FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KETERLIBATAN PEMUDA PEDESAAN PADA KEGIATAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
FITRI NINGSIH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Pedesaan pada Kegiatan Pertanian Berkelanjutan adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari hasil karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Januari 2014
Fitri Ningsih NIM I34100061
iii
ABSTRAK FITRI NINGSIH. Faktor-faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Pedesaan pada Kegiatan Pertanian Berkelanjutan. Dibimbing oleh SOFYAN SJAF Pertanian berkelanjutan merupakan cita-cita nasional demi terwujudnya swasembada pangan di Indonesia. Pertanian berkelanjutan tidak akan terwujud tanpa adanya keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian, yang meliputi: persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Kegiatan pertanian harus mampu memenuhi kebutuhan ekonomi, tetap menjaga kesuburan lahan, dan diakui oleh masyarakat sebagai pekerjaan yang layak. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang menentukan keterlibatan pemuda pedesaan pada kegiatan pertanian berkelanjutan. Agar tujuan penelitian tercapai, maka metodologi penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Untuk metodologi kuantitatif digunakan pendekatan survei. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan uji regresi, uji rank spearman, dan tabulasi silang. Sementara itu, metode kualitatif menggunakan pendekatan wawancara mendalam. Data yang diperoleh dari metode ini direduksi, disajikan, dan ditarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian semakin menurun. Faktor yang membuat rendahnya keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian berkelanjutan adalah sosialisasi orangtua dan kohesivitas teman sebaya yang rendah. Pertanian dianggap sebagai pekerjaan yang tidak menjanjikan secara ekonomi. Oleh karena itu, perlu perhatian berbagai pihak untuk meningkatkan sosialisasi mengenai pertanian, serta suatu wadah yang mampu menfasilitasi pemuda untuk saling berbagi informasi mengenai pertanian. Kata kunci: pemuda pedesaan, kegiatan pertanian, pertanian berkelanjutan.
ABTRACT FITRI NINGSIH. The Factors that Determine the Involvement of Rural Youth in Sustainable Agriculture. Supervised by SOFYAN SJAF Sustainable agriculture is one of national ideals in the realization of food self-suffiency in Indonesia. Sustainable agriculture will not be realized without the involvement of youth in agricultural activities, which includes the activities of land and seed preparation, maintenance, and harvesting. Agricultural activities must be able to meet the economic needs, maintaining land fertility, and recognized by society as decent job. The purpose of this research was to analyze the factors that determine the involvement of rural youth in sustainable agricultural activities. To achieve that, the research methodology that being used are qualitative and quantitative. Methodology used for quantitative is survey approach. Quantitative data were processed using regression test, rank spearman test, and cross tabulation. Meanwhile, methodology used for qualitative is indepth interview approach. Data obtained from this method are being reduced, presented, and drawn for conclusion. Result of the research showed involvement of youth in agricultural activities decrease. This happens due to parental socialization and low cohesiveness peers. Agricultures is considered as a job that is not economically viable. Therefore, it needs the attention of various side to improve the socialization of agriculture, and coordinating institution to facilitate youth to share information about agriculture. Key word: rural youth, agricultural activities, sustainable agriculture
iv
FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KETERLIBATAN PEMUDA PEDESAAN PADA KEGIATAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
FITRI NINGSIH
Skripsi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
v
Judul Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Pedesaan pada Kegiatan Pertanian Berkelanjutan : Fitri Ningsih : I34100061
.
Disetujui oleh
Dr Sofyan Sjaf Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Pedesaan pada Kegiatan Pertanian Berkelanjutan” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk mendapat gelar strata 1 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Sofyan Sjaf selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda Agur Fahmi, Ibunda Nurhayati, serta kakak-kakak Candra dan Leni Marlina, yang selalu memberikan semangat, doa, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis. Tidak lupa ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman SKPM angkatan 47 yang selalu memberi semangat dan masukan untuk penulis dalam penulisan skripsi ini. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor,
Januari 2014
Fitri Ningsih
vii
DAFTAR ISI halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Pemuda, Pertanian, dan Pertanian Berkelanjutan Posisi Pemuda Saat Ini dan Pertanian Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Pemuda Hubungan antara Faktor Berpengaruh dengan Bentuk Keterlibatan Pemuda di Pertanian Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Operasional PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Pemilihan Subjek Penelitian Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum Desa Purwabakti Letak geografis dan keadaan lingkungan Potensi sumber daya alam dan sosial masyarakat Proses kegiatan pertanian Karakteristik Responden BENTUK-BENTUK KETERLIBATAN PEMUDA PADA PERTANIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KETERLIBATAN PEMUDA PADA KEGIATAN PERTANIAN Pengukuran Faktor-faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Pengujian Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan lahan dan benih Pengujian Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan Pengujian Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen Ikhtisar
vii ix ix 1 1 3 4 4 5 5 5 8 9 11 12 13 13 19 19 19 19 20 21 21 21 22 22 23 27 31 31 34 40 44 48
viii
KORELASI BENTUK KETERLIBATAN PEMUDA PADA KEGIATAN PERTANIAN DENGAN PERTANIAN BERKELANJUTAN Gambaran Terwujudnya Pertanian Berkelanjutan di Desa Purwabakti Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan Lahan dan Benih dengan Tingkat Kelayakan Ekonomi Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan Lahan dan Benih dengan Tingkat Kelayakan Ekologi Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan Lahan dan Benih dengan Tingkat Kelayakan Sosial Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan dengan Tingkat Kelayakan Ekonomi Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan dengan Tingkat Kelayakan Ekologi Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan dengan Tingkat Kelayakan Sosial Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen dengan Tingkat Kelayakan Ekonomi Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen dengan Tingkat Kelayakan Ekologi Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen dengan Tingkat Kelayakan Sosial Ikhtisar PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
49 49 49 53 54 55 56 57 57 58 59 61 63 63 63 65
ix
DAFTAR TABEL halaman Tabel 1 Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Luas dan presentase pemanfaatan lahan di Desa Purwabakti tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan 60 orang pemuda pada kegiatan pertanian di Desa Purwabakti tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya, kesulitan pelepasan lahan, dan tingkat penguasaan lahan keluarga dari 60 responden di Desa Purwabakti tahun 2013 Hasil uji statistik hubungan antara faktor yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan bentuk keterlibatan pemuda pada pertanian Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan tingkat sosialisasi orangtua pemuda di Desa Purwabakti Tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan tingkat kohesivitas teman sebaya dari 60 orang pemuda di Desa Purwabakti Tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan tingkat kesulitan pelepasan lahan di Desa Purwabakti Tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan luas penguasaan lahan keluarga pemuda di Desa Purwabakti Tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat sosialisasi orangtua di Desa Purwabakti tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat kohesivitas teman sebaya di Desa Purwabakti Tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat kesulitan pelepasan lahan di Desa Purwabakti Tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat luas penguasaan lahan di Desa Purwabakti tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen berdasarkan tingkat sosialisasi orangtua di Desa Purwabakti Tahun 2013
21
27
31
35
36
37
39
40
41
42
43
44
45
x
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Tabel 18
Tabel 19
Tabel 20
Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23
Tabel 24
Tabel 25
Tabel 26
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen berdasarkan tingkat kohesivitas teman sebaya di Desa Purwabakti tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen berdasarkan tingkat kesulitan pelepasan lahan di Desa Purwabakti Tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen berdasarkan luas penguasaan lahan keluarga di Desa Purwabakti Tahun 2013 Pengaruh faktor-faktor yang diuji terdahap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian di Desa Purwabakti Tahun 2013 Jumlah dan presentase tingkat sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya, kesulitan pelepasan lahan, dan tingkat penguasaan lahan keluarga dari 60 responden di Desa Purwabakti tahun 2013 Hasil uji rank spearman hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan di Desa Purwabakti tahun 2013 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan ekonomi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan ekologi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan pertanian secara sosial di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan ekonomi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan ekologi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan pertanian secara sosial di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan ekonomi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013
45
46
47
48
49
51
52
53
54
55
56
55
58
xi
Tabel 27 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan ekologi di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tabel 28 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan pertanian secara sosial di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tabel 29 Hubungan keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan di Desa Purwabakti tahun 2013
59
60
61
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Gambar 2 Karakteristik 60 orang responden berdasarkan presentase tingkat pendidikan responden di Desa Purwabakti tahun 2013 Gambar 3 Karakteristik 60 orang responden berdasarkan presentase jenis pekerjaan responden di Desa Purwabakti tahun 2013
halaman 13
24 25
DAFTAR LAMPIRAN halaman Lampiran 1 Peta lokasi Lampiran 2 Jadwal pelaksanaan penelitian Lampiran 3 Subjek penelitian Lampiran 4 Hasil uji regresi Lampiran 5 Hasil uji Rank Spearman Lampiran 6 Dokumentasi Lampiran 7 Riwayat hidup penulis
67 68 69 77 79 86 87
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini dalam setiap usaha pembangunan yang melibatkan lingkungan dan sumberdaya alam, selalu disinggung konsep berkelanjutan, termasuk pertanian. Ashari dan Saptana mendefinisikan pertanian berkelanjutan berdasarkan UUD 1945, pasal 33 yaitu "perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional" (Ashari dan Saptana 2007). Senada dengan Ashari dan Saptana (2007), Notohaprawiro (2006) mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai sistem pengelolaan pertanian terpadu yang secara berangsur-angsur meningkatkan penghasilan tiap satuan lahan sambil mempertahankan keutuhan dan keanekaragaman ekologi dan hayati sumberdaya alam dalam jangka panjang, memberikan keuntungan ekonomi bagi setiap orang, menyumbang terhadap peningkatan mutu kehidupan, dan memperkuat pembangunan ekonomi negara. Sehubungan dengan pertanian berkelanjutan, White (2011) menyatakan bahwa peran pemuda pada pertanian harus dipertimbangkan. Populasi penduduk dunia semakin bertambah dari tahun-ketahun. Keadaan ini berimbas kepada meningkatnya kebutuhan pangan dunia. Penduduk yang berusia muda semakin meningkat, namun peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan ketersediaan lapangan pekerjaan sehingga pengangguran semakin meningkat. Lebih dari setengah populasi negara-negara berkembang adalah penduduk yang tergolong pemuda dan 70 persen diantaranya hidup dalam kemiskinan ekstrim, tinggal di daerah pedesaan. Keadaan ini semakin buruk karena ketertarikan pemuda terhadap pertanian semakin berkurang. Padahal menurut pengamatan White (2011), pertanian merupakan salah satu pekerjaan yang sangat dibutuhkan karena sektor ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa ketika pertanian bisa dikembangkan dengan baik, maka sektor ini memiliki potensi yang besar untuk menyediakan pekerjaan bagi bagi banyak orang dan ini akan berdampak pada menurunnya pengangguran di pedesaan (White 2011). Sejalan dengan pernyataan White (2011), Vellema (2011) dalam bukunya yang berjudul “the sustainability of agricultural”, menyatakan bahwa telah muncul indikasi terjadinya fenomena lost generation 1 pada pertanian di pedesaan. Indikasi ini diperkuat oleh White yang menyatakan bahwa di Ethiopia, pemudanya tidak mau bertani karena mereka telah memiliki pendidikan yang tinggi, sehingga mereka lebih memilih untuk menunggu pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya. Mereka menghabiskan waktunya untuk 1
Vellema S. 2011. Transformation and sustainability in agriculture: Connecting practice with social theory. Wageningen [NL]: Wageningen Academic Publishers. Lost generation adalah suatu keadaan di pedesaan dengan pemuda yang sudah tidak tertarik pada pertanian dan memilih untuk mengerjakan pekerjaan di sektor lain atau bermigrasi ke daerah lain (Vellema 2011).
2
mengobrol dengan pemuda lainnya atau menghabiskan dengan menonton televisi. Di India juga terjadi hal yang hampir sama, kebanyakan dari generasi mudanya tidak mau bertani dan lebih memilih bekerja di sektor industri dengan harapan jaminan ekonomi karena pendapatannya rutin tiap bulan. Kasus seperti ini, ternyata juga terjadi di Indonesia. Pemudanya beranggapan bahwa mereka belum pantas untuk berwirausaha karena tidak memiliki kemampuan teknis dalam pertanian dan lebih tergiur dengan gaji bulanan pada pekerjaan formal (White 2011). Indikasi terjadinya fenomena lost generation, ternyata mulai muncul di beberapa wilayah pedesaan Indonesia. Data BPS (2010) menunjukan bahwa pertanian bukan lagi menjadi mata pencaharian primadona bagi pemuda. Mata pencaharian yang paling banyak dilaksanakan adalah perdagangan dengan presentase 16,8 persen, disusul dengan industri pengolahan dengan 15,93 persen, sedangkan pertanian padi dan palawija berada diurutan ketiga dengan presentase 15,75 persen (BPS 2010). Data tersebut merupakan data yang pada aras makro, sehingga sangat penting untuk menganalisis pembuktian kasus tersebut pada tahap mikro. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan di sebuah desa di Kecamatan Pamijahan yaitu Desa Purwabakti. Menurut White (2011), ketika ingin memahami pemuda sebagai generasi penerus, maka juga harus dipahami pentingnya pendekatan relasional. Maksudnya, pemuda harus dilihat sebagai bagian dari dinamika hubungan pemuda dengan orang lain (orang dewasa) dalam struktur yang lebih besar dari reproduksi sosial. Konsep ini menunjukkan bahwa orang lain yang ada di sekitar pemuda akan berpengaruh terhadap tindakan dan keputusan pemuda termasuk keputusan untuk terlibat di pertanian atau mencari pekerjaan di sektor lainnya. Pihak-pihak yang berpengaruh tersebut adalah orangtua, teman sebaya, serta masyarakat sebagai lingkungan sosial pemuda. Orangtua merupakan orang yang paling dekat pemuda. Semua tindakan dan perilaku anak biasanya sangat dipengaruhi oleh pengajaran orangtua, termasuk salah satunya pengajaran orangtua terkait bekerja di sektor pertanian. Begitu juga dengan teman sebaya, sebagai pihak yang sering bergaul dan berbagi pikiran dengan pemuda. Saat ini seringkali ditemukan orangtua yang tidak mau mengajak anakanaknya untuk bertani karena berbagai alasan. Bahkan ada orangtua yang secara terang-terangan melarang anak-anaknya untuk bekerja di sektor pertanian. Pertanian dianggap sebagai sektor yang tidak menjanjikan untuk kehidupan yang lebih layak. Pertanian merupakan jenis pekerjaan yang membutuh kerja keras, menguras waktu, dan tenaga, tetapi penghasilan yang diperoleh tidak menentu. Selain pengaruh dari pihak-pihak tersebut, pemuda juga dipengaruhi oleh sistem sosial yang ada di lingkungan tempat tinggalnya, termasuk kearifan lokal yang hanya berlaku di wilayah itu saja. Kearifan lokal yang dimaksudkan pada tulisan ini adalah sulitnya proses pelepasan lahan atau usaha keluarga dalam mempertahankan lahan yang dimiliki keluarga. Nugraha (2012), menambahkan faktor lain yang bisa mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian adalah tingkat penguasaan lahan keluarga. Besarnya peran pemuda terhadap pertanian berkelanjutan, membuat bentuk keterlibatannya pada kegiatan pertanian juga harus dipertimbangkan. Kegiatan pertanian padi sawah didefinisikan Hidayat (2010) sebagai semua
3
rangkaian kegiatan pertanian mulai dari mempersiapkan lahan, menanam, memelihara, sampai masa panen. Kegiatan tersebut bisa digolongkan menjadi tiga yaitu kegiatan persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sangat penting untuk menganalisis hubungan bentuk keterlibatan pemuda di sektor pertanian dengan kontribusinya untuk terwujudnya pertanian berkelanjutan di pedesaan.
Rumusan Masalah Kegiatan pertanian secara garis besar dikelompokan menjadi tiga yaitu kegiatan persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Menurunnya minat pemuda terhadap pertanian bisa saja mengakibatkan keterlibatannya pada kegiatan pertanian juga sedikit sehingga profesi sebagai petani hanyalah pekerjaan sampingan, atau bahkan mereka meninggalkan pertanian seutuhnya dan memilih untuk bekerja pada sektor lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan pertanian. Penghasilan yang diperoleh pada setiap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian juga berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian juga akan berbeda-beda, sehingga menjadi penting bagi peneliti untuk menganalisis apa saja bentuk-bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian di Desa Purwabakti? Sebagaimana telah disinggung pada latar belakang, keterlibatan pemuda pada pertanian semakin berkurang karena semakin sedikitnya ketertarikan pemuda pada sektor pertanian dan lebih memilih untuk bekerja di sektor lain. Semakin menurunnya keterlibatan pemuda pada sektor pertanian tidak terjadi tanpa alasan. Penelitian Nugraha (2012) menemukan bahwa orangtua dan teman sebaya memberikan pengaruh terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Peran orangtua dalam menginternalisasi pemahaman pemuda sangatlah kuat. Nilai-nilai yang ditanamkan orangtua mengenai pertanian akan membentuk pandangan pemuda terhadap pertanian itu sendiri. Begitu juga dengan teman sebaya yang merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam membentuk atau pun merubah cara pandang pemuda terhadap pertanian. Hidayat (2002), menambahkan faktor lainnya yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada pertanian yaitu kearifan lokal terkait dengan sulitnya proses pelepasan lahan oleh keluarga. Berbeda dengan penelitian Nugraha dan Hidayat, Yennetri (1998) menyatakan bahwa keterlibatan pemuda di pertanian dipengaruhi oleh jumlah penguasaan lahan. Semakin maraknya konversi lahan membuat pemuda kehilangan lahan pertanian. Padahal lahan merupakan media tanam utama yang dibutuhkan untuk pertanian padi sawah. Hal ini mengakibatkan mereka tidak memiliki pilihan selain meninggalkan pertanian dan beralih pada sektor lain atau pun bermigrasi ke kota. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sangat penting untuk meneliti faktor manakah diantara keempat faktor tersebut yang paling menentukan bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian padi sawah? Vellema (2011) menyatakan bahwa semakin sedikitnya pemuda yang ingin terlibat pada kegiatan pertanian mengakibatkan terjadinya fenomena lost generation atau krisis penerus pada sektor pertanian. Namun, keadaan ini tidak menutup kemungkinan masih adanya pemuda yang terlibat pada kegiatan pertanian. Masih ada beberapa pedesaan di Indonesia yang masih melibatkan
4
generasi muda pada kegiatan pertanian, salah satunya adalah lokasi penelitian yaitu Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Hal ini berkorelasi dengan usaha pelaksanaan pertanian berkelanjutan yang dilaksanakan pemerintah. Keterlibatan pemuda pada sektor pertanian diharapkan akan memberikan sumbangsih terhadap pertanian berkelanjutan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengkaji bagaimana korelasi antara bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian padi sawah dengan pertanian berkelanjutan di pedesaan? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang paling menentukan keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian berkelanjutan, sedangkan tujuan secara terperinci disebutkan sebagai berikut: 1. Mengukur bentuk-bentuk keterlibatan pemuda Desa Purwabakti pada kegiatan pertanian padi sawah 2. Menganalisis pengaruh sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya, tingkat kesulitan pelepasan lahan, dan tingkat penguasaan lahan terhadap keterlibatan pemuda di Desa Purwabakti. 3. Menganalisis korelasi antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian padi sawah dengan pertanian berkelanjutan di Desa Purwabakti. Kegunaan Penulisan Penelitian ini memiliki beberapa manfaat untuk masyarakat, akademisi, dan pemerintah. Adapun manfaat yang dapat diperoleh yaitu: 1. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat membantu masyarakat khususnya masyarakat Desa Purwabakti untuk mengetahui potensi desa terutama terkait pertanian. 2. Bagi akademik, penelitian ini memberikan tambahan khazanah pengetahuan kepada mahasiswa mengenai hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan. 3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan demi terwujudnya pertanian berkelanjutan di Indonesia.
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Berdasarkan beberapa referensi penelitian sebelumnya, ditetapkanlah empat konsep utama, yaitu: 1) konsep pemuda, pertanian, dan pertanian berkelanjutan, 2) posisi pemuda pedesaan dalam pertanian saat ini, 3) faktorfaktor yang mempengaruhi keterlibatan pemuda di pertanian, meliputi: sosialisasi orangtua mengenai pertanian, kohesivitas teman sebaya, dan kearifan lokal terkait dengan sulitnya proses pelepasan lahan keluarga yang ada di wilayah tersebut, dan tingkat penguasaan lahan keluarga, 4) hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi dengan bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian. Penjelasan konsep-konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut: Konsep Pemuda, Pertanian, dan Pertanian Berkelanjutan Pemuda menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1, “Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun”. Definisi yang berbeda dinyatakan oleh White (2011), yaitu dibeberapa negara, pemuda adalah penduduk dengan usia mulai dari 18 sampai 40 tahun. Berdasarkan penelitian Untari et al. (2007) karakteristik individu pemuda tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda di pertanian karena hal yang paling berpengaruh adalah akses terhadap informasi. Semakin tinggi akses pemuda terhadap informasi pertanian, maka semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku pemuda dalam pelaksanaan pertanian di pedesaan. Berdasarkan pendefinisian tersebut, penulis menyatakan bahwa pemuda yang akan menjadi unit analisis untuk penelitian ini adalah pemuda yang berjenis kelamin laki-laki dengan umur 16 sampai 30 tahun. Pemuda yang termasuk pada kriteria inilah yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian, yang akan diidentifikasi bentuk kerterlibatannya pada kegiatan pertanian padi sawah. Hidayat (2010) menjelaskan bahwa kegiatan pertanian mencakup persiapan lahan, penyemaian benih, penanaman, pemupukan, penyiangan gulma, pembasmian hama, pengairan, dan panen. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2012), lebih berfokus pada keterlibatan pemuda pada saat panen. Ini disebabkan karena pemuda masih sekolah sehingga orangtua tidak mau membebani anak-anaknya dengan kegiatan-kegiatan pertanian lainnya. Penulis berpandangan bahwa penelitian yang hanya berfokus pada masa panen kurang mampu mereplikakan kenyataan yang sebenarnya. Ketika melihat keterlibatan pemuda di sektor pertanian, maka sebaiknya dilihat bagaimana keterlibatan pemuda pada semua kegiatan pertanian. Oleh karena itu, keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian ditinjau dari semua kegiatan tersebut. Rangkaian kegiatan pertanian yang cukup banyak, akan mempersulit pengukuran keterlibatan pemuda pada setiap tahapan kegiatan pertanian. Oleh karena itu, kegiatan pertanian dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu: 1) persiapan lahan dan penyemaian benih, meliputi: membajak sawah, membenamkan gulma, memilah
6
padi untuk benih, dan meredam benih, 2) pemeliharaan, meliputi: penanaman, pemupukan, penyiangan gulma, pembasmian hama, dan pengairan, 3) panen, meliputi: membabat tanaman padi, memisahkan bulir padi dengan batangnya, dan menjemur bulir padi. Pemerintah menyatakan bahwa kegitan pertanian yang diterapkan oleh petani, dianjurkan mengandung unsur-unsur pertanian berkelanjutan, mengingat ketersediaan lahan yang semakin sedikit sedangkan kebutuhan pangan terus meningkat akibat jumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun ketahun. Pertumbuhan penduduk dunia juga tergolong tinggi bahkan jumlah penduduk dunia telah melebihi angka 7 miliar jiwa pada tahun 2010. Peningkatan jumlah penduduk ini tentu saja akan meningkatkan jumlah kebutuhan pangan dunia. Oleh karena itu, semua kegiatan pertanian harus menggunakan konsep pertanian berkelanjutan. FAO mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai berikut: "the management and conservation of the natural resource base, and the orientation of technological and institutional change in such a manner as to ensure the attainment and continued satisfaction of human needs for present and future generations. Such development such as conserves land, water, plant and animal genetic resources, is environmentally non-degrading, technically appropriate, economically viable and socially acceptable”. Hampir sama dengan pendefinisian FAO, Notohaprawiro (2006) mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai sistem pengelolaan pertanian terpadu yang secara berangsur-angsur mampu meningkatkan penghasilan setiap satuan lahan dengan mempertahankan keutuhan dan keanekaragaman ekologi dan hayati sumberdaya alam untuk jangka panjang, memberikan keuntungan ekonomi kepada petani, menyumbang kepada mutu kehidupan dan memperkuat pembangunan ekonomi negara. Ketika proses pemeliharaan, penelitian Ashari dan Saptana (2007) menyatakan bahwa penggunaan pupuk kimia seperti urea, TSP, dan SP-36 menimbulan residu zat kimia di dalam tanah dan air. Begitu pula dengan penggunaan pestisida, jumlah dan kadar pestisida yang berlebihan akan menimbulkan resistensi dan resurjensi berbagai hama dan penyakit. Akibatnya serangan hama dan penyakit semakin banyak dan sulit untuk dikendalikan. Keadaan ini diperparah oleh globalisasi ekonomi yang mengakibatkan terintegrasinya berbagai berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan perekonomian dunia, serta meningkatnya persaingan baik antarpelaku agribisnis maupun antarnegara. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk melindungi petani Indonesia dari persaingan dunia luar, dan usaha untuk meningkatkan hasil pertanian tetapi tidak merusak sumberdaya. Ashari dan Saptana (2007) berusaha membuat permodelan terkait dengan pertanian berkelanjutan melalui strategi kemitraan usaha. Permodelan ini dilakukan sebagai usaha untuk melakukan revitalisasi kelompok tani mandiri menuju kelembangaan formal berbadan hukum (koperasi petani atau koperasi agribisnis, atau asosiasi petani komoditas tertentu). Langkah-langkah implementasi pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha agribisnis dimulai dengan melaksanakan konsolidasi oleh para petani dalam wadah kelompok tani. Selanjutnya, kelompok tani mandiri ditransformasikan dalam kelembagaan formal berbadan hukum (koperasi pertanian, koperasi agribisnis, atau kelembagaan lainnya sesuai kebutuhan). Kelompok tani mandiri
7
atau kelembagaan berbadan hukum mengkonsolidasikan diri dalam gabungan kelompok tani (gapoktan), asosiasi petani atau asosiasi agribisnis, lalu melakukan konsolidasi manajemen usaha pada hamparan lahan yang memenuhi kelayakan usaha (skala usaha bergantung jenis komoditas, 25-100 ha), serta kesinambungan usaha. Ashari dan Saptana (2007) menjelaskan bahwa pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha agribisnis mampu memberikan manfaat, antara lain: 1) meningkatkan produksi pertanian secara moderat, stabil, dan berkesinambungan, 2) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, 3) mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran dipedesaan, 4) meningkatkan pemerataan dan keadilan sosial, 5) menciptakan kerja dan lapangan berusaha, 6) meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan lingkungan, 7) meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan petani dan pelaku agribisnis, serta 8) melestarikan kualitas lingkungan untuk mendukung kegiatan pembangunan berkelanjutan. Zamora (1995) dalam Untari et al. (2007) menjelaskan pertanian berkelanjutan secara lebih mendetail berupa adanya 5 prinsip pertanian berkelanjutan, yaitu: a. Kelayakan ekonomi Kelayakan ekonomi berarti petani memiliki pendapatan yang positif sebagai upah dari tenaga kerja yang telah dicurahkannya, yang akan dimanfaatkan sebagai biaya untuk menjamin kesejahteraan keluarga petani. Sistem pertanian paling tidak menyediakan makanan dan kebutuhan dasar lain bagi keluarga petani. b. Pertanian ekologis dan ramah lingkungan Sistem pertanian yang ramah lingkungan diintegrasikan untuk sistem ekologi yang lebih luas dan terfokus pada pemeliharaan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati serta menghindari kegiatan yang menyebabkan dampak lingkungan negatif. Salah satu upaya pengelolaan lingkungan hidup khususnya bagi masyarakat petani adalah melalui penerapan kembali sistem pertanian ekologis. Ketergantungan petani akan keberadaan benih, pupuk kimia serta pestisida kimia menyebabkan kehidupan petani sebagai produsen utama bahan makanan pokok tidak pernah bertambah baik. c. Diterima secara sosial Sistem pertanian yang diterima secara sosial bisa ditinjau dari sikap menghormati harga diri dan hak individu dan kelompok serta memperlakukannya secara adil, membuka akses informasi, pasar dan sumberdaya pertanian terkait lainnya terutama lahan. Akses yang sama juga disediakan untuk semua jenis kelamin, lembaga sosial, agama, suku serta keadilan bagi generasi saat ini dan generasi mendatang. Distribusi tenaga kerja pada lahan pertanian berkelanjutan, bisa terdistribusi dari tahun ketahun. Keadilan distribusi tenaga kerja diantara anggota keluarga adalah indikator produktivitas manusia dalam lahan pertanian. Sangat baik jika seluruh anggota keluarga produktif. d. Kesesuaian budaya Sistem pertanian yang menganut kesesuaian budaya mempertimbangkan nilai budaya termasuk kepercayaan agama dan tradisi dalam pembangunan sistem, rencana, dan program pertanian. Kearifan lokal merupakan unsur kebudayaan
8
tidak dapat dikatakan mendukung pertanian berkelanjutan jika tidak mengakar dan dipraktekan dalam kehidupan masyarakat. e. Pendekatan sistem dan holistik Sistem pertanian berdasarkan pandangan holistik melihat pertanian sebagai sistem pertanian dan pendekatan sistem serta hubungannya dalam hal biofisik, sosial ekonomi, kebudayaan dan faktor politik. Sistem ini juga mempertimbangkan interaksi dinamis antara kegiatan on-farm, off-farm dan non-farm serta mengakui kegiatan-kegiatan ini merupakan komplemen satu sama lain. Berbeda dengan pendefinisian sebelumnya, Vellema (2011) dalam bukunya yang berjudul sustainability agriculture menjelaskan bahwa pertanian berkelanjutan membutuhkan perubahan pada aspek manajemen kelembagaan. Perubahan manajemen yang dikupas mencakup perubahan sistem manajemen keuangan, manajemen politik pemerintahan, perubahan sistem sosial, perubahan teknologi pertanian. Semua perubahan tersebut harus mengintegrasikan antara tiga stakeholders yaitu masyarakat (petani), pemerintah, dan swasta. Semua peraturan yang akan menghambat kemajuan pertanian harus segera dirubah. Proses peminjaman modal bagi petani harus dipermudah dengan bunga yang tidak memberatkan petani. Berdasarkan beberapa kensep mengenai pertanian berkelanjutan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pertanian berkelanjutan memiliki indikator utama yang harus dipenuhi yaitu kelayakan ekonomi, ekologi, dan sosial. Kelayakan ekonomi menunjukan bahwa pertanian berkelanjutan bisa memberikan penghidupan yang layak bagi para pekerja di sektor pertanian terutama bagi petaninya. Mereka mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, mampu membayar pendidikan anak-anaknya dan memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan. Kelayakan ekologi menunjukan bahwa pertanian berkelanjutan bisa memelihara kesuburan lahan sehingga lahan pertanian bisa dimanfaatkan dalam jangka waktu panjang untuk generasi yang akan datang. Hasil pertanian yang diperoleh dari waktu kewaktu tidak berkurang karena keseimbangan kesuburan lahan serta berbagai macam tanaman bisa ditanam pada lahan tersebut, tidak satu jenis tanaman tertentu saja. Lain halnya dengan kelayakan ekonomi dan ekologi, kelayakan sosial menunjukan bahwa pertanian berkelanjutan diterima secara sosial oleh masyarakat sebagai pekerjaan yang layak dan menjanjikan sehingga fenomena “waithood” yaitu kecemasan menunggu pekerjaan, perumahan, dan pernikahan yang biasanya tergantung pekerjaan, bisa diatasi.
Posisi Pemuda Saat Ini dan Pertanian Pranadji (1999) dalam Herlina (2002), menjelaskan bahwa pertanian di Yogyakarta dikelola oleh generasi tua yang memang dari semula sudah berprofesi sebagai petani atau yang harus bertani karena tidak memiliki peluang kerja pada sektor lain. Dia menjelaskan bahwa terdapat tendensi pemuda pedesaan mulai menghindari bekerja atau berusaha pada sektor pertanian karena memandangnya sebagai pekerjaan yang kotor, kolot, dan melelahkan. Ketidaktertarikan itu juga disebabkan hasil produksi pertanian yang diperoleh sangat lama dan sering kali tidak memuaskan. Akibat dari persepsi ini, tingkat pengangguran di pedesaan
9
semakin membesar. Ben White menjelaskan jumlah petani di negara berkembang semakin berkurang karena pemuda pedesaan yang tumbuh disekitar pertanian dan melihat kotornya proses pertanian, tenaga dan waktu yang harus dikeluarkan sangat besar, tetapi hasil yang tidak menentu, membuat pertanian menjadi profesi yang tidak menarik lagi bagi mereka (White 2011). White (2011) juga memberikan beberapa kasus negara dengan pemuda yang sudah tidak tertarik dengan pertanian. Pemuda Ethiopia tidak mau bertani karena mereka telah memperoleh pendidikan yang tinggi sehingga mereka lebih memilih untuk menunggu pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya. Mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol dengan pemuda lainnya atau menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Di India juga terjadi hal yang sama. Para generasi muda tidak mau bertani dan lebih memilih bekerja di sektor industri dengan pendapatan rutin tiap bulannya. Kasus seperti ini juga bisa temukan di Indonesia. Pemudanya beranggapan bahwa mereka belum pantas untuk bekerja secara mandiri karena tidak memiliki kemampuan teknis dalam pertanian dan lebih tergiur dengan gaji bulanan pada pekerjaan formal. Berdasarkan tulisan tersebut, penulis melihat bahwa fenomena lost generation telah mencapai pedesaan-pedesaan di Indonesia sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji bentuk-bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian.
Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Pemuda Berdasarkan konsep pertanian yang telah dijelaskan, untuk menilai keberlanjutan pertanian di suatu daerah, maka pemuda sebagai suatu bagian dari lingkungan sosialnya, tidak boleh luput dari penelitian tersebut. Hubungan antara pemuda dengan lingkungan sosialnya yang meliputi orangtua, teman sebaya, serta kearifan lokal terkait sulitnya pelepasan lahan, dan faktor yang berkaitan langsung dengan pemuda yaitu tingkat penguasaan lahan keluarga. Pengaruh faktor-faktor tersebut bisa dilihat pada penjelasan berikut ini: Sosialisasi Pertanian oleh Orangtua Sosialisasi dalam konteks ini adalah salah satu cara untuk menarik minat pemuda untuk tertarik menjadikan pertanian sebagai pekerjaan utama. Orangtua sebagai orang yang paling dekat hubungannya dengan pemuda memiliki peran penting terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Menurut penelitian Nugraha (2012) peran orangtua terhadap keterlibatan pemuda tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan sebagian besar pemuda di lokasi penelitian merupakan pemuda yang masih berada pada usia sekolah, sehingga orangtua lebih menganjurkannya untuk bersekolah dibandingkan bercerita atau mengajak anakanaknya untuk bertani. Lebih lanjut Nugraha menjelaskan bahwa pengaruh orangtua seharusnya sangatlah besar karena orangtua merupakan pihak pertama yang paling banyak berinteraksi dengan pemuda. Terlepas dari pengaruh negatif atau pun positif, orangtua memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemuda. Ketika orangtua berpikir bahwa pertanian merupakan pekerjaan yang mulia, merupakan warisan dari nenek moyang, maka dia akan mengajak anak-anaknya
10
untuk bertahan di pertanian. Namun, jika orangtua menganggap bahwa pertanian merupakan pekerjaan yang menyita banyak waktu tetapi penghasilannya sedikit atau tidak menentu, maka mereka akan lebih cenderung untuk melarang atau menganjurkan anak-anaknya untuk bekerja di sektor lain. Maka sangatlah penting untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh sosialisasi orangtua terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Nugraha memperoleh data mengenai sosialisasi orangtua terhadap pemuda dengan mendata proses bercerita dari orangtua kepada pemuda untuk mengajak anak-anaknya untuk bertani, dengan frekuensi tiga kali dalam sebulan. Kohesivitas Teman Sebaya Penelitian Nugraha (2012) menyatakan bahwa teman sebaya sangat berpengaruh terhadap sikap pemuda di pertanian. Teman sebagai orang yang dekat dan sering bertukar pikiran, akan memberikan pengaruh terhadap pemuda. Kedekatan pemuda dengan teman-temannya akan membuat mereka tertarik untuk bertani atau malah meninggalkan pertanian. Ketika teman-temannya banyak yang bertani dan memperoleh kehidupan yang layak dengan mata pecaharian tersebut, maka pemuda cenderung untuk ikut bertani, begitu juga sebaliknya. Jika dia melihat teman-temannya yang bertani berada pada standar kemiskinan, melelahkan, tidak memiliki waktu banyak untuk berkumpul dengan keluarga, maka pemuda pun akan mencari pekerjaan lain di luar sektor pertanian, walaupun harus menjadi buruh industri. Setidaknya buruh industri memiliki pendapatan yang tetap tiap bulannya. Kearifan Lokal Terkait Sulitnya Proses Pelepasan Lahan oleh Keluarga Menurut Forsyth (2004) dalam Hidayat (2010), pengetahuan lokal adalah pengetahuan yang dibatasi oleh ruang dalam suatu wilayah tertentu, atau mungkin juga didasarkan pada aspek budaya dan etnis tertentu. Kearifan lokal sebagai bentuk pengetahuan bagian dari kehidupan masyarakat, tentu saja terkait dengan mata pencaharian masyarakat termasuk pertanian. Hidayat (2010) menjelaskan bagaimana masyarakat menerapkan pengetahuan lokal dalam melaksanakan kegiatan pertanian. Semua kearifan lokal yang dilaksanakan oleh masyarakat pada daerah tersebut, jika diuji secara ilmiah atau ilmu pengetahuan, ternyata mereka telah memanfaatkan ilmu sains dalam kegiatan pertaniannya. Walaupun mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Contohnya saja setelah panen musim panen usai dan musim tanam akan dimulai, mereka tidak membakar atau membuang sisa jerami padi tetapi mereka mendiamkannya disawah. Jerami akan membusuk dengan sendirinya dan akan menjadi bubuk organik yang sangat bagus untuk kesuburan tanah. Mereka percaya bahwa menggunakan pupuk organik mampu menjaga keseimbangan tanah. Uniknya, petani tidak hanya menunggu sampai jerami membusuk dengan sendirinya, mereka membalikkan jerami tersebut setelah beberapa hari. Mereka melakukan ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya, yaitu kegiatan membalikkan akan mempercepat proses pembusukan. Berdasarkan cerita tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa mereka melakukan hal tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Namun, ilmu pengetahuan
11
membuktikan bahwa kegiatan membalikan jerami akan menciptakan bakteri yang akan mempercepat proses pembusukan. Kearifan lokal tidak hanya terkait dengan pelaksanaan pertanian, tetapi juga terkait dengan security land yaitu bentuk kearifan lokal yang melindungi lahan pertanian agar tetap ada dan bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya dengan adanya kesulitan pada proses pelepasan lahannya. Daerah yang memiliki kearifan lokal yang sangat khas ini, terdapat pada penelitian Hariadi. Hariadi (2008) menyatakan bahwa di daerah pedesaan Jepang, terdapat suatu adat yang khas yang disebut patrilineal primogenitur, yaitu adat yang menyatakan bahwa harta warisan baik berupa rumah, berbagai perabot, serta lahan, diperuntukan bagi anak laki-laki tertua. Kearifan lokal ini secara jelas menyatakan bahwa anak lakilaki tertua tidak bisa pergi meninggalkan pedesaan sehingga pertanian yang ada di desa tetap berlanjut dengan luas lahan yang sama karena warisan hanya diterima oleh anak laki-laki. Anak-anak yang lainnya akan pergi meninggalkan desa dan berpindah ke kota guna bekerja di sektor lainnya terutama industri. Kearifan lokal tersebut masih dipertahankan sampai saat ini. Inilah salah satu kunci keberhasilan Jepang. Industrinya maju, dan pertaniannya juga tidak tertinggal. Adat seperti ini tidak hanya ditemukan di Jepang, di Zimbabwe dan Bolivia, anak yang telah berumur 12 tahun bisa bernegosiasi dengan orangtuanya untuk memiliki lahan dan memelihara beberapa ekor ternak kambing. Ini merupakan salah satu cara agar pemuda terlibat dalam pertanian dan menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian utama (White 2011) Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kearifan lokal hanya berlaku di suatu wilayah tertentu. Indonesia merupakan salah satu negara dengan berbagai suku bangsa yang memiliki kearifan lokal. Penulis ingin menganalis apa bentuk dan pelaksanaan kearifan lokal di daerah Indonesia terkait dengan sektor pertanian terutama bentuk security land. Hubungan antara Faktor Berpengaruh dengan Bentuk Keterlibatan Pemuda di Pertanian Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2012), Sosialisasi yang dilakukan oleh orangtua terkait pekerjaan di sektor pertanian tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Hasil penelitiannya menemukan fakta bahwa pemuda masih banyak yang terlibat di sektor pertanian. Namun, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keterlibatan pemuda disektor pertanian tidak dipengaruhi oleh pengajaran atau sosialisasi pertanian oleh orangtua. Pekerjaan pertanian dikenal sebagai pekerjaan yang membutuhkan waktu dan tenaga yang besar. Pada sisi yang berbeda, pemuda yang menjadi responden penelitian Nugraha adalah pemuda yang masih bersekololah. Hal inilah kemudian yang menyebabkan orangtua tidak terlalu memaksa anakanaknya untuk bertani dan lebih menekuni pendidikannya. Senada dengan pengaruh orangtua, ternyata media massa juga tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Pemuda tetap mau bertani walaupun mereka jarang sekali mendengarkan program pertanian di radio. Pemuda juga tidak begitu tertarik untuk merantau dan tinggal di kota. Mereka biasanya pergi ke kota secara terpaksa karena disuruh oleh orangtuanya untuk
12
membeli bahan-bahan pertanian. Sedikit sekali pemuda yang pergi ke kota untuk bermain. Mereka lebih nyaman bertempat tinggal di desa dan membantu orangtua di sektor pertanian. Menanggapi hasil penelitian ini, terlihat bahwa sikap pemuda yang bisa bertahan di sektor pertanian dan memiliki persepsi yang positif terhadap pertanian, lebih banyak dipengaruhi oleh persepsi individu pemuda terhadap pertanian. Persepsi dipengaruhi oleh karakteristik individu pemuda. Penulis berpandangan bahwa kasus seperti ini cenderung hanya terjadi dibeberapa desa saja (Sukatani dan Cipandawa), karena secara umum pemuda pedesaan bermigrasi ke kota untuk bekerja di sektor non pertanian (White 2011). Apalagi kalau melihat begitu besarnya modernisasi di pedesaan, berbagai macam media massa, mobilisasi yang lebih cepat dengan adanya kendaraan dan akses jalan raya yang telah mencapai desa bahkan daerah terpencil, akan sangat berpengaruh pada laju migrasi pemuda untuk keluar dari desa. Oleh karena itu, hasil penelitian bisa berbeda jika penelitian dilakukan pada lokasi yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Nugraha (2012), hubungan antara keterlibatan pemuda di pertanian dipengaruhi oleh teman sesama petani. Ketika teman-teman pemuda juga bermata pencaharian sebagai petani, maka pemuda yang lain juga akan ikut tertarik untuk bertani. Semakin sering mereka bertemu dengan sesama petani, maka biasanya topik pembicaraannya juga tidak jauh-jauh dari pertanian. Terkait dengan harga pupuk, pestisida, bibit, serta inovasi-inovasi pertanian lainnya terutama teknologi. Bahkan kemungkinan terjadinya persaingan antar pemuda dalam mendapatkan hasil yang maksimal juga bisa terjadi. Penelitian White (2011) terkait pentingnya kepemilikan lahan, sangat erat kaitannya dengan security land. Kearifan lokal terkait security land atau tingkat kesulitan pelepasan lahan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian. Semakin tinggi usaha orangtua untuk mempertahankan lahannya, maka mobilisasi pemuda pun akan terhambat. Mereka akan tetap bertahan di desa untuk bertani karena harus mematuhi kearifan lokal tersebut. Kerangka Pemikiran Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dapat berupa keterlibatan pada saat kegiatan persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Konsep tersebut dirubah dalam belum variabel sehingga bisa diukur. Variabel bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian merupakan variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Keputusan pemuda untuk menggeluti berbeda-beda. Ada pemuda yang mau melaksanakan ketiga kegiatan tersebut, namun ada juga yang hanya bersedia melaksanakan satu kegiatan. Bahkan ada pemuda yang sama sekali tidak mau bekerja pada sektor pertanian. keputusan tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Penulis mencoba menguraikan faktor-faktor tersebut menjadi empat faktor, yaitu: 1) tingkat sosialisasi orangtua terkait pertanian, 2) tingkat kohesivitas teman sebaya, 3) tingkat kesulitan pelepasan lahan, dan 4) luas penguasaan lahan keluarga. Pada penelitian ini, akan dianalisis faktor mana diantara keempat faktor
13
tersebut yang paling berpengaruh terhadap bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian. Pada penelitian ini, penulis juga berusaha menganalis hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan di lokasi pertanian. Pertanian berkelanjutan sendiri mengandung tiga variabel yaitu tingkat kelayakan ekonomi, tingkat kelayakan ekologi, dan tingkat kelayakan sosial (lihat Gambar 1)
Faktor-faktor yang menentukan keterlibatan pemuda:
Bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian padi sawah
1. Tingkat sosialisasi orangtua terkait pertanian 2. Tingkat Kohesivitas teman sebaya 3. Tingkat kesulitan pelepasan lahan 4. Tingkat penguasaan lahan keluarga
1. Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih 2. Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan 3. Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen
Pertanian berkelanjutan
Keterangan: : berpengaruh terhadap
1. Tingkat kelayakan ekonomi 2. Tingkat kelayakan ekologi 3. Pengakuan pertanian secara sosial
: berhubungan
Gambar 1 Kerangka analisis faktor-faktor yang menentukan keterlibatan pemuda pedesaan pada kegiatan pertanian berkelanjutan Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini bisa disajikan sebagai berikut: 1. Tingkat sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya, tingkat kesulitan pelepasan lahan, dan tingkat penguasaan lahan berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda di Desa Purwabakti. 2. Terdapat hubungan antara bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian padi sawah dengan pertanian berkelanjutan di Desa Purwabakti.
14
Definisi Operasional Definisi operasional merupakan unsur penelitian berupa petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur (Singarimbun dan Effendi 2008). Tujuan penggunaan definisi operasional adalah untuk membantu peneliti dalam menggunakan variabel dan mengetahui bagaimana cara pengukuran variabel. Pada penelitian ini, dikembangkan beberapa definisi operasional sebagai berikut:
Faktor-faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Faktor-faktor yang akan diuji pada penelitian ini ada emapat, yaitu tingkat sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya, kesulitan proses pelepasan lahan, dan luas penguasaan lahan keluarga. Tingkat Sosialisasi Orangtua Orangtua merupakan pihak pertama yang paling dekat dengan individu, sehingga memiliki kapasitas yang besar untuk mensosialisasikan berbagai ilmu pengetahuan bagi individu, termasuk mengenai pandangan terhadap pertanian. Proses sosialisasi orangtua bisa melalui bercerita mengenai pertanian atau meminta anaknya untuk melanjutkan pertanian keluarga. Ukuran yang digunakan adalah: Setuju : skor 3 Kurang setuju : skor 2 Tidak setuju : skor 1 Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah kuesioner yang dibuat, maka tingkat sosialisasi orangtua bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Tinggi : skor 7 ≤ x ≤ 9 Sedang : skor 5 ≤ x < 7 Rendah : skor 3 ≤ x < 5 Tingkat kohesivitas teman sebaya Teman sebaya merupakan pihak setelah keluarga, yang memiliki kedekatan dengan pemuda. Posisinya sebagai pihak yang seringkali bergaul dengan pemuda, teman memiliki potensi yang besar untuk mempengaruhi sikap dan perilaku pemuda terhadap pertanian. Pengaruh teman sebaya bisa dinilai dengan perbandingan jumlah teman yang berprofesi sebagai petani serta perkumpulan mereka setiap minggu dan perbincangan terkait pertanian. Ukuran yang digunakan adalah: Setuju : skor 3 Kurang setuju : skor 2 Tidak setuju : skor 1 Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah kuesioner yang dibuat, maka tingkat kohesivitas teman sebaya bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Tinggi : skor 24 ≤ x ≤ 30 Sedang : skor 17 ≤ x < 24 Rendah : skor 10 ≤ x < 17
15
Tingkat Kesulitan Pelepasan Lahan Tingkat kesulitan pelepasan lahanadalah kesulitan yang dialami oleh pemilik lahan ketika ingin menjual atau melepas lahannya karena adanya adat istiadat yang mengikat atau mengatur proses pelepasan tersebut. Ukuran yang digunakan adalah: Setuju : skor 3 Kurang setuju : skor 2 Tidak setuju : skor 1 Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah kuesioner yang dibuat, maka tingkat kesulitan pelepasan lahan bisa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: Tinggi : skor 7 ≤ x ≤ 9 Sedang : skor 5 ≤ x < 7 Rendah : skor 3 ≤ x < 5 Tingkat Penguasaan Lahan Keluarga Tingkat penguasaan lahan keluarga didasarkan pada data emic yaitu data yang diperoleh di lapangan dengan menggunakan mean dan standar deviasi. Berdasarkan hasil penelitian, Mean atau rata-rata dan luas penguasaan lahan keluarga responden adalah 2101.67 m2, sedangkan standar deviasinya adalah 2008.84 m2. Berdasarkan informasi tersebut, maka rata-rata lahan yang dimiliki keluarga pemuda bisa dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu: Tinggi : skor 3, jika luas lahan > 4110.51 m2 Sedang : skor 2, jika luas lahan 92.83 m2 ≤ x ≤ 4110.51 m2 , Rendah : skor 1, jika luas lahan < 92.83 m2 Bentuk Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pertanian Kegiatan usaha tani padi sawah adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pelaku (petani) dalam mengelola lahan yang dimilikinya. Bentuk kegiatan pertanian padi sawah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kegiatan persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. 1. Kegiatan persiapan lahan dan benih adalah kegiatan pertanian yang dilakukan oleh petani, yang meliputi kegiatan pengolahan tanah, pembenihan (pemilihan bernas dan perendaman benih), dan persemaian. Ukuran yang digunakan adalah: Setuju : skor 3 Kurang setuju : skor 2 Tidak setuju : skor 1 Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah kuesioner yang dibuat, maka bentuk keterlibatan pada kegiatan persiapan lahan dan benih, dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: Tinggi : skor 35 ≤ x ≤ 45 Sedang : skor 25 ≤ x < 35 Rendah : skor 15 ≤ x < 25 2. kegiatan pemeliharaan adalah kegiatan pertanian yang dilakukan oleh petani, yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan (pemupukan, penyiangan, dan pengairan)
16
Ukuran yang digunakan adalah: Setuju : skor 3 Kurang setuju : skor 2 Tidak setuju : skor 1 Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah kuesioner yang dibuat, maka bentuk keterlibatan pada kegiatan pemeliharaan, dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: Tinggi : skor 35 ≤ x ≤ 45 Sedang : skor 25 ≤ x < 35 Rendah : skor 15 ≤ x < 25 3. Panen adalah kegiatan pertanian yang dilakukan oleh petani, yang meliputi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada masa panen seperti pengumpulan gabah dan pemisahan bulir padi dengan kulitnya. Ukuran yang digunakan adalah: Setuju : skor 3 Kurang setuju : skor 2 Tidak setuju : skor 1 Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah kuesioner yang dibuat, maka bentuk keterlibatan pada kegiatan panen, dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Tinggi : skor 14 ≤ x ≤ 18 Sedang : skor 10 ≤ x < 14 Rendah : skor6 ≤ x < 10 Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan memiliki tiga indikator utama yaitu tingkat kelayakan ekonomi, kelayakan ekologi, dan kelayakan sosial. 1. Tingkat kelayakan ekonomiyang dimaksud pada tulisan ini adalah kemampuan pemuda dalam memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan penghasilan yang diperoleh dengan bekerja di sektor pertanian. Ukuran yang digunakan adalah: Setuju : skor 3 Kurang setuju : skor 2 Tidak setuju : skor 1 Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah kuesioner yang dibuat, maka kelayakan ekonomi pemuda bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Tinggi : skor 21 ≤ x ≤ 27 Sedang : skor 15 ≤ x < 21 Rendah : skor 9 ≤ x < 15 2. Kelayakan ekologi yang dimaksud pada penelitian ini adalah lahan yang digunakan sebagai media tanam bisa ditanami berbagai jenis tanaman, dengan kualitas lahan yang sama pada saat ini maupun dimasa yang akan datang.
17
Ukuran yang digunakan adalah: Setuju : skor 3 Kurang setuju : skor 2 Tidak setuju : skor 1 Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah kuesioner yang dibuat, maka kelayakan ekologi lahan bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Tinggi : skor 14 ≤ x ≤ 18 Sedang : skor 10 ≤ x < 14 Rendah : skor 6 ≤ x < 10 3. Kelayakan sosial yang dimaksud pada bacaan ini adalah masyarakat menerima pertanian sebagai pekerjaan yang layak dan menjanjikan untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan sejahtera, pertanian tidak dipandang sebagai pekerjaan yang hanya dilakukan oleh lapisan bawah. Ukuran yang digunakan adalah: Setuju : skor 3 Kurang setuju : skor 2 Tidak setuju : skor 1 Jika diklasifikasikan secara umum berdasarkan jumlah kuesioner yang dibuat, maka kelayakan sosial bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Tinggi : skor 7 ≤ x ≤ 9 Sedang : skor 5 ≤ x < 7 Rendah : skor 3 ≤ x < 5
18
19
PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian mengenai hubungan keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan di pedesaan merupakan penelitian survai. Teknik survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Tipe penelitian yang digunakan adalah explanatory research yaitu penelitian yang sifat analisisnya menghubungkan antara variabel melalui uji hipotesis (Singarimbun dan Effendi 2008). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan teknik survei dengan menggunakan instumen kuesioner terstruktur, yang memuat sejumlah pertanyaan terkait dengan variabel penelitian yang akan dilakukan. Sementara itu, metode kualitatif dilakukan dengan observasi dengan menggunakan panduan pertanyaan wawancara mendalam. Tujuan menggunakan metode kualitatif adalah untuk memahami permasalahan penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penelitian di lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi literatur penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Data sekunder didukung dengan dokumen-dokumen mengenai monografi lokasi penelitian dan data pemuda dari lembaga pemerintahan setempat. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (lihat lampiran 1). Penelitian di lokasi ini diharapkan relevan dengan tujuan penelitian sehingga data yang diperoleh bisa menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun pertimbangan penentuan desa lokasi penelitian adalah sebagai berikut: 1) terdapat beberapa orang pemuda di desa ini telah berinisiatif untuk membentuk kelompok tani pemuda, 2) kelompok tani pemuda tersebut mempengaruhi pemuda lainnya yang tidak bertani untuk ikut terlibat dalam kegiatan pertanian di desa tersebut. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 25 september sampai dengan 15 oktober 2013 (lihat lampiran 2). Pemilihan Subjek Penelitian Populasi penelitian adalah semua warga yang berjenis kelamin laki-laki dengan kriteria umur 16 sampai 30 tahun yang ada di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Penelitian hanya menfokuskan pada pemuda laki-laki karena kegiatan pertanian yang diteliti yaitu padi sawah, memiliki tahapan-tahapan yang banyak dan perempuan biasanya hanya dapat mengikuti beberapa kegiatan tersebut. Ada budaya di beberapa daerah yang menilai bahwa perempuan tidak layak mencangkul karena merupakan pekerjaan yang berat dan biasanya dikerjakan oleh laki-laki. Oleh karena itu, laki-laki
20
memiliki peluang yang besar untuk melaksanakan semua tahapan pertanian yang akan diteliti. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 60 orang pemuda, dengan unit analisis individu pemuda. Penentuan 60 orang responden dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut: 1) data masyarakat yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan, yaitu pemuda yang berjenis kelamin lakilaki dan berumur 16-30 tahun, 2) pengacakan responden yang terpilih dengan mengunakan microsoft excel, 3) pemuda yang terpilih, namun tidak dapat ditemui pada saat penelitian, akan ditentukan nama lain sebagai pengganti yang diambil berdasarkan angka acak selanjutnya. Berdasarkan langkah-langkah tersebut, maka diperolehlah 60 orang pemuda dari 685 pemuda yang ada di Desa Purwabakti. Lain halnya dengan responden, informan kunci berasal dari tokoh desa, lembaga pemerintahan setempat, ketua lembaga kepemudaan, dan tokoh-tokoh lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Nama informan dan responden disamarkan untuk menjaga kerahasiaan identitas (lihat lampiran 3). Teknik Pengolahan dan Analisis Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Data primer yang diperoleh, diberikan pengkodean, kemudian dimasukkan (entry) ke dalam sistem data microsoft excell 2010 dan aplikasi spss 16 for windows untuk menguji kecenderungan diterima atau ditolaknya sejumlah hipotesis penelitian (Priyatno 2013). Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan uji regresi dan uji korelasi rank spearman, dan tabulasi silang. Uji regresi digunakan untuk melihat faktor-faktor yang menentukan keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian, sedangkan uji korelasi rank spearman digunakan untuk melihat hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan. Proses pengaruh dan hubungan antar variabel akan dijelaskan oleh hasil tabulasi silang. Selanjutnya, penelitian didukung dengan data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi lapang. Tahapan pengolahan data kualitatif adalah sebagai berikut: 1) reduksi data, 2) penyajian, 3) penarikan kesimpulan.
21
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Bogor. Desa Purwabakti merupakan salah lumbung padi Kecamatan Pamijahan. Lebih jelasnya gambaran umum mengenai lokasi penelitian dapat dijabarkan menjadi letak geografis dan pemanfaatan lahan, potensi sumber daya alam, karakteristik responden. Gambaran Umum Gambaran umum desa meliputi hal-hal yang berkaitan keadaan desa secara garis besar. Gambaran umum terdiri atas letak geografis, pemanfaatan lahan, dan potensi sumber saya alam desa. Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Purwabakti merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Namun, secara geografis, Desa Purwabakti cukup jauh dari Kota Bogor dan justru lebih dekat dengan Kabupaten Sukabumi (lihat Lampiran 1). Ada pun batas-batas wilayah Desa Purwabakti adalah sebagai berikut: Sebelah utara : Desa Ciasmara Sebelah timur : Kecamatan Nagrak Sebelah selatan : Kecamatan Cibadak Sebelah barat : Desa Cibunian Desa Purwabakti terdiri dari 5 Dusun, 12 Rukun Warga (RW), 18 kampung, serta 39 Rukun Tangga (RT). Jumlah penduduk Desa Purwabakti mencapai 7731 jiwa, yang terdiri dari 3882 jiwa penduduk laki-laki dan 3849 jiwa penduduk perempuan. Wilayah Purwabakti memiliki luas mencapai 877.36 hektar, dengan rincian pemanfaatan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Luas dan presentase pemanfaatan lahan di Desa Purwabakti tahun 2013 Pemanfaatan Lahan Perumahan/pemukiman dan pekarangan Sawah Tanah perkebunan milik negara Tanah lahan kering (ladang) Pemakaman Kantor kepala desa, tempat ibadah Kas desa Total
Luas (hektar) 25 258 38 548 5 0.3 3.06 877.36
Presentase (%) 2.85 29.41 4.33 62.46 0.57 0.03 0.35 100.00
Sumber: monografi desa tahun 2012
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa lahan di Desa Purwabakti dimanfaatkan untuk berbagai hal. Ada 91.87 persen lahan yang ada di Desa Purwabakti, yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yaitu ladang dan sawah. Namun, jika ditinjau masalah kepemilikan lahan tersebut, sudah banyak lahan
22
yang berpindah tangan menjadi lahan milik pendatang. Masyarakat asli yang seharusnya berada di desa tersebut sekarang hanya memiliki lahan yang kurang dari 0.25 hektar, bahkan ada yang tidak memiliki lahan sama sekali. Hal ini terbukti dengan banyaknya pemuda yang memiliki lahan yang sedikit dan bahkan tidak memiliki lahan (lihat Tabel 2). Penelitian ini menfokuskan pada penelitian pertanian padi sawah karena lahan kering yang ada di Desa Purwabakti merupakan lahan yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menanam tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Lahan kering yang luas tersebut hanya dibiarkan saja ditanami oleh tanaman liar dan beberapa orang masyarakat mengambil kayu bakar yang ada di hutan. Berbeda dengan pemanfaatan lahan kering, masyarakat sangat memanfaatkan kesuburan sawah. Selain itu, predikat sebagai lumbung padi Kecamatan Pamijahan sudah melekat pada Desa Purwabakti semenjak dulu, sehingga masyarakat lebih familiar atau memahami pertanian padi sawah dibandingkan perladangan di lahan kering. Potensi Sumber Daya Alam dan Hubungan Sosial Masyarakat Desa Purwabakti dari dulu dikenal sebagai lumbung padi Kecamatan Pamijahan. Mata pencaharian utama masyarakat dari jaman dahulu adalah pertanian. Hal ini didukung dengan sumber daya alam dan kondisi lahan yang subur. Jenis tanaman yang tumbuh di desa ini pun beragam, mulai dari padi, sayuran, sampai kelapa sawit dan teh bisa tumbuh subur di wilayah ini. berbagai buah-buahan seperti nangka, rambutan, dan pisang juga merupakan salah satu potensi sumber daya alam di Desa Purwabakti. Desa Purwabakti dialiri oleh sebuah sungai panjang dari kaki gunung salak. Hal ini menjadi rezeki lainnya bagi masyarakat. jumlah air yang berlimpah tersebut dimanfaatkan untuk mengairi kolam budidaya ikan. Budidaya ikan yang dulunya hanyalah sebagai mata pencaharian sampingan untuk memenuhi kebutuhan protein keluarga, akhirnya menjadi lahan mata pencaharian baru bagi masyarakat. Banyak warga yang pada akhirnya menekuni pekerjaan ini. pekerjaan yang tidak terlalu berat namun keuntngan yang diperoleh cukup besar. Mata pencaharian utama sebagai petani mulai bergeser ketika ada masyarakat yang merantau ke kota. Ketika di kota, mereka belajar menjadi pengrajin kayu. Setelah bisa membuka usaha sendiri, mereka pulang ke Desa Purwabakti dan mengembangkan usaha kerajinan kayu atau meubel. Mereka menjadi pengrajin kayu dan membuat peralatan-peralatan, seperti lemari, pintu, dan peralatan lainnya dari kayu. Pekerjaan yang bisa dilakukan di rumah, tidak menyita banyak waktu, dengan penghasilan yang lebih besar. Disinilah mulai beralihnya ketertarikan masyarakat dari pertanian menjadi pengrajin kayu. Pihak yang paling tertarik adalah pemuda dan masyarakat yang tidak memiliki lahan. Harga sewa lahan semakin mahal, harga pupuk dan pestisida melambung, serta hama yang sulit dikendalikan membuat mereka menyerah bertani dan beralih pada jenis pekerjaan ini. Walaupun keadaannya telah berubah, hubungan sosial masyarakat masih tetap terjaga. Rasa kekeluargaan masih ada dan mata pencaharian sebagai petani pun tidak dianggap sebagai pekerjaan yang lebih rendah dibandingkan sebagai pengrajin kayu.
23
Proses Kegiatan Pertanian Pertanian merupakan mata pencaharian turun temurun dari nenek moyang masyarakat Purwabakti. Sebagai desa yang berfokus pada kegiatan pertanian, maka efek revolusi hijau yang digalakkan pemerintah pada masa orde baru juga diterapkan di wilayah ini. Penggunaan pupuk dan pestida kimia sudah menjadi hal yang biasa atau bahkan suatu keharusan untuk digunakan pada kegiatan pertanian. Hasil pertanian dianggap akan berkurang ketika penggunaan bahan-bahan kimia tersebut dihentikan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, petani sudah mulai sadar akan dampak penggunaan bahan-bahan kimia terhadap kesuburan lahan dan kualitas hasil panen. Oleh karena itu, petani di Desa Purwabakti sekarang sudah mulai berusaha mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Salah seorang informan menjelaskan bahwa kegiatan pertanian di Desa Purwabakti masih dilakukan dengan cara yang tradisional. Proses membajak sawah masih menggunakan cara yang sederhana yaitu dicangkul. Masyarakat tidak bisa menggunakan mesin traktor karena kondisi geografis lahan yang miring dan piringan sawah yang kecil. Hal ini akan menyulitkan ketika akan memindahkan mesin traktor. Ketika proses panen pun mereka masih menggunakan ani-ani atau dipukulkan kekayu untuk memisahkan bulir badi dengan jeraminya. Salah satu pengetahuan lokal masyarakat yang menarik adalah mereka tidak membakar jerami sisa panen, tetapi mereka membiarkan dilahan sawah dan setelah beberapa hari dibalikkan dengan cangkul. Secara ilmiah ini sangat bagus karena jerami akan membusuk dan akan menjadi pupuk organik bagi lahan. Ketika jerami dibolak-balikan, akan memunculkan mikroba yang akan membantu proses pembusukan sehingg waktu yang dibutuhkan lebih sedikit.
Karakteristik Responden Responden dari penelitian ini adalah 60 orang pemuda asli Desa Purwabakti yang berjenis kelamin laki-laki dengan kisaran umur 16 sampai 30 tahun. Responden lebih banyak berasal dari RW 1 sampai 7 dengan pertimbangan bahwa RW 8 sampai RW 12 merupakan RW yang berdekatan dengan wilayah perkebunan dan taman nasional sehingga masyarakatnya cenderung meninggalkan pertanian dan menjadi buruh perkebunan. Tingkat kesuburan lahan pada wilayah ini pun lebih banyak lahan kering dan tidak cocok untuk pertanian padi sawah, berbeda dengan RW 1 sampai RW 7 yang memiliki lahan yang subur dan sangat cocok untuk kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas dari peralatan pertanian yang dimiliki oleh petani. Mayoritas alat pertanian yang dimiliki oleh responden adalah cangkul dan arit. Pada tahap persiapan lahan, petani membajak sawah dilakukan dengan mencangkul lahan yang akan ditanami. Tidak ada masyarakat yang memanfaatkan hewan ternak seperti sapi dan kerbau. Begitu juga dengan alat pembajak lainnya seperti traktor, juga tidak digunakan oleh petani. Hal ini dikarenakan kostruksi lahan yang miring dan petakan sawah yang kecil, sehingga petani akan kesulitan untuk memindahkan mesin traktor. Ketika menyiangi gulma pun dilakukan secara manual dengan cara ditarik atau menggunakan arit. Hal yang serupa juga terjadi pada saat musim panen tiba. Padi dipanen dengan
24
menggunakan arit dan untuk memisahkan bulir padi dengan batangnya, dilakukan dengan cara dihempaskan pada sepotong kayu. Kegiatan pertanian yang belum memanfaatkan teknologi pertanian ini, membuat kegiatan pertanian di Desa Purwabakti membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, kegiatan pertanian bisa berlangsung dua kali masa tanam setiap tahunnya. Ditinjau dari tingkat pendidikannya, responden dibagi atas tiga golongan, yaitu 1) tingkat pendidikan rendah yaitu responden yang tidak tamat atau pun taman pendidikan sekolah dasar, 2) tingkat pendidikan sedang adalah responden yang tidak tamat atau tamat sekolah menengah pertama, dan 3) tingkat pendidikan tinggi untuk responden yang tidak taman atau tamat sekolah menengah atas (lihat Gambar 2). 50
Presentase
40 30 20 10 0 tinggi
sedang
rendah
Tingkat Pendidikan
Gambar 2 Karakteristik 60 orang responden berdasarkan presentase tingkat pendidikan responden di Desa Purwabakti tahun 2013 Gambar 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden tergolong sedang dan rendah. Hal ini tidak mengherankan terjadi karena fasilitas pendidikan yang ada di Desa Purwabakti hanyalah satu yaitu sekolah dasar. Oleh karena itu, untuk melanjutkan pendidikan ke level SMP dan SMA, anak-anak Purwabakti harus bersekolah ke desa lain. Jbr sebagai salah seorang pemuda di Desa Purwabakti menyatakan bahwa kendaraan yang ada pada saat dia sekolah hanyalah ojeg. Jarak yang cukup jauh tentu saja membuat ongkos ojegnya mahal. Dia yang berasal dari keluarga yang tidak berada, akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah dan belajar menjadi pengrajin kayu. Awalnya dia ikut membantu sekaligus belajar pada salah seorang warga yang sudah memiliki usaha. Sedikit demi sedikit dia mengumpulkan modal, dan sekarang dia sudah memiliki usaha sendiri. Pernyataan salah seorang pemuda desa ini semakin menegaskan bahwa tidak mengherankan jika tingkat pendidikan pemuda di Desa Purwabakti tergolong rendah. Mayoritas pemuda yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah adalah pemuda yang telah berumur 20 tahun keatas. Sebaliknya, pemuda yang sudah memiliki pendidikan tinggi mayoritas pemuda yang masih berumur 16-19 tahun. Hal ini juga seiring dengan perkembangan alat transportasi umum dan pribadi yang semakin bagus. Ongkos yang harus dikeluarkan semakin murah sehingga mobilisasi menjadi lebih mudah dan cepat. Ditinjau dari aspek pekerjaannya, diperoleh hasil yang cukup beragam. Ada pemuda yang bekerja sebagai petani, pegawai, pedagang, pelajar, buruh bangunan, wiraswasta, dan supir (lihat Gambar 3).
Presentase
25
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Jenis Pekerjaan
Gambar 3 Karakteristik 60 orang responden berdasarkan presentase jenis pekerjaan responden di Desa Purwabakti tahun 2013 Terdapat 35 persen (21 orang) dari 60 orang pemuda yang bekerja sebagai petani. Pemuda yang bekerja sebagai petani terdiri dari 15 orang petani yang menggarap lahannya sendiri dan 6 orang buruh tani. Pemuda yang menjadi buruh tani biasanya disebabkan tidak adanya lahan. Biasanya mereka hanya menjadi buruh tani pada saat menggarap lahan dan panen. Responden yang bekerja sebagai pegawai sebanyak 5 persen (3 orang). Pekerjaan yang digolongkan sebagai pegawai adalah guru dan pegawai koperasi. Pemuda yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 8.33 persen (5 orang). Biasanya mereka ke luar desa bahkan ke luar kota untuk menjual barang-barang hasil kerajinan kayu. Responden yang masih menjadi pelajar ada sebanyak 11.67 persen (7 orang). Pemuda yang tidak bekerja di desa, biasanya akan menjadi buruh bangunan di kota. Ada sebanyak 3.33 persen (2 orang) responden yang bekerja sebagai buruh bangunan. Pemuda yang berwiraswasta ada sebanyak 31.67 persen (19 orang). Pekerjaan yang digolongkan wiraswasta adalah usaha pengrajin kayu, bengkel kendaraan, dan usaha budidaya ikan emas. Sisanya pemuda yang bekerja sebagai supir yaitu sebanyak 5 persen (3 orang). Hasil paling menonjol dari gambar tersebut adalah presentase pemuda yang bekerja pada sektor pertanian dan wiraswasta hanya terpaut 3.33 persen atau 2 orang saja. Hal ini sudah mengindikasikan bahwa pemuda yang bertani tidaklah banyak dan sudah banyak yang beralih pada pekerjaan lain di luar sektor pertanian.
26
27
BENTUK-BENTUK KETERLIBATAN PEMUDA PEDESAAN PADA KEGIATAN PERTANIAN Kegiatan pertanian merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan mulai dari proses mempersiapkan lahan, benih, pemupukan, pestisida, penyiangan gulma, sampai kegiatan panen. Oleh karena itu, secara umum kegiatan pertanian bisa dibedakan menjadi tiga kegiatan yaitu: 1) persiapan lahan dan benih, 2) pemeliharaan, 3) panen. Keterlibatan pemuda pada maing-masing bentuk-bentuk kegiatan pertanian ini pun berbeda-beda (lihat Tabel 2). Tabel 2 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan 60 orang pemuda pada kegiatan pertanian di Desa Purwabakti tahun 2013 Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pertanian Tingkat keterlibatan pemuda pada persiapan lahan dan benih Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen
Kategori Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
Jumlah responden (orang) 11 26 23 13 15 32 48 4 8
Presentase (%) 18.33 43.33 38.34 21.67 25.00 53.33 80.00 6.67 13.33
Total (%)
100.00
100.00
100.00
Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Persiapan Lahan dan Benih Kegiatan persiapan lahan dan benih pada dasarnya merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum proses penanaman padi dilakukan, seperti mempersiapkan lahan dan menabur benih. Tabel 3 Menunjukkan tingkat keterlibatan 60 orang pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Sebanyak 18.33 persen memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi, sebanyak 43.33 persen menunjukkan tingkat keterlibatan yang sedang, dan 38.34 persen memiliki tingkat keterlibatan yang rendah. Secara umum, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih, cenderung sedang dan rendah. Hal ini tidak mengherankan karena kegiatan persiapan lahan dan benih dikenal dengan pekerjaan yang berat dan menguras banyak tenaga. Petani harus mencangkul lahan untuk menggemburkannya, membenamkan tumbuhan liar, memperbaiki pematang sawah, dan setelah itu petani harus mendatarkan permukaan lahan sebelum lahan siap untuk ditanam. Pekerjaan yang berat tersebut tidak sebanding dengan upah yang diterima yaitu sebesar Rp 35 000/hari, dengan waktu kerja dari jam 08.00 sampai dengan 16.00 WIB. Pemuda juga enggan untuk bertani pada tahapan ini karena mereka mereka malu kepada teman-temannya. Mereka malu pergi kesawah dengan membawa cangkul dan kembali dengan pakaian yang kotor, penuh dengan lumpur sawah.
28
Rasa malu inilah yang pada akhirnya membuat pemuda beralih mata pencaharian ke sektor lainnya di luar pertanian. Selain menunjukkan bahwa pemuda sudah tidak mau bertani, data tersebut juga menunjukkan bahwa masih ada pemuda yang mau melakukan kegiatan persiapan lahan dan benih. Mereka melakukan hal tersebut karena tuntutan orangtuanya atau karena keinginannya sendiri. Salah seorang pemuda yang berinisial Bdr mengaku bahwa dia melaksanakan pertanian karena keinginannya sendiri. Dia sangat menikmati melaksanakan kegiatan pertanian. Dia bekerja tanpa adanya aturan dari orang lain. Dia bisa beristirahat kapan pun untuk shalat ataupun sekedar melepas lelah. Namun, sangat disayangkan pemuda yang berpikiran sama dengan Bdr sangatlah sedikit. Sekarang dia berusaha membuat kelompok tani pemuda dan membuat gebrakan-gebaran baru agar temantemannya tertarik untuk bertani. Salah satu teknik penanaman yang belum pernah dilakukan di Desa Purwabakti adalah legowo. Hal mendasar yang membedakan dari kegiatan pertanian biasanya adalah jarak tanam padi yang cukup jauh. Bdr telah membuktikan bahwa lahan yang jarak tanam akan membuat tanaman menerima cahaya matahari secara maksimal, sehingga hasil yang diperoleh pun hampir 50 persen lebih besar dari teknik biasa. Akan tetapi, masih banyak masyarakat, pemuda pada khususnya, yang tidak mau menerapkan teknik ini karena dianggap pemborosan dalam menggunakan lahan. Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Pemeliharaan Padi Kegiatan pemeliharaan mencakup kegiatan menanam bibit hingga perawatan seperti pemberian pupuk dan pestisida. Tabel 3 Menunjukkan tingkat keterlibatan 60 orang pemuda pada kegiatan pemeliharaan. Sebanyak 21.67 persen memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi, sebanyak 25 persen menunjukkan tingkat keterlibatan yang sedang, dan 53.33 persen memiliki tingkat keterlibatan yang rendah. Secara umum, bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan juga hampir sama dengan kegiatan persiapan lahan dan benih. Pemuda sangat sedikit yang mau melakoni kegiatan bahkan melebihi 50 persen diantaranya. Hal ini tidak mengherankan terjadi karena pemuda Desa Purwabakti seringkali menjadikan pertanian hanyalah sebagai mata pencaharian sampingan. Salah seorang informan yang berinisial Nng menjelaskan bahwa kebanyakan pemuda desa yang bertani, tidak benar-benar menekuni kegiatan pertanian yang mereka lakukan. Mereka menganggap menyiangi, memupuk, dan memberi pestisida sebagai suatu hal yang tidak krusial dan mudah. Hal lainnya yang mengakibatkan rendahnya keterlibatan pemuda pada kegiatan ini adalah kebiasaan pemuda desa yang bermigrasi setelah masa tanam selesai. Kebanyakan dari mereka akan pergi merantau ke kota untuk menjadi tukang bangunan atau berdagang kerajinan tangan. Sesekali orangtua atau istrinya akan melihat saluran air. Kurangnya perhatian pemuda pada pertanian yang mereka lakukan ditunjukkan dengan pemberian pupuk dan pestisida yang tidak teratur. Akibatnya, padi yang telah ditanam tersebut tidak tumbuh sebagaimana mestinya. Jadi, Nng menegaskan bahwa tidak mengherankan jika hasil panen tidak menentu karena tidak dirawat dengan serius.
29
Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen Kegiatan panen dibatasi hanya sampai padi siap untuk dijual. Proses pemasaran tidak dimasukkan pada kegiatan ini karena masyarakat mayoritas memilih cara yang sederhana yaitu menjual kepada tengkulak yang langsung datang ke lahan. Tabel 3 Menunjukkan tingkat keterlibatan 60 orang pemuda pada kegiatan pemeliharaan. Sebanyak 80 persen memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi, sebanyak 6.67 persen menunjukkan tingkat keterlibatan yang sedang, dan 13.33 persen memiliki tingkat keterlibatan yang rendah. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, pemuda kebanyakan pergi merantau pada tahap pemeliharaan. Hal yang unik di desa ini adalah tradisi panen raya. Seluruh anggota keluarga akan datang ke sawah untuk bersama-sama memanen padi. Pemuda yang pergi merantau akan kembali untuk membantu proses panen. Tidak hanya pemuda yang merantau, pelajar pun ikut membantu proses panen. Kni sebagai salah seorang informan yang masih sekolah, mengaku bahwa orangtuanya tidak pernah menyuruhnya untuk mengikuti kegiatan persiapan lahan dan benih dan pemeliharaan. Namun, pada saat musim panen tiba, seluruh anggota keluarga akan ikut membantu, termasuk Kni. Setelah pulang sekolah, dia akan ke sawah untuk ikut menghempaskan padi atau memisahkan bulir padi dengan jeraminya. Ikhtisar Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian semakin menurun. Keterlibatan pemuda pada tahapan persiapan lahan benih tergolong sedang. Ada pemuda yang tidak mau bekerja pada tahap ini tetapi banyak juga yang tidak mau karena harus mencangkul di sawah dan kotor. Keterlibatan pemuda pada tahap pemeliharaan cenderung rendah karena pemuda banyak yang pergi merantau setelah tahap persiapan lahan dan benih selesai, dan mereka akan kembali pada masa panen sehingga pada saat panen keterlibatan pemudanya tinggi. Tingginya keterlibatan pemuda pada kegiatan panen juga berkaitan dengan tradisi panen raya di Desa Purwabakti. Semua anggota keluarga akan ke sawah untuk membantu proses panen.
30
31
FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KETERLIBATAN PEMUDA PADA PERTANIAN Faktor yang akan diuji pengaruhnya terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian adalah sosialisasi orangtua mengenai pertani, kohesivitas teman sebaya, kesulitan proses pelepasan lahan, dan luas penguasaan lahan keluarga. Keempat faktor-faktor tersebut akan dianalisis pengaruhnya terhadap keterlibatan pemuda pada masing-masing kegiatan pertanian, meliputi: kegiatan persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Pengukuran Faktor-faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tingkat sosialisasi orangtua mengenai pertanian, kohesivitas teman sebaya, tingkat kesulitan pelepasan lahan, dan tingkat penguasaan lahan keluarga. Identifikasi masing-masing variabel tersebut berbeda-beda, ada yang tinggi, sedang, dan ada juga yang rendah (lihat Tabel 3). Tabel 3 Jumlah dan presentase tingkat sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya, kesulitan pelepasan lahan, dan tingkat penguasaan lahan keluarga dari 60 responden di Desa Purwabakti tahun 2013 Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian Tingkat sosialisasi orangtua
Tingkat kohesivitas teman sebaya Tingkat kesulitan pelepasan lahan Luas penguasaan lahan keluarga
Kategori
Jumlah responden (orang)
Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
31 12 17 19 19 22 5 25 30 11 35 14
Presentase Total (%) (%) 51.67 20.00 28.33 31.67 31.67 36.66 8.33 41.67 50.00 18.33 58.33 23.34
100.00
100.00
100.00
100.00
Tingkat Sosialisasi Orangtua Orangtua sebagai pihak pertama yang dikenal oleh individu membuat pengaruh dari pihak ini memiliki peranan yang penting, terutama dalam pengambilan keputusan individu. Pemuda seringkali dipengaruhi oleh intervensi dari orangtuanya dalam memutuskan untuk bekerja pada sektor pertanian atau justru meninggalkannnya. Tabel 3 menunjukkan tingkat sosialisasi orangtua dari 60 orang responden penelitian. Sebanyak 51.67 persen memiliki tingkat sosialisasi yang tinggi, sebanyak 20 persen memiliki tingkat sosialisasi yang sedang, dan
32
tingkat sosialisasi rendah sebesar 28.33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa orangtua dari pemuda yang ada di Desa Purwabakti, masih memiliki harapan yang besar agar anaknya bekerja pada sektor pertanian. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa ada orangtua yang berharap agar anak-anaknya tidak bekerja pada sektor pertanian. Hal tersebut bisa berwujud permintaan, perintah, atau pun pemaksaan yang dilakukan oleh orangtua agar anak-anaknya bertani. Orangtua biasanya meminta anak-anaknya yang masih pada usia sekolah pada kegiatan pertanian yang tidak menyita banyak waktu dengan pertimbangan agar tidak mengganggu kegiatan sekolah seperti menyiangi gulma dan memisahkan bulir padi dengan batangnya pada saat musim panen tiba. Ketika cara meminta tidak mempan, maka orangtua akan memaksa anak-anaknya untuk bertani. Paksaan tersebut biasanya berupa ancaman terhadap anak. Salah seorang pemuda mengaku bahwa orangtuanya tidak mau membelikannya sepeda motor ketika dia tidak mau membantu ayahnya bertani. Bahkan ada orangtua yang mengancam tidak akan mewariskan lahan tersebut kepadanya. Lahan akan diwariskan kepada saudara saudaranya yang lain, yang masih mau bertani. Orangtua melakukan hal tersebut karna pertanian sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan mereka ingin mempertahankan pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat. Presentase tingkat sosialisasi orangtua yang rendah juga cukup banyak, yaitu mencapai 28.33 persen. Hal ini wajar terjadi karena banyak juga orangtua yang tidak mau anak-anaknya bekerja pada sektor pertanian. Beberapa orangtua mengaku bahwa mereka sangat menyayangkan jika anaknya bertani. Mereka sudah mengeluarkan biaya yang besar untuk menyekolahkan anak-anaknya. Oleh karena itu, mereka ingin anak-anaknya bekerja pada pekerjaaan yang menurut mereka lebih baik, biasanya menjadi pegawai, dibandingkan bekerja sebagai petani. Gaji yang pasti dan rutin setiap bulan menjadi salah satu daya tarik menjadi pegawai. Tingkat Kohesivitas Teman Sebaya Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari interaksi dengan orang lain terutama teman sebaya. Hubungan yang terjalin itu pun bisa berupa hubungan yang sangat erat dan ada juga sebagai hubungan yang saling mengenal tetapi tidak sampai mempengaruhi sikap dari individu lainnya. Tabel 3 menunjukkan tingkat kohesivitas 60 responden dengan sebaya. Sebanyak 31.67 persen memiliki tingkat kohesivitas teman sebaya yang tinggi. Persentase yang sama yaitu 31.67 persen menunjukan tingkat kohesivitas yang sedang. Namun, presentase yang paling besar adalah tingkat kohesivitas yang rendah, yang memiliki presentase sebesar 36.77 persen. Data ini menunjukkan bahwa tingkat kohesivitas teman sebayanya tergolong rendah. Hal ini terjadi karena pemuda Desa Purwabakti lebih banyak bergaul dengan pemuda yang tidak berkecimpung di dunia pertanian. Teman-teman dari 60 orang responden mayoritas adalah pelajar, pengrajin kayu, supir, dan pedagang. Akibatnya, mereka sangat jarang berbicara mengenai pertanian sehingga kohesivitas teman sebaya cenderung rendah. Pertanian semakin jauh dari pergaulan anak muda seiring dengan berkembangnya teknologi terutama motor dan telepon genggam. Motor menjadi salah satu gaya hidup pemuda. Mereka seringkali berkumpul di suatu tempat tanpa melakukan pekerjaan apapun. Hal yang mereka lakukan hanyalah
33
bersenang-senang tanpa adanya pekerjaan yang rutin. Tempat yang paling sering mereka datangi adalah bengkel motor. Ada juga pemuda yang suka berkumpul di tempat pengrajin kayu. Mereka biasanya hanya sekedar mengobrol. Namun, seringnya bergaul dengan memilik usaha pengrajin kayu, membuat pemuda ikut tertarik pada usaha ini sehingga memutuskan untuk belajar. Setelah mampu melakukannya sendiri, mereka cenderung akan membuka usaha kerajinan kayu sendiri. Jika melihat pada karakteristik responden mengenai pekerjaan responden, terlihat sekali bahwa pemuda yang bekerja menjadi pengrajin kayu cukup banyak dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Tingkat Kesulitan Pelepasan Lahan Suatu daerah biasanya memiliki adat istiadat yang mengatur kehidupan masyarakat termasuk aturan yang mengatur pola pemeliharaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti lahan dan kandungan alam yang ada di dalamnya. Tingkat kesulitan pelepasan lahan merupakan suatu cara untuk menjaga agar lahan tetap ada untuk keberlangsungan hidup masyarakatnya. Tabel 3 menunjukan tingkat kesulitan pelepasan lahan pada 60 keluarga responden di Desa Purwabakti. Tingkat kesulitan pelepasan tinggi sebanyak 8.33 persen, tingkat kesulitan pelepasan lahan sedang sebesar 41.67 persen, dan sebanyak 50 persen memiliki tingkat kesulitan pelepasan lahan yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesulitan pelepasan lahan di Desa Purwabakti tergolong rendah. Sistem nilai dan adat istiadat untuk mempertahankan lahan pertanian sudah mulai memudar. Ketika lahan telah diwariskan kepada anak-anaknya, maka orangtua tidak memiliki hak untuk mengatur anak-anaknya dalam pemanfaatan lahan tersebut. Anak sebagai penerima hak waris, berhak untuk memanfaatkan lahan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Mereka bisa menjual lahan tersebut jika mereka membutuhkan uang tunai, dengan ataupun tanpa izin orangtuanya. Orang yang akan melakukan jual beli tanah melakukan transaksi dan kemudian mendaftarkan ke desa perihal perpindahan hak kepemilikan. Proses surat menyurat pun dapat selesai dalam satu hari. Dengan kata lain, proses jual beli lahan di desa ini tergolong sangatlah mudah. Tingkat Penguasaan Lahan Keluarga Luas penguasaan lahan keluarga sangatlah beragam mulai dari pemuda yang tidak memiliki lahan pertanian sama sekali sampai pemuda yang memiliki lahan yang mencapai 0.75 ha. Tingkat penguasaan lahan keluarga digategorikan menjadi tiga bagian, yaitu tingkat penguasaan lahan yang tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan golongan penguasaan lahan dilakukan dengan cara menggunakan mean dan standar deviasi. Mean atau rata-rata dan luas penguasaan lahan keluarga responden adalah 2101.67 m2. Ini artinya, luas lahan sangatlah sempit sehingga petani tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhannya ketika mereka hanya bergantung pada hasil pertanian saja. Tabel 3 menunjukkan bahwa ada 18.33 persen responden memiliki tingkat penguasaan lahan yang tinggi, sebanyak 58.33 persen memiliki tingkat penguasaan lahan yang tergolong sedang, dan sebanyak 23.34 persen tergolong tingkat penguasaan lahan yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan lahan pertanian pada keluarga pemuda sudah mulai sedikit. Tidak sedikit pula diantara mereka yang tidak memiliki lahan sehingga mereka harus menyewa
34
lahan, menjadi buruh pertanian, atau beralih pada mata pencaharian lain di luar pertanian. Hal ini juga berkaitan dengan tradisi masyarakat sunda yang terkenal sebagai masyarakat yang lebih suka berkumpul di daerah asalnya dibandingkan merantau. Lahan yang dulunya luas semakin menyempit karena harus dibagibagikan kepada anak-anaknya yang telah berkeluarga. Ada lagi lahan yang harus dikonversi menjadi perumahan akibat bertambahnya jumlah anggota keluarga. Hal ini didukung oleh penelitian Hariadi (2008) menyatakan bahwa lahan akan sangat mudah dikonversi ketika tidak adanya security land. Hariadi (2008) menjelaskan bahwa di Jepang, anak yang mendapatkan warisan hanyalah anak laki-laki tertua, sehingga anak-anak yang lain akan merantau ke kota untuk bekerja pada sektor lain di luar pertanian. Hal ini berdampak terhadap luas lahan di desa. Luas lahan tetap terjaga karena tidak ada pembagian lahan kepada beberapa orang anak-anaknya. Security land inilah yang mulai memudar di Desa Purwabakti, dan Tanah Sunda pada umumnya. Pengujian Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan Lahan dan Benih Kegiatan persiapan lahan dan benih merupakan kegiatan yang dilakukan pada sebelum proses pananam bibit dilakukan. Lahan dipersiapkan dan benih sudah mulai ditabur. Pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dilakukan dengan menggunakan analisis analisis regresi linear berganda. Uji statistik yang dilakukan terhadap bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih adalah yaitu dengan memasukan seluruh variabel independen atau variabel pengaruh seperti: sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya, tingkat kesulitan pelepasan lahan, dan luas penguasaan lahan keluarga. Hasil pengujian regresi linear berganda menghasilkan persamaan sebagai berikut: Y= (9.93E-16) - 0.238x1 - 0.523x2 - 0.196x3 + 0.102x4 Hipotesis: sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya, tingkat kesulitan pelepasan lahan, dan luas penguasaan lahan keluarga berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Pengaruh masing-masing variabel bisa dilihat dari hasil perbandingan antara t hitung dan t tabel. T tabel diperoleh sebesar 2.77 dengan tingkat probabalitas sebesar 0.05 dan derajat bebasnya 4. Pengujian secara regresi akan menunjukkan nila t hitung. Jika t hitung lebih besar daripada t tabel, maka variabel tersebut berpengaruh, begitu juga sebaliknya. Ketika variabel nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t tabel, maka variabel yang sedang diuji tidak berpengaruh. Besarnya pengaruh suatu variabel, dapat dilihat dari nilai signifikansi. Nilai signifikansi akan semakin bagus ketika mendekati nilai 0 (nol). Hasil pengujian statistiknya bisa dilihat pada Tabel 4.
35
Tabel 4 Hasil uji statistik faktor yang menentukan keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan bentuk keterlibatan pemuda pada pertanian di Desa Purwabakti Tahun 2013 Faktor yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada pertanian Tingkat sosialisasi ortu Tingkat kohesivitas teman sebaya Tingkat kesulitan proses pelepasan lahan Luas penguasaan lahan keluarga
Bentuk Keterlibatan Pemuda pada Pertanian Persiapan lahan Pemeliharaan Panen dan benih t Sig. t Sig. t Sig. 2.252 0.028 3.208 0.002 0.276 0.784 5.172 0.000 4.268 0.000 2.747 0.008 2.289
0.026
0.487
0.629
-0.496
0.622
1.069
0.290
2.374
0.210
1.461
0.150
Pengujian dengan model regresi juga membantu dalam memperoleh nilai R Square (R²) yang menunjukkan besarnya pengaruh dari keempat variabel berpengaruh terhadap variabel terpengaruh. Angka R Square yang diperoleh adalah 0.606. Ini berarti bahwa kontribusi pengaruh variabel sosialisasi orangtua, kohesitas teman sebaya, kesulitan pelepasan lahan, dan luas penguasaan lahan keluarga terhadap variabel tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih adalah sebesar 60.3 persen dan sisanya 39.7 persen merupakan kontribusi pengaruh dari variabel lain seperti tingkat pendidikan pemuda, umur, dan faktor-faktor lainnya yang tidak menjadi kajian utama pada penelitian ini. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh dari keempat faktor tersebut dominan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian. Semakin tinggi atau kuat bertahannya faktor tersebut, maka keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih juga akan semakin kuat. Namun, ketika faktor tersebut terabaikan, maka keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih juga akan rendah. Nilai R Squere untuk pengaruh sosialisasi orangtua, kohesitas teman sebaya, kesulitan pelepasan lahan, dan luas penguasaan lahan keluarga terhadap variabel tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan adalah sebesar 62.4 persen, sedangkan 37.6 persen sisanya merupakan pengaruh dari variabel lainnya diluar keempat variabel tersebut seperti tingkat pendidikan pemuda, umur, dan faktor-faktor lainnya yang tidak menjadi kajian utama pada penelitian ini. Sebagaimana telah disinggung pada identifikasi keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih, keterlibatan pemudanya ternyata sangatlah rendah dibandingkan dengan keterlibatan pada kegiatan persiapan lahan dan benih dan panen. Maka bisa disinyalir bahwa telah terjadi pengabaian pemanfaatan keempat faktor tersebut dalam usaha meningkatkan keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan. Bisa saja karena teman yang membawa pengaruh negatif terhadap pemuda, dalam konteks pertanian, sehingga mereka tidak mau lagi bertani, atau karena sistem nilai dan proses pelepasan lahan yang semakin mudah sehingga banyak pemuda yang tidak mau bertani. Berbeda dengan keterlibatan pada kegiatan persiapan lahan dan benih dan pemeliharaan, pengaruh sosialisasi orangtua, kohesitas teman sebaya, kesulitan
36
pelepasan lahan, dan luas penguasaan lahan keluarga terhadap variabel tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen menunjukkan angka yang rendah yaitu sebesar 25.3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari keempat faktor tersebut terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian cukup kecil. Dengan kata lain, pemuda akan tetap melakukan kegiatan panen tanpa adanya pengaruh dari keempat faktor tersebut. Salah satu faktor diluar kajian penelitian yang membuat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tetap tinggi adalah kuatnya tradisi panen raya. Ketika musim panen tiba, masyarakat akan bersamasama panen ke sawah. Semua anggota keluarga dilibatkan pada kegiatan ini, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Kebiasaaan tersebut selalu dibangun sehingga ketika mereka dewasa pun tetap mau mengikuti panen. Pengaruh Tingkat Sosialisasi Orangtua terhadap Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan lahan dan benih Berdasarkan hasil uji regresi, orangtua ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Hal ini terbukti dengan nilai t hitung yang lebih kecil daripada t tabel (2.252 < 2.77). keadaan ini membuktikan pernyataan terdahulu yang dilakukan oleh Nugraha (2012) bahwa orangtua tidak memiliki pengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian. Orangtua tidak lagi memiliki kekuasaan penuh untuk memaksa anak-anaknya untuk bertani (lihat Tabel 5). Tabel 5 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan tingkat sosialisasi orangtua pemuda di Desa Purwabakti Tahun 2013 Tingkat sosialisasi orangtua Tinggi Sedang Rendah
Keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 11 18.33 16 26.67 4 6.67 0 0.00 5 8.33 7 11.67 0 0.00 5 8.33 12 20.00
Tabel 5 mengindikasikan bahwa tingkat sosialisasi orangtua memiliki pengaruh yang lemah terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Hal ini terbukti pada data yang menunjukkan bahwa ketika tingkat sosialisasi orangtua yang tinggi pun, keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih yang sedang yaitu sebesar 26.67 persen. Begitu juga yang terjadi ketika tingkat sosialisasi orangtua yang sedang, ternyata tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih rendah yaitu sebesar 11.67 persen. Walaupun pada dasarnya orangtua memiliki hak yang paling besar dalam menyuruh atau memaksa anak-anaknya untuk bertani, tetap saja tidak bisa dipungkiri bahwa ada faktor yang lainnya yang sangat mempengaruhi sikap dan keputusan pemuda untuk terlibat atau malah meninggalkan pertanian. Mempertegas data tersebut, salah seorang informan menyatakan bahwa dia telah berusaha memaksa anak-anaknya untuk bertani dengan cara tidak memberi anaknya tersebut uang jajan. Namun, yang terjadi adalah anaknya tetap tidak mau
37
bertani, dengan alasan tidak mau kotor dan takut dianggap rendah oleh temantemannya. Bahkan anaknya malah tidak mau pergi ke sekolah. Akhirnya orangtuanya tidak dapat berbuat apa-apa. Berdasarkan penuturan tersebut, bisa diambil suatu kesimpulan bahwa ketika orangtua memaksa saja, pemuda masih sedikit yang mau bertani. Apalagi orangtua yang justru tidak pernah mengajak atau pun melarang anak-anaknya untuk bertani. Informan lainnya sebagia orangtua, berkata: “…sebagai orangtua, saya sudah tidak bisa memaksa anak-anak untuk bertani. Anak-anak sudah disekolahkan dengan biaya yang mahal sehingga kalau mereka bertani sangat disayangkan. Saya mengharapkan anak-anak saya mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Tidak harus bekerja dari pagi sampai sore dengan hasil panen yang tidak tentu...” Pernyataan tersebut menguatkan hasil uji regresi yaitu pengaruh orangtua dalam mempengaruhi anak-anak muda untuk bertani tidak terlalu besar. Pemuda menggunakan berbagai alasan untuk menolak permintaan orangtuanya untuk bertani. Alasan yang paling umum digunakan adalah kesibukan sekolah dan tidak mau kotor karena terkena lumpur sawah. Pengaruh Tingkat Kohesivitas Teman Sebaya terhadap Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan lahan dan benih Berdasarkan hasil uji regresi, kohesivitas teman sebaya ternyata berpengaruh signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Hal ini terbukti dengan nilai t hitung yang lebih besar daripada t tabel (5.172 > 2.77). Angka yang besar dan nilai signifikansi yang nol mengindikasikan bahwa peran kohesivitas teman sebaya terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih sangatlah besar. Ketika temanteman pemuda mayoritas adalah petani, maka mereka cenderung akan ikut bertani. Begitu juga sebaliknya, ketika teman-temannya menganggap bahwa pertanian merupakan pekerjaan yang tidak layak dan kotor, maka akan semakin sedikit pula pemuda yang bertani (lihat Tabel 6). Tabel 6 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan tingkat kohesivitas teman sebaya dari 60 orang pemuda di Desa Purwabakti Tahun 2013 Tingkat kohesivitas teman sebaya Tinggi Sedang Rendah
Keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 9 15.00 10 16.67 0 0.00 2 3.33 11 18.33 6 10.00 0 0.00 5 8.33 17 28.33
38
Berdasarkan Tabel 6, pengaruh kohesivitas teman sebaya terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih sangatlah kuat. Ini terbukti dengan data yang menunjukkan bahwa keterlibatan pemuda rendah pada saat kohesivitas teman sebayanya juga rendah yaitu sebesar 28.33 persen. Begitu juga dengan tingkat keterlibatan pemuda yang sedang pada saat tingkat kohesivitas teman sebayanya juga sedang yaitu 18.33 persen. Jika dilihat secara umum, data yang diperoleh di Desa Purwabakti menunjukkan bahwa keterlibatan pemuda dalam mempersiapkan lahan cenderung rendah. Sebagai mana dijelaskan sebelumnya, kegiatan persiapan lahan dan benih, merupakan kegiatan pertanian yang membutuhkan waktu dan tenaga yang besar. kegiatan seperti membajak dan meratakan sawah, seringkali dianggap oleh kalangan pemuda sebagai pekerjaan yang kolot dan kotor. Oleh karena, muncullah rasa malu pada diri pemuda ketika dia terlibat pada kegiatan tersebut. Merasa malu ketika teman-teman melihatnya pulang dari sawah di sore hari dengan memakai pakaian yang kotor dan cangkul. Mereka merasa taut akan dijauhi dan dianggap rendah ketika hal tersebut terjadi. dan pakaian yang Rasa malu inilah yang kemudian membuat pemuda di Desa Purwabakti tidak mau terlibat. Rasa malu itu pun diperkuat dengan semakin banyaknya pemuda yang bekerja di luar sektor pertanian. Akibatnya, pemuda lebih banyak berteman dengan pemuda yang berprofesi selain pertanian. Teman-teman yang bukan petani tentu saja akan berimbas pada bahan pembicaraannya, yang tentu saja tidak berkaitan dengan kegiatan pertanian. ketika teman-temannya mayoritas merupakan pengrajin kayu, maka pembicaraannya tidak jauh dari harga kayu, harga alat untuk membuat lemari, dan pembicaraan lainnya terkait dengan usaha tersebut. Usaha lainnya yang berkembang di desa adalah usaha budidaya ikan. Air yang berlimpah sangat mendukung untuk usaha ini. Hasil yang diperoleh juga jauh lebih tinggi dari pada pertanian padi sawah. Akibatnya, lahan pertanian dialihfungsikan menjadi kolam ikan. Pengaruh Tingkat Kesulitan Pelepasan Lahan terhadap Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan lahan dan benih Berdasarkan hasil uji regresi, tingkat kesulitan pelepasan lahan ternyata tidak berpengaruh dan signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Hal ini terbukti dengan nilai t hitung yang lebih kecil daripada t tabel (2.289 < 2.77). Dengan kata lain, pada proses persiapan lahan dan benih, ada atau tidak adanya aturan yang sulit dalam menjual lahan pertanian, tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda. Pada kenyataannya, pemuda Desa Purwabakti sedikit yang mau terlibat pada kegiatan persiapan lahan dan benih.
39
Tabel 7 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan tingkat kesulitan pelepasan lahan di Desa Purwabakti Tahun 2013 Tingkat kesulitan pelepasan lahan Tinggi Sedang Rendah
Keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 2 3.33 3 5.00 0 0.00 5 8.33 10 16.67 10 16.67 4 6.67 13 21.67 13 21.67
Tabel 7 menunjukkan pengaruh tingkat kesulitan pelepasan lahan yang rendah terhadap tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Ini terbukti pada data, yaitu ketika tingkat kesulitan pelepasan lahan keluarga yang tinggi, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih tergolong sedang yaitu sebesar 5 persen. Begitu juga pada saat tingkat kesulitan pelepasan lahan yang sedang, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih tergolong sedang dan rendah yaitu sebesar 16.67 persen. Hal ini semakin menguatkan hasil uji regresi, yaitu tingkat kesulitan pelepasan lahan tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Makna yang dapat ditarik dari hasil pengujian tersebut adalah ketika tingkat kesulitan pelepasan lahan tinggi, sedang, ataupun rendah, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih tetap berkisar sedang dan rendah. Pemuda tetap enggan untuk bertani. Bagaimana bisa mereka bertani, tetapi sawah dengan begitu mudahnya berpindah tangan. Jika ditinjau kembali pada bagian pengukuran kesulitan pelepasan lahan, terlihat jelas bahwa telah terjadi suatu pelunturan atau menghilangnya aturan-aturan untuk mempertahankan lahan keluarga di Desa purwabakti. Memudarnya security land di Desa Purwabakti, membuat lahan sangat mudah dilepaskan. Ketika pemilik lahan membutuhkan uang, maka mereka dengan dapat menjual lahan tersebut dengan mudah. Begitu juga dengan potensi ekonomi budidaya ikan yang semakin banyak digeluti oleh masyarakat desa. banyak masyarakat yang tergoda untuk mencoba hal yang sama dan lahan persawahanlah yang kemudian dialihfungsingkan menjadi kolam pembesaran. Pengaruh Tingkat Penguasaan Lahan Keluarga dengan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan lahan dan benih Lahan sebagai media tanam yang digunakan dalam kegiatan bertani. Berdasarkan hasil uji regresi, luas penguasaan lahan keluarga ternyata tidak berpengaruh dan signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Hal ini terbukti dengan nilai t hitung yang lebih kecil daripada t tabel (1.069 < 2.77).
40
Tabel 8 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan luas penguasaan lahan keluarga pemuda di Desa Purwabakti Tahun 2013 Luas penguasaan lahan keluarga Tinggi Sedang Rendah
Keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 4 6.67 6 10.00 1 1.67 6 10.00 17 28.33 12 20.00 1 1.67 3 5.00 10 16.67
Berdasarkan Tabel 8, luas penguasaan lahan keluarga ternyata tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih. Walaupun tingkat penguasaan lahan keluarga yang tinggi, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih tergolong sedang yaitu sebesar 10 persen. Tingkat penguasaan lahan yang sedang menunjukkan tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih yang sedang yaitu sebesar 28.33 persen, dan tingkat penguasaan lahan yang rendah menunjukkan tingkat keterlibatan pemuda yang rendah yaitu sebesar 16.67 persen. Luas kepemilikan lahan keluarga sangat erat kaitannya dengan proses kesulitan pelepasan lahan. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, proses jual beli lahan pertanian di Desa Purwabakti sangatlah mudah. Tidak ada aturan tertentu yang mengikat agar lahan tersebut bisa dipertahankan keberadaannya. Keengganan pemuda untuk terlibat pada tahapan ini tidak bisa disalahkan karena lahan yang akan ditanami sudah sangat sempit dan hasilnya belum tentu bisa memenuhi kebutuhan. Walaupun, tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada pemuda yang mau terlibat pada tahapan ini. pemuda yang tidak memiliki lahan akan menjadi buruh tani di sawah warga lain yang membutuhkan tenaganya. Pengujian Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan Pengaruh Tingkat Sosialisasi Orangtua terhadap Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih besar daripada t tabel (3.208 > 2.77) dengan nilai signifikansi yang bagus yaitu sebesar 0.002. Hal ini menjelaskan bahwa sosialisasi orangtua memiliki peranan atau pengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan. Ketika tingkat sosialisasi ortu tinggi, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan poduksi juga tergolong tinggi yaitu 21.67 persen. Begitu juga ketika tingkat sosialisasi orangtua rendah, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan juga rendah yaitu sebesar 16.67 persen (lihat Tabel 9).
41
Tabel 9 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat sosialisasi orangtua di Desa Purwabakti tahun 2013 Tingkat sosialisasi orangtua Tinggi Sedang Rendah
n 13 0 0
Keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan Tinggi Sedang Rendah % n % n % 21.67 12 20.00 6 10.00 0.00 2 3.33 10 16.67 0.00 1 1.67 16 26.67
Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat sosialisasi orangtua berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan. Pengaruh orangtua pada tahap ini cukup besar karena orangtua menilai bahwa pekerjaan ini tidak membutuhkan banyak tenaga dan menyita waktu sehingga tidak mengganggu waktu sekolah. Kegiatan pemeliharaan meliputi menanam, mengairi sawah, memupuk, memberikan pestisida, dan menyiangi padi dari gulma, merupakan pekerjaan yang tidak membutuhkan waktu yang lama. Pemuda bisa mengerjakannya pada waktu luang, baik pagi mau pun sore hari. Pemuda yang enggan bertani biasanya akan memberikan alasan kesibukan sekolah dan pekerjaan lainnya pada pagi hari. Namun, pekerjaan yang tidak membutuhkan waktu yang lama inilah yang membuat pemuda tidak bisa beralasan dan harus mematuhi perintah orangtuanya untuk membantu pekerjaan pada sektor ini. Salah seorang responden menyatakan bahwa dia lebih bersedia mengerjakan kegiatan pemeliharaan seperti memeriksa saluran air ke sawah, memberi pupuk, atau memberi pestisida karena pekerjaannya tidak begitu susah dan bisa dilakukan disela-sela waktu luang. Pengaruh Tingkat Kohesivitas Teman Sebaya terhadap Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih besar daripada t tabel (4.268 > 2.77) dengan nilai signifikansi yang bagus yaitu sebesar 0.000. Hal menunjukkan bahwa kohesivitas teman sebaya memberikan pengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan. ketika pemuda berteman dengan pemuda lainnya yang mau untuk melakukan kegiatan pemeliharaan baik itu menanam padi, ataupun memeliharanya, maka pemuda tersebut cenderung akan mau juga bertani. Namun sayangnya, dari 60 orang pemuda yang diwawancarai, sangat banyak yaitu sebesar 53.33 persennya tidak mau melakukan kegiatan ini. Hal ini disebabkan kebanyakan pemuda Desa Purwabakti bergaul dengan pemuda lainnya yang tidak berprofesi sebagai petani. Akibatnya, ketertarikan mereka pada pertanian pun semakin sedikit (lihat Tabel 10).
42
Tabel 10 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat kohesivitas teman sebaya Tingkat kohesivitas teman sebaya Tinggi Sedang Rendah
Keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 10 16.67 8 13.33 1 1.67 3 5.00 4 6.67 12 20.00 0 0.00 3 5.00 19 31.67
Berdasarkan Tabel 10, pengaruh kohesivitas teman sebaya terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan sangatlah kuat. Ketika tingkat kohesivitas teman sebaya yang tinggi, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan juga tergolong tinggi yaitu sebesar 16.67 persen. Begitu juga ketika tingkat kohesivitas rendah, tingkat keterlibatan pemuda juga tergolong rendah yaitu sebesar 28.33 persen. Pada tabel juga tergambar bahwa kecendrungan pemuda yang tidak mau menggeluti kegiatan pemeliharaan akibat pengaruh teman sebaya cukup besar yaitu 31.67 persen. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, mayoritas pemuda Desa Purwabakti bermigrasi pada saat masa tanam selesai. Kebiasaan ini telah berlangsung semenjak dulu apalagi semakin mudahnya alat transportasi, membuat mobilisasi pemuda menjadi semakin mudah. Pemuda pergi ke kota dan beberapa wilayah lainnya untuk mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka pergi secara berkelompok dan menjadi buruh bangunan borongan atau menjadi pedagang kusen keliling. Kebiasaan berkelompok inilah yang membuat pemuda untuk enggan bertani pada tahapan pemeliharaan, karena kebanyakan teman-temannya pergi merantau. Mereka akan merasa ganjil atau berbeda dengan teman-temannya ketika tidak ikut merantau dan bertahan untuk memelihara padi. Pengaruh Tingkat Kesulitan Pelepasan Lahan terhadap Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih kecil daripada t tabel (0.487 < 2.77) dengan nilai signifikansi sebesar 0.629. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penguasaan lahan tidak berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan. Hasil yang tidak signifikan bisa mengindikasikan bahwa tingkat kesulitan pelepasan lahan tidak mutlak tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian. Bisa saja terjadi bahwa kesulitan pelepasan akan berpengaruh tetapi sedikit. Ini terbukti di desa bahwa proses pelepasan lahan yang mudah memunculkan keterlibatan pemuda yang rendah juga pada pertanian (lihat Tabel 11).
43
Tabel 11 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat kesulitan pelepasan lahan di Desa Purwabakti Tahun 2013 Keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan Tinggi Sedang Rendah n % n % n % Tinggi 3 5.00 1 1.67 1 1.67 Sedang 4 6.67 4 6.67 17 28.33 Rendah 6 10.00 10 16.67 14 23.33 Berdasarkan Tabel 11, tingkat kesulitan pelepasan lahan tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan di Desa Purwabakti. Ini terbukti yaitu pada saat tingkat kesulitan pelepasan lahan yang sedang, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan tergolong rendah yaitu sebesar 28.33 persen, sedangkan tingkat kesulitan pelepasan lahan yang rendah menunjukkan tingkat keterlibatan yang rendah yaitu sebesar 23.33 persen. Namun, pada saat tingkat kesulitan pelepasan lahan tinggi, keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan juga tinggi yaitu sebesar 5 persen. Berdasarkan tabel ini, terlihat bahwa tingkat kesulitan pelepasan yang rendah ternyata membuat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan juga rendah. Keengganan pemuda untuk terlibat pada tahapan pemeliharaan tanaman semakin rendah karena tidak adanya aturan yang mengikat masyarakat untuk mempertahankan jumlah lahan yang dimilikinya. Akibatnya lahan semakin sedikit, dan pada sisi yang berbeda kegiatan persiapan lahan dan benih dinilai oleh pemuda sebagai pekerjaan yang sepele dan mudah. Anggapan inilah yang membuat mereka merasa tenang untuk meninggalkan sawah dan pergi ke kota. Akibatnya, tanaman menjadi tidak terurus. Tetapi, hal yang berbeda dijelaskan oleh seorang responden yang berinisial Ccp. CCp mengaku bahwa kemudahan proses pelepasan lahan justru menguntungkan bagi keluarganya. Dulu lahan keluarganya sangatlah sedikit. Namun, kecintaan orangtuanya pada pertanian, membuat orangtuanya memutuskan untuk memperluas lahan mereka dan membeli lahan dari warga lainnya. Proses jual beli yang mudah dan cepat inilah yang menguntungkan bagi keluarga Ccp, sehingga lahan keluarganya menjadi semakin luas. Hal ini jugalah yang membuatnya tetap mau bertani. Dia tidak mau orangtuanyan kecewa jika lahan tersebut tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Tingkat kesulitan pelepasan lahan
Pengaruh Tingkat Penguasaan Lahan Keluarga terhadap Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih kecil daripada t tabel (2.374 < 2.77) dengan nilai signifikansi sebesar 0.21. Hal ini menunjukkan bahwa luas penguasaan lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan. Pengaruh luas lahan keluarga dengan keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan cenderung rendah (lihat Tabel 12).
44
Tabel 12 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat luas penguasaan lahan di Desa Purwabakti tahun 2013 Luas penguasaan lahan keluarga Tinggi Sedang Rendah
Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 6 10.00 4 6.67 1 1.67 7 11.67 11 18.33 17 28.33 1 1.67 0 0.00 13 21.67
Tabel 12 menunjukkan tingkat penguasaan lahan keluarga tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan. Ketika tingkat penguasaan lahan sedang, menunjukkan tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan tergolong rendah yaitu sebesar 28.33 persen. Hal yang sama juga terjadi pada saat tingkat penguasaan lahan yang rendah, tingkat keterlibatan pemuda juga tergolong rendah yaitu sebesar 21.67 persen. Tidak dapat dipungkiri bahwa keterlibatan pemuda pada tahapan ini memang semakin berkurang. Tidak adanya lahan membuat mereka seringkali memutuskan untuk beralih pada pekerjaan pada sektor lain di luar pertanian. Namun, Kegiatan pemeliharaan tidak menuntut pemuda untuk bekerja pada lahan sendiri, maka bisa saja pemuda yang mau melakoni kegiatan ini menyewa lahan atau pun menjadi buruh tani. Hal ini sering terjadi karena sangat banyak masyarakat yang tidak memiliki lahan. Hal ini juga berkolerasi dengan tidak adanya adat yang mempersulit pelepasan lahan di desa sehingga lahan dengan begitu mudahnya dijual ketika pemilikinya membutuhkan uang. Menjadi buruh tani untuk memupuk atau memberi pestisida hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja. Memberi pestisida bisa diberikan pada saat pagi atau sore hari. Keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan yang rendah menimbulkan permasalahan baru yaitu terbatasnya tenaga kerja pada tahap ini sehingga ada atau tidak adanya lahan, pemuda tetap bisa melakukan kegiatan pemeliharaan seperti menanam, mengairi, memupuk, dan pestisida. Pengujian Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen Pengaruh Tingkat Sosialisasi Orangtua terhadap Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih kecil daripada t tabel (0.276 < 2.77) dengan nilai signifikansi sebesar 0.784. Hal ini menunjukkan bahwa luas penguasaan lahan tidak berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan panen. Keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tidak terlalu dipengaruhi oleh sosialisasi orangtua (lihat Tabel 13).
45
Tabel 13 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen berdasarkan tingkat sosialisasi orangtua di Desa Purwabakti Tahun 2013 Tingkat sosialisasi orangtua Tinggi Sedang Rendah
Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 29 48.33 1 1.67 1 1.67 8 13.33 1 1.67 3 5.00 11 18.33 2 3.33 4 6.67
Tabel 13 menunjukkan pengaruh yang rendah dari sosialisasi orangtua terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan panen. Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tetap tinggi meskipun tingkat sosialisasinya tergolong tinggi, sedang, atau rendah. Ketika tingkat sosialisasi tinggi menunjukkan tingkat keterlibatan yang tinggi yaitu sebesar 48.33 persen. Tingkat sosialisasi orangtua yang sedang menunjukkan tingkat keterlibatan yang tinggi yaitu sebesar 13.33 persen, dan ketika tingkat sosialisasi rendah, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tetap tergolong tinggi yaitu sebesar 18.33 persen. Ketika pengaruh orangtua tinggi, sedang, atau pun rendah, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tetap tinggi. Pemuda terlibat pada saat panen tanpa adanya pengaruh yang berarti dari orangtuanya. Jika ditelisik lebih dalam, sebenarnya andil orangtua ada, tetapi tidak begitu menonjol. Pemuda yang telah terbiasa membantu kegiatan panen merasa bahwa orangtuanya tidak berandil dalam keterlibatannya pada saat panen. Padahal dari kecil, orangtuanyalah yang membiasakan mereka untuk panen bersama. Hal ini tergambar pada saat panen raya. Semua anggota keluarga akan pergi ke sawah untuk bersuka cita menyambut rezeki Allah dari hasil panen yang diterima. Pengaruh Tingkat Kohesivitas Teman Sebaya terhadap Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih kecil daripada t tabel (2.747 < 2.77) dengan nilai signifikansi sebesar 0.008. Hal ini menunjukkan bahwa luas penguasaan lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan panen. Pemuda tetap mengikuti kegiatan panen walaupun kohesivitas temannya tinggi, sedang, atau pun rendah (lihat Tabel 14). Tabel 14 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen berdasarkan kohesivitas teman sebaya di Desa Purwabakti tahun 2013 Tingkat kohesivitas teman sebaya Tinggi Sedang Rendah Total
n 19 17 12 48
Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen Tinggi Sedang Rendah % n % n % 31.67 0 0.00 0 0.00 28.33 1 1.67 1 1.67 20.00 3 5.00 7 11.67 80 4 6.67 8 13.33
46
Tabel 14 menunjukkan tingkat kohesivitas teman sebaya tidak berpengaruh signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan panen. Keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih tetap tinggi walaupun tingkat kohesivitas teman sebaya tinggi, sedang, ataupun rendah. Ketika tingkat kohesivitas teman sebaya sedang, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tetap tinggi yaitu sebesar 28.33 persen, begitu juga ketika tingkat kohesivitas teman sebaya rendah, tingkat keterlibatan pemuda pun tetap tinggi yaitu sebesar 20 persen. Apalagi ketika tingkat kohesitas teman sebaya tinggi, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen semakin tinggi. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, keterlibatan pemuda pada kegiatan panen sangatlah tinggi. Setiap masa panen tiba, mereka akan ke sawah bersama anggota keluarga lainnya untuk panen. Pemuda mengaku bahwa mengikuti panen mengingatkan mereka pada masa kecil. Semenjak kecil, mereka tidak pernah melewatkan masa panen. Mereka juga menyatakan bahwa kelelahan bekerja terasa hilang ketika mereka makan bersama di saung. Rasa kebersamaan sangatlah kental pada saat itu. Keadaan inilah yang tidak ingin dilewatkan oleh pemuda. Rasa malu akan dijauhi atau dihina oleh teman-temannya tidak akan muncul pada diri pemuda karena teman-temannya yang lain juga melakukan hal yang sama, yaitu membantu keluarganya panen. Oleh karena itu, tanpa pengaruh teman pun, pemuda akan tetap terlibat pada kegiatan ini. Pengaruh Tingkat Kesulitan Pelepasan Lahan dengan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih kecil daripada t tabel (-0.496 < 2.77) dengan nilai signifikansi sebesar 0.622. Hal ini menunjukkan bahwa luas penguasaan lahan tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan panen. Ada atau tidak adanya lahan, pemuda yang mau bertani tetap dapat terlibat kegiatan persiapan lahan dan benih (lihat Tabel 15). Tabel 15 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen berdasarkan tingkat kesulitan pelepasan lahan di Desa Purwabakti Tahun 2013 Tingkat kesulitan pelepasan lahan Tinggi Sedang Rendah
Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 4 6.67 1 1.67 0 0.00 19 31.67 2 3.33 4 6.67 25 41.67 1 1.67 4 6.67
Tabel 15 menunjukkan tingkat kesulitan pelepasan lahan tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan panen. Keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tetap tinggi walaupun tingkat kesulitan pelepasan lahannya tinggi, sedang, ataupun rendah. Ketika tingkat kesulitan pelepasan lahan keluarga tinggi, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan tergolong tinggi yaitu sebesar 6.67 persen. Ketika tingkat kesulitan pelepasan lahan sedang, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tetap tinggi yaitu
47
sebesar 31.67 persen, begitu juga ketika tingkat kesulitan pelepasan lahan rendah, tingkat keterlibatan pemuda tergolong tinggi yaitu sebesar 41.67 persen. Tabel 15 juga menggambarkan bahwa keterlibatan pemuda yang paling tinggi justru pada saat tingkat kesulitannya rendah yaitu sebesar 41.67 persen. Hal ini sangat menguatkan bahwa nilai-nilai security land telah mulai memudar atau tidak eksis pada kehidupan masyarakat. Memudarnya nilai-nilai tersebut terjadi seiring dengan beralihnya mata pencaharian masyarakat dari sektor pertanian. Susah atau mudahnya proses pelepasan lahan pertanian di Desa Purwabakti, ternyata tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap keterlibatan pemuda pada tahap panen. Beberapa pemuda yang tidak memiliki lahan mengaku bahwa ketika musim panen tiba, mereka akan pergi ke sawah saudaranya untuk sekedar membantu panen. Pengaruh Tingkat Penguasaan Lahan Keluarga dengan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen Hasil uji statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih kecil daripada t tabel (1.461 < 2.77) dengan nilai signifikansi sebesar 0.150. Hal ini menunjukkan bahwa luas penguasaan lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan panen. Keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tetap tinggi meskipun keluarganya menguasai lahan yang luas atau pun sempit (lihat Tabel 16). Tabel 16 Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen berdasarkan luas penguasaan lahan keluarga di Desa Purwabakti Tahun 2013 Luas penguasaan lahan keluarga Tinggi Sedang Rendah
Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 11 18.33 0 0.00 0 0.00 28 46.67 4 6.67 3 5.00 9 15.00 0 0.00 5 8.33
Tabel 16 menunjukkan bahwa tingkat penguasaan lahan keluarga yang tinggi menunjukkan tingkat keterlibatan pada kegiatan panen yang tinggi yaitu sebesar 18.33 persen. Tingkat penguasaan lahan yang sedang menunjukkan tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen yang tinggi yaitu sebesar 46.67 persen, sedangkan tingkat penguasaan lahan yang rendah menunjukkan tingkat keterlibatan pemuda yang tinggi yaitu sebesar 15 persen. Mayoritas responden mengakui bahwa mereka tetap ikut penen walaupun keluarganya menguasai lahan yang luas atau pun sempit. Bahkan mereka seringkali menjadi buruh tani pada musim panen tiba. Musim panen yang serempak akan membutuhkan tenaga kerja yang besar. Selain itu, berbeda halnya dengan kegiatan pertanian lainnya seperti mempersiapkan lahan dan menanam, kegiatan panen harus dilakukan dalam waktu yang cepat untuk menjaga padi tidak telalu matang sehingga bulir padi tidak jatuh ke sawah dan mengurangi hasil panen.
48
Ikhtisar Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian yang diuji adalah sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya, kesulitan pelepasan lahan, dan luas penguasaan lahan keluarga. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut sangatlah beragam terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Ada faktor yang berpengaruh, tetapi ada juga faktor yang tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian (lihat Tabel 17). Tabel 17 Pengaruh faktor-faktor yang diuji terdahap keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian di Desa Purwabakti Tahun 2013 Faktor-faktor yang diuji
Kegiatan pertanian Panen Persiapan lahan dan Pemeliharaan benih
Sosialisasi orangtua Kohesivitas teman sebaya Kesulitan pelepasan lahan Luas lahan keluarga
Tidak berpengaruh Berpengaruh
Berpengaruh Berpengaruh
Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh
Tidak berpengaruh
Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh
Tidak berpengaruh
Tidak perpengaruh
Tidak berpengaruh
Faktor yang menentukan keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih adalah kohesivitas teman sebaya. Semakin banyak pemuda yang mau mencangkul di sawah dan menaburkan benih untuk mempersiapkan lahan penanaman padi, maka akan semakin banyak juga pemuda lainnya yang mau ikut terlibat. Pada tahap pemeliharaan, faktor yang mempengaruhi adalah sosialisasi orangtua dan kohesivitas teman sebaya. Orangtua masih memiliki potensi untuk menyuruh pemuda untuk ikut menanam, menyiangi, atau memberi pupuk dan pestisida. Kegiatan memupuk dan memberi pestisida cenderung lebih banyak dilaksanakan oleh pemuda karena pekerjaannya yang mudah dan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat. Tetapi, pada kegiatan panen, tidak ada satu pun faktor tersebut yang berpengaruh. Ini disebabkan karena panen bersama merupakan kebiasaan dari dulu, sehingga pemuda melaksanakannya dengan ataupun tanpa adanya pengaruh dari keempat faktor yang diuji. Tetapi, faktor yang paling menentukan keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian adalah kohesitas teman sebaya. Ketika teman-temannya banyak yang bertani, pemuda pun cenderung akan ikut bertani. Jadi, tingkat kesulitan pelepasan lahan dan luas penguasaan lahan keluarga tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap keterlibatan pemuda di Desa Purwabakti. Lahan yang subur menyebabkan hasil pertanian lebih besar dibandingkan lahan di desa lainnya. Luas lahan yang sama akan menghasilkan hasil panen yang lebih besar dibandingkan desa lainnya yang memiliki lahan yang tidak subur.
49
KORELASI BENTUK KETERLIBATAN PEMUDA PADA KEGIATAN PERTANIAN DENGAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
Gambaran Pertanian Berkelanjutan di Desa Purwabakti Terwujudnya pertanian berkelanjutan memiliki tiga indikator utama yaitu kegiatan pertanian yang dilakukan menjanjikan secara ekonomi, lahan yang digunakan tetap terjaga kesuburannya, dan kegiatan pertanian tersebut bisa diterima oleh masyarakat sebagai salah satu mata pencaharian yang layak dan tidak memalukan. Keterangan lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Jumlah dan presentase pendapat pemuda mengenai pertanian berkelanjutan di Desa Purwabakti tahun 2013 Pertanian berkelanjutan
Kategori
Tingkat kelayakan ekonomi
Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
Tingkat kelayakan ekologi
Tingkat kelayakan sosial
Jumlah responden (orang) 8 26 26 47 9 4 42 13 5
Presentase (%) 13.34 43.33 43.33 78.33 15.00 6.67 70.00 21.67 8.33
Total (%)
100.00
100.00
100.00
Tingkat Kelayakan Ekonomi Pertanian Padi Sawah di Desa Purwabakti Tabel 18 menunjukkan tingkat kalayakan ekonomi dari 60 orang responden. Sebanyak 13.33 persen responden menyatakan bahwa profesi sebagai petani memiliki tingkat kelayakan ekonomi yang tinggi, sebanyak 43.33 persen menyatakan bahwa pertanian memiliki tingkat kelayakan ekonomi sedang, dan 43.33 persen juga memiliki pandangan bahwa pertanian memiliki tingkat kelayakan ekonomi yang rendah. Hal ini merupakan realitas yang ada di Desa Purwabakti. pertanian dianggap sebagai pekerjaan yang tidak menjanjikan secara ekonomi. Kebanyakan pemuda yang bermatapencaharian sebagai petani memiliki penghasilan yang rendah sedangkan pekerjaannya menyita banyak waktu dan tenaga. Sebelum bertani, mereka masih sering berkumpul sekedar untuk berbincang di warung kopi. Tetapi setelah bertani, mereka sudah mulai jarang berkumpul karena kelelahan setelah bertani, dan hasil yang diperoleh tidak seberapa. Teman-temannya yang bertani tetap kesulitan dalam masalah keuangan, sehingga tidak mengherankan jika pemuda meninggalkan pertanian. tidak ada yang mau mengalami kesulitan keuangan seperti halnya yang dialami oleh temantemannya yang bertani.
50
Hal yang bertolak belakang disampaikan oleh salah seorang ketua RT dan sekaligus sebagai inisiasi pertanian di Desa Purwabakti, yang menyatakan bahwa pertanian masih menjanjikan secara ekonomi, dengan syarat kegiatan pertanian harus dilakoni dengan penuh kesungguhan. Namun, kebanyakan pemuda menjadikan pertanian hanyalah sebagai pekerjaan sampingan sehingga perhatiannya tidak terfokus pada peningkatan hasil pertanian. Tidak mengherankan jika hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan. Tingkat Kelayakan Ekologi Pertanian Padi Sawah di Desa Purwabakti Tabel 18 menunjukkan tingkat kalayakan ekonomi dari 60 orang responden. Sebanyak 78.33 persen responden menyatakan bahwa profesi sebagai petani memiliki tingkat kelayakan ekologi yang tinggi, sebanyak 15 persen menyatakan bahwa pertanian memiliki tingkat kelayakan ekologi sedang, dan 6.67 persen memiliki pandangan bahwa pertanian memiliki tingkat kelayakan ekologi yang rendah. Pada dasarnya, lahan pertanian di Desa Purwabakti merupakan lahan yang subur tetapi praktek pertanian selama ini yang menggunakan pestisida dan pupuk kimia, telah merusak struktur tanah. Akibatnya penghasilan pertanian semakin hari semakin menurun. Responden mengakui bahwa kegiatan pertanian yang dilakukan akan membuat lahan tetap subur dibandingkan dibiarkan terbengkalai begitu saja. Ada beberapa lahan di Desa Purwabakti yang dibiarkan ditumbuhi tanaman liar. Responden berpendapat bahwa pemanfaatan lahan untuk pertanian justru menjaga kelestarian lahan. Berbagai hewan seperti cacing, belalang, kumbang, masih bisa ditemukan dengan mudah di lahan pertanian penduduk. Hewan-hewan tersebut akan menjaga kesuburan lahan dan membantu proses penyerbukan padi. Tanaman yang bisa tumbuh di Desa Purwabakti juga tidak terbatas pada tanaman padi saja. Berbagai tanaman lain seperti cabe, sayur-sayuran, dapat tumbuh dengan subur dengan hasil yang tinggi. Hal ini semakin membuktikan bahwa kondisi ekologi lahan di Desa Purwabakti masih sangat terjaga. Tingkat Kelayakan Sosial Pertanian Padi Sawah di Desa Purwabakti Tabel 18 menunjukkan pendapat 60 orang responden mengenai tingkat kalayakan sosial. Sebanyak 70 persen responden menyatakan bahwa profesi sebagai petani memiliki tingkat kelayakan sosial yang tinggi, sebanyak 21.67 persen menyatakan bahwa pertanian memiliki tingkat kelayakan sosial sedang, dan 8.33 persen memiliki pandangan bahwa pertanian memiliki tingkat kelayakan sosial yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian memiliki tingkat kelayakan sosial yang tinggi. Sebagai salah satu desa yang sejak dahulu menggeluti dunia pertanian, kehidupan ala petani seperti berkelompok, saling membantu, dan bergotong royong, dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Purwabakti. Sebagai petani, mereka harus memulai menanam pada masa yang sama, dan akan panen pada saat yang bersamaan pula. Hal ini dilakukan agar hama bisa terkendali. Jika masa tanam tidak dilakukan dengan serempak, maka populasi hama akan membesar karena persediaan makanannya selalu ada sepanjang tahun. Walaupun mata pencaharian masyarakat sudah mulai bergeser meninggalkan pertanian, namun kehidupan sosial ala masyarakat pertanian masih bisa ditemukan dalam kehidupan masyarakat Desa Purwabakti.
51
Oleh karena itu, masyarakat Desa Purwabakti masih menganggap pertanian sebagai pekerjaan yang layak untuk dipertahankan sehingga pemuda yang bekerja sebagai petani pun tidak dianggap rendah oleh masyarakat. Hubungan Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pertanian dengan Pertanian Berkelanjutan Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian mulai dari kegiatan pemeliharaan, pemeliharaan, sampai panen, sangatlah berbeda tergantung dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian diharapkan akan memberikan sumbangsih terhadap pertanian berkelanjutan di desa tersebut. Oleh karena perlu dikaji hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan. Hubungan tersebut bisa diperoleh dengan melakukan uji korelasi Rank Spearman. Keterangan lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel uji korelasi berikut: Tabel 19 Hasil uji rank spearman hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan di Desa Purwabakti tahun 2013 Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian Persiapan lahan dan benih Pemeliharaan Panen
Pertanian berkelanjutan Kelayakan Kelayakan ekologi Kelayakan sosial ekonomi Correlation Correlation Correlation Sig. Sig. Sig. coefficient coefficient coefficient 0.560** 0.000 0.456** 0.000 0.289* 0.025
0.612** 0.416**
0.000 0.385** 0.001 0.434**
0.002 0.350** 0.022 0.295*
0.006 0.022
** berhubungan nyata pada 0.01 * berhubungan nyata pada 0.05
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan lahan dan benih dengan Tingkat Kelayakan Ekonomi Kelayakan ekonomi menunjukan bahwa pertanian berkelanjutan bisa memberikan penghidupan yang layak bagi para pekerja di sektor pertanian terutama petaninya, mereka mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, mampu membayar pendidikan anak-anaknya dan memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan. Hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih terhadap tingkat kelayakan ekonomi pemuda menunjukkan hasil yang berbeda-beda (lihat Tabel 20).
52
Tabel 20 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan ekonomi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tingkat keterlibatan pemuda pada persiapan lahan dan benih Tinggi Sedang Rendah
Tinggi n 5 3 0
Tingkat kelayakan ekonomi Sedang Rendah % n % n % 8.33 6 10.00 0 0.00 5.00 13 21.67 10 16.67 0.00 7 11.67 16 26.67
Berdasarkan Tabel 20, hubungan tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan praprduksi dengan tingkat kelayakan ekonomi sangat kuat. Ketika tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih tergolong tinggi, tingkat kelayakan ekonomi tergolong sedang yaitu sebesar 10 persen. Ketika tingkat keterlibatan pemuda yang sedang, tingkat kelayakan ekonomi tergolong sedang yaitu 21.67 persen. Begitu juga ketika tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih rendah, tingkat kelayakan ekonomi tergolong rendah yaitu sebesar 26.67 persen. Hasil tabulasi silang tersebut mengindikasikan bahwa keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian yang rendah dengan alasan penghasilan yang kecil. Penghasilan yang diperoleh ketika bertani pada tahap persiapan lahan dan benih cenderung rendah jika dibandingkan dengan penghasilan pada kegiatan pertanian pada tahap lainnya. Waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan lahan dengan ukuran 1 gedeng 2 benih adalah 2 hari. Setiap harinya diberikan upah sebesar Rp 25 000. Hasil jerih payah selama dua hari hanya mendapatkan upah sebesar Rp 50 000. Padahal waktu dan tenaga yang harus dikerahkan sangatlah besar. Mereka harus mencangkul dan meratakan luas lahan untuk mempersiapkan lahan sebelum ditanami padi. Terkait banyaknya penghasilan yang diperoleh, mayoritas pemuda menilai bahwa teman-temannya yang bertani pada tahap persiapan lahan dan benih atau pun menjadi buruh tani untuk mempersiapkan lahan pertanian, masih mengalami kesulitan keuangan. Hal yang sama juga terjadi ketika mempertimbangkan aspek waktu yang dicurahkan untuk kegiatan ini. Mereka masih sering berkumpul sekedar untuk berbincang di warung kopi ketika pekerjaannya bukan di sektor pertanian. Tetapi setelah bertani, mereka sudah mulai jarang berkumpul karena kelelahan setelah bertani. Hasil tabulasi silang tersebut juga dipertegas dengan hasil uji korelasi rank spearman, yang menunjukkan bahwa hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan ekonomi yang kuat yaitu sebesar 0.560 dengan toleransi tingkat kesalahan 0.01. Dengan kata lain, semakin tingkat kohesivitas teman sebaya atau semakin banyak pemuda yang bergaul dengan pemuda lainnya yang bertani, maka akan semakin tinggi pula keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih.
2
gedeng merupakan satuan pennghituan padi di Desa Purwabakti. Pengukuran 1 gedeng setara dengan 10 liter padi. Benih yang dibutuhkan untuk menanam 1500 m2 adalah 1 gedeng.
53
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan lahan dan benih dengan Tingkat Kelayakan Ekologi Lahan merupakan media tanam yang paling utama dalam pertanian padi sawah di Desa Purwabakti. Kelayakan ekologi lahan menunjukkan bahwa kegiatan pertanian yang dilakukan tetap mempertahankan kesuburan lahan sehingga bisa dimanfaatkan dalam jangka waktu panjang dan diwariskan pada generasi selanjutnya. Keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih cenderung tidak berhubungan dengan tingkat kelayakan ekonomi di Desa Purwabakti (lihat Tabel 21). Tabel 21 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan ekologi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tingkat keterlibatan pemuda pada persiapan lahan dan benih Tinggi Sedang Rendah
Tinggi n 11 24 13
Tingkat kelayakan ekologi Sedang Rendah % n % n % 18.33 0 0.00 0 0.00 40.00 2 3.33 0 0.00 21.67 6 10.00 4 6.67
Berdasarkan Tabel 21, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih tidak berhubungan dengan tingkat kelayakan ekologi lahan di Desa Purwabakti. Ketika keterlibatannya tinggi, sedang, dan rendah, tingkat kelayakan ekologinya tetap tinggi. Ketika tingkat keterlibatan pemuda yang tinggi pada kegiatan persiapan lahan dan benih, tingkat kelayakan ekologi juga tergolong tinggi yaitu sebesar 18.33 persen. Namun, ketika tingkat keterlibatan pemuda sedang , tingkat kelayakan ekologi tetap tergolong tinggi yaitu 40 persen. Begitu juga ketika tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih rendah, tingkat kelayakan ekologinya juga tergolong tinggi yaitu sebesar 21.67 persen. Mayoritas pemuda berpandangan bahwa keterlibatannya pada kegiatan persiapan lahan dan benih, tidak akan berpengaruh terhadap kesuburan lahan di Desa Purwabakti. Lahan akan tetap subur dengan atau tanpa keterlibatannya. Pandangan tersebut sangatlah wajar karena karakteristik lahan pertanian di Desa Purwabakti sangatlah subur. Tidak hanya untuk pertanian padi sawah, berbagai macam sayuran dan buah-buahan bisa tumbuh subur di desa ini. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman, yang menunjukkan bahwa hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan ekologi yang tidak terlalu kuat (lemah) yaitu sebesar 0.456 dengan toleransi tingkat kesalahan 0.01. Mayoritas responden juga meyakini bahwa lahan pertanian akan tetap terjaga kelestariannya untuk 5 tahun yang akan datang. Ketika mempersiapkan lahan, alat yang digunakan adalah peralatan tradisional seperti cangkul. Hal ini tidak akan merusak keanekaragaman hayati yang ada di lahan dan bermanfaat dalam menjaga kesuburan lahan seperti
54
kodok, belalang, dan cacing. Binatang ini bisa saja mati ketika menggunakan mesin pembajak sawah. Keyakinan pemuda akan kesuburan lahan ternyata tidak diikuti dengan kesuburan keterlibatan pemuda pada tahapan persiapan lahan dan benih. Hal yang seharusnya terjadi adalah lahan yang subur akan membuat pemuda tertarik untuk bertani, tetapi yang terjadi adalah pemuda tidak mau mengikuti kegiatan persiapan lahan. Hal ini mengindikasikan bahwa pandangan pemuda akan kesuburan lahan pertanian di Desa Purwabakti, membuat kurangnya kepedulian mereka untuk menjaga kelestarian lahan tersebut. Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan lahan dan benih dengan Tingkat Kelayakan Sosial kelayakan sosial menunjukan bahwa pertanian diterima secara sosial oleh masyarakat sebagai pekerjaan yang layak dan orang yang melakoninya tidak dianggap rendah karena mata pencahariannya sebagai petani. Oleh karena itu, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih berhubungan dengan tingkat kelayakan sosial (lihat Tabel 22). Tabel 22 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan pertanian secara sosial di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tingkat keterlibatan pemuda pada persiapan lahan dan benih Tinggi Sedang Rendah
Tingkat Kelayakan Sosial Tinggi Sedang Rendah n % n % n % 10 16.67 1 1.67 0 0.00 19 31.67 6 10.00 1 1.67 13 21.67 6 10.00 4 6.67
Tabel 22 menunjukkan bahwa hubungan yang lemah antara tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan sosial. Tingkat keterlibatan pemuda yang tinggi pada kegiatan persiapan lahan dan benih menunjukkan tingkat kelayakan sosial yang tinggi yaitu sebesar 16.67 persen. Tingkat keterlibatan pemuda yang sedang memiliki tingkat kelayakan sosial yang tinggi yaitu 31.67 persen, sedangkan tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih yang rendah menunjukkan tingkat kelayakan sosial yang tinggi yaitu sebesar 21.67 persen. Hampir sama dengan kelayakan ekologi, ketika keterlibatan pemuda yang tinggi, sedang, dan rendah, ternyata tingkat kelayakan sosialnya tetap tinggi. Hubungan yang lemah antara keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih bisa diterima karena masyarakat di Desa Purwabakti masih bisa menerima bahwa pekerjaan di sektor pertanian bukan hanya dilakukan oleh golongan masyarakat kecil. Bekerja pada sektor pertanian tidak serta merta membuat seseorang dianggap rendah atau pun orang yang bekerja pada sektor lainnya menjadi orang terhormat di desa tersebut. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman, yang menunjukkan bahwa hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan tingkat kelayakan sosial yang tidak terlalu kuat
55
(lemah) yaitu sebesar 0.289 dengan toleransi tingkat kesalahan 0.05. Hal ini sejalan dengan pendapat Zamora (1995) dalam Dyah (2007), yaitu pertanian akan berkelanjutan ketika masyarakat menghormati harga diri dan hak individu dan kelompok (petani), serta memperlakukannya secara adil, membuka akses informasi, pasar dan sumberdaya pertanian terkait lainnya terutama lahan. Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan dengan Tingkat Kelayakan Ekonomi Keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan terkait dengan kelayakan ekonomi maksudnya adalah bagaimana hasil atau upah yang diperoleh setelah melakukan kegiatan pertanian berupa menanam, mengairi sawah, memupuk, dan memberi pestisida. Pandangan pemuda terhadap kelayakan ekonomi atau upah yang diperoleh setelah melaksanakan kegiatan pemeliharaan cukup beragam (lihat Tabel 23) Tabel 23 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan ekonomi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tingkat keterlibatan Tinggi pemuda pada pemeliharaan n Tinggi 6 Sedang 2 Rendah 0
Tingkat kelayakan ekonomi Sedang Rendah % n % n 10.00 7 11.67 0 3.33 8 13.33 5 0.00 11 18.33 21
% 0.00 8.33 35.00
Berdasarkan Tabel 23, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan memiliki hubungan yang kuat dengan tingkat kelayakan ekonomi pertanian di Desa Purwabakti. ketika tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan yang tinggi, tingkat kelayakan ekonomi tergolong sedang yaitu sebesar 11.67 persen. Tingkat keterlibatan pemuda yang sedang pada kegiatan pemeliharaan menunjukkan tingkat kelayakan ekonomi yang sedang yaitu sebesar 13.33 persen. Begitu juga yang terjadi ketika tingkat keterlibatan rendah pada kegiatan pemeliharaan, tingkat kelayakan ekonominya tergolong rendah yaitu sebesar 35 persen. Hasil tabulasi silang tersebut menunjukkan bahwa pemuda sangat mempertimbangkan penghasilan yang diperoleh dari kegiatan pertanian yang dilakukan. Kegiatan menanam padi untuk benih gedeng bisa menghabiskan waktu 2 hari dengan upah setiap harinya Rp 25 000, upah memupuk atau memberikan pestisida biasanya dibayar sebesar Rp 20 000. Akibat rendahnya upah yang diterima, tidak mengherankan jika keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan di Desa Purwabakti tergolong rendah. Mereka masih berpikir-pikir ulang untuk bekerja pada pemeliharaan baik pada lahan sendiri atau pun menjadi buruh tani di lahan orang lain. Hasil tersebut diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman, yang menunjukkan bahwa hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan ekonomi yang kuat yaitu sebesar 0.612
56
dengan toleransi tingkat kesalahan 0.01. Hubungan keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan ekonomi kuat karena pemuda sangat mempertimbangkan nilai ekonomi atau upah yang mereka peroleh dari kegiatan pertanian yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Notohaprawiro (2006) yang menyatakan bahwa kegiatan pertanian yang dilakukan haruslah memberikan keuntungan positif bagi petani. Ketika kegiatan tersebut tidak menguntungkan, maka mereka akan beralih pada pekerjaan lainnya. Kebiadaan pemuda di Desa Purwabakti adalah merantau setelah mempersiapkan lahan untuk bekerja pada sektor lainnya dan akan kembali saat masa panen tiba. Mereka akan pergi merantau untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Begitu juga yang terjadi ketika mereka memutuskan untuk bertahan di desa dan melakukan kegiatan perawatan tanaman. Pertimbangan penghasilan yang lebih besar ketika merantau, membuat kebanyakan dari mereka memutuskan untuk merantau. Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan dengan Tingkat Kelayakan Ekologi Kegiatan pertanian pada tahap pemeliharaan yang sangat berkaitan dengan kelayakan ekologi adalah memupuk dan memberikan pestisida. Jenis pupuk dan pestisida yang digunakan agar berdampak terhdap kelayakan ekologi lahan pertanian. Oleh karena itu, keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan berhubungan dengan tingkat kelayakan ekologi lahan di desa tersebut (lihat Tabel 24). Tabel 24 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan ekologi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tingkat keterlibatan pemuda pada pemeliharaan Tinggi Sedang Rendah
n 13 14 21
Tingkat kelayakan ekologi Tinggi Sedang % n % n 21.67 0 0.00 0 23.33 1 1.67 0 35.00 7 11.67 4
Rendah % 0.00 0.00 6.67
Berdasarkan Tabel 24, hubungan antara tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan ekologi lahan di Desa Purwabakti tergolong lemah. Ketika tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan yang tinggi, tingkat kelayakan ekologi juga tinggi yaitu sebesar 21.67 persen. Namun, ketika tingkat keterlibatan pemuda sedang pada kegiatan pemeliharaan, tingkat kelayakan ekologi tetap tergolong tinggi yaitu sebesar 23.33 persen. Hal yang sama juga terhadi ketika tingkat keterlibatan yang rendah pada kegiatan pemeliharaan, tingkat kelayakan ekologinya tetap tinggi yaitu sebesar 35 persen. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman, yang menunjukkan bahwa hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan ekologi yang tidak terlalu kuat yaitu sebesar 0.385 dengan toleransi tingkat kesalahan 0.01.
57
Walaupun praktek pertanian selama ini seringkali menggunakan pupuk dan pestisida kimia, konstruksi lahan akan tetap subur karena sudah banyak petani yang mulai sadar bahwa zat kima merusak kesuburan lahan. Kesadaran ini ditunjukkan dengan beralih menjadi pertanian organik. Walaupun belum bisa sepenuhnya melepaskan zat kimia. Petani meyakini bahwa penghentian penggunaan pestisida organik secara total akan membuat hama semakin banyak. Mereka sangat takut terjadinya penurunan hasil panen, apalagi gagal panen akibat hama yang tidak terkendali. Oleh karena itu, penghentian penggunaan pestisida dilakukan secara perlahan dengan mengurangi dosis penggunaan zat kimia. Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Pemeliharaan dengan Tingkat Kelayakan Sosial Semua tindakan atau pun kegiatan yang dilakukan oleh pemuda tidak luput dari penilai-penilaian dari masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Begitu juga dengan kegiatan pertanian yang dilakukan oleh pemuda. Kegiatan penanam padi, memupuk, memberi pestisida, dan pengairan tentu saya mendapatkan penilaian-penilaian layak atau tidaknya dimasyarakat (lihat Tabel 25). Tabel 25 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan pertanian secara sosial di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tingkat keterlibatan pemuda pada pemeliharaan Tinggi Sedang Rendah
Tinggi n 12 12 18
% 20 20 30
Tingkat kelayakan sosial Sedang Rendah n % n 1 1.67 0 3 5.00 0 9 15.00 5
% 0.00 0.00 8.33
Tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan yang tinggi menunjukkan tingkat kelayakan sosial yang tinggi yaitu sebesar 20 persen. Tingkat keterlibatan pemuda yang sedang pada kegiatan pemeliharaan menunjukkan tingkat kelayakan sosial yang tinggi yaitu sebesar 20 persen, sedangkan tingkat keterlibatan yang rendah pada kegiatan pemeliharaan menunjukkan tingkat kelayakan sosial yang tinggi yaitu sebesar 18 persen. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman yang menunjukkan bahwa hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat kelayakan sosial yang tidak terlalu kuat (lemah) yaitu sebesar 0.350 dengan toleransi tingkat kesalahan 0.01. Hasil uji yang menunjukkan hubungan yang lemah, mengindikasikan bahwa pertanian masih dianggap sebagai pekerjaan yang normal bagi masyarakat. Orang yang melakoninya tidak memiliki martabat yang lebih tinggi atau pun lebih rendah. Dengan kata lain, pemuda terlibat atau tidak pada kegiatan pertanian, bukanlah menjadi penghalang bagi pemuda untuk dianggap sebagai warga masyarakat, sama dengan pemuda lainnya yang tidak bertani.
58
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen dengan Tingkat Kelayakan Ekonomi Pendapatan yang diperoleh sebagai hasil jerih payah dalam melakukan suatu kegiatan akan memiliki hubungan dengan tingkat keterlibatan pemuda pada semua jenis pekerjaan. Upah yang lebih besar biasanya akan membuat orang akan lebih tertarik untuk menggeluti pekerjaan tersebut. Begitu juga dengan pertanian. penghasilan yang cenderung lebih besar pada saat panen bisa menjadi alasan keterlibatan yang tinggi pada tahap ini (lihat Tabel 26). Tabel 26 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan ekonomi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tingkat keterlibatan pemuda pada panen Tinggi Sedang Rendah
Tingkat kelayakan ekonomi Tinggi Sedang Rendah n % N % n % 8 13.33 24 40.00 16 26.67 0 0.00 2 3.33 2 3.33 0 0.00 0 0.00 8 13.33
Berdasarkan Tabel 26, tingkat keterlibatan pemuda pada kagiatan panen memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat kelayakan ekonomi pertanian di Desa Purwabakti. Ketika tingkat keterlibatan pemuda tinggi pada kegiatan panen, tingkat kelayakan ekonomi tergolong sedang yaitu sebesar 40 persen. Ketika tingkat keterlibatan pemuda yang sedang pada kegiatan panen, tingkat kelayakan ekonomi tergolong sedang dan rendah yaitu sebesar 3.33 persen, sedangkan tingkat keterlibatan yang rendah menunjukkan tingkat kelayakan ekonomi yang rendah yaitu sebesar 13.33 persen. Walaupun hubungannya lemah, kelayakan ekonomi masih menjadi salah satu pertimbangan bagi pemuda untuk mengikuti kegiatan panen. Penghasilan yang diperoleh pada kegiatan panen lebih besar dibandingkan dengan kegiatan persiapan lahan dan benih dan panen. Benih 1 gedeng akan menghasilkan panen sebesar 100 gedeng. Upah yang diperoleh dari hasil panen benih 1 gedeng adalah 15 gedeng padi atau setara dengan Rp 150 000. Upah yang lebih besar ini menjadi salah satu pertimbangan keterlibatan pemuda pada saat panen. Hasil tabulasi silang tersebut diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman yang menunjukkan bahwa hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan ekonomi yang tidak terlalu kuat (lemah) yaitu sebesar 0.416 dengan toleransi tingkat kesalahan 0.01. Hubungan yang lemah antara keterlibatan pemuda pada saat panen dengan kelayakan ekonomi bisa disebabkan kebiasaan masyarakakat yang melaksanakan panen secara bersama-sama. Minimal semua anggota keluarga akan berpatisipasi pada saat musim panen ini, termasuk pemuda. Zamora (1995) dalam Dyah (2007) menjelaskan bahwa pemanfaatan seluruh anggota keluarga produktif dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan. Terutama dalam proses pembelajaran bertani bagi anggota keluarga yang masih muda dan kecil.
59
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen dengan Tingkat Kelayakan Ekologi Kegiatan pertania pada saat panen yang berkaitan dengan proses panen adalah proses memanen tanaman padi, memisahkan bulir padi dengan batangnya, dan menjemur padi. Praktek pertanian yang dilakukan akan berdampak terhadap kelayakan ekologi di desa tersebut. Oleh karena itu, keterlibatan pemuda pada kegiatan panen berkorelasi dengan tingkat kelayakan ekologi (lihat Tabel 27). Tabel 27 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan ekologi di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tingkat keterlibatan pemuda pada panen Tinggi Sedang Rendah
n 42 4 2
Tingkat kelayakan ekologi Tinggi Sedang % n % n 70.00 5 8.33 1 6.67 0 0.00 0 3.33 3 5.00 3
Rendah % 1.67 0.00 5.00
Tingkat keterlibatan pemuda yang tinggi pada kegiatan panen menunjukkan tingkat kelayakan ekologi yang tinggi yaitu sebesar 70 persen. Tingkat keterlibatan pemuda yang sedang pada kegiatan panen menunjukkan tingkat kelayakan ekologi yang tinggi yaitu sebesar 6.67 persen, sedangkan tingkat keterlibatan yang rendah menunjukkan tingkat kelayakan ekologi yang sedang dan rendah yaitu sebesar 5 persen. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman, yang menunjukkan bahwa hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan ekologi yang tidak terlalu kuat (lemah) yaitu sebesar 0.434 dengan toleransi tingkat kesalahan 0.01. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, kegiatan pertanian masyarakat Desa Purwabakti masih menggunakan cara yang tradisional. Begitu juga halnya dengan kegiatan panen. Pada hari pertama, mereka akan memanen padi dengan menggunakan ani-ani 3. Padi dipilih untuk dijadikan sebagai bibit untuk masa tanam berikutnya. Penggunaan ini mengakibatkan padi yang dipanen merupakan panen yang telah benar-benar kuning. Padi yang masih muda bisa ditinggalkan terlebih dahulu. Setelah dirasa kematangan padi sudah merata, padi dipanen dengan menggunakan arit. Setelah bulir padi dipisahkan dengan batangnya, jerami dan sekam padi tidak dibakar melainkan dibiarkan membusuk di lahan. Jerami yang telah membusuk akan menjadi pupuk organik yang sangat bagus untuk menjaga kesuburan lahan dan dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian selanjutnya. Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen dengan Tingkat Kelayakan Sosial Pertanian merupakan mata pencaharian turun temurun di Desa Purwabakti. kegiatan panen sudah biasa dilakukan semua masyarakat pada berbagai lapisan 3
Ani-ani merupakan pisau kecil yang dipakai untuk memanen padi.
60
umur dan hal tersebut merupakan hal yang lumrah dan diterima oleh masyarakat sekitar. Hubungan antara keterlibatan pemuda pada masa panen bisa dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan pertanian secara sosial di Desa Purwabakti pada tahun 2013 Tingkat keterlibatan pemuda pada panen Tinggi Sedang Rendah
Tinggi n 37 3 3
Tingkat kelayakan sosial Sedang Rendah % n % n % 61.67 10 16.67 1 1.67 5.00 0 0.00 1 1.67 5.00 2 3.33 3 5.00
Berdasarkan Tabel 28, tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat kelayakan sosial pertanian di Desa Purwabakti. Tingkat kelayakan sosial tetap tergolong tinggi, walaupun tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panennya tinggi, sedang, ataupun rendah. Ketika tingkat keterlibatan pemuda yang tinggi pada kegiatan panen, tingkat kelayakan sosial tergolong tinggi yaitu sebesar 61.67 persen. Namun, ketika tingkat keterlibatan pemuda yang sedang pada kegiatan panen, tingkat kelayakan sosial tetap tinggi yaitu sebesar 5 persen. Hal yang sama juga terjadi ketika tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen rendah, tingkat kelayakan ekologi juga tinggi yaitu sebesar 5 persen. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji korelasi rank spearman yang menunjukkan bahwa hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan sosial yang tidak terlalu kuat yaitu sebesar 0.295 dengan toleransi tingkat kesalahan 0.01. Hasil uji tersebut tidak mengherankan terjadi karena pertanian merupakan mata pencaharian utama masyarakat semenjak zaman dahulu. Walaupun perubahan mata pencaharian tersebut telah berubah menjadi pengrajin kayu, sektor pertanian masih digeluti oleh sebagian masyarakat. Oleh karena itu, pertanian masih diterima secara sosial oleh masyarakat. Belum terdapat indikasi bahwa seseorang atau pemuda yang menggeluti pertanian, mengalami kendala untuk menikah atau pun mendapatkan hak-haknya sebagai bagian dar warga masyarakat. Salah satu hal yang menarik adalah ketika tingkat keterlibatan pemuda pada kegiatan panen tergolong rendah, tingkat kelayakan sosialnya tinggi dan rendah dengan presentase 5 persen. Tingkat keterlibatan pemuda yang rendah pada saat kelayakan sosial yang rendah terjadi pada pemuda yang berasal dari keluarga yang tergolong mampu didaerah tersebut. Oleh karena itu, walaupun masyarakat umum menganggap bahwa pertanian bukanlah pekerjaan yang rendah, tetapi lingkungan sosial seperti keluarga atau sanak familinyalah yang menganggap pertanian merupakan pekerjaan yang tidak layak dan dipandang sebelah mata.
61
Ikhtisar Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian memiliki hubungan yang kuat dengan tingkat kelayakan ekonomi. Berbeda halnya dengan kelayakan ekologi dan sosial yang memiliki hubungan yang lemah dengan pertanian berkelanjutan (lihat Tabel 29). Tabel 29 Hubungan keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan di Desa Purwabakti Tahun 2013 Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian Persiapan lahan dan benih Pemeliharaan Panen
Kelayakan ekonomi Kuat Kuat Lemah
Pertanian berkelanjutan Kelayakan ekologi Kelayakan sosial Lemah
Lemah
Lemah Lemah
Lemah Lemah
Hubungan antara keterlibatan pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih memiliki hubungan yang kuat dengan kelayakan ekonomi, sedangkan dengan kelayakan ekologi dan kelayakan sosial hubungannya tidak kuat. Pertimbangan upah yang menjadi salah satu alasan kuatnya hubungan antara dua variabel ini. Keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan memiliki hubungan yang kuat dengan tingkat kelayakan ekonomi, sedangkan dengan kelayakan ekologi dan kelayakan sosialnya lemah. Hampir sama dengan keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan, pertimbangan waktu, tenaga yang dicurahkan serta upah yang diperoleh menjadi salah satu pertimbangan utama pemuda untuk terlibatn. Sedangkan keterlibatan pemuda pada kegiatan panen memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat kelayakan ekonomi, ekologi, dan sosial. Kebiasaan keluarga di Desa Purwabakti yang memanfaatkan semua tenaga kerja produktif saat musim panen membuat variabel ekonomi, ekologi, dan sosial diabaikan.
62
63
Penutup
Simpulan Simpulan dari penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Pedesaan pada Kegiatan Pertanian Berkelanjutan”, adalah sebagai berikut: 1. Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian semakin menurun, terutama pada tahapan persiapan lahan, benih, dan pemeliharaan. 2. Keterlibatan pemuda pada kegiatan panen sangat tinggi karena adanya tradisi panen raya, yang mengajak semua anggota keluarga untuk bersuka cita panen di sawah keluarga. 3. Keengganan pemuda untuk terlibat pada kegiatan pertanian erat kaitannya dengan pengaruh sosialisasi orangtua dan kohesivitas teman sebaya. 4. Pelaksanaan security land sudah mulai memudar sehingga transaksi jual beli lahan bisa dilaksanakan dalam waktu yang singkat. 5. Memudarnya security land membuat kepemilikan lahan semakin sedikit karena seringkali dijual ketika pemiliknya mengalami kesulitan ekonomi. 6. Pemuda mengasumsikan bahwa penghasilan yang diperoleh pada kegiatan pertanian tidak mampu memenuhi kebutuhan primer dan sekundernya. 7. Pemuda berpandangan bahwa kelayakan ekoloki atau kesuburan lahan di lahan pertanian sawah di desa purwabakti, masih tergolong subur saat ini dan beberapa tahun yang datang. 8. Pemuda berpandangan bahwa masyarakat desa masih menerima pertanian sebagai pekerjaan yang layak. Predikat sebagai lumbung padi kecamatan pamijahan membuat masyarakat sangat familiar dengan pertanian. Tidak ada perbedaan pemuda yang bekerja pada sektor pertanian atau pun di luar pertanian. 9. Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian sangat kuat hubungannya dengan nilai ekonomi atau penghasilan yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan. Pemuda enggan bertani karena penghasilan yang diperoleh jauh lebih sedikit dibandingkan pekerjaan pada sektor lain di luar pertanian. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran diperuntukkan bagi orangtua, pemuda, pemerintah, dan akademisi, sebagai sebagai berikut: 1. Orangtua berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan. Orangtua bisa meminta atau pun memaksa pemuda untuk bertani. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang besar dari orangtua dalam mensosialisasikan pertanian kepada pemuda dengan cara mengajak anak-anaknya untuk bertani. Pembelajaran dengan cara mengajak anak-anak untuk terlibat langsung pada kegiatan pertanian, akan membuat pengetahuan pemuda mengenai cara bercocok tanam menjadi lebih banyak dan aplikatif. Mengingat besarnya pengaruh teman sebaya terhadap keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan, maka orangtua juga diharapkan bisa membatasi
64
2.
3.
4.
pergaulan pemuda sehingga pemuda tidak terkontaminasi hal-hal yang buruk dari lingkungan dan teman-temannya. Modal sosial yaitu orangtua dan teman sebaya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian. Namun, cara yang dilakukan oleh orangtua dalam mempengaruhi anak-anaknya harus dirubah. Proses mempengaruhi teidak hanya didasarkan kepada nilai-nilai materialisme, tetapi justru memasukkan nilai-nilai sejarah pertanian dan kecintaan pada profesi sebagai petani. White (2011) menjelaskan bahwa pertanian merupakan salah satu jenis pekerjaan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Namun, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian yang semakin menurun. Akibatnya, indeks pengangguran usia produktif semakin meningkat. Oleh karena itu, pemuda diharapkan terlibat pada kegiatan pertanian dan bagi pemuda yang telah terlibat pada kegiatan pertanian, diharapkan untuk menularkan semangatnya kepada pemuda lainnya untuk bertani. Pemerintah diharapkan membentuk sebuah media pendekatan pertanian bagi pemuda. Sebagaimana dijelaskan pada Undang-Undang No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, pemerintah harus menyediakan fasilitas pendidikan formal dan informal yang berkelanjutan untuk peningkatan kemampuan petani. Tindakan ini diharapkan akan memunculkan kesadaran pemuda akan pentingnya pertanian. Selain itu, pemerintah harus bisa mengorganisir orangtua untuk meningkatkan sosialisasi mengenai pertanian kepada anak-anaknya, yang didukung dengan insentif modal serta jaminan pemasaran dengan cara menetapkan harga minimum hasil pertanian. Bagi akademisi, penelitian ini telah menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian, yaitu 1) sosialisasi orangtua, 2) kohesivitas teman sebaya, 3) kesulitan pelepasan lahan, 4) luas penguasaan lahan keluarga. Pengaruh faktor-faktor tersebut sangat dominan, namun tentunya ada faktor lain yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian. Oleh karena itu, diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian, seperti adat istiadat, sejarah kejayaan pertanian masa lalu, serta kajian-kajian lainnya terkait dengan pemuda dan pertanian di Indonesia.
65
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, Saptana. 2007. Pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha. Litbang Pertanian. [Internet]. [dikutip 27 maret 2013]. 26 (4): 123130. Dapat diunduh dari: http://pustaka.litbang.go.id/publikasi/p3264071.pdf [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik pemuda indonesia. Jakarta [ID]: BPS dan Ditjen PLS Depdiknas. Hariadi SS. 2008. Urgensi pembangunan pedesaan dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Ilmu-ilmu Pertanian. [Internet]. [dikutip 22 April 2013]. 4 (2): 137-142. Dapat diunduh dari: http://stppyogyakarta.com/wpcontent/uploads/2011/11/IIP_0402_08_Suna rru_Samsi_Hariadi.pdf Herlina. 2002. Orientasi nilai kerja pemuda pada keluarga petani perkebunan (studi kasus pada masyarakat perkebunan teh rakyat di Sukajembar, Kecamatan Sukanegara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 142 hal. Hidayat T. 2010. Kontestasi sains dan pengetahuan lokal petani dalam pengelolaan lahan rawa pasang surut Kalimantan Selatan. [tesis]. Wageningen [NL]: Wageningen Academic Publishers. 233 hal. Untari et al. 2007. Implementasi Prinsip-Prinsip Pertanian berkelanjutan oleh Petani di kabupaten kulon Progo. Ilmu-ilmu Pertanian. [Internet]. [dikutip 22 April 2013]. 3 (2): 144-155. Dapat diunduh dari: http://stppyogyakarta.com/wpcontent/uploads/2011/11/IIP_0302_07_Dyah _Woro_Untari.pdf Notohaprawiro T. 2006. Pembangunan pertanian berkelanjutan dalam konntek globalisasi dan demokratisasi ekonomi. Ilmu Tanah dan Lingkungan. [Internet]. [dikutip 27 Maret 2013]. 6 (2): 137-142. Dapat diunduh dari: http://blog.ub.ac.id/ningtyisme/files/2012/09/jurnal-pembangunanpertanian-berkelanjutan.pdf Nugraha YA. 2012. Hubungan orangtua, media massa, dan teman dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian (kasus pemuda di Cipendawa dan Sukatani, Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur). [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 104 hal. Priyatno D. 2013. Mandiri belajar analisis dengan SPSS. Yogyakarta [ID]: MediaKom. 144 hal.
66
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Republik Indonesia [UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Kepemudaan. Republik Indonesia
Tahun
2009 Tentang
Singarimbun M & Effendi S. (editor). 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: LP3ES Vellema S. 2011. Transformation and sustainability in agriculture: Connecting practice with social theory. Wageningen [NL]: Wageningen Academic Publishers. Hal 13-45. White B. 2011. Who will own the countryside? dispossession, rural youth and the future of farming. International Institute of Social Studies. [Internet]. [dikutip 10 April 2013]. 36 hal. Dapat diunduh dari: http://pustaka.litbang.go.id/publikasi/p3264071.pdf Yennetri E. 1998. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Sumatera Barat. [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 182 hal.
67
Lampiran 1 Peta Desa Purwabakti
Gambar 4 Peta Desa Purwabakti
68
Lampiran 2 Jadwal pelaksanaan penelitian
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal skripsi Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi
Juni September Oktober November Desember Januari 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
69
Lampiran 3 Populasi dan responden penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Nama Uji Iskandar Asep G. Sawa Mulyadi A.S. Hidayat Jhn Pauji Hudri Humed Ajis Jajad Abdul Rojak Ade Agus Ddh Mawan Ajum Dade Agus Irwan Soleh Hamdan Anrul Hamjah Handi Awaludin Lukman Jnh Miskat Anri Irpan Romi Utom Yusup Anggi Sanbas Ridwan Jpr Asep Jaka Andi Reja Deni S. Umar M.Japar Abdul Latip
Rt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Rw 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
No 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
Nama Septa Kompid Ydi Majid Hotib Panji Agung Tohir Iwan Setiawan Ded Senyawan Jaenudin Maman Rusmana Aryano Ari Gustamen Hermawan Saepulloh Hujaeni Isep Humaidi Jbr Abdul Wahab Ending Soleh Nadin Dede Hermaen Sukandar Mihad Agus Wawan Darmawan Asep Purna Sapul Ajid Asep Komarudin Anton Drm Lukmanur Hakim Supriyana Isep Maulana Anwar Usup Yna Otang Ending Bustomi Andi Gugun Edwar Asep
Rt 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1
Rw 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
70
No 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132
Nama Jejen Yga Isep Iwan Saepudin Tat Peri Pernando Asep Mukhtar Jajat Pri Solihin Saepudin Jepri Ujang Tisna Wst Junaedi Hendrik Jumarwanto Usin Hendri Wawan M.Mu’min Asep Pulloh Aji Abdul Ajis Ependi Dinata Kiki Rendi Hori Fiyan Ujang K.S. Spl A.Muhlis Saepul Bahri Heri Arianto Jahroni Btm Ruslan Dede Duloh Hsn Mugni
Rt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Rw 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
No 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176
Nama Tadi Darjad S. Asep Jaju Juanda Heru Umam Jmd Ending Hidayat Asep Saepudin Oki Saputra Yudi Wijaya Makmur Iskandar Heri Dede Supandi Mukmin Iskandar Topic Juli M.Hoirudin Durrohman Dorwan Rustam Ucu Ujang Holi Wandi Acang Denih Nazmudin Iwan Usep Yano Atma Phm Wawan Ocang Isra Komar Ade Mulyana Wawan Andi Wahyu Zaenal Surrahman Ung Nurdin
Rt 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Rw 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
71
No 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231
Nama Ending Mbh Dayat Ending Mistar Komar Ending P. Engkos Nanas Embad Atim Hendra Hdr Roni Imron Calud Midi Uhin Iwan Dian Asep S.A Fzi Mama Cadel Ijud Ace Ata Ikb Uci Kandar Nedi Jumri Sfl Saepuddin Oman Why Kamaluddin Edi Supriyadi Bds Wahyudin Spb Agung Muhajirin Itang Sulaiman Itahudin Hapid
Rt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3
Rw 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
No 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 274 276
Nama Bukhori Muslim Erik Rusmana Abdul Bashar Heri Khoirul N. Ccp Kni Azudin A.M Lukman Jajat Makmun Acang Asri Sugandi Upan Dahlan Aang Awal Oji Wandi Rohmatulloh Nurman Udn M.Ridwan Herman Heri Acun Mudrika Rudi Riadi Jajang Sry Suhendra R.Hidayatulloh Asep Saputra Umar Yadi Ucup Yuhana Anang Anip Asep Ependi Mulyan Asep Bahtiar Enang Sumitra Naruslan Adding Usd Andi Sopian Diding
Rt 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Rw 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
72
No 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321
Nama Eko Saputra Acing Idis Irwan Juli Anung Ata Darjad Sahidin Yudi Muhidin Enjay Unang Iling Awr Umar Anang Wahab Adeng Oji Aji Sana M.Dian Ujang Kos Dedi Ade Opik Hnd Saepulloh Sutisna Usep A. Andi Usep B. Iwan A. Iwan B Wawan Abdul Jabar Ddg Adis Irpan Andi Iwan Ija Oji Yadi Minta Adr
Rt 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Rw 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
No 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366
Nama Rahmat Asep Wahyu Dayat Icun Pardi Otang Edg Sadi Dedi Denih Byu Asep M. Devi Roni Heri Usup Wanto Adding Udang Unus Isp Asep Nandang Utin Endang Wahyudin Ade Erik Mid Beben Ali Udi Pirman Rani Ujang Atang Amun Ajat Agus Atma Gunawan Ahim Kendi Aning Mrw Jajang
Rt 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Rw 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
73
No 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411
Nama Iwan Oleh Udi Isep Ali Jajat Anung Irwan Ugan Pupud Emul Budi Asep Jaya Juju Asep Komar Ddu Ajat Handar Ending Deri Aping Herli Hendra Asep Bakri Edeng Piter Martu Yusup Piyan Barnas Usa Isak Rodi Hrs Tomari Adun Dain Tata Andi Nedi Agus Supriatna
Rt 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1
Rw 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6
No 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 136 137 138 139 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456
Nama Eman Ajat Jajat Sudarjat Ahmud And Undang Hendar Ojat Riyan Didin Ajid Supandi Wahyudin Idt Ajum Ahmad Andi Juanda Indri Santa Hamdan Oji Yadi Ade Wawan Ayub Iman Bdi Iyus Imam Nanang Wahyu Suanda Kosim Ocan Wawan Ius Itang Obay Saipul Aripin Isan Dadang Ari Anggara Aman Asp Acep
Rt 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Rw 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
74
No 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 499 500
Nama Iyan Suheri Adang Arta Rosadi Pian Arip Hidayat Odi Iwan Udin Agus Yadi Supriyadi Ada Atang Jali Aca Anta Ita Dedih Apin Oji Idg Hadi Barjad Maming Adi Omad Pandi Jya Jajat Arsa Idrus Munandar Ridwan Nurdin Sana Sandi Didin Ajun Acun Kardi Asda Ajat Inang Unang Agus Umar
Rt 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Rw 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
No 501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544
Nama Hendi Suhendi Herli Asep Iwan Heri Sumanta Tata Pujiana Adang Supriatna Asep Adding Arh Agus Ida Darmawansyah Iyan Suryana Anggit Purnomo Suarja Mamat Hendrik Isak Jajang Sera Yudi Ajo Srp M.Iwan Asep Yanto Martin Wawan Saepul Tni Agus Suryana Sumaja Asep Suryana Wawan Setiawan Joan Jamaludin Peri Surahman Dayat Rohman Juanda Sukandar Awy Asep Juarta Edi Rahmat
Rt 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Rw 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
75
No 545 546 547 548 549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589
Nama Asep Ramdani Roni Pile Saepul Rohman Andri Firmansyah Rahmat Asep Sopyan Rma Usep Ede Ade Saepudin Sunandi Asep Roni Dedi Suhendar Endang Iwan Asep Mulyadi Edwar Sujana Asep Maulana Ade Irawan Asep Irawan Alpian Sadi Kodir Permana Nanang Suhendar Dasep Wiranta Riki Adi Lesmana Syahidin Ail Wijaya Asep Sunandar Ade Angga Suteja Asep Nurdani Asep Gambira Ismat Solihin Yusup Hidayat Isan Apan Ato Amudin Salam Alsyah Ade Handayani Herdi Tajudin Rian Jaji
Rt 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1
Rw 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 9
No 590 591 592 593 594 595 596 597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634
Nama Kiki Iwan U.Ismail Renal Suri Tuhi Agus Hendra Herman Tata Hendri Ismaja Juanda Dajat Anggi Deni Haris Bambang Dasun Aripin Jana Dahlan Anrih Irpan Asw Dede Purnama Ade Surjan Rohman Abdul Majid Heri Dedi Apandi Pahrudin Ade Mulyana Emad Sunandar Lukman Asep Sobadru Dda Yudi Amir Biantana Dodi Iwan Asobandi Ahmad Irpan
Rt 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4
Rw 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
76
No 635 636 637 638 639 640 641 642 643 644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 656 657 658 659 660
Nama Idi Dadang Roni Dudi Asep Permana Irpan Ade Suherman Dadan Firmansyah Taupik Rahman Teguh Ikbal Asep Permana Haikal Najwa Hari Epul Johan Edn Pajar Anton Arya Januri Asep Elpan Dendi Hardian Cecep Hasipulloh
Rt 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2
Rw 9 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Keterangan: Jumlah populasi : 685 orang pemuda Responden : 60 orang pemuda
No 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683 684 684 685
Nama Haris Enjang Darwin Deden Dadan Andi Andriana Herman Dani Pirmansyah Nusatriana Adi Wijaya Uman Asep Maulana Eka Hendrik Sobari Yayan Yahya M.Nur Iksan Iyus Rusmaja Ending Asep Suhendar Rifki Nandang Sopandi
Rt 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Rw 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
77
Lampiran 4 Hasil uji regresi variabel penelitian Model Summary
Model 1
R .779(a)
R Square .606
Adjusted R Square .578
Std. Error of the Estimate .64992783
a Predictors: (Constant), Zscore: tingkat luas penguasaan lahan keluarga, Zscore: tingkat kesulitan proses pelepasan lahan, Zscore: tingkat kohesivitas teman sebaya, Zscore: tingkat sosialisasi ortu Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
B 9.937E-16
Std. Error .084
Standardized Coefficients Beta
t .000
Zscore: .238 .106 .238 2.252 sosialisasi ortu Zscore: kohesivitas .523 .101 .523 5.172 teman sebaya Zscore: kesulitan proses .196 .085 .196 2.289 pelepasan laha Zscore: luas .102 .095 .102 1.069 lahan a Dependent Variable: Zscore: keterlibatan pemuda pada kegiatan Persiapan lahan dan benih
Sig. 1.000 .028 .000 .026 .290
Model Summary Adjusted R Std. Error of R R Square Square the Estimate .790(a) .624 .596 .63533144 a Predictors: (Constant), Zscore: tingkat luas penguasaan lahan keluarga, Zscore: tingkat kesulitan proses pelepasan lahan, Zscore: tingkat kohesivitas teman sebaya, Zscore: tingkat sosialisasi ortu Model 1
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
Standardized Coefficients
B Std. Error Beta (Constant) 4.120E-16 .082 Zscore: .331 .103 .331 sosialisasi ortu Zscore: kohesivitas .422 .099 .422 teman sebaya Zscore: kesulitan proses .041 .084 .041 pelepasan lahan Zscore: luas penguasaan .221 .093 .221 lahan a Dependent Variable: Zscore: keterlibatan pemuda pada kegiatan pemeliharaan
t .000
Sig. 1.000
3.208
.002
4.268
.000
.487
.629
2.374
.021
78
Model Summary Adjusted R Std. Error of R R Square Square the Estimate .503(a) .253 .199 .89519054 a Predictors: (Constant), Zscore: tingkat luas penguasaan lahan keluarga, Zscore: tingkat kesulitan proses pelepasan lahan, Zscore: tingkat kohesivitas teman sebaya, Zscore: tingkat sosialisasi orangtua Model 1
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
Standardized Coefficients
B Std. Error Beta (Constant) 6.271E-16 .116 Zscore: sosialisasi .040 .146 .040 orangtua Zscore: kohesivitas .382 .139 .382 teman sebaya Zscore: kesulitan proses -.058 .118 -.058 pelepasan laha Zscore: luas .192 .131 .192 lahan a Dependent Variable: Zscore: keterlibatan pemuda pada kegiatan panen
t .000
Sig. 1.000
.276
.784
2.747
.008
-.496
.622
1.461
.150
79
Lampiran 5 Hasil uji Rank Spearman Correlations Persiapan lahan dan benih
sosialisasi ortu Spearman's rho
sosialisasi ortu
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
.596(**)
.
.000
60
60
.596(**)
1.000
.000
.
60
60
N Persiapan lahan dan benih i
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
Spearman's rho
sosialisasi ortu
pemeliharaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
sosialisasi ortu
pemeliharaan
1.000
.694(**)
. 60
.000 60
.694(**)
1.000
.000 60
. 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
sosialisasi ortu Spearman's rho
sosialisasi ortu
panen
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
panen
1.000
.340(**)
.
.008
60
60
.340(**)
1.000
.008 60
. 60
80
Correlations Persiapan lahan dan benih
kohesivitas teman sebaya Spearman's rho
kohesivitas teman sebaya
Persiapan lahan dan benih
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
.712(**)
. 60
.000 60
.712(**)
1.000
.000 60
. 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
Spearman's rho
kohesivitas teman sebaya
pemeliharaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
kohesivitas teman sebaya
pemeliharaan
1.000
.684(**)
. 60
.000 60
.684(**)
1.000
.000 60
. 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
kohesivitas teman sebaya Spearman's rho
kohesivitas teman sebaya
panen
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
panen
1.000
.478(**)
.
.000
60
60
.478(**)
1.000
.000
.
60
60
81
Correlations kesulitan proses pelepasan lahan Spearman's rho
kesulitan proses pelepasan lahan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persiapan lahan dan benih
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Persiapan lahan dan benih
1.000
.254(*)
.
.050
60
60
.254(*)
1.000
.050
.
60
60
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations kesulitan proses pelepasan lahan Spearman's rho
kesulitan proses pelepasan lahan
pemeliharaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pemeliharaan
1.000
.064
. 60
.627 60
.064
1.000
.627 60
. 60
Correlations kesulitan proses pelepasan lahan Spearman's rho
kesulitan proses pelepasan lahan
panen
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
panen
1.000
-.034
. 60
.796 60
-.034
1.000
.796 60
. 60
82
Correlations Persiapan lahan dan benih
luas lahan Spearman's rho
luas lahan
Persiapan lahan dan benih
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
.417(**)
. 60
.001 60
.417(**)
1.000
.001 60
. 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
Spearman's rho
luas lahan
pemeliharaan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
luas lahan
pemeliharaan
1.000
.532(**)
. 60
.000 60
.532(**)
1.000
.000 60
. 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
luas lahan Spearman's rho
luas lahan
panen
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
panen
1.000
.305(*)
. 60
.018 60
.305(*)
1.000
.018 60
. 60
83
Correlations Persiapan lahan dan benih Spearman's rho
Persiapan lahan dan benih
kelayakan ekonomi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
kelayakan ekonomi
1.000
.560(**)
. 60
.000 60
.560(**)
1.000
.000 60
. 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations Persiapan lahan dan benih Spearman's rho
Persiapan lahan dan benih
EKOLOGI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
EKOLOGI
1.000
.456(**)
. 60
.000 60
.456(**)
1.000
.000 60
. 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations Persiapan lahan dan benih Spearman's rho
Persiapan lahan dan benih
SOSIAL
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
SOSIAL
1.000
.289(*)
. 60
.025 60
.289(*)
1.000
.025 60
. 60
84
Correlations
kelayakan ekonomi
Pemeliharaan Spearman's rho
Pemeliharaan
kelayakan ekonomi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
1.000
.612(**)
. 60
.000 60
.612(**)
1.000
.000 60
. 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
Pemeliharaan Spearman's rho
Pemeliharaan
EKOLOGI
Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2tailed) N
EKOLOGI
1.000
.385(**)
.
.002
60
60
.385(**)
1.000
.002
.
60
60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
Pemeliharaan Spearman's rho
Pemeliharaan
SOSIAL
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
SOSIAL
1.000
.350(**)
. 60
.006 60
.350(**)
1.000
.006 60
. 60
85
Correlations
kelayakan ekonomi
panen Spearman's rho
panen
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
kelayakan ekonomi
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000
.416(**)
. 60
.001 60
.416(**)
1.000
.001 60
. 60
N ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
panen Spearman's rho
panen
EKOLOGI
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
EKOLOGI
1.000
.434(**)
. 60
.001 60
.434(**)
1.000
.001 60
. 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations
panen Spearman's rho
panen
SOSIAL
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
SOSIAL
1.000
.295(*)
. 60
.022 60
.295(*)
1.000
.022
.
60
60
86
Lampiran 6 Lahan pertanian dan diskusi dengan pemuda Desa Purwabakti
Gambar 5 Lahan pertanian padi masyarakat di Desa Purwabakti
Gambar 7 Tanaman cabe Masyarakat Desa Purwabakti
Gambar 6 Tanaman padi masyarakat Desa Purwabakti
Gambar 8 Diskusi dengan pemuda Desa Purwabakti
87
Riwayat Hidup Fitri Ningsih dilahirkan di Balai Tengah, Sumatera Barat pada tanggal 21 Juni 1991. Penulis adalah anak ketiga dari pasangan Bapak Agur Fahmi dan Ibu Nurhayati. Penulis menempuh pendidikan formal sejak di TK Darul ma’arif di Batusangkar pada tahun 1997. Pada tahun 1998 penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 51 Lareh Nan Panjang sampai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan sekolah ke MTs Negeri Padang panjang selama 3 tahun. Setelah lulus SMP pada tahun 2007, penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Lintau Buo sampai tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif dalam beberapa organisasi baik di kampus maupun diluar kampus. Pada tahun 2012, penulis menjadi bendahara Divisi Research and Development organisasi Himasiera (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat). Pada tahun yang sama, penulis juga aktif di Divisi Comunity Development di Desa Mitra Mahasiswa Ekologi Manusia (Samisaena), salah satu program BEM FEMA. Selain di kampus, penulis juga aktif di Organisasi Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minangkabau (IPMM) Bogor, Ikatan Mahasiswa Pagaruyung di Bogor, serta Ikatan keluarga Lintau Buo di Jakarta. Tidak hanya di organisasi, penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan magang. Penulis pernah mengikuti pelatihan pengolahan ikan selama 3 hari di Jakarta dan mengikuti program IPB Goes To Field selama 1 bulan di Desa Pesisir Jeruk Sari, Pekalongan.