PERENCANAAN SANITASI MASYARAKAT DAERAH PESISIR (STUDI KASUS: KECAMATAN KENJERAN, SURABAYA) PLANNING OF PUBLIC SANITATION SYSTEM AT COASTAL AREA (CASE STUDY: KENJERAN DISTRICT, SURABAYA) Gilang Yanuar Raditya & Ali Masduqi Jurusan Teknik Lingkungan – FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya – 60111 E-mail :
[email protected]
Abstrak Permasalahan minimnya sarana sanitasi pada Kecamatan Kecamatan Kenjeran diperparah dengan kebiasaan sebagian masyarakat yang masih open defecation. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat pola hidup sehat pada masyarakat sehingga menimbulkan lokasi yang kumuh. Perencanaan ini didahului dengan survey tingkat kelayakan fasilitas sanitasi pada masyarakat. Data primer yang dikumpulkan digunakan sebagai bahan pertimbangan penentuan lokasi prioritas dan pemilihan teknologi yang sesuai diterapkan. Daerah yang menjadi prioritas perencanaan adalah Kelurahan Tambak Wedi sedangkan teknologi yang dipilih adalah MCK Plus++ yang menawarkan biodigester dan IPAL komunal berupa ABR. Hal ini berdasarkan pertimbangan karena sebagian besar masyarakat kelurahan tersebut tidak memiliki prasarana MCK, jarak tempat tinggal masyarakat yang berdekatan, luas lahan rumah yang relatif sangat kecil, serta keinginan masyarakat yang kuat untuk bisa menggunakan jamban yang baik.
Abstract The problem of lack of sanitation facilities at Kenjeran District is more severe since some inhabitants still practice open defecation. It shows the low levels of healthy lifestyle of the community that cause slum areas. This planning starts by the survey of feasibility level of sanitation facilities of the community. That primary data collected is used as a consideration for deciding the priority of location to be developed and for choosing an appropiate technology which can be applied in that location. The prority for the development is the Tambak Wedi Village while the selected technology is MCK + + which offers a communal WWTP ABR and biodigester. This decission is based on the fact that some people in that region do not have toilet facilities, the distance among houses is close, the area of home yard is relatively small, and the strong willingness of the society to be able to use the toilet with good latrines.
Keywords: public sanitation, coastal area, Kenjeran District.
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelayakan sanitasi masyarakat di daerah pesisir Kecamatan Kenjeran menjadi sorotan pada permasalahan ini. Hal ini dapat dilihat dari kondisi existing daerah tersebut yang mendeskripsikan bahwa kondisi sanitasi masyarakat daerah tersebut tidak layak. Masyarakat pada daerah tersebut masih banyak yang buang air besar (BAB) sembarangan. Sebagian dari mereka masih menjadikan rawa-rawa dan saluran drainase 1
sebagai tempat BAB. Hal ini juga menunjukkan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan kebersihan dan kesehatan dan kepedulian terhadap lingkungan. Permasalahan dalam perencanaan sanitasi masyarakat daerah pesisir Kecamatan Kenjeran adalah kurangnya kesadaran masyarakat Kecamatan Kenjeran terhadap sanitasi dan kurang layaknya fasilitas sanitasi di beberapa tempat di Kecamatan Kenjeran. Perencanaan yang dilakukan di Kecamatan Kenjeran ini untuk mencari penyebab permasalahan yang timbul dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Tujuan dari perencanaan ini adalah mensurvey tingkat kelayakan fasilitas sanitasi pada masyarakat Kecamatan Kenjeran, merencanakan tipikal teknologi yang dapat digunakan untuk fasilitas sanitasi tersebut. . GAMBARAN UMUM WILAYAH Kecamatan Kenjeran terletak di Surabaya bagian utara. Kecamatan Kenjeran terletak di daerah pesisir Kota Surabaya Kecamatan Kenjeran terletak pada 55˚30’5” LU dan 37˚20’3” BT. Luas wilayah Kecamatan Kenjeran 14,42 km2 atau sekitar 4,42% dari luas total wilayah Kota Surabaya. Lokasi Kecamatan Kenjeran dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
Gambar 1. Peta Kecamatan Kenjeran
2
Wilayah administrasi pemerintahan Kecamatan Kenjeran dibagi dalam 4 kelurahan, yaitu : Kelurahan Sidotopo Wetan, Kelurahan Tanahkali Kedinding, Kelurahan Bulak Banteng, Kelurahan Tambak Wedi. Jumlah penduduk Kecamatan Kenjeran, yaitu laki-laki sebanyak 64.630 jiwa dan perempuan sebanyak 62.993 jiwa. (Anonim, 2009). Sebagian besar penduduknya (90%) adalah pendatang dari luar Surabaya. Dari data yang diperoleh, didapatkan gambaran bahwa penduduk pada setiap keluarga memiliki jumlah anak yang cukup banyak. Dengan banyaknya keluarga yang ditanggung sedangkan penghasilan tidak menentu maka kesempatan anak-anak mengenyam pendidikan maksimal masih sedikit. Kondisi sosial budaya masyarakat menunjukkan suatu ciri masyarakat pedesaan (rural), yang ditunjukkan dengan adanya keakraban, guyub, kebersamaan antar tetangga walaupun lingkungannya sudah berupa perkotaan. Dengan demikian karakter kehidupan pedesaan masih mendominasi sistem perilaku sosial budaya mereka. Dengan kondisi pendapatan yang minim, ditambah kewajiban membayar uang sewa rumah yang cukup membebani, menyebabkan tidak tersedianya dana lebih untuk memperbaiki atau meningkatkan kesehatan lingkungannya. Sanitasi existing di Kecamatan Kenjeran juga memperlihatkan kondisi yang memprihatinkan khususnya di Kelurahan Tambak Wedi. Kesadaran masyarakat yang minim akan sanitasi disebabkan karena kurangnya pendidikan formal di kalangan masyarakat tersebut. Sebagian masyarakat masih ada yang buang air besar (BAB) dan sebagian yang lain belum mempunyai sarana sanitasi yang layak dan memadai. Sampah / limbah padat hasil perikanan atau aktivitas nelayan masih belum bisa dikelola dengan baik. Selokan penyalur air buangan domestik banyak yang tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi kemampetan saluran air buangan dan genangan air.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Survey dan Kuesioner Pengisian Kuesioner oleh warga masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan
fasilitas
sanitasi
masyarakat.
Kuisioner
ini
menggunakan
metode
Proportionate Stratified Random Sampling berdasarkan pada penghasilan masyarakat yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Low Income, Middle Income dan High Income. Survey dan kuisioner dilakukan dengan wawancara kepada masyarakat yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk prosentase dan diagram. Hasil survey ini digunakan mengetahui identitas masyarakat dan persepsi masyarakat tentang sanitasi. Identitas masyarakat untuk mengetahui latar belakang responden yang berisi tentang tingkat pendidikan, pekerjaan, perekonomian responden, status huni. Persepsi tentang sanitasi untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap fasilitas sanitasi yang ditawarkan. Persepsi tentang sanitasi berisi tentang perilaku dan harapan, tingkat akses fasilitas sanitasi. Hasil survey menunjukkan bahwa daerah prioritas perencanaan adalah Kelurahan Tambak Wedi dengan kondisi existing sanitasi di lingkungan tersebut kurang layak pakai. Dari hasil survey tersebut terlihat bahwa persepsi masyarakat Kelurahan Tambak Wedi terhadap sanitasi cukup buruk dan sebagian besar dari mereka asing dengan istilah ‘sanitasi’. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa perilaku dan harapan masyarakat Tambak Wedi terhadap sanitasi cukup buruk, hal ini dapat dilihat dari prosentase “Kesadaran Masyarakat untuk Mencuci Tangan Sebelum Makan atau Sesudah Buang Air Besar, Tempat Masyarakat untuk BAB, Kepuasan Masyarakat terhadap kondisi sanitasi lingkungan” yang cukup rendah. Hasil tersebut juga didukung dari tingkat akses masyarakat terhadap fasilitas sanitasi dengan prosentase “Tercukupinya Kebutuhan Air bersih untuk Kebutuhan Sanitasi, Kepemilikan Jamban Pribadi dengan Septic Tank, Kepemilikan Jamban Pribadi dengan Karakteristik Jamban yang Baik” yang rendah pula. 4
Teknologi yang Digunakan
Teknologi yang akan digunakan pada Kecamatan Tambak Wedi adalah MCK Plus + + yang terdiri dari toilet, kamar mandi, dan tempat cuci termasuk pencucian ikan yang dilengkapi dengan biodigester sebagai penghasil biogas dan sistem pengolahan limbah. Istilah MCK Plus + + ini didapat berdasarkan kegunaan masing-masing unit. Sistem pengolahan limbah terdiri dari Anaerobic Baffled Reactor (ABR) seperti yang telah dipertimbangkan pada sub bab “Pemilihan Alternatif Pengolahan”. MCK Plus + + yang direncanakan dapat melayani untuk 300 jiwa. Potensi pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan harus didapatkan dengan karakter dan volume berbeda dari masing-masing sumber. Prinsip pengolahan dan pemanfaatan yang dilakukan adalah menggunakan prinsip segregasi limbah dari sumber untuk membedakan karakteristik limbah yang dihasilkan. Secara singkat prinsip pengolahan dan pemanfaatan yang digunakan adalah segregasi limbah di sumber kemudian pengolahan limbah sesuai dengan jenis dan karakter, pemanfaatan limbah sesuai karakter, pengolahan limbah dan effluent yang tidak dapat dimanfaatkan. Segregasi limbah dibagi menjadi tinja (black water), urine, air bekas cucian (greywater). Toilet (WC) yang akan digunakan sebagai inlet dari kotoran manusia. Untuk memisahkan tinja dengan urine maka digunakan WC jenis ecosan dimana WC ini memiliki 2 lubang berbeda untuk urine dan tinja. Segregasi limbah dilakukan berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan dan potensi pemanfaatan kembali limbah tersebut. Skema segregasi limbah yang mungkin dapat diterapkan adalah sebagai berikut
5
Gambar 2. Skema Perencanaan Segregasi Limbah
Karakteristik Air Buangan Karakteristik air buangan sebagai sampling yang akan diuji diambil dari salah satu septic tank pada rumah warga yang mewakili karakteristik limbah domestik dan pencucian hasil perikanan di Kelurahan Tambak Wedi. Tabel 1. Karakteristik Air Buangan dari Sampling Rumah Nelayan Warga di Kelurahan Tambak Wedi Parameter
Satuan
Konsentrasi
pH
-
6,58
TSS
mg/L
10.644
COD
mg/L O2
3.040
BOD
mg/L O2
1.580
N (Amonium)
mg/L NH3-N
354,84
P (Phosphat)
mg/L PO4-P
10,77
Total Coliform
MPN/100ml
27x106
Sumber: Laboratorium Teknik Lingkungan ITS
6
Tabel 2. Karakteristik Air Buangan dari Sampling Limbah Domestik di daerah Surabaya Parameter
Satuan
Konsentrasi
pH
-
6,7
TSS
mg/L
43,67
COD
mg/L O2
93,67
BOD
mg/L O2
45,33
N (Amonium)
mg/L NH3-N
148,65
P (Phosphat)
mg/L PO4-P
4,65
Total Coliform
MPN/100ml
15,16 x 106
Sumber: (Kadariswan, 2007) . Kuantitas Air Buangan Kuantitas air buangan didapatkan dari kapasitas jumlah penduduk maksimum terlayani yang kemudian dikonversi menjadi debit air buangan. Debit air buangan tersebut digunakan untuk merencanakan desain pengolahan. Berikut adalah perhitungan kuantitas air buangan. Asumsi debit air buangan
= 70% x 120 L/jiwa/hari = 84 L/jiwa/hari
Kapasitas pelayanan
= kegiatan domestik + pencucian ikan
Jumlah penduduk terlayani
= (300 jiwa) + (70% x 300 jiwa x kk/5 jiwa) = 300 jiwa + 45 kk
Q rata-rata
= debit limbah domestik + debit pencucian ikan
= (300 jiwa x 84 L/jiwa/hari) + (45 kk x 60 L/kk/hari x 4 hari/minggu x minggu/7 hari) = 0,3 x 10-3 m3/det + 1,8 x 10-5 m3/det = 0,32 x 10-3 m3/det
7
Desain Tipikal MCK MCK Plus + + yang direncanakan dapat melayani kapasitas 300 orang sehingga diperlukan perhitungan jumlah ruang MCK menggunakan rumus yang telah tercantum pada SNI 03-2399-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum. Banyaknya ruang mandi, cuci dan kakus yang dibutuhkan adalah Kamar Mandi (M)
= 6 ruang
Ruang Cuci (C)
= 8 ruang
Ruang Kakus (K)
= 8 ruang
Desain Biodigester Perhitungan desain biodigester dilakukan untuk mencari dimensi yang sesuai dengan inlet yang masuk sehingga dapat menghemat biaya pembangunan dan meningkatkan optimasi gas yang diproduksi.
Tabel 3. Komposisi berat tinja manusia No Parameter
Berat
1
Berat basah/orang/hari
100 - 400 gram
2
Berat kering/orang/hari
30 - 60 gram
Sumber: Richard dkk, 1980
Pada tabel diatas dijabarkan bahwa berat basah tinja manusia adalah 100-400 gram, maka jumlah tinja yang dihasilkan adalah Berat tinja
= jumlah penduduk terlayani x berat tinja = 300 orang x 0,3 kg = 90 kg/hari
8
Limbah kotoran manusia tidak dapat langsung dimasukkan ke dalam biodigester dikarenakan mempunyai kepadatan yang tinggi sehingga akan memperlama degradasi zat organik oleh bakteri. Oleh karena itu penambahan air dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang optimum bagi bakteri. Untuk mengetahui jumlah air yang ditambahkan sebelumnya dihitung terlebih dahulu bahan kering yang ada dari tinja manusia. Bobot berat kering adalah Berat kering limbah = 12% x 90 kg/hr = 10,8 kg/hr Dari berat kering limbah yang dihasilkan didapatkan berat kadar air di dalam limbah adalah Berat air dalam limbah = 88% x 90 kg/hr = 79,2 kg/hr Berat kering agar bakteri dapat bekerja secara optimum adalah 7% dari berat total limbah (Junus, 1987). Oleh karena itu diperlukan pengenceran atau penambahan air agar dapat dipertahankan pada kondisi optimum. Air yang dibutuhkan agar berat kering menjadi 7% adalah Jumlah air dengan berat kering 7%
= 100/7 x 10,8 kg/hr = 154,28 kg/hr
Berat air yang ditambahkan adalah Berat air
= berat air dengan berat kering 7% - berat air dalam limbah = 154,28 kg/hr – 79,2 kg/hr = 75,08 kg/hr
Dengan densitas air adalah 1000 kg/m3 maka volume air yang ditambahkan adalah 75,08 kg 3 Volume air = 1000 kg / m = 0,07508 m3/hr = 75,08 liter/hr
Perbandingan berat air yang ditambahkan dan berat limbah adalah 90: 75,08. Karena perbedaan yang tidak terlalu mencolok maka angka perbandingan dibulatkan menjadi 1: 1 atau berat air yang ditambahkan hampir setara dengan berat limbah. 9
Setelah diketahui berat limbah dan air pengencer yang ditambahkan kemudian dihitung berat total inlet yang masuk ke digesters. Berat total inlet yang masuk ke digester adalah Berat total beban bahan = berat limbah + berat air ditambahkan = 90 kg + 75,08 kg = 165,08 kg Dari berat total beban yang masuk ke digester dapat diketahui volume beban limbah yang diolah. Perhitungan volume limbah menggunakan densitas air 1000 kg/m3 dikarenakan perbandingan air yang digunakan hampir sama dengan berat limbah. Dari volume beban limbah total dapat diketahui volume digester yang dibutuhkan sehingga dapat diketahui dimensi digester. berat total beban bahan 1000 Volume total = 165,08 kg 3 = 1000 kg / m = 0,16508 m3
Sehingga digester yang akan dibangun harus mempunyai kapasitas 0,16508 m3 atau lebih. Waktu retensi untuk lumpur (sludge retention time-SRT) pada suhu 30o C adalah 14 hari. Suhu 30o C dipilih karena suhu rata-rata biodigester di daerah tropis.
Tabel 4. Waktu retensi lumpur pada anaerobic digester Operating
SRT
temperature, o C
(minimum)
18
11
28
24
8
20
30
6
14
35
4
10
40
4
10
Sumber: Metcalf & Eddy (2003) 10
SRTdes
Setelah diketahui volume dan waktu retensi lumpur maka didapatkan volume dan dimensi dari biodigester yang akan dibangun. Volume digester
= volume limbah (m3/hr) x waktu retensi lumpur (hr) = 0,16508 m3/hr x 14 hr = 2,31 m3
Cetakan base beton yang ada berdiameter 0,8 m sehingga dengan rumus volume silinder v=
1 ×π × d 2 × t 4
tinggi dari digester adalah 2,31 =
1 × 3,14 × 0,8 2 × t 4
t = 4,6 m Di dalam biodigester, lumpur tidak memenuhi seluruh digester namun disisakan ruangan sedikit untuk menampung gas sementara yaitu sebanyak 1/3 dari tinggi keseluruhan. 1 × tinggi total Tinggi ruang gas = 3 1 × 4,6 m Tinggi ruang gas = 3 = 1,53 m
Tinggi biodigester adalah
= tinggi awal (m) + tinggi ruang gas (m) = 4,6 m + 1,53 m = 6,13 m
Cetakan base beton memiliki tinggi 60 cm (0,6 m) untuk setiap cetakannya. Sehingga cetakan base beton yang digunakan adalah 11 buah dengan ketinggian total 6,6 m. Desain biodigester yang digunakan memiliki masa pakai. Hal ini dikarenakan lumpur yang keluar sebagai efluent dari biodigester masih ada tersisa (lumpur dengan kepadatan tinggi). Sehingga biodigester tidak selamanya dapat digunakan dan sekali waktu dibutuhkan pengurasan. Perhitungan masa pakai digester menggunakan volume lumpur.
11
Volume lumpur dihitung dengan rumus
V=
Ms ρ w .S sl .Ps
dimana:
V
= volume, m3
Ms
= berat kering, kg
ρw
= massa jenis air, 1000 kg/m3
Ssl
= spesifik gravity lumpur
Ps
= pesen solid dalam desimal
(Sumber: Metcalf & Eddy, 2003)
Bila diketahui densitas air adalah 1000 kg/m3; volume beban limbah dari hasil perhitungan adalah 0,16508 m3/hr; dry volatile solid pada lumpur adalah 0,15; spesifik gravity pada lumpur 1,02, dan persen solid sebagai desimal adalah 0,12 (12%). Sehingga dengan rumus diatas didapatkan volume lumpur (0,16508 × 0,15) Vlumpur = (1,02 × 1000 × 0,12) = 0,0002 m3/hr
Dengan volume lumpur yang mengendap adalah 0,00625 m3/hr kemudian dihitung masa pakai dalam hari (t) =ݐ
t=
2,31 m 3 3 0,0002 m
ܸ݉( ݎ݁ݐݏ݁݃݅݀ ݁݉ݑ݈ଷ ) ݉ଷ ܸ) ( ݎݑ݉ݑ݈ ݁݉ݑ݈ ℎݎ
hr = 11.418 hari = 31,28 tahun
Masa pakai biodigester adalah 31,28 tahun dengan pemakaian rutin dan penambahan bahan yang sama. Masa pakai dapat berkurang tergantung dari bahan dan jumlah air yang ditambahkan. 12
Perhitungan Pemenuhan Energi Perhitungan pemenuhan energi yang dihasilkan dari biodigester akan diuraikan sebagai berikut. Tabel 5. Potensi produksi gas dari berbagai tipe bahan Tipe Kotoran
Produksi gas per Kg kotoran (m3)
Sapi
0,023-0,040
Babi
0,040-0,059
Peternakan ayam
0,065-0,116
Manusia
0,020-0,028
Sumber: Wahyuni, 2009
Berdasarkan tabel diatas produksi gas yang dihasilkan oleh manusia adalah 0,020-0,028 m3/kg kotoran. Bila diasumsikan gas yang dihasilkan adalah 0,020 m3/kg maka besar gas yang diproduksi dari 2.779,5 kg limbah adalah V gas = 90 kg x 0,020 m3/kg = 1,8 m3hr Volume methana yang dihasilkan jika kandungan dari methana adalah 60% maka 60 × 1,8 m 3 V methana = 100 = 1,08 m3/hr
Perhitungan volume metana yang dihasilkan dari ABR diuraikan pada sub bab desain ABR menggunakan rumus sebagai berikut. V = 0,35 m3/kg {[E.Q.So (103 g/kg)-1] – 1,42 (Px)} Sehingga dihasilkan volume metana dari ABR adalah = 1,08 m3/hari. Dari perhitungan energi di atas didapatkan bahwa limbah yang dihasilkan dalam sehari menghasilkan gas methana sebesar (2 x 1,08 m3) = 2,16 m3 sedangkan volume methana yang dibutuhkan untuk memenuhi energi dalam sehari adalah 0,4 m3/hr (Iswara 13
dan Wardahni, 2010). Dari sini dapat disimpulkan bahwa kebutuhan energi dalam 1 keluarga dapat tercukupi bahkan energi yang dihasilkan dapat mencukupi sekitar 5-6 keluarga.
Pemanfaatan Energi Biogas Masyarakat ditawarkan energi biogas yang dihasilkan dapat dipakai untuk pemanas air (water heater) yang dipasang di kamar mandi. Energi biogas dapat dibakar untuk memanaskan air sampai suhu tertentu yang nyaman untuk mandi. Penggunaan energi biogas untuk pemanas air tentunya menjadikan iurannya lebih mahal ketimbang iuran mandi biasa karena dijadikan sebagai biaya operasional memanaskan air. Energi biogas juga dapat dimanfaatkan untuk industri rumah tangga krupuk yang tersebar di sekitar pantai.
Anaerobic Baffle Reactor (ABR) Kriteria perencanaan: •
Organic Loading (OL)
= 1 – 8 kg COD/m3.jam
•
Hydraulic retention time
= 2 – 8 jam
•
Hydraulic loading rate
= 16,8 – 38,4 m3/m2.hari
•
Kecepatan aliran permukaan (Vup)
= 0,7 – 1,7 m/jam
(Mc Carty & Bachman, 1981) Direncanakan: o Q rata-rata
= 26,743 m3/hari
o θ
= 2 jam
o Lebar bak
=1m
o Konsentrasi substrat influen (So) = 176,53 mg/l
14
Perhitungan dimensi ABR = 26,743 m3/hari x 2 jam x 1 hari/24 jam
Volume (V)
= 2,23 m3
Q HLR
=
Asurface
16,8 m3/m2.hari
=
26,743 Asurface
Asurface = 1,6 m2 Luas (A)
= panjang x lebar
1,6 m2 = panjang x 1 m Panjang bak
= 1,6 m ≈ 2 m V
Kedalaman (h) = Cek volume
Asurface
=
2,23 m3 1,6 m2
= 1,5 m
= 2 x 1 x 1,5 = 3 m3
Gambar 5.2 Sketsa Volume ABR
Direncanakan ABR dibagi atas 5 kompartemen dan panjang masing-masing kompartemen sebesar 40 cm.
Perhitungan konsentrasi MLVSS Direncanakan: k
= 0,5 / hari
θ
= 0,09 hari 15
S – So = - k × θ (52,96 – 176,53) mg/L X
= - 0,5 / hari × (X) × 0,09 hari = 2.746 mg/L
Perhitungan jumlah lumpur So − S Q ×Y × × So So × 10 −3 1 + kd × θc Produksi lumpur (Px) = (176,53 − 52,96) 26,743 × 0,05 × × 176,53 176,53 × 10 −3 + × 1 0 , 03 0 , 072 Px =
= 0,16 kg/hari
Kontrol rasio F/M 26,743 m 3 / hari × (176,53 − 52,96) mg / L = 0,4 / hari 3 3 m × 2 . 746 mg / L F/M =
Perhitungan produksi gas methan
So − S (176,53 − 52,96) mg / L E= = = 0,7 176,53 mg / L So V CH4 = 0,35 m3/kg [(E x Q x So x 10-3) - 1,42 Px] = 0,35 x [(0,7 x 26,753 x 176,53 x 10-3) – (1,42 x 0,16)] = 1,08 m3/hari
Pipa influent, pipa antar kompartemen, pipa effluent Pipa influent Pipa influent merupakan pipa awal dari sumur pengumpul yang masuk ke dalam reaktor ABR dengan diameter 150 mm dan kecepatan aliran sebesar 1 m/det. Pipa antar kompartemen 16
Pipa kompartemen merupakan pipa penghubung antar kompartemen dengan kompartemen lainnya, diameter rencana 100 mm. Jumlah pipa tiap kompartemen sebanyak 3 pipa.
Gambar 5.3 Sketsa Potongan Melintang ABR
= Q tiap pipa
Qbak 26,753 m 3 / hari = = 3 3 8,92 m3/hari
Kecepatan aliran tiap pipa
Q Q = A 1 × π × ( D) 2 4 = 8,92 m 3 / hari 1 2 = 4 × π × (0,1m) = 1.136 m/hari = 0,013 m/det
•
Total headloss
Direncanakan panjang pipa antar kompartemen sebesar 1 m. Headloss Mayor
Hf mayor
Q 0,2785 × C × D 2,63 =
=
1,85
×L
8,92 m 3 / hari × 1hari / 86400 det 0,2785 × 120 × (0,1m) 2, 63
= 4,7 x 10-6 m Headloss Minor: 17
1,85
×1
v 2 (0,013m / det) 2 = 2 g 2 × 9,81m / det 2 o Head kecepatan (Hv) = = 8,6 x 10-6 m o Aksesoris 2 elbow 90˚; k = 0,2 Hm = k × Hv = 2 × (0,2 × 8,6 x 10-6 m) = 3,44 × 10-6 m Total headloss minor = 8,6 x 10-6 m + 3,44 × 10-6 m = 1,2 x 10-5 m o Total headloss tiap pipa
= 4,7 x 10-6 m + 1,2 x 10-5 m
= 1,7 x 10-5 m o
Total headloss tiap kompartemen = 3 x (1,7 x 10-5) m = 5,02 x 10-5 m
Pipa effluent Direncanakan menggunakan pipa PVC dengan kecepatan sebesar 1 m/dt.
Gambar 5.4 Sketsa Potongan Membujur ABR =
Luas penampang (A)
Q V
26,753 m 3 / hari × 1hari / 86400 det 1m / det = 18
= 0,00031 m2 4× A
Diameter pipa (D)
π
=
=
4 × 0,00031 3,14
= 0,02 m2 ≈ 0,05 m Q Q = A 1 × π × ( D) 2 4 =
v
0,00031m 3 / det = 1 × π × (0,05m) 2 = 4 0,16 m/det Pompa lumpur: •
Pipa lumpur
Direncanakan: − Pengurasan dilakukan setiap 3 hari dengan volume lumpur 0,23 m3/hari sehingga V = 0,69 m3/3hari − Kecepatan aliran (v) = 1 m/det − Waktu pengurasan lumpur (t) = 15 menit = 900 detik Volume 0,69 m 3 = = = t 900 det 0,00077 m3/det Q = A
Q 0,00077m 3 / det = = v 1m / det 0,00077 m2 4× A
Diameter pipa (D)
=
π
=
4 × 0,00077 3,14
= 0,031 m ≈ 0,05 m
Cek kecepatan (v)
Q Q = A 1 × π × ( D) 2 4 =
0,00077 m 3 / det = 1 × π × (0,05 m) 2 = 4 0,4 m/det 19
•
Pompa lumpur
Total headloss Headloss mayor: 1. Pipa suction
Hf mayor
Q 0,2785 × C × D 2,63 =
1,85
×L
0,00077 m 3 / det 0,2785 × 120 × (0,05) 2, 63 =
1,85
× 1m
= 5,6 x 10-3 m 2. Pipa discharge
Hf mayor
Q 0,2785 × C × D 2,63 =
1,85
×L
0,00077 m 3 / det 2 , 63 0,2785 × 120 × (0,05m) =
= 5,6 x 10-2 m Total headloss mayor = 5,6 x 10-3 m + 5,6 x 10-2 m = 0,062 m Headloss Minor: o Head Kecepatan
Hv
(0,4 m / det) 2 v2 = = 2 2 g × 2 9 , 8 m / det = 8,2 x 10-3 m o Aksesoris
2 elbow 90˚; k = 0,2 1 gate valve, k = 0,19 k in = 0,5 Hm
k out = 1
= (kgate valve + Kelbow + kin + kout) × Hv = (0,19 + (2 × 0,2) + 0,5 + 1) × 8,2 x 10-3 m 20
1,85
× 10m
= 0,017 m Total headloss minor = 8,2 x 10-3 m + 0,017 m = 0,0253 m •
Total Headloss tiap pipa
= 0,062 m + 0,0253 m
= 0,0873 m
Mass balance ABR Efisiensi removal ABR: COD = 70 %
N
= 50 %
BOD = 70 %
P
= 50 %
TSS
= 80 %
Removal M CODr
= 4,72 kg/hari × 70 % = 3,304 kg/hari
M BODr
= 3,582 kg/hari × 70 % = 2,5074 kg/hari
M TSSr
= 17,554 kg/hari × 80 % = 14,0432 kg/hari
M Nr
= 4,292 kg/hari × 50 % = 2,146 kg/hari
M Pr
= 0,133 kg/hari × 50 %
= 0,0665 kg/hari
Perhitungan volume lumpur: Lumpur terdiri dari 94 % air dan 6 % TSS; Sgs = 1,4 dan Sga = 1 1 0,06 0,94 = + = 1,017 Sg L 1,4 1
M TSS = 6 % × massa lumpur SgL
= 1,017 dan massa jenis air = 1000 kg/m3
Massa lumpur = (100/6) × 14,0432 kg/hari = 234,053 kg/hari = Debit lumpur
234,053 = 1,017 × 1000 0,23 m3/hari 21
3,304 = 14,36 COD lumpur = 0,23 kg/m3 = 14,36 × 103 mg/L 2,5074 = 10,9 kg/m3 = 10,9 × 103 mg/L BOD lumpur = 0,23 2,146 = 9,33 0 , 23 kg/m3 = 933 mg/L N lumpur = 0,0665 = 0,29 P lumpur = 0,23 kg/m3 = 290 mg/L
Effluent Debit effluent = Q in – Qlumpur = 26,753 – 0,23 = 26,523 m3/hari M CODef
= 4,72 – 3,304 = 1,416 kg/hari
CODef
= 1,416 / 26,523 = 0,053 kg/m3 = 53 mg/L
M BODef
= 1,0746 kg/hari
BODef
= 0,04 kg/m3 = 40 mg/L
M TSSef
= 3,5108 kg/hari
TSSef
= 0,132 kg/m3 = 132 mg/L
M Nef
= 2,146 kg/hari
Nef
= 80,9 mg/L
M Pef
= 0,0665 kg/hari
Pef
= 2,5 mg/L
Effluent yang dihasilkan dari efisiensi removal ABR menunjukkan bahwa konsentrasi tiap parameter tidak melebihi dari Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jawa Timur, sehingga dapat dibuang ke badan air dan tidak mengakibatkan penurunan 22
kualitas badan air sesuai dengan peruntukkannya. Effluent yang dihasilkan direncanakan untuk dimanfaatkan sebagai aquaculture (pembibitan ikan).
KESIMPULAN Berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: Hasil survey tingkat kelayakan fasilitas sanitasi pada masyarakat Kecamatan Kenjeran menunjukkan bahwa Kelurahan yang diprioritaskan dalam perencanaan sanitasi masyarakat ini adalah Kelurahan Tambak Wedi. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan lingkungan dan fasilitas sanitasi yang masih buruk. Teknologi yang digunakan pada perencanaan kali ini adalah MCK + + komunal yang terdiri dari toilet, kamar mandi, dan tempat cuci termasuk pencucian ikan yang dilengkapi dengan biodigester sebagai penghasil biogas dan sistem pengolahan limbah. Sistem pengolahan limbah terdiri dari Anaerobic Baffle Reactor (ABR). Pemilihan ini berdasarkan pertimbangan sempitnya lahan tiap rumah, jarak rumah yang saling berdekatan, memanfaatkan hasil biogas sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat dan sebagai pemicu agar masyarakat sadar akan bahaya buang air besar sembarangan. Kajian lebih lanjut kelayakan MCK menjadi rencana bisnis usaha yang berpotensi agar bisa menjadi model di tempat lain. Hasil dari produksi biogas dan aquaculture untuk pembiayaan operasional sehingga diharapkan tanpa memungut biaya dari masyarakat pengguna MCK.
23
DAFTAR PUSTAKA 1. Alaerts, G dan Sumestri, S., 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. 2. Anonim. 2007. Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 3. Anonim. 2009. Data Monografi Kecamatan Kenjeran. 4. Bachman, A., Beard, V. L., dan McCarty, P. L. 1985. Performance Characteristic of The Anaerobic Baffled Reactor. Water Research 19, 1: 99106. 5. Barber, W. P. dan David, C. S. 1999. The Use of The Anaerobic Baffled Reactor (ABR) for Wastewater Treatment: A Review. Water Research. Elsevier Science Ltd. London Vol. 33. No. 7. 6. Chochran, W. G. 1991. Teknik Pengambilan Sampel. Edisi ketiga, Jakarta: UIPress. 7. Fauziyati, A., Agustus. 2008. Adaptasi Fisiologi Selama Puasa. Jurnal Logika 5, 1: 7-8. 8. Grobicky, A. M. W., Stuckey, D. C. 1991. Performance of The Anaerobic Baffled Reactor Under Steady State and Shock loading Condition. Biotechnology. Bioeng, 37: 344-355. 9. Hudori, Agustus. 2007. Pemanfaatan Urine Manusia sebagai Pupuk pada Tanaman Tomat. 279-284 10. Iswara, A. P., dan Wardahni, E. K. 2010. Aplikasi Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Domestik sebagai Sumber Energi Alternatif dan
24
Penerapan dalam Sanitasi Masyarakat Perdesaan Kabupaten kediri. Surabaya: Teknik Lingkungan FTSP-ITS. 11. Junus, M. 1987. Teknik Membuat dan Memanfaatkan Gas Bio. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 12. Kadariswan, A. 2007. Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah Beserta Instalasi Pengolahan Air Limbah Perumahan Dosen dan Asrama Mahasiswa ITS. Surabaya: Teknik Lingkungan FTSP-ITS. 13. Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse. Fourth edition, New York: McGraw Hill.. 14. Polprasert dan Chongkrak. 1996. Organic Waste and Management.
Recycling:
Technology
Second edition, Singapura: Jhon Willey & sons, Jin Xing
Destripark. 15. Pranoto, I. S. 2002. Proses Biokimia DEWATS. Yogyakarta: LPTP-BORDA. 16. Qasim, S. R. 1985. Wastewater Treatment Plants; Planning, Design, adn Operation. CBS International edition. Buston: PWS Publishing Co. 17. Reynolds, T. D, dan Richards, P. A. 1996. Unit Operation and Processes In Environmental Engineering. 2nd Edition. Buston: PWS Publishing Co. 18. Richard, G. F., dkk. 1989. Appropriate for Water Supply and Sanitation, Transportation. Water and Telecomunication Department of The World Bank. 19. Sasse, L. 1998. Decentralized wastewater Treatment in Developing Countries. BORDA, Bremen. 20. Singarimbun, M. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
25