1
Faktor yang Memengaruhi Pelayanan Ditribusi Air Bersih pada Permukiman Perkotaan di Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang Legina Asri1, Rulli Pratiwi Setiawan2 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Air merupakan kebutuhan vital dan mendasar bagi masyarakat khususnya Kabupaten Sampang. Namun faktanya pelayanan distribusi air bersih belum mencakup seluruh wilayah khususnya permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang. Kondisi tersebut diakibatkan oleh banyak faktor yang memengaruhi. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk meningkatkan pelayanan distribusi air bersih pada permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang. Tujuan penelitian adalah mendapatkan faktor-faktor yang memengaruhi pelayanan distribusi ar bersih pada permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang dengan 2 tahapan analisis. Analisis pertama yaitu menganalisa tingkat pelayanan air bersih dengan menggunakan formulasi dan analisa deskriptif. Melalui analisa tersebut akan dihasilkan kategori tingkat pelayanan air bersih yang selanjutnya akan menjadi input dalam analisa kedua. Analisa faktor yang memengaruhi pelayanan distribusi air bersih dilakukan menggunakan Geographically Weighted Ordinal Logistic Regression Semiparametric (GWOLRS). Tingkat pelayanan air bersih pada permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal terbagi dalam 3 kategori yaitu Kategori I tingkat pelayanan tinggi >70%, Kategori II dengan tingkat pelayanan sedang antara 50-70% dan Kategori III dengan tingkat pelayanan rendah <50%. Terdapat 4 faktor global yang memengaruhi pelayanan distribusi air bersih yaitu pertumbuhan penduduk yang cepat, penetapan tarif terhadap akses pelayanan air bersih, pertumbuhan permukiman dan kondisi topografi wilayah. Faktor yang signifikan berpengaruh secara lokal adalah kebutuhan dana dalam penyediaan infrastruktur air bersih. Kata Kunci: kebutuhan air bersih, distribusi air bersih, permukiman perkotaan
I. PENDAHULUAN ir merupakan kebutuhan vital dan mendasar yang dibutuhkan oleh manusia baik secara kualitas maupun kuantitas. Penyediaan air bersih merupakan salah satu hal penting yang mendapatkan prioritas dalam perencanaan kota. Semakin bertambahnya jumlah penduduk perkotaan yang diimbangi dengan semakin bertambahnya kebutuhan air bersih, hal tersebut menjadi salah satu tantangan akan pembangunan prasarana dan sarana perkotaan. Namun pada kenyataannya pertumbuhan penduduk berbanding terbalik dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan akan air bersih [1],[2],[3] Ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan air bersih dialami oleh sebagian besar wilayah di Indonesia salah satunya permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang. Sebagai kutub pertumbuhan, kawasan yang terdiri atas 17 Kelurahan yang terbagi dalam 6 Kecamatan yaitu Sampang, Camplong, Torjun, Sreseh, Jrengik dan Pangarengan ini dikhawatirkan akan mengalami
A
perkembangan yang cukup pesat jika dilihat berdasarkan trend peningkatan jumlah penduduk pada masing-masing kecamatan. Saat ini pelayanan air bersih masih melayani 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Sampang baru mencapai 36%, Kecamatan Torjun 21% dan Kecamatan Camplong 15%, Kecamatan Sreseh dilayani oleh Kabupaten Bangkan dan 2 Kecamatan lainnya yaitu Jrengik dan Pangarengan belum sama sekali terlayani air bersih. Berdasarkan data tersebut belum setengah dari proporsi jumlah penduduk terlayani air bersih [4]. Permasalahan yang dihadapi pada masing-masing kelurahan yang diarahkan sebagai permukiman perkotaan cukup beragam. Beberapa wilayah tidak terlayani air bersih disebabkan oleh lokasi yang sulit dijangkau, tidak tersedia sumber air atau permasalahan yang secara umum dialami adalah belum tersedianya jaringan air bersih. Kondisi tersebut mengakibatkan timpangnya kebutuhan dan pelayanan air bersih. Jika kondisi tersebut terus dibiarkan, dipastikan akan menjadi kendala khususnya bagi kelancaran aktivitas masyarakat permukiman perkotaan Kabupaten Sampang. Penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur yang tidak dilakukan dengan baik akan menyebabkan simpul kegiatan dalam suatu wilayah terganggu dan berdampak pada degradasi ekonomi dan sosial masyarakat. Oleh karena itu diperlukan sebuah kajian terhadap faktor yang memengaruhi pelayanan air bersih hingga dapat menjadi masukan dalam penanganan untuk meningkatkan pelayanan distribusi air bersih pada permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang [5]. II. METODE PENELITIAN II.1 Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, dilakukan survey primer dan survey sekunder. Survey primer terdiri dari observasi langsung ke wilayah penelitian dan wawancara untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Survei sekunder terdiri dari survey instansi dan survey literatur. Survei instansi merupakan survei yang dilakukan dalam mengumpulkan data sekunder atau pendukung di instansi atau dinas-dinas. Studi literatur atau kepustakaan dilakukan dengan meninjau isi dari literatur yang bersangkutan dengan tema penelitian ini, di antaranya berupa buku, hasil penelitian, dokumen rencana tata ruang, tugas akhir, serta artikel di internet dan media massa
2 II.2 Metode Analisis Untuk menghasilkan faktor yang memengaruhi tingkat pelayanan air bersih pada permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang maka diperlukan beberapa tahapan analisis. Berikut tahapan analisis yang dilakukan: A. Analisa Tingkat Pelayanan Air Bersih Tingkat pelayanan air bersih dilakukan dengan meninjau tingkat kebutuhan air bersih serta ketersediaan air bersih. Perbandingan jumlah ketersediaan dan kebutuhan maka akan dihasilkan tingkat pelayanan air bersih yang kemudian dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu Tinggi, sedang dan rendah. 1. Analisa Kebutuhan Air Bersih Untuk mencari kebutuhan air bersih domestik pada suatu kota dapat dihitung berdasarkan rumus berikut ini:
πΎπππ’π‘π’βππ πππ ππππ πβ πππππ π‘ππ = π. π. π
(1)
Keterangan: X = Jumlah penduduk (jiwa) Y = Jumlah kebutuhan air bersih untuk domestik berdasarkan kategori kota (liter/orang/hari) Z = Presentase Pelayanan air bersih perkotaan (70%) 2. Analisa Ketersediaan Air Bersih Untuk menganalisa ketersediaan air bersih maka dilakukan dengan metode pendekatan jumlah kebutuhan air bersih dan jumlah penduduk terlayani. Formulasi yang digunakan untuk mengetahui kapasitas produksi yang disediakan untuk masingmasing kelurahan pada wilayah penelitian adalah: πΎππππ ππ‘ππ πππππ’ππ π π΄ππ = π π₯ π
(2)
Keterangan: a= Jumlah Penduduk terlayani (jiwa) b= Kebutuhan air bersih penduduk 80 liter/jiwa/hari Melalui hasil perhitungan tersebut maka akan diketahui besarnya kebutuhan dan ketersediaan air bersih pada wilayah penelitian dan langkah selanjutnya adalah menghitung tingkat pelayanan air bersih dengan menggunakan formulasi: π
Tingkat pelayanan Air Bersih = x 100 π
(3)
Keterangan: a = Kapasitas Produksi/bulan (m3/bulan) b = Kapasitas total kebutuhan Penduduk/bulan (m3/bulan) B. Analisis faktor yang memengaruhi pelayanan distribusi air bersih Untuk menganalisa faktor yang memengaruhi pelayanan distribusi air bersih maka dilakukan analisa dengan menggunanan teknik Geographically Weighted Ordinal Logistic Regression Semiparametric (GWOLRS) dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Uji multikolinieritas Uji yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel prediktor dengan variabel prediktor lainnya dengan menggunakan nilai Variance Inflation Factors (VIF). Jika
nilai VIF lebih besar daripada 10 maka dapat dikatakan terdapat multikolinieritas. 2. Analisa Regresi Logistik Ordinal Merupakan metode yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel respon yang berskala ordinal dengan tiga kategori atau lebih dengan satu atau lebih variabel prediktor. Jika diasumsikan terdapat sebuah observasi dengan variabel respon Y berskala ordinal dengan J banyak kategori dan variabel prediktor sebanyak p,x=[x 1 ,x 2 ,β¦.xp]T maka model regresi logit ordinal adalah: π(π β€π|x) οΏ½= lβπ(π β€π|x)
Logit π(π β€ π|π₯) = In οΏ½
π½ππ + ππ» π·
π(ππ β€ π|xπ ) = ππ (π₯π ) + π2 (π₯π ) + β¦. + ππ½β1 (π₯π )
(4) (5)
Dimana dalam penelitian ini Y merupakan variabel respon dan J merupakan jumlah kategori dalam penelitian ini digunakan 3 kategori yaitu: 1=Kategori Pelayanan Tinggi, 2=Kategori pelayanan sedang 3=Kategori pelayanan rendah Dengan x merupakan variabel prediktor yang terdiri atas 10 variabel yang didapatkan melalui sintesa teori. Adapun variabel tersebut adalah : [6]-[7]-[8]-[9]: x1=Jumlah Pertumbuhan Penduduk (%) x2=Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) x3=Prosentase Penduduk Miskin (%) x4=Alokasi dana dalam penyediaan infrastruktur (rupiah) x5=Besarnya tarif pelayanan air bersih (rupiah) x6=Jumlah sumber air (buah) x7=Debit sumber air (liter/detik) x8=Jarak sumber dengan daerah pelayanan (meter) x9=Ketinggian wilayah (meter) x10=Pertumbuban Permukiman (%) 3. Analisa Geographically Weighted Ordinal Logistic Regression (GWOLR) Model GWOLR memodelkan hubungan antar variabel respon yang berskala ordinal dengan variabel prediktor yang masing-masing koefisiennya bergantung pada lokasi dimana data tersebut diamati diwakili oleh titik koordinat (u i ,v j ), dimana u i adalah longitude dan v j adalah latitude. Maka model GWOLR dapat ditulis sebagai berikut: π(ππ β€ π}π₯π πππππ‘[π(ππ β€ π|π₯π = ππ οΏ½ οΏ½ 1 β π(π β€ π}π₯π π = π½ππ(π’π, π£π) + ππ π½(ππ, ππ) π = 1,2,3, β¦ π β 1
(6)
Dengan P(Yβ€j|xi) menyatakan peluang kumulatif kategori respon ke-j terhadap xi, {Ξ² oj (u i ,v i )} merupakan parameter intersep. Dalam penelitian ini (u i ,v i ) dalam penelitian ini menggunakan letak masing-masing kelurahan dalam koordinat lintang dan bujur. 4. Analisa Geographically Weighted Ordinal Logistic Regression Semiparametric (GWOLRS) Selain mengetahui faktor lokal yang memengaruhi, dengan menggunakan teknik analisa ini maka akan diketahui faktor
3 yang secara global memengaruhi pelayanan distribusi air bersih. Misalkan variabel respon terdiri dari J buah kategori, maka GWOLRS untuk lokaisi ke-i dapat dituliskan sebagai berikut: π(ππ β€ π}π₯π πππππ‘[π(ππ β€ π|π₯π = ππ οΏ½ οΏ½ 1 β π(π β€ π}π₯π π = π½ππ(π’π, π£π) + ππ π½(ππ, ππ) + πππ π πΎ π = 1,2,3, β¦ π β 1
(7)
Dimana: x 1 = vektor variabel prediktor lokal pada lokasi ke-i x 2 = vektor variabel prediktor global pada lokasi ke-j Ξ²(u i ,v j ) = vektor parameter variabel prediktor lokal pada lokasi kei Ξ³ = vektor parameter variabel prediktor global
pada permukiman perkotaan kelurahan/desa Kotah di Kecamatan Jrengik yaitu dengan tingkat kebutuhan sebesar 181,05 m3/hari atau sebesar 2,10 liter/detiknya. 2. Analisa Ketersediaan Air Bersih Identifikasi ketersediaan pelayanan air bersih dapat dilihat melalui ketersediaan jaringan air bersih dan ketersediaan air baku. Selain itu untuk ketersediaan pelayanan pada wilayah penelitian digunakan pendekatan standar kebutuhan penduduk dan jumlah penduduk terlayani sehingga memeroleh kapasitas produksi yang disediakan untuk masing-masing kelurahan. [10] Tabel 2 Kapasitas Produksi Air Bersih Tahun 2011 Kapasitas Sumber Air No Kelurahan/Desa Produksi (m3/bulan) 1 Banyuanyar 10.346 Rubaru, Glisgis, 2 Karang Dalam 8.335 Gunung Maddah, 3 Gunung Sekar 19.378 Pangilen II, Sogian 4 Rongtengah 11.354 5 Dalpenang 9.077 6 Tanggumong 6.485 7 Polagan 6.228 8 Dharma 8.964 Prajjan, Dharma Camplong Camplong 9 Tambaan 4.202 10 Torjun 5.594 Bancelok 11 Krampon 3.902 12 Pangarengan 0 13 Kotah 0 Bancelok, Kermata, 14 Jrengik 0 Jungkarang,Taman, 15 Bancelok Kotah, Brambang 0 dan Kranag Prao 16 Noreh 6.362 *Kab.Bangkalan 17 Labuhan 5.988 *Kab.Bangkalan Sumber:Hasil Analisa 2013
III. HASIL DAN DISKUSI A. Analisa Tingkat Pelayanan Air Bersih pada Permukiman Perkotaan di Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang Tingkat pelayanan air bersih dilakukan dengan mengetahui jumlah ketersediaan dibandingkan dengan jumlah kebutuhan masyarakat. Dalam melakukan analisa tersebut maka tahapan analisa adalah sebagai berikut: 1. Analisa Kebutuhan air bersih Analisa kebutuhan air bersih dihitung berdasarkan target pelayanan air bersih sebesar 70% dan tingkat konsumsi sebesar 80 liter/jiwa/hari. Maka kebutuhan air bersih pada permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal adalah sebagai berikut: Tabel 1 Kebutuhan Air Untuk Sambungan Rumah Jumlah Jumlah Kebutuhan Penduduk Air (Liter/Detik) No Kelurahan/Desa (Jiwa) 1 Banyuanyar 6.971 4,52 2 Karang Dalam 7.717 5,00 3 Gunung Sekar 12.774 8,28 4 Rongtengah 7.731 5,01 5 Dalpenang 6.307 4,09 6 Tanggumong 5.973 3,87 7 Polagan 4.712 3,05 8 Dharma Camplong 8.735 5,66 9 Tambaan 4.465 2,89 10 Torjun 4.456 2,89 11 Krampon 3.688 2,39 12 Pangarengan 4.021 2,61 13 Kotah 3.233 2,10 14 Jrengik 3.301 2,14 15 Bancelok 3.467 2,25 16 Noreh 6.165 4,00 17 Labuhan 6.821 4,42 Sumber: Hasil Analisa 2013
Melalui tabel tersebut dapat diketahui besarnya kapasitas pada masing-masing kelurahan, untuk kelurahan yang berada di Kecamatan Sampang kapasitas tertinggi disediakan pada kelurahan Gunung Sekar yaitu sebesar 19.378 m3/bulan sedangkan kapasitas terendah yaitu pada kelurahan Polagan yaitu dengan ketersediaan sebesar 6.228 m/bulan 3.
Analisa Tingkat Pelayanan Air Bersih Untuk mengetahui tingkat pelayanan pada wilayah penelitian yaitu dengan membandingkan besarnya tingkat kebutuhan penduduk dengan kapasitas tersedia. Berdasarkan identifikasi ketersediaan pelayanan air bersih pada 17 Kelurahan/desa yang ditetapkan sebagai permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama yaitu: 1.
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui kebutuhan tertinggi yaitu pada Kelurahan/desa Gunungsekar dengan kebutuhan mencapai 715,34 m3/hari atau sebesar 8,28 liter/detiknya. Sedangkan kebutuhan terendah yaitu kebutuhan
Kategori I (tingkat pelayanan tinggi dengan tingkat pelayanan air bersih >70%), beberapa kelurahan yang termasuk dalam kategori ini yaitu Kelurahan Banyuanyar, Gunungsekar, Rongtengah dan Dalpenang yang berada pada Kecamatan Sampang.
4 2.
3.
Kategori II (tingkat pelayanan sedang dengan tingkat pelayanan air bersih 50-70%), yang termasuk dalam kategori tingkat pelayanan sedang yaitu Kelurahan Karang dalem, Tanggumong dan Polagan untuk Kecamatan Sampang, Kelurahan Dharma Camplong dan Tambaan yang berada di Kecamatan Camplong, Kelurahan Krampon dan Torjun di Kecamatan Torjun serta Kelurahan Noreh dan Labuhan di Kecamatan Sreseh. Kategori III (tingkat pelayanan rendah dengan tingkat pelayanan air bersih <50%). Hanya 4 Kelurahan yang termasuk dalam kategori pelayanan rendah yaitu Kelurahan Pangarengan di Kecamatan Pangarengan serta Kelurahan Jrengik, Bancelok dan Kotah di Kecamatan Jrengik.
B. Analisis Faktor yang Memengaruhi Pelayanan Distribusi Air Bersih pada Permukiman Perkotaan Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang Analisa faktor yang memengaruhi pelayanan distribusi air bersih menggunakan ouput hasil analisa tingkat pelayanan air bersih yang menghasilkan 3 kategori tingkat pelayanan yang akan menjadi variabel respon atau variabel dependen dalam analisa ini. Dan yang menjadi variabel prediktor adalah 10 variabel yang diperoleh melalui sintesa teori. Berikut hasil analisa faktor yang memengaruhi pelayanan distribusi air bersih pada masing-masing tahapan: 1. Analisa Multikolineritas Berdasarkan analisa multikolineritas melalui uji Variance Inflation Factors (VIF) yaitu dengan nilai tidak lebih besar daripada 10 terdapat 9 variabel yang signifikan yaitu: Jumlah pertumbuhan penduduk (x 1 ), Kepadatan Penduduk (x 2 ), Alokasi dana dalam penyediaan infrastruktur air bersih (x 4 ), Besarnya tarif terhadap akses pelayanan air bersih (x 5 ), Jumlah sumber air (x 6 ), Debit sumber air (x 7 ), Jarak sumber air dengan daerah pelayanan (x 8 ), Topografi (x 9 ), dan Pertumbuhan permukiman (x 10 ). 2. Analisa Regresi Ordinal Logistik Statistik uji yang digunakan untuk mendapatkan variabel yang signifikan pada tahap regresi ordinal logistik adalah uji Wald yang disajikan pada persamaan diatas. Pengambilan keputusan tolak H 0 jika W > ZΞ± / 2 . Berdasarkan analisa univariabel untuk nilai uji wald lebih dari 1,65 ( ZΞ± / 2 ) menunjukkan variabel-variabel yang signifikan adalah: Jumlah pertumbuhan penduduk (x 1 ), Alokasi dana dalam penyediaan infrastruktur air bersih (x 4 ), Besarnya tarif terhadap akses pelayanan air bersih (x 5 ), Debit sumber air (x 7 ), Topografi (x 9 ), dan Pertumbuhan permukiman (x 10 ). Dari keenam variabel yang signifikan diatas akan dicari kombinasi variabel yang memiliki nilai kebaikan model terbaik (AIC). Hasil kombinasi variabel terdapat 16 kombinasi yang signifikan tetapi yang digunakan adalah hasil kombinasi dengan nilai AIC terkecil yaitu 19,101 dengan 5 variabel yang signifikan yaitu x 1, x 4 ,x 5 ,x 9 ,x 10. Analisa selanjutnya adalah uji serentak melalui uji G2. Hasil analisa diperoleh G 2 sebesar 23,497. Nilai tersebut lebih
besar dari nilai Ο 2(0,1;4) yaitu 7,7794. Jadi dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu parameter yang signifikan dalam model. Hasil tersebut menunjukkan bahwa proses dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu uji parsial dengan melihat hasil uji Wald W > ZΞ± / 2 . Melalui uji tersebut amak diperoleh variabel yang signifikan yaitu: Jumlah pertumbuhan penduduk (x 1 ), Alokasi dana dalam penyediaan infrastruktur air bersih (x 4 ), Besarnya tarif terhadap akses pelayanan air bersih (x 5 ), Topografi (x 9 ), dan Pertumbuhan permukiman (x 10 ). 3. Analisa Geographically Weighted Ordinal Logistic Regression (GWOLR) Langkah awal yang dilakukan dalam pemodelan GWOLR yaitu menghitung jarak Eucliden antara lokasi ke-i terhadap lokasi ke-j. Selanjutnya menentukan bandwidth optimum dengan menggunakan metode Cross Validation (CV) yang diteruskan dengan menghitung pembobot wk ( ui , vi ) untuk masing-masing lokasi. Fungsi pembobot yang digunakan adalah fungsi pembobot Kernel Exponential, Bisquare, dan Tricube. Hasil nilai pembobot dengan nilai AIC terkecil adalah Bisquare yaitu 23,072. Oleh karena itu, untuk proses penaksiran parameter terbaik digunakan fungsi pembobot Kernel Bisquare. Pengujian selanjutnya yaitu pengujian kesesuaian model GWOLR dengan model regresi logistik ordinal. Uji kesesuaian model ini dengan menggunakan uji F. Keputusan diambil jika nilai F hitung < F tabel maka tidak terdapat perbedaan antara regresi ordinal dengan GWOLR, sedangkan jika F hitung > F tabel maka terdapat perbedaan antara keduanya. Hasil analisa uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 1,9, sedangkan nilai F tabel adalah 1,449. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara model GWOLR dengan model regresi logistik ordinal. Hasil uji serentak melalui uji G2 sebesar 23,547 > 2 Ο (0,1;4) yaitu sebesar 7,7794. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu parameter yang signifikan dalam model. Pengujian parameter secara parsial dapat dilakukan dengan menggunakan uji Z. Berdasarkan uji tersebut maka variabel yang signifikan memengaruhi pelayanan distribusi dengan melihat hasil uji dimana jika nilainya >1,65 maka menunjukkan variabel tersebut memengaruhi pelayanan distribusi air bersih. Berikut hasil uji GWOLR: Tabel 7 Pengelompokan Kelurahan Bersadarkan Variabel yang Memengaruhi hasil analisa GWOLR Kelurahan Variabel Dharma Camplong
Banyuanyar, Karang Dalam, Gunung Sekar, Rongtengah, Dalpenang, Tanggumong, Polagan, Dharma Camplong
1. Besarnya Tarif terhadap akses pelayanan air bersih 2. Topografi 3. Pertumbuhan permukiman 1. Pertumbuhan Penduduk 2. Besarnya Tarif terhadap akses pelayanan air bersih 3. Topografi 4. Pertumbuhan permukiman
5 Tabel tersebut menunjukkan bahwa semua variabel prediktor signifikan terhadap model. Hal tersebut didukung dengan nilai Z lebih besar dari 1,65. Variabel yang
Tambaan, Torjun, Krampon, Pangarengan, Kotah, Jrengik, Bancelok, Noreh, Labuhan Sumber: Hasil Analisa 2013
4. Analisa Geographically Weighted Ordinal Logistic Regression Semiparametric (GWOLRS) Langkah awal yang dilakukan dalam pemodelan GWOLRS yaitu menentukan variabel prediktor yang mempunyai pengaruh spasial (lokal) dan variabel prediktor yang tidak mempunyai pengaruh spasial (global). Berdasarkan pemodelan GWOLR diketahui bahwa variabel prediktor yang signifikan secara umum adalah pertumbuhan penduduk (X 1 ), kebijakan tarif air bersih (X 5 ), topografi (X 9 ), pertumbuhan permukiman (X 10 ). Dengan demikian, keempat variabel tersebut diasumsikan sebagai variabel prediktor global pada pemodelan GWOLRS, sedangkan variabel alokasi dana dalam penyediaan infrastruktur (X 4 ) diasumsikan sebagai variabel yang mempunyai pengaruh spasial (lokal). Selanjutnya dilakukan perhitungan jarak Eucliden antara lokasi ke-i terhadap lokasi ke-j. Selanjutnya menentukan bandwidth optimum dan menghitung pembobot wk ( ui , vi ) untuk masing-masing lokasi. Fungsi pembobot yang digunakan fungsi pembobot dengan AIC terkecil yaitu Bisquare dengan nilai AIC 20,560. Pengujian selanjutnya yaitu pengujian kesesuaian model GWOLRS dengan model GWOLR. Hasil uji diperoleh hasil F hitung = 0,1091 < nilai tabel F( 0,1;53;13) sehingga dapat disimpulkan bahwa model GWOLRS tidak berbeda dengan model GWOLR. Pengujian serentak digunakan untuk mengetahui signifikansi variabel-variabel prediktor lokal maupun global pada model GWOLRS secara serentak. Pengujian dilakukan dengan uji G2. Hasil pengujian menunjukkan nilai G 2 sebesar 22,683. Nilai tersebut lebih besar dari nilai Ο 2(0,1;3) yaitu sebesar 6,2514. Jadi dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu parameter yang signifikan dalam model. Uji selanjutnya adalah uji parameter secara parsial. Pengujian parameter secara parsial dilakukan pada variabel prediktor global dan variabel prediktor lokal. Berikut pengujian parameter secara parsial pada variabel prediktor global. Pengujian parameter secara parsial dapat dilakukan dengan menggunakan uji Z. Berdasarkan uji tersebut maka variabel yang signifikan memengaruhi pelayanan distribusi dengan melihat hasil uji dimana jika nilainya >1,65 . Hasil uji yang dilakukan pada 4 variabel prediktor global adalah: Tabel 9 Estimasi Parameter Variabel Prediktor Global Model GWOLRS
Parameter
Koefisien
Z hitung
πΎ1
1,8467
1,7645*
3,6270
1,9618*
-4,5097
-2,0012*
1,8791
1,7811*
πΎ5 πΎ9
πΎ10
signifikan adalah pertumbuhan penduduk (X 1 ), besarnya tarif (X 5 ), topografi (X 9 ) dan pertumbuhan permukiman (X 10 ). Pengujian parameter secara parsial pada variabel prediktor lokal dilakukan dengan menggunakan uji Z. Berdasarkan uji tersebut maka variabel yang signifikan memengaruhi pelayanan distribusi dengan melihat hasil uji dimana jika nilainya >1,65. Hasil pengujian parsial menunjukkan adanya perbedaan jumlah parameter yang signifikan untuk setiap kelurahan. Melalui hasil pengujian dihasilkan menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan adalah alokasi dana dalam penyediaan infrastruktur (X 4 ). Dimana nilai Z hit yang dihasilkan lebih besar dari nilai Z 0,05 yaitu 1,65.
Melalui pengujian ini hanya 13 kelurahan yang dipengaruhi oleh alokasi dana, sedangkan 4 kelurahan lainnya menunjukkan nilai Z-hitung <1,65 yaitu kelurahan Noreh, Labuhan, Kotah dan Jrengik. Setelah mengetahui variabel yang secara global memengaruhi pelayanan distribusi air bersih yaitu variabel pertumbuhan penduduk (X 1 ), besarnya tarif (X 5 ), topografi (X 9 ) dan pertumbuhan permukiman (X 10 ), serta variabel yang memengaruhi secara lokal dengan hanya memengaruhi 13 kelurahan saja yaitu variabel alokasi dana dalam penyediaan infrastruktur air bersih (X 4 ). Proses selanjutnya adalah melakukan analisa deskriptif dari masing-masing variabel dengan kondisi eksisting wilayah penelitian sehingga dihasilkan faktor yang memengaruhi pelayanan distribusi air bersih ditunjukkan pada Tabel 10 sebagai berikut: Tabel 10 Faktor yang Memengaruhi Pelayanan Distribusi Air Bersih pada Permukiman Perkotaan Pusat Kegiatan Lokal Kabupaten Sampang Kategori Kelurahan Faktor yang memengaruhi I (Pelayanan Banyuanyar, 1. Pertumbuhan Penduduk air bersih Gunung Sekar, yang relatif cepat >70%) 2. Penetapan Tarif terhadap Rongtengah, akses pelayanan air bersih Dalpenang yang tinggi 3. Kebutuhan dana dalam penyediaan infrastruktur air bersih yang rendah 4. Topografi yang datar 5. Pertumbuhan Permukiman yang cepat II (Pelayanan Karang Dalam, 1. Pertumbuhan Penduduk air bersih Tanggumong, yang relatif cepat 50%-70%) 2. Penetapan Tarif terhadap Polagan, akses pelayanan air bersih Tambaan, yang tinggi Torjun, 3. Kebutuhan dana dalam Krampon penyediaan infrastruktur yang rendah 4. Topografi yang datar 5. Pertumbuhan Permukiman yang cepat Dharma 1. Penetapan Tarif terhadap
6 Kategori
Kelurahan Camplong
Noreh,Labuhan
Kategori III
Pangarengan, Bancelok
Kotah, Jrengik
Faktor yang memengaruhi akses pelayanan air bersih yang tinggi 2. Kebutuhan dana dalam penyediaan infrastruktur air bersih yang rendah 3. Topografi yang datar 4. Pertumbuhan Permukiman yang cepat 1. Pertumbuhan Penduduk yang relatif cepat 2. Penetapan Tarif terhadap akses pelayanan air bersih yang tinggi 3. Topografi yang datar 4. Pertumbuhan Permukiman yang cepat 1. Pertumbuhan relatif Penduduk yang cepat 2. Penetapan Tarif terhadap akses pelayanan air bersih yang tinggi 3. Kebutuhan dana dalam Penyediaan infrastruktur yang rendah 4. Topografi yang datar 5. Pertumbuhan Permukiman yang cepat 1. Pertumbuhan Penduduk yang relatif cepat 2. Penetapan Tarif terhadap akses pelayanan air bersih yang tinggi 3. Topografi yang datar 4. Pertumbuhan Permukiman yang cepat
IV. KESIMPULAN Permukiman perkotaan Pusat Kegiatan Lokal yang juga meliputi Pusat Pelayanan Kawasan memiliki tingkat pelayanan air bersih yang berbeda-beda. Berdasarkan tingkat pelayanan tersebut maka ke 17 kelurahan yang ditetapkan sebagai permukiman perkotaan pada Pusat Kegiatan Lokal yang juga meliputi Pusat Pelayanan Kawasan dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu Kategori I (Tingkat Pelayanan Tinggi >70%) terdiri atas 4 Kelurahan yaitu Banyuanyar, Gunung Sekar, Rongtengah dan Dalpenang. Kategori II (Tingkat pelayanan sedang antara 50-70%) terdiri atas 9 kelurahan yaitu Karang Dalem, Tanggumong, Polagan, Dharma Camplong, Tambaan, Torjun, Krampon, Noreh dan Labuhan. Serta kategori III (Tingkat Pelayanan Rendah <50%) terdiri atas kelurahan Pangarengan, Kotah, Jrengik dan Bancelok Terdapat 4 faktor yang berpengaruh secara global dalam pelayanan distribusi air bersih yaitu pertumbuhan penduduk yang cepat, penetapan tarif pelayanan terhadap akses air bersih, topografi dan pertumbuhan permukiman. Sedangkan faktor kebutuhan dana dalam penyediaan infrastruktur air bersih merupakan faktor yang memengaruhi secara lokal dan hanya memengaruhi 13 kelurahan saja dan tidak memengaruhi pelayanan pada Kelurahan Kotah, Jrengik, Noreh dan Labuhan.
DAFTAR PUSTAKA Carmon,Naomi,Uri Shamir.1997.Water-sensitive Urban Planning. Journal of Environmental Planning and Management, 40 (4),413-434 :Israel Instutute of Technology, Haifa 32000,Israel [2] American Water Works Association.1997.Water Conservation and Water Demand Management Strategy For The Water Service Sector [3] Kodoatie,Robert.2008.Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu.Yogyakarta:Andi Yogyakarta [4] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah: Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Sampang Tahun 2013-2033 [5] Buhr,Walter.What is Infrastructure.Discussion Paper No 107-03 University Of Siegen, Germany [6] UNDP.2010.MilleniumDevelopmentGoals.http://www.be ta.undp.org/content/undp/en/home/outwork/environment alandenergy/focus_areas/water_and_ocean_governance . html (diakses tanggal 14 Nopember 2012) [7] Manzungu , Emmanuel, Rose Machiridza. 2005. An analysis of water consumption and prospects for implementing water demand management at household level in the City of Harare, Zimbabwe Department of Soil Science and Agricultural Engineering, University of Zimbabwe:925β934 [8] Kodoatie,Robert.2005.Pengantar Manajemen Infrastruktur.Yogyakarta:Pustaka Pelajar [9] Linsey, R.K, et al, 1995, Teknik Sumber Daya Air Jilid 2, Erlangga, Jakarta. [10] Joko,Tri.2010.Unit Air Baku dalam Penyediaan Air Minum.Yogyakarta:Graha Ilmu. [1]