BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan di sekolah merupakan harapan semua pihak, termasuk pembelajaran matematika. Matematika sangat erat kaitannya dalam kehidupan, misalnya dalam hal menyelesaikan masalah-masalah dalam bidang ilmu pengetahuan alam, ekonomi, social, dan bidang lainnya. Matematika sebagai salah satu ilmu dasar merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap level pendidikan. Meskipun demikian masih banyak siswa pada semua jenjang pendidkan masih menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Matematika menjadi mata pelajaran yang tidak disenangi sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa secara umum rendah.s Hasil observasi awal di SD Negeri 4 Loghia terhadap guru matematika kelas V, materi yang dirasakan sulit oleh siswa adalah materi bangun ruang yaitu kubus dan balok. Wawancara dilakukan pula terhadap beberapa siswa kelas V sebelumnya yang mengungkapkan bahwa materi yang dirasakan sulit adalah materi bangun ruang, siswa belum benar-benar memahami konsep yang diajarkan oleh guru, sehingga hasil ulangan harian dari siswa tersebut belum memuaskan. Hal ini dibuktikan dengan nilai ulangan harian siswa pada materi bangun ruang rata-rata masih di bawah KKM. Materi bangun ruang, dianggap siswa kesulitan dalam menentukan unsur-unsur bangun ruang, membuat jaring-jaring bangun ruang, menghitung luas, dan volume bangun ruang. Kesulitan yang dialami siswa
1
disebabkan siswa kurang dapat memahami dan menguasai konsep-konsepnya. Hasil observasi pula memberikan gambaran bahwa pembelajaran siswa masih kurang terlibat aktif dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran saat guru memberikan kesempatan kepada siswa uuntuk bertanya hanya beberapa orang siswa saja yang menaggapi, sedangkan siswa yang lain merasa enggan dan takut ditertawakan oleh siswa yang lain. Saat mengerjakan latihan siswa lebih suka menunggu, dan menyalin pekerjaan temannya, dibandingkan berpikir atau bertanya kepada teman maupun guru. Hal ini tentunya materi pelajaran tidak dapat dipahami dengan baik. Permasalahan yang diutarakan di atas jika dibiarkan tentunya akan memberikan dampak terhadap kurang optimalnya hasil belajar. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan semester siswa mencapai 62,95. Nilai ini belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 65. Hasil wawancara dengan guru tersebut juga diketahui bahwa selama ini model pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah model pembelajaran langsung, di mana dalam penyampaian materi sebagian besar dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab. Dalam proses pembelajaran guru terkadang melakukan pembelajaran kelompok, namun hanya sebagian kecil siswa yang aktif sedangkan siswa yang lain hanya diam, bahkan ada pula siswa yang mengusik temannya dan membicarakan hal-hal diluar pelajaran. Model pembelajaran yang diterapakan guru belum membangkitkan optimal.
2
minat dan motivasi siswa secara
Hasil observasi terhadap guru di kelas menunjukkan bahwa pembelajaran benar-benar berpusat pada guru. Guru aktif menerangkan materi sehingga interaksi antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa kurang, karena siswa hanya mendengarkan penjelasan guru. Proses interaksi yang terjadi di kelas hanya terjadi antara guru dan siswa yang dapat dengan cepat menangkap materi yang diajarkan, padahal tidak semua siswa dapat dengan cepat menangkap apa yang diajarkan oleh guru. Siswa yang berkemampuan lebih rendah daya tangkap terhadap pelajaran cenderung diam saja. Hal ini membuat motivasi dan minat siswa berkurang dalam pembelajaran. Kualitas pembelajaran perlu menjadi perhatian karena merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
maka guru perlu membuat siswa terlibat aktif selama proses
pembelajaran karena dibutuhkan keaktifan untuk meningkatakan hasil belajar. Guru sebaiknya mampu mengunakan model pembelajaran yang tepat untuk menyikapi masalah-maslah yang ditemui. Guru diharapakan mampu menciptakan kondisi yang dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif. Salah satu model pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran merupakan proses interaksi antar guru dengan siswa dan atar siswa dengan siswa. Guru diharapkan mampu menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa, berbagi dengan siswa lain, dan keinginan untuk bertanya dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS).
3
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS) salah satu model pembelajaran kooopertif yang memberikan waktu khusus bagi siswa untuk berpikir kritis secara mandiri untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa menjawab permasalahan dengan pemikiran siswa sendiri pada tahap Think. Kemudian berpasangan untuk mendiskusikan hasil jawaban kepada pasangannya pada tahap Pair, dan bergabung dengan kelompoknya untuk mendiskusikan hasil jawaban siswa dengan pasangannya pada tahap Square. Selanjutnya menyampaikan hasil pemikiran bersama teman kelompok di depan kelas untuk didiskusikan bersama pada tahap Share. Model pembelajaran kooperatif tipe TPSS ini memberikan banyak waktu kepada siswa untuk berpikir, menuntut siswa untuk saling bekerjasama antar siswa. Model pembelajaran TPSS ini dapat meningkatkan keaktifan siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, serta memungkinkan adanya kerjasama antar siswa dalam proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas menunjukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS) dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar, peneliti berusaha melakukan suatu perbaikan pembelajaran yang dirancang melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini merupakan kolaborasi peneliti
dengan guru kelas V dengan judul: “Penerapan Model
Pembelajran Kooperatif Tipe Think Pair Square Share (TPSS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Bangun Ruang di Kelas V SD Negeri 4 Loghia”.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah hasil belajar matematika siswa pada materi bangun ruang di kelas V SD Negeri 4 Loghia dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa pada materi bangun ruang di kelas V SD Negeri 4 Loghia melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS). D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi guru, mendapatkan pengalaman langsung melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran serta mendorong guru untuk lebih kreatif dalam proses pembelajaran matematika. 2. Bagi siswa, siswa lebih termotivasi dalam belajar karena siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar siswa meningkat. 3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini akan memberikan masukan yang positif dalam rangka perbaikan pembelajaran.
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Ahiri (2008:1) hasil belajar yang berkualitas dapat diketahui apabila dalam diri individu terjadi suatu perubahan perilaku kearah yang lebih baik atau sesuai dengan tujauan pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut umunya bersifat permanen. Hamalik (2000:30) mengemukakan bahwa hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan aspek-aspek: (1) pengetahuan, (2) pengertian, (3) kebiasaan, (4) keterampilan, (5) apresiasi, (6) emosional, (7) hubungan sosial, (8) jasmani, (9) etis dan (10) sikap. Hudoyo (1990:193) mengemukakan, dalam kegiatan mental orang menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sebagai pengertian. Oleh sebab itu, seseorang menjadi memahami dan meguasai hubungan-hubungan tersebut sehingga dapat menampilkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran yang dipelajari. Inilah merupakan hasil belajar.
6
Jadi proses belajar terlaksana melalui kegiatan belajar yang khas yaitu hasil belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh, dikuasai dan merupaan hasil dari adanya proses belajar, pengukuran terhadap hal ini akan memperlihatkan sejauh mana sesuatu telah dicapai. Dalam hal ini yang diukur adalah pemahaman siswa terhadap konsep atau materi matematika yang telah diajarkan. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. lebih lanjut Sudjana menyatakan bahwa hasil belajar yang baik haruslah bersifat menyeluruh, artinya bukan sekedar penguasaan pengetahuan semata-mata tetapi juga nampak dalam perubahan sikap dan tingkah laku secara terpadu (Sudjana, 1998:38). Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu indikator keberhasilan pengajaran yang nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh yang terdiri atas unsur kognitif, afektif dan psikomotorik secara terpadu pada diri siswa. 2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Square-Share (TPSS) Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mulai berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun1980-an. Metode ini berupaya untuk merubah persepsi masyarakat yang terlanjur menganggap bahwa guru
7
berkewajiban untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan pengetahuan dan informasi (Saputra, 2005: 43). Lie dalam (Saputra, 2005:50) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif atau pembelajaran gotong-royong adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang berstruktur. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar. Artinya, meskipun siswa mengerjakan suatu tugas berstruktur secara bersama-sama dengan sesama siswa, tetapi guru tidak meninggalkan perannya begitu saja. Guru tetap menjadi pembimbing dan pengawas jalannya pembelajaran agar seluruh siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran tersebut. Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning sebagaimana dikemukakan Slavin dalam (Alma, 2008: 82) yaitu penghargan kelompok, pertanggungjawaban individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Jika kelompok memperoleh nilai diatas kriteria yang ditentukan dalam hal hasil yang dicaapai, proses pencapaian hasil dengan kerjasama yang baik dalam kelompok, akan diberikan penghargan. Langkah-langkah dalam cooperative leraning : 1. Guru
mendesain
rencana
pembelajaran,
tujuan
yang
ingin
dicapai,
keterampilan apa yang diharapkan akan muncul. 2. Guru harus menjelaskan desain ini kepda siswa. 3. Guru menjelaskan sedikit tentang bahan pelajaran, dan materi lebih ditelusiri oleh siswa dalam kelompoknya.
8
Lie (2002:30) untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu: (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggungjawab perorangan; (3) tatap muka; (4) komunikasi antar anggota; (5) evaluasi proses kelompok. Sanjaya (2006: 241) mengemukakan ada empat unsur penting dalam Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK), yaitu : (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Model pembelajaran kooperatif terbagi atas beberapa tipe, dan salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Model pembelajaran tipe TPS ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekan-rekannya dari Universitas Maryland pada tahun 1985. TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2 – 6 anggota). Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa dan dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lie, 2002: 56). TPS memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Namun, tahapan TPS dimasukkan sebagai tahapan review setelah siswa bekerja dalam tim. Adapaun siklus pembelajaran yang dimaksud adalah tahapan pengajaran: (1) tahapan belajar tim; (2) tahapan TPS; (3) tahapan penilaian; (4) tahapan rekognisi/penghargaan. Implementasinya secara
9
teknis Howard (2006) dalam (Mahmudin, 2009: 3) mengemukakan lima langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TPS, sebagai berikut: 1) Guru memberitahukan sebuah topik dan menyatakan berapa lama setiap siswa akan berbagi informasi dengan pasangan mereka, 2) Guru akan menetapkan waktu berpikir secara individual, 3) Dalam pasangan, pasangan A akan berbagi, pasangan B akan
mendengar,
4) Pasangan B kemudian akan merespon pasangan A, 5) Tiap pasangan berganti peran (Mahmudin, 2009: 1-2). Model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share merupakan teknik sederhana yang mempunyai keuntungan dan mengoptimalkan partisipasi siswa mengeluarkan pendapat, dan meningkatkan pengetahuan. Siswa meningkatkan daya pikir (think) lebih dulu, sebelum masuk kedalam kelompok berpasangan (pair), kemudian pada tahap square kemudian berbagi dalam kelompok (share). Setiap siswa saling berbagi ide, pemikiran atau informasi yang mereka ketahui tentang permasalahan yang diberikan oleh guru, dan bersama-sama mencari solusinya. Prosedur dalam cooperative learning ini ada empat tahapan yaitu, tahap pemberian masalah oleh guru, tahap think-berpikir, tahap pair-berpasangan dan tahap share-berbagi ide atau pendapat. Jadi mula-mula siswa memikirkan sendiri (think) permasalahan yang diberikan oleh guru, kemudian dalam tahap pair, siswa bekerjasama dalam pair, dan mendiskusikan jawaban yang terbaik menurut mereka. Selanjutnya tahap share pada saat mempresentasikan secara kelompok didepan kelas. Setelah presentasi depan kelas, siswa dapat merasakan manfaat lebih dalam dari teknik
10
think-pair-share ini , mereka dapat meninjau dan memecahkan permasalahan dari sudut pandang yang berbeda, namun menuju kearah jawaban yang sama. Jelas inti keberhasilan dari teknik ini adalah bagaimana guru merumuskan permasalahan pada awal pelajaran, yang memberi makna bagi siswa, dan menimbulkan rasa keingin tahuan siswa, sehingga mereka tertarik mencari solusi. Model pembelajaran ini sangat membantu kreatifitas siswa kelak sangat berguna apabila terjun dalam masyarakat, menemukan banyak masalah, dan mereka mampu memecahkan masalah tersebut bersama dengan anggota masyarakat lainnya (Alma, 2008: 91-93). Prosedur dalam pembelajaran kooperatif model Think-Pair-Share (TPS) terdiri empat tahapan yaitu : tahap pemberian masalah oleh guru, tahap Think (berpikir secara individual) di mana siswa diberi kesempatan untuk memikirkan jawabannya sendiri terhadap masalah yang diberikan, tahap Pair (siswa berpasangan) untuk saling berbagi ide dan mendiskusikan jawaban atas permasalahan yang diberikan, dan tahap Share (siswa berbagi jawaban mereka dengan seluruh kelas) di mana beberapa kelompok ditunjuk secara acak untuk menjelaskan penyelesaian masalah hasil kerja kelompoknya, dan kelompok lain diberi kesempatan menanggapi dan mengeluarkan idenya. Pemilihan kelompok secara acak ini bertujuan agar setiap kelompok mempunyai peluang yang sama untuk tampil di depan kelas
(http://darsyah.blogspot.com/2010/03/upaya-
meningkatkan-hasil-belajar-mata.html). Teknik belajar mengajar Berpikir-Berpasanga-Berempat pertama kali di kembangkan oleh Frank Lyman dengan menentukan pola, yaitu : berpikir-
11
berpasangan-berbagi pengalaman (think-pair-share), sedangkan Spencer Kagan menentuklan pola, yaitu : berpikir-berpasangan-berempat (think-pair-square). Kedua pola tersebut dijadikan sebagai salah satu struktur kegiatan dalam pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberikan kesempatan bagi anak didik bekerja sendiri dan mampu bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah anak didik dapat mengoptimalkan keikutsertaanya dalam proses belajar. Teknik
berpikir-berpasangan-berempat
ini
memberikan
kesempatan
sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap anak didik untuk dikenali dan menunjukan partisipasi mereka kepada orang lain. Teknik ini dapat digunakan dalam semua tingkatan usia anak didik. Langkah-langkah yang harus guru lakukan dalam menerapkan teknik pembelajaran ini sebagai berikut : 1. Guru membagi anak didik dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. 2. Setiap anak didik memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri. 3. Anak didik berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasanganya. 4. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Anak didik mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada berempat. Berdasarkan langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dan
langkah-langkah
pelaksanaan
tipe
Think-Pair-Share
maka
model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share mengikuti langkah-langkah berikut :
12
1. Guru membuka pelajaran dan menyampaikan tujuan yang akan dicapai serta memotivasi siswa. 2. Menyajikan informasi mengenai materi yang akan di ajarkan. 3. Membagi siswa secara berkelompok sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS). 4. Membagikan LKS yang di dalamnya tersaji beberapa masalah yang berhubungan dengan materi. 5. Meminta siswa secara mandiri untuk memikirkan dan mengerjakan LKS . 6. Meminta siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasanganya. 7. Meminta setiap pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (selama diskusi berlangsung, guru memantau kerja dari tiap-tiap kelompok dan mengarahkan/membantu kelompok yang mengalami kesulitan). 8. Memastikan semua siswa telah berbagi jawaban atau berbagi ide kepada setiap pasangan dan kelompoknya. 9. Meminta wakil dari setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas secara bergiliran dan kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi (Guru memandu jalannya diskusi dan merumuskan jawaban yang benar). 10. Guru memberikan kesimpulan akhir dari semua jawaban pertanyaan. 11. Memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik.
13
3. Bangun Ruang Bangun ruang dapat mengembangkan pemahaman anak terhadap dunia sekitarnya. Bukan hanya kemampuan bangun datar saja, kemampuan tentang bangun ruang pun dapat dikenalkan pada anak usia SD asalkan dengan pendekatan yang sesuai dengan tahap berpikir mereka. Bangun ruang merupakan pengetahuan dasar yang harus dipelajari siswa. Para siswa diharapkan mengenal kubus dan balok dengan perngukuran dan konsepnya. Pertimbangan lainya adalah bangun ruang sangat banyak digunakan dalam kehidupan keseharian siswa. Para siswa sering mernemukan bangun ruang seperti kubus dan balok di ruang kelas, televisi, stadion, bahkan komputer. Pengetahuan bangun ruang dapat mengembangkan pemahaman anak terhadap dunia sekitarnya. Tentu saja anak akan lebih tertarik untuk mempelajari bangun ruang jijka mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan individu atau kelompok berkenaan dengan bangun-bangun ruang. Anak hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan infestigasi secara individu atau kelompok dengan bantuan benda-benda konkrit atau semi konkrit disekitar lingkungan kehidupannya Dalam memperkaya pemahaman siswa terhadap bangun ruang maka diperkenalkan volume bangun ruang yakni balok dan kubus. a. Volume Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata-kata seperti “satu liter”,“satu kg”, “satu menit”, “satu derajat”, dan sebagainya. Liter adalah salah satu satuan untuk mengukur volume, kg adalah salah satu satuan untuk mengukur
14
berat, menit adalah salah satu satuan untuk mengukur waktu (lama), derajat adalah salah satu satuan untuk mengukur besar sudut juga untuk suhu (temperatur). Pengertian ukuran bangun untuk bangun ruang (berdimensi tiga) dinamakan volume (volum) atau isi. Volume adalah suatu ukuran yang mengatakan besar suatu bangun ruang. Mengukur volume berarti membandingkan besar sesuatu dengan sesuatu yang mempunyai besar tertentu, yaitu sesuatu bangun ruang yang menjadi patokan yang disebut satuan volume (volume satuan). Patokan satuan volume yang dipakai sebagai ukuran suatu bangun ruang biasanya berupa bangun ruang yang lebih kecil. Biasanya untuk menentukan volume suatu bangun kita lakukan dengan membandingkan bangun ruang tersebut dengan bangun ruang yang lebih kecil. Kita dapat menggunakan bangun ruang apapun sebagai patokan satuan volume, misalnya kubus kecil, batu bata, kelereng dan sebagainya. Sebuah bangun ruang yang akan diukur volumenya haruslah diisi dengan bangun ruang yang dijadikan patokan satuan volume sampai penuh, lalu dihitung berapa banyaknya satuan yang dapat mengisi bangun ruang tersebut sampai penuh. Pada umumnya yang dipakai sebagai patokan satuan volume (satuan) untuk mengukur volume bangun ruang adalah kubus (kubus satuan) yang rusuknya mempunyai panjang satu satuan, maka pengertian volume suatu bangun ruang secara formal didefinisikan dengan memperhatikan pengertian satuan volume. Volume suatu bangun ruang adalah banyaknya satuan volume yang dapat tepat mengisi bagian ruang yang ditempati oleh bangun tersebut.
15
b. Volume Balok Sebuah balok yang ukuran panjangnya dinyatakan dengan p, lebar yang dinyatakan dengan l, dan ukuran tingginya dinyatakan dengan t maka volume balok = p x l x t sedangkan sastuan yang digunakan oleh volume tentunya sama dengan satuan yang digunakan oleh panjang, lebar, dan tinggi.
E
H
FG
D C A
B
Perlu diketahui bahwa pada perhitungan bilangan p, l, dan t maka secara umum dapatlah kita simpulkan bahwa volume balok sama dengan hasil perkalian dari bilangan-bilangan yang mengatakan panjang, lebar, dan tinggi dari suatu balok. c. Volume Kubus Kubus merupakan balok, yang volumenya dapat dicari dengan menggunakan aturan untuk balok dengan panjang, lebar, dan tinggi yang sama. Jadi, jika suatu kubus mempunyai ukuran rusuk a cm maka akan dapat ditunjukan bahwa kubus tersebut memuat a x a x a = a³ kubus satuan, berarti kita dapat menunjukan bahwa volume kubus = a x a x a = a³ x cm³
H
G
E
a cm
F D
C a cm
A
a cm
B 16
B. Hasil Penelitian Relevan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mella Evrilianti menyimpulkan bahwa dengan menerapkan model pebelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkat hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Kalongan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Desy Yunitasari menyimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Think Pair Share (TPSS) dapat meningkakant hasil belajar matematika pada materi kesebangunan dan simetri kelas V SD 7 Klumpit. C. Kerangka Berpikir Proses pembelajaran yang kurang optimal akan menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Optimalnya proses pembelajaran ini ditentukan oleh beberapa faktor antara lain faktor siswa dan faktor guru. Faktor siswa meliputi rendahnya pemahaman terhadap pelajaran matematika, semangat belajar kurang, kurang serius dalam belajar, dan sebagainya. Faktor guru meliputi menjelaskan materi yang kurang jelas, kurang memberikan latihan soal, dan sebagainya. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan keadaan siswa diharapkan akan lebih mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Proses pembelajaran matematika dalam memilih metode pembelajaran disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Hal ini penting karena kreatifitas guru dalam menyajikan materi pelajaran akan menjadi menarik bagi siswa. Hal ini berdasarakan fakta di lapangan bahwa aktifitas siswa dalam proses pembelajaran
17
ada yang aktif dan ada yang pasif. Oleh karena itu guru harus mampu membuat siswa tertarik dalam proses pembelajaran. Dengan minat siswa pada proses pembelajaran maka keaktifan siswa akan meningkat dan akan terjadi interaksi yang baik antara guru dengan siswa, begitupula antara siswa dengan siswa. Hal ini membuat proses pembelajaran akan menjadi efektif yang memungkinkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika di SD Negeri 4 Loghia adalah rendahnya hasil belajar siswa, khususnya pada materi bangun ruang. Kesulitan yang dialami siswa terkait dengan menghitung vulume bangun ruang. Dalam mengajarkan materi ini, guru menggunakan model pembelajaran konvensional, di mana proses pembelajaran berpusat pada guru. Selain itu, dalam pelaksanaannya guru kurang memperhatikan daya tangkap siswa terhadap materi yang diajarkan karena kemampuan siswa berbeda-beda. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi baik lebih aktif dalam pembelajaran, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan rendah cenderung pasif dalam proses pembelajaran. Masalah ini perlu dicarikan solusi dengan menerapakan
model
pembelajaran yang lebih memperhatikan kemampuan siswa yang heterogen, mengutamakan
keaktifan
siswa,
memberikan
kesempatan
siswa
untuk
mengembangkan kemampuannya secara maksimal, dan mengutamakan kerja sama antar siswa. Model pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS). Model pembelajaran kooperatif tipe TPSS merupakan pembelajaran yang
dapat
mengembangkan
kemampuan
18
mengungkapkan
ide
dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain. Membantu siswa untuk menghargai pendapat orang lain dan menerima segala perbedaan. Pembelajaran TPSS merangsang siswa untuk bekerja secara individu dan bekerja dalam kelompok, serta mampu mengkomunikasika dengan temannnya. Dengan bekerja sama siswa dapat menyelesaikan masalah dengan cepat. Dengan demikian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi bangun ruang di kelas V SD Negeri 4 Loghia Kabupaten Muna. D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka, kerangka berpikir maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah “hasil belajar matematika siswa pada materi bangun ruang di kelas V SD Negeri 4 Loghia dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS)”.
19
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat (Wardhani
dan
Kuswaya,
2008:14),
dan
merupakan
penelitian
yang
mengikutsertakan secara aktif peran guru dan siswa dalam berbagai tindakan (Arikunto, dkk, 2008:72). B. Setting dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 4 Loghia pada semester ganjil, tahun pelajaran 2016/2017, yakni tanggal 27 Juni 2016 sampai dengan 27 Agustus 2016. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 4 Loghia, di mana siswa di kelas tersebut berjumlah 20 orang yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. C. Faktor yang Diteliti Pada penelitian ini, ada beberapa faktor yang akan diteliti. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut: a. Faktor siswa yaitu melihat hasil belajar matematika siswa terhadap pembelajaran pada materi bangun ruang yang diajarkan. Selain itu melihat keaktifan siswa dalam menerima proses pembelajaran melalui pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS .
20
b. Faktor guru yaitu melihat bagaimana materi pelajaran dipersiapkan serta bagaimana teknik yang digunakan guru dalam menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini tidak diuji validitas maupun reliabilitasnya. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Lembar observasi, untuk memperoleh data tentang kondisi pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS. 2. Tes hasil belajar, untuk memperoleh data tentang hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS, khususnya pada materi bangun ruang. 3. Jurnal refleksi diri, untuk memperoleh data tentang refleksi diri. Jurnal utamanya berisi catatan tentang hal-hal yang menurut guru belum tercapai dalam pembelajaran serta kesulitan-kesuliatan guru ketika pembelajaran berlangsung sehingga dapat diminimalisir pada pembelajaran berikutnya. E. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, yakni siklus I yang terdiri atas tiga kali pertemuan, siklus II terdiri atas tiga kali pertemuan. Adapun proses pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk spiral, sebagai berikut:
21
To be continued
Gambar. Proses Dasar Penelitian Tindakan Kelas (Dikutip dari Hopkins dalam Dan MacIsaac, 1996). Dalam pelaksanaan tindakan pada tiap siklus dalam penelitian ini secara umum mencakup tahapan kegiatan berikut: 1. Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah: a) Menyiapkan sumber bahan ajar dan media yang dibutuhkan, b) Membuat rencana pelaksanaan/perbaikan pembelajaran, c) Menyusun instrumen penelitian. d) Mengadakan tes awal untuk mengetahui hasil belajar siswa. Hasil tes awal inilah yang digunakan untuk melihat apakah setelah penerapan model
22
pembelajaran kooperatif tipe TPSS, hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan atau tidak. 2. Pelaksanaan tindakan Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS sesuai dengan rencana pelaksanaan/perbaikan pembelajaran yang telah dibuat. 3. Observasi Kegiatan pada tahap ini adalah observer melakukan pangamatan terhadap proses pembelajaran yang diterapkan guru dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Jadi tahapan observasi ini berlangsung secara bersamaan dengan tahap pelaksanaan tindakan. 4. Evaluasi Tahapan evaluasi ini masih merupakan bagian dari pelaksanaan tindakan, dimana kegiatan ini dilakukan pada setiap akhir siklus. Evaluasi akhir siklus dilakukan untuk mengetahui apakah setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS, hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan atau tidak. 5. Refleksi Pada tahap ini, guru berupaya untuk memikirkan kembali proses pembelajaran yang telah dilaksanakannya, kemudian mencocokkannya dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Selanjutnya peneliti dan guru berdiskusi untuk menyatukan pemikiran tentang ketercapaian pembelajaran yang
23
telah dilaksanakan, dan jika ada kekurangan-kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran maka akan diperbaiki pada siklus berikutnya. F. Sumber Data, Jenis Data dan Cara Pengambilan Data a. Sumber data: Data bersumber dari siswa dan guru berupa tes hasil belajar siswa dan proses pelaksanaan tindakan siswa dan peneliti ketika pembelajaran TPSS diterapkan. b. Jenis data: Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif berupa tes hasil belajar dan data kualitatif berupa pelaksanaan pengajaran yang diambil melalui lembar observasi dan jurnal. c. Cara pengambilan data. 1. Data tentang proses pembelajaran pada pelaksanaan tindakan diambil dengan menggunakan lembar observasi. 2. Data tentang hasil belajar matematika diambil dengan menggunakan tes. 3. Data tentang refleksi diri diambil dengan menggunakan jurnal. G. Indikator Kinerja Keberhasilan penelitian ini dapat dilihat dari dua segi yaitu dari segi proses dan hasil atau nilai yang diperoleh siswa. a. Indikator proses pembelajaran dikatakan terlaksana dengan baik apabila minimal 80% dari rencana pelaksanaan pembelajaran terlaksana dengan baik. b. Sebagai indikator keberhasilan dari penelitian tindakan ini adalah minimal 75% siswa telah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal dengan memperoleh nilai minimal 65 (ketentuan sekolah).
24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Ketuntasan Proses Pelaksanaan Pembelajaran Oleh Guru Pada Setiap Tindakan Siklus Analisis
deskriptif
berdasarkan
ketuntasan
proses
pelaksanaan
pembelajaran oleh guru pada setiap pertemuan setiap siklus ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Ketuntasan Proses Pelaksanaan Pembelajaran Oleh Guru Pada Setiap Tindakan Siklus Tindakan Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III (%) (%) (%) Siklus I Siklus II
72% 86%
77% 91%
81% 100%
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai ketuntasan proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus I pada pertemuan pertama sebesar 72% , pertemuan kedua sebesar 77% dan pertemuan ketiga sebesar
81%. Pada Siklus II,
pertemuan pertama sebesar 86%, pertemuan kedua sebesar 95%, dan pertemuan ketiga sebesar 100%.. 2. Deskripsi Ketuntasan Proses Pelaksanaan Pembelajaran Oleh Siswa Pada Setiap Tindakan Siklus Analisis
deskriptif
berdasarkan
ketuntasan
proses
pelaksanaan
pembelajaran oleh siswa pada setiap pertemuan setiap siklus ditampikan pada Tabel 2.
25
Tabel 2. Ketuntasan Proses Pelaksanaan Pembelajaran Oleh Siswa Pada Setiap Tindakan Siklus Tindakan Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III (%) (%) (%) Siklus I 56% 69% 75% Siklus II 86% 94% 100% Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai ketuntasan proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus I pada pertemuan pertama sebesar 56% , pertemuan kedua sebesar 69%, dan pertemuan ketiga sebesar
75%. Pada Siklus II,
pertemuan pertama sebesar 86%, pertemuan kedua sebesar 94%, dan pertemuan ketiga sebesar 100%. 3. Deskripsi Jurnal Refleksi Guru Pada Setiap Tindakan Siklus Aanalisis deskriptif berdasarkan jurnal refleksi guru pada setiap siklus ditampikan pada Tabel 3.
Tindakan Siklus I Siklus II
Tabel 3. Jurnal Refleksi Guru Pada Setiap Tindakan Siklus Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III (%) (%) (%) 72% 77% 81% 91% 91% 100%
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai jurnal refleksi yang dilakukan guru pada siklus I, pertemuan pertama 72%, pertemuan kedua 77% dan pertemuan ketiga 81%. Pada Siklus II, pertemuan pertama 91%, pertemuan 95% dan pertemuan ketiga 100%.
26
4. Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siswa Hasil analisis ketuntasan hasil belajar matematika siswa pada setiap tindakan siklus ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siswa Tes Awal
Siklus I
Siklus II
Nama / inisial
Nilai
Ket
Nilai
Ket
Nilai
Ket
1
LMZ
70
Tuntas
90
Tuntas
95
Tuntas
2
ALN
20
40
Tidak tuntas
60
Tidak tuntas
3
JA
35
75
Tuntas
70
Tuntas
4
KVN
35
Tidak tuntas
55
Tidak tuntas
70
Tuntas
5
ARD
45
Tidak tuntas
70
Tuntas
75
Tuntas
6
AM
25
Tidak tuntas
55
Tidak tuntas
55
Tidak tuntas
7
MF
40
Tidak tuntas
55
Tidak tuntas
75
Tuntas
8
AY
35
Tidak tuntas
50
Tidak Tuntas
70
Tuntas
9
MKM
65
Tuntas
75
Tuntas
85
Tuntas
10
SHN
30
55
Tidak tuntas
70
Tuntas
11
IDM
40
80
Tuntas
70
Tuntas
12
AS
35
50
Tidak tuntas
70
Tuntas
13
LMH
65
Tuntas
80
Tuntas
85
Tuntas
14
TH
30
Tidak tuntas
50
Tidak tuntas
70
Tuntas
15
AFR
40
Tidak tuntas
65
Tuntas
60
Tidak Tuntas
No
Tidak tuntas Tidak tuntas
Tidak tuntas Tidak tuntas Tidak tuntas
27
16
SYD
35
Tidak tuntas
65
Tuntas
70
Tuntas
17
AS
40
Tidak tuntas
65
Tuntas
75
Tuntas
18
MR
30
Tidak tuntas
60
Tidak tuntas
70
Tuntas
19
SBN
45
Tidak tuntas
70
Tuntas
75
Tuntas
20
SLF
35
Tidak tuntas
40
Tidak tuntas
70
Tuntas
JUMLAH
795
1245
1440
RATA-RATA
39,75
62,25
72
% KETUNTASAN
15 %
55 %
85 %
Ketuntasan belajar secara klasikal ditunjukkan pada Tabel 4 bahwa pada tes awal mencapai 15% dengan rata-rata 39,75. Pada siklus I mencapai 55% dengan rata-rata 62,25. Pada Siklus II mencapai 85% dengan rata-rata 72%. B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Tindakan Siklus I a. Pertemuan Pertama Pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan pertama berdasarkan hasil analisis deskriptif dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengamatan observer terlihat ketuntasan proses pembelajaran telah mencapai 72% yang berarti bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh guru berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat hanya 16 langkah dari 22 langkah yang telah dilakukan oleh guru. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru sendiri terlihat bahwa ketuntasannya mencapai 72%, langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat yaitu 16 langkah dari 22 langkah yang telah dilakukan.
28
Hasil renungan guru kemudian didiskusikan bersama dengan pengamat, berdasarkan diskusi antara pengamat dengan guru maka disepakati bahwa langkah dimana guru tidak memastikan semua siswa telah berbagi jawaban kepada setiap pasangan dan kelompoknya memang
tidak dilakukan oleh guru, sehingga
menjadi tujuan perbaikan pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan ini disepakati ada 6 langkah yang akan menjadi tujuan perbaikan pada pertemuan berikutnya, yaitu: 1) Guru memberikan motivasi kepada siswa. 2) Guru berkeliling kelas untuk memantau siswa bekerja secara mandiri dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam LKS. 3) Guru berkeliling kelas memantau kerja dari tiap-tiap kelompok berempat dan mengarahkan/ membantu kelompok yang mengalami kesulitan. 4) Guru memastikan semua siswa telah berbagi jawaban kepada setiap pasangan dan kelompoknya. 5) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas tentang materi yang telah dipelajari. 6) Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman materi yang telah dibahas. Pada pertemuan ini pengamatan observer maupun guru dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS) belum maksimal dilakukan oleh guru. Pada pelaksanaan pembelajaran masih banyak langkahlangkah yang belum dapat dilakukan oleh guru. Hasil diskusi antara pengamat
29
dengan guru pada pertemuan ini ada 6 langkah yang belum tercapai. Guru mengungkapkan bahwa guru mengajar di kelas dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS) baru pertama kali. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPSS setelah guru menjelaskan materi secara singkat, kemudian guru memberikan masalah dan diberikan kesempatan kepada siswa untuk diselesaikan secara mandiri (tahap Think), siswa saling berbagi dan mendiskusikan jawaban atas permasalahan yang diberikan (tahap Pair), siswa saling berbagi dan berdiskusi dalam kelompok berempat (tahap Square), dan berbagi dengan seluruh kelas (tahap Share). Berdasarkan hasil pertemuan pertama ini dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS), guru akan lebih berusaha lagi untuk memperbaiki pertemuan berikutnya. b. Pertemuan Kedua Pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada pertemuan kedua berdasarkan haasil analisis deskriptif dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengamatan observer terlihat bahwa ketuntasan proses pembelajaran telah mencapai 77% yang berarti bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh guru berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat hanya 17 langkah dari 22 langkah yang telah dilakukan oleh guru. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru sendiri ketuntasannya mencapai 77%. Hasil renungan guru kemudian didiskusikan bersama dengan pengamat, hasil diskusi antara pengamat dengan guru sepakat bahwa langkah dimana guru tidak membimbing siswa untuk membuat rangkuman materi yang telah dibahas
30
memang tidak di lakukan oleh guru, sehingga menjadi tujuan perbaikan pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan berikutnya disepakati ada 5 langkah yang akan menjadi tujuan perbaikan, yaitu: 1. Guru memberikan motivasi kepada siswa. 2. Guru memberikan apersepsi terkait materi yang akan dibahas 3. Guru memberikan kesimpulan akhir dari semua pertanyaan yang ada dalam LKS. 4. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman materi yang telah dibahas. 5. Guru memberikan tugas rumah kepada siswa. Pada pertemuan ini hasil pengamatan observer dan guru disimpulkan bahwa proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS belum maksimal dilakukan guru. Langkah-langkah pembelajaran masih banyak yang belum dapat dilakukan oleh guru. Hasil diskusi antara pengamat dengan guru pada pertemuan ini ada 5 langkah yang belum tercapai. Dari hasil diskusi tersebut, guru mengungkapkan bahwa pada pertemuan ini masih banyak kendala-kendala yang dirasakan seperti terlihat dari hasil pengamatan dimana langkah-langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya sudah dapat dilakukan tetapi langkah-langkah lainnya yang sudah tercapai pada pertemuan sebelumnya justru tidak dilakukan. Guru mengungkapkan bahwa belum terbiasa menerapakan model pembelajaran koopertif tipe TPSS.
31
b. Pertemuan Ketiga Hasil analisis deskriptif ketuntasan proses pelaksanaan pembelajaran oleh guru
pada pertemuan ketiga
dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pengamatan
observer terlihat ketuntasan proses pembelajaran telah mencapai 81%, menunjukkan bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh guru berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat hanya 18 langkah dari 22 langkah yang telah dilakukan oleh guru. Sedangkan hasil analisis deskriptif yang dilakukan oleh guru atau hasil dari jurnal refleksi guru pada tabel 3 terlihat bahwa ketuntasannya mencapai 81% yang merupakan hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru sendiri. Langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat yaitu 18 langkah dari 22 langkah yang telah dilakukan. Hasil diskusi antara pengamat dengan guru sepakat bahwa ada 4 langkah yang akan menjadi tujuan perbaikan pada pertemuan berikutnya, yaitu: 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Guru memberikan apersepsi terkait materi yang akan dibahas. 3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas tentang materi yang telah dipelajari. Hasil pengamatan observer maupun guru pada pertemuan ini dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS sudah lebih baik dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Hasil diskusi guru dan pengamat mengungkapkan bahwa pada pertemuan ini sudah dapat menyesuaikan diri untuk dapat menerapkan model pembelajarn kooperatif tipe TPSS dikelasnya. Hal ini dapat terlihat pada proses
32
pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru lebih melibatkan siswa secara aktif sehingga siswa antusias dalam proses pembelajaran termasuk dalam kemampuan siswa dalam bekerjasama dalam kelompok serta keberanian siswa mengajukan pertanyaan dan mengemukakan pendapat. Pada tindakan siklus I dapat disimpulkan bahwa guru sudah maksimal dalam melakukan proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran koopertaif tipe TPSS terlihat dari nilai pencapaian ketuntasan proses pembelajarannya yaitu 81,81%.
Hal ini
menunjukkan hasil yang baik dimana sudah mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan. Pada pertemuan ini sudah baik namun guru belum merasa puas dan akan berusaha lebih baik lagi dipertemuan berikutnya. Pada siklus 1 secara umum pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas terlihat dari lembar observasi, muncul beberapa hambatan baik yang datang dari guru maupun dari siswa. Hambatan dari guru yaitu belum sepenuhnya menguasai model pembelajaran koopertif TPSS, guru belum terbiasa melakukan langkahlangkah model pembelajaran kooperatif TPSS. Kurangnya guru memahami model pembelajaran TPSS maka suasana pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Penyampaian tujuan pembelajaran dan motivasi yang diberikan guru terhadap siswa pada awal kegiatan pembelajaran setidaknya membuka kesadaran siswa bahwa model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran baru yang belum pernah dilakukan. Pada saat tahap think masih ada siswa yang belum mampu mengerjakan sendiri masalah yang ada dalam LKS, pada tahap kerja kelompok mulai berlangsung tampak sebagian dari anggota kelompok kebingungan dan cenderung menunggu karena belum terbiasa. Sebagian siswa
33
yang lain dengan cepat menyesuaikan diri dan mengambil inisiatif serta mengkomandoi teman-temannya yang lain untuk sesegera mungkin dapat bekerja dalam kelompok. Pelaksanaan pembelajaran terutama pada saat siswa bekerjasama dalam kelompok guru juga belum secara aktif memberikan bimbingan terhadap siswa atau kelompok yang membutuhkan, guru masih mendominasi kegiatan dengan mengambil alih pembicaraan tanpa memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada siswa baik secara individu maupun kelompok. Berdasarkan hasil refeleksi dapat disimpulkan bahwa pada pelaksanaan siklus 1 baik guru maupun siswa masih dalam tahap penyesuaian dengan model pembelajaran yang diterapkan. Model pembelajaran kooperatif TPSS yang diterapkan ini sederhana, tetapi memerlukan pemahaman terhadap konsep pembelajaran menyangkut langkah-langkah model pembelajaran TPSS dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru belum dapat melaksanakan langk-langkah pembelajaran sesuai dengan waktu yang direncanakan. Siswa belum memiliki pemahaman akan tujuan pembelajaran yang diterapkan sehingga setiap langkah pembelajaran belum terlaksana secara optimal. d. Evaluasi Evaluasi siklus I dilakukan untuk melihat peningkatan hasil belajar matematika siswa Kelas V SD Negeri 4 Loghia pada materi bangun ruang setelah model pembelajaran kooperatif tipe TPSS diterapkan. Hasil evaluasi siklus I menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai minimal 65 berjumlah 11 orang atau mencapai 55% dengan nilai rata-rata 62,25.
34
Hal ini menunjukkan ketuntasan hasil belajar matematika siswa secara klasikal belum mencapai indikator kinerja yang ditentukan. 2. Tindakan Siklus II a. Pertemuan Pertama Hasil analisis deskriptif ketuntasan proses pelaksanaan pembelajaran oleh guru
pada siklus II pertemuan pertama dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil
pengamatan observer ketuntasan proses pembelajaran telah mencapai 86% yang berarti bahwa hasil pengamatan observer langkah-langkah yang dilakukan oleh guru berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat hanya 19 langkah dari 22 langkah yang telah dilakukan oleh guru. Hal ini berbeda dengan hasil dari jurnal refleksi guru yang dapat dilihat pada tabel 3, ketuntasannya mencapai 91% . Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru sendiri, langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat yaitu 20 langkah dari 22 langkah. Hasil analisis antara pengamat dengan guru terjadi perbedaan, yaitu pengamat mengatakan bahwa langkah yang dilakukan oleh guru mencapai 19 langkah yang dilakukan, tetapi menurut guru langkah yang telah dilakukan 20 langkah. Perbedaan yang dimaksud yaitu menurut pengamat guru memberikan apersepsi terkait materi yang akan dibahas tetapi menurut guru langkah ini tidak dilakukan. Perbedaan hasil pengamatan antara pengamat dengan guru maka perlu adanya diskusi untuk mengambil keputusan langkah-langkah apa saja yang sebenarnya tidak dilakukan oleh guru, sehingga dari hasil diskusi dapat diambil keputusan langkah-langkah apa yang akan menjadi perbaikan dipertemuan
35
berikutnya. Guru mencoba mengingat kembali tentang langkah dimana guru memberikan apersepsi terkait materi yang akan dibahas. Dari hasil renungannya guru merasa pada langkah ini guru tidak melakukannya tetapi pengamat mengingatkan kepada guru bahwa pada langkah ini guru sudah melakukannya dan guru mencoba mengingatnya kembali. Berdasarkan diskusi dengan guru maka disepakati bahwa langkah dimana guru tidak memberikan apersepsi terkait materi yang akan dibahas, tidak akan menjadi tujuan perbaikan dipertemuan berikutnya. Pada pertemuan berikutnya disepakati ada 3 langkah yang akan menjadi tujuan perbaikan, langkah-langkah itu adalah : 1. Guru berkeliling kelas untuk memantau siswa bekerja secara mandiri dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam LKS. 2. Guru memastikan semua siswa telah berbagi jawaban kepada setiap pasangan dan kelompoknya. 3. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman materi yang telah dibahas. Hasil pengamatan observer maupun guru pada pertemuan ini, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS sudah maksimal dilakukan oleh guru, terlihat dari hasil diskusi antara pengamat dengan guru pada pertemuan ini hanya 3 langkah yang belum tercapai. Dari hasil diskusi tersebut, guru mengungkapkan bahwa pada pertemuan ini guru sudah lebih terbiasa dalam melakukan langkahlangkah model pembelajaran kooopertaif tipe TPSS sehingga guru tidak mengalami kendala-kendala yang berarti pada saat proses pembelajaran
36
berlangsung. Pada pertemuan ini sudah baik namun guru belum merasa puas dan akan berusaha lebih baik lagi pada pertemuan berikutnya. b. Pertemuan Kedua Hasil analisis deskriptif ketuntasan proses pelaksanaan pembelajaran oleh guru
pada siklus II pertemuan kedua pada Tabel 2. Ketuntasan proses
pembelajaran mencapai 91% berarti bahwa hasil pengamatan observer berdasarkan rencana pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran yang telah dilakukan gutu mencapai 20 langkah dari 22 langkah. Sedangkan hasil analisis deskriptif dari jurnal refleksi guru yang dapat dilihat pada Tabel 3, ketuntasannya mencapai 91% yang berarti bahwa hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru sendiri. Langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat yaitu 20 langkah dari 22 langkah yang telah dilakukan. Hasil analisis antara pengamat dengan guru tidak terjadi perbedaan yaitu langkah yang dilakukan pada pertemuan ini ketuntasannya mencapai 91%. Pengamatan terhadap proses pembelajaran antara pengamat dan guru tidak ada perbedaan, tetapi masih perlu adanya diskusi antara pengamat dengan guru untuk membicarakan tentang langkah-langkah apa yang belum tercapai pada pertemuan ini, agar menjadi perbaikan dalam pertemuan berikutnya. Hasil diskusi antara pengamat dengan guru maka disepakati bahwa ada 2 langkah yang menjadi tujuan perbaikan pada pertemuan berikutnya, yaitu: 1. Guru tidak memberikan apersepsi terkait materi yang akan dibahas. 2. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman materi yang telah dibahas.
37
Pada pertemuan ini pengamatan observer maupun guru dapat diambil kesimpulan bahwa proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS sudah lebih maksimal dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya,. Hal ini berdasarkan hasil diskusi antara pengamat dengan guru , hanya 2 langkah yang belum tercapai pada pertemuan ini. Hasil diskusi ini guru mengungkapkan bahwa pada pertemuan ini, pada saat proses pembelajaran berlangsung
guru tidak mengalami kendala
dalam
menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TPSS. Pada pertemuan ini, sudah lebih baik dibandingkan dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Meskipun demikian, guru belum merasa puas dan akan berusaha lebih baik lagi pada pertemuan berikutnya. c. Pertemuan Ketiga Ketuntasan proses pelaksanaan pembelajaran berdasarkan hasil analisis deskriptif oleh guru pada siklus II, dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengamatan observer ketuntasan proses pembelajaran telah mencapai 100 % berarti bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh guru berdasarkan rencana pelaksanaan yang telah dibuat sudah dapat dilaksanakan secara optimal. Pada pertemuan ini hasil pengematan observer dan peneliti dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajarn kooperatif tipe TPSS sudah maksimal dilakukan oleh guru, Hal ini menunjukkan hasil yang baik, dimana sudah mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan pada penelitian ini.
38
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II secara umum telah berjalan dengan baik dan sudah mengarah pada pembelajaran koopertif TPSS yang diterapkan. Dalam prose pembelajaran dalam tahap think tampak sebagian besar siswa bekerja sendiri-sendiri, dalam kelompok siswa sudah menampakkan kerjasamanya ditunjukkan saling membantu dalam menyelesaikan masalah terkait materi yang dipelajari dan mempersiapkan bahan presentasi dengan tanya jawab. Sebagian besar siswa sudah terlihat lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan dan memberikan tanggapan dari presentasi kelompok lain pada saat dilakukannya diskusi kelas. Suasana belajar semakin menyenangkan hampir terjadi dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran. Guru sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif TPSS dan menjalankan perannya sebagai fasilitator dan motivator dengan terlihat aktif memberikan bantuan dan membimbing kelompok yang membutuhkan jika mengalami kesulitan. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II secara umum telah berjalan sesuai apa yang diinginkan. Setiap langkah-langkah model pembelajaran koopertif TPSS telah dapat dilaksanakan dengan baik. Guru telah menjalankan perannya sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran dengan baik, guru memberikan bantuan dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa secara keseluruhan telah terlibat aktif dalm proses pembelajaran, namun belum semua siswa telah berusaha memanfaatkan setiap langkah pembelajaran terutama pada saat diskusi kelas untuk mengembangkan kemampuannya. Siswa sudah dapat megelola kelompok dan tugasnya dengan baik
39
seperti pembagian tugas untuk presentasi, memandu diskusi, menjawab pertanyaan dan hal-hal lain. d. Evaluasi Evaluiasi siklus II dilakukan untuk melihat peningkatan hasil belajar matematika siswa Kelas V SD Negeri 4 Loghia pada materi bangun ruang dengan menerapkan model pembelajaran koopertif tipe TPSS. Hasil evaluasi siklus II, ketuntasan hasil belajar matematika siswa secara klasikal meningkat, yakni dari 55% pada siklus I menjadi 62,25% pada siklus II. Siswa memperoleh nilai minimal 65 dari 11 orang menjadi 17 orang. Model pembelajaran kooperatif tipe TPSS setelah diterapkan dari siklus I sampai siklus II hasil belajar siswa secara menyeluruh mengalami peningkatan. Pada siklus II, guru mampu mengkondisikan kelas dengan baik sehingga siswa lebih serius dan fokus selama proses pembelajaran. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPSS, siswa lebih senang belajar, siswa tidak malu lagi untuk bertanya tenatang materi yang belum dipahami, berani bertanya kepada guru, serta berani mempresentasikan jawabanny di depan kelas. Model pembelajaran kooperatif tipe TPSS setelah selesai sampai siklus II diakui guru sebagai model pembelajaran yang menyenangkan. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPSS, siswa lebih senang dalam belajar. Berdasarkan wawancara terhadap beberapa siswa, menurut siswa dengan model pembelajaran kooperatif TPSS siswa membuat mereka mudah belajar dan antusias dalam selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian hipotesis tindakan telah tercapai yaitu hasil belajar siswa pada materi bangun ruang di
40
kelas V SD Negeri 4 Loghia dapat ditingkatkan melalui model pembelajarn kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS). Penelitian
ini
sejalan
dengan
penelitian
Mella
Evrilianti
yang
menyimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkat hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Kalongan
Kecamatan
Purwodadi
Kabupaten
2011/2012.
41
Grobongan
Tahun
Ajaran
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil kesimpulan dalam penelitian
ini bahwa hasil belajar matematika
siswa kelas V SD Negeri 4 Loghia pada materi bangun ruang dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square Share (TPSS). Hal ini dapat dilihat dari segi proses yang berkaitan dengan pelaksanaan rencana pelaksanaan/perbaikan pembelajaran yang telah disusun berdasarkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSS, pada siklus I mencapai 81%, dan pada siklus II mencapai 100%. Dari segi hasil yang berkaitan dengan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 4 Loghia diperoleh hasil pada siklus I mencapai 55% atau sebanyak 11 orang dengan rata-rata 62,25, dan pada siklus II mencapai 72% atau sebanyak 17 orang dengan rata-rata 72. Secara umum pelaksanaan tindakan dikatakan berhasil karena telah mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran-saran berikut: 1. Kepada guru mata pelajaran diharapkan dapat memahami dan menerapkan serta mengembangkan model pembelajaran kooperatif khususnya kooperatif tipe TPSS dalam proses pembelajaran matematika, disesuaikan keadaan siswanya.
42
2. Kepada rekan-rekan yang ingin melakukan penelitian yang relevan dapat menerapkan kembali model pembelajaran ini pada sekolah lain dengan materi yang sama atau berbeda. 3. Penelitian sebagai seorang guru perlu dilakukan berkaitan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif lain yang dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam proses pembelajaran.
43
DAFTAR PUSTAKA Ahiri, Jafar. 2008. Faktor-Faktor yang Mepengaruhi Hasil Belajar. Kendari: Universitas Haluoleo Press. Alma, Buchari. 2008. Guru Profesional Menguasai Metode dan Teerampil Mengajar. Jakarta: PT. AlfaBeta. Arikunto, Suharsimi, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara Evrilianti, Mella. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Kalongan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hamalik, Oemar. 2000. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Hudoyo. 1999. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang. Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning, mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : PT Grasindo. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Slameto.2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Bina Aksara.
44
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinarbaru Algensindo. Suryosubroto. 1993. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Usman, Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT.Remaja Rosadkarya. Wardhani, I GAK dan Kuswaya Wihardit. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Yunitasari, Desy. Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Kesebangunan dan Simetri Siswa Kelas V SD 7 Klumpit. Skripsi. Universitas Muria Kudus.
45