Mitra Raflesia Vol. 7 No. 2 Juli-Desember 2015
FAKTOR KEKAMBUHAN PADA PENGGUNA NAPZA DI RS. KHUSUS JIWA SOEPRAPTO BENGKULU Miki Kurnia STIKes Bhakti Husada Jl.Kinibalu 8 Kebun Tebeng BengkuluTelp (0736)23422 email :
[email protected] ABSTRACT Program coun seling services were held at RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu aims to deliveranex – addicts to be free from the drug environment, able to live healthy and free from drugs (clean and sober). Results Surey beginning of the whole number of patients per year, there are drug ab users who have a relapse. This study aimed to determine the correlation between a friend and suggestions with recurrence in post-drug users counseling services at RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu This research is aquantitative, descriptive analytic cross sectional study in which the population is all patients or drug users who received counseling services at RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu in 2013 with a sampling technique using "snow ball sampling" the determination of a small amount of the original sample and then continue to grow like as now ball as many as 40 people. The data usedare primary data by conducting question naires and check lists and secondary data derived from medical records. Statistical analysis was performed univariate and bivariate analysis with the Chi-Square formula. The results show edal most half of respondents (45%) influenced by friends and the majority (60%) in fluenced by suggestion. From the bivariate analysis the majority of respondents were in fluenced suggestion and friends had a relaps with p=0.004(p <0.05) which means that there is a correlation factor of suggestion with friends and the incidence of recurrence in post-drug users coun seling services at RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu. This study is expected tobe a source of data for other researchers and can be in put for hospitals and nurses in developing management policies and evaluate the factors that influence there currence Key words: Friends and suggestions, Recurrence PENDAHULUAN
pecandu yang sering disebut dengan istilah relaps. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada penyalahguna NAPZA telah terjadi gangguan mental dan perilaku, dimana pusat pengendalian diri mengalami gangguan sehingga
Perawatan penyalahguna NAPZA tentu saja tidak berhenti sampai disitu, satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah kekambuhan bagi para mantan
24
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 2 Juli-Desember 2015
mudah tergoda terjerumus untuk kesekian kalinya. Dari kondisi penyalahguna tersebut yang didukung oleh faktor pencetus seperti masih banyaknya NAPZA yang beredar bebas dan lingkungan sosial yang tidak sehat, sangat menentukan terjadinya kekambuhan NAPZA disamping dari kemauan dari masing-masing individu (Lidya, 2009). Kekambuhan pada penyalahguna NAPZA disebabkan karena adiksi sebagai suatu penyakit yang bersifat kronis atau akut. Studi kepustakaan menunjukkan bahwa angka kekambuhan cukup tinggi yaitu 43,9% (Hawari, 2006). Dari mereka yang kambuh ada tiga faktor utama sebagai penyebabnyayaitu faktor teman 58,36%, faktor sugesti 23,21% dan faktor frustasi dan stress 18,43% (Hawari,2008). Faktor terbesar kedua yang mempengaruhi kekambuhan penyalahguna NAPZA adalah sugesti. Menjelaskan bahwa craving merupakan perwujudan pemikiran di manaakan menjadi semakin kuat dengan adanya pengulangan pemakaian suatu obat - obatan karena berhubungan dengan sensitivitas pada bagian otak tertentu. Mantan pecandu walaupun setelah beberapa tahun berhenti menggunakan obat – obatan (napza) tetap berada pada resiko tinggi untuk relapse (kembali menggunakan) dan hal ini sering terpacu oleh stimulus yang dihubungkan dengan pemakaian obat. Daerah kota Bengkulu tidak terlepas dari masalah penyalahguna NAPZA, seperti yang kita ketahui Bengkulu termasuk kota pelajar, kota budaya, kota pariwisata tentu saja
tidak terlepas dari komponen penduduk yang heterogen dari berbagai penjuru Indonesia bahkan dunia dengan latar belakang budaya yang berbeda menyebabkan Bengkulu sangat rentan dengan permasalahan penyalahguna NAPZA. Dalam rangka menekan laju perkembangan penyalahguna NAPZA dan membantu merehabilitasi korban NAPZA, maka Pemerintah Bengkulu mendirikan Rumah Sakit Ketergantungan Obat bagi penyalahguna NAPZA. Adapun sistem yang di gunakan oleh Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu adalah dengan memberikan program perumahan terapi metadon dengan disertai (therapeutic community) yaitu suatu program layanan konseling bagi para pecandu narkoba, program ini memfokuskan untuk membangun suatu pribadi yang dapat kembali hidup ditengah–tengah masyarakat denganmental, emosi dan jiwa yang positif agar dapat bersosialisasi dengan dukungan dari diri sendiri dengan lingkungan yang positif dan teman senasib dan sepenanggungan. Program layanan konseling yang dilaksanakan di RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu bertujuan untuk mengantarkan seorang mantan pecandu untuk terbebas dari lingkungan NAPZA, mampu hidup sehat dan terbebas dari NAPZA (clean and sober) serta kualitas hidup yang positif. METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan rancangan
25
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 2 Juli-Desember 2015
penelitian menggunakan metode Case Control yaitu suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana factor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan “retrospective”. Retrospective yaitu melihat suatu kejadian dengan hal hal yang menjadi penyebab di masa
lampau. Dimana pada penelitian ini variabel independen adalah faktor teman dan sugesti dan variabel dependennya adalah kekambuhan pada NAPZA(Notoatmodjo, 2010). HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL
Tabel 1 Hubungan Teman Dengan Kekambuhan Pada Pengguna NAPZA di RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu Teman Kekambuhan Total Tidak Kambuh Kambuh N % N % N % Ya 14 77,8 4 22,2 18 100 Tidak
6
27,3
16
Total 20 50 20 Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukkan bahwa hasil perhitungan statistik uji Chi-square didapatkan nilai ρ value = 0,004
72,7
22
100
ρ
0,004
50 40 100 dimana ρ value < 0,05. Hal ini menandakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara teman dengan kekambuhan penyalahguna NAPZA.
Tabel 2 Hubungan Sugesti Dengan Kekambuhan Pada Pengguna NAPZA di RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu ρ Sugesti Kekambuhan Total value Tidak Kambuh Kambuh N % N % N % Ya 17 70,8 7 29,2 24 100 Tidak Total
3 20
18,8 50
13 20
Berdasarkan tabel 2 hasil perhitungan statistik uji Chi-square didapatkan nilai ρ value = 0,003
81,2 50
16 40
100 100
0,003
dimana ρ value < 0,05. Hal ini menandakan bahwa ada hubungan yang antara sugesti dan kejadian kekambuhan pada penyalahguna
26
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 2 Juli-Desember 2015
NAPZA pasca layanan konseling di RS.Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu PEMBAHASAN
aturan yang berlaku dalam kelompok sangat di patuhi. Ketika lingkungan sebagian besar sebagai pecandu dan individu selalu terpapar oleh kondisi daya perusak NAPZA tetapi di sisi lain membutuhkan semacam itu kemudian ditambah oleh adanya ajakan dari individu lain dengan iming – iming atau tawaran yang meyenangkan. Dengan pengetahuan yang minim dari individu dan diimbangi dengan rasa ingin tahu membuat individu tidak berfikir panjang untuk masuk kedunia NAPZA (Hawari, 2008). Dari hasil penelitian diketahui dari 40 responden, sebagian besar (60%) atau 24 responden mengalami sugesti. Dimana dari hasil pengamatan peneliti, sugesti muncul dipengaruhi banyak faktor seperti teman, tempat, benda, perasaan dan situasi yang selama ini berhubungan dengan pengalaman pecandu dalam menggunakan NAPZA. Berkumpul dengan teman-teman lama dan melihat mereka memakai NAPZA membuat responden berkeinginan lagi utnuk mencoba. Melihat tempat dan benda-benda yang bisa membangkitkan kenangan akan pengalaman menggunakan NAPZA seperti kamar, kamar mandi, pisau cukur membuat pergolakan dalam hati responden untuk mengulang kembali kenangan itu. Situasi tertentu seperti suasana sepi atau situasi hiruk pikuk hura-hura yang
Berdasarkan hasil penelitian analisa univariat pada 40 responden diketahui 18 orang atau sebagian besar (45%) menunjukkan responden dipengaruhi teman. Dari hasil observasi dan wawancara diperoleh bahwa responden tidak mampu jauh dari teman- teman lamanya karena responden belum mampu mencari teman baru dan bersosialisasi dengan lingkungan baru. Responden merasa lebih diakui oleh kelompok sosialnya, merasa dibutuhkan, merasa dianggap walaupun responden menyadari resiko untuk relaps sangat besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Eny Purwandari (2007) mengungkapkan bahwa teman sebaya merupakan faktor sosial yang menjadikan seorang penyalahguna NAPZA mengalami kekambuhan (relaps). Kelompok teman sebaya mempunyai potensi yang besar sebagai lingkungan untuk berubah. Kelompok teman sebaya dapat menjadi media awal bagi remaja dalam mengenal dan mencoba NAPZA. Terjadi dilema dalam diri remaja di satu sisi menyadari bahaya dan penerimaan dan pengakuan kelompok. Dukungan kelompok dan proses seleksi kelompok sangat berarti terutama bagi remaja yang sangat tergantung secara emosional pada kelompoknya sehingga semua
27
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 2 Juli-Desember 2015
membangkitkan perasaansugesti terhadap NAPZA. Dari hasil penelitian ini juga diketahui dari 40 responden, 16 orang atau hampir sebagian (40%) tidak mengalami sugesti. Hal ini dikarenakan responden belum sampai ketingkat pecandu, responden hanya sebagai pemakai pemula dan segera diketahui oleh keluarganya sehingga keluarga langsung melakukan pengobatan dimana sugesti adalah ketergantungan mental, berupa munculnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba. Sugesti ini tidak akan hilang saat tubuh sudah kembali berfungsi secara normal. Sugesti bisa digambarkan sebagai suara-suara yang menggema di dalam kepala seorang pecandu yang menyuruhnya untuk menggunakan narkoba. Sugesti seringkali menyebabkan terjadinya 'perang' dalam diri seorang pecandu, karena di satu sisi ada bagian dirinya yang sangat ingin menggunakan narkoba, sementara ada bagian lain dalam dirinya yang mencegahnya. Peperangan ini sangat melelahkan, bayangkan saja bila kita harus berperang melawan diri kita sendiri, dan kita sama sekali tidak bisa sembunyi dari suara-suara itu karena tidak ada tempat dimana kita bisa sembunyi dari diri kita sendiri dan tak jarang bagian dirinya yang ingin menggunakan narkoba-lah yang menang dalam peperangan ini. Suara-suara ini seringkali begitu kencang sehingga ia tidak lagi
menggunakan akal sehat karena pikirannya sudah terobsesi dengan narkoba dan nikmatnya efek dari menggunakan narkoba. Sugesti inilah yang seringkali menyebabkan pecandu relapse. Sugesti ini tidak bisa hilang dan tidak bisa disembuhkan, karena inilah yang membedakan seorang pecandu dengan orang-orang yang bukan pecandu. Orang-orang yang bukan pecandu dapat menghentikan penggunaannya kapan saja, tanpa ada sugesti, tetapi para pecandu akan tetap memiliki sugesti bahkan saat hidupnya sudah bisa dibilang normal kembali. Sugesti memang tidak bisa disembuhkan, tetapi kita dapat merubah cara kita bereaksi atau merespon terhadap sugesti itu. Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa sebagian responden (50%) mengalami kekambuhan dan sebagian lagi (50%) tidak kambuh. Dari hasil penelitian ini dan seperti hal yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, kambuh dan tidak kambuhnya responden dipengaruhi banyak faktor. Pada penelitian ini 20 orang responden yang kambuh berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti menunjukkan responden yang kambuh dipengaruhi oleh teman, lingkungan, stress, sugesti dan lain-lain. Seperti yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya teman sangat mempengaruhi keinginan responden untuk kembali menggunakan
28
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 2 Juli-Desember 2015
NAPZA. Responden masih sering berkumpul dengan teman-temannya dan teman-temannya masih sering mencari keberadaan responden. Rasa ingin kembali menggunakan NAPZA masih kuat dimana sugesti sangat sukar untuk dihilangkan. Pada penelitian ini juga, 20 orang responden tidak mengalami kekambuhan dikarenakan responden masih berada pada fase awal dalam penggunaan NAPZA, responden masih dalam tahap coba-coba sehingga sifat ketergantungan pada NAPZA belum terlalu tinggi. Sikap keluarga yang penuh perhatian dan perduli memberikan rasa percaya diri kepada penyalahguna NAPZA sehingga responden memiliki keinginan kuat untuk “sembuh” dalam arti tidak ingin menggunakan NAPZA kembali. Dengan rasa keinginan kuat dalam hati untuk berubah, membuat responden tidak lagi bertemu dan bergaul dengan teman-temannya pengguna NAPZA dan tidak mengunjungi tempattempat yang beresiko untuk kembali ke NAPZA. Bivariat Hasil penelitian menunjukkan dari 40 responden, 18 responden yang dipengaruhi teman sebagian besar mengalami kekambuhan yaitu sebanyak 14 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berperan pada kekambuhan pecandu narkoba meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri atas efek
ketergantungan sangat tinggi yang dihasilkan oleh NAPZA membuat rsponden cenderung ingin mengulang pengalaman yg menyenangkan saat mengkonsumsi NAPZA dimana dengan menggunakan NAPZA responden menjadi rileks, berkhayal akan halhal yang menyenangkan, dan ada yang menjadikan rasa percaya diri yang tinggi setelah menggunakan NAPZA. Adanya motif untuk kembali berhubungan dengan pecandu lain atau teman dimana teman merupakan faktor utama penyebab terjadinya kekambuhan, teman dapat mempengaruhi responden untuk menggunakan kembali. Rasa ingin diakui dan diterima oleh kelompok sosialnya menbuat responden tidak mampu menolak ajakan teman-temannya. Stress juga termasuk faktor penyebab terjadinya kekambuhan dimana responden berpandangan bahwa narkoba merupakan tempat pelarian masalah, dengan menggunakan NAPZA stress menjadi hilang sesaat. Kepribadian ekstrovert maupun introvert dalam diri responden yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan bebas narkoba dimana responden belum memiliki kepribadian yang matang, belum mengetahui mana yang baik dan tidak, responden belum bisa membedakan mana yang pantas dan mana yang tidak sehingga dengan kepribadian seperti itu membuat responden mudah dipengaruhi untuk
29
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 2 Juli-Desember 2015
memakai kembali NAPZA. Kesadaran untuk tidak kembali menggunakan narkoba masih kurang hal ini didukung juga tingkat pengetahuan akan bahaya NAPZA masih kurang. Perasaan gagal, minder dan stigma negatif yang ada di masyarakat mengenai mantan pecandu mengakibatkan responden merasa mengalami penolakan untuk kembali ke lingkungannya sendiri."Usai sembuh masyarakat tidak mau menerima. Cari kerja susah dan tidak ada kegiatan”. Karena stres mereka akhirnya kembali ke pergaulan lama dan akhirnya kembali menjadi pecandu. Faktor eksternal terdiri atas keluarga yang tidak memiliki kedekatan hubungan, tersedianya fasilitas untuk kembali pada narkoba, serta tidak adanya dukungan keluarga, mentor pendamping, dan teman sebaya dalam menghindari narkoba. Dari hasil penelitian 18 orang responden yang dipengaruhi teman sebagian kecil (22,2%) tidak kambuh. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, hal ini disebabkan responden memiliki kesadaran diri untuk tidak menggunakan NAPZA lagi dan responden menyadari bahaya NAPZA. Kesadaran diri tersebut muncul karena responden tidak ingin mengulang kembali terjadinya efek buruk yang dihasilkan NAPZA seperti dijauhi lingkungan, membuat susah dan sedih hati orang-orang disekelilingnya. Selain itu responden
setelah pasca konseling di RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu menjadi lebih sering mendengar ceramah-ceramah tentang bahaya NAPZA dan teman pengguna NAPZA sehingga ketika responden berkumpul dengan tema-temannya, responden mampu menolak ajakan untuk menggunakan NAPZA kembali. Berdasarkan hasil uji bivariat, diketahui dari 40 responden yang di wawancara, 22 orang responden tidak dipengaruhi teman. Dari 22 responden tersebut, hampir sebagian (27,3%) mengalami kekambuhan. Kekambuhan pada penelitian ini tidak saja dipengaruhi oleh teman, masih banyak faktor penyebab lainnya. Dari hasil pengamatan peneliti, 6 responden yang kambuh tanpa dipengaruhi teman disebabkan karena factor stress, daya terima masyarakat akan mantan pengguna NAPZA kurang baik. Stress akan permasalahan yang tidak menemukan penyelesaiannya membuat responden menggunakan kembali NAPZA karena dengan mengkonsumsi NAPZA responden merasa dapat menghilangkan stress sesaat. Lingkungan yang memandang negatif kepada mantan penyalahguna membuat responden minder dan sulit bergaul. Dan untuk menghilankan rasa tersebut responden menggunakan kembali NAPZA untuk membangkitkan rasa percaya dirinya ditengah-tengah masyarakat yang tidak menerima keadaan
30
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 2 Juli-Desember 2015
seorang mantan penyalahguna NAPZA. Dari 22 responden yang tidak dipengaruhi teman, sebagian besar (72,7%) atau 16 orang responden tidak mengalami kekambuhan. Hal ini dikarenakan responden benarbenar menjauhi temannya sehingga tidak ada yang mempengaruhi responden. Hasil penelitian ini disebabkan responden menggunakan NAPZA pada saat itu hanya baru sebatas coba-coba sehingga ketika responden tidak lagi dipengaruhi temannya, responden tidak mengalami kekambuhan. Selain itu tingkat pengetahuan akan bahaya NAPZA pada responden semakin tinggi sehingga responden tidak ingin menggunakan NAPZA kembali.
DAFTAR PUSTAKA Beek. 2008. Menolong Penderita Alkoholisme dan KetergantunganNAPZA, Pelkesi : Jakarta Besral. 2004. Potensi Penyebaran HIV Dari Pengguna NAPZA Suntik ke Masyarakat Umum. Departemen Biostatistika dan Kependudukan, fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Informasi Penanggulangan Narkoba Secara Terpadu: Pedoman bagi keluarga, Jakarta: Depkes Eben Ezer. 2013. Masikah Narkoba Musuh Bersama. Hawari, D. 2008. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA edisi ke:2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta Notoarmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Purwanta. 2007. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kekambuhan Skizofrenia RSUP DR. Sardjit. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Purwanti, Asih. 2004. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Depresi pada Remaja Penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Purwandari. 2007. Orientasi NilaiNilai Hidup: Proses Pengambilan Keputusan Berhenti Mengkomsumsi NAPZA. Fakultas Psikologi, Universitas
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Ada hubungan antara faktor teman dan sugesti dengan kejadian kekambuhan pada penyalahguna NAPZA pasca konseling di RS. Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu. SARAN Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam menyusun kebijakan bagi manajemen Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu dan bahan evaluasi pelaksanaan konseling yang sudah berjalan. Bagi perawat, hasil penelitian ini dapat menjadi evaluasi mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kekambuhan pada pengguna NAPZA.
31