FENOTIPE DAN GENOTIPE AYAM HUTAN MERAH (Gallus gallus gallus) DAN AYAM KAMPUNG (Gallus gallus domesticus) DI WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH
RIZAL Y. TANTU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Rizal Y. Tantu NIM. D051020061
ii
ABSTRAK
RIZAL Y. TANTU. Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh SRI SUPRAPTINI MANSJOER dan WIRANDA G. PILIANG. Penelitian bertujuan mendapatkan informasi karakteristik fenotipe dan genotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Penelitian dilakukan, mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2006. Jumlah ayam yang diamati pada pengamatan sifat kuantitatif dan kualitatif sebanyak 54 ekor ayam hutan merah dan 119 ekor ayam kampung. Dua ekor ayam hutan merah digunakan untuk analisis crop. Peubah yang diamati adalah sifat kuantitatif meliputi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dan sifat kualitatif meliputi warna bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam hutan merah jantan, ayam kampung jantan dan betina memiliki keragaman tinggi (>10%) pada bobot badan, sedangkan ayam hutan merah betina pada panjang paha. Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa penciri ukuran tubuh dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan dan ayam kampung jantan adalah panjang total dan panjang bulu ekor. Ayam hutan merah dan ayam kampung betina penciri ukuran tubuh adalah panjang total dan panjang bulu ekor. Penciri bentuk tubuh ayam hutan betina adalah panjang sayap dan panjang paha. sedangkan ayam kampung betina adalah panjang bulu ekor dan panjang sayap. Fenotipe dan genotipe sifat-sifat kualitatif ayam hutan merah di dua lokasi penelitian relatif seragam. Nilai heterozigositas ayam kampung 0,447 di Watutela dan 0,358 di Ngatabaru. Jarak genetik antar ayam hutan merah dan ayam kampung di dua lokasi 0,15. Berdasarkan analisis crop pada dua ekor ayam hutan merah ditemukan biji-bijian dari jenis tanaman ketumbar hutan (Lantana camara L.) dan kayu kuning (Maclura amboinensis L.), serta pucuk-pucuk rumput dan insekta.
Kata Kunci : fenotipe, genotipe, ayam hutan merah, ayam kampung, Sulawesi Tengah
iii
ABSTRACT RIZAL Y. TANTU. Phenotype and Genotype of Red Jungle Fowl (Gallus gallus gallus) and Kampung Chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru Central Sulawesi. Under the supervisions of SRI SUPRAPTINI MANSJOER and WIRANDA G. PILIANG.
The research was aimed to search informations concerning phenotypes and genotypes characteristics of red jungle fowl (Gallus gallus gallus) and kampung chicken (Gallus gallus domesticus) in Watutela and Ngatabaru, Central Sulawesi. The research was carried out from March till June 2006. There were 54 red jungle fowls and 119 kampung chickens observed for quantitative and qualitative characteristics. Two red jungle fowls were used for crop analysis. The quantitative characteristics observation were body weight and body measurements. The qualitative characteristics were observed for feather colors, color patterns, feather brightness, shank colors and comb shapes. The results showed significant variation (>10%) on body weight of male Red jungle fowls, male and female of kampung chickens, whereas on female red jungle fowls, significant variation was only observed on leg lengths. The principal component analysis showed the body size and body shape characteristics of male red jungle fowls and kampung chickens were tail and body lengths. Whereas, the body size characteristics of both females were tail and body lengths. In addition, the characteristics of female shapes of red jungle fowls were wing and leg lengths, but the characteristics of female shapes of kampung chicken were tail and wings lengths. The phenotypes and genotypes characteristics of Red jungle fowls were relatively homogenous. The heterozigosity values of kampung chickens were 0,447 in Watutela and 0,358 in Ngatabaru. The genetic distance between Red jungle fowls and kampung chickens in both locations was 0,15. From crop analysis of the two red jungle fowls, seeds of Lantana camara L and Maclura amboinensis L, grass and insects were found. Keywords : phenotype, genotype, kampung chicken, red jungle fowl, Central Sulawesi
iv
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
v
FENOTIPE DAN GENOTIPE AYAM HUTAN MERAH (Gallus gallus gallus) DAN AYAM KAMPUNG (Gallus gallus domesticus) Di WATUTELA DAN NGATABARU SULAWESI TENGAH
RIZAL Y. TANTU
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ternak (PTK)
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 vi
Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
vii
Judul Tesis
: Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah
Nama
: Rizal Y. Tantu
NIM
: D051020061
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer Ketua
Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc. Anggota
Diketahui Ketua Depatermen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: 24 Agustus 2007
Tanggal Lulus: 7 September 2007
viii
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, karunia dan pertolongan yang diberikan sehingga tesis dengan judul Fenotipe dan Genotipe Ayam Hutan Merah (Gallus gallus gallus) dan Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) di Watutela dan Ngatabaru di Sulawesi Tengah dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibunda Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Program Studi Ilmu Ternak Kurniawan Sinaga, Gatot Muslim, Firman Harahap, Hamdan, Urip Rosani, Yuni, Nandari, Asriani, Lamalesi, Kiston Simanuhuruk, Yuniar Sirait, Amiruddin Dg. Malewa, Syahrir Akil, dan Moh Rusdin. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Nachrowi, M.Sc. Bapak Zakaria, Ibu Ir. Hj. Warda, M.Sc., Suyanti, S.Pt. M.Si, Dr. Ir. Andi Ete, MS., Bapak H. Dadang Suhendar dan rekan-rekan HIMPAST (Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah). Ungkapan Terima kasih juga disampaikan kepada masyarakat Watutela dan Ngatabaru khususnya bapak Masludin yang selama penelitian membantu penulis sebagai pemandu dilapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Kuraisin Abdulwali (alm) dan ayahanda Yasin Tantu (alm) atas segala doa dan kasih sayang mereka sehingga penulis dapat melanjutkan sekolah di IPB. Buat kakanda Ismat Y. Tantu, Moeh. Roem Y. Tantu, Ramli Y. Tantu (alm), Usman Y. Tantu, Rukyani Y. Tantu, Maryam Y. Tantu, Fadli Y. Tantu, Isra Y. Tantu dan Adinda Irfan Y. Tantu yang telah memberikan bantuan moril maupun materil selama masa studi di IPB. Ungkapan terima kasih secara khusus buat Istri tercinta Nimat Abdul Hamid Dg. Parebba dan Anakda Muhammad Ziyadatullah, yang telah memberikan motivasi dan dukungan dengan penuh kesabaran dan keihlasan menanti penyelesaian studi penulis. Semoga informasi dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya. Bogor, September 2007 Rizal Y. Tantu
i
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tinombo Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah (setelah dimekarkan menjadi Kabupaten Parigi Moutong) pada tanggal 20 Desember 1967 (18 Ramadhan 1387 H) dari pasangan ayah Yasin Tantu (alm) dan ibu Kuraisin Abdulwali (alm). Penulis merupakan anak kesebelas dari duabelas bersaudara. Tahun 1986 penulis lulus dari SMA Negeri Tinombo Kab. Donggala dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Tadulako. Penulis memilih Program Studi Produksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian dan meraih gelar Sarjana Peternakan tahun 1992. Penulis bekerja sebagai staf pengajar Universitas Tadulako Jurusan Peternakan sejak tahun 1997 melalui jalur beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID) Departemen Pendidikan Nasional. Penulis menikah dengan Nikmat Abd Hamid Dg. Parebba, S.Pd tahun 2002 dan telah dikaruniai dua anak yaitu Syaskiah Zaima Putri (alm) dan Muhammad Ziyadatullah. Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan sponsor beasiswa DUE LIKE Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
ii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... viii PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................................
1
Tujuan Penelitian ........................................................................................
2
Manfaat penelitian........................................................................................
2
Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................
5
Ayam Hutan dan Ayam Kampung.....................................................................
5
Asal usul Ayam ...........................................................................................
5
Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah ..........................................
5
Sifat Kualitatif..............................................................................................
8
Sifat Kuantitatif ........................................................................................... 13 Analisis Komponen Utama (AKU).............................................................. 14 Konservasi Satwaliar.................................................................................... 15 MATERI DAN METODE PENELITIAN .............................................................. 17 Tempat dan Waktu ............................................................................................ 17 Materi dan Alat Penelitian................................................................................. 18 Metode Penelitian.............................................................................................. 18 Cara Pengumpulan Data.................................................................................... 19 Analisis Data ..................................................................................................... 23 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN........................................................ 27 Letak geografis ................................................................................................... 27 Topografi ............................................................................................................ 27 Keadaan Iklim..................................................................................................... 27 Potensi Peternakan.............................................................................................. 28 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 29
iii
Karakteristik Fenotipe ............................................................................................. 29
Sifat Kuantitatif ........................................................................................... 29 Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Jantan.... Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Jantan ........................... Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Betina..... Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Betina...........................
29 30 32 33
Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Jantan ............ 36 Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Jantan ............................... 36 Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Betina............ 38 Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Betina ............................... 39 Studi Komparasi Ayam Kampung dan Ayam Hutan......................................... 42 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan Watutela................................................................................. 42 Analisis Komponen Utama ayam kampung dan ayam hutan jantan Watutela ...................................................................................................... 43 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan betina Watutela.................................................................................. 46 Analisis Komponen Utama Ayam kampung dan ayam hutan betina Watutela ...................................................................................................... 47 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan Ngatabaru...................................................................... 49 Analisis Komponen Utama ayam kampung dan ayam hutan jantan Ngatabaru...................................................................... 50 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kapung dan ayam hutan betina Ngatabaru ......................................................................................... 52 Analisis Komponen Utama ayam kapung dan ayam hutan betina Ngatabaru ......................................................................................... 53 Karakteristik Genotipe ....................................................................................... 55 Sifat Kualitatif.............................................................................................. 55 Genotipe Ayam Hutan Merah ..................................................................... 56 Genotipe Ayam Kampung ............................................................................. 59 Frekuensi Gen dan Heterozigositas .................................................................... 63
Kesamaan dan Jarak Genetik ........................................................................ 66 Aktivitas Masyarakat ..................................................................................... 67
KONSERVASI .................................................................................................. 71
iv
Ayam Hutan .................................................................................................. 71 Ayam kampung ............................................................................................. 74 Habitat Ayam Hutan ..................................................................................... 75 Habitat Ayam Kampung ............................................................................... 77 Sumberdaya Manusia .................................................................................... 77 SIMPULAN ....................................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79 LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................. 83
v
DAFTAR TABEL Halaman
1. Karakteristik sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian ....................... 9 2. Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh Ayam Hutan Merah Jawa (Gallus gallus Javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius) ....................... 13 3. Populasi beberapa jenis ternak yang dipelihara/digembalakan di sekitar/dalam kawasan TAHURA............................................................ 28 4. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian .......... 29 5. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian ............. 30 6. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian ..................... 31 7. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian ....... 33 8. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah betina di lokasi penelitian ............. 34 9. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian...................... 35 10. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian ............. 36 11. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung jantan di lokasi penelitian .................. 37 12. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian........................... 37 13. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian .............. 39 14. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung betina di lokasi penelitian.................... 40 15. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian .......................... 40 16. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran- ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan Watutela.................................................................................. 42 17. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung jantan di Watutela ................................................................................................... 43
vi
18. Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di lokasi Watutela...44 19. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina Watutela...........................................................................................
46
20 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Watutela.................................................................................................... 47 21. Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina di lokasi Watutela........................................................................................ 47 22. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru ..................................................................................... 49 23. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru ...................................................................................... 50 24. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung jantan di lokasi Ngatabaru ..................................................................................... 51 25. Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru ..................................................................................... 53 26. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung betina di Ngatabaru ................................................................................................. 53 27. Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina di lokasi Ngatabaru...................................................................................... 54 28. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam hutan merah di lokasi penelitian ..................................................................................................... 56 29. Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian....... 60 30 Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat kualitatif ayam hutan merah di lokasi penelitian ........................................ 64 31 Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian ............................................. 65 32 Kesamaan (I) dan jarak genetik (D) ayam hutan merah dan ayam kampung antar lokasi penelitian .............................................. 66 33 Karakteristik responden di Lokasi Penelitian .............................................. 68 34 Jenis pakan yang dimakan ayam hutan merah di lokasi penelitian.............. 76
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka berpikir penelitian ayam hutan merah dan ayam kampung di Taman Hutan Raya Palu dan sekitarnya...................
4
2. Penyebaran tiga subspesies ayam hutan merah dan ayam hutan hijau di Asia Tenggara (Nishida et al. 1982) ............................... 7 3. Peta lokasi penelitian ............................................................................. 17 4. Kerangka tubuh ayam (Jull 1951) ......................................................... 21 5. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian ................................................................................. 32 6. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian ................................................................................. 35 7. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian ................................................................................ 38 8. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian ................................................................................ 41 9. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan di lokasi Watutela ............................................. 45 10. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan betina Watutela .......................................................... 48 11. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan Ngatabaru .............................................. 52 12. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru ......................................... 55 13. Warna bulu ayam hutan merah jantan dan betina ............................... 57 14. Kerlip bulu ayam hutan merah betina (B) dan jantan (A) ................... 58 15. Bentuk jengger ayam hutan merah jantan (a) dan betina (b) ................. 59 16. Variasi warna bulu pada ayam kampung jantan dan betina .................. 62 17. Variasi bentuk jengger ayam kampung jantan ..................................... 63 18. Dendogram jarak genetik ayam hutan merah dan ayam kampung di lokasi penelitian ................................................................................. 66 19. Bantara alat penangkap ayam hutan merah........................................... 69 20. Aktivitas masyarakat berburu satwa liar ................................................ 71 21. Strategi konservasi sumberdaya genetik ayam hutan merah.................. 73 22. Tembolok ayam hutan merah jantan (a) dan isi tembolok (b) ................ 76
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Uji t ayam hutan merah jantan Watutela VS Ngata Baru .................. 83 2. Uji t ayam hutan merah betina Watutela VS Ngata Baru .................. 86 3. Uji t ayam kampung jantan Watutela VS Ngata Baru ...................... 89 4. Uji t ayam kampung betina Watutela VS Ngata Baru ....................... 92 5. Uji t ayam kampung jantan vs ayam hutan jantan Watutela ............... 95 6. Uji t ayam kampung jantan vs ayam hutan jantan Watutela ............... 98 7. Uji t ayam kampung betina vs ayam hutan betina Watutela ............... 101 8. Uji t ayam kampung betina vs ayam hutan betina Ngatabaru ............. 104 9. Analisis Komponen Utama ayam hutan merah jantan di Watutela dan Ngatabaru......................................................................... 107 10. Analisis Komponen Utama ayam hutan merah betina di Watutela dan Ngatabaru......................................................................... 108 11. Analisis Komponen Utama ayam kampung jantan di Watutela dan Ngatabaru......................................................................... 109 12. Analisis Komponen Utama ayam kampung betina di Watutela dan Ngatabaru......................................................................... 110
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang Letak geografis suatu pulau dapat menentukan jumlah jenis penghuninya. Kepulauan Indonesia terletak diantara dua wilayah geografis utama, yaitu wilayah Oriental dan Australia. Pulau Sulawesi tidak memiliki hubungan daratan terhadap Benua Asia dan Benua Australia, sehingga wilayah ini memiliki jenis-jenis flora dan fauna yang khas dan unik. Menurut Alikodra (1990) satwa liar
mempunyai peranan penting bagi
kehidupan manusia baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, maupun untuk kepentingan rekreasi. Ayam hutan merah merupakan salah satu satwa liar yang ada di Sulawesi. Ayam hutan (jungle fowl) yang merupakan nenek moyang dari ayam domestik, mempunyai bentuk dan warna bulu yang indah, sehingga selain merupakan sumber genetik, juga memiliki nilai ornamental yang tinggi. Didunia ini terdapat empat jenis ayam hutan, yaitu: ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii Temminck), ayam hutan jingga (Gallus lafayetii Lesson), ayam hutan merah (Gallus gallus Linnaeus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius Shaw&Nodder). Keempat jenis ayam hutan tersebut diklasifikasikan kedalam genus Gallus, famili Phasianidae dan Ordo Galliformes (Delacour 1977). Di Indonesia terdapat dua spesies ayam hutan yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Salah satu spesies ayam hutan yang ada di Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah adalah ayam hutan merah (Gallus gallus gallus). Ayam hutan merah di Watutela dan Ngatabaru khususnya ayam hutan jantan banyak diburu orang untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan.
Hal ini
menunjukkan suatu realita bahwa ayam hutan merah menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat di sekitar Watutela dan Ngatabaru. Disisi lain, perburuan tersebut juga berpotensi besar sebagai ancaman bagi kelestarian ayam hutan merah. Pelestarian ayam hutan merah di Indonesia khususnya di Sulawesi Tengah sampai saat ini dalam perkembangannya relatif lambat dan bersifat tradisional.
2 Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, serta perhatian masyarakat terhadap jenis unggas tersebut. Informasi dan penelitian mengenai ayam hutan ini masih sangat terbatas, khususnya karakteristik fenotipe dan genotipe ayam hutan merah di Sulawesi Tengah. Informasi yang didapat sangat dibutuhkan karena ayam hutan merupakan sumber genetik unggas di Sulawesi. Menurut Mansjoer (1985) ayam hutan yang ada di Indonesia sekarang ini masih merupakan ayam liar yang belum dilindungi oleh peraturan untuk menjaga kelestariannya. Selain ayam hutan, ayam kampung merupakan salah satu sumber daya lokal yang potensial dalam menunjang pendapatan masyarakat lokal. Ayam kampung mempunyai variasi fenotipe yang cukup besar didaerah yang berbeda di Indonesia. Ayam di Jawa Barat sebagian besar berkaki panjang, sedangkan ayam dari Bali lebih mirip ayam Bantam dan seringkali berjambul, sehingga ayam kampung belum dapat dimasukkan dalam suatu ras tertentu (Kingston 1979). Berdasarkan
pemikiran
diatas,
maka
dilakukan
penelitian
untuk
mendapatkan informasi fenotipe dan genotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus
domesticus) di Watutela dan
Ngatabaru Sulawesi Tengah. Tujuan Penelitian 1. Mempelajari
karakteristik
sifat-sifat kuantitatif berupa bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru 2. Mendapatkan karakteristik genotipe melalui sifat-sifat kualitatif eksternal ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru. Manfaat Penelitian 1. Melengkapi data yang sudah ada, serta dapat menunjang upaya pelestarian ayam hutan merah secara in-situ. 2. Menunjang upaya budidaya ayam hutan merah secara ex-situ.
3 Kerangka Pikir Penelitian Populasi satwa liar akan berubah mengikuti perubahan lingkungan.
atau dinamika
Perubahan kualitas hutan yang terjadi karena berbagai aktivitas
manusia, akan berpengaruh negatif terhadap satwa liar yang secara alami mempunyai habitat di hutan primer. Manusia mempunyai peranan yang sangat besar terhadap timbulnya gangguan satwa liar, oleh karena itu dalam melakukan analisis terhadap rangkaian permasalahan gangguan satwa liar, seharusnya dimulai dari unsur manusia yang mempunyai kekuasaan dan kemampuan
yang sangat besar dalam penurunan
populasi satwaliar khususnya ayam hutan merah di habitatnya. Selain satwa liar ternak lokal seperti ayam kampung keberadaanya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang hidup di sekitar habitatnya. Secara teoritis berbagai aktivitas manusia yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan populasi satwa liar dan ayam kampung disajikan pada Gambar 1. Diduga bahwa populasi ayam hutan dari waktu kewaktu semakin menurun. Selain itu kemurnian genetik ayam hutan merah juga terancam akibat terjadi persilangan dengan ayam kampung yang berada disekitar habitatnya. Penurunan popolasi
terjadi
penebangan liar.
akibat adanya perburuan dan kerusakan habitat akibat Kecendurungan manusia
dalam melakukan perburuan dan
penebangan liar yang berlebihan disebabkan berbagai faktor, antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jika hal ini berlanjut tanpa kendali maka dipastikan akan terjadi kepunahan satwa ini oleh karena itu, konsevasi terhadap satwa ini harus di lakukan.
4
Ayam Ayam Hutan Merah Sulawesi (Gallus gallus gallus)
Kondisi : - Perburuan - Seleksi negatif
Identifikasi Sifat-sifat Kuantitatif
-
Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus)
Studi komparatif: Performa kualitatif dan kuantitatif Genetik ayam
Identifikasi Sifat-sifat Kualitatif
Sistem pemeliharaan tradisional
Aspek Sosial Ekonomi
Analisis komparatif Simpulan Penelitian
Rekomendasi
Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian ayam hutan merah dan ayam kampung di Taman Hutan Raya Palu dan sekitarnya.
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Hutan dan Ayam Kampung Asal usul ayam Ayam yang ada sekarang ini berasal dari empat jenis ayam liar yaitu ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam Srilangka (Gallus lafayetti), ayam hutan abu-abu atau ayam Sonnerati (Gallus sonnerattii) dan ayam hutan Jawa (Gallus varius), meskipun kemungkinan bahwa diantara jenis ayam liar itu, Gallus gallus adalah nenek moyang ayam yang utama (Williamson dan Payne 1993). Nenek moyang ayam-ayam
piara yang sekarang tersebar diberbagai
wilayah di dunia, berasal dari daerah India, Burma, Srilangka, Semenanjung Malaka, Filipina, Sumatera dan Jawa. Ada empat spesies ayam liar yang semua digolongkan dalam genus Gallus. Keempat ayam liar tersebut dikenal dengan sebutan ayam hutan; ayam hutan merah (Gallus gallus Linneaus), ayam hutan Ceylon (Gallus lafayetii Lesson),
ayam hutan abu-abu (Gallus sonneratii
Temnick), dan ayam hutan hijau (Gallus varius Shaw). Ayam hutan merah yang disebut juga ferrugineus terdapat di daerah
Gallus bankiva atau Gallus
India bagian Timur, Burma, Muangthai,
Semenanjung Malaka dan Sumatera; ayam hutan Ceylon terdapat di Srilangka; ayam hutan abu-abu terdapat di India bagian Barat dan Timur; ayam hutan hijau yang dikenal juga dengan nama ayam hutan Jawa (Gallus furcatus atau Gallus javanicus) terdapat di Jawa dan pulau-pulau sekitarnya. perkawinan campuran antara keempat spesies
Selanjutnya terjadi
ayam-ayam hutan tersebut,
kemudian para penemu dan pemelihara ayam–ayam liar mengembangbiakan dan menjinakkan sehingga menjadi ayam-ayam piara. Di Indonesia ada dua macam ayam hutan yaitu ayam hutan hijau dan ayam hutan merah. Ayam hutan merah merupakan salah satu ayam hutan yang menjadi nenek moyang ayam kampung yang banyak di temukan diseluruh Indonesia (Mansjoer 1985). Klasifikasi dan tingkah laku ayam hutan merah Klasifikasi ayam hutan merah menurut Gautier (2002)
adalah sebagai
berikut: Kerajaan Animalia, Filum Chordata, Subfilum Vertebrata, Kelas Aves,
6 Ordo Galliformes, Famili Phasianidae, Genus Gallus dan Spesies Gallus gallus gallus. Ciri-ciri umum ordo Galliformes paruh pendek, kaki umumnya beradaptasi untuk mencakar, mengais dan berlari. Hewan muda yang baru menetas berbulu halus dan cepat dewasa (cepat dapat berjalan dan makan sendiri), merupakan hewan buru daratan, beberapa spesies hidup didaratan, bersarang di darat, makanan
terutama
berkelompok-kelompok,
tanam-tanaman
dan
biji-bijian
,
(Murad 1977). Grzimek s (1972) menambahkan ayam hutan terdiri dari empat spesies diantaranya Gallus gallus (Red jungle fowl; ayam hutan merah) atau di Indonesia disebut ayam hutan merah Melayu, Gallus varius (Green jungle fowl; ayam hutan hijau), Gallus sonnerattii (Sonnerat’s jungle fowl; ayam hutan india/ayam hutan abu-abu), Gallus lafayettii (Lafayette,s jungle fowl; ayam hutan Ceylon/ayam hutan jingga Ceylon). Peta penyebaran tiga sub spesies ayam hutan dapat dilihat pada Gambar 2. Mansjoer (1985) menyatakan dari keempat spesies di atas, ayam hutan merah dan ayam hutan hijau merupakan jenis ayam hutan yang hidup di Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus) atau gallus gallus bankiva merupakan nenek moyang ayam kampung (Gallus gallus var. domesticus) yang terdapat di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dengan melihat jarak genetik antara ayam kampung dengan ayam hutan merah lebih dekat dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gallus varius) (Mansjoer 1990, Fumihito et al. 1994). Tingkah laku Nishida et al. (1982) menyatakan bahwa ayam hutan merah di Sumatera, Jawa Barat dan Jawa Tengah serta Sulawesi musim kawin sepanjang tahun kecuali pada bulan basah (musim hujan), sedangkan di daerah Jawa Timur, Bali, Lombok dan Sumbawa musim kawin terbatas hanya pada musim kering.
7
Gambar 2 Penyebaran tiga subspesies ayam hutan merah dan ayam hutan hijau di Asia Tenggara (Nishida et al. 1982). Menurut Soeratmo (1979) ayam hutan tidak toleran terhadap sesama kelompok lainnya dan sering terjadi perkelahian diantara mereka. Sifat ayam hutan sangat liar, penakut dan susah dijinakkan, terutama ayam betinanya. Ayam hutan jantan bersifat poligami yaitu mempunyai pasangan betina yang banyak. Ayam hutan merah hidup berkelompok membentuk suatu kumpulan yang paling besar diantara kerabatnya. Pejantan yang kuat dapat menguasai tiga sampai lima ekor betina. Pejantan muda hidup menyendiri atau membentuk kelompok sendiri sampai tiga ekor. Scott (1972) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ayam hutan disebut rangsangan, stimulasi atau agants. Rangsangan dalam tubuh berupa perasaan lapar, sifat bermusuhan dan nafsu untuk kawin yang dipengaruhi oleh sistem syaraf dan reaksi hormonal dalam tubuh. Rangsangan dari luar tubuh berupa suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia. Aktivitas yang ditimbulkan oleh rangsangan dikenal dengan respon (Soeratmo 1979). Grzimek,s (1972) menyatakan inisiatif ayam hutan untuk bergerak, beristirahat maupun tidur biasanya dimulai dari ayam hutan betina. Ayam hutan
8 jantan hanya mengawasi anggota/kelompoknya dari ancaman dan bahaya. Salah satu sifat ayam hutan yaitu pandai terbang meskipun dalam jarak pendek, tetapi lebih suka hidup di tanah untuk mencari makan sehingga terkenal dengan hewan terestrial (Burton 1975). Ayam hutan merah pemakan tumbuhan dan insekta seperti jagung, kacang kedelai, cacing, rumput, dan bermacam butiran yang ditemukan disekitarnya. Ayam hutan merah tidak dapat mendeteksi rasa manis, tetapi dapat mendeteksi rasa asin, walaupun tidak disukainya (Damerow
1995 ;
Limburg 1975 ;
Ponnampalam 2000). North (1978) menyatakan genetik mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku ayam. Perilaku sosial yang berlaku dalam kelompok ayam dapat saja berbeda. Pembentukan tingkat sosial tidak dapat dicegah, terjadi secara lambat atau cepat bergantung pada keadaan kelompok, sifat individu dan luas tempat kelompok. Menurut Hafez (1969) ayam yang ditempatkan dalam kandang yang luas tetapi padat, masing-masing individu jantan dan betina kurang dapat mengenal satu sama lain, dengan demikian akan sukar dan lama terbentuk tingkat sosial. Craig (1981) menyatakan sifat relatif perbedaan besar badan, umur lebih tua dan jenis kelamin merupakan faktor penentu tingkat sosial di dalam kelompok. Hubungan sosial dalam suatu kelompok berubah bila diadakan perubahan susunan individu dalam kelompok. Hubungan sosial yang stabil terbentuk bila dominasi kelompok sudah tercapai. Sifat Kualitatif Sifat yang dapat dibedakan atau dikelompokkan, seperti warna bulu, warna shank dan bentuk jengger pada ayam disebut sebagai sifat kualitatif. Ekspresi sifat kualitatif ditentukan oleh satu gen tunggal Perbedaan sifat ini
sampai dua pasang gen.
hampir seluruhnya ditentukan oleh perbedaan genetik,
sedangkan perbedaan lingkungan memberikan pengaruh yang kecil bahkan tidak ada, sehingga variasi sifat kualitatif juga merupakan variasi genetik (Warwick at al. 1995). Sifat kualitatif sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan, karena sifat-sifat ini dapat dijadikan dijadikan ciri dari breed tertentu.
merek dagang tertentu atau dapat juga
Sifat kualitatif dipengaruhi oleh satu atau
9 beberapa pasang gen (Warwick at al. 1995 ; Noor 1996). Menurut (Noor 1996) bahwa sifat-sifat kualitatif, seperti warna, pola warna, sifat bertanduk, atau tidak bertanduk sangat mudah dibedakan tanpa harus mengukurnya. Tabel 1 menjelaskan lokus dan tipe gen yang mengendalikan karakteristik sifat kualitatif pada ayam. Tabel 1 Karakteristik sifat kualitatif yang diamati dalam penelitian Ekspresi
Lokus
Genotipe
Fenotipe
Warna bulu
I-i
I-
Putih
ii
Berwarna
Ee+ee
Hitam Liar Pola kolumbian
ZSZZs Zs ZS W Zs W
Jantan Perak Jantan Emas Betina Perak Betina Emas
ZB ZZb Zb ZBW ZbW
Jantan lurik Jantan polos Betina lurik Betina polos
(terkait kelamin)
ZId ZZid Zid ZId W Zid W
Jantan Kuning/putih Jantan Hitam/abu-abu Betina Kuning/putih Betina Hitam/abu-abu
P-p
Ppp
Kapri Tunggal
+
Pola bulu
Kerlip bulu
Corak bulu
Warna shank
E-e -e
S-s (terkait kelamin) B-b (terkait kelamin) Id-id
Bentuk Jengger Sumber : Nishida (1982)
Hutt (1949), Jull (1951), Lasley (1978) dan Buntaran (1984) menyatakan bahwa ayam yang sekarang
banyak dipelihara orang mempunyai 78 buah
kromosom yang terdiri atas 38 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom kelamin (jantan ZZ dan betina ZW). Ciri-ciri kegenetikaan luar dapat dijadikan patokan untuk menentukan suatu bangsa ayam. Ciri-ciri ini ditentukan oleh gen-gen yang terdapat pada kromosom autosom maupun kromosom kelamin. Beberapa sifat kualitatif penting yang merupakan ciri-ciri
10 khas
yang dipakai sebagai patokan untuk penentuan suatu bangsa ayam
diantaranya adalah warna bulu, warna kerabang, warna cakar (shank) dan bentuk jengger yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Selanjutnya kemurnian suatu bangsa ayam dapat ditentukan dari keseragaman dalam ciri-ciri kegenetikaan luar tersebut. Ayam mempunyai warna bulu, warna shank
dan bentuk jengger yang
bervariasi. Warna bulu ada yang hitam (E-), pola warna bulu tipe liar (e+), pola warna bulu kolumbian (ee), bulu putih (I- atau cc) serta corak bulu lurik (B-). Warna shank ada yang putih/kuning (Id), hitam (id) atau kehijauan. Begitu juga pada bentuk jengger ada yang tunggal (rrpp), ros (R-pp) atau bentuk kapri (rrP-) (Mansjoer et al. 1989). Ayam Kampung didefinisikan sebagai ayam yang tidak mempunyai ciri-ciri khas, dengan kata lain penampilan fenotipenya masih sangat beragam. Sifat-sifat kualitatif seperti warna bulu sangat bervariasi, ada yang berwarna hitam (EE, Ee+, Ee), warna bulu tipe liar (e+e+, e+e), tipe columbian (ee), bulu putih (I-cc) serta warna lurik (B-, Bb) masih bercampur baur. Demikian pula warna kulit ada yang putih/kuning (Id), hitam/abu-abu atau kehijauan (idid). Bentuk jengger ada yang tunggal (pprr), ros (ppR-), walnut (P-R-) atau bentuk kacang polong/Pea (P-rr). Mansjoer et al. (1989) mengemukakan bahwa pada ayam Kampung yang dipelihara di pedesaan, frekuensi gen warna bulu hitam sebesar 0,20, warna bulu tipe liar 0,43, tipe columbian 0,35, warna kulit putih/kuning sebesar 0,34 dan bentuk jengger tunggal sebesar 0,37. Warna Bulu Warna bulu dipengaruhi oleh adanya pigmen melanoblast yang dibentuk saat awal embrio sekitar 8 jam inkubasi (Jull 1951). Pada ayam terdapat warna dan pola warna bulu. Keragaman warna bulu pada banyak situasi bergantung pada letak bulu di tubuh ayam. Pola warna bulu adalah hasil interaksi genetik serta adanya pengaruh dari hormon kelamin jantan dan betina (North dan Bell 1990). Karakteristik pola bulu terkait jenis kelamin, yaitu pola bulu lurik (B-) dan pola bulu keperakan (S-). Gen pola bulu lurik (B-) bersifat dominan tidak lengkap dan penampilannya bervariasi yang disebabkan oleh faktor jenis kelamin dan pertumbuhan bulu. Pada betina gen terkaitnya bersifat homozigot, sedangkan
11 pada jantan bisa bersifat homozigot atau heterozigot. Gen pola bulu keperakan (S-) dan pola bulu keemasan (ss) merupakan gen terkait kelamin. Hal ini ditemukan oleh Hutt (1949) melalui persilangan berulang antar ayam Brown Leghorn dan Columbian Wyandott. Lebih lanjut dijelaskan bahwa genotip hitam dan putih dapat mempengaruhi alel S dan s yang hanya dapat dibedakan melalui uji perkawinan. Hutt (1949) menyatakan bahwa ayam yang berbulu hitam polos selain memiliki warna hitam (E) juga mempunyai gen warna (C)
yang mengatur
penampilan warna bulu. Warna bulu keemasan (ss) bersifat resesif terhadap warna hitam dan warna perak (S-). Warna bulu putih yang terdapat pada Leghorn bersifat dominan terhadap bulu berwarna, warna putih tersebut disebabkan oleh adanya gen penghambat (I) terhadap pigmen hitam. Warna buluh putih pada unggas ada juga yang disebabkan oleh tidak adanya pigmentasi pada bulu dan memang tidak memiliki gen warna (C). Ayam tersebut adalah ayam Albino dan sifat gen buluh putih ini bersifat resesif terhadap gen bulu berwarna. Gen warna bulu keemasan (ss) dan perak (S-) terpaut pada kromosom kelamin, demikian pula pola bulu lurik. Ayam hutan merah jantan warna dominan yang tampak adalah bulu tubuh coklat kemerahan, bulu kepala jingga kecoklatan, bulu leher merah, bulu punggung merah kekuningan, bulu dada hitam kemerahan, bulu sayap hitam dan merah, bulu ekor hitam mengkilap, sedangkan ayam hutan merah betina mempunyai warna dominan pada tubuh yaitu merah kekuningan dan lurik coklat, bulu kepala kuning kecoklatan, bulu leher coklat, bulu punggung lurik coklat hitam, bulu sayap coklat kehitaman, bulu ekor coklat (Rostikawati 1995). Warna Cakar (Shank) Menurut Ensminger (1992), beberapa warna cakar berbeda ditemukan pada ayam dari kombinasi pigmen yang berbeda di lapisan atas dan bawah kulit. Warna cakar kuning dipengaruhi oleh adanya pigmen karotenoid pada epidermis dan tidak adanya pigmen melanin. Warna cakar hitam dipengaruhi oleh adanya pigmen melanin pada epidermis. Bila kedua pigmen tersebut tidak ada maka cakar berwarna putih.
12 Karakteristik warna cakar kuning atau putih (id) disebabkan oleh kurangnya kandungan melanin pada jaringan kulit (dermis). Kandungan melanin dalam lapisan kulit (dermis) dikontrol oleh gen resesif terkait kelamin (id) dalam keadaan
homozigot atau heterozigot. Warna cakar hitam Id (inhibitor dari
melanin dermis) bersifat dominan tidak lengkap terhadap id. Pada ayam yang memiliki warna kulit putih dan mengandung gen resesif (idid), warna cakarnya biru gelap dan pada ayam berwarna kulit kuning memiliki warna cakar hijau tua atau abu-abu (Somes 1988; Hutt 1949). Bentuk Jengger Menurut Hutt (1949) sebagian besar ayam piara sekarang ini memiliki bentuk jengger tunggal, seperti yang dimiliki ayam hutan merah (Gallus gallus), ayam hutan abu-abu dan ayam hutan Ceylon. Selama proses domestikasi terjadi mutasi sehingga ada perubahan-perubahan bentuk jengger diantaranya bentuk ros, bentuk kapri (pea), bentuk kemiri (Walnut), bentuk V, bentuk dupleks dan bahkan tidak berjengger sama sekali. Bentuk jengger pea (kapri) (P) bersifat dominan tidak lengkap terhadap bentuk jengger tunggal (p). Bentuk jengger kapri (P) pada keadaan homozigot adalah bilah kecil dengan tiga baris memanjang dari papillae dan seringkali baris tengah sedikit mencuat keatas. Gen bentuk jengger kapri (P) merupakan gen tidak terkait kelamin yang bersifat dominan tidak lengkap, pada keadaan heterozigot terlihat jelas bilah bagian tengah mencuat keatas dengan dua bilah disampingnya yang lebih pendek dan kecil (Somes 1988; Hutt 1949). Sifat Kuantitatif Sifat-sifat produksi dan reproduksi (produktivitas) atau sifat yang dapat
diukur seperti bobot badan, ukuran ukuran tubuh, produksi daging dan telur disebut sebagai sifat kuantitatif. Ekspresi sifat ini ditentukan oleh banyak pasangan gen (poligen) dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Warwick 1995). Berdasarkan ukuran tubuhnya, diketahui bahwa ayam hutan merah Sumatera
(Gallus gallus gallus) memiliki ukuran tubuh
yang lebih besar
dibandingkan dengan ayam hutan hijau; tetapi ayam hutan merah jawa memiliki ukuran tubuh lebih kecil dan berat tubuh yang lebih ringan dibandingkan dengan
13 ayam hutan merah Sumatera maupun ayam hutan hijau (Nishida et al. 1980; 1982). Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius) disajikan pada Tabel 2 Tabel 2
Perbandingan bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus), ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Galus varius)
Bobot badan (g)
Gallus gallus Javanicus Jantan Betina (n=5) (n=1) 718,8 700
Gallus gallus gallus Jantan Betina (n=6) (n=2) 863,3 675
Jantan (n=7) 745
Betina (n=7) 479
Panjang Paha (mm)
73,48
56,3
83,22
70,9
79,79
66,21
Panjang betis (mm)
108,82
92,2
120
105
109,87
96,77
Panjang cakar (mm)
76,50
61,4
82,43
70,1
81,20
68,06
Linkar cakar (mm)
24
24
33,42
27,5
26,71
22,86
56,92
52
61,18
53,7
60,20
51,91
Panjang Sayap (mm)
190
165
218,5
193
217,1
181,7
Tinggi Jengger (mm)
21,13
31,48
11,04
Panjang bulu ekor (mm)*
249,77
142,96 (n=5)
-
-
21,16 239,15 (n=5)
121,92 (n=5)
Ukuran-ukuran tubuh
Panjang Jari ketiga (mm)
Gallus varius
Sumber: Nishida at al. 1982; Mansjoer 1985 dan Rostikawati 1995*
Keragaman sifat-sifat kualitatif dapat menggambarkan keragaman sifat-sifat produksinya, seperti halnya dikemukakan Mansjoer (1985) bahwa koefisien keragaman performans ayam Kampung yang dipelihara secara tradisional untuk bobot badan dapat mencapai 21,9–24,8%, produksi telur 26%, bobot telur 17,6%, dan daya tetas 23,3%. Koefisien keragaman tersebut dapat dijadikan patokan untuk memperbaiki mutu genetik/seleksi lebih lanjut. Ukuran-ukuran tubuh (morfometrik tubuh) yang penting untuk diamati dan dijadikan penentu karakteristik jenis ayam antara lain adalah bobot tubuh, panjang bagian-bagian kaki, panjang sayap, panjang paruh dan tinggi jengger (Mansjoer et al. 1989). Lebih lanjut Mansjoer et al. (1996) mengemukakan bahwa untuk ayam Kampung jantan dewasa, rataan bobot badan sebesar 2,24 kg, panjang tulang paha/femur 10,93 cm, panjang tulang betis/tibia 16,29 cm, panjang tulang cakar tarsometatarsus 11,67 cm dan tinggi jengger 3,47 cm dengan koefisien keragaman
14 untuk bobot badan, panjang tulang paha, panjang tulang betis, panjang tulang cakar dan tinggi jengger berturut-turut sebesar 16,96,
9,61; 9,27, 10,28 dan
48,13%. Ayam Kampung betina dewasa, rataan bobot badan sebesar 1,67 kg panjang tulang paha/femur 9,12 cm, panjang tulang betis/tibia 12,86 cm, panjang tulang cakar/tarsometatarsus 8,99 cm dan tinggi jengger 1,82 cm dengan koefisien keragaman berturut-turut sebesar 19,16; 10,42; 9,33; 8,90 dan 57,69%. Tinggi jengger baik pada jantan maupun betina dewasa mempunyai koefisien keragaman yang paling tinggi. Analisis Komponen Utama (AKU) Principal Componen Anaysis (PCA) diterjemahkan sebagai Analisis Komponen Utama (AKU) adalah salah satu metode multivariat yang paling tua dan banyak digunakan (Everitt dan Dunn
1991).
Hayashi et al. ( 1982)
menyatakan bahwa AKU merupakan metode yang populer untuk membedakan keragaman suatu populasi. Mulyono dan Pangestu (1996) menambahkan bahwa AKU sering digunakan sebagai penentu diskriminasi diantara populasi-populasi ternak. Nishida et al. (1982) menggunakan AKU untuk membedakan ukuran dan bentuk tubuh pada ayam. Komponen Utama I disetarakan dengan ukuran tubuh, sedangkan komponen Utama II disetarakan dengan bentuk tubuh. Everiit dan Dunn (1991) menyatakan bahwa penggunaan aplikasi AKU dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan matriks kovarian dan matriks korelasi. Menurut Hayashi et al. (1982) Komponen-komponen utama yang berasal dari matriks kovarian mampu menerangkan keragaman total populasi sekitar 76%, sedangkan matriks korelasi hanya sekitar
69%.
Komponen-
komponen utama yang berasal dari matriks kovarian juga lebih efektif untuk membedakan suatu populasi. Konservasi Satwaliar Sumberdaya alam adalah unsur-unsur lingkungan alam, baik fisik maupun hayati yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraannya.
Kategori sumberdaya alam meliputi: (1)
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui/dipulihkan, seperti tanah, air, hutan,
15 padang rumput dan satwa; (2) sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui/dipulihkan, seperti minyak bumi, batubara, gas bumi dan biji logam; (3) Sumberdaya alam yang tidak akan habis yaitu energi matahari, energi pasang surut air laut, udara dan air dalam fungsinya sebagai pengatur tata air (siklus hidrologi). Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan
persediaannya
dengan
tetap
memelihara
dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilanya. Kegiatan konservasi berasaskan pelestarian dan kemampuan serta pemanfaatan hayati dan ekosistemnya secara serasi
sumberdaya alam
dan seimbang. Asas tersebut adalah
landasan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu mengusahakan terwujudnya
kelestarian
sumberdaya
alam
hayati
serta
kesinambungan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Widada dkk. 2003). Satwa adalah semua jenis sumberdaya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun dipelihara oleh manusia (Widada dkk. 2003) Konsevasi sumberdaya alam adalah kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, pelestarian pemanfaatan dan pengembangan (Anonim 1985). Sesuai dengan pengertian konservasi sumber daya alam secara umum, maka Alikodra (1990) menyatakan bahwa konservasi satwa liar merupakan kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, pelestarian pemanfaatan dan pengembangan satwa liar. Jadi tujuan kegiatan konservasi satwa liar
adalah terjaminnya
kelangsungan hidup satwa liar dan terjaminnya kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkannya baik langsung ataupun tidak langsung berdasarkan prinsip pelestarian. Alikodra (1990) menyatakan bahwa tujuan kegiatan konservasi dapat dicapai melalui upaya-upaya sebagai berikut : 1) melakukan pembatasan-pembatasan terhadap perburuan liar,
16 2) melakukan pengendalian persaingan dan pemangsaan, 3) pembinaan wilayah (suaka) tempat berlindung, tidur, dan berkembang biak baik berupa taman-taman, hutan, maupun suaka margasatwa, cagar alam, taman nasional, dan taman hutan raya ataupun kebun raya, 4) melakukan pengawasan terhadap kuantitas dan kaulitas lingkungan hidup satwa liar seperti ketersediaan makanan, air, pelindung, penyakit, dan faktorfaktor lainnya, 5) meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya konservasi satwa liar, 6) pengembangan pendayagunaan satwa liar baik untuk rekreasi, berburu, obyek wisata alam ataupun penangkaran, dan 7) pengembangan penelitian.
MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian genotipe dan fenotipe ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam kampung (Gallus gallus domesticus) di
Watutela dan Ngatabaru
Sulawesi Tengah telah dilaksanakan di Propinsi Sulawesi Tengah yaitu di lokasi Watutela dan Ngatabaru selama empat bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2006.
Watutela
Ngatabaru
Gambar 3. Peta lokasi penelitian.
18 Materi dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah ayam hutan merah dan ayam kampung berasal dari lokasi Watutela dan Ngatabaru Sulawesi Tengah. Ayam hutan merah berjumlah 54 ekor, diperoleh dari Watutela 28 ekor (15 ekor jantan dan 13 ekor betina) dan di Ngatabaru 24 ekor (13 ekor jantan dan 11 ekor betina). Ayam lokal berjumlah 119 ekor, diperoleh dari Watutela 60 ekor (30 ekor jantan dan 30 ekor betina) dan Ngatabaru 59 ekor (29 ekor jantan dan 30 ekor betina). Peralatan Peralatan yang digunakan: timbangan duduk dengan kapasitas 2 kg, pita ukur, jangka sorong dengan ketelitian 0,05 mm, handycam, dan foto kamera, global position sistem (GPS), kompas, alat ukur (pita ukur), binoculer, kantung plastik, tenda dan peta lokasi serta alat tulis menulis. Metode Penelitian Penentuan Lokasi Penentuan lokasi dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan memilih dua lokasi yaitu Watutela dan Ngatabaru sebagai lokasi sampel dari 5 lokasi yang ada disekitar Taman Hutan Raya (TAHURA) Palu. Orientasi Lapangan (survei awal) Orientasi lapangan ini dilakukan di dua lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran awal kondisi habitat dan mengenal kondisi lapangan. Setelah itu dilakukan pengamatan langsung dilapangan berdasarkan informasi masyarakat setempat tentang keberadaan ayam hutan merah di lokasi penelitian untuk pengambilan data selanjutnya. Habitat. Pada pengamatan ini peneliti mengamati tempat-tempat yang sering ditemui ada ayam hutan merah, baik melalui informasi masyarakat maupun hasil survei dilapangan, kemudian mencatat kondisi habitat dan aktivitas masyarakat di sekitar tempat tersebut.
19 Survei Masyarakat. Untuk mengetahui aktivitas masyarakat dalam pemanfaatan hutan dan sikap terhadap keberadaan ayam hutan, maka dilakukan survei dengan metode wawancara semi terstruktur. Wawancara ini dirancang dalam bentuk borang untuk mendapatkan jawaban secara terbuka. Penentuan responden tidak dilakukan secara acak, tetapi dengan melakukan pemilihan atas responden berdasarkan pendidikan, pekerjaan, umur dan yang terutama mempunyai akses terhadap hutan. Survei masyarakat ini akan ditambah dari data sekunder yang berasal dari kepala desa, dan survei pasar yang akan dilakukan pada beberapa desa di sekitar lokasi penelitian. Hasil wawancara semi terstruktur dianalisis secara deskriptif.
Cara Pengumpulan Data Pengamatan fenotipe ayam hutan dan ayam kampung. Data kuantitatif yang diamati meliputi pengukuran tubuh yang terdiri atas bobot badan, panjang paha (femur), panjang betis (tibia), panjang cakar (tarsometatarsus), lingkar cakar, panjang sayap, panjang jari ketiga, panjang bulu ekor, panjang tubuh total, tinggi jengger, panjang paruh atas dan panjang paruh bawah, pengukuran dilakukan pada tubuh bagian sebelah kanan. Sifat Kuantitatif yang diamati : 1) bobot badan, diukur dengan menggunakan timbangan (satuan gram), 2) panjang paha, merupakan panjang tulang femur yaitu dari persendian tulang pangkal paha sampai dengan persendian pangkal atas tulang tibai, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), 3) panjang betis, merupakan panjang tulang tibia yaitu dari persendian pangkal tulang atas tulang tibia sampai dengan persendian bawah tulang tibia, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), 4) panjang cakar, merupakan panjang tulang metatarsus yaitu dari persendian bagian bawah tulang tibia sampai dengan persendian awal jari tengah, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm),
20 5) lingkar cakar, merupakan keliling dari cakar yang diukur pada pertengahan tulang metatarsus dengan menggunakan pita ukur (satuan mm), 6) panjang sayap, merupakan jarak antara pangkal tulang humerus sampai tulang phalanges, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), 7) panjang jari ketiga, merupakan jarak antara pangkal tarsometatarsus dengan ujung jari tengah, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), 8) panjang bulu ekor,
awal bulu ekor sampai bulu ekor terpanjang, diukur
dengan menggunakan pita ukur (satuan mm), 9) panjang tubuh total, panjang tubuh dari ujung paruh sampai ujung ekor (posisi leher lurus), diukur dengan menggunakan pita ukur (satuan mm), 10) tinggi jengger, jarak antara pangkal bawah jengger dengan pangkal atas jengger, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), 11) paruh atas (Culmen), jarak antara pangkal maxilla sampai ujung maxilla, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm), dan 12) paruh bawah (Gape), jarak antara pangkal mandibula sampai ujung mandibula, diukur dengan menggunakan jangka sorong (satuan mm). Pengukuran ukuran-ukuran tubuh ayam dilakukan berdasarkan sistem kerangka (skeletal system) Gambar 4.
menurut Jull (1951),
seperti yang tertera pada
21
Gambar 4
Kerangka tubuh ayam (Jull 1951).
22 Pengamatan genetik. Data kualitatif yang diamati meliputi warna bulu, bentuk jengger dan warna cakar. Warna Bulu 1) individu dengan warna dasar hitam polos digolongkan pada fenotipe polos membawa gen berwarna (i) dan gen (E), 2) individu dengan bulu seperti garis-garis memanjang dipunggung digolongkan pada fenotipe warna bulu tipe liar, membawa gen pola warna bulu tipe liar (e+), 3) individu dengan bagian ujung ekor dan ujung sayap berwarna hitam digolongkan pada fenotipe warna bulu pola kolombian, membawa gen pola warna bulu kolombian (e), 4) individu dengan warna bulu hitam dengan totol-totol putih atau sebaliknya digolongkan pada fenotipe warna bulu lurik, membawa gen pola warna bulu lurik (B), dan 5) individu dengan warna kerlip bulu keperakan dan keemasan masing-masing membawa gen bulu kerlip keperakan ( S) dan keemasan (s). Bentuk Jengger 1) individu dengan jengger ros digolongkan pada fenotipe bentuk jengger ros (R_pp), 2) individu dengan jengger kapri digolongkan pada fenotipe bentuk jengger kapri (rrP_), dan 3) individu dengan jengger tunggal digolongkan pada fenotip bentuk jengger tunggal (rrpp). Warna Cakar (shank) 1) individu dengan cakar berwarna putih/kuning digolongkan pada fenotipe warna cakar berwarna putih/kuning (Id_), dan 2) individu dengan cakar berwarna hitam digolongkan pada fenotipe warna cakar hitam/abu-abu (idid_). Pengumpulan Data Jenis Pakan Untuk mengetahui jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi ayam hutan merah dilakukan analisis krop.
Tiga ekor
ayam hutan merah yang baru di
23
tangkap dari lokasi
Watutela diambil temboloknya,
tembolok tersebut
ditimbang, setelah itu tembolok dibedah dan isi tembolok di timbang, kemudian dilakukan pencacatatan terhadap jenis-jenis bahan pakan. Analisis Data Fenotipe Sifat Kuantitatif Ukuran dan Bentuk Tubuh. Data sifat-sifat kuantitatif berupa bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung dianalisis
secara
statistik. Uji t digunakan pada masing-masing populasi yang berbeda dan memiliki ragam yang tidak sama, seperti yang disarankan oleh Steel dan Torrie (1995). t=
(X1 − X 2 ) ⎛ S1 2 ⎜ ⎜n ⎝ 1
⎞ ⎛ S2 2 ⎟+⎜ ⎟ ⎜n ⎠ ⎝ 2
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
;
Dengan persamaan ragam: S = 2
(n − 1) S12 + (n2 − 1) S 22 (n1 − 1) + (n2 − 1)
Keterangan:
2
;
⎛ S12 S2 2 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜n + n ⎟ 2 ⎠ ⎝ 1 db = ⎡⎛ S 2 ⎞ 2 ⎤ ⎡⎛ S 2 ⎞ 2 ⎤ ⎢⎜ 1 ⎟ ⎥ ⎢⎜ 2 ⎟ ⎥ ⎢ ⎜⎝ n1 ⎟⎠ ⎥ ⎢ ⎜⎝ n 2 ⎟⎠ ⎥ ⎢ ⎥+⎢ ⎥ ⎢ n1 − 1 ⎥ ⎢ n 2 − 1 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦
t
= nilai t-hitung
X1
= rataan populasi pertama
X2
= rataan populasi kedua
n1
= jumlah individu pada kelompok pertama
n2
= jumlah individu pada kelompok kedua
S2
= varian gabungan
S12
= varian populasi pertama
S22
= varian populasi kedua
db
= derajat bebas
24 Hasil Uji t diperjelas dengan Analisis Komponen Utama (AKU) untuk memberikan diskriminasi terhadap ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung jantan dan betina. AKU yang digunakan pada penelitian ini menurut Gaspersz (1991) sebagai berikut: Yj
= a1jX1+ a2jX2+ a3jX3+…+ a11jX11
Keterangan: Yj
= komponen utama ke-j (j=1,2; 1=ukuran, 2=bentuk)
X1,2,3,…11
= peubah ke 1,2,3,….11
a1j,2j,3j…11j
= vektor eigen peubah ke-1,2,3,…11 dengan komponen utama ke-j.
Pengolahan data dibantu dengan menggunakan paket perangkat lunak statistik yaitu Minitab Release 14. Penyajian gambar juga menggunakan perangkat lunak tersebut. Hubungan keeratan (korelasi) antara Yj (1 = ukuran, 2 = bentuk) dan Xi (1 = panjang betis, 2 = panjang paha, 3 = panjang cakar, 4 = lingkar cakar, 5 = panjang sayap, 6 = panjang jari ketiga, 7 = panjang bulu ekor, 8 = panjang tubuh total 9 = tinggi jengger, 10 = panjang paruh atas, 11 = panjang paruh bawah) dihitung dengan menggunakan rumus yang disarankan oleh Gasperz (1991) sebagai berikut: rZiYj = rij =
a ij λij Si
;
Keterangan: rZiYj = koefisien korelasi peubah ke-i dan komponen utama ke-j. aij
= vektor Eigen peubah ke-i dengan komponen utama ke-j.
λij
= nilai Eigen (akar ciri) komponen utama ke-j.
S1
= simpangan baku peubah ke-i.
Nilai Eigen (λi) merupakan jumlah kuadrat dari masing-masing korelasi antara komponen utama
dan peubah
(rZiYj)
dapat
diperoleh
dari rumus
Gaspersz (1991): λ1 = r2Z1Y1+ r2Z2Y1+ r2Z3Y1+ ….+ r2ZnY1
Everitt dan Dunn (1991) menyatakan bahwa nilai kovarian dan peubahpeubah dengan j buah komponen dapat diperoleh dengan rumus: Cov (x, yj)
= Cov (x, x’aj)
25 =
λ j a j.
Fenotipe Sifat Kualitatif
Data sifat-sifat kualitatif berupa warna bulu, warna shank, dan bentuk jengger dianalisis secara deskriptif berdasarkan frekuensi fenotipenya. Frekuensi fenotipe warna bulu, warna shank, dan bentuk jengger dihitung berdasarkan pada jumlah fenotipe yang muncul dibagi dengan jumlah seluruh individu ayam yang diamati dikali 100%. Analisis genetik
1. Frekuensi gen dominan dan resesif dihitung berdasarkan rumus Nishida et al. (1980): q = 1 – (R/N)1/2 p=1–q Keterangan: q = frekuensi gen dominan otosomal R = jumlah individu dengan ekspresi resesif (homozigot resesif) N = jumlah total individu yang diamati p = frekuensi gen resesif otosomal 2. Frekuensi gen dominan terkait kelamin dihitung berdasarkan rumus Nishida
et al. (1980): 2N♂ q =
N♀ q♂ +
2N♂ + N♀
q♀ 2N♂ + N♀
Keterangan: q♂ = frekuensi gen dominan pada kelompok jantan q♀ = frekuensi gen dominan pada kelompok betina N♂ = jumlah individu jantan N♀ = jumlah individu betina 3. Frekuensi gen alel ganda dihitung berdasarkan rumus Stanfield (1983): r = √r2 q = √q + r2 – r
26 p =1–q–r Keterangan: p = frekuensi gen alel I q = frekuensi gen alel II r = frekuensi gen alel III Keragaman Genetik
Pendugaan nilai keragaman genetik dihitung dengan menggunakan rumus heterozigositas (h) dan rataan heterozigositas (H) menururt Nei (1987). Frekuensi alel dihitung dengan rumus:
Xi = [ Xii / ( ∑Xij ) ] x 100%
Keterangan: Xi = frekuensi alel ke-i, Xii = jumlah alel ke-i, dan Xij = jumlah seluruh alel. Nilai heterozigositas (h) merupakan ukuran keragaman genetik pada populasi yang kawin acak. Nilai ini dihitung berdasarkan frekuensi alel di setiap lokus rumus : h = 1 - ( ∑Xi2 ) dan
H = 1 - ( ∑Xi2 ) / r
Keterangan: Xi = frekuensi alel ke-i, dan r
= jumlah lokus yang diamati.
Kesamaan dan Jarak Genetik
Pendugaan kesamaan genetik (I) dan jarak genetik (D) dihitung dengan menggunakan rumus Nei (1987) sebagai berikut: I = [ ∑qij x qik / (∑ q2ij x q2ik )1/2 ] D = -Ln (I) Keterangan: qij = frekuensi gen pada lokus ke-i kelompok ayam ke-j, dan qik = frekuensi gen pada lokus ke-i kelompok ayam ke-k.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis
Watutela masuk dalam Wilayah Pemerintahan Kota Palu dan Ngatabaru masuk dalam Wilayah Kabupaten Donggala. Wardana (2004) menggambarkan secara geografis Watutela dan Ngatabaru terletak diantara 0o48’
–
0o59’ lintang
selatan dan 119o54’ – 120o00’ bujur timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1) sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Palu Utara, 2) sebelah Barat berbatasan dengan Kota Palu, 3) sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Biromaru, dan 4) sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong. Topografi
Dusun Watutela
masuk dalam Wilayah Kelurahan Tondo Kecamatan
Palu Timur Kota Palu, Sedangkan Desa Ngatabaru masuk dalam Wilayah Kecamatan Biromaru Kabupaten Donggala. Keadaan tanah menurut bentuk permukaan tanah di Kelurahan Tondo yaitu yaitu 50% dataran, 40% perbukitan, 10% pegunungan dan ketinggian dari permukaan laut 2,5 -310,0m dari permukaan laut (dpl), sedangkan di Desa Ngatabaru yaitu 80% dataran, 15% perbukitan, 5% pegunungan dan ketinggian dari permukaan laut 200-300m dpl.(BPS,2004). Keadaan Iklim
Kawasan TAHURA memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara bulan April – September, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober –Maret . Suhu udara rata rata tertinggi terjadi pada bulan Maret, dan Oktober (28,1°C) dan suhu udara
terendah terjadi pada bulan Pebruari (25,4°C).
Kelembaban udara berkisar antara 70–82%. Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Mei yang mencapai 82%, sedangkan kelembaban udara ratarata terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 70%.
28 Curah hujan tertinggi tahun 2005 terjadi pada bulan Juni 6,5 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada Februari yaitu 0,66 mm. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 3 – 5 knots. Tahun 2005 arah angin terbanyak datang dari arah Utara, kecuali pada bulan Juni dan Juli datang dari arah Barat Laut (BPS 2005). Potensi Peternakan
Populasi beberapa jenis ternak
di lokasi penelitian di sajikan pada
Tabel 3. Tabel 3
Populasi beberapa jenis ternak yang dipelihara/digembalakan di sekitar/dalam kawasan TAHURA Jenis Ternak (Ekor)
Desa/Kelurahan Sapi
Kuda
Kambing
Domba
Ayam kampung
Tondo/Watutela
425
14
875
180
1300
Ayam Ras Petelur 56500
Ngatabaru
35
-
500
128
500
-
Sumber: BPS (2004).
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa populasi ternak kuda hanya di jumpai di Kelurahan Tondo dalam jumlahnya kecil, sedangkan ternak sapi dijumpai di Tondo dan Ngatabaru dalam jumlah yang besar. Populasi ternak kambing lebih besar dibanding populasi ternak domba. Ternak ayam ras petelur hanya di jumpai di Kelurahan Tondo (Watutela) dan mempunyai populasi yang lebih besar dibanding ayam kampung.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fenotipe Sifat Kuantitatif Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Jantan
Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam hutan merah jantan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian Gabung (n=28) Peubah KK KK KK Rataan Rataan Rataan (%) (%) (%) Bobot badan (g) 980,00 13,33 909,23 16,84 947,14 15,14 Panjang paha (mm) 83,31 4,09 82,68 4,15 83,02 4,06 2,20 2,41 120,74 2,60 Panjang betis (mm) 119,08B 122,19A Panjang cakar (mm) 77,83 5,42 75,61 4,36 76,80 5,10 Lingkar cakar (mm) 32,20 6,34 31,31 4,20 31,79 5,57 7,53 44,28 8,56 45,29 8,13 Panjang jari ke-3 (mm) 46,17 4,37 2,49 189,64 3,93 Panjang sayap (mm) 193,08 b 186,67 a Panjang bulu ekor (mm) 390,33 13,96 353,08 17,36 373,04 16,01 Panjang tubuh total (mm) 754,33 8,90 708,85 10,22 733,21 9,84 Tinggi jengger (mm) 43,11 23,74 35,00 32,18 39,34 28,72 6,97 9,05 17,96 8,60 Panjang paruh atas (mm) 17,27b 18,57a Panjang paruh bawah (mm) 11,77 11,55 11,00 5,25 11,41 9,84 Keterangan : Huruf superkrip kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan huruf besar sangat berbeda nyata (P<0,01). Watutela (n = 15)
Ngatabaru (n=13)
Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di Watutela sama dengan ayam di Ngatabaru, kecuali pada peubah panjang betis, panjang sayap dan panjang paruh atas. Panjang betis ayam Watutela
sangat nyata lebih panjang dibandingkan dengan ayam di
Ngatabaru. Panjang betis merupakan salah satu indikator pertumbuhan, karena ada hubungannya dengan produktivitas daging. Panjang sayap dan panjang paruh atas ayam Watutela nyata lebih panjang di banding ayam Ngatabaru. Keragaman bobot badan, menggambarkan keragaman lingkungan ayam hutan merah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot badan ayam hutan merah di dua lokasi tidak berbeda, namun koefisien keragaman peubah bobot badan ayam hutan merah di Ngatabaru (16,84%) lebih tinggi keragaman ayam di Watutela (13,33%).
dibandingkan dengan koefisien
30 Rataan
Bobot badan ayam hutan merah jantan
dilokasi penelitian
(947,14g) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Nishida at al.(1982) ; Mansjoer (1985) dengan materi ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus)
(718,8g), Ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus) (863,3 g) dan ayam hutan hijau (Gallus varius) (745%). Panjang bulu ekor ayam hutan di lokasi penelitian juga lebih panjang dibandingkan dengan hasil penelitian Rostikawati (1995) (Tabel 2) Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Jantan
Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) bertujuan untuk mengetahui peubah penciri ukuran (Komponen Utama I) dan bentuk tubuh (Komponen Utama II) ayam hutan merah jantan dan betina di masing-masing lokasi penelitian. Peubah yang mempunyai nilai vektor eigen tertinggi pada persamaan ukuran maupun bentuk tubuh merupakan peubah penciri ukuran dan atau bentuk tubuh ayam hutan merah di lokasi penelitian. Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen ayam hutan merah jantan hasil Analisis Komponen Utama (AKU) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian KT (%)
λ
Panjang tubuh total (0,773) Panjang bulu ekor (0,631)
94,6
8526,8
Panjang tubuh total (0,603) Panjang bulu ekor (-0,741)
3,5
313
Komponen Utama
Peubah Penciri
I (Vektor ukuran ) II (Vektor bentuk)
Ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian mempunyai nilai keragaman total masing-masing sebesar 94,6 dan 3,5% dengan nilai Eigen 8526,8 dan 313. Keragaman kumulatif Komponen Utama I (vektor ukuran ) dan Komponen Utama II (vektor bentuk) sebesar 98,1%. Hal ini berarti 98,1% keragaman data ayam hutan merah jantan dijelaskan oleh kedua komponen utama tersebut.
di lokasi penelitian dapat
31 Ukuran Tubuh. Panjang tubuh total dan panjang ekor memberikan sumbangan
yang besar terhadap diskriminasi ukuran tubuh. Hal ini diperlihatkan dengan besarnya nilai vektor Eigen pada Komponen Utama I. Hasil analisis korelasi antara Komponen Utama I dengan masing-masing ukuran tubuh diketahui bahwa panjang total dan panjang bulu ekor ayam hutan merah jantan di Watutela dan Ngatabaru berkorelasi positif dengan Komponen Utama I, dengan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,989 dan 0,975 (Tabel 6). Ini berarti bahwa peningkatan ukuran panjang tubuh total dan panjang bulu ekor akan diikuti oleh peningkatan skor ukuran tubuh ayam hutan merah di kedua lokasi penelitian, demikian pula sebaliknya. Panjang tubuh total berhubungan erat dengan tinggi rendahnya bobot badan. Tabel 6 Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian Komponen Utama Ukuran-ukuran tubuh I (Ukuran tubuh) II (Bentuk tubuh) Panjang paha (mm) 0,402 0,108 Panjang betis (mm) 0,355 0,358 Panjang cakar (mm) 0,152 0,316 Lingkar cakar (mm) 0,415 -0,085 Panjang sayap (mm) -0,079 0,658 Panjang jari ke-3 (mm) 0,188 0,173 Panjang bulu ekor (mm) -0,219 0,975 Panjang tubuh total (mm) 0,148 0,989 Tinggi Jengger (mm) 0,553 0,042 Panjang paruh atas (mm) 0,227 0,161 Panjang paruh bawah (mm) 0,441 -0,153 Meskipun penentu ukuran tubuh yang nyata berpengaruh yaitu panjang bulu ekor dan panjang tubuh total, namun panjang tubuh total merupakan sifat yang bernilai ekonomi tinggi, sebagai penyedia daging. Bentuk Tubuh. Panjang bulu ekor dan panjang tubuh total memberikan
sumbangan terhadap diskriminasi bentuk tubuh. Hal ini diperlihatkan dengan besarnya nilai vektor Eigen pada Komponen Utama II (Tabel 5). Hasil analisis korelasi antara komponen utama II dengan masing-masing ukuran tubuh pada Tabel 6 menunjukkan bahwa panjang sayap ayam hutan merah jantan di lokasi
32 penelitian berkorelasi positif dengan Komponen Utama II, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,658. Hal ini berarti, peningkatan ukuran panjang sayap akan diikuti oleh peningkatan skor bentuk tubuh pada ayam hutan merah jantan di kedua lokasi penelitian, demikian sebaliknya. Gambaran sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan di dua lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5.
Komponen Utama II (Vektor Bentuk)
270 260 250 240 230 220 210 200 190 180 600
700 800 900 Komponen Utama I (Vektor Ukuran)
Keterangan : ● = Watutela
Gambar 5
■ =
1000
Ngatabaru
Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah jantan di lokasi penelitian.
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa antar kelompok ayam hutan merah jantan di Watutela dan Ngatabaru ukuran dan bentuk tubuh relatif sama. Namun ada kecenderungan ayam hutan merah jantan di Watutela memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding ayam Ngatabaru, sebab ada sebagian kecil kerumunan data ayam hutan merah jantan di Watutela yang memiliki ukuran yang lebih besar dari pada di Ngatabaru. Panjang betis, panjang sayap dan tinggi jengger ayam hutan merah jantan di Watutela lebih tinggi dibanding di Ngatabaru. Jika dilihat dari Komponen Utama II, maka bentuk tubuh ayam hutan merah di Watutela dan di Ngatabaru relatif sama, namun ayam hutan merah jantan di Watutela memiliki sebaran nilai skor bentuk tubuh lebih bervariasi
33 dibandingkan dengan ayam di Ngatabaru yaitu berkisar 184,77- 273,75, sedangkan di Ngatabaru skor bentuk tubuh berkisar 217,23-255,39. Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Hutan Merah Betina
Rataan dan nilai koefisien keragaman bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian Watutela (n = 15) Peubah Bobot badan (g) Panjang paha (mm) Panjang betis (mm) Panjang cakar (mm) Lingkar cakar (mm) Panjang jari ke-3 (mm) Panjang sayap (mm) Panjang bulu ekor (mm) Panjang tubuh total (mm) Tinggi jengger (mm) Panjang paruh atas (mm) Panjang paruh bawah (mm)
Rataan
KK(%)
592,33 66,02 102,20 63,60 30,53 39,97 170,00 166,37 466,00 2,60 16,77 10,87
4,30 11,57 1,78 2,44 3,24 3,85 5,56 3,99 1,87 19,50 1,30 2,73
Ngatabaru (n=11) Gabung (n=26) KK Rataan KK(%) Rataan (%) 601,36 3,53 596,15 3,99 69,91 10,58 67,67 11,29 102,18 1,68 102,19 1,71 63,64 3,24 63,62 2,74 30,94 4,24 30,70 3,69 39,40 5,77 39,73 4,69 170,00 3,95 170,00 4,85 167,18 3,39 166,71 3,68 465,91 2,66 465,96 2,19 2,45 21,28 2,54 20,03 16,76 1,81 16,77 1,51 10,76 3,06 10,82 2,85
Hasil analisis statistik (Tabel 7) menunjukkan bahwa bobot badan ayam hutan merah di Watutela dan di Ngatabaru relatif sama. Hal ini berarti bahwa kedua lokasi penelitian tidak memberikan pengaruh terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah betina. Diduga lokasi Watutela dan Ngatabaru mempunyai karteristik lingkungan yang relatif sama. Ukuran-ukuran tubuh yang memiliki keragaman yang tinggi
(>10%)
didapat pada peubah panjang paha dan tinggi jengger, namun hanya panjang paha yang ada hubungannya dengan produktivitas.
Keragaman tertinggi pada pada
panjang paha karena lingkungan di Watutela dan di Ngatabaru sangat bervariasi. Analisis Komponen Utama Ayam Hutan Merah Betina
Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah betina Sulawesi hasil analisis komponen utama (AKU) disajikan pada Tabel 8.
34 Ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian mempunyai nilai keragaman total masing-masing sebesar
47,4
dan 35,2%
dengan nilai Eigen 132,410 dan 98,460. Keragaman kumulatif komponen utama pertama (ukuran ) dan komponen utama kedua (bentuk) sebesar 82,6%. Hal ini berarti 82,6% keragaman data ayam hutan merah betina di lokasi penelitian dapat dijelaskan oleh kedua komponen utama tersebut. Tabel 8 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah betina di lokasi penelitian KT (%)
λ
Panjang tubuh total (0,870) Panjang bulu ekor (-0,449)
47,4
132,410
Panjang sayap (0,727) panjang paha (0,652)
35,2
98,460
Komponen Utama
Peubah Penciri
I (Vektor ukuran ) II (Vektor bentuk)
Ukuran Tubuh. Panjang tubuh total dan panjang ekor memberikan sumbangan
yang besar terhadap diskriminasi ukuran tubuh. Hal ini diperlihatkan dengan nilai vektor Eigen pada Komponen Utama I. Hasil analisis korelasi Komponen Utama diketahui bahwa panjang tubuh total berkorelasi positif terhadap Komponen Utama I dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,982, sedang panjang bulu ekor berkorelasi negatif (-0,841). Hal ini berarti bahwa peningkatan ukuran panjang tubuh total akan diikuti oleh peningkatan skor ukuran tubuh demikian sebaliknya. Ukuran panjang tubuh total erat kaitannya bobot badan (produktivitas daging). Peningkatan ukuran panjang ekor akan diikuti penurunan skor ukuran tubuh dan sebaliknya. Bentuk Tubuh. Panjang sayap dan panjang paha memberikan sumbangan besar
terhadap diskriminasi bentuk tubuh. Hal ini diperlihatkan dengan nilai vektor
Eigen pada Komponen Utama II yang tinggi. Hasil analisis korelasi Komponen Utama diketahui bahwa panjang sayap dan panjang paha berkorelasi negatif dengan Komponen Utama II dengan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar -0,875 dan -0,846. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan ukuran panjang sayap dan panjang paha akan diikuti menurunkan nilai skor bentuk tubuh.
35 demikian sebaliknya. Gambaran sebaran fenotipe ayam hutan merah betina disajikan pada Gambar 6.
Komponen Utama II (Vektor Bentuk)
240
230
220
210
200
190 290
300 310 320 Ko mpo ne n Ut a ma I (V e kt o r Ukur a n)
Keterangan : ● = Watutela
330
■ = Ngatabaru
Gambar 6 Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ayam hutan merah betina di Watutela dan di Ngatabaru dari segi ukuran dan bentuk tubuh relatif sama. Hal ini juga diperkuat dengan hasil Uji-t bahwa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh tidak berbeda nyata di kedua lokasi penelitian. Tabel 9 Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah betina di lokasi penelitian Ukuran-ukuran tubuh Panjang paha (mm) Panjang betis (mm) Panjang cakar (mm) Lingkar cakar (mm) Panjang sayap (mm) Panjang jari ke-3 (mm) Panjang bulu ekor (mm) Panjang tubuh total (mm) Tinggi Jengger (mm) Panjang paruh atas (mm) Panjang paruh bawah (mm)
Komponen Utama I (Ukuran tubuh) II (Bentuk tubuh) 0,041 0,114 -0,109 -0,398 -0,218 0,727 -0,841 0,982 0,254 0,537 0,141
-0,846 -0,774 -0,698 -0,312 -0,875 -0,21 0,105 -0,071 0,571 0,004 -0,492
36 Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Jantan
Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 10. Tabel 10
Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian Peubah
Watutela (n = 30) KK Rataan (%)
Ngatabaru (n=29) KK Rataan (%)
Gabung (n=59) KK Rataan (%)
1.975,67 27,20 1.958,62 24,66 1.967,29 25,77 Bobot badan (g) 108,62 5,99 107,55 6,87 108,09 6,40 Panjang paha (mm) 155,31 4,83 153,41 6,48 154,38 5,68 Panjang betis (mm) 100,91 7,17 100,37 7,51 100,64 7,28 Panjang cakar (mm) 46,77 8,55 46,72 9,57 46,75 8,99 Lingkar cakar (mm) 58,33 8,68 57,83 7,93 58,08 8,26 Panjang jari ke-3 (mm) 231,00 7,97 227,55 6,72 229,31 7,37 Panjang sayap (mm) 293,63 26,59 286,38 28,36 290,07 27,24 Panjang bulu ekor (mm) 726,10 12,14 713,10 13,02 719,71 12,50 Panjang tubuh total (mm) 17,62 58,01 17,56 52,42 17,59 54,87 Tinggi jengger (mm) 20,65 11,67 20,69 10,62 20,67 11,07 Panjang paruh atas (mm) Panjang paruh bawah (mm) 12,37 8,94 12,38 8,56 12,37 8,68 Keterangan : Huruf superkrip kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan huruf besar sangat berbeda nyata (P<0,01).
Hasil uji t (Tabel 10) menunjukkan bahwa rataan bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam kampung jantan Watutela sama dengan ayam kampung Ngatabaru. Koefisien keragaman yang tinggi (>10%) diperoleh dari bobot badan, panjang bulu ekor, panjang tubuh total, panjang paruh atas dan tinggi jengger. Peubah bobot badan dan panjang tubuh total di ketahui sebagai indikator sifat produksi ayam kampung, sedangkan panjang bulu ekor, panjang paruh atas dan tinggi jengger belum diketahui. Sartika (2000) menyatakan bahwa walaupun koefisien keragaman peubah tinggi jengger sangat tinggi, tetapi hubungannya dengan sifat produksi belum diketahui. Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Jantan Hasil Analisis Komponen Utama berupa ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh, keragaman total dan nilai eigen pada ayam kampung jantan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa ayam kampung jantan dilokasi penelitian mempunyai nilai keragaman total Komponen Utama I dan II masing-masing sebesar 93,5 dan 4% (keragaman kumulatif = 93,9 %) dengan nilai eigen masing-masing 13973 dan 602. Hal ini berarti keragaman total dari semua peubah ukuran tubuh ayam kampung jantan
37 di lokasi penelitian sebesar 93,9% dapat dijelaskan oleh kedua komponen utama tersebut. Tabel 11 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung jantan di lokasi penelitian KT (%)
λ
Panjang tubuh total (0,753) Panjang ekor (0,654)
93,5
13973
Panjang tubuh total (0,497) Panjang ekor (-0,631)
4
602
Komponen Utama
Peubah Penciri
I (Vektor ukuran ) II (Vektor bentuk)
Ukuran Tubuh. Diketahui bahwa peubah penciri ukuran tubuh ayam kampung
jantan dikedua lokasi penelitian adalah panjang tubuh total dan panjang ekor, dengan nilai vektor eigen 0,753 dan 0,654. Hasil analisis korelasi Komponen Utama diketahui bahwa panjang tubuh total dan panjang ekor berkorelasi postif dengan Komponen Utama I, dengan nilai koefisien korelasi
masing-masing
sebesar 0,980 dan 0,978. Ini berarti bahwa peningkatan ukuran panjang tubuh total dan panjang ekor akan diikuti oleh peningkatan skor ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian demikian sebaliknya. Tabel 12 Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh
dengan masing-masing ukuran tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian
Ukuran-ukuran tubuh Panjang paha (mm) Panjang betis (mm) Panjang cakar (mm) Lingkar cakar (mm) Panjang sayap (mm) Panjang jari ke-3 (mm) Panjang bulu ekor (mm) Panjang tubuh total (mm) Tinggi Jengger (mm) Panjang paruh atas (mm) Panjang paruh bawah (mm)
Komponen Utama I (Ukuran tubuh) II (Bentuk tubuh) 0,483 0,693 0,529 0,584 0,277 0,596 0,163 0,843 0,266 0,684 0,001 0,373 -0,196 0,978 0,136 0,980 0,354 0,269 0,103 0,503 -0,137 0,238
38 Bentuk Tubuh. Diketahui bahwa peubah penciri bentuk tubuh ayam kampung
jantan di Watutela dan Ngatabaru adalah panjang bulu ekor dan panjang tubuh total dengan nilai vektor eigen masing-masing sebesar -0,631 dan 0,497. Hasil analisis korelasi Komponen Utama di ketahui bahwa panjang bulu ekor berkorelasi negatif korelasi
terhadap bentuk tubuh ayam kampung jantan dengan nilai
sebesar -0,196, sedangkan panjang tubuh total berkorelasi positif
dengan nilai korelasi sebesar 0,136. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan ukuran panjang bulu ekor mengakibatkan penurunan skor bentuk tubuh ayam kampung jantan di kedua lokasi tersebut dan sebaliknya. Setiap peningkatan ukuran panjang tubuh total kan diikuti oleh kenaikan skor bentuk tubuh dan sebaliknya.
Komponen Utama II (Vektor Bentuk)
420
400
380
360
340
320 500
600
700 800 Komponen Utama I (Vektor Ukuran)
Keterangan : ● = Watutela
900
1000
■ = Ngatabaru
Gambar 7 Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung jantan di lokasi penelitian. Sebaran nilai skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung jantan di Watutela dan di Ngatabaru disajikan pada Gambar 7. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa antar kelompok ayam kampung jantan di Watutela dan di Ngatabaru ukuran dan bentuk tubuh relatif sama. Hasil penelitian ini diperjelas dengan Uji-t bahwa rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung jantan di Watutela dan di Ngatabaru tidak berbeda nyata.
39 Bobot badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Ayam Kampung Betina
Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 13.
Rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung betina di
Watutela dan Ngatabaru relatif sama. Keragaman yang tinggi (>10%) diperoleh dari bobot badan dan tinggi jengger. Tabel 13 Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian Peubah
Watutela (n = 30) KK Rataan (%)
Ngatabaru (n=30) KK Rataan (%)
Gabung (n=60) KK Rataan (%)
1.400,3 1.441,50 15,39 1.359,17 19,93 17,78 Bobot badan (g) 3 89,21 6,88 87,29 7,29 88,25 7,11 Panjang paha (mm) 128,35 4,49 125,16 6,91 126,76 5,88 Panjang betis (mm) 79,68 7,33 77,57 9,44 78,62 8,46 Panjang cakar (mm) 40,73 8,30 39,97 9,09 40,35 8,68 Lingkar cakar (mm) 51,05 9,95 49,23 8,21 50,14 9,26 Panjang jari ke-3 (mm) 193,33 7,10 195,83 6,43 194,58 6,75 Panjang sayap (mm) 166,33 9,73 158,50 8,25 162,42 9,30 Panjang bulu ekor (mm) 545,30 4,97 529,47 5,91 537,38 5,60 Panjang tubuh total (mm) 9,83 66,92 8,63 72,04 9,23 69,06 Tinggi jengger (mm) 18,75 7,59 18,47 8,01 18,61 7,77 Panjang paruh atas (mm) Panjang paruh bawah (mm) 11,78 8,24 11,47 6,22 11,63 7,39 Keterangan: Huruf superkrip kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan huruf besar sangat berbeda nyata (P<0,01).
Tinggi jengger pada ayam kampung sangat bervariasi, hal ini menunjukkan domestikasi ayam hutan menjadi ayam kampung mengalami keragaman tampilan pada ukuran dan bentuk jengger. Bobot badan juga menunjukkan keragaman yang tinggi, hal ini karena dipengaruhi oleh keragaman lingkungan. Analisis Komponen Utama Ayam Kampung Betina
Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh, keragaman total dan nilai
Eigen pada ayam kampung betina disajikan pada Tabel 14. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa ringkasan persamaan ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung betina dilokasi penelitian mempunyai keragaman total masing-masing sebesar
69,1 dan 11,9% (keragaman kumulatif = 81%)
dengan nilai Eigen sebesar 1052,9 dan 181,7. Hal ini berarti
81% keragaman
40 data ayam kampung betina
di lokasi penelitian dapat dijelaskan oleh kedua
komponen utama tersebut. Tabel 14 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung betina di lokasi penelitian KT (%)
λ
Panjang tubuh total (0,919) Panjang bulu ekor (-0,283)
69,1
1052,9
Panjang bulu ekor (-0,726) panjang sayap (0,631)
11,9
181,7
Komponen Utama
Peubah Penciri
I (Vektor ukuran ) II (Vektor bentuk)
Ukuran Tubuh. Penciri ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian
adalah panjang tubuh total dan panjang ekor dengan nilai vektor eigen masingmasing sebesar 0,919 dan -0,283. Ukuran panjang tubuh total dan panjang ekor berkorelasi positif terhadap Komponen Utama I dengan nilai korelasi sebesar 0,991 dan 0,608 (Tabel 15). Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan ukuran panjang tubuh total dan panjang ekor mengakibatkan kenaikan skor ukuran tubuh ayam kampung betina di Watutela dan di Ngatabaru demikian sebaliknya. Tabel 15 Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian Ukuran-ukuran tubuh Panjang paha (mm) Panjang betis (mm) Panjang cakar (mm) Lingkar cakar (mm) Panjang sayap (mm) Panjang jari ke-3 (mm) Panjang bulu ekor (mm) Panjang tubuh total (mm) Tinggi Jengger (mm) Panjang paruh atas (mm) Panjang paruh bawah (mm)
Komponen Utama I (Ukuran tubuh) II (Bentuk tubuh) 0,347 0,435 0,553 0,220 0,536 0,030 0,368 -0,059 0,462 0,648 0,503 0,280 0,608 -0,648 0,024 0,991 0,100 0,157 0,272 0,130 -0,017 -0,073
41 Bentuk Tubuh. Penciri bentuk tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian
adalah panjang bulu ekor dan panjang sayap dengan nilai vektor Eigen masingmasing sebesar -0,726 dan 0,631. Ukuran panjang sayap berkorelasi positif terhadap bentuk tubuh ayam kampung betina dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,648 dan panjang bulu ekor berkorelasi negatif (-0,648). Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan ukuran panjang sayap berakibat pula pada peningkatan skor bentuk tubuh ayam kampung betina, demikian sebaliknya, sedangkan kenaikan ukuran panjang ekor mengakibatkan penurunan skor bentuk tubuh ayam kampung betina Ngatabaru dan sebaliknya.
Komponen Utama II ( Vektor Bentuk)
100
90
80 70
60
50
40 550
575 600 625 650 675 Ko m p o n e n Ut a m a I (V e kt o r Be n t u k)
Keterangan : ● = Watutela
700
■ = Ngatabaru
Gambar 8 Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian. Pada Gambar 8 disajikan sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung betina di lokasi penelitian. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa kerumunan data skor ayam kampung betina di Watutela dan
di Ngatabaru
nampak jelas bertumpuk. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung betina dilokasi penelitian sama. Hal ini diperjelas dengan hasil Uji t yang menujukkan bahwa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam hutan merah betina di kedua lokasi tidak berbeda nyata.
42 Studi Komparasi Ayam Kampung dan Ayam Hutan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan Watutela
Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan yang diamati di Watutela disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan Watutela Peubah
Ayam kampung (n = 30) Rataan A
KK (%)
Ayam hutan (n = 15) Rataan
KK (%)
B
1.975,67 27,20 980,00 13,33 Bobot badan (g) A B 108,62 5,99 83,31 4,09 Panjang paha (mm) A B 155,31 4,83 122,19 2,20 Panjang betis (mm) A B 100,91 7,17 77,83 5,42 Panjang cakar (mm) A B 46,77 8,55 32,20 6,34 Lingkar cakar (mm) A B 58,33 8,68 46,17 7,53 Panjang jari ke-3 (mm) A B 231,00 7,97 186,67 4,37 Panjang sayap (mm) A B 293,63 26,59 390,33 13,96 Panjang bulu ekor (mm) 726,10 12,14 8,90 754,33 Panjang tubuh total (mm) 17,62 A 58,01 43,11B 23,74 Tinggi jengger (mm) 20,65 A 11,67 18,57B 6,97 Panjang paruh atas (mm) Panjang paruh bawah (mm) 12,37 8,94 11,77 11,55 Keterangan: Huruf superkrip kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan huruf besar sangat berbeda nyata (P<0,01).
Hasil analisis statistik pada Tabel 16 menunjukkan bahwa rataan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung jantan dan ayam hutan jantan di Watutela sangat berbeda nyata, kecuali panjang tubuh total tidak berbeda nyata. Koefisien keragaman ayam kampung jantan yang diamati di Watutela menunjukkan bahwa koefisien keragaman yang tertinggi (>10%) didapat pada sifat tinggi jengger kemudian diikuti koefisien keragaman bobot badan, panjang bulu ekor, panjang tubuh total, dan panjang paruh atas, namun bobot badan dan panjang tubuh total merupakan sifat
yang bernilai ekonomi tinggi sebagai
penyedia daging. Ayam hutan merah jantan yang diamati di Watutela mempunyai koefisien keragaman yang tertinggi pada peubah tinggi jengger kemudian diikuti panjang ekor, bobot badan, dan panjang paruh bawah, namun bobot badan dan panjang
43 bulu ekor merupakan sifat yang bernilai ekonomi tinggi, karena ada berhubungan dengan keindahan bentuk tubuh ayam hutan merah. Besarnya koefisien keragaman ayam kampung jantan di Watutela diduga selain disebabkan oleh keragaman lingkungan yang mencakup sifat pemilik dalam cara pemeliharaan dan tersedianya pakan disekitar tempat tinggalnya, juga karena genotipenya masih bervariasi. Adanya keragaman pada sifat bobot badan ayam kampung jantan di Watutela memberi harapan untuk perbaikan mutu genetik melalui program seleksi. Analisis Komponen Utama ayam kampung dan ayam hutan jantan Watutela
Hasil AKU berupa persamaan ukuran dan bentuk tubuh, keragaman total dan nilai eigen ayam kampung dan ayam hutan merah jantan disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung jantan di Watutela Spesies
Komponen Utama
Ayam Kampung
I (Vektor ukuran )
Panjang tubuh total (0,750)
II (Vektor bentuk)
Panjang bulu ekor
I (Vektor ukuran ) II (Vektor bentuk)
Ayam Hutan Merah
KT (%)
λ
93,4
13557
4,1
592
Panjang tubuh total (0,784)
91,5
7055,4
Panjang tubuh total (-0,746)
6,4
489,7
Peubah Penciri
(-0,587)
Hasil Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa Komponen Utama I (vektor
ukuran) dan II (vektor bentuk) tubuh ayam kampung
jantan di
Watutela mempunyai keragaman total masing-masing sebesar 91,5 dan 6,4% (keragaman kumulatif = 97,9%) dengan nilai Eigen sebesar 7055,4 dan 489,7. Ayam hutan merah jantan di Watutela mempunyai keragaman total masingmasing 93,4 dan 4,1% (keragaman komulatif = 97,5) dengan nilai eigen sebesar 13557 dan 592. Hal ini berarti 97,9 dan 97,5% keragaman data ayam kampung dan ayam hutan jantan di Watutela dapat dijelaskan oleh kedua Komponen Utama tersebut.
44 Ukuran Tubuh. Berdasarkan ringkasan persamaan ukuran tubuh ayam kampung
dan ayam hutan merah jantan (Tabel 17) diketahui bahwa ada kesamaan peubah penciri ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Watutela yaitu panjang tubuh total. Hasil analisis korelasi Komponen Utama menunjukkan bahwa panjang tubuh total ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Watutela berkorelasi positif dengan Komponen Utama I (vektor ukuran), dengan nilai
koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,990 dan 0,981. Ini berarti
peningkatan ukuran panjang tubuh total akan diikuti peningkatan skor ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Watutela, demikian pula sebaliknya. Nilai koefisien korelasi peubah ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di lokasi Watutela
Ukuran-ukuran tubuh
Panjang paha (mm) Panjang betis (mm) Panjang cakar (mm) Lingkar cakar (mm) Panjang sayap (mm) Panjang jari ke-3 (mm) Panjang bulu ekor (mm) Panjang tubuh total (mm) Tinggi Jengger (mm) Panjang paruh atas (mm) Panjang paruh bawah (mm)
Ayam kampung Ayam Hutan Merah Komponen Utama I II I II (Ukuran (Bentuk (Ukuran (Bentuk tubuh) tubuh) tubuh) tubuh) 0,464 -0,729 0,471 0,164 0,474 -0,586 0,011 0,640 0,249 -0,607 -0,114 0,479 0,854 -0,131 0,403 -0,083 0,323 -0,036 -0,758 0,743 0,011 -0,409 -0,111 0,213 0,980 0,183 0,953 -0,303 -0,125 0,195 0,990 0,981 0,315 -0,219 0,419 -0,087 0,097 -0,484 0,107 0,219 -0,203 -0,220 0,363 -0,181
Bentuk Tubuh. Hasil AKU menunjukkan ada perbedaan peubah penciri bentuk
tubuh pada ayam kampung jantan dan ayam hutan merah jantan di Watutela. Panjang bulu ekor merupakan peubah penciri bentuk tubuh ayam kampung jantan dan panjang tubuh total merupakan peubah penciri bentuk tubuh ayam hutan merah di Watutela. Hasil analisis korelasi Komponen Utama dengan ukuranukuran tubuh menunjukkan bahwa panjang sayap ayam kampung jantan di
45 Watutela berkorelasi negatif dengan Komponen Utama II (vektor bentuk), namun pada ayam hutan merah jantan panjang sayap berkorelasi positif dengan Komponen Utama II. Ini berarti bahwa peningkatan ukuran panjang sayap akan diikuti penurunan skor bentuk tubuh ayam kampung jantan di Watutela, sebaliknya akan menaikan skor bentuk tubuh ayam hutan merah di Watutela. Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Watutela di sajikan pada Gambar 9.
Komponen Utama II (Vektor bentuk)
-200
-250
-300
-350
-400
-450 -1000
-500 0 500 Komponen Utama I (Vektor ukuran)
Keterangan : ● = Ayam kampung
Gambar 9
■ =
1000
Ayam hutan merah
Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan Watutela
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa antara ayam kampung jantan dan ayam hutan merah jantan di Watutela dari segi ukuran maupun bentuk tubuh sangat berbeda. Ukuran tubuh ayam kampung lebih besar dibanding ayam hutan, hal ini lebih memperjelas hasil Uji t yang menunjukkan bahwa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Watutela sangat berbeda nyata, kecuali pada panjang tubuh total. Hal ini membuktikan bahwa ayam kampung yang ada sekarang adalah berasal dari ayam hutan merah dan telah banyak mengalami perubahan baik ukuran maupun bentuk tubuh melalui proses domestikasi dan seleksi yang cukup lama..
46 Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan betina Watutela
Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina yang diamati di Watutela disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina Watutela Peubah
Ayam kampung (n = 30) Rataan
Ayam hutan (n = 15)
KK (%)
Rataan KK (%) B 592,33 4,30 1.441,50 15,39 Bobot badan (g) B A 66,02 11,57 89,21 6,88 Panjang paha (mm) A 1,78 102,20B 4,49 128,35 Panjang betis (mm) B A 2,44 63,60 7,33 79,68 Panjang cakar (mm) B A 3,24 30,53 40,73 8,30 Lingkar cakar (mm) B A 3,85 39,97 51,05 9,95 Panjang jari ke-3 (mm) B A 5,56 170,00 7,10 193,33 Panjang sayap (mm) 166,37 3,99 166,33 9,73 Panjang bulu ekor (mm) B A 1,87 466,00 4,97 545,30 Panjang tubuh total (mm) B A 2,60 19,50 9,83 66,92 Tinggi jengger (mm) B A 1,30 16,77 7,59 18,75 Panjang paruh atas (mm) B A Panjang paruh bawah (mm) 2,73 10,87 11,78 8,24 Keterangan: Huruf superkrip kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan huruf besar sangat berbeda nyata (P<0,01). A
Hasil analisis statistik pada Tabel 19 menunjukkan bahwa rataan bobot badan
dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan betina di
Watutela
sangat berbeda nyata, kecuali panjang ekor
tidak berbeda nyata.
Koefisien keragaman ayam kampung betina yang diamati di Watutela menunjukkan bahwa keragaman yang tinggi (>10%) didapat pada peubah tinggi jengger dan bobot badan. Bobot badan merupakan sifat yang berhubungan dengan produktivitas khususnya sebagai penyedia daging. Koefisien keragaman ayam hutan merah betina di Watutela yang tinggi didapat pada peubah
tinggi
jengger dan panjang paha. Besarnya koefisien keragaman ayam kampung betina di Watutela diduga selain disebabkan oleh keragaman lingkungan yang mencakup sifat pemilik dalam cara pemeliharaan dan tersedianya pakan disekitar tempat tinggalnya, juga karena genotipenya masih bervariasi
47 Analisis Komponen Utama Ayam kampung dan ayam hutan betina Watutela Hasil Analisis Komponen Utama berupa ringkasan persamaan ukuran dan bentuk tubuh, keragaman total (KT), dan nilai Eigen (λ) pada ayam kampung betina dan ayam hutan betina di Watutela disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Watutela
Ayam kampung
Komponen Utama I (Vektor ukuran ) II (Vektor bentuk)
Ayam hutan merah
I (Vektor ukuran ) II (Vektor bentuk)
Spesies
Panjang tubuh total (0,883) Panjang sayap (0,877)
KT (%) 66,1 13,9
906,69 191,36
Panjang sayap (0,806) Panjang tubuh total (0,774)
43,8 43,3
121,4 120,03
Peubah Penciri
λ
Ukuran Tubuh. Berdasarkan ringkasan persamaan ukuran dan bentuk tubuh pada Tabel 20. diketahui bahwa ada perbedaan peubah penciri ukuran tubuh
ayam
kampung dan ayam hutan merah betina di Watutela. Panjang tubuh total merupakan peubah penciri ayam kampung betina dan panjang sayap merupakan peubah penciri ayam hutan merah di Watutela. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa peubah panjang total ayam kampung betina di Watutela dan peubah panjang sayap ayam hutan merah betina di Watutela berkorelasi positif dengan Komponen Utama I (vektor ukuran) dengan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,982 dan 0,940. Nilai koefisien korelasi peubah ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan
ayam hutan merah betina dengan Komponen Utama disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Korelasi antara Komponen Utama dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina di lokasi Watutela
Ukuran-ukuran tubuh Panjang paha Panjang betis Panjang cakar Lingkar cakar Panjang sayap Panjang jari ke-3 Panjang bulu ekor Panjang tubuh total Tinggi Jengger Panjang paruh atas Panjang paruh bawah
Ayam kampung Ayam hutan merah Komponen Utama II I II I (Bentuk (Ukuran (Bentuk (Ukuran tubuh) tubuh) tubuh) tubuh) 0,287 -0,547 0,269 0,812 0,368 -0,335 0,224 0,804 0,485 -0,180 -0,032 0,704 0,212 -0,018 0,204 -0,489 0,390 -0,162 -0,884 0,940 0,358 -0,479 0,272 0,633 0,758 0,284 -0,068 -0,954 0,036 -0,039 0,982 0,975 0,067 0,026 -0,601 -0,034 -0,017 -0,125 0,115 0,527 -0,238 -0,123 0,539 0,061
48 Bentuk Tubuh. Panjang sayap merupakan peubah penciri bentuk tubuh ayam
kampung betina di Watutela. Panjang tubuh total adalah peubah penciri ayam hutan merah betina di Watutela. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa panjang sayap ayam kampung betina di Watutela berkorelasi negatif dengan Komponen Utama II (vektor bentuk) dengan nilai koefisien korelasi -0,884, sebaliknya panjang tubuh total
ayam hutan merah betina berkorelasi positif
dengan Komponen Utama II dengan nilai koefisien korelasi 0,975. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan ukuran panjang akan diikuti penurunan skor bentuk tubuh sayap ayam kampung betina, sebaliknya peningkatan ukuran panjang tubuh total ayam akan di ikuti peningkatan skor bentuk tubuh ayam hutan merah. Skor ukuran dan bentuk tuibuh hasil AKU disajikan pada Gambar 10.
Komponen Utama II (Vektor bentuk)
300
250
200
150
100 100
200
300 400 500 Komponen Utama I (Vektor ukuran)
Keterangan : ● = Ayam kampung
■ =
600
700
Ayam hutan merah
Gambar 10 Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan betina Watutela. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa antara ayam kampung dan ayam hutan merah betina nampak jelas berbeda. Dari segi ukuran tubuh ayam kampung betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding ayam hutan merah betina. Hal ini membuktikan bahwa ayam kampung betina
telah mengalami
proses domestikasi dan seleksi yang cukup lama sehingga memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding ayam hutan merah. Dari segi bentuk tubuh ayam
49 kampung betina dan ayam hutan merah berbeda. Hal ini ditujukkan oleh perbedaan peubah penciri bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan betina di Watutela. Diskriminasi ukuran dan bentuk tubuh pada gambar 11 memperjelas hasil Uji t bahwa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Watutela sangat berbedanyata, kecuali panjang ekor tidak berbedanyata. Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh Ayam kampung dan ayam hutan jantan Ngatabaru
Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuranukuran tubuh
ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru
disajikan pada Tabel 22 Tabel 22 Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru Peubah Bobot badan (g) Panjang paha (mm) Panjang betis (mm) Panjang cakar (mm) Lingkar cakar (mm) Panjang jari ke-3 (mm) Panjang sayap (mm) Panjang bulu ekor (mm) Panjang tubuh total (mm) Tinggi jengger (mm) Panjang paruh atas (mm) Panjang paruh bawah (mm) Keterangan :
Ayam kampung (n=29) Rataan A
1.958,62 107,55A 153,41A 100,37A 46,72A 57,83A 227,55A 286,38A 713,10 17,56A 20,69A 12,38A
KK (%) 24,66 6,87 6,48 7,51 9,57 7,93 6,72 28,36 13,02 52,42 10,62 8,56
Ayam hutan (n=13) Rataan B
909,23 82,68 B 119,08B 75,61B 31,31B 44,28B 193,08B 353,08B 708,85 35,00B 17,27 B 11,00 B
KK (%)
16,84 4,15 2,41 4,36 4,20 8,56 2,49 17,36 10,22 32,18 9,05 5,25
Huruf superkrip kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan huruf besar sangat berbeda nyata (P<0,01
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
bobot badan dan ukuran-
ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru sangat berbeda nyata, kecuali ukuran panjang tubuh total tidak berbeda nyata. Perbedaan yang sangat nyata menunjukkan bahwa ayam kampung telah mengalami domestikasi dan seleksi. Koefisien keragaman ayam kampung dan ayam hutan merah jantan yang diamati di Ngatabaru menunjukkan bahwa koefisien
50 keragaman yang tertinggi didapat pada peubah tinggi jengger kemudian diikuti panjang bulu ekor, bobot badan dan panjang tubuh total. Besarnya koefisien keragaman beberapa peubah yang diamati diduga selain selain dipengaruhi oleh variasi genotipe juga disebabkan oleh keragaman lingkungan yang mencakup cara pemeliharaan dan tersedianya pakan dihabitatnya. Peubah panjang tubuh total dan bobot badan berhubungan erat dengan produksi daging, selain itu panjang bulu ekor ayam hutan merah bernilai ekonomi tinggi karena berhubungan dengan keindahan bentuk tubuh ayam hutan. Analisis Komponen Utama Ayam kampung dan ayam hutan jantan Ngatabaru Hasil Analisis Komponen Utama berupa ringkasan persamaan ukuran dan bentuk tubuh, keragaman total (KT), dan nilai Eigen (λ) pada ayam kampung dan ayam hutan jantan di Ngatabaru disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru Spesies Komponen KT λ Peubah Penciri Utama (%) Ayam Kampung Ayam Hutan Merah
I (Vektor ukuran )
Panjang tubuh total (0,754)
93,7
14796
II (Vektor bentuk)
Panjang bulu ekor
0,4
638
I (Vektor ukuran )
Panjang tubuh total (0,763)
97,0
8926,5
II (Vektor bentuk)
Panjang bulu ekor
1,7
153,7
(-0,667)
(-0,642)
Ukuran Tubuh. Berdasarkan ringkasan persamaan ukuran dan bentuk tubuh pada Tabel 22 diketahui bahwa peubah penciri ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru memiliki persamaan. Panjang tubuh total merupakan peubah penciri ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan di Ngatabaru. Hasil analisis korelasi diketahui bahwa panjang tubuh total berkorelasi positif dengan Komponen Utama I, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,988 dan 0,995. Ini berarti bahwa setiap kenaikan ukuran panjang tubuh total akan diikuti oleh peningkatan skor ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan jantan di Ngatabaru. Nilai koefisien korelasi peubah ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru dengan Komponen Utama disajikan pada Tabel 24.
51 Tabel 24 Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung jantan di lokasi Ngatabaru
Ukuran-ukuran tubuh
Ayam kampung Ayam Hutan Merah Komponen Utama I II I II (Ukuran (Bentuk (Ukuran (Bentuk tubuh) tubuh) tubuh) tubuh)
Panjang paha Panjang betis Panjang cakar Lingkar cakar Panjang sayap Panjang jari ke-3 Panjang bulu ekor Panjang tubuh total Tinggi Jengger Panjang paruh atas Panjang paruh bawah
0,495
-0,656
0,317
0,201
0,572
-0,587
0,453
0,056
0,301
-0,576
0,306
0,192
0,836
-0,197
0,331
0,154
0,193
-0,599
0,287
0,659
-0,017
-0,308
0,326
0,354
0,977
0,207
0,990
-0,130
0,988
-0,145
0,995
0,083
0,401
-0,330
0,560
0,569
0,111
-0,509
0,100
0,319
-0,071
-0,246
0,509
0,204
Bentuk Tubuh. Panjang bulu ekor merupakan peubah penciri ayam kampung
dan ayam hutan jantan di Ngatabaru. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa keeratan hubungan ukuran panjang bulu ekor dengan Komponen Utama II tidak erat dengan nilai koefisien korelasi 0,207 dan -0,130. Ukuran Panjang paha ayam kampung jantan berkorelasi negatif dengan Komponen Utama II. Panjang sayap ayam hutan jantan di Ngatabaru berkorelasi positif dengan Komponen Utama II. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan ukuran panjang paha pada ayam
kampung jantan di Ngatabaru akan menurunkan nilai skor bentuk tubuh, demikian sebaliknya. Peningkatan ukuran panjang sayap ayam hutan jantan di Ngatabaru akan diikuti peningkatan skor bentuk tubuh. Sebaran data skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru disajikan pada Gambar 11
Komponen Utama II (Vektor bentuk)
52
-2 00
-2 50
-3 00
-3 50
-4 00 -1 00 0
- 50 0 0 50 0 Ko mp o ne n Ut a ma I (V e kt o r Ukur a n)
Keterangan : ● = Ayam kampung
■ =
10 00
Ayam hutan merah
Gambar 11 Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan Ngatabaru. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa antara ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru dari segi ukuran maupun bentuk tubuh sangat berbeda. Ukuran tubuh ayam kampung lebih besar dibanding ayam hutan, hal ini memperjelas hasi Uji t yang menunjukkan bahwa bobot badan dan ukuranukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah jantan di Ngatabaru sangat berbeda nyata, kecuali pada panjang tubuh total. Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan betina Ngatabaru
Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina yang diamati di Ngatabaru disajikan pada Tabel 25. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung betina sangat nyata lebih besar dibanding ayam hutan merah betina di Ngatabaru. Koefisien keragaman yang tinggi ayam kampung betina di Ngatabaru didapat pada sifat tinggi jengger dan bobot badan. Koefisien keragaman Ayam hutan merah betina di Ngatabaru yang tinggi didapat pada sifat tinggi jengger dan panjang paha.
53 Tabel 25 Rataan dan nilai koefisien keragaman (KK) bobot badan dan ukuran ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru Peubah
Ayam kampung (n=30) Rataan
Ayam hutan (n=11)
KK (%)
Rataan KK (%) B 601,36 3,53 1.359,17 19,93 Bobot badan (g) B A 69,91 10,58 87,29 7,29 Panjang paha (mm) B A 1,68 102,18 125,16 6,91 Panjang betis (mm) B A 3,24 63,64 77,57 9,44 Panjang cakar (mm) B A 4,24 30,94 39,97 9,09 Lingkar cakar (mm) B A 5,77 39,40 49,23 8,21 Panjang jari ke-3 (mm) B A 3,95 170,00 195,83 6,43 Panjang sayap (mm) B A 3,39 167,18 158,50 8,25 Panjang bulu ekor (mm) B A 2,66 465,9 529,47 5,91 Panjang total (mm) B A 2,45 21,28 8,63 72,04 Tinggi jengger (mm) B A 1,81 16,76 18,47 8,01 Panjang paruh atas (mm) B A 3,06 Panjang paruh bawah (mm) 10,76 11,47 6,22 Keterangan: Huruf superkrip kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan huruf besar sangat berbeda nyata (P<0,01). A
Besarnya koefisien keragaman ayam kampung betina di Ngatabaru diduga selain disebabkan oleh pengaruh lingkungan, yang mencakup cara pemeliharaan dan ketersediaan pakan di daerah tersebut, juga disebakan oleh genotipenya masih bervariasi. Bobot badan dan panjang paha mempunyai nilai ekonomi tinggi dalam penyedia daging. Analisis Komponen Utama ayam kampung dan ayam hutan betina Ngatabaru Hasil Analisis Komponen Utama berupa ringkasan persamaan ukuran dan bentuk tubuh, keragaman total (KT), dan nilai Eigen (λ) pada ayam kampung dan ayam hutan betina di Ngatabaru disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26
Ringkasan penciri ukuran dan bentuk tubuh keragaman total (KT) dan nilai eigen (λ) ayam hutan merah dan ayam kampung betina di Ngatabaru Spesies Komponen KT λ Peubah Penciri Utama (%) 1118,7 Panjang tubuh total (0,931) 72,2 I (Vektor ukuran ) Ayam Kampung 162,5 10,5 II (Vektor bentuk) Panjang bulu ekor (-0,903)
Ayam Hutan Merah
I (Vektor ukuran )
Panjang tubuh total (0,933)
57,9
173,9
II (Vektor bentuk)
Panjang bulu ekor (-0,667)
25,5
76,61
54 Ukuran Tubuh.
Peubah penciri ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan
merah betina di Ngatabaru adalah panjang tubuh total. Hasil analisis korelasi pada Tabel 27 diketahui bahwa panjang tubuh total berkorelasi positif dengan Komponen Utama I (vektor ukuran), dengan nilai koefisien korelasi masingmasing sebesar 0,995 dan 0,992. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan ukuran panjang tubuh total akan diikuti peningkatan skor ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru, demikian sebaliknya. Tabel 27 Korelasi antara ukuran dan bentuk tubuh dengan masing-masing ukuran tubuh ayam hutan merah dan ayam kampung betina di lokasi Ngatabaru
Ukuran-ukuran tubuh
Panjang paha Panjang betis Panjang cakar Lingkar cakar Panjang sayap Panjang jari ke-3 Panjang bulu ekor Panjang tubuh total Tinggi Jengger Panjang paruh atas Panjang paruh bawah
Ayam kampung Ayam Hutan Merah Komponen Utama I II I II (Ukuran (Bentuk (Ukuran (Bentuk tubuh) tubuh) tubuh) tubuh) 0,359
-0,357
-0,070
0,901
0,632
-0,166
0,095
0,718
0,527
0,148
-0,086
0,753
0,451
0,186
-0,314
0,582
0,633
-0,318
-0,161
0,767
0,624
-0,165
0,840
0,072
0,386
0,880
-0,727
0,088
0,995
-0,016
0,992
0,074
0,096
-0,334
0,483
-0,541
0,511
-0,173
0,533
-0,290
0,133
0,170
0,266
0,499
Bentuk Tubuh. Panjang ekor merupakan peubah penciri ayam kampung dan
ayam hutan betina di Ngatabaru. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa panjang ekor ayam kampung betina di Ngatabaru berkorelasi positif dengan Komponen Utama II, dengan nilai koefisien korelasi 0,880, tetapi
keeratan
hubungan ukuran panjang ekor ayam hutan merah betina Ngatabaru dengan Komponen Utama II tidak erat dengan nilai koefisien korelasi 0,088. Panjang paha ayam hutan betina di Ngatabaru berkorelasi positif dengan Komponen Utama II, dengan nilai koefisien korelasi 0,901. Ini berarti bahwa setiap peningkatan ukuran panjang ekor ayam kampung betina dan peningkatan ukuran panjang paha ayam hutan merah betina di Ngatabaru akan diikuti peningkatan
55 skor bentuk tubuh masing-masing spesies ayam. Diskriminasi ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru disajikan pada Gambar 12.
Komponen Utama II (Vektor bentuk)
250
200
150
100
50
0 350
400
450 500 550 600 Komponen Utama I (Vektor ukuran)
Keterangan : ● = Ayam kampung
■ =
650
700
Ayam hutan merah
Gambar 12 Sebaran skor ukuran dan bentuk tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa antara ayam kampung dan ayam hutan merah betina nampak jelas terpisah. Dari segi ukuran tubuh ayam kampung betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding ayam hutan merah betina. Hal ini membuktikan bahwa ayam kampung betina
telah mengalami
proses domestikasi dan seleksi yang cukup lama sehingga memiliki ukuran tubuh yang lebih besar. Dari segi bentuk tubuh ayam kampung betina dan ayam hutan merah berbeda. Diskriminasi ukuran dan bentuk tubuh pada gambar 13 memperjelas hasil Uji t yang menunjukkan bahwa bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh ayam kampung dan ayam hutan merah betina di Ngatabaru sangat berbeda nyata. Karakteristik Genotipe Sifat Kualitatif Sifat kualitatif ayam seperti warna bulu, pola bulu, warna shank, dan bentuk jengger merupakan sifat yang dapat diwariskan. Sifat kualitatif hanya dikontrol oleh
56 sepasang gen dan tidak banyak
dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi merupakan
ekspresi dari sifat kegenetikannya (Warwick, et al, 1995). Keragaman sifat-sifat kualitatif merupakan gambaran keragaman genetiknya (Mansjoer 1989). Genotipe Ayam Hutan Merah
Sifat kualitatif yang diamati pada penelitian ini meliputi, warna bulu, pola bulu,
corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger.
Frekuensi
fenotipe sifat kualitatif ayam hutan merah disajikan pada Tabel 28 Tabel 28 Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam hutan merah di lokasi penelitian Sifat Kualitatif
Jantan Betina Watutela Ngatabaru Watutela Ngatabaru (n= 15) (n= 13) (n= 15) (n= 11) ……………………….(%)……………………...........
Warna Bulu
Putih (I-) Berwarna (ii) Pola Bulu Hitam (E-) Tipe liar (e+_) Culombian (ee) Corak Bulu Lurik (B-) Polos (bb) Kerlip bulu Perak (S-) Emas (ss) Warna Shank Kuning/putih (Id-) Hitam/abu-abu (idid) Bentuk Jengger Tunggal (pp) Kapri (P-)
0,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
100,00 0,00 0,00
100,00 0,00 0,00
0,00 100,00 0,00
0,00 100,00 0,00
0,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
00,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
0,00 100,00
100,00 0,00
100,00 0,00
100,00 0,00
100,00 0,00
Hasil analisis frekuensi sifat-sifat kualitatif dari pengamatan sifat-sifat eksternal ayam hutan merah jantan dan betina menunjukkan keseragaman yang tinggi di dua lokasi penelitian, kecuali kerlip bulu di Watutela ada sifat kerlip bulu
57 perak. Sifat kerlip bulu perak bukan sifat asli ayam hutan merah, tetapi sifat asli ayam kapung. Warna Bulu
Pada Tabel 28 dapat dilihat bahwa ayam hutan merah jantan maupun betina di kedua lokasi penelitian seluruhnya memiliki bulu berwarna (ii), bulu putih (I) tidak ditemukan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rostikawati (1995) yang melaporkan bahwa ayam hutan merah jantan maupun betina memiliki bulu berwarna. A
B
Gambar 13 Warna bulu ayam hutan merah jantan (A) dan betina (B). Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa warna bulu ayam hutan merah jantan (A) di dominasi. oleh kombinasi warna merah kecoklatan, kuning dan hitam. Bulu kepala, punggung dan sebagian sayap berwarna merah kecoklatan, bulu leher merah kecoklatan dan kuning emas, bulu ekor, dada dan sebagian sayap berwarna hitam. Warna bulu ayam hutan merah betina (B) didominasi oleh warna coklat muda dan kuning. Bulu kepala kecoklatan, bulu leher kuning dengan garisgaris hitam, bulu dada kuning kecoklatan, bulu punggung coklat keabu-abuan, sayap dan ekor coklat hitam. Rostikawati (1995) melaporkan bahwa pada ayam hutan merah jantan warna dominan yang tampak adalah bulu tubuh coklat kemerahan, bulu kepala jingga kecoklatan, bulu leher merah, bulu punggung merah kekuningan, bulu dada hitam kemerahan, bulu sayap hitam dan merah dan bulu ekor hitam mengkilap. Sedangkan ayam hutan merah betina
mempunyai warna dominan pada tubuh
yaitu merah kekuningan dan lurik coklat, bulu kepala kuning kecoklatan, bulu
58 leher coklat, bulu punggung lurik coklat hitam, bulu sayap coklat kehitaman dan bulu ekor coklat.
Pola Bulu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola bulu ayam hutan merah jantan dan betina di lokasi penelitian 100% memiliki pola bulu liar (e+), sedangkan pola bulu kolombian (ee) dan pola bulu hitam (E-) tidak ditemukan pada ayam hutan merah. Corak Bulu
Dikenal ada dua corak bulu pada ayam, yaitu corak bulu bar (B-) atau lurik, dan non bar (bb) atau polos.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
frekuensi fenotipe corak bulu pada ayam hutan merah dilokasi penelitian 100% berbasis polos. Kerlip Bulu Kerlip bulu dapat dilihat dengan jelas bilamana bulu ayam tersinari oleh cahaya matahari terutama pada bulu leher. Kerlip bulu perak biasanya ditemukan pada warna bulu merah, hijau, coklat, hitam dan putih, sedangkan kerlip bulu emas terdapat pada bulu berwarna kuning keemasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi kerlip bulu emas (ss) (100%) ditemukan pada ayam hutan merah jantan dan betina di lokasi penelitian. Kerlip bulu perak tidak ditemukan. Hal ini menujukkan bahwa kemurnian ayam hutan merah dilokasi penelitian dapat dilihat dari kerlip bulu emas.
B
A
A
A
Gambar 14 Kerlip bulu emas ayam hutan merah betina (B) dan jantan (A).
59 Warna Shank
Hasil Penelitian diperoleh bahwa warna shank ayam hutan merah jantan maupun betina 100% memiliki warna hitam/abu-abu. Hasil ini menunjukkan bahwa
kemurnian ayam hutan merah dapat ditentukan
oleh warna shank
hitam/abu-abu. Bentuk Jengger
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa bentuk jengger ayam hutan merah jantan dan betina di kedua lokasi penelitian adalah bentuk tunggal dengan frekuensi 100%. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Tadjodja (2000) yang melaporkan bahwa jengger ayam hutan merah jantan maupun betina 100% berbetuk tunggal. Hal ini memberi petunjuk bahwa kemurnian ayam hutan merah dapat dilihat dari bentuk jengger.
(a)
(b)
Gambar 15 Bentuk jengger ayam hutan merah jantan (a) dan betina (b). Genotipe Ayam Kampung
Kemurnian kualitatif tubuh.
ayam kampung dapat ditentukan dengan melihat ciri-ciri Ayam kampung yang dianggap ayam lokal asli umumnya
tampak pada keragaman pola bulu, warna bulu serta sifat-sifat kegenetikaan lainnya (Mansjoer 1985). Frekuensi fenotipe sifat kualitatif seperti warna bulu, pola bulu,
corak bulu, kerlip bulu, warna shank, dan bentuk jengger ayam
kampung di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 29. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam kampung di kedua lokasi penelitian sangat beragam.
60
Warna Bulu
Pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa ayam kampung jantan maupun betina di Watutela dan Ngatabaru sebagian besar memiliki bulu berwarna. Frekuensi bulu berwarna
ayam kampung jantan Watutela sebesar 90% sedikit lebih rendah
dibanding ayam kampung jantan Ngatabaru (93%), namun frekuensi bulu putih ayam jantan Watutela sebesar 10%
lebih tinggi dibanding dengan
kampung jantan Ngatabaru (7%). Ayam kampung betina
frekuensi
ayam bulu
berwarna dan bulu putih ayam kampung betina Watutela sama dengan ayam di Ngatabaru yaitu masing-masing sebesar 90% bulu berwarna dan 10% bulu putih. Variasi warna bulu pada ayam kampung jantan (A1, A2, A4, A5 dan A6) dan betina (B2 – B6) (Gambar 16). Tabel 29 Frekuensi fenotipe sifat kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian Sifat Kualitatif
Warna Bulu Putih (I-) Berwarna (ii) Pola Bulu Hitam (E-) Tipe liar (e+_) Culombian (ee) Corak Bulu Lurik (B-) Polos (bb) Kerlip bulu Perak (S-) Emas (ss) Warna Shank Kuning/putih (Id-) Hitam/abu-abu (idid) Bentuk Jengger Tunggal (pp) Kapri (P-)
Jantan Betina Watutela Ngatabaru Watutela Ngatabaru (n= 30) (n= 29) (n= 30) (n= 30) ……………………….(%)…………………........... 10,00 90,00
7,00 93,00
10,00 90,00
10,00 90,00
10,70 3,60 85,70
48,00 22,00 30,00
59,00 41,00 0,00
84,00 16,00 0,00
33,00 67,00
21,00 79,00
37,00 63,00
13,00 87,00
50,00 50,00
79,00 21,00
50,00 50,00
77,00 23,00
83,00 17,00
45,00 45,00
33,00 67,00
23,00 77,00
17,00 83,00
45,00 55,00
43,00 57,00
7,00 93,00
61 Pola Bulu
Hasil penelitian pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa bahwa pola bulu ayam kampung Watutela dan Ngatabaru bervariasi. Frekuensi fenotipe pola bulu hitam (E-) ayam kampung jantan Watutela lebih rendah (10,70%) dibanding Ngatabaru (48%), demikian pula dengan pola tipe liar (e+) di Watutela lebih rendah (3,60%) dibanding Ngatabaru (21,00%). Sebaliknya frekuensi
fenotipe pola bulu
kolombian (ee) di Watutela lebih tinggi (85,70%) dibanding Ngatabaru (30%).
A1
A2
A3
A4
A5
A6
B1
B2
B4
B5
B3
B6
Gambar 16 Variasi warna bulu pada ayam kampung jantan dan betina.
62 Corak Bulu
Dikenal ada dua corak bulu pada ayam, yaitu corak bulu bar (B-) atau lurik, dan non bar (b) atau polos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi fenotipe corak bulu pada ayam kampung bervariasi. Tabel 29 menunjukkan bahwa frekuensi corak bulu bar ayam kampung jantan Watutela lebih tinggi dibanding ayam kampung jantan Ngatabaru masing-masing sebesar
33% dan 21%.
Frekuensi corak bulu polos di Watutela lebih rendah dibanding di Ngatabaru dengan nilai sebesar 67% dan 79%.
Frekuensi corak bulu bar ayam kampung
betina di Watutela lebih tinggi dibanding di Ngatabaru dengan nilai sebesar 37% Watutela dan 13% Ngatabaru. Frekuensi corak bulu polos ayam kampung betina Watutela lebih rendah dibanding ayam di Ngatabaru masing-masing sebesar 63 dan 87%. Kerlip Bulu
Kerlip bulu pada ayam kampung adalah perak dan emas. menunjukkan bahwa frekuensi
Tabel 29
kerlip bulu perak ayam kampung jantan di
Watutela sebesar 50% lebih rendah dibanding di Ngatabaru (79%). Frekuensi kerlip bulu emas di Watutela lebih tinggi dibanding di Ngatabaru dengan nilai sebesar 50% di Watutela dan 21% di Ngatabaru. Warna Shank
Hasil penelitian diperoleh bahwa kampung jantan di Watutela
warna shank kuning/putih ayam
memiliki frekuensi sebesar 83% lebih tinggi
dibanding di Ngatabaru (45%), sebaliknya untuk warna Shank hitam/abu-abu di Watutela (17%) lebih rendah dibanding ngatabaru (45%). Ayam kampung betina Watutela memiliki frekuensi warna Shank hitam/abu-abu sebesar 67%, lebih rendah
dibanding dengan di Ngatabaru sebesar 77%.
kuning/putih
Frekuensi warna
di Watutela sebesar 33%, lebih tinggi dibanding di Ngatabaru
dengan nilai sebesar 23%. Bentuk Jengger
Tabel 29 menunjukkan bahwa bentuk jengger tunggal (pp) ayam kampung di kedua lokasi penelitian memiliki frekuensi lebih rendah dibanding dengan bentuk jengger kapri (P-). Frekuensi jengger tunggal ayam kampung jantan dan
63 betina di Watutela dan di Ngatabaru, jantan masing-masing sebesar 17 dan 45%, betina sebesar 43 dan 7%. Frekuensi jengger kapri ayam kampung jantan dan betina di kedua lokasi masing-masing jantan di watutela sebesar 83% dan di Ngatabaru sebesar 55%. Ayam betina di Watutela sebesar 57% dan di Ngatabaru sebesar 93%.
A
B
B Keterangan: A = Bentuk jengger tunggal
Gambar 17
B = Bentuk jengger kapri
Variasi bentuk jengger ayam kampung jantan.
Frekuensi Gen dan Heterozigositas Frekuensi gen merupakan salah satu parameter genetik yang dapat menggambarkan status genetik suatu populasi ternak. Keragaman genetik yang tinggi pada suatu populasi ternak merupakan modal dasar dalam melakukan seleksi. Semakin tinggi angka heterozogositas, semakin tinggi pula keragaman genetik. Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat kualitatif ayam hutan merah di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 30. Secara umum ayam hutan merah di
kedua lokasi penelitian memiliki frekuensi gen dan nilai hetrozigozitas yang sama di kedua lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa ayam hutan di Watutela dan Ngatabaru memiliki kesamaan genetik.
64
Tabel 30 Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat kualitatif ayam hutan merah di lokasi penelitian Sifat kualitatif Warna Bulu
Pola Bulu
Corak Bulu
Kerlip bulu Warna Shank Bentuk Jengger
Frekuensi gen (q) Fenotipe
Heterozigositas (h)
Alel Watutela
Ngatabaru Watutela Ngatabaru
Putih
I-
0,000
0,000
Berwarna
ii
1,000
1,000
Hitam
E-
0,500
0,542
Tipe liar
e+
0,500
0,458
Columbian
ee
0,000
0,000
Lurik
B-
0,000
0,000
Polos
b
1,000
1,000
Perak
S-
0,000
0,000
Emas
ss
1,000
1,000
Kuning/putih
Id-
0,000
0,000
Hitam/abu-abu
idid
1,000
1,000
Tunggal
pp
1,000
1,000
Kapri
P-
0,000
0,000
Rataan Heterozigositas (H)
0,000
0,000
0,500
0,497
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,083
0,083
Nilai rataan heterozigositas ayam hutan merah di Watutela (0,083) sama dengan ayam hutan merah di Ngatabaru (0,083), ini menunjukkan bahwa tingkat keragaman genotipe ayam hutan merah di Watutela sama dengan ayam di Ngatabaru. Keragaman genotipe
dikedua lokasi sangat rendah mendekati
homozigozitas. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemurnian genetik ayam hutan merah dilokasi penelitian mendekati 100%.
65 Tabel 31 Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian Sifat kualitatif Warna Bulu Pola Bulu
Corak Bulu
Kerlip bulu Warna Shank
Bentuk Jengger
Frekuensi gen (q) Fenotipe
Watutela
Ngatabaru
Putih
I-
0,100
0,085
Berwarna
ii
0,900
0,915
Hitam
e-
0,345
0,654
Tipe liar
e+
0,218
0,192
Columbian
ee
0,436
0,154
Lurik
B-
0,350
0,169
Polos
bb
0,650
0,831
Perak
S-
0,500
0,780
Emas
ss
0,500
0,220
Kuning/putih
Id-
0,583
0,390
Hitam/abu-abu
idid
0,417
0,610
Tunggal
pp
0,300
0,254
Kapri
Heterozigositas (h)
Alel
P-
0,700
Rataan Heterozigositas (H)
Watutela
Ngatabaru
0,180
0,155
0,643
0,512
0,455
0,282
0,500
0,344
0,486
0,476
0,420
0,379
0,447
0,358
0,746
Frekuensi gen dan angka heterozigositas sifat kualitatif ayam kampung di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 31. Dari Tabel 31 dapat dilihat bahwa rataan
nilai heterozigositas ayam kampung di Watutela (0,447) lebih tinggi daripada ayam kampung di Ngatabaru (0,358). Hal ini menunjukkan bahwa ayam kampung di Watutela memiliki tingkat keragaman yang lebih tinggi dibanding ayam di Watutela. Dari hasil pengamatan ternyata dikedua lokasi penelitian sebagian besar ayam kampung memiliki
bulu berwarna (i), bentuk jengger kapri (P-),
corak bulu polos (b) dan warna shank kuning/putih (Id-) yang diperlihatkan oleh besarnya frekuensi gen sifat-sifat tersebut
66 Kesamaan dan Jarak Genetik
Tingkat kesamaan dan jarak genetik ayam hutan merah dan
ayam
kampung di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 Tingkat Kesamaan (I) dan jarak genetik (D) ayam hutan merah dan ayam kampung antar lokasi penelitian I D Ayam hutan merah Watutula Ayam hutan merah Ngatabaru Ayam kampung Watutela Ayam kampung Ngatabaru
Ayam hutan merah Watutela
Ayam hutan merah Ngatabaru
Ayam kampung Watutela
Ayam kampung Ngatabaru
0,9997
0,7138
0,7068
0,7148
0,7107
0,0001 0,1464
0,1458
0,1507
0,1483
0,9361 0,0287
Kesamaan genetik (I) erat kaitannya dengan jarak genetik (D). Semakin tinggi kesamaan genetik antara dua populasi maka semakin dekat pula jarak genetik, yang berarti hubungan kekerabatannya semakin dekat.
Pada Tabel 32 dapat
dilihat bahwa kesamaan genetik ayam hutan merah di Watutela dengan ayam hutan merah di Ngatabaru memiliki kesamaan genetik sebesar 0,9997. Ayam kampung Watutela
dengan ayam kampung Ngatabaru memiliki
kesamaan
genetik sebesar 0,9361.
AHW AHNGA AKW AKNGA
0.15hutan merah Watutela, 0.10 0.05 0.00 Ngatabaru, : AHW = Ayam AHNGA = Ayam hutan merah . Keterangan0.20
AKW =Ayam kampung Watutela, dan AKNGA= Ayam kampung Ngatabaru
Gambar 18 Dendogram jarak genetik ayam hutan merah dan ayam kampung di lokasi penelitian.
67 Sehubungan nilai kesamaan genetik tersebut, maka jarak genetik ayam hutan merah di Watutela dengan ayam hutan merah di Ngatabaru sangat dekat dengan nilai 0,0001. Ayam kampung di Watutela dengan ayam kampung di Ngatabaru memiliki jarak genetik sebesar 0,0287.
Kesamaan genetik yang tinggi
pada ayam hutan merah di kedua lokasi disebabkan oleh jarak kedua lokasi hanya berkisar 10 km dan kemurnian genetik hampir mencapai 100%. Aktivitas Masyarakat
Taman Hutan Raya Sulawesi Tengah berbatasan langsung dengan kelurahan/desa dalam Wilayah Kota Palu, Ibukota Propinsi Sulawesi Tengah. Penduduknya sebagian besar memiliki pola kehidupan perkotaan, namun aktivitas penduduk yang berada di sekitar batas areal umumya petani ladang yang sumber pendapatannya berasal dari hasil hutan non kayu. Hal ini akan menjadi ancaman dan atau potensi yang besar terhadap kelestarian dan keberlanjutan kawasan TAHURA. Masyarakat dari kelurahan/desa di sekitar TAHURA Palu adalah komunitas asli (masyarakat lokal Kaili) yang memiliki akses cukup besar terhadap integritas dan keberlanjutan TAHURA Palu Sulawesi Tengah.
Karakteristik
responden dilokasi penelitian disajikan pada Tabel 33. Dari Tabel 33 diketahui bahwa responden di Watutela sebagian besar memiliki pekerjaan utama sebagai petani/peternak kemudian pengumpul batu kali (pondasi), pengumpul kayu bakar, buruh bangunan, tukang ojek, buruh bangunan dan pencari hasil hutan. Di Ngatabaru sebagian besar memiliki pekerjaan utama sebagai petani/peternak, kemudian pengumpul kayu bakar, buruh bangunan, tukang ojek dan pencari rotan. Pendidikan merupakan faktor penting yang harus menjadi perhatian pemerintah, namun kenyataan dilapangan menunjukkan ketidakpedulian kepada masyarakat lokal yang semakin termarginalkan. Tabel 31 menunjukkan bahwa sumberdaya manusia masyarakat lokal yang berdomisili di Watutela dan Ngatabaru dikategorikan masih rendah. Sumberdaya manusia secara keseluruhan dapat diproporsikan yang menamatkan pendidikan Sekolah Dasar sebesar 62,580%, menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 10-25%,
68 menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 10-12,5% dan menamatkan Pendidikan pada Perguruan Tinggi negeri maupun swasta belum ditemukan. Hal ini menunjukkan kelemahan dan terbatasnya akses masyarakat dalam memperoleh informasi termasuk mendapatkan kesempatan menuntut ilmu dijalur pendidikan formal. Keragaman masyarakat yang menempuh jenjang pendidikan formal merupakan indikasi rendahnya kemampuan masyarakat dari aspek ekonomi. Tabel 33 Karakteristik responden di lokasi penelitian Lokasi Karaktreristik Pekerjaan Utama Petani/peternak Buruh bangunan
Watutela Ngatabaru Tahura (n = 40) (n= 30) (n=70) …..............................%............................... 42,5
53,3
47,1
7,5
10,0
8,6
Tukang Ojek
7,5
10,0
Supir Pengumpul batu kali/batu pondasi
5,0
-
8,6 2,9
27,5
-
7,5
16,7
15,7 11,4
2,5
10,0
5,7
Tamat SD
62,5
80,0
70,0
Tamat SLTP
25,0
10,0
18,6
Tamat SLTA
12,5
10,0
11,4
-
-
-
15 s/d 25
20,0
23,3
21,4
26 s/d 34
30,0
43,3
35,7
35 s/d 44
30,0
23,3
27,1
45 s/d 54
17,5
10,0
14,3
≥ 55
2,5
0
1,4
Pengumpul kayu bakar Pencari hasil hutan (rotan) Tingkat Pendidikan
Sarjana Tingkat Umur (tahun)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 71,4% responden sering melakukan aktivitas di dalam hutan seperti mencari kayu bakar, berburu satwa liar, mengambil hasil hutan. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
69 Menurunnya daya beli masyarakat, langkahnya minyak tanah dipasaran kalaupun ada harganya
sangat mahal (5000/lt),
memicu masyarakat beralih
kekayu bakar untuk keperluan rumah tangga. Jenis pohon yang sering diambil di hutan untuk keperluan kayu bakar yaitu pohon Akasia, Bambu, Lamtoro dan pohon Johar. Kegiatan berburu satwa liar seperti ayam hutan, rusa, babi hutan, ular bahkan Anoa sering dilakukan masyarakat disekitar TAHURA secara tradisional seperti dengan mengunakan anjing (Mengasu) dan menggunakan jerat. Khusus dalam berburu ayam hutan selain menggunakan anjing dan jerat juga mengunakan alat yang disebut bantara. Bantara adalah sejenis jerat yang berbentuk segi empat (seperti ring tinju) dengan 4 patok besi disetiap sudut, antara patok besi satu dengan dengan besi lainnya berjarak 1,2m dan dihubungkan dengan tali jerat dengan 5 simpul bulat (diameter 15cm) yang bergantung pada tali jerat. Ditengah-tengah bantara diikat seekor ayam hutan merah jantan dengan tali sepanjang 0,5m (Gambar 19).
Gambar 19 Bantara alat penangkap ayam hutan merah. Prosesi menangkap ayam hutan sebagai berikut,
jam 04.00 pemburu
masuk hutan sambil mendengar kokok ayam hutan, setelah mendengar kokok ayam hutan pemburu mendekatinya dengan jarak sekitar 20-30m. Kemudian
70 bantara dipasang di daerah terbuka lengkap dengan ayam pemancing, jam 06.00 – 07.00 ayam hutan merah jantan akan mendekati bantara karena mendengar kokok ayam pemancing dan terjadi perkelahian antara ayam hutan dengan ayam pemancing dan pada saat itu ayam hutan akan terjerat (kaki atau leher) pada simpul bulat yang tergantung pada patok besi. Harga ayam hutan merah jantan relatif mahal berkisar antara 50.000 hingga 150.000 bergantung pada betuk tubuh dan tingkat kejinakkannya, sedangkan yang betina agak murah 15.000 hingga 25.000.
71
KONSERVASI Ayam Hutan
Sebagaian wilayah Watutela dan Ngatabaru masuk dalam wilayah konservasi Taman Hutan Raya (TAHURA) Palu. TAHURA Palu merupakan kawasan pelestarian alam untuk koleksi tumbuhan dan /atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Widada 2003). TAHURA Palu sebelumnya adalah kawasan yang terbuka bagi berbagai pemanfaatan baik berupa produk kayu dan produk non kayu (rotan, damar, hasil tambang dll), tetapi setelah ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya pengelolaan kawasan ini dilaksanakan dengan prinsip-prinsip konservasi, yaitu (1) pelestarian lingkungan alami dari kawasan TAHURA, (2) pemanfaatan berbagai potensi lingkungan alami kawasan TAHURA sebagai media pendidikan, dan
(3)
pengembangan berbagai potensi lingkungan alami pada kawasan TAHURA untuk kegiatan pariwisata dan pembibitan serta koleksi flora dan fauna. Hasil penelitian menujukkan bahwa walaupun TAHURA merupakan salah satu kawasan koservasi satwa liar, namun aktivitas masyarakat dalam berburu satwa liar khususnya ayam hutan merah di kawasan ini tinggi (58%). Aktivitas masyarakat berburu satwa liar disajikan pada Gambar 20.
Lain-lain; 3 (16%) Anoa; 1 (5%)
Rusa; 4 ( 21%)
Ayam hutan; 11 (58%)
Gambar 20 Aktivitas masyarakat berburu satwa liar
72 Ayam hutan merah salah satu satwa liar yang hidup di TAHURA dan merupakan sumber genetik unggas Sulawesi. Ayam ini, khususnya jantan memiliki warna bulu yang indah dan suara kokok yang khas (nyaring), sehingga sering diburu orang
untuk diperdagangkan. Masyarakat sekitar TAHURA
membeli ayam hutan merah dan dipelihara sebagai ayam hias bagi kepentingan rekreasi. Selain diperdagangkan ayam hutan merah juga dimanfaatkan penduduk lokal sebagai sumber daging untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, akibatnya perburuan ayam hutan ini meningkat sehingga diduga populasi ayam hutan menurun. Oleh karena itu, konservasi sumber genetik ayam hutan merah sangat penting dilakukan. Konservasi sumber genetik ayam hutan merah merupakan kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, pelestarian pemanfaatan
dan pengembangan sumberdaya genetik.
Tujuan
kegiatan konservasi ayam hutan merah adalah terjaminnya kelangsungan hidup satwa ini dan terjaminnya kebutuhan masyarakat sekitar untuk memanfaatkannya baik langsung ataupun tidak langsung berdasarkan prinsip kelestarian. Strategi konservasi sumber genetik ayam hutan merah disajikan pada Gambar 21. Tujuan kegiatan konservasi sumber daya genetik ayam hutan merah dilokasi penelitian dapat dicapai apabila: 1) adanya pembatasan/pengendalian perburuan dihabitatnya, 2) adanya partisipasi masyarakat lokal (Watutela dan Ngatabaru), Pemerintah Daerah dan lembaga penelitian, 3) adanya pembinaan/peningkatan sumberdaya manusia dan ekonomi masyarakat lokal. 4) Adanya pelestarian habitat. Model konservasi sumberdaya genetik ayam hutan merah dapat merujuk pada konservasi biodiversitas yang diperkenalkan oleh Tisdell (1999), yaitu: (1) pengembangan model ekoturisme, (2) domestikasi dan inseminasi buatan di habitat asli, dan (3) penggunaan berbagai sumberdaya biologi secara berkelanjutan. Habitat ayam hutan di Watutela
berjarak sekitar 300-500m dan di
Ngatabaru sekitar 500-700m dari pemukiman penduduk. Sering dijumpai ayam hutan berkeliaran mencari makan hingga di lingkungan pemukiman penduduk. Diduga ayam hutan berinteraksi dengan ayam kampung, sehingga ancaman pencemaran genetik pada ayam hutan merah bisa terjadi.
Pencemaran genetik
73 dapat diantisipasi dengan pengendalian sistem perkawinan baik perkawinan secara alami maupun inseminasi buatan (IB), dan memproteksi masuknya gen-gen ayam bangsa lain kehabitatnya. Hal ini dapat dilakukan pada koservasi ex xitu. Sifat kualitatif ayam hutan merah seperti warna bulu merah kombinasi hitam, suara kokok yang nyaring serta sifat kuantitatif panjang bulu ekor pada jantan dapat dikembangkan dalam pemanfaatan ayam hutan merah sebagai ayam hias.
Ayam Hutan Merah Sulawesi (Gallus gallus gallus) Pemanfaatan
Kesejahteraan Masyarakat
Sumber Genetik
Perlindungan
Penelitian
Pelestarian genetik
Pembatasan/ Pengendalian Perburuan Ekoturisme
Masyarakat
Pemerintah Daerah
Lembaga penelitian
Gambar 21. Strategi konservasi sumberdaya genetik ayam hutan merah Menurut Alikodra (1990) konservasi dapat dilakukan dengan dua cara: (1) konservasi in situ yaitu upaya konservasi ayam hutan yang dilakukan di habitat alaminya, baik didalam hutan
yang terdapat didalam kawasan konservasi
(TAHURA) maupun diluar kawasan konservasi, (2) konservasi ex xitu yaitu konservasi ayam hutan yang dilakukan diluar habitat alaminya. Keuntungan kegiatan konservasi in situ antara lain, (1) proses evolusi ayam hutan secara alami dapat berlanjut dengan baik, lebih muda beradaptasi dan bertahan hidup di habitatnya, (2) memberikan informasi ekologi ayam hutan yang lebih tepat untuk keperluan budidaya dan (3) biaya perlindungan lebih murah.
74 Selain memiliki keuntungan, terdapat juga kelemahan dari konservasi in situ antara lain (1) Jangkauan terbatas untuk semua variasi genetik, (2) keamanan kurang terjamin, dan (3) pemanfaatan yang terbatas, artinya lebih untuk keperluan jangka panjang (pemanfaatan secara lestari). Kegiatan perlindungan dan pelestarian ayam hutan
secara
ex xitu
dilakukan dengan maksud dan cara sebagai berikut: (1) untuk memelihara jumlah dan variabilitas genetik ayam hutan didalam populasi alam (re-stocking), maka individu-individu dari populasi ex xitu dapat dilepaskan ke habitat alaminya secara periodik, (2) untuk menentukan strategi atau upaya konservasi, dapat dipergunakan hasil-hasil penelitian dari populasi ex xitu,
(3) untuk keperluan
penelitian atau atraksi wisata, kebutuhan individu dapat disediakan dari populasi
ex xitu sehingga tidak perlu mengambil dari alam dan (4) populasi ex xitu juga dapat digunakan sebagai sarana pendidikan dan penelitian bagi masyarakat. Kelemahan/kekurangan
konservasi ex xitu antara lain: (1) adanya
keterbatasan ukuran populasi, (2) keterbatasan dalam hal variasi genetik, (3) ketergantungan terhadap pengelola menyebabkan ayam hutan mempunyai insting bertahan hidup yang kurang, karena segala kebutuhan hidupnya selalu tersedia, (4) daya tahan hidup di habitat alami cenderung berkurang karena terbiasa beradaptasi dengan perubahan lingkungan buatan, dan (5) diperlukan tenaga dan dukungan biaya yang besar untuk menjaga keberadaanya untuk waktu yang lama. Ayam Kampung
Ayam kampung memiliki heterogenitas yang tinggi hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan dilapangan (Tabel 31). Tingginya heterogenitas ini mungkin diakibatkan oleh terjadinya interaksi antara ayam kampung dengan ayam yang diintroduksi dari luar. Hal ini dapat dibuktikan dari ditemukannya fenotipe warna shank kuning/putih yang dibawa oleh ayam-ayam luar . Heterogenitas ayam kampung di lokasi penelitian tidak terlepas dari terbukanya akses dan mobilitas penduduk di sekitar Watutela dan Ngatabaru, sehingga terjadi introduksi ayam-ayam persilangan dari luar. Keragaman bobot badan yang tinggi
(>10%) pada ayam kampung di
Watutela dan Ngatabaru khususnya bobot badan memberikan informasi bahwa keragaman sifat produksi yang ditunjukkan dalam bentuk bobot badan masih memungkinkan dilaksanakan program seleksi.
75 Konservasi pada ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru diarahkan pada pemanfaatan ayam kampung sebagai sumber pendapatan dan gizi masyarakat.
Pemenuhan gizi masyarakat harus diikuti oleh peningkatan
produktivitas ayam kampung yang mengacu pada prinsip-prinsip konservasi. Pengembangan ayam kampung selain diarahkan pada peningkatan produktivitas daging dan telur juga dikembangkan menjadi ayam hias (rekreasi). Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan menejemen pemeliharaan yang meliputi: 1) pengelolaan kandang, 2) kualitas pakan dan cara pemberiannya, 3) pencegahan dan pemberantasan penyakit, 4) progam seleksi (pemilihan bibit unggul), dan 5) pengendalian sistem perkawinan secara alami maupun inseminasi buatan. Menejemen pemeliharaan yang bersifat tradisional dirubah kearah semi intensif dan intensif. Proses seleksi negatif harus dihindari agar produktivitas ayam kampung dapat di pertahankan bahkan ditingkatkan. Pengembangan ayam kampung kearah ayam hias untuk keperluan rekreasi, mengikuti pola pembentukan ayam bekisar di Jawa (menyilangkan ayam hutan hijau dan ayam kampun). Di Sulawesi dilakukan dengan cara menyilangkan ayam hutan merah dengan ayam kampung.
Hal ini telah dilakukan oleh
masyarakat lokal secara tradisional tetapi belum menghasilkan ayam hias yang khas seperti di Jawa. Habitat Ayam Hutan
Habitat ayam hutan di Watutela dan Ngatabaru yang berada dalam wilayah TAHURA dengan vegetasi pohon beringin, kayu kuning (Maclura amboinensis L./moraceae),
kopi, cengkeh, kakao, kemiri, lamtoro, gamal, akasia, bambu,
kelor, kaktus, pohon johar, ketumbar hutan/katumbara (Lantana Camara L/
verbenaceae), pohon jarak dan beberapa jenis vegetasi yang merambat (buah keranjang/pasiflora
foetida L/pasif loraceae)
Pengawasan terhadap kualitas
habitat ayam hutan merah harus dilakukan terutama yang menjadi sumber pakan. Ayam hutan memanfaatkan pakan berupa biji-bijian, pucuk-pucuk rumput dan insekta yang berasal dari habitatnya. Hasil pengamatan dilapangan dan hasil analisis tembolok (Crop) menunjukkan bahwa sumber pakan ayam hutan merah berasal dari buah ketumbar hutan, buah kayu kuning, buah keranjang, pucuk-
76 pucuk rumput dan insekta (Tabel 34). Selain itu ayam hutan juga memakan kotoran sapi yang mengandung ulat. Tembolok ayam hutan merah jantan dan isi tembolok di sajikan pada Gambar 22. Tabel 34 Jenis pakan yang dimakan ayam hutan merah di lokasi penelitian Famili
Nama Latin
Nama Indonesia/Lokal
Verbenaceae
Lantana Camara L
Ketumbar hutan/katumbara
Moraceae
Maclura amboinensis L
Kayu kuning/bindara manu
Pasif loraceae
Pasiflora feotida
Buah keranjang
-
-
Pucuk-pucuk rumput (*)
-
-
Insekta/kumbang (*)
-
-
Kotoran sapi (ulat)
Keterangan: Tidak teridentifikasi (*)
b
a Habitat ayam kampung
Ayam kampung hidup di sekitar permukiman penduduk dan dipelihara secara tradisional, dengan sistem di umbar dan dikandangkan. Pakan untuk pemeliharaan tradisional secara umum bersumber dari sisa-sisa dapur, jagung giling dan lingkungan sekitar. a Pakan dari lingkungan sekitar berupab biji-bijian, hijauan dan insekta. Areal mencari makan untuk ayam kampung b b selain disekitar b
Buah ketumbar hutan
b
Buah kayu kuning
Pucuk-pucuk rumput
insekta/kumbang
Gambar 22 Tembolok ayam hutan merah jantan (a) dan isi tembolok (b) Ayam hutan sering ditemukan mencari makan di sekitar pemukiman penduduk. Hal ini adalah salah satu indikasi bahwa habitat alami ayam hutan khususnya yang menjadi sumber pakan sudah terganggu.
77 Pelestarian habitat ayam hutan harus melibatkan peran serta masyarakat lokal yang tinggal di sekitar habitat. Masyarakat lokal diberi pemahaman tentang pengelolaan habitat dengan prinsip-prinsip konservasi, terutama yang menjadi sumber pakan. Sumber pakan ayam hutan di habitatnya (Tabel 34) tidak dimanfaatkan
masyarakat
lokal
bagi
kebutuhan
hidupnya,
sehingga
melestarikannnya tidak terlalu sulit. Habitat Ayam Kampung
Habitat ayam kampung adalah lingkungan pemukiman penduduk yang meliputi pekarangan, tegalan, dan lapangan rumput.
Sumber pakan ayam
kampung selain pemberian peternak berupa limbah pertanian, limbah rumah tangga/sisa-sisa dapur, juga diperoleh dari lingkungannya (pucuk-pucuk rumput, insekta/belalang, cacing, dll).
Pengelolaan habitat ayam kampung tergantung
masyarakat lokal. Oleh karena itu, pemahaman masayarakat tentang pentingnya habitat bagi ayam kampung harus di tingkatkan dengan metode penyuluhan dan pelatihan-pelatihan. Sumberdaya Manusia
Peningkatan sumberdaya manusia masyarakat lokal harus dilakukan, dengan cara penyuluhan dan pelatihan-pelatihan yang diarahkan pada konsenvasi ayam hutan dan ayam kampung. Partisipasi masyarakat lokal dalam menunjang kegiatan konservasi ayam hutan dan ayam kampung sangat dibutuhkan dalam pemanfaatan dan pengembangan ayam hutan dan ayam kampung secara lestari. Partisipasi Pemerintah Daerah (PEMDA) Sulawesi Tengah dalam peningkatan sumberdaya manusia khususnya Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dan Dinas Peternakan juga Perguruan Tinggi (Lembaga Penelitian dan Lembaga Pengabdian Masyarakat) sangat dibutuhkan. PEMDA dan Perguruan Tinggi harus menjadi fasilitator dalam kegiatan penyuluhan, pelatihan, serta pembuatan peraturan desa yang berhubungan dengan konservasi.
SIMPULAN Keragaman sifat kuantitatif (>10%) yang berhubungan dengan produktivitas pada ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) jantan didapat pada sifat bobot badan, sedangkan ayam hutan merah betina (>10%) didapat pada panjang paha. Koefisien keragaman (>10%)
yang berhubungan dengan sifat produktivitas pada ayam
kampung (Gallus gallus domesticus) jantan dan betina didapat pada sifat bobot badan. Panjang tubuh total dan panjang bulu ekor merupakan penciri utama ukuran tubuh ayam hutan merah jantan dan betina, serta merupakan penciri bentuk tubuh ayam hutan jantan di kedua lokasi penelitian. Panjang sayap dan panjang paha merupakan penciri ayam hutan merah betina. Panjang tubuh total dan panjang bulu ekor juga merupakan penciri ukuran tubuh ayam kampung jantan, sedangkan panjang sayap dan panjang paha merupakan penciri bentuk tubuh ayam kampung betina di kedua lokasi penelitian. Dari hasil analisis fenotipe dan genotipe ayam hutan merah di Watutela dan Ngatabaru masih murni, sedangkan ayam kampung di Watutela dan Ngatabaru sudah mendapat gen dari ayam luar Indonesia dengan nilai heritabilitas (0,447 di Watutela dan 0,358 di Ngatabaru). Jarak genetik ayam hutan di Watutela dan ayam hutan di Ngatabaru sebesar 0,0001, sedangkan jarak genetik ayam kampung antar dua lokasi sebesar 0,0287. Jarak genetik ayam hutan merah dan ayam kampung di Watutela (0,1464) sama dengan jarak genetik ayam hutan merah dan ayam kampung di Ngatabaru (0,1483). Konservasi ayam hutan merah dan ayam kampung di lokasi penelitian harus mendapatkan perhatian khusus, dalam menjamin kelangsungan hidup satwa ini dan terjaminnya kebutuhan masyarakat sekitar untuk memanfaatkannya baik langsung ataupun tidak langsung berdasarkan prinsip kelestarian. Partisipasi masyarakat lokal, Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah dan Perguruan Tinggi sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas kawasan konservasi.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB Anonim. 1985. Strategi Konservasi alam: Strategi Konservasi Alam Indonesia dan Strategi Konservasi alam Sedunia. Jakarta: Kantor Mentri Negara KLH. Badan Pusat Statistik 2005. Kabupaten Donggala dalam Angka. Donggala: Kerjasama BAPPEDA dengan BPS Kabupaten Donggala. Badan Pusat Statistik 2004a. Kecamatan Palu Timur dalam Angka. Palu: Kerjasama BAPPEDA dengan BPS Kota Palu. ______________. 2004b. Kecamatan Sigi Biromaru dalam Angka. Donggala: Kerjasama BAPPEDA dengan BPS Kabupaten Donggala Buntaran LH. 1984. Wassergeflugelhaltung in Indonesia und Karyotypanalysen von Anserinae und Anatinae. [Dissertation]. Giessen. Burton R. 1975. How Bird Live. London: Elsivierphaidon. Craig JV. 1981. Domestic Animal Behavior : Causs and Implication for Animal Care and Management. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Damerow G. 1995. A Guide to Raising Chickens. Vermont: Storey Publishing Book. Delacour J. 1977. Pheasants of the word. Second edition. England: World Pheasant Association and Sarga. Ensminger ME. 1992. Poultry Science. Danville, Illinois: Interstate Publishers Inc. Everitt BS and G Dunn. 1991. Applied Multivariate Data Analysis. London: Edward Arnold. Fumihito A at al. 1994. One subspecies of the red jungle fowl (Gallus gallus gallus) suffices as the matriarchic ancestor of all domestic breed. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 91:12505-12509. Garpersz V. 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, Teknik dan Biologi. Bandung: Armico,
80
Gautier Z. 2002. "Gallus gallus". Animal Diversity animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information /Gallus_gallus.html. [February 24, 2004].
Web.
http://
Grzimek,s HCB. 1972 . Animal Encyclopedia, Vol 8; Bird II Van Nostrand Rein Hold co, New York. p 49. Hafez ES. 1969. Animal Growth and Nutrition. Philadelphia: Lea & Febiger. Hayashi Y, Otsika J, Nishida TT and Martojo H. 1982. Multivariate cranlometrics of wild banteng, bos banteng and five types of native cattle in Eastern Asia. In: The origin and Phylogeny of Indonesia Native Livestock. Investigation on the Cattle, Fowl and Their Wild Forms. III: 19-30. Hutt FB. 1949. Genetics of the Fowl. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. Toronto: London Jull MA. 1951. Poultry Husbandry. 3rd Ed. New York: McGraw Hill Book Company. Kingston DJ. 1979. Peranan Ayam Berkeliaran di Indonesia. Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan II. Ciawi Bogor. Lasley JF. 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice-Hall of India Private Limitted. New Delhi-110001. Limburg P. 1975. Chickens, Chickens, Chickens.. New York: Thomas Nelson Inc. Mansjoer SS. 1985. Pengkajian Sifat-sifat Produksi Ayam Kampung serta Persilangan dengan Ayam Rhode Island Red.[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mansjoer I, Mansjoer SS, Sayuthi D. 1989. Studi banding sifat-sifat biologis ayam Kampung, ayam Pelung dan ayam Bangkok [laporan Penelitian]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Mansjoer SS. 1990. Ayam Hutan di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Sehari dalam Rangka Simposium dan Pameran Nasional Ayam Bekisar di Universitas Erlangga. Surabaya. 20 Oktober 1990. Mansjoer SS at al. 1996. Studi karakteristik dan sifat-sifat genetik melalui polimorfisme protein pada ayam Sentul, Pelung dan Kampung. Bogor: Laporan Penelitian ARMP-Project, Kerjasama IPB-Balitnak.
81
Mulyono RH, Pangestu RB. 1996. Analisis statistik ukuran-ukuran tubuh dan analisis karakter-karakter genetik eksternal pada ayam Kampung, Pelung dan Kedu. Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal: 17-21. Murad S. 1977. Sistematika Vertebrata. Bandung: Fakultas Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam UNPAD. Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. Colombia University Press, New York. 512 P Nishida T, Nozawa K, Kondo K, Mansjoer SS and Martojo H. 1980. Morphological and genetical studies in the Indonesian native fowl. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. 1:47-70. Nishida T, Hayashi Y, Hashiguchi T, Mansjoer SS. 1982. Distribution and identification of jungle fowl in Indonesia. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. Part III: 85-95. Report by The Research Group of Overseas Scientific Survey. Noor RR. 1996. Genetika Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya North MD. 1978. Commercial Chicken Production Manual. 2nd Ed. AVI-Publiching Co. Westport, Connecticut. North OM., Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. Westport, Connecticut: The Avian Publishing Company, Inc. Ponnampalam A. 2000. Words and wings, Red Jungle Fowl deserves respect and appreciation. http://ptg.djnr.com/ccroot/asp/publib/story.asp. [July 28, 2000]. Rostikawati RT. 1995. Studi banding morfologi, kariotipe dan pola protein ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sartika T. 2000. Studi keragaman fenotipe dan genotipe ayam kampung (Gallus gallus domesticus) pada populasi dasar seleksi [Tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Soeratmo FG. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Somes RG 1988. International Registery of Poultry Genetic Stocks. Bulletin Document No. 476. Storrs Agricultural Experiment Station, The University of Connecticut 06268
82
Stanfield WD. 1983. Schaum’s Outline of Theory and Problems of Genetics. New York: Mc.Graw-Hill, Inc. Steel RGD dan Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: PT Gramedia. Tisdell C. 1999. Biodiversity Conservation and Sustainable Development Principle and Parctises with Asian Examples. Cheltenham, UK: Northampton, MA, USA. Tadjodja D. 2000. Morfologi ayam hutan merah (Gallus gallus L.) di Taman Nasional Lore Lindu [skripsi]. Palu: Fakutas Pertanian Universitas Tadulako. Wardana. 2004. Peta Hasil Penelitian Pengukuran Batas dan Pemetaan Areal secara Digital dengan Sistem Informasi Geografis Taman Hutan Raya Palu. Palu: Fakultas Pertanian,. Universitas Tadulako. Warwick EJ, Astuti JM, dan Hardjosubroto W. 1995. Pemuliaan Ternak. Edisi kelima. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Widada, Muliyati S, dan Kobayashi H. 2003. Sekilas tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Bogor: Biodiversity Conservation Project. Williamson G. dan Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lampiran 1. Uji t ayam hutan merah jantan Watutela VS Ngatabaru AHWJ = Ayam hutan Watutela jantan AHNGAJ = Ayam hutan Ngatabaru jantan BB = Bobot badan, PH = Panjang paha, PB = panjang betis, PC= panjang cakar, LC = Lingkar cakar, PS = Panjang sayap, PJ3 = Panjang jari ke-3, PE = panjang ekor, PT = Panjang tubuh total, TJ = Tinggi jengger, PA=panjang paruh atas dan Pbw = Panjang paru bawah Two-sample T for BB AHWJ vs BB AHNGAJ
BB AHWJ BB AHNGAJ
N 15 13
Mean 980 909
StDev 131 153
SE Mean 34 42
Difference = mu (BB AHWJ) - mu (BB AHNGAJ) Estimate for difference: 70.7692 95% CI for difference: (-41.4209, 182.9594) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.30 23
P-Value = 0.205
DF =
P-Value = 0.636
DF =
P-Value = 0.007
DF =
P-Value = 0.131
DF =
Two-sample T for P.PH AHWJ vs P.PH AHNGAJ
P.PH AHWJ P.PH AHNGAJ
N 15 13
Mean 83.31 82.68
StDev 3.41 3.43
SE Mean 0.88 0.95
Difference = mu (P.PH AHWJ) - mu (P.PH AHNGAJ) Estimate for difference: 0.622051 95% CI for difference: (-2.048372, 3.292475) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.48 25
Two-sample T for P B AHWJ vs P. B AHNGAJ
P B AHWJ P. B AHNGAJ
N 15 13
Mean 122.19 119.08
StDev 2.68 2.87
SE Mean 0.69 0.80
Difference = mu (P B AHWJ) - mu (P. B AHNGAJ) Estimate for difference: 3.10974 95% CI for difference: (0.93118, 5.28831) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.95 24 Two-sample T for P.C AHWJ vs P.C AHNGAJ
P.C AHWJ P.C AHNGAJ
N 15 13
Mean 77.83 75.61
StDev 4.22 3.29
SE Mean 1.1 0.91
Difference = mu (P.C AHWJ) - mu (P.C AHNGAJ) Estimate for difference: 2.21897 95% CI for difference: (-0.70994, 5.14789) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.56 25
84
Two-sample T for L.C AHWJ vs L.C AHNGAJ
L.C AHWJ L.C AHNGAJ
N 15 13
Mean 32.20 31.31
StDev 2.04 1.32
SE Mean 0.53 0.36
Difference = mu (L.C AHWJ) - mu (L.C AHNGAJ) Estimate for difference: 0.892308 95% CI for difference: (-0.431215, 2.215831) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.39 24
P-Value = 0.177
DF =
Two-sample T for P.S AHWJ vs P.S AHNGAJ
P.S AHWJ P.S AHNGAJ
N 15 13
Mean 186.67 193.08
StDev 8.16 4.80
SE Mean 2.1 1.3
Difference = mu (P.S AHWJ) - mu (P.S AHNGAJ) Estimate for difference: -6.41026 95% CI for difference: (-11.56930, -1.25121) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2.57 23
P-Value = 0.017
DF =
Two-sample T for P J ke-3 AHWJ vs P. J ke 3 AHNGAJ
P J ke-3 AHWJ P. J ke 3 AHNGAJ
N 15 13
Mean 46.17 44.28
StDev 3.48 3.79
SE Mean 0.90 1.1
Difference = mu (P J ke-3 AHWJ) - mu (P. J ke 3 AHNGAJ) Estimate for difference: 1.88974 95% CI for difference: (-0.96269, 4.74218) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.37 P-Value = 0.184 24
DF =
Two-sample T for P.E AHWJ vs P.E AHNGAJ
P.E AHWJ P.E AHNGAJ
N 15 13
Mean 390.3 353.1
StDev 54.5 61.3
SE Mean 14 17
Difference = mu (P.E AHWJ) - mu (P.E AHNGAJ) Estimate for difference: 37.2564 95% CI for difference: (-8.2863, 82.7991) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.69 24
P-Value = 0.104
DF =
P-Value = 0.099
DF =
Two-sample T for P.T AHWJ vs P.T AHNGAJ
P.T AHWJ P.T AHNGAJ
N 15 13
Mean 754.3 708.8
StDev 67.2 72.4
SE Mean 17 20
Difference = mu (P.T AHWJ) - mu (P.T AHNGAJ) Estimate for difference: 45.4872 95% CI for difference: (-9.2843, 100.2586) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.71 24
85
Two-sample T for T. J AHWJ vs T. J AHNGAJ
T. J AHWJ T. J AHNGAJ
N 15 13
Mean 43.1 35.0
StDev 10.2 11.3
SE Mean 2.6 3.1
Difference = mu (T. J AHWJ) - mu (T. J AHNGAJ) Estimate for difference: 8.10667 95% CI for difference: (-0.33784, 16.55118) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.98 24
Two-sample T for P.Pa
P.Pa AHWJ P.Pa AHNGAJ
N 15 13
Mean 18.57 17.27
P-Value = 0.059
DF =
P-Value = 0.027
DF =
P-Value = 0.060
DF =
AHWJ vs P.Pa AHNGAJ StDev 1.29 1.56
SE Mean 0.33 0.43
Difference = mu (P.Pa AHWJ) - mu (P.Pa AHNGAJ) Estimate for difference: 1.29744 95% CI for difference: (0.16541, 2.42946) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.37 23
Two-sample T for P.Pbw AHWJ vs P.Pbw AHNGAJ
P.Pbw AHWJ P.Pbw AHNGAJ
N 15 13
Mean 11.77 11.000
StDev 1.36 0.577
SE Mean 0.35 0.16
Difference = mu (P.Pbw AHWJ) - mu (P.Pbw AHNGAJ) Estimate for difference: 0.773333 95% CI for difference: (-0.034378, 1.581044) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.00 19
86
Lampiran 2. Uji t ayam hutan merah betina Watutela VS Ngatabaru AHWB = Ayam hutan Watutela betina AHNGAB = Ayam hutan Ngatabaru betina BB = Bobot badan, PH = Panjang paha, PB = panjang betis, PC= panjang cakar, LC = Lingkar cakar, PS = Panjang sayap, PJ3 = Panjang jari ke-3, PE = panjang ekor, PT = Panjang tubuh total, TJ = Tinggi jengger, PA=panjang paruh atas dan Pbw = Panjang paru bawah Two-sample T for BB AHWB vs BB AHNGAB N Mean StDev SE Mean BB AHWB 15 592.3 25.5 6.6 BB AHNGAB 11 601.4 21.2 6.4 Difference = mu (BB AHWB) - mu (BB AHNGAB) Estimate for difference: -9.03030 95% CI for difference: (-28.01828, 9.95768) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.98 23 Two-sample T for P.PH AHWB vs P.PH AHNGAB N Mean StDev SE Mean P.PH AHWB 15 66.02 7.64 2.0 P.PH AHNGAB 11 69.91 7.40 2.2 Difference = mu (P.PH AHWB) - mu (P.PH AHNGAB) Estimate for difference: -3.88909 95% CI for difference: (-10.06310, 2.28492) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.31 22 Two-sample T for P B AHWB vs P. B AHNGAB N Mean StDev SE Mean P B AHWB 15 102.20 1.82 0.47 P. B AHNGAB 11 102.18 1.72 0.52 Difference = mu (P B AHWB) - mu (P. B AHNGAB) Estimate for difference: 0.018182 95% CI for difference: (-1.434083, 1.470447) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.03 22 Two-sample T for P.C AHWB vs P.C AHNGA N Mean StDev SE Mean P.C AHWB 15 63.60 1.55 0.40 P.C AHNGA 11 63.64 2.06 0.62 Difference = mu (P.C AHWB) - mu (P.C AHNGA) Estimate for difference: -0.036364 95% CI for difference: (-1.596453, 1.523726) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.05 17 Two-sample T for L.C AHWB vs L.C AHNGAB N Mean StDev SE Mean L.C AHWB 15 30.533 0.990 0.26 L.C AHNGAB 11 30.94 1.31 0.40 Difference = mu (L.C AHWB) - mu (L.C AHNGAB) Estimate for difference: -0.403030 95% CI for difference: (-1.397498, 0.591438) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.86 17
P-Value = 0.335
DF =
P-Value = 0.205
DF =
P-Value = 0.980
DF =
P-Value = 0.961
DF =
P-Value = 0.404
DF =
87
Two-sample T for P.S AHWB vs P.S AHNGAB
P.S AHWB P.S AHNGAB
N 15 11
Mean 170.00 170.00
StDev 9.45 6.71
SE Mean 2.4 2.0
Difference = mu (P.S AHWB) - mu (P.S AHNGAB) Estimate for difference: 0.000000 95% CI for difference: (-6.555814, 6.555814) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.00 23
P-Value = 1.000
DF =
Two-sample T for P J ke-3 AHWB vs P. J ke 3 AHNGAB
P J ke-3 AHWB P. J ke 3 AHNGAB
N 15 11
Mean 39.97 39.40
StDev 1.54 2.27
SE Mean 0.40 0.68
Difference = mu (P J ke-3 AHWB) - mu (P. J ke 3 AHNGAB) Estimate for difference: 0.573333 95% CI for difference: (-1.105459, 2.252126) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.72 P-Value = 0.480 16
DF =
Two-sample T for P.E AHWB vs P.E AHNGAB
P.E AHWB P.E AHNGAB
N 15 11
Mean 166.37 167.18
StDev 6.64 5.67
SE Mean 1.7 1.7
Difference = mu (P.E AHWB) - mu (P.E AHNGAB) Estimate for difference: -0.815152 95% CI for difference: (-5.824197, 4.193894) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.34 23
P-Value = 0.739
DF =
Two-sample T for P.T AHWB vs P.T AHNGAB
P.T AHWB P.T AHNGAB
N 15 11
Mean 466.00 465.9
StDev 8.70 12.4
SE Mean 2.2 3.7
Difference = mu (P.T AHWB) - mu (P.T AHNGAB) Estimate for difference: 0.090909 95% CI for difference: (-9.163123, 9.344941) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.02 16
P-Value = 0.984
DF =
P-Value = 0.485
DF =
Two-sample T for T. J AHWB vs T. J AHNGAB N Mean StDev SE Mean T. J AHWB 15 2.600 0.507 0.13 T. J AHNGAB 11 2.455 0.522 0.16 Difference = mu (T. J AHWB) - mu (T. J AHNGAB) Estimate for difference: 0.145455 95% CI for difference: (-0.280416, 0.571325) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.71 21
88
Two-sample T for P.Pa
P.Pa AHWB P.Pa AHNGAB
N 15 11
AHWB vs P.Pa AHNGAB
Mean 16.773 16.764
StDev 0.219 0.304
SE Mean 0.056 0.092
Difference = mu (P.Pa AHWB) - mu (P.Pa AHNGAB) Estimate for difference: 0.009697 95% CI for difference: (-0.217542, 0.236936) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.09 17
P-Value = 0.929
DF =
P-Value = 0.421
DF =
Two-sample T for P.Pbw AHWB vs P.Pbw AHNGAB
P.Pbw AHWB P.Pbw AHNGAB
N 15 11
Mean 10.867 10.764
StDev 0.297 0.329
SE Mean 0.077 0.099
Difference = mu (P.Pbw AHWB) - mu (P.Pbw AHNGAB) Estimate for difference: 0.103030 95% CI for difference: (-0.158679, 0.364740) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.82 20
89
Lampiran 3. Uji t Ayam kampung jantan Watutela VS Ngatabaru AKJW = Ayam kampung jantan Watutela AKJNGA = Ayam kampung jantan Ngatabaru BB = Bobot badan, PH = Panjang paha, PB = panjang betis, PC= panjang cakar, LC = Lingkar cakar, PS = Panjang sayap, PJ3 = Panjang jari ke-3, PE = panjang ekor, PT = Panjang tubuh total, TJ = Tinggi jengger, PA=panjang paruh atas dan Pbw = Panjang paru bawah Two-sample T for BB AKJW vs BB AKJNGA
BB AKJW BB AKJNGA
N 30 29
Mean 1976 1959
StDev 537 483
SE Mean 98 90
Difference = mu (BB AKJW) - mu (BB AKJNGA) Estimate for difference: 17,0460 95% CI for difference: (-249,2387; 283,3306) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,13 56
P-Value = 0,898
DF =
P-Value = 0,560
DF =
P-Value = 0,413
DF =
P-Value = 0,782
DF =
Two-sample T for PH AKJW vs PH AKJNGA PH AKJW PH AKJNGA
N 30 29
Mean 108,62 107,55
StDev 6,51 7,39
SE Mean 1,2 1,4
Difference = mu (PH AKJW) - mu (PH AKJNGA) Estimate for difference: 1,06494 95% CI for difference: (-2,57215; 4,70203) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,59 55
Two-sample T for PB AKJW vs PB AKJNGA PB AKJW PB AKJNGA
N 30 29
Mean 155,31 153,41
StDev 7,50 9,95
SE Mean 1,4 1,8
Difference = mu (PB AKJW) - mu (PB AKJNGA) Estimate for difference: 1,89621 95% CI for difference: (-2,71910; 6,51152) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,82 52
Two-sample T for PC AKJW vs PC AKJNGA PC AKJW PC AKJNGA
N 30 29
Mean 100,91 100,37
StDev 7,23 7,54
SE Mean 1,3 1,4
Difference = mu (PC AKJW) - mu (PC AKJNGA) Estimate for difference: 0,534253 95% CI for difference: (-3,320055; 4,388561) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,28 56
90
Two-sample T for LC AKJW vs LC AKJNGA LC AKJW LC AKJNGA
N 30 29
Mean 46,77 46,72
StDev 4,00 4,47
SE Mean 0,73 0,83
Difference = mu (LC AKJW) - mu (LC AKJNGA) Estimate for difference: 0,042529 95% CI for difference: (-2,172830; 2,257887) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,04 55
P-Value = 0,969
DF =
P-Value = 0,436
DF =
P-Value = 0,691
DF =
P-Value = 0,728
DF =
P-Value = 0,584
DF =
Two-sample T for PS AKJW vs PS AKJNGA
PS AKJW PS AKJNGA
N 30 29
Mean 231,0 227,6
StDev 18,4 15,3
SE Mean 3,4 2,8
Difference = mu (PS AKJW) - mu (PS AKJNGA) Estimate for difference: 3,44828 95% CI for difference: (-5,36733; 12,26388) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,78 55
Two-sample T for PJ3 AKJW vs PJ3 AKJNGA PJ3 AKJW PJ3 AKJNGA
N 30 29
Mean 58,33 57,83
StDev 5,06 4,58
SE Mean 0,92 0,85
Difference = mu (PJ3 AKJW) - mu (PJ3 AKJNGA) Estimate for difference: 0,502414 95% CI for difference: (-2,014383; 3,019211) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,40 56
Two-sample T for PE AKJW vs PE AKJNGA
PE AKJW PE AKJNGA
N 30 29
Mean 293,6 286,4
StDev 78,1 81,2
SE Mean 14 15
Difference = mu (PE AKJW) - mu (PE AKJNGA) Estimate for difference: 7,25402 95% CI for difference: (-34,31208; 48,82012) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,35 56
Two-sample T for PT AKJW vs PT AKJNGA PT AKJW PT AKJNGA
N 30 29
Mean 726,1 713,1
StDev 88,2 92,8
SE Mean 16 17
Difference = mu (PT AKJW) - mu (PT AKJNGA) Estimate for difference: 12,9966 95% CI for difference: (-34,2529; 60,2460) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,55 56
91
Two-sample T for TJ AKJW vs TJ AKJNGA TJ AKJW TJ AKJNGA
N 30 29
Mean 17,6 17,56
StDev 10,2 9,20
SE Mean 1,9 1,7
Difference = mu (TJ AKJW) - mu (TJ AKJNGA) Estimate for difference: 0,068161 95% CI for difference: (-5,001131; 5,137453) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,03 56
P-Value = 0,979
DF =
Two-sample T for PA AKJW vs PA AKJNGA PA AKJW PA AKJNGA
N 30 29
Mean 20,65 20,69
StDev 2,41 2,20
SE Mean 0,44 0,41
Difference = mu (PA AKJW) - mu (PA AKJNGA) Estimate for difference: -0,039655 95% CI for difference: (-1,241541; 1,162231) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,07 56
P-Value = 0,948
DF =
P-Value = 0,993
DF =
Two-sample T for PBW AKJW vs PBW AKJNGA PBW AKJW PBW AKJNGA
N 30 29
Mean 12,37 12,38
StDev 1,11 1,06
SE Mean 0,20 0,20
Difference = mu (PBW AKJW) - mu (PBW AKJNGA) Estimate for difference: -0,002529 95% CI for difference: (-0,567237; 0,562180) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,01 56
92
Lampiran 4. Uji t Ayam kampung betina Watutela VS Ngata Baru AKBW = Ayam hutan Watutela jantan AKBNGA = Ayam hutan Ngatabaru jantan BB = Bobot badan, PH = Panjang paha, PB = panjang betis, PC= panjang cakar, LC = Lingkar cakar, PS = Panjang sayap, PJ3 = Panjang jari ke-3, PE = panjang ekor, PT = Panjang tubuh total, TJ = Tinggi jengger, PA=panjang paruh atas dan Pbw = Panjang paru bawah Two-sample T for BB AKBW vs BB AKBNGA N Mean StDev SE Mean BB AKBW 30 1442 222 41 BB AKBNGA 30 1359 271 49 Difference = mu (BB AKBW) - mu (BB AKBNGA) Estimate for difference: 82.3333 95% CI for difference: (-45.7786, 210.4453) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.29 55 Two-sample T for PH AKBW vs PH AKBNGA N Mean StDev SE Mean PH AKBW 30 89.21 6.14 1.1 PH AKBNGA 30 87.29 6.36 1.2 Difference = mu (PH AKBW) - mu (PH AKBNGA) Estimate for difference: 1.91667 95% CI for difference: (-1.31507, 5.14840) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.19 57 Two-sample T for PB AKBW vs PB AKBNGA N Mean StDev SE Mean PB AKBW 30 128.35 5.76 1.1 PB AKBNGA 30 125.16 8.64 1.6 Difference = mu (PB AKBW) - mu (PB AKBNGA) Estimate for difference: 3.18333 95% CI for difference: (-0.62689, 6.99355) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.68 50 Two-sample T for PC AKBW vs PC AKBNGA N Mean StDev SE Mean PC AKBW 30 79.68 5.84 1.1 PC AKBNGA 30 77.57 7.32 1.3 Difference = mu (PC AKBW) - mu (PC AKBNGA) Estimate for difference: 2.11000 95% CI for difference: (-1.31781, 5.53781) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.23 55
P-Value = 0.203
DF =
P-Value = 0.240
DF =
P-Value = 0.100
DF =
P-Value = 0.223
DF =
P-Value = 0.401
DF =
Two-sample T for LC AKBW vs LC AKBNGA N Mean StDev SE Mean LC AKBW 30 40.73 3.38 0.62 LC AKBNGA 30 39.97 3.63 0.66 Difference = mu (LC AKBW) - mu (LC AKBNGA) Estimate for difference: 0.766667 95% CI for difference: (-1.048464, 2.581797) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.85 57
93
Two-sample T for PS AKBW vs PS AKBNGA
PS AKBW PS AKBNGA
N 30 30
Mean 193.3 195.8
StDev 13.7 12.6
SE Mean 2.5 2.3
Difference = mu (PS AKBW) - mu (PS AKBNGA) Estimate for difference: -2.50000 95% CI for difference: (-9.31300, 4.31300) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.73 57
P-Value = 0.465
DF =
Two-sample T for PJ3 AKBW vs PJ3 AKBNGA
PJ3 AKBW PJ3 AKBNGA
N 30 30
Mean 51.05 49.23
StDev 5.08 4.04
SE Mean 0.93 0.74
Difference = mu (PJ3 AKBW) - mu (PJ3 AKBNGA) Estimate for difference: 1.82667 95% CI for difference: (-0.54867, 4.20200) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.54 55
P-Value = 0.129
DF =
P-Value = 0.044
DF =
P-Value = 0.041
DF =
P-Value = 0.468
DF =
Two-sample T for PE AKBW vs PE AKBNGA
PE AKBW PE AKBNGA
N 30 30
Mean 166.3 158.5
StDev 16.2 13.1
SE Mean 3.0 2.4
Difference = mu (PE AKBW) - mu (PE AKBNGA) Estimate for difference: 7.83333 95% CI for difference: (0.22058, 15.44609) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.06 55 Two-sample T for PT AKBW vs PT AKBNGA
PT AKBW PT AKBNGA
N 30 30
Mean 545.3 529.5
StDev 27.1 31.3
SE Mean 4.9 5.7
Difference = mu (PT AKBW) - mu (PT AKBNGA) Estimate for difference: 15.8333 95% CI for difference: (0.6955, 30.9712) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.10 56 Two-sample T for TJ AKBW vs TJ AKBNGA
TJ AKBW TJ AKBNGA
N 30 30
Mean 9.83 8.63
StDev 6.58 6.21
SE Mean 1.2 1.1
Difference = mu (TJ AKBW) - mu (TJ AKBNGA) Estimate for difference: 1.20667 95% CI for difference: (-2.10233, 4.51566) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.73 57
94
Two-sample T for PA AKBW vs PA
PA AKBW PA AKBNGA
N 30 30
Mean 18.75 18.47
StDev 1.42 1.48
AKBNGA
SE Mean 0.26 0.27
Difference = mu (PA AKBW) - mu (PA AKBNGA) Estimate for difference: 0.280000 95% CI for difference: (-0.470426, 1.030426) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.75 57
P-Value = 0.458
DF =
P-Value = 0.174
DF =
Two-sample T for PBW AKBW vs PBW AKBNGA
PBW AKBW PBW AKBNGA
N 30 30
Mean 11.777 11.473
StDev 0.971 0.714
SE Mean 0.18 0.13
Difference = mu (PBW AKBW) - mu (PBW AKBNGA) Estimate for difference: 0.303333 95% CI for difference: (-0.137953, 0.744620) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.38 53
95
Lampiran 5.Uji t ayam kapung jantan VS ayam hutan jantan Watutela AKJW = Ayam kampunghutan jantan Watutela AHWJ = Ayam hutan jantan Watutela BB = Bobot badan, PH = Panjang paha, PB = panjang betis, PC= panjang cakar, LC = Lingkar cakar, PS = Panjang sayap, PJ3 = Panjang jari ke-3, PE = panjang ekor, PT = Panjang tubuh total, TJ = Tinggi jengger, PA=panjang paruh atas dan Pbw = Panjang paru bawah Two-sample T for BB AKJW vs BB AHWJ
BB AKJW BB AHWJ
N 30 15
Mean 1976 980
StDev 537 131
SE Mean 98 34
Difference = mu (BB AKJW) - mu (BB AHWJ) Estimate for difference: 995,667 95% CI for difference: (785,045; 1206,288) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 9,60 35
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PH AKJW vs P.PH AHWJ
PH AKJW P.PH AHWJ
N 30 15
Mean 108,62 83,31
StDev 6,51 3,41
SE Mean 1,2 0,88
Difference = mu (PH AKJW) - mu (P.PH AHWJ) Estimate for difference: 25,3100 95% CI for difference: (22,3255; 28,2945) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 17,11 42
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PB AKJW vs P B AHWJ
PB AKJW P B AHWJ
N 30 15
Mean 155,31 122,19
StDev 7,50 2,68
SE Mean 1,4 0,69
Difference = mu (PB AKJW) - mu (P B AHWJ) Estimate for difference: 33,1233 95% CI for difference: (30,0203; 36,2264) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 21,57 40 Two-sample T for PC AKJW vs P.C AHWJ N Mean StDev SE Mean PC AKJW 30 100,91 7,23 1,3 P.C AHWJ 15 77,83 4,22 1,1 Difference = mu (PC AKJW) - mu (P.C AHWJ) Estimate for difference: 23,0800 95% CI for difference: (19,6228; 26,5372) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 13,48 41
96
Two-sample T for LC AKJW vs L.C AHWJ N Mean StDev SE Mean LC AKJW 30 46,77 4,00 0,73 L.C AHWJ 15 32,20 2,04 0,53 Difference = mu (LC AKJW) - mu (L.C AHWJ) Estimate for difference: 14,5667 95% CI for difference: (12,7496; 16,3837) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 16,18 42
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PS AKJW vs P.S AHWJ
PS AKJW P.S AHWJ
N 30 15
Mean 231,0 186,67
StDev 18,4 8,16
SE Mean 3,4 2,1
Difference = mu (PS AKJW) - mu (P.S AHWJ) Estimate for difference: 44,3333 95% CI for difference: (36,3289; 52,3377) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 11,18 42 Two-sample T for PJ3 AKJW vs P J ke-3 AHWJ
PJ3 AKJW P J ke-3 AHWJ
N 30 15
Mean 58,33 46,17
StDev 5,06 3,48
SE Mean 0,92 0,90
Difference = mu (PJ3 AKJW) - mu (P J ke-3 AHWJ) Estimate for difference: 12,1633 95% CI for difference: (9,5558; 14,7708) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 9,44 38
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PE AKJW vs P.E AHWJ
PE AKJW P.E AHWJ
N 30 15
Mean 293,6 390,3
StDev 78,1 54,5
SE Mean 14 14
Difference = mu (PE AKJW) - mu (P.E AHWJ) Estimate for difference: -96,7000 95% CI for difference: (-137,2441; -56,1559) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -4,83 38
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,241
DF =
Two-sample T for PT AKJW vs P.T AHWJ
PT AKJW P.T AHWJ
N 30 15
Mean 726,1 754,3
StDev 88,2 67,2
SE Mean 16 17
Difference = mu (PT AKJW) - mu (P.T AHWJ) Estimate for difference: -28,2333 95% CI for difference: (-76,2664; 19,7997) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,19 35
97
Two-sample T for TJ AKJW vs T. J AHWJ
TJ AKJW T. J AHWJ
N 30 15
Mean 17,6 43,1
StDev 10,2 10,2
SE Mean 1,9 2,6
Difference = mu (TJ AKJW) - mu (T. J AHWJ) Estimate for difference: -25,4833 95% CI for difference: (-32,1109; -18,8558) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -7,88 28 Two-sample T for PA AKJW vs P.Pa
P-Value = 0,000
DF =
AHWJ
N Mean StDev SE Mean PA AKJW 30 20,65 2,41 0,44 P.Pa AHWJ 15 18,57 1,29 0,33 Difference = mu (PA AKJW) - mu (P.Pa AHWJ) Estimate for difference: 2,08333 95% CI for difference: (0,96842; 3,19825) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3,77 42
P-Value = 0,001
DF =
P-Value = 0,152
DF =
Two-sample T for PBW AKJW vs P.Pbw AHWJ
PBW AKJW P.Pbw AHWJ
N 30 15
Mean 12,37 11,77
StDev 1,11 1,36
SE Mean 0,20 0,35
Difference = mu (PBW AKJW) - mu (P.Pbw AHWJ) Estimate for difference: 0,600000 95% CI for difference: (-0,237902; 1,437902) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1,48 23
98
Lampiran 6. Uji t ayam kapung jantan VS ayam hutan jantan Ngatabaru AKJNGA = Ayam kampung jantan Ngatabaru AHNGAJ = Ayam hutan Ngatabaru jantan BB = Bobot badan, PH = Panjang paha, PB = panjang betis, PC= panjang cakar, LC = Lingkar cakar, PS = Panjang sayap, PJ3 = Panjang jari ke-3, PE = panjang ekor, PT = Panjang tubuh total, TJ = Tinggi jengger, PA=panjang paruh atas dan Pbw = Panjang paru bawah Two-sample T for BB AKJNGA vs BB AHNGAJ
BB AKJNGA BB AHNGAJ
N 29 13
Mean 1959 909
StDev 483 153
SE Mean 90 42
Difference = mu (BB AKJNGA) - mu (BB AHNGAJ) Estimate for difference: 1049,39 95% CI for difference: (848,33; 1250,45) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 10,58 37
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PH AKJNGA vs P.PH AHNGAJ
PH AKJNGA P.PH AHNGAJ
N 29 13
Mean 107,55 82,68
StDev 7,39 3,43
SE Mean 1,4 0,95
Difference = mu (PH AKJNGA) - mu (P.PH AHNGAJ) Estimate for difference: 24,8671 95% CI for difference: (21,4898; 28,2444) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 14,89 39 Two-sample T for PB AKJNGA vs P. B AHNGAJ
PB AKJNGA P. B AHNGAJ
N 29 13
Mean 153,41 119,08
StDev 9,95 2,87
SE Mean 1,8 0,80
Difference = mu (PB AKJNGA) - mu (P. B AHNGAJ) Estimate for difference: 34,3369 95% CI for difference: (30,2569; 38,4168) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 17,07 36 Two-sample T for PC AKJNGA vs P.C AHNGAJ
PC AKJNGA P.C AHNGAJ
N 29 13
Mean 100,37 75,61
StDev 7,54 3,29
SE Mean 1,4 0,91
Difference = mu (PC AKJNGA) - mu (P.C AHNGAJ) Estimate for difference: 24,7647 95% CI for difference: (21,3839; 28,1456) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 14,82 39
99
Two-sample T for LC AKJNGA vs L.C AHNGAJ
LC AKJNGA L.C AHNGAJ
N 29 13
Mean 46,72 31,31
StDev 4,47 1,32
SE Mean 0,83 0,36
Difference = mu (LC AKJNGA) - mu (L.C AHNGAJ) Estimate for difference: 15,4164 95% CI for difference: (13,5771; 17,2558) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 17,00 36
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,006
DF =
Two-sample T for PS AKJNGA vs P.S AHNGAJ
PS AKJNGA P.S AHNGAJ
N 29 13
Mean 227,6 193,08
StDev 15,3 4,80
SE Mean 2,8 1,3
Difference = mu (PS AKJNGA) - mu (P.S AHNGAJ) Estimate for difference: 34,4748 95% CI for difference: (28,1195; 40,8301) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 10,99 37
Two-sample T for PJ3 AKJNGA vs P. J ke 3 AHNGAJ
PJ3 AKJNGA P. J ke 3 AHNGAJ
N 29 13
Mean 57,83 44,28
StDev 4,58 3,79
SE Mean 0,85 1,1
Difference = mu (PJ3 AKJNGA) - mu (P. J ke 3 AHNGAJ) Estimate for difference: 13,5507 95% CI for difference: (10,7754; 16,3260) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 10,02 27 Two-sample T for PE AKJNGA vs P.E AHNGAJ
PE AKJNGA P.E AHNGAJ
N 29 13
Mean 286,4 353,1
StDev 81,2 61,3
SE Mean 15 17
Difference = mu (PE AKJNGA) - mu (P.E AHNGAJ) Estimate for difference: -66,6976 95% CI for difference: (-113,1048; -20,2904) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,94 30
100
Two-sample T for PT AKJNGA vs P.T AHNGAJ
PT AKJNGA P.T AHNGAJ
N 29 13
Mean 713,1 708,8
StDev 92,8 72,4
SE Mean 17 20
Difference = mu (PT AKJNGA) - mu (P.T AHNGAJ) Estimate for difference: 4,25729 95% CI for difference: (-49,88407; 58,39866) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0,16 29
P-Value = 0,873
DF =
Two-sample T for TJ AKJNGA vs T. J AHNGAJ
TJ AKJNGA T. J AHNGAJ
N 29 13
Mean 17,56 35,0
StDev 9,20 11,3
SE Mean 1,7 3,1
Difference = mu (TJ AKJNGA) - mu (T. J AHNGAJ) Estimate for difference: -17,4448 95% CI for difference: (-24,8967; -9,9929) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -4,90 19 Two-sample T for PA AKJNGA vs P.Pa AHNGAJ
PA AKJNGA P.Pa AHNGAJ
N 29 13
Mean 20,69 17,27
StDev 2,20 1,56
P-Value = 0,000
DF =
SE Mean 0,41 0,43
Difference = mu (PA AKJNGA) - mu (P.Pa AHNGAJ) Estimate for difference: 3,42042 95% CI for difference: (2,20660; 4,63425) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5,75 31
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PBW AKJNGA vs P.Pbw AHNGAJ
PBW AKJNGA P.Pbw AHNGAJ
N 29 13
Mean 12,38 11,000
StDev 1,06 0,577
SE Mean 0,20 0,16
Difference = mu (PBW AKJNGA) - mu (P.Pbw AHNGAJ) Estimate for difference: 1,37586 95% CI for difference: (0,86242; 1,88930) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5,42 38
101
Lampiran 7 Uji t ayam kampung VS ayam hutan merah betina Watutela AKBW = Ayam kampung betina Watutela AHWB = Ayam hutan Watutela betina BB = Bobot badan, PH = Panjang paha, PB = panjang betis, PC= panjang cakar, LC = Lingkar cakar, PS = Panjang sayap, PJ3 = Panjang jari ke-3, PE = panjang ekor, PT = Panjang tubuh total, TJ = Tinggi jengger, PA=panjang paruh atas dan Pbw = Panjang paru bawah Two-sample T for BB AKBW vs BB AHWB
BB AKBW BB AHWB
N 30 15
Mean 1442 592,3
StDev 222 25,5
SE Mean 41 6,6
Difference = mu (BB AKBW) - mu (BB AHWB) Estimate for difference: 849,167 95% CI for difference: (765,363; 932,970) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 20,69 30
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PH AKBW vs P.PH AHWB
PH AKBW P.PH AHWB
N 30 15
Mean 89,21 66,02
StDev 6,14 7,64
SE Mean 1,1 2,0
Difference = mu (PH AKBW) - mu (P.PH AHWB) Estimate for difference: 23,1900 95% CI for difference: (18,4974; 27,8826) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 10,22 23 Two-sample T for PB AKBW vs P B AHWB
PB AKBW P B AHWB
N 30 15
Mean 128,35 102,20
StDev 5,76 1,82
SE Mean 1,1 0,47
Difference = mu (PB AKBW) - mu (P B AHWB) Estimate for difference: 26,1467 95% CI for difference: (23,8134; 28,4799) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 22,69 38 Two-sample T for PC AKBW vs P.C AHWB
PC AKBW P.C AHWB
N 30 15
Mean 79,68 63,60
StDev 5,84 1,55
SE Mean 1,1 0,40
Difference = mu (PC AKBW) - mu (P.C AHWB) Estimate for difference: 16,0767 95% CI for difference: (13,7665; 18,3868) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 14,11 36
102
Two-sample T for LC AKBW vs L.C AHWB
LC AKBW L.C AHWB
N 30 15
Mean 40,73 30,533
StDev 3,38 0,990
SE Mean 0,62 0,26
Difference = mu (LC AKBW) - mu (L.C AHWB) Estimate for difference: 10,2000 95% CI for difference: (8,8456; 11,5544) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 15,26 37
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PS AKBW vs P.S AHWB
PS AKBW P.S AHWB
N 30 15
Mean 193,3 170,00
StDev 13,7 9,45
SE Mean 2,5 2,4
Difference = mu (PS AKBW) - mu (P.S AHWB) Estimate for difference: 23,3333 95% CI for difference: (16,2520; 30,4146) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 6,67 38
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PJ3 AKBW vs P J ke-3 AHWB
PJ3 AKBW P J ke-3 AHWB
N 30 15
Mean 51,05 39,97
StDev 5,08 1,54
SE Mean 0,93 0,40
Difference = mu (PJ3 AKBW) - mu (P J ke-3 AHWB) Estimate for difference: 11,0800 95% CI for difference: (9,0348; 13,1252) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 10,98 37
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,992
DF =
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PE AKBW vs P.E AHWB
PE AKBW P.E AHWB
N 30 15
Mean 166,3 166,37
StDev 16,2 6,64
SE Mean 3,0 1,7
Difference = mu (PE AKBW) - mu (P.E AHWB) Estimate for difference: -0,033333 95% CI for difference: (-6,932662; 6,865995) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,01 41 Two-sample T for PT AKBW vs P.T AHWB
PT AKBW P.T AHWB
N 30 15
Mean 545,3 466,00
StDev 27,1 8,70
SE Mean 4,9 2,2
Difference = mu (PT AKBW) - mu (P.T AHWB) Estimate for difference: 79,3000 95% CI for difference: (68,3071; 90,2929) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 14,60 38
103
Two-sample T for TJ AKBW vs T. J AHWB
TJ AKBW T. J AHWB
N 30 15
Mean 9,83 2,600
StDev 6,58 0,507
SE Mean 1,2 0,13
Difference = mu (TJ AKBW) - mu (T. J AHWB) Estimate for difference: 7,23333 95% CI for difference: (4,76176; 9,70491) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5,99 29
Two-sample T for PA AKBW vs P.Pa
PA AKBW P.Pa AHWB
N 30 15
Mean 18,75 16,773
StDev 1,42 0,219
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
AHWB
SE Mean 0,26 0,056
Difference = mu (PA AKBW) - mu (P.Pa AHWB) Estimate for difference: 1,97333 95% CI for difference: (1,43087; 2,51580) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 7,42 31
Two-sample T for PBW AKBW vs P.Pbw AHWB
PBW AKBW P.Pbw AHWB
N 30 15
Mean 11,777 10,867
StDev 0,971 0,297
SE Mean 0,18 0,077
Difference = mu (PBW AKBW) - mu (P.Pbw AHWB) Estimate for difference: 0,910000 95% CI for difference: (0,519072; 1,300928) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 4,71 38
104
Lampiran 8. Uji t ayam kapung VS ayam hutan merah betina Ngatabaru AKBNGA = Ayam kampung betina Ngatabaru AHNGAB = Ayam hutan Ngatabaru Betina BB = Bobot badan, PH = Panjang paha, PB = panjang betis, PC= panjang cakar, LC = Lingkar cakar, PS = Panjang sayap, PJ3 = Panjang jari ke-3, PE = panjang ekor, PT = Panjang tubuh total, TJ = Tinggi jengger, PA=panjang paruh atas dan Pbw = Panjang paru bawah Two-sample T for BB AKBNGA vs BB AHNGAB
BB AKBNGA BB AHNGAB
N 30 11
Mean 1359 601,4
StDev 271 21,2
SE Mean 49 6,4
Difference = mu (BB AKBNGA) - mu (BB AHNGAB) Estimate for difference: 757,803 95% CI for difference: (655,807; 859,799) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 15,20 29
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PH AKBNGA vs P.PH AHNGAB
PH AKBNGA P.PH AHNGAB
N 30 11
Mean 87,29 69,91
StDev 6,36 7,40
SE Mean 1,2 2,2
Difference = mu (PH AKBNGA) - mu (P.PH AHNGAB) Estimate for difference: 17,3842 95% CI for difference: (12,0252; 22,7433) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 6,91 15
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PB AKBNGA vs P. B AHNGAB
PB AKBNGA P. B AHNGAB
N 30 11
Mean 125,16 102,18
StDev 8,64 1,72
SE Mean 1,6 0,52
Difference = mu (PB AKBNGA) - mu (P. B AHNGAB) Estimate for difference: 22,9815 95% CI for difference: (19,6050; 26,3580) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 13,83 34
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PC AKBNGA vs P.C AHNGA N Mean StDev SE Mean PC AKBNGA 30 77,57 7,32 1,3 P.C AHNGA 11 63,64 2,06 0,62 Difference = mu (PC AKBNGA) - mu (P.C AHNGA) Estimate for difference: 13,9303 95% CI for difference: (10,9422; 16,9185) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 9,45 37
P-Value = 0,000
DF =
105
Two-sample T for LC AKBNGA vs L.C AHNGAB
LC AKBNGA L.C AHNGAB
N 30 11
Mean 39,97 30,94
StDev 3,63 1,31
SE Mean 0,66 0,40
Difference = mu (LC AKBNGA) - mu (L.C AHNGAB) Estimate for difference: 9,03030 95% CI for difference: (7,46618; 10,59443) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 11,69 38
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PS AKBNGA vs P.S AHNGAB
PS AKBNGA P.S AHNGAB
N 30 11
Mean 195,8 170,00
StDev 12,6 6,71
SE Mean 2,3 2,0
Difference = mu (PS AKBNGA) - mu (P.S AHNGAB) Estimate for difference: 25,8333 95% CI for difference: (19,6013; 32,0654) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 8,43 33
P-Value = 0,000
DF =
Two-sample T for PJ3 AKBNGA vs P. J ke 3 AHNGAB
PJ3 AKBNGA P. J ke 3 AHNGAB
N 30 11
Mean 49,23 39,40
StDev 4,04 2,27
SE Mean 0,74 0,68
Difference = mu (PJ3 AKBNGA) - mu (P. J ke 3 AHNGAB) Estimate for difference: 9,82667 95% CI for difference: (7,77378; 11,87955) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 9,76 P-Value = 0,000 31
DF =
Two-sample T for PE AKBNGA vs P.E AHNGAB
PE AKBNGA P.E AHNGAB
N 30 11
Mean 158,5 167,18
StDev 13,1 5,67
SE Mean 2,4 1,7
Difference = mu (PE AKBNGA) - mu (P.E AHNGAB) Estimate for difference: -8,68182 95% CI for difference: (-14,63146; -2,73218) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,96 37
P-Value = 0,005
DF =
Two-sample T for PT AKBNGA vs P.T AHNGAB
PT AKBNGA P.T AHNGAB
N 30 11
Mean 529,5 465,9
StDev 31,3 12,4
SE Mean 5,7 3,7
Difference = mu (PT AKBNGA) - mu (P.T AHNGAB) Estimate for difference: 63,5576 95% CI for difference: (49,7275; 77,3876) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 9,30 38
P-Value = 0,000
DF =
106
Two-sample T for TJ AKBNGA vs T. J AHNGAB
TJ AKBNGA T. J AHNGAB
N 30 11
Mean 8,63 2,455
StDev 6,21 0,522
SE Mean 1,1 0,16
Difference = mu (TJ AKBNGA) - mu (T. J AHNGAB) Estimate for difference: 6,17212 95% CI for difference: (3,83268; 8,51157) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5,39 30 Two-sample T for PA
PA AKBNGA P.Pa AHNGAB
N 30 11
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
P-Value = 0,000
DF =
AKBNGA vs P.Pa AHNGAB
Mean 18,47 16,764
StDev 1,48 0,304
SE Mean 0,27 0,092
Difference = mu (PA AKBNGA) - mu (P.Pa AHNGAB) Estimate for difference: 1,70303 95% CI for difference: (1,12359; 2,28247) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5,97 34 Two-sample T for PBW AKBNGA vs P.Pbw AHNGAB
PBW AKBNGA P.Pbw AHNGAB
N 30 11
Mean 11,473 10,764
StDev 0,714 0,329
SE Mean 0,13 0,099
Difference = mu (PBW AKBNGA) - mu (P.Pbw AHNGAB) Estimate for difference: 0,709697 95% CI for difference: (0,377345; 1,042049) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 4,33 36
107
Lampiran 9. Analisis Komponen Utama ayam hutan merah jantan di Watutela dan Ngatabaru Eigenanalysis of the Covariance Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
8526,8 0,946 0,946
Eigenvalue Proportion Cumulative
1,0 0,000 1,000
313,0 0,035 0,981
94,3 0,010 0,991
34,4 0,004 0,995
PC4 -0,131 -0,105 -0,075 0,076 0,944 -0,063 0,204 -0,153 -0,014 -0,002 -0,026
19,1 0,002 0,997
10,4 0,001 0,999
6,5 0,001 0,999
3,4 0,000 1,000
2,1 0,000 1,000
0,4 0,000 1,000
Variable Paha Betis Cakar Lingkar PS j3 pe pt tj pa pb
PC1 0,015 0,012 0,006 0,008 -0,006 0,007 0,631 0,773 0,068 0,004 0,005
PC2 0,021 0,064 0,070 -0,009 0,277 0,036 -0,741 0,603 0,027 0,014 -0,010
PC3 -0,130 -0,091 -0,106 -0,094 -0,037 -0,124 -0,001 0,092 -0,963 -0,041 -0,018
Variable Paha Betis Cakar Lingkar PS j3 pe pt tj pa pb
PC9 -0,144 0,088 0,196 -0,265 0,006 -0,049 0,013 -0,006 0,063 -0,794 -0,475
PC10 -0,223 -0,190 0,085 -0,843 0,021 0,061 0,014 -0,006 0,097 0,406 -0,135
PC11 -0,017 0,093 0,017 -0,332 0,053 -0,046 0,006 -0,009 0,027 -0,377 0,856
PC5 -0,083 -0,333 -0,654 -0,033 -0,104 -0,610 -0,093 0,076 0,212 -0,097 -0,040
PC6 -0,695 0,200 0,415 0,215 -0,082 -0,464 -0,008 0,008 0,063 0,159 0,088
PC7 -0,443 0,567 -0,577 -0,026 -0,016 0,382 -0,003 0,001 0,024 0,013 -0,043
PC8 0,457 0,671 0,002 -0,216 0,101 -0,488 0,051 -0,048 -0,055 0,158 -0,110
108
Lampiran 10. Analisis Komponen Utama ayam hutan merah betina di Watutela dan Ngatabaru Eigenanalysis of the Covariance Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
132,41 0,474 0,474
Eigenvalue Proportion Cumulative
0,06 0,000 1,000
98,46 0,352 0,826
30,28 0,108 0,935
13,93 0,050 0,984
PC4 0,025 0,003 -0,080 -0,144 -0,034 0,036 -0,866 -0,467 0,039 0,030 0,008
2,43 0,009 0,993
1,07 0,004 0,997
0,49 0,002 0,999
0,19 0,001 0,999
0,08 0,000 1,000
0,02 0,000 1,000
Variable Paha Betis Cakar Lingkar PS j3 pe pt tj pa pb
PC1 0,027 0,017 -0,017 -0,039 -0,156 0,118 -0,449 0,870 0,011 0,012 0,004
PC2 0,652 0,136 0,123 0,036 0,727 0,039 -0,065 0,072 -0,029 -0,000 0,015
PC3 0,736 0,031 0,008 0,046 -0,648 -0,153 0,073 -0,079 -0,018 -0,012 -0,004
Variable Paha Betis Cakar Lingkar PS j3 pe pt tj pa pb
PC9 -0,009 -0,053 0,028 -0,097 -0,030 0,118 0,004 -0,016 -0,755 0,118 0,623
PC10 -0,004 -0,050 0,130 -0,104 0,018 -0,249 0,022 0,032 0,579 0,386 0,650
PC11 -0,011 0,037 -0,012 -0,036 0,006 -0,051 -0,018 0,005 0,162 -0,909 0,376
PC5 -0,156 0,573 0,720 0,315 -0,109 -0,056 -0,100 -0,041 -0,061 -0,006 -0,005
PC6 -0,065 -0,254 -0,090 0,452 0,112 -0,794 -0,158 0,075 -0,207 -0,029 -0,034
PC7 -0,055 0,753 -0,527 -0,226 0,022 -0,296 0,053 0,038 -0,060 0,063 0,025
PC8 0,015 0,116 -0,396 0,773 -0,025 0,399 -0,034 -0,055 0,129 0,069 0,214
109
Lampiran 11. Analisis Komponen Utama ayam kampung jantan di Watutela dan Ngatabaru Eigenanalysis of the Covariance Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
13973 0,935 0,935
602 0,040 0,976
Eigenvalue Proportion Cumulative
2 0,000 1,000
1 0,000 1,000
194 0,013 0,989
Variable Paha Betis Cakar Lingkar PS j3 pe pt tj pa pb
PC1 0,028 0,039 0,017 0,030 0,038 0,000 0,654 0,753 0,029 0,002 -0,001
PC2 0,195 0,209 0,178 0,028 0,471 0,073 -0,631 0,497 0,106 0,047 0,010
PC3 -0,082 -0,092 -0,125 0,014 -0,795 -0,041 -0,362 0,354 0,284 0,004 0,007
Variable Paha Betis Cakar Lingkar PS j3 pe pt tj pa pb
PC9 -0,331 -0,041 0,052 0,566 0,045 0,197 -0,054 0,040 -0,068 -0,710 -0,110
PC10 0,165 -0,045 0,130 -0,741 -0,036 0,125 0,004 0,021 0,034 -0,621 -0,026
PC11 0,015 0,068 -0,105 0,053 0,009 -0,068 -0,001 -0,000 -0,029 -0,143 0,978
74 0,005 0,994
46 0,003 0,997
PC4 -0,039 -0,216 -0,387 0,011 0,307 -0,097 0,082 -0,097 0,821 -0,083 -0,023
21 0,001 0,998
PC5 -0,283 -0,570 -0,472 -0,181 0,202 -0,170 -0,182 0,223 -0,432 0,022 -0,020
14 0,001 0,999
PC6 -0,275 0,441 0,002 -0,083 0,027 -0,825 -0,025 0,012 -0,019 -0,170 -0,105
9 0,001 1,000
PC7 0,411 -0,580 0,482 0,212 -0,019 -0,454 0,006 -0,010 0,035 -0,091 0,031
3 0,000 1,000
PC8 -0,700 -0,191 0,563 -0,204 0,076 0,091 0,002 0,018 0,194 0,208 0,137
110
Lampiran 12. Analisis Komponen Utama ayam kampung betina di Watutela dan Ngatabaru Eigenanalysis of the Covariance Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
1052,9 0,691 0,691
Eigenvalue Proportion Cumulative
1,6 0,001 1,000
181,7 0,119 0,811
130,5 0,086 0,896
58,3 0,038 0,935
PC4 -0,028 0,704 0,634 0,073 -0,038 0,192 0,101 -0,214 0,020 0,036 0,002
39,8 0,026 0,961
25,7 0,017 0,978
14,0 0,009 0,987
11,4 0,007 0,994
6,6 0,004 0,999
0,6 0,000 1,000
Variable Paha Betis Cakar Lingkar PS j3 pe pt tj pa pb
PC1 0,067 0,127 0,110 0,040 0,187 0,072 0,283 0,919 0,020 0,012 -0,000
PC2 0,203 0,122 0,015 -0,015 0,631 0,096 -0,726 0,053 0,074 0,014 -0,005
PC3 -0,173 0,106 0,048 0,099 -0,681 -0,090 -0,598 0,315 0,136 0,002 -0,003
Variable Paha Betis Cakar Lingkar PS j3 pe pt tj pa pb
PC9 0,123 0,312 -0,321 0,761 0,079 -0,436 0,073 -0,051 0,021 -0,031 0,012
PC10 -0,055 0,038 -0,037 0,025 0,005 0,145 -0,001 0,002 0,014 -0,954 -0,251
PC11 -0,026 -0,006 0,025 -0,013 0,011 -0,009 -0,011 0,006 -0,015 -0,255 0,966
PC5 0,306 0,035 -0,096 -0,123 -0,061 0,031 0,132 -0,061 0,924 -0,005 0,025
PC6 -0,833 -0,062 0,129 0,001 0,302 -0,300 0,016 0,004 0,321 0,008 -0,025
PC7 -0,290 0,515 -0,672 -0,242 -0,010 0,354 0,032 0,005 -0,043 0,100 0,039
PC8 -0,182 -0,304 0,026 0,575 0,003 0,716 -0,004 -0,032 0,125 0,113 0,038