GHOZWUL FIKRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENERAPAN SYARIAT Oleh H. Abdullah Qomaruddin, Lc 1
Pendahuluan Islam adalah agama yang membawa kebaikan semesta, sebagaimana yang Allah swt firman “Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan sebagai rahmat alam semesta”. Kerahmatan dan kebaikan semesta Islam, dapat dilihat dan dirasakan dari aturan-aturannya dan syariatnya yang mencakup semua aspek kehidupan dan hal ini sangat membantu manusia apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan ini. Sehingga manusia tidak perlu lagi mencari, bekerja dan berfikir tentang prinsip-prinsip dasar kehidupannya, karena semua telah dijelaskan oleh risalah yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw bahkan terujicoba dalam kehidupan masyarakat secara ril. Masyarakat sahabat adalah contoh ril dalam menerapkan dan melaksanakan syariat yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw dengan sukses. Betapa tidak? Terbukti bahwa dalam sejarah kehidupan umat manusia secara umum, dan umat Islam secara khusus, bahwa masyarakat sahabat adalah komunitas terbaik yang pernah muncul dalam sejarah manusia. Karena kehidupan yang idial, baik dalam skala individu maupun social ada pada masyarakat sahabat. Dalam skala individu banyak sahabat, bahkan sebagaian besarnya adalah contoh yang sangat idial. Baik dari aspek kecerdasannya, ibadahnya, aklahnya, perjuangannya, kehidupan sosialnya maupun manejemen kehidupannya. Sehingga tidak berlebihan kalau mereka para sahabat, dalam pandangan ulama hadits adalah orang-orang yang adil ( As shobah kulluhum ‘udulun) yaitu orang yang seluruh ucapan dan informasi yang bersumber darinya adalah benar. Begitu pula dalam skala sosialnya adalah contoh idial. Misalnya tentang kepemimpinan Umar ra yang sangat terkenal keadilannya dalam menjalankan roda pemerintahannya. Sehingga keadilan beliau dalam menjalankan roda pemerintahannya
1
Dosen STID Dirosat Islamiyah Al-Hikmah Jakarta dan pengajar di beberapa instansi pemerintah maupun swasta
1
diakui oleh seluruh ahli sejarah (terutama sejarawan muslim) dan juga non muslim. Pernah suatu ketika utusan Romawi datang ke Madinah untuk menjumpai Kahalifah Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra yang wilayah kekuasaannya mencapai sepertiga wilayah dunia ketika itu.
Karena orang itu baru pertama kali datang ke
Madinah dan belum pernah melihat dan mengenal sosok Umar ra, maka ia bertanya kepada salah seorang penduduk Madinah, “Dimanakah istana pemimpin kalian Umar ?”. Sahabat yang ditanya mengatakan “Pemimpin kami tidak memiliki istana, ada perlu apa dengan pemimpin kami”. Utusan Romawi berkata “Kami diutus raja kami untuk menemuai pemimpin kalian Umar, dimanakah kami dapat menjumpai beliau?”. Sahabat menjawab “Kalau kamu ingin bertemu Umar, itulah beliau yang tengah beristirahat dibawah pohon kurma”. Ketika orang itu mengetahui bahwa yang tengah istirahat di bawah pohon kurma itu adalah Umar ra seorang pemimpin yang sangat terkenal seantero dunia saat itu ia merasa heran dan tercengang dan hampir tidak percaya Bagaimana mungkin orang sehebat Umar ra istirahat (tidur) di bawah sebatang pohon kurma tanpa perasaan takut dan pengawal seorangpun. Mungkin dalam benak utusan Romawi itu, Umar adalah seorang raja yang tinggal disebuah istana megah, dengan dayang-dayang dan pengawalan yang sangat ketat, hidup penuh dengan kemewahan dan fasilitas hidup yang serba cukup, seperti yang selama ini dilihat dan dirasakan oleh utusan Romawi dalam kehidupan rajanya. Dalam keterkejutan dan keheran nya itu , ia pun berguman “Hakamta fa adilta # Fanimta fa aminta” (Engkau memimpin dengan adil maka engkau tidurpun dengan aman). Suatu penilaian yang jujur, tulus tanpa rekayasa. Itulah suatu bukti masyarakat sahabat yang sukses dalam peneran syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Orang yang membaca sejarah sahabat dengan kaca iman dan pandangan yang objektif, terutama para pemimpinnya dalam mengelola negara dan menjalankan roda pemerintahannya pasti merindukan model dan sistem pemerintahan dan kekuasaan yang dilaksanakan dan dikelola oleh para sahabat. Dan ketika mereka menelusuri sumber kesuksesan para sahabat dalam melaksanakan dan menjalankan roda pemerintahan dan kekuasaannya, maka mereka akan menemui bahwa sumbernya adalah penerapan syariat secara konsekwen dan menajadikannya sebagai pijakan dan landasan bernegara dan bermasyarakat. Sehingga siapun orang itu, apalagi ia adalah manusia yang beriman
2
kepada Allah swt , percaya akan kebenaran yang Allah turunkan, tunduk yang dilambangkan dengan statusnya sebagai kaum muslimn, maka pasti ia merindukan dan mengingankan adanya penerapan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Karena terbuti – dalam sejarah kehidpan manusia, khususnya kaum muslimin- bahwa hanya syariat Islam sajalah yang dapat menciptakan dan memberikan rasa adil dan keadilan yang seseungguhnya. Hal ini disebabkan bahwa tanggung jawab yang dipikul oleh seorang pemimpin bukan hanya pada skala dunia dan dihadapan manusia saja, tapi juga skala akhirat dan dihadapan Allah swt Yang Maha Hakim. Umar pernah berkata dalam kontek ini, “Seandainya ada seekor unta yang tersesat, tidak tahu jalan, maka aku harus mempertanggungjawabkanhnya di hadapan Allah swt kelak di hari kiamat”.
Diapula yang memmerintahakan petugas kas negara untuk memberikan
jaminan hidup kepada seoraang Yahudi yang sudah lanjut usia, tidak dapat berusaha lagi, Umar ra berkata: “Berikanlah jaminan hidup kepada orang ini. Jangan hanya mengambil pajak darinya (jizyah) ketika ia muda dan kalian campakan ketika ia tua”. Apalagi peneran syariat mendapatkan jaminan UUD 1945 dimana setiap agama berhak untuk menjalan perintah agamanya disamaping pelaksanaan syariat Islam adalah salah satu konsekwensi beriman kepada Allah dan Islamnya seseorang. Namun sering kita dapati, banyak dikalangan umat Islam yang tidak memahami akan hal ini. Mereka khawatit terhadap penerapan dan pelaksanann syariat Islam, bahkan melakukan penolakan dan resistensi yang sangat luar biasa. Hal ini disebabkan bisa karena ketidak tahuan mereka tentang keharusan dan indahnya penerapan syariat Islam, atau karena adanya propaganda-propaganda musuh Islam yang memberikan gambaran yang menyeramkan dan menakutkan tentang penerapan syariat Islam, sehingga mereka umat Islam pun termakan isu dan propaganda tersebut. Propaganda dan isu yang memeberikan gambaran yang menakutkan dan menyeramkan tentang syariat Islam adalah strategi musuh Islam untuk melemahkan kaum muslimin. Dan ini merupakan suatu bentuk perang baru yang dilancarkan musuh Islam yang dikenal dengan sebutan Al Ghozwu Al Fikri.
3
Pengertian Ghozwul Fikri Al Ghozwu Al Fikri, selanjut penulis menyebutnya dengan ghozwul fikri dengan menghilangkan Al yang pertama dan mengganti Al yang kedua dengan konsonan l yang diletakan di akhir kata ghozwu, karena hal ini lebih mudah dilafalkan. Ghozwul fikri adalah kalimat yang terdiri dari dua kata. Yaitu ghozwun dan fikrun. Secara bahasa ghozwun adalah
ﻬﺎﺑﻪﻧﺘ ﻭﺍﺪﻭ ﻌ ﺘﺎ ﹺﻝ ﺍﻟﲑ ﺇﹺﱃ ﻗ ﻭ ﺍﻟﺴ ﺰ ﻐ ﺍﻟ Perjalanan memerangi musuh dan menguasainya (Lisanul Arob, ibnul manzhur, vol. 15 hal.123). sedangkan secara istilah tidak ada fuqoha ( ulama fiqh ) yang memberikan definisi secara khusus yang ada adalah sinonimnhya yaitu jihad. Hanya ahli sejarah Nabi saw yang memberikan definisi secara khusu bahwa al ghozwu atau alghozwah adalah perang yang dipimpin langsung oelh Nabi Muhammad saw. Sedangkan yang tidak langsung dipimpin oleh Nabi saaw disebut sariyah yaitu perang yang dipimpin oleh sahabat. Sedangkan kata fikri secara bahasa adalah
ﺮ ﺇﹺﻋﻤﺎﻝ ﺍﳋﺎﻃﺮ ﰲ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻔ ﹾﻜ ﺮ ﻭﺍﻟ ﺍﻟ ﹶﻔ ﹾﻜ Menggunaka akal dalam hal sesuatu (berfikir) [Lisanul Arob, Ibnul Manzhur, vol. 5 hal. 65]. Namun kata ini menjadi kata sifat dari ghozwun, sehingga arti secara harfiahnya adalah perang pemiran bukan perang militer atau fisik. Kemudian kedua kata tersebut digabung sehingga menjadi istilah baru yaitu: Perang pemikiran dan kebudayaan yang dilakukan oleh kelompok/ bangsa
tertentu
secara intens yang terencana, tersusun, terprogram dan sisitemik, untuk menyerang kelompok/ bangsa lain dalam rangka mempengaruhui dan merubah pola pikir, budaya dan kepribadian bangsa tersebut sehingga dengan mudah dikuasai dan dikendalikan dan penjadi pengikut dan pendukung setia. Akar Sejarah Ghozwul Fikri Tidak ada ahli sejarah Islam yang dapat memastikan kapan dimulainya gerakan Ghozwul Fikri. Namun demikian ada beberapa teori dan analisa tentang kemunculannya.
4
Teori dan analisa pertama adalah bahwa munculnya Ghozwul Fikri berbarengan dan sejalannya dengan munculnya Islam. Sehingga usianya sebaya dengan usia agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Hal ini sebagaimana turunnya ayat-ayat Al Qur’an yang mengingatkan kaum muslimin tetang ancaman laten ‘Yahudi dan Nasrani’. Seperti firman Allah swt:
3 3“y‰çλù;$# uθèδ «!$# “y‰èδ āχÎ) ö≅è% 3 öΝåκtJ‾=ÏΒ yìÎ6®Ks? 4®Lym 3“t≈|Á¨Ψ9$# Ÿωuρ ߊθåκuø9$# y7Ψtã 4yÌös? s9uρ ∩⊇⊄⊃∪ AÅÁtΡ Ÿωuρ
Said Hawa dalam Al Asas Fit Tafsir mengomentari ayat ini “Pada ayat ini menggambarkan hakikat sikap orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap umat ini. Bahwa mereka tidak rela terhadap umat ini kecuali mau meninggalkan Islam dan masuk ke dalam agama mereka. Sikap tidak rela ini berlaku selamanya sekalipun mereka manampakan penerimaannya terhadap Islam. Melupakan pelajaran yang berharga ini adalah penyebab terjadinya bencana-bencana besar dimasa kita ini. Dimana banyak kaum muslimin yang mencoba menyenangkan orang-orang kafir dengan mengikuti kemaun mereka (dengan mengurangi tuntutan yang merupakan hak kaum muslimin) dan melakukan kesepakatan-kesepakan yang merugikannya. Dengan keyakinan bahwa mereka akan menerima semua ini, namun nyatanya itu adalah siasat dan strategi mereka” [Al Asas Fit Tafsir 1/229] Artinya umat Islam terjebak kepada permainan mereka, yang sesungguhnya target mereka adalah menguasai umat Islam dan mengendalikannya kemudian pada akhirnya memurtadan mereka, keluar dari agamanya dan ini adalah salah satu target besar mereka dengan gerakan Ghozwul Fikrinya.
5
Lebih jauh Sayyid Qutub berkata “Itulah uqdah ( hambatan psikologis) yang selalu kita saksikan kebenarannya sepanjang zaman dan setiap tempat. Itulah aqidah (idiologi mereka terhadap umat Islam). Inilah hakikat pertarungan yang dikobarkan orang-orang Yahudi dan Nasrani disetiap tempat dan waktu terhadap komunitas muslimin (jamaah muslimah). Yaitu pertarungan aqidah (idiologis) antara dua kekuatan militer, kekuatan Islam dengan dua kekuatan (Yahudi dan Nasrani) yang kadang antara keduanya saling bertarung, bahkan antar berbagai sekte dalam satu agama kadang juga saling bertarung, namun semuanya senantiasa bersatu dalam pertarungan menghadapi Islam dan kaum muslimin” [sayyid Qutub 1/108] (lihat juga firman Allah swt pada surat Al Baqoroh ayat 109 dan 217 serta Al Anam ayat 112) Diantara sarana yang digunakan Ghozwul Fikri untuk meninabobokan dan memalingkan kaum muslimin dari ajarannya adalah musik dan hal-hal yang melalikannya dan ternyata Al Qur’an telah menyebutkan hal ini dalam surat Luqman ayat 6. FirmanNya:
4 #ρâ“èδ $yδx‹Ï‚−Gtƒuρ 5Οù=Ïæ ÎötóÎ/ «!$# È≅‹Î6y™ tã ¨≅ÅÒã‹Ï9 Ï]ƒÏ‰ysø9$# uθôγs9 “ÎtIô±tƒ tΒ Ä¨$¨Ζ9$# zÏΒuρ ∩∉∪ ×Îγ•Β Ò>#x‹tã öΝçλm; y7Í×‾≈s9'ρé& Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Ibnu Katsir berkata “Setelah Allah swt menyebutkan kondisi orang-orang yang bahagia, yaitu orang-orang yang menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk dan mengambil manfaat dengan mendengarkannya. Allah swt melanjutkan dengan menceritakan kondisi orang-orang celaka yaitu orang-orang yang berpaling dari mengambil manfaat dengan mendengarkan kalamulloh dan mereka lebih suka mendengarkan sruling, lagu yang dipadukan dengan suara indah dan musik”. Bahkan Ibnu Masud ketika ditanya tetang ayat ini beliau menjawab “nyanyian (lagu/ musik), demi Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia kecuali itu” [Mukhtashor Ibnu Katsir 3/62]. Konon katanya ayat ini turun terkait dengan upaya orang kafir Quraisy untuk memalingkan dan mengalihkan kaum
6
muslimin dari mendengar Al Qur’an dengan membeli/ menyewa seorang biduanita [Lihat Fathul Qodir 4/335] dan betapa banyak dewasa ini kaum muslimin yang meninggalkan agamanya, atau minimal tidak peduli terhadap agamanya karena musik. Inilah salah satu bentuk dan keberhasilan Ghozwul Fikri. Teori dan analisa kedua adalah bahwa sejarah ghozwul fikri muncul saat terjadi perang salib. Sejak permulaan abad ke XI, semangat perang salib terus memotifasi banyak tindakakn yang merugikan umat Islam. Karena perang salib ini secara tidak langsung telah mampu membangkitkan kesadaran Barat akan warisan budayanya yang penuh catatan yaitu budaya Yunani dan Romawi sehingga melahirkan semangat kolonialisme dan memperbudak bangsa lain. Disisi lain, kekalahan yang mereka alami dalam perang salib juga memberikan kesadaran bahwa sesungguhnya umat Islam tidak akan bisa dikalahkan dan dilenyapkan dengan kekuata militer. Karena umat Islam memiliki spirit perlawanan dan perjuangan yang sangat luar biasa yaitu ajaran jihad fi sabilillah dan kerinduan dan keinginan yang mendalam untuk menggapai kematian yang mulia dan terbaik, yaitu sebagai syuhada. Orang pertama yang menyadari perlunya bentuk peperangan lain dalam rangka menghancurkan Islam adalah Louis IX, raja perancis yang tertawan di Al Manshuriyah pada perang salib ke VII. Lois IX menyadari benar bahwa rahasia semangat dan keberanian tentara-tentara Islam dalam peperangan terletak pada ajaran jihadnya, sebagai bagian integral dari ajaran Islam. Dalam memorinya ia menulis: “Setelah melalui perjalanan panjang , segalanya telah menjadi amat jelas buat kita, kehancuran kaum muslimin dengan cara perang konvensional adalah mustahil. Karena mereka memiliki manjhaj yang jelas yang tegas di atas konsep jihad fi sabilillah. Dengan konsep ini mereka tidak akan pernah mengalami kekalahan militer. Karena itu bBarat harus menempuh jalan lain (bukan jalan militer) yaitu dengan jalan idiologi dengan mencabut akar manhaj ini dan mengkosongkannya dari kekuatan dan keberanian. Caranya tidak lain, menghancurkan konsep-konseo dasar Islam dengan berbagai takwil (penafsiran semberono) dan tasykik (menumbuhkan keraguan) ditengah-tengah umat” [lihat Anwar Jundi, Haqoiq Ghozwul Fikri lil Islam, hal 6]
7
Teori dan analisa ketiga adalah berbarengan denga gerakan Kristenisasi yang mulai marak di abad ke 19. Perang salib dengan segala pasang surutnya ,juga melahirkan semangat kolonialisme dan imperialisme terhadap dunia lain, terutama dunia Islam. Awalnya perang salib ini adalah perang sektoral yaitu pada kawasan timur tengah saja, namun kemudian hal ini mengilhami bangsa-bangsa lain (eropa) yang tidak terlibat langsung dengan perang salib untuk melakukan penjajahan terhadap bangsa lain (timur) seperti belanda yang menjajah bangsa Indonesia selama 350 tahun. Sebagaiman sudah dimaklumi bahwa kaum penjajah tidak hanya ingin mereampasa kekayaan dan menguasai bangsa yang dijajah , tapi juga menyebarkan ajaran dan agama mereka. Hal ini sesuai dengan semboyan dan spritit penjajahan mereka, Gold, Glori dan Gospel. Dengan gerakan Kristenisasi mereka, menyudutkan ajaran Islam dan menjauhkan umat Islam dari ajarannya agar mudah menyeret umat Islam ke dalam agama mereka dan sekaligus menjadi kaki tangan mereka yang setia.
Dan ini adalah target lain dari
Ghozwul fikri. Teori dan analisa keempat adalah bahwa gerakan Ghozwul Fikri berbarengan kelahirannya dengan gerakan orientalisme. Kekalahan barat dalam perang salib juga mengilhami merka untuk mempelajari dan mengkaji lebih jauh tentang ketimuran, terutama dunia islam dan budayanya. Hal ini mereka lakukan, disamping ada diantara mereka ada yang bertujuan ilmiah, namum kebanyakan mereka untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan umat Islam serta potensi yang ada pada bangsa tersubut. Dengan mengetahui kekuatan umat Islam mereka akan berupa untuk melemahkannya. Sepertiu sumber kekuatan utama umat Islam adalah Al Qur’an, maka mereka berupaya untuk menjauhkan umat ini dari Al Qur’an. Sehingga muncullah generasi yang tidak bisa membaca Al Quran apalagi memahaminya. Dan dengan mengetahui kelemahan umat Islam mereka akan mudah menguasainya. Namun demukian semua teori dan analisa itu sesungguhnya saling terkait dan memiliki keterhubungan satu dengan yang lainnya.
8
Bahayanya Ghozwul Fikri Serangan Ghozwul Fikri yang dilakukan musuh-musuh Islam terhadap kaum muslimin secara sistimatik dan terus menerus memunculkan bahaya yang sangat serius. Baik secara individu maupun keumatan, baik secara dunia maupun ukhrowi. Secara individu, ghozwul fikri dapat menciptakan generasi yang luntur kepribadian Islamnya dan tidak lagi memiliki kebanggan sebagai orang Islam. Yang pada akhirnya akan membenci dan memusuhi Islam. Sedangkan secara keumatan, akan menghambat kemajuan kaum muslimin dan sekaligus memberikan kontribusi kejumudan dan kemunduran umat ini, yang pada akhirnya akan mudah dikuasai oleh musuh-musuh Islam. Bahaya-bahaya tersebut dapat disimpulkan dari target –terget yang hendak dicapai dari gerakan Ghozwul fikri. Diantara target dan sasaran Ghozwul fikri yang terkait dengan kaum muslimin adalah 1.
Melemahkan keimanan dan aqidah Aqidah dan keimanan adalah merupakan pijakan dasar kaum muslimin. Di
atasnya umat Islam membangun kehidupannya sekaligus mampu melahirkan daya juang dan pengorbanan yang sangat tinggi. Di atas nilai-nilai aqidah umat Islam mampu menciptakan dan melahirka kekuatan yang sangat dahsyat, yang tidak akan pernah tekalahkan oleh kekuatan apapun. Lihatlah berbagai peristiwa sejarah yang mengiringi umat ini, dari zaman Rasul saw hinggar akhir zaman nanti, perjuangan yang dilakukan umat Islam selalu memetik buah kemenagan yang gemilang, karena sunatullahnya, kaum beriman akan selalu menang dalam setiap perjuangannya. Inilah kata kunci yang dipahami betul oleh musuh-musuh Islam, sehingga berupa untuk melemahkan dan meruntuhkan keimanan dan aqidah umat Islam. 2.
Merusak moral dan akhlak Misi moral yang dibawa Nabi saw, sebagaimana yang disebutkan dalam sabdanya
”sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak” mampu melahirkan masyarakat yang memiliki moralitas yang sangat tinggi.
9
Moral (akhlak) adalah kekuatan lain yang dimiliki umat Islam yang sangat ditakuti musuh-musuh Islam. Terutama akhlak Islam tetang ukhuwah islamiyah , solidaritas dan soliditas umat, yang melahirkan sikap kebersamaan, tanggung jawab dan kepedulian yang sangat besar terhadap sesama saudaranya, kaum muslimin, dimanapun mereka berada. Sehingga inipun menjadi target besar Ghozwul Fikri, meruntuhkan moral dan akhlak kaum muslimin. 3.
Melemahkan semangat dalam beribadah Konsep ibadah dalam Islam sangat berbeda dengan konsep ibadah pada agama
manapun. Ibadah dalam Islam bukan sekedar serimonial hampa yang tidak memiliki pengaruh dalam jiwa dan kehidupan. Ibadah dalam Islam sangat
besar pengaruhnya dalam jiwa dan kehidupan.
Dengan ibadah, jiwa dan kehidupan kaum muslimin lebih stabil dan dinamis, sehingga mampu melahirkan karya-karya besar dan mampu membangun kepribadian yang memiliki izzah/ harga diri
serta mampu menghadapi dinamika kehidupan dan
tantangannya dengan baik. 4.
Menghancurkan pemikiran Islam sebagai agama bukan sekedar mampu melahirkan pribadi-pribadi yang
berbudi luhur tinggi namun juga mampu melahirkan pribadi-pribadi yang cerdas dan intelek, karena Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sehingga tidaklah mengherankan Islam mampu melahirkan pemikir-pemikir yang handal dari berbagai disiplin ilmu. Bahkan konsep-konsep pemikiran yang dilahirkan oleh sarjana-sarjana Islam jauh lebih maju dari konsep-konsep pemikiran di luar sarjana-sarjana Islam. Hal ini sangat disadari betul oleh musuh-musuh Islam. Oleh karena itu mereka berusaha untuk menghambat bahkan menjumudkan konsep-konsep pemikiran sarjana Islam dengan meninabobokan kaum muslimin dengan berbagai hiburan atau kesibukan-kesibukan dunia, sehingga umat Islam melupakan potensi besar yang ada dirinya. 5.
Menjauhkan umat dari ajaran dan syariatnya Syariat Islam bukanlah sekedar seperangkat aturan yang mengatur kaum
muslimin bagaimana seharusnya menjalan roda kehidupan. Lebih jauh syariat adalah kekuatan yang besar yang apabila pelaksanaannya dilakukan secara benar dan optimal
10
akan mampu menciptakan umat yang besar dan berjaya. Umar bin Khattab pernah berkata: ”Dahulu kami adalah bangsa yang sangat rendah, lalu Allah memuliakan kami dengan Islam. Siapa yang mencari kemulian dengan meninggalkan Islam maka Allah pasti akan menghinakanya” Sedangkan target dan sasaran Ghozwul Fikri yang terkait dengan komponen dasar ajaran Islam adalah: 1.
Al Quran dan sunnah sebagai dasar berfikir dan beramal kaum muslimin
2.
Bahasa Arab sebagai bahsa din dan ilmu
3.
Sejarah Nabi saw dan sahabat sebagi teladan umat
4.
Syariat Islam sebagai peraturan dan undang-undang yang lengkap dan adil bagi
umat 5.
Kebudayaan Islam sebagai produk pemikiran dapa ulama dan sarjana muslim
Ghozwul Fikri dan Penerapan Syariat Pengertian Syariat Islam Sebelum membicarakan dan membahas lebih jauh lagi tentang pengaruh dan implikasi Ghozwul fikri terhadap penerapan syariat Islam dalam kehidupan, kiranya kita perlu terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud syariat Islam itu sendiri. Mengingat masih banyak masyarakat kita yang belum memahami hakikat syariat Islam. Atau kalaupun mereka mengetahu dan memahaminya hanya sebatas pemahaman yang parsial, tidak utuh. Sehingga timbul pemahaman dan persepsi yang keliru tentang syariat Islam itu sendiri. Syariat Islam adalah sekumpulan aturan yang universal yang mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia. Baik yang tekait dengan aqidah, ibadah, akhlak, muamalat dan berbagai aturan hidup lainnya. Syariat Islam tidak hanya terbatas pada muamalat atau hudud (hukum pidana dalam Islam) tapi mencakup berbagai dimensi kehidupan. [Mana’ Qotton, Tarikh Tasyri’ Islami, hal 15, 1993] Islam adalah aturan yang universal mencakup seluruh dimensi kehidupan. Ia adalah negara dan bangsa, pemerintahan dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, wawasan dan undang-undang, ilmu dan pengadilan, materi dan kekayaan, usaha dan kecukupan, jihad dan dakwah, kemiliteran dan konsep kehidupan, aqidah dan ibadah yang benar. [Hasan Albana, Majmuatur Rosail, hal. 357, 1992]
11
Perbedaan syariat Islam dengan Undang-undang lainnya. Sebenarnya tidak mungkin untuk membandingkan antara syariat Islam dengan undang-undang lainnya. Karena syariat Islam bersumber dari Allah sang Kholik yang maha segalanya, sedangkan undang-undang lain adalah produk manusia sang makhluk dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Namun untuk membuktikan bahwa syariat Islam lebih unggul dari undang-undang manapun, tidak salahnnya kalau kita membuat perbandingannya. Diantaranya: 1.
Undang-undang produk manusia sangat didominasi oleh kepentingan dan nafsu
sekelompo orang serta keterbatasan dalam mengetahui segala sesuatu sehingga subyektifitasnya sangat tinggi. Inilah yang menyebabkan selalu terjadi revisi undangundang atau peraturan yang dibuat olehh manusia. Sedangkan syariat Islam yang bersumber dari Allah yang maha segalanya, tidak memiliki kepentingan apapun, yang mengetahui segalanya dan apa yang baik buat manusia sebagai makhluk ciptaannya , dunia dan akhirat. 2.
Undang-undang produk manusia kaidah-kaidahnya sangat terbatas tidak
mencakup semua apa yang dibutuhkan masyarakat dalam menata kehidupannya. Sedangkan syariat Islam mencakup semua kaidah yang dibutuhkan manusia dimana kaidah-kaidah itu terangkai dengan rangkaian yang sangat indah. 3.
Undang-undang produk manusia dimensi waktunya sangat terbatas, hanya berlaku
pada masa tertentu, tidak mengantisipasi perubahan yang kadang sangat cepat. Syariat Islam hadir bukan untuk masa tertentu dan kelompok masyarakat tertntu. Akan tetapi syariat Islam hadir untuk seluruh komutas manusia sepanjang
zaman.
Karena syariat Islam berisikan kaidah-kaidah yang memiliki murunah (fleksibelitas/ kelenturan) dan tsabitah (tetap/ kokoh). 4.
Undang-undang produk manusia hanya sebatas mengatur masalah-masalah
muamalat (pidana dan perdata) yang terkait kehidupan sosial dan ekonomi yang menjadi bidang garapan utama sebuah pemerintahan dan kekuasaan. Sedangkan syariat Islam mencakup keimanan kepada Allah, RasulNya dan kehidupan akhir serta bagaimana hubungan manusia dengan Tuhannya.
12
5.
Undang-undang produk manusia hanya mengkedapankan dimensi rasio dan
mengabaikan dimensi akhlak. Sehingga dua orang apabila bersepakat untuk melakukan kejahatan zina dan suka sama suka maka tidak ada sanksi dan hukuman baginya. Sedangkan syariat Islam sangat dominan dengan moral dan akhlak, bahkan akhlak dalam Islam bukanlah pilihan melainkan keharusan karena akhlak adalah tujuan dalam pelaksanaan ibadat dalam Islam. Ghozwul Fikri dan Penerapan Syariat. Syariat Islam adalah undang-undang yang telah diterapkan masyarakat Islam lebih dari seribu tahun. Karena syariat ini mampu memenuhui kebutuhan masyarakat tersebut sejalan dengan perkembangan kemajuan yang terjadi pada kehidupan mereka. Bermula dari masyarakat semanajung Arabia yang berhasil membangun kekuasaan yang sangat luas mencakup wilayah Syam, Iraq, Mesir, Andalusia, Spanyol dan wilayah lainnya. Musuh Islam sadar betul peran dan kekuatan yang tersimpan pada syariat Islam. Oleh karena itu mereka berupaya keras untuk merintangi dan menggagalkan penerapan dan pelaksanaan syariat Islam denagan berbagai slogan dan propaganda. Mereka mengatkan bahwa syariat Islam adalah budaya primitif yang tidak memahami hak-hak asasi manusia. Mereka juga mengatkan syariat Islam sadis dan kejam hanya cocok pada masa tertentu saja tidak pada abad modern. Dan apabila syariat Islam itu telah tegak pada suatu bangsa, maka mereka akan berusaha keras menghancurkan dan mengganti syariat tersebut dengan produk manusia. Contoh keberhasilan Ghozwul Fikri dalam hal ini adalah tentang keruntuhan Kihilafah Ustmaniya di Turki, dengan cara memopakan (penolakan terhadap syariat) melalui sekolah-sekolah, lembaga-lembaga, pengiriman misionaris Eropa, kemudian lewat media masa Eropa, arena politik, kesusastraan dan sosia. Sehingga lahirlah undang-unadang dengan nama ”Aturan Sosial” yang dinamakan ”Mahkamah Campuran” yang mempraktekan undang-undang asing atas nama negara Khilafah Islam yang memiliki kkekuasaan luas terhadap umat Islam. Dan inilah kejadian yang penting yang mengawali runtuhnya syariat Islam dari segi peneran dan pelaksanaan. Bahkan mereka terus mempropagandakan melalu majalah Al Ahkan Al Adaliyah yang terbit tahun 1869 M,
13
membuat hukum-hukum perdata dari mazhab Imam Abu Hanifah agar mau menrima ”Hukum Modern”. Dr. Muhammad Mustofa berkata: ”Undang-undang hukuman produk Prancis tahun 1810 M merupakan hal baru dalam sejarah hukum pidana. Undang-undang ini ditiru oleh berbagai negara eropa dan non eropa. Turki menginginkan strategi politiknya mendekati undang-undangnya dan undang-undang Eropa Modern. Kemudian Turki mengeluarkan undang-undang Pidana Utsmani tahun 1858 yang bersumber dari hukum Perancis. Dengan dikeluarkannya hukum ini, tamatlah riwayat berlakunya syariat Islam di berbagai daerah Arab” [Abdus Sattar, Bahaya Perang Intelektual, hal. 54-58, 1987] Begitu pula apa yang terjadi di India. “Daerah pertama
Abul A’la Al Maududi mengatakan:
yang mula-mula membatalkan syariat Islam adalah India. Dahulu
syariat Islam menjadi hukum mutlak bagi negara India sampai setelah berlakunya hukum Inggris di negara itu. Seorang pencuri dipotong tangannya sampai pada tahun 1791 M, akan tetapi Inggris dari waktu ke waktu membekukan hukum Islam dan menggantinya dengan hukum buatan, hingga sempurnalah pembekuan itu pada pertengahan abad ke 19.” Penutup Upaya menggagalkan dan menghalang-halangi penerapan syariat Islam yang dilakukan musuh-musuh Islam telah berlangsung semenjak masa Nabi saw hingga di abad ini dengan berbagai cara dan ragamnya. Dari mulai mendiskriditkan hukum Islam dengan berbagai macam propgandanya terutama melalui gerakan Ghozwul Fikri hingga melalui teror dan intimidasi seperti yang pernah terjadi pada masa-masa penjajahan pisik yang di alami dunia Islam hingga kini dalam bentuk penjahan ekonomi dan lainnya. Oleh karena itu Umat Islam yang merindukan dan menginginkan kejayaannya harus selalu mewaspadai gerakan Ghozwul Fikri
14