FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI INDONESIA PADA TAHUN 2000-2009
SKRIPSI
Iman Haromain
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI INDONESIA PADA TAHUN 2000-2009
Oleh: Iman Haromain 102092026377
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi Di Indonesia Pada Tahun 2000-2009”, yang ditulis oleh Iman Haromain NIM 102092026377 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Selasa Tanggal 31 Agustus 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis. Menyetujui, Penguji I
Penguji II
Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si
Ir. Siti Rochaeni, M.Si
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Setyo Adhie, MM
Drh. Zulmaneri, MMA
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Si, NIP.19680117 200112 1 001
Ketua Program Studi Agribisnis
Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si NIP. 19620617 198903 2 003
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAM BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Agustus 2010
Iman Haromain 102092026377
CURRICULUM VITAE
DATA DIRI Nama
: Iman Haromain
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir: Bekasi, 28 Agustus 1983 Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Jl. Pangeran Jayakarta No. 39 RT/RW 001/06, Harapan Mulia Kecamatan Medan Satria Bekasi Selatan
Email
:
[email protected]
PENDIDIKAN 1989 – 1995
: SDN Kandang Besar I Bekasi Barat
1995 – 1998
: SLTP 4 Bekasi
1998 – 2001
: SMA Martia Bhakti Bekasi
2002 – 2010
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI 2003 – 2004
: Koordinator Departemen Penelitian Pengembangan Profesi BEMJ Sosial Ekonomi Pertanian / Agribisnis Periode 2003 – 2004
KEGIATAN LUAR KAMPUS 2007 – sekarang
: Menjalani usaha steam motor
PRESTASI 2002- 2005
: Juara 1 Adzan Sekota Bekasi Juara 2 MTQ Sekota Bekasi Juara 1 Cerdas cermat Agama Sekota Bekasi Juara 1 MTQ Fakultas Sains dan Teknologi
Lampiran 1. Hasil Output Regresi Berganda Descriptive Statistics
PERMINTAAN
Mean 112929.3000
Std. Deviation 6678.82558
KONSUMSI
474535.7000
37855.51096
10
PRODUKSI
362326.4000
36801.09302
10
218312946.0000
9438651.37569
10
41849.0000
6869.49786
10
13782.8000
1413.14007
10
2210582.3000
660779.48055
10
JUMLAH PENDUDUK HARGA DAGING SAPI HARGA DAGING AYAM TINGKAT PENDAPATAN
63
N 10
Lampiran 2. Tabel Uji Correlation Pearson
Correlations
HARGA DAGING SAPI .538
HARGA DAGING AYAM .665
TINGKAT PENDAPA TAN .499
PERMINTAAN 1.000
KONSUMSI .182
KONSUMSI
.182
1.000
.980
.420
.410
.551
.352
PRODUKSI
-.007
.980
1.000
.316
.299
.419
.243
JUMLAH PENDUDUK
.508
.420
.316
1.000
.994
.807
.976
HARGA DAGING SAPI
.538
.410
.299
.994
1.000
.844
.989
HARGA DAGING AYAM
.665
.551
.419
.807
.844
1.000
.820
TINGKAT PENDAPATAN
.499
.352
.243
.976
.989
.820
1.000
PERMINTAAN
64
PRODUKSI -.007
JUMLAH PENDUDUK .508
Lampiran 3. Tabel Uji Koefisien determinasi Model Summary
Model
1
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
R Square Change
F Change
df1
df2
.976(b)
.952
.857
2521.82565
Change Statistics Sig. F Change .511
R Square Change 6.446
F Change
df1 5
df2 3
a Predictors: (Constant), HARGA DAGING AYAM, PRODUKSI, JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT PENDAPATAN, KONSUMSI, HARGA DAGING SAPI
65
.078
Lampiran 4. Tabel Uji Signifikansi Simultan (Uji F Statistik)
ANOVA(c)
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
382381586.262
6
63730264.377
10.021
.043(b)
Residual
19078813.838
3
6359604.613
1 Total 401460400.100 9 a Predictors: (Constant), HARGA DAGING AYAM, PRODUKSI, JUMLAH PENDUDUK, TINGKAT PENDAPATAN, KONSUMSI, HARGA DAGING SAPI b Dependent Variable: PERMINTAAN
66
Lampiran 5. Tabel Uji Signifikansi Individual (Uji t Satistik)
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients B
1
(Constant) HARGA DAGING AYAM
144386.250
209803.857
t
Sig.
Beta
B
Std. Error .688
.541
-.781
2.011
-.165
-.388
.724
KONSUMSI
.836
.185
4.739
4.528
.020
PRODUKSI
-.853
.173
-4.698
-4.931
.016
JUMLAH PENDUDUK
-.001
.001
-1.292
-.680
.545
HARGA DAGING SAPI
3.165
2.948
3.256
1.074
.362
TINGKAT PENDAPATAN
-.019
.012
-1.853
-1.518
.226
a Dependent Variable: PERMINTAAN
67
Std. Error
Standardized Coefficients
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya serta kasih dan saying-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana. Shalawat serta salam tak lupa penulis penjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan pera pengikutnya hingga akhir zaman. Tak lupa penulis menucapkan banyak-banyak terimakasih kepada pihakpihak yang telah memberikan bantuan baik berupa moril maupu materil selama proses penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada: 1.
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si, selaku Ketua Program Studi dan Ir. Achmad Tjachja, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis.
3.
Bapak Ir. Setyo Adhie, MM selaku Pembimbing I dan Ibu Drh. Zulmaneri, MMA selaku Pembimbing II, yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, masukan dan saran yang sangat berarti dalam proses penyusunan skripsi ini.
4.
Ibu Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si selaku Penguji I dan Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku Penguji II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan saran yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.
5.
Ayahanda H. Mizan, Ibunda Hj. Hazar Aini tercinta yang telah sabar memberikan cinta, kasih sayang, serta doa dari kecil hingga kini dan nanti. Maaf telah banyak menyusahkan. Skripsi ini Ku persembahkan untuk kedua orang tuaku.
v
6.
Seluruh dosen pengajar Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis dalam proses perkuliahan.
7.
Seluruh staff fakultas yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu atas segala fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
8.
Semua orang yang telah membantu penulis dalam baik moril maupun materil yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu. Mudah-mudahan
segala
kebaikan
orang
yang
tersebut
di
atas,
mendapatkan pahala dari Allah SWT dan semoga menjadi orang yang kaya hati dan kaya harta yang pernah diciptakan oleh Allah di muka bumi ini dan setiap langkahya slalu di ridhai oleh Allah SWT. Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan perusahaan tempat penelitian ini, serta segenap pembaca skripsi ini.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
vi
RINGKASAN
IMAN HAROMAIN, Faktor Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi Di Indonesia Pada Tahun 2000-2009. Di bawah bimbingan SETYO ADHIE dan ZULMANERY.
Berdasarkan data BPS 2009, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2007 sebesar 225,3 juta dengan tingkat pertumbuhan 1,5 persen per tahun. Populasi sapi dalam negeri sebanyak 11,008 juta ekor dan dari populasi tersebut diperkirakan 1,5 juta ekor sapi dipotong per tahun untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akan daging sapi. Meskipun daging bukan merupakan kebutuhan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia namun, untuk tahun 2005, kebutuhan daging sapi mencapai 597,7 ribu ton, sedangkan ketersediaan dalam negeri hanya sekitar 464,1 ribu ton, artinya ada sekitar 133,6 ribu ton yang harus dipenuhi untuk menutupi kebutuhan daging dalam negeri. Pada sisi lain, laju pertumbuhan sapi nasional berdasarkan data sekunder yang tersedia dalam 30 tahun hanya 1,44 persen. Pertumbuhan tersebut dinilai sangat lambat, (BPS, 2009;65). Berdasarkan data jumlah sapi potong di Indonesia tahun 2005 sekitar 11 juta ekor yang tersebar di 30 provinsi. Saat ini jumlah penduduk di Indonesia diatas 220 juta jiwa, artinya kebutuhan pasok daging sangat tinggi. Melihat berbagai kondisi yang ada terhadap permintaan daging sapi, maka perlu dilakukan suatu pengkajian mengenai ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi Di Indonesia Pada Tahun 2000-2009”. Di harapkan dalam kajian tersebut dapat membuka wawasan serta cakrawala mengenai potensi pasar daging sapi di Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia.(2) Menganalisis besarnya tingkat hubungan antara faktor-faktor berpengaruh dengan permintaan daging sapi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berbentuk data time series (data deret waktu). Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian, untuk memperoleh data sekunder berupa informasi statistika. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode deskriptif dan metode kuantitatif untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi. Metode deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan permintaan daging sapi di Indonesia. Sedangkan metode kuantitatif dengan persamaan regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia antara lain : konsumsi daging sapi, produksi daging sapi, jumlah
vii
penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, yang berpengaruh digunakan untuk menganalisis tingkat hubungan antara faktor-faktor dengan permintaan daging sapi diperoleh hasil sebagai berikut : koefisien berganda dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,976. angka ini menjelaskan bahwa faktor konsumsi, produksi, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan secara serentak memiliki tingkat keeratan hubungan yang tinggi dengan permintaan daging sapi sebesar 97,6 persen. Hasil Uji F menunjukkan keenam variabel berpengaruh secara nyata terhadap permintaan daging sapi. Hasil Uji koefisien determinasi (R2) untuk permintaan daging sapi 0.952 yang berarti 95,2% persen mampu dijelaskan oleh faktor-faktor, seperti konsumsi daging sapi, produksi daging sapi nasional, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan dan sisanya 4,8 persen, dijelaskan oleh faktor lain di luar penelitian ini.
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................. ix DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang ...............................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ........................................................
4
1.3
Tujuan Penelitian ............................................................
4
1.4
Manfaat Penelitian ..........................................................
5
1.5
Batasan Masalah .............................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1
Landasan Teori ...............................................................
6
2.1.1 Pengertian Daging ............................................... 2.1.2 Proses pelayuan daging ....................................... 2.1.3 Teori Permintaan ................................................. 2.1.3.1 Kurva Permintaan ................................. 2.1.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Permintaan ............................................ 2.1.3.3 Keinginan, Kebutuhan dan Permintaan ..................................... 2.1.4 Pengertian Harga ................................................ 2.1.5 Pendapatan .......................................................... 2.1.6 Pengertian Konsumsi .......................................... 2.1.7 Substitusi............................................................. 2.1.8 Pengertian Produksi ............................................
6 7 8 8
12 13 15 15 17 17
Kerangka Pemikiran Konseptual ....................................
18
2.2 BAB III
9
METODE PENELITIAN
20
3.1
Jenis dan Sumber Data....................................................
20
3.2
Metode Pengolahan dan Analisis Data ...........................
20
ix
3.3 BAB IV
20 22 24 25 26 27 28
TINJAUAN UMUM PERMINTAAN DAGING SAPI 4.1
Sentra Populasi Sapi Potong ...........................................
29
4.2
Perkembangan Produksi Daging Sapi di Indonesia ........
31
4.3
Jumlah Konsumsi Daging Sapi Tahun 2000-2010 ............................................................
33
Jumlah penduduk di Indonesia Tahun 2000-2009 ............................................................
34
4.5
Harga Daging Sapi Tahun 2000-2010………..................
36
4.6
Harga Daging Ayam Tahun 2000-2010………...............
37
4.7
Tingkat Pendapatan Tahun 2000-2009 ...........................
38
4.4
BAB V
3.2.1 Analisis Deskriptif .............................................. 3.2.2 Analisis Regresi Berganda .................................. 3.2.3 3.2.2.1 Uji t ....................................................... 3.2.2.2 Uji F ...................................................... 3.2.2.3 Analisis Korelasi Pearson ..................... 3.2.2.4 Uji R2 Koefisien Determinasi)............... Definisi Operasional .......................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
40
5.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruh.................................
40
5.2
Pengujian Parameter Regresi secara Tunggal (Uji t) ......
42
Pengaruh Konsumsi Daging Sapi (X1) terhadap Permintaan Daging Sapi (Y) ................
42
Pengaruh Produksi Daging Sapi (X2) terhadap Permintaan Daging Sapi (Y) ................
44
Pengaruh Jumlah Penduduk (X3) terhadap Permintaan Daging Sapi (Y) ................
46
Pengaruh Harga Daging Sapi (X4) terhadap Permintaan Daging Sapi (Y) ................
48
Pengaruh Harga Daging Ayam (X5) terhadap Permintaan Daging Sapi (Y) ................
49
Pengaruh Tingkat Pendapatan (X6) terhadap Permintaan Daging Sapi (Y) ................
51
5.2.1 5.2.2 5.2.3 5.2.4 5.2.5 5.2.6
x
BAB VI
5.3
Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ...................................
53
5.4
Analisis Korelasi Pearson (R) .........................................
53
5.5
Uji Koefisien Determinasi (R2) ......................................
55
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
58
Kesimpulan .....................................................................
58
6.2 Saran ...............................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
1.
Jumlah Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) Tahun 1997-2009 ...
Halaman 3
2.
Proyeksi Kebutuhan Daging Dilihat dari Jumlah Penduduk ...............
4
3.
Informasi Data Sekunder Penelitian Permintaan Daging Sapi Menurut Data dan Satuanya .................................................................
21
4.
Jumlah Populasi Sapi di Indonesia (000 ekor) Tahun 1997-2009 .......
30
5.
Produksi Daging di Indonesia, 2003 - 2007 ...............................
31
6.
Jumlah Produksii Daging Sapi Tahun 2000-2009 ...............................
33
7.
Jumlah Konsumsi Daging Sapi Tahun 2000-2009 ..............................
34
8.
Jumlah Penduduk tahun 2000-2009 .....................................................
35
9.
Harga Daging Sapi tahun 2000-2009 ...................................................
36
10. Harga Daging Ayam Tahun 2000-2009 ...............................................
37
11. Jumlah Tingkat Pendapatan tahun 2000-2009 .....................................
38
12. Hasil Analisis Regresi Berganda: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Indonesia ..................................................
41
13. Tingkat Keeratan Hubungan Faktor-Faktor dengan Permintaan Daging Sapi.......................................................................
55
xii
DAFTAR GAMBAR
1.
Kurva Permintaan Barang ....................................................................
10
2.
Kerangka Pemikiran Konseptual .........................................................
20
3.
10 Provinsi Utama Produsen Daging Sapi, 2004 – 2008 ..........
32
4.
Daerah penentuan Ho Variabel konsumsi ............................................
43
5.
Daerah penentuan Ho Variabel Produksi Daging Sapi ........................
45
6.
Daerah penentuan Ho Variabel jumlah penduduk ...............................
47
7.
Daerah penentuan Ho Variabel Harga Daging Sapi ............................
49
8.
Daerah penentuan Ho variable harga daging ayam .............................
50
9.
Daerah Penentuan Ho Variabel Pendapatan ........................................
52
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Hasil Output Regresi Berganda ...........................................................
63
2.
Uji Correlation Pearson .......................................................................
64
3.
Uji Koefisien Determinasi ...................................................................
65
4.
Uji Signifikansi Simultan (Uji F Statistik) ..........................................
66
5.
Uji Signifikansi Individual (Uji t Statistik) .........................................
67
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor pembentuk PDB. Melalui kontribusi pada PDB tahun 2008 sebesar Rp 442 Milyar kemudian, pada tahun 2009 sebesar Rp 472 Milyar (BPS, 2009; 34). Salah satu subsektor pertanian adalah peternakan dengan produk yang di hasilkan seperti daging, telur dan susu. Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi oleh anak-anak dan orang dewasa. Daging digolongkan sebagai salah satu produk peternakan penghasil bahan pangan. Bahan pangan adalah bahan yang dimakan sehari-hari atau sewaktuwaktu untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan dan pengganti kebutuhan jaringan yang rusak (Suhardjo 2000; 22). Bahan pangan merupakan penghasil lemak, energi, sumber kalori untuk menyuplai energi dari dalam (Buckle, 2000; 11). Daging memiliki kandungan protein yang berguna dalam memenuhi standar konsumsi masyarakat terhadap daging, standar konsumsi kebutuhan protein pada anak balita 2-2,5 gram per kilogram berat badan, sedangkan pada orang dewasa hanya 1 gram per kilogram berat badan. (Rasyaf, 1996; 22). Disisi lain dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat 1,5% per tahun, dan pertumbuhan ekonomi meningkat dari 1,5% sampai 5,0%. Pada tahun 2005, konsumsi daging sapi meningkat dari 1,9 kg/ kapita/ tahun menjadi 2,8 kg/ kapita/ tahun (BPS, 2005; 136).
Berdasarkan standar kebutuhan daging sapi di Indonesia, diketahui bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia masih jauh di bawah standar kebutuhan konsumsi daging. Hal ini dikarenakan harga daging yang selalu mengalami kenaikan, perubahan pola konsumsi serta tingkat pendapatan masyarakat yang rendah. Meskipun daging bukan merupakan kebutuhan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia namun, untuk tahun 2005, kebutuhan daging sapi mencapai 597,7 ribu ton, sedangkan ketersediaan dalam negeri hanya sekitar 464,1 ribu ton, artinya ada sekitar 133,6 ribu ton yang harus dipenuhi untuk menutupi kebutuhan daging dalam negeri (BPS, 2009; 207). Pada sisi lain, laju pertumbuhan sapi nasional berdasarkan data sekunder yang tersedia dalam 30 tahun hanya 1,44 persen (BPS, 2009; 158). Pertumbuhan tersebut dinilai sangat lambat. Berdasarkan data jumlah sapi potong di Indonesia tahun 2005 sekitar 11 juta ekor yang tersebar di 30 provinsi. Pada tahun 2007 jumlah penduduk di Indonesia diatas 220 juta jiwa, artinya kebutuhan pasok daging sangat tinggi. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan laju penduduk mengakibatkan tingginya tingkat permintaan terhadap daging sapi. Hal tersebut tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan sapi potong di Indonesia. Berikut data mengenai jumlah populasi ternak di Indonesia tahun 1997-2009.
2
Tabel 1. Jumlah Populasi Sapi di Indonesia (000 ekor) Tahun 2003-2009 No Tahun 1. 2003 2. 2004 3. 2005 4. 2006 5. 2007 6. 2008 7. 2009 Sumber : BPS (2009; 55)
Sapi 11.504 11.533 11.680 11.732 11.887 12.011 12.334
Laju peningkatan populasi penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat Indonesia akan mendorong peningkatan kebutuhan pangan, dan konsumsi menu makanan rumah tangga bertahap mengalami perubahan kearah peningkatan konsumsi protein hewani (termasuk produk peternakan). Komoditas daging, telur dan susu merupakan komoditas pangan yang berprotein tinggi memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya (Soedjana, 2001; 27). Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk pada tahun 2000 sebesar 205,1 juta dengan tingkat pertumbuhan 1,5 persen per tahun. Peningkatan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat Indonesia serta adanya perubahan pola konsumsi, dan selera masyarakat menyebabkan konsumsi daging sapi secara nasional cenderung meningkat (BPS, 2009; 110). Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa, 2005; 56). Populasi sapi dalam negeri tahun 2009 sebanyak 12.334 juta ekor dan dari populasi tersebut diperkirakan 1,5 juta ekor sapi dipotong per tahun untuk memenuhi kebutuhan
3
konsumsi akan daging sapi. Adapun data proyeksi kebutuhan daging sapi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Proyeksi Kebutuhan Daging Dilihat dari Jumlah Penduduk. Proyeksi Kebutuhan Daging Penduduk Konsumsi Produksi Daging Pemotongan sapi
2000 206 jt orang 1,72 kg/kapita/tahun 350.000 ton/tahun 1,75 juta ekor/tahun
Tahun 2010 242,4 jt orang 2,72 kg/kapita/tahun 654.400 ton/tahun 3,3 juta ekor/tahun (naik 88,6%)
2020 281 jt orang 3,72 kg/kapita/tahun 1 juta ton/tahun 5,2 juta ekor/tahun (naik 197%)
Sumber : Apfindo (2000; 39)
Tabel 2 memperkirakan produksi daging sapi pada tahun 2010 mencapai 654.400 ribu ton untuk memenuhi permintaan daging sapi (BPS, 2009; 211). Selain itu, jumlah penambahan penduduk yang terus bertambah akan ikut mempengaruhi jumlah permintaan daging. Keadaan tersebut tentu sangat menghawatirkan karena suatu saat akan terjadi dimana pemenuhan kebutuhan akan permintaan daging sapi dalam negeri akan selalu berkurang. Berdasarkan berbagai kondisi yang ada terhadap kebutuhan akan permintaan daging sapi, maka perlu dilakukan suatu pengkajian mengenai ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi Di Indonesia Pada Tahun 2000-2009”. Di harapkan dalam kajian tersebut dapat membuka wawasan serta cakrawala mengenai potensi pasar daging sapi di Indonesia.
4
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat di identifikasikan masalah-masalah berikut: 1.
Faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia?
2.
Seberapa besar tingkat hubungan faktor-faktor tersebut dengan permintaan daging sapi nasional?
1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia.
2.
Menganalisis tingkat hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh dengan permintaan daging sapi di Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi: 1.
Instansi terkait, sebagai bahan masukan mengenai faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia.
2.
Peneliti, sebagai bahan referensi bagi peneliti yang berkait.
3.
Peternak, sebagai bahan masukan mengenai pedoman usaha.
5
1.5.
Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis memiliki beberapa batasan masalah dengan tujuan agar pembahasan masalah dari penelitian ini tetap pada koridor penelitian, pada penelitian ini penulis hanya melihat dari beberapa faktor yang berhubungan dengan permintaan daging sapi dengan tidak mengabaikan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Berdasarkan standar kebutuhan daging sapi di Indonesia, diketahui bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia masih jauh di bawah standar kebutuhan konsumsi daging. Hal ini dikarenakan harga daging yang selalu mengalami kenaikan, perubahan pola konsumsi serta tingkat pendapatan masyarakat yang rendah.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Daging Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Menurut Karyadi dan Muhillal (2000; 5). Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Protein merupakan komponen kimia terpenting yang ada di dalam daging, protein yang terkandung didalam daging berkisar 15-20 persen dari berat bahan. Protein daging lebih mudah dicerna dibanding yang berasal dari nabati, sehingga protein sangat baik dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan bagi tubuh. Kebutuhan protein pada anak balita 2-2,5 gram per kilogram berat badan, sedangkan pada orang dewasa hanya 1 gram per kilogram berat badan. Selain mutu proteinya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang serta kaya akan vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh. Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokan menjadi : (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) Daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) Daging segar yang didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), (4) Daging asap dan (5) daging olahan (Rasyaf, 2000; 22).
2.1.2. Proses Pelayuan Daging Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan, keadaan inilah yang disebut dengan rigor mortis (Karyadi dan Muhillal, 2000; 7). Dalam kondisi rigor, daging menjadi lebih alot dan keras dibandingkan dengan sewaktu baru dipotong, jika dalam keadaan rigor dimasak, akan alot dan tidak nikmat, untuk menghindari daging dari rigor, daging perlu dibiarkan untuk menyelesaikan proses rigornya sendiri, proses tersebut dinamakan proses aging (pelayuan). Menurut Karyadi dan Muhillal (2000; 7) Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur diatas titik beku daging (-1,50 C0), proses pelayuan dibantu dengan sinar ultraviolet. Selama proses pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging, daging menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memilki flavor yang lebih kuat. Daging yang sudah berada di pasar atau swalayan adalah daging yang telah mengalami proses pelayuan. Tujuan pelayuan daging : 1.
Agar proses pembentukan asam laktat dari glikogen otot berlangsung sempurna, sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat
2.
Pengeluaran darah lebih sempurna
3.
Lapisan luar daging menjaadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan.
8
4.
Untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa yang khas.
2.1.3 Teori Permintaan 2.1.3.1 KurvaPermintaan Menurut Sukirno (2002; 78) Kurva permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang diminta para pembeli. Permintaan yang dimaksud disini berbeda dengan jumlah barang yang diminta. Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan dari hubungan antara harga dan jumlah permintaan, sedangkan jumlah barang yang diminta dimaksudkan sebagai banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga tertentu. Kurva permintaan berbagai jenis barang pada umumnya menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Kurva yang demikian disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah barang yang diminta mempunyai sifat hubungan yang terbalik. Jika salah satu variabel naik (misalnya harga) maka varibel lain akan mengalami penurunan (misalnya jumkah barang yang diminta) seperti terlihat pada Gambar 1.
9
Harga (P)
P1 P2 D Q1
Q2
Jumlah Permintaan (Q)
Gambar 1. Kurva Permintaan Barang Sumber: Suparmoko (2000; 25)
2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Permintaan suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantaranya adalah (1) Harga barang itu sendiri, (2) Harga barang lain yang berkaitan dengan barang tersebut, (3) Pendapatan masyarakat, (4) konsumsi, (5) Jumlah penduduk, (6) Ketersediaan barang (produksi), (Sukirno, 2004; 76)
(1) Harga barang itu sendiri Hukum permintaan menjelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesa yang menyatakan makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap suatu barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut (cateris paribus). Harga suatu barang adalah nilai tukar yang dinyatakan atau diukur dengan uang (Gilarso, 2004; 70). Faktor harga sangat menentukan jumlah permintaan, hal tersebut sesuai dengan hukum permintaan dimana jumlah barang 10
yang diminta berlawanan dengan perubahan harga dengan asumsi faktor lain yang mempengaruhi dianggap tetap. (2) Harga barang lain sebagai substitusi Hubungan yang disebabkan karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan harga. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang akan mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Selain itu kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot memaksa para pembeli untuk mengurangi pembelianya terhadap berbagai jenis barang dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga (Sukirno, 2003; 66). (3) Pendapatan masyarakat Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting terhadap permintaan berbagai barang. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan permintaan berbagai jenis barang (Sukirno, 2003; 81). Bertambahnya penghasilan akan menyebabkan permintaan barang atau produk bertambah (Rasyaf, 2000; 138), tetapi perubahan dalam pendapatan juga akan mengakibatkan berkurangnya permintaan untuk komoditi yang akan dibeli terutama oleh rumah tangga yang tetap atau berkurang pendapatanya (Lipsey, 1997; 87).
11
(4) Konsumsi Menurut Keynes dalam Miller (2006; 21) konsumsi didefinisikan sebagai jumlah total barang dan jasa yang dibeli untuk tujuan konsumsi langsung. Konsumsi merupakan salah satu penentu utama permintaan. (5) Jumlah penduduk Pertambahan jumlah penduduk secara umum akan menambah nilai kebutuhanya, seperti makanan, pakaian, rumah, kendaraan, dan lain-lain menyebabkan jumlah barang yang diminta akan bertambah (Hidayat, 2003; 25). Gilarso (2004; 25) mengatakan, jika jumlah pembeli suatu barang tertentu bertambah, maka pada harga yang sama jumlah barang yang dibeli juga akan bertambah, hal ini dapat terjadi karena pertambahan jumlah penduduk dan perbaikan transportasi. Makin banyah jumlah penduduk, semakin besar pula barang yang dikonsumsi (Soekartawi, 2003; 121). Pertambahan
penduduk
tidak
dengan
sendirinya
menyebabkan
pertambahan permintaan. Pertambahan penduduk diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Lebih banyak orang yang akan menerima pendapatan menambah daya beli dari masyarakat itu sendiri. Daya beli yang bertambah inilah yang nantinya akan menaikkan atau menurunkan jumlah permintaan (Sukirno, 2003; 72). (6) Ketersediaan Barang (Produksi) Produk peternakan umumnya memiliki harga yang relatif tinggi dibandingkan dengan komoditas pertanian lainya, permintaan produk peternakan berkaitan erat dengan daya beli konsumen. Semakin meningkatnya pendapatan
12
masyarakat menyebabkan permintaan akan produk-produk yang bermutu tinggi semakin meningkat. Seiring dengan meningkatnya penghasilan masyarakat menyebabkan peningkatan pembelian terhadap suatu barang atau produk yang lebih baik (Rasyaf, 2000; 145).
2.1.3.3 Keinginan, Kebutuhan, dan Permintaan Awal dari suatu pemasaran bermula dalam upaya pemenuhan kebutuhan yang mendasar serta diikuti dengan semakin bertambahnya keinginan dan berbagai permintaan manusia yang didapatkan pada penawaran barang yang relatif terbatas. Menurut Kotler (2000; 6) pengertian kebutuhan manusia adalah suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan dasar yang di rasakan atau disadari. Sedangkan pengertian keinginan manusia adalah hasrat untuk memperoleh pemuas-pemuas tertentu untuk kebutuhan yang lebih dalam. Menurut Kotler (2000; 23) Kebutuhan manusia merupakan sesuatu yang telah ada dalam diri manusia, sehingga secara naluri manusia akan lebih cenderung bergerak searah upaya pemenuhan kebutuhanya, sedangkan keinginan manusia cenderung kearah upaya pemenuhan tingkat kepuasan manusia. Adapun jenis kebutuhan menurut Kotler (2000; 23) yaitu : 1.
Kebutuhan yang dinyatakan
2.
Kebutuhan riil
3.
Kebutuhan yang tidak dinyatakan
4.
Kebutuhan kesenangan
5.
Kebutuhan rahasia
13
Refleksi dari berbagai kebutuhan dan keinginan tersebut tercermin dalam bentuk permintaan. Konsep permintaan dicerminkan dalam hubungan antara barang yang diinginkan dan harga (Sukirno 2002; 30). Khusus untuk komoditas pertanian dalam hal ini daging sapi maka proyek permintaan akan sangat di pengaruhi oleh banyak hal. Menurut Soekartawi (2003; 114), permintaan komoditas pertanian secara umum merupakan suatu permintaan yang dibutuhkan dan dibeli konsumen dalam waktu tertentu dan dengan harga yang berlaku saat itu. Oleh karena itu, permintaan akan sangat dipengaruhi oleh harga suatu produk.
2.1.4 Pengertian Harga Istilah mengenai harga untuk berbagai produk tidak selalu sama dan dengan berbagai nama. Harga adalah ukuran atau nilai dari suatu barang maupun jasa yang dinominalkan dalam bentuk angka. Harga merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan (Kotler, 2000; 53). Harga merupakan salah satu unsur terpenting dalam menentukan pangsa pasar dan profitabilitas. Umumnya pelanggan paling peka terhadap harga untuk produk yang bernilai tinggi atau sering dibeli. Mereka kurang peka terhadap harga untuk barang yang bernilai rendah atau barang yang jarang dibeli (Kottler, 2000, 215). Produk peternakan umumnya memiliki harga yang relatif tinggi dibandingkan dengan komoditas pertanian lainya. Permintaan produk peternakan
14
berkaitan erat dengan kemampuan daya beli konsumen. Semakin meningkatnya pendapatan masyarakat menyebabkan permintaan akan produk-produk yang bermutu tinggi semakin meningkat. Seiring dengan meningkatnya penghasilan masyarakat menyebabkan peningkatan pembelian terhadap suatu barang atau produk yang lebih baik (Rasyaf, 2000; 145). Menurut Swastha (2004; 25), harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Dari kedua definisi tentang harga tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang atau jasa berikut pelayanannya. Dalam menyusun kebijakan penetapan harga, perusahaan mengikuti prosedur enam tahap penetapan harga yaitu : (Swastha, 2004; 55): 1.
Perusahaan memilih tinjauan penetapan harga
2.
Perusahaan memperkirakan kurva permintaan, probabilitas kuantitas yang akan terjual pada tiap kemungkinan harga
3.
Perusahaan memperkirakan bagaimana biaya bervariasi pada berbagai level produksi dan pada berbagai level akumulasi pengalaman produksi
4.
Perusahaan menganalisa biaya, harga, dan tawaran pesaing.
5.
Perusahaan menyeleksi metode penetapan harga
15
2.1.5 Pendapatan Lipsey (1997; 63) mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan rumah tangga akan menyebabkan lebih banyak komoditi yang akan diminta pada setiap tingkat harga. Kenaikan pendapatan konsumen biasanya akan menaikan permintaan terhadap suatu barang, keadaan ini berlaku bagi barang-barang pada umumnya/barang normal, pengecualian terjadi pada barang inferior, dimana kenaikan pendapatan akan menurunkan permintaan barang tersebut. Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan naiknya permintaan untuk komoditi yang dibeli terutama oleh rumah tangga yang memperoleh
tambahan
pendapatan.
Namun
perubahan
dalam
distribusi
pendapatan akan mengakibatkan berkurangnya permintaan untuk komoditi yang akan dibeli terutama oleh rumah tangga yang berkurang pendapatanya.
2.1.6 Pengertian Konsumsi Konsumsi adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen. Perusahaan atau perseorangan yang melakukan kegiatan konsumsi disebut konsumen. Menurut Chaney (2003; 54) konsumsi adalah seluruh tipe aktifitas sosial yang orang lakukan sehingga dapat dipakai untuk mencirikan dan mengenal mereka, selain (sebagai tambahan) apa yang mungkin mereka lakukan untuk hidup. Gagasan bahwa konsumsi telah menjadi atau sedang menjadi fokus utama kehidupan sosial dan nilai-nilai kultural mendasari gagasan lebih umum dari budaya konsumen.
16
Konsumsi adalah takaran jumlah suatu barang maupun jasa yang dipergunakan atau dipakai oleh konsumen, dan tingkat konsumsi yakni kuantitas suatu produk yang sudah paten, atau jadi yang dibeli oleh konsumen per satuan waktu satu bulan yang lalu (Sukirno, 2004; 113). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi suatu produk ialah variabel-variabel yang ikut menentukan naik dan turunnya dan seberapa besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi produk tersebut (Kottler, 2000; 108). Menurut Braudrillard (2004; 87), konsumsi adalah sistem yang menjalankan urutan tanda-tanda dan penyatuan kelompok. Jadi konsumsi itu sekaligus sebagai moral (sebuah sistem ideologi) dan sistem komunikasi, struktur pertukaran. Dengan konsumsi sebagai moral, maka akan menjadi fungsi sosial yang memiliki organisasi yang terstruktur yang kemudian memaksa mereka mengikuti paksaan sosial yang tak disadari. Chaney (2003; 47) menambahkan, gagasan bahwa konsumsi telah menjadi atau sedang menjadi fokus utama kehidupan sosial dan nilai-nilai kultural mendasari gagasan lebih umum dari budaya konsumen. Menurut Baudrillard, (2004; 30) kita hidup dalam era di mana masyarakat tidak lagi didasarkan pada pertukaran barang materi yang berdaya guna, melainkan pada komoditas sebagai tanda dan simbol yang signifikansinya sewenang-wenang dan tergantung kesepakatan dalam apa yang disebutnya kode. Pada saat ini telah terbentuk masyarakat
konsumen,
yaitu
masyarakat
dimana
orang-orang
berusaha
menginformasikan, meneguhkan identitas dan perbedaannya, serta mengalami kenikmatan melalui tindakan membeli dan mengkonsumsi sistem tanda bersama.
17
2.1.7 Subtitusi Menurut Sukirno (2000; 80), sesuatu barang dinamakan barang pengganti kepada sesuatu barang lain apabila ia dapat menggantikan fungsi dari barang lain tersebut. Harga barang pengganti dapat mempengaruhi permintaan barang yang dapat digantikannya. Sekiranya harga barang pengganti bertambah murah, maka barang yang digantikannya akan mengalami pengurangan dalam permintaan.
2.1.8 Pengertian Produksi Pengertian produksi dapat diartikan sebagai usaha untuk menciptakan atau menambah faedah ekonomi suatu benda dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan orang, badan usaha, atau organisasi yang menghasilkan barang dan jasa disebut produsen (Rasyaf, 2000; 201). Produksi adalah suatu kegiatan yang menghasilkan output dalam bentuk barang maupun jasa. Menurut Sugiarto (2005; 75), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomis biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Sedangkan menurut Suparmoko (2000; 92), Produksi adalah hubungan teknis antara faktor produksi dan barang produksi yang dihasilkan dalam proses produksi. Dalam bentuk umumnya pada jumlah faktor produksi yang digunakan.
18
2.2
Kerangka pemikiran Dalam kebutuhan manusia tidak terlepas akan kebutuhan sandang dan
pangan. Salah satunya adalah kebutuhan mengkonsumsi daging untuk memenuhi kebutuhan protein dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, tingkat permintaan daging sapi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi, konsumsi, harga daging sapi, harga barang substitusi, jumlah penduduk dan pendapatan. Faktorfaktor tersebut diperoleh dari data sekunder. Untuk mengetahui pengaruhnya antara faktor-faktor tersebut maka dilakukan analisis korelasi dan regresi berganda, dengan menggunakan uji signifikansi individual (uji t) untuk mengidentifikasi secara satu per satu tiap faktornya (t hitung > t tabel, atau Sig < α). Untuk menganalisis apakah faktor-faktor tersebut berpengaruh secara serentak terhadap permintaan daging sapi dengan menggunakan uji signifikansi simultan atau uji F (Fhitung > Ftabel, atau sig < α). Secara rinci, kerangka penulis dapat dilihat pada Gambar 2.
19
Permintaan Daging Sapi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Indonesia: a. Produksi b. Konsumsi c. Harga Daging Sapi d. Harga Barang Subtitusi e. Jumlah Penduduk f. Pendapatan
Data Sekunder
Analisis Data
Analisis Korelasi dan Regresi Berganda: a. Uji koefisien b. Uji Signifikansi Individual (Uji t)
Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Indonesia
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berbentuk data time series
(data deret waktu). Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian, untuk memperoleh data sekunder berupa informasi statistika. Sebagai bahan referensi data diperoleh dari Biro Pusat Statistik, literatur-literatur, penelitian terdahulu, internet serta laporan tahunan. Data yang diperoleh adalah data tahunan selama kurun waktu 10 tahun (20002009). Tabel 3. Informasi Data Sekunder Penelitian Permintaan Daging Sapi Menurut Data dan Satuanya. No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
3.2
Informasi Data Harga Daging Konsumsi daging sapi Jumlah Penduduk Produksi Daging Harga daging ayam Tingkat pendapatan
Satuan Rupiah/Kg Ton/tahun Jiwa/tahun Ton/tahun Rupiah/Kg Rupiah/tahun
Sumber Data Deptan/BPS BPS BPS/Internet BPS/nternet BPS Deperindag
Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.2.1 Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif merupakan kegiatan mengumpulkan, mengolah dan kemudian mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi (Sugiyono, 2009; 169). Analisis yang dilakukan antara lain rata-rata, koefisien masing-masing variabel, standar deviasi dan persentase. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode deskriptif dan metode kuantitatif untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi, metode deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan permintaan daging sapi di Indonesia. Sedangkan metode kuantitatif dengan persamaan regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi.
3.2.2 Analisis Regresi Berganda Analisis regresi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi. Analisis regresi merupakan suatu metode statistik umum yang digunakan untuk menganalisis pengaruh antara sebuah variabel terikat dengan beberapa variabel bebas (Sulaiman, 2004; 79). Regresi adalah suatu tehnik untuk meramalkan atau memprediksi bagaimana hubungan antara dua variabel (Arikunto, 2003; 479-481). Berikut
ini
adalah
rumus
matematis
dari
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Indonesia : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 Dimana :
a
= Konstanta
b1, b2, b3, b4, b5, b6,
= Koefisien regresi
Y
= ( ∑ ) Permintaan daging sapi
X1
= Konsumsi
22
X2
= Produksi Daging Sapi
X3
= Jumlah Penduduk
X4
= Harga Daging Sapi
X5
= Harga Daging Ayam (substitusi)
X6
= Tingkat pendapatan
Berdasarkan hipotesa hubungan antar variabel diperoleh bahwa: a. b1>0 = positif, artinya konsumsi sangat mempengaruhi jumlah permintaan, semakin tinggi tingkat konsumsi maka mempengaruhi jumlah permintaan. b. b2<0 = negatif, artinya Peningkatan produksi yang diikuti peningkatan harga menyebabkan permintaan daging sapi tidak serta merta meningkat, peningkatan produksi sapi akan cenderung menurunkan permintaan daging sapi selama tingkat pendapatan masih rendah. c. b3<0 = negatif, artinya Pertambahan jumlah penduduk yang tidak diimbangi bertambahnya pendapatan, tidak serta merta diikuti dengan meningkatnya jumlah permintaan daging. Karena tingkat pendapatan yang tidak merata berhubungan dengan daya beli masyarakat. Semakin rendah tingkat pendapatan maka daya beli menjadi rendah, disisi lain harga daging sapi terus mengalami peningkatan. hal ini yang menyebabkan permintaan daging mengalami penurunan d. b4>0 = positif, artinya Meningkatnya harga daging sapi yang diimbangi dengan bertambahnya kualitas daging sapi, juga disertai meningkatnya pendapatan masyarakat akan mempengaruhi permintaan daging sapi.
23
e. b5<0 negatif, artinya Meningkatnya atau menurunya harga daging ayam tidak serta merta mempengaruhi permintaan daging sapi dikarenakan bagi masyarakat yang memiliki pendapatan menengah keatas akan memilih daging sapi sebagai pilihan utama yang memiliki cita rasa tinggi dibandingkan daging ayam yang berfungsi sebagai barang substitusi f. b6<0 negatif, artinya Bagi sebagian masyarakat yang memiliki tingkat pendapatannya rendah tidak mampu untuk membeli kebutuhan daging sapi, dikarenakan daging merupakan barang mewah (ekslusif) yang memiliki harga jual yang tinggi dan harganya selalu mengalami kenaikkan. Menurut Umar (2005: 126), untuk dapat memperoleh hasil regresi terbaik maka harus memenuhi kriteria statistik sebagai berikut :
3.2.2.1 Uji t (Uji Regresi Parsial) Uji t disini ditujukan untuk mengetahui apakah konsumsi, produksi daging sapi, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging sapi, dan tingkat pendapatan mempunyai pengaruh secara parsial terhadap permintaan daging sapi. Uji ini dilakukan untuk membandingkan t hitung dengan t tabel (Ghozali, 2007: 77). a. Menentukan hipotesa nol dan hipotesa alternatif H0 : bi = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. H1 : bi ≠ 0, artinya ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
24
b. Kriteria Pengujian H0 diterima apabila - t tabel < t hitung < t tabel H0 ditolak apabila -t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel c. Level of Significant sig < α (0.05) d. Menentukan t tabel Tabel distribusi t dicari α = 0,05 : 2 = 0.025 (uji 2 sisi) dengan derajat kebasan (df) n-k-1 atau 10-6-1 = 3. Hasil diperoleh untuk t tabel dengan (10;0.025) adalah 2.2622 e. Kesimpulan Membandingkan hasil yang diperoleh, maka H0 diterima atau H0 ditolak.
3.2.2.2 Uji F (Signifikasi Simultan) Uji F ditujukan untuk mengetahui pengaruh konsumsi, produksi daging sapi, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan terhadap permintaan daging sapi. Menurut Ghozali (2007: 80), untuk mengetahui apakah regresi berganda berikut perhitungan koefisien regresinya menunjukkan ada pengaruh signifikan atau tidak maka terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian dengan analisis Fhitung. a. Formulasi Hipotesis H0 : b1 = b2 = b3 = b4 =b5 =b6
=
0, berarti tidak terdapat pengaruh yang
signifikan secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat.
25
H1 : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠b6≠ 0, berarti terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat. b. Kriteria pengujian H0 diterima apabila F hitung < F tabel H0 ditolak apabila F hitung > F tabel c. Level of Significant sig < α (0.05) d. Menentukan F tabel Dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1 (jumlah variabel-1) = 6, dan df 2 (n-k-1) atau 10-6-1 = 3 (n adalah jumlah kasus dan k adalah variabel independen). Maka hasil yang diperoleh untuk F tabel (df 1 = 5 ; df 2 = 10) adalah 8.9407. e. Kesimpulan Membandingkan hasil yang diperoleh, maka H0 diterima atau H0 ditolak.
3.2.2.3 Analisis Korelasi Pearson Menurut Riduwan (2003; 28) korelasi adalah suatu alat uji untuk mengetahui ada tidaknya dan kuat tidaknya hubungan antara dua variabel, dimana dua variabel tersebut adalah variabel (X) dan variabel (Y). Korelasi berganda adalah alat ukur untuk mengetahui hubungan antara variabel tidak bebas (variabel Y) dengan beberapa variabel bebas (variabel X1, X2, …Xn) secara serentak (Djarwanto dan Pangestu, 1985: 297).
26
Nilai
koefisien
korelasi
berganda
dapat
dihitung
dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut: rY.123 =
b1 ∑ x1y +b2∑x2y+b3 ∑x3y….bn∑xny ∑y2
Keterangan : rY.123
=
Koefisien Korelasi (1985, 297) Menurut Djarwanto dan Pangestu
besarnya nilai korelasi dikategorikan sebagai berikut : a.
0.7-1.00, baik positif maupun negatif, menunjukkan derajat hubungan yang tinggi.
b.
0.4-0.7, baik positif maupun negatif, menunjukkan hubungan yang substantial.
c.
0.2-0.4, baik positif maupun negatif, menunjukkan hubungan yang rendah.
d.
< 0.2, baik positif maupun negatif, menunjukkan bahwa hubungadapat diabaikan.
3.2.2.4 Uji R2 (Koefisien Determinasi) Uji ini dapat digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan kedalam model dapat menerangkan model. Secara verbal, R2 merupakan besaran yang paling sering digunakan untuk mengukur goodness of fit (kesesuaian model) garis regresi. Koefisien determinasi mengukur presentase atau proporsi total varian dalam variabel endogen yang
27
menjelaskan model regresi. Sifat dasar dari R2 adalah besarnya yang selalu bernilai positif namun lebih kecil dari satu (Ghozali, 2007: 83).
3.3
Definisi Operasional
1. Data produksi daging sapi merupakan produksi daging sapi yang dihasilkan dari produsen secara keseluruhan yang dinyatakan dalam ribuan ton (000). 2. Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. 3. Konsumsi adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen. Perusahaan atau perseorangan yang melakukan kegiatan konsumsi disebut konsumen 4. Harga daging yang digunakan adalah harga berdasarkan informasi yang diperoleh dari sub direktor Statistik. 5. Daging sapi dalam penelitian ini adalah daging yang sudah tidak menyatu dengan tulang, yang dinyatakan dalam ribuan ton (000). 6. Subtitusi adalah barang lain yang dapat menggantikan fungsi dari barang tersebut 7. Analisis regresi berganda adalah suatu metode statistik umum yang digunakan untuk meneliti pengaruh serta hubungan antara sebuah variabel dependen dengan beberapa variabel independen.
28
BAB IV TINJAUAN UMUM PERMINTAAN DAGING SAPI
4.1.
Sentra Populasi Sapi Potong Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia.
Namun, produksi daging sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas sapi rendah (Deptan, 2007; 112). Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa, 2005; 56). Berdasarkan data sebaran populasi sapi potong di Indonesia tahun 2007 (Direktorat Jenderal Peternakan 2007; 116), sentra sapi potong terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Bali, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pola usaha sebagian besar adalah pembibitan atau pembesaran anak sapi, dan hanya sebagian kecil peternak yang mengkhususkan usahanya pada penggemukan sapi (Yusdja. 2003; 77). Menurut Umiyasih (2004; 45), pola usaha pembibitan secara ekonomis kurang menguntungkan, namun usaha tersebut masih tetap berkembang. Populasi dan produksi sapi potong dan ternak lainnya di Indonesia tahun 2003−2007 cenderung meningkat (Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah Populasi Sapi di Indonesia (000 ekor) Tahun 2003-2007 No Tahun 1. 1997 2. 1998 3. 1999 4. 2000 5. 2001 6 2002 7. 2003 8. 2004 9. 2005 10. 2006 11. 2007 12. 2008 13 2009 Sumber : BPS (2009; 119)
Sapi 11.939 11.634 11.276 11.008 11.138 11.298 11.504 11.533 11.680 11.732 11.887 12.011 12.334
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sapi potong adalah dengan mendatangkan sapi dari Eropa (Bos taurus) seperti Limousine, Simmetal, dan Brahman. Di Jawa, sapi-sapi tersebut banyak yang dikawinsilangkan (crossing) dengan sapi Peranakan Ongole (PO) yang menghasilkan sapi PO vs Limousine (Thalib 2001; 172). Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya mencapai swasembada daging antara lain : 1) Subsektor peternakan berpotensi sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, 2) Rumah tangga yang terlibat langsung dalam usaha peternakan terus bertambah, 3) Tersebarnya sentra produksi sapi potong
di berbagai daerah, sedangkan
sentra konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan perekonomian regional. 30
4) Mendukung upaya ketahanan pangan, baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sebagai sumber pendapatan yang keduanya berperan meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan (Kariyasa 2005; 65). Sapi potong juga mempunyai fungsi sosial yang penting di masyarakat selain fungsinya sebagai penghasil daging, pupuk, tenaga kerja terutama dalam pengolahan tanah, dan memberi manfaat berupa anak serta status sosial. Oleh karena itu, potensi sapi potong perlu dikembangkan, terutama untuk meningkatkan kontribusinya dalam penyediaan daging untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat (Umiyasih, 2004: 55)
4.2
Perkembangan Produksi Daging Sapi di Indonesia Produksi daging sapi
menduduki peringkat pertama perkembangan
produksi daging non unggas di Indonesia, dengan produksi mencapai 395.840 ton di tahun 2006, meningkat dari
tahun sebelumnya 358.700 ton. Pada
2007
meningkat menjadi 418.210 ton. Tabel 5. Produksi Daging Sapi di Indonesia Tahun 2003 – 2007 JENIS DAGING 2003 Sapi 369.476.890 Kerbau 40.64 Kambing 63.86 Domba 80.64 Babi 177.09 Kuda 1.60 Sumber : BPS (2007; 168)
2004 558.790 40.24 57.13 66.06 194.68 1.57
2005 478.690 38.05 50.60 47.33 173.67 1.59
2006 498.700 43.89 65.01 75.18 195.99 2.27
(000 ton) 2007 453.533 45.95 63.41 84.76 198.88 2.32
Beberapa tahun terakhir produksi daging sapi di Indonesia masih tetap bersumber utama dari tiga provinsi di Jawa, yakni Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jawa Timur merupakan produsen daging sapi terbesar di tahun 31
2008 yang nilai produksinya mencapai sekitar 83,3 ribu ton, selanjutnya diikuti oleh Jawa Barat dengan 52,6 ribu ton dan berikutnya Jawa Tengah dengan 48,9 ribu ton. Jateng 13.3% Jateng 14.5%
Jabar 17.7%
Jatim, 17.4%
Lainnya 32.7%
Sumbar 3.0% Banten 3.6% Jakarta 2.9% Sulsel 2.7%
Kaltim 1.5%
Jabar, 14.9%
Sumbar 4.6% Banten 4.6% NAD 3.5% Sulsel, 3.4% Sumut, 2.8% Sumsel 2.68
Jatim 23.6%
Bali, 1.9% Sumsel 1.9%
a
NIB , 2.2% Lainnya 23.9%
b
Sumber : BPS (2008; 66)
Gambar 3. 10 Provinsi Utama Produsen Daging Sapi Tahun 2004 - 2008 Keterangan : a = gambar 10 provinsi utama produsen daging sapi tahun 2004 b = gambar 10 provinsi utama produsen daging sapi tahun 2008 Pada penelitian ini diketahui jumlah produksi daging sapi di Indonesia dari tahun 2000 sampai pada tahun 2009.
32
Tabel 6. Jumlah Produksi daging sapi tahun 2000-2009
No
Tahun
Produksi (Ton)
1
2000
339.900
2
2001
345.900
3
2002
330.000
4
2003
369.000
5
2004
445.502
6
2005
358.704
7
2006
395.842
8
2007
339.479
9
2008
352.412
10
2009
386.525
Sumber: BPS (2009; 37)
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa jumlah produksi daging sapi tahun 2000 – 2009 mengalami fluktuasi. Produksi daging tertinggi adalah di tahun 2004 yaitu sebesar 445.502 ton, sedangkan untuk produksi daging terendah adalah sebesar 330.000 ton di tahun 2002. Produksi daging sapi mengalami fluktuasi dikarenakan adanya berbagai macam permasalahan, diantaranya, usaha bakalan kurang diminati, adanya keterbatasan pejantan unggul, ketersediaan pakan yang tidak kontinu .(Kariyasa, 2005; 55).
4.3
Jumlah Konsumsi Daging Sapi Tahun 2000-2010 Pada penelitian ini diketahui jumlah konsumsi daging sapi di Indonesia
dari tahun 2000 sampai pada tahun 2009.
33
Tabel 7. Jumlah Konsumsi Daging Sapi Tahun 2000-2009
No
Tahun
Konsumsi (Ton)
1
2000
448.900
2
2001
447.890
3
2002
440.525
4
2003
476.890
5
2004
558.790
6
2005
478.690
7
2006
498.700
8
2007
453.533
9
2008
478.650
10
2009
502.789
Sumber: BPS (2009; 34)
Tingkat konsumsi masyarakat terhadap daging sapi pada tahun 2000 – 2009 mengalami fluktuasi. Konsumsi daging tertinggi adalah di tahun 2004 yaitu sebesar 558.790 ton, sedangkan untuk konsumsi daging terendah adalah sebesar 440.525 ton di tahun 2002, peningkatan konsumsi daging sapi dikarenakan belum dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang memadai, baik dari segi mutu maupun jumlahnya (BPS, 2003; 112).
4.4
Jumlah penduduk di Indonesia Tahun 2000-2009 Pada penelitian ini diketahui jumlah penduduk di Indonesia dari tahun
2000 sampai pada tahun 2009.
34
Tabel 8. Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 2000-2009
No
Tahun
Jumlah penduduk (Jiwa)
1
2000
205.132.000
-
2
2001
207.927.000
1.36%
3
2002
210.736.000
1.35%
4
2003
213.550.000
1.33%
5
2004
216.381.600
1.32%
6
2005
219.204.700
1.30%
7
2006
222.051.300
1.29%
8
2007
225.356.000
1.48%
9
2008
227.542.880
0.97%
10
2009
235.247.980
3.38%
13,78/9
1.531%
Rata-rata
Persentase %
Sumber: BPS (2009; 47)
Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Indonesia tahun 2000 – 2009 mengalami fluktuasi. Jumlah penduduk tertinggi adalah di tahun 2004 yaitu sebesar 235.247.980 jiwa, sedangkan untuk jumlah penduduk terendah adalah sebesar 205.132.000 jiwa di tahun 2000. Meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunya dan perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging sapi meningkat.
35
4.5
Harga Daging Sapi Tahun 2000-2009 Pada penelitian ini diketahui harga daging sapi di indonesia dari tahun
2000 sampai pada tahun 2009. Tabel 9. Harga Daging Sapi tahun 2000-2009
No
Tahun
Harga Daging Sapi (Rp)
1
2000
31.677,-
2
2001
33.870,-
3
2002
36.500,-
4
2003
38.700,-
5
2004
40.670,-
6
2005
42.533,-
7
2006
44.690,-
8
2007
47.560,-
9
2008
49.790,-
10
2009
52.500,-
Sumber: BPS (2009; 41)
Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa harga daging sapi di Indonesia tahun 2000 – 2009 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Harga daging sapi tertinggi adalah di tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 52.500,-, sedangkan untuk harga daging sapi terendah adalah sebesar Rp. 31.677,- di tahun 2000, adanya perubahan atau kenaikkan harga daging sapi dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya: permintaan daging sapi yang selalu meningkat tanpa diimbangi produksi daging sapi yang memadai.
36
4.6
Harga Daging Ayam Tahun 2000-2009 Pada penelitian ini diketahui harga daging ayam di Indonesia dari tahun
2000 sampai pada tahun 2009. Tabel 10. Harga Daging Ayam Tahun 2000-2009
No
Tahun
Harga Daging Sapi (Rp)
Harga Daging Ayam (Rp)
1
2000
31.677,-
11.509,-
2
2001
33.870,-
12.019,-
3
2002
36.500,-
13.000,-
4
2003
38.700,-
12.500,-
5
2004
40.670,-
14.500,-
6
2005
42.533,-
15.300,-
7
2006
44.690,-
14.250,-
8
2007
47.560,-
14.750,-
9
2008
49.790,-
15.500,-
10
2009
52.500,-
14.500,-
Sumber: BPS (2009; 43)
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa harga daging ayam di Indonesia tahun 2000 – 2009 mengalami fluktuasi harga dibandingkan dengan harga daging sapi yang mengalami kenaikan harga setiap tahunnya. Jika dibandingkan dengan harga daging ayam, harga daging sapi jauh lebih mahal dengan selisih sekitar Rp. 20.000,-. Harga daging ayam tertinggi adalah di tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 15.500,-, sedangkan untuk harga daging ayam terendah adalah sebesar Rp. 11.509,- di tahun 2000.
37
4.7
Tingkat Pendapatan Tahun 2000-2009 Pada penelitian ini diketahui Tingkat Pendapatan di Indonesia dari tahun
2000 sampai pada tahun 2009. Tabel 11. Tingkat Pendapatan Tahun 2000-2009
No
Tahun
Tingkat Pendapatan (Rp)
1
2000
1.245.000,-
2
2001
1.341.923,-
3
2002
1.560.000,-
4
2003
1.956.000,-
5
2004
2.050.000,-
6
2005
2.125.000,-
7
2006
2.520.000,-
8
2007
2.852.900,-
9
2008
3.005.000,-
10
2009
3.150.000,-
Sumber: BPS (2009; 45)
Berdasarkan Tabel 11, dapat diketahui bahwa tingkat pendapatan di Indonesia tahun 2000 – 2009 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tingkat pendapatan tertinggi adalah di tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 3.150.000,-, sedangkan untuk tingkat pendapatan terendah adalah sebesar Rp. 1.245.000,- di tahun 2000. Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan naiknya permintaan untuk komoditi yang dibeli, terutama oleh rumah tangga yang memperoleh tambahan pendapatan, tetapi perubahan dalam distribusi pendapatan
38
juga akan mengakibatkan berkurangnya permintaan untuk komoditi yang akan dibeli terutama oleh rumah tangga yang tidak mengalami kenaikkan atau berkurangnya pendapatan (Lipsey, 1997; 87).
39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintan Daging Sapi Tingkat konsumsi daging sapi selama periode tahun 2000 sampai dengan
tahun 2009 mengalami kenaikan yang fluktuatif searah dengan peningkatan produksi yang fluktuatif juga. Produk peternakan umumya memiliki harga yang relatif tinggi dikarenakan termasuk barang konsumsi yang mewah (ekslusif) dibandingkan dengan komoditas pertanian lainya. Permintaan produk peternakan (daging sapi) berkaitan erat dengan kemampuan dan daya beli masyarakat (Tingkat pendapatan). Faktor harga menentukan jumlah permintaan, sehingga mengakibatkan permintaan daging sapi juga meningkat. Peningkatan jumlah penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat Indonesia serta adanya perubahan pola konsumsi, dan selera masyarakat menyebabkan konsumsi daging sapi secara nasional cenderung meningkat (BPS, 2009; 110). Peningkatan permintaan daging sapi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya produksi, konsumsi daging sapi, harga daging sapi, harga daging ayam, tingkat pendapatan, dan jumlah penduduk. Adapun data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi akan dijelaskan dibawah ini.
Analisis
yang
digunakan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi permintaan daging sapi adalah analisis regresi berganda. Analisis ini merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi (produksi, konsumsi, harga daging sapi, harga daging ayam, tingkat pendapatan, dan jumlah penduduk). Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Berganda: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi di Indonesia No 1 2 3 4 5 6
Faktor Konsumsi Daging Sapi (X1) Produksi Daging Sapi (X2) Jumlah Penduduk (X3) Harga Daging Sapi (X4) Harga Daging Ayam (X5) Tingkat Pendapatan (X6) Constanta Ttabel
Koefisien
thitung
Sig.
0.836 - 0.853 - 0.001 3.165 - 0.781 - 0.019
4.528 -4.931 - 0.680 1.074 - 0.388 -1.518
0.020 0.016 0.545 0.362 0.724 0.226
F tabel
144386.2507 2.2622 8.9407
α
0,05
Ket.: Hasil Olah SPSS 15.0
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 14 dapat dibuat persamaan regresi berganda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Indonesia sebagai berikut : Y
= 144386.2507 + 0.836X1 - 0.853X2 - 0.001X3 + 3.165X4 - 0.781X5 - 0.019X6 Kaidah permintaan menyatakan kuantitas yang diminta untuk suatu barang
berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut asalkan hal-hal lain sama pada setiap harga (cateris paribus). Ini berarti pada tingkat harga tinggi, lebih sedikit
41
barang yang akan diminta dibandingkan saat harga barang rendah, asalkan hal-hal lain sama (cateris paribus) begitu juga sebaliknya.
5.2
Pengujian parameter regresi secara tunggal (Uji-t) Berdasarkan hasil uji t dengan tingkat kepercayaan 95% (α 0.05), koefisien
yang berpengaruh secara nyata terhadap permintaan daging sapi adalah konsumsi daging sapi, dan produksi daging sapi, sedangkan koefisien yang tidak berpengaruh secara nyata adalah harga daging sapi, tingkat pendapatan, jumlah penduduk, dan harga daging ayam. Uji ini dilakukan dengan memperbandingkan thitung dengan ttabel atau dari perbandingan probabilitasnya (sig < α ), yaitu sebagai berikut:
5.2.1
Pengaruh konsumsi daging sapi (Y)
daging
sapi
(X1)
terhadap
permintaan
Berdasarkan perhitungan hasil regresi berganda didapat koefisien regresi konsumsi bernilai positif sebesar 0.836. angka ini menunjukkan hubungan yang searah antara konsumsi daging sapi dengan permintaan daging sapi. Ini menyatakan bahwa setiap penambahan konsumsi daging sapi sebesar satu kilo, maka akan meningkatkan permintaan daging sapi sebesar 0.836 kilo. Hal ini menunjukkan bila konsumsi daging meningkat, maka permintaan daging sapi pun akan menungkat. a.
Pengujian Ho : b1=0 tidak terdapat pengaruh konsumsi (X1) terhadap permintaan daging sapi (Y)
42
H1 : b1>0 terdapat pengaruh konsumsi (X1) terhadap permintaan daging sapi(Y) yang bernilai positif b.
Ketentuan Ho : ditolak, jika Thitung > Ttabel, atau Sig < α H1 : ditolak, jika Thitung < Ttabel, atau Sig > α
c.
Kesimpulan Pada tingkat kepercayaan 95%, konsumsi daging sapi dalam negeri dengan nilai thitung sebesar 4.528 > ttabel = 2.2622 atau α untuk jumlah konsumsi sebesar 0.020 < 0.05. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tolak Ho (Thitung > Ttabel, atau Sig < α) yang berarti bahwa konsumsi (X1) memiliki pengaruh yang nyata atau signifikan secara statistik terhadap permintaan daging sapi (Y)
Daerah Ho ditolak
-4.528
Daerah H0 ditolak
Daerah terima Ho
4.528 2.2622
4.528
Gambar 4. Daerah penentuan Ho Variabel konsumsi Hal ini dikarenakan, peningkatan konsumsi daging sapi belum dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang memadai, baik dari segi mutu maupun jumlahnya.
43
Konsumsi daging sapi di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 558.790 ton. Namun pada tahun selanjutnya menurun cukup tajam menjadi 478.690 ton. Penurunan konsumsi masih terus berlanjut hingga tahun 2007, akibat melambungnya harga BBM dunia juga disebabkan faktor eksternal yaitu adanya kasus sapi gila yang terjadi di Amerika serta penyakit mulut dan kuku di India dan Kanada yang berakibat adanya kekhawatiran
konsumen dalam negeri untuk mengkonsumsi
daging sapi yang terjadi pada akhir tahun 2005, sehingga mengakibatkan menurunnya permintaan masyarakat pada waktu itu. Pada tahun 2007 konsumsi daging sapi meningkat mencapai 453.533 ton dan selanjutnya tahun 2008 meningkat mencapai angka 478.650 ton. Namun demikian konsumsi daging sapi diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya dan akan terus meningkat seiring dengan membaiknya perekonomian Indonesia.
5.2.2
Pengaruh produksi daging sapi (Y)
daging
sapi
(X2)
terhadap
permintaan
Berdasarkan perhitungan hasil regresi berganda didapat nilai koefisien regresi produksi daging sapi bernilai negatif sebesar -0.853, angka ini menunjukkan hubungan yang terbalik antara produksi daging sapi dengan permintaan daging sapi. Ini menyatakan bahwa penambahan produksi daging sapi sebesar satu kilo, akan menyebabkan penurunan permintaan daging sapi sebesar 0.853 kg, artinya, bila produksi daging sapi meningkat, maka permintaan daging sapi akan menurun.
44
a.
Pengujian H1 : b2<0 tidak terdapat pengaruh produksi daging sapi (X2) terhadap permintaan daging sapi (Y) yang bernilai negatif.
b.
Ketentuan Ho : ditolak, jika Thitung > Ttabel, atau Sig < α H1 : ditolak, jika Thitung < Ttabel, atau Sig > α
c.
Kesimpulan Pada tingkat kepercayaan 95% produksi daging dalam negeri menunjukkan nilai thitung sebesar -4.931 > ttabel = 2.2622 atau α untuk produksi daging sapi sebesar 0.016 < 0.05. dengan demikian dapat disimpulkan tolak Ho (Thitung > Ttabel, atau Sig < α), yang berarti bahwa produksi daging sapi (X2) memiliki pengaruh yang nyata atau signifikan secara statistik terhadap permintaan daging sapi (Y).
Daerah Ho ditolak
Daerah H0 ditolak
Daerah terima Ho
-4.931
2.2622
4,931
Gambar 5. Daerah penentuan Ho Variabel Produksi Daging Sapi Hal ini dikarenakan, peningkatan produksi yang diikuti peningkatan harga menyebabkan permintaan daging sapi tidak serta merta meningkat karena tingkat pendapatan berdasarkan Tabel 6 tidak 45
serta merta menjangkau harga daging sapi tersebut. Dengan demikian peningkatan produksi sapi akan cenderung menurunkan permintaan daging sapi selama tingkat pendapatan masih rendah (b2 < 0).
5.2.3 Pengaruh Jumlah daging sapi (Y)
Penduduk
(X3)
terhadap
permintaan
Berdasarkan perhitungan hasil regresi berganda didapat koefisien regresi jumlah penduduk bernilai negatif sebesar -0.001. angka ini menunjukkan hubungan yang terbalik antara jumlah penduduk dengan permintaan daging sapi. Ini menyatakan bahwa setiap penambahan jumlah penduduk sebanyak 1000 jiwa, akan menyebabkan penurunan permintaan daging sapi sebesar 1 kg. a.
Pengujian Ho : b3<0 tidak terdapat pengaruh jumlah penduduk (X3) terhadap permintaan daging sapi (Y)yang bernilai negatif.
b.
Ketentuan Ho : ditolak, jika Thitung > Ttabel, atau Sig < α H1 : ditolak, jika Thitung < Ttabel, atau Sig > α
c.
Kesimpulan Pada tingkat kepercayaan 95% jumlah penduduk menunjukkan nilai thitung sebesar -0.680 < ttabel = 2.2622 atau α untuk jumlah penduduk sebesar 0.0545 > 0.05. dengan demikian dapat disimpulkan terima Ho (Thitung < Ttabel, atau Sig > α), yang berarti bahwa jumlah penduduk (X3)
46
tidak memiliki pengaruh yang nyata atau signifikan secara statistik terhadap permintaan daging sapi (Y).
Daerah Ho ditolak
Daerah H0 ditolak
Daerah terima Ho
-0.680
0.680
2.2622
Gambar 6. Daerah penentuan Ho Variabel jumlah penduduk. Pertambahan bertambahnya
jumlah
pendapatan,
penduduk tidak
serta
yang merta
tidak
diimbangi
diikuti
dengan
meningkatnya jumlah permintaan daging. Karena tingkat pendapatan yang tidak merata berhubungan dengan daya beli masyarakat. Semakin rendah tingkat pendapatan maka daya beli menjadi rendah, disisi lain harga daging sapi terus mengalami peningkatan. hal ini yang menyebabkan permintaan daging mengalami penurunan (b3<0). Menurut Sukirno (2003: 72). Pertambahan jumlah penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. Pertambahan jumlah penduduk bila diikuti oleh perkembangan kesempatan kerja, maka akan lebih banyak orang yang akan menerima pendapatan, selanjutnya menambah daya beli masyarakat itu sendiri, daya beli inilah yang nantinya akan menaikkan jumlah permintaan.
47
5.2.4
Pengaruh Harga Daging Sapi (X4) terhadap permintaan daging sapi (Y) Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi berganda diperoleh
koefisien regresi untuk harga daging sapi bernilai positif sebesar 3.165, angka
ini menunjukkan bahwa peningkatan harga daging sapi sebesar
Rp 1000, akan menyebabkan meningkatnya permintaan daging sapi sebesar 3,165 g. Hal ini menunjukkan bahwa antara harga daging sapi dengan permintaan daging sapi memiliki hubungan yang searah, artinya bila harga daging sapi meningkat, maka permintaan daging sapi akan meningkat. a.
Pengujian H1 : b4>0 terdapat pengaruh harga daging sapi (X4) terhadap permintaan daging sapi (Y) yang bernilai positif.
b.
Ketentuan Ho : ditolak, jika Thitung > Ttabel, atau Sig < α H1 : ditolak, jika Thitung < Ttabel, atau Sig > α
c.
Kesimpulan Pada tingkat kepercayaan 95% harga daging sapi menunjukkan nilai thitung sebesar 1.074 < ttabel = 2.2622 atau α untuk harga daging sapi sebesar 0.362 > 0.05. dengan demikian dapat disimpulkan terima Ho (Thitung < Ttabel, atau Sig > α), yang berarti harga daging sapi (X4) tidak memiliki pengaruh yang nyata atau signifikan secara statistik terhadap permintaan daging sapi (Y)
48
Daerah H0 ditolak
Daerah H0 ditolak
Daerah Ho diterima -3,165
2.2622
3,165
Gambar 7. Daerah penentuan Ho Variabel Harga Daging Sapi. Meningkatnya
harga
daging
sapi
yang
diimbangi
dengan
bertambahnya kualitas daging sapi, juga disertai meningkatnya pendapatan masyarakat akan mempengaruhi permintaan daging sapi (b4>0). Menurut Simamora (2004: 14) konsumen lebih menyukai produk yang lebih berkualitas dan memberikan fitur yang lebih banyak.
5.2.5
Pengaruh harga daging ayam (X5) terhadap permintaan daging sapi(Y) Berdasarkan perhitungan hasil regresi berganda didapat koefisien regresi harga daging ayam bernilai negatif sebesar -0.781. angka ini menunjukkan hubungan yang terbalik antara harga daging ayam dengan permintaan daging sapi. Ini menyatakan bahwa setiap peningkatan harga daging ayam sebesar Rp.1000,-, akan menyebabkan penurunan permintaan daging sapi sebesar 781 gr. atau sebaliknya jika harga daging ayam meningkat sebesar Rp.1000 maka akan menyebabkan permintaan daging sapi akan menurun sebesar 781 gr.
49
a.
Pengujian Ho : b5<0 tidak terdapat pengaruh harga daging ayam (X5) terhadap permintaan daging sapi (Y)yang bernilai negatif.
b.
Ketentuan Ho : ditolak, jika Thitung > Ttabel, atau Sig < α H1 : ditolak, jika Thitung < Ttabel, atau Sig > α
c.
Kesimpulan Pada tingkat kepercayaan 95% harga daging ayam menunjukkan nilai thitung sebesar -0.388 < ttabel = 2.2622 atau α untuk harga daging ayam sebesar 0.724 > 0.05. dengan demikian dapat disimpulkan terima Ho (Thitung < Ttabel, atau Sig > α), yang berarti bahwa harga daging ayam (X5) tidak memiliki pengaruh yang nyata atau signifikan secara statistik terhadap permintaan daging sapi (Y).
Daerah Ho ditolak
Daerah H0 ditolak
Daerah terima Ho
-0,388
0.388
2.2622
Gambar 8. Daerah penentuan Ho variable harga daging ayam Meningkatnya atau menurunya harga daging ayam tidak serta merta mempengaruhi permintaan daging sapi dikarenakan bagi masyarakat yang 50
memiliki pendapatan menengah keatas akan terus mengkonsumsi daging ayam. Secara umum bila harga daging ayam meningkat, maka permintaan daging ayam akan menurun, penurunan harga daging ayam ini bila sebagai barang substitusi dengan daging sapi maka akan meningkatkan permintaan daging sapi, seharusnya peningkatan harga daging ayam akan diikuti peningkatan permintaan daging sapi (searah), tetapi yang terjadi berdasarkan hasil analisis bahwa peningkatan harga daging ayam menurunkan permintaan daging sapi disini terjadi hubungan yang terbalik. Dengan demikian posisi harga daging ayam bukan pada posisi substitusi tetapi sebagai barang komplementer, dimana daging sapi dikonsumsi bersamasama dengan daging ayam, kondisi ini terjadi pada kalangan masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi atau menengah keatas (b5<0).
5.2.6 . Pengaruh tingkat pendapatan (X6) terhadap permintaan daging sapi.(Y) Berdasarkan perhitungan hasil regresi berganda didapat koefisien regresi tingkat pendapatan bernilai negatif sebesar -0.019. angka ini menunjukkan hubungan yang terbalik antara tingkat pendapatan dengan permintaan daging sapi. Ini menyatakan bahwa setiap penambahan pendapatan sebesar Rp.1000, akan menyebabkan penurunan permintaan daging sapi sebesar 19 g. a.
Pengujian Ho : b6<0 tidak terdapat pengaruh tingkat pendapatan (X6) terhadap permintaan daging sapi (Y) yang bernilai negatif.
51
b.
Ketentuan Ho : ditolak, jika Thitung > Ttabel, atau Sig < α H1 : ditolak, jika Thitung < Ttabel, atau Sig > α
c.
Kesimpulan Pada tingkat kepercayaan 95% tingkat pendapatan menunjukkan nilai thitung sebesar -1.518
< ttabel = 2.2622 atau α untuk tingkat
pendapatan sebesar 0.226 > 0.05. dengan demikian dapat disimpulkan terima Ho (Thitung < Ttabel, atau Sig > α), yang berarti bahwa tingkat pendapatan (X6) tidak memiliki pengaruh yang nyata atau signifikan secara statistik terhadap permintaan daging sapi (Y).
Daerah Ho ditolak
Daerah H0 ditolak
Daerah terima Ho
-1,518
1.518
2.2622
Gambar 9. Daerah Penentuan Ho Variabel Pendapatan Bagi sebagian masyarakat yang memiliki tingkat pendapatannya rendah tidak mampu untuk membeli kebutuhan daging, dikarenakan daging merupakan produk mewah (ekslusif) yang memiliki harga jual yang tinggi dan harganya selalu mengalami kenaikkan (b6<0). Menurut
52
Lipsey (1997: 87) pendapatan juga akan mengakibatkan berkurangnya permintaan untuk komoditi yang dibeli terutama oleh rumah tangga yang tetap atau berkurang pendapatanya. Dapat dilihat pada Tabel 11 tingkat pendapatan selalu mengalami peningkatan, tetapi harga daging sapi juga selalu mengalami peningkatan sehingga meningkatnya pendapatan masyarakat belum tentu bisa menjangkau harga daging sapi, sehingga masyarakat cenderung menggunakan pendapatan untuk memenuhi diluar kebutuhan mengkonsumsi daging sapi.
5.3
Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Berdasarkan hasil perhitungan olah SPSS versi 15.0 pada tingkat
kepercayaan 95 persen diperoleh Fhit 10,021 lebih besar dari Ftabel 8,9407 (Fhit = 10,021 > Ftabel = 8,940) dan nilai signifikansi 0,043 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 (sig < 0,05) maka dapat disimpulkan tolak Ho, yang berarti bahwa keenam variabel yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata atau signifikan terhadap jumlah permintaan daging sapi.
5.4
Analisis Korelasi Pearson (Uji R) Analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan
antara faktor-faktor dengan permintaan daging sapi adalah korelasi berganda. Faktor–faktor yang diamati, meliputi konsumsi, produksi, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan.
53
Tabel 13. Tingkat keeratan hubungan faktor-faktor dengan permintaan daging sapi Faktor-Faktor
Permintaan daging sapi
Signifikansi
N
Konsumsi
0.182
0.308
10
Produksi
-0.007
0.493
10
Jumlah penduduk
0.508
0.067
10
Harga daging sapi
0.538
0.055
10
Harga daging ayam
0.665
0.018
10
Tingkat pendapatan
0.499
0.071
10
R (koefisien Korelasi) Ket.
0.976
: Predicted Interval 95%, α = 0.5
Hasil perhitungan korelasi berganda pada Tabel 13. Dengan tingkat kepercayaan 90%, terlihat bahwa ada empat faktor yang memilki hubungan keeratan cukup terhadap permintaan daging sapi diantaranya jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan, sedangkan konsumsi dan produksi memiliki tingkat keeratan hubungan yang rendah. Namun secara keseluruhan bahwa keenam faktor tersebut bila dianalisis secara serentak memilki tingkat keeratan hubungan yang tinggi dengan permintaan daging sapi yaitu sebesar 97,6%
54
5.4
Uji Koefisien Determinasi (R2) Berdasarkan hasil perhitungan uji koefsien determinasi, diperoleh nilai
koefisien determinasi sebesar 0.952. Nilai ini berarti bahwa perubahan yang terjadi pada permintaan daging sapi tahun 2000-2009 mampu dijelaskan oleh faktor-faktor, seperti konsumsi daging sapi, produksi daging sapi nasional, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan sebesar 95,2% dan sisanya 4,8% dijelaskan oleh faktor lain di luar penelitian ini. Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka dapat diambil kesimpulan adalah tolak H0 (R2 mendekati 1), artinya kemampuan faktor-faktor tersebut dalam menjelaskan perubahan yang terjadi pada permintaan daging sapi adalah tinggi. Tingkat konsumsi daging sapi yang terus meningkat membuat kebutuhan akan daging sapi ikut menjadi naik, akibatnya permintaan daging sapi juga meningkat. Pada tahun 2006 konsumsi daging sapi mencapai 498.700 ton, meningkat pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 478.690 ton. Permintaan daging sapi mengalami penurunan di tahun 2007 yang mencapai 453.533 ton, dan kembali meningkat tahun 2008 hingga mencapai 478.650 ton. Konsumsi daging sapi cenderung mengalami peningkatan dari tahun ketahun, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan per kapita serta perubahan pola konsumsi dan selera masyarakat. Permintaan terhadap daging sapi terus tumbuh dengan pesat seiring dengan semakin meningkatnya penghasilan masyarakat. Selain itu, meningkatnya wisatawan manca negara, penghuni hotel berbintang dan pengunjung setia restoran bergengsi, menciptakan permintaan daging sapi
55
berkualitas tinggi. Fenomena ini tercermin jelas dari semakin banyaknya meat shops dan took swalayan yang menjajakan daging sapi berkualitas tinggi. Tipikal harga daging sapi selalu naik dan tidak pernah turun kembali keposisi awal, kalaupun turun masih tetap pada harga diatas harga awal, tidak seperti komoditas pertanian lain. Perilaku ini disebabkan peternak tidak mampu merespon perubahan harga yang terjadi karena siklus produksi yang lama, teknologi budidaya rendah dan usaha sambilan. Perlu ada pengendalian agar kenaikan harga daging sapi tidak melonjak tajam sehingga mempercepat pengurasan populasi yang menyebabkan makin langkanya sumberdaya sapi lokal. Laju peningkatan penduduk yang tidak diimbangi oleh perubahan pada sisi produksi dan perubahan selera konsumen, akan menuntut perubahan pola konsumsi termasuk permintaan daging sapi yang merupakan komoditas peternakan strategis. Perbaikan taraf hidup masyarakat Indonesia akan mendorong peningkatan kebutuhan pangan, dan konsumsi menu makanan rumah tangga mengalami perubahan kearah peningkatan konsumsi protein hewani(termasuk produk peternakan). Komoditas daging, merupakan komoditas pangan yang berprotein tinggi memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya. Meningkatnya pendapatan masyarakat tiap tahunya juga memberikan efek positif, jika dilihat dari sisi harga daging sapi maka, masyarakat yang mempunyai penghasilan menengah keatas akan lebih mudah untuk memperoleh daging sapi namun sebaliknya bagi masyarakat yang mempunyai pendapatan menengah kebawah akan sulit untuk memperolehnya.
56
Kebutuhan
masyarakat
terhadap
pemenuhan
protein
tidak
harus
mengkonsumsi daging sapi, namun dapat diperoleh dari berbagai produk peternakan lainya diantaranya dengan mengkonsumsi daging ayam, meskipun secara kualitas daging sapi lebih unggul jika dibandingkan dengan daging ayam. Berdasarkan uraian diatas, pertumbuhan konsumsi daging sapi yang tinggi di Indonesia, menjadikan peluang tersendiri bagi produsen daging sapi di Indonesia serta bagi pemerintah menjadi tantangan tersendiri untuk dapat segera berswasembada daging sapi serta peluang untuk pengembangan sapi lokal dengan meng-integrasikan pembangunan pertanian, industri dan jasa secara simultan masih sangat besar terutama di Kawasan Timur Indonesia.
57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari 6 faktor yang mempengaruhi permintaan daging sapi diperoleh 2 faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap permintaan daging sapi, yaitu konsumsi daging sapi, dan produksi daging sapi. Hasil perhitungan analisis korelasi berganda dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,976. angka ini menjelaskan bahwa faktor konsumsi, produksi, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan secara serentak memiliki tingkat keeratan hubungan yang tinggi dengan permintaan daging sapi sebesar 97,6%.
2.
Berdasarkan hasil perhitungan olah SPSS versi 15.0 pada tingkat kepercayaan 95 persen diperoleh Fhit 10,021 lebih besar dari Ftabel 8,9407 (Fhit = 10,021 > Ftabel = 8,940) dan nilai signifikansi 0,043 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 (sig < 0,05) hal ini menjelaskan bahwa faktor konsumsi, produksi, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan dari keenam variabel yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama serentak memiliki pengaruh yang nyata atau signifikan terhadap jumlah permintaan daging sapi. Kemampuan faktor konsumsi, produksi, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan dalam menjelaskan perubahan yang terjadi pada permintaan daging sapi tahun 2000-2009 sebesar 95.2 % dan sisanya 4.8% dijelaskan oleh factor lainya diluar penelitian ini.
6.2
1.
Saran
Upaya peningkatan produksi daging sapi dalam negeri dapat dilakukan dengan mengantisipasi beberapa kendala, diantaranya pengenalan usaha bakalan atau caft-cow operation kepada pemilik modal, peningkatan pejantan unggul pada usaha peternakan, dan menjaga ketersediaan pakan yang kontinu dan peningkatan mutu kualitas.
2.
Perbaikan harga daging sapi dalam negeri dan peningkatan pendapatan masyarakat secara signifikan diduga akan mampu meningkatkan produksi dan permintaan daging sapi dalam negeri.
3.
Diharapkan untuk penelitian selanjutnya mengenai permintaan daging sapi nasional, tidak hanya meneliti sebatas faktor konsumsi, produksi, jumlah penduduk, harga daging sapi, harga daging ayam, dan tingkat pendapatan karena daging sapi sebagai komoditi politik selain dipengaruhi oleh faktor internal, juga pengaruhi oleh faktor eksternal.
59
DAFTAR PUSTAKA
Apfindo. Proyeksi Kebutuhan Daging Ditinjau dari Jumlah Penduduk. (Jakarta : Apfindo, 2000) Arikunto. Metode Statistik (Bandung: Alfabeta, 2003) BPS. Statistik Peternakan 2000-2005. www.bps.co.id. Pukul 09:30:20 WIB. Rabu, 07 Juli 2010 Braudrilland, Jean. Masyarakat Konsumtif ( Yogyakarta: Kreai Wacana, 2004) Buckle. B.A. Ilmu Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 2000 Chaney, Robert. Perilaku Konsumen (Bandung: Pustaka Karya, 2003) Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian. Konsumsi Pangan di Indonesia Tahun 2005-2006. (Jakarta: Departemen Pertanian, 2005) . Konsumsi Pangan di Indonesia Tahun 2005-2006. (Jakarta: Departemen Pertanian, 2007) Djarwanto dan Pangestu Subagyo. Statistik Induktif. (Yogyakarta : BPFE, 1985) Ghozali I. Aplikasi Analisis Multifariant dengan Proses SPSS. (Semarang : Badan Penerbit UNDIP, 2007) Gilarso, T. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro (Yogyakarta: Kanisius, 2004) Hidayat, S. Analisis Permintaan Konsumen Keluarga Terhadap Telur Ayam Ras di Kecamatan Koja Jakarta Utara [Skripsi] Bogor: Institut Pertanian Bogor; Fakultas Pertanian, 2003 Karyadi dan Muhillal. Strategi Pemasaran Daging Sapi (Bandung: Alfabeta, 2000) Kariyasa, M. Populasi Sapi Potong di Indonesia (Bandung: Alfabeta, 2005) Kotler, Philip. Dasar-Dasar Pemasaran. (Jakarta: Indeks, 2007)
60
Lipsey G, Richard, et al. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Ke-8 Jilid I (Jakarta: Erlangga, 1997). Miller, Tim. Explaining Keynes Theory of Compsumtion, and Assessing its Strengths and Weaknesses. (Jakarta : Penebar Swadaya, 2006). Penterjemah Alexander Sindoro Riduwan. Dasar-dasar Statistik. Catatan ketiga (Bandung: Alfabeta, 2003) Rasyaf, Muhammad. Swadaya,2000)
Memasarkan
Hasil
Peternakan.
(Jakarta:
Penebar
Simamora, Bilson. Riset Pemasaran. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004) Soedjana. Komoditas Daging dan Unggas di Indonesia. (Jakarta: UI Press, 2001) Soekartawi. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. (Jakarta: Rajawali Pers, 2003) Subagyo. Teknologi Sapi Potong. (Jakarta : Penebar Swadaya, 2009) Sudjana. Metode Statistik (Bandung: Tarsito, 2001) Sugiarto. Teoari Produksi (Jakarta: Indeks, 2005) Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2005) Suhardjo. Kebutuhan Pangan. (Jakarta: Erlangga, 2000) Sukirno, Sadono Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Edisi Ke-3 (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada , 2002) Sukirno, Sadono Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Edisi Ke-5 (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2004) Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. (Jakarta: FE. UI. 2003) Sulaiman, Wahid. Analisis Regresi menggunakan SPSS (Yogyakarta: Andi, 2004) Suparmoko, Joko. Wirausaha dalam Globalisasi (Yogyakarta: Liberty, 2000) Sutrino dan Putranto. Pengantar Ekonomi (Yogyakarta: Kreai Wacana, 2005)
61
Swastha, Basu. Manajemen Pemasaran Modern. Edisi ketiga (Yogyakarta: Liberty, 2006) Thalib. Budidaya Sapi Potong (Yogyakarta: Kanisuis, 2001) Umar H. Riset Pemasaran dan Prilaku Konsumen. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005) Umiyasih. Usaha Sapi Potong di Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 2004) Yusdja. Pola Usaha Sapi Skala Kecil (Jakarta: Penebar Swadaya, 2003)
62