lliclftnrl Kaiian : Scni tla* Budavil I.A POIT,TN PIII Ii L I'I'i AN I(GM T}ETE]\SI I] N } \/ERSITAS HAL[ }OELO *N
T{i
[}Att
TAI'TTJI\'I
ANCGAIdAN 2{}I 2
PIINGUATAN KEI-EMBACAAIII BUDAYA GOTONG ROYON{; DALAl&{ IIl E NI N C T(ATT{AN PtrMBAT{G UNAI'{'E,SA DI KAB TJ PATI'I-{ N{ U NA
flrs.Idamuni. M.Si Drs. Sundi Komba, L{.Si I,a llilu, S.Pd" M.Si Hasmadia (Mahasiswa) La Ety Anton (Mahasisrva)
Pelaksan a.an
Dibiayai oleh IIIPA BOPTN Unhalu Kegiatan Penelitia n No rno r: 17 6 I P P KN nhaful Tanggal L2 September 2t12
trXl }Ql 2
F'AKULTAS KEGURUAN DAN II,MU PENI}TT}IKAN U NIVF],R.SIT AS T{ALUOLEO KEi.{t}ARt I}ESEN{BER 2{}12
LEIIIBAR II}ENTITAS DAN PENGESAHAN A. Judul Penelitian
Royong Dalam Meningkatkan Pembangunan Desa rii Kabupaten Muna
: Penguatan Kelembagaan Budaya Cotong
B. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap dan Gelar
Drs. Hamuni, M.Si
b. Jenis Kelamin c. Pan gkat./Gol on gan/lr{ I P
Laki-laki
d. Bidang Keahlian e. Fakultas/Jurusan C. Tim Peneliti :
BIDANC KEAHLIAN
FAKl]LTAS/JUR
PERGURUA N TTNGGI
Ketahanan Nasional
FKIP/PIPS
llnhalu
FKIPIPIPS
3. Hasmadia (Mahasiswa)
Ilmu Politik PPKn
FKIPIPIPS
IInhalu Ilnhalu
4. La Ety Anton (mahasi swa)
PPKn
FKIPIPIPS
Unhalu
NAMA
L Drs" Sundi Komba, M.si 2. La Bilu, S.Pd. M.Si.
D. Pendanaan dan jangka waktu penelitian Jangka rvaktu penelitian yang diusulkan lotal y'ang diusulkan disetujui tahun 2012
Gl$
.(?.;+
Pembina Utama Mud#lVc Ketahanan Nasional FKIP,{Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosiai
O.oz <_- (/ o_Z Uo-
4 Bulan
Rp. 10.000.000, Rp. 10.000.000, Kendari, Desember 2012
i;y?"'.ll"t$ \J(iau prroYz Prof. Dr. La lru, SH. M.Si NrP. 19601231 198610 1001
Drs. Hamuni, M.Si NIP. 19641231 r98903
I 030
ta Ginting, M.Agr.Sc.,Ph. D
1 198403
1
004
RINGKASAN Indonesia memiliki modal sosial budaya dengan moto "Bhineka Tunggal Ika" dan Falsafah "Pancasila" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta semangat juatrg dan patriotisme. Akan tetapi, selaras dengan perjalanan waktu makna dari rnodal sosial budaya tersebut ineilgalaml inflasi dan iurrtur dr telan jutrrut. Semangat gotong royong tian kekerabatan yang begitu kental dalam kehidupan di In
Bagaimana implementasi system gotong royong (pokadulu) dalam pelaksanaan pembangunan pada masyarakat Muna? (2) Faktor social budaya macam apa yang menghambat implementasi sistem gotong royong (pokadulu) dalam pembangunan masyarakat desa di Kabupaten Muna? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis: (l) implementasi sistem gotong royong (pokaduluO dalam pelaksanaan pembangunan pada masyarakat desa di Kabupaten Muna. (2) Faktor social budaya menghambat implementasi sistem gotong royong (pokadulu) dalam pembangunan masyarakat desa di Kabupaten Muna Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Muna dengan pertimbangan bahwa gotong royong sudah menjadi budaya dalam pelaksanaan pembangunan. Penelitian ini bersifat desktiptif kualitatif. Sumber data penelitian adalah data primer dan data sekunder Pengumpulan data dilakukan dengan cara : (l) penelitian kepustakaan, dan (2) Penelitian Lapangan, yaitu pengumpulan data dan informasi secara langsung dilapangan yang dilalcukan dengan teknik : observasi, wawancara dan dokumentasi.Analsis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan tujuan menggambarkan, memaparkan, menjelaskan implementasi sistem gotong royong dan faktor penghambatnya dalam pelaksanaan pembangunan pada masyarakat desa. Data selanjutnya diklasifikasi kemudian diinterpretasi selanjutnya ditarik kesimpulan dan dikemukakan saran-saran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Implementasi sistem pokadulu dalam pelaksanaan pembangunan pada masyarakat Muna hingga dewasa ini masih eksis terutama di bidang pertanian dan di bidang sosial kemasyarakatan termasuk dalam kegiatan pembangunan mesjid dan pembuatan pos kamling. (2). Faktor penyebab terjadinya pergeseran budaya pokndulu di Kabupaten Muna adalah adanya kapitalisme yang tumbuh di tengah masyarakat dan globalisasi yang mendorong masyarakat lebih terbuka dan individual. Kesimpulan penelitian bahwa implementasi sistem pokadulu dalam pelaksanaan pembangunan sudah mulai terkikis yang ditandai dengan munculnya semangat individualisme dalam masyarakat. Semula semua pekerjaan melalui aktivitas pokndulu namun dewasa ini telah bergeser dengan sistem pengupahan
ill
SUMMARY Indonesia has the social culture capitai with the motto "bhineka tunggal ika" and the basic state principle "pancasila" in the life of state, and the passion of struggle and patriotism. However, in line with the time past, the meaning of social culture has got inflation and lost. The passion of "gotong ioycng" and shictly farnilyhood in the life in Indonesia lost anri r:hanged to individualism, materialism, even anarchy culture. The phenomena also seems to Muna regency. The local tribe driver which had a big role in the past, today is tobe unpopular. Practice and realistic had to be in priority than the local value in daily activity. Base on this fact, the main problem which studied in this study are: (l) How is the implementation system of gotong royong in the development implementation in Muna? (2) what kind of the social culture factors which unsupport the implementation of gotong royong in Muna? the purpose of this study are to describe and analyze (1) implementation of gotong royong in the development of area in Muna, (2) factor social culture which unsupport the implementation gotong royong in development in Muna. This study is conducted in Muna regency with the consideration that gotong royong has to be the custom in the implementation of development in Muna regency. this study is descriptive qualitative. Source of data are primary and secondary data which collected through: (1) library study, (2) field study, that is the collection data through information directly got in the field of research through observation, interview, and documentation. Analyzing data is done through descriptive qualitative to describe, elaborate, explain gotong royong and the obstacle factors in the development program in Muna regency. The data then classified, interpreted, and concluded, then suggested. The result of study indicated that (1) the implementation of gotong royong (pokadulu) in the development program in Muna till the recent day still existed, particularly in the field of agriculture, ffid social activity, like in building religious devices and security. (2) the factors that caused the shift of the gotong royong (pokadulu) in Muna are capitalism which growth in the peop_le's min{ and globalization which push the people to be more opened and individual. The conclusion is that the implementation of gotong royong (pokadulu) in the development program in Muna is to be less passion which signed by the emerging of individualism in people's mind. The past, all works was done by gotong royong (pokadulu) now, it is shifted to be the system of salary.
PRAKATA Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan lahir dan bathin sehingga penulis dapat menuangkan segala pikiran dan kemampuan untuk menyelesaikan
laporan'penelitian
ini yang berjudut
Dalam Meningkatkan
"Penguatan Kelembagaan Budaya Gotong Royong
Pembangunan Desa di Kabupaten Muna".
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui, dan mendeskripsikan: (1) pelaksanaan budaya gotong royong dalam pelaksanaan pembangunan pada masyarakat
desa
di Kabupaten
Muna. (2) faktor-faktor penyebab terjadinya pergeseran budaya
gotong royong dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat desa. (3) memperkuat kelembagaan budaya gotong royong sebagai kekayaan sosial budaya bangsa dalam menunjang pelaksanaan pembangunan masyarakat di Kabupaten Muna.
Dalam upaya menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini, penulis telah banyak memperoleh arahan dan bimbingan dari Reklor dan Ketua Lembaga Penelitian-
Untuk itu, tidak ada yang dapat kami berikan selain ucapan terima kasih dan penghargaan
yang sedalam-dalamnya kepada: Prof. Dr. Ir. H. Usman fuanse, MS, selaku Rektor Universitas Haluoleo
dan Prof. Ir. H. Sahta Ginting,
M.Agr.Sc.,Ph.
D, selaku Ketua
Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo. Ucapan terima kasih yang sama dihaturkan kepada Prof. Dr. La Iru, SH. M.Si, selaku Dekan FKIP Unhalu yang telah memberikan
petunjuk dan arahan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualfr penulis berserah diri semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia" bangsa dan negara.
Kendari, Desember 2012 Ketua Tim Peneliti
DAFTAR ISI Halaman
JUDUL
I
RINGKASAN
ii iii
SUMMARY
iv
PRAIL{TA
v
DAFTAR ISI
vi
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
DAFTAR LAMPIRAN
I PENDAHULUAN II TUruAN DAN ]\4ANFAAT
viii 1
PENELITIAN
III STUDI PUSTAKA
4 5
W METODE PENELITIAN
l0
V HASIL DAN PEMBAI{T\SA}I
t4
VI KESIMPULAN DAN SARAN
36
DAFTAR PUSTAKA
38
VI
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Surat Tugas
39
Surat Izin Penelitian
40
vil
I.
PENDAIIULU,A.N
Fakta memperlihatkan bahwa keberhasilan pembangunan negara-negara yang ada
di
mana mereka memiliki, meyakini dan
melandasi gerak langkahnya pada nilai-nilai tertentu. Amerika serikat dibangun dengan cita-cita bersama (common vision) sebagai alat motivator dan regulator yang
suatu
tertanam dalam segala lapisan masyarakat, pelajar, pengusaha' seniman ataupun rakyat biasa yaitu "American Dream serta"Right dan perekonomian
or Wrong my Country".
Sementara industri
di Korea Selatan maju membalas kekalahan (penjajaha") dffi Jepang
dengan slogan, "Beat Japan Everywhere" (kapanpun lawan Jepang)'
Indonesia memiliki modal sosial budaya di masa awal kemerdekaan, dengan moto
..Bhinneka Tunggal
lka" dan
Falsafah Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, serta semangat juang patriotisme. Akan tetapi, selaras dengan perjalanan w-aktu makna dari modal sosial budaya tersebut mengalami infasi dan luntur di telan
jaman. Satu sisi pembangunan melalui upaya modernisasi dan industrialisasi setengah
abad telah merubah banyak hal. Kemegahan kota beserta pabrik-pabrik yang mengitarinya telah banyak mengambil alih lahan-lahan produktif pertanian. Akan tetapi, pada sisi lain, berbagai nilai dan budaya bergeser secara drastis. Semangat gotong royong
dan kekerabatan yang begitu kental dalam kehidupan
di
Indonesia mulai luntur dan
digantikan dengan semangat individualistis, materialistis, atau bahkan budaya kekerasan. Lembaga-lembaga adat yang dahulu sangat berperan dalam kehidupan masyarakat seperti
perkawinan, kelahiran, kematian, pembangunan balai desa dan tradisi lainnya, mulai
menjadi tidak popular. Budaya praktis dan realistis telah dikedepankan dibandingkan dengan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari (Ricardi, 2006:2-3).
Degradasi tatanan sosial budaya
di
atas, imbasnya juga dirasakan dalam
kehidupan masyarakat Muna. Nilai-nilai gotong-royong, saling menghargai, cinta kasih sebagai warisan budaya, tidak terlepas dari berbagai pengaruh globalisasi. Dalam
lingknngan yang pesimistik, globalisasi menyebabkan adanya globalophobia, suatu
bentgk ketakutan terhadap arus globalisasi sehingga orang atau lembaga harus
2
mewaspadai secara serius dengan membuat langkah dan kebijakan tertentu. Bagaimana
pun globalisasi merupakan suatu yang tidak dapat dihindari sehingga yang terpenting adalah bagaimana menyikapi dan memanfaatkan secara baik efek global sesuai dengan harapan dan tujuan hidup kita. Dalam hal kearifan lokal Nusantara, bagaimana kearifan
lokal tetap dapat hidup dan berkembang tetapi tidak ketinggalan jarnan. Bagaimana kearifan lokal dapat mengikuti arus perkembangan global sekaligus tetap mempertahankan identitas lokal
dapat
kita, akan menyebabkan ia akan hidup terus
dan
mengalami penguatan.
Kearifan lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi dengan aneka perkembangan
budaya yang melanda dan tidak larut dan hilang dari identitasnya sendiri" Dalam kaitannya dengan penulisan karya ini, maka eksplorasi terhadap kekayaan luhur budaya masyarakat Muna sangat penting untuk mendukung percepatan pembangunan daerah, sekaligus juga berupaya untuk mengkritisi eksistensinya terkait dengan keniscayaan adanya perubahan budaya. Kekayaan luhur budaya masyarakat tersebut adalah berkaitan
dengan sistem nilai dan norrna agama karena keduannya merupakan tonggak penting dalam melaksanakan dan mewujudkan pembangunan yang berkualitas dan bermartabat.
Sistem nilai yang dimaksud dalam penelitian
ini
adalah pokadulu, merupakan
istilah yang mewakili aktivitas tolong menolong dalam masyarakat Muna. Jadi dalam masyarakat Muna istilah gotong royong sangat popular dan diistilahkan denganpokadulu
yang mefupakan sistem pengerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarg4 untuk
saling mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk dalam aktivitas bercocok tanam, membangun rumah, membangun sarana umrun, dan membangun sarana ibadah.
Pokndulu bahkan telah menjadi kebiasaan dan budaya masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi. Budaya pokadulu pada masanya sangat membantu proses pembangunan dan dapat mengeratkan perasaan dan saling membutuhkan di antara
sesama. Suatu aktivitas yang
rumit dan kompleks menjadi lebih ringan
untuk
dilaksanakan, karena adanya saling membantu melalui sistem pokndulu. Namun pada dekade terakhiE semangat ini telah memudar dan digantikan dengan sistem pengupahan.
Perubahan budaya
ini,
seiring dengan perubahan zaman yang mengarah
pada
3
profesionalisme dan pembagian kerja. Penghargaan terhadap
ilmu pengetahuan dan
keterampilan serta diferensiasi jenis pekerjaan masyarakat menjadikan budaya pokndulu secara
fisik sulit untuk dilakukan.
Perubahan budaya pokndulu
ini
dibarengi dengan
tingkat ke-mapanan ekonomi masyarakat baik Ciperkotaan maupun dipedesaan. Di mana sistem pengupahan meningkat dan pelaksanaan pembangunan menjadi lebih mahal dan
bersifat kapitalisme. Padahal bila sistem pokadulu kembali direvitalisasi akan menjadi
modal dasar dalam pembangunan masyarakat Kelurahan Lapadaku.
di
Kabupaten Muna Khususnya di
II.
TUJUAN DAN MANFAAT PENBLITIAN
Gotong royong bukan saja merupakan kekayaan sosio-budaya, melainkan juga
-bagai modal social, yang hampir merata dijumpai dalam berbagai subkultur di lndonesia. Dalam kelembagaan gotong royong terkandun-g 'rnsur visi niiai kehidupan social (ideology), spirit perjuangan kolektif, semangat saling menghargai dan keorganisasian kerjasama yang kompatibel terhadap kemajuan masyarakat (bangsa).
Tanpa kekuatan kelembagaan gotong royong mustahil masyarakat Indonesia dapat melepaskan
diri dari keterpurukan ekonomi kebutuhan
rujuan khusus penelitian
dasar. Sehubungan dengan itu,
ini adalah unhrk mengetahui, dan mendeskripsikan: (1)
pelaksanaan budaya gotong royong dalam pelaksanaan pembangunan pada masyarakat
desa
di
Kabupaten Muna.
(2) faktor-faktor penyebab terjadinya pergeseran budaya
gotong royong dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat desa- (3) memperkuat kelembagaan budaya gotong royong sebagai kekayaan sosial budaya bangsa dalam menunjang pelaksanaan pembangunan masyarakat di Kabupaten Muna.
Manfaat penelitian antara lain
: (1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai kontribusi kearifan lokal dalam pelaksanaan pembangunan pada masyarakat
Muna. (b) Bagi pemerintah dan masyarakat akan didapatkan suatu masukan dan informasi mengenai pentingnya budaya pokadulu sebagai model dalam pelaksaaan pembangunan di Kabupaten Muna. (3) Bagi peneliti, sebagai bahan referensi bagi para
peneliti yang bermaksud mengadakan penelitian serupa, agar diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat dan dapat manfaat bagi kemajuan pembangunan daerah.
III.
STUDI PUSTAKA
Istilah gotong royong sangat akrab dalam kosa kata masyarakat adat maupun keseluruhan bangsa Indonesia Hampir setiap masyarakat adat mempunyai
istilah yang
mempunyai padanan dengan kelembagaan "goitxrg royong". Sebagai contoh, pada
masyarakat Jawa dikenal dengan semangat dan kelembagaan holo pis kuntul baris; pada masyarakat Maluku dikenal dengan pela gandhong; pada masyarakat Tapanuli dikenal istilah daliltan-nanlolu (Siahaan, 1984); dan pada masyarakat Minahasa dikenal istilah mapolus. Dari tulisan ini diharapkan dapat lebih dipahami mengenai hubungan
antara korsep "gotong royong" dan
sosio-budaya di satu sisi, juga hubungan anlara konsep
"gotong royong" dan revitalisasi adat istiadat
di sisi yang lain. Revitalisasi adat istiadat,
dikaitkan dengan upaya menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa besar, kuat dan
dihormati dalam pergaulan masyarakat dunia perlu rnengungkit kembali
elemen
"gotong royong" sebagai kelembagaan yang strategis dalam perspektif sosio budaya. Dengan semangat gotong royong atau hold pis kuntul baris (istilah Jawa) negaro Indonesia ditegakkan kembali dan roda pernerintahan dijalankan Jika setiap golongan (etnis, adat, agam4 atau sosial lainnya) menganggap diri lebih kuat atau lebih penting dari yang
lain, maka saat itulah semangat gotong royong tidak dapat dijalankan dengan baik. Esensi gotong royong terkandung malma kesetaraan, keadilan dan kebersamaan dalam memecahkan masalah atau mencapai tujuan bersama.
Dari perspektif ini, pemaknaan gotong royong
mencakup bahwa dalam masyarakat Indonesia sudah terkandung makna adanya modal sosial dan budaya (social capital) dan masyarakat madani (civil sociefl. Dryal dikatakan bahwa istilah gotong royong adalah substansi frasa social capital dan adat istiadat
civil society
isi ("old wine"), sedangkan
penggunaan
adalah pengemasan baru ("na,v bottle') dari kekayaan
kita
Sebagai adat istiadat (dan sekaligus)
modal sosial budaya yang ad,a pada
masyarakat adat, kelembagaan gotong royong bukan
saja merupakan elemen esensial yang
bersifat dinamik bagi terwujudnya persatuan atau solidaritas antar masyarakat adat di
Indonesia, melainkan juga sebagai pintu masuk pemberdayaan masyarakat melalui
6
penguatan "energi"
kolektif
masyarakat lintas adat
berbasis revitalisasi adat istiadat
ini
di Indonesia. Pemberdayaan masyarakat
seharusnya dipandang sebagai perjuangan "berat di
tingkat hulu" bagi seluruh elemen bangsa lndonesia untuk merebut kemerdekaan (dari penjajahan bangsa asing). Pemberdal'aan ini juga sangat relevan untuk upaya mengisi era I
kemerdekaan dan mempertahankannya, serta dalam mengelola dinamika sosiai-pclitikbudaya-ekonomi dan keamaman bangsa Indonesia ke depan.
Menurut Koentjaraningrat, (1984: 18), bahwa sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari
warga suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap mempunyai makna penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup.
Sistem
nilai ini berkorelasi dengan sikap (attitudea), artinya sikap ini
menentukan proses internalisasi manusia sebagai identitas
kemudian
di dalam dirinya. Sistem ini
kemudian akan mengarah pada moral individu dan selanjutnya teraktualisasi ke dalam norrna-norrna sosial, adat sopan santun, sebagai suatu instrumen bertata tertitib kehidupan bermasyarakat dan lingkungan domestik.
Makna pernberdayaan melalui penguatan kelembagaan "gotong royong" pada masyrakat adat hanya munglin dipahami jika, dilihat dari percpektif sosio budaya bangsa Indonesia. Dalam budaya Jawa istilah gotong royong dekat dengan semangat rukuL Istilah
"rukun agawe santoso, crah agawe bubrah" (ruhlndanbersatuakanmembawakejayaan, sedangkan perpecahan akan membawh kehancuran) dikenal dalam kegotongroyongan pada masyarakst desa dan adat.
klumada
padanan yang pas, mimlnya dalam Bahasa Inggris,
untuk menmuskan pengganti istilah "gotong royong". Istitah "self help" yangdigunakan pakar
masyarakat pedesaan, misalnya Korten (1990), belum sepenuhnya dapat menjelaskan makna "gotong royong". Dalam istilqh "gotong royong" paling tidak menrtgkum empat makna sekaligus, yaitu: collective action to struggle, self governing, common goals, dan sovereignty.
Hampir dapat dipastikan bahwa seandainya saja bangsa lndonesia
tidak
arfiara
lain disimbolkan dalam semboyan gotong royong dalam ke-Bhinneka-an (Tunggal Ika), sangaflah mungkin kehadiran bangsa Indonesia dalam pergaulan masyarakat dunia hari
7
ini hanya tersisa dalam catatan sejarah. Mengikuti pendapat Grootaert (1998)
dalam
Pranadji, (2005: 24) dapat dikatakan bahwa masyarakat (bangsa) yang tidak mampu membangun, mengembangkan dan memelihara modal sosial budayanya adalah masyarakat bangsa,yang 'lsangat siall',. Dapat dikatakan bahwa timbul (rise) Cutt tenggelamnya (fall) suatu bangsa ariaiah sangat tergantung pada kemampuan bangsa tersebut dalam membangun atau merivatilasasi adat istiadat dan kekuatan sosio budayanya.
Patutlah disyukuri bahwa secara historis dan geografis, bangsa lndonesia seakan-akan telah ditakdirkan hanya dapat hidup dan berkembang secara mandiri dengan kelr;e/ran adat
istiadat dan sosio budayanya sendiri. Kekayaan
adat istiadat atau sosio budaya yang
terbangun di bumi lndonesia tidak dapat diharapkan begitu saja turun dari
langit. Kekayaan
sosio budaya yang berkembang selama ini merupakan hasil peremmgan dan pergulatan imajinasi yang sangat aril dari tokoh atau pemttka-pemuka masyaraknt yang tersebar di berbagai pulau besar, kecil dan kepulauan
di
segala penjuru wilayah Nusantara.
Tidak terkecuali hal ini juga dilakukan oleh generasi pata founding fathers
bangsa
Indonesia pada awal abad 2A dalam rangla mewryudkan cita-cita bangsa Indonesia yang besar,
kuat dan terhormat. Di tengah tengah perjalananny4 kekayaan adat istiadat dan sosio budaya
ini
seakan-akan tidak pernah sirna dan hampir selalu menjadi "dewa penolong"
bagi bangsa Indonesia dalam mengatasi berbagai krisis multi-dimensi di tingkat nasional maupun lokal.
Perjalanan sejarah bangsa Indon€sia, sejak awal kemerdekaan hingga dewasa
ini, telah diterpa berbagai "badaiu krisis multi dimensi akibat pertarungan hegemoni ekonomi, sosial dan politik, serta bencana alam yang tidak ringan. Sebagai gambaran, pada penggalan awal kemerdekaan hingga akhir l96a-an, secara
politik bangsa Indonesia
berada dalam jepitan pertarungan hegemoni dua "ideologt bi-polar" negara adidaya;
yaitu
di
antara ideologi individualisme-kapitalisme liberal
Maxismeatheisme
di
satu sisi, dan sosialisme-
di sisi yang lain. Dengan tetap mengandalkan kekuatan adat istiadat
dan sosio budaya yang khas, bangsa Indonesia berhasil melewati "masa yang mernatikan"
dari kancah petarungan "perang dingin" dua peradaban dan ideologi besar dunia yang sangat pragmatis. Dengan kesadaran akan kekuatan
multi budaya" yang dibingkai dalam
8
semboyan Bhinneka Tunggal
Ika, bangsa Indonesia selalu
berusaha untuk tetap
melangkah dengantegap dan optimis menafap ke depan.
Di
tengah masih simpang-siumya mengenai ramalan masa depan peradaban
::rarrusia dalam,'memasuki abad 21, masih,menyisakan pertanyaan ulang vang serius
"faktor apakah yang mendasari majrq mun,iur, dan dapat bertahannya suafu masyarakat atau bangsa?". Harrison (2000) dan Huntinglon (2000), dalam bukunya berjudul "Culture
Matters: How Values Shape Human Progress" mengetengahkan jawaban atas pertanyaan tersebut, bahwa aspek adat istiadat atau sosio budaya sebagai faktor fundamentai atau
modal utama ketahanan dan kemajuan suatu bangsa. Pendeknya, jika suatu bangsa tidak
mempunyai modal sosio budaya (social capital and culture) yang khas dan kuat (Fukuyama, 2000), maka bersiap-siaplah bangsa tersebut akan terhapus dari catatan peradaban bangsa-bangsa besar di dunia.
Mencermati sejarah didirikannya negara (bangsa) Ladonesia secara kilas balik (lash
back), dapat dikatakan bahwa kelahiran bangsa Indonesia tidak didasarkan pada kekuatan material, misalnya kekuatan senjata atau ketersediaan bantuan modal asing. Secara historis
telah teruji bahwa kekuatan bangsa lndonesia terletak pada kekuatan adat istiadat dan modal sosio budaya yang sudah ada dan telah dikembargkan oleh tokolr-tokoh
visioner bangsa
Indonesia pada beberapa abad sebeluilrnya. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh tradisi dikembangkannya nilai-nilai sosio budaya bangsa pada kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Demak, dan kerajaan-kerajaan Islam yang tersebar
di wilayah
Indonesia
bagian barat dan timur. Tradisi mengolah kekuatan adat istiadat sebagai kekuatan yang "misterius" dalam
masyarakat adat, secara alamiah maupun melaui rekayasa sosio budaya terus berlaqjut
hingga sekarang. Masuknya adat istiadat masyarakat asing, melalui pertarungan memperebutkan hegemoni perdagangan yang
unfuk sementara dimenangkan oleh orang-
orang Eropa (antara lain Portugis, Belanda, dan Inggris) di wilayah Nusantara pada rentang abad 16-19, secara historis memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa kekuatan modal sosial-budaya pada masyarakat adat di Indonesia, khususnya di Jawa,
tidak dapat dianggap telah matang dan tidak perlu diubah (termasuk diperkuat). Untuk
9
mewujudkan masyarakat Indonesia ke depan yang lebih mandiri dan terhormat harus dimulai melalui revitalisasi adat istiadat atau pemberdayaan masyarakat adat.
Faktor sosio budaya berisi
2 (due) elemen atau lebih yang bersifat komposit.
Dengan kata lain faklor scsicr budaya bukan,.rnerupakan elemen tunggal, melainkan di dalamnya terkandung beberapa elemen sekaligus. Menurut Prana
(5) manajemen sosial, dan (6) sistem
penyelenggmaan pemerintahan. Jika suatu
masyarakat ingin maju dengan cepat dan mantap, maka keenam elemen tersebut hares
ada secara bersamaan. Namun
jika dicermati secara mendalam, maka satu elemen
memiliki kekuatan khusus. Menurut Pranadji (2004,2008) dan Harrison dan Huntington (2000), peran nilai-nilai adat istiadat atau sosio budaya bangsa paling menentukan kemajuan suatu keluarg4 masyarakat atau bangsa. Oleh karena
itu perlu dilakukan
pencermatan dan penguatan terhadap, nilai-nilai adat istiadat atau sosio budaya bangsa yang bersifat spesifik
IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Lapadaku Kecamatan Lawa Kabupaten
i
\funa. Pemilihan loksai ini atas pertimbangan bahwa gotong royong merupakan masalah reseharian masyarakat dan setanjutnya bu,Caya ini nrulai terk-ikis. Penelitian
ini bersifat
Jesktiptif kualitatif guna mengungkap dan mendalami implementasi budaya gotong :oyong dalam pelaksanaan pembangunan serta faktor yang menyebabkan teqadinya pergeseran budaya gotong royong dalam implementasinya. Dengan cara seperti
ini
akan
Jitemukan formula penguatan kelembagaan gotong royong yang berbasis sosial-budaya.
Informan dalam penelitian
ini
adalah seluruh masyarakat Lurah Lapadaku
Kecamatan Lawa Kabupaten Muna yang berjumlah 344
penelitian
ini cukup
KK. Oleh karena
informan
besar maka peneliti menetapkan 10 orang sebagai sumber data.
Teknik penentuan informan dilakukan secara sengaja guna mendapatkan informan yang terpercaya dan menguasai permasalahan sehubungan dengan penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik:
1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
secara
langsung terhadap berbagai aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan pelaksanaan budaya gotong royong dan faktor menyebabkan terjadinya pergeseran budaya gotong royong dalam pelaksanaan pembangunan.
3. Wawancar4 yaitu untuk me'mperkuat data yang berhubungan dengan budaya gotong
royong faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran budaya
-
ini
dalam
pelaksanaan pembangunan.
4.
Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang telah tersedia dilokasi penelitian, yang berhubungan dengan bukti-bukti fisik hasil karya masyarakat melalui pelaksanaan budaya gotong royong dalam pelaksanaan pembangunan pada masyarakat Muna.
Terakhir data yang diperoleh dalam penelitian
ini di
analsis secara deskriptif
kuantitatif dan kualitatif dengan tujuan menggambarkan, memaparkan, menjelaskan budaya gotong royong dan faktor penghambatnya dalam pelaksanaan pembangunan. Data
selanjutnya diklasifikasi kemudian diinterpretasi selanjutnya ditarik kesimpulan dan dikemukakan saran- saran. 10
V. HASIL DAN PEMBATIASAN
\.
Implementasi Pokadultt Dalam Kehidupan Masyarakat Muna
Di
Indonesia, sfudi tentang sosial capital secara fonnai rnasih merupakan hal
',3ng baru. Namun, meski secara eksplisit belum menggunakan terminologi sosial :apital, sebenarnya telah ada beberapa studi terutama berupa kajian tentang hubungan kerja sama saling menguntungkan antarwarga masyarakat di daerah pedesaan, yang pada esensinya memiliki keterkaitan erat dengan sosial capital.
Mempertimbangkan simpulan sementara
bahwa elemen
utama sosial
capital terdiri dannorms,reciprocity,trust, dmnetv,ork, maka sebenarnya hal tersebut secara historis bukan merupakan fenomena baru dan asing bagi masyarakat
di tndonesia
dan hal tersebut lebih berakar kuat dan terinstitusikan dalam ke hidupan sehari-hari masyarakat di daerah pedesaan. Semangat dan irnplernentasi dari kemauan untuk saling bekerja sarna dalam upaya
memenuhi kepentingan sosial
dan kepentingan individu atau personal
telah
termanivestasikan dalam berbagai bentuk aktivitas bersama yang secara umum, yang
dikenal dengan kegiatan "saling tolong-menolong", atau secara luas terwadahi dalam tradisi "pokadulu".
Tradisi pokadulu memiliki aturan main yang disepakati bersama (norma), menghargai prinsip timbal-balik dimana masing-masing pihak riemberikan kontribusi dan dalam waktu tertentu akan menerima kompensasi atau reward sebagai suatu bentuk
dari sistem resiprositas (reciprocity), ada saling kepercayaan antarpelaku bahwa masingmasing akan mematuhi semua bentuk aturan main yang telah disep akati (trusf), serta kegiatan kerja sama tersebut diikat kua
t
oleh hubungan-hubungan spesifik antara lain
mencakup kekerabatan (kinship), pertetanggaan (neighborship)
dan
pertemanan
(fr ie nds hip), sehingga semakin menguatkan j aringan antarpelaku (ne tw or k).
Secara nyata, tradisi pokadulu telah melembaga dan mengakar kuat. Ini diwujudkan dalam berbagai aktivitas keseharian masyarakat lndonesia. Khususnya di pedesaan Muna, praktek pokadulu, walau cenderung mengalami
penurunan-baik dari
12
sudut pandang lingkup aktivitas maupun jumlah orang yang terlibat-secara umum masih
mendapatkan apresiasi positif
dari warga masyarakat. Hal ini tampaknya juga
dipengaruhi oleh salah satu karakteristik khusus, yaitu keeratan hubungan sosial yang
dimiliki oleh i'nasyarakat Jawa. Salah seorang peneliti terkemuka tentang masyarakat pedesaan, Scott (1976 36)
telah mengkategorikan masyarakat pedesaan Jawa sebagai salah safu dari masyarakat pedesaan di dunia yang memiliki tradisi communitarianpalingkuat.
Kegiatan pokadulu terekspesikan dalam berbagai aktivitas mulai dari yang
bersifat sosial, sosial dan personal, dan personal yang diwujudkan dalam bentuk pertukaran (exchange). Ditinjau dari bentuk yang dikerja-samakan, pokadulu bisa mencakup material, tenaga" uang dan sosial spirit. Secara umum aktivitas gotong-royong
memiliki tema sentral sebagai mutual help
arftararrggota masyarakat, dimana masing-
masing pihak yang terlibat saling memberikan kontribusi, dan sebagai reward-nya mereka mendapatkan, gain dari aktivitas yang dikerja-samakan. Semangat timbal
balk (reciprocity) melekat kuat
kerjasama berlangsung dengan
sebagai penunjuk bahwa proses
fair. Dalam praktek nyata keseharian, timbal balik
memiliki spektrum-yang fleksibel dari timbal balik yang sangat ketat (strict reciprocity) sampai dengan timbal balik yang longgar (non strict reciprocity). Dan bukan tidak
mungkin dalam kasus-kasus tertentu terjadi ketidakseimbangan antara kontribusi dan
gain yang diperoleh pihak terlibat dalam jangka panjang. Namun, karena warga masyarakat masih memegang prinsip generosity, hal itu diterima sebagai hal yang biasa, dengan kebesaran hati. Semangat kesepadanan dan timbang rasa memungkinkan anggota masyarakat dari
golongan kurang mampu atau terbelakang secara sosial dan ekonomi unfuk memperoleh
gain yang lebih besar dibandingkan dengan kontribusi yang diberikan
kepada
kelompoknya.
Aktivitas pokadulu dalam berbagai dimensinya memberikan implikasi semangat
dan value untuk saling memberikan jaminan (self-guarantying) atas hak
dan
kelangsungan hidup antarsesama warga masyarakat yang masih melekat cukup kuat di
13
pedesaan.
Hal ini juga dapat diacu sebagai salah satu strategi tradisional dalam sosial
safeQ net.
Implernentasi pokndulu dalam masyarakat Muna tampak dalam bentuk, pengolahan kebun, kematian, pesta./kerarnaian keluarga, mendirikan bangunan rumah, pembuatan pos kamling, pembuatan jalan setapak, pembuatan masjid.
1.
Pokadulu Dalam Mendirikan Rumah
Rumah merupakan tempat tinggal bersama keluarga dan sekaligus sebagai peristrahatan. Oleh karena itu, keberadaan rumah sangat penting artinya terutama bagi sebuah rumah tangga. Melalui rumah
ini, keluarga dapat berlindung dari keadaan cuaca
yang panas dan dingin. Namun mendirikan rumah bukanlah pekerjaan yang mudah sebab
membutuhkan pemikiran, materi berupa bahan bangunan, tenaga dan waktu untuk mendirikannya.
Dalam prakteknya dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat pedesaan di Indonesia khususnya di Kabupaten Muna budaya dalam mendirikan rumah masih dikenal dengan istilah Pokadulu (gotong royong). Budaya
ini merupakan budaya asli masyarakat
lokal Kabupaten Muna. Di mana Pokadulu pada prinsipnya merupakan modal
sosial
dalam melaksanakan pembangunan, baik itu untuk kepentingan pribadi maupun dalam kepentingan umum. Dalam kepentingan pribadi pokadulu sebagai modal sosial tampak dalam mendirikan rumah seperti pada gambar berikut ini.
Menurut salah seorang informan batrwa pada masyarakat pedesaan kegiatan mendirikan rumah merupakan tanggung jawab bersama masyarakat terutama bagi keluarga yang tidak mampu. Masyarakat dengan suka rela meluangkan waktu dan menyumbangkan tenaganya unflrk membantu sesama anggota masyarakat dalam mendirikan rumah, mulai dari pembuatan rangka rumah, dinding, lantai dan hingga pemasangan atap rumah. Mereka sangat bahagia dan puas kalau yang punya rumah sudah dapat menempati rumah itu (wawancara
La Poi, 15 Oktober
2012).
Hal ini menunjukkan bahwa pokadulu dalam membuat rumah
merupakan
aktivitas sosial yang dilakukan tanpa pamrih dan dilandasi oleh semangat kebersamaan
1.4
melalui gerakan pokadulu. Anggota masyarakat yang bekerja terpanggil guna membantu meringankan beban anggota keluarga lainnya.
Gambar 1. Suasana Pokadulu Membuat Rumah,2012
Pendapat senada
juga diungkap responden lain bahwa pokadulu
dalam
mendirikan rumah sudah merupakan budaya yang sifatnya rumn temurun dari nenek moyang. Kalau ada tetangga atau warga dalam kampung mendirikan rumah mulai dari meratakan tanah hingga memasang bagian-bagian rumah seperti lantai, dinding dan atap tanpa dipanggil yang penting terdengar kabar dalam masyarakat bahwa
padahai tertentu
ada anggota masyarakatyangmendirikan rumah maka dengan suka rela dilandasi dengan
keikhlasan masyarakat lainnya hadir atau ambil bagian untuk berpartisipasi dalam membantu sesama anggota masyarakat (wawancara, La Ode Bone, 15 Oklober 2012).
15
Namun ada pula responden menyatakan bahwa pokadulu dalam mendirikan rumah sudah mulai luntur. Hai
ini
disebabkan karena dalam mendirikan rumah sudah
mengarah pada profesionalisme.
Di mana mendirikan rumah
tukang yang professional. Hal
ini
berkaitan dengan model dan desain rumah yang
dibangun. Umumnya bangunan rumah yang perrnanen baik sudah hampir sudah tidak
sudah menggunakan jasa
di Kota maupun di
desa
di gotong royong. Demikian pula halnya dengan rumah-rumah
panggung, masyarakat umunya sudah menggunakan jasa pertukangan. Walaupun dalam
hal-hal tertentu gotong royong itu masih ada, misalnya meminta bantuan mengangkat batu, pasir atau meratakan/menimbun bagian-bagian rumah yang masih membutuhkan timbunan. Berdasarkan data tabel dan wawancara
mendirikan rumah sudah mulai luntur.
di
atas, tampak bahwa pokadulu dalam
Hal ini
disebabkan oleh karena kemajuan
pengetahuan dan teknologi dalam mendirikan rumah. Rumah perrnanen yang didirikan masyarakat sudah mulai menggunakan jasa tukang. Penghargaan terhadap keterampilan
atau profesionalisme seseorang masyarakat semakin mengakui. Sehingga rumah yang didirikan tidak secara keseluruhan dilakukan melaluipokndulu di Kabupaten Muna.
2. Pokodulu Dalam
Pendidikan
Prinsip gotong roy-ong dalam kehidupan masyarakat bukan hanya tampak dalam kegiatan membuat rumah pribadi, pengolahan kebun, akan tetapi juga tampak dalam kegiatan menuntut ilmu pengetahuan. Pokadulu dalam bidang pendidikan
ini, mulai
dirasakan ketika anak-anak sudah mulai melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi (di pergrruan tinggi). Praktek pokndulu dalam hal ini, dilakukan melalui sebuah acara ritual
di
mana sebelum berangkat ke jenjang yang lebih tinggi orang tua
menyelenggarakan acara pemberangkatan anak.
Dalam kehidupan sehari-hari khususnya di Kabupaten Muna, dalam hal menuntut
ilmu pengetahuan temyata mendapat perhatian masyarakat baik dalam kalangan keluarga maupun kerabat lainnya dalam masyarakat. Hal informan berikut ini.
ini seperti diuraikan
oleh beberapa
16
Menurut salah seorang responden bahwa pada saat anak-anak berhasil masuk perguruan tinggi, orang tua anak membuat sebuah acara ritual atau membaca doa selamat. Pada saat membaca doa selamat
ini, sanak keluarga diundang, kerabat, tetangga dekat
untuk bersama-sama mendoakan sang anak, agar dalam perjalanannya menuntut ilmu pengetahuan mendapatkan rahmat, berkah dan hidayah dari Allah SWT. Dengak kata
lain, anak
ini di
doakan untuk sukses dan tidak ada halangan sedikit pun selama
menempu pendidikannya. Dalam momen
ini,
disediakan piring kosong kemudian
diedarkan di tengah-tengah tamu undangan dan keluarga untuk mendapatkan sumbagan sesuai dengan keihlasannya
(wawancar4Laode Adili, oktober z0r2).
Hal ini menunjukkan bahwa anak yang melanjutkan pendidikan direstui oleh segenap keluarga dan handai taulan yang hadir dalam pertemuan tersebut. Disamping
diberikan bantuan ala kadarnya juga didoakan bersama guna kesuksesan anak yang melanjutkan pendidikan. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban keluarga dan mempererat hubungan kekerabatan diantara keluarga.
Pendapat senada juga dijelaskan oleh responden lain, bahwa anak-anak yang
melanjutkan studi selalu mendapat perhatian keluarg4 tetangga dekat dan kerabat lainnya. Sebab anak-anak yang berangkat sekolah ini, diharapkan dapat membantu adikadiknya yang juga akan menyusul untuk melanjutkan pendidikan. Sehinga pada saat anak-anak mau berangkat sekolah terutama di perguruan tinggi keluarga senantiasa berpartisipasi b-ergotong royong @okadulu) meringankan beban biaya tua dengan memberikan bantuan keuangan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Budaya ini sudah berlangsung sejak jamao dahulu kala hingga sekarang masih tetap dipertahankan
(wawancara, La Ode Mita Oktober Z01Z). Pendapat lain juga dijelaskan oleh informan lainnya bahwa anak-anak yang
melanjutkan pendidikan terutama pada jenjang pendidikan tinggi selalu mendapat perhatian khusus dari masyarakat sekitar. Pada saat anak-anak mau berangkat pendidikan
di perguruan tinggi disamping dibantu dengan modal uang juga dibekali dengan sejumlah nasehat agar selama menempuh pendidikan selalu bersabar, jujnr, belajar keras dan
disiplin. Sebab dia diharapkan menjadi generasi yang akan memperhatikan adik-adiknya
17
di kemudian hari. Oleh karena itu, walaupun anak yang melanjutkan pendidikan berasal dari keluarga miskin dia termotivasi untuk terus belajar dan bekerja demi meraih sukses di masa yang akan datang (wawancara, La Ode Kuti, Oktober 2A12).
',''..,' ,Data.tabel dan wawancara di
atas, tampak bahwa pokadulu dalam bidang
pen
di
perguruan tinggi masih
ditumbuh suburkan oleh masyarakat di Kabupaten Muna. Hal menjadi kekuatan dan harapan bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
3. Pokadulu Dalam
Membangun fasilitas Umum
Pokadulu dalam membangun fasilitas umu$r yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kerjasama dalam membangun pos kamling, membuat jalan setapak, membuat drainase atau parit, membuat posyandu, dan membangun mesjid. Fasilitas umum ini sangat bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga dalam pembangunannya mendapat perhatian masyarakat melalui kegiatan pokadulu.
Menurut salah seorang responden bahwa gotong royong dalam membangun fasilitas umum hingga dewasa ini masih diterapkan pokndulu dalam membuat mesjid misalnya walaupun tukangnya diberikan upah, namun biaya-biaya yang merupakan kebutuhan bangunan mendapat dukungan dari masyarakat. Jenis-jenis sumbagan yang diberikan masyarakat berupa semen, pasir, kuyu, batu alam dan ada pula dalam bentuk uang serta tenaga. Bantuan yang dilakukan secara pokadulu ini sifatnya tidak mengikat dan memaksa akan tetapi oleh masyarakat dengan suka rela memberikan waktu luangnya
dan memberikan apa yang dipunyai baik berupa rnateri ataupun pemikiran untuk bersama-sama membangun. Demikian pula dengan fasilitas umum lainnya seperti posyandu dan jalan setapak (wawancara, La Halimi, Oktober 2012).
Pokadulu dalam hal ini, dilalcukan secara material, dimana warga masyarakat mengumpulkan uang dengan mengingin ridha Allah SWT. Bantuan atau kerjasama
(pokndulu)
ini dilakukan
semata-mata karena adanya keinginan bersama untuk maju,
serta nyaman dalam beribadah.
18
Pendapat senada juga dinyatakan oleh Kepala Lurah Lapadaku, bahwa pokadulu
dalam masyarakat sangat membantu dalam membangun desa. Jika dikonversi dalam bentuk uffig, dalam membuat posyandu dalam satu desa walaupun itu sederhana bisa
juga rnenghabiskan,dana sekitar Rp. 5.000.000,+10.000.000. (lima juta hingga sepuluh jura rupiah tergantung dari besar:nya. Namun demikian karena melalui usaha pokndulu semua
ini menjadi ringan. Hal yang perlu dijaga adalah
terutama pemerintah terutama
kepala desa adalah transparansi dalam hal keuangan. Sebab transparansi bagi kepala desa
dapat memacu motivasi masyarakat untuk membantu pembangunan dalam
desa.
Sebaliknya masyarakat sulit untuk digerakan kalau kepala desa dinilai oleh masyarakat tidak jujur. Oleh karena itu, kejujuran kepala desa dalam kampong sangat penting, jika tidak jujur sulit untuk terwujudnya pokadulu dalam melaksanakan pokadula (wawancara
La Hafala, Oktober 2A14.
Data wawancara
di
atas, tampak bahwa pokadulu dalam membangun fasilitas
umum pada masyarakat Muna hingga dewasa ini, masih dipertahankan. Aktivitas ini, merupakan modal sosial dalam melaksanakan pembangunan pada tingkat desa atau kehnahan
4.
Pokadulu Dalam Membuat Jalan
Jalan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jalan setapak yang menghubungkan antara rumah atau antara jalan satu dengan jalan lainnya dalam lingkungan tempat tinggal masyarakat. Jalan setapak dengan lebar 150 cm atau satu setengah meter dibangun atas swadaya masyarakat melalui aktivitas pokadulu. Untuk
lebih jelasnya tentang pokadulu dalam membuat jalan setapak
ini dapat dilihat
pada
uraian beberapa informan berikut.
Menurut salah seorang informan bahwa jalan setapak yang ada dibangun walaupun sebagian dibangun atas biaya pemerintah, akan tetapi kelanjutan dari jalan setapak yang dibuat adalah hasil kerjasama melalui sistempokadulu antara sesama warga
masyarakat setempat. Masing-masing kepala rumah tangga mengutus anggotanya untuk
bekerja dalam membuat jalan setapak. Ada juga yang tidak bekerja akan tetapi dengan kesadaran yang tinggi sebagian warga tersebut memberikan bantuan berupa semen dan
19
pasir serta uang untuk harga makan dan minum pekerja (wawancara La Ode Kuti, Oktober 2012). Pendapat
di atas, menunjukkan
bahwa pokndulu telah menjadi darah daging
masyarakat terutarce dalam pernbanguna* Pakndul2
r1"*i1t*. keampuhan
dalarn
membangun kerjasama termasuk dalam membuat jalan setapa-i-. Pokrttiuiu irn dilakukan
karena anggota masyarakat mersakan sendiri akan manfaatnya. Sehingga orang yang
tidak berpartisipasi merasa berat (berutang budi) walaupun untuk lewat di atas jalan tersebut.
Pendapat senada juga dijelaskan oleh tokoh masyarakat
di Kelurahan Laiworu
bahwa pekerjaan jalan setapak yang ada sebenamya dasamya merupakan hasil kerjasama
masyarakat.
Di
mana masyarakat saling bahu membahu membuat jalan
dengan
mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran serta materi. Jalan setapak ini terbentuk karena keihlasan dari warga masyarakat setempat untuk menghibahkan tanahnya, terutama yang
mempunyai lahan yang dilalui oleh jalan. Artinya tanah-tanah yang dilalui jalan setapak
oleh pemiliki tanah secara sukarela memberikan tanahnya untuk dilalui jalan setapak tanpa adanya ganti rugi (wawancar4 H. Kudus Oktober 2012).
Berdasarkan data hasil wawancara tampak bahwa pokndulu dalam masyarakat
masih menjadi kekuatan sosial dalam melaksanakan pembangunan. Masyarakat menunjukkan kebersamaannya dalam berkarya nyata, saling bahu membahu pada tujuan yang sama yakni pembuatan jalan setapak yang dapat digunakan hingga saat ini.
5.
Pokadulu Dalam Bercocok Tanam Indonesia menupakan negara agraris, oleh karena
itu penduduknya
mayoritas
hidup dalam bidang pertanian. Jenis pertanian yang dilakukan antara lain, petani lahan
kering atau tadah hujan, dan petani sawah dengan menggunakan pengairan. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, kegiatan pertanian yang disoroti adalah pertanian dengan menggunakan air tadah hujan atau petani ladang. Fokus perhatian dalam kegiatan
bercocok tanam
ini
adalah tentang aktivitas pokadulu yang menjadi kebiasaan masyarakat. Apakah pokadulu dalam bercocok tanam masih dipertahankan atau sudah
2A
tidak diterapkan. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini dapat dijelaskan melalui uraian informan di bawah ini. Menurut salah seorang informan bahwa pokadulu dalam bidang bercocok tanam di,Kabupaten Muna masih kuat. Luasnya lahari ;rang dikerja,rnenunhrt adanya kerjasama
diantara sesama petani. Kerjasama atau pokndulu
ini
tampak dalam
bentui<
membersihkan kebun atau merabat hutan, membersihkan, menanam jagung atau padi, membuat pagar untuk menghindari serangan hama babi, panen dan pasca panen. Semua tahapan-tahapan Ode
ini membutuhkan bantuan kerjasama dengan orang lain (wawancara La
Kuti, Oktober 2012). Pendapat
ini
menunjukkan bahwa dalam bidang pertanian masyarakat saling
bahu-membahu untuk bekerja sama melalui kegiatan (pokadulu). Hal ini juga mendorong
petani membuka lahan pertanian yang luas karena adanya dukungan tenaga dari masyarakat petani lainnya. Bila kebun tersebut diolah sendiri masyarakat merasa agak
malas dibandingkan dengan bekerja melalui pokadulu. Melalui aktivitas pokndulu masyarakat saling memberikan motivasi untuk bekerja dalam mengolah lahanlkebun. Pendapat senada juga dijelaskan oleh informan bahwa aktivitas bercocok tanam terutama dalam membuaka areal kebun yang luas, tidak dapat dikerjakan sendiri kecuali
melalui kerjasama (pokadulu) antara sesama petani. Termasuk menentukan wakfu tanam
dan menentukan masa panen. Waktu-waktu tanam dan panen
ini
benar-benar harus
didudukan secara bersama-sama agar petzrni benar-benar ada kebersama:ln dalam merawat dan menjaga kebun (wawancara La Ode Bonte, Oktober 2012).
Dalam aktivitas pokadulu biasanya ada penggerak dari salah seorang anggota masyarakat. Penggerak
ini berfungsi memberikan informasi
kepada masyarakat petani
lainnya bahwa ada anggota dalam kelompok tani tersebut yang membutuhkan tenaga. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dijelaskan melalui uraian wawancara berikut. Menurut salah seorang informan bahwa dalam kegiatan pokadulu tidak langsung
terjadi secara spontan. Akan tetapi direncanakan dengan baik, termasuk waktu pelaksanaannya. Sehingga dengan informasi ini, masyarakat lain yang akan membantu untuk bekerja dapat menyesuaikan program pribadinya dengan waktu untuk membantu
2L
anggota masyarakat lainnya. Dalam membantu pekerjaan
ini, anggota masyarakat
ada
yang dipanggil secara langsung ada juga walaupun hanya mendengar informasi dari seseorang, secara langsung meluangkan waktunya untuk saling membantu. Hal
ini
'menjadi'kebiasaan'dalain masyarakat,(wawancara. La Ode Nanti Oktober 2012,\.
sudah
:.
,.
Gambar 2.Kegiatan Pokadulu dalam bidang Pertaman,2012
Berbeda dengan pendapat
di
atas, bahwa tidak semua kegiatan pokadulu
dilakukan dalam bercocok tanam. Hal ini terjadi bila kebun yang diolah dalam ukuran
areal yang kecil. Artinya tanpa melalui bantuan orang lain dapat dikerjakan sendiri. Misalnya ukuran kebun 25 X 50 M biasanya dikerjakan sendiri dan biasa juga dikerjakan
melalui bantuan tetangga terutama pada waktu tanam. Namun demikian bukan berarti pokndulu dalam hal ini luntur akan tetapi karena factor luas lahan yang terbatas hingga pokndulu tidak terjadi (wawancara, La Ode Nanti Oktober 2012). Berdasarkan data gambar dan wawancara
di
atas, bahwa pokadulu dalam
bercocok tanam di Kabupaten Muna hingga kini masih dipertahankan. Hal
ini terjadi
karena pola pertanian yang dilakukan masih bersifat manual, belum menggunakan sentuhan teknologi modern. Berdasarkan pengamatan peneliti jenis teknologi yang sementara
ini
digunakan petani masih sangat terbatas, walaupun demikian sangat
22
membantu keberadaannya yakni penyemprotan rumpu dengan menggunakan racun. Ini pun juga tidak semua petani trampil daiam menggunakannya sehingga dalam prakteknya
masih menggunakan bantuan orang lain untuk melalukakan penyemprotan.
6.
PokeCuluDalam
Perkawinan : i.'
,
Perkawinan merupakan perbuatan suci (sacral) di mana antara pihak melakukan
perikatan dalam memenuhi perintah dan larangan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam prakteknya perkawinan tidak berlangsung begitu saj4 tetapi kebiasaan-kebiasaan yang memiliki nilai.
di
dalamnya terkandung
Nilai-nilai dimaksud adalah nilai religious, nilai
adat-istiadat dan nilai sosial kemasyarakatan.
Pokndulu dalam perkawinan berkaitan dengan nilai sosial kemasyarakatan. Di mana perkawinan tidak dapat dilahrkan sendiri tanpa bantuan orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari hasil wawancara berikut ini.
Menurut salah seorang informan, bahwa pokndulu dalam perkawinan sangat tampak terutama menjelang prosesi pernikahan, terutama dalam masyarakat kampung.
Hal disebabkan ada sejumlah kegiatan yang membutuhkan bantuan orang lain terutama dalam mencetak dan mengedarkan undangan, mengundang orang secara lisan, meminjam
alat-alat perkawinan seperti mejq dan kursi, membuat tenda/bangsal perkawinan (wawancara La Ode Baruma, Oktober 2012).
Hal ini memrnjukkan bahwa bahwa perkawinan merupakan kegiatan sosial yang membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Biasanya orang-orang yang tidak aktif dalam
kegiatan perkawinan, maka pada saat melakukan acara perkawinan keluarganya juga
kurang direspon oleh masyarakat lainnya. jadi selalu terjadi timbale balik dalam arti @okadulu).
Pendapat senada
juga dijelaskan oleh informan lain, bahwa perkawinan itu
merupakan kegiatan sosial yang melibatkan orang banyak, terutama pada masyarakat pedesaan, semua sanak keluarga
baik yang jauh maupun yang dekat membantu proses
perkawinan ini. Masyarakat saling melengkapi melalui kegiatan kerjasama antara orang
yang satu dengan orang lainnya unhrk menyukseskan acara perkawinan. Masyarakat tanpa diminta ada yang membawa beras, telur, ayam, kelap4 ada yang membantu tenaga
23
saja, ada juga yang membantu materi berupa uang dan lain-lain (wawancara La Ode Baruma, Oktober 2012).
Konsep pokadulu dalam perkawinan
di atas, sejalan
dengan konsep Ter Har
(1980:159) bahwa perkawinan itu pada, prinsipnya merupakan.urusan keluarga, urusan kerabat, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi satu sama iairur;,a dalaur hubungan yang sangat berbeda-beda. Berdasarkan hasil wawancara
di atas, tampak bahwa pokadulu bagi masyarakat
muna terutama dalam perkawinan hingga dewasa kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal
ini
ini masih tetap diprallekan dalam
disebabkan perkawinan merupakan urusan
masyarakat bukan semata-mata urusan pribadi yang melangsungkan akad pernikahan.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa keterlibatan anggota masyarakat dalam sebuah prosesi perkawinan berlangsung tanpa ada unsur paksaan, dilakukan secara ikhlas dan semata-mata dalam bingkai kebersamaan. Oleh karena itu, perkawinan membutuhkan
waktu dan biaya yang sangat besar.
7. Pokadulu Dalam Kematian Kematian bukan merupakan peristiwa yang diinginkan, walaupun manusia tidak dapat menghindarkan diri dari hal tersebut. Dalam peristiwa kematian ini, ada tradisi
tradisi yang dilakukan oleh masyarakat baik -itu, pada minggu pertama meninggal, dua puluh hari, empat puluh hari, sertus hari hingga keseribu hari meninggalnya seseorang.
Dalam suasana iru, pokadulu sebagai sebuah budaya pada masyarakat muna sangat tampak. Pokadulu atau kebersama.iul sangat terasa sekali masyarakat tanpa diminta dapat berpartisipasi sesuai dengan kemampuan dan apa adanya.
Menurut keterangan salah seorang informan, bahwa menghadiri atau melayat
orang yang meninggal merupakan kewajiban daripada orang yang hidup. Namun demikian terlepas dari kewajiban yang disyariatkan oleh agama, seperti memandikan, mengkafani, menguburkan dan melakukan shalat jenazah pada masyarakat Muna berlangsung tradisi guna meringankan langkah alamrhum/almarhuma dalam perjalanan di akhirat. Dalam usaha atau kegiatan ritual kematian inipokaduiu berlangsung. Masyarakat
24
tanpa diminta dengan ihlas memberikan bantuan baik berupa materi, uang, beras, telur ayam dan ayam, pemikiran dan tenaga (wawancara La Ode
Hal ini
menunjukkan bahwa kematian
Kuti, Oktober 2012).
juga tampak aktivitas
social
kelnasarakatan. Saling member untuk saling meringankan beban pihak keluarga yang berduka suciaii merupakan tradisi masyarakat Muna. Tradisi
ini merupakan
gambaran
kuatny a p o kn du I u di ten gah-tengah mas yarakat.
Gambar 3- Pokadulz dalam Membuat Kuburan, 2012 Pendapat senada juga dikemukakan oleh informan lainnya bahwapokadulu dalam
hubungannya dengan kematian, lebih tampak lagi dalam kegiatan pembuatan batu nisan
daripada yang meninggal. Keluarga dan kerabat saling bekerjasama dalam membuat
kuburan. Ada yang menyumbangkan tenaganya, materi berupa uang maupun keterampilan yang dimiliki sebagai tukang batu dalam membuat kuburan. Kegiatan atau
aktivitas pokadulu dalam pembuatan kuburan
ini oleh masyarakat
menganggapnya
25
sebagai penghormatan terakhir bagi almarhum/almarhuma. Apalagi jika almarhum/almarhuma tersebut berasal dari kelompok masyarakat pokadula tersebut (wawancara La Ode Kuti, Oktober 2012).
,, Data wawan€ara ini, menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pokadulrr
pembuatan kuburan merupakan penghormatan
dan
penghargaan bagi
almarhum/almarhuma selama hidup. Pokadulu merupakan abdi masyarakat terhadap
yang meninggal karena mereka merupakan satu kesafuan dalam karya selama hidup ditengah-tengah masyarakat.
Gambar
di
atas, tampak bahwa beberapa orang anggota masyarakat sedang
membuat kuburan yang dilakukan secara pokndulu. Sementara beberapa orang lainnya sedang membuat campuran semen yang siap digunakan dalam membangun kuburan.
Dalam kegiatan ini, para pekerja tidak menerima upah, akan tetapi
semata-mata
menyurnbangkan tenaganya karena Allah SWT.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pergeseran Budaya Pokadulu Dalam Pembangunan Pada Masyarakat Muna
1. Sistem Pendidikan
Formal yang Maju
Pendidikan merupakan salah satu factor terjadinya transformasi sosial. Kemajuan
pendidikan mengakibatkan terjadinya diferensiasi pekerjaan masyarakat. Mulai dari
sipil hingga TNI/Polri. Keadaan ini mengakibatkan waktu yang dimasyarak at terbatas. sebagai dampak dari trngginya' tanggung jawab
pegawai negeri dibutuhkan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Hal
ini pula berimplikasi pada budaya
pokadulu pada masyarakat itu sendiri.
Hal ini sejalan
dengan pendapat salah seorang informan, bahwa kemajuan
pendidikan telah menyebabkan budaya pokndulu dalam masyarakat mulai luntur. Hal ini disebabkan oleh karena orang-orang yang berpendidikan biasanya berprofesi sebagai pegawai negeri sipil atau TNI/Polri. Keadaan ini menyebabkan mereka sedikit lebih maju
dari kelompok masyarakat lainnya. Di mana mereka memiliki pendapatan yang cukup memadai untuk melakukan kegiatan pembangunan. Baik dalam hal mendirikan rumah, mengerjakan kebun, dan lain-lain pekerjaan dapat dilakukan tanpa melalui pokadulu-
26
Dalam konteks ini, pokadulu tetap diakui sebagai budaya, hanya saja semakin terkikis karena masyarakat tidak merniliki waktu yang sama untuk melakukan itu. Sementara
pofuidulu menuntut adanya waktu yang banyak untuk saling bekerja bersama antara sesama anggota masyarakat (wawancara
Pendapat
di
La Ode Adili, Oktober 2012).
atas jelas bahwa kemajuan dibidang pen
perubahan-perubahan baru atau pergeseran-pergeseran dalam masyarakat. Semakin
sempitnya waktu serta munculnya kemandirian masyarakat dalam ekonomi telah menggeser pokndulu dalam kegiatan sosial kearah kegiatan yang sifatnya materialisme.
Pendapat yang sama juga dikemukan informan lainnya, bahwa pokadulu dalam
era ini tampak agak sulit dilakukan karena adanya kemajuan pendidikan yang juga berkorelasi dengan meningkatnya perekonomian masyarakat. Orang-orang yang sudah
mapan dalam aspek ekonomi, biasanya sudah menggunakan uangnya dalam mempekerjakan orang, terutama dalam hal membangun rumah pribadi dan mengolah
kebun.
Di
mana sebelumnya hal
ini dapat dibangun
dengan modal pokadulu dalam
masyarakat (wawancara, La Ode Adili Oktober2012).
Data wawancara
di
atas, tampak bahwa budaya pokadulu dalam masyarakat
bergeser disebabkan oleh factor pendidikan. Dimana orang-orang yang berpendidikan
umunnya berprofesi sebagai pegawai negeri atau pengusaha senantiasa menggunakan uang dalam melaksanakan pembangunan. Hal
ini dijuga
disebabkan oleh waktu yang
tersedia sangat terbatas untuk melakukan aktivitaspoksdulu irn. '
2.
Sikap Menghargai Hasil Karya Orang Lain dan Berkeinginan untuk Maju Sikap menghargai hasil karya orang lain dan berkeinginan untuk maju juga telah
membawa pergeseran budaya pokndulu dalam masyarakat muna. Penghargaan hasil
karya orang lain ini, tampak dalam hal keterampilan yang dimiliki. Keterampilan dimaksud adalah berupa tukang batu, tukang kayu, dan tukang kebun. Orang-orang yang
memiliki keahlian di bidang ini, dalam masyarakat sangat dihargai sehingga pekerjaan ini dapat dihargai dengan uang. Dengan demikian budaya pokndulu praktis tidak dapat dilaksanakan lagi. Hal ini seperti diuraikan oleh informan berikut ini.
27
Menurut pendapat salah seorang informan bahwa penghargaan terhadap hasil karya orang lain, berupa karya pertukangan kuy'.r, atau tukang batu menyebabkan budaya
pokadulu dalam masyarakat mulai luntur. Karena hasil karya orang lain dapat dihargai dengan uang.
Di balik itu, masyarakat
ada keinsinan untuk maju; sehingga dalam
kchi
(wawancaru LaHalimi Oktober 2012). Pendapat
di
atas, tampak bahwa semakin tingginya
nilai
bangunan dan
kompleksnya jenis pekerjaan yang dilakukan membuat pokndulu menjadi kabur dalam
masyarakat.
Hal ini
disebabkan jenis-jenis pekerjaan
yang dilakukan
adalah
membuhrhkan keterampilan atau profesionalisme dari anggota masyarakat. Kondisi ini,
oleh masyarakat setempat menerima sebagai sebuah kenyataan yang telah menggeser budaya pokaduluPendapat senada juga dikemukakan oleh informan lain bahwa, penghargaan hasil
kurya orang lain sulit untuk dihindari dalam masyarakat. Semakin baik pekerjaan itu, semakin dihargai tinggi oleh masyarakat sekitar. Disamping itu, baik penerima jasa maupun pekerja sama-sama ingin maju sehingga untuk mewujudkan hal
itu
dapat
dilakukan kontrak kerja. Hal ini tampak dalam mendirikan rumah pada umumnya. Mulai dari pembuatan fondasi rumah, pemasangan dindirtg dari batu-bata, serta pemasangan kap
rumah dan atap. Keadaan ini, tidak dapat dilakukan secarapokndulukarena pekerjaan ini
tergolong dalam pekerjaan professional dengan keterampilan khusus (wawancara" La
Halimi Oktober 2012).
Data wawancara
di
atas, tampak bahwa keterampilan yang
dimiliki
oleh
masyarakat menjadi dasar dari penghargaan terhadap hasil karya orang lain. Hal ini berdampak pada semakin lunturnya budaya pokadulu dalam masyarakat. Pekerjaan
pokadulu hanya dapat dilakukan pada pekerjaan-pekerjaan yang kurang kompleks. Sedangkan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan khusus masyarakat menghargai
hal ini dengan materi berupa uang.
28
3.
Sistem yang Terbuka Dalam Lapisan Masyarakat (Globalisasi)
Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terkenal dengan keanekaragaman dan keunikannya. Terdiri dari berbagai suku bangsa, yang mendiami belasan ribu pulau.
Masiiig-masing suku bangsa memiliki keanekaragaman budaya tcrsendiri.
Di
setiap
budaya tersebut terdapat nilai -nilai sosial dan seni yang tinggi. Pada kondisi saat ini kebudayaan mulai ditinggalkan, bahkan sebagian masyarakat Indonesia malu akan kebudayaannya sebagai
jati diri sebuah bangsa. Hal ini
mengakibatkan hilangnya
keanekaragaman budaya Indonesia secara perlahan-lahan, yang tidak terlepas dari pengaruh budaya luar dan karakter mayarakat Indonesia yang suka meniru. Perubahan budaya yang terjadi
di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan
dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan nonna sosial merupakan salah
satu
dampak dari adanya globaiisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada
globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia
secara
menyeluruh.
Globalisasi menyebabkan manusia lebih menonjolkan kemandirian pribadi, kurang memperhitungkan lagi aspek kelompokny4 seperti dalam budaya pokadulu. Sehingga hal
ini menyebabkan adanya-kesenjangan sosial, di mana masyarakat yang
maju semakin maju dan miskin semakin melarat. Dengan kata lain kepedulian sosial semakin berkurang. Hal ini seperti diuraikan oleh beberapa informan berikut.
Menurut pendapat salah seorang informan bahwa ditengah kuatnya arus globalisasi pada hari
ini
seharusnya budaya pokadulu akan menampakkan dirinya.
Melalui budaya ini semua tantangan yang terjadi dapat diselesaikan. Misalnya dalam bidang pendidikan, kalau sekiranya masyarakat dapat bersatu tidak akan terjadi anak
putus sekolah dan sulit akan ditemukan adanya anak putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan kecuali anak
itu sendiri yang tidak mau. Hal ini
disebabkan
anak-anak akan menjadi anak masyarakat di mana biaya pendidikannya akan menjadi
29
tanggung jawab bersama. Kalau masyarakat bersatu melalui budaya poknduludalam satu
bulan mengumpulkan uang Rp. 5.000, baik orang tua yang ada anakny a yang kuliah maupun yang tidak kuliah dapat bersatu untuk itu, maka saya yakin sulit untuk ditemukan anak putus sekolah. Hal mana melaluipo kadutu anak-anak yang melanjutkan pendidikan
sudah merupakan tanggung jawab masyarakat secara bersarna (wawancara, La Halimi Oktober 2012). Data wawancara di atas menunjukkan bahwa pada masyarakat Muna sebenarnya sudah menemukan pola untuk melawan globalisasi yang menyeret masyarakat ke arah
individualisme. Masalahnya adalah belum ada diantara masyarakat yang menyerukan untuk bersatu melalui gerakan pokadulu dalam melawan kapitalisme
yang
terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan. Budaya pokadulusebagai wujud dari kearifan lokal di Kabupaten Muna dan dibarengi dengan kesadaran yang tinggi dapat melawan dan mempertahankan masyarakat dari terpaan globalisasi saat ini.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh salah seorang tokoh masyarakat bahwa.
budaya pokndulu dewasa
ini
masih relevan walaupun kurang diberdayakan lagi. Melambungnya biaya hidup, perubahan gaya hidup yang begitu cepat mengakibatkan
kesenjangan semakin tampak' Muncul dipermukaan kemiskinan semakin tampak yang ditandai dengan tingginya anak putus sekolah untuk jenjang perguruan tinggi. padahal kalau budaya pokadulu kembali digalakkan ditengah masyarakat masalah anak putus sekolah yang menjadi kerisaubn pemerintah dan masyarakat pada saat ini dapat teratasi dengan baik' Namun dalam suasana seperti ini, yang terjadi adalah semangat
individualisme terjadi
di
mana-mana sehingga kegagalan demi kegagalan dalam masyarakat untuk meraih kesempatan di bidang pendidikan juga semakin tampak. (wawancara, La Ati Feeli Oktob er 2012). Pendapat
di
atas, tampak bahwa semangat individualisme ditengah masyarakat
sudah mulai terjadi.
lni juga
mengancam aktivitas pokndulu sebagai gerakan sosial kemasyarakatan' Tingginya biaya hidup, kesenjangan yang terjadi dalam masyarakat telah mengakibatkan hubungan-hubungan sosial mulai putus (berkurang).
30
Pendapat
di atas, sesuai dengan konsep
Barker (2004: 57) bahwa globalisasi
merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global. atas prod,.rk
lokal dan lokalisas; produk global Globalisasi adalah proses dimana
berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat mernbawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain
(A.G. Mc.Grew, 1992: 34). Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor
lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal ini
akan terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan
gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya
Data wawancara
di
atas, tampak bahwa ditinggalkannya budaya pokadulu
menjadi mala petaka dalam masyarakat. Terjadinya kesenjangan sosial dalam masyarakat karena budaya pokddulu sudah kurang tampak dilakukan. Sehingga yang terjadi adalah persaingan individual yang kurang menguntungkan kemajuan masyarakat. Siapa yang mampu untuk yang beruntung dan siapa yang lemah akan terus dilindah perubahan.
4.
Heterogeintas Penduduk
Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan latar budaya yang berbeda-beda. Keadaan
ini berdampak pada eksisnya
budaya pokadulu dalam masyarakat. Pada masyarakat Muna dewasa
ini, telah terjadi
pembauran. Sulitditemukan bahkan sudah tidak ada dalam satu RT atau lorong tanpa campnran dari suku-suku bangsa lain. Ini juga mempengaruhi eksistensi budayapokadulu dalam masyarakat.
31
Keuletan masyarakat pendatang dalam suatu daerah mempercepat proses individualism dalam masyarakat. Semangat kerja yang tinggi, tanpa ada rasa malu untuk mencari kehidupan menjadikan masyarakat pendatang pada setiap daerah di Kabupaten Muna rnenjadi lebih,maju. Hal ini seperti dijelaskan dalam hasil warvancara berikut ini.
lvlemniit saiah seorang informan bahwa adanya kelompok masyarakat dari luar $endatang) masuk dalam suatu lingkungan masyarakat lokal (Muna) menyebabkan budaya pofuidulu kurang dilakukan. Hal
ini disebabkan oleh karena perbedaan
kebiasaan
antara anggota masyarakat. Bahkan yang terjadi adalah persaingan antara anggota keluarga. Ini tampak dalam berbagai aktivitas terutama dalam meraih keuntungan atau bisnis (wawancara, Laode Adili Oktober 2012). Pandangan
ini
menguatkan bahwa heterogenitas masyarakat menyebabkan
budaya pokadulu dalam masyarakat semakin berkurang. Hal
ini
disebabkan adanya
perbedaan jenis pekerjaan dengan orang-orang setempat. Di mana orang-orang pendatang biasanya mereka berdagang.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh responden lain bahwa pembauran dalam masyarakat mengakibatkan budaya p o kadulu semakin berkurang untuk diterapkan.
Hubungan sosial tidak berpengaruh akan tetapi budaya pokadulu tidak tampak lagi.
Hampir semrxr aktivitas dalam kehidupan masyarakat dapat
di nilai
dengan materi.
Masyarakat masing-masing memikirkan kesejahteraan keluarganya untuk dapat lebih
maju di inasa yang akan dating. Jadi orientasi masa depan keluarga yang lebih baik dengan caranya masing-masing telah menyebabkan budaya pokadulu mengalami pergeseran (wawancara, La Hafala Oktober 2012).
Data hasil wawancara di atas, menunjukkan bahwa heterogenitas penduduk dalam satu wilayah telah berdampak pada eksistensi budaya pokadulu. Masyarakat pendatang
kurang terlibat dalam kegiatan pofutdulu karena berlainan jenis pekerjaan. Pada umunnya pendatang masuk dalam satu kampung dengan keterampilarlnya sendiri, baik
itu pertukangan, ataupun sebagai pegawai negeri sipil sehingga pokadulz sulit untuk dipertahankan.
32
C. Memperkuat Kelembagaan Budaya Gotong Royong Dalam upaya rnemperkuat kelembagaan budaya gotong royong sebagai kekuatan sosio budaya menurut Pranadji (2004) ada 6 (enam) elemen strategic yang menyusun kekuatan sosio budaya masyarakat (bangsa), yaitu: (1) kompetensi SDl"{, (2) nilai-nilai adat istiadat, (3) struktur masyarakat, (4) kepemimpinan, (5) manajemen sosial, dan (6)
sistem penyelenggaraan pemerintahan. Jika suatu masyarakat ingin maju dengan cepat dan mantap, maka keenam elemen tersebut harus ada secara bersamaan. Namun jika
dicermati secara mendalam, maka satu elemen memiliki kekuatan khusus. Menurut Pranadji (2004,2008) dan Harrison dan Huntington (2000), peran nilai-nilai adat istiadat atau sosio budaya bangsa paling menentukan kemajuan suatu keluarga, masyarakat atau bangsa. Oleh karena itu perlu dilakukan pencetmatan dan penguatan terhadap, nilai-nilai adat istiadat atau sosio budaya bangsa yang bersifat spesifik
Berkaitan dengan penguatan nilai-nilai dasar masyarakat Muna ke depan, adatiga pertanyaan mendasar yang perlu dicari jawabannya: "rnengapa dahulu bangsa Indonesia
mempunyai kehormatan tingg dan sangat disegani dalam pergaulan masymakat dunia?"
pertanyaan sekarang
ini:
"mengapa bangsa Indonesia kini terpuruk?" (Dari dalam
sendiri tampak gejala runtuhnya "kepercayaan
diri"
secara
kolektif sebagai
bangsa).
pertanyaan dalam rangka pembangunan bangsa lndonesia ke depan: "nilai-nilai adat istiadat dan sosial budaya yang seperti apa yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan terhormat ?" Ketiga pertanyaan di atas harus dilihat dalam rangkaian perubahan pendekatan penerapan nilai-nilai adat istiadat dan sosial budaya bangsa.
Jawaban pertanyaan pertama adalah bahwa pada awal kemerdekaan prioritas pembangunan ditekankan pada pengembangan karakter bangsa atau national character
building (NCB). Dengan menekankan pada NCB, selama sekitar dua dekade setelah merdeka bangsa Indonesia dikenal memiliki adat istiadat berupa nilai-nilai dan semangat kebangsaan yang bisa dijadikan modal awal untuk menjadi bangsa besar, walaupun saat
itu kemajuan di bidang material dan ekonomi tergolong sangat rendah. Nilai yang mengangkat martabat bangsa Indonesia di mats dunia adalah terpompanya harga diri
33
bangs4 sehingga sebagai bangsa yang, bare saja lepas dari penjajahan sudah bisa berdiri sama tinggi dengan negara-negara yang sudah lama rnerdeka. Harga
did ini
diikuti dengan upaya menegakkan kemandirian yang tinggi,
tidak menjauhkan
atau paling
kernudian
diri dari mental "pengemis" bantuan dari negara luar. Seluruh aktivitas pembangunan sejauh mungkin dijalankan berdasar kemampuan sendiri, misalnya dengan menegakkan semangat berdikari dalam membangun sistem produksi dalam negeri, mirip swadesi yang dilakukan di India.
Penggunaan slogan atau pernyataan utopia (Manheim, 1991) dalam rangka meng-
efektifkan implementasi suatu program (politrk) secara massal sangat diperlukan. Slogan
berdikari ini, misalnya, bukan saja bisa dijadikan pedoman kerja pemerintah, melainkan juga bisa dijadikan bagian dari semangat seluruh komponen fangsa dalam menyeleng-
garakan sistem pemerintahan dan kenegaraannya. Saat
nilai empati yang tinggi antar
itu
sekan-akan telah terbangun
sesama anak bangsa dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan negara. Dengan nilai itu bukan saja bisa ditegakkannya semangat tidak ingin terikat dengan bantuan asing, Haman juga disadari tentang pentingnya membangun semangat
gotong-royong ("persatuan") dari segenap elemen bangsa sebagai modal sosial budaya utama membangun negara bangsa. Jawaban pertanyaan kedua bahwa sebelum proses NCB selesai, bangsa Indonesia
terlalu cepat atau terjebak masuk dalam pembangunan berbasis material atau pemacuan pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan bantuan atau utang luar negeri yang sangat
mengikat. Semangat menegakkan kemandirian politik dan ekonomi, yang dijadikan program utama pemerintah 1945-1965, secara tiba-tiba ("revolusioner?") diganti dengan program pemacuan pertumbuhan ekonomi yang mengandung semangat "mengemis pada bantuan asing atau "rendah
diri"
terhadap bangsa lain- Sepertinya elite politik dan
penyeienggara negara sudah sangat tidak sabar untuk menikmati hasil kemerdekaan, dan
memonopoli banyak hal untuk segera mewujudkan keinginan pribadi atau kelompoknya. Penerapan pendekatan stabilitas dan keamanan secara berleNhan oleh pemerintah, yang
dianggap sebagai syarat utama pertumbuhan ekonomi, telah menimbulkan efek kontra
produktif terhadap NCB. Lembaga komunal yang hidup dari nilai-nilai lokal tingkat desa
34
dan dukuh banyak yang mati karena pendekatan stabilitas dan sistem pemerintahan yang
monolitik (Tj ondrone goro,
197 7 ; dan Pranadj
Sentralisme kekuatan
i, 200 3 ).
politik yang kurang dilandaskan
tentang, pentingnya.NcB menjadikan
pada pemahaman
nilai budaya konsurntif atau materialisme
dan
korupsi berkembang tidak terkendali. Dengan kata lain budaya materialisme ini bukan saja
menjadi nilai-nilai aktual yang banyak dijalankan elit politik dan pemerintah secara hampir telanjang, namun nilai aktual ini juga sangat mendistorsi gerakan NCB. Konflik antar elemen bangsa yang menjurus pada gejaia disintegraw adalah akibat terharnbatnya proses
NCB dan berkembangnya mutual social distrust yang berawal dari penyimpangan
elit politik dan pejabat pemerintah yang tidak
mendapat penanganan secara lugas.
Pelaksanaan hukum, sebagai benteng formal untuk mengatasi korupsi, dipaksa tunduk pada kemauan "pribadi" pucuk pimpinan negara (Crough, 1988 dan Muhaimin, 1990). Jawaban pertanyaan ketiga adalah bahwa paling tidak ada 4 (empat) kelompok nilai
(komposit) adat istiadat yang bisa mengarahkan bangsa Indonesia sebagai bangsa besar di masa datang, yaitu: pertama, kelompok
nilai (adat istiadat) yang bisa
dijadikan
pembangkit semangat kolektif bangsa untuk mandiri di bidang produksi barang-barang kebutnlran dasar manusia- Dalam tatzrran semangat
ini
budaya pokadulu dapat menjadi pembangkit
kolektif yang zudah mulai pudar di tengatr masyarakat. Pokndulu dapat mengatasi
kemiskinan dan kelaparan tercakup dalam kelompok nilai ini. Kedus, kelompok nilai yang
bisa mengarahkan dan menjadikan bangsa Indonesia secara kolektif memiliki daya
tinggi di bidang ekonomi, politik dan keamanan. Dihubungan dengan budaya pokndulu, apabila diterapkan budaya ini akan menjadikan masyarakat Muna khususnya saing
dapat kompetitif baik di bidang ekonomi, politik dan keamanan. Daya saing masyarakat seyogyanya dapat dibangkitkan melalui kelompok nilai ini. Ketiga" kelompok nilai yang bisa
mernbangkitkan solidaritas alau kesatuan bangsa secara lintas etnis/agamalgolongan dan generasi. Berkaitan dengan ini, pokadulu dapat membangkitkan solideritas atau kesatuan
dikalangan anggota masyarakat tanpa memandang asal-usul, agaffru ras dan golongan. Demokrasi berbasis pluralisme seyogyanya dapat dibangkitkan melalui kelompok ini.
Keempat, kelompok nilai yang bisa dijadikan pedoman dalam rangka mewujudkan
35
keadilan, penghormatan terhadap kemanusiaan dan hak hidup generasi mendatang. Berkaitan dengan ini, maka pokndulu dapat menjadi nilai yang dapat dijadikan dasar untuk mewujudkan keadilan dan penghormatan terhadap kemanusiaan. Dalam kaitan ini, '::.::-ri".kenTdj$a$,{Klasyffiaka€";Muoo khususnya..di-.Kelurahan Lapadaku bukan hanya si.rnbol
"kemenangan" masyarakat Muna, melainkan sekaligus sebagai kemenangan peradaban
masyarakat dunia manusia.
di
masa datang yang menjunjung tinggi martabat dan kehormatan
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan llraran pembahasan
di
atas, dalam mengakhiri penulisan tesis ini
dapat ditarik beberapa kesimpulan penelitian.
1. Implementasi sistem pokadulu dalam pelaksanaan pembangunan pada masyarakat Muna hingga dewasa ini masih eksis atau dipertahankan oleh masyarakat. Hal ini tampak dalam budaya pokadulu di bidang pertanian berupa pengolahan kebun dan di
bidang sosial kemasyarakatan seperti dalam kegiatan perkawinan dan pembuatan kuburan. Serta tampak pula dalam kegiatan pembangunan desa seperti pembangunan mesjid dan pembuatan pos kamling.
2. Faktor penyebab terjadinya pergeseran budaya pokadulu di Kabupaten Muna adalah adanya kapitalisme yang tumbuh
di
tengah masyarakat dan globalisasi yang
mendorong masyarakat lebih terbuka dan individual.
Kesimpulan penelitian bahwa implementasi sistem pokndulu dalam pelaksanaan pembangunan sudah mulai terkikis yang ditandai dengan munculnya semangat
individualisme dalam masyarakat. Semula semua pekerjaan melalui aktivitas pokadulu namun dewasa ini telah bergeser dengan sistem pengupahan.
3.
Memperkuat budaya gotong royong berarti membangkitkan solidaritas atau kesatuan bangsa secara lintas etnis/agama/golongan dan generasi, dan secara daya saing tinggi di bidang ekonomi,
B.
kolektif memiliki
politik dan keamanan.
Saran-Saran Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, dapat diajukan beberapa rekomendasi:
1. Mengingat
ini.
semakin kompleksnya pekerjaan masyarakat maka pokndulu dalam
berbagai aspek kehidupan perlu
di refitalisasi.
Revitalisasi dapat dilakukan oleh
masyarakat, tokoh masyarakat dan pemerintah setempat melalui rembuk bersama guna merubah pola dan bentuk kegiatan gotong royong. Sebab apabila gotong royong
dapat direfitalisasi baik pola maupun bentuknya, maka gotong royong dapat menjadi kekuatan pelaksanaan pembangunan. 36
37
Z. perlunya
reorientasi mengenai konsep pokadulu agar konsep ini dapat menjadi aksi
yang dapat menyentuh kebutuhan masyarakat. Polmdulu dapat diubah dari tenaga menjadi materi. Dengan pola ini pokadulu tidak akan kehilangan arah akan tetapi :q:r.'tefap:menjadi kekuatan perekat sosial dan menjadi kekuatan,dalam,,Ene.wujudkalr cita. cita dan kesej ahteraan masyarakat.
3.
perlunya perhatian masyarakat, dan pemerintah untuk melembagakan pokadulu guna membangkitkan solideritas social dan mempertinggi daya saing bangsa.
38
DAFTAR PUSTAKA Crough, H.
1
98
8. Militer dan Politik di Indonesia. Penerbit Sinar Harapan. Jakarta.
Fukuyarya,F: 2000 Soc_ial Capital. in Culture Matters: How Yalues Shape "'(Edited by L.E. Harrison and S.P. Flutington). Basic Bcoks. New Y-ork.
.
Progress
Huntington, S.P. 2000. Cultures Count. in Cultures Matters: How Yalues Shape Human Progress (Edited by L.E. Harrison and S.P. Huntington). Basic Books. New York. Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2ll7).
Koentjaraningrat, 2004. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke-11. Jakarta: Gramedia.
Mannheim,
K. 199l.Ideologi and Utopia: MenyingkapKaitanPikirandanPolitik.
Penerbit Kanisius. Jakarta-
Muhaimin, Y.A. 1990. Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 19501980. LP3ES. Jakarta. Pranadji, T 2005 Pemberdayaan Kelembagaan dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air. Analisis Kebijakan Pertanian, 3(3):23 5 -25 5.
Ricardi S Adnan, 2006. Potret Suram Bangsaku Gugatan dan Alternatif Desain P emb
angunan, J akarta: Fisip-Ul-Press.
Siahaan, E.K. 1984. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Universitas Michigan.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TINIYERSITAS HALUOLEO
I,EMBAGA PENELITIAN Kampus Bumi Tridharma
Nomor
-
Anduonohu Kendari 93232 Telp/Fax : (0401) 3193935
9URAT TUGAS lUN29.10lLrl20I2
i 7qg
: Ketua Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo Menugaskan : Pegawai negeri sipil yang namanya tercantum dalam surat tugas ini (Ketua) 1. Drs. Hamuni, M.Si (Anggota) 2. Drs. Sundi Komba, M.Si (Anggota) 3. La Bilu, S.Pd, M.Si (Mahasiswa) 4. Hasmadia (Mahasiswa) 5. La Ety Anton Isi
:
t.
:
Saudara ditugaskan untuk melaksanakan penelitian (bantuan Operasional
Perguruan Tinggi Negeri) BOPTN dengan
judul
:
oPenguatan
Kelembagaan Budaya Gotong Royong dalam Meningkatkan Pembangunan Desa di Kabupaten Muna ".
Z. Konsekuensi
keuangan yang timbul akibat surat tugas pada anggaran Penelitian BOPTN Tahun 2012.
ini
dibebankan
Demikian surat tugas ini diberikan kepada Saudara untuk dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab
Kendari;
Q,
Oktober 2012
a,n,,,K$iua Lenrb3ga Penelitian Unhalu, 1
Srinadi NrP. 19s80615 198303 2 002
Tembusan .Yth : Ketua Lembaga Penelitian unhalu (sebagai laporan)
PEMERINTAH KABUPATEN MTJNA
BADAI\{ KESATUAI\I BAI\IGSA DAN POLITIK
I TELP, FAX. (0403) 2521427 RAHA
JLN. H. M.TFIAMRIN No.
Raha"
Nomor Lampiran Perihal
:
1l Oktober 2012
Kepada
0701
Yth. Camat Lawa
di-
: Izin Penelitian
Lambubalano
Menunjuk Surat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Prov. Sulawesi Tenggma Nomor : 070l2075DVBa1itbangl20l2 tanggal 9 Oktober 2012 p€rihal Izin Penelitian, maka dengan ini memberikan izin penelitian kepada :
: Drs. HAMIJIII, M.Si dan team : Peneliti
Nama Pekerjaan
Yang bersangkutan diatas akan mengadakan PenelitianlPengambilan Data diwilayah Saudara dengan Judul penelitian : "PENG(IATAN KELEMBAGAAN BWAYA GOTONG ROYONG DAI}IM MENINGKATKAN PEMBANGIINAN DESA DI KABUPATEN MUNA' Lokasi Penelitian : Kel. Lapadaku Kec. Lawa Kab. Mtma Waktu Penelitian : 11 O*:tober 2012 sampai selesai. Kepada yang bersangkutan agar memperhatikan hal
- hal sebagai berikut:
1. Tidak mengadakan kegiatan lain yang bertentangartdengan rencana semula
2. Senantiasa meqiaga keamanan i ketertiban. 3. Hasil pengambilan data I (satu ) rangkap agar dapat disampaikan kepada Kepala Badan Kesbang dan Politik Kab. Muna.
Demikian disampaikan untuk meqiadi perhatian dan maklum.
An.
BADAI\I KESBAI{G DAI\[ POLITIK ATEN MT]NA SEKERTARIS, 'ii,lrase'
-\*-,
Tingkat I, Gol. tV/b $57A822198303 2007
Tembusan : Disampaikan kepada : 1. Bupati Muna (sebagai laporan) di Raha; 2. Kepala Balitbang Prov. Sulha di Kendari; 3: Ketua Lembaga Penelitian Unhalu di Kendmi; t2,4. Mahasiswa yang bersangkutan @rs. HAMaNI, M, Si dan team).
r$MEruN 'AH PROVINSI SULAWESI TENGGAM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Kompleks Burni Praja Anduonohu Telp. (0101) 395690 Kendari 93r2r
Kendari, 9 Oktober 2012
Nomor : O7Q|2A7SlXBalitbangllQl2 Lampiran : Perihal : lzin Penelitian Berdasarkan
Yth
Kepada Bupati Muna
di-
RAHA
surat Ketua Lembaga peneiitian Unhalu Nomor
u+7iUN29.10lLTl2O12 tanggal bawah ini : Nama Pekerjaan Lokasi Penelitian
8 Oktober 2012, perihal tersebut di atas, Peneiiti
: Drs. HAMUNI, : Peneliti :
:
cji
M.Si dan Team
Wilayah Kab. Muna
Bermaksud untuk melakukan Penelitian/Pengambilan Data di Daerah/Kantor saudara deng3n judul :
,,PENGUATAAI KELEMBAGAAN
BUDAYA GOTONG ROYONG
MENINGKATKAN PEMBANGUNAN DESA DI KABUPATEN
: g oktober
Yang akan dilaksanakan dari tanggal
M''NA'
DALAM
20j2 sampai selesai
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, pada prinsipnya kami menyetujui
kegiatan dimaksud dengan ketentuan
:
1. Senantiasa 2. 3.
4. 5.
b.
menjaga keamanan dan ketertiban serta mentaati perundang-undangan yang berlaku. ]idak mengadakan kegiatan lain yang bertentangan dengan rencana semula. Dalam. seliap kegiatan dilapangan agar pihak Peneliti sinantiasa koordinasi dengan pemerintah setempat. merrghormati Adat lstiadat yang berlaku di daerah setempat. [ajib Menyerahkan 1 (satu) examplar copy hasil penelitian kefada Gubernur Sultra Cq. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi fenggari. Surat izin akan dicabut kembali dan dinyJtakan tidak berlaku ternyata pemegang surat izin ini tidak mentaati ketentuan tersebut di atas.
rp$ii
Demikian Surat lzin Penelitian diberikan untuk digunakan sebagaimana mestinya. RNUR SU
TENGGARA AN DAN ROVINSI
Utama Madya, Gol. lV/d p.19570501 198607 1 001
Ternbusan" 1. Gubernur sulawesi renggara
2
3' 4.
(sebagai laporan) di Kendari; Ketua Lembaga Penelitian Unhalu di Kendari; Kepala Badan Kesbang, poritik dan Linmas Kab. Muna di Raha; Peneliti yang bersangkutan;