TEMU ILMIAH IPLBI 2014
Fenomena Empiris Budaya Sanitasi Masyarakat Pesisir Sedati Dalam Perspektif Grounded Theory Suning(1), Wahyono Hadi(2), Eddy Setiadi Soedjono(2), Ali Masduqi(2) (1)
Mahasiswa Program Doktor Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Dosen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(2)
Abstrak
Fenomena empiris budaya berperilaku sanitasi buruk yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Sedati adalah perilaku buang air besar sembarang (BABS) di laut, tambak dan sungai. Persentase atas perilaku BABS ini sebesar 85% di desa pesisir Tambak Cemandi, 75,7% diKalanganyar, 55% di Gisik Cemandi,43,1% Banjar Kemuning dan 27,3% di pesisr Segorotambak.Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar penyebab terjadinya BABSi terhadap fasilitas sanitasi yang telah tersedia, dan mengetahui bagaimana kebijakan sanitasi yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi kebiasaan BABS. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik grounded theory, melalui wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD) kepada responden terpilih yang ada di masyarakat pesisir.Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah 4 (empat) proposisi minor penyebab kebiasaan BABS, yaitu (1) meningkatnya pendapatan masyarakat tidak diimbangi dengan kepedulian masyarakat untuk menggunakan MCK umum atau memiliki MCK pribadi, (2) adanya fasilitas sanitasi tidak meningkatkan kepedulian dan pemahaman tentang sanitasi atau tidak dapat merubah karakter, (3) pemberian teknologi sanitasi dianggap sulit dan tidak praktis,(4) respon positif dari masyarakat terhadap penyediaan sanitasi masih rendah karena masyarakat dipaksa untuk menerima. Berdasarkan keempat proposisi minor tersebut, kemudiandisimpulkan dalam proposisi mayor yaitu “Perubahan karakter dan peradaban lingkungan merupakan instrumen untuk meningkatkan perilaku sanitasiyang baik bagi masyarakatkhususnya pesisir Sedati”. Kata kunci : Budaya, Fenomena Empiris, Grounded Theory, Kawasan Pesisir, Sanitasi
Pengantar
Indonesia ikut serta dalam menyepakati Deklarasi Millenium bersama dengan 189 negara lain pada tahun 2000. Keikutsertaan ini bukan semata-mata untuk memenuhi tujuan dan sasaran MDGs, namun keikutsertaan itu ditetapkan dengan pertimbangan bahwa tujuan dan sasaran MDGs sejalan dengan tujuan dan sasaran pembangunan Indonesia. Salah satu tujuan
dan sasaran pembangunan itu adalah mewujudkan cita-cita pembangunan manusia yang lebih baik dan masyarakat yang lebih sejahtera di masa yang akan datang. Target millenium development goals(MDGs) pada tahun 2015 dibidang sanitasi adalah menurunkan sebesar separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar. Berdasarkan target MDGs tersebut, Indonesia harus mampu ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014 |G_7
Fenomena Empiris Budaya Sanitasi Masyarakat Pesisir Sedati Dalam Perspektif Grounded Theory
untuk meningkatkan hingga 68,87% proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman, dengan indikator sumber air terlindungi dan air perpipaan, serta akses terhadap fasilitas sanitasi dasar, dengan indikator jamban tangki septik memadai pada tahun 2015 sebesar 62,41%. Tahun 2011, Indonesia telah mencapai angka 55,04% untuk proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap sumber air minum yang layak, dan akses terhadap fasilitas sanitasi dasar, Indonesia telah mencapai angka 55,60 % (BPS Susenas, 2011). Pencapaian tersebut masih sebatas pada akses ke jamban atau toilet saja, belum pada akses fasilitas sanitasi yang berkualitas, dengan kriteria fasilitas tersebut masih berfungsi dengan baik, digunakan sesuai dengan peruntukannya, dan sesuai dengan standar kesehatan maupun standar teknis yang telah ditetapkan. Wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Supriharyono, 2002).Kusnadi (2003) dalam tulisannya menjelaskan mengenai kehidupan social ekonomi masyarakat pesisir yang mana, kemiskinan dan kesulitan-kesulitan hidup lainnya merupakan siklus peristiwa sosial ekonomi yang selalu menimpa rumah tangga nelayan. Kondisi kemiskinan nelayan ini disebabkan oleh persoalan lingkungan pesisir dan laut yang kompleks. Persoalan yang kompleks tersebut perlu mendapat perhatian yang serius melalui pemberdayaan lembagaG_8 |ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014
lembaga ekonomi dan pranata sosial budaya sebagai upaya untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat pesisir khususnya nelayan. Salah satu wilayah pesisir yang memiliki sejumlah permasalahan akan kurangnya akses infrastruktur lingkungan khususnya pelayanan sanitasi adalah wilayah pesisir Sedati yang ada di Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur. Wilayah pesisir Sedati terdiri dari 5 desa yaitu Desa Tambak Cemandi, Kalanganyar, Gisik Cemandi, Banjarkemuning dan Segoro Tambak. Karakteristik kegiatan ekonomi setiap desa pesisir hampir sama yaitu nelayan, buruh nelayan, penjaga tambak dan beberapa yang bekerja sebagai buruh pabrik dan PNS. Masyarakat memiliki keunikan dalam bersanitasi, keunikan tersebut ditunjukkan dengan mayoritas kebiasaan buang air besar di laut, tambak dan sungai/cemplung meskipun telah tersedia teknologi sanitasi berupa WC pribadi maupun WC umum. Metode
Berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai dan lokus penelitian yang diteliti, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigmadefinisi social. Tujuan dari paradigma ini adalah untuk memahami perilaku sosial melalui penafsirannya, dan dengan itu menerangkan jalan perkembangannya dan akibat-akibatnya menurut sebab-sebabnya. Melalui pendekatan ini kenyataan dari tindakan manusialah,kita akan memperoleh pengetahuan mengenai ciri dan keanekaragaman masyarakat. Penelitian ini berakar pada pandangan fenomenologi. Analisis fenomenologi lebih tepat digunakan untuk mengurangi persoalan subyek manusia yang umumnya memiliki subyektivitas individual, tidak konsisten,memiliki emosi, dan tidak taa tasas.
Suning
Metode Pengumpulan Data
Paradigmadefinisi social diperoleh dengan teknik grounded theory.grounded theory adalah sebuah metodologi yang mencoba mengkonstruksi teori tentang isu-isu penting dari kehidupan masyarakat.Penelitian ini akan menghasilkan sebuah temuan baru yang menyebabkan terjadinya pola berperilaku sanitasi yang baikkhususnya yang ada di kawasan pesisir Sedati.Temuan baru tersebut adalah teori substantif tentang perilaku sanitasi. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti Sudira (2009) bahwa terdapat beberapa variasi metoda pengumpulan data yang diterapkan dalam melaksanakan grounded theory diantaranya interview, observasi partisipan, eksperimen dan pengumpulan data secara langsung, dengan urutan sebagai berikut; a. Pengumpulan data (Data Collection), langkah ini dilakukan dengan cara melakukan interview atau observasi, kemudian hasilnya dilakukan pencatatan maupun perekaman berupa video b. Menentukan instrumen penelitian yaitu manusia, hal ini dilakukan karena manusia sebagai instrumen penelitian yang memiliki sifat responsif, adaptif, lebih holistik, kesadaran pada konteks tak terkatakan, mampu memproses segera, mampu mengejar klarifikasi, mampu meringkas sesegera mungkin, dan mampu menjelajahi jawaban dan mampu mengejar pemahaman yang lebih dalam c. Koding terbuka (Open Coding), tahap ini dilakukan guna pengkodingan yang dimulai dari suatu pemahaman yang belum jelas berupa list sejumlah kategori yang relefan. Data yang ada dikodekan dengan mengklasifikasikan kedalam elemen-elemen data dalam bentuk tema-tema atau kategorisasi, kemudian dicari pola diantara kategori berdasarkan komunaliti/keguyuban, kausalitas/hubungan sebab akibat dan seterusnya. d. Koding Aksial (Axial Coding), yaitu tahapan dengan cara pelacakan hubungan diantara elemen-elemen data yang terkodekan. Pada tahap ini teori substantif muncul melalui
pengujian adanya persamaan dan perbedaan dalam tata hubungan, diantara kategori atau subkategori, dan diantara kategori dan propertisnya. e. Catatan Teoritis (Theoretical Memos), yaitu penulisan kembali ide-ide teoritis tentang kode-kode dan hubungan sebagai analisis langsung pada saat melakukan koding f. Koding Selektif (Selective Coding), yaitu suatu langkah dalam proses mengintegrasikan dan menyaring kategori sehingga semua kategori terkait dengan kategori inti, sebagai dasar
grounded theory
g. Research Iteration and Constant Comparison, yaitusuatu tahap mendekatkan proses pengumpulan data, koding, dan analisa data dalam setiap memutuskan data apa yang harus dikumpulkan berikutnya dan kapan menemukan data itu untuk pengembangan teori h. The Progress From Substantive To Formal Theory, tahap ini adalah suatu simpulan dari berbagai tahap yang sudah dilakukan sehingga diketahuinya suatu output dari metodologi grounded theory yaitu menghasilkan suatu teori yang bersifat substantif berdasar pada fenomena empiris dalam natural setting yang wajar (Setioko, B, 2011). Metode Analisis Data Merujuk pada paradigma sosial yang dilakukan dengan teknik grounded theory, maka metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.Pendekatan kualitatif berusaha untuk
mengangkat secara ideografis berbagai fenomena dan realitas sosial atau dapat dikatakan sebagai pembangunan dan pengembangan teori sosial (Creswell dalam Somantri, 2005). Teori yang dihasilkan diharapkan mendapatkan pijakan yang kuat pada realitasyang bersifat kontekstual dan historis (Somantri, 2005).
ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014| G_9
Fenomena Empiris Budaya Sanitasi Masyarakat Pesisir Sedati Dalam Perspektif Grounded Theory
Analisis dan Interpretasi
3. Temuan Empiris Grounded Theory
1. Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai buruh swasta dan buruh tani (petani tambak dan nelayan). Tingkat kesejahteraan penduduk di lima desa tersebut menunjukkan kategori keluarga pra sejahtera dengan jumlah rumah tangga lebih dari 50 KK pada masing-masing desa. Kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir Sedati dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Presentase Tingkat Pendapatan (%)
Sumber: Suning dan Soedjono (2012)
Nama Desa Segoro tambak Gisik Cemandi Tambak Cemandi Kalang anyar Banjar kemuning
Presentase Tingkat (%) <500 Jumlah Rb Pendudu k 1647 29
Pendapatan
2916
35
50
2148
55
50,9
43,6
5151
14
55,8
30,2
1781
16,7
50
33,3
5001Jt 24,2
>1 Jt 72,9 15
tambak, sungai/cemplung didominasi oleh masyarakat yang ada di desa pesisir Tambak Cemandi sebesar 85%, Kalanganyar 75,7%, Gisik Cemandi 55%, Banjar Kemuning 43,1% dan Segorotambak sebesar 27,3%. G_10 |ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014
Pendekatan
Survey primer sanitasi dilakukan dalam kurun waktu dua periode. Periode pertama tahun 2011 dan periode kedua tahun 2013 dengan tujuan, untuk melihat perkembangan kepemilikan sanitasi dan perubahan perilaku masyarakat mengenai kebiasaan bersanitasi, sehingga ditemukan kategorisasi data secara empiris yang mampu menghadirkan teori substantif perilaku bersanitasi. Berdasarkan hasil deskripsi dan pemaknaan terhadap fenomena empiris dan realitas sosial terkait dengan permasalahan sanitasi,maka penelitian ini menemukan beberapa temuan yang dapat disimpulkan proposisi minor penyebab kebiasaan BAB, yaitu (1) meningkatnya pendapatan masyarakat tidak diimbangi dengan kepedulian masyarakat untuk menggunakan MCK umum atau memiliki MCK pribadi, (2) adanya fasilitas sanitasi tidak meningkatkan kepedulian dan pemahaman tentang sanitasi atau tidak dapat merubah karakter, (3) pemberian teknologi sanitasi dianggap sulit dan tidak praktis, (4) respon positif dari masyarakat terhadap penyediaan sanitasi masih rendah karena masyarakat dipaksa untuk menerima. Tabel 2. Persentase Kondisi Sanitasi (MCK) Pesisir Sedati Sumber: Suning danSoedjono (2012)
2. Analisis Kondisi Sanitasi Kondisi Sanitasi (MCK) yang ada di masyarakat pesisir Sedati dapat dilihat pada tabel 2. Berdasarkan tabel 2 tersebut, ketersediaan fasilitas tempat buang air besar dapat mencerminkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang ada di pesisir Sedati. Budaya buang air besar di laut, tambak, sungai/cemplung merupakan budaya yang sulit dihilangkan. Kondisi sosial ekonomi mereka pada saat ini baik, namun belum tentu ada keinginan untuk menggunakan MCK/WC komunal maupun memiliki tempa tbuang air besar sendiri.Persentase perilaku BAB di laut,
Dengan
Presentase Tipe MCK (%) WC Laut, WC Jumlah Pribadi Tambak, Umum Pendudu Sungai k Segoro tambak Gisik Cemandi Tambak Cemandi Kalang anyar Banjar kemuning
1647
72.7
27.3
0
2916
15
55
30
2148
15
85
0
5151
16.2
75.7
8.1
1781
27.5
43.1
29.4
Suning
Keempat proposisi minor di atas, disimpulkan dalam proposisi mayor yaitu “Perubahan karakter dan peradaban lingkungan, merupakan instrumen untuk meningkatkan perilaku sanitasi yang baik di masyarakat khususnya pesisir Sedati”. Perubahan karakter yang dimaksud menunjuk pada sebuah perubahan pola pikir/karakter yang harus dimiliki oleh masyarakat pesisir dalam memandang dan memaknai pentingnya sanitasi, dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berpengaruh terhadap keberlanjutan sanitasi. Peradaban lingkungan menunjuk pada sebuah sikap peduli atau adab dalam menjaga dan melestarikan lingkungan atau sikap tidak merusak dan tidak mencemari lingkungan, sehingga berpengaruh terhadap keberlanjutan sanitasi. Kedua variabel tersebut akan melahirkan peradaban baru bagi masyarakat pesisir, ini artinya masyarakat yang memiliki kepedulian dan respon baik terhadap sanitasi berarti masyarakat telah memiliki budaya yang lebih tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang kurang peduli terhadap sanitasi berarti memiliki budaya yang masih rendah/ masyarakat belum berbudaya. Dengan demikian konsep merubah karakter atau adab berperilaku terhadap fasilitas sanitasi harus menunjuk pada penerapan secara langsung dari teknologi yang telah atau akan disediakan dan dikembangkan oleh pemerintah dan swasta/investor. 4. Implikasi Teoritis dan Empirik Implikasi teoritis dan empirik hasil penelitianini adalah ”aspek perubahan karakter dan peradaban lingkungan” dapat dijadikan instrumen kebijakan untuk meningkatkan perilaku sanitasi, yang bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera secara pribadi dan sosial. 5. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan implikasi perubahan karakter dan peradaban lingkungan, bahwaperubahan karakter dan peradaban lingkungan dapat berimplikasi pada dua investasi yang berakar pada kesejahteraan pribadi dan sosial bagi masyarakat pesisir yaitu : investasi lingkungan (environment investment) dan
investasi kesehatan (health investment), maka sudah sewajarnya pemerintah sebagai penentu kebijakan memasukkan “perubahan karakter dan peradaban lingkungan” sebagai instrumen kebijakan praktis untuk meningkatkan perilaku sanitasi, Kegiatan praktis tersebut akan dapat dilakukan dengan memberikan berbagai pilihan skenario kebijakan. Skenario kebijakan yang menjadi prioritas utama sebagai bentuk implementasi dari faktor perubahan karakter dan peradaban lingkungan diperoleh dengan memasukkan proposisi mayor kedalam instrumen kebijakan untuk meningkatkan peradaban masyarakat dalam bersanitasi. Kesimpulan Berdasarkanhasildeskripsidanpemaknaanterhada pfenomenaempiris dan realitas sosial terkait dengan permasalahan perilaku sanitasi di pesisir Sedati, maka faktor perubahan karakter dan peradaban lingkungan dapat dijadikan sebagai variabel baru yaitu sebagai teori subtantif untuk meningkatkan perilaku sanitasi yang baik di masyarakat khususnya kawasan pesisir Sedati. Penelitian ini masih banyak memiliki kekurangan oleh karenanya, penelitian berikutnya dapat diteliti lebih mendalam mengenai pengaruh ketersediaan teknologi sanitasi terhadap pentingnya perubahan perilaku sanitasi yang baik di masyarakat khususnya kawasan pesisir. DaftarPustaka Badan Pusat Statistik, Susenas (2011). Laporan Perkembangan MDGs Bambang Setioko (2011). Penggunaan Metode Grounded Theory Di Bawah Payung Paradigma Pospositivistik Pada Penelitian Tentang Fenomena Sosial Perkotaan. Modul, Vol. 11 No.1: ISSN: 0853-2877 Creswell, John W. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Method Approaches (2nded.). Thousand Oaks, California:Sage Publications Kusnadi, M.A., (2003). Akar Kemiskinan Nelayan. LKiS Yogyakarta Putu Sudira (2009). Studi Mandiri Grounded Theory Supriharyono (2002). Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di WilayahPesisir Tropis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014| G_11
Fenomena Empiris Budaya Sanitasi Masyarakat Pesisir Sedati Dalam Perspektif Grounded Theory Suning and Eddy Soedjono (2012). Mapping The Environmental Sanitation Conditions Of Coastal Communities At Sedati Sub-District, East Java, Based On Geographic Information System. International Journal Of Academic ResearchVol. 4. No. 2. Somantri, G. R (2005). Memahami Metode Kualitatif. Jurnal Sosial-Humaniora, Vol. 9, No. 2; 57-65
G_12 |ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014