Finding dedicated peasant for supporting national food security: A lessson-learned of a bottom-up non government initiative on upland areas Abstract
Tantangan terhadap keberadaan petani kecil yang dapat mengancam ketahanan pangan di dunia, khusunya di negara Indonesia belum berhasil diatasi. Hal tersebut disebabkan oleh petani kecil tidak mendapat perhatian yang cukup. Selama ini, bantuan dari pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan tidak tepat sasaran, umumnya hanya diterima oleh kaum elite local. Selain itu, pemerintah hanya berfokus pada lahan sawah di Jawa, sementara lahan pengunungan yang tidak terkonversi fungsi terabaikan. Dengan demikian, lahan yang terabaikan ini seharusnya dapat dimaksimal oleh petani kecil -dan dengan bantuan pihak lain- dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional. Paper ini bertujuan untuk menujukkan bahwa kelompok petani kecil yang responsif terhadap program pemberdayaan serta tidak mengunakan bantuan pemerintah dapat meningkatkan penghasilan serta produksi padi di lahan pengunungan. Salah satu inisiatif yang dapat dilakukan adalah demonstrasi kelompok petani kecil yang responsif terhadap upaya peningkatan produki padi dilakukan dengan peneliti melalui metode penelitian PAR (participatory action research). Hasil dari demonstrasi kelompok petani kecil menunjukkan bahwa produksi padi maupun penghasilan di lahan pengunungan yang tidak produktif dengan dana minimum menyamai produksi padi di lahan sawah yang produktif dengan pengerjaan secara intensif. Hasil tersebut dapat dijadikan pembelajaran bagi petani kecil di pengunungan agar pengerjaan lahan secara intensif serta mandiri dapat meningkatan produksi padi. Adanya keberhasilan dari demostrasi kelompok petani kecil memiliki dedikasi terhdapa ketahan pangan secara mandiri. Selain itu, kelompok petani kecil tersebut merupakan client bagi petani kecil untuk menjadi citizen yang baik bagi negara Indonsia didalam mendukung ketahanan pangan.
Background/ latar belakang
Data dari organisasi pangan dan pertanian dunia atau FAO pada tahun 2013 yang telah diolah oleh Sarah et al., (2014) mempaparkan bahwa 72 persen lahan pertanian di dunia dimilki oleh petani kecil1. Menurut Wolfenson (2013), petani kecil memasok lebih dari 70 persen pangan di dunia, sehingga keberadaan petani kecil beperan penting terhadap ketahanan pangan dunia. Akan tetapi, keberadaannya selalu menghadapi permasalahan ketika penghasilan dari tanaman pertanian kurang membantu mereka untuk memenuhui kebutuhan hidup (International Fund for Agricultural Development, (2013). Hal tersebut berpengaruh terhadap pekerjaan sebagai petani kecil yang semakin tidak difokuskan dan berpindah sementara ke kota untuk mendapatkan penghasilan tambahan (De Schutter, 2011). Siklus perpindahan dari desa ke kota yang dilakukan petani kecil telah dilakukan selama tiga generasi (Van der ploeng et al., 2014) diperkirakan hilang di waktu mendatang karena petani kecil lebih memilih di hidup di kota untuk bertahan hidup. Dengan demikian, permasalahan yang akan mengancam keberadaan petani kecil dapat menganggu ketahanan pangan di dunia Menurut FAO (2011), ancaman terhadap ketahanan pangan telah menjadi masalah serius di dunia sehingga negara yang tergabung di dalam organisasi FAO2 diwajibkan untuk mengatasi. Salah satu anggota yang telah berhasil di dalam mengatasi ancaman tehadap ketahanan pangan yaitu Indonesia. Paket bantuan yang berbentuk bibit unggul, pestisida, pupuk kimia dan alat-alat pertanian atau sering disebut dengan program revolusi hijau dapat meningkatakan dua kali lipat dari produksi beras3 dari sebelumnya sehingga Indonesia mampu mencukupi kebutuhan beras pada penduduknya (Las, 2009). Menurut Suseno dan Suyatna (2006) menyatakan bahwa program revolusi hijau hanya diakses elite lokal di desa4, sedangkan petani kecil tidak dapat mengakesnya. Akibatnya, revolusi hijau Definisi petani kecil adalah petani yang memiliki luas lahan pertanian yang diolah untuk tanaman pangan kurang dari 1 ha. Definisi ini berawal dari data FAO pada tahun 2013 yang diambil dari tulisan Sarah et al., (2014). Tulisan tersebut telah menujukkan bahwa luasan lahan pertanian yang diolah petani kurang dari 1 ha merupakan kategori lahan pertanian yang terbawah. Menurut eldeman (2013), petani kecil dan peasant memiliki definisi perbedaan, akan tetapi ada satu persamaan antara pesant dan petani kecil yaitu sama-sama mengolah lahan pertanian yang sempit (kurang dari 1 ha) sehingga makna peasant dengan petani kecil dapat dipertukarakan atau disamakan. Paper ini mengikuti definisi peasant dan petani kecil dari sisi kepemilikan lahan pertanian sehingga defines dari peasant dan petani kecil adalah sama. Oleh karenanya, penyebutan peasant dan small famer saling menggantikan dalam paper. 1
2
Organisasi yang dimaksud adalah FAO. FAO merupakan organisasi cabang dari PBB yang mengurusi tentang pangan di dunia. Lebih jelasnya dapat dilihat pada website http://www.fao.org/home/en/. 3.
Konsusmi beras di Indonesia hampir 95 persen dari jumlah penduduk sehingga beras dikategorikan sebagai bahan pangan yang wajib atau pokok tersedia untuk memenuhui kebutuhan pangan penduduk. Kutipan ini mengambil dari tulisan Adicandra dan Estiasih (2016) Kaum elite yang dimaksud hanya terletak pada petani kaya karena revolusi hijau merupakan program untuk petani. Menurut Moeis (2008), kaum elite merupakan golongan kaum lapisan atas di masyarakat yang salah satu faktor penentunya adalah jumlah kekayaannya. orang yang paling kaya di desa adalah petani yang memiliki luas lahan pertanian yang luas (diatas 1 ha) sehingga produksi dari tanaman pertanian yang banyak. Oleh karenanya, orang paling kaya di desa disebut dengan petani kaya 4
hanya berhasil mendukung ketahanan pangan indonesia pada tahun 1987 sehingga program lain yang menyasar pada petani kecil harus dilakukan untuk mendukung ketahanan pangan. (point Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan dunia) Jawa masih dijadikan daerah pusat peningkatan produksi padi5 di Indonesia karena luas lahan pertanian6 masih menyumbang 44 persen produksi padi nasional (Buletin Ketahanan Pangan Indonesia, 2015). Lahan pertanian di dataran rendah yang menggunakan pengairan secara teratur atau sering disebut dengan lahan sawah di Jawa telah dikonversi menjadi pemukiman, gedung perkantoran, dan lain-lain, padahal selama ini lahan sawah memasok produksi padi di jawa. Selama kurun waktu 20 tahun (19781998) rerata luas lahan sawah di Jawa telah berubah sebesar 36,770 ha (Irawan, 2005), bahkan diprediksi meningkat dengan adanya peningkatan jumlah pemukiman maupun gedung perkantoran. Sementara itu, lahan pertanian di dataran tinggi atau penggunungan yang tidak memiliki jaringan irigasi dan mengandalkan air hujan untuk pengairan tanaman padi dapat ditingkatakan produksi padi ketika lahan sawah telah terkonversi (Minardi, 2009). Lahan pertanian di penggungan masih membutuhkan berbagai inisiatif untuk meningkatkan produksi padi agar ketahanan pangan Indonesia dapat disumbangan dari Jawa (Soemarno. 2007; Wahyunindyawat dan Pratomo, 2013). (point; daerah pengunungan jawa berpotensi untuk peningkatan padi) Kerjasama antara peneliti dengan petani kecil dapat mewujudkan pertanian yang ramah lingkungan (Goldberger, 2008; Guzmán et al., 2012; Shrum, 2000). Adanya keberhasilan di dalam penelitian dijadikan model serta ditiru oleh petani lain (Faysse et al., 2012; Hoang, 2013; Van Rijn et al., 2015; Ville et al.,2015), sehingga berkembang pertanian yang ramah lingkungan (Waner, 2008; Widiarta et al., 2009). Kondisi ini berlawanan dengan bantuan pemerintah yang tidak tepat diabaikan oleh petani kecil (Bhattacharyya, 2001; Hamed dan Amin, 2007). Dengan uraian-uraian tersebut, inisiatif program untuk meningkatkan penghasilan maupun produksi padi di lahan pengunungan menggunakan alternatif penelitian aksi partisipasi dari kelompok petani kecil dengan berkerjasam dengan peneliti. Penelitian tersebut mendemostrasikan upaya-upaya untuk meningkatkan produksi padi. Selanjutnya, bantuan pemerintah tidak dgunakan agar kelompok petani mampu memwujudkan secara mandiri dan hanya didampingi oleh peneliti. Adapun perwujudan ini dapat dijadikan proses pembelajaran bagi petani kecil secara mandiri untuk mendukung ketahanan pangan nasional. (point status dari kegiatan dan alasanya)
5
padi merupakan tanaman pertanian yang diolah menjadi beras.
Lahan pertanian adalah lahan yang digunakan untuk tanaman pertanian seperti padi dan lain-lain, tetapi tulisan dimaksudkan tanaman pertanian hanya padi. 6
Reseach issue/perumusan masalah Hasil dari demontrasi kelompok petani kecil mempaparkan bahwa produksi padi di lahan pengunungan yang kurang produktif dapat menyami dengan produksi padi di lahan sawah yang tergolong produktif dengan pengerjaan maupun pengairan yang intensif. Dengan demikian, kelompok ini berada di lingkungan petani kecil di pengunungan yang tidak mengerjakan lahan secara intensif. Ada keberagaman kemampuan di dalam skala petani kecil untuk mewujudkan peningkatan produksi padi secara mandiri meskipun keberhasilan kelompok tersebut dibatasi oleh adanya 8 pilar. Apakah petani kecil dapat berperan secara indepent untuk mendukung ketahana pangan di Indonesia??. Bagaimana menjaga peran petani kecil dalam ketahanan pangan?? Metode penelitian Metode penelitian ini mengunakan Participatory Action Reseach (PAR). PAR dilaksanakan dengan cara peneliti membantu dengan informasi tentang paket teknologi yang sudah teruji secara ilmiah dapat meningkatakan produksi padi, sedangkan kelompok petani kecil mendemostrasikan sesuai kemampuan. Kelompok petani kecil yang resposif di dalam penelitian terdiri dari 12 orang. Mereka bertempat tinggal di daerah pengunungan yang berada di dusun Jomboran, desa Polutan Wetan, kecamatan Wuryantoro dan kabupaten Wonogiri. Data penelitian yang diambil antara lain produksi padi selama satu musim tanam (4 bulan), pengeluaran biaya, serta proses demostrasi penelitian oleh kelompok petani kecil, sedangkan penghasilan petani kecil hanya mengunakan analisa keuntungan yang diperoleh dari produksi padi. Pengambilan data dilakuan wawancara maupun pengamatan secara langsung dengan kelompok petani kecil .
Hasil Demostarasi Kelompok Petani Kecil Hasil dari demonstrasi kelompok petani kecil telihat bahwa dominasi nilai keuntungan maupun produksi padi dilahan pengunungan lebih tingi dibandingkan lahan sawah. Lebih lanjut, dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Hasil dari Demostrasi kelompok petani kecil di desa Polutan Wetan No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Produksi Produksi Pengeluaran Pendapatan Keuntungan (Rp)C) Produksi padi di Keuntungan di padi per (Kg/ha) Biaya dalam setiap luas lahan sawah lahan sawah Setiap luas Setiap satu luas tanam setiap luas tanam (Rp)B) dalam (kg/ha)D) (Rp/ha)E) tanam hektar (Ha) (kg) tanam (Rp) A) Mulyono 0,30 7.813.500 26.045.000 2064 6880 389000 8.256.000 Mulat 0,25 6.051.000 24.204.000 1640 6560 339000 6.560.000 Antok 0,30 6.136.000 20.453.333 1680 5600 389000 6.720.000 Yanto 0,27 5.641.800 20.895.556 1555 5760 389000 6.220.800 Wagimen 0,30 5.752.000 19.173.333 1584 5280 389000 6.336.000 Tukimin 0,50 8.574.000 17.148.000 2400 4800 676000 9.600.000 5673 14.801.870 Hadi 0,35 7.868.000 22.480.000 2128 6080 439000 8.512.000 Sukat 0,25 5.671.000 22.684.000 1560 6240 389000 6.240.000 Kirdi 0,50 12.414.000 24.828.000 3360 6720 676000 13.440.000 Sular 0,30 6.904.000 23.013.333 1872 6240 389000 7.488.000 Sukino 0,20 4.931.000 19.724.000 1200 4800 339000 5.440.000 Sutarto 0,50 8.894.000 17.788.000 2480 4960 676000 9.920.000 A) Catatan: Penghitungan biaya pengeluaran hanya terletak pada pengunaan alat pertanian seperti cangkul, kero, cangkul, alat semprot, dan mesin perontok padi. Pengeluaran pupuk kimia dan kandang menerapkan aturan dari dosis dan luas lahan yang telah teruji di lahan sawah, kemudian disubsidi dari pihak luar (peneliti) yang bukan pemerintah sebesar setengah dari biaya yang harus dikeluarkan serta sisa dari total biaya pupuk dikeluarakan petani kecil. Tenaga kerja dari menanam sampai memanen mengunakan tenaga sendiri (keluarga petani) dan pergiliran dari sesama anggota sehingga tidak dimasukan dalam perhitungan biaya. B) perhitungan pendapatan mengunakan harga gabah (produk dari proses pemisahan padi dari tanamannya) yang sudah dikeringkan sinar matahari dan siap dijual sebesar Rp 4000, nilai pendapatan = hasil produkvitas gabah dikali Rp 4000 C) nilai keuntungan =pendapatan-biaya pengeluaran. Nilai keuntunngan sama dengan pengahasilan petani kecil D&E) hasil dari perhitungan finansial diambil dari penelitian Suratiyah dan Sari (2012) yang meneliti tanaman padi di sawah dengan sistem intensif Nama
Luas tanam padi (ha)
Pilar-pilar Keberhasilan Demonstrasi Kelompok Petani Kecil Hasil demonstrasi kelompok petani kecil di lahan pengunungan yang kurang produktif telah terbukti sama, bahkan dapat melebihi dengan lahan produktif di sawah. Secara finansial, kelompok petani kecil dengan pengeluaran yang sesuai kemampuan lebih mengutungkan dibandingkan dengan lahan sawah. Namun, keberhasilan tersebut dibatasi oleh adanya 8 pilar (faktor). Adapun 8 faktor tersebut antara lain: a. Kelompok petani kecil yang responsif Menurut Henrich dan Mcelreath (2002), petani kecil tidak berani menanggung resiko ketika upaya untuk meningkat produksi tanaman pertanian berbeda dengan budaya mereka. Pernyataan tersebut terbukti di desa Polutan Wetan ketika mengindetifikasi kelompok petani kecil yang dapat berkejasama secara swadaya untuk meningkatkan produksi padi. Dengan proses pendekatan maupun penyuluhan ke semua petani kecil berulang kali, didapatkan petani kecil yang bersedia untuk menangung resiko di desa jomboran sejumlah 12 orang. Selanjutnya, 12 petani kecil dibentuk dalam satu kelompok. Hasil wawancara dengan kedua belas petani kecil menyatakan bahwa mereka berani mananggung resiko ketika upaya untuk meningkat produksi padi yang tergolong baru di petani kecil mengalami kegagalan. Selain itu, mereka berani mengeluarkan dana untuk mewujudkan produksi padi yang meningkat. Rasa tanggung jawab dan keseriusan untuk melakukan demostrasi karena dana swadaya yang dikelurakan harus kembali lagi, bahkan mendaptakan keuntungan. Mereka juga memiliki kesadaran bahwa selama ini jumlah dari produksi padi hanya menetap. Semakin bertambah waktu, mereka juga merasa produksi padi kurang cukup dalam pemenuhan kebutuhan. Oleh karena itu, hasil dari demostrasi yang memuaskan dikarenakan mereka responsif terhadap upaya peningkatan produksi padi dengan keberanian menangung resiko serta mengunakan dana swadaya. b. Program menghindari elite lokal Di desa Jomboran, elite lokal didominasi oleh petani dengan kepemilikan lahan pertanian dalam skala besar. Ellite lokal bekerja sebagai petani, dan menduduki sebagai perangkat desa maupun ketua dari kelompok tani yang dibentuk pemerintah. Selama ini, peran elite local sebagai ketua kelompok tani mengatur bantuan untuk petani kecil dari pemerintah. Informasi dari kelompok petani kecil, bantuan pemerintah seperti bibit padi serta pupuk tidak diberikan ke petani kecil, bahkan digunakan untuk keperluan sendiri. Apabila bantuan tersebut melebihi kebutuhan, mereka memberikan terlambat ke petani kecil atau kadang dijual ke elite lokal di lain desa. Dampaknya, petani kecil di desa Jomboran sudah tidak percaya kepada elite lokal, meskipun secara formalitas mereka masih menghormati. Kelompok petani kecil memberikan nasehat ke peneliti agar elit lokal tidak dilibatkan dalam penelitian. Informasi dari mereka, ellite lokal dapat mengagu penelitian ketika keuntungan
finansial tidak didapatkan. Namun, secara formalitas kelompok petani kecil masih takut apabila elite lokal tidak diikutkan dalam penelitian. Adanya kondisi tersebut, proses negosiasi antara peneliti dengan elite lokal harus dilakukan. Keberhasilan negosiasi disebabkan oleh pernyataan dari penelti yang menyatakan bahwa penelitian ini merupakan program pemberdayaan serta tidak mendapatkan keuntungan finansial bagi petani kecil. Sehingga elite lokal tidak mengikuti program demonstrasi. Menurut Yamuchi (2010); Palaniswamy dan Krishnan (2012), elite lokal di desa harus dihindari agar program pemerintah seperti pengetasan kemiskian menyasar pada penduduk miskin. Dengan demikian, keberhasilan demonstrasi kelompok petani kecil disebabkan elite lokal yang tidak dilibatkan c. Pembangunan kelompok dari lingkungan petani Kelompok petani kecil dibentuk karena keseragaman nasib, tujuan serta pembentukan organisasi dimulai dari lingkungan petani kecil. Hal tersebut tidak dimiliki kelompok tani yang dibentuk oleh pemerintah. Selain itu, kelompok tani dipimpin oleh ellite lokal sehingga petani kecil kurang mendapatkan akses terhadap program bantuan pemerintah. Akan tetapi, kelompok petani kecil dapat mengakses ilmu maupun teknologi dari peneliti, bahkan mereka berkerjasama antara anggota untuk mewujudkan. Perbandingan antara kelompok petani kecil dengan kelompok tani pemerintah dapat memberikan kesimpulan bahwa kelompok yang dari bawah tanpa ada elite lokal mendapatkan keberhasilan dalam upaya untuk meningkatkan produksi padi dengan bantuan pihak peneliti. d. Dukungan tekhnologi yang telah teruji secara ilmiah. Menurut Wahyunindyawat dan Pratomo (2013), paket tekhnologi yang sudah teruji meliputi pengunanan bibit unggul, dosis pupuk kandang dan kimia sesuai dengan unsur hara tanah, penanaman dengan jarak tanam atau sering disebut dengan Jaja Legowo, serta pengendalian penyakit dan gulma secara intensif. Infomasi mengenai paket teknologi telah diberikan kelompok petani kecil. Mereka mewujudakan paket teknologi di lahan dengan semaksimal serta sesuai kemampuan. Infomasi dari paket teknologi terbukti bahwa hasil demonstrasi kelompok petani kecil dapat meningkatkan produksi padi. e. Adanya pendamping lapangan yang tidak dari pemerintah Peneliti yang tidak berasal dari lembaga pemerintah berperan sebagai pendamping lapangan bagi kelompok petani kecil. Selama proses demonstrasi, kelompok petani kecil dibimbing oleh peneliti untuk menerapakan paket teknologi. Menurut kelompok petani kecil, pendamping lapangan dari pemerintah tidak melakukan kegiatan pendampingan sampai sekarang. Adanya pendampingan dari peneliti telah membuat kelompok petani kecil termotivasi serta malu ketika hasil dari demonstrasi tidak berhasil. Hal tersebut menyebabkan pelaksanaan demonstrasi dilakukan secara maksimal atau serius oleh petani sehingga keberhasilan didalam meningkatkan produksi dapat didapatkan oleh mereka. Keberadaan peneliti sebagai pendamping lapangan juga merupakan salah satu kunci keberhasilan demostrasi kelompok petani kecil. Oleh karena itu,
keberadaan pendamping di lapangan yang handal sangat penting bagi petani kecil di desa Jomboran. f. bantuan subsidi pupuk dan bibit unggul Demonstrasi kelompok petani kecil menggunakan bibit padi Situpatengang. Penggunan bibit Situpatengang disebabkan oleh pembuktikan dari penelitian Istiqomah et al., (2012) dan Warda (2011) yang dapat menghasilkan produksi padi lebih banyak dibanding jenis bibit lain. Adanya pembuktian dari penelitian, bibit Situpategang menjadi bibit unggul dengan harga yang mahal. Apabila bibit Situpategang ditanam kelompok petani kecil di desa Jomboran maka kemampuan finansial yang terbatas mengakibatkan bibit tidak digunakan. Keberanian mereka dalam penngunaan dana swadaya juga memiliki keterbatasan dalam membeli bibit Situpatengang. Dengan kondisi ini, peneliti membantu subsidi dana untuk membeli bibit Situpetangang. Akhirnya, petani dengan subsidi dapat mengunakan bibit Situpetangang serta hasil dari demonstrasi juga terbukti dengan penelitian. Komponen pupuk kandang maupun kimia menentukan dalam keberhasilan demostrasi. Informasi dari kelompok petani kecil, di desa Jomboran pupuk kimia mempunyai harga yang mahal, meskipun pemerintah menyubsidi harga pupuk kimia. Sementara itu, kelompok petani kecil tidak memiliki ternak sapi maupun kambing maka pupuk kandang tidak didapatkan dengan swadaya. Kelompok pertani kecil sebenarnya dapat membeli pupuk kandang maupun kimia sebesar setengah dari dosis yang ideal. Peran peneliti membantu subisidi kekurangan biaya pupuk kimia dan kandang. Oleh sebab itu, bantuan dari peneliti dalam mewujudakan pupuk kimia serta kandang yang sesuai dosis berpengaruh terhadap hasil demonstrasi. g. proyek berbasis kegiataan Proyek pemerintah untuk peningkatan produksi padi identik dengan dana yang besar diberikan ke petani kecil. Proyek pemrintah juga tidak menititikberkatkan pada kualitas dari hasil dan proses dari kegiatan. Informasi dari kelompok petani kecil, bantuan pemerintah tidak pernah diterima dalam bidang pertanian, akan tetapi mereka menerima dalam prasana dan sarana seperti pembangunan jalan. Dengan proyek tersebut, mereka menilai bahwa warga desa melaksanakan proyek hanya sebatas untuk menacari uang sebgai pengganti tenaga kerja, meskipun jalan berfungsi untuk mereka. Dana proyek untuk pembangunan jalan yang dimonopoli elite desa dan warga desa membangun jalan dengan rasa tidak peduli apabila jalan akan rusak. Hal ini menjadi pembelajaan dengan dana yang besar, akan tetapi kualitas maupun strategi kegiatan tidak menarik bagi warga desa akan mengalami kegagalan. Demonstrasi kelompok petani kecil tidak mengunakan dana pemerintah, hanya pendampingan serta melakukan berbagai kegiatan yang menarik bagi kelompok petani kecil. Kegiatan tersebut membagi kelompok petani kecil dalam dua bagian. Pembagian kelompok bertujuan untuk kegiatan perlombaan serta motivasi dari dua bagian kelompok untuk mendapatakan hasil terbaik. Hasil pengamatan menyatakan bahwa mereka saling berlomba-
lomba, berkejasama dalam kelompok masing-masing untuk mendapatkan hadiah dari peneliti. Hasil demonstrasi dari dua kelompok tidak berbeda jauh, bahkan hampir sama antara nilai penghasilan maupun produksi padi. Hal ini menunujukkan bahwa strategi maupun kulitas kegiatan di dalam pendampingan mempengaruhi hasil dari demostrasi kelompok petani kecil. h. kalayakan pasar Jaminan dari hasil pertanian diterima oleh pasar adalah syarat utama petani demi keberlanjutan produksi (Finkelshtain dan Chalfant, 1997; Obi et al, 2012; Svensson, 2006). Hal ini disebabkan oleh hasil pertanian yang dijual dapat menjadi modal pembelian pupuk maupun bibit selanjutnya. Pada demonstrasi ini, padi Situpetanggang dapat menghasilkan beras yang harum, pulen dan mahal dibandingkan dengan beras lain. Sebelum dilakukan proses ,menanam padi situpatengang, kelompok petani kecil mempertanyakan ke peneliti terkait penjualan produk dari Situpatengang. Peneliti mempaparkan bahwa beras dari Situpatengang dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dibandingkan beras biasa. Dengan paparaan tersebut menyakinkan kelompok petani kecil sehingga Situpatengang ditanam dengan semangat dan berusaha semaksimal untuk mendapatkan produk yang lebih meningkat. Dapat disimpulkan bahwa hasil dari demostarsi lebih meningkat karena petani lebih bersemangat dengan jaminan pasar dari Situpatengang yang lebih mahal. Pendapat petani kecil terhadap ketahanan pangan nasional Demonstrasi kelompok petani kecil menunjukan bahwa kemampuan petani kecil yang minimum serta dibantu dengan bimbingan dari peneliti dapat meningkatakan produksi padi. Keberhasilan hanya sebatas pada kelompok petani kecil tersebut, sedangkan jumlah petani kecil sangat banyak di Indonesia. Oleh karena itu, program yang baru dari pemerintah untuk mendukung kemampuan dari petani kecil dalam ketahan pangan. Agar program baru didapatkan sesuai dengan keinginan petani kecil maka pendapat dari mereka melalui wawancara dikumpulkan serta disimpulkan. Wawancara dilakukan dengan kelompok petani kecil sebagai perwakilan petani kecil. Pertanyaan untuk mewawancari petani keci dibagi menjadi 3 point. Tiga point tersebut menerangkan pendapat petani kecil terhadap program pemerintah maupun kontribusi petani kecil di dalam ketahanan pangan selama ini, serta program baru dari pemerintah untuk mendukung kemandirian petani kecil. Ketiga point pertanyaan diharapakan mampu menjadi pembelajaran bagi pemrintah untuk mendukung ketahanan pangan. Adapun 3 pertanyaan tersebut antara lain: 1.
Apa pendapat petani kecil terhadap program pemrintah untuk mendukung ketahanan pangan?? Program untuk mendukung katahanan pangan dilakukan oleh pemerintah dengan cara memberi bantuan bibit, kredit, subsidi harga dari pupuk kimia, mesin pertanian dan lainlain. Menurut petani kecil, bantuan tersebut melalui kelompok tani di desa yang dipimpin oleh elite lokal desa, sehingga secara langsung program dimanfaatkan oleh elite lokal.
Dampaknya petani kecil hanya menerima sebatas sisa dari pemanfaatan elite lokal. Secara financial, bantuan pemerintah juga terlihat bahwa keuntungan paling banyak diterima oleh eliet lokal yang tergolong tuan tanah atau dengan kata lain orang yang luas tanah paling besar di desa. Petani di lahan pengunungan tidak menerima bantuan pemerintah yang lebih banyak dibandingkan lahan sawah. Bantuan pemerintah yang meliputi alat-alat pertanian dan pupuk diperkirakan bahwa jumlah lebih banyak di lahan sawah dibandingkan di lahan penggunungan. Informasi dari petani kecil diperoleh ketika mereka berkunjung ke saudara yang memiliki sawah. Mereka juga mengatakan bahwa lahan sawah selalu didampingi dengan petugas lapangan dari pemerintah secara rutin, bahkan petugas lapangan memiliki pengalaman yang handal serta didominasi lulusan sarjana. Hal ini berbanding terbalik dengan pendamping lapangan dari pemerintah untuk lahan pengunungan. Informasi dari petani menyebutkan pedamping lapangan di pengunungan tidak handal ketika mereka menayakan masalah penyakit dan upaya pencengahan padi, dan tidak ada solusi untuk mengatasinya. Bantuan pemerintah selalu mentitikberatkan pada bahan-bahan pertanian yang memiliki modal relatif besar. Bahan petanian tersebut antara lain pupuk kimia dan bibit unggul yang sekali tanam. Hasil wawancara dengan petani kecil menyatakan bahwa bantuan pemerintah sering terlambat bahan pertanian yang memiliki modal besar apabila secara swadaya membeli membuat Selama ini bantuan pemrintah sering terlambat sehingga produksi padi dari petani kecil lebih sedikit karena keterbatasan modal yang dikeluarkan. Kesimpualnya, batuan pertanian yang berupa bahan-bahan pertanian yang membutuhkan modal besar tidak dapat mendidik petani kecil serta penghambat di dalam program ketahanan pangan. 2.
Apa kontribusi petani kecil terhdap ketahanan pangan selama ini?? Petani kecil berpendapat bahwa lahan pertanian yang dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan bentuk dari kontribusi terhadap ketahanan pangan. Produk tanaman pertanian yang dipanen dapat mencukupi kebutuhan pangan mereka sehingga kekurangan pangan tidak dialami sampai sekarang. Secara pribadi, petani kecil telah membantu ketahanan pangan bagi mereka sendiri. Bahkan, petani kecil juga menjual seperempat dari jumlah hasil panen ke pasar untuk mendapatkan modal yang digunakan untuk bertani selanjutnya. Hal ini juga membantu kontribusi pangan ke konsumen di perkotaan, karena produk dari tanaman pertanian menjadi bahan pangan orang kota melalui pembelian di pasar. Selain itu, petani kecil berkontribusi pada ketahanan pangan secara mandiri ketika bantuan pemerintah tidak didapatkan. Namun, mereka masih mengusahakan tanaman pertanian bagi mereka sendiri dan orang lain
3. Apa pendapat petani kecil didalam menyarankan program pemrintah untuk mendukung ketahanan pangan?? Petani kecil menyarankan bahwa bantuan dari pemerintah hendaknya turun langsung ke lingkungan mereka. Kelompok tani yang selama ini dibentuk pemerintah jangan digunakan untuk sumber penerimaan bantuan. Mereka juga menyarankan untuk membentuk kelompok petani baru seperti pada demostrasi ini, agar bantuan dapat digunakan oleh semua petani kecil. Bantuan yang diharapkan oleh petani kecil untuk kemandirian di dalam mewujudakan ketahan pangan adalah pinjaman modal untuk bertani. Adapun pinjaman tersebut harus dengan bunga yang bisa dijangkau oleh semua petani kecil. Selama ini, bantuan bibit dan pupuk kimia yang tidak diterima telah membuat mereka sudah mandiri dalam penyediaan, akan tetapi modal yang dimiliki kurang maka mereka lebih memilih bantuan pinjaman modal. Selain itu, bantuan akses terhadap lahan hutan Negara. Lahan yang sempit tidak akan menghasilkan banyak produksi apabila modal yang dipinjam lebih besar sehingga diperlukan lahan lain untuk meningkatkan produksi tanaman pertanin. Dengan peningkatan produksi dari pertanian menyebabkan pinjaman modal dapat dikembalikan. Kesimpulan Program demostrasi kelompok petani kecil yang resposif terhadap upaya peningkatan produki padi melalui penlitian action partisipatory dan tanpa bantuan pemrintah menghasilkan hasil produksi maupun penghasilan yang menyami di lahan sawah. Dengan hal ini dapat mengambarkan bahwa lahan penggunan yang tidak produktif apabila dikerjakan dengan intensif dan secara mandiri dapat menyami lahan sawah. Keberhasilan di dalam demonstrasi disimpulkan bahwa petani kecil dengan kemampuan dana secara swadaya menghasilkan produksi padi dan penghasilan yang meningkat meskipun masih dibatasi oleh 8 pilar. Delapan pilar tersebut antara lain : dukungan teknologi yang telah teruji secara ilmiah, tersedia bantuan subisidi bibit unggul dan pupuk, kelayakan pasar, adanya dukungan kegiatan menarik, pendamping lapangan diluar pemerintah, ellite lokal tidak dilibatkan, pembentukan kelompok dari lingkungan petani. Demostrasi kelompok petani kecil telah mengakibatkan petani kecil lainnya hanya mengharapkan bantuan pinjaman modal dan penngunaan lahan tanah di hutan Negara. Bantuan lain dalam benruk dukungan ilmu maupun teknologi dari kelompok petani kecil yang melakukan demonstrasi. Oleh karena itu, program demostrasi kelompok petani kecil merupakan client yang baik dengan petani kecil untuk menjadi citizen yang baik dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Daftar pustaka Adicandra, R.,M. dan Estiasih, T. Beras Analog Dari Ubi Kelapa Putih (Discorea alata L.):Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 4 (1):383-390. Bhattacharyya, S. 2008. Capitalist development, peasant differentiation and the state: Survey findings from West Bengal. The Journal of Peasant Studies. 28(4): 95-126. De Schutter, O. 2011. The green rush: The global race for farmland and the rights of landusers. Harvard International Law Journal 52 (2). Edelman, M. 2013. What is a peasant? What are peasantries? A briefing paper on issues of definition. the first session of the Intergovernmental Working Group on a United Nations Declaration on the Rights of Peasants and Other People Working in Rural Areas, Geneva, 15-19 July 2013. FAO (2011). FAO in The 21st Century Ensuring Food Security in a Chraging World. Italy. Roma. Faysse, N., Errahj, M.,Dumora,C., Kemmoun,M., dan Kuper, M. 2012. Linking research and public engagement: weaving an alternative narrative of Moroccan family farmers’ collective action .Agric Hum Values . 29:413–426. Finkelshtain, I dan Chalfant, J.A. 1997. Commodity Price Stabilization in a Peasant Economy.American. American Journal of Agricultural Economics, Vol. 79, No. 4 (Nov., 1997), pp. 1208-1217 Guzman, I.,G., LÓPEZ, D., ROMÁN,L., dan Alonso M.A. 2013. Participatory Action Research in Agroecology:Building Local Organic Food Networks in Spain. Agroecology and Sustainable Food Systems. 37(1):127-146. Goldberger, J.R. 2008. Non-governmental organizations, strategic bridge building,and the ‘‘scientization’’ of organic agriculture in Kenya. Agriculture and Human Values. 25:271– 289 Hamed, M.,Y. dan Amin, K.,A.,L. 2007. Dissertasi: The Problem of Financing Small-Scale Agriculture The Case of Rural Credit in Al Shehainab Area Khartoum State 1990-2005. University of Khartoum. Henrich, J and Mcelreath, R. 2002. Are Peasants Risk-Averse Decision Makers? Current Anthropology. 43(1):172-181. Hoang,L. Castella, J., dan Novosad,P. 2006. Social networks and information access: Implications for agricultural extension in a rice farming community in northern Vietnam. Agriculture and Human Values 23:513–527. Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatan dan Faktor Determinan.Forum Penelitian Agro Ekonomi 23(1):1-18. Istiqomah, N., Handoko, dan R.D. Indriana. 2012. Kajian Penggunaan Varietas Padi Gogo di Lahan Sawah untuk Meningkatakan Produktifitas Padi di Kabupaten Bojonegara. Seminar Kedaulatan Pangan dan Energi. Fakultas Pertanian. Universitas Trunojoyo.
Las. I, 2009. Revolusi Hijau Lestari untuk Ketahanan Pangan ke Depan. Tabloid Sinar Tani. 14 Januari 2009. Lowder, K., S., Skoet, J. and Singh, S. What do we really know about the number and distribution of farms and family farms in the world? Background paper for The State of Food and Agriculture 2014. Agricultural Development Economics Division. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Italy. Minard.2009. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Tanah: Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering Untuk Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Shrum, W. (2000). ‘‘Science and story in development: the emergence of non-governmental organizations in agricultural research.’’ Social Studies of Science 30(1): 95–124 Soemarno. 2007. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering Dalam Rangka Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Suseno, D. dan Suyatna, H. 2007. Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang Pro-Petani. jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 10(3):67-294. Suratiyah, K dan Sari, D. N. 2012. Analisa Usahatani Padi dengan Program System of rice Intesification (SRI) di Kecamatan Patuk dan kecamatan Semin Kabupaen Gunungkidul. Prosiding Seminar Penguatan Agrbisnis Perbesaran Guna Mewujudkan Kemandirian dan Kesejahteraan Petani. Yogyakarta. Svensson, P. 2006. Peasants and Entrepreneurship in the Nineteenth-Century Agricultural Transformation of Sweden. Social Science History. 30 (3):387-429. Palaniswamy., N dan Krishnan, N. 2012. Local Politics, Political Institutions, and Public Resource Allocation. Economic Development and Cultural Change. 60(3): 449-473. International Fund for Agricultural Development (IFAD) . 2011. Smallholders, food security, and the environment. Van der Ploeg, J.W. Ye, J dan Pan, L. 2014. Peasants, time and the land: The social organization of farming in China . Journal of Rural Studies 36 :172-181. Van Rijn, F.,D., Nkonya, E., dan Adekunle, A. 2015. The impact of agricultural extension services on social capital: an application to the Sub-Saharan African Challenge Program in Lake Kivu region. Agric Hum Values. 32(5):97–615. Ville. A. S. S., Hickey.,G.H., Locher. U. dan Phillip. L. E.2016. Exploring the role of social capital in influencing knowledge flows and innovation in smallholder farming communities in the Caribbean. Science+Business Media Dordrecht and International Society for Plant Pathology. Warner, K, D. 2008. Agroecology as Participatory Science, Emerging Alternatives to Technology Transfer Extension Practise. Science, Technology dan Humas Values 33(6);754-777.
Warda. 2011. Keragaman Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Gogo di Kabupaten Banteng Sulawesi Selatan.Seminar Nasional Serealia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Whqayunindyawat dan Pratomo, Al.G. 2013. Kajian Sistem Usahatani Padi Gogo Spesifik lokasi di Kawasan PHBM-KSJT. Seminar Nasional: Mengagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan. Fakultas Pertanian Trunojoyo Wolfenson, K., D.,M. 2013. Coping with the food and agriculture challenge:smallholders’agenda. Natural Resources Management and Environment Department. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Roma.
Widiarta, A., Rosyida, I., Gandi, R., dan Muswar, H.S. 2009. Peasant Empowerment Through Social Capital Reinforcement: Road to Sustainable Organic Agriculture Development (Case Study: Indonesia Peasant Union, Cibereum Situlentik Vilalage, Dramaga Bogor, West Java Indonesia. (Case Study:Indonesian Peasant Union, Cibereum Situleutik Village, Dramaga Bogor, West Java Indonesia). As. J. Food Ag-Ind. Special Issue, 297-306. Yamauchi, C. 2010. Community-Based Targeting and Initial Local Conditions: Evidence from Indonesia’s IDT Program. Economic Development and Cultural Change.59: 95-147.