatan dan model pembelajaran yang dapat memacu siswa untuk aktif, kreatif, proaktif meningkatkan kemampuan berpikir, kerjasama serta memahami konsep pembelajaran yang dianggap sulit. Dari pengalaman tersebut, guru mengambil tindakan pembaharuan dalam proses belajar mengajar. Salah satu tindakan yang dilakukan adalah menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan tipe Student Team Achievement Devition (STAD) yang berbantuan dengan Lembar Aktivitas Siswa (LAS), di kelas IX. Pembelajaran kooperatif telah banyak dilakukan (Herman Mau, 2013; Supriono Santoso, 2013; Liliek Sulastri,2013; Sudarto;2013,). Sudarto (2013) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja siswa atau perangkat pembelajaran yang lain. Menurut Liliek Sulastri(2013) tipe STAD ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang sederhana, dan mudah dilaksanakan sebagai pembelajaran 111
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
melalui kelompok. Anggota kelompok menggunakan lembar kegiatan, atau lembar pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajaran. Kemudian, siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran dan memecahkan masalah melalui diskusi. Model pembelajaran kooperatif model STAD memberikan kesempatan kepada siswa terlibat aktif, berkomunikasi dengan teman dalam kelompok, lebih giat dalam belajar dan selalu dalam keadaan siap (Herman Mau,2013). Lembar Kerja Siswa dapat dipandang sebagai media interaksi pembelajaran yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik baik di sekolah ataupun di rumah, secara individu maupun berkelompok (Benediktus Herson Lagut,2013). Dalam penugasannya materi dalam lembar kerja siswa perlu disusun sedemikian rupa agar Lembar Kerja Siswa tersebut menjadi suatu kegiatan pembelajaran yang sistematis. Dalam pembelajaran, tidak cukup jika guru hanya menjadi pengajar atau penyampai informasi. Karena guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar yang mengetahui segala hal yang dibutuhkan oleh siswa. Begitupula guru tidak cukup jika hanya “memfasilitasi” siswa untuk belajar. Peran guru sebagai fasilitator berarti pemberi fasilitas (LKS, Buku, soal latihan, dan sebagainya) sehingga siswa bisa belajar (Subanji,2013). Adapun langkah-langkah pembelajaran cooperatif learning tipe STAD adalah sebagai berikut: Fase 1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, Fase 2) Menyajikan/ menyampaikan informasi, Fase 3) Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar, Fase 4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar, Fase 5) Evaluasi, Fase 6) Memberikan penghargaan (Slavin dalam Subanji, 2013) METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam kegiatan lesson study yang pelaksanaannya adalah plan, do dan see, yang bertempat di Pulau Buluh, SMP Negeri 5 Batam, tepatnya hari Rabu, tgl 15 Oktober 2014. Pengambilan datanya dilakukan dengan cara merekam (mendokumentasikan). Data yang terkumpul di analisis dengan tahap-tahap pembelajaran sehingga penelitian ini tergolong penelitian deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dalam kegiatan lesson study, dengan tahapan: PLAN – Perencanaan, DO- pelaksanaan pembelajaran, dan SEE- refleksi pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap plan (perencanaan) peneliti bersama 2 orang guru matematika yang tergabung dalam guru hinterland berdiskusi membuat rancangan pembelajaran.Adapun yang dipersiapkan adalah: (1) menentukan standar kompetensi, (2) menentukan kompetensi dasar, (3) membuat RPP, (4) memilih model pembelajaran yang hendak diterapkan, (5) merancang LKS, dan juga menentukan siapa yang menjadi guru “model” serta siapa-siapa saja yang akan menjadi “observer”. Pada tahap Do, real teaching dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2014 dengan waktu 2x40 menit dengan materi menentukan rumus volume tabung, dan menghitung volume tabung. Guru model mengimplementasikan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran tipe STAD. Pada awal pembelajaran guru model memberikan salam dan mengecek kehadiran siswa, mengkondisikan dan memusatkan perhatian siswa dengan menunjukkan kaleng susu. Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan mengadakan dialog. Guru : anak-anak,lihah ibu membawa apa? Siswa: kaleng susu bu. Guru: tahu kah kalian, kaleng susu itu berbentuk apa? Siswa: tabung, bu. Guru: baik hari ini kita belajar menemukan rumus volume tabung dan menghitung volume tabung Dari dialog tersebut, siswa sudah mengenal bentuk-bentuk tabung. Karena itu guru melanjutkan kegiatan mengungkap lebih jauh penguasaan materi prasyarat terkait dengan lingkaran. Guru : anak-anak, masih ingatkan rumus luas lingkaran? Siswa: masih bu (sebahagian siswa demikian), lupa bu (bagi siswa yang lupa tentang luas lingkaran) Guru : siapa yang bisa menyebutkan rumus luas lingkaran 112
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Siswa : saya bu( salah seorang siswa) πr2 Guru : bagus,benar sekali. Setelah melakukan dialog, guru membentuk kelompok diskusi.
Gambar 1. Kelompok Diskusi
Guru model membagikan LKS ketiap-tiap kelompok. Guru memberi petunjuk ke pada siswa bagaimanalangkah-langkah yang harus dikerjakan tiap kelompok pada LKS tersebut.Guru mengarahkan siswa untuk mengerjakan lembar aktivitas ke-1. Dalam waktu yang sudah di tentukan (10 menit) guru meminta siswa untuk melanjutkan ke lembar aktivitas ke-2. Setelah diskusi kelompok selesai,guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Berikut hasil kerja salah satu kelompok.
Gambar 2. Hasil Kerja Kelompok
Dari hasil presentasi siswa, ternyata siswa masih belum bisa menghubungkan volume prisma dan volume tabung. Siswa tidak memperhatikan konteks bacaan yang terdapat di dalam LKS yang direpresentasikan sebagai gambar yang ada di dalam LKS.Kemudian guru meminta kelompok lain yang berbeda dengan kelompok V untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Berikut hasil diskusi kelompok I.
Gambar 3. Hasil Kerja Kelompok 1
Dari hasil presentasi kelompok I ternyata kelompok tersebut dapat mempresentasi-kan dengan baik dan benar. Bahwa volume tabung = volume prisma dan volume tabung = luas alas x tinggi, sehingga diperoleh volume tabung = πr2t. Setelah itu guru meminta tiap kelompok untuk mempresentasikan lembar aktivitas ke-2, yaitu bagaimana cara menghitung volume tabung.
113
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 4. Hasil Kerja Kelompok 3
Dari hasil presentasi kelompok III pada lembar aktivitas ke-2, setelah diamati ternyata masih terdapat kesalahan dalam perkalian sehingga tidak sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu terdapat sekelompok siswa yang tidak mahir dalam perkalian, padahal langkah penyelesaiannya sudah benar.Dalam pelaksanaan pembelajaran guru model banyak memperoleh pengalaman baru yang sebagian besar hampir tidak terbayangkan pada saat merancang persiapan. Misalnya; pada saat guru menjelaskan materi ada anak yang tidak menghiraukan sama sekali apa yang di ajarkan oleh guru model dan tidak mempedulikan bahkan sering mengganggu teman yang lain dan harus dituntaskan dengan cara apa. Kemudian pada saat tanya jawab muncul hal yang tak terduga yaitu siswa belum bisa memahami perkalian dengan baik. Dalam hal inilah guru berusaha untuk membimbing siswa supaya menguasai perkalian, supaya dapat menyelesaikan soal dengan baik dan benar. Kemudian guru meminta kelompok IV untuk mempresentasikan hasil diskusinya, seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 5. Hasil Kerja Kelompok 4
Dari hasil presentasi kelompok IV ternyata dapat diselesaikan dengan baik dan benar,seperti terlihat pada gambar di atas. Selama proses belajar mengajar berlangsung, guru sudah mencatat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti untuk kemajuan belajar siswa. Setelah presentasi dari tiap kelompok selesai, guru memberikan reward ke pada siswa yang menampilkan hasil diskusinya dengan baik dan benar. Guru model mengulas kembali materi yang didiskusikan secara singkat sekaligus menyimpulkannya dan memberikan pujian kepada semua kelompok yang telah mempersentasikan hasil diskusinya dengan baik dan benar. Pada kegiatan terakhir guru memberikan kuis secara individu untuk melihat hasil belajar siswa pada topik “volume tabung”. PadaTahap Refleksi (See), kegiatan refleksi dilakukan di suatu ruangan, dimana guru model dan para observer berkumpul untuk menyampaikan hasil pengamatannya masing- masing. Refleksi di pandu oleh seorang moderator. Kegiatan refleksi ini merupakan tahapan yang merisaukan dan sekaligus menyenangkan karena dari kegiatan ini guru model dapat memperoleh ilmu dan pengalaman yang baru, yang terkait dalam proses belajar mengajar. Sebagai guru model, perlu persiapan fisik maupun mental karena di dampingi oleh para observer, gambaran keberhasilan dalam pelaksanaan pembelajaran yang sudah dilakukan. Demikian juga, guru pengamat akan bisa memberikan masukan terkait dengan kekurangan dan
114
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
keberhasilan dari guru model dalam menjalankan skenario pembelajaran yang sudah dibuat bersama-sama tersebut. Dalam kegiatan refleksi ditemukan fakta sebagai berikut. 1. Sebagian besar siswa masih kurang memahami materi perkalian. 2. Siswa yang benar-benar mendengarkan penjelasan guru bisa menjawab pertanyaan yang di berikan dengan benar, sedangkan bagi siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru tidak bisa menjawab pertanyaan dengan baik dan benar. 3. Siswa masih kurang dalam pemahaman kontek bacaan yang terdapat pada lembar aktivitas siswa. KESIMPULAN Pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dilengkapi dengan LKS (menemukan rumus volume tabung dan menyelesaikan soal yang berhubungan dengan volume tabung) dapat meningkatkan antusiasme belajar siswa untuk tercapainya kompetensi dasar berkaitan dengan volume tabung. Siswa juga lebih memahami konsep dan prosedur menentukan volume tabung. Pembelajaran dilakukan dengan berkelompok dengan tipe STAD dapat meningkatkan kreativitas belajar siswa dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Herson L, Benediktus,2013.Pembelajaran Limas Dengan Menggunakan LKS dan Model Limas di SMP N 2 Langke Rebong Kabupaten Manggarai NTT.Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Ma, Herman, 2013. Penerapan Pembelajaran Kooperative Model STAD Berbasis Lesson study Dalam Pembelajaran Sifat Komutatif Penjumlahan dan Perkalian.Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Subanji, 2013. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapannya dalam Pembelajaran Matematika Sekolah. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Subanji, 2013.Pembelajaran Matematika Kreatif dan inovatif. Penerbit Universitas Negeri Malang (UM PRESS ) Sudarto, 2013. Peningkatan hasil belajar siswa, Materi FPB dan KPK Melalui Pembelajaran Kooperative Model Students Team Achievement Division (STAD) Di Kelas IV MIN Tanah Grogoat.Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Sulastri, Liliek, 2013.Penerapan Pembelajaran Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Geometri dan Pengukuran,Siswa SMP 12 Tanjung Jabung Timur.Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang.
AKTIVITAS SISWA MEMAHAMI KONSEP HIMPUNAN MELALUI PEMBELAJARAN BERBANTUAN TRANSPARAN BERWARNA KELAS VII SMP N 2 BATAM Angelina Siswaty br. Hombing SMP Negeri 2 Batam
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pembelajaran berbantuan transparan berwarna untuk memahamkan konsep himpunan siswa kelas VII SMPN 2 Batam. Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaran bermakna. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa pembelajaran berbantuan media transparan dapat dilakukan dengan: (1) praktik pengambilan data kesukaan terhadap makanan, (2) mengonstruksi konsep himpunan berdasarkan hasil angket, dan (3) menyusun diagram venn. Dengan aktivitas praktik, siswa menjadi lebih bersemangat, antusias belajar, dan menyenangi belajar matematika. Kata kunci : himpunan, media pembelajaran
115
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kata sebuah “kumpulan, kelompok, gerombolan” sudah sering didengar ditelinga. Namun kata kumpulan, kelompok, gerombolan belum tentu dapat diartikan sebagai himpunan. Secara umum himpunan adalah kumpulan/kelompok benda-benda yang memiliki cirri-ciri atau krakteristik khusus. Dalam belajar himpunan siswa tidak bisa langsung mengartikan himpunan sebagai kelompok/kumpulan benda-benda, akan tetapi harus lebih dahulu diberi pemahaman/batasan tentang himpunan itu sendiri. Himpunan bukan sekedar kumpulan/kelompok benda-benda, tetapi harus diberi tambahan bahwa himpunan adalah kumpulan/kelompok benda-benda yang sudah dapat diartikan secara jelas. Kumpulan objek yang tidak memiliki ukuran jelas, seperti “kecantikan perempuan di kelasmu, criteria tingggi, sedang, rendah dari siswa”. Banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya pemahaman siswa tentang himpunan, antara faktor pembelajaran, faktor siswa, dan factor media pembelajaran. Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan tentang materi himpunan. Kurangnya siswa memahami arti himpunan secara detail dapat terlihat dari hasil ujian mereka. Siswa hanya memahami himpunan adalah sebagai kumpulan/kelompok benda-benda, tanpa diikuti karakteristik yang jelas. Masih ada siswa yang mengkategorikan “tinggi/sedang/rendah siswa di sekolahnya dan rasa enak/tidak enak makanan” sebagai contoh dari himpunan. Padahal tinggi/ sedang/rendah siswa dan rasa makanan tidak dapat diukur/diartikan dengan jelas. Selain itu, faktor ingatan siswa yang masih lemah, juga mempengaruhi pemahaman siswa tentang konsep himpunan. Pada saat guru menyampaikan materi, ada siswa yang dengan mudah memahami konsep himpunan. Namun pada saat dites kembali beberapa hari kemudian, hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Faktor guru juga mempengaruhi pemahaman siswa. Kebanyakan guru menggunakan pembelajaran himpunan tanya jawab, ceramah, dan mencatat ataupun salah penggunaan media. Tanya jawab dan ceramah tanpa menggunakan media pembelajaran sebagai alat bantu, seakanakan siswa dibawa ke dalam dunia khayalan. Padahal, secara umum siswa SMP tingkat berpikirnya masih banyak yang konkrit, belum mampu dibawa berpikir secara abstrak. Dengan adanya media pembelajaran, akan timbul keaktifan siswa dengan sendirinya tanpa ada paksaan untuk memahami ataupun untuk mengingat (berupa hapalan) selama pembelajaran. Pembelajaran himpunan dapat dilaksanakan dengan media pembelajaran. Pemanfaatan media dalam pembelajaran matematika sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Ributtati, 2013; Ika Jumaroh, 2013; Iriani Imur, 2013). Ributtati (2013) menjelaskan bahwa adanya media pembelajaran membuat siswa merasa tidak bosan dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran matematika. (Ika Jumaroh (2013) menjelaskan bahwa pernggunaan media belajar secara kongkret membuat materi semakin jelas dan mempermudah siswa memahami materi. Sedangkan Imur Iriani (2013) mengatakan bahwa guru membutuhkan matode dan strategi mengajar yang tepat. Peneliti merasa perlu melakukan penelitian pembelajaran materi himpunan dengan menggunakan media plastik transparan berwarna. Plastik transparan diperlukan untuk memperjelas menggambar himpunan. Plastik transparan juga bisa membantu siswa mampu menemukan irisan dan gabungan dari dua himpunan atau lebih. Media pembelajaran yang digunakan adalah angket dan plastik transparan berwarna yang berbentuk lingkaran. Tiga warna dipakai, untuk merepresentasikan tiga buah himpunan.
Gambar 1. Warna merepresentasikan 3 himpunan
Untuk menyeragamkan warna, dan hasil, maka disepakati warna merah sebagai himpunan A, warna kuning sebagai himpunan B, dan warna hijau sebagai himpunan C. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan empat tahapan pelaksanaan, yaitu: (a). perencanaan, (b). pelaksanaan tindakan, (c). pengamatan (observasi), (d). refleksi dan 116
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
(5) hasil. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Batam, Belakang Padang dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VIIA yang dipilih secara acak (random) dengan jumlah siswa 18 orang yang terdiri atas 10 orang laki – laki dan 8 orang perempuan pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan pembelajaran dengan media transparan untuk memahamkan konsep himpunan siswa kelas VII SMP N 2 Batam. HASIL DAN PEMBAHASAN Model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran bermakna. Dalam penelitian ini dilakukan pembelajaran dalam dua siklus. SIKLUS PERTAMA Pada siklus pertama, menggunakan tahapan perencanaan, pengamatan, tindakan dan hasil. Kompetensi dasar pada siklus pertama adalah menjelaskan pengertian himpunan, himpunan bagian, komplemen himpunan, operasi himpunan dan menunjukkan contoh dan bukan contoh. Pada siklus pertama, siswa diajak mengisi lembar aktivitas siswa tentang daftar belanja. Di akhir pertemuan siswa diberitahukan materi selanjutnya adalah irisan dan gabungan. Siswa diminta mengisi angket makanan kesukaan, diisi dengan memberi contengan pada makanan yang paling disukai Perencanaan Pada tahapan perencanaan, guru membuat bahan ajar berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran, persiapan kelas yang akan dijadikan obyek penelitian. Pelaksanaan Pada tahapan pelaksanaan ini, guru melaksanakan penelitian berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) kurikulum 2013, Pelaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran ada tiga bagian yang penting, yaitu bagian pendahuluan, inti, dan penutup. Pada kegiatan pendahuluan, guru mengadakan dialog dengan siswa seperti berikut. S1 : apa itu bu? S2 : mau dibuat apa bu? G : sambil mengajak siswa untuk tenang, mari kita lihat sama-sama, apa yang bisa kita buat dengan yang ibu bawa ini Gurupun melanjutkan penjelasannya. G : Anak-anak, kalau ibu ambil dan letakkan barang-barang kalian ini disini, kalian pasti bisa menyebutkan nama-nama barang-barang ini kan? (sambil mengambil dan meletakkan semua barang-barang yang ada di dalam kelas tersebut). G : Sekarang Ani dan Budi, ambil barang-barang yang kalian sukai dari barang-barang yang ibu kumpulkan! (bu guru meminta dua orang siswa maju ke depan) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
CABE BAWANG MERAH SABUN MINYAK GORENG PASTA GIGI GULA PASIR TEH SHAMPO DETERJEN BERAS
11. BAWANG PUTIH 12. GARAM 13. SUSU 14. KOPI 15. GAS 16. AIR ISI ULANG GALON 17. SIKAT GIGI Gambar 2. Daftar Belanja Nama Barang Kebutuhan Sehari-hari 18. PEWANGI PAKAIAN 19. SABUN CUCI PIRING 117 20. PEMBERSIH LANTAI
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Ketika siswa diminta mengambil barang-barang yang mereka sukai, ternyata ada siswa yang mengambil benda-benda yang tidak sejenis. Guru memberikan lembar aktivitas siswa, media pembelajaran dan membagikan kepada masing-masing kelompok dan meminta tiap-tiap kelompok membaca dengan cermat yang diperintahkan lembar aktivitas siswa tersebut. Adapun lembar aktivitas pada siklus pertama merupakan daftar belanjaan. Siswa diminta memperhatikan daftar belanjaan tersebut, kemudian guru memberikan scaffolding pada siswa. Hasil dari salah satu kelompok dari memilih daftar belanjaan tersebut sebagai berikut:
Gambar 3. Hasil Jawaban Siswa
Berdasarkan jawaban kelompok 3, terlihat bahwa siswa bisa mengelompokkan bendabenda belanjaan menjadi 3 kelompok, yaitu: bumbu memasak, benda kamar mandi, dan jenis minuman. Hal ini menunjukkan bahwa siswa bisa menentukan himpunan. Kegiatan penutup, guru membagikan angket makanan kesukaan kepada masing-masing siswa. Contoh angket yang telah diisi salah satu siswa.
118
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 3. Angket yang Diisi Siswa
SIKLUS II Pada siklus kedua, dilakukan hal yang sama pada siklus pertama, yaitu memberikan media pembelajaran. Tahapan yang dilakukan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi, dan hasil. Pada siklus kedua ini, diharapkan siswa dapat memahami konsep himpunan. Pada siklus kedua, guru menggunakan media pembelajaran plastic transparan dengan angket yang telah diisi siswa pada siklus pertama. Ketika guru menunjukkan media pembelajaran kepada siswa, muncul pertanyaan dari siswa, S3 :bu, ini lingkaran ya?, untuk apa? S4 :Menghitung luas lingkaran bu? G :ya, ini lingkaran tapi bukan untuk menghitung luas ataupun keliling daerah lingkaran. Lingkaran ini mau kita jadikan diagram venn (sambil memegang lingkaran hijau, kuning, dan merah) Hampir seluruh siswa menjawab : ooooooooooooooooooooooooooooo…. G :(dengan memberi sedikit petunjuk) Kita misalkan Lingkaran hijau untuk nama-nama yang suka bakso, yang merah untuk yang suka sate, yang kuning untuk yang suka soto. Sekarang coba kerjakan secara berkelompok. Seluruh siswa menjawab : ya bu Seluruh siswa mulai mengerjakan lembar aktivitas siswa. Diagram venn plastic transparan yang 3 warna bakso
Lina wati
Sate
Lina wati Erika
soto
Lina wati Erika
Putri Gambar 4. Salah satu Hasil pekerjaan ssiwa yang kurang tepat (kelompok A )
Diagram venn plastic transparan yang 3 Sate warna bakso Hanapi Loren Ayu
soto
Gambar 5. Salah satu hasil kerja siswa yang tepat (kelompok B)
119
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pada gambar 4 menunjukkan hasil yang kurang tepat, karena kelompok ini menuliskan nama-nama seluruh siswa yang menyukai bakso, soto, dan sate berdasarkan warna yang telah ditentukan. Jika berdasarkan jumlah anggota kelompok A tersebut 6 orang tetapi jumlah anggota kelompok yang sesungguhnya ada 3 orang. Pada gambar 4 telah menunjukkan hasil yang tepat. Siswa telah dapat membuat diagram venn yang tepat. Pada kelompok ini, siswa telah dapat menuliskan hasil lembar aktivitas siswa secara tepat. Jumlah anggota kelompok B 3 orang, dan dari diagram venn tersebut terlihat jumlah anggotanya ada 3 orang. Dari dua contoh yang dipresentasikan siswa tersebut, guru kemudian bertanya kepada para siswa. G :anak-anak coba perhatikan hasilkelompok A dan ?berapa jumlah anggota kelompok A? Seluruh siswa menjawab : 3 orang, bu G : Jika dilihat dari diagram ini, warna merah ada berapa orang? Seluruh siswa : 1 orang, bu G : Warna kuning? Seluruh siswa : 3 orang, bu G: Warna hijau? Seluruh siswapun serentak menjawab: 2 orang, bu G :Kalau dijumlahkan seluruh anggotanya ada berapa? Seluruh siswapun kembali menjawab :6 orang, bu Seluruh siswa kelihatan bingung dan bertanya-tanya kepada teman kelompoknya Kemudian guru bertanya kembali G : perhatikan kelompok B, Warna kuning saja ada berapa anggotanya? S1 : ga ada, bu G : Warna merah saja? S2 : ga ada bu G : warna hijau? S4 : ga ada juga bu G : Sekarang perhatikan warna merah dan kuning, ada berapa orang? S3 : 2 orang, bu G : Warna merah dan hijau, ada berapa orang? S3 : ga ada, bu G : warna merah dan kuning? S10 : ga ada juga bu Kemudian guru meminta siswa mengajak siswa memperhatika diagram venn kelompok B. Guru kemudian bertanya lagi : Kalo ketiga warna digabung, posisi tiga warna yang digabung itu berada dimana? Hampir seluruh siswa menjawab : ditengah bu G : siapa yang berada ditengah? S18 : Ayu saja, bu G : jadi kalau dijumlahkan, jumlah siswa dalam diagram venn tersebut ada berapa orang? Siswa seluruhnya menjawab : ada 3 orang G :Berapa jumlah anggota yang sebenarnya? S4 : 3 orang, bu G : Jadi, cocok atau tidak jumlah anggota yang sesungguhnya dengan jumlah yang ada pada diagram venn tersebut. Dari dialog diatas, sudah nampak konsep himpunan. Kemudian memberikan sedikit penjelasan tentang simbol irisan dan gabungan. Peningkatan pemahaman siswa terhadap materi himpunan terlihat dari peningkatan ratarata nilai dari siklus I ke siklus II. Rata-rata hasil belajar siswa siklus pertama adalah 68,78. Sedangkan rata-rata hasil belajar siklus kedua adalah 76,28’ Ada peningkatan skor rata-rata sebesar 7,5 poin. Secara lengkap data skor siswa seperti pada tabel berikut.
120
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel 1. Peningkatan Skor Siswa NAMA SISWA SKOR SIKLUS SIKLUS 1 II 1 Linawati 65 70 2 Ayu sinta 78 88 3 Loren 68 68 4 Kisman 68 75 5 Putri Ayu 55 76 6 Rahmat 76 80 7 Tiara 67 80 8 M.Kholif 66 65 9 Erika 65 74 10 Hanapi 78 80 11 Nanda 60 70 12 Indah ayu 60 70 13 Laode Murdani 65 70 14 Sri devi 70 88 15 Tiara indah 78 88 16 Karlina 77 77 17 Noni 77 77 18 Rafika 65 77 Rata-rata 68,78 76,28 NO
Selain hasil belajar, juga terdapat peningkatan proses pembelajaran. Siswa lebih asyik/merasa senang apabila guru menggunakan media. Siswa diajak bekerja, tidak sekedar duduk diam mendengarkan ceramah guru ataupun guru sekedar memberi catatan kepada siswa kemudian diberi tugas. Hal ini yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dan antusias siswa juga Nampak dalam pembelajaran. KESIMPULAN Pembelajaran matematika dengan menggunakan media plastik transparan berwarna, dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika khususnya pada materi himpunan. Demikian penulis yakin bahwa para pembaca akan memperoleh manfaat khususnya bagi guru matematika akan lebih meningkatkan kualitas pendekatan pembelajaran dikelas sehingga materi – materi yang diberikan dalam pembelajaran matematika mudah dimengerti dan dapat dikuasai oleh siswa. Dan bagi siswa kiranya hasil penelitian ini akan memberikan peningkatan minat, motivasi, dan kemampuan dalam memahami setiap materi matematika sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Serta bagi seluruh kalangan yang ada khususnya sekolah kiranya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif pada sekolah dalam rangka perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran matematika dengan menggunakan media plastik transparan berwarna. DAFTAR RUJUKAN Iriani Imur, 2013 Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Materi Nilai Tempat melalui Media Kartu Permaainan pada Siswa Kelas III SDN 019 Tanah Grogot Tahun Pelajaran 2013 / 2014, Prosiding seminar nasional TEQIP 2013, Universitas Negeri Malang. Jumaroh, Ika, 2013, Penggunaan Media Konkret untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pembelajaran Matematika Kelas I pada Lesson study di SDN Model Terpadu Bojonegoro, Prosiding seminar nasional TEQIP 2013, Universitas Negeri Malang. Jamil, Mhd, 2013, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui Penggunaan Media Kartu pada Operasi Hitung Bilangan Siswa Kelas IV SD Negeri 182/V Teluk Kulbi Tanjung Jabung Barat, Prosiding seminar nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang.
121
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Ributtati, 2013, Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi Operasi Hitung Campuran melalui Media Kartu Smart Siswa Kelas VI SDN 024 Tanah Grogot RI, Prosiding seminar nasional TEQIP 2013, Universitas Negeri Malang. Sugiyanto, 2013, tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan alat peraga penggaris bilangan di kelas IV SDN 006 Long Ikis Tahun Pelajaran 2013/2014, Prosiding seminar nasional TEQIP 2013, Universitas Negeri Malang. Sarah ST, 2013, Peningkatan Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Media Kotak untuk Menentukan FPB dan KPK di Kelas VI SD Negeri 017 Tanah Grogot Kabupaten Paser Tahun 2013, Prosiding seminar nasional TEQIP 2013, Universitas Negeri Malang.
PENERAPAN PEMBELAJARAN STATISTIKA DENGAN METODE PERMAINAN BERBANTUAN MEDIA PERMEN UNTUK MENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS IX SMPN 1 BATAM Maiyatun Guru SMP Negeri I Batam Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan penerapan pembelajaran matematika dengan media benda konkret berupa permen untuk materi Statistika. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan bersamaan kegiatan lesson study di SMP N I Batam. Data dikumpulkan dengan merekam pembelajaran menggunakan video. Data diolah dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran statistika dengan permainan berbantuan media permen dapat mengaktifkan, mempermudah memahami konsep statistika, membentuk suasana belajar yang menyenangkan , dan membentuk interaksi yang kondusif antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Kata kunci : metode permainan, lesson Study, media permen, statistika
Matematika penting untuk kesuksesan hidup siswa. Salah satu materi yang penting diajarkan kepada siswa adalah statistika. Statistika banyak digunakan untuk kepentingan siswa dalam mengolah data, sehingga bisa digunakan untuk membuat kesimpulan secara valid. Bannyak permasalahan dalam kehidupan yang membutuhkan pengambilan keputusan secara baik. Karena itu materi statistika sangat penting untuk diajarkan kepada siswa. Kenyataannya prestasi siswa terkait dengan statistik masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan harian kompetensi dasar ….. masih rendah, dari … siswa hanya … yang tuntas. Selain prestasi, dalam belajar statistika motivasi siswa juga rendah. Rendah prestasi dan motivasi salah satunya disebabkan oleh proses pembelajaran. Pembelajaran statistika yang dilakukan selama ini dengan langkah-langkah: (1) Guru menjelaskan materi pembelajaran (2) Guru memberi contoh soal (3) siswa mengerjakan latihan soal pada buku teks /LKS (4) Guru nmemberi penilaian, sehingga mengakibatkan siswa malas belajar matematika. Pada pembelajaran yang lalu dengan metode kooperatif hanya pada teorinya saja, pada praktek nya masih fokus kepada guru yang berceramah. Proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru lebih banyak “menjelaskan” dan siswa hanya pasif mendengarkan. Siswa sulit sekali dimotivasi untuk aktif dalam pores belajar mengajar. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan materi lebih lama. materi yang seharusnya diselesaikan dalam empat kali pertemuan, bisa menjadi delapan kali pertemuan Lamanya waktu yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif, karena banyak aktivitas yang belum focus pada aktivitas belajar. Sebagian besar waktu dhasiskan dengan adanya pembentukan dan perpindahan kelompok. Di akhir kegiataan kooperatif, guru juga harus 122
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mengulang kembali dengan memberikan contoh soal siswa. Untuk itu perlu modifikasi kegiatan kooperatif yang dilakukan oleh peneliti, yatu dengan menggunakan media dan melakukan praktik. Penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan media sudah dilakukan oleh beberapa peneliti (Sukoriyanto, 2013; Sindra james, 2013; Adi sukarmin & Zulkiflii, 2013; Subanji, 2013; Rini M.lintong, 2013; Syamsudin, 2013). Sukoriyanto (2012) menjelaskan Pengalaman yang terintegrasi akan dicapai oleh siswa apabila mereka memperoleh pembelajaran yang melibatkan siswa untuk berfikir dan melakukan. Media pembelajaran dapat memberikan pembelajaran pada siswa yang menutut kemampuan berfikir dan melakukan, sehingga diharapkan siswa akan memperoleh pengalaman yang terintegrasi mulai dari pengetahuan, sikap dan keterampilan. Sindra james (2013) menjelaskan, untuk membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran maka guru harus memiliki inovasi baru dalam menerapkan model pembelajaran inovatif dan bermakna dengan penggunaan media pembelajaran yang kreatif. Adi sukarmin & zulkifli (2013) menjelaskan Penggunaan media akan menumbuhkan pembelajaran yang bermakna. Subanji(2013) menjelaskan, salah satu penerapan pembelajaran inovatif yang dapat memberikan pengalaman belajar bermakna adalah pembelajaran dengan menggunakan media. Rini M. Lintong (2013) menjelaskan, dengan adanya media, siswa menjadi senang dalam belajar karena mereka lebih cepat memahami materi yang disajikan. Sehingga hasil belajar siswapun juga lebih meningkat. Syamsuddin (2013 ) menjelaskan, Fungsi utama alat peraga adalah: (1) sebagai media dalam menanamkan konsep-konsep matematika, (2) sebagai media dalam memantapkan pemahaman konsep, dan (3) sebagai media untuk menunjukkan hubungan antara konsep matematika dengan dunia di sekitar kita serta aplikasi konsep dalam kehidupan nyata. Penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan permainan atau game sudah dilakukan oleh beberapa peneliti (Deissy w. Riau, 2013). Deissy w. Riau (2013) menjelaskan bahwa metode permainan atau game dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Imur Iriani (2013) menjelaskan bahwa dengan permaina atau game siswa menjadi lebih terampil dalam mengerjakan tugas menyelesaikan soal-soal matematika. METODE PENELITIAN Penelitian ini mendeskripsikan proses pembelajaran statistika dengan metode permainan menggunakan media permen. Penelitian dilakukan dalam rangka kegiatan lesson study di SMP Negeri 1 Batam. Kegiatan lesson study dilaksanakan secara siklus, yaitu perencanaan (PLAN), pelaksanaan (DO), dan refleksi (SEE). Data penelitian diperoleh dari kegiatan praktik pembelajaran di kelas IX SMPN 1 Batam. Data dikumpulkan dengan merekam aktivitas pembelajaran dengan video. Guru model dalam lesson study ini adalah peneliti dan bahan ajar yang dipilih adalah Statistika. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan penelitian ini terintegrasi dalam kegiatan lesson study di SMP Negeri 1 Batam. Lesson study dilakukan dalam 3 tahap: PLAN, DO, dan SEE. Pada saat PLAN dilakukan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)dan dihasilkan seperangkat RPP beserta lembar kerja siswa yang akan digunakan pada saat open class. Metode yang dipilih untuk pembelajaran adalah permainan atau game sedangkan media yang digunakan adalah benda konkret.Untuk keperluan tersebut, guru model menyiapkan benda – benda yang berada disekitar yakni permen. Pada tahapan DO dilakukan praktik pembelajaran di kelas. Open class - pembelajaran matematika dilaksanakan di kelas IX pada semester gasal 2014 -2015 diobservasi oleh 3 orang guru (peserta lesson study) SMP N I Batam Proses pembelajaran diawali dengan pendahuluan. Pada saat memberikan pendahuluan guru ingin mengetahui materi prasyarat dengan mengadakan dialog sebagai berikut. G: Siapa yang pernah melihat data kelulusan siswa SMP N I Batam di ruang tata usaha? S: Saya bu G: Data itu berbentuk apa ? S: Gambar diagram batang. G: Nah data seperti itu disebut data statistik 123
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dari dialog tersebut terlihat bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat yang cukup untuk melanjutkan pembelajaran tentang statistika. Kegiatan berikutnya dilakukan pembentukan kelompok, masing-masing 4-5 orang. Guru meminta siswa sebagai perwakilan kelompok untuk ke depan mempraktikkan permainan.
Gambar 1. Guru bersama Siswa Mempraktikkan
Guru meminta 9 siswa untuk tampil di depan kelas, kemudian guru membagikan amplop yang berisi permen dengan jumlah yang tidak sama kepada setiap siswa. Siswa diminta membuka amplop dan berbaris berbanjar ke samping berurut mulai dari jumlah permen yang paling sedikit sampai jumlah permen yang terbanyak, yakni 4 4 5 6 6 6 7 8 8. Setelah data terurut, guru menjelaskan kepada siswa terkait dengan konsep modus, median, mean, kuartil dengan melakukan dialog seperti berikut. G: Siapa yang mendapat permen yang sama banyak ? S: saya bu, 3 orang siswa mengacungkan tangan G: Berapa banyak permen yang kamu dapat? S: 6 bu G: Guru menjelaskan bahwa 6 kita namakan Modus Dari dialog tersebut terlihat bahwa guru menanamkan konsep modus melalui permainan. Siswa yang memperoleh 6 permen sebanyak 3 orang merupakan modus dari data tersebut. Selanjutnya Guru menanamkan konsep median melalui dialog berikut. G: Siapa yang berada ditengah-tengah Barisan maju ke depan S: saya bu, 1 orang siswa maju G: berapa banyak kamu dapat permen? S: 6 bu G: Guru menjelaskan 6 adalah median atau Q2 Dialog tersebut menjelaskan dari sekelompok data yang ada, posisi data yang ditengah disebut median. Selanjutnya Guru ingin menanamkan konsep kuartil dengan melakukan tanya jawab kepada siswa. G: Guru meminta barisan siswa dibagi empat dan yang berada ditengah maju ke depan. S: Siswa no urut 2 dan 3 , 7 dan 8 maju ke depan G: Guru berapa banyak permen yang kamu dapat S: Saya mendapat 4 dan 5, yang lainnya mendapat 7 dan 8. G: Guru menjelaskan data 4 ditambah 5 dibagi dua sama dengan 4,5 dinamakan Q1,sedangkan 7 ditambah 8 dibagi dua sama dengan 7,5 dinamakan Q3. Dari dialog diatas Guru memberikan konsep tentang kuartil, jangkauan interkuartil dan simpangan inter kuartil. Selain itu gur mengajak siswa melakukan proses meminta siswa yang berada di tengah (urutan ke 5 ) ke depan dan menyebutkan banyak permen yang ada yakni 6. Dijelaskan oleh guru bahwa data 6 tersebut dinamakan median atau Q2.
124
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 2. Guru bersama Siswa Mempraktikkan
Siswa yang maju kedepan tadi diminta untuk tetap ditempat. siswa pada urutan 2, 3, 7 dan 8 diminta untuk maju ke depan yakni yang memegang 4 permen, 5 permen , 7 permen dan 8 permen. Hasil penjumlahan 4 dan 5 dibagi dua sama dengan 4,5 dinamakan Q1. dan hasil penjumlahan 7 dan 8 dibagi dua sama dengan 7,5 dinamakan Q3.Ditegaskan lebih lanjut bahwa jangkauan interkuartil sama dengan 7,5 dikurangi 4,5 sama dengan 3. Simpangan kuartil setengah dari jangkauan interkuartil, diperoleh 1,5. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan menentukan rata-rata (mean). Untuk menentukan rata-rata atau mean. siswa diminta mengumpulkan semua permen yang ada dan dibagikan kembali kepada 9 teman yang lain. Guru melanjutkan kegiatan dengan cara tanya jawab kepada siswa : G: Guru meminta siswa untuk mengumpulkan permen dan membagikannya kembali kepada temannya. G: Guru bertanya kepada siswa, masing – masing mendapat berapa permen ? S: Siswa menjawab serentak 6 bu G: Guru menjelaskan bahwa data 6 disebut mean atau rata-rata. Berdasarkan dialog di atas, guru mananamkan konsep tentang mean atau nilai rata-rata dengan menjumlah semua permen dan membagikan secara rata kepada 9 orang. Ternyata masing-masing mendapatkan permen sebanyak 6 biji. Guru mengajak siswa menyimpulkan bahwa mean data tersebut adalah 6. Guru melanjutkan kegiatan menentukan modus, median, kuartil, dan mean untuk data yang berjumlah genap. Prosedur yang digunakan seperti yang dilakukan untuk data gasal. Guru meminta 10 siswa untuk tampil di depan kelas dan membagikan amplop yang berisi permen kepada setiap siswa yang banyaknya tidak sama. Siswa disuruh membuka amplop dan berbanjar kesamping berurut mulai dari jumlah permen yang sedikit sampai jumlah permen yang terbanyak, yakni 4 5 5 6 6 6 6 7 7 8, siswa yang jumlah permenya sama yakni 6 dinamakan modus. Guru meninta siswa yang berada di tengah (urutan ke 5 dan 6) untuk maju ke depan dan menyebutkan banyak permen yang ada yakni 6 dan 6, maka 6 ditambah 6 dibagi dua sama dengan 6 dinamakan median atau Q2. Siswa yang maju kedepan tadi diminta untuk kembali ketempat semula. siswa pada urutan 3 dan 8 diminta untuk maju kedepan yakni yang memegang 5 permen dan 7 permen. 5 dinamakan Q1. dan 7 dinamakan Q3. Jangkauan interkuartil 7 dikurangi 5 sama dengan 2. Simpangan kuartil setengah dikali 2 sama dengan 1. Untuk menetukan rata-rata atau mean siswa diminta mengumpulkan semua permen yang ada dan membagikan kepada 10 temannya yang lain ternyata masing siswa mendapat 6 permen, 6 itu dinamakan mean. Setelah permainan atau game selesai siswa diminta kembali ke kelompoknya dan guru memberikan lembar aktivitas kerja. Setelah diberi waktu 20 sampai 30 menit siswa diminta menempelkan tugasnya di depan kelas. Setelah itu masing–masing kelompok mepresentasi-kan di depan kelas dan didiskusikan secara klasikal yang dipandu oleh guru. Kegiatan Refleksi Setelah selesai pembelajaran dilakukan refleksi bersama tim lesson study. Beberapa catatan kekurangan praktik pembelajaran, antara lain: Tidak seluruh rancangan pembelajaran dapat dilaksanakan karena keterbatasan waktu, yaitu presentasi dari siswa setelah mereka 125
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
menyelesaikan kerja tidak seluruhnya bisa terselesaikan.Nampaknya guru harus memperhitungkan waktu kerja siswa. sebaiknya waktu kerja dibatasi sebelum siswa mengerjakan tugasnya. SIMPULAN Dari hasil dan pembahasan penerapan pembelajaran statistika dengan permainan dapat disimpulkan: (1) pembelajaran dapat mengaktifkan siswa, (2) siswa lebih mudah memahami konsep statistika,(3) suasana belajar yang menyenangkan dan dapat menggali semua potensi – potensi yang dimiliki siswa (4) terjadi interaksi yang kondusif antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. DAFTAR RUJUKAN Jannes, Sindra, 2013. Penerapan Model Pembelajaran Lansung (Direct Intruction) dan Pembelajaran Bermakna dengan Menggunakan Enam Bidang Sisi Kubus dalam Pembelajaran Menemukan Jaring-Jaring Kubus. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 201, Volume 1 hal. 751-756. Universitas Negeri Malang. Lintong, Rini M, 2013. Penggunaan media Tabel Penjumlahan Dalam Pembelajaran Matematika Berbasis Lesson study di Kelas V Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013 Volume 1 hal. 783-786. Universitas Negeri Malang. Sukoriyanto, 2013. Pembelajaran penerapan operasi hitung bilangan bulat dengan menggunakan media takaran untuk siswa kelas VII SMP. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013 Volume 1 hal. 783-786. Universitas Negeri Malang. Syamsudin, Agussalim, 2013. Penggunaan Media Garis Bilangan dan setengah lingkaran bermuatan positif untuk mrningkatkan hasil balelajar penjumlahan bilangan bulat pada siswa kelas V SD invres 36 sowi manokwari. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013 Volume 1 hal.770-775. Universitas Negeri Malang. Zulkifli & Sukarmin, Adi, 2013. Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share dengan Media Bangun Daftar Pada Materi Simetri Lipat di Kelas V-A SDN 338 Bantahan Mandailing Natal. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Volume 1 hal.770-775. Universitas Negeri Malang.
PEMBELAJARAN HIMPUNAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 19 BATAM Nabilah Guru SMP Negeri 19 Batam Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pembelajaran himpunan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Data penelitian diperoleh dari pengamatan pembelajaran yang dilakukan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan penerapan pembelajaran himpunan menggunakan pendekatan saitifik dapat mengajak siswa berfikir secara aktif, mengali informasi sendiri. Siswa dapat menemukan suatu masalah dan dapat mencari solusinya sendiri. Pembelajaran himpunan menggunakan pendekatan saintifik dapat mengubah cara siswa belajar dari “diberi tahu” menjadi “mencari tahu” Kata kunci: Himpunan, Pendekatan saintifik,
Pendidikan merupakan salah satu cara mempersiapkan suatu bangsa diantaranya melalui kegiatan pengajaran sebagai bekal untuk kehidupan di masa mendatang.Dalam hal ini guru bertugas menciptakan lingkungan sehingga siswa dapat belajar. Selain itu disamping sebagai penyaji informasi, guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing bagi siswa-siswanya, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari dan mengolah informasi sendiri, sehingga siswa memperoleh kompetensi yang dapat diamati dalam bentuk prilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu keberhasilan.
126
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Salah satu pelajaran yang di pelajari disekolah yaitu pelajaran matematika, matematika ini sangat penting baik didalam ruang lingkup sekolah maupun di luar lingkungan sekolah, dalam hal ini pelajaran matematika sangat membosankan bagi siswa, sehingga apa yang diajarkan sedikit yang diterima, sehingga mengakibatkan hasil belajarnya di bawah dari kreteria ketuntasan minimal, Proses pembelajaran yang selama ini terjadi di kelas sifatnya monoton, hanya guru yang aktif dalam pembelajaran terjadi sehingga tidak ada respon apa - apa dari siswa, dan hanya diandalkan dengan sifat mengajarnya dengan di suap, jadi setiap materi apa yang akan diajarkan ke siswa,gurunya langsung menjelaskan materi yang akan di pelajari, sehingga siswanya tidak aktif untuk berfikir terlebih dahulu tentang apa materi yang akan dipelajari, sehingga otak anak tidak dibiasakan atau dipancing untuk berfikir kritis, dan materi yang disampaikan guru mudah lupa, setiap apa yang diajarkan selalu sifatnya ceramah. Prosesnya pun setelah ceramah diberi latihan kemudian dikumpul, jadi dengan kebiasaan seperti itu dilakukan terus menerus, siswa pun jadi malas untuk berfikir menemukan sesuatu yang akan dipelajari karena apa yang dibutuhkan sudah diberi oleh guru tanpa ada pancingan untuk menemukan suatu ide tentang materi yang akan dipelajari. Salah satu materi yang dipelajari di pelajaran matematika adalah materi tentang himpunan, yang mana materi ini sangat menarik karena bersifat kontektual dengan mengaitkan kekehidupan nyata. Salah satu upaya meningkatkan pemahaman siswa adalah mengubah suasana pembelajaran yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, yaitu melalui pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada obyek yang nyata serta melibatkan pengetahuan awal siswa (prior knowledge) ( Syarianto 2013 ). Penggunaan pendekatan, metode, atau model yang relevan, kemungkinan akan meningkatkan pembelajaran mata pelajaran matematika karena ketiganya merupakan bagian dari sistem pendidikan. Selain itu, penggunaan pendekatan, metode, atau model pembelajaran juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Permasalahan yang timbul dalam proses belajar mengajar khususnya matematika yaitu pembelajaran konsep dan prosedur dalam matematika yang dipraktekkan di sekolah selama ini pada umumnya kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kreatif dalam menentukan strategi pemecahan masalah sehingga siswa hanya menghapalkan semua konsep atau rumus tanpa memahami maknanya dan tidak mampu menerapkannya dalam masalahnya sendiri (Khairul 2013) Perubahan yang mendasar dalam kurikulum 2013 adalah pengggunaan pendekatan Saintifik dalam pembelajaran. Langkah-langkah dalam pendekatan saintifik meliputi: menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan dan mencipta . Dalam kurikulum 2013 juga dituntut perlu ditingkatkan efektivitas pembelajaran, yaitu: (1) efektivitas interaksi, (2) efektivitas pemahaman, dan (3) efektivitas penyerapan. Untuk meningkatkan efektivitas interaksi, perlu diciptakan iklim akademik, budaya sekolah, serta manajemen dan kepemimpinan yang baik. Untuk meningkatkan efektivitas penyerapan, pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar),bertanya,asosiasi,menyimpulkan, dan menyimpulkan, dan mengkomunikasikan perlu didepankan. Di samping itu, diperlukan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan proses, nilai dan pengetahuan serta kemampuan menilai diri sendiri (Permadi 2013). Pendekatan Saintifik diatur dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Dalam proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik, sikap mencangkup transformasi substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu mengapa”. keterampilan mencangkup substansi atau materi ajar agar anak didik “tahu bagaimana”. Sedangkan pengetahuan mencangkup transformasi substansi atau materi ajar anak didik “tahu apa”.
127
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pada hasilnya akan ada peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak dari anak didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Hal ini menjadi ciri khas dan kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013 yang banyak mendapat pertanyaan dari berbagai pihak. Kompetensi sikap diperoleh melalui aktivitas menerima,menjalankan, menghargai, menghayati,dan mengamalkan. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Sedangkan Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Kurikulum 2013 menganut pandangan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke anak didik. Anak didik adalah subjek yang memiliki kemampuan secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan perubahan paradigma pembelajaran dari teacher center menjadi students center. Pembelajaran tidak lagi terpusat kepada guru, melainkan kepada anak didik. Anak didik tidak dianggap lagi sebagai selembar kertas putih ataupun gelas kosong. Peranan guru yaitu merancang pembelajaran, mengenali tingkat pengetahuan individu anak didik dan memotivasi perserta didik untuk meningkatkan keberhasilan anak didik dan disiapkan kondisi belajar yang menyenangkan. Dalam bahasa lebih singkatnya guru harus mampu menguasai materi dan kelas. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik yaitu suatu proses pembelajaran yang sudah dirancang sebagaimana mestinya agar siswa secara aktif mengkonstruksikan suatu konsep atau prinsip melalui tahapan - tahapan mengamati, merumuskan masalah dari apa yang diamati, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai macam teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep yang ditemukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa sifatnya ceramah ( Permendikbud no 65 Tahun 2014). Dalam uraian diatas penulis tertarik menerapkan pembelajaran himpunan dengan menggunakan pendekatan saintifik pada siswa kelas VII SMPN 19 Batam. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Subjek penelitiannya siswa kelas VII SMP Negeri 19 Batam berjumlah 16 siswa pada mata pelajaran matematika materi “himpunan”. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 oktober 2014. Dalam penelitian ini guru memilih menggunakan pendekatan saintifik. Prosedur dalam penelitian ini yang pertama dilakukan peneliti adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode pendekataan saintifik pada materi himpunan, kemudian membuat lembar aktifitas siswa yang akan dikerjakan di kelas, serta membuat format penilaian dalam kerja kelompok . Adapun penilaian yang akan di nilai yaitu penilaian sikap, dalam penilaian sikap ini peneliti akan menilai dai kerjasama, ketelitian serta keaktifan yang dilakukan peserta didik nanti, begitu juga dengan format penilaian pengetahuan yang diambil dari hasil individu yang akan dilaksanakan dirumah. Desain pembelajarannya adalah pertama mengamati benda - benda yang ada disekitar kelas, kemudian mengumpulkan benda-benda yang diamati, merumuskan masalah, menganalisis masalah yang dihadapi, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil yang di dapatkan. HASIL DAN PEMBAHASAN
128
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dalam pembelajaran ini, guru membelajarkan siswa pada materi himpunan, yang dilakukan guru awalnya memberikan salam serta memberikan kesempatan pada siswa perwakilan satu orang untuk memimpin doa, setelah itu guru mengecek kehadiran siswa. Guru :sapa yang tidak hadir hari ini? Siswa :hadir semua bu. Guru melanjutkan dengan memberikan sedikit penjelasan tentang tujuan dari pembelajaran yang akan di pelajari pada hari ini, yakni memahami konsep himpunan dan bisa menyebut anggota atau bukan anggota. Sebelum masuk kepada materi guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, siswa tersebut sudah bercampur ada yang pintar, setengah pintar, dan ada juga yang kurang. Masing-masing kelompok berjumlah 4 siswa. Setelah itu guru meminta siswa untuk mengamati benda apa saja yang ada di sekitar kelas. Dalam kegiatan ini, ada bebarapa siswa yang kebingungan, lalu bertanya. Siswa: “untuk apa bu benda-benda ini diamati”? Terlihat siswa terpancing dengan mengamati benda yang ada disekitar kelas. Hal ini membuktikan dengan cara mengamati bisa memancing siswa untuk berfikir serta menimbulkan pertanyaan. Untuk menggali lebih lanjut, guru merespon pertanyaan dari siswanya. Guru: oke,untuk menjawab itu semua, ayo kalian kumpulkan benda-benda yang kalian amati tadi. Siswa berlomba-lomba mengumpulkan benda yang di amati, karena benda yang dikumpulkan tersebut terbatas. Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk mengumpulkan benda-benda tersebut ke depan meja guru . Benda-benda yang dikumpulkan siswa terdiri dari pensil, pena, penghapus, penggaris, buku tulis, buku cetak, vas bunga, peta, poster cara sholat, poster, sapu lidi, sapu lantai, serokan sampah, lap tangan guru, tas sekolah, laptop guru, kotak pensil, penghapus papan tulis, spidol. Setelah siswa mengumpulkan benda ke depan, ada salah satu siswa yang bertanya. Siswa :untuk apa bu benda-benda itu. Guru: ”bagus perntanyaannya”. Terpancing lagi dengan mengumpulkan benda-benda di sekitar sehingga siswa makin berfikir dalam menemukan suatu masalah yang akan dihadapi. Guru langsung melemparkan pertanyaan itu kesiswa yang lain. Guru: kira-kira siapa yang bisa menjawab pertanyaan kawannya itu? Siswa: untuk dilihat-lihat aja bu. Guru: iya, bagus. Siapa lagi yang bisa jawab. Siswa: untuk dikelompok-kelompokan bu.. Guru: oke, bagus. Kira-kira nak benda apa aja yang dapat kita kelompokkan? Siswa: pensil, pena ,buku, penghapus penggaris bu. Guru: ya, apa lagi yang bisa dikelompokkan?. Siswa: sapu dengan serokan sampah bu. Dialog tersebut menunjukkan bahwa guru mengajak siswa belajar dengan keadaan nyata, dipancing melalui pertanyaan-pertanyaan. Siswa dapat mengelompokkan benda-benda berdasarkan kegunaanya. Guru melanjutkan dengan mengajak siswa untuk berfikir lagi dalam menamakan kelompok benda-benda yang dikumpulkan. Ada siswa yang menamakan kumpulan benda tersebut adalah “benda yang ada dikelas”. Sebagian siswa mengalami kebingungan dalam menamakan kelompok benda yang dikumpulkan. Guru memberikan stimulus lagi ke siswa, dimisalkan dengan nama guru yang ada di Pulau Jaloh. Guru: kira-kira siapa nama guru yang ada di Pulau Jaloh? Siswa: banyak bu. Siswa menyebutkan nama-nama guru yang ada di Pulau tersebut, kemudian guru menanya lagi kesiswa ada berapa jumlah guru semuanya, siswa menjawab dengan serempak. Siswa: ada 22 bu. Guru: benar apa tidak? Siswa: benar bu. Guru kembali menanyakan ke siswa jumlah guru yang ada di SMP. Siswa mulai menghitung dengan menyebutkan nama-nama guru yang ada di SMP. Siswa: ada 8 orang bu.
129
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Guru meminta satu orang perwakilan siswa maju untuk menulis nama guru yang ada di SMP ke papan tulis. Banyak siswa menawarkan diri dengan mengangkat tangannya untuk menuliskan nama guru tersebut. Siswa makin aktif dan percaya diri, karena sudah termotivasi dalam pembelajaran pada hari itu. Makin terbukti sedikit demi sedikit bahwa dengan menggunakan pembelajaran saintifik membuat siswa aktif untuk berfikir, percaya diri dalam belajar, serta termotivasi menemukan suatu masalah, menganalisa. Guru melanjutkan lagi pembelajaran dengan menanyakan kembali berapa jumlah guru yang ada di SD Pulau Jaloh tersebut, dengan semangatnya siswa menghitung sambil berteriak menyebutkan nama guru yang ada di SD. Untuk memperjelas hasil yang disebutkan siswa, guru kembali meminta satu orang siswa lagi dari kelompok lain untuk maju kedepan menuliskan nama guru yang ada di SD. Disini kembali lagi perebutan siswa untuk maju kedapan. Guru mengaitkan dengan pembelajaran materi himpunan, dari data yang diperoleh sebagai berikut. 1. ( soba, munir, nabila, limah, kamli, rika tia, amelia) 2. ( maidin, mas, yandi, sal, jaka, ruli, riman, ana, ina, budi, raes, fat, pilah, sudir) Setelah mengelompokkan nama guru yang ada di Pulau Jaloh berdasarkan jenjang pendidikannya. Siswa bisa menganalisa ternyata dengan kegiatan tersebut siswa dapat menamakan kelompok dari data yang dituliskan di papan tulis dengan menamakan data no satu adalah kelompok nama guru SMP. Pulau Jaloh. Dan yang kedua dinamakan kelompok nama guru-guru SD Pulau Jaloh. Disini guru meminta kata kelompok diganti dengan kata himpunan, siswa menggantikannya sambil menyebut bahwa data yang pertama adalah himpunan nama guru-guru SMP Pulau Jaloh dan data yang kedua himpunan nama guru-guru SD Pulau Jaloh. Kembali lagi ke permasalahan awal yaitu dengan benda-benda yang dikumpulkan sebelumnya. Siswa dengan kerasnya menyebutkan pensil, pena, buku, penghapus, penggaris adalah himpunan alat tulis dan sepu dengan serokan adalah himpunan alat pembersih lantai. Ternyata dengan menggunakan pendekatan saintifik makin terbukti dengan mengamati, menanya, merumuskan masalah, mengalisa, serta mengkomunikasikan hasil yang diperoleh siswa dapat belajar sendirinya dengan mencari tahu materi yang akan dipelajari tanpa diberitahukan dahulu apa maksud materi yang akan dipelajarinya itu dengan cara memancing pemikiran siswa supaya aktif berfikir tidak hanya menerima materi dari guru menjelaskan didepan kelas. Kelompok yang sudah di bagikan diminta unutk mengerjakan lembar aktifitas dengan perintah mencari data yang bisa dijadikan himpunan, serta menyebutkan nama anggota himpunannya itu, serta dapt membedakan mana anggota himpunan serta mana yang bukan anggota himpunan. Dalam mengerjakan soal, siswa dinilai dalam segi penilaian sikap adalah kerjasama dalam kelompok, keaktifan masing-masing siswa serta keteltian dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Setelah selesaikan mengerjakan tugas kelompok masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, ternyata dalam hal ini membangkitkan siswa bekerja menyelesaikan tugas dengan melibatkan semua anggota kelompok, disini semikin terbuktilah bahwa dengan model pembelajaran seperti ini mempekerjakan otak siswa untuk berfikir, selama ini siswa hanya diberi materi atau hanya disuap, sehingga otak siswa tidak dilatih berfikir. Setelah semua mempersentasikan hasil kerjanya, ternyata siswa bisa memahami apa itu himpunan, mana yang merupakan anggota himpunan dan mana yang bukan anggota himpunan. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik dapat membuat peserta didik berlatih untuk berfikir, aktif, menentukan suatu permasalahan serta menalar permasalahan yang dihadapi dan mencari tahu apa sebenarnya permasalahan itu serta mengkomunikasikan hasil yang diperoleh. Di samping itu siswa belajar menemukan sendiri suatu konsep materi dengan dibimbing guru dari pembelajaran “diberi tahu” menjadi “mencari tahu”.
130
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
DAFTAR RUJUKAN Khairul. 2013. Proses Berfikir Kreatif Siswa Sekolah Dasar Berkemampuan Matematika Tinggi dalam Pemecahan Masalah Matematika Terbuka. Prosiding Seminar Nasional TEQIP Volume 1 Halaman 31-36. Universitas Negri Malang. Permadi, Hendro. 2013. Peningkatan Interkasi Multiarah pada Pembelajaran Kooreatif dalam Kegiatan Lesson study Upaya Melalui Konferensi Kasus Bersiklus. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013 Volume 1 Halaman 693-701. Universitas Negri Malang. Permendikbud No 65 2014. Pendekatan Saintifik. Jakarta. Permendikbud Syarianto. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Belajar Siswa pada Operasi Himpunan. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013 Volume 1 Halaman 1002-1009 . Universitas Negri Malang.
PENERAPAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI FUNGSI DALAM KEGIATAN LESSON STUDY DI SMP NEGERI 15 BATAM Pardomuan Sitanggang Guru Matematika SMPN 13 Batam
[email protected] Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan Problem Based Learning pada saat kegiatan lesson study di kelas VIII SMP Negeri 15 Batam dengan materi Relasi dan Fungsi. Lesson study dilaksanakan dengan tiga tahap yaitu plan, do,dan see. Kegiatan diikuti oleh 3 orang guru bidang matematika. Data penelitian dikumpulkan melalui rekaman video, hasil kerja siswa, dan wawancara. Data diolah dengan menganalisis praktik pembelajaran di kegiatan DO. Hasil penelitian diperoleh bahwa Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa. Siswa aktif dan antusias dalam belajar, memupuk kerja sama antar siswa dalam suasana belajar yang menyenangkan. Hasil belajar siswa menunjukkan bahwa 12 dari 14 orang mencapai ketuntasan belajar 86,9% di atas KKM. Kata kunci lesson study, Problem Based Learning, hasil belajar matematika
Perubahan zaman akan memaksa dunia pendidikan turut berdaptasi. Pendidikan harus senantiasa mengikuti perkembangan zaman yang diwujudkan oleh perkembangan peradaban. Perkembangan teknologi yang begitu cepat juga harus diikuti oleh perkembangan dunia pendidikan. Salah satu hal penting dalam praktik pendidikan adalah peningkatan kualitas pembelajaran. Dalam membelajarkan siswa baik yang ada di daerah perkotaan maupun pedesaan, diperlukan guru-guru yang mampu berinovasi dan kreatif. Seperti di kota Batam, daerah mainland dan hinterland perlu dilakukan pemerataan baik dari segi fasilitas maupun kompetensi guru yang inovatif dan kreatif. Peningkatan kualitas guru penting untuk selalu dilakukan agar dapat mengikuti perkembangan paradigma belajar dan pembelajaran. Teori belajar dan pembelajaran berkembang sangat pesat dan berkembang menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Teori-teori tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu juga selalu muncul teori-teori baru yang lebih kompleks dan lebih baik untuk digunakan di sekolah. Penerapan teori belajar dan pembelajaran perlu mempertimbangkan berbagai variabel, antara lain: kondisi lingkungan, kondisi siswa, dan kondisi fasilitas. Siswa di lingkungan kepulauan akan mudah belajar dengan pendekatan yang sesuai dengan kondisi kepulauan. Hal ini tentunya berbeda dengan kondisi daerah daratan. Kondisi siswa di perkotaan juga akan berbeda dengan siswa di pedesaan. Proses belajarpun bagi siswa di kota dan pedesaan juga berbeda dan proses pembelajaran perlu disesuaikan. Sekolah dengan fasilitas lengkap akan 131
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
berbeda dengan sekolah fasilitasnya terbatas. Guru harus selalu menyesuaikan pembelajarannya dengan kondisi-kondisi tersebut. Dalam hal ini guru dituntut untuk kreatif dalam proses pembelajaran. Fakta yang ada di lapangan, selama ini guru dalam hal melakukan pembelajaran banyak didominasi metode ceramah. Alasan guru melakukan pembelajaran dengan ceramah adalah masalah waktu yang efisien. Dengan ceramah, materi yang banyak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini terjadi karena dalam metode ceramah hanya sekedar memberitahukan saja, tanpa penanaman pemahaman yang baik. Banyak penelitian menunjukkan bahwa motode ceramah memiliki banyak kelemahan (Transita Pawartani, 2013; Henri Donan, 2013, Harirul Nur Fadilah, 2013). Transita Pawartani (2013) menjelaskan bahwa selama ini keaktifan siswa dalam proses belajar dirasakan sangat kurang karena selama aktivitas belajar siswa di dalam kelas tidak memicu keaktifan siswa karena guru cenderung mengajar dengan metode ceramah. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Henri Donan (2013) bahwa permasalahan yang muncul terkait dengan metode adalah penggunaan metode ceramah yang lebih dominan karena penggunaan metode ceramah secara terus menerus tanpa diselingi dengan metode lain akan membuat siswa merasa bosan sehingga hilang konsentrasinya dalam mengikuti pelajaran. Hairul Nur Fadillah (2013) juga mengatakan bahwa pada umumnya yang melatar belakangi rendahnya keterampilan dan penguasaan materi pembelajaran secara praktis salah satunya adalah kurangnya motivasi siswa dalam menyerap materi pembelajaran dan informasi dari berbagai sumber termasuk guru dan kurangnya media, guru sangat monoton dan kurang variatif. Dalam hal ini guru banyak melakukan aktivitas ceramah. Dalam metode ceramah, guru hanya menyalin materi di buku untuk disampaikan ke siswa. Hal ini bertentangan dengan sifat matematika. Matematika secara khusus bukanlah berisikan materi hafalan namun banyak materi matematika yang terkait dengan konsep yang ada di dunia nyata. Qohar, (2013) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika dengan cara yang kurang tepat akan berakibat pada kesalahan konsep pada siswa. Terjadinya kesalahan konsep pada siswa tersebut juga disebabkan karena guru dalam membelajarkan matematika hanya menekankan pada pemahaman instrumental saja. Oleh karena itu pemahaman instrumental dan relasional perlu ditanamkan kepada siswa karena kedua jenis pemahaman tersebut sama pentingnya. Guru juga harus mengetahui kesalahankesalahan konsep yang mungkin akan terjadi pada siswa, agar dalam proses pembelajaran kesalahan-kesalahan konsep tersebut bisa dihilangkan. Karena itu pembelajaran yang dilakukan perlu menyesuaikan dengan karakteristik matematika. Abdul Roni (2013) mengungkapkan dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan guru tidak perlu dominan lagi mengingat bahwa konsep yang ditanamkan kepada siswa harus menjadi pengalaman yang melekat lama dalam benak siswa, artinya pendekatan terhadap siswa sangat di perlukan dalam membangun kosep matematika untuk pendidikan saat ini. Ini menunjukkan bahwa dalam pengajaran konsep matematika, siswa harus dilibatkan didalamnya. Matematika sebagai ilmu eksak menuntut untuk berpikir tingkat tinggi. Matematika juga banyak berkaitan dengan pemecahan masalah. Penelitian terkait dengan pemecahan masalah dalam matematika sudah banyak dilakukan. Khairul (2013), mengungkapkan bahwa proses berpikir kreatif siswa berkemampuan matematika tingkat tinggi dalam pemecahan masalah akan mampu membangun ide ataupun strategi yang bersifat konseptual dan intuitif, mampu dalam tahap mensintesis ide, mampu dalam tahap merencanakan penerapan ide, mampu dalam menerapkan ide, dan merasa tertantang menyelesaikan soal dengan beragam cara dan jawaban. Salah satu pembelajaran yang mengembangkan pemecahan masalah adalah Problem Based Learning. Hal ini didukung oleh penelitian Hapsa Usman Hidayat (2013) menegaskan bahwa Pembelajaran model Problem Based Learning, menuntut guru berperan menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Dalam hal ini masalah yang diajukan adalah masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa. Problem Based Learning (PBL) dalam proses pembelajaran lebih melibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuan dapat diserap dengan baik, melatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain, mengakses pengetahuan dari berbagai sumber. Karena itu dalam penelitian ini menerapkan Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran materi relasi dan fungsi pada kelas VIII SMP Negeri 15 Batam 132
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam praktik lesson study. Data utama dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru model (dalam hal ini adalah peneliti). Pengolahan data dilakukan dengan mengaji tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran dengan Problem Based Learning. Karena itu penelitian ini mendekatan pendekatan kualitatif dengan proses deksriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan lesson study diawali dengan pelaksanaan kegiatan plan yang dihadiri oleh guru-guru bidang studi matematika peserta lesson study. Seperti yang diungkapkan Deissy W. Rau (2013) bahwa Perencanaan ( plan ) pada tahap ini team lesson studi mengidentifikasi masalah yang akan dimunculkan siswa nantinya dan penetapan alternative pemecahan masalah yaitu : merencanakan proses kegiatan belajar mengajar ( KBM ) dengan merancang RPP, menentukan pokok bahasan, skenario yang akan dikembangkan, menyusun lembar kegiatan siswa/evaluasi, mempersiapkan media yang pantas untuk digunakan dan mempersiapkan format observasi bagi guru. Materi yang dipilih adalah Relasi dan Fungsi dengan kompetensi dasar “Mengenal dan memahami perbedaan fungsi dan relasi”. Tujuan yang diharapkan pada saat pembelajaran adalah (1) siswa dapat mengidentifikasi relasi dan fungsi, (2) siswa dapat menunjukkan mana yang merupakan relasi dan fungsi, dan (3)siswa dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan fungsi f(x). Pada saat plan dihasilkan seperangkat rencana pelaksanaan pembelajaran beserta lembar aktivitas siswa yang akan digunakan pada saat open class. Metode yang dipilih untuk pembelajaran adalah diskusi kelompok dan demonstrasi. Wasi‟ah (2013) berpendapat bahwa kekurangan selama pembelajaran yang disampaikan adalah siswa kurang tepat waktu menyelesaikan soal pada lembar kegiatan siswa (LKS). Hal ini terjadi pada saat guru menjelaskan, siswa tidak memperhatikan karena dia fokus ke Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Selanjutnya pembentukan kelompok kurang heterogen. Selain itu waktu terbatas dan siswa belum terkondisi dengan dilaksanakan diskusi kelompok yang berakhir dengan presentasi, sehingga pelaksanaan perbaikan pembelajaran kurang mendapat hasil yang optimal. Masih rendahnya hasil tes juga disebabkan beberapa siswa pasif, kurang mempunyai keberanian dalam mengemukakan pendapat dan tidak mau bertanya meskipun kurang paham dengan materi yang sedang diajarkan. Tahapan do - see dilaksanakan di SMP Negeri 15 Batam. Pembelajaran matematika dilaksanakan di kelas VIII pada semester gasal 2014 - 2015 open class dihadiri oleh guru – guru kelas peserta lesson study. Proses pembelajaran diawali dengan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan materi yang telah diberikan kepada siswa dan pemberian tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut. Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dalam metode Penelitian Deskriptif yang melibatkan dengan teman sejawat yang berada di sekolah yang sama untuk menjadi observer guna mengetahui tingkat keberhasilan dari setiap siswa.
Gambar 1. Suasana Kelas
Jumaroh (2013) menyebutkan Pembelajaran Matematika dengan media benda konkret ternyata sangat menyenangkan, baik bagi siswa maupun guru. Dan konkritnya dapat dilakukan pada saat pendahuluan, dilakukan apersepsi dengan tanya jawab untuk meningkatkan hal-hal 133
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
yang telah dipahami siswa dengan hal – hal yang akan dipelajari hari itu. Akibatnya siswa sangat aktif dalam mengemukakan pendapatnya tentang materi yang akan dipelajari terlihat dari mereka nampak serius bekerja sama menyelesaikan tugasnya. Saat Guru memasuki ruang kelas VIII yang kemudian kelas disiapkan ketua kelas untuk memberi salam kepada guru dan guru pun membalas salam mereka lalu kemudian guru melihat suasana kelas sebelum mengabsensi mereka. Guru mengabsen anak didik satu persatu dan hadir seluruhnya sebanyak 14 siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Batam. Kemudian guru melakukan apersepsi untuk mengingatkan pelajaran sebelumnya operasi aljabar guru bertanya: “2x + 3x”. Siswa menjawab secara serentak “5x”untuk memantapkan masuknya ke materi fungsi. Hafsah (2013) mengungkapkan sebaiknya pada awal pembelajaran guru model mengadakan apersepsi untuk mengetahui materi prasyarat yang telah dimiliki siswa dengan mengajukan pertanyaan tentang materi prasyarat. Dalam hal ini materiprasyaratnya adalah operasi aljabah dan himpunan. Siswa terlihat masih fresh mengenai aljabar karena materinya baru dipelajari sebelum materi relasi dan fungsi. Kemudian guru menggali pengetahuan siswa tentang himpunan yang telah lama ditinggalkan saat duduk di bangku kelas VII namun untuk sekedar mengenal himpunan masih diingat siswa.
Gambar 2. Guru Berdialog dengan Siswa
Selanjutnya dalam dialog siswa dengan guru diawal materi relasi dan fungsi sebagai berikut: Guru : anak-anak apakah kalian pernah dengar kata fungsi? Siswa: pernah pak (jawab mereka secara serentak) Guru : menurut kalian apa pengertian fungsi? Siswa : kegunaan Pak (dijawab beberapa siswa) Guru : Bagus (guru telah berpikir sebelumnya bahwa mereka akan jawab demikian)kemudian lanjut guru “iya kita akan belajar menggunakan sesuatu yang telah kita pelajari sebelumnya. Siswa :(mulai penasaran nampak dari wajah mereka) Guru : Kalian suka tak bermain? Siswa : suka pak Guru : kalian suka membantu? (guru menanamkan sifat tolong-menolong) Siswa : Lihat dulu apa yang hendak dibantu pak? Guru pun membentuk mereka dalam 4 kelompok dengan tingkat gender terpenuhi dan tingkat keaktifan siswa juga diperhatikan dalam pembagian kelompok. Setelah mereka membagi dalam 4 kelompok kemudian guru membagikan LAS I yang berisi masalah yang perlu dipecahkan setiap kelompok. Subanji (2013) mengungkapkan bahwa dalam kenyataan, masalah sering diwujudkan dalam bentuk kalimat cerita, pernyataan lisan atau dalam tulisan. Karena itu, kita harus mengubah masalah tersebut menjadi masalah matematika. Dan selanjutnya penyelesaian masalah matematika tersebut digunakan untuk menginterpretasikan masalah awal. LAS I berisi masalah yang perlu dipecahkan setiap kelompok.
134
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 3. Siswa Bekerja dalam Kelompok
Dalam mengerjakan tugas kelompok guru menganjurkan untuk membantu guru olah raga SMPN 15 Batam dalam mencocok pemain olahraga yang ikut dipertandingkan. Siswa mengerjakan LAS dengan suasana aktif dan terlibat secara keseluruhan. Dalam diskusi muncul dialog guru dengan siswa. Siswa: Dalam menghubungkan pemainnya dengan olah raga yang diikuti, apakah dibuatkan tanda panah Guru : iya nak hubungkan antara noktahnya yah Setelah diberitahu demikian peserta didik mengerjakan Diagramnya dan guru keliling mengoreksi hasil kerjaan siswa. Dari hasil kerja siswa rupanya peserta didik dengan mudah mengerjakannya dan dianggap sementara mereka paham menggambarkan diagram pada relasi maupun fungsi. Kemudian siswa bertanya lagi, Siswa : Pada grafik yang kami ketahui selama ini bilangan pak, bagaimana cara membuat grafiknya? Guru : Okey dengar dulu penjelasan bapak dan lakukan di Lembar Aktivitasnya yah. Pada daerah asal (Domain) letakkan semuanya berada pada sumbu x seperti pada LASnya, kemudian jenis olah raga ada pada sumbu y, antara garis yang ditarik dari nama dengan jenis olah raga yang diikuti apakah ada titik potongnya? Siswa : ada pak Guru : buatlah noktahnya di titik potongnya. Demikian cara menggambarkannya. Siswa : iya pak Terlihat siswa mengerjakan dengan grafik tersebut dan masing-masing kelompok menunjukkan hasil kerjanya di meja dan bertanya apakah demikian cara pak? Guru menjawab betul. Dan terlihat dari hasil kerja siswa dalam kelompok semuanya menggambar dengan tepat. Ada siswa yang bertanya apakah tanda kurungnya harus kurung kurawal pak? Guru: iya nak. Dalam waktu 20 menit sudah ada kelompok yang selesai mengerjakan gambar diagram, pasangan beurutan dan dengan cara grafik.
Gambar 4. Siswa Mempresentasikan Jawaban
Selang 5 menit sudah semua kelompok selesai mengerjakannya dan guru mempersilahkan mereka mempersentasikan hasil kelompoknya satu per satu ke depan kelas dimulai dari kelompok 1 Dari hasil yang dipersentasekan siswa di depan kelas guru menjelaskan. Dari kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4 guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. 135
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Guru : Terimakasi yah nak telah bersedia mempersentasekan hasil diskusinya. Berikan tepuk tangan pada kelompok semua kelompok. Apakah domain habis terpasangkan seluruhnya? Siswa : habis pak Guru :Itulah syarat pertama yang harus dipenuhi fungsi bahwa anggota himpunan pada daerah asal harus habis seluruhnya terpasangkan pada anggota himpunan kodomain (Daerah kawan) Guru : Apakah dari hasil kelompok 1 ada yang bercabang pada domainnya? Siswa: ada pak yaitu udin yang mengikuti 2 perlombaan olah raga yaitu bola volli dan tennis meja. Guru : Inilah yang menjadi syarat kedua dari fungsi itu. Bahwa anggota himpunan pada domain tidak bisa bercabang. Padahal yang dikerjakan kelompok satu adalah relasi bukanlah fungsi. Jawaban kelompok 1 adalah benar bukan fungsi Selanjutnya hasil yang dikerjakan kelompok 2 dijelaskan dengan tanya jawab. Daerah asal terpasangkan semuanya terhadap anggota himpunan daerah kawan dan pada daerah asal tepat 1 dihubungkan pada kodomain (daerah kawan) sehingga disimpulkan hasil kerja siswa pada kelompok 2 adalah fungsi. Begitu juga kelompok 3 yang sama halnya dengan hasil kelompok 2 seluruh anggota dihubungkan terhadap elemen himpunan yang ada pada daerah kawan sehingga disebut juga fungsi. Pada kelompok 4 ada yang berbeda dengan yang lain sehingga guru menanyakan kepada siswa untuk membimbing peserta didik mengetahui bahwa fungsi pada soal no 4 adalah fungsi satu-satu.
Gambar 5. Jawaban Siswa
Guru : dapatkah anak-anak melihat perbedaanya? Siswa : (satu orang menjawab) ada pak bahwa daerah kiri dipasangkan satu- satu Guru : yah bagus nak, bapak lengkapi yah bahwa yang dikerjakan kelompok 4 adalah fungsi satu-satu karena satu anggota daerah asal dipasangkan masing-masing 1 pada daerah kawan (kodomain) disebut juga korespodensi satu-satu.
Gambar 6. Guru Menegaskan Kembali
136
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Guru menegaskan kembali penjelasan dari kelompok 4 yang sebelumnya sudah mempersentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Sehingga siswa lebih memahami konsep korespondensi-satu-satu tersebut. Untuk LAS pertama disimpulkan guru bersama dengan siswa bahwa kalau relasi belum tentu fungsi seperti yang dikerjakan kelompok 1 tapi kalau sudah fungsi sudah barang tentu relasi seperti yang dikerjakan kelompok 2,3 dan kelompok 4 Syarat fungsi adalah anggota himpunan pada daerah asal (domain) harus habis seluruhnya terpasangkan pada daerah kawan (kodomain) dan pasangan dari daerah asal (domain) tidak boleh bercabang. Selanjutnya guru mengajak siswa dan memotivasi siswa untuk berminat mengerjakan LAS yang kedua. Guru : siapa pernah dengar dialog angkatan bersenjata? Siswa : Pernah pak tapi tak ngertilah Guru : Pernah dengar disebutkan angka- angka. Contohnya 85 siap bergerak (guru sambil meletakkan tangannya di telinga seperti menelepon) Siswa : (tertawa mengangguk seakan mereka sering mendengar seperti itu) Pernah pak dalam televisi Guru : Itu adalah permainan sandi yang akan kita mainkan sekarang. Karena bapak mengetahui bahwa kalian ada yang bercita-cita jadi angkatan atau pastinya kalian suka berbicara dengan rahasia tanpa diketahui orang lain. LAS kedua permainan sandi peserta didik sangat antusias hasil salah satu yang dikerjakan kelompok adalah demikian seperti gambar dibawah ini. Pada soal no 1a sandi “5p+10” yang dipakai untuk mengisi peluruh adalah syarat pada fungsi. Untuk menarik perhatian siswa kita menggunakan istilah sandi karena sandi ini yang dipakai untuk mengetahui berapa banyak peluru yang harus diisi Budi. Pada soal 1b siswa paham juga mengerjakan operasi aljabar dengan satu variabel sehingga menghasilkan dari p– 5=45 maka p=50dapat dilihat disini bahwa konsep operasi bilangan sudah dipahami para siswa. Dan memasukkan p pada “5p+100” sudah paham berarti indikator pemahaman siswa terhadap memasukkan x pada fungsi f(x).
Gambar 7. Jawaban Siswa pada LAS
Setelah selesai mengerjakan LAS. Guru menyimpulkan dan menegaskan konsep relasi dan fungsi agar siswa semakin mantap memahami konsep relasi dan fungsi.Selanjutnya guru memberikan tes individu untuk dikerjakan dalam waktu 15 menit untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa materi relasi dan fungsi. Dari hasil tes individu yang dilakukan hasilnya sangat memuaskan karena hampir seluruhnya mendapat nilai di atas KKM.
137
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tabel 1. Hasil Tes Individu
NO
NAMA
NILAI
1
VIII 1
100
2
VIII 2
85
3
VIII 3
100
4
VIII 4
100
5
VIII 5
100
6
VIII 6
40
7
VIII 7
85
8
VIII 8
100
9
VIII 9
85
10
VIII 10
100
11
VIII 11
85
12
VIII 12
100
13
VIII 13
30
Dari hasil pengamatan kebanyakan siswa mengalami kesalahan pada soal no 1 Dari hasil pemantauan teman sejawat hasil observasi bahwa saat penjelasan siswa kurang memperhatikan penjelasannya karena siswa tersebut perlu penjelasan yang berualng. Dan bisa ditelaah ketidakmampuan menjawab dengan benar pada soal 1 angka romawi III ini disebabkan kurang pahamnya sifat dari fungsi itu bahwa domain (daerah asal) harus habis dipetakan seluruhnya terhadap kodomain (daerah kawan). Perlu ditegaskan kembali untuk yang belum mampu menjawab dengan benar karna ada 4 orang yang mengalami kesalahan atau sebanyak 30,7% berarti yang lulus 69,3% berarti untuk soal 1 angka romawi III yang lulus masih dibawah KKM kelas nilai 75. Kalau dari segi kelasikal bahwa secara keseluruhan ketuntasannya 86,9% yang sangat memuaskan. Dari pemaparan nilai terdapat 2 orang peserta didik yang mendapatkan nilai kurang dari KKM bahkan memprihatinkan nilainya 30 dan 40. Belum ada wawancara khusus bagi 2 orang siswa tersebut semenjak penulis menulis pemaparan ini. Untuk yang 2 peserta didik yang dibawah KKM perlu treatment lagi untuk mencapai ketuntasan yang maksimal. SIMPULAN Pembelajaran matematika melalui pemahaman yang aktual dan permainan , dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika khususnya pada materi fungsi. Demikian penulis yakin bahwa para pembaca akan memperoleh manfaat khususnya bagi guru matematika akan lebih meningkatkan kualitas pendekatan pembelajaran di kelas sehingga materi – materi yang diberikan dalam pembelajaran matematika mudah dimengerti dan dapat dikuasai oleh siswa. Dan bagi siswa kiranya hasil penelitian ini akan memberikan peningkatan minat, motivasi, dan kemampuan dalam memahami setiap materi matematika sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Serta bagi seluruh kalangan yang ada khususnya sekolah kiranya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif pada sekolah dalam rangka perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran matematika melalui pemahaman aktual dan permainan. DAFTAR RUJUKAN Donan, Henri, 2013 Meningkatkan Kemampuan Dalam Membuat Motor Lsitrik Melalui Metode Praktek Bagi Siswa Kelas VI SDN.48/Ix Sarang Burung. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. 138
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Fadillah, Hairul N, 2013 Peningkatan Prestasi Belajar IPA Melalui Metode Demonstrasi Materi Konsep Energi Dan Perubahannya Pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar 011 Tanah Grogot Tahun Pembelajaran 2013. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Hafsah, Rosnin, 2013 Efektivitas Media 6 Daerah Persegi Dalam Meningkatkan Aktivitas & Hasil Belajar Siswa Kelas IVA SDN No. 01 Dompu Pada Materi Jaring-Jaring Kubus SDN No 01 Dompu. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Hidayat, Hapsa U, 2013 Penerapan Media Belimbing Wuluh Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Ilmiah Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Inpres 2 Jati. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Jumaroh, Ika, 2013 Penggunaan Media Konkret Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Kelas I Pada Lesson study Di SDN Model Terpadu Bojonegoro. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Khairul, (2013) Proses Berpikir Kreatif Siswa Sekolah Dasar (SD) Berkemampuan Matematika Tinggi Dalam Pemecahan Masalah Matematika Terbuka. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Pawartani, Transita, 2013 Penerapan Pendekatan Cooperative Think Pair Share Dengan Media Pembelajaran Elektronik Pada Pembelajaran IPA Dalam Kegiatan On-Going Di Kelas IV SD Inpres 13 Arfai Manokwari . Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Roni, Abdul, (2013) Alternatif Penyelesaian Persaman Garis Lurus SMP N 42 Muaro Jambi. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Subanji, (2013) Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Penerbit Universitas Malang (UM PRESS). Qohar, Abd, (2013) Studi Kasus Pemahaman Siswa Sekolah Dasar Terhadap Konsep Keliling Dan Luas Bangun Datar. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Usman H, Hapsa, (2013) Penerapan Media Belimbing Wuluh Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Ilmiah Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Inpres 2 Jati. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Wasi‟ah, Aah, 2013 Penggunaan Media Lcd Dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Mengenai Konsep Luas Layang-Layang Pada Siswa Kelas V SD Negeri 007 Ranai. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang.
PENERAPAN PEMBELAJARAN INQUIRI SETTING KOOPERATIF PADA MATERI HIMPUNAN SISWA KELAS VII SMPN 15 BATAM Sri Nur Okyawati Guru SMP Negeri 15 Batam Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pembelajaran himpunan dengan penerapan pembelajaran inquiry setting kooperatif. Data penelitian diambil dari proses lesson study yang di laksanakan dengan tiga tahap yaitu plan, do dan see dan pelaksanaan penelitian direkam melalui video dan foto. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran himpunan dengan menggunakan inquiry setting kooperatif pada siswa kelas VII SMP Negeri 15 Batam dapat membantu siswa menemukan konsep himpunan, meningkatkan keaktifan siswa dan membuat suasana belajar menyenangkan serta meningkatkan hasil belajar siswa. Kata kunci: inquiry, kooperatif, lesson study
139
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pada umumnya siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika sangat membosankan dan sulit untuk dimengerti. Kenyataan yang dihadapi sekarang masih banyaknya siswa yang tidak aktif selama proses pembelajaran berlangsung, tidak mau bertanya dan kurang percaya diri dalam mengerjakan latihan yang diberikan. Sehingga hanya sebagian kecil siswa yang tuntas mengerjakan soal latihan tersebut. Selama ini proses pembelajaran yang berlangsung belum dapat mengoptimalkan potensi siswa. Proses pembelajaran yang monoton yang selalu berorientasi pada guru tidak pada siswa membuat siswa tidak semangat dalam belajar , kurang aktif dan tidak dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Guru selalu langsung memberikan rumus-rumus matematika tanpa adannya alasan mengapa rumusnya seperti itu dan bagaimana caranya untuk mendapatkan rumus tersebut. Langkah selanjutnya, guru langsung memberikan satu contoh soal dengan menjelaskan penyelesaiaannya, setelah menanyakan pada siswa apakah sudah mengerti yang telah dijelaskan, siswa selalu diam dan guru selalu menganggap bahwa siswa sudah mengerti sementara setelah diberikan penugasan masih sebagian besar siswa yang masih bingung untuk menyelesaikannya. . Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Subanji (2013) bahwa pembelajaran tersebut kurang bermakna dan berakibat siswa sering mengalami kesalahan matematika. Bahkan siswa mudah lupa dengan rumus yang telah diberikan. Siswa juga sering mengalami kebingungan ketika soalnya diubah sedikit saja. Kesuliatn ini berlanjut ketika siswa dihadapkan pada problem solving. Sehingga pada saat ulangan harian untuk satu pokok bahasan sebagian besar siswa mendapatkan nilai rendah masih dibawah KKM. Pandangan baru dalam pembelajara matematika membekali para guru akan pentingnya pembelajaran matematika yang dapat melibatkan siswa untuk aktif membangun pemahaman konsep matematika. Turmudi (2009) menjelaskan bahwa keterlibatan siswa melakukan pengamatan, membuat suatu dugaan atau jawaban sementara (conjecture) dan mengumpulkan data atau informasi yang dikumpulkan data atau informasi untuk membuktikan dugaan yang dibuatnya. Kemudian merangkaikan informasi yang dikumpulkan dengan informasi hasil pengamatan dan inquiry serta hasil investigasi dan eksplorasi untuk membuktikan dugaan (menguji dugaan) yang dibuatnya. Karenanya, strategi pembelajaran yang bersifat menekankan kepada hafalan(drill) atau rote learning serta mengutamakan kepada routine computation atau algebraic procedural hendaknya sudah harus dikurangi dan diganti dengan cara menekankan kepada pemahaman. Usaha keras telah dilaksanakan melalui berbagai pembaharuan agar matematika yang diajarkan dapat merangsang siswa untuk mencari sendiri, melakukan penyelidikan sendiri, melakukan pembuktian terhadap suatu dugaan (conjecture) yang mereka buat sendiri, dan mencari tau jawaban atan pertanyaan teman atau pertanyaan gurunya. Aktivitas siswa hendaknya tidak selalubergantung pada guru, melainkan siswa berkemauan keras, berusaha mencari sendiri dan selalu berdiskusi sesama teman sejawat. Proses tersebut akan mendukung terjadinya proses investigasi dan inquiry matematika. Penerapan inquiry dalam pembelajaran matematika telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Menurut (Subihadi, 2013) Metode Inquiry (proses pembelajaran yang melibatkan mental siswa) adalah cara penyajian bahan pembelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental. Disini peran guru berubah dari “member/mengajar” menjadi “ fasilitator, pendiagnosis, pendorong, pengarah, dan pembentuk inisiator”. Guru juga menjadi pembangkit belajar dan pemicu berpikir. Hal ini sesuai dengan penjelasan (Ticha dan Alena dalam subanji, 2013) Pembelajaran pada pokok bahasan himpunan materi pengertian himpunan, guru selalu langsung menyampaikan definisi himpunan kemudian memberikan contoh yang merupakan himpunan dan bukan himpunan. Guru tidak berusaha untuk bagaimana siswa menemukan sendiri dengan cara terlebih dahulu melihat contoh- contoh disekitar kehidupan hari-hari, sehingga dari contoh –contoh tersebut siswa dapat menemukan sendiri mana yang merupakan himpunan dan bukan himpunan. Pada materi diagram venn, guru selalu menjelaskan aturan pembuatan diagram venn dan mengambil satu soal yang diketahui himpunan semesta dan dua himpunan, serta langsung digambarkan diagram vennnya. Guru tidak mencari ide-ide atau gagasan pembaharuan dalam pembelajaran himpunan pada materi diagram venn sehingga siswa tidak dapat menerima konsep menggambarkan himpunan dengan diagram venn dengan lebih bermakna.
140
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pembelajaran bermakna penting untuk dilakukan agar siswa paham lebih dari sekedar tahu. Belajar bermakna (meaningful learning) terjadi ketika seseorang dapat mengaitkanantara apa yang dipelajari (pengetahuan baru) dengan apa yang sudah diketahui (Ausubel dalam Subanji, 2013). Menurut (Subanji, 2013) pembelajaran bermakna merupakan suatu proses sistematis dan terencana yang dirancang oleh pembelajar (guru) untuk membelajarkan siswa sehingga siswa mampu: (1) mengkontruksi pengetahuan (materi) baru melalui pengaitan dengan pengetahuan lama, (2) memahami materi lebih dari sekedar tahu, (3) mampu menjawab apa, mengapa dan bagaimana, (4) menginternalisasi pengetahuan kedalam diri sedemikian hingga membentuk perilaku, dan (5) mengolah perilaku menjadi karakter diri. Dalam hal ini peranan guru adalah (1) mengaitkan materi yang diajarkan dengan pengetahuan lama ya g dimiliki oleh siswa, (2) menjadi pembangkit belajar, (3) memberikan scaffolding ketika dibutuhkan oleh siswa, dan (4) menjadi pemicu berfikir bagi siswa Agar terjadi pembelajaran bermakna, perlu mendorong siswa belajar dengan inquiry dan belajar secara social. Dalam hal ini perlu adanya pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif banyak dikembangkan oleh (Slavin dalam Subanji, 2013). Dalam hal ini Slavin mendefinisikan cooperative learning sebagai berikut, Cooperative learning methods share that students work together to learn and responsible for one another’s learning as well as their own. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sesuai dengan pendapat Subanji (2013), bahwa siswa akan bisa mencapai potensi optimal belajarnya apabila mendapat bantuan dari temannya yang memiliki pengetahuan yang lebih . Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian dengan menerapkan pembelajaran inquiry dengan setting kooperatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi himpunan. METODE Penelitian ini dilakukan secara siklus dalam aktivitas lesson study. Kegiatan dimulai dengan membuat, perencanaan (PLAN), melaksanakan pembelajaran (DO), dan mengadakan refleksi (SEE). Pada kegiatan lesson study diawali dengan pelaksanaan kegiatan plan yang dilaksanakan di Pesona Asri Blok C10 no 12 B pada tanggal 16 oktober 2013. Indikator pencapaian kompetensi yang dipilih adalah (1). Menyebutkan anggota dan bukan anggota himpunan, (2). Menyebutkan definisi himpunan, (3). Menggambarkan diagram venn. Tujuan yang diharapkan pada saat pembelajaran adalah: (1)Siswa dapat menyebutkan anggota dan bukan anggota himpunan. (2)Siswa dapat mengidentifikasikan suatu kelompok yang ada disekitar lingkungan, mana yang merukan himpunan atau bukan himpunan. (3)Siswa dapat menggambarkan diagram venn. Pada saat plan dihasilkan seperangkat rencana pelaksanaan pembelajaran beserta angket dan lembar aktifitas siswa yang akan digunakan pada saat open class. Metode yang dipilih untuk pelaksanaan pembelajaran adalah metode inquiry setting kooperatif, sedangkan media yang digunakan adalah tali rapia tiga warna, karton dan plastic, yang telah disiapkan guru. Tahapan do-see dilaksanakan di SMPN 15 Batam pada tanggal 17 oktober2013.Pembelajaran matematika dilaksanakan dikelas VII pada semester I tahun pelajaran 2013/2014. Proses pembelajaran diawali motivasi dengan memperlihatkan gambar ayam, burung dan bebek serta menyampaikan tujuan pembelajaran pembelajaran. Guru menanyakan pada siswa cirri-ciri yang ada pada ayam, burung dan bebek tersebut. Setelah itu guru menanyakan kembali pada siswa kelompok yang ada disekitar yang merupakan himpunan dan bukan himpunan yang akhirnya guru bersama siswa menemukan definisi himpunan. Guru membagikan angket pada masing-masing siswa, setelah angket diisi guru memberikan LAS kepada masing-masing kelompok. Setelah selesai pembelajaran guru memberikan post tes secara tertulis. Kegiatan lesson study berikutnya tahapan see untuk merefleksi kegiatan pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN
141
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Guru membelajarkan siswa tentang materi: (1) pengertian dan keanggotaan suatu himpunan, dan (2) diagram venn. Pembelajaran diawali dengan menggali pengetahuan awal siswa dengan mengadakan tanya jawab dengan siswa. Guru : Anak-anak sudah dengar dengan kata himpunan? Siswa : Sudah bu. Guru : Apa arti kata himpunan? Siswa : Kumpulan bu. Guru : Anak-anak gambar apa yang ibu pegang? (guru memperlihatkan pada siswaa halaman depan buku yang bergambar ayam, burung) Siswa : Ayam dan burung bu. Guru : Kalau ibu katakan ayam, burung, itik, angsa, ini merupakan apa? Siswa : Kumpulan hewan bu. Guru : Coba kalian lihat, apa ciri-cirinya yang dama? Sisw : Sama-sama berkaki dua bu. Guru : Ia, jadi ayam, burung, itik dan angsa merupakan apa? Siswa : Kumpulan hewan berkaki dua. Guru : Kumpulan disini sama dengan himpunan. Jadi ayam, burung itik dan angsa merupaka himpunan hewan berkaki dua. Dari dialog tersebut, terlihat bahwa siswa sudah mulai bisa menentukan ciri-ciri suatu objek yang akan dijadikan dasar untuk menentukan suatu himpunan. Untuk menegaskan konsep himpunan guru menyimpulkan bahwa kumpulan hewan ayam, burung, dan itik merupakan himpunan hewan berkaki dua. Guru melanjutkan tanya jawab lagi pada siswa untuk membedakan anggota himpunan dan bukan anggota himpunan. Guru : Himpunan siswa kelas VII yang berjilbab. Ayo sebutkan anggotanya! Siswa : Pia, Viky, Delima, Septi, Mastura, Mariam, Rozi ( siswa menjawabnya serempak) Guru : Apakah Heimi merupakan siswa kelas VII yang berjilbab? Siswa : Tidak bu. Guru : Ia, jelas sekali tidakk, karena heimi siswa laki-laki. Dari dialog tersebut siswa sudah bisa membedakan anggota himpunan dan bukan anggota himpunan berdasarkan ciri kumpulan suatu objek yaitu siswa berjilbab. Guru melanjutkan tanya jawab kembali pada siswa berkaitan dengan contoh yang bukan merupan himpunan. Guru : Kalau ibu tanya, sebutkan anggota himpunan kelas VII yang pintar. Siswa I : Rian, Raihan, Pia Siswa II: Rian, Raihan, Pia dan Viki Siswa III: Rian, Raihan, Pia, Viki dan Yanto Guru : Coba perhatikan dari ketiga jawaban tersebut, apakah jawabannya sama? Siswa : Tidak bu. (siswa menjawab dengan serempak) Guru menjelaskan mengapa jawaban ketiga siswa tersebut tidak sama, alasannya karena dari kata pintar masing-masing siswa mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Ada yang mengartikan pintar itu adalah siswa yang mendapatkan juara satu, juara dua, juara tiga, ada yang mengartikan selalu benar bila dimenjawab pertanyaan guru dan seterusnya. Guru menegaskan kembali dari dialog tersebut kumpulan siswa yang pintar bukan merupakan himpunan karena menimbulkan persepsi yang berbeda-beda atau disebut tidak terdefinisikan dengan jelas. Berdasarkan dari dialog tersebut di atas terlihat bahwa siswa dapat mengaitkan pengetahuan lama (menyebutkan suatu kumpulan berdasarkan cirri-cirinya) dengan pengetahuan baru (himpunan). Guru melanjutkan kegiatan pembelajaran dengan membentuk siswa dalam tiga kelompok, masing-masimg kelompok terdiri dari lima siswa. Guru membagikan angket makanan kesukaan pada masing-masing siswa. Angketnya sebagai berikut : pilihlah makanan kesukaan anda yaitu dua pilihan makanan kesukaan bakso dan lontong sayur dengan cara menceklis makanan yang disukai (boleh pilih keduanya dan jika tidak ada yang disukai jangan dicekis). Setelah pengisian angket selesai, guru membagikan lembar aktifitas 1 kepada masing-masing kelompok . Guru menjelaskan kembali pada siswa hasil angket yang diperoleh masing-masing kelompok direkap 142
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
di tabel 1. Kemudian hasil rekapan masing-masing kelompok diminta untuk ditempelkan di papan tulis. Guru melanjutkan dengan memberikan pertanyaan pada masing-masing kelompok.
Gambar 1. Hasil Kerja Tiap Kelompok
Guru : Untuk kelompok A, berapakah jumlah siswa yang diberi angket? Kel A: Jumlah siswa yang diberi angket adalah 5 siswa. (guru menuliskannya di papan tulis) Guru : Untuk kelompok B, berapakah jumlah siswa yang diberi angket? Kel B : Jumlah siswa yang diberi angket adalah 6 siswa. (guru menuliskannya dipapan tulis) Guru : Untuk kelompok C, berapakah jumlah siswa yang diberi angket? Kel C : Jumlah siswa yang diberi angket adalah 9 siswa. (guru menuliskannya di papan tilis) Pengajuan pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengetahui dari mana masing-masing kelompok menghitung jumlah siswa yang diberi angket. Ternyata jawaban masing masing kelompok masih menjumlahkan banyak siswa yang suka bakso dengan bayak siswa yang suka lontong sayur. Kelompok A menghitung banyaknya siswa yang suka bakso 4 orang dan suka lontong sayur 1 orang. Jawaban kelompok A sesuai dengan jumlah siswa yang diberi angket, yakni 5 orang. Kelompok B menjawab 6 orang dengan rincian 2 siswa suka bakso dan 4 orang suka lontong sayur. Padahal jumlah yang mengisi angket ada 5 orang. Perbedaan tersebut belum disadari oleh kelompok B. Hal serupa juga terjadi pada kelompok C. yang menjawab 9 orang dengan rincian 5 suka bakso dan 4 suka lontong sayur. Padahal jumlah yang mengisi angket sebanyak 5 orang. Hal ini berarti siswa belum mengerti konsep himpunan. Selanjutnya guru meminta masing-masing kelompok untuk merekap kembali hasil angket yang diperoleh ke table 2. Guru berkeliling melihat proses diskusi siswa sambil menilai sikap masing-masing siswa selama berdiskusi dan memberikan schaffolding sebagai pemicu berfikir siswa. Guru membimbing dan mengarahkan proses diskusi kelompok yang mengalami kesulitan sehingga pemikiran siswa dapat mencapai harapan yang diinginkan. Setelah selesai ditempelkan di papan tulis. Selanjutnya guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk mempresentasikannya, cukup berdiri dikelompoknya saja.
Gambar 2. Guru Membimbing Diskusi
143
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kel A: jumlah siswa yang suka makan bakso 2 siswa, siswa yang suka makan lontong sayur 4 siswa, banyak siswa yang diberi angket 5 siswa. Kel B: Siswa yang suka makan bakso 2 siswa, siswa yag suka makan lontong sayur 4 siswa. Bayaknya siswa yang diberi angket 5 siswa. Kel C : Siswa yang suka makan bakso 5 siswa, siswa yang suka makan lontong sayur 4 siswa. Banyaknya siswa yang diberi angket adalah 5 siswa. Dari persentase masing-masing kelompok, guru meminta siswa memperhatikan hasil diskusinya. Guru : Anak-anak, coba kalian perhatikan jumlah siswa yang diberi angket yang dijawab berdasar pada tabel 1 dan tabel 2 pada masing-masing kelompok.
Gambar 3. Hasil Dipasang di Papan
Pengajuan pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa guru berperan sebagai pembangkit belajar dan pemicu berfikir bagi siswa. Dengan membandingkan jumlah siswa yang diberi angket berdasarkan table 1 dan table 2 akan muncul suatu pertanyaan mengapa jawaban jumlah siswa yang diberi angket pada masing-masing kelompok berasarkan table 1 dan table 2 tidak sama? Dalam hal ini guru mengajak siswa untuk berfikir bukan sekedar tahu tetapi hal yang sangat penting dalan belajar siswa harus paham lebih dari sekedar tahu sehingga bias menjawab apa-mengapa-bagaimana. Guru membuat conflict cognitive mengajukan pertanyaan pertanyaan: Guru: Kenapa ada perbedaan penafsiran banyak siswa satu kelopok pada kelompok B dan kelompok C berdasarkan table satu dan table dua? Siswa yang mewakili kelompok B: karna bu jumlah siswa yang suka bakso ditambah jumlah siswa yang suka lontong sayur. Siswa yang mewakili kelompok C : karna bu yang suka bakso 2 dijumlah yang suka lontong sayur 4 jadinya 6, sementara banyaknya siswa satu kelompok berdasarkan table 2 dihitung nama siswayang di tulis ada 5 siswa. Kel A : karna bu masing-masing siswa boleh memilih makanan kesukaan lebih dari satu. Guru : Ia, benar ! (guru meminta semua siswa memberikan aplus) Guru menegaskan kembali dari hasil jawaban siswa, perbedaan terjadi karena satu siswa boleh memilih lebih dari satu makanan kesukaan. Guru memberikan alternative untuk memrcahkan masalah tersebut dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram venn. Selanjutnya guru menjelaskan aturan untuk mengambarkan diagram venn, seterusnya guru mengajak siswa untuk belajar menggambarkan diagram venn sambil bermain tali. Setelah tali dikeluarkan, dengan spontan siswa maju untuk membantu memegang tali sehingga menjadi persegi panjang, ada 4 siswa yang memegang tali di empat sudut persegi panjang, ini menunjukkan siswa sangat kreatif sekali. Dalam hal ini yang menjadi contoh untuk dipraktekkan adalah kelompok C. Tali berwarna kuning untuk membuat parsegi panjang, tali hijau menjadi kurva sederhana B, dan tali merah menjadi kurva sederhana L, L berada didalam B. Siswa yang berada didalam L santo, heimi, rozi dan viki sedangkan septi berada didalanm tali hijau diluar tali merah. Setelah selesai dipraktekkan, guru meminta untuk siswa kembali ke kelompok masingmasing dan sambil membagikan lembar aktifitas kedua. Guru menegaskan kembali untuk masing-masing kelompok menggambarkan diagram venn dengan menggunakan bahan yang telah disediakan berdasarkan dari contoh yang sudah dipraktekkan.
144
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 4. Siswa Menggunting Media
Disini kegiatan siswa menggunting daerah lingkaran menjadi lebil kecil, karena L B maka bentuk diagram yang dibuat kurva L berada didalan kurva B, sehingga dibutuhkan daerah lingkaran untuk L lebih kecil dari B.
Gambar 5. Hasil Ditempel di Kertas
Diagram ven yang digambar berdasarkan data angket yang telah didapatkan. Guru sambil melihat proses diskusi siswa dan mengarahkan serta membimbing diskusi siswa yang mengalami kesulitan. Setelah selesai gambar diagram venn masing-masing siswa, guru meminta untuk di presentasikan kedepan.
Gambar 6. Semua Hasil Kerja Dipasang di Papan
Pada saat refleksi pembelajaran, para guru dapat mengambil nilai bahwa apabila pembelajaran direncanakan dan persiapan mengajar lengkap dengan medianya, seperti contoh pembelajaran ini yaitu pada pembelajaran himpunan, siswa dapat menyebutkan sekelompok objek yang merupakan himpunan dan sekelompok objek yang bukan merupakan himpunan. Pada saat pembelajaran, hampir semua siswa aktif dan antusias mengikuti semua kegiatan, selama diskusi kelompok berlangsung terjadinya kerja sama yang baik antar siswa, ada yang
145
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
semangat bertanya, ada yang semangat mengerjakan LAS dan sebagainya, terkadang ada satu, dua siswa yang kurang aktif tetapi tetap memperhatikan kerja temannya. Masukkan lain yang dapat dikembangkan adalah sebaiknya media hasil kerja siswa yang bagus dan benar dapat digantung didinding kelasnya sehingga siswa tambah semangat untuk menghasilkan media yang lebih baik. Oleh karena itu proses pembelajaran guru dituntut kreatif dalam membuat media pembelajaran. Sutikno dalam Jumaroh (2013) menyatakan bahwa tumbuhnya kesadaran terhadap pentingnya pengembangan media pembelajaran dimasa yang akan datang harus dapat direalisasikan dalam praktik, disamping memahami penggunaannya, para guru harus siap untuk mengembangkan keterampilan membuat sendiri media yang murah dan efisien dengan tidak menolak kemungkinan pemanfaatan alat modern yang sesuai tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi. Namun demikian tidak seluruhnya rencana pembelajaran dapat dilaksanakan karena keterbatasan waktu yaitu siswa tidak sempat mempresentasikan hasil diskusinya karena keterbatasan waktu. SIMPULAN Dari pembahasan tersebut disimpulkan: (1) pembelajaran inquiry setting kooperatif bisa digunakan membantu siswa menemukan konsep himpunan, (2) dengan pembelajaran inquiry setting kooperatif dapat meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, dan siswa merasakan pembelajaran yang dialaminya sangat menyenangkan dan bermakna, (3) dengan pembelajaran inquiry setting koperatif pada materi himpunan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Jumaroh Ika. Penggunaan Media Konkret Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Kelas I Pada Lesson study Di SDN Model Terpadu Bojonegoro. Prosiding Seminar Nasional TEQIP Volume 1 Halaman 70-74. Universitas Negeri Malang. Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Universitas Negeri Malang (UM Press). Subanji, 2013. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah. Prosiding Seminar Nasional TEQIP Volume 1 Halaman 685-693. Universita Negeri Malang Subihadi, 2013. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Terhadap Pokok Bahasan Pengurangan Pecahan Desimal Melalui Penerapan Metode Pemberian Tugas Individual Pada Kelas IV SDN 023 Tanah Brogot Tahun 2013. Prosiding Seminar Nasional TEQIP Volume 1 Halaman 57. Universitas Negeri Malang Turmudi, 2009. Landasan Filsafat Dan Teori Pembelajaran Matematika Berparadigma Eksploratif Dan Investigatif. PT Leuser Cita Pustaka Jakarta.
MENEMUKAN RUMUS LUAS PERMUKAAN BOLA MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRYSETTING KOOPERATIF DALAM KEGIATAN LESSON STUDY PADA SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 5 BATAM Sudarmono Guru SMP Negeri 14 Batam
[email protected] Abstrak :Kegiatan pembelajaran pada kelas IX A SMP Negeri 5 Batam masih bersifat konvensionalberpusat kepada guru, sehingga membosankan bagi siswa. Peneliti tertarik untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika khususnya materi menemukan rumus luas permukaan bola melalui pembelajaran inquiry setting kooperatif. Penelitian ini dilaksanakan pada kegiatan lesson studymelalui tiga tahap yaitu perencanaan(plan), pelaksanaan (do) dan refleksi(see). Data diambilmelalui perekaman video. Hasil rekaman
146
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
ditranskrip dan dianalisis untuk dideskripsikan sesuai dengan tahapan-tahapan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa menjadi aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan meningkatkan hasil belajar siswa pada materi menemukan rumus luas permukaan bola. Kata kunci: Rumus Luas Bola, Inquiry, Kooperatif
Proses pembelajaranyang efektif pada intinya adalah bagaimana guru mampu melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Hal ini menuntut seorang guru untuk lebih kreatif dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang akan disampaikan kepada siswa. Pada proses pembelajaran matematika, selama ini guru berperan lebih dominan di dalam kelas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya guru matematika yang hanya menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan hampir semua materi pembelajaran. Aktivitas siswa hanya mendengar, mencatat, menyelesaikan soal seperti yang dicontohkan oleh guru dan mengerjakan soal pada lembar kerja siswa (LKS). Hal ini yang menyebabkan pembelajaran matematika menjadi monoton sehingga siswa menjadi pasif, tidak kreatif, malas dan bosan dalam mengikuti pelajaran matematika. Kegiatan pembelajaran yang terpusat pada guru menyebabkan siswa tidak memiliki pengalaman dan ketrampilan belajar karena siswa hanya mendapatkan apa yang disampaikan oleh guru dan tidak bisa mengembangkan materi yang diperoleh lebih lanjut. Selain itu siswa juga tidak bisa mengembangkan sendiri konsep-konsep matematika yang ada. Hal ini menyebabkan rendahnya prestasi dan motivasi belajar siswa terutama pada mata pelajaran matematika. Untuk itu guru perlu mengunakan metode pembelajaran yang dapat memunculkan keaktifan, kreatifitas dan antusias siswa pada pembelajaran matematika. Salah satu metode yang dapat meningkatkan antusias siswa terhadap pembelajaran matematika adalah pembel-ajaran inquiry. Dalam pelaksanaanya pembelajaran ini bisa dilaksanakan dengan model pembelajaran kooperatif. Beberapa penelitian (Fitri Mulyani, 2013; Vera Kartika, 2013) menunjukkan bahwa pembelajaran inquirysangat efektif untuk meningkatkan partisipasi, keaktifan dan antusias siswa dalam proses pembelajaran. Dengan pembelajaran inquiry ini diharapan siswa terlibat dalam pembelajaran sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Subanji (dalam Fitri Mulyani, 2013) menjelaskan bahwa pembelajaran dengan penemuan atau inquiry merupakan pembelajaran yang berlangsung sebagai hasil dari manipulasi, menstukturkan, dan menstransfer informasi sehingga siswa menemukan informasi baru. Dalam penemuan, siswa mungkin membuat konjektur, merumuskan hipotesis atau menemukan kebenaran suatu pernyataan matematika menggunakan induksi, deduksi, observasi, dan ekstrapolasi. Hal penting dalam penemuan adalah siswa harus menjadi bagian yang aktif dalam memformulasikan dan dalam mencapai atau mendapatkan informasi baru. Selain itu Vera Kartina (2013) juga menjelaskan bahwa pembelajaran inquiry adalah metode yang memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran melalui percobaan maupun eksperimen sehingga melatih siswa berkreasi dan berpikir kritis untuk menemukan sesuatu. Pembelajaran inquiry dalam praktiknya dapat dilakukan dalam setting individu atau setting kooperatif. Setting koopratif diperlukan untuk membangun komunitas balajar pada siswa untuk saling membantu memahami materi. Subanji (2013) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain.Dalam pembelajaran kooperatif, peranan guru adalah mendorong dan atau mengkondisikan kelas sedemikian hingga siswa bekerja sama dalam suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas bersamanya. Demikian juga guru harus mengkondisikan agar dua atau lebih individu saling bergantung sama lain untuk mencapai satu tujuan bersama. Desi Rusnita (2013) menjelaskan karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya, (a) siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis, (b) anggota anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa–siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi,(c) jika memungkinkan masing - masing kelompok terdiri dari siswa yang berbeda 147
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
suku, budaya dan jenis kelamin,(d) sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok dalam individu. Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan-nya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntut aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok. Karli dan Yuliariatiningsih (dalam Desi Rusnita, 2013) mengemukakan kelebihan pembelajaran kooperatif antara lain; (1) dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar,(2) dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang dimiliki oleh siswa,(3) dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat,(4) siswa tidak hanya sebagai objek belajar melainkan juga sebagai subjek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya,(5) siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesuksesan kelompoknya, (6) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya. Kelebihan pembelajaran kooperatif berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran. Dalam artikel ini penulis mencoba menerapkan pembelajaran inquiry setting kooperatif pada materi bangun ruang sisi lengkung yaitu untuk menemukan rumus luas permukaan bola pada siswa kelas IX A SMP Negeri 5 Batam. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dalam kegiatan lesson study pada tanggal 15 November 2014 di SMP Negeri 5 Batam pada kelas IX A. Adapun tahapan yang dilaksanakan adalah Perencanaan (Plan), Pelaksanaan (Do) dan Refleksi (See). Data diambil dengan cara merekam atau mendokumentasikan aktivitas kegiatan pembelajaran dikelas. Data yang diperoleh di analisis dan dideskripsikan berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran inquiry sehingga penelitian ini tergolong deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitan ini dilaksanakan pada kegiatan lesson study dengan melalui tiga tahapan yaitu: (1) Perencanaan (Plan), (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See). Tahap Perencanaan (Plan) Pada tahap perencanaan peneliti bersama dua orang guru merencanakan pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap ini dilakukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diharapkan mampu membelajarkan peserta didik secara efektif dan menyenangkan, sehingga peserta didik lebih termotivasi dan antusias terhadap pembelajaran yang akan dilaksanakan. RPP disusun dengan standart kompetensi “memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya”, dan kompetensi dasar “menghitung luas selimut dan volume tabung, kerucut dan bola”. Materi Pembelajaran dalam penelitian ini adalah menemukan rumus luas permukaan bola melalui pembelajaran inquiry. Pemilihan pembelajaran inquiry karena dengan pendekatan ini siswa diajak secara aktif dalam proses pembelajaran melalui percobaan atau eksperimen sehingga melatih siswa berkreasi dan berpikir kritis untuk menemukan luas permukaan bola. Pembelajaran inquiry dilakukan dengan setting kooperatif. Pembelajaran direncanakan meng-gunakan media berupa kertas karton, bola plastik dan Lembar Aktifitas Siswa (LAS) yang nanti dibagikan kepada setiap kelompok. Dalam RPP juga ditentukan alokasi waktu pembelajaran yaitu 2 jam pelajaran atau 2 x 40 menit. Dalam kegiatan perencanaan ini juga dibahas tentang kelebihan dan kekurangan beserta alternatif pemecahan masalah, sehingga dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu juga ditentukan siapa yang akan menjadi “guru model” dan yang menjadi “observer”. Pelaksanaan (Do)
148
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tahapan Do dilaksanakan oleh guru model yang sudah ditentukan sebelumya dan dilaksanakn pada hari Rabu, 15 Oktober 2014 di kelas IX A SMP Negeri 5 Batam. Open class ini diikuti oleh 35 siswa kelas IXA dan dihadiri oleh dua orang guru yang bertindak sebagai observer. Pada tahap Do, kegiatan yang dilakukan adalah menerapkan rancangan pembelajaran yang dibuat pada tahap perencanaan. Sebelum memulai kegiatan pembelajaran, observer telah mempelajari RPP dan lembar observasi. Dalam RPP telah diinformasikan bahwa pembelajaran yang akan dilakukan menggunakan model pembelajaran inquiry dan kooperatif. Berikut deskripsi pembelajaran inquiry setting kooperatif. Kegiatan awal pembelajaran Pada saat masuk kelas, guru model dan siswa saling memberi salam. Setelah mengecek kehadiran siswa guru model membagikan kertas bernomor kepada masing-masing siswa sesuai dengan nomor pada daftar absen siswa. Kegiatan pembelajaran diawali dengan menggali pengetahuan awal siswa dengan mengadakan tanya jawab dengan siswa. Guru : anak-anak apakah kalian masih ingat pelajaran tentanglingkaran? Siswa : ingat bu Guru : kalau benda yang ibu bawa ini apa namanya? (guru menunjukkah bola plastik) Siswa : Bola bu...(Ada satu orang siswa bernomor 17yang menjawab benda yang dibawa guru adalah lingkaran). Dari dialog tersebut terlihat bahwa siswa sudah mengenal bangun ruang bola dan bisa mengaitkan dengan lingkaran. Kemudian guru menanyakan kembali kepada siswa nomor 17 tersebut. Guru : Mengapa ini disebut lingkaran nak? Siswa nomor 17 :Karena bulat bu Kemudian guru menindaklanjuti pemahaman siswa terkait dengan konsep bola dan lingkaran dengan mengajukan pertanyaan kepada semua siswa. Guru : Benarkah ini lingkaran? Apa bedanya lingkaran dengan bola? (guru berperan sebagai pemacu berpikir) Siswa nomor 32 menjawab : Itu bola bu bukan lingkaran, bedanya kalau lingkaran itu bangun datar, kalau bola bangun ruang bu. Dari dialog tersebut, terlihat bahwa siswa sudah bisa menyimpulkan lingkaran sebagai bangun datar sedangkan bola sebagai bangun ruang. Dalam hal ini guru menguatkan kembali tentang perbedaan lingkaran dan bola. Kegiatan dilanjutkan dengan guru menyampaikan bahwa tujuan pembelajaran hari ini adalah siswa dapat menemukan rumus luas permukaan bola dengan menggunakan media bola plastik yang akan dibagikan kepada setiap kelompok. Guru juga mengingatkan kembali kepada siswa tentang unsur-unsur terkait lingkaran terutama luas lingkaran, karena itu merupakan materi prasyarat yang harus dikuasai sebelum pembelajaran luas permukaan bola. Dalam kegiatan ini siswa mengaitkan pengetahuan lama (luas lingkaran) dengan pengetahuan baru (luas permukaan bola). Dari apersepsi yang dilakukan guru terlihat bahwa pengetahuan lama siswa sudah cukup untuk membangun pengetahuan baru. Kegiatan Inti Dimulai dengan guru membagi siswa secara acak menjadi 5 kelompok dengan masing kelompok terdiri dari 7 orang siswa yang heterogen. Setelah terbagi kelompok, guru membagikan kertas karton, bola plastik kecil masing-masing satu buah, gunting dan lem.
149
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 1. Guru Membagikan Media
Guru membagikan satu Lembar Aktivitas Siswa (LAS) kepada setiap kelompok sebagai panduan untuk menemukan rumus luas permukaan bola. Dalam LAS tersebut langkah-langkah yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok yaitu: 1. Guntinglah bola plastik menjadi dua bagian yang sama besar 2. Gambarlah dua buah lingkaran pada karton menggunakan jangka dengan jari-jarinya sama dengan jari-jari bola 3. Guntinglah salah satu belahan bola menjadi potongan-potongan kecil 4. Tempelkanlah menggunakan perekat potongan-potongan kecil bola tersebut pada dua buah lingkaran yang yang telah dibuat di karton sampai memenuhi semua daerah lingkaran tersebut 5. Setelah itu isilah pertanyaan dibawah ini. Setengah bola setelah dipotong kecil dapat mengisi penuh 2 buah lingkaran, maka : Satu bola akan dapat terpenuhi = .....lingkaran = ...... x Luas lingkaran = ........x........ Potongan dari satu bola yang dapat memenuhi lingkaran = Luas permukaan Bola Maka luas permukaan = ........... Setelah siswa menerima LAS langsung terjadi interaksi antar siswa dalam kelompok. Beberapa kelompok nampak masih kesulitan untuk memahami maksud intruksi dalam LAS. Beberapa siswa dalam kelompok ada yang berinisiatif untuk bertanya kepada guru, akan tetapi ada kelompok yang juga kesulitan akan tetapi tidak berani untuk bertanya kepada guru. Menyikapi kondisi ini guru segera mengecek ke setiap kelompok untuk memberikan penjelasan langkah-langkah dalam LAS (guru melakukan scaffolding). Penelitian tentang penerapan scaffolding dalam memahamkan siswa terhadap materi pelajaran telah dilakukan oleh Velix Meyfy M (2013). Scaffolding digunakan sebagai cara guru memberikan bantuan kepada siswa agar terbentuk pemahaman yang diharapkan dari siswa. Bantuan yang diberikan tujuannya untuk mempermudah siswa agar dia lebih mudah memahami materi pembelajaran. Agar siswa mudah memahami materi pembelajaran maka guru harus bisa menjadi penghubung yang baik antara kemampuan awal siswa dengan masalah yang berhubungan dengan materi pembelajaran.
150
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 2. Guru Membimbing Kelompok
Selama kerja kelompok, dalam pengamatan peneliti, nampak di kelompok V ada siswa nomor 23 sejak mulai berkelompok tidak terlibat aktif dalam diskusi maupun kerja kelompok.
Gambar 3. Siswa Bermain
Siswa ini dari mulai awal kelompok hanya bermain jangka dan pena, sayangnya hal ini tidak terpantau oleh guru. Siswa ini hanya nampak aktif jika guru mendekat ke kelompoknya. Peneliti bertanya kepada siswa nomor 23. Peneliti : kok tidak ikut mengerjakan nak? Siswa : sudah ada yang mengerjakan pak Dari dialog tersebut siswa berpendapat bahwa tugaskelompok yang penting selesai, jadi tidak semua siswa harus mengerjakan tugas yang diberikan kepada kelompok. Hal ini perlu ditanamkan pemahaman kepada siswa bahwa tujuan berkelompok agar terjadi interaksi dan saling membantu untuk menyelesaikan permasalahan yang ada Setelah batas waktu yang diberikan masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok, namun sampai batas waktu yang diberikan ada satu kelompok, yaitu kelompok V belum selesai tugas kelompoknya.
Gambar 4. Siswa Mempresentasikan Hasilnya
151
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Dari hasil presentasi masing-masing perwakilan kelompok di dapatkan bahwa siswa sudah dapat menyimpulkan hubungan antara luas daerah lingkaran dengan luas daerah bola. Presentasi dari kelompok III yang diwakili oleh siswa nomor 32 sudah bisa menjelaskan proses menemukan rumus luas permukaan bola. Siswa tersebut menjelaskan bahwa untuk menemukan rumus luas permukaan bola, bola plastik dipotong menjadi dua bagian yang sama besar. Kemudian menggambar lingkaran dengan jari-jari sama dengan jari-jari bola. Setelah itu salah satu belahan bola tersebut di gunting menjadi bagian kecil dan ditempelkan pada gambar lingkaran yang telah dibuat sampai memenuhi kedua lingkaran tersebut.
Gambar 5. Hasil Jawaban Siswa
Setengah bola tersebut setelah dipotong kecil dapat mengisi penuh 2 buah lingkaran, maka menurut siswa tersebut : Satu bola akan dapat terpenuhi = 4 lingkaran = 4 x Luas lingkaran =4x Maka luas permukaan Bola = 4 . Dari penjelasan siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa tersebut sudah mampu menemukan rumus luas permukaan bola dengan media yang diberikan. Kegiatan Penutup Setelah semua siswa melakukan presentasi, guru mengajak siswa untuk menyimpulkan pembelajaran pada hari itu. Guru memberikan apresiasi kepada semua siswa yang ternyata berhasil menemukan rumus luas permukaan bola mengunakan media yang diberikan. Refleksi (See) Dalam kegiatan refleksi dilakukan oleh tim lesson study yang terdiri dari tiga orang yaitu dua observer dan satu guru model. Pada kegiatan ini, guru model menyampaikan hal – hal tentang kesannya selama menjadi model dan juga pelaksanaan pembelajaran. Apa yang dirasakan, dan apa yang kurang dari pembelajaran yang telah dilakukan. Kemudian dilanjutkan oleh observer menyampaikan hasil pengamatan selama pembelajaran. Dari hasil refleksi diperoleh fakta dan masukan untuk perbaikan sebagai berikut : 1. Pada proses pembelajaran guru tidak cukup waktu untuk memberikan soal latihan terkait dengan materi yang disampaikan. Untuk selanjutnya diperlukan manajemen waktu dalam proses pembelajaran perlu dilaksanakan dengan baik sesuai dengan RPP yang telah dibuat sehingga semua yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik. 2. Dalam proses pembelajaran sebagian besar siswa antusias untuk mengikuti pembelajaran meskipun masih ada beberapa siswa yang tidak tidak terlibat aktif dalam diskusi kelompok sehingga perlu pendekatan dan pemahaman kepada siswa yang bersangkutan. Berdasar informasi dari guru bahwa siswa tersebut memiliki motivasi belajar yang rendah, sering membolos dan sering kehilangan konsentrasi belajar sehingga perlu penanganan khusus dari sekolah 3. Meskipun siswa mengerjakan tugas sambil bermain - main namun siswa mampu menemukan inti pelajaran yaitu menemukan rumus luas permukaan bola menggunakan media yang diberikan.Siswa nampak senang dan antusias dengan cara belajar yang disampaikan oleh guru
152
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
4. Perlu disiapkan media dan alat pembelajaran lengkap karena ketika pembelajaran alat dan media yang disiapkan masih kurang ketika dibagi ke setiap kelompok sehingga untuk mengerjakan tugas, siswa saling menunggu untuk menggunakan alat KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Materi menemukan luas permukaan bola lebih mudah diterima siswa menggunakan pembelajaran inquiry setting kooperatif 2. Pembelajaran inquiry setting kooperatif pada materi menemukan luas permukaan bola siswa diajarkan untuk bekerja aktif dalam kelompok sehingga siswa termotivasi dalam belajar matematika 3. Pembelajaran inquiry setting koopertif pada materi menemukan luas permukaan bola menjadikan siswa antusias dan aktif dalam pembelajaran yang berimbas kepada meningkatnya hasil belajar siswa DAFTAR RUJUKAN Kartika, Vera, 2013 Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Inquiry dalam Pembelajaran Luas Persegi dan Persegi Panjang Siswa Kelas III SDK II Atambua. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Mulyani,Fitri, 2013Penerapan Pembelajaran Kooperatif Setting Inquiry Dalam Praktik Open Class TEQIP 2013 Kelas IX.2 SMP N 1 Bunguran Timur Natuna Kepulauan Riau. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Vol 1 : 965-972 Pontotoring, Velix M, 2013Penerapan Scaffolding untuk Memahamkan Kesebangunan dan Kongruensi Bangun Datar Siswa Kelas IX A SMP Negeri 2 Tabukan Tengah. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Vol 1 : 855-860 Rusnita Desi dan Putrama Ramon, 2013 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Melalui Lembar Kerja Siswa (LKS) pada Materi KPK di Kelas IV. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press)
153