FEAR OF SUCCESS PADA WANITA JAWA YANG BEKERJA
Nama
: Diah Woro Nensi Kusuma Ningrum
NPM
: 10502064
Fakultas
: Psikologi
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mendasar mengenai fear of success pada wanita suku jawa yang bekerja, faktor-faktor apa yang mempengaruhi fear of success pada wanita suku jawa yang bekerja serta bagaimana proses terbentuknya fear of success pada wanita suku jawa yang bekerja. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dimana didalamnya digunakan metode observasi dan wawancara. Observasi yang dilakukan di dua tempat antara lain dilingkungan rumah dan kantor subjek, begitu juga dengan wawancara yang dilaksanakan ditempat yang sama. Dalam melakukan observasi penulis memilih jenis penelitian observasi non-partisipan. Jenis observasi ini dipilih karena penulis tidak turut ambil bagian secara langsung dalam kegiatan subjek atau tidak berada dalam keadaan objek yang di observasi, sedangkan dalam melakukan wawancara penulis menggunakan tipe wawancara dengan pedoman umum. Sebelumnya penulis telah menyiapkan pedoman wawancara, tetapi pedoman tersebut dapat saja berubah sesuai saat wawancara berlangsung. Subjek penelitian ini adalah empat orang wanita bekerja suku jawa dengan usia antara 20 – 30 tahun dan telah menikah serta telah memiliki anak. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa ke empat subjek yang diteliti memiliki loss of feminity (kehilangan feminitas) dan memiliki loss of social self esteem (kehilangan harga diri sosial) yaitu dua memiliki loss of self esteem yang tinggi dan dua diantaranya memiliki loss of social self esteem (kehilangan harga diri sosial) sedang. Disamping itu dari ke empat subjek tersebut ternyata dua subjek memiliki loss of social rejection (ketakutan akan penolakan dari lingkungan) tinggi, satu subjek memiliki loss of social rejection (ketakutan akan penolakan dari lingkungan) sedang, satu subjek memiliki loss of social rejection (ketakutan akan penolakan dari lingkungan) rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ke empat subjek mengalami fear of success.
Kata kunci : Fear of Success, Orientasi Peran gender
PENDAHULUAN Perempuan dengan pandangan tradisional menganggap kedudukan suami lebih dominan dari pada isteri atau ibu rumah tangga. Kekuasaan, kepemimpinan dalam keluarga berada di tangan suami. Perempuan dengan pandangan tradisional akan lebih memilih untuk berada di rumah. Setelah menikah perempuan tersebut akan mencurahkan tenaganya untuk suami dan keluarganya. Sehingga mereka akan menjalani peran domestik, yaitu tinggal di rumah, memasak, membersihkan rumah, mencuci, mengurus anak-anak dan suaminya, serta mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya hanya untuk keluarga. Sejalan dengan perkembangan teknologi serta globalisasi terjadi perubahan tuntutan peran pada wanita, dimana wanita mulai masuk kedalam peran sosial, seperti mereka melakukan sosialisasi dengan cara keluar rumah, mengaktualisasikan diri, serta mereka mulai terjun ke dalam berbagai aktivitas ataupun berbagai macam bentuk kegiatan, bahkan ada yang terjun ke dalam dunia kerja untuk mengembangkan pendidikannya serta potensi yang dimilikinya. Bahkan saat ini banyak di antara mereka yang mulai mencapai posisi penting atau posisi tinggi di dalam pekerjaan mereka. Akan tetapi di lain sisi bagi wanita yang berpandangan tradisional atau feminim akan tetap merasa bahwa mereka harus bertanggung jawab terhadap anak, suami, urusan rumah tangga, urusan keluarga, dan lain sebagainya. Dowling (Scanzoni, 1981) menyatakan bahwa wanita dengan karakteristik tradisional menganggap bahwa wanita yang berhasil adalah wanita yang mampu membesarkan, membimbing dan mendidik anak-anaknya sehingga berhasil dalam pendidikan serta mendorong suami mencapai kesuksesan dalam pekerjaannya. Sehingga wanita dengan konsep ini adalah memandang karir bukan merupakan suatu hal yang menjadi prioritas utama akan tetapi keluarga yang utama dan akan selalu fokus pada urusan rumah tangga atau keluarganya. Di Indonesia pada budaya jawa memandang wanita masih diletakkan pada wilayah-wilayah domestik. Bahkan ketika kesempatan memperoleh pendidikan sudah terbuka lebar bagi siapapun, masih ada stigma bahwa perempuan boleh saja berpendidikan tinggi akan tetapi tetap tidak boleh melupakan tugasnya di wilayah domestik
(mengurus
rumah
tangga
dan
menjaga
anak).
Perempuan Jawa selalu diidentikkan dengan kelemah lembutan, penurut, sopan santun, dan beberapa sifat feminim lainnya. Bahkan ada falsafah bahwa seorang istri adalah konco wingking bagi suaminya. Seorang istri harus mendukung suaminya dari belakang tanpa boleh mendahului langkah suaminya. Menempatkan posisi seorang istri lebih rendah dari suami. Ada pula falsafah Jawa lain yang harus dipegang oleh seorang istri terhadap suaminya, yakni “surgo nunut neroko katut”. Falsafah tersebut menyiratkan bahwa seorang istri harus mengikuti suaminya. Keputusan mutlak di tangan laki-laki dan perempuan berkewajiban menurutinya tanpa boleh membantah. Adanya pandangan ini pada seorang wanita mengakibatkan ia tidak dapat mengembangkan potensinya secara optimal, akibatnya juga akan terhambat untuk meraih prestasi yang maksimal. Keadaan dimana seorang wanita merasa takut untuk berusaha meraih prestasi atau kesuksesan ini kemudian dikenal sebagi fear of success, yang menurut beberapa ahli timbul karena adanya ketakutan kecemasan akan menerima konsekwensi negatif dari masyarakat akibat sukses yang diraihnya.
TINJAUAN PUSTAKA FEAR OF SUCCESS Fear of success dapat didefenisikan sebagai “ A set of realistic expectancies about a negative consequences of deviancy from aset of norms (Condry dan Condry dalam Frieze, 2001). Selanjutnya Good dan Good (dalam Frieze, 2001) menjelaskan Fear of success is experienced by people who worry about antagonizing
others
as a resut of succeeding. Penyebab yang mendasar pada diri wanita sehingga muncul fear of success adalah karena adanya Irrational beliefs, terdapat tiga factor yang menjadipenyebabnya, antara lain : Pertama adalah perasaan pada diri wanita bahwa keberhasilannya dalam pekerjaan menyebabkan ia kehilangan feminitas (loss of feminity). Dowling (dalam Sconzoni, 1981) menyatakan bahwa masyarakat menganggap perempuan yang berhasil adalah wanita yang mampu membesarkan, membimbing, dan mendidik anak-anaknya sehingga berhasil dalam pendidikan serta mendorong suami mencapai kesuksesan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, meskipun wanita sukses dalam pekerjaannya, namun
kurang berhasil atau bahkan gagal sebagai istri dan ibu, maka penghargaan masyarakat terhadap dirinya sebagai wanita akan berkurang. Akibatnya wanita akan merasa kehilangan feminitasnya. Kedua adalah loss of social self-esteem yaitu kehilangan harga diri sosial, dimana wanita merasa takut bahwa keberhasilan yang diraihnya menyebabkan kurangnya penghargaan dari lingkungan terhadap dirinya sebagai perempuan. Dengan kata lain, bahwa kurang adanya penghargaan masyarakat terhadap diri wanita yang sukses dikarenakan wanita tidak dapat menampilkan sifat feminim. Yang terakhir adalah loss of social rejection, yaitu ketakutan akan penolakan sosial ketika wanita harus berkompetisi dengan pria dalam dunia kerja. Bentuk penolakan ini ditunjukkan dengan tidak diikutsertakannya seorang wanita yang sukses dalam kegiatan kelompok, kurang disenangi oleh teman-temannya baik pria maupun wanita (Shaw & Costanzo, 1982). WANITA JAWA Sardjono (1992) menyatakan pria-pria jawa dari kalangan maupun dari kalangan dengan pendidikan formal apapun menunjukkan ciri-ciri yang sama dalam beberapa hal. Misalnya dalam memandang eksistensi seorang isteri tidak setara dengannya. Isteri merupakan tempat dimana suami mendapatkan layanan, kemudahan-kemudahan dan kesenangan. Sardjono (1992) mengungkapkan mengenai pandangan tentang wanita jawa yang menyatakan kedudukan wanita jawa tidak sama dengan pria, namun dari dirinya dituntut cirri-ciri terhormat antara lain : a. Kesetiaan, kepatuhan, kesabaran, kemampuan menyembunyikan gejolak batin, b. Pasrah atau nerimo ing pandrum dan kompromis. ORIENTASI PERAN GENDER Kata gender berarti jenis kelamin, sedangkan gene mengandung arti plasma pembawa sifat didalam keturunan. Saptari & Holzner (dalam Abdullah, 1997) menjelaskan bahwa gender adalah keadaan individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan, memperoleh ciri-ciri sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem simbol masyarakat yang bersangkutan.
Pendapat diatas didukung oleh Cristensen (dalam Duvall, 1977) yang menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki berbeda secara biologis dan kepribadian. Secara biologis yang sering disebut sex, ciri-ciri seperti prostat, berpenis, berjakun adalah ciri-ciri yang terdapat pada laki-laki dan tidak dimiliki perempuan. Begitu pula vagina, hamil, menyusui adalah ciri-ciri dari perempuan yang tidak dimiliki laki-laki. Sedangkan kepribadian, ciri-ciri seperti kuat, gagah, berani, lemah lembut, halus, sabar, peka, merupakan ciri-ciri kepribadian pada masing-masing individu sesuai jenis kelaminnya. Jadi gender adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan (maskulinitas dan feminitas) yang diciptakan oleh manusia, dapat ditukar atau diubah sesuai tempat, waktu dan lingkungan sosial. ASPEK-ASPEK PANDANGAN PERAN GENDER Menurut William & Best (1990), pandangan normatif mengenai bagaimana seharusnya hubungan peran antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang dikaitkan dengan kultur budaya disebut sebagai pandangan peran gender (gender role ideology). Pandangan ini bervariasi sepanjang suatu kontinum dimulai dari pandangan tradisional sampai dengan pandangan modern. Adapun aspek-aspek pandangan peran gender menurut Klain & Tilby (dalam William & Best, 1990) adalah sebagai berikut : a. Peran kerja dari laki-laki dan perempuan Aspek diatas mencakup pembagian peran dalam pekerjaan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan dalam perkawinan. b. Tanggung jawab sebagai orang tua Dalam hal ini meliputi tanggung jawab dan kewajiban orang tua terhadap anakanaknya, terhadap masing-masing pasangan suami isteri dan terhadap pekerjaan rumah tangga. c. Hubungan antar subjek Aspek ini mencakup aktivitas yang dilakukan baik suami ataupun isteri yang berhubungan dengan orang lain selain pasangan tersebut di dalam perkawinannya. d. Peran khusus kodrat perempuan Aspek ini menjelaskan peran yang harus dilakukan isteri sebagai perempuan dalam kedudukannya baik di rumah tangga maupun di dalam masyarakat.
WANITA BEKERJA Matlin (1987) menggunakan istilah working mothers, yang mengacu kepada dua pengertian, yaitu wanita yang bekerja di luar rumah yang memperoleh penghasilan sebagai imbalannya bekerja dan wanita yang tidak memperoleh penghasilan karena bekerja di dalam rumah. Sedangkan ia menemukan secara khusus mengenai wanita yang bekerja di luar rumah dan memperoleh penghasilan dari hasil bekerjanya sebagai employed women. Selanjutnya Pandia (1997) menyatakan bahwa wanita bekerja (employed women) adalah wanita yang bekerja di luar rumah dan menerima uang atau memperoleh penghasilan dari hasil pekerjannya. Selanjutnya Kebutuhan yang timbul pada wanita untuk bekerja adalah sama seperti pria, yaitu kebutuhan psikologis, rasa aman, sosial, ego dan aktualisasi diri. Bagi diri wanita itu sendiri sebenarnya dengan bekerja di luar rumah, ia akan mencapai suatu pemuasan kebutuhan. Menurut Umar (dalam Diana, 1990) bahwa dengan bekerja maka wanita dapat mencapai identitas diri, tingkat tertentu dalam golongan, tingkat sosial tertentu dalam masyarakat, kemungkinan untuk mengadakan kontak sosial, merasa senang dan terlepas dari bosan, melakukan sesuatu yang kostruktif dan kreatif, dapat menyumbangkan ide-idenya dan melakukan penyembuhan diri dari situasi yang menekan dan rutin. Kemudian Menurut Munandar (dalam Pandia, 1997) ada beberapa alasan mengapa wanita bekerja, antara lain yaitu menambah penghasilan, menghindari rasa bosan atau jenuh dalam mengisi waktu luang, mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan, memperoleh status, mengembangkan diri. METODE PENELITIAN Subjek penelitian adalah seorang wanita suku Jawa yang bekerja, usia antara 2030 tahun. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum dan observasi. Alat Bantu untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan adalah pedoman wawancara dan observasi, alat perekam dan alat tulis. Penelitian
ini
merupakan
penelitian
deskriptif.
Data
yang
dikumpulkan
diorganisasikan, dikelompokkan berdasarkan kategori, tema dan pola jawaban, diuji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data dan dicari alternative penjelasan bagi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran mendasar faer of success pada wanita suku Jawa yang bekerja Secara teoritis pada subjek 1, 2, 3 dan 4 ditemukan adanya loss of feminity yang tinggi, dimana mereka menganggap bahwa perempuan yang berhasil adalah mereka yang menyadari kodrat mereka sebagai perempuan yaitu menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik, membimbing, membesarkan anak, jika dibandingkan dengan keinginan mereka untuk menjadi wanita karir ataupun sukses dalam pekerjaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Dowling (dalam Scanzoni, 1981) yang menyatakan bahwa masyarakat menganggap perempuan yang berhasil adalah wanita yang mampu membesarkan, membimbing dan mendidik anak-anaknya sehingga berhasil dalam pendidikan serta mendorong suami mencapai kesuksesan dalam pekerjaaannya. Selenjutnya secara teoritis pada subjek 1 dan 3 ditemukan adanya loss of social selfesteem yang tinggi, dimana mereka menganggap bahwa kesuksesan yang subjek dapat akan menurunkan nilai diri mereka dimata masyarakat serta akan menimbulkan suatu kecemasan serta perasaan takut, apabila mereka tidak dapat menunjukkan sifat feminim. Hal ini sejalan dengan pendapat Dowling (1992) yang mengungkapkan bahwa wanita merasa takut bahwa keberhasilan yang di raihnya menyebabkan kurangnya penghargaan dari lingkungan terhadap dirinya sebagai perempuan. Kemudian secara teoritis dari subjek 3 ditemukan adanya loss of social rejection yang tinggi, dimana subjek merasa takut jika harus berkompetisi dengan pria karena akan dinilai tidak feminim serta jika mereka sukses maka akan membuat keluarga akan terlantar dan lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Oelzel dan Walberg (dalam Matlin, 1987) yang menyatakan bahwa wanita terlalu mementingkan berhubungan dengan orang lain hingga mereka lebih suka mengorbankan kemampuan berfikirnya dan potensinya. Faktor – faktor apa yang Menyebabkan fear of success pada wanita suku Jawa yang bekerja Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Longlois dan Downs (dalam Atkinson, 1994) menyatakan bahwa para orang tua khususnya seorang bapak lebih memikirkan perilaku seks dari pada ibu dengan bereaksi negatif ketika seorang anak berlari–lari saat bermain dengan memainkan mainan yang bersifat feminim, sedangkan dari seorang bapak lebih kurang merasa khawatir jika anak perempuan sibuk dengan permainan yang
bersifat maskulin.selanjutnya guru secara teoritis pada subjek 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat bahwa adanya peran guru dalam pembentukan peran gender, hal tersebut terlihat adanya perbedaan perlakuan antara murid laki-laki dan murid perempuan. Hal ini sesuai dengan Fagot dan Paterson (dalam Berk, 1989) yang menyatakan bahwa guru taman kanak-kanak di sekolah dasar lebih memberikan penguatan positif pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki dalam memberikan instruksi dan aktivitas bermain. Hal ini disebabkan karena anak perempuan mendapatkan tuntutan seperti ketenangan, kedisiplinan dan kepatuhan dibandingkan dengan anak laki-laki. Kemudian teman sebaya secara teoritis dari subjek 1, 2, 3 dan 4 menilai bahwa teman sebaya merupakan salah satu faktor utama dalam pembentukan peran gender terutama hubungan antar subjek yaitu pergaulan atau kegiatan yang dilakukan subjek di dalam lingkungannya. Bagaimana proses terbentuknya fear of success pada wanita suku Jawa yang bekerja Klain dan Tilby (dalam William dan Best, 1990) mengenai adanya suatu aspek yang mencakup pembagian peran dalam pekerjaan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu perkawinan. Selanjutnya tanggung jawab sebagai orang tua secara teoritis dari subjek 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan bahwa subjek telah melakukan tanggung jawabnya yang utama yaitu sebagai ibu rumah tangga, mengurus anak, suami dan keluarga karena keluarga adalah nomor satu. Perwujudan tanggung jawab sebagai orang tua tersebut ditunjukkan oleh subjek dengan cara subjek berusaha membagi waktu hari libur sepenuhnya diberikan untuk keluarga. Hal tersebut dilakukan juga oleh ketiga subjek berikutnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Klain dan Tilby (dalam William dan Best, 1990) mengenai adanya tanggung jawab dan kewajiban dari orangtua terhadap anak-anaknya, terhadap masing-masing pasangan suami isteri dan terhadap pekerjaan rumah tangga. KESIMPULAN DAN SARAN Gambaran fear of success yang dimiliki ke empat subjek dapat dilihat dari beberapa hal yakni adanya ketakutan oleh ke empat subjek mengenai penilaian adanya ketakutan kehilangan feminitas, ketakutan ini dinilai oleh masyarakat karena kurang berhasilnya atau bahkan kegagalan sebagai isteri dan seorang ibu yang baik. Kemudian ketakutan adanya konsekwensi negatif yang akan diterimanya dari masyarakat akibat telah meraih
sukses sehingga mengakibatkan subjek tidak mengembangkan potensinya secara optimal, akibatnya subjek akan terhambat untuk meraih prestasi secara maksimal. Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan fear of success dapat dipengaruhi oleh adanya sebabsebab perasaan pada diri wanita bahwa keberhasilannya dalam pekerjaan menyebabkan kehilangan feminitas (loss of feminity), perasaan takut bahwa keberhasilan yang diraih akan menyebabkan kurangnya penghargaan dari lingkungan terhadap dirinya sendiri sebagai perempuan (loss of social esteem) serta perasaan ketakutan akan penolakan social ketika wanita harus berkompetisi dengan pria dalam dunia kerja (loss of social rejection). Selanjutnya faktor – faktor yang menyebabkan fear of success yang lain adalah karena dipengaruhi oleh adanya, yakni adanya peran orang tua ketika masa kanak-kanak orang tua yang sangat mengharapkan ke empat subjek untuk menampilkan peran yang sesuai dengan jenis kelaminnya, guru, teman sebaya, media massa, pendidikan, perkawinan juga memiliki pengaruh yang sangat kuat pada diri subjek, apalagi jika hal tersebut dikaitkan dengan kultur budaya. Tempat kerja memang bukan merupakan hal penentu yang paling utama akan tetapi faktor-faktor tersebut mempengaruhi peran gender yang ditentukan dari masa kanak-kanak sampai masa dewasa. Sedangkan proses terbentuknya fear of success adalah karena peran orang tua dan juga sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Orang tua merupakan orang yang pertama menanamkan nilai-nilai tentang peran jenis kelamin, selanjutnya adanya nilai-nilai yang dianut oleh orang tua sehubungan dengan peran jenis kelamin yang kemudian diturunkan ke anak-anaknya. Selanjutnya kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat yang umumnya menilai prestasi atau kesuksesan sebagai suatu cirri wanita yang tidak feminism. Selanjutnya juga terbentuk karena adanya pandangan mengenai aspek pandangan peran gender yaitu peran kerja dari laki-laki dan perempuan, tanggung jawab sebagai orang tua, hubungan antar subjek, peran khusus kodrat perempuan. Dari keempat subjek menunjukkan bahwa proses perkembangan terbentuknya fear of success dimulai sejak mereka telah bekerja, menikah dan memiliki anak.
SARAN
Fear of success adalah hal yang lumrah terjadi pada wanita yang telah berkeluarga apalagi yang telah memiliki anak akan tetapi bila perempuan punya suatu kompentensi yang memadai, seperti memiliki jabatan yang tinggi, pendidikan yang tinggi, memiliki ketrampilan maka pandangan masyarakat terhadap wanita apalagi jika bisa mengelola fear of successnya dengan baik maka karirnya akan menjadi lebih maju. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, I.Ed. (1997). Sangkan peran gender. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Atkinson, R.L, Atkinson, R.C. & Hilgard, E.R. (1994). Pengantar psikologi jilid 1. alih bahasa. Jakarta : Erlangga. Barnett, R. C & B. K, Baruch. (1978). The competent woman. New York : Mc Graw-Hill Book Co. Berk, Laura. E. (1989). child development. Massachusetts : Allyn and Bacon. BPS. (1989). Indikator sosial wanita Indonesia. Indonesia. Jakarta : Biro Statistik. BPS. (1991). Penyebaran pegawai negeri sipil menduduki jabatan struktural. Jakarta : Badan Kepegawaian Negara. Diana, J. (1991). Stress pada peran tradisional Ibu bekerja dan tidak bekerja. Yogjakarta: Andi Offset. Doyle, J. A & Paludi, M.A. (1995). Sex and gender the human experience. (3rd ed). United State of America : W.M.C. Brown Comunication. Inc. Duval, E.M. (1997). Marriage and family development. Philadelphia : J.B. Lipincott Company. Feater, N.T & J.G, Simon. (1975). Reaction to male and female success and failure in sex – linked occuption : impressions of personality, causal attribution and preceived like hood of different consequences, journal of personality and social psychology, 31(1) 20-31. Frieze, I.H, J.E. Pearsen, P.B, Johnson, D.N. Ruble & B.L Zelma. (1978). Women and sex roles : a social psychological prespektive, Toronto : W.W. Norton & Company. Inc. Heru Basuki, A.M. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Hurlock, Elizabeth. B. (1994). Psikologi perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Erlangga. Horner, M.S. (1978). The measurement and behavioral implications of fear of success in moment, dalam atkinson, J.W & J.O. Raynor Personality, motivation and achievment. New York:John Wiley and Sons Life. Kartodirdjo, S. A, dkk. (1987). Perkembangan peradaban priyayi. Yogyakarta : Gdjah Mada University Press. Koentjoroningrat. (1990). Beberapa pokok antropologi masyarakat. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia. Lamanna, Marry Ann & Riedman, Agnes. (1981). Marriages and families making choices, throughout the life cycle. California : Wadswoth Publishing Company. Liebert, R.M, R.W, Nelson & RV, Kail. (1986). Developmental psychology, 4 th.ed. englewood cliffs. New Jersey :Prentice Hall. Lindzey and Aronson. (1969). The handbook of social psychology. Vol.1. New York : John Wiley and Sons. Marshall, C. & Rosman. (1998). Designing qualitative research. London : Sage Publications. Matlin, M. W. (1987). The psychology of women. Fort Wort : Holt Rine Hart & Winston. Midllebrok, R.N. (1980). Social psychology and modern 2 nd. Ed. New York : Alfred, A, Knoff. Moleong, L.J. (1990). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Monk, F..J, Knoers, A.M.P & Siti Rahayu Haditono. (1991). Psikologi perkembangan. Yogyakarta : Gadjah University Press. Munandar, A.S. (2001). Kondisi kejiwaan anda. Bandung : Pioner Jaya. Pandia, W. S. S. (1997). Hubungan antara peran jenis kelamin dengan sikap terhadap perceraian pada wanita bekerja skripsi (Tidak Diterbitkan) Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Powel, D. H. (1983). Understanding human adjustment. USA : Little, Baron & Company. Sears, D.O. Freedman, J.L & Peplau, L.A. (1991). Psikologi sosial jilid 2. Jakarta : Erlangga. Shaw, M.E & P.K. Costanzo. (2001). Theories of social psychology 2nd. Ea. Auckland : Mc Graw – Hill International book Company. Setyaningsih. (1992). Faktor-faktor yang memotivasi wanita bekerja. Laporan Penelitian. Jakarta : PD II – LIPI. Sconzoni, L.D & John Sconzoni. (1981). Men, woman and change. USA : Mc. Graw Hill Inc. Strong, Bryan & Cristine De Vault. (1998). The marriage and familiy experience. St. Paul : West Publishing Company. Suseno, F. M. (1992). Etika Jawa. Jakarta : PT. Gramedia. William, J.E & Best, G.L. (1990). Psyche, gender and self viewed cross culturally. Sage Publications : California/London/New Delhi Wrightsman, L.S & K. Deaux. (1981). Social psychology in the 80’s 3 th, ed. montery. California : Brokks/Cole Publishing Company.