Gatot Dwi Harsono, Jailani dan Hamdhani STUDI KOMUNITAS IKAN PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN SAPA SEGAJAH KOTA BONTANG KALIMANTAN TIMUR (Study of Fish Communities on Seagrass Bed Ecosystems in the Waters of Sapa Segajah Bontang, East Kalimantan) GATOT DWI HARSONO1), JAILANI2) dan HAMDHANI2) 1) Mahasiswa Jurusan MSP-FPIK, Unmul 2) Staf Pengajar Jurusan MSP-FPIK, Unmul Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Jl. Gunung Tabur No. 1 Kampus Gunung Kelua Samarinda E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The aim of this study was to quantify the study of fish communities in seagrass beds ecosystems in the waters of Sapa Segajah Bontang, East Kalimantan. The field study was held for a month in April 2016, based on temporal difference, namely in the bright and dark moon, 15 days of sampling interval. The fish data analysis was done using index of diversity (H’), evenness (E’), dominancy (C), and t-test for comparison. During the bright moon at Sapa Segajah, 83 fish individual from 12 species was found with the index of diversity; uniformity; and dominance consecutively 2.0673; 0.8319; and 0.1650, while during the dark moon, 60 fish individuals from 9 species was found with the index of diversity; uniformity; and dominance consecutively 1.8970; 0.8633: and 0.1728. The t-test indicated that the value of tcount < ttable, at 95% significance means that there was no significant different between the two periods.. Keywords: seagrass bed, fish community, Sapa Segajah PENDAHULUAN Lamun adalah tumbuh-tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang secara penuh beradaptasi dengan lingkungan bahari. Tumbuh-tumbuhan ini mempunyai beberapa sifat yang memungkinkan berhasil hidup di laut, seperti mampu hidup di media air asin, berfungsi normal dalam keadaan terbenam, sistem perakaran yang berkembang baik dan mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam sekalipun, karena mempunyai akar dan sistem internal yang efektif untuk memanfaatkan gas dan zat hara (Den Hartog, 1977; Romimohtarto dan Juwana, 2001). Di Indonesia, penelitian mengenai komunitas ikan di padang lamun dipelopori oleh Hutomo dan Martosewojo (1977). Kemudian intensitas kajian ilmiah tentang ekosistem lamun berkembang terus dari tahun ke tahun, terutama di perairan Kepulauan Seribu dan Teluk Banten. Ikan merupakan salah satu kelompok hewan yang terdapat pada padang lamun (Hutomo dan Parino, 1994).
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. Vol. 22. No. 1, Oktober 2016: 074–081 Diterima 19 Agustus 2016. Semua hak pada materi terbitan ini dilindungi. Tanpa izin penerbit dilarang untuk mereproduksi atau memindahkan isi terbitan ini untuk diterbitkan kembali secara elektronik atau mekanik.
74
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 22. No. 1, Oktober 2016 – ISSN 1412-2006
Gatot Dwi Harsono, Jailani dan Hamdhani Beberapa hasil penelitian tentang komunitas ikan di padang lamun menunjukkan bahwa ekosistem lamun merupakan daerah asuhan bagi spesies ikan dan beberapa di antaranya bernilai ekonomis (Fortes, 1986). Dikatakan pula oleh Pollard (1984), bahwa banyak spesies ikan yang ditangkap pada ekosistem padang lamun merupakan ikan-ikan yang masih muda (juvenil dan subadult). Spesies penghuni tetap (resident species) merupakan spesies-spesies berukuran kecil dan tidak bernilai niaga. Kelimpahan ikan (abundance) berkaitan dengan kerapatan (density) pertumbuhan lamun (Marasabessy dan Hukom, 1989). Di Propinsi Kalimantan Timur, untuk penelitian yang sama baru dilakukan sekitar perairan pantai Kota Bontang pada tahun sembilan puluhan (Jailani, 1996). Melihat dinamika struktural dan fungsional ekosistem padang lamun tersebut mempunyai daya tarik untuk diteliti lebih lanjut dan berkesinambungan, dengan mempelajari aspek lingkungan perairan setempat dan keterkaitannya terhadap aspek floristik dan faunistik secara paralel sebagai elemen primer dan sekunder dalam ekosistem padang lamun. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui struktur komunitas ikan padang lamun dan mengetahui asosiasi jenis ikan padang lamun di Perairan Sapah Segajah, Kota Bontang Kalimantan timur.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Sapa Segajah Kota Bontang selama 1 bulan, pada bulan April 2016 yang dimulai dari persiapan sampai dengan identifikasi, dengan perbedaan lokasi (spasial), perbedaan periode sampel (temporal), dan status kestabilan serta pola sebarannya dilakukan di Perairan Sapa Segajah Kota Bontang, Kalimantan Timur.. Periode Sampling Pengamatan Sampling dilakukan pada siang hari, Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada saat bulan gelap dan bulan terang. Penentuan Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan perbedaan karakteristik lingkungan pada lokasi penelitian. Lokasi pada penelitian ini di ambil diperairan Sapa Segajah Kota Bontang, Kalaimantan Timur.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 22. No. 1, Oktober 2016 – ISSN 1412-2006
75
Gatot Dwi Harsono, Jailani dan Hamdhani Waktu Pengambilan Sampel 1. Pengambilan Sampel Ikan Teknik pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap Gill net, pada setiap stasiun dengan selang 15 hari dari pengambilan sampel pertama. Ikan yang telah diambil kemudian diidentifikasi spesiesnya. 2. Pengambilan Sampel Lamun Pengambilan sampel lamun dilakukan pada di tiga lokasi penelitian, Dihitung jumlah tegakan lamun yang terdapat dalam setiap petak kuadran yang berukuran 50x50 cm. Selanjutnya lamun dimasukkan dalam plastik untuk diidentifikasi jenisnya. 3. Pengambilan Sampel Air Sampel air diambil setiap stasiun yang telah ditentukan pada saat surut, untuk keperluan analisis baik untuk analisis dilapangan maupun di laboratorium. Sampel air diambil menggunakan botol sampel sebanyak 3 buah. Selanjutnya sampel diletakkan dalam cool box yang diberi es dengan tujuan agar suhunya tetap terjaga. Parameter yang dianalisis dilapangan (insitu) yaitu suhu, kecerahan dan DO, sedangkan dilaboratorium (eksitu) yaitu Salinitas, dan pH. Analisis Data 1.
Indeks Keanekaragaman s
H’ = -
i n i i 1
Dimana:
2.
H` = Indeks Keanekaragaman Shannon pi = ni / N (proporsi spesies ke- i) ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah total individu seluruh spesies
Indeks Keseragaman E’ = H’ / H’ maks Dimana :
3.
E’ = indeks keseragaman H’maks = keanekaragaman spesies dalam keseimbangan maksimum.
Indeks Dominansi s
C=
( i 2)
i 1
Dimana : C : Indeks Dominansi Ni : jumlah individu ke-i N : Jumlah total individu 4.
76
Uji t Uji t duguanakan untuk mengetahui perbedaan jumlah individu ikan antar lokasi sampling, maka digunakan uji t hitung yaitu:
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 22. No. 1, Oktober 2016 – ISSN 1412-2006
Gatot Dwi Harsono, Jailani dan Hamdhani thitung =
Dimana: thitung = Harga yang dihitung menunjukan nilai standar deviasi dari distribusi X1 = Rata-rata nilai yang diperoleh dari hasil pengumpulan data titik A X2 = Rata-rata nilai yang diperoleh dari hasil pengumpulan data titik B S = Standar Deviasi n1 = Jumlah sampel titik A n2 = Jumlah sampel titik B HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Fisika-Kimia Perairan Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan yang terdiri dari nilai rata-rata suhu, kekeruhan, salinitas, oksigen terlarut, dan pH selama penelitian pada setiap loaksi pengambilan sempel dilakukan di Sapa Segjah Kotan Bontang Kalimantan Timur, pada lokasi pengambilan parameter kualiats air didaerah padang lamun dari stasiun I, II dan III.
Gambar 2. Histogram hasil analisis parameter kualitas air pada seluruh stasiun Suhu Dari hasil pengukuran kualitas air pada suhu perairan di tiga stasiun berkisar antara 28,530 C stasiun I, 30,50 C stasiun II dan 29,740 C stasiun III, yaitu kisaran suhu yang masih mendukung kehidupan organism. Menurut Hutabarat dan Evans (1983), bahwa suhu air laut adalah factor yang sangat penting bagi kehidupan organism karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolism juga untuk perkembangan diri organisme tersebut. Suhu air permukaan di perairan Nusantara kita umumnya berkisar antara 280 C-310 C (Nontji, 1987). Kekeruhan Dari hasil pengukuran parameter kualitas air, di peroleh hasil rata-rata nilai kekeruhan, pada stasiun pengambilan sempel selama penelitian sebesar 3,7 NTU pada stasiun I, 1,7 NTU pada stasiun II, dan 2,5 NTU stasiun III, sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh dari ketiga lokasi adalah 2,6 NTU. berarti kisaran nilai kekeruhan di bawah batas ambang 25 NTU seperti yang ditetapkan oleh Kementerian Negara dan Lingkungan Hidup (1988).
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 22. No. 1, Oktober 2016 – ISSN 1412-2006
77
Gatot Dwi Harsono, Jailani dan Hamdhani Salinitas Keadaan cuaca pada saat pengambilan sampel cerah, ini menunjukkan bahwa keadaan perairan pada saat pengambilan sampel sangat stabil dan normal. Berdasarkan dari hasil pengukuran rata-rata salinitas yang di peroleh adalah 35 ppt pada stasiun I, 36 ppt pada stasiun II dan 38 ppt pada stasiun III, nilai rata-rata salinitas adalah 36,3 ppt, Dimana salinitas menunjukkan kisaran yang relatif cukup tinggi. Hal ini diduga karena saat penelitian secara umum mempunyai intensitas curah hujan relatif rendah. Menurut Kepmen Lingkungan Hidup No 200 Tahun 2004 menyebutkan bahwa standar baku mutu salinitas yang baik untuk kehidupan biota laut yaitu 33-34 ppt. Pada perairan laut, salinitas. biasanya berkisar antara 34-35 ppt, karena sering terjadi pengenceran, pengaruh aliran sungai, sehingga salinitas bisa lebih rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa lebih tinggi. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 1993). pH Hasil pengukuran pH di tiga stasiun berkisar antara 7,8 stasiun I, 8,2 stasiun II dan 8,5 stasiun III, nilai pH selama penenlitian di perairan Sapa Segajah masih ideal. Karena menurut Wardoyo (1981) bahwa perairan yang ideal bagi kehidupan organisme aquatik adalah perairan dengan pH berkisar antara 6,5-8,5. Oksigen terlarut (DO) Hasil dari pengukuran oksigen terlarut (DO) pada ketiga stasiun berkisar antara 7,2 mg/l stasiun I, 8,8 mg/l stasiun II dan 8 mg/l stasiun III, dari hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) masih dalam batas yang normal dan dapat ditolerir untuk kehidupan organisme laut. Menurut Soeseno (1981), bahwa oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kunci bagi organisme perairan karena merupakan salah satu energy yang di gunakan dalam proses metabolisme pada tubuh mahluk hidup. Kerapatan Tegakan Lamun Padang lamun adalah kumpulan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal (sub litoral). Mempunyai daun-daun yang panjang dan tipis mirip pita dan mempunyai saluran-saluran air serta bentuk pertumbuhannya monopodial dari rhizome (Nybakken, 1992). Menurut Nontji (1987), lamun hidup di perairan dangkal yang agak berpasir sering dijumpai di terumbu karang, lamun umumnya membentuk padang yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai. Kedalaman air, pasang surut dan struktur substrat mempengaruhi zona sebagian jenis lamun dan pertumbuhannya. Tabel 1. Jumlah tegakan lamun antar stasiun selama penelitian Jenis lamun (Tegakan/m2) Stasiun Enhalus acoroides Thalassia hempricii I 18 29 II 20 31 III 21 33
Cymodocea serrulata 6 4 7
Berdasarkan hasil identifikasi jenis lamun di setiap stasiun ditemukan tiga jenis lamun yaitu : Enhalus acoroides, Thalassia hempricii, dan Cymodocea serrulata. Kerapatan lamun pada setiap stasiun berbeda-beda, dikarenakan adanya perbedaan karakteristik setiap stasiun pengamatan di perairan tersebut. Dilihat dari tabel diatas terlihat bahwa pada masing-masing stasiun memiliki perbedaan kerapatan spesies lamun, yaitu kerapatan tegakan lamun Enhalus acoroides berkisar 18-21 tegakan/m2, Thalassia hempricii berkisar antara 29-33 tegakan/m2 dan Cymodocea serrulata berkisar antara 6-7 tegakan/m2.
78
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 22. No. 1, Oktober 2016 – ISSN 1412-2006
Gatot Dwi Harsono, Jailani dan Hamdhani Jumlah Hasil Tangkapan Nilai persentase terbesar pada bulan gelap adalah ikan bawis (Siganus canalicatus) dengan persentase 26,67%, ikan baronang (Siganus guttatus) 18,33%, ikan lamun (Scarus ghobban) 16,67 %. Sedangkan nilai persentase terkecil adalah jenis ikan ketambak (Lutjanus bungalensis) dengan persentase 1,67%. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa persentasi hasil tangakapan ikan pada bulan gelap Siganus canalicatus lebih besar dibandingkan ikan jenis lain seperti Lutjanus bungalensis, Sphyraena jello), dll.
Gambar 3. Persentase hasil tangkapan jenis ikan pada bulan gelap Nilai persentase terbesar pada bulan terang adalah ikan bawis (Siganus canalicatus) dengan persentase 31,63%, ikan ketambak (Lutjanus sp) 21,83%, ikan batu (Scarus sp) 14,92%, ikan baronang (Siganus guttatus) 5,35%. Sedangkan nilai persentase terkecil adalah jenis ikan batu (Choerodon oligacanthus) dengan persentase 1,20%. Berdasarkan hasil persentase hasil tangkapan ikan pada saat bulan terang adlah Siganus canalicatus lebih besar dibandingkan ikan jenis lain seperti Lutjanus bungalensis, Upeneus tragula, Sphyraena jello dll.
Gambar 4. Persentase hasil tangakapan jenis ikan pada saat bulan terang
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 22. No. 1, Oktober 2016 – ISSN 1412-2006
79
Gatot Dwi Harsono, Jailani dan Hamdhani
Gambar 5. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Nilai indeks keanekaragaman (H’) dari hasil tangkapan ikan di Perairan Sapa Segajah pada bulan gelap dan bulan terang berkisar antara 1,8970-2,0673 menunjukkan suatu kisaran H' 1,0 ≤ H’ ≤ 3,0 maka keanekaragaman sedang yang berarti tingkat keanekaragaman tinggi, penyebaran individu tiap spesies tinggi dan kestabilan komunitas tinggi, artinya penyebaran individu di Perairan Sapa Segajah tinggi. Nilai indeks keseragaman (E’) dari hasil tangkapan ikan di perairan Sapa Segajah pada bulan gelap dan bulan terang berkisar antara 0,8633-0,8319, menunjukkan suatu kisaran 0 yang berarti jumlah individu tiap jenis cenderung berbeda. Menurut Odum (1993), semakin kecil nilai keseragaman (E’) maka semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, artinya penyebaran dan ada kecendrungan bahwa suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Semakin besar nilai keseragaman (E’) maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu jumlah individu setiap spesies hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan perairan di tempat biota tersebut mampu mendukung kehidupan secara baik. Nilai indeks dominansi (C) dari hasil tangkapan ikan di perairan Sapa Segajah pada bulan gelap dan bulan terang berkisar antara 0,1728-0,1650, menunjukkan bahwa hasil tangkapan mendekati 0, berarti tidak terjadi dominansi spesies dalam komunitas. Bedasarkan dari uji t hasil tangkapan ikan di periode bulan terang dan bulan gelap tidak berbeda nyata. Berdasarkan hipotesis Ho diterima apabila thitung ttabel, maka perbandingan kelimpahan tidak berbeda nyata (Voelker dk, 2004).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil identifikasi yang diperoleh, ikan yang tertangkap di ekosistem padang lamun Sapa Segajah jumlah individu hasil tangakapan ikan pada saat bulan gelap sebanyak 60 ekor dari 9 spesies dan pada saat bulan terang 83 ekor dari 12 spesies ikan. Indeks keanekaragaman berkisar antara 1.8970-2.0673, Indeks keseragaman berkisar antara 0.8633-0.8319 dan indeks dominansi berkisar antara 0.1728-0.1650. 2. Hasil dari pengukuran berbagai parameter kualitas air menunjukkan bahwa kualitas air di Sapa Segajah masih mendukung kehidupan ikan dan lamun. Pada lokasi penelitian terdapat tiga spesies penyusun utama padang lamun di perairan pantai Kota Bontang yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea serrulata. Pola sebarannya dipengaruhi oleh karakteristik substrat dan karakteristik kualitas air terutama salinitas, kekeruhan, dan suhu.
80
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 22. No. 1, Oktober 2016 – ISSN 1412-2006
Gatot Dwi Harsono, Jailani dan Hamdhani Saran Dari hasil penelitian diketahu bahwa komunitas ikan yang terdapat di padang lamun memiliki nilai ekonomis, oleh karena itu diharapkan agar ekosistem padang lamun di perairan Sapa Segajah Kota Bontang Kalimantan Timur agar dapat dijaga dan dilestarikan.
DAFTAR PUSTAKA Den Hartog, C. 1977. Structure, function and classification. In Seagrass Community. Perspective. Maccel Drekker Inc. New York.
Scientific
Fortes, M.D. 1986a. Taxonomy and ecology of Philippine seagrasses. University of the Philippines, Dilimen, Quezon City, Philippines, Ph. D. dissertation Hutomo, M. and S. Martosewojo. 1977. The fishes of seagrass community on the west side of Burung Island and their variation in abundance. Mar. Res. Indonesia 17: 147–172. Jailani. 1996. Studi Biodiversitas Padang Lamun di Perairan Pantai Bontang, Kalimantan Timur. Tesis PPs - Unhas. Ujung Pandang. Marasabessy, M.D. dan F.D. Hukom. 1989. Judul Artikel Teluk Ambon 11. PPPO–LIPI, Ambon. Hal. 82–94. Odum, Z.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke-3. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Pollard, D.A. 1984. A review of ecological studies on seagrass-fish communities, with particular reference to recent studies in Australia. Aquat. Bot. 18: 3-42. Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 1984. Pengantar Oseonografi. UI Press. Jakarta. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. Voelker dan David H, (2004) Seri Matematika Keterampilan Statistika, Bandung:Pakar Raya. Wardoyo, S.T.H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian Dan Perikanan. Training Analisa dampak Lingkungan. IPB. Bogor.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 22. No. 1, Oktober 2016 – ISSN 1412-2006
81