PERPADUAN PENGETAHUAN KONSEPTUAL DENGAN PENGETAHUAN PROSEDURAL SEBAGAI UPAYA MEMBANGUN PEMBELAJARAN MEANINGFUL MATHEMATICS PECAHAN TINGKAT SD
Rustanto Rahardi Dosen Matematika Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Menurut Piaget layak untuk dinyatakan bahwa pembelajaran pecahan di tingkat SD berawal dari benda-benda konkrit sebagai pengetahuan konseptual baru dilanjutkan dengan memanipulasi aturan-aturan yang ada pada bilangan beserta operasinya sebagai pengetahuan prosedural. Sedikit beda dengan Piaget, filosof Jerome Bruner mengusulkan tiga model representasi, yaitu: Enactive, Iconic, dan Symbolic. Kedua filosof tersebut nampak jelas bahwa pembelajaran di SD harus memulai dengan pengetahuan konseptual dilanjutkan dengan pengetahuan prosedural. Paper ini ditulis dengan tujuan memaparkan terhadap tiga pengamatan: data video praktek pembelajaran guru, pengetahuan prosedural 33 calon guru SD terhadap pecahan, dan pengetahuan konseptual dua guru tentang pecahan. Terungkap bahwa penguasaan mereka terhadap bilangan pecahan masih sangat kurang. Mereka tidak memahami apa itu bilangan pecahan, akan tetapi secara simbolis mereka tahu, bahkan mereka salah menghitung dari bilangan-bilangan pecahan yang dioperasikan. Data tambahan dari beberapa artikel dalam jurnal internasional menyatakan bahwa pecahan merupakan topik yang sulit bagi siswa, pembelajaran pecahan adalah salah satu daerah utama kegagalan, siswa memiliki bahasa pecahan tapi tidak memahami penjumlahan kuantitas pecahan. Berdasarakan fakta data-data yang telah diperoleh menunjukkan bahwa perlu adanya perpaduan antara pengetahuan konseptual dengan pengetahuan prosedural materi pecahan sehingga diperoleh pembelajaran meaningful-mathematics. Kata-kata kunci: pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, meaningfulmathematics, pecahan.
Profesionalisme guru matematika di tingkat Sekolah Dasar (SD), akan tampak ketika ia dapat membelajarkan materi matematika tidak hanya berdasar pada aksiomatik formal matematika. Guru membangun dasar itu melalui perwujudanperwujudan, sifat-sifat perwujudannya, kemudian bergerak hingga aksiomatik formalnya. Sebagai contoh, masih banyak orang yang mengajarkan konsep luas bangun persegi panjang, bahwa luasnya dirumuskan secara aksiomatik formal adalah panjang kali lebar. Tetapi mengapa luasnya dirumuskan seperti itu, ternyata di lapangan belum banyak orang
yang notabene guru SD belum dapat menjelaskannya. Seharusnya dapat diawali dari suatu perwujudan benda berpermukaan persegi panjang kemudian dilakukan pendekatan-pendekatan tertentu dan akhirnya diperoleh rumus formal aksiomatiknya. Kondisi inilah yang dapat menyebabkan sebagian besar orang menganggap bahwa matematika sebagai mata pelajaran yang kurang menarik. Mereka tidak salah karena mengetahui matematika berisi rumus-rumus belaka yang terasa kering kurang bermakna. Bentuk pembelajaran matematika yang kurang bermakna seperti ini oleh Iwan
620
621, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Pranoto (2013) disebut dengan pseudomathematics, sedangkan pembelajaran matematika yang penuh dengan kebermaknaan disebut dengan meaningfulmathematics. Mengacu pada Hiebert & Lefevre (1986), bahwa knowledge procedural consists of rules, algorithms,or procedures used to solve mathematical tasks. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penguasaan keterampilan komputasi dan keakraban dengan prosedur untuk mengidentifikasi komponen matematika, algoritma dan definisi dalam paper ini selanjutnya dinamakan sebagai pengetahuan prosedural. Mengamati lebih dalam lagi tentang profesionalisme pendidikan di tingkat SD, ternyata pembelajaran materi pecahan pendekatan yang digunakan guru kebanyakan adalah aksiomatik formal. Pembelajaran matematika SD saat ini masih didominasi dengan pendekatan abstrak dan metode ceramah serta pemberian tugas. Masih jarang yang menggunakan pendekatan nyata yang membuat siswa aktif menggunakan alat peraga (Sukayati, 2009). Sebagai contoh, dua bilangan pecahan jika penyebutnya sudah sama maka prosedur jumlah mereka tinggal memperhatikan jumlah pembilangnya. Guru tanpa harus mau menjelaskan mengapa penyebutnya harus sama lebih dulu. Pembelajaran yang hanya prosedural seperti ini dapat mengakibatkan siswa hanya memiliki bahasa pecahan, tapi tidak memahami penjumlahan kuantitas pecahan (Pirie dan Kieren, 1994). Bilangan pecahan hanya dimaknai sebagai bilangan rasional
dengan
,
bilangan bulat dan . Definisi pecahan yang abstrak sehingga bagi siswa SD kurang tepat kerena mereka kurang dapat memahami konsepnya. Spinillo dan Federal (2004) mengungkapkan bahwa di
negara Brasil siswa sulit memahami tentang konsep pecahan. Ungkapan ini wajar karena siswa memahami pecahan berangkat dari bilangan rasional. Secara umum pembelajaran materi pecahan memuat banyak permasalahannya (Leung, 2009). Permasalahan yang ditemukan pada siswa, seperti ketika menjumlahkan dua bilangan pecahan dengan cara memjumlahkan masingmasing pembilangan dan penyebutnya. Mereka belum memahami makna pecahan sehingga ketika lupa prosedurnya maka langkah penjumlahan seperti itu yang mereka lakukan. Berdasarkan penelitian Pinila (2007) diperoleh kesimpulan bahwa pecahan merupakan daerah utama kegagalan. Fakta menunjukkan banyak siswa yang belum dapat mengoperasikan pecahan dengan benar jika dibandingkan ketika ia mengoperasikan bilangan selain pecahan seperti bilangan-bilangan bulat. Banyak yang mengakui bahwa pecahan merupakan puncak aritmatika dasar seperti Yim (2009). Tokoh Pirie dan Kieren (1994), mengkonfirmasikan asumsi guru bahwa siswa memiliki bahasa pecahan dapat digunakan, tapi tidak memahami penjumlahan kuantitas pecahan. Menurut teori perkembangan intelektual Jean Piaget menyatakan bahwa siswa SD tahap berpikirnya adalah operasi kongkrit (Cherry, 2014). Pembelajaran yang menggunakan benda-benda konkrit atau perwujudannya sebagai bahan manipulatif untuk memahami konsep matematikanya. Pengetahuan yang diperoleh dari media konkrit atau perwujudannya hingga bentuk simbol matematikanya selanjutnya dipandang sebagai pengetahuan konseptual. Penamaan ini sejalan dengan Hiebert & Lefevre (1986) menyatakan bahwa, conceptual knowledge is characterized most clearly as knowledge that is rich in relationships. It can be thought of as
Rahardi, Pengetahuan Konseptual Dengan Pengetahuan Prosedural, 622
connected web of knowledge, a network in which the linking relationships are as prominent as the discrete pieces of information. Relationships pervade the individual facts and propositions so that all pieces of information are linked to some network. In fact, a unit of conceptual knowledge cannot be an isolated piece of information; by definition it is a part of conceptual knowledge only if the holder recognizes its relationship to other pieces of information. Menghubungkan informasi berdasarkan benda konkrit atau perwujudannya dengan simbol-simbol yang tidak terpisahkan. Memahami teori Jean Piaget layak untuk dinyatakan bahwa pembelajaran pecahan di tingkat SD berawal dari benda-benda konkrit atau perwujudannya sebagai pengetahuan konseptual baru dilanjutkan dengan memanipulasi aturan-aturan yang ada pada bilangan beserta operasinya sebagai pengetahuan prosedural. Sedikit beda dengan Jean Piaget, filosof Jerome Bruner mengusulkan tiga model representasi, yaitu: Enactive, Iconic, dan Symbolic (McLeod, 2012). Kedua filosof tersebut nampak jelas bahwa pembelajaran matematika harus dimulai dengan pengetahuan konseptual dilanjutkan dengan pengetahuan prosedural. Kenyataannya di beberapa daerah Indonesia ditemukan adanya ketidak paduan antara kedua pengetahuan tersebut, bahkan ada beberapa calon guru yang salah dalam menyelesaikan soal berbentuk pecahan. Penelitian tentang pecahan belum banyak dilakukan di Indonesia, oleh karena itu paper ini mencoba mengurai data awal di lapangan secara langsung yang mengungkapkan fakta bahwa banyak guru yang belum dapat menghubungkan kedua pengetahuan tersebut pada pembelajaran pecahan di SD. Selanjutnya, uraian datadata awal dan beberapa kajian akan diedentifikasi untuk merumuskan tahapan-
tahapan yang dapat dijadikan alternatif menghubungkan kedua pengetahuan tersebut. Data-data yang menjadi fokus pengamatan diantaranya adalah data video praktek pembelajaran guru, pengetahuan prosedural 33 calon guru SD terhadap pecahan, dan pengetahuan konseptual dua guru tentang pecahan. Penerapan rumusan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pembelajaran meaningful-mathematics. Materi Pecahan Operasi pada bilangan bulat, pecahan dan desimal merupakan sentral dalam matematika sekolah dasar dan menengah. Siswa juga didorong untuk memperhalus pemahaman mereka tentang penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian karena mereka menggunakan operasi ini dengan bilangan bulat, pecahan dan desimal (NCTM, 2000). Materi pecahan diberikan sesudah siswa menerima materi bilangan bulat beserta operasinya, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Kata pecahan menurut bahasa latin fractio berarti memecah menjadi bagianbagian yang lebih kecil. Menunjukkan ada sesuatu yang dipecah, berarti ada benda kongkrit yang dapat dipakai sebagai acuan untuk dipecah. Bilangan pecahan sendiri merupakan bagian dari bilangan real atau nyata. Memahami kesetaraan dalam kaitannya dengan pecahan adalah pusat kajian yang penting. Siswa perlu banyak pengalaman fleksibel menggabungkan pecahan sederhana dengan cara yang memperkuat kesetaraan antara mereka (Blair, 2008). Pembelajaran materi pecahan mestinya dapat menggunakan pendekatan nyata dengan tujuan siswa mudah memahaminya. Sepertinya pemahaman konsep pecahan sederhana akan tetapi bagi siswa yang baru mengenal pecahan tentang konsep pecahan tidak
623, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
sesederhana bayangan kita yang sudah mengenal pecahan. Meaningful-Mathematics Memahami pengetahuan dalam matematika belum tentu tahu maknanya akan tetapi dapat menyelesaian karena menguasai prosedurnya. Pembelajaran yang pemahaman konsepnya menggunakan pemaknaan dalam paper ini dinamakan pembelajaran meaningfulmathematics. Sebagai contoh, dalam teknik penjumlahan pecahan dapat diawali dengan mengenalkan lebih dahulu konsep pecahan melalui benda-benda kongkrit dilanjutkan dengan prosedur menjumlahkan pecahan. Kadang-kadang tanpa melalui pengenalan benda kongkrit langsung dengan prosedur penjumlahan pecahan, yang penting jika penyebut sudah sama maka pembilangnya dijumlahkan. Cara-cara seperti ini sering dijumpai dengan prosedur kepraktisannya, dan yang penting siswa dapat menjumlahkannya dengan benar. Bagi siswa SD prosedur seperti ini tidak mempunyai makna, bagi mereka hanya menjumpai bilanganbilangan yang hampa. Teknik ini pembelajaran yang hampa seperti inilah dikenal dengan pembelajaran pseudomathematics. Menurut Faulkenberry (Zakaria, 2009), pembelajaran meaningful-mathematics adalah pengetahuan yang kaya dalam hubungan dan mengacu pada struktur yang mendasari matematika: interkoneksi antara ide-ide yang menjelaskan dan memberi makna pada prosedur matematika. Sementara itu, pseudo-mathematics (prosedural) adalah penguasaan ketrampilan komputasi dan keakraban dengan prosedur untuk mengidentifikasi komponen matematika, algoritma dan definisi Eisenhart dkk (Zakaria, 2009).
Pengamatan Praktek Pembelajaran Guru Menganalisis data Rustanto Rahardi (2011), yang diperoleh melalui rekaman kamera ditemukan dalam suatu pembelajaran matematika di SD Swasta Surabaya, adanya guru yang semula mengajar dengan media manipulatif untuk memaknai 1/3 dan 2/5, tetapi pada langkah menyamakan penyebutnya guru langsung menggunakan prosedur Kelipatan Persekutuan terKecil (KPK). Berikut ini adalah transkrip hasil rekaman video pembelajaran Matematika SD pada Siswa Kelas IV tentang: Mengubah Dua Pecahan Berpenyebut Tidak Sama Menjadi Berpenyebut Sama:
1 2 dan dengan U 3 5
(ustada/guru) dan S (siswa). 1. U : Tongkat jika dibagi menjadi 12 bagian yang sama, satu bagiannya itu namanya apa? 2. S : satu per dua belas 3. U : Satu per dua belas. Tongkat jika satu bagiannya itu 1 per 50 berarti kira-kira Ustada membagi tongkat itu menjadi berapa bagian? 4. S : 50 5. U : 50 bagian 6. S : Susah bu 7. U : Susah ya, tongkatnya panjang sekali 8. S : gampang 9. U : tali pramuka panjangnya 6 meter, jika dijadikan cm menjadi berapa? 10. S : 600 cm 11. U : 6 m itu kemudian 1 meternya itu berapa bagian tali? 12. S : 6; 1/6 13. U : Berarti kalau ustada membagi 6 meter itu
Rahardi, Pengetahuan Konseptual Dengan Pengetahuan Prosedural, 624
14. S 15. U
16. S 17. U
18. S 19. G
20. S 21. U 22. S 23. U 24. S 25. U
26. S 27. U 28. Rio 29. U
30. Ayu
menjadi 6 bagian berarti satu bagiannya ... : 1/6 : Berarti kalau ustada punya 6 meter tali eh 12 meter berarti kira-kira satu pertiganya berapa bagian? : sepertiganya ya? : ya, 12 m maka satu pertiganya itu kira-kira berapa bagiannya panjang tali, berapa meter? :4 : 4 bagian tali, eh 4 meter maaf ya. Jadi kalau ustada mempunyai 12 m kemudian satu pertiganya itu kira-kira berapa bagian tali? Berapa meter? Berarti 4 meter, nah sekarang ok jadi anak-anak 1 m dari tali yang berukuran 6 m tadi berapa bagiannya, 1 m dari tali yang berukuran 6 m berapa bagiannya? : 1/6 : Kalau 2 meter dari 6 m tadi berapa bagiannya? : 2/6 : kalau 5 meternya? : 5/6 : 5/6 bagian tali, nah sekarang ustada tanya lagi, misalnya ustada punya ukurannya 1/3 dan 2/5 bagian tali, kira-kira tali yang cocok supaya bisa dibagi dengan 1/3 dan 2/5 kira-kira ukuran talinya berapa? : 6; 15; 30; 45; 60; 35 : Rio menjawab 6 mengapa? : gak tahu : ingat anak-anak jawaban harus ada alasannya. Ok ada 15? : karena bisa dibagi 3 dan 5.
31. U 32. Fahri 33. U 34. Fahri 35. U
36. S 37. U 38. S 39. U 40. S 41. U 42. S 43. U 44. S 45. U 46. S 47. U 48. S 49. U
50. S 51. U
52. S 53. U
54. S
: ok kemudian Fahri 60 ya tadi : 30 : Mengapa 30? : karena bisa dibagi 3 dan 5 : Ok anak-anak 15 itu biasanya kita.... coba ustada punya 3 dan 5 kita cari KPKnya 3 sama 5. 3 kali 1 berapa? :3 :3x2 :6 :3x3 :9 :3x4 : 12 :3x5 : 15 : 3 x 6, 18 dst. kemudian 5 .... : 5; 10; 15; 20; 25; 30; 35; 35; 40; 50 ... : Ok di sini KPKnya ketemu berapa? : 15 : 15 berarti jawab Ayu yang 15 tadi bisa disimpulkan diapanya? : KPKnya : KPKnya dari 3 dan 5, nah anak-anak sekarang tadi kan ustada minta, berarti ukuran tali yang cocok kirakira berapa tadi? : 15 : ya 15. Nah sekarang ustada minta tolong ada yang mau menggambarkan ustada. Jadi 1/3 bagian dari 15 seperti apa gambarnya dan 2/5 dari 15 itu seperti apa gambarnya. Coba ada yang berani menggambarkan ke ustada? : berapa bu?
625, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
55. U
56. S 57. U
58. Rian 59. U 60. Rian
61. U 62. Rian
63. U
64. Rian
65. U 66. S 67. Rian
: 1/3 dari 15 itu bagaimana gambarnya, bisa dibuat garis bilangan, kemudian 2/5 dari 15 itu bagaimana gambarnya. : sebentar tanya, boleh dibagi dua tidak : boleh. Jangan menunjuk temannya, dirinya sendiri ok. Nanti kelompoknya dapat poin, dan dirinya sendiri juga dapat poin dari ustada. : angkat tangan maju ke depan menggambar. : 1/3 dari 15 m : (Ingah-ingih sambil mengambar) : 15 meternya itu seberapa banyaknya? : menghapus sebagian gambar semula : atau mungkin dapat dipakai garis bilangan ya. Jadi buat tongkat atau tali yang ukurannya15 m : menghapus semua gambar. 15 m dari 6 m saja panjang sekali : kan gambar ilustrasi, Rian serius ya! : ilustrasi : menggambar lagi. He bantuen tah (Minta temantemannya membantu). Teman-teman yang lain menjawab gak bisa juga bingung.
68. U
: ok. Dalam bentuk apa itu? Tongkat ya?
69. Rian
:
70. U 71. Rian 72. U
73. Rian 74. U 75. Rian 76. U 77. Rian 78. U 79. S 80. Rian
: itu berapa bagian Rian? : 3 bagian : nah sekarang kamu arsir itu berapa bagian dari tongkat ya, tongkat ya betul ya. Ok berapa bagian dari tongkat? :1 : 1, satu apa namanya? : 1/3 : 1/3 diberi tanda pada bagian-bagiannya : : yang mana 1/3 nya itu? Taruh dimana seharusnya? : atasnya Yan (salah seorang siswa memberi tahu Rian) : oalah
81. U
: yang mana itu, yang ini dihapus (menunjuk 1/3 samping kanan)
82. Rian 83. U
: : Tongkatnya atau talinya tadi ukurannya berapa? : 15 : ditulis di situ 15 (menunjuk samping kanan gambar)
84. Rian 85. U
86. Rian
87. U 88. Rian 89. U
:
Salah seorang teman Rian berkata hoh & tertawa : 15 cm atau 15 m? : 15 m : Kita sepakati 15 m ok Rian duduk. Itu katanya Rian 1/3
Rahardi, Pengetahuan Konseptual Dengan Pengetahuan Prosedural, 626
90. S
91. U 92. S
93. U 94. S
95. U
96. S 97. U
98. S 99. U
100. S 101. U
dari 15 m. Sekarang tadi satunya 2/5. Oke ustada minta ........... : seorang siswa maju terus menggambar : berarti 2/5 nya sampai dimana? : menunjukkan dengan gambar
ya berarti tongkatnya ukurannya berapa? : menunjukkan dengan gambar
karang kalau ustada minta ini dalam satuan meter, kira-kira 1/3 ini berapa meter?
102. S 103. U 104. S 105. U 106. S 107. U
:4m : 4 m atau 5 m? :5m : 5 m itu dari mana? : 15 dibagi 3 : berarti dengan menunjukkan gambar
:
Kemudian 2/5 dengan menunjukkan gambar ini sampai di sini. 108. S : 10 m 109. U : 10 m? 110. S :6m : anak-anak perhatikan, yang : berapa m? pertama tadi tongkatnya ini 111. U :6m ukurannya 15 m, kemudian 112. S 113. U : 6 atau 10? 1/3 dari 15 m kalau :6 gambarnya Rian sudah 114. S : dari mana? dibagi menjadi berapa 115. U 116. S : 15 : 3 = 3, 3 + 3 = 6? bagian ini? 117. U : gimana-gimana? :3 118. S : 15 : maka satu bagiannya ini : tolong dijelaskan namanya? (sambil menunjuk 119. U 120. Fahri : maju ke depan sambil gambar) menulis 15 : 3 = : 1/3 : dibagi tiganya itu darimana : 1/3 kemudian untuk tongkat 121. U Ri? yang kedua panjangnya 122. Fahri : menghapus tiga dari 15 : 3 sama 15 m, kemudian terus diganti ustada tadi minta bagiannya 15 : 5 = 3 x 2 = 6 2/5. 2/5 itu, di sini menjadi 123. U : 15 : 5 = 3, 3 x 2 = 6. Ok jadi berapa bagian? 15 dari 2/5 ya sama dengan : 5 bagian : 3untuk iya betul : 5 bagian sambil memperjelas gambar untuk 2/515dan 1/3.Fahri? 124. Fahri : salah bu 125. U : ya 15 : 5 kemudian baru dikali 3 S 126. S : betul e
627, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
127. U
128. S 129. U
130. S 131. U 132. S 133. U 134. S 135. U 136. S 137. U
138. S 139. U
140. S 141. U 142. S 143. U
: dua dikali 3 sama dengan 6. Jadi ini hasilnya sama dengan berapa? 6 m jadi anak-anak 1/3 ya nanti........ 1/3 dan berapa ini 2/5. Kalau 1/3 itu sama dengan 5 m dan 2/5 sama dengan 6 m berarti .................(berhenti ustada konsultasi siswa ramai sendiri). Oke anakanak ganti ke gambarnya Ilham, tadi ustada minta ada tongkat panjangnya 15 m, 1/3 nya sudah digambarnya sama Rian, 1/3 nya itu berarti berapa meter? :5 : 5 m. Anak-anak masih ingat ketika ustada punya tali yang panjangnya 6 m maka satu bagiannya itu namanya apa? : 1/6 : kemudian bagian apa, kemudian 1/3 nya berapa? : apa? : 1/3 nya dari 6 m? : 3m : darimana itu? :2m : darimana? berarti ini juga bisa ustada teruskan bahwa 1/3 itu sama dengan 5 per berapa? : 5/15 : 5/15, kemudian disini juga ustada punya 6 m berarti sama dengan 6... : 6/15 : berarti 2/5 itu sama dengan 6 per? : 6/15 : nah dari sini nanti akhirnya bentuk penyebutnya sama, berarti 1/3 sama dengan berapa?
144. S 145. U 146. S 147. U
148. S 149. U 150. S 151. U
: 5/15 m : 5/15 m, kemudian 2/5 sama dengan berapa? : 6/15 m : 6/15 m, ok jadi 1/3 dan 2/5 ini bisa kita jadikan kepenyebut yang sama, dengan cara apa ya? Tadi bisa dengan cara KPK atau dengan cara seperti ini. Jadi kita bisa pakai garis bilangan kita kan pakai dengan cara apa tadi? : tongkat. : dengan panjang tongkat yang apa contohnya? : yang sama : yang sama panjang tongkatnya, betul yang sama panjangnya dengan mencari KPKnya tadi. Oke dari sini ada pertanyaan, tidak ada.
Interpretasi dan Temuan Untuk mencapai tujuan belajar, ustada memulai menggunakan tongkat (pengetahuan konseptual) sebagai media promosi dan pada pertengahan perjalanan ustada menggunakan KPK (pengetahuan prosedural) sebagai cara untuk menyamakan penyebut dari pecahan. Ustada juga mempromosikan partisipasi siswa dalam dialog, namun hanya sedikit dialog dengan cara berpusat pada pemikiran siswa (misalnya baris 29, 53). Ustada tampak membatasi murid-muridnya dengan gaya mengajarnya seperti baris 35, tiba-tiba ustada menanyakan KPK dari 3 dan 5. Sedangkan siswa tetap ikut berpartisipasi dalam diskusi kelas, tetapi hanya menanggapi pendekatan ustada untuk memecahkan masalah. Berdasarkan pengamatan dan percakapan di atas pernyataan ustada (guru) sering kurang jelas (baris: 15, 17, 19, 21, 25, 49, 51, 99,127, 129, 137, 139, 141, 143, 147).
Rahardi, Pengetahuan Konseptual Dengan Pengetahuan Prosedural, 628
Pernyataan ataupun pertanyaan ustada juga sering membingungkan siswa (baris: 12, 16, 26, 28, 31, 54, 56, 62, 64, 67, 80, 86, 120, 122, 124, 132). Nampak jelas siswa aktif (baris: 56, 58, 60, 62, 67, 69, 77, 82, 90) hanya sebatas tampilan akan tetapi sesungguhnya mereka belum sepenuhnya memahami materi, hal ini terbukti juga dari lanjutan pertanyaan guru untuk menyamakan penyebut
2 1 dan , siswa 3 4
diam tidak dapat menjawab. Nampak ustada belum dapat memadukan pengetahuan konseptual menuju pengetahuan prosedural. Pengamatan pengetahuan prosedural pada calon guru SD terhadap materi pecahan Telah dilakukan survey terhadap sekelompok 33 orang calon guru SD yang sedang menempuh kuliah tingkat sarjana semester VIII di suatu perguruan tinggi program studi pendidikan guru SD. Syarat untuk dapat mengikuti kuliah tersebut mereka harus sudah menjadi guru SD. Kenyataannya ke 33 mahasiswa tersebut sebagian besar sudah mengajar SD di daerah pinggiran suatu Kabupaten Malang dengan status guru sukarelawan dan sebagian lainnya sudah guru SD yang belum memperoleh gelar sarjana. Demi mudahnya dalam penelitian ini mereka disebut sebagai calon guru SD. Salah satu matakuliah pada semester tersebut adalah “Pembelajaran Matematika SD”. Saat mereka menempuh matakuliah tersebut, data kemampuan mereka tentang pecahan diambil sebagai hasil pengamatan. Tentu saja pengambilan data tidak langsung memberikan soal tentang pecahan, akan tetapi memberikan soal sesuai dengan matakuliah yang mereka tempuh dan pengerjaannya menggunakan pecahan. Permasalahan diberikan dalam bentuk tugas yang hasil pekerjaannya
dikumpulkan seminggu kemudian. Pengamatan terhadap hasil pekerjaan tugas difokuskan pada pengetahuan prosedural terhadap penyelesaian yang berkaitan dengan pecahan saja, tidak memperhatikan penyelesaian secara keseluruhan dari tugas dalam matakuliah tersebut. Sebagai data, diambil tiga pekerjaan mahasiswa yang cara menyelesaikannya berbeda dan namanama mereka disamarkan. Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan prosedural dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang lambang dan penggunaannya serta prosedur (algoritma) dalam mengerjakan tugas matematika. Berikut ini adalah hasil scan pekerjaan mereka. Fokus pengamatan hanya pada penyelesaian yang dilingkari dan masing-masing merupakan penyelesaian yang saling terpisah (dari soal yang berbeda-beda). Berawal dari pembahasan penyelesaian pecahan calon guru bernama samaran Isma dengan mencermati Gambar 1.1. Nampak bahwa pada penyelesaian dalam lingkaran berturut-turut menunjukkan √
√
√
,
, dan
√ . Mungkin Isma berpikir seperti
operasi pada perkalian bahwa berapapun bilangan jika dikalikan satu hasilnya adalah bilangan itu sendiri ( ). Pedoman ini yang mungkin Isma gunakan, sehingga Isma menerapkan pada pecahan di atas. Akan tetapi prediksi pemikiran tersebut kurang tepat, terbukti terhadap penyelesaian dalam lingkaran terakhir tentang
.
√
Jika
dicermati
sepertinya Isma bermaksud menyelesaikan seperti langkah-langkah berikut ini, √
yang
. terakhir
Terhadap penyelesaian ini,
mungkin
Isma
629, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
menganggap semua bilangan dibagi dengan nol hasilnya sama dengan nol. Jika demikian dapat dikatakan bahwa ia tidak paham bahwa bilangan dibagi nol hasilnya adalah tidak terdefinisi. Secara umum dengan mencermati pola-pola pekerjaan Isma, dapat disimpulkan bahwa Isma masih belum dapat mengoperasikan bilangan-bilangan pecahan demikian juga tentang bilangan dibagi dengan nol.
Gambar 1.1 Penyelesaian Pecahan Isma Deskripsi selanjutnya adalah mencermati Gambar 1.2 hasil pekerjaan calon guru dengan nama samaran Finariati. Penyelesaian tentang , mungkin mereka √ √ menganggap ½ nya dieliminasi sehingga hasilnya padahal √ seharusnya masih ada √ dalam penyebutnya, sedangkan penyelesaian soal kedua dan ketiga berikutnya mungkin pemikirannya sama dengan Isma di atas ketika mengerjakan dua soal pertamanya. Bedanya Finariati mengganggap bahwa tetapi Isma pada penyelesaian yang ketiga mengerjakannya dengan . Mencermati alur penyelesaian pertama dan kedua dari Finariati dengan
penyelesaian ketiganya memiliki alur yang berbeda. Sulit untuk memperkirakan alur pikir penyelesaian semacam ini, alur pemikirannya tidak jelas, dan sepertinya Finariati tidak paham benar tentang pecahan. Ditinjau dari cara mereka menulis menunjukkan kurang ada kekonsistenan. Terbukti dari pekerjaan pertamanya yang seharusnya ditulis samadengan (“=”) tetapi ia tulis dengan tanda panah (“ nampak semakin memprihatinkan. Calon guru berikutnya bernama samaran Heningwati dengan pekerjaan dalam Gambar 1.3 dan ia malakukan penyelesaian sebagaimana berikut ini. Alur penyelesaian dalam lingkaran paling atas sulit untuk ditebak.
Rahardi, Pengetahuan Konseptual Dengan Pengetahuan Prosedural, 630
guru tersebut ternyata hanya ada empat calon guru yang penyelesaian pecahannya benar, sedangkan penyelesaian dari 29 calon guru sisanya memiliki kemiripan dengan ketiga calon guru tersebut. Data-data semua ini menunjukkan bahwa sebenarnya materi pecahan masih sangat layak untuk dijadikan penelitian.
Penyelesaian dalam lingkaran berikutnya, mestinya Heningwati bisa memahami bahwa tetapi entah mengapa Heningwati melakukan seperti itu. Sedangkan hasil penyelesaian soal yang ketiga nampak sembarangan menulis, terbukti dari cara menulis notasi garis bagi tidak diletakkan di depan dan di tengahtengah notasi “samadengan”. Fakta ini menunjukkan pengetahuan prosedural Heningwati tentang pecahan sungguh memprihatinkan. Pengamatan terhadap fokus penyelesaian pecahan dari 33 calon
Pengamatan pengetahuan konseptual Guru tentang pecahan Pengambilan data di lapangan berikutnya adalah deskripsi tentang kemampuan guru memahami makna dan sekaligus ketrampilan menjelaskan suatu materi pecahan pada siswanya. Subjek diambil dari dua orang guru SD Negeri di pinggiran Kabupaten Kediri dengan nama samaran. Sedangkan objek penelitian diambil berdasarkan pengetahuan konseptual pada data penyelesaian pekerjaan mereka terhadap soal-soal yang berkaitan dengan pecahan. Pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan yang menggunakan bahan manipulatif atau bantuan belajar untuk memaknai materi matematikanya. Guru Rendra adalah salah seorang guru SD MI Al Hidayah yang diberikan permasalahan sebagaimana berikut ini. 1. Jelaskan bagaimana Anda mengajarkan makna 2. Jelaskan bagaimana Anda menerangkan konsep pada anak SD untuk menyamakan penyebut dari dua bilangan dan .
631, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Gambar 1.4 Pemaknaan konsep dan penyamaan penyebut dan oleh guru Rendra
Pekerjaan yang Rendra berikan ditunjukkan sebagaimana dalam Gambar 1.4. Jawaban pertanyaan pertama Rendra sudah menggunakan suatu lingkaran sebagai ikon dari semangka. Sayang gambar potongan yang ia tunjukkan tidak menunjukkan
satuan luas. Pekerjaan ini
menunjukkan
bahwa
Rendra
belum
mencerminkan dapat makna dari
yang
berarti juga belum dapat menggunakan pengetahuan konseptual. Terhadap pertanyaan kedua Rendra menggunakan pengetahuan prosedural untuk menjelaskan tentang penyamaan penyebut
dan . Ia belum
dapat
konsep
menanamkan
pecahan
melalui kebermaknaan. Jika dicermati terhadap jawaban kedua pertanyaan di atas, nampak Ia belum dapat memadukan antara pengetahuan konseptual dan prosedural. Berikut ini adalah pengamatan terhadap pekerjaan Yanti guru SD Wonojoyo II di Kabupaten Kediri. Dua masalah yang diberikan prinsipnya sama dengan permasalahan guru Rendra dan berikut ini adalah permasalahannya. 1. Jelaskan bagaimana Anda mengajarkan makna 1/3 2. Jelaskan bagaimana Anda menerangkan konsep pada anak SD untuk menyamakan penyebut dari dua bilangan ¼ dan 2/3.
Rahardi, Pengetahuan Konseptual Dengan Pengetahuan Prosedural, 632
Terhadap jawaban pertanyaan pertama, Yanti berusaha menggunakan bahan manipulatif guna memaknai arti dari 1/3 dengan menggunakan tiga bangun kongruen dengan satu bangun diarsir sedang dua lainnya tidak diarsir. Bangun arsiran dinyatakan sebagai satu bagian dari tiga bangun yang kongruen yang dinotasikan dengan 1/3 dan dibaca satu per tiga. Satu merupakan pembilang dan tiga merupakan penyebut. Prinsipnya Yanti telah mengunakan pengetahuan konseptual tentang 1/3. Sedangkan hasil penyelesaian masalah keduanya yaitu penyamaan penyebut ¼ dan 2/3, guru Yanti menggunakan langkah-langkah prosedur dengan menyamakan penyebutnya. Penggunaan langkah ini dikenal dengan pengetahuan prosedural. Berdasarkan penyelesaian soal satu dan dua dapat disimpulkan bahwa Yanti belum dapat memadukan antara pengetahuan konseptual dengan pengetahuan prosedural. PENUTUP Kesimpulan Mengajar matematika harus memperhatikan pedagogik agar siswa benar-benar nyaman, menyenangkan, dan matematika
mempunyai arti dalam kehidupannya. Menurut beberapa filosof bahwa mengajar matematika di SD harus dimulai dari pengetahuan konseptual kemudian dilanjutkan dengan pengetahuan prosedural. Ternyata keidealan itu belum dapat sepenuhnya di Indonesia ini dapat dikerjakan oleh guru matemtika. Terbukti masih adanya guru yang belum dapat memadukan kedua pengetahuan tersebut, bahkan ada mahasiswa calon guru yang tidak dapat menyelesaikan soal dalam bentuk pecahan. Saran Perlunya dirumuskan perpaduan antara pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pembelajaran sebaiknya diawali dengan materi prasyarat yang sudah dikuasai, oleh karena itu tahapan pertama perpaduan ini adalah pengurutan materi pecahan. Tahap kedua, menerapkan hukum kekekalan luas Piaget. Tahap ketiga, memberikan contoh-contoh pecahan sederhana sesuai materi urutannya melalui tiga tahapan Bruner. Tahap keempat adalah tahapan induktif, minimal dengan tiga contoh identik untuk menuju pengetahuan prosedural sesuai dengan
633, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
sifat-sifat pecahan. Tahap kelima, menerapkan free discovery learning dari Bruner. Tahapan-tahapan ini
masih perlu diuji di dalam kelas pembalajaran tentang pecahan.
DAFTAR PUSTAKA Blair, A. 2008. Hot Ideas for Fractions. APMC 13 (2). Cherry, K. 2014. Piaget's Stages of Cognitive Development. Diambil pada tanggal 30 April 2014, dari http://psychology.about.com/od/piag etstheory/a/keyconcepts.htm Hiebert, J & Lefevre, P. 1986. Conceptual and Procedural Knowledge in Mathematics: An Introductory Analysis. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Iwan Pramono. (Februari 2013). Menyemai Benih Budaya Ilmiah di Pembelajaran Matematika dan IPA. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Budaya Ilmiah Melalui Penyadaran Sains Kerjasama Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar – AIPI dengan Universitas Negeri Malang (UM), di FMIPA UM. Leung, C K. 2009. A Preliminary Study on Hongkong Students’ Understanding of Fraction. Paper presented at the 3rd Redesigning Pedagogy International Conference June 2009, Singapore. McLeod, S. 2012. Bruner's Three Modes of Representation. Diambil pada tanggal 30 April 2014, dari http://www.simplypsychology.org/b runer.html NCTM (National Council of Teachers of Mathematics). 2000. Principles and standards for school mathematics. Reston: National Council of Teachers of Mathematics. Pinilla, M.I.I. 2007. Fraction: Conceptual and Didactic Aspects. Mathematics, Issue 7 Acta Didactica Universitatis Comenianae.
Pirie, S dan Kieren, T. 1994. Growth in Mathematical Understanding: How Can We Characterise it and How Can We Represent it? Educational Studies in Mathematics 26: 165-190. Printed in the Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Rustanto Rahardi. 2011. Valsiner’s Zone Theory As The Teachers’ Zone Of Proximal Development. Proceedings of the International Seminar and The Fourth National Conference on Mathematics Education, Yogyakarta State University, P3, 25-36. Spinillo, A.G & Federal, M.S.S.C. 2004. Adding Fractions Using Half as an Anchor for Reasoning. University of Pernambuco, Brazil Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol 4 pp 217–224. Sukayati. 2009. Pembelajaran Operasi Penjumlahan Pecahan SD Menggunakan Beberapa Media. Diunduh 17 April 2014 dari http://p4tkmatematika.org/2009/04/p embelajaran-operasi-penjumlahanpecahan-sd-menggunakan-beberapamedia. Yim, J. 2009. Children’s strategies for division by fractions in the context of the area of a rectangle. Educational Studies in Mathematics, 73:105–120. DOI 10.1007/s10649009-9206-0 Zakaria, E. 2009. Conceptual and Procedural Knowledge of Rational Numbers in Trainee Teachers. Department of Educational Methodology and Practice, Faculty of Education Universiti Kebangsaan Malaysia, Selangor, Malaysia.
Rahardi, Pengetahuan Konseptual Dengan Pengetahuan Prosedural, 634