Laporan Pengamatan Agustus 2006 & Analisis Perkembangan Biota Bentik dan Ikan Periode 2004-2006
Fish Shelter 24 – 25 Agustus 2006
Hawis Madduppa, S.Pi, M.Si Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN Agustus 2006
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu keunikan yang terdapat pada daerah perairan laut dangkal di wilayah iklim tropis. Dimana hanya pada iklim inilah ekosistem tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Salah satu ciri yang terdapat pada ekosistem ini adalah tempat berkumpulnya sebagian besar organisme perairan dangkal yang tersusun sebagian besar oleh karang scleractinian (karang pembentuk terumbu), dan menjadi salah satu ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Kawasan perairan terumbu karang Indonesia merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar. Hal ini terlihat dari tingkat produktivitas, keanekaragaman
biota,
dan
estetika
yang
terkandung
didalamnya.
Semua
sumberdaya ini dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan keberlanjutan dan kelestariannya. Upaya pemanfaatan yang optimal dan efektif perlu dilakukan agar dapat menunjang pembangunan secara berkelanjutan, serta menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan negara. Namun kenyataan yang terjadi dewasa ini adalah, ancaman terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang semakin meningkat. Hal ini terutama akibat dari meningkatnya pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang sering kali kurang memperhatikan kelestarian sumberdaya itu sendiri. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah telah melakukan upaya pengelolaan ekosistem terumbu karang secara terkoordinasi guna melestarikan sumberdaya ini. Hal ini juga diperkuat dengan adanya berbagai organisasi non government atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik lokal maupun internasional yang perduli terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang telah banyak tumbuh dan menciptakan program-program yang bergerak ke arah pelesterian ekosistem terumbu karang. Program-program pengelolaan yang dilakukan pada prinsipnya adalah untuk mejaga pemanfaatan sumberdaya hayati dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelestarian dan
keberlanjutan. Bentuk kegiatan yang dilakukan secara umum adalah dengan
memberikan status perlindungan dari suatu kawasan, merehabilitasi ekositem yang
2
telah mengalami kerusakan, serta meningkatkan kapasitas masyarakat untuk dilibatkan dalam upaya pengelolaan. Salah satu kebijakan pemerintah daerah DKI Jakarta dalam upaya merehabilitasi habitat serta untuk mengatasi pemanfaatan ikan dan terumbu karang yang berlebihan yaitu dengan melakukan penenggelaman Fish shelter di beberapa lokasi di Kepulauan Seribu. Fish shelter berfungsi untuk menarik ikan di sekitar lokasi penempatan, dan diharapkan dapat menjadi tempat perkembangbiakan ikan serta menambah kelimpahan dan keanekaragaman ikan dan terumbu karang. Sejak pengenggelaman Fish shelter beberapa pengamatan telah dilakukan untuk mengetahui tingkat efektifitas dari penempatan Fish shelter ini dan pengaruhnya terhadap komposisi ikan dan terumbu karang yang ada.
1.2 Tujuan Pengamatan terhadap Fish shelter yang terlah dilakukan adalah untuk: 1. Mengetahui perkembangan dari penempelan komunitas benthik seperti turf alga, hard coral, dan lain-lain dilokasi penempatan Fish shelter 2. Mengetahui perubahan karakteristik dan struktur komunitas ikan karang yang terjadi di lokasi penenggelaman Fish shelter
3
2. METODOLOGI 2.1 Lokasi dan waktu pengamatan Pengamatan ini merupakan pengamatan tahun ketiga sejak tahun 2004. Sejak penenggelaman pada tahun tersebut sudah dilakukan pengamatan sebanyak 7 kali dari rangkaian monitoring Fish shelter di Kepulauan Seribu, dan sekarang merupakan yang kedua pada tahun 2006. Pengamatan dilakukan pada tanggal 24 – 25 Agustus 2006 di 4 stasiun penenggelaman Fish shelter. Lokasi secara spesifik serta posisi dari stasiun-stasiun tersebut dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
Tabel 2.1. Informasi pengambilan data di setiap lokasi Depth
Visibility
in
out
m
(m)
24.08.2006
11:15
11:39
32
1
Karang Panjang
05o38’653” S
106o35’146” E
2
24.08.2006
14:35
14:56
26
1
Karang Kembar
05o39’362” S
106o32’474” E
3
24.08.2006
16:40
17:13
22
2
Karang Ceremai
05o45’239” S
106o34’632” E
4
25.08.2006
11:30
12:00
20
2
Balik Layar
05o44’119” S
106o33’913” E
Dive
Tanggal
1
Time
Lokasi
Posisi
Gambar 2.1 Lokasi penenggelaman Fish shelter di Kepulauan Seribu
4
2.2 Penentuan Stasiun dan Frekuensi Pengamatan Kondisi komunitas benthik dan ikan karang diamati pada empat stasiun di sekitar Kepulauan Seribu Utara, yaitu Balik Layar, Karang Keling Dalam, Karang Kembar, Karang Ciremai dan Pulau Harapan. Pengamatan dilakukan pada tiga modul Fish shelter yang dipilih secara acak. Frekuensi pengamatan akan dilakukan setiap triwulan tiap tahunnya. 2.3 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah alat SCUBA, GPS, fish finder, kapal, sabak dan pensil, kamera bawah air, buku identifikasi karang dan ikan. 2.4 Metode Pengambilan data 2.4.1 Pengambilan Data Biota Bentik ¾ Pengamatan biota benthik yang menempel pada modul digunakan modifikasi metode coral recruitment (English et al., 1997). Coral recruitment pada modul terumbu buatan digunakan sebagai alat untuk memahami aspek kehidupan karang. Individu yang menempel pada modul Fish shelter dicatat baik jenis dan jumlahnya. Selain itu, karena keterbatasan waktu maka ukuran dimensi hanya diambil dari dua sampel dari tiap jenisnya. Pengamatan dilakukan pada salah satu batang horizontal modul dengan ukuran 150 x 20 cm. ¾ Pengamatan dilakukan untuk tiga terumbu buatan. ¾ Pengamatan dilakukan dengan cara mencatat dan mengukur kisaran penutupan bentuk pertumbuhan (life form), genus karang hidup, karang mati, biota lain dan komponen abiotik lain yang ditemukan.
2.4.2 Pengambilan data ikan karang ¾ Data ikan karang diperoleh dengan metode pengamatan visual secara stasioner, ¾ Pencatat data ikan karang mengamati tiga terumbu buatan selama masing-masing 5-10 menit sambil mencatat seluruh spesies ikan dan kelimpahannya. ¾ Keseimbangan komunitas ikan karang dilihat berdasarkan struktur komunitasnya dengan pendekatan penghitungan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi.
5
2.4.3 Identifikasi Ikan Data ikan yang diambil pada saat penyelaman diidentifikasi langsung saat berada di darat. Buku yang dipakai untuk mengidentifikasi ikan adalah Lieske & Myers (2001). 2.5 Analisis Data 2.5.1 Data Biota Bentik Pengamatan biota benthik yang menempel pada modul digunakan modifikasi metode coral recruitment (English et al., 1997). Coral recruitment pada modul terumbu buatan digunakan sebagai alat untuk memahami aspek kehidupan karang. Individu yang menempel pada modul Fish shelter dicatat baik jenis dan jumlahnya. Selain itu, karena keterbatasan waktu maka ukuran dimensi hanya diambil dari dua sampel dari tiap jenisnya. Pengamatan dilakukan pada salah satu batang horizontal modul dengan ukuran 150 x 20 cm. 2.5.2 Data ikan karang - Kekayaan Jenis (Species richness) Kekayaan jenis ini untuk melihat jumlah ikan yang berada dalam suatu kawasan tertentu. Hal ini berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman ikan karang. - Indeks keanekaragaman (H’) Indeks keanekaragaman atau keragaman (H’) menyatakan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing bentuk pertumbuhan/genus ikan dalam suatu komunitas habitat dasar/ikan (Odum 1971).
Indeks keragaman yang paling umum
digunakan adalah indeks Shannon-Weaver (Odum 1971; Krebs 1985 in Magurran 1988) dengan rumus:
S
H ' = ∑ Pi ln Pi i =1
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Pi = Perbandingan proporsi ikan ke i S = Jumlah ikan karang yang ditemukan Logaritma natural (In) digunakan untuk komunitas ikan karena ikan merupakan biota yang mobile (aktif bergerak), memiliki kelimpahan relatif tinggi dan preferensi habitat tertentu. Indeks keanekaragaman digolongkan dalam kriteria sebagai berikut:
6
H’≤ 2
: Keanekaragaman kecil
2 < H’≤ 3
: Keanekaragaman sedang
H’ > 3
: Keanekaragaman tinggi
- Indeks keseragaman (E) Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas ikan.
Semakin merata penyebaran individu antar spesies
maka keseimbangan ekosistem akan makin meningkat. Rumus yang digunakan adalah (Odum 1971; Pulov 1969 in Magurran 1988):
E=
Keterangan :
E H
H' H maks
= indeks keseragaman maks
= Ln S
S = Jumlah ikan karang yang ditemukan Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1.
Selanjutnya
nilai indeks
keseragaman berdasarkan Kreb (1972) dikategorikan sebagai berikut : 0 < E ≤ 0.5
: Komunitas tertekan
0.5 < E ≤ 0.75 : Komunitas labil 0.75 < E ≤ 1
: Komunitas stabil
Semakin kecil indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman populasi, hal ini menunjukkan penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama sehingga ada kecenderungan satu jenis biota mendominasi.
Semakin besar nilai keseragaman,
menggambarkan jumlah biota pada masing-masing jenis sama atau tidak jauh beda. - Indeks dominansi Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis ikan karang digunakan untuk melihat tingkat dominansi kelompok biota tertentu.
Persamaan yang
digunakan adalah indeks dominansi (Simpson, 1949 in Odum, 1971), yaitu : S
C = ∑ ( Pi) 2 i =1
dimana :
C
= Indeks dominansi
Pi = Perbandinga proporsi ikan ke i S
= Jumlah ikan karang yang ditemukan
7
Nilai indeks dominansi berkisar antara 1 – 0.
Semakin tinggi nilai indeks
tersebut, maka akan terlihat suatu biota mendominasi substrat dasar perairan. Jika nilai indeks dominansi (C) mendekati nol, maka hal ini menunjukkan pada perairan tersebut tidak ada biota yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh nilai keseragaman (E) yang tinggi. Sebaliknya, jika nilai indeks dominansi (C) mendekati satu, maka hal ini menggambarkan pada perairan tersebut ada salah satu biota yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh nilai keseragaman yang rendah.
Nilai indeks dominansi
dikelompokkan dalam 3 kriteria, yaitu: 0 < C ≤ 0.5
: Dominansi rendah
0.5 < C ≤ 0.75 : Dominansi sedang 0.75 < C ≤ 1
: Dominansi tinggi
- Kategori fungsi Ikan Karang Berdasarkan fungsi dalam sistem terumbu karang, ikan terumbu dibagi atas tiga (Adrim 1993) yaitu: (1) Ikan mayor adalah ikan-ikan yang berperan secara umum dalam sistem rantai makanan di daerah terumbu karang, (2) ikan target adalah ikan yang mempunyai nilai ekonomis dan dikonsumsi oleh masyarakat, dan (3) ikan indikator adalah ikan yang menjadi parameter terhadap kesehatan terumbu karang dalam hal ini dari famili Chaetodontidae.
8
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 PENUTUPAN KOMUNITAS BENTHIK Penyelaman I (Karang Panjang) dilakukan pada kondisi laut bergelombang besar dan arus sangat kencang. Penyelaman II (Karang Kembar) dilakukan pada pukul 14:35-14:42 WIB pada kedalaman 26 meter dengan kondisi perairan bergelombang, berarus dan visibilitynya buruk dengan jarak pandang < 1 meter. Dari hasil pengamatan, seluruh kerangka fish shelter telah ditutupi oleh komunitas benthik, karang maupun silt. Penutupan paling tinggi (tertinggi sampai terendah) adalah benthik, karang dan silt. Hasil pengamatan sebelumnya diinformasikan bahwa semua kerangka fish shelter telah ditutupi oleh komunitas benthik (alga, soft coral, spons, gorgonian, kerang, hydroid serta zoanthid) dan karang (Montipora, Porites dan Cynarina), tapi pada pengamatan kali ini ditemukan beberapa bagian fish shelter yang ditutupi oleh silt. Hal ini menggambarkan adanya penurunan pertumbuhan benthik, yaitu ada beberapa bagian benthik pada fish shelter yang tertupi oleh silt. Di diprediksi, ini terjadi karena arus membawa silt ke dalam kerangka fish shelter sehingga beberapa benthik mati. Penyelaman III (Karang Ceremai) berlangsung pada pukul 16:40-17:13 WIB pada kedalaman 22 meter dengan kondisi perairan bergelombang (permukaan), tenang dan visibility yang cukup bagus dengan visibility > 1.5 meter. Pada stasiun ini, benthik masih tetap memiliki persentase yang lebih tinggi kemudian soft coral, spons, kerang, zoanthid, gorgonian dan hydroid. Berbeda dengan stasiun Penyelaman II dimana, pada Penyelaman III persentasi zoanthid lebih tinggi daripada persentase gorgonian dan hydroid karena pertumbuhan zoanthid lebih cepat dari pertumbuhan gorgonian dan hydroid. Informasi lebih lanjut adalah zoanthid tumbuh secara horizontal sehingga memiliki persentase lebih tinggi di bandingkan dengan pertumbuhan gorgonian dan hydroid yang pertumbuhannya relatif secara vertikal. Jenis karang yang ditemukan di kedua stasiun relatif sama yaitu Montipora, Porites dan Cynarina. Tetapi persentase penutupan karangnya lebih tinggi pada Penyelaman III,
salah
satu
alasannya
adalah
faktor
makanan/fotosintesis
dan
lokasi.
Artinya,karang di Penyelaman III melakukan fotosintesis yang lebih baik dari pada di Penyelaman II karena intensitas cahaya yang diperoleh di Dive III lebih tinggi daripada Penyelaman II. Alasan lain kenapa persentase penutupan karang di Dive III lebih tinggi adalah karena Penyelaman III lebih dekat ke daerah ekosistem terumbu karang, sehingga pasokan zooxanthellae lebih banyak di bandingkan di Penyelaman II.
9
Penyelaman IV (Balik Layar) berlangsung pagi hari Jumat pada kedalaman 20 meter dengan kondisi perairan yang relatif tenang dan visibility yang bagus dengan jarak pandang > 2 meter. Yang menarik dari stasiun ini adalah ditemukannya jenis karang yang lebih tinggi daripada stasiun lain. Jenis karang yang di temukan adalah Montipora, Porites, Plerogira, Favia, Favites, Fungia, Pectinia dan Cynarina. Alasannya adalah lokasi, dimana letak fish shelter di Dive IV adalah dekat dengan ekosistem terumbu karang, sehingga peluang dan kuantitas larva karang yang akan menempel pada stasiun ini lebih besar di banding stasiun lain. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Dari semua stasiun pengamatan yang paling bagus adalah Penyelaman VI karena: 1) jenis karangnya banyak, 2) terdapat koloni-koloni soft coral, gorgonian, spons dan hydroid yang besar, 3) kuantitas kerangnya lebih tinggi, 4) persentase zoanthid lebih tinggi dari semua stasiun, 5) Lili laut hanya ditemukan di
1
2
22,80
20,85 19,54 16,61 3,26
3
1,95
12,77 6,38 2,13
14,98
26,24 19,50
16,72
24,18 17,91 19,70 13,43
20,61
27,36
0,00
0,90
5,00
3,28 3,88
10,00
1,69 5,74
15,00
7,09
20,00
0,68
25,00
25,34
30,00
11,49
Persen Penutupan (%)
35,00
32,98
Penyelaman VI.
4
Stasiun Alga
Soft coral
Spons
Gorgonian
Zoanthid
Silt
Hard coral
Lili laut
Gambar 3.1. Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan pada 24 dan 25 Agustus 2006 Menurut Fabi & Fiorentini (1997), tujuan Artificial reefs sebagai persediaan dan penyimpanan larva dan telur berguna untuk pencegahan pengurangan dari juvenile sehingga meningkatkan peluang dalam pertumbuhannya, pengenalan dari AR tidak hanya membantu peningkatan produktivitas moluska tapi juga orgaisme lain terutama ikan. Misalnya; pada blok kubik digunakan di Itali sebagai kontruksi karang, hasilnya terbukti cocok untuk benthic dan nekton benthic dari terumbu dan organisme lainnya seperti ikan. Artificial reef dapat digunakan untuk memperbaiki karang alami ketika
10
mengalami kerusakan, hal ini dapat dicapai dengan menggunakan unit – unit karang buatan yang dapat dimodifikasi atau dengan sisa – sisa materi yang ada. (Harris et al. 1996). Menurut Kinget al. (2001) Kerusakan karang alami yang biasa terjadi dapat menyebabkan kerusakan substrat karang. Teknik perbaikan substrat karang dengan menggunakan blok Fish shelter untuk memulihkan fondasi karang, unit – unit karang buatan ini digunakan untuk menggantikan karang – karang yang rusak, dan menyambung kembali potongan – potongan karang yang hancur. Sehingga beberapa juvenil karang dapat menempel pada fondasi-fondasi tersebut.
3.2 KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN IKAN KARANG Secara umum kelimpahan ikan karang meningkat yang mungkin disebabkan penenggelaman fish shelter sudah berumur hampir 3 tahun sehingga ikan-ikan merasa sudah punya rumah baru. Ikan-ikan yang ditemukan umumnya ikan yang dapat bermigrasi dari daerah dangkal ke daerah dalam. Selain itu, ditemukan juga berbagai macam juvenil ikan yang memanfaatkan fish shelter sebagai tempat perlindungan dari predator.
160 140 120 100 80 60 40 20 0 Karang Panjang
Karang Kembar Jumlah Spesies
Karang Ceremai
Balik Layar
Jumlah Individu
Gambar 3.2. Komposisi dan kelimpahan ikan selama pengamatan pada 24 dan 25 Agustus 2006
11
Ikan-ikan yang ditemukan juga menyukai daerah berpasir dan berlumpur seperti ikan Kakap (Lutjanidae) baik yang sudah dewasa maupun juvenil. Keberadaan fish shelter akan sangat terlihat signifikan apabila peletakan modul-modul berdekatan, dan dekat dengan daerah ekosistem terumbu karang, karena semakin jauh dari daerah terumbu karang maka ikan-ikan yang berkumpul juga sangat sedikit. Hal ini terbukti dari beberapa stasiun pengamatan Karang Kembar dan Balik Layar. a. Karang Panjang Terdapat 54 individu ikan dari 14 jenis ikan yang ditemukan di Fish shelter Karang Panjang. Adanya ikan jenis konsumsi Gnathanodon speciosus, Plectorhinchus sordidus dan Lutjanus kasmira memberikan indikasi yang baik pada perkembangan fish shelter sebagai rumah ikan. Namun letaknya yang cukup dalam dan bersubstrat lumpur berpasir memberikan kondisi dengan visibility yang rendah. Daerah ini sangat potensial sebagai rumah ikan seperti kakap merah karena substratnya yang berupa lumpur berpasir. Salah satu kendala yang dihadapi saat pengamatan adalah jarak pandang yang hanya sekitar 1 meter akibat dari arus yang sangat kencang membuat pencacahan ikan sulit untuk dilakukan terutama untuk ikan yang berukuran kecil dan yang berada di substrat dasar. b. Karang Ceremai Terdata sebanyak 165 individu ikan dari 16 jenis ikan, dari ikan yang terdata terlihat sudah banyak ditemukan juvenil ikan yang menandakan fish shelter ini sudah dapat dijadikan sebagai tempat pemijahan dan pengasuhan.
c. Karang Kembar Didapatkan sebanyak 91 individu ikan dari 23 jenis ikan di lokasi Karang Kembar. Kondisi fish shelter di lokasi lebih banyak di huni oleh ikan-ikan karang karena letaknya yang sangat dekat dengan terumbu karang. Selain itu daerah ini sangat cocok untuk dijadikan daerah penyelaman pariwisata karena letaknya yang tidak terlalu dalam adn susunan dari fish shelter yang rapat yang menambah estetika site ini.
c. Balik Layar Terdata sebanyak 49 individu ikan dari 17 jenis ikan di lokasi Balik Layar. Kondisi fish shelter di lokasi lebih banyak di huni oleh ikan-ikan karang karena letaknya yang sangat dekat dengan terumbu karang. 12
Tabel 3.1 Komposisi dan kelimpahan ikan karang pada bulan Agustus 2006 Famili
1
Caesionidae
Caesio teres
2
Caesionidae
Caesio cuning
3
Carangidae
Gnathanodon speciosus
7
11
4
Chaetodontidae
Parachaetodon ocellatus
1
5
5
Chaetodontidae
Chelmon rostratus
6
Ephippidae
Platax pinnatus
7
Ephippidae
Platax teira
8
Gobidae
Istigobius nigroocelatus
9
Haemulidae
Plectorhinchus sordidus
6
3
Labridae
Cheilinus fasciatus
1
1
11
Labridae
Cheilinus oxycephalus
1
12
Labridae
Cheilinus trilobatus
1
1
13
Labridae
Halichoeres ornatissimus
1
5
14
Labridae
Halichoeres purpurescens
15
Labridae
Labroides dimidiatus
16
Labridae
Thalasoma lunare
17
Lethrinidae
Gymnocranius griseus
1
1
18
Lutjanidae
Lutjanus kasmira
1
5
19
Lutjanidae
Lutjanus vitta
3
20
Lutjanidae
Lutjanus bengalensis (juvenile)
4
12
21
Lutjanidae
Lutjanus vitta (juvenile)
7
9
22
Mullidae
Upeneus sp.
1
23
Nemipteridae
Scolopsis lineatus
7
12
24
Nemipteridae
Scolopsis trilineatus
1
3
25
Nemipteridae
Scolopsis bilineatus
26
Pomacentridae
Chrisyptera unimaculata
27
Pomacentridae
Dischistodus melanotus
28
Pomacentridae
Pomacentrus alexandrae
29
Pomacentridae
Pomacentrus brachialis
1
30
Pomacentridae
Pomacentrus lepidognys
1
31
Pomacentridae
Pomacentrus milleri (juv.)
32
Pomacentridae
Chromis analis
33
Pomacanthidae
Pygoplites diachantus
5
1
34
Pomacanthidae
Centropyge multifasciatus
1
2
35
Pomacanthidae
Chaetodontoplus mesoleucus
3
2
36
Scaridae
Scarus sp
37
Serranidae
10
Spesies
Kelimpahan
No
1 21
Jumlah Spesies
3
4
83 27
15
3 2
1
4 1 1
2
1 1
1
2
1
1
3
1
3
7
1
1
8 1 1
1
2 1
1 5 2
Diploprion bifasciatum Jumlah Individu
2
1
1
145
49
5 54
91
14
23
16
17
Indeks Keanekaragaman (H')
1,980
2,521
1,668
2,219
Indeks Keseragaman (E)
0,750
0,804
0,602
0,783
Indeks Dominansi (C)
0,198
0,122
0,336
0,126
13
3.3 ANALISIS STRUKTUR KOMUNITAS IKAN Fish shelter di Kepulauan Seribu sepertinya sudah dapat dikatakan membentuk suatu ekosistem tersendiri. Hal ini terlihat dari indeks komunitas yaitu Komunitas yang stabil dicirikan dengan nilai indeks keanekaragaman (H’) yang tinggi, Keseragaman (E) tinggi, dan Dominansi (C) yang rendah. Secara umum, komunitas ikan karang pada setiap stasiun penenggelaman FADs di Kepulauan seribu sudah mulai tergolong dalam komunitas yang stabil. Tabel 3.2 Nilai indeks komunitas ikan penenggelaman fish shelter Stasiun Karang Panjang Karang Kembar Karang Ceremai Balik Layar
Nilai 1,980 2,521 1,668 2,219
H' Kriteria Rendah Sedang Rendah sedang
karang
pada
masing-masing
E Nilai 0,750 0,804 0,602 0,783
stasiun
C Kriteria stabil stabil labil Stabil
Nilai 0,198 0,122 0,336 0,126
Kriteria Rendah rendah Rendah Rendah
Sampai pada tahun ketiga pada bulan Agustus 2006 ini, nilai indeks keanekaragaman bervariasi antar stasiun, namun komposisi dari ikan-ikan yang ditemukan cenderung seragam dan tidak ada pendominasian oleh salah satu jenis ikan. Nilai dari indeksindeks tersebut pada setiap stasiun secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 3.2). Hal yang menarik dari sampling ini adalah nilai indeks keseragamannya sudah mulai stabil di semua stasiun pengamatan, kecuali di Stasiun Karang Cermai.
4,0
Indeks Komunitas
3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Karang Panjang Karang Kembar Karang Ceremai H
E
Balik Layar
C
Gambar 3.3. Indeks komunitas ikan selama pengamatan pada 24 dan 25 Agustus 2006
14
3.4 KATEGORI IKAN Menurut Adrim (1993), komunitas ikan terumbu terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Kelompok ikan target, merupakan spesies-spesies ikan yang menjadi target penangkapan para nelayan sebagai sumber mata pencaharian dan juga spesiesspesies ikan yang dikonsumsi oleh masyarakat Kepulauan Seribu. Kelompok ikan target yang teramati saat pemantauan dilakukan adalah: Kemungkinan besar keberadaan ikan target di modul Fish shelter adalah untuk mencari makan (feeding ground), yang berupa ikan-ikan kecil, invertebrata dan hewan bentik lain. Ikan target yang ditemukan ada 15 spesies yaitu dari famili Caesionidae, Haemulidae, Labridae, Serranidae dan Lutjanidae. 2. Kelompok ikan indikator, merupakan bio-indikator kondisi ekosistem terumbu karang dan hanya terdiri atas spesies-spesies yang berasal dari Famili Chaetodontidae. Spesies ikan indikator yang ditemui, yaitu Parachaetodon ocellatus dan Chelmon rostratus. 3. Kelompok ikan mayor utama, merupakan spesies-spesies ikan yang tidak termasuk ke dalam dua kelompok di atas. Fungsi dan peran kelompok ikan ini di dalam ekosistem terumbu karang belum jelas kecuali sebagai mata rantai dalam sistem ekologi dan jejaring makanan ekosistem terumbu karang. Sejumlah jenis ikan dari kelompok ini, ada yang jadi target tangkapan nelayan ikan hias. Selama survei ditemukan 20 spesies ikan mayor utama yang berasal dari 8 famili.
15
4. Analisis Perkembangan Komunitas Bentik dan Ikan di Fish shelter 2004 - 2006 4.1 PERIODE MONITORING Pengamatan terhadap Fish shelter di Kepulauan Seribu sudah dilakukan sebanyak 7 kali. Pengamatan dilakukan pada 5 stasiun penenggelaman Fish shelter yang berbeda. Dalam kegiatan Fish shelter yang telah dilakukan monitoring selama hampir 3 tahun pengamatan dengan beberapa kegiatan inventarisasi substrat dan biota di dalamnya, terdapat trend yang menunjukkan perkembangan yang positif selama pengamatan. Tabel 4.1 Periode monitoring fish shelter 2004-2006 Monitoring
Date
Fish Shelter
Observer
1
28 - 30.06.2004
Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling Dalam
2
31.8 - 1.09.2004
Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling Dalam
Roby Anandra, Nani
3
9 - 10.12.2004
Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling Dalam
Dede Suhendra, Hazmi
4
26 - 27.05.2005
Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling Dalam
Hawis Madduppa, Beginer Subhan
5
24 - 25.08.2005
Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling Dalam
Hawis Madduppa, Adriani
6
23 - 24.5.2006
Karang Panjang, Karang Ceremai, Balik Layar, Keling Dalam
Hawis Madduppa, Anisa Budiayu, Dondi
7
24 - 25.8.2006
Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar
Hawis Madduppa, Achis Martua
Hawis Madduppa, Estradivari
16
4.2 KOMUNITAS BENTHIK
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, selama 7 kali pengamatan secara umum penempelan pada modul Fish shelter didominasi oleh turf algae dan ascidian.
Pada periode pertama pengamatan komunitas benhik yang
menempel pada modul Fish shelter hanya beberapa centimeter saja, dan secara visual masih terdapat bagian blok dari Fish shelter yang belum ada penempelan dari organisme benthik. Hal ini terkait dengan lamanya waktu penenggelaman yang masih berumur satu bulan. Jumlah individu dalam luasan 3000 cm2 di tiaptiap stasiun pada pengamatan pertama dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Penutupan (%)
(Gambar 4.1)
60 50 40 30 20 10 0 Keling Dalam
Turf Algae Gambar 4.1
Karang Kembar Ascidians
Karang Ciremai Pulau Harapan
Lili Laut
Gorgonians
Bivalvia
Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan I (Juni 2004)
Dari grafik diatas dapat dilihat pertumbuhan organisme benthik paling cepat adalah alga dimana paling tinggi ditemukan pada Fish shelter di Karang kembar. Pertumbuhan alga mendominasi organisme yang lainnya karena alga merupakan organisme pioneer dari suatu suksesi, tahap suksesi selanjutnya apabila kondisi perairan mendukung akan diikuti dengan pertumbuhan karang lunak sebelum karang keras. Selanjutnya ascidian menduduki urutan kedua, dimana ascidian akan melimpah keberadaannya pada kondisi perairan dengan turbiditas tinggi. Selebihnya pada modul ditemukan pula lili laut, gorgonian dan bivalva dengan jumlah yang
17
sedikit. Sama halnya dengan pengamatan yang pertama, pada pengamatan ke 2
Keling Dalam
Alga
28.00
Balik Layar
Ascidian
Karang Panjang
Lili
Karang Cermai
Hard Coral
Karang Kembar
Teritip
Gambar 4.2. Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan II (Agustus 2004)
Penutupan alga yang paling tinggi terdapat pada modul di Keling dalam, yaitu sebesar 78 %, sedangkan ascidian yang tertinggi ditemukan pada modul di Karang Panjang dengan penutupan sebesar 41,33%.
Hal yang menarik pada
pengamatan ke 2 adalah ditemukannya penempelan karang keras pada beberapa modul penenggelaman Fish shelter. Menurut English et al. (1997) penempelan blok artificial reef oleh karang keras terjadi setelah satu tahun dengan kondisi perairan yang mendukung. Penempelan karang keras pada kali ini mungkin saja terjadi, karena penenggelaman blok yang berdekatan dengan area terumbu karang dimana sumber larva tersedia untuk menempel. Organisme benthik lainnya yang ditemukan selama pengamatan ke 2 adalah lili laut dan teritip. Pada pengamatan yang ketiga, umumnya keseluruhan dari modul Fish shelter telah tertutupi oleh komunitas benthik. Sama halnya dengan pengamatan yang pertama dan kedua, kali ini penutupan paling tinggi juga ditempati oleh alga dengan penutupan sebesar 60% yang terdapat pada stasiun penenggelaman di Karang Kembar.
Selanjutnya penutupan oleh ascidian dan spons laut
menduduki urutan kedua dengan penutupan sebesar 25%.
1.00
1.67
1.50
2.33
4.33
0.00
0.00
13.33
20.00
0.00
0.00
4.00
3.00
10.00
0.00
20.00
1.00
30.00
17.33
40.00
33.33
50.00
62.50
65.33 43.83
60.00
1.50
70.00
41.33
61.67
80.00
78.00
90.00
15.00
Persen Penutupan (%)
penempelan tertinggi adalah alga dan ascidian (Gambar 4.2)
Secara lengkap
18
penutupan organisme benthik selama pengamatan periode ke 3 dapat dilihat pada grafik berikut (Gambar 4.3)
70 Persen penutupan (%)
60
60
53
50 40 30
38 25 20
25 15
20
20
18
15
15 10
10
1 0 0
10
5 5 0
0 0
20
0 0
0
1 1
0
0 Kr. Panjang
Kr.Kembar
Keling Dalam
Balik Layar
Stasiun alga
ascidian
spons
lili laut
gorgonoan
soft coral
teritip
Gambar 4.3. Penutupan organisme benthic pada periode pengamatan III (Desember 2004)
Pada pengamatan ke 3, secara mengejutkan pertumbuhan spons cukup tinggi, dan relatif sama dengan pertumbuhan ascidian, dimana ascidian pada pengamatan sebelumnya telah ditemukan sedangkan spons laut belum ditemukan penempelannya. Pertumbuhan spons laut didukung dengan kondisi perairan yang keruh dan kemungkinan besar bahan organik ikut terbawa oleh arus. Tidak ditemukannya karang keras pada pengamatan kali ini dimungkinkan karena pengamatan dilakukan pada blok yang tidak sama dengan blok yang sebelumnya ditemukan penempelan karang keras. Hal ini memang merupakan kelemahan dari metode monitoring terumbu buatan yang ditenggelamkan pada perairan yang cukup dalam, dimana penyelam hanya memiliki waktu sekitar 15 menit dan tidak memungkinkan untuk mencari modul-modul yang sama dengan sebelumnya secara keseluruhan.
19
Penutupan (%)
70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 1
2
3
Ascidian
Sponge
Bivalva
Karang lunak
Gorgonian
Hydroid
4
5 Karang keras
Keterangan : ST 1. Karang Panjang, ST 2. Karang Ceremai, ST 3. Karang Kembar, ST 4. Karang Balik Layar, ST 5. Karang Keling Dalam
Gambar4.4
Penutupan organisme benthic pada periode pengamatan IV (Mei 2005)
Terumbu buatan berfungsi untuk memberikan tempat ikan untuk berkumpul dan memilki fungsi seperti terumbu karang. Selain ikan ditemukan pula beberapa organisme lain yang yang menghuni terumbu buatan organisme tersebut antara lain sponge, tunikata, kerang, karang keras, karang lunak, gorgonian, dan hydroid. Penempelan organisme bentik pada modul terumbu buatan didominasi oleh sponge dan ascidian. Dari segi jumlah memang sponge tidak terlalu banyak namun ukuran koloni sponge cukup besar sehingga sponge tutupan sponge lebih besar dari pada ascidian. Bentuk sponge yang ditemukan adalah sponge bercabang dan sponge yang mengerak. Pada pengamatan ini terlihat bahwa sudah terdapat beberapa jenis biota bentik baru seperti sponge, hydroid dan karang keras. Karang keras hanya ditemukan di stasiun balik layar. Hal ini terjadi karena daerah balik layar terletak diantara tiga pulau dan juga terletak didekat daerah terumbu karang. Daerah Balik layar ini terletak pada kedalaman 25 meter. Dengan substrat pasir berlumpur. Pada pengamatan ini, biota lili laut tidak terlihat lagi di karang kembar seperti pengamatan sebelumnya. Tetapi pada setiap stasiun sudah ditemukan beberapa bivalva dimana pada pengamatan sebelumnya hanya terdapat di Pulau Harapan walaupun secara jumlah tidak terlalu banyak. Pada modul yang diamati terlihat bahwa sponge menutupi cangkang bivalva. Hal ini menunjukkan sudah adanya persaingan ruang antara sponge dan biota lain terutama bivalva. Dimana sponge
20
memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari pada biota yang lain yang
Penutupan (%)
menempel pada modul.
60 50 40 30 20 10 0 1
2 Ascidian Bivalva Karang lunak Hydroid Cacing Laut Lili Laut
Gambar 4.5
3
4
5
Sponge Juvenil Karang keras Gorgonian Bintang Laut (Culcita sp) T urf Algae
Penutupan organisme benthic pada periode pengamatan V (Agustus 2005)
Kondisi komunitas bentik yang menempel pada substrat
Fish shelter
memperlihatkan perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini terlihat dari kepadatan komunitas bentik pada satuan luas pengamatan mengalami peningkatan dibandingkan pada pengamatan sebelumnya. Pada umumnya Ascidian masih mendominasi permukaan substrat di semua stasiun pengamatan. Biota Ascidian memang memiliki laju pertumbuhan yang cukup tinggi dan merupakan organisme perintis. Selanjutnya diikuti oleh Spons dimana karakteristik dari spons juga memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dan tidak terlalu dipengaruhi oleh proses sedimentasi yang ada di lokasi penenggelaman Fish shelter. Bentuk sponge yang ditemukan adalah sponge bercabang dan sponge yang mengerak. Penutupan komunitas benthik paling besar ditemukan di Stasiun Karang Kembar mungkin dikarenakan banyaknya larva individu yang terbawa oleh gerakan dari arus untuk dapat cepat menempel pada modul. Selain itu juga, Stasiun Karang Kembar ini memiliki kondisi substrat yang lebih baik dibandingkan daripada stasiun yang lain yaitu pasir berlumpur serta jauh dari pemukiman penduduk selain itu juga posisi penenggelaman dari modul tersebut berdekatan dengan ekosistem terumbu karang.
21
Hasil dari pengamatan secara visual, larva karang sudah mulai menempel pada batang modul dan mulai menampakkan hasil. Hal ini berkaitan dengan waktu penenggelaman yang telah dilakukan sekitar enam bulan yang lalu. Umumnya, membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun sampai larva karang yang menempel agar dapat terlihat oleh mata apabila kondisi dari perairan tersebut sesuai untuk pertumbuhan karang (English et al., 1997). Ukuran dari panjang individu benthik yang ditemukan relatif sudah mulai berkembangan dengan baik. Hal ini disebabkan waktu dari penengelaman modul sudah dilakukan sekitar 2 tahun. Pertumbuhan dari bentik yang ada pada modul ini didominasi atau dipegang oleh Ascidian, Sponge dan Turf Algae.
Setiap stasiun sudah
ditemukan beberapa bivalva dimana pada pengamatan sebelumnya hanya terdapat di Pulau Harapan walaupun secara jumlah tidak terlalu banyak. Pada modul yang diamati terlihat bahwa sponge menutupi cangkang bivalva. Hal ini menunjukkan sudah adanya persaingan ruang antara sponge dan biota lain terutama bivalva. Dimana sponge memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari
44.33 1.03 5.15 2.06
4.12
18.56 17.53 7.22
4.88 7.32 13.41
10.00
9.76 14.63 2.44 6.10
20.00
7.02 5.26
30.00
7.32 4.88
26.83
40.00
12.28 19.30 5.26 3.51
50.00
41.46
47.37
51.22
60.00
9.76
Persen Penutupan (%)
pada biota yang lain yang menempel pada modul.
0.00
Karang Panjang
Karang Ceremai
Balik Layar
Keling Dalam
Stasiun Gorgonian
Gambar 4.6
ascidians
spons
kerang
Alga
Teritip
soft coral
Hard coral
Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan VI (Mei 2006)
Di stasiun Karang Panjang dan Karang Ceremai alga mendominasi blok-blok Fish shelter, yang dikelilingi oleh organisme bhentik yang menempel. Pada pengamatan keempat, jika dibandingkan dengan pengamatan ke-tiga dlihat laju pertumbuhan algae terjadi penurunan akibat persaingan ruang dengan biota
22
lainnya seperti gorgonian, ascidian, spons, soft coral dan hard coral termasuk teritip dan bivalva yang dahulunya juvenile sekarang terlihat pertumbuhan yang bagus pada fish shelter. Hal yang menarik terjadi di stasiun Balik Layar dan Keling Dalam yakni ditemukan juvenil karang (hard Coral)
yang sudah besar dan jumlahnya
lumayan banyak tidak sama dengan blok yang sebelumnya yang tidak ada penempelan karang keras. Dengan kecermatan dalam pengamatan, maka dapat diambil gambar juvenil karang yang menempel pada blok. Biasanya jenis karang-karang langka dan memiliki nilai jual tinggi yang biasa hidup di kedalaman yang cukup dalam seperti; Plerogyra, cynarina, Lobophyllia dan
1
2
22,80
20,85 19,54 16,61 3,26
3
1,95
12,77 6,38 2,13
14,98
26,24 19,50
16,72
24,18 17,91 19,70 13,43
20,61
27,36
0,00
0,90
5,00
3,28 3,88
10,00
1,69 5,74
15,00
7,09
20,00
0,68
25,00
25,34
30,00
11,49
Persen Penutupan (%)
35,00
32,98
bebebrapa karang masif.
4
Stasiun Alga
Gambar 4.7
Soft coral
Spons
Gorgonian
Zoanthid
Silt
Hard coral
Lili laut
Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan VII (Agustus 2006)
Secara umum pada periode pengamatan Agustus 2006, Ascidian sudah tidak ditemukan pada semua lokasi, Zoanthid sudah tumbuh dengan persentase yang relatif tinggi, dan sebagian besar fish shelter sudah ditumbuhi oleh beberapa jenis karang seperti Pectinia, Cynarina, Favia dan Favites.
23
4.3 KOMUNITAS IKAN A. KELIMPAHAN Selama periode pengamatan, ikan-ikan yang tercacah pada setiap modul Fish shelter adalah ikan-kan yang mempunya habitat alami pada daerah terumbu karang (ikan karang).
Dari segi kelimpahan dan jumlah jenis, ikan karang
secara umum mengalami peningkatan disetiap lokasi penenggelaman fish shelter (Gambar 4.7). 100% 75% 50% 25% 0% Sp
N Mei
Sp
N
Agustus
Sp
Sp
Desember
2004 Keling Dalam
N
N
Sp
Mei
N
Sp
Agustus 2005
Balik Layar
Karang Panjang
N
Sp
Mei
N
Agustus 2006
Karang Ceremai
Karang Kembar
Gambar 4.7. Grafik perubahan jumlah jenis dan kelimpahan ikan selama 7 periode pengamatan pada masing-masing lokasi fish shelter
Tingginya kelimpahan ikan di lokasi Karang Kembar dimungkinkan berkaitan dengan jaraknya yang cukup dekat dengan terumbu karang alami sehingga ikanikan karang akan dengan mudah menemukan modul Fish shelter sebagai habitat baru bagi mereka. Kepentingan dari ikan-ikan tersebut datang ke modul Fish shelter selain berlindung adalah untuk mencari makan. Hal ini terlihat secara visual banyak ditemukannya ikan dari famili Pomacentridae sebagai pemakan alga yang banyak tumbuh pada seluruh permukaan modul Fish shelter, Banyaknya ikanikan kecil juga mengundang datangnya kelompok predator pada daerah tersebut seperti ikan dari famili Lutjanidae, Caesionidae dan Muraenidae. Selanjutnya modul Fish shelter juga berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi ikan-ikan pada stadia juvenil, hal ini terlihat dengan ditemukannya juvenil
24
Pomacentrus milleri serta ikan lain yang berukuran kecil pada modul di setiap stasiun. Berkaitan dengan fungsi terumbu buatan sebagai tempat hidup ikan karang maka Mottet (1985) membagi ikan-ikan yang datang ke terumbu buatan menjadi tiga kategori besar, yaitu: Pertama adalah ikan migratory permukaan dan kolom air (migratory surface and mid-waterfish). Contoh ikan yang termasuk dalam kelompok ini yang ditemukan hampir pada semua modul Fish shelter adalah ikan ekor kuning (Caesio teres).
Selanjutnya adalah ikan
migratory dasar (migratory bottom fish). Contohnya adalah ikan jenis kakap (Gymnocranius griseus, Lutjanus kasmira dan Lutjanus vitta) dari famili Lutjanidae, ikan jenis ini ditemukan di semua modul Fish shelter. Ikan-ikan ini tergolong kelompok pemangsa (piscivorous) yang juga merupakan ikan ekonomis tinggi dan menjadi target penangkapan nelayan. kelompok ikan-ikan menetap.
Ketiga adalah
Ikan dari famili Gobiidae dan Scorpionidae
merupakan contoh dari kelompok ini yang ditemukan pada modul Fish shelter, mereka umumnya memiliki ruang lingkup pergerakan yang terbatas.
B. STRUKTUR KOMUNITAS Hasil analisis mengenai struktur komunitas ikan karang (Keanekaragaman H’, Keseragaman E, dan Dominansi C) dapat dilitat pada tabel berikut (Tabel 4.2).
25
Tabel 4.2 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) pada masing-masing stasiun selama 6 periode pengamatan Stasiun
Karang Keling Dalam
Karang Balik layar
Karang Panjang
Karang Ciremai
Karang Kembar
H'
Monitoring
E
C
Nilai
Kriteria
Nilai
Kriteria
Nilai
Kriteria
1
1,6680
rendah
0,8020
stabil
0,2470
rendah
2
0,8100
rendah
0,7400
labil
0,4200
rendah
3
2,1104
sedang
0,8493
stabil
0,1380
rendah
4
1.562
Rendah
0.751
Stabil
0.098
Rendah
5
2.26
Sedang
0.81
Stabil
0.15
Rendah
6
2,290
Sedang
0,808
Stabil
0,124
Rendah
7
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
2
0,6000
rendah
0,8600
stabil
0,5900
sedang
3
2,2189
sedang
0,8194
stabil
0,1535
rendah
4
1.908
Rendah
0.705
Labil
0.193
Rendah
5
1.62
Rendah
0.74
Stabil
0.26
Rendah
6
2,404
sedang
0,832
stabil
0,128
Rendah
7
2,219
sedang
0,783
Stabil
0,126
Rendah
1
1,0470
rendah
0,7550
stabil
0,4200
rendah
2
0,3000
rendah
0,4400
tertekan
0,8300
tinggi
3
1,6660
rendah
0,8012
stabil
0,2594
rendah
4
1.752
Rendah
0.647
Labil
0.301
Rendah
5
1.81
Rendah
0.76
Stabil
0.26
Rendah
6
2,216
sedang
0,782
Stabil
0,164
rendah
7
1,980
Rendah
0,750
stabil
0,198
Rendah
1
0,3840
rendah
0,3490
tertekan
0,8090
tinggi
2
0,7400
rendah
0,6700
labil
0,5900
sedang
3
-
-
-
-
-
-
4
1.685
Rendah
0.767
Stabil
0.244
Rendah
5
0.69
Rendah
1.00
Stabil
0.50
Rendah
6
1,305
Rendah
0,941
Stabil
0,289
Rendah
7
1,668
Rendah
0,602
labil
0,336
Rendah
1
2,3540
sedang
0,8310
stabil
0,1160
rendah
2
2,3400
sedang
0,7800
stabil
0,1400
rendah
3
1,9242
rendah
0,7744
stabil
0,2118
rendah
4
1.752
Rendah
0.761
Stabil
0.248
Rendah
5
2.56
Sedang
0.92
Stabil
0.09
Rendah
6
-
-
-
-
-
-
7
2,521
Sedang
0,804
stabil
0,122
rendah
26
Komunitas yang stabil dicirikan dengan nilai indeks keanekaragaman (H’) yang tinggi, Keseragaman (E) tinggi, dan Dominansi (C) yang rendah.
Dari
keseluruhan hasil analisis, secara umum keanekaragaman ikan-ikan karang yang tercacah pada modul Fish shelter tergolong rendah sampai sedang, tidak ditemukan lokasi dengan criteria keanekaragaman yang tinggi, hal ini dikarenakan waktu dari penenggelaman yang belum lama (baru 6 bulan) sehingga proses suksesi pada modul Fish shelter belum sepenuhnya tercapai. Walaupun demikian, secara visual sudah terlihat adanya kecenderungan kea rah peningkatan stabilitas ekosistem. Hal ini dapat dilihat dengan ditemukannya beberapa modul yang sudah ditmpeli jenis karang keras serta coralin alga (alga penyemen) walaupun itu hanya sedikit. Nilai indeks keseragaman yang menggambarkan stabilitas dari suatu komunitas, pada setiap stasiun secara umum termasuk kategori yang stabil, hanya beberapa lokasi saja yang tergolong labil sampai tertekan, itupun pada monitoring berikutnya sudah terlihat adanya perubahan kea rah yang lebih baik. Hal diatas didukung juga dengan nilai indeks dominansi, dimana secara umum tidak terjadi pendominasian oleh salahsatu jenis ikan, kecuali di daerah Karang Panjang dan ciremai, pada pengamatan kedua terdapat salah satu jenis ikan karang yang mendominasi. Selanjutnya pada pengamatan ke tiga sudah ada penyeimbang sehingga tidak lagi terdapat pendominasian salah satu jenis ikan. Fluktuasi perubahan struktur komunitas ikan karang pada masing-masing stasiun penenggelaman Fish shelter dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
a. Karang Keling Dalam Dari grafik dapat dilihat indeks keanekaragaman di daerah Karang Keling Dalam mengalami penurunan secara drastic pada periore 1 ke periode 2, kemudian meningkat
kembali,
hingga
pada
periode
pengamatan
yang
ke
3
keanekaragaman jenis ikan melebihi kondisi pada periode sebelumnya. Perubahan yang sama juga terjadi terhadap nilai indeks keseragaman, akan tetapi perubahan tidak terjadi secara drastic. Pada pengamatan ke 2 nilai indes keseragaman menurun hingga tergolong labil (0,74), selanjutnya pada periode pengamatan ke 3 menjadi stabil kembali (0,8493).
Pada lokasi ini dari
keseluruhan periode pengamatan, dominansi tergolong rendah.
Peningkatan
terjadi pada pengamatan ke 2, tapi masih tergolong pada criteria yang sama.
27
Namun terjadi peningkatan nilai H pada pengamatan ke-6. Pada pengamatan 7 tidak dilakukan karena lokasinya tidak ditemukan.
4,00 3,50 3,00 2,50
C
2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
E H'
1
2
3
4
5
6
7
Periode Pengamatan
Gambar 4.8. Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Keling Dalam
b. Karang Balik Layar Pada lokasi ini, pengamatan pertama tidak dilakukan, karena modul Fish shelter tidak ditemukan pada saat itu. Tetapi berdasarkan pengamatan ke 2 dan ke 3 telah terjadi peningkatan keanekaragaman jenis ikan secara drastic dengan indeks keanekaragaman yang meningkat dari 0,6 menjadi 2,2189. Indeks keseragaman pada lokasi ini relatif tidak mengalami perubahan, hal ini menggambarkan bahwa jumlah individu dari spesies-spesies ikan yang ditemukan relatif seragam baik pada pengamatan ke 2 maupun pengamatan yang ke 3. Pendominasian oleh jenis ikan tertentu mengalami penurunan dari pengamatan ke 2 sampai pengamatan yang ke 3. Terjadi peningkatan semua nilai indeks komunitas H dan E, sedangkan C rendah. Pada pengamatan ke-7 keanerakagaman mulai tinggi, dengan keseragaman yang stabil dan tidak ada dominasi ikan.
28
4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
C E H'
1
2
3
4
5
6
7
Periode Pengamatan
Gambar 4.9. Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Balik Layar
c. Karang Panjang Indeks keanekaragaman pada daerah ini selama 3 periode pengamatan tergolong rendah, dimana pada pengamatan pertama bernilai 1,0470, kemudian menurun drastic hingga mencapai nilai 0,3, selanjutnya meningkat kembali hingga mendekati criteria sedang dengan nilai 1,6660. Berdasarkan nilai indeks keseragaman, komunitas di lokasi stabil pada waktu pengamatan pertama dengan nilai 0,7550, kemudian indeks keseragaman menurun cukup tajam hingga mencapai nilai 0,440 dan termasuk dalam criteria komunitas tertekan. Pada saat pengamatan ke 3 mengalami peningkatan secara drastic hingga komunitas tergolong stabil kembali dengan ilai indeks sebesar 0,8012. Sampai pada pengamatan yang ke-6, komunitas ikan sudah mulai mengalami kestabilan terlihat semakin meningkatnya nilai H, dan stabilnya nilai E serta E yang tetap rendah. Pengamatan ke-7 menunjukkan nilai H, E dan C yang hamper sama dengan pengamatan ke-6.
29
4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
C E H'
1
2
3
4
5
6
7
Periode Pengamatan
Gambar 4.10 Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Panjang d. Karang Ciremai Pada lokasi ini hanya dilakukan 2 kali pengamatan, yaitu periode pertama dan ke 2.
Pada periode ke 3 kondisi gelombang sangat besar dan arus cukup
kencang sehingga modul tidak dapat ditemukan. Selama 2 periode pengamatan telah terjadi peningkatan struktur komunitas menjadi lebih baik. Hal ini terlihat nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman yang meningkat, dan diikuti pengan penurunan nilai indeks dominansi. Pada grafik terlihat adanya garis yang terputus, hal ini dikarenakan pada waktu trip pengamatan yang bersangkutan lokasi penenggelaman tidak ditemukan, sehingga tidak ada data pada kedua lokasi tersebut. Daerah ini tidak terlalu memberikan nilai perubahan yang signifikan. Pengamatan ke-7 pada lokasi ini juga menunjukkan nilai H, E dan C yang hampir sama dengan pengamatan ke-6.
30
4,00 3,50 3,00 2,50
C
2,00 1,50 1,00
E H'
0,50 0,00 1
2
3
4
5
6
7
Periode Pengamatan
Gambar 4.11 Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Ceremai
e. Karang Kembar Indeks keanekaragaman pada lokasi ini mengalami penurunan secara perlahan antara pengamatan pertama (2,3540) dan ke 2 (2,34), akan tetapi selama rentang waktu ini keanekaragaman masih merupakan yang paling tinggi disbanding stasiun-stasiun lainnya, dan tergolong dalam criteria sedang. Kemudian mengalami penurunan hingga pada periode ke 3 tergolong dalam criteria keanekaragaman rendah.
Indeks keseragaman dan dominansi tidak
menunjukan perubahan yang berarti. Selama tiga periode pengamatan, lokasi ini tetap tergolong dalam criteria komunitas yang stabil dengan tingginya keseragaman dan tidak terjadi pendominasian oleh salah satu jenis ikan karang. Pada pengamatan ke-6 tidak dilakukan karena modul tidak ditemukan. Di daerah ini pada pengamatan ke-7 memperlihatkan struktur komunitas ikan karang yang cukup bagus, yang terlihat dari Indeks H, E dan C.
31
4,00 3,50 3,00 2,50 2,00
C
1,50 1,00
H'
E
0,50 0,00 1
2
3
4
5
6
7
Periode Pengamatan
Gambar 4.12 Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Kembar
32
DAFTAR PUSTAKA Allen, G. 2000. Marine Fishes Of South-East Asia. Periplus HK Ltd. Singaphore Adrim, M. 1993. Komunitas ikan di ekosistem terumbu karang. Modul pelatihan pengamatan ekosistem terumbu karang. P30-LIPI. Jakarta. Burton, W. H., J. S. Farrar, F. Steimle, and B. Conlin. 2002. Assessment of outof-kind mitigation success of an artificial reef deployed in Delaware Bay, USA. ICES J. Mar. Sci. 59:S106–S110. Brower, J.E. dan J.H. Zar. 1977. Field and Laboratory Method for General Ecology. Wm. C. Brown Company Publisher. America. Clarke, K.R. dan R.M. Warwick. 1994. Change in Marine Communities: An Approach to Statistical Analysis and Interpretation. Natural Environment Research Council. U.K. Daget, J. 1976. Les Modeles Mathematique en Ecologie. Collection d’Ecologie 8. Masson. Paris. 172 pp. Dartnal, A. J dan M. Jones. 1986. A Manual Survey Method of Living Resources in Coastal Areas. The Australian Institut of Marine Science. Townsville. Davis, G. E. 1985. Artificial structures to mitigate marine construction impacts on spiny lobster,Panulirus argus. Bull. Mar. Sci. 37: 151–156. English, S., C. Wilkinson, dan V. Baker. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources (2nd Edition). Australian Institute of Marine Science. Australia. x + 390 h. Fabi, G. & Fiorentini, L., 1997. Molluscan aquaculture on reefs. In European Artificial Reef Research. Proceedings of the first EARRN conference. March 1996 Ancona, Italy, ed. A.C. Jensen, pp. 123-140. Southampton Oceanography Centre, Southampton. Grove, R.S dan C.J Sonu. 1985. Fishing Reef Planning in Japan. p.187-252. In : Frank M. D’Itri (ed.), Artificial Reef : Marine and Freshwater Applications. Lewis Publisher, inc. Michigan. Gomez, E.D. dan H. T. Yap. 1988. Monitoring Reef Condition. P:187-195 dalam R.A. Kenchington dan B.E.T. Hudson (eds.), Coral reef management handbook. UNESCO Regional Office for Science and Technology for South East Asia. Jakarta. Harris, L.E. 2001. Submerged reef structures for habitat enhancement and shoreline erosion abatement. U.S. Army Corps of Engineers CHETN. In Press. Harris, L.E., Mostkoff, B. and Zadikoff, G. 1996. Artificial reefs: from waste to resources. Oceans 96, MTS, Washington, D.C. Harris, L.E. 1995. Engineering design of artificial reefs. Oceans 95, MTS, Washington, D.C. Carr, M. H. and M. A. Hixon. 1997. Artificial reefs: the importance of comparisons with natural reefs. Fisheries 22: 28–33
33
Hutomo, M 1995. Pengantar studi ekologi komunitas ikan karang dan metode pengkajiannya. in. : Materi kursus pelatihan metodologi penelitian penentuan kondisi terumbu karang. Pusaat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Lieske, E. Dan R. Myers. 2001. Reef fishes of the world: Indo Pacific and Carribean. (Revised edition). Periplus Edition. HarperCollins Publisher. Singapore. Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurements. Princeton University Press. 179 pp. Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology (3rd edition). Toppan Company, Ltd. xiv+574pp. Krebs, C.J. 1972. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper & Row Publisher. New York. Lieske, E. Dan R. Myers. 2001. Reef fishes of the world: Indo Pacific and Carribean. (Revised edition). Periplus Edition. HarperCollins Publisher. Singapore. Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurements. Princeton University Press. 179 p. Mottet, M.G. 1985. Enhacement of the Marine Environment for Fisheries and Aquaticultur in Japan. p 13-112. In Frank M. D’Itri (ed), Artificial Reef : Marine and Freshwater Applications. lewis publisher, inc. Michigan. Suharsono. 1998. Kesadaran Masyarakat tentang Terumbu Karang (Kerusakan Karang di Indonesia). P3O-LIPI. Jakarta, Indonesia. ix + 77 h. Sale, P. F. 1991. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, Inc. New York. xviii+754 pp Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta. Thorhaug, A. 1989. Fish aggregation and fisheries nursery restoration by seagrass rehabilitation. Bull. Mar. Sci. 44: 1070–1071. King, M.R., Barber, T.R., and Walsh, J. 2001. Asexual Coral Propagation for Reef Restoration Work using Reef Balls. Second International Conference on Marine Ornamentals, University of Florida, Gainesville, FL. In Press.
34