FAKTOR RISIKO PENYAKIT KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELIMBING PADANG TAHUN 2012 Asep Irfan (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)
ABSTRACTS This study aims to determine the risk factors of worm disease in primary school children in Puskesmas Belimbing. The design of this research is a cross sectional and analytic study . The samples were taken at SDN 34 and SDN 50, taken by purposive sampling at classes I III proportionally , amounts 61 people . The results were analyzed by Chi-square test . The result showed 52.5 % of respondents suffered worm disease positively . 45.9 % of respondents in the category of personal hygiene and poor sanitation 57.4 % of respondents of bad category homes . There was a significant relationship between students' personal hygiene and basic sanitation homes with worm disease incidence . It is needed, to encourage students to wash hands with soap after doing activities such as before and after meals , after a bowel movement, after the play ground activity and choose snack that is wrapped / covered at school and regularly take worm medicine at least 1x 6 months . Keywords : worm , personal hygiene , environmental sanitation PENDAHULUAN
Ancylostoma duodenale (cacing kremi)
Lingkungan paling
besar
kesehatan
merupakan
pengaruhnya
masyarakat.
faktor terhadap
Salah
satu
penyakit yang disebabkan oleh factor lingkungan
adalah
penyakit
kecacingan.
Penyakit
infeksi
kecacingan
ini
merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan (Jokoatmiko, 2009). Kebiasaan hidup kurang hygienis menyebabkan angka terjadinya penyakit kecacingan masih cukup tinggi. Infeksi parasit terutama parasit cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat. Masalah tersebut banyak terjadi pada anak usia sekolah. Infeksi kecacingan yang sering adalah
“Soil
Transmitted
Helminthhs”
(STH) yang merupakan infeksi usus yang ditularkan melalui tanah atau dikenal sebagai cacingan
penyakit STH
lumbricoides
cacingan. antara (cacing
lain
Spesies Ascaris gelang),
(Entjang, 2000). Kebiasaan
anak
usia
sekolah
seperti makan tanpa cuci tangan, bermainmain di tanah sekitar rumah merupakan kebiasaan anak usia sekolah yang dapat menyebabkan
penyakit
kecacingan.
Penyakit kecacingan ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku panjang dan kotor menyebabkan
telur
cacing
terselip.
Penyebaran penyakit kecacingan salah satu
penyebabnya
adalah
kebersihan
perorangan yang masih buruk. Penyakit cacing dapat menular diantara murid sekolah dasar yang sering berpegangan sewaktu bermain dengan murid lain yang kukunya
tercemar
telut
cacing
(Hendrawan, 2002). Dampak
infeksi
kecacingan
terhadap kesehatan adanya cacing dalam usus akan menyebabkan kehilangan zat besi sehingga menimbulkan kekurangan
gizi dan anemia. Kondisi yang kronis ini
dilakukan di beberapa provinsi pada tahun
selanjutnya dapat berakibat menurunnya
2006 (Husain, 2008).
daya tahan tubuh sehingga anak mudah
Wilayah
Kerja
Puskesmas
jatuh sakit. Pada orang dewasa, gangguan
Belimbing terdapat 25 Sekolah dasar
ini akan menurunkan produktivitas kerja
(SD),
(Kusnoputranto, dan Susana 2000).
khususnya di SD/ MI hampir 100%.
Hasil penelitian Ginting (2005) juga diperoleh
kesimpulan
bahwa
Pencapaian
program
UKS
Beberapa sekolah banyak ditemui status
infestasi
gizi mereka berada pada kategori kurang,
cacing pada anak akan mengganggu
terlihat anak sekolah tersebut pucat, lesu,
pertumbuhan, menurunkan kemampuan
tidak semangat. Pada tahun 2012 ini ada
fisik,
beberapa
produktifitas
intelektualitas.
belajar itu
mendapat
program
pemberian makanan tambahan bagi anak
menyebabkan gangguan gizi, anemia,
SD. Namun kekurangan gizi tersebut
gangguan
belum diketahui penyebabnya. Hal ini
pertumbuhan akan
juga
sekolah
dapat
akhirnya
Selain
dan
yang
mempunyai
pada
pengaruh
kemungkinan
juga
dapat
disebabkan
terhadap tingkat kecerdesan seorang anak
adanya penyakit cacing dalam tubuh
dan prestasi belajarnya..
meraka.
Sekitar 60 persen orang Indonesia
Penelitian ini dapat memberikan
mengalami infeksi cacing. Kelompok umur
informasi
terbanyak adalah pada usia 5-14 tahun.
program penyakit menular di Puskesmas
Angka prevalensi 60 persen itu, 21 persen
Belimbing dalam upaya pemberantasan
di antaranya menyerang anak usia SD dan
penyakit kecacingan pada anak SD dan
rata-rata kandungan cacing per orang
mengurangi prevalensi reinfeksi penyakit
enam
kecacingan
ekor.
melalui
Data
survei
tersebut
dan
diperoleh
penelitian
yang
khususnya
bagi
pemegang
tersebut
dengan
faktor
risikonya.
memperhatikan
METODE PENELITIAN Jenis
penelitian
ini
adalah
penelitian
Teknik
sampling
yang
digunakan
analitik dengan desain cross sectional
proposional random sampling pada dua
study. Populasi dalam penelitian ini adalah
sekolah dasar di atas (kelas 1,2 dan 3).
seluruh
Jenis
siswa
SD
di
wilayah
kerja
Kejadian
Puskesmas Belimbing. Sampel diambil
dilakukan
SDN 34 dan SDN 50 yang diambil secara
(faeces),
purposif
banyak
Puskesmas
prestasi
perorangan
mengalami
karena gizi
siswanya kurang
dan
penyakit
kecacingan
pemeriksaan
laboratorium
menggunakan
Labioratorium
Belimbing. dengan
cara
Higiene melakukan
belajarnya sangat rendah. Besar sampel
wawancara langsung dengan siswa dan
untuk kasus sebanyak 61 orang siswa.
sanitasi lingkungan rumah tempat tinggal,
melakukan
observasi
langsung
ke
kelompok
lapangan.
yang terpapar faktor
dibandingkan
kelompok
tidak
risiko
berisiko
Hasil penelitian dianalisis secara
dilihat dari besarnya nilai Odd Rasio (OR)
univariat dan analisis bivariat dengan uji
selain itu juga dilihat nilai Convident
Chi-square, dengan nilai kemaknaan p<
Interval
(CI
95%).
0,05. Untuk melihat besar risiko pada
HASIL PENELITIAN. a. Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Penyakit Kecacingan, Hygiene Perorangan Siswa dan Sanitasi Dasar Rumah pada Siswa SDN Variabel f % Menderita Penyakit Kecacingan Positif 32 52,5 Negatif 29 47,5 Hygiene Perorangan Buruk 28 45,9 Baik 33 54,1 Sanitasi Dasar Rumah Siswa Buruk 35 57,4 Baik 26 42,6 Berdasarkan tabel 1 lebih dari separuh higiene yang buruk dan terdapat 57,4% (52,5%)
siswa
terdiagnosa
positif
responden
menderita penyakit kecacingan. Terdapat 45,9%
responden
memiliki
mempunyai
rumah
yang
sanitasi
dasar buruk.
personal
b. Analisis Bivariat Tabel 2.Hubungan Hygiene Perorangan Siswa Siswa dengan Penyakit Kecacingan di SDN Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Padang Tahun 2012 Variabel Independen Hygiene Perorangan Buruk Baik Jumlah
Kejadian Penyakit Kecacingan Positif Negatif f % f %
Total f
%
20 12
71,4 36,4
8 21
28,6 63,6
28 33
100 100
32
32,4
29
47,5
61
100
P Value
0,013
OR (CI 95%)
4,375 (1,48 – 12,93)
Hasil analisis menunjukkan bahwa
yang positif lebih banyak ditemui pada
proporsi kejadian penyakit kecacingan
siswa yang mempunyai personal higiene
yang buruk (71,4%) dibandingkan pada
Puskesmas
personal higiene yang baik (36,4%). Hasil
Selanjutnya diperoleh nilai OR 4,375
uji statistik diperoleh nilai p = 0,013 maka
artinya siswa yang mempunyai personal
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
higiene yang buruk mempunyai risiko/
yang
peluang
bermakna
antara
hygiene
Belimbing
4,375
kali
Padang.
akan
mengalami
perorangan dengan penyakit kecacingan
penyakit kecacingan positif dibandingkan
pada
personal higiene yang baik.
siswa
SDN
Wilayah
Kerja
Tabel 3. Hubungan Sanitasi Dasar Rumah Siswa dengan Penyakit Kecacingan di SDN Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Padang Tahun 2012 Kejadian Penyakit Kecacingan Positif Negatif f % f %
Variabel Independen
Total f
%
Sanitasi Dasar Rumah Buruk Baik
23 9
65,7 34,6
12 17
34,3 65,4
35 26
100 100
Jumlah
32
52,5
29
47,5
61
100
Hasil analisis menunjukkan bahwa
dasar
OR (CI 95%)
P Value
0,032
3.620 (1,24 – 10,53)
rumah tempat tinggal dengan
proporsi kejadian penyakit kecacingan
penyakit kecacingan pada siswa SDN.
yang positif lebih banyak ditemui pada
Nilai
siswa yang mempunyai sanitasi dasar
mempunyai sanitasi dasar rumah yang
rumah tempat tinggal yang buruk (65,7%)
buruk mempunyai risiko/ peluang 3,620
dibandingkan pada sanitasi dasar rumah
kali akan mengalami penyakit kecacingan
yang baik (34,6%). Hasil uji statistik ada
positif dibandingkan sanitasi dasar rumah
hubungan yang bermakna antara sanitasi
yang baik.
PEMBAHASAN
2004 menunjukkan anak SD yang positif
Hasil
penelitian
OR
3,620
artinya
siswa
yang
ditemukan
kecacingan sebanyak 91,3%. Penelitian
Wilayah
lain yang sejalan adalah penelitian Ginting
Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang
(2005) pada anak SD Kabupaten Langkat
Tahun
tahun 2005 menunjukkan anak SD yang
sebanyak 52,5% siswa SDN
2012
yang
positif
menderita
penyakit kecacingan.Tingginya persentase
positif kecacingan sebanyak 77,6 %.
penyakit kecacingan dari hasil penelitian ini
disebabkan
oleh
bebrapa
faktor
Penyakit kecacingan lebih banyak menyerang anak – anak SD dikarenakan
diantaranya factor sanitasi lingkungan,
aktifitas
personal hygiene.
menggunakan
Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Pasaribu pada anak SD di Kabupaten Karo tahun
mereka
yang
tanah.
sering
Diantara
kali cacing
tersebut yang ditemui pada anak SD adalah
cacing
gelang
(Ascaris
lumbricoides)
dan
cacing
cambuk
(Trichuris trichiura). Cacing
bermakna hygiene perorangan dengan penyakit kecacingan di Kecamatan Blang
sebagai
hewan
parasit
Mangat Kota Lhokseumawe. Selanjutnya
tidak saja mengambil zat – zat bergizi dari
hasil
usus anak, tetapi juga merusak dinding
mengatakan bahwa ada hubungan yang
usus sehingga mengganggu penyerapan
bermakna hygiene perorangan dengan
zat gizi tersebut. Anak – anak yang
penyakit kecacingan di Kecamatan Medan
mengalami penyakit kecacingan biasanya
Belawan.
mengalami gejala : lesu, pucat/anemia, berat
badan
turun,
tidak
bergairah,
penelitian
Salbiah
(2008)
juga
Sanitasi dasar yang meliputi kondisi sarana
air
bersih,
kondisi
sarana
konsentrasi belajar kurang dan kadang –
pembuangan
limbah,
kondisi
sarana
kadang disertai batuk – batuk (Entjang,
pembuangan
tinja,
dan
kondisi
2002).
pembuangan sampah merupakan factor Terdapat hubungan yang signifikan
antara
hygiene
dengan
Kondisi sarana air bersih harus memenuhi
penyakit kecacingan. Selajut diperoleh
syarat kesehatan diantaranya lantai kedap
nilai
air,
OR
4,375
perorangan
yang mempengaruhi kejadian kecacingan.
artinya
siswa
yang
tidak
bocor
dan
mempunyai
mempunyai personal higiene yang buruk
kemiringan agar terhindar dari kejadian
mempunyai risiko/ peluang sebesar 4,375
penyakit. (Sanropie, 1989).
kali akan mengalami penyakit kecacingan
Menurut Azwar (1995), air limbah
dibandingkan dengan dengan personal
atau air kotoran adalah air yang tidak
higiene yang baik. Selanjutnya terdapat
bersih dan mengandung berbagai zat
hubungan sanita sidasar rumah tempat
yang bersifat membahayakan kehidupan
tinggal siswa dengan penyakit kecacingan,
manusia atau hewan dan lazimnya muncul
menunjukan hubungan yang bermakna
karena hasil perbuatan manusia termasuk
(p= 0, 013). Selajutnya diperoleh nilai OR
industrialisasi. Dalam kehidupan sehari-
3,62
buruk
hari pengelolaan air limbah dilakukan
mempunyai risiko/ peluang 3,6 kali akan
dengan cara menyalurkan air limbah
menderita
kecacingan
tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa
dibandingkan dengan dengan sanitasi
diolah sebelumnya. Air buangan yang
keluarga yang baik.
dibuang tidak saniter dapat menjadi media
artinya
Hasil
keluarga
penyakit
penelitian
yang
diatas
sejalan
perkembangbiakan
mikroorganisme
dengan penelitian yang dilakukan oleh
pathogen
menjadi
Jalaludin (2008) yaitu ada hubungan yang
transmisi penyakit
dan
dapat
media
KESIMPULAN DAN SARAN Lebih dari separuh (52,5%) siswa di
SDN
Wilayah
Kerja
mengajak siswa mencuci tangan dengan
Puskesmas
menggunakan sabun setelah melakukan
Belimbing terdiagnosa positif menderita
kegiatan seperti sebelum dan sesudah
penyakit
makan, setelah BAB, setelah bermain
kecacingan.
Terdapat
45,9%
responden memiliki personal higiene yang
tanah
buruk
pilihlah
makannan
mempunyai sanitasi dasar rumah yang
tertutup
serta
minumlah
buruk. Hasil uji statistik diperoleh ada
secara
teratur
minimal
hubungan
higiene
Menyiapkan fasilitas dan sarana untuk
perorangan dan sanitasi dasar rumah
cuci tangan pakai sabun di sekolah.
dengan kejadian penyakit kecacingan SD
Kepada petugas Puskesmas Belimbing
di wilayah kerja Puskesmas Belimbing
mengajak orang tua dan masyarakat perlu
Padang.
meningkatkan
dan
terdapat
yang
57,4%
signifikan
siswa
Berdasarkan hal tersebut di atas
tempat
dan
makanan
tinggal rumah
jajan yang
dibungkus/ obat
1x
kebersihan seperti agar
disekolah
cacing
6
bulan.
lingkungan
memperhatikan
disarankan: Untuk mengurangi insiden
selokan
penyakit kecacingan pada anak sekolah
mengajak
dasar melalui pihak sekolah agar
memakai alas kaki dan mencuci tangan
anak-anak
tertutup main
serta
dirumah
pakai sabun setelah BAB, bermain-main.
DAFTAR PUSTAKA Entjang, Indan. 2000 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Hendrawan, 1990 Kebiasaan anak usia sekolah terhadap kecacingan. Diakses tanggal : 17 Desember 2011. Dari http/: Hendrawan,Kebiasaan anak usia sekolah terhadap kecacingan//html Jalaluddin, 2009. Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene dan Karakteristik Anak terhadap Inveksi Kecacingan Pada Murid Sekolah dasar di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Lhokseumawe. Universitas Sumatera Utara Jokoatmiko,Suparno, 2009. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kecacingan. Diakses tanggal 21
Desember 2011. Dari http//: Faktor lingkungan yang mempengaruhi kecacingan//jokoatmiko.2009 Kusnoputranto, Haryoto dan Dewi Susana. 2000. Kesehatan Lingkungan. Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat Safar, Rosdiana, 2010. Parasitologi Kedokteran. Bandung : CV Yrama Widya Slamet, Juli Soemirat. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk, 2010. Infeksi Dan Pediatri Tropis. Jakarta : IDAI Srisasi Gandahusada, 2000. Parasitologi Kedokteran edisi ke 3, Jakarta: EGC