Fikri Gamasatya Kumala, Hamdhani dan Jailani PENGARUH HIDRODINAMIKA PARAS LAUT TERHADAP MATERIAL SEDIMEN DI PERAIRAN MUARA SEMBILANG KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA (The Influence of Hidrodynanics Sea Level on Sedimentary Material Muara Sembilang Water’s Samboja Subdistrict, Kutai Kartanegara Regency) FIKRI GAMASATYA KUMALA1), HAMDHANI2) dan JAILANI2) 1) Mahasiswa Jurusan MSP-FPIK, Unmul 2) Staf Pengajar Jurusan MSP-FPIK, Unmul Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Jl. Gunung Tabur No. 1 Kampus Gunung Kelua Samarinda E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Sedimentation was identified as one of the most important factors of aquatic ecosystem health. Little information is available on sedimentation dynamic related to tide due to moon gravitational effect. The purpose of this study was to analyze the potential diurnal sedimentation during the tidal under full moon and dark moon condition in Muara Sembilang Subdistrict, Kutai Kartanegara District. The study was conducted on August until September 2014. The data was collected from four sampling stations and based on three sampling periods, which is two time sampling during the dark moon tides and one time sampling during the full moon tide. A unit of sediment trap apparatus was fixed at each sampling point; each of this apparatus unit consists of three sediment trap columns. The data were analyzed using t-test for test of differences. Result of the potential sediment in Muara Sembilang waters indicate that there is a difference of potential sediment on tidal current full moon and dark moon in four sampling station during the three periods of sampling with result of calculated t-test 6,146 > 2,032244. Keywords: sedimentation, ocean tide, sediment trap, Muara Sembilang Waters.
PENDAHULUAN Sedimentasi yang bersumber dari aktifitas manusia di sepanjang sungai adalah sumbangan terbesar dari proses sedimentasi di muara dan pesisir, aktifitasnya adalah meliputi pembukaan lahan pertanian, irigasi pertanian, limbah buangan, pembabatan vegetasi di pinggir sungai dan lain sebagainya. Dampaknya dapat terlihat di sepanjang badan sungai dan muara sungai, peningkatan kekeruhan dan terjadi pendangkalan. Sedimentasi di suatu lingkungan delta terjadi karena terdapat suplai muatan sedimen yang tinggi di sekitar lingkungan delta tersebut. Suplai muatan sedimen yang sangat tinggi yang menyebabkan sedimentasi itu hanya dapat berasal dari daratan yang dibawa menuju muara melalui aliran sungai. Pembukaan lahan di daerah aliran sungai yang meningkatkan erosi permukaan merupakan faktor utama yang meningkatkan suplai muatan sedimen ke muara. Selain itu, sedimen dalam skala yang lebih kecil dapat terjadi karena transportasi sedimen sepanjang kawasan muara tersebut.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. Vol. 21. No. 2, April 2016:009–017 Diterima 30 Juni 2015. Semua hak pada materi terbitan ini dilindungi. Tanpa izin penerbit dilarang untuk mereproduksi atau memindahkan isi terbitan ini untuk diterbitkan kembali secara elektronik atau mekanik.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412-2006
9
Fikri Gamasatya Kumala, Hamdhani dan Jailani Wilayah pantai yang mengalami peristiwa pasang surut harian ganda atau pasang surut tipe campuran condong ke ganda memiliki pengaruh yang berbeda dengan wilayah pantai yang hanya memiliki pasang surut harian tunggal, dimana wilayah yang memiliki pasang surut tipe harian ganda dan campuran condong ke ganda mengalami proses transportasi sedimen yang lebih dinamis jika dibandingkan dengan pasang surut harian tunggal (Nyabakken, 1988 dalam Putinella, 2002 dalam Amir 2013). Karakteristik sedimentasi pada kawasan delta terjadi perlahan dan berlangsung terus menerus selama suplai muatan sedimen yang tinggi terus berlangsung. Proses sedimentasi terus berlangsung selama suplai muatan sedimentasi yang banyak dari daratan masih terus terjadi.hal ini menjadi alasan mengapa penelitian tentang potensi sedimentasi ini perlu dilakukan. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk menganalisis potensi sedimentasi selama 24 jam saat pasang surut air bulan purnama dan saat pasang surut air keadaan bulan gelap di Perairan Muara Sembilang pada kawasan Delta Mahakam Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2014 yang meliputi penulisan proposal, survei lokasi, penentuan titik sampling, pengambilan sampel, analisis sampel, pengolahan data dan penyusunan Skripsi. Lokasi penelitian berada di Perairan Tanjung Sembilang di Desa Muara Sembilang Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai kartanegara.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
10
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412-2006
Fikri Gamasatya Kumala, Hamdhani dan Jailani
Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kulit ikan belida yang di peroleh dari industri pengolahan amplang Jalan Cendana kota Samarinda. Kulit ikan dimasukkan dalam coolbox dan diberi hancuran es dengan perbandingan 1:2 (kulit:es) dan dibawa ke Laboratorium. Kulit ikan belida kemudian disimpan kedalam freezer pada suhu -180 C untuk proses selanjutnya. Bahan lain berupa kapur tohor dan asam cuka. Bahan-bahan untuk analisis proksimat kerupuk seperti asam sulfat pekat, akuades, NaOH 40%, heksan, HCl 0,02, selenium mix, asam borat 4% dan akuades. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perangkap sedimen, meteran, tiang berskala, nilon, pelampung, plastik klip, kertas saring, botol sampler dan software Arc-Gis. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu sampel sedimen dan sampel air. Parameter yang diamati Parameter yang diamati antara lain sebagai berikut : 1. Parameter utama : Rate sedimentasi = 2. ParameterPendukung : Gelombang, Pasang Surut, Kecepatan Arus, Kekeruhan, dan Kecerahan
Kedalaman, TSS, TDS,
. Periode sampling Pengambilan alat perangkap sedimen atau sampling dilakukan berdasarkan durasi selama 24 jam pemasangan alat perangkap sedimen pada setiap stasiunnya, periode sampling yang akan diamati adalah selama 3 kali periode, dimulai saat pasang surut air pada bulan gelap, saat pasang surut air pada bulan purnama dan diamati kembali pada pasang surut air bulan gelap. Analisis data Analisis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan berat sedimen yang terperangkap pada saat pasang surut bulan purnama dengan bulan gelap maka digunakan rumus berikut:
dimana: = Harga yang dihitung dan menunjukkan nilai standar deviasi dari distribusi ₁ = Rata-rata rate sedimen yang diperoleh pada saat pasut bulan purnama ₂ = Rata-rata rate sedimen yang diperoleh pada saat pasut bulan gelap n₁ = Jumlah sampel yang diperoleh pada saat pasut bulan purnama n₂ = Jumlah sampel yang diperoleh pada saat pasut bulan gelap s = Standar deviasi Apabila ≤ , maka tidak terdapat perbedaan potensi sedimentasi pada saat pasang surut bulan purnama dan bulan gelap. Sebaliknya apabila
˃
maka terdapat perbeaan potensi
sedimentasi pada saat pasang surut bulan purnama dan bulan gelap.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412-2006
11
Fikri Gamasatya Kumala, Hamdhani dan Jailani HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian di lapangan didapatkan sedimen yang terperangkap dalam alat perangkap sedimen (sediment trap) yang dipasang pada tiga periode sampling saat pasang surut selama 24 jam di empat titik stasiun sampling, berat sedimen yang terperangkap pada periode saat pasang surut bulan gelap (24-25 Agustus 2014) selama periode waktu 24 jam di dalam alat perangkap sedimen (sediment trap) pada empat stasiun sampling memiliki berat yang berbeda disetiap stasiunnya. Stasiun sampling 1, berada di dekat daratan yang disekitarnya pemukiman warga yang kemungkinan sedimen bersumber dari daratan, pada stasiun sampling 2 berada di dekat jembatan dan berhadapan langsung dengan daratan yang kemungkinan sedimen bersumber dari daratan, stasiun sampling 3 berada di pinggiran anak sungai didekat pemukiman warga yang kemungkinan sedimen bersumber dari arus anak sungai dan daratan, sedangkan pada stasiun sampling 4 menghadap tepat di mulut Delta Mahakam. Pada stasiun sampling 4 menghasilkan berat sedimen yang lebih besar dibandingkan dengan dengan stasiun sampling 1, 2, dan 3 kemungkinan sedimen berasal dari anak sungai Tanjung sembilang yang dibawa oleh arus dan daratan.
Gambar 2. Grafik sedimen yang terperangkap selama 24 jam pada saat pasang surut bulan gelap di setiap stasiun sampling Berat sedimen yang terperangkap pada periode saat pasang surut bulan terang (9-10 September 2014) selama periode waktu 24 jam di dalam alat perangkap sedimen (sediment trap), Pada stasiun sampling 1 dan stasiun sampling 2 berat sedimen yang terperangkap memiliki perbedaan yang sedikit akan teteapi pada stasiun sampling 3 sedimen yang didapatkan hanya sedikit dikarenakan di sekitar stasiun sampling 3 berdekatan dengan rumah penduduk rumah, kemungkinan gelombang yang datang terpecah/terhalang oleh rumah-rumah. Pada dasarnya gelombang yang terdapat di dekat pantai/daratan terutama di daerah pecahan gelombang mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyerat sedimen yang ada di dasar laut untuk ditumpuk dalam gosong pasir, sedangkan stasiun sampling 4 berat sedimen yang didapatkan lebih besar dikarenakan sedimen berasal dari anak Sungai Tanjung sembilang yang dibawa oleh arus dan daratan. Gelombang dan arus yang tenang mempengaruhi peluang masuknya sedimen yang besar ke dalam tabung perangkap sedimen disetiap stasiun sampling, begitu pula sebaliknya kondisi gelombang dan arus yang kuat juga memungkinkan kecilnya sedimen yang terperangkap pada masing-masing tabung perangkap sedimen. Gelombang merupakan salah satu penyebab pembentukan sand bar, baik merupakan dari proses abrasi atau sedimentasi. (Garrison, 2005). Setiap stasiun sampling hasil yang didapatkan memiliki berat yang beragam, namun hasil dari berat sedimen yang diperoleh dari keempat stasiun sampling dikarenakan adanya dinamika perairan yaitu arus, gelombang dan pasang surut yang membawa sedimen sehingga terperangkap ke dalam tabung perangkap sedimen.
12
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412-2006
Fikri Gamasatya Kumala, Hamdhani dan Jailani
Gambar 3. Grafik sedimen yang terperangkap selama 24 jam pada saat pasang surut bulan terang disetiap stasiun sampling. Berat sedimen yang terperangkap pada periode saat pasang surut bulan gelap (24-25 September 2014) selama periode waktu 24 jam di dalam alat perangkap sedimen (sediment trap) pada empat stasiun sampling memiliki berat yang berbeda disetiap stasiunnya. Stasiun sampling 1, berada di dekat daratan yang disekitarnya pemukiman warga yang kemungkinan sedimen bersumber dari daratan, pada stasiun sampling 2 berada di dekat jembatan dan berhadapan langsung dengan daratan yang kemungkinan sedimen bersumber dari daratan, stasiun sampling 3 berada di pinggiran anak sungai didekat pemukiman warga yang kemungkinan sedimen bersumber dari arus anak sungai dan daratan, sedangkan pada stasiun sampling 4 menghadap tepat di mulut Delta Mahakam.
Gambar 4. Grafik sedimen yang terperangkap selama 24 jam pada saat pasang surut bulan gelap disetiap stasiun sampling. Setiap stasiun sampling hasil yang didapatkan memiliki berat yang beragam, namun hasil dari berat sedimen yang diperoleh dari keempat stasiun sampling dikarenakan adanya dinamika perairan yaitu arus, gelombang dan pasang surut yang membawa sedimen sehingga terperangkap ke dalam tabung perangkap sedimen. Gelombang dan arus membawa sedimen dari muara Sungai Mahakam, lautan dan sumbangan dari Sungai Sembilang menentukan berkembangnya potensi sedimentasi pada perairan Tanjung Sembilang. Arus dan Gelombang akan mentransport sedimen yang telah diendapkan di perairan tersebut. Lingkungan pengendapan khususnya pada hal ini yaitu Tanjung Perairan Tanjung Sembilang yang menjadi lokasi penelitian merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan. Bertemunya dua energi yang bersumber dari daratan dan lautan. Perubahan Morfologi Pada Tanjung Sembilang terjadi apabila meningkat atau menurunnya tingkat sedimen pada daerah ini yang dipengaruhi oleh gelombang, arus, pasang surut dan faktor cuaca.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412-2006
13
Fikri Gamasatya Kumala, Hamdhani dan Jailani Hasil Pengukuran Paramater Gelombang Pengukuran gelombang dilakukan selama 3 kali periode sampling pada tanggal 24 Agustus 2014 (pasang surut bulan gelap), 9 September 2014 (pasang surut bulan terang), dan kembali dilakukan pada 24 September 2014 (pasang surut bulan gelap). Dalam satu kali pengukuran dilakukan selam 3 jam, serta dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Dalam satu kali periode sampling pengukuran gelombang diperoleh 28 data gelombang. Berdasarkan data tinggi dan periode gelombang pada periode sampling pasang surut bulan gelap tanggal 24 Agustus 2014 pada jam 15.00 – 18.30 di sekitar perairan Tanjung Sembilang, diketahui bahwa gelombang tertinggi terjadi pada jam 18.00 yaitu sebesar 34 cm, karena pada jam tersebut memasuki malam hari dan angin yang cukup kencang, dimana angin adalah pembangkit utama gelombang, sehinggga gelombang yang ditimbulkan pada jam tersebut cukup tinggi. Periode gelomabang yang cepat terjadi apa pukul 17.00 yaitu 3.01 detik, jika dilihat pada hasil yang diperoleh, periode dan tinggi gelombang mengikuti kondisi alam yang stabil. Berdasarkan grafik hasil olah data pengukuran gelombang pada periode sampling pasang surut bulan terang tanggal 9 September 2014 pada jam 15.00 – 18.30 di sekitar perairan Tanjung Sembilang, diperoleh gelombang tertinggi pada jam 18.00 yaitu sebesar 28 cm, karena pada jam tersebut memasuki malam hari dan angin yang cukup kencang, dimana angin adalah pembangkit utama gelombang, sehinggga gelombang yang ditimbulkan pada jam tersebut cukup tinggi. Periode gelomabang yang cepat terjadi apa pukul 15.00 yaitu 3.05 detik, jika dilihat pada grafik data periode dan tinggi gelombang mengikuti kondisi alam yang stabil. Berdasarkan data tinggi dan periode gelombang pada periode sampling pasang surut bulan gelap tanggal 24 September 2014 pada jam 15.00 – 18.30 di sekitar perairan Tanjung Sembilang, diketahui bahwa gelombang tertinggi terjadi pada jam 18.00 yaitu sebesar 25 cm, karena pada jam tersebut memasuki malam hari dan angin yang cukup kencang, dimana angin adalah pembangkit utama gelombang, sehinggga gelombang yang ditimbulkan pada jam tersebut cukup tinggi. Periode gelomabang yang cepat terjadi apa pukul 15.00 yaitu 4.22 detik, jika dilihat pada hasil yang diperoleh, periode dan tinggi gelombang mengikuti kondisi alam yang stabil. Gelombang sangat berpengaruh pada tingkat sedimentasi. Apabila jumlah sedimen yang dibawa kelaut dapat segera diangkut oleh gelombang dan arus, maka pantai atau dalam penelitian ini yaitu Tanjung akan kembali kebentuk profilnya. Sebaliknya, apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan gelombang dan arus dalam pengangkutan maka daratan pantai akan bertambah (Triadmojo, 1999). Gelombang yang terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang terdapat didalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat di dekat tanjung, terutama di daerah pecahan ombak mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi wilayah tanjung, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan krikil) yang ada di dasar lautuntuk ditumpuk di sekitar tanjung. Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (abrasi laut). Kecepatan Arus Pengukuran arus dilakukan selama tiga periode sampling di empat (4) stasiun sampling sekitar Perairan Tanjung Sembilang. Dalam satu periode sampling dilakukan (satu) 1 kali pengukuran dengan pengulangan lima kali. Hasil pengukuran kecepatan arus disajika pada lampiran sebanyak 60 data. Dalam satu kali periode sampling didapat 20 data. Adapaun dapat disajikan pada tabel berikut. Berdasarkan histogram hasil pengukuran kecepatan arus rata-rat pada tiga periode sampling pasang surut grafik di bawah dapat dilihat kecepatan arus rata-rata pada periode sampling pasang surut bulan gelap tercepat terjadi pada stasiun sampling 4 yaitu sebesar 0,13 ; 0,13 dan 0,12 meter/detik, hal ini dikarenakan pada stasiun sampling 4 langsung berhadapan dengan mulut muara atau mulut Delta
14
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412-2006
Fikri Gamasatya Kumala, Hamdhani dan Jailani Mahakam, Pergerakan arus sangat mempengaruhi sedimen yang berada dalam tabung perangkap sedimen. Berikut disajikan data kecepatan arus di lokasi penelitian. Pengaruh kecepatan arus sangat menentukan terperangkapnya sedimen pada empat stasiun sampling. Kuat atau lemahnya arus berpengaruh pada proses pengadukan di dasar perairan. Begitu juga dengan gelombang sebagai pembangkit dominan dari arus, berarti apabila gelomabang tinggi, maka arusnya juga semakin cepat. Kedalaman Pengukuran kedalaman dilakukan setiap periode sampling yaitu pada periode sampling pasang surut bulan gelap, periode samping pasang surut bulan terang dan periode pasang surut bulan gelap lagi di dekat stasiun sampling 4. Kedalaman perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh fenomena pasang surut, pengukuran kedalaman menjadi patokan atau perbandingan pasang surut di lokasi penelitian dan muara Sungai Mahakam. Adapun pengukuran rata-rata kedalaman dari tiga periode sampling yang didapat di sekitar perairan Tanjung Sembilang yaitu 0.39 meter pada kedalaman dasar 0 meter. Pasang Surut Pengukuran pasang surut di dekat stasiun sampling 4 yaitu di dermaga penduduk yang berhadapan langsung dengan mulut Muara Sungai Mahakam selama tiga periode sampling atau pengukuran pasang surut dilakukan selama 24 jam, setiap 30 menit sekali dilakukan pencatatan tinggi pasang surut . Tinggi pasang surut disajikan pada lampiran. Berdasarkan hasil pengukuran pasang surut yang dilihat pada tinggi palem pasut, rata-rata pasang tertinggi terjadi pada tiga periode sampling 2,43 meter, sedangkan rata-rata surut terendah dari ketiga periode sampling yaitu 0,39 meter. Adapun disajikan pada grafik berikut ini. Kedalaman yang diperoleh pada sekitar Tanjung Sembilang 0.39 meter, dengan mengetahui kedalaman di Tanjung Sembilang ditentukan muka air tertinggi (high water level, HWL), muka air terendah ( low water level, LWL), muka air rerata (mean water level, MWL). Kecerahan Pengukuran kecerahan dilakukan setiap sampling alat perangkap sedimen pada durasi waktu pemasangan 24 jam di empat stasiun sampling pada tiga periode sampling. Adapun hasil pengukuran kecerahan dapat pada tabel di bawah ini. Jika dilihat pada grafik di empat stasiun sampling kecerahan pada periode waktu 24 jam menunjukkan kecerahan yang rendah pada stasiun sampling empat yaitu 24 cm, 21 cm, dan 25 cm. Kemunginan lokasi satasiun empat yang berhadapan langsung dengan mulut Muara sungai mengakibatkan kecerahan yang sangat rendah dibandingkan dengan stasiun sampling yang lain. Pada pengukuran kecerahan pada periode sampling pasang surut bulan gelap dan pasang surut bulan terang perbedaannya tidak terlalu signifikan. Kekeruhan Pengukuran kekeruhan dilakukan selama tiga periode sampling yaitu pada periode sampling pasang surut bulan gelap (24 Agustus 2014), periode sampling pasang surut bulan terang (9 September 2014), dan periode pasang surut bulan gelap (24September 2014). Pada ke empat stasiun sampling yang memiliki kekeruhan tertinggi pada stasiun sampling empat yaitu sebesar 60 NTU, 52 NTU dan 58 NTU dikarenakan lokasi stasiun sampling empat berhadapan langsung dengan mulut Muara Sungai Mahakam dan lautan, sehingga mendapat sumbangan limbah domestik maupun industri dari hulu sungai, serta kegiatan transportasi. Tidak ada perbedaan nilai kekeruhan yang signifikan antara periode sampling pasang surut bulan gelap, terang, dan gelap. Menurut Effendi (2003) tingginya kekeruhan di perairan merupakan indikasi kuat adanya pencemaran antropogenik, yang mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi organisme akuatik, misalnya pernafasan dan daya lihat dari organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412-2006
15
Fikri Gamasatya Kumala, Hamdhani dan Jailani
TSS (Total Suspended Solid) Pengukuran total padatan tersuspensi selama tiga periode sampling pasang surut bulan gelap (24 Agustus 2014), pasang surut bulan terang (9 September 2014), dan pasang surut bulan gelap (24 September 2014) pada empat stasiun sampling. Dari gambar grafik di bawah TSS tertinggi pada tiga periode sampling diperoleh dari stasiun sampling empat yaitu sebesar 340 mg/liter, 889 mg/liter, dan 197 mg/liter. sedangkan nilai TSS yang terendah pada stasiun sampling tiga yaitu 66 mg/liter, 65 mg/liter dan 71 mg/liter. Menurut Irmawati (2010) nilai TSS dan kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan air menjadi lebih hangat dan menyerap lebih banyak panas dari matahari sehingga kandungan oksigen menjadi berkurang. Tingginya nilai TSS dikarenakan adanya aliran air dari daerah aliran sungai (DAS) Mahakam kearah hilir serta banyaknya kegiatan antropogenik di bantaran DAS Mahakam yang menyebabkan partikel-partikel yang ukuran maupun bentuknya lebih kecil dari pada sedimen misalnya tanah liat, bahan organik tertentu, sel-sel organisme dan lain sebagainya. TDS (Total Disolved Solid) Pengukuran total padatan terlarut selama tiga periode sampling pasang surut bulan gelap (24 Agustus 2014), pasang surut bulan terang (9 September 2014), dan pasang surut bulan gelap (24 September 2014) pada empat stasiun sampling. Dari hasil pengukuran TDS tertinggi diperoleh pada tiga periode sampling di empat stasiun sampling yaitu sebesar 29.786 gram/liter, 36.780 gram/liter, dan 29.475 gram/liter dikarenakan stasiun empat yang mengahadap lautan, sedangkan nilai TDS yang terendah diperoleh pada tiga periode sampling di empat stasiun sampling yaitu 16.438 gram/liter, 12.013 gram/liter dan 24.801 gram/liter. Menurut Effendi (2003), menyatakan bahwa nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik, industri dan pertanian) dan TDS tidak bersifat toksik pada perairan alami, tetapi sedikit mempengaruhi proses fotosintesa bila jumlahnya berlebihan Analisis Data Mencari
= 6,146 Jadi
yaitu sebesar 6,146 Distribusi t dicari pada a = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) =
-2
atau 36 - 2 = 34. Dengan pengujian 2 sisi (signifikansi = 0,025) hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 2,032244. Maka terdapat perbeaan potensi sedimentasi pada saat pasang surut bulan purnama dan bulan gelap. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran sedimentasi di lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil analisis sedimen yang terperangkap pada alat perangkap sedimen menunjukkan berat sedimen yang terperangkap pada periode sampling bulan purnama lebih besar dibandingkan pada periode
16
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412-2006
Fikri Gamasatya Kumala, Hamdhani dan Jailani sampling pasang surut bulan gelap. Hasil analisis statistik uji t menunjukkan perbedaan nyata pada kedua periode sampling. Temuan dari penelitian ini juga relevan dengan asusmsi yang telah banyak diketahui sebelumnya bahwa periode pasang surut bulan purnama tidak hanya akan membangkitkan ketinggian air laut rata-rata, tetapi juga bersamanya akan terikut lebih banyak material sedimen DAFTAR PUSTAKA Ade P. Putri, Terunajaya,2010. Pengaruh Perubahan Pola Tata Guna Lahan Terhadap Sedimentasi Di Hulu Sungai Ular Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU.Medan Alabaster, J.S. & R. Lloyd. 1980. Water Quality Criteria for Freshwater Fish. Butterworths, London. 361p. Alimuddin. Aisyah L. 2012. Pendugaan Sedimentasi pada DAS Mamasa di Kab.Mamasa Propinsi Sulawesi Barat [Skripsi]. Program Studi Keteknikan Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Amir A. 2013. Analisi Distribusi Ukuran Sedimen di Pantai Berbeda( Pantai Pangempang, Tanah Merah dan Pantai Manggar). Kalimantan timur Atmodjo, W.2010 Sebaran Sedimen di Perairan Delta Sungai Bodri Jurnal Ilmu Kelautan Maret 2010. vol. 15 (1) 53 - 58 ISSN 0853-7291., Kendal, Jawa Tengah Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Tembalang, Semarang. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, 2002. Analisis Sumber Sedimentasi dan Upaya Penanggulangan Pendangkalan Dam Bakaru. Makassar. Banon S. Atmaja,2010. Dampak Krisis Habitat Terhadap Perikanan Tangkap Kasus Perairan Sagara Anakan, Cilacap Balai Riset Perikanan Laut Badan Penelitian Dan Pengembangan Kelautan Dan Perikanan Kementerian Kelautan Dan Perikanan. Bengen, D. G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bryan, G.W. 1976. Heavy Metal Contamination in the Sea dalam R. Johson (Ed). Marine Pollution. London Academic Press. Dahuri, R.,J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta. Effendi , H. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 21. No. 2, April 2016 – ISSN 1412-2006
17