FAKTOR RESIKO YANG MENYEBABKAN KEJADIAN GIZI LEBIH PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT USU TAHUN 2014 (THE RISK FACTOR CAUSED OVERNUTRITION TO STUDENT OF PUBLIC HEALTH FACULTY AT USU YEAR 2014 ) Tresa Kristi Damanik1, Evawany Y Aritonang2, Arifin Siregar 2 1
2
Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU
ABSTRACT Overnutrition is a unbalance condition between intake energy and output energy. Overnutrition known as overweight or obesity. According to the healthy research database (2013), prevalence of overnutriton in Indonesia increase from 2010 to 2013 that is 10 % become 13,5%. Result of research by Lestari in Medicine Faculty USU in 2012 showed 20,1% prevalence of overweight and obesity with the risk factor namely high supply of protein, fat an carbohydrate. This research is to know the risk factor caused overnutrution to student of public health faculty at USU. Conducted research using case control design. The aim of this research is to know relathionship among genetic, pattern of consumption, and physical activity with incidence of overnutrition. The sample for this study were 64 students of 2010-2012 years . 32 for case group and 32 for control group selected through purposive sampling technique. Univariate data namely age, sex, houselife, job of parents were analyzed descriptively and bivariate data namely genetic, pattern of consumption, and physical activity were analyzed using the chi square test with 95% CI. The data were collected by used food recall 24 hour form and physical activity form. The result of bivariate analysis showed relationship between genetic (p=0,005;OR=2,006), father’s nutrition status (p=0,019;OR=2,003), mother’s nutrition status (p = 0,001;OR=2,468), protein supply (p = 0,009), fat supply (p = 0,042), carbohydrate supply (p = 0,010) and physical activity (p = 0,045;OR=7,154) with the incidence of overnutrition. And there is no relationship between frequency of eating with the incidence of overnutrition (p=0,157) It was recommended for the students doing physical activity routinely and consume healthfull food to decrease the incidence of overnutrition Keywords: Risk Factor, overnutrition, public health PENDAHULUAN Kesehatan adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Untuk memperoleh tubuh yang sehat diperlukan makanan yang sehat dan bergizi. Makanan sehat dan bergizi akan memberikan zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi tubuh dengan normal. Pemilihan bahan makanan yang tidak baik mengakibatkan tubuh kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Pemenuhan kebutuhan gizi dalam tubuh ini akan memberikan nilai status gizi seseorang yaitu gizi baik, gizi kurang dan gizi lebih (Istiany, 2013). Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari
makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal,dan gizi lebih (Almatsier, 2005). Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang, maupun negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang yang berhubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju yang cenderung dengan masalah gizi lebih yang berhubungan dengan penyakit degeneratif seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit diabetes, jantung koroner, hati dan kantung empedu. Sedangkan pada negara berkembang cenderung seperti masalah gizi 1
ganda yakni perpaduan masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih (Azwar, 2008). Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mempunyai masalah gizi ganda yakni perpaduan masalah gizi kurang dan gizi lebih. Gaya hidup masyarakat yang berubah membuat permasalahan gizi mengalami perubahan baik dari segi bentuknya maupun akibat penyakit yang akan ditimbulkan. Transisi epidemiologi gizi ini membuat masalah gizi menjadi kompleks sehingga semakin banyak orang yang mengalami penyakit akibat dari gizi buruk dan gizi lebih (Gibney et al, 2009). Gizi lebih terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Asupan energi yang kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan lebih (overweight) dan untuk gizi lebih dengan derajat kelebihan yang berat disebut obesitas.Gizi lebih dapat tirade pada siapa saja dan bisa tirade mulai dari bayi hingga usia lanjut batik pria maupun wanita. Kelompok umur yang paling banyak mengalami gizi lebih adalah kelompok remaja dan dewasa. Hal ini disebabkan karena kelompok remaja dan dewasa tidak mengalami pertumbuhan lagi sehingga kelebihan energi dan zat gizi lain akan di simpan sebagai timbunan lemak (Depkes, 1999). Selain itu, sebagian besar penyebab gizi lebih diduga oleh karena terjadinya intervensi dan modifikasi gaya hidup (lifestyle). Gizi lebih berkaitan dengan pengaruh berbagai macam faktor dan faktor tersebut antara lain faktor genetik, faktor hormon, faktor gaya hidup meliputi pola makan dan aktifitas fisik dan faktor psikososial meliputi stress dan tingkat ekonomi yang mengarah pada pendapatan (Fahey, 2004). Menurut data Riskesdas (2013), kejadian gizi lebih di Indonesia meningkat dari tahun 2010 ke tahun 2013 yaitu sebesar 10% pada tahun 2010 dan menjadi 13,5% pada tahun 2013. Kejadian gizi lebih lebih banyak terjadi pada perempuan (32,9%) dibandingkan laki-laki(19,7%). Sedangkan berdasarkan pendidikan, yang lebih banyak adalah yang telah selesai dari perguruan tinggi yaitu 15,6% pada laki-laki dan 12,7% pada perempuan.
Menurut data Riskesdas (2013) di Provinsi Sumatera Utara terjadi peningkatan angka kejadian gizi lebih yaitu pada tahun 2010 sebesar 11,9% menjadi 12,2% pada tahun 2013. Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2012) menunjukkan bahwa Kota Medan sendiri prevalensi gizi lebih tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia yang mengalami peningkatan. Penelitian yang dilakukan Lestari (2012) terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran USU mengenai obesitas menunjukkan prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas mencapai 20,1%. Faktor yang domian berpengaruh terhadap kejadian obesitas adalah asupan energi, lemak, dan karbohidrat (p<0,001). Di Fakultas Kesehatan Masyarakat, menurut survei yang telah dilakukan penulis terhadap 90 mahasiswa dengan mendata tinggi badan dan berat badan kemudian menghitung IMT di dapat kejadian gizi lebih juga cukup banyak yaitu 20% (18 orang ) memiliki status gizi lebih (IMT≥25). Dari uraian latar belakang diatas belum diketahui apa yang menjadi faktor resiko gizi lebih pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU pada tahun 2014. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat analitik dengan desain case control yaitu suatu rancangan yang membandingkan kelompok kasus dan kontrol berdasarkan status paparan nya. Dimana efek di identifikasi saat ini dan faktor risiko di identifikasi pada waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2010-2012 (S1 reguler) FKM USU. Sampel dalam penelitian ini hitung berdasarkan rumus (Sastroasmoro, 2011). Berdasarkan rumus tersebut diperoleh sampel yang berjumlah 32 untuk masingmasing kelompok kasus dan kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat untuk menegetahui distribusi dari setiap variabel independen yaitu data karakteristik mahasiswa meliputi umur, jenis kelamin, suku, status tinggal, pendidikan terkahir orangtua, pekerjaan orangtua, dan secara bivariat untuk melihat hubungan variabel 2
independen yaitu status gizi orangtua, kecukupan protein, lemak, karbohidrat dari makanan, dan data aktivitas fisik dengan variabel dependen yaitu gizi lebih dengan menggunakan uji Chi-Square pada 95% CI dan uji OR untuk mengetahui pengaruh. Pengumpulan data karaktersistik mahasiswa, status gizi orangtua dan aktiviras fisik menggunakan kuesioner. Data kecukupan protein, lemak dan karbohidrat dari makanan, adalam penelitian ini dilakukan dengan metode food recall 24 jam. Data status gizi orangtua dikategorikan berdasarkan IMT menjadi 2 sebagai berikut (WHO, 2006) : a. Normal : 18,5-24,9 b. Lebih : 25,0-29,9 Kecukupan protein dikategorikan dalam 3 kategori sebagai berikut (Hardinsyah&Tambunan, 2004) : a. Lebih : >15% dari total energi b. Cukup : 10-15% dari total energi c. Kurang : <15% dari total energi Kecukupan lemak dikategorikan dalam 3 kategori sebagai berikut (Soetjaningsih, 2004): a. Lebih :>30% dari total energ b. Cukup : 20-30% dari total energi c. Kurang :<20% dari total energi Kecukupan karbohidrat dikategorikan sebagai berikut (Depkes,2003) : a. Lebih :>65% dari total energi b. Cukup :50-65 dari total energi c. Kurang :<50% dari total energi Sedangkan aktivitas fisik dikategorikan menjadi 3 kategori (WHO/FAO, 2001): a. Ringan : 1,40-1,69 b. Sedang : 1,70-1,99 c. Berat : 2,00-2,40 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini dilihat berdasarkan jenis kelamin, umur, status tinggal, pendidikan terakhir orang tua dan pekerjaan orang tua Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasakan Karakteristik Responsen di FKM USU tahun 2014
Karakteristik responden Umur 18-20 tahun 21-23 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Suku Batak Jawa Melayu Lain nya Status tinggal Indekos Rumah orangtua Rumah saudara Pendidikan bapak <S1 ≥S1 Pendidikan Ibu <S1 ≥S1 Pekerjaan bapak Bekerja Tidak bekerja Pekerjaan ibu Bekerja Tidak bekerja
Kasus n %
Kontrol n %
14 18
43,8 56,2
15 17
46,9 53,1
7 25
21.9 78,1
7 25
21,9 78,1
23 4 1 4
71,9 12,5 3,1 12,5
31 1 0 0
91,9 8,1 0 0
22 10
68,8 31,2
18 13
56,2 40,6
0
0
1
3,2
22 10
68,8 31,2
18 14
56,2 43,8
17 15
53,1 46,9
23 9
71,9 28,1
32 0
100,0 32 0 0
100,0 0
22 10
68,8 31,2
71,9 28,1
23 9
Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui bahwa bahwa umur mahasiswa yang paling banyak pada kelompok kasus dan kontrol adalah 21-23 tahun. Pada kelompok kasus dan kontrol, jenis kelamin laki-laki maupun perempuan sama banyak karena variabel jenis kelamin adalah variabel yang dimatching. Suku mahasiswa pada kelompok kasus dan kontrol yang paling banyak adalah suku batak. Pada kelompok kasus dan kontrol, mahasiswa paling banyak memiliki status tinggal indekos. Karakteristik orangtua meliputi pendidikan terakhir dan jenis pekerjaan., 3
Bapak dan ibu mahasiswa pada kelompok kasus dan kontrol dominan memiliki tingkat pendidikan terakhir <S1.Variabel pekerjaan orangtua pada kelompok kasus dan kontrol dapat diketahui bahwa orangtua mahasiswa dominan bekerja. Bapak kelompok kasus dan kontrol semua nya bekerja, sedangkan ibu kelompok kasus yang bekerja sebanyak 68,85(22 orang) dan ibu kelompok kontrol yang bekerja sebanyak 71,9% (23 orang). Rata-rata berat badan, tinggi badan dan indeks massa tubuh Terdapat perbedaan Berat badan, tinggi badan dan indeks massa tubuh pada kelompok kasus dan kontrol. Perbedaan dari ketiga variabel tersebut dapat diketahui melalui tabel berikut: Tabel 2. Rata-rata berat badan, tinggi badan dan indeks masssa tubuh mahasiswa Variabel Kasus Kontrol (Means ± (Means ± SD) SD) Berat badan 69,81 ± 54,91 ± 7,3 8,75 Tinggi badan 161,03 ± 159,41 ± 7,4 8,60 Indeks massa 26,88 ± 21,52 ± 1,6 tubuh 1,65 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa rata-rata berat badan pada kasus lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Terdapat selisih tinggi badan kelompok kasus dan kontrol sebesar 14,9 kg. Demikian juga dengan tinggi badan dijumpai rata-rata tinggi badan pada kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Kelompok kasus lebih tinggi 1,62 cm. Dan untuk nilai IMT, dijumpai IMT pada kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan selisih 5,36. Gambaran frekuensi makan berdasarkan jenis bahan makanan. Mahasiswa seluruhnya pada kelompok kontrol (100%) mengkonsumsi nasi sebagai bahan makanan pokok setiap hari. Jenis laukpauk yang paling sering dikonsumsi setiap hari adalah ikan basah (25 %) dan daging
(10,9%). Sebagian besar responden jarang mengkonsumsi sayuran. Untuk sayuran yang paling sering dikonsumsi responden adalah wortel (9,4%) .Untuk buah- buahan yang sering dikonsumsi responden dapat dilihat pada tabel 4.8. Jenis buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah pepaya (12,5%). Sedangkan untuk jenis minuman, rmahasiswa paling sering minum teh (27,5%) dan susu (26,6%). Dan untuk jenis jajanan, tidak ada diantara kedua jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh mahasiswa kelompok kontrol. Pada kelompok kasus bahan makanan pokok yang paling sering dikonsumsi adalah nasi (100%) dan mie (3,1%). Jenis lauk-pauk yang paling sering dikonsumsi pada kelompok kasus yaitu ikan basah (34,4%). Pada kelompok kasus, dapat diketahui bahwa mahasiswa tidak banyak yang selalu mengkonsumsi sayur setiap hari. Jenis sayur yang paling banyak dikonsumsi setiap hari adalah wortel (12,5%). Pada jenis buahbuahan yang paling sering dikonsumsi oleh responden juga dapat diketahui bahwa mahasiswa tidak banyak yang setiap hari mengkonsumsi buah-buahan. Buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah pisang (21,9%). Jenis minuman yang paling sering dikonsumsi oleh kelompok kasus berdasarkan tabel adalah susu (21,9%) dan jenis jajanan yang paling sering dikonsumsi oleh mahasiswa adalah gorengan (12,5%) Gambaran keluhan kesehatan yang dialami oleh kelompok kasus Akibat dari gizi lebih adalah meningkatnya resiko mengalami penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, dislipidemia, dan lain-lain. Responden pada kelompok kasus yang mengalami gizi lebih juga telah mengalami keluhan-keluhan kesehatan yang diasumsikan akan menjadi awal terjadinya penyakitpenyakit degeneratif tersebut. Keluhankeluhan kesehatan yang dialami oleh responden pada kelompok kasus 4
Keluhan kesehatan yang paling banyak dialami adalah cepat lelah yaitu sebanyak 46,90% (15 orang) dan yang paling sedikit adalah mudah sesak nafas yaitu sebanyak 9,40% (3 orang). Keluhan lain nya adalah mudah merasa lapar, mudah berkeringat. Hubungan genetik dengan kejadian gizi lebih Hasil tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara genetik dengan kejadian gizi lebih berdasarkan tabel 4.10 diperoleh nilai p = 0,005 (p<0,05) artinya pada alpha 5% disimpulkan adanya hubungan bermakna antara genetic dengan kejadian gizi lebih. Analisa pengaruh genetik terhadap kejadian gizi lebih ditunjukkan dengan nilai OR 2,006. Artinya mahasiswa yang memiliki orang tua dengan status gizi lebih baik bapak atau ibu beresiko untuk mengalami gizi lebih sebesar 2 kali lebih besar dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki orangtua dengan status gizi normal. Jumlah kelompok kasus yang memiliki bapak dengan status gizi lebih sebesar 50% dan ibu dengan status gizi lebih sebesar 65,6%, sedangkan untuk kelompok kontrol yang memiliki bapak dengan status gizi lebih ada sebanyak 21,9% dan ibu dengan status gizi lebih sebesar 25% . Terlihat perbedaan jumlah antara status gizi orang tua pada kelompok kasus dan kontrol Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Padmiari (2002) yang menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara status gizi orang tua dengan kejadian gizi lebih pada anak. Status gizi Ibu dapat meningkatkan kejadian gizi lebih pada anak sebesar 2.69 kali (CI 95%: 1.38-5.22), sedangkan status gizi bapak dapat meningkatkan kejadian gizi lebih pada anak hanya sebesar 1.99 kali (CI 95%: 1.02-3.92). Begitu juga dengan hasil penelian Loos (2002) yang menyatakan bahwa setiap anak yang mengalami obesitas (gizi lebih), 30-70 % merupakan kontribusi dari keturunan. Anak yang obesitas dari kecil cenderung akan mengalami oebsitas hingga dewasa kemungkinan nya sebesar 40-70%. Menurut penelitian Simatupang (2008) menyatakan bahwa keturunan memberikan kontribusi terhadap kejadian gizi
lebih Anak yang memiliki orang tua dengan status gizi lebih beresiko untuk mengalami gizi lebih sebesar 3 kali lebih besar. Akan tetapi hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Manurung (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan status gizi bapak dan status gizi ibu dengan kejadian obesitas. Hal ini diperkirakan karena orangtua telah lebih menjaga asupan gizi dari anak supaya tidak mengalami gizi lebih. Kejadian gizi lebih yang dialami anak diasumsikabukan karena faktor genetik tetapi karena asupan gizi. Hubungan frekuensi makan dengan kejadian gizi lebih Hasil tabulasi silang untuk melihat hubungan frekuensi makan dengan kejadian gizi lebih diperoleh nilai p sebesar 0,157 (p>0,05). artinya pada alpha 5%, disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara frekuensi makan dengan kejadian gizi lebih. Analisa pengaruh frekuensi makan dengan kejadian gizi lebih ditunjukan dengan nilai OR sebesar 1.793 (CI 95%: 1.045-3.048). Artinya setiap mahasiwa yang memiliki frekuensi makan kurang dari 3 kali dalam sehari memiliki resiko untuk mengalami gizi lebih sebesar 2,273 kali dibandingkan dengan yang memiliki frekuensi makan sama dengan 3 kali dalam sehari Jumlah kelompok kasus yang memiliki frekuensi makan lebih kecil dari 3 kali sehari sebanyak 34,4% dan untuk kelompok kontrol sebesar 18,8% . Sedangkan untuk frekuensi makan sama dengan 3 kali sehari pada kelompok kasus terdapat sebanyak 65,6% dan kelompok kontrol 81,2%. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Simatupang (2008) yang menyatakan bahwa frekuensi makan memiliki hubungan dengan kejadian gizi lebih (p = 0,0001). Penelitian yang dipublikasikan oleh American Journal of Epidemiology meyebutkan bahwa orang yang mengkonsumsi makanan sampai tiga kali per hari beresiko mengalami gizi lebih (obesitas) 45% lebih tinggi daripada yang memiliki frekuensi makan lebih dari tiga kali sehari . Pada bangsa-bangsa yang frekuensi makannya dua kali dalam sehari lebih banyak orang yang gemuk dibandingkan bangsa 5
dengan frekuensi makan sebanyak tiga kali dalam sehari. Hal ini berarti bahwa frekuensi makan sering dengan jumlah yang sedikit lebih baik daripada jarang makan tetapi sekali makan dalam jumlah yang banyak (Suyono, 1986). Hubungan asupan zat gizi dengan kejadian gizi lebih Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk melihat hubungan jumlah zat gizi yang dikonsumsi dengan kejadian gizi lebih diperoleh nilai p < 0.05. Zat gizi yang diteliti apakah memiliki hubungan dengan kejadian gizi lebih adalah protein, lemak dan karbohidrat. Kecukupan zat gizi ini dilihat berdasarkan kategori lebih, baik, dan kurang berdasarkan energi yang dikonsumsi. Melalui tabel 4.13 diketahui untuk asupan protein, kelompok kasus mengalami asupan yang lebih dari energi yang dikonsumsi sebesar 59,4% dan pada kelompok kontrol sebesar 21,9%. Setelah diuji statistik diperoleh nilai p sebesar 0.023 (p<0.05), artinya pada alpha 5% disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara asupan protein dengan kejadian gizi lebih. Analisa pengaruh asupan protein terhadap kejadian gizi lebih tidak dapat diketahui karena tidak bisa dilakukan uji Odds Ratio karena ada 5 expected count. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Yuniarti (2009) bahwa asupan protein secara kualitas jika dikonsumsi berlebih dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan akan beresiko mengalami gizi lebih. Menurut penelitian Manurung (2009) menyatakan hal yang sama bahwa terdapat hubungan antara asupan protein dengan kejadian gizi lebih (obesitas). Asupan protein yang dikonsumsi berlebih akan menyebabkan resiko sebesar 2, 72 kali. Hal ini dapat diketahui dari frekuensi makan berdasarkan jenis bahan makanan. Untuk jenis lauk-pauk yang paling sering dikonsumsi oleh responden adalah ikan basah dan daging yang memiliki protein tinggi. Dapat diketahui juga untuk asupan lemak, jumlah kelompok kasus yang mengalami asupan lebih dari energi yang dikonsumsi sebesar 68,8% dan pada kelompok kontrol sebesar 37,5% . Setelah
diuji statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0.042, artinya pada alpha 5% disimpulkan ada hubungan bermakna antara asupan lemak dengan kejadian gizi lebih. Analisa besar pengaruh asupan lemak terhadap kejadian gizi lebih dengan uji Odds Ratio tidak dapat dilakukan karena adanya 5 expected count. Adanya hubungan antara asupan lemak dengan kejadian gizi lebih sejalan dengan penelitian Sembiring (2011) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara perilaku makan termasuk dalam mengkonsumsi asupan lemak yang berlebihan dengan kejadian gizi lebih (p =0,040). Hal yang sama juga dikemukakan Sutiari (2007) yaitu konsumsi lemak yang berlebihan dari angka yang dianjurkan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi lebih. Dan hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Simatupang (2008) yang menyatakan bahwa konsumsi lemak yang berlebihan dari angka yang dianjurkan memiliki resiko mengalami gizi lebih sebanyak 25 kali. Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui untuk asupan karbohidrat, jumlah kelompok kasus yang mangalami asupan lebih dari energi yang dianjurkan sebesar 18,8% dan kelompok kontrol sebesar 6,2% . Setelah diuji statistik dengan uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,010, artinya pada alpha 5% disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan kejadian gizi lebih. Analisa pengaruh asupan karbohidrat terhadap kejadian gizi lebih dengan uji Odds Ratio tidak dapat diketahui karena adanya 5 expected count. Adanya hubungan asupan karbohidrat dengan kejadian gizi lebih sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Yuniarti (2009) mengemukakan bahwa secara kualitas konsumsi karbohidrat yang tidak sesuai dengan anjuran PUGS (Pesan Umum Gizi Seimbang) akan mempengaruhi terjadinya gizi lebih pada anak. Penelitian Yulni (2013) juga menyatakan hal yang sama bahwa ada hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dengan resiko mengalami gizi lebih dengan nilai p = 0,011. Penelitian yang dilakukan Lestari (2012) mendukung hal ini yang menyatakan adanya hubungan bermakna 6
antara asupan karbohidrat dengan kejadian gizi lebih (p = 0.0001). Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian gizi lebih Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jumlah kelompok kasus yang melakukan aktivitas ringan sebesar 96,9% dan kelompok kontrol yang melakukan aktivitas ringan sebesar 81,2% dan setelah diuji statistik dengan uji chi square untuk hubungan aktivitas fisik dengan kejadian gizi lebih diperoleh nilai p sebesar 0.045, artinya pada alpha 5% disimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian gizi lebih. Analisa pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian gizi lebih ditunjukkan oleh nilai OR sebesar 7.154 (CI 95%: 0.809-63.299). Artinya mahasiswa yang hanya melakukan aktivitas fisik ringan memiliki resiko 7.154 kali untuk mengalami gizi lebih dibandingkan dengan mahasiswa yang melakukan aktivitas sedang. Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari (2012) menyatakan bahwa anak yang hanya melakukan aktivitas ringan memiliki peluang sebesar 23 kali dibandingkan dengan anak yang melakukan aktivitas fisik sedang. Hal yang sama diungkapkan melalui penelitian Hutahean (2012) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik ringan (p = 0,005) memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi lebih. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Simatupang (2008) yang menyatakan bahwa aktivitas fisik (p = 0,0001) memberikan kontribusi terhadap kejadian gizi lebih. Semakin ringan aktivitas yang dilakukan maka resiko untuk mengalami gizi lebih akan semakin besar. Penelitian lain yang menyatakan hal yang sama adalah yang dilakukan oleh Sutiari (2008) yang menyatakan kurang melakukan aktivitas fisik dengan tingkat asupan energi yang berlebih akan meningkatkan resiko mengalami gizi lebih. KESIMPULAN 1. Ada hubungan antara genetik dengan kejadian gizi lebih (p=0,005 ; OR=2,006). Ada hubungan status gizi
bapak (p=0,019 ; OR=2,003) dan status gizi ibu (p=0,001 ; OR=2,468) dengan kejadian gizi lebih 2. Ada hubungan antara pola konsumsi yaitu frekuensi makan (p=0,024 ) dengan kejadian gizi lebih dan asupan zat gizi yaitu asupan protein (p=0,009), asupan lemak (p=0,042) dan asupan karbohidrat (p = 0,010) dengan kejadian gizi lebih. Analisa pengaruh asupan zat gizi terhadap kejadian gizi lebih tidak dapat diketahui karena adanya 5 expected count. 3. Ada hubungan antara aktivitas fisik (p=0,045 ; OR=7,154) dengan kejadian gizi lebih yaitu aktivitas fisik ringan. 4. Responden pada kelompok kasus mengalami keluhan kesehatan akibat mengalami gizi lebih. Keluhankeluhan kesehatan yang dialami adalah cepat lelah (46,9%). Mudah sesak nafas (9,4%), mudah pusing dan nyeri kepala (15,6%) dan keluhan lainnya seperti mudah lapar, mudah berkeringat (28,1%) SARAN Pihak kampus FKM USU disarankan untuk menyediakan sarana olahraga untuk mahasiswa. Diharapkan juga menambah kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Dan kepada mahasiswa disarankan supaya mengatur pola makan dan melakukan aktivitas fisik yang lebih banyak agar energi yang masuk sesuai dengan energi yang dikeluarkan DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan VII. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Depkes RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan 7
Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta. FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement, Report of a joint FAO/WHO/UNU Expert Consultation. Rome Fahey, Thomas D. 2004. Fit And Well Sixth Edition Core Concepts And Labs In Physical Fitness And Wellness. McGraw Hill. Boston USA Gibney,M dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Hardinsyah & Tambunan,V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak Dan Serat Makanan. Prosiding Widyakarya Pangan dan Gizi VIII. Jakarta. Hutahean. G.D. 2013. Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Obesitas Anak Kelas V dan VI di SD YP Shafiyyatul Amaliyyah tahun 2013. [Skrips] FK USU. Istiany,A & Rusilanti. 2013. Gizi Terapan. Bandung: Remaja Rosdakarya Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Lestari.S. 2011. Faktor Risiko Penyebab Kejadian Obesitas Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2011. [Tesis] . Medan,FKM USU. Manurung, N.K. 2008. Pengaruh Karakteristik Remaja, Genetik, Pendapatan Keluarga, Pendidikan Ibu, Pola Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Obesitas di SMU Trisakti Medan tahun 2009. [Tesis]. FKM USU Notoatmodjo,S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Padmiari. Ida. A, 2002. Prevalensi Obesitas dan Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Resiko Terjadinya Obesitas Pada Anak SD di Kota Denpasar,Bali. Tesis Magister Gizi dan Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
Sastroasmoro,S. 2011. Dasar-Dasar Metode Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto. Sembiring,R.A.2011. Hubungan Perilaku Konsumsi Pangan Dan Aktivitas Fisik Dengan Gizi Lebih Pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan Tahun 2011. [Skripsi].Medan, FKM USU. Simatupang,R,M. 2008. Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik Dan Keturunan Terhadap Kejadian Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Swasta Di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. [Tesis]. Medan. FKM USU Soetjaningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya. Jakarta:PT. Rhineka Cipta. Sutiari. 2007. Pola Makan dan Aktivitas Fisik pada Siswa Gizi Lebih di SDK Soverdi Tuban Kuta Bali. [Skripsi] Yulni. 2013. Hubungan Asupan Zat Giza Makro dengan Status Gizi pada Anak SD di Wilayah Pesisir Kota Makassar tahun 2013. [Skripsi] Yuniarti. 2009. Analisis Pola Makan dan Aktivitas Fisik Siswa-Siswi Gizi Lebih di SMA Labschool Kebayoran Baru Jakarta Selatan tahun 2009. [Skripsi] UIN Jakarta. World Health Organitation. 2006, Diet, nutrition and the prevention of Chronic Disease. WHO Technical Report. Geneva.
8