FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BISINOSIS PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. ARGO PANTES TBK. TANGERANG TAHUN 2016
SKRIPSI
OLEH: RR. PUTRI ANNISYA AFFRIANY PRASETYO NIM : 1112101000113
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
Desember 2016
Rr. Putri Annisya A.P.
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Desember 2016 Rr. Putri Annisya Affriany Prasetyo, NIM: 1112101000113 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016. xxv+165 halaman, 20 tabel, 7 gambar, 7 lampiran ABSTRAK Bisinosis adalah penyakit paru akibat kerja yang diakibatkan oleh pajanan debu kapas di tempat kerja. Bisinosis masih menjadi masalah kesehatan di negaranegara berkembang dan berkaitan erat dengan industri yang menghasilkan debu kapas pada proses produksinya yaitu industri tekstil. Bahkan, pajanan debu kapas pada industri tekstil dapat memberikan dampak yang luar biasa pada pekerja apabila industri tekstil telah beroperasi selama puluhan tahun. PT. Argo Pantes Tbk adalah salah satu perusahaan tekstil di Tangerang yang telah beroperasi selama kurang lebih 44 tahun dan dalam proses produksinya menggunakan bahan baku utama berupa katun alami dan katun campuran antara kapas dan polyester. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian bisinosis dan faktor-faktor yang berhubungan kejadian bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2016 hingga bulan September 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 130 orang responden. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer yang didapat dengan menggunakan kuesioner ATS-DLD-78 A yang sudah dilengkapi. Sementara teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square dan uji kruskal wallis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ ada sebanyak 5 orang (3,8%), tingkat 1 sebanyak 2 orang (1,5%), dan tingkat 2 sebanyak 1 orang (0,8%). Selanjutnya diketahui ada perbedaan signifkan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan bisinosis (p value=0,021). Selain itu, diketahui pula bahwa sebanyak 48 (36,9%) orang pekerja bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB. Oleh karena itu, PT. Argo Pantes Tbk Tangerang diantaranya perlu meningkatkan jumlah dan performa alat pengendali debu dan ventilasi penghisap udara, menggunakan pompa hampa udara dalam melakukan pembersihan mesin, memberikan APD berupa masker jenis N95 kepada pekerja di bagian produksi, dan kembali melakukan pemeriksaan kesehatan berkala kepada pekerja. Daftar bacaan Kata kunci
: 90 (1983-2016) : Bisinosis, Debu Kapas, Penyakit Paru Akibat Kerja
iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY MAJOR Minithesis, December 2016 Rr. Putri Annisya Affriany Prasetyo, NIM: 1112101000113 Factors Associated with Byssinosis Case Among Production Department Workers in Argo Pantes Tangerang Inc, 2016 xxv+165 pages, 20 tables, 7 pictures, 7 attachments ABSTRACT Byssinosis is an occupational lung disease caused by cotton dust exposure in the workplace. Byssinosis is one of the health problems in developing countries and firmly related with industry that producing cotton dust during its production process, namely textile industry. Moreover, if the textile industry has been operated for decades, the exposure of cotton dust can provide tremendous impact among the workers. Argo Pantes Tangerang Inc is one of the textile industry in Tangerang that has been operated for approximately 44 years and using the natural cotton and polyester-natural cotton-blended cotton as the raw material of its production process. This study is a cross sectional study that aims to reveal the byssinosis case and factors associated with byssinosis case among the production department workers of Argo Pantes Tangerang Inc year 2016. This study was conducted from May 2016 to September 2016 with130 respondents as the sample. Primary data source that collected by using the equipped ATS-DLD-78 A questionnaire is one of the data sources that used in this study. While, data analysis techniques that used in this study are chi-square test and kruskal wallis test. The result of this study shows that there are 5 workers (3,8%) who have possibility of suffering grade ½ of byssinosis symptom, 2 wokers (1,5%) have possibility of suffering grade 1 of byssinosis symptom, and 1 worker (0,8%) have possibility of suffering grade 2 of byssinosis symptom. Furthermore, its also shows that there is association between cotton dust level/concentration and byssinosis symptom (pvalue=0,021). Besides that, there are 48 workers (36,9%) who work at work area with TWA exceed of cotton dust level/concentration. Therefore, Argo Pantes Tangerang Inc need to improves the number and performance of dust control equipment and air ventilation, using vacuum pump for cleaning the machines, provides N95 respirators for the production departmenst workers as the PPE, and re-perform the periodic medical examinations of workers. Reading List : 90 (1983-2016) Keywords : Byssinosis, Cotton Dust, Occupational Lung Disease
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BISINOSIS PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. ARGO PANTES TBK. TANGERANG TAHUN 2016
Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta,
Desember 2016 Oleh:
Rr. Putri Annisya Affriany Prasetyo NIM. 1112101000113
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Iting Shofwati S.T., M.KKK NIP. 19760808 200604 2 001
Izzatu Millah, S.K.M, M.KKK
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIADAYATULLAH JAKARTA 1438/2016 H v
LEMBAR PENGESAHAN
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
RR. PUTRI ANNISYA AFFRIANY PRASETYO NIM. 1112101000113
Jakarta,
Desember 2016
Penguji I,
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS NIP. 19530730 198011 1 001
Penguji II,
dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D
vi
CURRICULUM VITAE (CV)
PERSONAL DATA
Nama
: R. Putri Annisya Affriany Prasetyo
Tempat, Tanggal, Lahir
: Jakarta,23 April 1994
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Telepon
: Taman Palem Kuning No. 3, RT/RW 04/19, Palem Kuning, Karawaci, Tangerang : 085718229998
Email
:
[email protected]
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SEKOLAH/UNIVERSITAS
TAHUN
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Peminatan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3), Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK).
2012-Sekarang
Ciputat, Tangerang Selatan SMAN Cahaya Madani Banten Boarding School (SMAN CMBS) Jurusan IPA Kuranten, Pandeglang PENGALAMAN ORGANISASI ORGANISASI/JABATAN
Relawan Blood For Life Indonesia (Blood4lifeId/BFL Indonesia) -
Divisi Edukasi (DDI Rangers)
-
Blood For Life Indonesia Chapter Tangerang
Sekretaris Umum (General Secretary) FSK3 2015 (Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta vii
2009-2012
TAHUN 2016-Sekarang
2015
Member of Sahabat Beasiswa Chapter Jakarta
Pengurus FSK3 2014 (Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan
2014-Sekarang 2014
Kerja) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Science
Anggota TCYC (Tobacco Control Youth Community) dibawah
2014-Sekarang
naungan TCSC IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia)
Pengurus BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
2013-2014
Jakarta 2013-2014
-
Departemen Pendidikan Penelitian dan Keilmuan (P2K)
-
Penanggung Jawab Sementara Bendahara
2014
-
Bendahara Departemen Pendidikan Penelitian dan Keilmuan
2014
(P2K) -
Sekretaris Departemen Pendidikan Penelitian dan Keilmuan
2013
(P2K)
Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
2012-Sekarang
Komisariat Fakultas Kesehatan (Komfakes)
Koordinator II Divisi Kesehatan dan Olahraga
2010-2011
(ATMOSPHERE) OSIS SMAN CMBBS
Anggota Ekstrakurikuler Paduan Suara SMAN CMBBS
2009-2011
Anggota Ekstrakurikuler Tradisional Art (Tari Saman) SMAN
2009-2011
CMBBS
Anggota Ekstrakurikuler Kimia (Chemistry Club) SMAN
2010-2011
CMBBS
PENCAPAIAN (PELATIHAN/WORKSHOP/SEMINAR/EXCHANGE/UJI KOMPETENSI) PENCAPAIAN
Peserta Interactive Training Contractor Safety Management
TAHUN 2016
System (CSMS) oleh PT. Safety Training Solusindo
Peserta Seminar OHS Sharing Knowledge 2016 “Pelatihan viii
2016
Penggunaan Alat Pengukuran Higiene Industri” bersama Petrolab
Peserta Seminar Pengembangan Profesi Keselamatan dan
2016
Kesehatan Kerja Tahun 2016 “Langkah Tepat dan Cermat, Pejalan Kaki Selamat”
Peserta Seminar Profesi Promosi Kesehatan “Waspada Zika:
2016
Temukan Strategi Pencegahannya”
Peserta Seminar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional
2016
“Strategi Peningkatan Performa K3 Organisasi di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN ditinjau dari Aspek Manusia”
Trainee dalam On the Job Training Program PT. TJB Power Services PLTU Tanjung Jati B Unit 1 & 2 Peserta Kajian Ilmu K3 Bersama/Pelatihan Mengenai
2016 2016
“Pengenalan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2015 dan Contoh Implementasinya”
Peraih Nilai Terbaik Nasional Ke I Pada Uji Kompetensi Sarjana
2015
Kesehatan Masyarakat Indonesia Periode Desember 2015 yang Diselenggarakan oleh Komite Nasional UKSKMI
Peserta Workshop “Risk Assessment in the Workplace” oleh Fairuz Artha Sejahtera Safety and Health Occupational Company Peserta Workshop “Management of Fire Safety” oleh Fairuz Artha Sejahtera Safety and Health Occupational Company Peserta Pelatihan Riset dan Lomba Karya Ilmiah yang diselenggarakan oleh Bagian Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Peserta Capacity Building Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan tema “How to Deal With Hard People” Exchange Participant of REAP Project on Global Community Development Program in Manila, Philippine. This program is established and organized by AIESEC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta and AIESEC Ateneo de Manila University Peserta Tobacco Control Youth Camp: Pelatihan Advokasi Bagi Mahasiswa dengan tema “Membangun Kerangka Kerja dan Peran Strategis Mahasiswa dalam Upaya Advokasi Pengendalian Tembakau yang diselenggarakan oleh TCSC IAKMI Peserta IMA Youth Forum Part of Indonesia MDG Awards 2013 yang diselenggarakan oleh The Office of The President’s Special Envoy on Milennium Develompent Goals Republic of Indonesia ix
2015 2015 2015
2015
2014
2014
2014
Peserta Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat “Upaya Menghadapi Tantangan Kesehatan Masyarakat Indonesia Post MDGs: Healthy People – Healthy EnvironmentI” Peserta Research Training (Pengumpulan Data, Manajemen Data, dan Analisis Data Univariat dan Bivariat) BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Peserta Workshop “Ergonomics in The Workplace” oleh Fairuz Artha Sejahtera Safety and Health Occupational Company Peserta Workshop “Safety in The Process Industries” oleh Fairuz Artha Sejahtera Safety and Health Occupational Company Enumerator Penelitian Program Studi Kesehatan Masyarakat di 3 desa binaan FKIK (Buaran, Pamulang/Reni Jaya, Rempoa) bekerjasama dengan Departemen P2K BEM Kesehatan Masyarakat Peserta Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP No. 50 Tahun 2012 yang diselenggarakan oleh PT. Sinergi Solusi Indonesia dan FSK3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Peserta Talkshow Nasional Peringatan Hari AIDS se-Dunia 2012 “Say Hi to AIDS” Peserta Seminar “Kajian Ilmu K3 Bersama: Basic Safety Awareness & Contractor Safety Management System” oleh FSK3 UIN Jakarta Peserta Seminar Publik “Bongkar Skandal Century Menuju Indonesia Tanpa Korupsi” yang diselenggarakan oleh LPUIKastrat Kammi UIN dan BEM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Peserta Kegiatan Sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika yang diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia berkerja sama dengan BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Peserta Pelatihan Pemantauan Tumbuh Kembang Balita Melalui Penggunaan Media Lembar Putar Pada Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Dalam Rangka Peningkatan Gizi Balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Timur, Tangerang Selatan Peserta Pelatihan Konseling Gizi Melalui Penggunaan Media Lembar Balik Pada Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Dalam Rangka Peningkatan Gizi Balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan Peserta Lomba Saman dalam event Sonic Linguistic MAN Insan Cendekia Boarding School x
2014
2014
2014 2014 2013-2014
2014
2012 2012
2012
2012
2012
2012
2010
Peserta Lomba Writing Competition Bulan Bahasa SMAN CMBBS Peserta Lomba Vocal Group UNSERA
2010 2010
PENGALAMAN KEPANITIAAN
Ketua Tim Peneliti Seminar Pengembangan Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015
Master of Ceremoy (MC)/Pembawa acara dalam Seminar Beasiswa dan Launching Sahabat Beasiswa Chapter Jakarta Tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Sahabat Beasiswa Chapter Jakarta dan HMPS Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015
Master of Ceremony (MC)/Pembawa acara dalam acara Kongres FSK3 (Forum Studi Keselamatan Kesehatan Kerja) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015
Anggota divisi acara dalam kepanitian Entrepreneurship Festival BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi Kesehatan dalam Kepanitian Penguatan Keorganisasian dan Silaturahim Mahasiswa (PKSM) BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi konsumsi kepanitiaan Safety Building Training BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi Perlengkapan kepanitiaan seminar dan kajian RUU Nakes BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Koordinator divisi Konsumsi kepanitiaan Pelatihan Skrinning BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Koordinator divisi acara kepanitiaan Running BEM “Team Building dan RaKer” BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi Konsumsi kepanitiaan Penyuluhan PHBS BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anggota divisi PHD kepanitiaan BONGKAR BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Panitia kegiatan “Pelatihan dan Aplikasi Screening” BEM Kesehatan Masyarakat UIN
xi
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014
Panitia dalam acara “Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2013, Go Ahead Attack Cigarrete; Peran Mahasiswa Kesehatan dalam Dukungannya terhadap Aksesi FCTC untuk Indonesia Sehat”
Anggota divisi Acara kepanitiaan Penutupan PSO dan bulan OPAK BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013
Sekretaris Kepanitiaan Research Training “Pengumpulan, Manajemen, dan Analisis Data” BEM Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bendahara kepanitiaan Gerakan Kesehatan Masayarakat Mengabdi “Ayo Mengenal Buah dan Sayur” BEM Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Bendahara kepanitiaan LKTM BEM Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
Bendahara kepanitiaan OPAK Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
xii
KATA PENGANTAR
ﺑﺳﻢﷲﺍﻠﺮﺤﻤﻦﺍﻠﺮﺤﻳﻢ Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji dan syukur ke hadirat AllAH SWT, Tuhan semesta alam, yang berkat rahmat, karunia, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang Tahun 2016”. Penulis menyadari bahwa penulis telah mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka dari itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga, terutama kedua orang tua, mama (Ibu Tuty Herawati) dan Papa (R. Bambang Agus Prasetyanto,S.Kom), kedua adik penulis (R. Dwi Pandu Prasetyo Putro dan Rr. Tri Utami Syarah Prasetyo Putri), alm. Mbah kakung, mbah Putri, macil, nenek, alm. Aki Poedjo, dan seluruh keluarga besar penulis, atas doa, kasih sayang, cinta, pengorbanan, dukungan, semangat, dan motivasi yang senantiasa dicurahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menggapai jenjang pendidikan perguran tinggi dan menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan
Ilmu
Kesehatan
Universitas
Islam
Negeri
Syarif
Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
xiii
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, ST, M.KKK selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu Izatu Millah, SKM, M.KKK selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan waktu dan tenaganya untuk membimbing, memberi ilmu, memberi arahan, serta memberi dukungan dan semangat kepada penulis. 5. Ibu Hoirun Nisa, Ph.D, dr. Yuli Prapanca, MARS, dan dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K) selaku penguji dalam seminar hasil/sidang skripsi yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk menguji serta memberi masukan, saran, perbaikan, dan ilmu kepada penulis. 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu-ilmu dan pengajaran yang telah diberikan. 7. Bapak Efendi selaku staff HRD PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang dan dr. Tri selaku dokter perusahaan PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang yang telah memberi izin, bimbingan, arahan, dan dukungan kepada penulis dalam melakukan penelitian di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang. 8. Kak Nur Najmi Laila, SKM, M.Kes selaku laboran K3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi izin menggunakan alat laboratorium K3 serta turut mendampingi, membantu, dan memberi arahan kepada penulis dalam proses pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang. 9. Bapak Yunus, Bapak Margono, Bapak Arifin, Bapak Dodit, Bapak Timan, Bapak Darmaji, Bapak Totok, Bapak Suroso, Bapak Abu Sofyan, Bapak Lili, Bapak Suistoyo, Mbak Bibah, dan Mas Franky selaku kepala unit, shift leader, dan staff administrasi unit yang sangat kooperatif, serta telah
xiv
memberi izin, bantuan, dan dukungan kepada pennulis dalam melakukan pengumpulan data. 10. Sahabat tercinta Amaliah Nurrizqi dan adik kelas tercinta Mia Amalia atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini serta bantuan yang diberikan kepada penulis dalam proses pengumpulan data. 11. Sahabat-sahabat tecinta penulis Alm. Kak Hasanah Putri (Kak Nacil), Halida Muthia, Anis Rohmana Malik, Intan Permata Sari, dan Cholifatun Nisa atas bantuan moral, dukungan, serta semangat yang diberikan kepada penulis selama ini. 12. Teman-teman Cngers (Kelas C), K3, dan Kesehatan Masyarakat 2012 yang saling menguatkan dan menyemangati satu sama lain. Semoga AllAH SWT senantiasa membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan limpahan rahmat, rezeki, kasih sayang, kesehatan, dan perlindungan. Aamiiin Ya Robbal Alamiiin. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan yang ada dalam skirpsi ini. Maka dari itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dan diharapkan oleh penulis agar dapat dijadikan pembelajaran dan masukan oleh penulis di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membaca. Semoga AllAH SWT senantiasa membimbing, meridhoi, dan menuntun langkah kita semua. Amiin Ya Robbal Alamiin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta,
Desember 2016
Rr. Putri Annisya A.P. xv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii ABSTRAK ............................................................................................................. iii ABSTRACT ............................................................................................................. iv PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... v LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... vi CURRICULUM VITAE (CV) .............................................................................. vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... xiii DAFTAR ISI ........................................................................................................ xvi DAFTAR TABEL ................................................................................................. xx DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxiii DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xxiv BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6 C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 8 D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 9 1. Tujuan Umum .......................................................................................... 9 2. Tujuan Khusus.......................................................................................... 9 E. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 11 1. Bagi Peneliti Lain ................................................................................... 11 2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................... 11 3. Bagi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang .................................................. 11 4. Bagi Pekerja ........................................................................................... 12
xvi
F. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 14 A. Bisinosis ..................................................................................................... 14 1. Definisi Bisinosis ................................................................................... 14 2. Etiologi Bisinosis ................................................................................... 14 3. Patogenesis Bisinosis ............................................................................. 16 4. Gejala dan Karakteristika Penyakit Bisinosis ........................................ 18 5. Diagnosis Penyakit Bisinosis ................................................................. 21 6. Klasifikasi Bisinosis Menurut Tingkat (Grade) ..................................... 24 B. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis .................................. 26 1. Konsentrasi/Kadar Debu Kapas ............................................................. 26 2. Penggunaan APD (Penggunaan Masker) ............................................... 31 3. Masa kerja .............................................................................................. 33 4. Kebiasaan Merokok ................................................................................ 35 5. Status Gizi .............................................................................................. 40 6. Umur Pekerja.......................................................................................... 42 7. Jenis Kelamin ......................................................................................... 45 8. Tingkat Pendidikan ................................................................................ 48 C. Pencegahan dan Tatalaksana Bisinosis ...................................................... 49 1. Pencegahan ............................................................................................. 49 2. Tatalaksana ............................................................................................. 51 D. Industri Tekstil ........................................................................................... 52 E. Kerangka Teori ........................................................................................... 54 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................ 55 A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 55 B. Definisi Operasional .................................................................................. 56 C. Hipotesis .................................................................................................... 59 xvii
BAB IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 60 A. Desain Penelitian ....................................................................................... 60 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 60 C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 60 D. Pengumpulan Data ..................................................................................... 64 E. Instrumen Penelitian ................................................................................... 67 F. Pengolahan Data ......................................................................................... 75 G. Analisa Data ............................................................................................... 85 BAB V HASIL ..................................................................................................... 89 A. Proses Produksi di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang ................................. 89 a) Bahan Baku dan Bahan Penolong .......................................................... 89 b) Proses Produksi dan Hasil Produksi ....................................................... 89 B. Analisis Univariat ...................................................................................... 97 a) Gambaran Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang ................................................................................................... 97 b) Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada Pekerja PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang ................................................ 100 C. Analisis Bivariat ....................................................................................... 107 a) Hubungan Antara Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, Kebiasaan Merokok, Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. 108 b) Hubungan Antara Masa Kerja dan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. .............................................. 112 BAB VI PEMBAHASAN.................................................................................. 113 A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 113 B. Gambaran Kejadian Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang ..................................................................................... 114
xviii
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang ..................................................... 119 1. Hubungan Antara Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dan Bisinosis ...... 119 2. Penggunaan APD Pekerja .................................................................... 138 3. Hubungan Antara Masa Kerja dan Bisinosis ....................................... 140 4. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dan Bisinosis .......................... 141 5. Hubungan Antara Status Gizi dan Bisinosis ........................................ 143 6. Hubungan Antara Umur Pekerja dan Bisinosis .................................... 145 7. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Bisinosis ................................... 146 8. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Bisinosis .......................... 148 BAB VII PENUTUP .......................................................................................... 150 A. Simpulan .................................................................................................. 150 B. Saran ........................................................................................................ 151 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 154 LAMPIRAN ........................................................................................................ 165
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Bisinosis Menurut Tingkat (Grade) .................................... 25 Tabel 2.2 Tingkat Bisinosis, Perubahan Akut, dan Nilai FEV 1,0 Terhadap Prediksi ................................................................................................................. 25 Tabel 2.3 Occupational Exposure Limits untuk Debu Kapas ............................... 31 Tabel 2.4 Permissible Exposure Limits for Cotton Dust for Different Work Areas ............................................................................................................................... 31 Tabel 2.5 Klasifikasi BMI Internasional untuk Orang Dewasa ............................ 41 Tabel 2.6 Pembuatan Produk Tekstil .................................................................... 52 Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 56 Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel Pada Setiap Variabel/Faktor Risiko Penelitian............................................................................................................... 61 Tabel 4.2 Rangkaian Kegiatan Pengumpulan Data .............................................. 65 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Bisinosis Menuut Tingkat Bisinosis di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ...................................................................... 98 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Menurut Gejala Penyerta Bisinosis di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ...................................................................... 99 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, penggunaan APD, kebiasaan Merokok, Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang Tahun 2016 ................................................... 100 Tabel 5.4 Distribusi Konsentrasi/Kadar Debu Kapas Per Unit dan Per Area Kerja Unit Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ............................. 101 Tabel 5.5 Distribusi Jenis Masker yang Digunakan Pekerja Bagian Produksi di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 .................................................... 103
xx
Tabel 5.6 Distribusi Lama Merokok dan Rata-Rata Batang Rokok per Hari Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ................................... 105 Tabel 5.7 Distribusi Status Merokok Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ......................................................................................................... 106 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ....................................................................................... 107 Tabel 5.9 Hubungan Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, Kebiasaan Merokok, Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ............ 108 Tabel 5.10 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 ..................................... 112 Tabel 6.1 Existing Control dan Additional Control Pada Area Kerja ................ 121
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori.................................................................................. 54 Gambar 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 55 Gambar 4.1 Tampilan Layar EPAM-5000 Saat Proses Run Sampling ................ 74 Gambar 5.1 Alur Kegiatan Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang ................ 97 Gambar 5.2 Konsentrasi/Kadar Debu Kapas di Area Kerja Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang......................................................................................... 102 Gambar 5.3 Kebiasaan Penggunaan Masker Pekerja.......................................... 103 Gambar 5.4 Sumber Kepemilikan Masker .......................................................... 104
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian 2. Layout titik pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas dengan menggunakan EPAM-5000 pada masing-masing area kerja 3. Dokumentasi Gambar (Foto) 4. Hasil Output SPSS 5. Hasil Ouput EPAM 5000 6. Surat Balasan dari PT. Argo Pantes Tbk Tangerang 7. Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang oleh Unilab
xxiii
DAFTAR ISTILAH
ACGIH
: American Conference of Governmental Industrial Hygienists
APD
: Alat Pelindung Diri
CEN
: European Committee for standardization/ Comité Européen de Normalisation
FEV
: Forced Expiratory Flow (Volume Ekspirasi Paksa)
ILO
: International Labor Organization
ISO
: International Organization for Standardization
ITPT
: Industri Tekstil dan Produk Tekstil
KBBI
: Kamus Besar Bahasa Indoenesia
NAB
: Nilai Ambang Batas
NIOSH
: National Institute of Occupational Safety and Health
PAK
: Penyakit Akibat Kerja
Permanakertrans RI
: Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
SNI
: Standar Nasional Indonesia
UK
: United Kingdom
US
: United State
WHO
: World Health Organization
Kemenkes
: Kementerian Kesehatan
Kemendagri
: Kementerian Dalam Negeri
xxiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya tentu memiliki risiko dan bahaya yang dapat menyebabkan berbagai masalah potensial di tempat kerja terjadi. Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan salah satu masalah kesehatan potensial pada pekerja di tempat kerja, dimana ILO memperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 160 juta penyakit-penyakit baru akibat kerja (Kementerian Kesehatan RI, 2015d, ILO, 2008). Di Indonesia, jumlah kasus penyakit akibat kerja pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 40.694 kasus dari tahun 2013 yang mencapai 97.144 kasus. Namun, tingkat partisipasi angkatan kerja di Indonesia mengalami peningkatan. Hal tersebut diperoleh dari data tingkat partisipasi angkatan kerja yang menunjukkan bahwa partisipasi angkatan kerja pada tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 69,2% dari tahun 2012 yang hanya mencapai 66,9% (Kementerian Kesehatan RI, 2015d). Saat ini, menderita luka dan terkena penyakit akibat kerja dianggap merupakan hal yang umum terjadi dalam dunia kerja (ILO, 2008). Padahal, ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaankecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja setiap tahun mencapai lebih dari US$ 1.25 triliun yang itu artinya sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP) dunia atau lebih dari 20 kali dana bantuan pembangunan resmi (Markkanen, 2004). Maka dari itu, berbagai upaya untuk mencegah, menemukan/mendeteksi, dan mengendalikan PAK harus senantiasa dilakukan oleh berbagai industri/perusahaan.
1
Ada berbagai macam atau jenis PAK salah satunya adalah penyakit saluran pernapasan/penyakit paru akibat kerja (seperti pneumokoniosis, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), dan asma akibat kerja) (Lastriawati dan K., 2015). NIOSH memperkirakan angka kematian yang terkait dengan penyakit paru akibat kerja (occupational lung disease) mencapai sekitar 705 dari total kematian akibat kerja (Dwi, 2013). Penyakit paru akibat kerja juga telah tercatat keberadaannya sejak sangat lama karena telah tercatat di dalam catatan sejarah kuno (Alemu dkk., 2010). Sehingga dapat dikatakan, penyakit paru akibat kerja memberikan dampak yang besar terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup (produktivitas) pekerja. Berkaitan dengan penjelasan pada paragraf sebelumnya, ILO menyatakan bahwa salah satu penyakit paru akibat kerja yang paling banyak diderita oleh pekerja adalah Pneumokoniosis (Kementerian Kesehatan RI, 2015a). Berdasarkan Surveillance of Work-Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD) yang dilakukan di Inggris secara rutin, diketahui bahwa Pneumokoniosis hampir selalu menduduki peringkat 3-4 setiap tahunnya (Susanto, 2012). Sementara berdasarkan data dari ILO tahun 2013, sebanyak 30% sampai 50% pekerja di negara berkembang menderita pneumokoniosis (Kementerian Kesehatan RI, 2015a). Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan salah satunya adalah kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik seperti debu kapas yang kemudian lebih dikenal dengan istilah bisinosis (Susanto, 2012). Saat ini, bisinosis masih merupakan masalah kesehatan kerja yang perlu mendapat perhatian sebab prevalensi bisinosis masih tinggi di negara-negara berkembang, meskipun di negara-negara maju prevalensinya telah mengalami
2
penurunan yang signifikan (Hinson dkk., 2014, Chauhan dkk., 2015). Pernyataan tersebut didukung oleh data yang menunjukkan bahwa prevalensi/rate bisinosis di berbagai negara bervarasi. Di UK, rate bisinosis hanya mencapai 3%, sementara di Turki berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan prevalensi bisinosis di negara tersebut mencapai 14,2%, sedangkan di Indonesia, Sudan, dan India rate bisinosisnya mencapai 30-50% (Hinson dkk., 2014, Farooque dkk., 2008). Meski belum ada data prevalensi bisinosis nasional secara resmi dan detail di Indonesia, namun data prevalensi bisinosis dapat dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada bebagai industri. Seperti halnya penelitian Baratawidjaja pada tahun 1989 di Pabritex Senayan yang menunjukkan prevalensi bisinosis disana adalah sebesar 21,60% (54 dari 250 karyawan) (Baratawidjaja, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Karnagi pada tahun 1996 di PT. Sandratex Jakarta menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis pada pabrik tersebut mencapai 27,3% (Karnagi, 1996). Wahab pada tahun 2001 dalam penelitiannya di sebuah pabrik tekstil di Semarang menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis disana adalah sebesar 26,2% (Wahab, 2001). Kemudian, penelitian Hendarta tahun 2005 di sebuah pabrik tekstil di Bogor menghasilkan prevalensi bisinosis di tempat tersebut mencapai 11,1 % (9 dari 81 pekerja) (Hendarta, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Hartati pada tahun 2013 di pengolahan kapas UD. Tuyaman Kabupaten Kendal menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis disana adalah sebesar 55% (Dwi, 2013). Sementara Syahputra dkk dan Mulyati dkk pada tahun 2015 dalam masing-masing penelitiannya pada Sebuah pabrik X Pembuat Tilam di Kota Medan dan pada sebuah industri tekstil PT. Grandtex Bandung menyatakan
3
bahwa prevalensi bisinosis di masing-masing tempat tersebut mencapai kemungkinan 77% (36 orang) dan 18,75 % (15 orang dengan gejala bisinosis positif dan fungsi paru tidak normal) (Syahputra dkk., 2015, Mulyati dkk., 2015). Sebagaimana yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya, dapat diketahui bahwa kejadian bisinosis sangat berkaitan erat dengan industri yang banyak menghasilkan debu kapas pada proses produksinya. Seperti halnya Alemu dkk (2010) yang menyatakan bahwa industri yang berhubungan dengan proses pengolahan kapas khususnya pabrik kain dan benang adalah yang paling berhubungan dengan paparan debu kapas pada pekerja (Alemu dkk., 2010). Selain itu, Cauhan dkk (2015) juga menyatakan bahwa kejadian bisinosis telah dilaporkan oleh negara-negara yang memiliki industri tekstil. Kemudian, Suma’mur P.K (2014) menyatakan bahwa bisinosis tidak menjadi masalah penting selama perusahaan-perusahaan tekstil baru beroperasi selama beberapa tahun, namun akan berdampak sangat luar biasa pada pekerja apabila perusahaan tekstil sudah beroperasi selama puluhan tahun. PT. Argo Pantes, Tbk Tangerang adalah salah satu perusahaan manufaktur di Indonesia yang bergerak di bidang industri tekstil. PT. Argo Pantes Tbk merupakan salah satu produsen tekstil berkualitas terkemuka di Indonesia. PT. Argo Pantes telah beroperasi selama kurang lebih 44 tahun sejak diresmikan pada tanggal 22 Juli 1972. Pada mulanya PT. Argo Pantes yang bernama PT. Daya Manunggal Tangerang berfokus pada proses pertenunan (weaving). Namun dikarenakan kala itu prospek pabrik pemintalan sedang berjalan dengan baik, maka pada tanggal 12 Juli 1977 perusahaan mendirikan parbik spinning sebanyak 2 unit dan berganti nama menjadi PT. Argo Pantes.
4
Selanjutnya pada tahun 1980 PT. Argo Pantes kembali membangun pabrik weaving (pertenunan) dan dyeing finishing (pencelupan kain) (Alpiah, 2015). PT. Argo Pantes telah memenuhi standar Internasional (tersertifikasi) ISO 9002 dan ISO 14001 dari SGS Indonesia. Selain itu, PT. Argo Pantes juga telah memperoleh sertifikat “Best Delivery Performance” dan “Best Vendor Reward”. Adapun proses produksi tekstil yang ada di PT. Argo Pantes terdiri dari Spinning, Yarn Dyeing, Weaving, dan Dyeing Finishing dengan bahan baku utama yang digunakan adalah bahan baku katun dan katun campuran kapas dan polyester (Alpiah, 2015). Berdasarkan data angka kunjungan berobat tahunan tahun 2015 dan data hasil pengukuran lingkungan kerja oleh PT. Unilab Perdana pada lingkungan kerja PT. Argo Pantes, diperoleh informasi bahwa golongan penyakit yang paling banyak diderita karyawan PT. Argo Pantes adalah penyakit pernapasan dengan total kunjungan berobat sebanyak 1.121 (30%) dan kadar debu total yang terdapat di lingkungan kerja unit 8 winding spinning 3 (SP-3), unit 7 ring spinning SP-3, unit 3 winding SP-1, unit 5 blowing SP-1, unit 8 blowing SP-3, unit 9 RTW yarn processing, unit 11 tenun AJL weaving 1, unit 4 ring spinning SP-1, serta unit 10 PAD steam fabric processing masing-masing mencapai 4 mg/m3, 3 mg/m3, 2 mg/m3, 2 mg/m3, 2 mg/m3, 1 mg/m3, 1 mg/m3, 1 mg/m3, dan 0,2 mg/m3. Selain itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 30 orang pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang 8 orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 yang disertai gejala penyerta dan 1 orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang disertai dengan gejala penyerta. Kemudian, berdasarkan hasil pengukuran
5
konsentrasi/kadar debu kapas sebagai studi pendahuluan, dapat diketahui bahwa pada bagian Winding unit Spinning 3 konsentrasi/kadar debu kapasnya mencapai 0,317 mg/m3, pada bagian tenun unit weaving konsentrasi/kadar debu kapasnya mencapai 0,260 mg/m3, dan pada bagian Soft Winder unit Yarn Processing (Yarn Dyeing) konsentrasi/kadar debu kapasnya mencapai 0,104 mg/m3. Sementara di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 Tahun 2011 dan SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di udara tempat kerja, tertulis bahwa Nilai Ambang Batas (NAB) dari debu kapas (debu katun) adalah sebesar 0,2 mg/m3 (Kemenakertrans RI, 2011, Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 2005). Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengetahui tentang gambaran kejadian bisinosis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 karena bisinosis dapat timbul atau terjadi pada pekerja berhubungan atau disebabkan oleh berbagai macam faktor (multifaktorial). Faktor risiko tersebut diantaranya terdiri dari
konsentrasi/kadar debu kapas, masa kerja/durasi
bekerja (duration of employment), merokok, penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) atau pemakaian masker, status gizi, umur pekerja, jenis kelamin dan tingkat pendidikan (Syahputra dkk., 2015, Mulyati dkk., 2015, Karnagi, 1996, Hendarta, 2005, Dwi, 2013, Farooque dkk., 2008, Er dkk., 2016, Chauhan dkk., 2015). B. Rumusan Masalah Bisinosis masih merupakan masalah kesehatan akibat kerja pada negaranegara berkembang. Kejadian bisinosis sangat berkaitan erat dengan industri yang banyak menghasilkan debu kapas dalam proses produksinya, yaitu
6
Industri Tekstil. Pajanan debu kapas pada industri tekstil akan sangat luar biasa dampaknya pada pekerja jika perusahaan tekstil sudah beroperasi selama puluhan tahun. PT. Argo Pantes, Tbk Tangerang adalah salah satu perusahaan manufaktur di bidang industri tekstil yang telah beroperasi selama kurang lebih 44 tahun. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan diketahui bahwa dari 30 orang pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang 8 orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 yang disertai gejala penyerta dan 1 orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang disertai dengan gejala penyerta. Kemudian hasil pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas sebagai studi pendahuluan, menunjukkan bahwa pada bagian Winding unit Spinning 3 konsentrasi/kadar debu kapasnya mencapai 0,317 mg/m3, pada bagian tenun unit weaving konsentrasi/kadar debu kapasnya mencapai 0,260 mg/m3, dan pada bagian Soft Winder unit Yarn Processing (Yarn Dyeing) konsentrasi/kadar debu kapasnya mencapai 0,104 mg/m3. Selain itu, berdasarkan data kunjungan berobat tahunan tahun 2015, dapat diketahui bahwa penyakit pernapasan adalah golongan penyakit yang paling banyak diderita oleh pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang dengan total kunjungan berobat sebanyak 1.121 orang pekerja (30%). Kemudian, berdasarkan data hasil pengukuran lingkungan kerja oleh PT. Unilab Perdana, kadar debu total yang terdapat di lingkungan kerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang unit 8 winding spinning 3 (SP-3), unit 7 ring spinning SP-3, unit 3 winding SP-1, unit 5 blowing SP-1, unit 8 blowing SP-3, unit 9 RTW yarn processing, unit 11 tenun AJL weaving 1, unit 4 ring spinning SP-1, serta unit 10 PAD steam fabric processing masing-masing mencapai 4 mg/m3, 3 mg/m3, 2 mg/m3, 2 mg/m3, 2 mg/m3, 1 mg/m3, 1 mg/m3, 1 mg/m3, dan 0,2 mg/m3.
7
Sementara NAB debu kapas (debu katun) berdasarkan Permanakertrans no. 13 Tahun 2011 dan SNI 19-0232-2005 adalah 0,2 mg/m3. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran prevalensi kejadian bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 2. Bagaimana gambaran konsentrasi/kadar debu kapas pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 3. Bagaimana gambaran penggunaan APD (penggunaan masker) pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 4. Bagaimana gambaran masa kerja pekerja bagian produksi pada PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 5. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 6. Bagaimana gambaran status gizi pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 7. Bagaimana gambaran umur pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 8. Bagaimana gambaran jenis kelamin pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 9. Bagaimana gambaran tingkat pendidikan pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 10. Bagaimana hubungan antara konsentrasi/kadar debu kapas dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016?
8
11. Bagaimana hubungan antara penggunaan masker dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 12. Bagaimana hubungan antara masa kerja dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 13. Bagaimana hubungan antara kebiasaan merokok dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 14. Bagaimana hubungan antara status gizi dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 15. Bagaimana hubungan antara umur pekerja dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 16. Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? 17. Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah diketahui gambaran kejadian bisinosis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016. 2. Tujuan Khusus 1) Diketahui gambaran prevalensi kejadian bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 2) Diketahui gambaran konsentrasi/kadar debu kapas pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
9
3) Diketahui gambaran penggunaan masker pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 4) Diketahui gambaran masa kerja pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 5) Diketahui gambaran kebiasaan merokok pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 6) Diketahui gambaran status gizi pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 7) Diketahui gambaran umur pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 8) Diketahui gambaran jenis kelamin pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 9) Diketahui gambaran tingkat pendidikan pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 10) Diketahui hubungan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 11) Diketahui hubungan antara penggunaan masker dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 12) Diketahui hubungan antara masa kerja dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 13) Diketahui hubungan antara kebiasaan merokok dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 14) Deiketahui hubungan antara status gizi dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
10
15) Diketahui hubungan antara umur pekerja dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 16) Diketahui hubungan antara jenis kelamin dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 17) Diketahui hubungan antara tingkat pendidikan dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi untuk melanjutkan penelitian lain terkait bisinosis dengan desain penelitian yang berbeda di tempat yang sama ataupun di tempat yang juga berbeda. 2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan literatur kepustakaan terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan bisinosis pada salah satu industri tekstil. 3. Bagi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang Penelitian
ini
diharapkan
dapat
dijadikan
sebagai
bahan
pertimbangan dalam menentukan program keselamatan dan kesehatan kerja yang komprehensif di PT. Argo Pantes Tbk melalui upaya promotif, preventif dan kuratif. Hal tersebut merupakan bentuk upaya dalam mencegah
terjadinya
bisinosis
pada
pekerja
yang masih
sehat,
mengendalikan konsentrasi debu kapas pada area kerja, serta memberikan penanganan yang cepat dan tepat bagi pekerja yang sudah memiliki kemungkinan mengalami bisinosis. Sehingga produktivitas dan performa para pekerja dapat terjaga dan kembali optimal.
11
4. Bagi Pekerja Penelitian ini diharapkan dapat membantu para pekerja dalam mendeteksi dini penyakit bisinosis pada dirinya, turut membantu pekerja dalam mencegah dan mengendalikan perkembangan penyakit bisinosis, serta dapat menstimulasi para pekerja dalam menyadari pentingnya penggunaan APD berupa masker selama bekerja di tempat kerja dengan kadar debu kapas yang tinggi. F. Ruang Lingkup Penelitian PT. Argo Pantes Tbk Tangerang telah beroperasi selama 44 tahun. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan diketahui bahwa pendahuluan dari 30 orang pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang 8 orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 yang disertai gejala penyerta dan 1 orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang disertai dengan gejala penyerta. Selain itu, berdasarkan data kunjungan berobat tahunan pada tahun 2015 penyakit pernapasan adalah golongan penyakit yang paling banyak diderita oleh pekerja. Selanjutnya, berdasarkan data pengukuran lingkungan kerja yang dilakukan oleh PT. Unilab diperoleh informasi bahwa kadar debu total pada beberapa unit di PT. Argo Pantes berada dalam rentang 0,2-4 mg/m3. Sementara berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas yang dilakukan oleh peneliti diperoleh hasil berupa konsentrasi/kadar debu kapas pada bagian Winding unit Spinning 3 mencapai 0,317 mg/m3, pada bagian tenun unit weaving mencapai 0,260 mg/m3, dan pada bagian Soft Winder unit Yarn Processing (Yarn Dyeing) mencapai 0,104 mg/m3. Sementara NAB debu kapas itu sendiri hanya sebesar 0,2 mg/m3.
12
Maka dari itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kejadian bisinosis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 hingga bulan September 2016 dan merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan desain cross sectional. Responden pada penelitian ini berjumlah 130 orang pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 yang dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling. Sumber data yang digunakan adalah data primer dengan menggunakan kuesioner ATSDLD-78 A yang sudah dilengkapi atau diberi tambahan pertanyaan dari kuesioner penelitian Julia Karnagi (1996) yang mengadopsi kuesioner British Medical Research Council (BMRC). Selain itu, analisis yang akan digunakan adalah analisis univariat berupa deskriptif kuantitatif dan analisis bivariat berupa uji chi-square dan uji kruskal wallis.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bisinosis 1. Definisi Bisinosis Penyakit bisinosis yang merupakan penyakit paru akibat kerja memiliki beberapa istilah dan definisi. Bisinosis dikenal dengan istilah “Brown lung disease” dan “cotton worker’s lung” (Farooque dkk., 2008). Bisinosis adalah istilah yang diambil dari kata/bahasa Yunani yang artinya benang putih, yang merupakan gangguan pernapasan yang terjadi pada beberapa individu yang terpapar debu kapas mentah (Berry dkk., 2007). Bisinosis adalah salah satu jenis khusus asma akibat kerja yang disebabkan oleh inhalasi debu kapas atau rami (Bourke dan Burns, 2011). Selanjutnya Suma’mur P.K. (2014) mendefinisikan bisinosis (byssinosis) sebagai penyakit paru akibat kerja yang penyebabnya penghirupan debu kapas, vlas, henep, atau sisal. Bisinosis juga didefinisikan sebagai penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran udara akut atau kronis yang dijumpai pada pekerja pengolahan kapas, rami halus, dan rami (Jeyaratnam dan Koh, 2010). 2. Etiologi Bisinosis Selama puluhan tahun berlaku hipotesis mengenai etiologi bisinosis, yaitu (Suma'mur P.K, 2014): a. Efek mekanis debu kapas yang dihirup ke dalam paru; b. Akibat pengaruh endotoksin bakteri Gram-negatif kepada alat pernafasan; c. Merupakan gambaran reaksi alergi dari pekerja kepada debu kapas; 14
d. Akibat bekerjanya zat kimia dari debu kepada paru seperti zat kimi brokho-konstriktor atau enzim; e. Reaksi psikis dari para pekerja. Namun, tidak satu pun dari etiologi tersebut dapat dibuktikan secara tunggal dan benar-benar pasti sebagai penyebab bisinosis. Oleh karena itu Suma’mur P.K (2014) mengusulkan teori penyebab jamak bisinosis (multiple causation of byssinosis). Sehingga kelima faktor yang telah disebutkan di atas dianggap bekerja sama dalam menimbulkan gejala penyakit. Selanjutnya ia juga menyatakan bahwa para peneliti dapat menunjukkan zat penyebab konstriksi bronkhioli (broncho-constricting agent) terdapat dalam daun kapas tetapi tidak pada serat atau biji kapas dan zat tersebut dapat dianggap sebagai penyebab bisinosis. Selain itu, endotoksin bakteri juga mempunyai peran dalam menimbulkan penyakit bisinosis. Zat kimia dan endotoksin tersebut menyebabkan terbentuk dan bebasnya histamin hingga menimbulkan manifestasi berupa gejala dan tanda penyakit bisinosis. J. Jeyaratnam dan David Koh (2010) juga menjelaskan bahwa penyebab bisinosis yang sebenarnya tidak diketahui tetapi secara umum diketahui bahwa penyakit ini disebabkan pajanan terhadap kapas, rami halus, dan rami. Kemudian ada beberapa bukti yang mengungkapkan bahwa debu goni juga dapat mengakibatkan keadaan/kondisi yang sama. Hal serupa diungkapkan oleh Cherie Berry dkk. (2007) yang menyatakan bahwa agent di dalam debu kapas yang menyebabkan bisinosis belum diketahui tetapi diyakini merupakan kontaminan kapas. Namun, saat ini sebuah teori telah mengungkapkan bahwa bisinosis merupakan produk 15
bakteri yang ada di dalam bagian daun buah kapas. Sementara pekerja kapas yang paling berisiko adalah pekerja yang berada di kamar peniup dan penyisir yang bertanggung jawab untuk membersihkan peniup dan mesin penyisir. Sebab, kamar peniup dan penyisi merupakan tempat pajanan terhadap debu kapas mentah paling tinggi (Jeyaratnam dan Koh, 2010). 3. Patogenesis Bisinosis John B. Wrest (2010) menyatakan bahwa patogenesis bisinosis sebenarnya tidak benar-benar dipahami, namun tampaknya diawali dengan inhalasi beberapa komponen aktif dalam bracts (daun di sekitar dahan bola kapas) yang menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast di dalam paru. Pelepasan histamin tersebut menyebabkan timbulnya gejala pada hari pertama kerja setelah libur hari minggu (Suma'mur P.K, 2014). Selanjutnya, John B. Wrest (2010) mengungkapkan bahwa inhalasi debu organik lebih menyebabkan reaksi jalan napas daripada reaksi alveolar. Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadinya bisinosis diakibatkan oleh terjadinya penyempitan jalan napas karena menghirup debu kapas, rami, serat rami, atau goni (Farooque dkk., 2008). Secara lebih rinci, inhalasi debu yang sangat mungkin mengandung endotoksin bakteri menyebabkan terjadi pelepasan histamin yang kemudian menimbulkan adanya kontraksi otot polos yang mengakibatkan orang-orang dengan bisinosis umumnya mengalami gejala mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk-batuk selama hari kerja (selama terpapar atau mendapat paparan debu) (Kalasuramath dkk., 2015). Selain itu,
16
bronkokonstriksi yang dihasilkan tersebut juga menyebabkan munculnya dipsnea selain mengi (West, 2010). Selanjutnya, paparan jangka panjang debu kapas, rami, atau serat jute dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut permanen pada paru-paru dan saluran pernapasan yang mengakibatkan munculnya penyakit pada paru-paru dan paru-paru melemah (Farooque dkk., 2008). Selain itu, partikel-partikel debu kapas yang tak terlihat juga masuk ke dalam alveoli paru-paru melalui inhalasi kemudian masuk ke dalam limfa (getah bening) yang selanjutnya menyebabkan kerusakan pada alveoli, penyempitan saluran udara, berkurangnya kapasitas untuk mempertahankan oksigen, dan dengan terakumulasinya debu kapas, para pekerja mulai merasakan sesak di dada (feeling of chest tightness) (Kalasuramath dkk., 2015). Gejala bisinosis mungkin muncul dalam kecepatan beberapa jam setelah paparan dan berkurang ketika pekerja meninggalkan lingkungan pabrik (Farooque dkk., 2008). Namun, masa inkubasi dari bisinosis itu sendiri adalah 5 tahun (Djatmiko, 2016). Dan berdasarkan studi epidemiologi, paparan harian lebih dari 20 tahun menyebabkan gangguan fungsi paru permanen yang tipe atau jenisnya berhubungan dengan PPOK (West, 2010). Sebab, paparan terhadap debu kapas, vlas, henep, atau sisal yang terus menerus selama bertahun-tahun menyebabkan iritasi saluran pernapasan bagian atas dan bronkus, kemudian setelah paparan berlanjut maka terjadi penyakit paru obstruktif kronis (Suma'mur P.K, 2014).
17
4. Gejala dan Karakteristika Penyakit Bisinosis Gejala dan tanda sakit bisinosis yang muncul setelah beberapa tahun bekeja di industri memang mirip dengan asma bronkhial, namun ada pola karakteristik pada gejala bisinosis yang menunjukkan adanya perbedaan dari gejala pada asma akibat kerja (asma bronkhial). Diantaranya pada penyakit asma bronkhial tidak ditemukan riwayat penyakit yang khas bagi bisinosis yaitu keluhan berat di dada dan nafas pendek yang dirasakan menurut hari kerja yang awalnya hari senin dan selanjutnya pada hari-hari lainnya. Selain itu, gejala bisinosis cenderung meningkat sepanjang minggu bekerja. Jika pekerja jauh dari paparan untuk waktu/periode yang lama atau absen beberapa waktu, gejala cenderung lebih parah (memburuk) ketika paparan ulang terjadi. Oleh karena itu, bisinosis sering dikenal dengan “Monday Fever. Namun ketika paparan berlanjut sepanjang akhir minggu, maka gejala hari Senin (Monday Symptoms) tidak akan muncul. Sehinga dapat dikatakan, keluhan bisinosis tidak sematamata untuk hari Senin saja, melainkan pada hari-hari lain dimana pekerja baru masuk atau baru kembali bekerja sesudah beberapa hari libur. Sebagai contoh, di negara yang liburnya jatuh pada hari Jumat bukan hari minggu, maka keluhan berat di dada dan pendek nafas demikan dirasakan pada hari Sabtu (Bourke dan Burns, 2011, Suma'mur P.K, 2014, Tarlo dkk., 2010, West, 2010). Seperti yang telah diuraikan pada paragraf sebelumnya, penyakit bisinosis memiliki ciri khas napas pendek dan dada sesak (sesak napas/perasaan sesak di dada). Gejala khas tersebut dirasakan ketika kembali bekerja setelah tidak berada di pabrik untuk satu hari atau lebih.
18
Selain gejala napas pendek dan dada sesak, gejala khas bisinosis juga disertai batuk yang lama-kelamaan menjadi basah berdahak atau dengan kata lain ada peningkatan batuk dan produksi dahak. Lebih jelasnya lagi, karakteristika penyakit bisinosis adalah adanya rasa hari Senin atau sindrom hari senin (Monday feelings/Monday syndrome) pada bisinosis tingkat dini (½ dan 1), yaitu keluhan berat di dada dan pendek nafas pada hari-hari Senin (hari pertama sesudah tidak bekerja dua hari yaitu Sabtu dan Minggu). Adapun gejala bisinosis secara keseluruhan meliputi dipsnea, sesak dada, mengi, dan batuk iritasi. Gejala bisinosis ini dimulai pada hari Senin dan mereda pada sore hari. Pada sebagian besar individu gejala nyata yang dialami pada hari pertama kerja akan berkurang atau hilang pada hari kedua bekerja (keluhan sudah tidak dirasakan). Namun, dengan pajanan yang berkepanjangan, baik gejala maupun perubahan fungsi akan menjadi lebih berat dan mungkin akan menetap selama seminggu kerja. Bahkan, riwayat dipsnea saat melakukan kegiatan adalah temuan yang biasa pada pekerja yang sudah lama terpajan selama bertahun-tahun (Jeyaratnam dan Koh, 2010, Berry dkk., 2007, Suma'mur P.K, 2014, Tarlo dkk., 2010). Penjelasan mengenai gejala bisinosis juga dapat dibagi ke dalam gejala pada tahap awal bisinosis (pada stadium dini) dan gejala pada perkembangan penyakit selanjutnya (pada bisinosis lanjut atau parah). Pada tahap awal (stadium dini) bisinosis, tanda penyakit bisinosis adalah gejala berat di dada (chest tightness) dan pendek (sesak) napas (shortness of breath) yang biasanya menjelang akhir kerja pada hari pertama masuk kerja setelah libur hari Sabtu dan Minggu atau hari-hari libur lainnya. 19
Gejala-gejala tersebut mereda pada akhir hari kerja dan terulang kembali pada hari Senin pagi setelah berada jauh dari paparan debu untuk beberapa jangka waktu. Pada hari berikutnya, gejala menghilang kecuali adanya iritasi di saluran napas bagian atas. Sementara pada keadaan sakit selanjutnya atau seiring dengan lama paparan meningkat lebih dari tahuntahun kerja para pekerja, keluhan berupa gejala-gejala sesak napas dan napas pendek terjadi lebih sering dan disertai pula oleh kesulitan bernapas. Selain itu, gejala lebih menetap pada hari-hari lain dalam seminggu selain hari kerja pertama yaitu pada hari selasa, rabu, dan seterusnya (Suma'mur P.K, 2014, Berry dkk., 2007). Pada bisinosis lanjut parah (perkembangan penyakit selanjutnya), bisinosis menyerupai bronkhitis kronis dan emfisema. Atau dengan kata lain, efek kronis dari bisinosis memiliki ciri obstruksi jalan napas yang secara klinis tidak bisa dibedakan dengan bronkitis kronis dan emfisema. Temuan bronkhitis kronis dan emfisema paru ini keduanya tidak khas untuk bisinosis. Adapun karakteristika dari kedua temuan tersebut adalah adanya riwayat gejala khas berat di dada dan pendek nafas serta menurunnya kapasitas ventilasi paru yang memburuk pada hari pertama minggu kerja. dalam hal tingkat penyakit ini pun idealnya penderita mengalami pula rasa hari Senin pada masa yang lalu ketika penyakit masih berada pada tingkat dini. Demikian pula pada bisinosis dengan cacat paru, rasa hari Senin harus pernah dikeluhkan oleh penderita pada masa lalu. Kemudian perlu diperhatikan bahwa pekerja bisinosis dengan kecacatan paru, umumnya tidak dapat bekerja seperti pekerja yang tidak terkena efek debu penyebab bisinosis, bahkan mungkin mereka sudah tidak mampu 20
bekerja lagi. Selain itu, pekerja yang sudah memiliki bronkitis kronis atau asma sebelumnya biasanya sangat rentan sehingga juga perlu mendapat perhatian (Suma'mur P.K, 2014, Jeyaratnam dan Koh, 2010, West, 2010). 5. Diagnosis Penyakit Bisinosis Diagnosis penyakit bisinosis pada tingkat dini ditegakkan dengan cara mewawancarai para pekerja untuk menemukan rasa hari senin, sedangkan pemeriksaaan klinis, laboratoris dan rontgen paru bisa saja tidak menunjukkan ada kelainan, kecuali uji fungsi paru (ventilasi ekspirasi paksa/FEV 1,0) (Suma'mur P.K, 2014). William N. Rom dan Steven B. Markowitz (2007) menjelaskan bahwa tidak ada kriteria universal untuk mendiagnosis bisinosis. Kemudian, Ronald B. George dkk (2005) menjelaskan bahwa diagnosis bisinosis yang utama atau paling utama bergantung pada riwayat pekerjaan dari pola gejala karakteristik bisinosis yang dihubungkan dengan paparan terhadap debu kapas atau debu alami tekstil lainnya. Sementara menurut J. Jeyaratnam dan David Koh (2010), diagnosis bisinosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat klinis dan riwayat pajanan. William N. Rom dan Steven B. Markowitz (2007) juga menjelaskan bahwa secara tradisional, kriteria yang lebih umum digunakan untuk menetapkan bisinosis adalah gejala khas hari petama atau gejala hari senin. Diagnosis sering dilakukan berdasarkan gejala-gejala pada pekerja berupa pendek napas dan sesak napas/rasa dada tertekan serta pengetahuan dokter mengenai keadaan industri dan keadaan klinis dimana penyakit ini mungkin terjadi. Sementara Cherie Berry dkk (2007) menjelaskan bahwa
21
pemeriksaan kesehatan yang akan diberikan kepada calon karyawan sebelum tugas awal mereka harus mencakup (Berry dkk., 2007): 1) Riwayat medis untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada atau penyakit yang dapat mempengaruhi pernapasan. 2) Kuesioner pernapasan standar menanyakan tentang masalah seperti batuk, sesak dada dan riwayat merokok. 3) Tes fungsi paru (pernapasan) termasuk kapasitas paksa vital (FVC), jumlah udara yang bisa memaksa keluar setelah mengambil napas dalam-dalam, dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1), jumlah udara dipaksa keluar selama detik pertama ekspirasi. Uji fungsi paru adalah alat untuk mengevaluasi sistem pernapasan, kelainan yang terkait, riwayat penyakit pasien, penelitian berbagai kondisi paru dan uji invasif seperti bronkoskopi dan biopsi terbuka paru. Uji fungsi paru dapat membantu diagnosis dan penatalaksanaan pasien penyakit paru atau jantung, penentuan toleransi tindakan pembedahan, evaluasi kesehatan untuk kepentingan asuransi, penelitian epidemiologi terhadap bahaya suatu substansi serta prevalensi penyakit dalam komunitas (Harahap dan Aryastuti, 2012). Metode yang paling sering digunakan untuk menilai fungsi paru adalah Spirometri. Selain itu, spirometri merupakan suatu pemeriksaan yang menilai fungsi terintegrasi mekanik paru, dinding dada dan otot-otot pernapasan dengan mengukur jumlah volume udara yang dihembuskan dari kapasitas paru total (TLC) ke volume residu (Uyainah dkk., 2014, Harahap dan Aryastuti, 2012). Pada Spirometri, dapat dinilai 4 volume paru dan 4 kapasistas paru, yaitu (Harahap dan Aryastuti, 2012):
22
a. Volume paru: 1. Volume tidal, yaitu jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari paru pada pernapasan biasa. 2. Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa. 3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah udara yang dikeluarkan secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa. 4. Volume residu yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal. b. Kapasistas Paru 1. Kapasitas paru total, yaitu jumlah total udara dalam paru setelah inspirasi maksimal. 2. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. 3. Kapasitas inspirasi, yaitu jumlah udara maksimal yang dapat masuk ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa. 4. Kapasitas residu fungsional, yaitu jumlah udara dalam paru pada akhir ekspirasi biasa. Hasil spirometri yang mendokumentasikan penurunan FEV1 dapat mendukung diagnosis bisinosis (George dkk., 2005). Gambaran penurunan FEV 1 yang bermakna (10% atau lebih) setelah terpajan selama 6 jam pada hari pertama bekerja setelah akhir minggu memberikan bukti objektif tentang efek akut. Derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak
23
terpajan (Jeyaratnam dan Koh, 2010). Selain itu, menurut John B. West (2010) uji fungsi paru menunjukkan pola obstruktif dengan penurunan FEV1, FEV/FVC, FEF 25-75%, dan FVC. Abnormalitas tersebut khasnya memburuk secara bertahap pada hari kerja. Namun, penyembuhan baik parsial maupun komplet terjadi pada malam hari atau selama akhir pekan dan tidak adanya bukti terkena parenkim serta foto toraks terlihat normal. 6. Klasifikasi Bisinosis Menurut Tingkat (Grade) Menurut parahnya efek debu kapas, vlas, henep, dan sisal, bisinosis diklasifikasikan menurut tingkat penyakit yang dikenal dengan Schilling’s Classification (klasifikasi Schilling). Sebab, penentuan klasifikasi tingkat penyakit bisinosis pertama kali dilakukan oleh Dr. Richard F. Schilling, seorang dokter yang mempelajari kesehatan pekerja tekstil di Inggris, yang mengembangkan sistem grading kepada para pekerja berdasarkan keluhan pernapasan mereka pada hari pertama kerja di minggu kerja (Berry dkk., 2007). Pada tahun 1950 dr. R.F.Schilling mengembangkan dan mengesahkan sebuah metode terstandar untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan gejala-gejala bisinosis yang pada akhirnya muncul sebagai gejala pernapasan akut dan kronik. Perubahan-perubahan fisiologis dan karakteristik pernapasan yang terlihat pada pekerja dengan bisinosis distandardisasi/dibakukan ke dalam serangkaian tingkatan/klasifikasi yang saat ini menjadi dasar bagi banyak penelitian epidemiologi dan penelitian klinis
(Rom
dan
Markowitz,
2007).
Klasifikasi
Schilling
mengklasifikasikan bisinosis berdasarkan sebarapa jauh penyakit bisinosis
24
telah berkembang sebagaimana yang terdapat pada tabel 2.1 (Suma'mur P.K, 2014). Tabel 2.1 Klasifikasi Bisinosis Menurut Tingkat (Grade)
a. b.
Tingkat Tingkat 0 Tingkat ½
Gejala
Tidak ada gejala Kadang-kadang berat di dada (chest tightness) dan pendek nafas (shortness of breath) pada hari Senin atau rangsangan pada alat-alat pernafasan pada hari-hari Senin (hari pertama bekerja sesudah tidak bekerja 2 hari). c. Tingkat 1 Berat di dada atau pendek nafas pada harihari Senin hampir pada setiap minggu. d. Tingkat 2 Berat di dada atau pendek nafas pada harihari Senin dan hari-hari lainnya pada setiap minggu. e. Tingkat 3 Bisinosis dengan cacat paru. (Sumber: R.F. Schilling dalam Suma’mur P.K,2014) Tingkat penyakit bisinosis di atas, dapat pula dinyatakan dalam penurunan fungsi paru ventilasi ekspirasi paksa 1 detik (FEV 1,0) seperti pada tabel 2.3. Tabel 2.2 Tingkat Bisinosis, Perubahan Akut, dan Nilai FEV 1,0 Terhadap Prediksi Tingkat
Perubahan akut (persentase
Nilai FEV 1,0 sebagai
penurunan FEV 1,0 sebelum
persentase terhadap
shift)
prediksi
F0
< 5%
80%
F½
5 - <10%
80%
F1
10% atau lebih
80%
F2
10% atau lebih
60% - 70%
F3
10% atau lebih
60% atau kurang
(Sumber: Suma'mur P.K, 2014)
25
Penjelasan: a. Perubahan akut
: Persentase penurunan FEV 1,0 sebelum shift dan
sesudah bekerja pada hari pertama minggu kerja b. Nilai FEV 1,0
: Nilai sesudah tidak bekerja (tidak terpapar 2 atau
lebih hari kerja); dalam hal mungkin digunakan nilai diukur setelah digunakan obat bronkhodilator c. F0
: Tidak menunjukkan efek akut; tidak ada kelainan
kronis ventilasi fungsi paru d. F1
: Efek akut
e. F2
:
Kerusakan
ringan
hingga
sedang menetap
kapasitas ventilasi paru f. F3
: Kerusakan sedang hingga berat menetap kapasitas
ventilasi paru B. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Berdasakan kajian pustaka yang telah dilakukan, ada berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan atau berhubungan dengan bisinosis, yaitu: 1. Konsentrasi/Kadar Debu Kapas Penelitian Hendarta (2005) pada sebuah pabrik tekstil di Bogor menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara kadar debu kapas dengan timbulnya bisinosis (Hendarta, 2005). Karnagi (1996) dalam penelitiannya di sebuah pabrik tekstil menunjukkan bahwa kadar debu pada penelitiannya secara statistik sangat bermakna (Karnagi, 1996). Yang paling terbaru adalah penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2015) pada pekerja sebuah pabrik pembuatan tilam di Kota Medan yang
26
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara bisinosis dengan konsentrasi debu di pabrik kapas (Syahputra dkk., 2015). Selain itu, dari penelitian tentang Bisinosis di sebuah pabrik tekstil di India oleh Cauhan dkk (2015), dari hasil analisis regresi logistik diperoleh adanya hubungan antara bekerja di tempat/area kerja yang berdebu dimana kadar paparannya maksimum dengan kejadian bisinosis, atau dengan kata lain bekerja di tempat/area kerja yang berdebu adalah faktor risiko (independen) dari bisinosis (Chauhan dkk., 2015). Hal senada juga diungkapkan oleh Ajeet dkk (2010) dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa tempat kerja berdebu seperti ruangan mixing/blowing dan carding berhubungan secara signifikan dengan morbiditas penyakit paru kronis yang salah satunya adalah bisinosis (Ajeet dkk., 2010). Sementara di luar bisisnosis, penelitian Yuliawati (2015) pada pekerja pembuat kasur di desa Banjarkerta Karanganyar Purbalingga menunjukkan bahwa pekerja pembuat kasur yang terpapar oleh partikel terhisap > 0,2 mg/m3 per hari mempunyai risiko 27 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi paru (Yuliawati, 2015). Adapun penjelasan mengenai pengertian debu kapas, Nilai Ambang Batas debu kapas, dan pengukuran kadar debu kapas adalah sebagai berikut: a) Pengertian Debu Kapas Debu kapas adalah debu yang terdapat di udara selama proses penanganan dan pengolahan kapas. Debu kapas adalah campuran kompleks dari komponen-komponen yang mungkin termasuk tanah tempat tumbuh materi tanaman, serat kapas, bakteri, tanah jamur, atau 27
pestisida. Debu tersebut juga dapat mengandung kontaminankontaminan yang sudah terakumulasi selama proses pertumbuhan, panen, dan pengolahan berikutnya atau selama periode penyimpanan. Maka dari itu setiap debu yang dihasilkan selama proses penanganan dan pengolahan kapas dianggap sebagai debu kapas. Proses manufaktur menggunakan limbah atau serat-serat kapas baru atau serat kapas dari produk-produk pabrik tekstil juga menghasilkan debu kapas. Debu kapas namun bukan serat kapas, dianggap sebagai penyebab dari penyakit paru bernama bisinosis (Berry dkk., 2007). Debu kapas menyebabkan peradangan yang merusak struktur normal dari paru-paru dan melepas histamin yang mengkontriksi saluran udara. Pernapasan menjadi sulit seiring dengan periode waktu karena debu kapas terakumulasi di paru-paru, menghasilkan warna yang khas sehingga dikenal dengan penyakit paru-paru cokelat. Debu kapas dapat menyebabkan efek kesehatan yang merugikan melalui inhalasi. Paparan jangka pendek debu kapas menyebabkan bronkitis dan bisinosis akut yang merupakan sebuah penyakit pernapasan reversibel. Paparan jangka panjang (kronis) menyebabkan obstruksi jalan napas paru (yang mengurangi kapasitas ventilasi) serta menyebabkan
kecacatan
dan
kematian
dini.
Telah
diamati
sebelumnya, bahwa ada hubungan langsung antara konsentrasi total eksposur debu kapas dan perkembangan bisinosis. Selain itu, debu kapas sebagai etiologi dari penyakit bisinosis pada pekerja ini dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis/kelompok berdasarkan ukuran pertikelnya, yakni Trash (di atas 500 µm), Dust (50-100 µm), micro
28
dust (15-50 µm), dan breathable dust (di bawah 15 µm) (NIOH, 2012). b) Pengukuran Kadar Debu Kapas ACGIH , ISO, dan CEN membagi fraksi ukuran partikel ke dalam tiga kelompok, yaitu (WHO, 1999): 1. Inhalable Praticulate Fraction (Fraksi Partikulat Terhirup) adalah Fraksi awan debu yang dapat masuk atau terhirup ke dalam hidung dan mulut. Contoh debu yang termasuk ke dalam partikel terhirup (Inhalable Praticle) adalah termasuk debu-debu kayu keras tertentu (yang dapat menyebabkan kanker nasal/hidung), dan debu-debu dari proses grinding tembaga yang mengandung campuran logam (yang dapat terabsobrsi dan menyebabkan keracunan sistemik). 2. Thoracic Particulate Fraction (Fraksi Partikulat Toraks) adalah fraksi debu yang dapat menembus saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan di dalam paru-paru. Contoh debu kecil yang menjadi perhatian khusus ini adalah termasuk debu kapas dan debu lain yang dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan. Sementara dari perspektif/sudut pandang praktis, Thoracic Particulate Fraction (Fraksi Partikulat Toraks) adalah fraksi debu dengan cut-point (titik potong) 50% pada 10 µm. Fraksi ini hampir identik dengan definisi PM10 yang banyak digunakan dalam ilmu lingkungan (LCS Laboratory Inc, 2016). 3. Respirable Particulate Fraction (Pecahan Partikulat Terhirup Lebih Dalam) adalah fraksi partikel udara terhirup yang dapat
29
menembus keluar saluran bronkiolus menuju area/wilayah pertukaran gas di dalam paru-paru. Contoh dari debu yang merupakan fraksi terhirup dengan bahaya besar adalah termasuk kuarsa dan debu yang megandung silika kristal bebas, mengandung kobalt, dan debu logam lainnya yang dihasilkan dari kegiatan menggiling dalam proses pengeboran batu. Maka dari itu, kadar/konsentrasi debu kapas dapat diukur dengan menggunakan alat Environmental Particulate Air Monitor (EPAM5000). Sebab, EPAM-5000 dapat mengukur partikel dengan ukuran partikel debu 1 mikron (µ), 2,5 mikron (µ), dan 10 mikron (µ). EPAM-5000 adalah inovasi nephelometer dengan hamburan cahaya dan saringan (filter) sampler udara yang digabungkan dalam satu desain portabel yang terpadu dan ringan (HAZ-DUST Environmental Devices Coporation, nd). c) Nilai Ambang Batas (NAB) Kadar Debu Kapas Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 Tahun 2011 dan SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di udara tempat kerja, NAB dari kapas (debu katun) adalah 0,2 mg/m3 (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2011, Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 2005) Kemudian menurut OSHA, NIOSH, dan ACGIH, cccupational exposure limit untuk debu kapas adalah seperti pada tabel 2.3 (CDC, 1988).
30
Tabel 2.3 Occupational Exposure Limits untuk Debu Kapas
OSHA PEL TWA
NIOSH REL ACGIH TLV TWA (Sumber: CDC,1988)
Exposure Limits µg/m3 200 (pembuatan/manufaktur benang dan pencucian kapas) 500 (proses limbah pabrik tekstil dan proses lower grade washed cotton/proses pencucian kapas dengan kualitas lebih rendah pada pembuatan/ manufaktur benang) 750 (slashing dan weaving) 1.000 (daur ulang limbah dan garnetting) <200 200
Selanjutnya tabel 2.4 menunjukkan batas paparan debu kapas yang diizinkan untuk berbagai area kerja yang berbeda (Permissible Exposure Limits for Cotton Dust for Different Work Areas) dari North Carolina Department of labor yang mengacu kepada standar OSHA 29 CFR 1910.1043 (Berry dkk., 2007). Tabel 2.4 Permissible Exposure Limits for Cotton Dust for Different Work Areas Area Opening Picking Carding Combing Roving Spinning Winding Warping Slashing Weaving Wastehouse (Sumber: Berry dkk., 2007)
PEL (µg/m3) 200 200 200 200 200 200 200 200 750 750 500
2. Penggunaan APD (Penggunaan Masker) Berdasarkan hasil penelitian Hendarta (2005) di sebuah pabrik tekstil di Bogor, diketahui bahwa faktor yang paling dominan dengan kejadian bisinosis salah satunya adalah pemakaian masker (p value=≤0,05) 31
(Hendarta, 2005). Mulyati dkk. (2015) dalam penelitiannya di sebuah pabrik tekstil di Bandung menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan kejadian Bisinosis (p value= 0,001) (Mulyati dkk., 2015). Selain itu, Ajeet dkk (2010) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa tidak memakai APD adalah salah satu determinan/faktor utama yang berhubungan secara signifikan dengan morbiditas penyakit paru kronis yang salah satunya adalah bisinosis. Kemudian Penelitian Yuliawati (2015) pada pekerja pembuat kasur di Karanganyar Purbalingga menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan gangguan pernapasan pada pekerja salah satunya adalah penggunaan APD (masker). Pekerja yang tidak selalu menggunakan masker secara statistik memperbesar risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru (44 kali lebih besar) dibandingkan pekerja yang selalu menggungan masker (Yuliawati, 2015). Sementara penelitian Prasetya (2012) pada pekerja bagian pemintalan di PT. Lotus Indah Textile menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara penggunaan APD (masker) dengan keluhan pernapasan pada pekerja tersebut (Prasetya, 2012). Alat Pelindung Diri (APD) menurut Permanakertrans RI nomor PER.08/MEN/VII/2010, adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Salah satu jenis APD yang sangat dibutuhkan oleh para karyawan di bagian produksi pabrik tekstil adalah alat pelindung pernapasan. Alat pelindung pernapasan adalah
32
alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan sebagainya (Kemenakertrans RI, 2010). Jenis alat pelindung pernapasan itu sendiri terdiri dari masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus /SCUBA), SelfContained Breathing Apparatus (SCBA), dan emergency breathing apparatus (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2010). Sementara jenis masker yang tepat untuk melindungi pekerja di pabrik tekstil (khususnya bagian produksi) dari inhalasi debu kapas ke saluran pernapasan adalah jenis masker N95. Sebab, masker jenis N95 adalah masker yang cukup baik karena dapat menghalangi 95% partikel yang masuk (terutama PM 10) jika digunakan dengan teknik dan cara yang tepat (Kementerian Kesehatan RI, 2015c). 3. Masa kerja Masa kerja adalah salah satu faktor risiko dari bisinosis. Sebab, masa kerja menentukan lama paparan seseorang terhadap debu, semakin lama masa kerja yang dimiliki seseorang pada suatu industri yang berdebu menyebabkan
semakin
besar
kemungkinan
paparan
debu
yang
diterima/didapatkannya (Laga dkk., 2013). Risiko berkembangnya bisinosis berkaitan dengan intensitas paparan debu, durasi paparan, dan pekerjaan seseorang (George dkk., 2005). Hal senada juga diungkapkan oleh Barry S. Levy dkk (2011) serta Jean-Luc Malo dkk (2013) yang
33
menyatakan
bahwa
bisinosis
berkembang
jika
paparan
terhadap
kadar/level debu yang cukup tinggi berlangsung lama hingga menahun (Levy dkk., 2011, Malo dkk., 2013). Lebih lanjut Peter J. Baxter (2010) dkk mengungkapkan bahwa perkembangan gejala bisinosis jarang terjadi pada sepuluh tahun pertama terpapar debu kapas dan biasanya membutuhkan periode paparan debu antara 20-25 tahun (Baxter dkk., 2010). Berdasarkan hasil penelitian Hartati (2013) pada pekerja di sebuah industri pengolahan kapas di Desa Sidomukti, diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian bisinosis (p value=0,017), kemudian pekerja yang memiliki masa kerja >5 tahun mempunyai risiko 3,71 kali untuk terkena bisinosis dibandingkan pekeja yang memiliki masa kerja <5 tahun. Hal senada diungkapkan oleh Syahputra dkk. (2005) dalam penelitiannya tentang kejadian bisinosis pada sebuah pabrik pembuat tilam di Kota Medan, yang menyatakan bahwa terjadi kecenderungan kemungkinan bisinosis pada pekerja dengan masa kerja >5 tahun (p=0,05) (Syahputra dkk., 2015). Selanjutnya penelitian Ajeet dkk (2010) menunjukkan bahwa durasi paparan dalam tahun adalah salah satu faktor utama yang berhubungan secara signifikan dengan morbiditas penyakit paru kronik yang salah satunya adalah bisisnosis. Mishra dkk (2003) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa masa keja lebih dari 30 tahun adalah faktor independen bisinosis yang signifikan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Yuliawati (2015) serta Umakaapa dkk (2013) menunjukkan bahwa masa kerja adalah salah satu faktor (faktor risiko) 34
yang berhubungan dengan gangguan fungi paru (Yuliawati, 2015, Umakaapa dkk., 2013). Kemudian, Prasetya (2012) dalam penelitiannya juga menunjukkan ada hubungan yang sangat kuat antara masa kerja dengan keluhan pernapasan pada tenaga kerja bagian pemintalan di PT. Lotus Indah Textile (Prasetya, 2012). 4. Kebiasaan Merokok Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 Nomor 7 Tahun 2011, Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Kemenkes dan Kemendagri RI, 2011). Merokok dapat menyebabkan berbagai macam masalah kesehatan, diantaranya struk, kebutaan, katarak, kelainan kongenital, periodontitis, aneurisma aorta, aterosklerosis aorta abdominal dini pada dewasa muda, penyakit jantung koroner, pneumonia, penyakit aterosklerosis pada vaskuler (pembuluh darah) periferal, penyakit paru obstruksi kronis, tuberkulosis, asma, efek paru lainnya, diabetes, efek reproduksi pada wanita termasuk menurunkan fertilitas, fraktur panggul, kehamilan ektopik, disfungsi erektil, artritis reumatoid, dan gangguan fungsi imun (US Department Of Health and Human Services, 2014). Secara lebih spesifik bagi organ pernapasan (paru-paru), merokok dapat menyebabkan paru-paru terasa seperti terbakar saat pertama kali merokok. Perokok dapat mengalami batu-batuk secara hebat yang
35
merupakan pertanda atau sinyal bahwa tubuh sedang diracuni. Lama kelamaan, rokok dapat merusak dan menghancurkan silia-silia yang berbentuk seperti sikat, yang terdapat di sepanjang saluran pernapasan dan berfungsi menyapu lendir-lendir (mucus) dan kotoran-kotoran yang ada agar paru-paru tetap bersih. Perokok mengalami batuk yang dikenal dengan “Batuk Perokok (smoker’s cough)” dikarenakan paru-paru menghasilkan lebih banyak lendir (mucus) dan silia-silia yang ada sudah tidak dapat membersihkan paru-paru dengan optimal (US Department of Health and Human Services, 2010). Selain itu, asap rokok juga melukai paru-paru perokok. Paru-paru seharusnya bersifat elastis seperti balon yang mengembang ketika udara dihirup dan mengempis ketika udara dihembuskan. Namun, racun-racun yang terdapat pada asap rokok menyebabkan lapisan halus yang ada di dalam paru-paru mengalami inflamasi. Sehingga merokok selama bertahun-tahun dapat menyebabkan kerusakan paru-paru yang lebih parah dan menyebabkan paru-paru tidak lagi dapat meregang/mengembang dan tidak dapat mengeluarkan udara (US Department of Health and Human Services, 2010). Status merokok seseorang diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu (New Zealand Ministry of Health, 2015): a) Bukan Perokok (Never Smoker) Bukan perokok (never smoker) adalah orang yang tidak pernah merokok lebih dari 100 rokok selama hidupnya dan sekarang ini sedang tidak merokok.
36
b) Bekas Perokok (Ex-Smoker) Bekas perokok (ex-smoker) adalah orang yang telah merokok lebih dari 100 rokok selama hidupnya tetapi tidak lagi merokok dalam 28 hari terakhir/ke belakang. c) Masih Perokok (Current Smoker) Masih Perokok (current smoker) adalah orang yang telah merokok lebih dari 100 rokok (termasuk sigaret, rokok linting, dll) selama hidunya dan masih merokok dalam 28 hari terakhir/ke belakang. Untuk
seseorang
yang
tidak
merokok
setiap
hari,
dapat
diklasifikasikan sebagai Perokok Berkala (Occasional Smoker) dan Perokok Sosial (Social Smoker), dengan pengertian (New Zealand Ministry of Health, 2015): a) Perokok Berkala (Occasional Smoker) Perokok Berkala (Occasional Smoker) adalah orang yang kemungkinan
merokok
seminggu
sekali,
dan
dapat
juga
diklasfikasikan sebagai seorang perokok (current smoker) yang telah merokok lebih dari 100 batang rokok selama hidupnya. b) Perokok Sosial (Social Smoker) Perokok Sosial (Social Smoker) adalah seseorang yang hanya merokok ketika mereka sedang berada di lingkungan sosialnya (bersosialisasi), tetapi ia setidaknya merokok satu kali dalam seminggu. Derajat merokok seseorang dapat ditentukan dengan mengunakan Indeks Brinkman (IB), yakni perkalian jumlah rata-rata batang dihisap 37
sehari dikalikan lama merokok dalam tahun, yang hasilnya berupa (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003): a) Ringan
: 0-200 batang
b) Sedang
: 200-600 batang
c) Berat
: >600 batang
Adapun contoh dari penggunaan Indeks Brinkman (IB) adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Fariz Nurwidya (2013) dalam artikelnya yang berjudul Ketika Merokok Terus Menggerogoti Keluarga Indonesia. Ia menjelaskan dengan contoh kasus berupa Pak Sumarno yang telah berusia 45 tahun mengakhiri hidupnya dengan salah satu kanker paling mematikan yaitu Kanker Paru. Pak Sumarno pernah merokok sewaktu remaja yang kemungkinan dimulai pada umur 15 tahun. Namun Pak Sumarno berhenti merokok pada umur 35 tahun dan hanya 6 batang rokok yang ia hisap perhari. Maka, Indeks Brinkman Pak Sumarno yang merokok selama 20 tahun dengan jumlah batang rokok perhari rata-rata 6 batang adalah 6x20=120. Sehingga dapat diketahui bahwa berdasarkan Indeks Brinkman, Pak Sumarno memiliki risiko ringan atau masuk ke dalam kelompok perokok ringan karena hasil perhitungannya dibawah 200, yakni 120 (Nurwidya, 2013). Berbagai penelitian menunjukkan ada hubungan antara merokok dengan kejadian bisinosis atau dengan kata lain merokok merupakan faktor risiko dari bisinosis. Sebab, orang yang merokok menderita kerusakan yang paling parah akibat bisinosis, karena kombinasi paparan debu dan merokok keduanya sama-sama memperburuk kondisi paru-paru dan saluran napas (Farooque dkk., 2008). Hasil penelitian Mukremin Er
38
dkk. (2016) pada pekerja pabrik manufaktur rami (hemp dan jute) menunjukkan ada hubungan antara perkembangan bisinosis dan faktorfaktor seperti merupakan pekerja aktif dan perokok serta merupakan pekerja yang sudah pensiun dan mantan perokok (Er dkk., 2016). Kemudian analisis regresi logistik dalam penelitian yang dilakukan oleh Chauhan dkk. (2015) pada salah satu pabrik tekstil di kota Ahmedabad India menunjukkan bahwa merokok berhubungan secara signifikan dengan bisinosis dan dapat dinyatakan sebagai faktor risiko independen dari bisinosis (Chauhan dkk., 2015). Secara lebih dulu Baratawidjaja
(1989)
dalam
penelitiannya
tentang
bisinosis
dan
hubungannya dengan obstruksi akut pada salah satu pabrik tekstil di Jakarta menyatakan bahwa risiko terjadinya bisinosis pada karyawan yang merokok adalah 1,5-2,3 kali lebih bsesar dibandingkan dengan karyawan yang tidak merokok (Baratawidjaja, 1989). Selain itu, penelitian Mishra dkk (2003) pada pekerja tekstil lakilaki di Pondicherry menunjukkan bahwa merokok lebih dari 20 pak dalam setahun (perokok berat) adalah faktor risiko (independen) bisnosis yang signifikan, yaitu memiliki risiko bisinois 3,9 kali lebih tinggi. Selanjutnya penelitian Memon dkk (2008) pada pekerja spinning
dan tekstil di
Karachi menunjukkan bahwa durasi merokok secara positif berhubungan dengan prevalensi bisinosis (Memon dkk., 2008). Ajeet dkk (2010) dalam penelitiannya pada pekerja bagian pemintalan juga menunjukkan bahwa merokok adalah salah satu faktor risiko yang berhubungan secara signifikan dengan morbiditas penyakit pernapasan yang salah satunya adalah bisisnosis (Ajeet dkk., 2010). Serta penelitian Prasetya (2012) yang
39
menunjukkan adanya hubungan meski rendah antara kebiasaan merokok dengan keluhan pernapasan pada pekerja bagian pemintalan di PT. Lotus Indah Tekstil (Prasetya, 2012). 5. Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaaan zat-zat gizi yang dapat dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2010). Untuk menentukan status gizi orang dewasa dapat menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) (Notoatmodjo, 2007). Body Mass Index (BMI) adalah indeks sederhana terhadap berat badan dan tinggi badan yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan underweght, overweight, dan obesitas pada orang dewasa. BMI didefinisikan sebagai berat dalam kilogram dibagi tinggi badan kuadrat dalam meter (Kg/m2) (WHO, 2016): BMI/IMT (Kg/m2)=
BB (Berat Badan) dalam Kg TB2 (Tinggi Badan)dalam m
Hasil perhitungan dengan formula IMT/BMI tersebut akan mengindikasikan status gizi dengan klasifikasi (Notoatmodjo, 2007): a. < 18
= Kurus
b. 18-24
= Normal
c. 25-30
= Gemuk
d. >30
= Gemuk sekali (Obsseitas)
Sementara klasifikasi BMI internasional untuk orang dewasa menurut WHO adalah sebagaimana yang tertera pada tabel 2.5.
40
Tabel 2.5 Klasifikasi BMI Internasional untuk Orang Dewasa
Klasifikasi Underweight (Kurus) Severe Thinnes (Sangat Kurus) Moderate Thinnes (Cukup Kurus) Mild Thinnes (Sedikit Kurus) Normal
BMI/IMT (Kg/m2) Cut-off point Utama Cut-off point Tambahan <18,50 <18.,50 <16,00 <16,00 16,00-16,99
16,00-16,99
17,00-18,49
17,00-18,49
18,50-24,99
18,50-22,99 23,00-24,99
Overweight (Lebih/Gemuk) Pra-Obesitas
≥25,00
≥25,00
25,00-29,99
25,00-27,49 27,50-29,99
Obesitas (Gemuk Sekali) Obesitas Kelas I
≥30,00
≥30,00
30,00-34,99
Obesitas Kelas II
35,00-39,99
30,00-32,49 32,50-34,99 35,00-37,49 37,50-39,99 ≥40,00
Obesitas Kelas III (Sumber: WHO,2016)
≥40,00
Nadine Dobby dan Sarah Chieveley (2009) dalam Respiratory Physiology: Anaesthesia Tutorial of the Week 147 mengungkapkan bahwa volume paru bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin, dan berat badan seseorang, serta obesitas merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi Kapasitas Residu Fungsional (KRF) atau Functional Residual Capacity (FRC) seseorang. Kapasitas Residu Fungsional (KRF) itu sendiri adalah keseimbangan antara tendensi dinding dada untuk mengembang dan tendensi paru untuk menguncup atau kolaps. Kapasitas Residu Fungsional (KRF) adalah hasil penjumlahan (gabungan) dari Volume
41
Cadangan Ekspiras (VCE) atau Expiatory Reserve Volume (ERV) dan Volume Residu (VR) Residual Volume (RV) paru (Dobby dan Chieveley, 2009). Selain itu, S. Ostrowski dan W. Barud (2006) juga mengutarakan bahwa berat badan (obesitas, distribusi lemak, dan berat badan bebas lemak) mempengaruhi fungsi paru seseorang Hasil penelitian Hendarta (2005) pada pekerja laki-laki bagian Spinning di salah satu pabrik tekstil di Bogor menunjukkan status gizi lebih mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk mengalami bisinosis dibandingkan dengan status gizi normal dan kurang (Hendarta, 2005). Sementara penelitian Hartati (2013), Cauhan dkk (2015), serta Mishra (2003) menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi (BMI) dengan bisinosis (Dwi, 2013, Chauhan dkk., 2015, Mishra dkk., 2003). 6. Umur Pekerja Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan epidemiologi dan hampir semua angka-angka kesakitan maupun kematian dalam keadaan tertentu menunjukkan adanya hubungan dengan umur (Notoatmodjo, 2007). Selain itu, umur juga berhubungan dengan kondisi atau keadaan paru seseorang. Sharma dan Goodwin (2006) menyatakan bahwa paru-paru manusia berkembang atau mengalami proses pematangan pada rentang usia 20-25 tahun, sementara setelah itu proses penuaan yang terjadi pada seseorang menyebabkan terjadinya penurunan progresif fungsi paru. Secara lebih spesifik, Sharma dan Goodwin (2006) menjelaskan bahwa paru-paru mengalami fase pertumbuhan dan pematangan dalam dua dekade pertama kehidupan dan mencapai fungsi paru maksimal pada usia sekitar 20 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk
42
laki-laki. Selain itu, pada rentang usia 20-25 tahun fungsi paru tetap stabil dengan perubahan yang sangat minim, baru kemudian mengalami penurunan setelah melewati rentang usia tersebut (Sharma dan Goodwin, 2006). Berkaitan dengan perubahan kondisi paru dan proses penuaan atau bertambahnya umur seseorang, W. M. Wahba (1983) juga menyatakan bahwa ada empat perubahan dasar yang mempengaruhi fungsi paru ketika terjadi penuaan pada seseorang, yaitu penurunan daya kerja paru, penurunan elastisitas paru, kekakuan dinding dada, dan penurunan ukuran ruang intervetebral yang masing-masing dapat memberikan efek secara tunggal maupun bersamaan (kombinasi) terhadap fungsi paru (Wahba, 1983). Tidak hanya itu Ostrowski dan Barud (2006) juga menyatakan bahwa umur dapat mempengaruhi fungsi paru seseorang. Oleh karena itu, umur pekerja juga merupakan faktor risiko bisinosis (Rom dan Markowitz, 2007). Sebagaimana penelitian Ismail Memon dkk (2008) pada pekerja Spinning dan Tekstil di Karachi yang menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis meningkat seiring dengan peningkatan usia, meski tidak terdapat hubungan antara status bisinosis dengan kelompok usia (p=0,38) (Memon dkk., 2008). Namun, penelitian Deddy Abdi Syahputra dkk (2015) pada pekerja pabrik pembuatan Tilam di Kota Medan menunjukkan pekerja laki-laki dengan usia yang lebih tua memiliki kecenderungan kemungkinan bisinosis (Syahputra dkk., 2015). Selain itu, penelitian Ajeet dkk (2010) pada pekerja bagian pemintalan di India juga menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan
usia
dengan
morbiditas
43
(angka
kesakitan)
penyakit
pernapasan kronik yang salah satunya adalah bisinosis, yang selanjutnya dikatakan juga bahwa peningkatan usia adalah determinan atau faktor utama dari morbiditas penyakit pernapasan kronik (Ajeet dkk., 2010). Selanjutnya, penelitianUmakaapa dkk (2013) pada pekerja bagian produksi industri tekstil CV Bagabs Makassar menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan antara umur pekerja dengan gangguan fungsi paru (p=0,035) (Umakaapa dkk., 2013). Untuk keperluan perbandingan, WHO menganjurkan pembagianpembagian umur yang salah satunya menurut tingkat kedewasaan, yaitu bayi dan anak-anak adalah yang berusia 0-14 tahun, orang muda dan dewasa adalah yang berusia 15-49 tahun dan orang tua adalah yang beruia 50 tahun ke atas (Notoatmodjo, 2007). Namun, Riski Noor Adha dkk (2013) dalam penelitiannya mengenai faktor yang mempengaruhi kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja pengangkut semen mengklasifikasikan umur pekerja ke dalam dua kelompok umur, yaitu pekerja dengan umur tua (≥ 30 tahun) dan pekerja yang berumur muda (<30 tahun) (Adha dkk., 2013). Sementara Tian Bapino dkk (2014) dalam penelitiannya mengenai gambaran faktor risiko yang mempengaruhi kapasitas paru pada polisi lalu lintas mengklasifikasikan umur ke dalam kelompok umur tidak berisiko (20-30 tahun) dan kelompok umur berisiko (31-40 tahun) (Bapino dkk., 2014). Berkaitan dengan hal tersebut, Yusitriani dkk (2014) memaparkan bahwa pertumbuhan paru manusia terjadi mulai dari fase anak hingga fase usia 22-24 tahun yang menyebabkan nilai kapasitas paru semakin besar seiring dengan bertambahnya usia. Nilai kapasitas paru tersebut akan
44
menetap (stasioner) selama beberapa waktu, baru kemudian mengalami penurunan secara perlahan (gradual) yang biasanya dimulai dari usia 30 tahun (Yusitriani dkk., 2014). Kemudian, Trisno Dase dkk (2013) juga menyatakan bahwa semakin tua usia seorang pekerja maka risiko terhadap gangguan fungsi paru yang dimilikinya juga semakin tinggi (Dase dkk., 2013). Sebagaimana pernyataan Qomariyatus Sholihah dkk (2008), yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang menyebabkan daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga orang yang berusia lanjut akan lebih sensitif
dan
lebih
mudah
terganggu/tepengaruh
kesehatannya
dibandingkan dengan orang yang berusia muda (Sholihah dkk., 2008). 7. Jenis Kelamin Gretchen Neigh dan Megan Mitzelfelt (2016) menjelaskan bahwa terlepas dari faktor usia, dalam keadaan normal wanita memiliki paru-paru lebih kecil daripada laki-laki. Meski secara anatomi berbeda antara wanita dan laki-laki, namun laju alir ekspirasi (expiratory flow rate) wanita pada kenyataannya lebih tinggi daripada laki-laki yang mencerminkan pola napas dan pertumbuhan alveolarnya. Selama masa anak-anak dan remaja, saluran pernapasan dan parenkim paru wanita tumbuh secara proporsional, namun pada laki-laki pertumbuhan saluran pernapasannya lebih lamban daripada bagian paru-paru lainnya sehingga menyebabkan jumlah saluran udara alveoli secara tidak proporsional lebih sedikit. Oleh karena perbedaan
proses
pertumbuhan
tersebut,
pada
laki-laki
saluran
pernapasannya lebih sempit dan berkontribusi menyebabkan resistensi saluran pernapasan lebih tinggi dan laju alir ekspirasi paksanya (forced expiratory flow rate) lebih sedikit (Neigh dan Mitzelfelt, 2016).
45
Selanjutnya Gretchen Neigh dan Megan Mitzelfelt (2016) menjelaskan bahwa di masa pubertas, pada wanita tidak terlihat jelas adanya laju alir ekpirasi (expiratory flow rate) yang lebih besar meskipun rasio volume ekspirasi paksa 1/kapasitas vital paksa (FEV1/FVC) cenderung lebih besar pada wanita. Lebih lanjut, proses kehamilan pada wanita menyebabkan perubahan anatomi paru yang dapat menyebabkan perubahan fungsi, diantaranya proses kehamilan di dalam uterus mengelevasi diafragma dan mengkompres atau menekan paru-paru di dalam rongga dada serta mereduksi kapasitas total dan kapasitas residu fungsional (functional residual capacity/FRC) paru. Mengenai proses kehamilan dan gangguan pernapasan, Ova Emilia dan Harry Freitag (2010) juga menjelaskan bahwa setelah minggu ke-30 posisi diafragma ibu hamil biasanya terangkat oleh karena desakan rahim yang
semakin
membesar
selama
hamil.
Sehingga
menyebabkan
terbatasnya gerak pernapasan ibu hamil dan pernapasan cenderung lebih cepat yang oleh karena terdorong insting untuk bernapas lebih cepat beberapa ibu hamil akan menjadi lebih mudah terengah dan merasa sesak napas. Namun, kondisi tersebut tidak berlangsung terus menerus, karena puncaknya adalah pada usia kehamilan 36 minggu. Setelah melewati usia kehamilan 36 minggu kesulitan napas yang dirasakan ibu hamil akan menurun karena ibu hamil sudah dapat beradaptasi dan gejala mulai berkurang (Emilia dan Freitag, 2010). Oleh karena itu, sebagaimana yang tercantum dalam ayat 1 pasal 82 Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan
46
anak yaitu pada usia kandungan 7,5 bulan atau 30 minggu (Sekretaris Negara Republik Indonesia, 2003). Berkaitan dengan proses penuaan sebagai independen dari berbagai penyakit, ada perubahan-perubahan yang berkaitan dengan umur seperti perihal elastisitas pada saluran pernapasan dan peningkatan fibrosis yang menyebabkan penurunan laju alir ekspirasi maksimal (expiratory flow rate). Bahkan, perubahan-perubahan tersebut lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita, atau dengan kata lain terjadi lebih lamban pada wanita. Sehingga secara keseluruhan, dengan ukuran saluran pernapasan yang relatif lebih besar dan perubahan-perubahan detrimental yang lebih lamban sepanjang hidupnya, saluran pernapasan wanita secara alami berfungsi lebih baik (Neigh dan Mitzelfelt, 2016). Meski belum ada bukti yang meyakinkan bahwa gender (jenis kelamin) memiliki peran dalam perkembangan bisinosis, namun telah dilaporkan bahwa bisinosis lebih umum terjadi pada laki-laki dan secara mufakat dinyatakan bahwa laki-laki rata-rata cenderung memiliki jam kerja yang lebih panjang pada area kerja yang berdebu (Rom dan Markowitz, 2007). Selain itu, Barbara M. Newman dan Philip R. Newman (2015) juga menyatakan bahwa salah satu penjelasan yang paling banyak dikutip mengenai laki-laki lebih berisiko mengalami kanker paru dikarenakan laki-laki lebih banyak merokok (Newman dan Newman, 2015). Lebih lanjut Norbert F. Voelkel dan William MacNee (2002) mengatakan bahwa disamping laki-laki merokok lebih banyak daripada wanita dan mulai merokok pada usia yang lebih dini, laki-laki juga bernapas lebih sering daripada wanita (Voelkel dan Macnee, 2002).
47
Sehingga penelitian Syahputra dkk (2015) menunjukkan bahwa pekerja laki-laki
dengan
usia
yang
lebih
tua
memiliki
kecenderungan
kemungkinan bisinosis (Syahputra dkk., 2015). 8. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah salah satu investasi sumber daya manusia (SDM) yang penting sebab keterampilan yang memadai dapat diperoleh melalui pendidikan (Zaenuddin, 2015).
T. Pavlica dkk.
(2010)
mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan seseorang mencerminkan status sosial ekonominya yang kemudian akan menentukan kualitas hidupnya.
Kondisi/kualitas
hidup
yang
lebih
baik
dapat
menjamin/memastikan nilai sifat morfofisiologis seseorang lebih tinggi, yang kemudian menunjukkan adanya perbedaan peningkatan penuaan. Seseorang yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah tidak mampu mengembangkan potensi genetik yang dimiliki secara sepenuhnya sehingga tetap terlihat ada perbedaan yang dimiliki sepanjang hidupnya (Pavlica dkk., 2010). Education Statistics Bulletin (1999) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan status kesehatan seseorang (Zaenuddin, 2015). Lebih lanjut, Bret A. Boyer dan Indira Paharia (2008) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan memberikan dampak atau pengaruh yang kuat terhadap outcome suatu penyakit dimana tingkat pendidikan lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan ketertarikan atau minat dalam memperoleh informasi dan memiliki outcome jangka panjang yang lebih baik (Boyer dan Paharia, 2008). Selain itu, tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah
48
dimana semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Penelitian Syahputra dkk (2015) menunjukkan bahwa pekerja dengan pendidikan menengah ke bawah memiliki kecenderungan kemungkinan bisinosis (Syahputra dkk., 2015). Sementara penelitian Memon dkk (2008) menunjukkan bahwa status/tingkat pendidikan pekerja berhubungan secara signifikan dengan prevalensi bisinosis dimana tingkat pendidikan pekerja yang lebih rendah berkontribusi secara signifikan terhadap tingginya prevalensi bisinosis di Pakistan (Memon dkk., 2008). C. Pencegahan dan Tatalaksana Bisinosis 1. Pencegahan Pencegahan bisinosis itu sendiri bergantung pada kerja sama antar disiplin ilmu kedokteran dan ilmu teknik, yang terdiri dari pengendalian debu,
TLV
dan
sampling/pengukuran
debu,
serta
surveilans
penyakit/medis pada pekerja (Parkes, 1974). Seringkali perusahaanperusahaan dapat mereduksi kadar debu dengan menyesuaikan peralatan pengendalian debu seperti sistem ventilasi dan dengan membersihkan dan memperbaiki peralatan secara teratur. Program pengendalian debu yang dilakukan minimal harus terdiri dari (Texas Department of Insurance, nd): 1) Membersihkan lantai dengan vakum atau metode lain yang menghentikan penyebaran debu 2) Membuang debu sedemikan rupa sehingga hanya sedikit mungkin yang tercerai berai 3) Menggunakan metode mekanis untuk melakukan stack, dump, atau menangani kapas atau limbah kapas ketika memungkinkan 49
4) Memeriksa, membersihkan, dan memperbaiki alat pengendali debu dan sistem ventilasi. Karyawan yang melakukan pembersihan pun harus memakai respirator. Kemudian, kompresi udara tidak dapat digunakan untuk membersihkan pakaian dan lantai melainkan hanya dapat digunakan untuk membersihkan peralatan jika tidak ada metode lain yang memungkinkan (Texas Department of Insurance, nd). Selain itu, Suma’mur P.K. (2014) juga menyatakan bahwa upaya pencegahan sangat perlu dan penting diselenggarakan secara memadai dengan program preventif yang mencakup: a) Pemeliharaan ketatarumahtanggaan yang baik di perusahaan tekstil, sehingga debu serat kaas udara tempat kerja berada pada kadar aman (NAB debu kapas (katun) =0,2 mg/m3 serat yang respirabel). Pengambilan sampel debu serat kapas alat pengambil sampel khusus yang dapat memisahkan debu kapas respirabel dari yang tidak respirabel. b) Pembersihan mesin karding sebaiknya dengan pompa hampa udara, jadi tidak secara mekanis menyebabkan berhamburannya debu serat kapas. c) Membersihkan lantai dengan sapu tidak boleh dilakukan oleh karena dapat menyebabkan berdebunya udara. d) Ventilasi dengan meniupkan udara ke ruang kerja (ventilasi umum) tidak boleh dilakukan, sebab seharusnya yang dipakai adalah ventilasi dengan cara menghisap udara.
50
e) Pekerjaan membuka kapas dari bal-balnya dilakukan pad tempat kerja khusus dan pekerja memakai tutup hidung agar terlindung dari kemungkinan menghirup debu kapas. f) Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja, terutama tidak mempekerjakan calon pekerja dengan penyakit paru antara lain TBC paru, asma bronkial, bronkitis kronis, atau penyakit paru obstruktif kronis. g) Pemeriksaan kesehatan secara berkala dengan melakukan wawancara yang secara rinci mengungkapkan keluhan alat pernapasan dan melakukan uji fungsi paru terutama ventilasi ekspirasi paksa guna mendapat data awal dan perubahannya selama bekerja dalam rangka mendeteksi penyakit bisinosis pada stadium dini. h) Pekerja yang ternyata menderita penyakit bisinosis harus segera dihentikan pemaparannya terhadap debu kapas atau debu penyebab bisinosis lainnya dengan menempatkannya pekerjaan yang udara ruang kerjanya tidak tercemar oleh debu kapas. 2. Tatalaksana Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversibel sedangkan penyakit yang berat dan kronis tidak. Pasien dengan gejala khas dan menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih harus dipindahkan ke daerah yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang atau berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang diperkirakan, juga harus lebih baik tiddak terpajan lebih lanjut (Jeyaratnam dan Koh, 2010). Lebih lanjut W. Raymond Parkes (1974) menjelaskan bahwa pekerja dengan Grade atau tingkatan bisinosis C1 dan C3 harus
51
dipindahkan dari area kerja yang memiliki paparan debu. Obstruksi saluran pernapasan pada Grade atau tingkatan bisinosis C1/2 sampai C2 pada banyak kasus masih dapat dikembalikan dengan inhalasi aerosol bronkodilator (seperti orciprenaline) dan penurunan FEV pada hari Senin pagi dapat dikurangi dengan pemberian antihistamin tetapi pengukuranpengukuran
terapeutik
tidak
dapat
ditambahkan
sebagai
upaya
pencegahan. D. Industri Tekstil Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 15 Tahun 2012, Industri tekstil yang selanjutnya disebut ITPT adalah perusahaan industri yang menghasilkan tekstil dan produk tekstil (Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2012). Secara umum pembuatan produk tekstil lengkap dengan teknologi dan produk yang dihasilkan pada masing-masing proses dapat dilihat pada tabel 2.6 (Fitrihana, nd): Tabel 2.6 Pembuatan Produk Tekstil Proses Produksi
Teknologi
Mekanik Pembuatan serat Pertanian (kapas, yute, dan alam linen), peternakan (sutera, wol). Pembuatan serat Pemintalan leleh, kering sintesis atau basah. Pemintalan Pembuatan benang
Produk Tekstil
Kimia Polimerisasi/polimer Serat alam seperti alam (rayon viskosa, sutera, kapas, wol, rayon asetat). yute, linen, sisal, serat rayon. Polimerisasi senyawa kimia.
Filamen (benang) dan staple serat polyester, nilon, dan lain-lain. Tidak membutuhkan Benang kapas, proses kimia secara benang polyester, signifikan. benanbg campurn (kapas dan polyester), dan lainlain 52
Pembuatan kain Mesin persiapan tenun, mesin tenun/rajut tenun, dan mesin rajut. kempa Pembuatan kain Mesin (mesin pres). non woven
Mesin Pewarnaan tekstil (celup dan mesin (cap). cap)
celup, printing
Penganjian untuk Kain tenun dan kain benang lusi yang rajut. akan ditenun. Teknologi kimia tekstil (Resin, kimia analisis, kimia organik, polimer, dan sebagainya). Teknologi kimia tekstil (zat warna, obat bantu, kimia fisika, kimia analisis, dan sebagainya). Teknologi kimia tekstil (resin, bioteknologi, kimia organik, kimia fisika, kimia analisis, polimer)
Mesin penyempurnaan (Mesin bakar bulu, desizing, bleaching, scouring, mercerisasi, mesin saforis, spreading, heat settingi, anti ait, anti susut, dan sebagainya. Mesin jahit, Tidak ada Pakaian pasang kancing, kimia (Garmen) mesin potong, signifikan. mesin pres. (Sumber: Fitrihana, nd) Finishing (penyempurnaan bahan sehingga memiliki sifatsifat khusus)
53
Kain non woven seperti kulit sintesis, matras, jas hujan, bahan parasit, terpal, dan sebagainya. Kain berwarna merah, hijau, kuning, dan sebagainya. Kain dengan motif/gambar tertentu. Kain halus, berkilau, langsai, kain untuk tujuan khusus seperti anti api, anti air, dan sebagainya.
proses Pakaian, kemeja, secara celana, dan sebagainya.
E. Kerangka Teori Kadar Debu Kapas Penggunaan APD (Pemakaian Masker)
Bisinosis
Masa Kerja
Tingkat Bisinosis (Klasifikasi Schilling):
Kebiasaan Merokok
1. 2. 3. 4. 5.
Status Gizi Umur pekerja Jenis Kelamin
TIngkat 0 Tingkat ½ Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 6.
Tingkat Pendidikan
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Sumber: Berry dkk,2007; Suma’mur P.K,2014; George dkk,2005; Levy dkk, 2011; Malo dkk,2013; Baxter dkk,2010; Kemenakertrans RI, 2010; US Department of Health and Human Services, 2010; NIOH,2012; Dobby dan Chieveley, 2009; Ostrowski dan Barud, 2006; Sharma dan Goodwin, 2006; Rom dan Markowitz, 2007; Syahputra dkk, 2015; Mulyati dkk, 2015; Karnagi,1996; Hendarta,2005; Farooque dkk,2008; Er dkk, 2016; Cauhan dkk, 2015; Ajeet dkk,2010; Mulyati dkk,2015; Mishra,2003; Memon dkk,2008)
54
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian bisinosis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bisinosis. Variabel yang diteliti hubungannya dengan bisinosis dalam penelitian ini tediri dari kadar debu kapas di tempat kerja, masa kerja, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Penggunaan APD tidak diteliti hubungannya dengan bisinosis karena data yang dihasilkan homogen.
Kadar Debu Kapas Penggunaan APD
(Pemakaian Masker)
Bisinosis
Masa Kerja
Tingkat Bisinosis (Klasifikasi Schilling):
Kebiasaan Merokok
1. 2. 3. 4. 5.
Status Gizi Umur pekerja Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Keterangan: = Tidak diteliti hubungan
55
TIngkat 0 Tingkat ½ Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 adalah penjabaran mengenai defisini operasional, cara ukur, hasil, dan skala dari masing-masing variabel yang diteliti dalam penelitian ini: Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional Dikatakan Bisinosis memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ apabila ditemukan kadang-kadang berat di dada dan pendek nafas pada hari senin (hari pertama bekerja setelah tidak bekerja 2 hari), tingkat 1 apabila ditemukan berat di dada atau pendek nafas pada hari Senin di hampir setiap minggu, tingkat 2 apabila ditemukan berat di dada atau pendek nafas pada hari Senin dan hari-hari lainnya pada hampir setiap minggu, dan tingkat 3 apabila ditemukan adanya bisinosis dengan cacat paru. Konsentrasi/ Jumlah/ Kadar debu banyaknya debu kapas yang kapas
Cara Ukur Penyebaran kuesioner
Alat Ukur Kuesioner
Pengukuran EPAMkadar debu 5000 dengan alat 56
Hasil 0. Tingkat 0 1. Tingkat ½ 2. Tingkat 1 3. Tingkat 2 4. Tingkat 3 (Suma'mur P.K, 2014)
0. ≤0,2 mg/m3 1. >0,2
Skala Ordinal
Ordinal
terkandung di pengukur udara tempat kadar debu kerja.
Penggunaan APD (Pemakaian Masker)
Kebiasaan pekerja Penyebaran dalam kuesioner menggunakan APD (masker) ketika melakukan pekerjaannya sehari-hari.
Kuesioner
Masa Kerja
Lamanya seseorang telah bekerja dihitung dari pertama kali bekerja di lingkungan/tempat kerja berdebu di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang hingga Agustus 2016 status merokok para pekerja berdasarkan
Penyebaran kuesioner
Kuesioner
Penyebaran kuesioner
Kuesioner
Kebiasaan Merokok
57
mg/m3 (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2011, Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 2005) 0. Sesuai (Jika Ordinal masker yang digunakan adalah masker N95) 1. Tidak Sesuai (Jika masker yang digunakan bukan masker N95) (Kementerian Kesehatan RI, 2015b) Dalam tahun Rasio
0. Bukan Perokok 1. Bekas
Ordinal
jumlah batang rokok yang dihisap selama hidupnya dan aktivitas merokok sekarang ini dan dalam 28 hari ke belakang. Status Gizi Keadaan/kondisi gizi pekerja (Indeks berdasarkan nilai Masa Masa Tubuh/IMT) Indeks Tubuhnya.
Umur pekerja
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Lamanya waktu hidup seorang pekerja yang dihitung mulai dari tanggal lahir sampai ulang tahun terakhir dalam satuan tahun. Perbedaan antara laki-laki dan permpuan secara bentuk, sifat, dan fungsi biologi sejak lahir yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggaraka n keturunan. Pendidikan fornal terakhir yang dijalankan atau
Perokok 2. Masih Perokok (New Zealand Ministry of Health, 2015)
Penyebaran kuesioner, penimbangan berat badan dan tinggin badan
Kuesioner, alat timbangan berat badan dan alat pengukur tinggi badan (microtois)
Penyebaran kuesioner
Kuesioner
Penyebaran kuesioner
Kuesioner
Penyebaran kuesioner
Kuesioner
58
0. Kurang Ordinal (IMT= <18,50) 1. Normal (IMT= 18,5024,99) 2. Lebih (IMT=25, 00≥30,00) (WHO, 2016) 0. Muda Ordinal (<30 tahun) 1. Tua (≥30 tahun) (Adha dkk., 2013, Sharma dan Goodwin, 2006) 0. Perempuan Nominal 1. Laki-laki
0. Tinggi (jika Ordinal pendidikan SMA/sedera
dimiliki seseorang.
oleh
jat atau lebih dari SMA/ sederajat) 1. Rendah (jika pendidikan dibawah SMA/ sederajat)
C. Hipotesis 1) Ada hubungan antara konsentrasi/kadar debu kapas dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016. 2) Ada hubungan antara masa kerja dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016. 3) Ada hubungan antara kebiasaan merokok dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016. 4) Ada hubungan antara status gizi dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016. 5) Ada hubungan antara umur pekerja dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016. 6) Ada hubungan antara jenis kelamin dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016. 7) Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argopantes Tbk. Tangerang tahun 2016.
59
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian dengan jenis penelitian kuantitatif dan dengan desain penelitian analitik cross sectional, yang bertujuan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dependen dan independen yang diteliti yaitu bisinosis, konsentrasi/kadar debu kapas, penggunaan APD (pemakaian masker), masa kerja, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang serta mencari hubungan atau keterkaitan antara masing-masing variabel independen (konsentrasi/kadar debu kapas, masa kerja, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan) dengan varaibel dependen (bisinosis). B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang. Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga bulan September 2016. C. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. Berdasarkan datra yang diperoleh dari departemen HRD, PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang mempunyai tenaga kerja/karyawan produksi sebanyak 411 orang karyawan. Setelah melalui proses inklusi masa kerja 5 tahun didapatkan jumlah populasi studi penelitian ini adalah sebanyak 345 orang karyawan. Cara menentukan besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi (hypothesis test for two population proporsi) sebagai berikut: 60
𝑛=
{𝑍21−𝛼 √2𝑝(1 − 𝑝) + 𝑍1−𝛽 √𝑝1(1 − 𝑝1) + 𝑃2(1 − 𝑃2)} 2
2
(𝑝1 − 𝑝2)2
Ket: n = besar sampel P=
𝑃1+𝑃2 2
P1 = Perkiraan proporsi di populasi 1 (jumlah orang yang mendapatkan paparan (exposure positive) dan menderita penyakit (disease positive) pada penelitian sebelumnya). P2 = Perkiraan proporsi di populasi 2 (jumlah orang yang tidak mendapatkan paparan (exposure negative) dan menderita penyakit (disease positive) pada penelitian sebelumnya). Z 1-α/2 = CI (derajat kepercayaan) 95% (1,96) Z1-β = Kekuatan uji 80% (0,842) Tabel 4.1 adalah hasil perhitungan besar sampel dengan menggunakan uji beda dua proporsi (hypothesis test for two population proporsi) pada setiap variabel/faktor risiko penelitian ini, untuk kemudian dipilih satu nilai n (besar sampel) yang akan ditetapkan sebagai jumlah sampel yang dibutuhkan penelitian ini. Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel Pada Setiap Variabel/Faktor Risiko Penelitian
No.
Variabel/Faktor Risiko
P1
P2
1
Konsentrasi/ Kadar Debu Kapas (Syahputra dkk., 2015) Penggunaan APD (Masker)
0,861 (86,1%) 0,300
0,364 (36,4%) 0,492
2
61
n (Besar Sampel) 14 101
3 4 5 6 7 8
(Hendarta, 2005) Masa Kerja (Dwi, 2013)
(30%) (4,92%) 0,769 0,143 (76,9%) (14,3%) Kebiasaan Merokok 0,480 0,080 (Chauhan dkk., 2015) (48%) (8%) Status Gizi (Hendarta, 2005) 0,2105 0,0847 (21,05%) (8,47%) Umur Pekerja (Syahputra 0,9697 0,2143 dkk., 2015) (96,97%) (21,43%) Jenis Kelamin (Syahputra 0,7955 0 dkk., 2015) (79,55%) (0%) Tingkat Pendidikan 1 0,5 (Syahputra dkk., 2015) (100%) (50%)
9 19 124 6 5 11
Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebesar 124 orang responden, yang kemudian dibulatkan menjadi 130 orang responden. Penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling sebagai metode pemilihan sampel, yaitu dengan mengundi/mengocok 345 orang pekerja di populasi menjadi 130 orang sampel/responden terpilih. Selain itu, sebagaimana yang telah sedikit disinggung sebelumnya, pengambilan sampel juga dilakukan dengan menentukan kriteria pengambilan sampel, yang terdiri dari: 1) Kriteria Inklusi a. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani inform consent. b. Telah bekerja di bagian produksi (spinning, weaving, fabric processing, dan yarn processing) PT. Argo Pantes Tbk Tangerang minimal 5 tahun. c. Berusia lebih dari sama dengan 13 tahun pada saat penelitian berlangsung.
62
2) Kriteria Eksklusi a. Tidak bersedia mengikuti penelitian hingga akhir. b. Tidak berkerja di bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. c. Memiliki penyakit asma, bronkitis, emfisema, PPOK, dan TB/ada riwayat pasca TB sejak sebelum bekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. d. Pekerja wanita yang sedang hamil dengan usia kandungan lebih dari sama dengan 30 minggu (7,5 bulan). Jumlah sampel (responden) pada setiap area kerja unit produksi ada sebanyak: a. Unit Spinning 3
: 24 orang
a) Front Spinning (CDR)
: 5 orang
b) Ring Spining
: 11 orang
c) Winding
: 8 orang
b. Unit Weaving
: 49 orang
c. Unit Yarn Processing/Yarn Dyeing
: 17 orang
a) RTW
: 6 orang
b) Soft Winder : 5 orang c) Warper
: 1 orang
d) Verpacking : 4 orang d. Unit Fabric Processing/Dyeing Finishing a) Bleaching
: 16 orang
b) Dyeing
: 10 orang
c) Verpacking : 11 orang d) Finishing
: 3 orang
63
: 40 orang
D. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer (dikumpulkan secara langsung oleh peneliti). Teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan
data
primer
tersebut
adalah
penyebaran
kuesioner,
pengukuran kadar/konsentrasi debu, serta pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk mendapatkan nilai IMT (Indeks Masa Tubuh) responden. Sementara data yang digunakan untuk studi pendahuluan penelitian ini selain bersumber dari data primer melalui penyebaran kuesioner dan pengukuran kadar/konsentrasi denu kapas juga bersumber dari data sekunder yaitu data hasil pengukuran kadar debu dan data kunjungan berobat pekerja ke klinik PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. Untuk menentukan titik pengukuran kadar/konsentrasi debu kapas, peneliti melakukan pemetaan area kerja dengan ricncian langkah berupa terlebih dahulu meminta peta/layout unit Spinning 3, Weaving, Yarn Processing/Yarn Dyeing, dan Fabric Processing/Dyeing Finishing dari bagian HRD untuk kemudian dibuat pemetaan titik pengukuran sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam SNI 7230:2009. Setelah pemetaan selesai, baru kemudian peneliti menggunakan pertimbangan bahwa satu titik pengukuran di masing-masing area kerja yang ditetapkan adalah titik yang dekat dengan pekerja (responden/sampel) dalam melakukan pekerjaannya. Pengumpulan data dilakukan selama 8 hari, yaitu dari hari Senin, 29 Agustus 2016 hingga hari Selasa, 6 September 2016 dengan rangkaian kegiatan seperti yang tertera pada tabel 4.2
64
Tabel 4.2 Rangkaian Kegiatan Pengumpulan Data No 1
Hari, Tanggal, Tahun Senin, 29 Agustus 2016
-
2
Selasa, 30 Agustus 2016
-
-
3
Rabu, 31 Agustus 2016
-
-
4
Kamis, 1 September 2016
-
-
65
Kegiatan Pengumpulan Data Penyebaran kuesioner kepada responden di unit Spinning 3. Pengukuran tinggi badan dan berat badan repsonden di unit Spinning 3 (alat pengukur tinggi badan dan berat badan yang digunakan adalah alat milik lab gizi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sudah melalui proses perizinan, dan diambil dari lab gizi pada hari Jumat, 26 Agustus 2016). Melanjutkan pengukuran tinggi badan dan berat badan responden di unit Spinning 3. Penyerahan dan pemeriksaan kuesioner yang telah diisi serta pemberian souvenir kepada responden di unit Spinning 3. Mengambil alat EPAM 5000 di laboratorium K3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan menjemput laboran K3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk tutut serta mendampingi proses penggunaan alat/pengukuran yang dilakukan. Penyebaran kuesioner ke responden di unit Weaving. Pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas di unit Yarn Processing/Yarn Dyeing (bagian/area kerja Soft Winder dan RTW) dengan menggunakan EPAM 5000. Pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas di unit Weaving (bagian/area kerja tenun) dengan menggunakan EPAM 5000. Penyerahan dan pemeriksaan kuesioner yang telah diisi serta pemberian souvenir kepada responden di unit Weaving.
5
Jumat, 2 September 2016
-
-
-
-
-
6
Sabtu, 3 September 2016
-
7
Senin, 5 September 2016
-
-
-
66
Pengukuran tinggi badan dan berat badan repsonden di unit Weaving. Pengukuran tinggi badan dan berat badan repsonden di unit Weaving yang pada hari Kamis, 1 September 2016 libur. Penyerahan dan pemeriksaan kuesioner yang telah diisi serta pemberian souvenir kepada responden di unit Weaving yang pada hari Kamis, 1 September 2016 libur. Pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas kembali di unit Weaving (bagian/area kerja tenun) dengan menggunakan EPAM 5000. Pengukuran konsentrasi/kadar debu di unit Yarn Processing/Yarn Dyeing (bagian/area kerja soft winder, warper, dan verpacking) dengan menggunakan EPAM 5000. Penyebaran kuesioner ke unit Yarn Processing/Yarn Dyeing. Koordinasi dan penyebaran kuesioner ke unit Dyeing Finishing/Fabric Processing. Pengukuran konsentrasi/kadar debu di unit Spinning 3 (bagian/area kerja Ring Spinning, Front Spinning, dan Winding) dengan menggunakan EPAM 5000. Pengukuran konsentrasi/kadar debu di unit Dyeing Finishing/Fabric Processing (bagian/area Bleaching, Dyeing, Finishing, dan Verpacking) dengan menggunakan EPAM 5000. Pengukuran tinggi badan dan berat badan repsonden di unit Dyeing Finishing/Fabric Processing. Penyerahan dan pemeriksaan kuesioner yang telah diisi serta pemberian souvenir kepada responden di unit Dyeing
8
Selasa, 6 September 2016
-
-
Finishing/Fabric Processing. Pengukuran tinggi badan dan berat badan repsonden di unit Yarn Processing/Yarn Dyeing. Penyerahan dan pemeriksaan kuesioner yang telah diisi serta pemberian souvenir kepada responden di unit Yarn Processing/Yarn Dyeing.
E. Instrumen Penelitian Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Kuesioner Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi kuesioner baku dari American Thoracic Society (ATS) dengan jenis kuesioner ATS-DLD-78 A yang dilengkapi atau diberi tambahan pertanyaan dari kuesioner yang digunakan oleh Julia Karnagi (1996) dalam penelitiannya dengan mengadopsi kuesioner baku dari British Medical Research Council (BMRC). Kuesioner
tersebut
digunakan
untuk
mengetahui
bisinosis,
penggunaan masker (APD), masa kerja, kebiasaan merokok, umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan pada pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. Kuesioner ATS-DLD-78 A pernah diuji validitas dan reabilitasnya oleh Tanzil Jamali kemudian dipublikasi pada IOHA International Scientific Conference ke 10 di London pada tahun 2015. Uji validitas tersebut memperoleh nilai spesifisitas pertanyaan kuesioner ATS-DLD-78 A untuk gejala batuk kronik, dahak kronik, mengi kronik, dan kombinasi gejala kronik mencapai 93,1%, 85,7%, 75,4%, dan 63% sehingga diperoleh kesimpulan bahwa kuesioner ATS-
67
DLD-78-A adalah instrumen yang valid untuk melakukan screening gejala pernapasan pada pekerja tekstil (Jamali, 2015). Berikut adalah penjelasan mengenai kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan variabel penelitian yang hendak diukur: a. Bisinosis Variabel bisinosis diukur dengan menggunakan 42 pertanyaan seputar gejala yang terdiri dari 9 pertanyaan tentang batuk, 6 pertanyaan tentang dahak, 2 pertanyaan tentang peristiwa batuk dan dahak, 7 pertanyaan tentang mengi, 12 pertanyaan tentang rasa dada tertekan/terjepit, serta 6 pertanyaan tentang sesak napas karena sakit jantung dan paru. b. Penggunaan APD (Masker) Variabel penggunaan APD (Masker) diukur dengan 3 buah pertanyaan yakni pertanyaan mengenai apakah responden memakai APD ketika berada di ruangan yang berdebu, APD apa yang digunakan, dan bagaimana kebiasaan responden memakai masker tersebut. c. Masa kerja Variabel masa kerja diukur dengan pertanyaan mengenai riwayat pekerjaan berupa 1 buah yang pertanyaan menanyakan tentang total tahun bekerja pada suatu perusahaan/industri berdebu. Pertanyaan lainnya mengenai riwayat pekerjaan adalah pertanyaan-pertanyaan seputar jenis/bagian pekerjaan yang biasa dilakukan responden dan apakah responden penah pindah dari lingkungan kerja yang lebih berdebu ke tempat yang kurang berdebu.
68
d. Kebiasaan merokok Variabel merokok diukur dengan menggunakan 26 pertanyaan yang diawali dengan pertanyaan apakah responden pernah merokok 100 batang rokok atau lebih selama hidupnya yang kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan tentang apakah responden masih merokok dalam satu bulan terakhir, berapa rata-rata batang rokok yang dihisap, pada usia berapa berhenti merokok, berapa usia responden ketika mulai merokok secara teratur, apakah responden menghisap rokok sampai ke dalam dada, hingga pertanyaan seputar apakah responden pernah merokok rokok sigaret, cerutu, atau rokok pipa secara teratur dalam hidupnya. e. Umur pekerja Variabel umur pekerja didapatkan dengan pertanyaan mengenai identitas responden pada bagian awal kueisoner. f. Jenis Kelamin Variabel jenis kelamin didapatkan dengan pertanyaan mengenai identitas responden pada bagian awal kuesioner. g. Tingkat pendidikan Variabel tingkat pendidikan didapatkan dengan pertanyaan mengenai tingkat pendidikan dengan bentuk jawaban berupa tahun pendidikan formal berdasarkan tingkat pendidikan/sekolah tertinggi yang telah diselesaikan oleh responden. 2) Environmetal Particulat Monitor (EPAM)-5000 Environmetal Particulat Monitor (EPAM)-5000 digunakan untuk mengukur kadar/konsentrasi debu kapas di area kerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. Untuk menentukan titik pengambilan sampel udara peneliti mengacu kepada SNI 7230:2009 serta berdasarkan titik/lokasi 69
terdekat dari pekerja yang menjadi responden dalam melakukan pekerjaannya. Sementara untuk lama pengukuran, peneliti melakukan pengukuran selama 1 jam sebab berdasarkan NMAM 0600, minimal lama pengukuran partikulat adalah 45 menit dan maksimalnya adalah 8 jam (NIOSH, 1998). Berikut adalah cara menggunakan Environmental Particulat Monitor (EPAM)-5000 (SKC, 1999): 1. Cek baterai. Sebelum digunakan, Baterai EPAM-5000 harus dalam keadaan terisi penuh. Guankan EDC EPAM untuk mengisi daya baterai. Waktu untuk pengisian baterai adalah sekitar 22 jam untuk penggunaan alat selama 24 jam. 2. Tekan ON/OFF untuk menyalakan monitor EPAM-5000. 3. Tekan Enter untuk masih ke menu utama. 4. Untuk melihat settingan (pengaturan alat), pilih Special Functions dari Menu Utama, kemudian pilih Date/Time, kemudian pilih View Date/Time, kemudian masukkan data tanggal dan waktu sesuai dengan tanggal dan waktu data pengukuran diambil dengan menggunakan tanda panah ke atas atau ke bawah. Tekan Enter jika sudah
selesai
melakukan
pengaturan
tanggal
dan
waktu
pengukuran. 5. Untuk pengaturan alarm, pilih Special Functions dari Menu Utama kemudian pilih Set Alarm, atur alarm sesuai kebutuhan, dan tekan Enter jika sudah selesai melakukan pengaturan alarm.
70
6. Untuk menghapus data pilih Special Functions dari Menu Utama kemudian pilih System Options, kemudian pilih Erase Memory dan tekan Yes untuk menghapus data. 7. Sebelum melakukan pengukuran, lakukan terlebih dahulu tes laju alir udara dengan menggunakan Flow Audit Meter atau tes laju alir udara, dengan cara memasang alat laju alir udara di kepada sensor EPAM-5000, kemudian Run, dan pilih Continue atau Overwrite Data. Kemudian lihat angka di alat laju alir udara, jika bola kecil menunjukkan angka 4 Lpm, maka laju alir udara alat masih sesuai, namun jika tidak menunjukkan angka 4 Lpm maka lakukan penyesuaian angka dengan menggeser laju alir udara dengan jenis ukuran partikel debu yang akan diambil. 8. Pengukuran dengan menggunakan EPAM-5000 dapat mengukur partikel dengan ukuran partikel debu 1,0 mikron, 2,5 mikron, dan 10 mikron. Dalam penelitian ini ukuran partikel debu yang diukur berukuran 10 mikron. Berikut adalah cara pemasangan dan penggunaan alat untuk ukuran partikel 10 mikron (10 µm): 1) Pilih Special Functions dari menu utama 2) Pilih System Options 3) Pilih Extended Options 4) Pilih Size Select 5) Pilih 10 µm – M 6) Masukkan inlet sampling kedalam kepala sensor dari EPAM-5000 7) Pasang penahan filter cassette ke dalam sensor EPAM-5000
71
Lakukan Manual Zero 9. Auto-Zero bergungsi untuk membersihkan fitur yang secara otomatis menyesuaikan ke awal drift akibat adanya perubahan suhu ambien yang cukup signifikan. Fitur ini merupakan pengaturan default yang ada ada EPAM-5000 yang melakukan pembersihan optik sensor dengan udara bersih dan menetapkan kembali pengaturan awal tiap 30 menit. Untuk mengaktifkan dan menonaktifkan Auto Zero data dilakukan dengan cara berikut: 1) Pilih Special Functions dari menu utama 2) Pilih System Options 3) Pilih Extended Options 4) Pilih Calibration Options 5) Pilih Auto Zero 10. Manual Zero (Manual Nol) merupakan menetapkan dasar pengukuran EPAM-5000 menjadi nol mg/m3. Pemeriksaaan manual zero harus dilakukan sebelum memulai satu set baru pengukuran, yang jika menggunakan setting Auto Zero (default) EPAM-5000 secara otomatis kembali lagi ke nol awal setiap 30 menit sekali. Pastikan saluran masuk untuk sampling yang akan diukur sudah terpasang pada saluran masuk sensor dari EPAM5000. Jika sampling partikel PM 10 maka masukan 10 impactor jet. Berikut adalah cara melakukan Manual Zero: 1) Pilih Special Functions dari menu utama 2) Pilih System Options 3) Pilih Extended Options
72
4) Pilih Calibration Options 5) Pilih Manual-Zero 6) Pilih lagi Manual-Zero, tunggu hingga 99 detik. Kemudian Menu Utama akan muncul jika proses Manual-Zero telah selesai. 7) Memilih Sample Rate: a. Pilih Special Functions pada menu utama b. Pilih System options c. Pilih Sample Rate. Pilih 1 second untuk pengambilan sampel selama 6 jam, pilih 10 second untuk maksimal pengambilan sampel selama 60 jam. Pilih 1 menit untuk maksimal pengambilan selama 15 hari. Dan pilih 30 menit untuk maksimal pengambilan sampel selama 15 bulan. 8) Sampling (Pengukuran): a. Nyalakan alat dan tekan Enter b. Pilih Run, dan pilih Continue atau Overwrite Data c. Untuk menghapus semua data sebelumnya yang telah terekam dalam alat, pilih Overwrite, kemudian pilih Yes untuk mengkonfirmasi, jika pilih No, akan membatalkan proses sampling tanpa mempengaruhi memori data. d. Untuk menambahkan data poin untuk ke lokasi penyimpanan data pada pengukuran yang berturut-turut pilih Continuation. e. Untuk pengambilan sampe tanpa fitur alarm tekan Run, untuk pengambilan sampel dengan fitur alarm tekan Alarm-Continue.
73
f. Internal pump akan aktif dan memulai proses pengukuran. Dan kemudian pada layar akan muncul data Run dengan tampilan
seperti pada gambar 4.1: A = Lokasi Kode yang sedang dilakukan pengukuran B = Partikulat yang sedang dilakukan pengukuran. 1,0 µm: E, 2,5 µm: S, 10 µm: M, TSP: L C = Konsentrasi hasil pengukuran
Gambar 4.1 Tampilan Layar EPAM-5000 Saat Proses Run Sampling (Sumber: SKC,1999) D = Status Baterai g. Tekan Enter untuk stop (menghentikan) pengukuran data dan kembali ke Menu Utama. 9) Sampel yang ada akan diambil setiap detik dan akan dirata-ratakan sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan. 10) Melihat hasil data yang tersimpan: a. Pilih Review Data b. Pilih Statistics
74
c. Jika memori menajan data poin di lokasi lain, maka layar akan menampilkan Scanning data memori, lanjutkan ke step 7. Tetapi jika memori telah dibersihkan dari semua data poin yang ada maka tidak ada data yang tersimpan. d. Untuk memilih lokasi jika ingin melihat lokasi yang berbeda, pilih New Tag XXX dan lanjutkan ke step 7. e. Tekan Enter untuk lokasi yang datanya ingin dilihat. Untuk melihat nilai lokasi yang lebih kecil tekan panah ke bawah, jika ingin melihat nilai lokasi data uyang lebih besar tekan panah atas. Pilih digit atau raung selanjutnya dengan menekan Enter. f. Tekan Enter ketika lokasi data yang diingingkan ingin dilihat. g. Data pertama yang akan terlihat adalah lima bayar statistic ketika data dihitung. Pilih layar statistic dengan menekan panah bawah atau panah atas. 3) Timbangan Berat Badan dan Mikrotois Timbangan berat badan dan mikrotois (alat pengukur tinggi badan digunakan untuk mengukur berat badan dan tinggi badan responden untuk mendapatkan nilai Indeks Masa Tubuh (IMT) sebagai penentu status gizi responden. Setelah dilakukan pengukuran, data tinggi badan dan berat badan responden kemudian dimasukkan ke dalam kolom isian pertanyaan mengenai tinggi badan dan berat badan pada bagian identitas responden di awal kuesioner. F. Pengolahan Data Seluruh data primer yang terkumpul akan diolah dengan proses sebagai berikut:
75
1) Data Coding Proses memberikan kode untuk masing-masing variabel sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data agar memudahkan dalam proses entry. Proses ini dilakukan sejak saat pembuatan kuesioner. Berikut adalah penjelasan coding untuk masing-masing variabel: a. Bisinosis Variabel bisinosis terdiri dari 6 kelompok pertanyaan, yaitu: 1) Batuk Pertanyaan tentang gejala batuk diawali dengan pertanyaan apakah responden selama bekerja di lokasi penelitian biasanya mengalami batuk, apakah biasanya batuk sebanyak 4-6 kali sehari atau minimal 4 hari atau lebih dalam seminggu, dan pertanyaan apakah biasanya batuk selama sepanjang hari, yang pilihan jawaban untuk masing-masing pertanuyaan tersebut adalah 1. Ya 2. Tidak. Jika terdapat jawaban Ya pada salah satu pertanyaan tersebut maka dilanjutkan dengan pertanyaan apakah responden biasanya batuk pada hampir setiap hari selama 5 bulan berturut-turut atau lebih dalam setahun terakhir dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak. Kemudian pertanyaan terbuka mengenai sudah berapa lama mengalami batuk dengan jawaban yang diharapkan dalam satuan tahun. Selanjutnya pertanyaan mengenai apakah batuk yang dialami dirasakan pada hari-hari tertentu dalam seminggu dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak yang jika Ya kemudian berlanjut ke pertanyaan mengenai hari kerja ke berapa saja batuk itu ada dengan pilihan jawaban 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07 untuk mewakili 7 hari 76
dalam seminggu. Baru kemudian masuk ke pertanyaan terakhir perihal intensitas batuk pada hari kerja ke 01 dengan pilihan jawaban 1. Kadang-kadang 2. Selalu. 2) Dahak Pertanyaan
mengenai
gejala
dahak
diawali
dengan
pertanyaan perihal apakah responden biasanya mengeluarkan dahak dari dalam dadanya, apakah biasanya mengeluarkan dahak sampai sebanyak 2 kali sehari atau minimal 4 hari atau lebih dalam seminggu, apakah biasanya mengeluarkan dahak ketika bangun tidur di pagi hari, dan apakah biasanya mengeluarkan dahak/rehak selama sepanjang hari yang pilihan jawabannya terdiri dari 1. Ya 2. Tidak. Jika ada jawaban Ya pada salah satu pertanyaan tersebut maka dilanjutkan dengan pertanyaan apakah biasanya mengeluarkan dahak hampir setiap hari atau minimal selama 3 bulan berturut-turut atau lebih dalam setahun belakangan dengan pilihan jawaban 1. Ya 2.Tidak. Serta diakhiri dengan pertanyaan terbuka berupa sudah berapa lama memiliki masalah dahak/reak tersebut dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan tahun. 3) Peristiwa Batuk dan Dahak Pertanyaan mengenai peritiwa batuk dan dahak terdiri dari dua pertanyaan mengenai apakah responden mengalami serangan batuk dengan dahak/reak meningkat yang berlangsung minimal 3 minggu berturut-turut atau lebih dalam setahun dengan pilihan jawab 1. Ya 2. Tidak. Serta pertanyaan terbuka sudah berapa lama mengalami setidaknya satu serangan batuk 77
dengan dahak tersebut dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan tahun. 4) Napas Berbunyi atau Mengi Pertanyaan mengenai gejala napas berbunyi atau mengi diawali dengan pertanyaan tentang apakah dada responden pernah berbunyi/mengeluarkan suara mengi atau bengek bila bernapas ketika pilek/flu, terkadang disaat tidak pilek/flu, dan hampir setiap hari atau setiap malam (4 hari dalam seminggu) dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak. Jika ada jawaban Ya dari responden pada salah satu pertanyaan tersebut maka dilanjutkan dengan pertanyaan apakah bunyi mengi tersebut muncuk setelah bekerja di bagian/unit kerjanya dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak dan pertanyaan terbuka tentang sudah berapa lama mengi/bengek tersebut ada dengan jawaban jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan tahun. Selanjutnya adalah pertanyaan tentang apakah responden memiliki serangan mengi yang membuatnya merasa sesak napas dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak yang jika diberi jawaban Ya maka dilanjutkan dengan pertanyaan terbuka berapa usia responden ketika pertama kali mendapatkan serangan tersebut dengan
jawaban yang diharapkan adalah
dalam satuan tahun. Kemudian pertanyaan mengenai apakah responden mengalami peristiwa tersebut sebanyak 2 kali atau lebih yang pilihan jawabannya 1. Ya 2. Tidak dan pertanyaan apakah responden pernah membutuhkan/menggunakan obat
78
atau perawatan untuk mengatasi serangan-serangan tersebut yang pilihan jawabannya adalah 1. Ya 2. Tidak. 5) Rasa Dada Tertekan atau Terjepit Pertanyaan-pertanyaan seputar rasa dada tertekan atau terjepit diawali dengan pertanyaan tentang apakah responden pernah merasa seperti ditekan/dijepit atau napasnya bertambah susah dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak. Jika jawaban pertanyaan tersebut Ya maka dilanjutkan dengan pertanyaan pada hari kerja ke berapa responden merasakan dada tertekan atau terjepit dengan pilihan jawaban 01, 02, 03, 04, 05, 06,
07 untuk mewakili 7 hari dalam seminggu. Jika hari ker
01 adalah jawaban dari responden, maka dilanjutkan dengan pertanyaan bagaimana intensitas rasa dada tertekan atau terjepit yang dirasakan apakah 1. Kadang-kadang atau 2. Selalu. Selanjutnya adalah pertanyaan tentang kapan rasa dada terjepit tersebut hilang dengan pilihan jawaban 1. Hari kerja ke 1 berhenti bekerja 2. Hari kerja ke 2 berhenti bekerja 3. Hari kerja ke 3 berhenti bekerja 4. Tidak hilang/tetap ada. Jika jawaban responden merasakan rasa dada tertekan pada hari kerja ke 1, maka dilanjutkan dengan pertanyaan kapan responden merasa dada tertekan/terjepit atau merasakan napas susah yang pilihan jawabannya adalah 1. Sebelum masuk pabrik 2. Sesudah Masuk pabrik. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan terbuka tentang setelah bekerja berapa lama di bagian yang berdebu responden mulai merasakan dada 79
tertekan dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan bulan/tahun.Lalu pertanyaan tentang apakah di waktu yang lalu responden pernah mereasa tertekan atau terjepit dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak, yang jika jawabannya Ya aka ditanyakan pada hari kerja ke berapa apakah 01, 02, 03, 04, 05, 06,
07, selanjutnya jika jawabannya Ya pada hari kerja
ke 1 maka ditanyakan apakah rasa itu muncul 1. Kadangkadang atau 2. Selalu. Serta pertanyaan tentang apakah dalam 3 tahun kebelakang responden pernah memiliki penyakit/gangguan pada dada yang menyebabkan harus berhenti bekerja yang pilihan jawabannya adalah 1. Ya 2. Tidak. Jika jawaban pertanyaan terebut Ya maka berkanjut menuju dua pertanyaan terakhir yaitu apakah responden dahulu mengeluarkan dahak karena mengalami gangguan/penyakit pada dada yang pilihan jawabannya adalah 1. Ya 2. Tidak dan pertanyaan terbuka tentang pada 3 tahun terakhir berapa banyak penyakit yang diderita dan apakah berlangsung selama seminggu atau lebih dengan jawaban yang diharapkan adalah berupa menyebutkan jumlah penyakit. 6) Sesak Napas karena Sakit Jantung Atau Paru Pertanyaan perihal sesak napas karena sakit jantung atau paru diawali dengan pertanyaan apakah responden menderita sakit jantung atau paru dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak yang kemudian responden harus memiliki apakah 1. Jantung atau 2. Paru. Selain itu responden juga diminta menyebutkan kondisi lain selain penyakit jantung dan paru yang menyebabkan 80
ia tidak dapat berjalan. Selanjutnya adalah pertanyaan tentang apakah responden menjadi susah/sesak napas saat sedang berjalan tergesa-gesa/terburu-buru di tempat yang datar atau saat berjalan biasa di tempat yang agak menanjak, apakah responden harus berjalan lebih lamban dari pada orang-orang seusianya di tempat yang datar karena sesak napas, apakah responden pernah sampai terpaksa harus berhenti berjalan untuk bernapas ketika berjalan di tempat datar dengan kecepatannya sendiri, apakah responden pernah sampai harus terpaksa berhenti untuk bernapas setelah berjalan sekitar 100 yard (91,44 meter) atau setelah beberapa menit di tempat yang datar, dan apakah responden terlalu sesak/pendek napas untuk pergi meninggalkan rumah atau ketika mengenakan/melepaskan pakaian yang pilihan jawabannya adalah 1. Ya 2. Tidak. b. Penggunaan APD (Masker) Pertanyaan terkait variabel APD (Masker) terdiri dari pertanyaan apakah responden menggunakan APD di ruang berdebu untuk menghindari debu dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak. Jika jawaban responden adalah Ya maka berlanjut ke pertanyaan tentang APD yang digunakan dengan pilihan jawaban 1. Masker yang disediakan 2. Masker atau cara lain kemudian sebutkan apa cara lainnya. Kemudian diakhir dengan pertanyaan bagaimana kebiasaan responden memakai masker (APD) dengan pilihan jawaban 1. Selalu 2. Kadang-kadang.
81
c. Masa kerja Pertanyaan mengenai masa kerja terdapat di kelompok pertanyaan riwayat pekerjaan dengan jenis pertanyaan berupa pertanyaan terbuka dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan tahun. d. Kebiasaan merokok Pertanyaan perihal kebiasaan merokok diawali dengan pertanyaan apakah respoden pernah meroko sebanyak 100 batang atau lebih selama hidupnya yang pilihan jawabannya adalah 1. Ya 2. Tidak. Jika jawaban responden adalah Ya maka berlanjut ke pertanyaan apakah dalam satubulan terakhir responden masih merokok dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak, pertanyaan terbuka tentang pada usia berapa berhenti merokok jika sudah berhenti dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan tahun, pertanyaan terbuka tentang berapa batang rokok rata-rata sehari yang dihisap dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan batang, pertanyaan terbuka tentang berapa usia responden mulai merokok dengan jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan tahun, dan pertanyaan tentang apakah biasanya responden menghirup asap rokok hingga ke dalam dadanya dengan pilihan jawaban 1. Ya 2. Tidak. Selain itu juga terdapat pertanyaanpertanyaan mengenai kebiasaan merokok berdasarkan jenis rokok (sigaret,
cerutu,
dan
rokok
pipa)
yang
pilihan
jawaban
pertanyaannya tediri dari 1. Ya 2. Tidak, jawaban yang diharapkan adalah dalam satuan tahun dan dalam satuan rokok/batang per hari,
82
serta dengan pilihan jawaban 1. Tidak termasuk 2. Sekali-sekali tidak 3. Sedikit 4. Cukup 5. Banyak. e. Umur pekerja Pertanyaan mengenai umur adalah pertanyaan terbuka mengenai
tanggal
lahir
responden
dengan
jawaban
yang
diharapkan adalah dalam satuan tanggal, bulan, dan tahun. f. Jenis Kelamin Pertanyaan mengenai jenis kelamin hanya memiliki dua pilihan jawaban yakni 1. Perempuan 2. Laki-laki. g. Tingkat pendidikan Pertanyaan mengenai tingkat pendidikan adalah pertanyaan terbuka dengan jawaban dalam satuan tahun. 2) Data Editing Proses menyunting data yang dilakukan sebelum melakukan data entry dengan melakukan pengecekan isian kuisioner, apakah jawaban pada setiap pertanyaan sudah terjawab lengkap dan jelas. 3) Data Entry Proses memasukkan data ke dalam komputer dengan menggunakan perangkat lunak (software) pada komputer agar data dapat dianalisis. 4) Data Cleaning Proses pengecekan data setelah data di-entry dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada data yang belum di entry atau terjadi kesalahan saat entry. Hasil skoring akhir masing-masing variabel setelah seluruh data di-entry dan sebelum dianalsisis lebih lanjut adalah sebagai berikut: a. Bisinosis 0. Tingkat 0, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 2. Tidak.
83
1. Tingkat ½, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 1. Ya, kemudian jawaban pertanyaan 12B terdiri dari 01, dan jawaban pertanyaan 12C adalah 1. Kadang-kadang. 2. Tingkat 1, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 1. Ya, kemudian jawaban pertanyaan 12B terdiri dari 01, dan jawaban pertanyaan 12C adalah 2. Selalu. 3. Tingkat 2, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 1. Ya, kemudian jawaban pertanyaan 12B tidak hanya terdiri dari 01, dan jawaban pertanyaan 12C adalah 1. Selalu. 4. Tingkat 3, jika jawaban pertanyaan 12A adalah 1. Ya, kemudian jawaban pertanyaan 12B terdiri dari 01 , jawaban pertanyaan 12C adalah 1. Selalu, jawaban pertanyaan 12D adalah 1. Hari kerja ke 1 berhenti bekerja, dan jawaban pertanyaan 12E adalah 1. Sebelum masuk pabrik. Untuk menentukan grade atau tingkat bisinosis pada responden, peneliti juga melakukan konsultasi/diskusi sebelumnya dengan dokter perusahaan PT. Argo Pantes Tbk Tangerang untuk menghindari subjektifitas dan meningkatkan sensitifitas instrumen yang digunakan dan proses pengumpulan data yang dilakukan. b. Konsentrasi/kadar debu kapas 0. ≤ 0,2 mg/m3, jika hasil pengukuran kadar debu kapas kurang atau sama dengan 0,2 mg/m3 (NAB debu kapas). 1. >0,2 mg/m3, jika hasil pengukuran kadar debu kapas lebih dari 0,2 mg/m3 (NAB debu kapas). c. Penggunaan APD (Masker) 0. Sesuai, jika jawaban pertanyaan 29C adalah masker N95. 84
1. Tidak Sesuai, jika jawaban pertanyaan 29C adalah selain masker N95. d. Kebiasaan Merokok 0. Bukan Perokok, jika jawaban pertanyaan 25A adalah 2. Tidak. 1. Bekas Perokok, jika jawaban pertanyaan 25A adalah 1.Ya dan jawaban pertanyaan 25B adalah 2. Tidak. 2. Masih Perokok, jika jawaban pertanyaan 25A adalah 1.Ya dan jawaban pertanyaan 25B adalah 1. Ya. e. Status Gizi 0. Kurang, jika IMT responden kurang dari 18,50. 1. Normal, jika IMT responden mencapai 18,50-24,99. 2. Lebih, jika IMT responden mencapai 25,00-≥30,00. f. Umur 0. Muda dan dewasa, jika umur responden kurang dari 30 tahun. 1. Tua, jika umur responden lebih dari sama dengan 30 tahun. g. Jenis Kelamin 0. Perempuan, recode dari coding jawaban 1. Perempuan. 1. Laki-laki, recode dari coding jawaban 2. Laki-laki. h. Tingkat Pendidikan 1. Rendah, jika jawaban pertanyaan no. 6 adalah kurang dari sama dengan 9 tahun. 2. Tinggi, jika jawaban pertanyaan no. 6 lebih dari 9 tahun G. Analisa Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat dengan penjelasan sebagai berikut:
85
1) Analisis Univariat Analisis univariat adalah cara analisis untuk variabel tunggal dan merupakan hal yang penting untuk menganalisis distribusi ukuran kasus sampel dari variabel tunggal. Bentuk paling sederhana dari analisis univariat adalah menghitung jumlah kasus dalam masing-masing kategori. Hasil perhitungan tersebut disebut dengan distribusi frekuensi, yang perlu diberikan manipulasi statistik tambahan agar lebih bermanfaat. Manipulasi statistik tambahan tersebut tergantung pada jenis variabel atau lebih tepat pada tingkat pengukuran atau skala yang terdiri dari skala nominal, ordinal, interval, dan rasio (Lapau, 2012). Adapun skala atau tingkat pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Skala Nominal Pada pengukuran skala nominal, kategori yang satu dari variabel tertentu berbeda dengan kategori lain dari variabel yang sama sehingga satu kategori variabel tidak perlu lebih tinggi, lebih rendah, lebih besar, lebih kecil, dari kategori yang lain (Lapau, 2012). Skala nominal dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur variabel jenis kelamin. b. Skala Ordinal Variabel dengan skala ordinal adalah satu variabel yang ada hubungan tingkatan di antara kateogrinya dengan kategori nomor 1 dianggap lebih tinggi atau lebih rendah dari kategori dengan nomor 2, nomor 3, dan seterusnya (Lapau, 2012). Skala ordinal dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur variabel bisinosis, konsentrasi/kadar debu kapas, penggunaan APD (pemakaian masker), lama kerja, area/bagian kerja (aktifitas pekerjaan), kebiasaan merokok, 86
status gizi, umur, dan tingkat pendidikan. Dengan tingkat paling rendah atau tidak berisiko adalah kateogri nomor 0 dan tingkat paling tinggi atau tingkat paling berisiko adalah nomor 4 untuk variabel bisinosis,
nomor 2 untuk variabel penggunaan APD, kebiasaan
merokok, dan status gizi, serta nomor 1 untuk variabel konsentrasi debu kapas, umur, dan tingkat pendidikan. c. Skala Rasio Skala rasio dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur variabel masa kerja. 2) Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis yang menunjukkan hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Jenis teknis analisis yang tepat untuk meneliti hubungan statistik diantara 2 variabel tergantung pada apakah variabel itu kategorikal (nominal dan ordinal) atau kontinous (interval dan rasio) (Lapau, 2012). Jenis teknik analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis hubungan antara 2 variabel kategorik, yaitu antara 2 variabel ordinal serta antara variabel ordinal dan nominal, yaitu uji chi square. Serta teknik analisis hubungan antara variabel numerik yang datanya berdistribusi tidak normal dan variabel kategorik lebih dari 2 kategori, yaitu uji kruskal wallis. Hipotesis dalam statistik ada dua macam, yaitu (Hastono dan Sabri, 2010): a. Hipotesis nol (Ho), adalah hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Contohnya, tidak ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari 87
ibu merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok. b. Hipotesis alternatif (Ha), adalah hipotesis yang menyatakan ada perbedaan suatu kejadian antara kedua kelompok. Contohnya, ada perbedaan berat badan bayi antara mereke yang dilahirkan dari ibu yang merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok. Untuk
menentukan
keputusan
uji
statistik,
penelitian
ini
menggunakan pendekatan probabilistik dengan menggunakan salah satu program statistik computer yang dapat menampilkan nilai P (P value). Nilai P tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai α (alpha) untuk membuat keputusan uji statistik berdasarkan keputusan yang berlaku, yaitu (Hastono dan Sabri, 2010): a. Bila nilai P ≤ α, keputusannya adalah Ho ditolak. b. Bila nilai P > α, keputusannya adalah Ho gagal ditolak.
88
BAB V HASIL
A. Proses Produksi di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang a) Bahan Baku dan Bahan Penolong Bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang adalah bahan baku katun alami dan katun campuran antara kapas dan polyester. Sementara bahan penolong yang digunakan adalah kain pancing. Selain menggunakan bahan baku dan bahan penolong, proses produksi juga menggunakan bahan kimia yang digunakan dalam proses yarn dyeing/yarn processing dan proses fabric processing/dyeing finishing. Bahan kimia yang digunakan dalam proses yarn dyeing/yarn processing adalah soda kaustik, NaOH, Na2CO3, enzim, KmnO4, dan Na2SO4. Sementara bahan kimia yang digunakan dalam fabric processing/dyeing finishing adalah resin, zat anti sadah, zat anti migrasi, dan pembasah seperti sabun dan kanji (Alpiah, 2015). b) Proses Produksi dan Hasil Produksi Proses produksi yang dilakukan oleh PT. Argo Pantes Tbk Tangerang dilakukan per unit secara terpadu yang terdiri dari serangkaian proses seperti yang terlihat pada gambar 5.1, dengan penjelasan sebagai berikut (Alpiah, 2015): 1) Spinning (Pemintalan) PT. Argo Pantes Tbk Tangerang memiliki tiga buah pabrik/unit spinning, yaitu Spinning 1, Spinning 2, dan Spinning 3. Namun, unit/pabrik spinning yang masih beroperasi hingga penelitian ini dilakukan hanyalah unit Spinning 3. Spinning adalah tahapan awal
89
dalam pembutan kain atau benang yang terdiri dari serangkaian tahapan yang harus dijalani, yaitu: a) Blowing Blowing adalah tahapan/proses menguraikan gumpalan kapas yang baru diambil dari pohon dan mencampurkan kapas/polyeter yang telah terurai. Pada tahapan ini, bahan baku yang awalnya berbentuk gumpalan diolah menjadi lembaranlembaran kapas yang panjang dan lebar. b) Carding Carding adalah tahapan/proses merubah bentuk bahan baku dari
lembaran
menjadi
uraian
sebesar
tali
yang
cara
penggulungannya seperti tali tambang, yang terdiri dari proses penggarukan, pembersihan, dan penguraian serat. c) Pre Drawing Pre Drawing adalah tahapan/proses perangkapan dan peregangan bahan baku, mensejajarkan serat (apakah 100% kapas atau ada campuran polyester), serta memperbaiki kerataan bahan baku. d) Lap Former Lap Former adalah tahapan/proses perubahan bentuk bahan baku dari yang berbentuk tali menjadi bentuk lembaran-lembaran yang lebih tipis apabilia dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari proses carding. e) Combing Combing adalah tahapan/proses memisahkan serat panjang dan pendek agar tidak mudah putus. Kemudian serat tersebut disejajarkan, untuk selanjutnya dilakukan proses perubahan 90
bentuk dari lembaran tipis menjadi tali-tali yang disimpan dengan cara digulung. f) Drawing Drawing
adalah
tahapan/proses
merangkapkan,
memperbaiki, dan mensejajarkan serat agar tali tidak mudah putus, serta dilakukan pengaturan presentase blending. g) Roving Roving adalah tahapan/proses yang harus dilalui oleh benang baik yang sudah diberi pewarnaan maupun benang yang masih berwarnan asli. h) Ring Spinning Ring Spinning adalah tahapan/proses membentuk benang dalam kapasitas yang lebih kecil dari proses roving untuk kemudian diberi nomor dan keterangan mengenai persentase bahan baku yang digunakan agar lebih mudah menentukan jenis kain yang akan diolah dalam proses weaving. Pada tahapan/proses ini benang roving akan dirubah bentuknya menjadi benang ring. i) Winding Winding adalah tahapan/proses penggulungan benang ring menjadi benang cones yang lalu akan diperiksa kerataan dan berat gulungan benang tersebut. Setelah tahapan/proses winding selesai dilakukan pengepakan. 2) Weaving (Penenunan) Serangkaian tahapan yang harus dilakukan pada proses weaving adalah:
91
a) Penerimaan Bahan Baku Proses/tahapan menerima bahan baku berupa benang dari Spinning. Ada dua jenis benang yang menjadi bahan baku, yaitu benang lusin dan benang pakan. Benang lusi adalah benang yang dipasang sejajar pada mesin tenun sehingga membentuk anyaman untuk kain dengan bentuk memanjang. Sementara benang pakan adalah benang anyaman untuk kain dengan bentuk melebar atau arahnya tegak lurus dengan benang lusi. b) Sizing Sizing adalah tahapan/proses pengajian benang lusi dalam rangka menidurkan bulu-bulu benang dan menambah kekuatan benang sehingga tidak putus pada proses penenunan. c) Reaching Reaching adalah tahapan/proses memasukan benang lusi yang tlah melalui proses sizing ke dalam gun, dropper, dan sisir. Serta menentukan anyaman tenunan sebagai desain struktur pada kain. d) Tying Tying adalah tahapan/proses menyambungkan benang lusi dia ats mesin tenun dengan benang lusi pada bibit sehingga pemasangan pada tenun dapat lebih cepat/dipercepat. e) Tenun Tenun adalah tahapan/proses membuat kain dengan cara menganyam benang lusi dan benang pakan dengan motif anyaman yang telah ditentukan.
92
f) Inspecting Inspecting adalah tahapan/proses memeriksa kain yang telah selesai ditenun dalam rangka memisahkan dan membedakan grade kain sesuai dengan kelompoknya. g) Folding Folding adalah tahapan/proses melipat dan mendata kain yang sudah melalui tahapan inspecting berdasarkan panjang dan grade kain. h) Packing Packing adalah tahapan/proses menyusun kain di atas palet dan mendata kain sesuai dengan jenis serta grade kain untuk kemudian sebagian kain di ball pada mesin ball press untuk dikirim ke luar negeri (ekspor). Sementara sebagian lainnya dikirim ke gudang. 3) Yarn Dyeing/Yarn Processing (Pewarnaan Benang) Serangkaian tahapan yang harus dilakukan pada proses yarn dyeing adalah: a) Penerimaan Bahan Baku Bahan baku utama yang digunakan adalah benang grey. b) Singeing Singeing adalah tahapan/proses dihilangkannya bulu-bulu pada serat benang untuk diwarnai. c) Reeling Reeling adalah tahapan/proses mengubah benang bentuk cones menjadi bentuk benang grey.
93
d) Mercerize Mercerize adalah tahapan/proses penarikan benang dalam larutan soda kaustik untuk menambah daya serap, kilatm dan kekuatan tarik benang yang dilakukan pada suhu rendah. e) Hank ke Cones Hank ke Cones adalah tahapan/proses menggulung benang dari bentuk hank ke bentuk cones. f) Soft Winder Soft Winder adalah tahapan/proses menggulung benang dari bentuk cones ke bentuk stainless tube yang diperlukan untuk tahapan dyeing. g) Dyeing Dyeing adalah tahapan/proses pencelupan benang dalam bentuk cheese atau beam, yang prosesnya dimulai dari scourcing, bleaching, sampai oiling. h) Dryer Dryer adalah tahapan/proses mengeringkan benang yang telah melalui proses/tahapan pencelupan dengan menggunakan uap panas yang dialirkan oleh blower. i) RTW RTW adalah tahapan/proses menggulung benang dari bentuk stainless tube ke dalam bentuk cone kembali. j) Warping Warping adalah tahapan/proses pemindahan gulungan dari gulungan cones menjadi gulungan boom yang harus disesuaikan dengan panjang yang telah ditentukan agar tidak ada kesulitan pada tahapan/proses selanjutnya. 94
k) Verpacking Verpacking adalah tahapan/proses pengepakan barang untuk dikirim ke gudang berdasarkan lot, warna, dan sebagainya. 4) Dyeing Finishing/Fabric Processing (Pencelupan Kain) Proses-proses yang harus dilakukan dalam tahapan dyeing finishing adalah: a) Persiapan Pada tahap persiapan dilakukan proses menyambug kain grey per lembar dan per jenis warna yang diingingkan. b) Bleaching Bleaching adalah tahapan/proses yang terdiri dari proses membakar bulu permukaan kain grey, penghilangan kanji, pemasakan untuk menghilangkan kotoran dan kuman pada suhu 120⁰C selama 40 menit, pemutihan, penstabilan serat kapas, menambah kekuatan kain, menambah daya serap serat kain, dan menstabilkan serat polyester. c) Dyeing Dyeing adalah tahapan/proses yang terdiri dari proses pencelupan atau pewarnaan kain dengan menggunakan zat warna, pengikatan zat warna dengan serat polyester pada suhu 200⁰C 210⁰C selama 90 detik, dan pengikatan zat warna reaktif dengan serat kapas pada mesin padsteam pada suhu 102⁰C. d) Finishing Finishing adalah tahapan/proses yang terdiri dari proses: 1. Penyempurnaan dengan menggunakan obat resin dan softener 2. Mengatur (setting) arah lebar kain agar kain tidak luntur dan tidak berubah pH-nya 95
3. Perbaikan warna (topping) 4. Pemeriksaan sekilas kain agar terbebas dari masalah spack, lipetan, spot, dan bekas oli/bekas zat kimia yang digunakan. 5. Proses pemantapan kain agar mendapatkan shrinkage yang diinginkan oleh pelanggan sehingga kain tidak menciut saat masuk proses selanjutnya. e) Verpacking Verpacking adalah tahapan/proses memeriksa kain untuk menentukan grade kain dengan klasifikasi grade A, B, C, dan X. Kain grade A dan B akan diekspor (dikirim/dijual ke luar negeri). Kain grade C akan dijual di dalam negeri. Sementara kain grade X yang merupakan kain dengan kerusakan parah sekali/cacat kain parah tidak akan dijual melainkan akan dipernaiki dan diolah kembali. Selain itu, pada tahapan verpacking juga terdapat proses scrolling, yaitu menggulung dan membungkus kain jadi serta proses pengepakan kain ke dalam box sesuai dengan permintaan pelanggan untuk dikirim ke gudang.
96
Gambar 5.1 Alur Kegiatan Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang
B. Analisis Univariat a) Gambaran Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang Bisinosis adalah penyakit paru akibat kerja yang disebabkan oleh inhalasi debu kapas, rami, vlas, henep, sisal atau goni. Berikut adalah gambaran distribusi frekuensi kemungkinan bisinosis menurut tingkatan (grade) dan gejala-gejala penyerta pada pekejra bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang Tahun 2016. 1. Gambaran Bisinosis Pada Pekerja Menurut Tingkat Bisinosis Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh responden dan analisis yang telah dilakukan, diperoleh hasil kemungkinan tingkat bisinosis pada
pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk
Tangerang seperti yang tertera pada tabel 5.1. 97
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Bisinosis Menuut Tingkat Bisinosis di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 No 1 2 3 4 5
Tingkat Bisinosis n Persen (%) Tingkat 0 122 93,8% Tingkat ½ 5 3,8% Tingkat 1 2 1,5% Tingkat 2 1 0,8% Tingkat 3 0 0% Total 130 100% Berdasarkan tabel 5.1, dapat diketahui bahwa sebanyak 122
(93,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan mengalami bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala), 5 (3,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan mengalami bisinosis tingkat ½, 2 (1,5%) orang pekerja memiliki kemungkinan mengalami bisinosis tingkat 1, 1 (0,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan mengalami bisinosis tingkat 2, dan tidak ada satu pun pekerja yang memiliki kemungkinan mengalami bisinosis tingkat 3. 2. Gambaran Gejala Penyerta Bisinosis Pada Pekerja Bisinosis memiliki ciri khas atau karakteristik gejala berupa rasa dada tertekan/sesak dada/napas bertambah susah yang dimulai pada hari pertama bekerja setelah dua hari libur bekerja (hari Senin). Yang kemudian perkembangan ciri khas gejala tersebut menentukan tingkat sakit bisinosis seseorang ke dalam lima tingkatan, yaitu tingkat 0, ½, 1, 2, dan 3. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, sebanyak 122 (93,8%) orang pekerja kemungkinan memiliki bisinosis tingkat 0, yang itu artinya pada pekerja tersebut tidak ditemukan adanya gejala khas bisinosis. Kemudian sebanyak 5 (3,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang artinya pekerja tersebut
98
mengalami kadang-kadang berat di dada dan pendek nafas pada hari Senin atau rangsangan pada alat-alat pernapasan pada hari Senin. Selanjutnya sebanyak 2 (1,5%) orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 1 dan 1 (0,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingat 2 yang itu artinya 2 orang pekerja tersebut mengalami berat di dada atau pendek napas pada hari Senin hampir setiap minggu sementara 1 orang pekerja tersebut mengalami berat di dada atau pendek nafas pada hari Senin dan hari-hari lainnya pada setiap minggu. Selain ditemukan ada ciri khas gejala tersebut, secara keseluruhan gejala bisinosis meliputi sesak dada, batuk kronis, dahak kronis, peristiwa batuk dengan dahak/reak yang meningkat, mengi, dan sesak napas. Distribusi gejala-gejala tersebut pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang tertera tabel 5.2 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Menurut Gejala Penyerta Bisinosis di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 Ya
No
Gejala
1 2
Batuk Kronis Dahak Kronis Peristiwa Batuk dengan Dahak/Reak yang Meningkat Mengi Sesak Napas
3 4 5
Berdasarkan
n 16 21
% 12,3% 16,2%
Tidak n % 114 87,7% 109 83,8%
Total n % 130 100% 130 100%
7
5,4%
123
94,6%
130
100%
22 5
16,9% 3,8%
108 125
83,1% 96,2%
130 130
100% 100%
tabel 5.2, dapat diketahui bahwa sebanyak 16
(12,3%) orang pekerja mengalami batuk kronis, 21 (16,2%) orang pekerja mengalami dahak kronis, 7 (5,4%) orang pekerja pernah mengalami peristiwa batuk dengan dahak meningkat, 22 (16,9%)
99
orang pekerja mengalami mengi, dan 5 (3,8%) orang pekerja mengalami sesak napas. b) Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada Pekerja PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang Munculnya bisinosis pada pekerja dipengaruhi oleh faktorfaktor/variabel seperti konsentrasi/kadar debu kapas, penggunaan APD, masa kerja, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Distribusi frekuensi variabel konsentrasi/kadar debu kapas, penggunaan APD, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.3. Sementara untuk distribusi frekuensi variabel masa kerja dapat dilihat pada tabel 5.8. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, penggunaan APD, kebiasaan Merokok, Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang Tahun 2016 No 1
2 3
Variabel Independen Konsentrasi/ Kadar Debu Kapas Penggunaan APD Kebiasaan Merokok
4
Status Gizi
5
Umur
6
Jenis Kelamin
7
Tingkat Pendidikan
Kategori
n
Persen (%)
≤ NAB (≤ 0,2 mg/m3) >NAB (0,2 mg/m3) Sesuai Tidak Seseuai Bukan Perokok Bekas Perokok Masih Perokok Normal Kurang Lebih Muda dan Dewasa Tua Perempuan Laki-Laki Tinggi Rendah
82
63,1%
48
36,9%
0 130 90 9 31 11 69 50 11
0% 100% 69,2% 6,9% 23,8% 8,5% 53,1% 38,5% 8%
119 45 85 100 30
92% 35% 65% 76,9% 23,1%
100
1. Gambaran Konsentrasi/Kadar Debu Kapas Pada Area Unit Produksi Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dan seperti yang terdapat pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 82 (63,1%) orang pekerja bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang kurang dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3) dan sebanyak 48 (36,9%) orang pekerja bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang lebih dari NAB (>0,2 mg/m3). Selain itu, diperoleh hasil konsentrasi/kadar debu kapas pada beberapa area kerja di empat unit produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang seperti yang tertera pada tabel 5.4 dan gambar 5.2. Tabel 5.4 Distribusi Konsentrasi/Kadar Debu Kapas Per Unit dan Per Area Kerja Unit Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 No
Unit
Area Kerja/Bagian
1
Spinning 3
2
Weaving
3
Yarn Processing/ Yarn Dyeing
4
Dyeing Finishing/ Fabric Processing
Front Spinning (CDR) Ring Spinning Winding Tenun bagian 1 Tenun bagian 2 Soft Winder RTW Warper Verpacking Bleaching Dyeing Finishing Verpacking
101
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas TWA (mg/m3) 0,293 5,995 0,399 0,214 0,137 0,179 0,183 0,227 0,095 0,046 0,036 0,287 0,071
6.00 5.995
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00
0.293
0.399 0.214 0.137 0.179 0.183 0.227 0.095 0.046 0.036 0.287 0.071
0.00
Gambar 5.2 Konsentrasi/Kadar Debu Kapas di Area Kerja Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Selanjutnya dari tabel 5.4 diperoleh informasi bahwa dari 13 area
kerja
PT
Argo
Pantes
Tbk
Tangerang
yang
diukur
konsentrasi/kadar debu kapasnya terdapat enam area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang telah melebihi NAB debu kapas (>0,2 mg/m3), yaitu area kerja front spinning (0,293 mg/m3), ring spinning (5,995 mg/m3), dan winding (0,399 mg/m3)
pada unit
Spinning 3. Kemudian area kerja tenun bagian 1 (0,214 mg/m3) pada unit Weaving, area kerja warper (0,227 mg/m3)
pada unit Yarn
Processing/Yarn Dyeing, dan area kerja Finishing (0,287 mg/m3) pada unit Dyeing Finishing/Fabric Processing. Sementara ketujuh area
kerja
lainnya
memiliki
konsentrasi/kadar
debu
kapas
dibawah/kurang dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3) . Selain itu, dari gambar 5.2 juga dapat diketahui bahwa area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas paling tinggi adalah area kerja ring spinning (5,995 mg/m3) pada unit Spinning 3. Sementara area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas paling rendah adalah area kerja Dyeing (0,036 mg/m3) pada unit Dyeing Finishing/Fabric Processing.
102
2. Gambaran Penggunaan APD Pekerja Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dan seperti yang tertera pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa seluruh (100%) pekerja yang menjadi responden di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang menggunakan masker (APD) yang tidak sesuai atau dengan kata lain tidak menggunakan masker N95. Jenis masker yang digunakan oleh para pekerja tersebut dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Distribusi Jenis Masker yang Digunakan Pekerja Bagian Produksi di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 No Jenis Masker 1 Masker Kain 2 Masker Katun 3 Masker Medis Total
n 128 1 1 130
Persen (%) 98% 1% 1% 100%
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa sebanyak 128 (98%) orang pekerja menggunakan jenis masker kain, 1 (1%) orang pekerja menggunakan jenis masker katun, dan 1 (1%) pekerja menggunakan jenis masker medis. Sementara untuk kebiasaan pekerja dalam menggunakan masker dapat dilihat pada gambar 5.3.
Selalu Memakai
Kadang-Kadang Memakai
54 (43%) 74 (57%)
Gambar 5.3 Kebiasaan Penggunaan Masker Pekerja
Berdasarkan gambar 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 54 (43%) orang pekerja selalu memakai masker selama 8 jam kerja dan 103
sebanyak 74 (57%) orang pekerja kadang-kadang memakai masker dalam 8 jam bekerja. Selanjutnya dari gambar 5.4 dapat diketahui bahwa sebanyak 96 (73,8%) orang pekerja menggunakan masker yang diberikan perusahaan dan sebanyak 34 (26,2%) orang pekerja menggunakan masker pribadi.
Masker dari Perusahaan
34; 26%
Masker Milik Pribadi 96; 74%
Gambar 5.4 Sumber Kepemilikan Masker
3. Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 90 (69,2%) orang pekerja adalah bukan perokok, 9 orang pekerja (6,9%) adalah bekas perokok, dan 31 (23,8%) orang pekerja lainnya adalah masih perokok. Berikut ini adalah gambaran lama merokok, rata-rata batang rokok per hari, dan derajat merokok pekerja. a. Lama Merokok dan Rata-Rata Batang Rokok Per Hari Lama merokok dan rata-rata batang rokok per hari dari 40 orang pekerja yang merupakan perokok (bekas perokok dan masih perokok) dapat dilihat pada tabel 5.6.
104
Tabel 5.6 Distribusi Lama Merokok dan Rata-Rata Batang Rokok per Hari Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 No 1 2
Variabel Lama Merokok Rata-rata Batang Rokok Per hari
Mean Median Modus 21,28 22 15 tahun tahun tahun 7,35 6 12 batang batang batang
Min. 2 tahun 1 batang
Maks. 43 tahun 20 batang
Dari tabel 5.6, dapat diketahui bahwa rata-rata lama merokok 40 orang pekerja yang merupakan perokok adalah 21,28 tahun, nilai tengahnya 22 tahun, lama merokok yang paling banyak dimiliki adalah 15 tahun, lama merokok minimalnya adalah 2 tahun dan lama merokok maksimalnya (paling lama) adalah 43 tahun. Sementara untuk rata-rata batang rokok per hari, nilai rataratanya adalah 7,35 batang rokok, nilai tengahnya adalah 6 batang rokok per hari, nilai modus (rata-rata batang rokok per hari yang paling banyak menjadi jawaban) adalah 12 batang rokok per hari,
rata-rata batang rokok per hari minimalnya
adalah 1 batang rokok per hari dan nilai maksimalnya adalah 20 batang rokok per hari. b. Derajat Merokok Derajat merokok seseorang dapat diketahui dengan menggunakan Indeks Brinkman. Dari analisis yang telah dilakukan, diperoleh hasil derajat merokok 40 orang pekerja (responden) yang merupakan perokok adalah seperti yang terlihat pada tabel 5.7.
105
Tabel 5.7 Distribusi Status Merokok Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 No 1 2 3
Status Merokok Perokok Ringan Perokok Sedang Perokok Berat Total
n 29 11 0 40
Persen (%) 22.3% 8,5% 0% 30,8%
Berdasarkan tabel 5.7, diperoleh informasi bahwa dari 40 orang pekerja (responden) yang merupakan perokok, 29 orang merupakan perokok ringan sementara 11 orang lainnya merupakan perokok sedang dan tidak ada yang merupakan perokok berat. 4. Gambaran Status Gizi Pekerja Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 11 (8,5%) orang pekerja memiliki status gizi kurang, 69 (53,1%) orang pekerja status gizinya normal, dan 50 (38,5%) orang pekerja lainnya memiliki status gizi lebih. 5. Gambaran Umur Pekerja Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui sebanyak 119 (92%) orang pekerja memiliki umur yang tergolong tua dan 11 (8%) orang pekerja lainnya memiliki umur yang tergolong muda dan dewasa. 6. Gambaran Jenis Kelamin Pekerja Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui sebanyak 85 (65%) orang pekerja yang menjadi responden dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki dan 45 (35%) orang lainnya berjenis kelamin perempuan.
106
7. Gambaran Tingkat Pendidikan Pekerja Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sebanyak 100 (77%) orang pekerja memiliki tingkat pendidikan tinggi dan hanya 30 (23%) orang pekerja yang memiliki tingkat pendidikan rendah. 8. Gambaran Masa Kerja Pekerja Distribusi frekuensi masa kerja pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.8. Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 No 1
Variabel Mean Independen Masa Kerja 19,80 tahun
Median Modus 21 tahun
5 tahun
Min.
Maks.
5 tahun
38 tahun
Berdasarkan tabel 5.8, dapat diperoleh informasi bahwa rata-rata masa kerja pekerja di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang menjadi responden adalah 19,80 tahun dengan nilai tengahnya 21 tahun, masa kerja yang paling banyak dimiliki adalah 5 tahun, masa kerja paling minimal adalah 5 tahun dan masa kerja paling maksimal (terlama) adalah 38 tahun. Sementara berdasarkan hasil uji normalitas data yang telah dilakukan, diperoleh nilai p value 0,000, yang menandakan bahwa data variabel masa kerja berdistribusi tidak nomal (<0,05). C. Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dari delapan variabel indepen, hanya tujuh variabel yang dapat dilakukan analisis bivariatnya. Sebab, salah satu hasil variabel yaitu variabel
107
penggunaan APD sudah sangat homogen. Pada penelitian ini, untuk mengetahui hubungan konsentrasi/kadar debu kapas, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan dengan bisinosis pada pekerja digunakan teknik analisis uji chi square. Sementara untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan bisisnosis digunakan teknik analisis uji kruskal wallis dikarenakan berdasarkan uji normalitas yang digunakan, diperoleh hasil data variabel masa kerja berdistribusi tidak normal. a) Hubungan Antara Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, Kebiasaan Merokok, Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. Hubungan antara konsentrasi/kadar debu kapas, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan dengan bisinosis pada pekerja bagian produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang dapat dilihat pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Hubungan Konsentrasi/Kadar Debu Kapas, Kebiasaan Merokok, Status Gizi, Umur, Jenis Kelamin, dan Tingkat Pendidikan dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016
No
Variabel
Kategori ≤0,2 mg/m
1
2
3
Kadar Debu Kapas
Kebiasaan Merokok
Status Gizi
>0,2 mg/m3 Bukan Perokok Bekas Perokok Masih Perokok Kurang
3
Tingkat 0 n % 81 98,8
Bisinosis Tingkat Tingkat ½ 1 n % n % 1 1,2 0 0
41
85,4
4
8,3
2
4,2
1
85
94,4
3
3,3
1
1,1
9
100
0
0
0
28
90,3
2
6,5
10
90,9
1
9,1
108
Tingkat 2 n % 0 0
Total n 82
% 100
2,1
48
100
1
1,1
90
100
0
0
0
9
100
1
3,2
0
0
31
100
0
0
0
0
11
100
P Value
0,021
0,890
0,632
4
Umur
Normal Lebih Muda dan Dewasa Tua
5 6
Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan
Perempuan Laki-Laki Tinggi Rendah
65 47
94,2 94
2 2
2,9 4
2 0
2,9 0
0 1
0 2
69 50
100 100
10
90,9
1
9,1
0
0
0
0
11
100
11 2 44 78 93 29
0,766 94,1
5
3,8
2
1,5
1
0,8
119
100
97,8 91,8 93 96,7
1 4 4 1
2,2 4,7 4% 3,1
0 2 2 0
0 2,4 2% 0
0 1 1 0
0 1,2 1% 0
45 85 100 30
100 100 100 100
1. Hubungan Antara Konsentrasi Debu Kapas dan Bisinosis Berdasarkan tabel 5.9, dapat diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan bisinosis pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value≤0,05). Selanjutnya, pekerja yang bekerja di lingkungan/tempat kerja dengan konsentrasi debu kapas kurang dari sama dengan NAB (≤ 0,2 mg/m3) dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala) ada sebanyak 81 (98,8%) orang pekerja. Kemudian pekerja yang bekerja di lingkungan/tempat kerja dengan konsentrasi debu kapas kurang dari sama dengan NAB (≤ 0,2 mg/m3) dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½ ada sebanyak 1 (1,2%) orang. Sementara untuk pekerja yang bekerja di lingkungan/tempat kerja dengan konsentrasi debu lebih dari NAB (> 0,2 mg/m3) dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½, 1, dan 2 masing-masing ada sebanyak 41 (85,4%), 4 (8,3%), 2 (4,2%) dan 1 (2,1%) orang pekerja. 2. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dan Bisinosis Dari tabel 5.9 diperoleh informasi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan bisinosis pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value>0,05). Selanjutnya, 109
0,537 0,811
pekerja yang merupakan bukan perokok dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala), ½, 1, dan 2 masing-masing ada sebanyak 85 (94,4%), 3 (3,3%), 1 (1,1%), dan 1 (1,1%) orang pekerja. Kemudian pekerja yang merupakan bekas perokok dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala) ada sebanyak orang 9 (100%) orang dan tidak ada yang memiliki kemungkinan tingkat bisinosis ½, 1, 2 maupun 3. Sementara untuk pekerja yang merupakan masih perokok dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat
dan
memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½, dan 1, masing-masing ada sebanyak 28 (90,3%), 2 (6,5%), dan 1 (3,2%) serta tidak ada yang memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 2. 3. Hubungan Antara Status Gizi dan Bisinosis Dari tabel 5.9 dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi dengan bisinosis pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value>0,05). Selanjutnya, pekerja yang status gizinya kurang dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala) dan ½ masing-masing ada sebanyak 10 (90,9%) dan 1 (9,1%), serta tidak ada yang memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 1 dan 2. Kemudian pekerja yang status gizinya normal dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala), ½, dan 1 masingmasing ada sebanyak orang 65 (94,2%), 2 (2,9%) dan 2 (2,9%), serta tidak ada yang memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 2. Sementara untuk yang status gizinya normal dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½, dan 2, masing-masing ada sebanyak 47 (94%), 2 (4%),
110
dan 1 (2%), serta tidak ada yang memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 1. 4. Hubungan Antara Umur dan Bisinosis Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara umur pekerja dengan bisinosis pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value >0,05). Pekerja dengan kategori umur muda dan dewasa serta memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 dan ½
(tidak ada gejala) masing-masing ada
sebanyak 10 (90,9%) dan 1 (9,1%) orang pekerja. Kemudian pekerja dengan kategori tua dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½, 1, dan 2 masing-masing ada sebanyak 112 (94,1%), 4 (3,4%),
2
(1,7%), dan 1 (0,8%) orang. 5. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Bisinosis Dari tabel 5.9 diperoleh informasi bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara jens kelamin dengan bisinosis pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value>0,05). Pekerja dengan kategori jenis kelamin perempuan dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 dan ½ (tidak ada gejala) masing-masing ada sebanyak 44 (97,8%) dan 1 (2,2%) orang pekerja. Kemudian pekerja dengan jenis kelamin laki-laki dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½, 1, dan 2 masing-masing ada sebanyak 78 (91,8%), 4 (4,7%), 2 (2,4%), dan 1 (1,2%) orang. 6. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Bisinosis Berdasarkan
tabel 5.9
dapat diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan bisinosis
111
pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value>0,05). Pekerja dengan tingkat pendidian rendah dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 dan ½ (tidak ada gejala) masing-masing ada sebanyak 29 (96,7%) dan 1 (3,3%) orang pekerja. Kemudian pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi dan memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0, ½, 1, dan 2 masing-masing ada sebanyak 93 (93%), 4 (4%), 2 (2%), dan 1 (1%) orang. b) Hubungan Antara Masa Kerja dan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. Hubungan antara masa kerja dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang dapat dilihat pada tabel 5.10. Tabel 5.10 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Tahun 2016 No
Variabel
Bisinosis
Frekuensi
Mean
(n)
Rank
Tingkat 0
122
65,87
Tingkat ½
5
34,10
Tingkat 1
2
101,50
Tingkat 2
1
105
Independen 1
Masa Kerja
Berdasarkan
P Value
0,092
tabel 5.10, dapat diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara masa kerja dengan bisinosis pada pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang (p value >0,05) dengan mean rank untuk masa kerja dan bisinosis tingkat 0, ½, 1, dan 2 masing-masing adalah 65,87 , 34,10 , 101,50 , dan 105.
112
BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan peneliti dalam menemukan bisinosis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan bisinosis di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang adalah: 1) Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional sehingga tidak menjelaskan hubungan sebab akibat melainkan hanya hubungan keterkaitan. 2) Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam mengisi kuesioner, karena peneliti tidak dapat melakukan wawancara terstruktur secara langsung kepada responden, melainkan hanya penyebaran kuesioner yang dapat diisi sendiri dan dibawa pulang ke rumah. Sehingga masih ada kemungkinan responden menutup informasi yang sebenarnya dari peneliti mengenai gejala-gejala yang dirasakan. Hal ini dikarenakan terbatasnya waktu yang diberikan perusahaan kepada peneliti untuk dapat bertemu langsung dengan responden, agar tidak mengganggu proses produksi. 3) Penentuan titik pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas juga harus mempertimbangkan ada atau tidaknya sumber listrik pada titik pengukuran dikarenakan alat EPAM-5000 yang digunakan sudah tidak dapat bertahan lama baterainya. Sehingga alat EPAM-5000 harus selalu dalam kondisi charging selama pengukuran berlangsung dan hanya dapat mengukur titik yang letaknya tidak jauh dari sumber listrik.
113
B. Gambaran Kejadian Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk Tangerang Bisinosis merupakan penyakit paru akibat kerja yang disebabkan oleh inhalasi debu kapas, vlas, henep, sisal, atau rami dan merupakan salah satu jenis khusus asma akibat kerja (Suma'mur P.K, 2014, Bourke dan Burns, 2011). Inhalasi debu organik berupa kapas, rami, serat rami, atau goni dapat menyebabkan terjadinya reaksi jalan napas berupa penyempitan jalan napas (West, 2010, Farooque dkk., 2008). Inhalasi debu kapas yang sangat mungkin mengandung endotoksin bakteri menyebabkan terjadinya pelepasan histamin dan sel mast di dalam paru yang kemudian menimbulkan reaksi otot polos sehingga mengakibatkan timbulnya gejala pada hari pertama kerja setelah libur hari minggu (West, 2010, Kalasuramath dkk., 2015). Oleh karena itu, terjadinya bisinosis berkaitan erat dengan industri yang menggunakan bahan baku kapas dan menghasilkan debu organik (debu kapas) dalam proses produksinya, yaitu industri tekstil. Penyakit bisinosis memiliki ciri khas gejala berupa napas pendek dan dada sesak (perasaan sesak di dada) yang dirasakan ketika kembali bekerja setelah tidak berada di pabrik selama satu hari atau lebih. Atau dengan kata lain karakteristik dari bisinosis adalah adanya rasa hari senin atau sindrom hari senin berupa keluhan berat di dada atau pendek napas. Namun secara keseluruhan bisinosis meliputi sesak dada, mengi, batuk iritasi, dipsnea, serta disertai dengan kekhasan gejala batuk yang lama kelamaan menjadi batuk berdahak atau ada peningkatan produksi batuk dan dahak (Jeyaratnam dan Koh, 2010, Berry dkk., 2007, Suma'mur P.K, 2014, Tarlo dkk., 2010). R. F. Schilling
pada
tahun
1950
membuat
metode
standar
untuk
mengklasifikasikan bisinosis ke dalam empat tingkatan (grade) yaitu mulai
114
dari tingkat 0, ½ , 1, 2, hingga 3 seperti yang terdapat pada tabel 2.1 dan penentuan klasifikasi tersebut berdasarkan seberapa jauh penyakit binosis telah berkembang (Rom dan Markowitz, 2007, Suma'mur P.K, 2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 122 (93,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 (tidak ada gejala), 5 (3,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat ½, 2 (1,5%) orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 1, dan 1 (0,8%) orang pekerja memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 2. Sementara untuk gejala penyerta bisinosis, sebanyak 16 (12,3%) orang pekerja memiliki gejala batuk kronis, 21 (16,2%) orang pekerja memiliki gejala dahak kronis, 7 (5,4%) orang pekerja mengalami peristiwa batuk dengan dahak/reak yang meningkat, 22 (16,9%) orang pekerja memiliki gejala mengi, dan 5 (3,8%) orang pekerja mengalami sesak napas. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada PT. Argo Pantes Tbk Tangerang ditemukan adanya pekerja yang kemungkinan memiliki bisinosis dengan gejala-gejala seperti yang dijelaskan oleh Rom dan Markowitz (2007), Jeyaratnam dan Koh (2010), Berry dkk (2007), Suma’mur P.K (2014) serta Tarlo dkk (2010), yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kasus bisinosis memang dapat ditemukan dan berkaitan erat dengan industri yang menggunakan bahan baku kapas dalam proses produksinya. Seperti penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia yaitu penelitian yang dilakukan oleh Baratawidjaja (1989) di Pabritex Senayan menunjukkan prevalensi bisinosis disana adalah sebesar 21,60% (54 dari 250 karyawan), penelitian Karnagi (1996) di PT. Sandratex Jakarta menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis pada pabrik
115
tersebut mencapai 27,3%, penelitian Wahab (2001) di sebuah pabrik tekstil di Semarang menunjukkan prevalensi bisinosis disana sebesar 26,2%, penelitian Hendarta (2005) di sebuah pabrik tekstil di Bogor menghasilkan prevalensi bisinosis yang mencapai 11,1 % (9 dari 81 pekerja), penelitian Hartati (2013) di pengolahan kapas UD. Tuyaman Kabupaten Kendal menunjukkan bahwa prevalensi bisinosis disana mencapai 55%, serta penelitian Syahputra dkk (2015) dan penelitian Mulyati dkk (2015) pada sebuah pabrik X Pembuat Tilam di Kota Medan dan pada sebuah industri tekstil PT. Grandtex Bandung menunjukkan prevalensi bisinosis pada masing-masing tempat tersebut mencapai kemungkinan 77% (36 orang) dan 18,75 % (15 orang dengan gejala bisinosis positif dan fungsi paru tidak normal). Penelitian-penelitian sebelumnya di luar Indonesia yang menunjukkan prevalensi bisinosis di industri tekstil sehingga turut menudukung hasil penelitian ini terdiri dari penelitian Mishra dkk (2003) pada perusahaan tekstil di Pondicherry yang hasilnya berupa 150 dari 800 orang pekerja mengalami bisinosis, kemudian penelitian Memon dkk (2008) menghasilkan prevalensi bisinosis pada bagian Spinning di 3 perusahaan tekstil di Karachi Pakistan sebesar 35,6%, penelitian Farooque dkk (2008) menunjukkan pada bagian spinning di perusahaan tekstil di Karachi proporsi bisinosisnya mencapai 19,28%, penelitian Alemu dkk (2010) pada pabrik tekstil di Etiopia menghasilkan prevalensi bisinosis disana mencapai 38%, penelitian Chauhan dkk (2015) pada perusahaan tekstil di kota Ahmedabad India menghasilkan temuan bisinosis sebesar 6,18%, penelitian Kalasuramath dkk (2010) pada pabrik penggilingan kapas menunjukkan prevalensi bisinosis disana
116
mencapai 41%, dan penelitian Muktemin Er dkk (2016) yang menghasilkan rate bisinosis pada manufaktur rami dan goni mencapai 28,2%. Hasil analisis selanjutnya dengan melakukan crosstab antara gejala penyerta dengan tingkat bisinosis menunjukkan bahwa lebih dari 50% pekerja yang mengalami gejala penyerta (batuk kronis, dahak kronis, peristiwa batuk dengan dahak meningkat, mengi, dan sesak napas) memiliki kemungkinan bisinosis tingkat 0 atau dapat dikatakan tidak mengalami bisinosis. Padahal para pekerja terebut tidak memiliki riwayat penyakit paru (asma, bronkitis, emfisema, dll). Dari 16 orang pekerja yang mengalami batuk kronis, sebanyak 12 (75%) orang berada pada kemungkinan bisinosis tingkat 0. Selanjutnya dari 21 orang pekerja yang mengalami dahak kronis, sebanyak 17 (81%) orang berada pada kemungkinan bisinosis tingkat 0. Dari 7 orang pekerja yang mengalami peristiwa batuk dengan dahak meningkat, sebanyak 4 (57,1%) orang berada pada kemungkinan bisinosis tingkat 0. Kemudian dari 22 orang yang mengalami mengi, sebanyak 17 (77,3%) orang berada pada kemungkinan bisinosis tingkat 0. Dan dari 5 orang yang mengalami sesak napas, sebanyak 3 (60%) orang berada pada kemungkinan bisinosis tingkat 0. Selain itu, diketahui pula bahwa pekerja yang kemungkinan mengalami bisinosis tingkat 2 memiliki hampir semua gejala penyerta (batuk kronis, dahak kronis, peristiwa batuk dengan dahak meningkat, dan sesak napas) kecuali mengi. Dari 2 orang pekerja yang kemungkinan mengalami bisinosis tingkat 1, hanya satu orang yang memiliki gejala batuk kronis dan dahak kronis, kemudian keduanya tidak mengalami peristiwa batuk dengan dahak yang meningkat, serta keduanya memiliki gejala mengi dan sesak
117
napas.Sementara dari 5 orang yang kemungkinan mengalami bisinosis tingkat ½, 2 orang diantaranya yang memiliki gejala batuk kronis, dahak kronis, dan peristiwa batuk dengan dahak yang meningkat, 3 orang diantaranya memiliki gejala mengi, dan hanya 1 orang diantaranya yang memiliki gejala sesak napas. Apabila para pekerja yang saat ini masih berada pada tingkat bisinosis 0 namun memiliki gejala penyerta bisinosis tersebut terus dan tetap mendapatkan pajanan debu kapas di tahun-tahun kerja berikutnya, maka mungkin saja tingkat bisinosis yang saat ini masih 0 (tidak mengalami bisinosis) berkembang menjadi tingkat ½, 1, atau bahkan 2 (mengalami bisinosis). Begitu juga dengan pekerja yang saat ini sudah miliki kemungkinan bisinosis tingkat ½, 1, dan 2. Apabila mereka terus mendapatkan pajanan debu kapas yang sama dengan atau melebihi NAB di tahun-tahun kerja berikutnya, maka mereka memiliki peluang mengalami kenaikan tingkat bisinosis dari yang sebelumnya. Oleh karena itu, PT. Argo Pantes Tbk Tangerang perlu kembali melakukan pemeriksaan kesehatan berkala kepada pekerjasehingga keluhan pernapasan yang dirasakan pekerja dapat terungkap secara rinci serta melakukan uji fungsi paru (spirometri) untuk menegakkan diagnosa serta mendeteksi dini penyakit bisinosis dan keluhan pernapasan lainnya. Selain itu, PT. Argo Pantes Tbk Tangerang juga perlu menghentikan pemaparan debu kapas dengan merotasi pekerja yang sudah terdiagnosis bisinosis nantinya ke bagian yang konsentrasi/kadar debu kapasnya kurang dari NAB (0,2 mg/m3). Sementara untuk pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, sebaiknya tetap harus dilakukan oleh PT. Argo Pantes Tbk Tangerang agar
118
PT. Argo Pantes tidak mempekerjakan calon pekerja yang memiliki gangguan pernapasan seperti penyakit paru obstuksi kronis, asma, bronkitis kronis, dan sebagainya. Sebab, paparan debu kapas yang didapat pekerja saat bekerja memperburuk kondisi kesehatan calon pekerja dengan gangguan pernapasan tersebut. Namun perlu diingat bahwa desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional, sama dengan desain penelitian yang digunakan oleh Baratawidjaja (1996), Karnagi (1996), Wahab (2001), Sundaru (2005), Memon dkk (2008), Farooque (2008), Alemu dkk (2010), Hartati (2013), Syahputra (2015), Mulyati (2015), Mukremin Er dkk (2016), dan Kalasuramath dkk (2015) dalam penelitiannya. Sementara penelitian Mishra (2003) dan Chauhan (2015) menggunakan desain penelitian case control. Sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat digunakan desain penelitian case control ataupun cohort dalam rangka mendapatkan kekuatan hubungan antar variabel. C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang 1. Hubungan Antara Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dan Bisinosis Konsentrasi/kadar debu kapas dalam penelitian ini adalah jumlah/banyaknya debu kapas yang terkandung di udara tempat kerja. Debu kapas yang
berukuran 10 µm termasuk ke dalam Thoracic
Particulate Fraction, terdapat di udara selama proses penanganan dan pengolahan kapas, dan dianggap sebagai penyebab dari penyakit paru bernama bisinosis karena dapat menyebabkan peradangan yang merusak struktur normal paru-paru dan dapat menyebabkan pelepasan histamin yang mengkonstriksi saluran udara (Berry dkk., 2007, NIOH, 2012,
119
WHO, 1999, LCS Laboratory Inc, 2016). Nilai ambang batas (NAB) debu kapas menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 Tahun 2011 dan SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di udara tempat kerja adalah 0,2 mg/m3. Kemudian sebagaimana yang terdapat pada tabel 5.3, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 82 (63,1%) orang pekerja bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang kurang dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3) dan sebanyak 48 (36,9%) orang pekerja bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang lebih dari NAB (>0,2 mg/m3). Sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Berry dkk. (2007) yang menyatakan bahwa debu kapas terdapat di udara tempat kerja selama proses penanganan dan pengolahan kapas berlangsung. Selanjutnya, pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, konsentrasi/kadar debu kapas pada setiap area kerja di masing-masing unit bervariasi. Area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas tertinggi pertama, kedua, dan ketiga adalah area kerja pada unit produksi Spinning 3 yaitu area kerja Ring Spinning
(5,995
mg/m3),
Winding
(0,399
mg/m3),
dan
Front
Spinning/CDR (0,293 mg/m3). Hal ini sesuai dengan pernyataan yang mengungkapkan bahwa proses spinning adalah proses operasi/produksi yang menghasilkan kadar debu kapas paling tinggi (Hameed dkk., 2012). Variasi konsentrasi/kadar debu kapas tersebut juga disebabkan oleh perbedaan proses produksi, pengendalian yang telah diterapkan pada masing-masing area kerja, serta kondisi dan situasi saat pengukuran
120
konsentrasi/kadar debu kapas berlangsung. Tabel 6.1 menunjukkan perbedaan konsentrasi/kadar debu kapas, pengendalian yang sudah diterapkan dan pengendalian tambahan yang dapat atau seharusnya diterapkan pada masing-masing area kerja yang diukur kosentrasi/kadar debu kapasnya. Tabel 6.1 Existing Control dan Additional Control Pada Area Kerja Konsentrasi/ No
Area Kerja
Kadar Debu Kapas
Existing Control
Additional Control
(0,2 mg/m3) Lebih dari NAB (>0,2 mg/m3) 1
Front Spinning (CDR)
0,293
-
Sohler
-
Ducting
-
Pemberian
masker
N95 kepada pakerja untuk
digunakan
saat bekerja. -
Memasang
tanda
peringatan
yang
menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu
kapas
yang
tinggi, yang dapat menyebabkan bisinosis
sehingga
pemakaian adalah
masker suatu
keharusan/ kewajiban. -
Inspeksi, pembersihan, perawatan,
121
dan
perbaikan
sistem
ventilasi
secara
berkala. 2
Ring Spinning
5,995
-
Sohler
-
Ducting
-
Pekerja
-
Tidak
membersihkan lantai gumpalan
dari kapas
lagi
menggunakan
sapu
atau
besar
sikat
untuk membersihkan
dengan
lantai dari gumpalan
menggunakan sapu
kapas
dan sikat besar.
dengan
melainkan
menggunakan vacuum cleaner. -
Pemberian
masker
N95 kepada pekerja untuk
digunakan
saat bekerja. -
Memasang
tanda
peringatan
yang
menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu
kapas
yang
tinggi, yang dapat menyebabkan bisinosis
sehingga
pemakaian adalah keharusan/ kewajiban. -
Inspeksi, pembersihan,
122
masker suatu
perawatan,
dan
perbaikan
sistem
ventilasi
secara
berkala. 3
Winding
0,399
- Sohler
-
- Ducting
Membersihkan lantai dari gumpalan kapas dengan menggunakan vacuum cleaner.
-
Pemberian
masker
N95 kepada pekerja untuk
digunakan
saat bekerja. -
Memasang
tanda
peringatan
yang
menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu
kapas
yang
tinggi, yang dapat menyebabkan bisinosis
sehingga
pemakaian adalah
masker suatu
keharusan/ kewajiban. -
Inspeksi, pembersihan, perawatan, perbaikan
sistem
ventilasi
secara
berkala.
123
dan
4
Tenun bagian 1
0,214
- Sohler
-
Pemberian
masker
N95 kepada pekerja untuk
digunakan
saat bekerja. -
Memasang
tanda
peringatan
yang
menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu
kapas
yang
tinggi, yang dapat menyebabkan bisinosis
sehingga
pemakaian
masker
adalah
suatu
keharusan/ kewajiban. -
Inspeksi, pembersihan, perawatan,
dan
perbaikan
sistem
ventilasi
secara
berkala. 5
Warper
0,227
Pekerja membersihkan
-
Ducting
lantai dari gumpalan
-
Local
kapas
dengan
menggunakan sapu dan sikat besar
Exhaust
Ventilation System -
Tidak
lagi
menggunakan
sapu
atau
besar
sikat
untuk membersihkan lantai dari gumpalan kapas
124
melainkan
dengan menggunakan vacuum cleaner. -
Pemberian
masker
N95 kepada pekerja untuk
digunakan
saat bekerja. -
Memasang
tanda
peringatan
yang
menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu
kapas
yang
tinggi, yang dapat menyebabkan bisinosis
sehingga
pemakaian
masker
adalah
suatu
keharusan/ kewajiban. 6
Finishing
0,287
Tidak ada
-
Sistem ducting
-
Local
Exhaust
Ventilation System -
Pemberian
masker
N95 kepada pekerja untuk
digunakan
saat bekerja. -
Memasang
tanda
peringatan
yang
menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki
125
konsentrasi/kadar debu
kapas
yang
tinggi, yang dapat menyebabkan bisinosis
sehingga
pemakaian
masker
adalah
suatu
keharusan/ kewajiban. Kurang dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3) 1
Tenun bagian 2
0,137
Sohler
-
Pemberian
masker
N95 kepada pekerja untuk
digunakan
saat bekerja. -
Inspeksi, pembersihan, perawatan,
dan
perbaikan
sistem
ventilasi
secara
berkala. 2
Soft Winder
0,179
- Sohler dan vacuum
-
- Pekerja
Tidak
lagi
menggunakan
sapu
membersihkan lantai
atau
besar
dari gumpalan kapas
untuk membersihkan
dengan
lantai dari gumpalan
menggunakan
sapu
sikat
kapas
dan sikat besar
melainkan
dengan menggunakan vacuum cleaner. -
Pemberian
masker
N95 kepada pekerja untuk
digunakan
saat bekerja.
126
-
Inspeksi, pembersihan, perawatan,
dan
perbaikan
sistem
ventilasi
secara
berkala. 3
RTW
0,183
- Sohler
-
- Pekerja
Tidak
lagi
menggunakan
sapu
membersihkan lantai
atau
besar
dari gumpalan kapas
untuk membersihkan
dengan
lantai dari gumpalan
menggunakan
sapu
sikat
kapas
dan sikat besar
melainkan
dengan menggunakan vacuum cleaner. -
Pemberian
masker
N95 kepada pekerja untuk
digunakan
saat bekerja. -
Inspeksi, pembersihan, perawatan, perbaikan
sistem
ventilasi
secara
berkala. 4
Verpacking YP
0,095
Tidak ada
Tidak ada
5
Bleaching
0,046
Dust Collector Machine
Tidak ada
(Local
Exhaust
Ventilation System) 6
Dyeing
0,036
Tidak ada
Tidak ada
7
Verpacking DF
0,071
Tidak ada
Tidak ada
127
dan
Berdasarkan tabel 6.1, dapat diketahui bahwa terdapat 6 area kerja yang konsentrasi/kadar debu kapasnya lebih dari NAB sementara 7 area kerja lainnya memiliki konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB. Berikut penjelasan mengenai proses produksi pada masingmasing area, kondisi pada saat dilakukan pengukuran, dan pengendalian yang sudah ada sehingga menghasilkan konsentrasi/kadar debu yang berbeda serta perihal pengendalian yang perlu ditambahkan untuk mengendalikannya. a. Area kerja lebih dari NAB 1) Front Spinning (CDR) Proses produksi yang terdapat pada area kerja ini terdiri dari Combing, Drawing, dan Roving. Proses Combing adalah proses memisahkan serat panjang dan pendek untuk disejajarkan serta dirubah bentuknya dari lembaran tipis menjadi tali-tali. Drawing adalah proses merangkapkan, memperbaiki, dan mensejajarkan serat agar tali tidak mudah putus. Sementara Roving adalah proses yang harus dilalui oleh serat-serat yang telah melalui proses drawing sebelum masuk ke proses pembuatan benang di ring spinning. Area kerja Front Spinning (CDR) sudah dilengkapi dengan pengendalian debu kapas berupa Sohler pada mesin dan Ducting di lantai. Namun dikarenakan jumlah mesin cukup banyak, maka lubang ducting yang terdapat di area ini juga berukuran kecil dan tidak terlalu banyak. Selain itu, titik pengkuran pada area ini jauh dari ducting namun cukup dekat dengan sohler yang ada di salah satu mesin Roving. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas yang 128
dihasilkan pada area kerja ini meskipun lebih kecil dari dua area kerja spinning lainnya, tetap lebih dari NAB debu kapas (0,293 mg/m3). Dapat diketahui bersama dari paragraf sebelumnya bahwa meskipun telah diberi pengendalian, area kerja front spinning tetap memiliki kadar debu kapas yang telah melebihi NAB debu kapas. Sehingga masih perlu dilakukan pengendalian tambahan seperti memberikan masker N95 pada pekerja, memasang tanda peringatan yang menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi dan dapat menyebabkan bisinosis sehingga pemakaian masker adalah suatu keharusan/ kewajiban, serta melakukan inspeksi, pembersihan, perawatan, dan perbaikan sistem ventilasi secara berkala. 2) Ring Spinning Proses yang dilakukan pada area kerja ring spinning ini adalah membentuk benang dalam kapasitas yang lebih kecil dan dari benang roving dirubah bentuknya menjadi benang ring. Jumlah mesin yang terdapat pada area kerja ini sangat banyak dan jarak antar mesinnya sangat berdekatan. Selanjutnya, pengendalian engineering yang terdapat pada area kerja ini hanya berupa sohler yang terpasang pada setiap mesin, tidak ada sistem ducting di dekat mesinnya. Sehingga debu kapas yang dihasilkan pada area ini sangat banyak, hingga mencapai konsentrasi/kadar 5,995 mg/m3. Selain itu, pada saat pengukuran berlangsung terdapat pekerja yang membersihkan gumpalan kapas di lantai dengan cara disapu dan dikumpulkan dengan penyiduk. Sehingga dapat dimungkinkan 129
debu kapas yang berterbangan di udara sekitar titik pengukuran semakin banyak. Padahal, menurut Suma’mur P.K (2014) membersihkan lantai dengan sapu tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan berhamburnya debu di udara. Oleh karena itu, pada area kerja ini perlu dilakukan pengendalian tambahan berupa penambahan sistem ducting, pemberian masker N95 pada pekerja, dan tidak membersihkan gumpalan kapas di lantai dengan disapu atau sikat besat melainkan dengan menggunakan vacuum cleaner, memasang tanda peringatan yang
menginformasikan
bahwa
area
kerja
ini
memiliki
konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi dan dapat menyebabkan bisinosis sehingga pemakaian masker adalah suatu keharusan/ kewajiban, serta melakukan inspeksi, pembersihan, perawatan, dan perbaikan sistem ventilasi secara berkala. 3) Winding Pada area kerja winding, proses yang dilakukan adalah proses penggulungan benang ring menjadi benang cones. Sehingga menghasilkan kadar/konsentrasi debu kapas yang tinggi dan melebihi NAB, yaitu 0,399 mg/m3. Apabila dibandingkan dengan area kerja Ring Spinning kadar/konsentrasi debu kapas pada area winding memang jauh berbeda atau jauh lebih rendah. Hal tersebut dapat dikarenakan pada area kerja winding selain terdapat sohler di setiap mesinnya, pada area kerja ini juga dilengkapi dengan ducting di lantai dalam jumlah banyak dan letaknya dekat dengan setiap mesin winding.
130
Pengukuran pun dilakukan tidak jauh dari lubang ducting tersebut, karena letaknya yang juga dekat dengan tempat pekerja (operator) dalam melakukan pekerjaannya di masing-masing mesin. Selain itu, jumlah mesin yang terdapat pada area kerja ini jauh lebih sedikit daripada jumlah mesin pada area kerja ring spinning yaitu hanya sekitar 14 mesin. Namun, meski telah diberikan pengendalian area kerja ini tetap memiliki kadar/konsentrasi debu kapas yang melebihi NAB debu kapas. Sehingga perlu diberikan pengendalian tambahan berupa membersihkan lantai dari gumpalan kapas dengan menggunakan vacuum cleaner, memberikan masker N95 kepada pekerja untuk digunakan saat bekerja, memasang tanda peringatan yang menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi dan dapat menyebabkan bisinosis sehingga pemakaian masker adalah suatu keharusan/ kewajiban, serta melakukan inspeksi, pembersihan, perawatan, dan perbaikan sistem ventilasi secara berkala. 4) Warping Proses warping adalah proses pemindahan gulungan benang dari gulungan cones menjadi gulungan boom. Pada area kerja warping tidak ada pengendalian engineering apapun untuk mengurangi konsentrasi/kadar debu kapas. Selain itu, pada saat dilakukan pengukuran ada pekerja yang beberapa kali lalu lalang untuk membersihkan lantai dari gumpalan-gumpalan kapas dengan menggunakan sikat besar. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas
131
yang dihasilkan sedikit melebihi NAB debu kapas, yaitu 0,227 mg/m3. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian tambahan pada area kerja ini agar konsentrasi/kadar debu kapasnya jauh di bawah NAB, diantaranya dengan menambahkan sistem ducting, menambahkan local exhaust ventilation system seperti sohler, pemberian masker N95 kepada pekerja, tidak lagi menggunakan sapu atau sikat besar untuk membersihkan lantai dari gumpalan kapas melainkan dengan menggunakan vacuum cleaner, dan Memasang tanda peringatan yang menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi, yang dapat menyebabkan bisinosis sehingga pemakaian masker adalah suatu keharusan/ kewajiban. 5) Finishing Material yang digunakan pada proses produksi di area kerja ini adalah kain yang telah melalui serangkaian proses bleaching dan dyeing sebelumnya. Proses produksi yang dilakukan pada area kerja ini terdiri dari penyempurnaan dengan menggunakan obat resin dan softener, setting arah lebar kain, perbaikan warna, pemeriksaan kain , dan pemantapan kain. Area kerja ini letaknya paling pojok, tidak ada ventilasi dan pengendalian engineering sama sekali pada area kerja ini, dan terdapat beberapa troli besar berisi tumpukan kain di sudut ruangan dan pinggir tembok. Selain itu pengukuran juga dilakukan sangat dekat dengan mesin dan pekerja. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini melebihi NAB, yaitu 0, 287 mg/m3. Oleh karena itu, perlu 132
diberikan pengendalian tambahan pada area kerja ini, diantaranya sistem ducting, local exhaust ventilation system seperti sohler, pemberian masker N95 pada pekerja, dan memasang tanda peringatan yang menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar
debu
kapas
yang
tinggi,
yang
dapat
menyebabkan bisinosis sehingga pemakaian masker adalah suatu keharusan/ kewajiban. 6) Tenun Bagian 1 dan Tenun Bagian 2 Pada area kerja ini proses yang dilakukan adalah proses membuat kain dengan cara menganyam benang lusi dan benang pakan dengan berbagai motif anyaman. Meskipun sama-sama proses tenun, konsentrasi/kadar debu kapas pada tenun bagian 1 dan tenun bagian 2 berbeda, namun konsentrasi/kadar debu kapas pada area tenun bagian 1 (0,214 mg/m3) lebih besar daripada tenun bagian 2 (0,137 mg/m3), yang bahkan onsentrasi/kadar debu kapas pada area tenun bagian 1 melebihi NAB debu kapas. Hal ini dapat dikarenakan pada saat dilakukan pengukuran di area kerja tenun bagian 1, dua mesin yang paling dekat dengan alat pengukur kadar debu (EPAM 5000) dalam keadaan terus beroperasi mulai dari awal sampai akhir pengukutan. Sementara pada saat pengukuran di area kerja tenun bagian 2, salah satu dari dua mesin yang paling dekat dengan EPAM 5000 dalam kondisi tidak beroperasi, bahkan dalam 1 jam pengukuran ada satu dari beberapa mesin yang ada di sekeliling EPAM 5000 yang sempat berhenti beroperasi selama beberapa menit.
133
Oleh karena hasil konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja tenun bagian 1 telah melebihi NAB, maka diperlukan pengendalian tambahan pada area kerja tenun berupa memberikan masker N95 kepada pekerja, memasang tanda peringatan yang menginformasikan bahwa area kerja ini memiliki konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi, yang dapat menyebabkan bisinosis sehingga pemakaian masker adalah suatu keharusan/ kewajiban, serta melakukaniInspeksi, pembersihan, perawatan, dan perbaikan sistem ventilasi secara berkala. b. Area kerja kurang dari sama dengan NAB 1) Soft Winder Proses yang dilakukan pada area kerja ini adalah proses menggulung benang dari bentuk cones ke bentuk stainless tube. Area kerja ini dilengkapi dengan pengendalian debu berupa vacuum dan sohler yang terpasang pada setiap mesin. Selain itu, pekerja juga membersihkan lantai dari gumpalan kapas dengan menggunakan sapu dan sikat besar ketika sudah ada banyak gumpalan kapas di lantai. Kemudian pada saat proses pengukuran dilakukan, dari delapan mesin soft winder yang ada tidak semua mesin dalam keadaan beroperasi melainkan hanya empat mesin. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas yang dihasilkan hampir mencapai NAB debu kapas yakni 0,179 mg/m3. Meskipun konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini masih di kurang dari sama dengan NAB, namun tetap diperlukan pengendalian tambahan berupa tidak lagi menggunakan sapu atau sikat besar untuk membersihkan lantai dari gumpalan kapas 134
melainkan dengan menggunakan vacuum cleaner, memberikan masker N95 kepada pekerja untuk digunakan saat bekerja, dan mellakukan pembersihan, perawatan, dan perbaikan sistem ventilasi secara berkala. 2) RTW Proses yang dilakukan pada area kerja RTW adalah proses menggulung benang dari bentuk stainless tube ke dalam bentuk cone kembali. Area kerja ini dilengkapi dengan pengendalian debu kapas berupa sohler. Selain itu pekerja juga membersihkan lantai dari gumpalan kapas dengan menggunakan sapu dan sikat besar ketika gumpalan kapas sudah banyak bertebaran di lantai. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas yang dihasilkan hampir mencapai NAB debu kapas yaitu 0,183 mg/m3. Meski konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini masih di kurang dari sama dengan NAB, namun tetap perlu diberikan pengendalian tambahan berupa tidak lagi menggunakan sapu atau sikat besar untuk membersihkan lantai dari gumpalan kapas melainkan dengan menggunakan vacuum cleaner, memberikan masker N95 kepada pekerja untuk digunakan saat bekerja, dan mellakukan pembersihan, perawatan, dan perbaikan sistem ventilasi secara berkala. 3) Verpacking YP Proses yang dilakukan pada area kerja verpacking pada unit Yarn Processing hanyalah proses pengepakan barang untuk dikirim ke
gudang
tanpa
ada
penggunaan
mesin.
Sehingga
konsentrasi/kadar debu kapas yang dihasilkan pun jauh di bawah 135
NAB, yaitu 0,095 mg/m3. Selain itu, area kerja ini juga berada di dekat pintu keluar sekaligus pintu masuk gedung unit Yarn Processing yang terbuka setiap saat. Oleh karena itu, area kerja ini tidak memerlukan pengendalian debu apapun. 4) Bleaching Material yang digunakan pada proses produksi di area kerja ini sudah dalam bentuk kain dan prosesnya terdiri serangkaian proses seperti pembakaran bulu permukaan kain grey, penghilangan kanji, pemasakan pada suhu 120⁰C selama 40 menit, pemutihan, penstabilan serat kapas, menambah kekuatan kain. Area kerja ini dilengkapi dengan local exhaust ventilation system berupa dust collector machine yang terpasang pada mesin bleaching. Selain itu, titik pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas pada area ini yang merupakan tempat pekerja melakukan pekerjaannya, sangat dekat dengan salah satu pintu keluar gedung unit Dyeing Finishing. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini jauh dibawah NAB bahkan yang kedua terendah dari tiga belas area kerja yang diukur (0,046 mg/m3). Oleh karena itu, pada area kerja ini sudah tidak diperlukan pengendalian debu kapas tambahan. 5) Dyeing Proses yang dilakukan pada area kerja ini juga sudah menggunakan material kain dan terdiri dari serangkaian proses berupa pencelupan warna atau pewarnaan kain, pengikatan zat warna pada suhu 200⁰C-210⁰C dan pengikatan zat warna reaktif pada mesin padsteam dengan suhu 102⁰C. Selain karena prosesnya yag banyak menggunakan cairan, area kerja ini juga sangat luas 136
dengan langit-langit yang sangat tinggi dan tidak ada sekat pemisah antar ruangan di dalamnya. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini jauh dibawah NAB bahkan yang terendah dari tiga belas area kerja yang diukur (0,036 mg/m3). Oleh karena itu, pada area kerja ini tidak diperlukan pengendalian debu kapas apapun. 6) Verpacking DF Pada area kerja ini material yang digunakan adalah kain-kain yang sudah melalui proses bleaching, dyeing, dan finishing untuk dilakukan pemeriksaan,
penggulungan,
pembungkusan,
dan
pengepakan
terhadap kain-kain terebut dengan menggunaan bantuan mesin dan pekerja. Kemudian, di tengah-tengah pengukuran konsentrasi/kadar debu kapas, ada beberapa mesin yang tidak beroperasi karena masih belum ada pasokan kain yang diterima untuk dilakukan proses verpacking. Sehingga konsentrasi/kadar debu kapas pada area kerja ini jauh di bawah NAB, yaitu 0,071 mg/m3. Oleh karena, itu area kerja ini tidak dilengkapi dengan pengendalian debu kapas apapun dan tidak memerlukan pengendalian debu kapas tambahan. Selanjutnya hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan bisinosis (p value≤0,05). Sehingga penelitian ini sesuai dengan teori-teori yang menyatakan bahwa etiologi bisinosis adalah efek mekanis debu kapas yang dihirup ke dalam paru atau dengan kata lain kontaminan kapas adalah penyebab munculnya bisinosis (Suma'mur P.K, 2014, Berry dkk., 2007). Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Hendarta (2005) yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara kadar 137
debu kapas dengan timbulnya bisinosis (p value 0,031<0,05), penelitian Karnagi (1996) di sebuah pabrik tekstil yang menunjukkan kadar debu pada penelitiannya secara statistik sangat bermakna, kemudian penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2015) pada pekerja yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara bisinosis dengan konsentrasi debu di pabrik kapas (p value<0,05), serta penelitian Cauhan dkk (2015) yang berdasarkan hasil analisis regresi logistik diperoleh adanya hubungan antara bekerja di tempat/area kerja yang berdebu dimana kadar paparannya maksimum dengan kejadian bisinosis (p value<0,001), sehingga bekerja di tempat/area kerja yang berdebu dinyatakan sebagai faktor risiko (independen) dari bisinosis olehnya. Saran lain yang dapat dilakukan oleh PT. Argo Pantes Tbk Tangerang dalam rangka mengendalikan konsentrasi/kadar debu kapas adalah pembersihan mesin sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pompa hampa udara sehingga debu serat kapas tidak berhamburan di udara dan melakukan pemeliharaan ketatarumahtanggaan (Hygiene Industry) yang baik sehingga konsentrasi/kadar debu kapas di area kerja tidak melebihi NAB debu kapas seperti tidak membiarkan gumpala-gumpalan kapas hasil pembersihan lantai tetap berada di sudut ruangan atau pinggir tembok, melainkan langsung ditaruh ke tempat pembuangan atau tempat khusus. Sehingga dapat meminimalisis tercerai berainya kapas tersebut. 2. Penggunaan APD Pekerja Penggunaan APD dalam penelitian ini adalah kebiasaan pekerja dalam menggunakan masker ketika melakukan pekerjaannya sehari-hari. Sebagaimana yang terdapat dalam Permenakertrans RI No. 8 Tahun 2010, masker merupakan salah satu jenis APD yang berfungsi untuk 138
melindungi organ pernapasan (Kemenakertrans RI, 2010). Masker yang sesuai atau tepat untuk melindungi pekerja di pabrik tekstil dari inhalasi debu kapas adalah masker N95 (Kementerian Kesehatan RI, 2015c). Sehingga dapat diperoleh hasil berupa seluruh (100%) pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang menjadi responden menggunakan masker yang tidak sesuai. Sebab, masker yang digunakan oleh pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang menjadi responden adalah masker kain, masker katun dan masker medis seperti yang tertera pada tabel 5.10, bukan masker N95. Oleh karena hasil penelitian yang homogen untuk variabel penggunaan APD (masker), maka untuk variabel ini tidak dapat diuji secara statistik mengenai hubungannya dengan bisinosis. Meski dalam penelitian ini tidak dapat diteliti atau diuji hubungan antara penggunaan masker (APD) dengan bisinosis, namun berdasarkan observasi yang dilakukan PT. Argo Pantes Tbk Tangerang belum menyediakan APD (masker) yang tepat untuk digunakan. Atau dengan kata lain, APD (masker) yang digunakan oleh para pekerja masih belum efektif dalam mereduksi pajanan debu kapas. Sehingga risiko pekerja mengalami bisinosis masih tinggi. Hasil penelitian ini pun menunjukkan sudah ada 8 orang pekerja yang kemungkinan memiliki bisinosis meskipun mereka selalu atau kadang-kadang memakai APD (masker) tersebut. Dengan demikian, PT. Argo Pantes Tbk Tangerang perlu menyediakan APD berupa masker N95 kepada pekerja untuk digunakan ketika bekerja khususnya bagi pekerja yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB debu kapas. Selain itu, para pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang khususnya yang bekerja di area
139
kerja dengan konsentrasi /kadar debu kapas melebih NAB debu kapas juga harus selalu memakai APD (masker) ketika sedang melakukan pekerjaannya. 3. Hubungan Antara Masa Kerja dan Bisinosis Masa kerja dalam penelitian ini adalah lamanya seseorang telah bekerja dihitung dari pertama kali bekerja di lingkungan/tempat kerja berdebu di PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang hingga bulan Agustus 2016. Risiko berkembangnya bisinosis salah satunya berkaitan dengan durasi paparan atau dengan kata lain perkembangan bisinosis terjadi apabila paparan terhadap kadar/level debu yang cukup tinggi berlangsung lama hingga menahun (Levy dkk., 2011, Malo dkk., 2013). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tahun 2016 yang menjadi responden rata-rata memiliki masa kerja 19,80 tahun, dengan masa kerja paling lama adalah 38 tahun, masa kerja minimal adalah 5 tahun, dan masa kerja maksimal adalah 5 tahun. Sementara untuk hubungan masa kerja dan bisinosis pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara masa kerja dan bisinosis (p value>0,05). Tidak ada perbedaan signifikan antara masa kerja dengan bisinosis dalam penelitian ini dapat dikarenakan homogenitas berupa pekerja yang menjadi responden rata-rata memiliki masa kerja 19,80 tahun dan masa kerja yang paling banyak dimiliki oleh pekerja adalah 5 tahun. Sementara perkembangan bisinosis biasanya jarang terjadi pada sepuluh tahun pertama terpapar debu kapas melainkan membutuhkan periode paparan debu antara 20-25 tahun dan masa inkubasi bisinosis itu sendiri adalah 5 tahun (Baxter dkk., 2010, Djatmiko, 2016). Selain itu, setelah dianalisis 140
lebih lanjut diketahui bahwa pekerja dengan masa kerja lebih dari 21 tahun sebagian besar bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang kurang dari sama dengan NAB (≤0,2 mg/m3) yaitu 47 orang (57,3%). Sementara pekerja dengan masa kerja lebih dari 21 tahun dan bekerja di area kerja dengan kadar debu kapas lebih dari NAB hanya 24 orang (50%), sama dengan jumlah pekerja dengan masa kerja kurang dari 21 tahun dan bekerja di area kerja dengan kadar debu kapas lebih dari NAB. Namun, jika pekerja dengan masa kerja lebih dari 21 tahun tersebut tetap dibiarkan bekerja di area kerja dengan kadar/konsentrasi debu kapas yang
tinggi
tanpa
ada
pengendalian
yang
cukup
terhadap
konsentrasi/kadar debu kapas, maka risiko bisinosis cepat ataupun lambat juga akan muncul pada diri pekerja tersebut. Selain itu, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Farooque (2008) yang menyatakan bahwa hubungan antara masa kerja dengan bisinosis menunjukkan tidak ada hubungan. Kemudian dengan hasil penelitian Chauhan dkk (2015) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara masa kerja (duration of service) dengan bisinosis. Serta penelitian Memon (2008) yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara prevalensi bisinosis dengan masa kerja (duration of working history) (p value 0,861>0,05). 4. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dan Bisinosis Kebiasaan merokok dalam penelitian ini adalah status merokok para pekerja berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap selama hidupnya dan aktivitas merokok sekarang ini dan dalam 28 hari ke belakang. Merokok dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan dan kehancuran silia-silia di sepanjang saluran pernapasan. 141
Seorang perokok juga menghasilkan banyak lendir (mucus) di dalam paru-parunya sehingga mengalami batuk yang dikenal dengan batu perokok (smoker’s cough). Selain itu, merokok selama bertahun-tahun juga dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah dan menyebabkan paru-paru tidak dapat lagi meregang/mengembang dan tidak dapat mengeluarkan udara (US Department of Health and Human Services, 2010). Kebiasaan merokok seseorang dapat dilihat dari status merokok dan derajat merokoknya. Status merokok seseorang dapat dikelompokkan menjadi bukan perokok, bekas perokok, dan masih perokok (New Zealand Ministry of Health, 2015). Sementara derajat merokok terdiri dari derajat ringan, sedang, dan berat (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 90 (60,2%) orang bukan perokok, 9 (6,9%) orang pekerja bekas perokok, dan 31 (23,8%) orang pekerja masih perokok. Dari 40 orang pekerja yang merupakan perokok, rata-rata telah merokok selama 21,28 tahun dan ratarata merokok sebanyak 7,35 batang per hari dengan derajat merokok ringan 29 (22,3%) orang dan sedang 11 (8,5%) orang. Sementara untuk hubungan antara kebiasaan merokok dengan bisinosis dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan bisinosis (p value>0,05). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan bisinosis dalam penelitian ini dapat dikarenakan setelah di analisis lebih lanjut, dapat diketahui bahwa sebagian besar perokok baik yang bekas perokok yaitu 7 orang (8,5%) maupun yang masih perokok
142
yaitu 19 orang (23,2%) bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB. Sementara pekerja yang bukan perokok dan bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB ada sebanyak 56 orang (68,3%) orang. Selain itu, jumlah pekerja yang bukan perokok dan bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB jauh lebih banyak yaitu 34 orang (70,8%) daripada jumlah pekerja bekas perokok yaitu 2 orang (4,2%) dan pekerja masih perokok yaitu 12 orang (25%) yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB. Selanjutnya, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Karnagi (1996) yang menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara bisinosis pada perokok dan bukan perokok. Serta hasil penelitian Umakaapa dkk (2013) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan gangguan fungsi paru pada pekerja bagian produksi di industri tekstil CV Bagabs Kota Makassar. Meski hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara debu kapas dengan bisinosis,
namun dikarenakan
merokok juga dapat menyebabkan kerusakan paru seperti kerusakan silia dan dihasilkannya banyak lendir pada saluran pernapasan sehingga perokok mengalami batuk-batuk maka sebaiknya pekerja yang merokok mulai mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi rokok agar risiko terhadap bisinosis dapat berkurang. 5. Hubungan Antara Status Gizi dan Bisinosis Status gizi dalam penelitian ini adalah keadaan/kondisi gizi pekerja berdasarkan nilai Indeks Masa Tubuhnya. Indeks Masa Tubuh seseorang 143
dapat mengklasifikasikan status gizi orang tersebut apakah kurang, normal, atau lebih, dan pengklasifikasian IMT/BMI untuk orang dewasa dapat mengacu kepada klasifikasi yang dikeluarkan oleh WHO. Menurut S. Ostrowski dan W. Barud (2006), berat badan (obesitas, distribusi lemak, dan berat badan bebas lemak) mempengaruhi fungsi paru seseorang. Selain itu penelitian penelitian Hendarta (2005) menunjukkan bahwa status gizi lebih mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk mengalami bisinosis dibandingkan dengan status gizi normal dan kurang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja (53,1%) memiliki status gizi normal. Sementara pekerja yang status gizinya kurang hanya 8,5% dan yang status gizinya lebih ada sebanyak 38,5%. Sementara untuk hubungan status gizi dengan bisinosis diperoleh hasil berupa tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi dengan bisinosis (p value 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hartati (2013),
Cauhan dkk (2015), dan A.K. Mishra (2003) yang
menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi (BMI) dengan bisinosis. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara status gizi dengan bisinosis dalam penelitian ini dapat dikarenakan setelah dianalisis lebih lanjut, dapat diketahui bahwa lebih banyak pekerja dengan status gizi lebih (berisiko) yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB yaitu 32 orang (39%) daripada pekerja dengan status gizi lebih yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dengan NAB yaitu 18 orang (37,5%).
144
6. Hubungan Antara Umur Pekerja dan Bisinosis Umur dalam penelitian ini adalah lamanya waktu hidup seorang pekerja yang dihitung mulai dari tanggal lahir sampai ulang tahun terakhir dalam satuan tahun, yang dikategorikan menjadi dua kategori yakni muda dan dewasa (<30 tahun) serta tua (≥30 tahun). Umur seseorang dapat mempengaruhi keadaan atau kondisi paru-parunya. Paruparu manusia berkembang atau mengalami proses pematangan pada rentang usia 20-25 tahun, sementara setelah itu proses penuaan yang terjadi pada seseorang menyebabkan terjadinya penurunan progresif fungsi paru (Sharma dan Goodwin, 2006). Selain itu, salah satu yang terjadi pada paru ketika seseorang mengalami penuaan adalah penurunan daya kerja paru (Ostrowski dan Barud, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja yang menjadi responden (92%) masuk ke dalam kategori umur tua sementara sisanya (8%) masuk ke dalam kategori umur muda dan dewasa. Itu artinya sebagaimana yang dinyatakan oleh Sahrma dan Goodwin (2006), sebagan besar pekerja telah masuk ke dalam proses penuaan dan fase penurunan progresif fungsi paru atau daya kerja paru. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara umur dengan bisinosis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahab (2001) yang menunjukkan bahwa umur tidak mempunyai hubungan yang bermakna untuk tejadinya bisinosis. Tidak ada pebedaan yang signifikan antara umur dengan bisinosis dalam penelitian ini dapat dikarenakan lebih banyak
pekerja dengan
kategori umur tua yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB yaitu 77 orang (93,9%) 145
daripada pekerja dengan kategori umur tua yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB yaitu 42 orang (87,5%). Sementara jumlah pekerja dengan kategori muda dan dewasa lebih banyak yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB yaitu 6 orang (12,5%) daripada di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB yaitu 5 orang (6,1%). Meski hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara umur dengan bisinosis, namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar pekerja yang ada di PT. Argo Pantes Tbk Tangerang sudah memasuki umur dengan fase penurunan progresif daya kerja paru dan ada yang bekerja di area dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB debu kapas. Sehingga apabila pekerja dengan kategori umur tua tersebut tetap dibiarkan bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB tanpa ada pengendalian yang cukup atau memadai, maka risiko bisinosis pada pekerja tersebut juga dapat muncul. 7. Hubungan Antara Jenis Kelamin dan Bisinosis Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah Perbedaan antara lakilaki dan permpuan secara bentuk, sifat, dan fungsi biologi sejak lahir yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan keturunan. Meski belum ada bukti yang meyakinkan bahwa gender (jenis kelamin) memiliki peran dalam perkembangan bisinosis, namun telah dilaporkan bahwa bisinosis lebih umum terjadi pada laki-laki (Rom dan Markowitz, 2007). Menurut Norbert F. Voelkel dan William MacNee (2002), hal tersebut selain dikarenakan laki-laki merokok lebih banyak 146
daripada wanita, mulai merokok pada usia yang lebih dini, dan bernapas lebih sering daripada wanita. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan bisinosis (p value>0,05) meskipun dari jumlah pekerja laki-laki lebih banyak (65%) daripada pekerja perempuan (35%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahab (2001) yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara jenis kelamin dengan bisinosis. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan bisinosis dalam penelitian ini dapat dikarenakan kedua kelompok pekerja, baik pekerja laki-laki yaitu 56 orang (68,3%) dan pekerja perempuan yaitu 26 orang (31,7%) lebih banyak bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB daripada yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB yaitu hanya 29 orang (60,4%) pekerja laki-laki dan 19 orang (39,6%) pekerja perempuan. Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan bisinosis, namun jika pekerja baik laki-laki atau perempuan tersebut tetap dibiarkan bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB tanpa ada pengendalian yang memadai, maka bisinosis pada pekerja tersebut juga dapat muncul seiring dengan berjalannya waktu. Apalagi pekerja laki-laki memiliki risiko untuk menghirup konsentrasi/kadar debu kapas lebih banyak daripada perempuan, sebab laki-laki bernapas lebih sering daripada perempuan.
147
8. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Bisinosis Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan fornal terakhir yang dijalankan atau dimiliki oleh seseorang. Tingkat pendidikan seseorang menentukan kualitas hidup dan keterampilan memadai yang dimilikinya (Pavlica dkk., 2010, Zaenuddin, 2015). Selain itu, menurut Education Statistics Bulletin (1999) ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan status kesehatan seseorang (Zaenuddin, 2015). Namun, hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan bisinosis (p value>0,05). Dari delapan orang yang memiliki kemungkinan bisinosis, hanya satu orang dengan kemungkinan bisinosis tingkat ½ yang memliki tingkat pendidikan rendah. Sementara tujuh orang lainnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal tersebut dapat memudahkan proses penanganan masalah kesehatan pada masing-masing pekerja di kemudian hari. Sebab, para pekerja yang memiliki kemungkinan bisinosis disertai dengan memiliki pendidikan yang tinggi akan lebih siap dalam menghadapi masalah kesehatan yang dialaminya. Sebagaimana pernyataan Tamher dan Noorkasiani (2009) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Tidak ada perbedaan siginifikan antara tingkat pendidikan dengan bisinosis pada penelitian ini dapat dikarenakan sebagian besar pekerja yang menjadi responden (77%) memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan hanya 23% yang bertingkat pendidikan rendah. Selain itu, berdasarkan analisis selanjutnya diketahui bahwa pekerja yang memiliki tingkat pendidikan rendah dalam hal ini berisiko, lebih banyak bekerja di area 148
kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas kurang dari sama dengan NAB yaitu 20 orang (24,4%) daripada yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu lebih dari NAB yaitu 10 orang (20,8%). Meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan bisinosis, namun para pekerja perlu mendapatkan pengetahuan dan peringatan mengenai bahaya kesehatan akibat pajanan debu kapas (bisinosis). Sehinga kesadaran pekerja untuk senantiasa menjaga kesehatannya dapat meningkat. Sebagian besar pekerja PT. Argo Pantes yang sudah memilii tingkat pendidikan yang tinggi dirasa tidak akan menyulitkan realisasi dari proses pemberian informasi dan peringatan tersebut. Sebab, sebagaimana menurut Bret A. Boyer dan Indira Paharia (2008), tingkat pendidikan memberikan dampak atau pengaruh yang kuat terhadap outcome suatu penyakit dimana tingkat pendidikan lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan ketertarikan atau minat dalam memperoleh informasi dan memiliki outcome jangka panjang yang lebih baik.
149
BAB VII PENUTUP
A. Simpulan 1. Pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang memiliki kemungkinan binosis tingkat ½ ada sebanyak 5 (3,8%) orang, tingkat 1 sebanyak 2 (1,5%) orang, dan tingkat 2 sebanyak 1 (0,8%) orang. 2. Pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari NAB (0,2 mg/m3) ada sebanyak 48 (36,9%) orang. 3. Area kerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang yang konsentrasi/kadar debu kapasnya sudah melebihi NAB adalah area kerja Front Spinning (CDR), Ring Spinning, Winding, Tenun bagian 1, Warper, dan Finishing. Sementara area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas paling tinggi dan paling rendah adalah Ring Spinning pada unit Spinning 3 (5,995 mg/m3) dan area kerja Dyeing pada unit Fabric Processing (0,036 mg/m3). 4. Seluruh (100%) pekerja yang menjadi responden tidak menggunakan APD (masker) yang sesuai (masker N95) melainkan menggunakan masker jenis kain, katun, dan medis. 5. Rata-rata masa kerja responden adalah 19,80 tahun dengan masa kerja maksimal adalah 38 tahun dan masa kerja minimal adalah 5 tahun. 6. Sebanyak 90 (69,2%) pekerja (responden) adalah bukan perokok, 9 (6,9%) orang adalah bekas perokok, dan 31 (23,8%) orang adalah masih perokok.
150
7. Sebanyak 11 (8,5%) orang pekerja memiliki status gizi kurang, 69 (53,1%) orang memiliki status gizi normal, dan 50 (38,5%) orang memiliki status gizi lebih. 8. Sebanyak 119 (92%) orang pekerja memiliki umur dengan kategori tua. 9. Sebanyak 85 (65%) orang pekerja berjenis kelamin laki-laki. 10. Sebanyak 100 (77%) orang pekerja berpendidikan tinggi. 11. Ada perbedaan signifikan antara konsentrasi/kadar debu kapas dengan bisinosis (p value≤0,05). 12. Tidak ada perbedaan signifikan antara masa kerja, kebiasaan merokok, status gizi, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan dengan bisinosis (p value>0,05). B. Saran a) PT. Argo Pantes Tbk Tangerang a. Perihal Pengendalian Konsentrasi/kadar Debu Kapas 1) Melakukan pemeliharaan ketatarumahtanggan (Hygiene Industri) yang baik sehingga konsentrasi kadar debu kapas di area kerja tidak melebihi NAB debu kapas (0,2 mg/m3). 2) Menyediakan dan memberikan masker jenis N95 kepada seluruh pekerja bagian produksi khususnya kepada pekerja yang bekerja di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas lebih dari sama dengan NAB (≥0,2 mg/m3). 3) Membuat dan memberlakukan peraturan wajib menggunakan APD (masker) jenis N95 di area kerja produksi yang konsentrasi/kadar debu kapasnya lebih dari sama dengan NAB (≥0,2 mg/m3). Peraturan tersebut disosialisasikan dan disampaikan secara berkala kepada pekerja. 151
4) Memasang tanda peringatan yang menginformasikan bahwa suatu area kerja memiliki konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi dan dapat menyebabkan bisinosis sehingga wajib untuk memakai APD (masker) pada area kerja tersebut. 5) Tidak membersihkan lantai dengan disapu karena dapat menyebabkan debu kapas berhamburan di udara, melainkan dengan menggunakan vakum atau metode lain yang dapat mencegah dan menghentikan penyebaran debu kapas. 6) Memeriksa, membersihkan, serta memperbaiki alat pengendali debu dan sistem ventilasi penghisap udara secara berkala. 7) Pembersihan mesin dilakukan dengan menggunakan pompa hampa udara sehingga debu serat kapas tidak berhamburan di udara. 8) Meningkatkan jumlah dan performa alat pengendali debu dan sistem
ventilasi
penghisap
udara
di
area
kerja
yang
konsentrasi/kadar debu kapasnya sudah mencapai atau bahkan lebih dari NAB (≥0,2 mg/m3). Seperti penambahan ducting pada area kerja ring spinning, serta penambahan ducting dan local exhaust ventilation system pada area kerja warper/warping dan finishing DF. Namun bila tidak memungkinkan saran ini dapat diaplikasikan apabila ada penambahan unit baru. b. Perihal Kesehatan Pekerja 1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja agar tidak mempekerjakan calon pekerja dengan gangguan pernapasan seperti penyakit paru obstruksi kronis, asma, bronkitis kronis, dan sebagainya. 152
2) Kembali melakukan pemeriksaan kesehatan berkala yang dapat mengungkapkan keluhan pernapasan yang dirasakan pekerja secara rinci dan melakukan uji fungi paru (spirometri) untuk menegakkan diagnosa bisinosis dan diagnosa keluhan pernapasan lainnya pada pekerja serta mendeteksi dini penyakit bisinosis pada stadium dini. 3) Melakukan deteksi dini secara berkala untuk menemukan kasus bisinosis dan dan gangguan kesehatan akibat kerja lainnya. 4) Menghentikan pemaparan terhadap debu kapas dengan merotasi pekerja ke bagian yang konsentrasi/kadar debu kapasnya kurang dari NAB (<0,2 mg/m3) bagi pekerja yang terdiagnosa bisinosis. b) Pekerja PT. Argo Pantes Tbk Tangerang 1) Selalu menggunakan masker jenis N95 ketika sedang melakukan pekerjaan di area kerja dengan konsentrasi/kadar debu kapas yang tinggi. 2) Bagi pekerja yang merokok, ada baiknya untuk mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi rokok. c) Peneliti Lain 1) Menggunakan metode penelitian yang lebih baik seperti melakukan pengumpulan data dengan mewawancarai pekerja secara langsung khususnya dalam menemukan gejala yang dirasakan pekerja.
153
DAFTAR PUSTAKA
Adha, R. N., Djajakusli, R. dan Muis, M. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengangkut Semen di Gudang Penyimpanan Semen Pelabuhan Malundung Kota Tarakan Kalimantan Timur. Universitas Hasanudin Repository Ajeet, S., Aniruddha, D., Meenal, K. dan Jaydeep, N. 2010. To Study the Prevalence
of
Chronic
Respiratory
Morbidities
and
Related
Epidemiological Factors among Spinning Mill Workers Global Journal of Health Science, 2. Alemu, K., Kumie, A. dan Davey, G. 2010. Byssinosis and other respiratory symptoms among factory workers in Akaki textile factory, Ethiopia. Ethiopian Journal of Health Development, 24. Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. Alpiah, I. M. 2015. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Argo Pantes, Tbk Tangerang. Diploma, Institut Pertanian Bogor. Badan Standardisasi Nasional Indonesia 2005. SNI 19-0232-2005 Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di udara tempat kerja. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Bapino, T., Hiola, R. P. dan Pateda, S. M. 2014. Gambaran Faktor Risiko ang Mempengaruhi Kapasitas Paru Pada Polisi Lalu Lintas di Kota Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo. Baratawidjaja, K. G. 1989. Bisinosis dan Hubungannya dengan Obstruksi Akut. Universitas Indonesia. 154
Baxter, P. J., Aw, T.-C., Cockroft, A., Durrington, P. dan Harrington, J. M. 2010. Hunter's Diseases of Occupations: Tenth Edition, New York, Taylor and Francis Group. Berry, C., McNeely, A., Beauregard, K. dan Geddie, J. E. 2007. A Guide for Persons Employed in Cotton Dust Environments, North Carolina, N.C. Departmenet of Labor Occupational Safety and Health Program. Bourke, S. J. dan Burns, G. P. 2011. Respiratory Medicine Lecture Notes 8th Edition, West Sussex,UK, John Wiley & Sons Ltd. Boyer, B. A. dan Paharia, M. I. 2008. Comprehensive Handbook of Clinical Health Psychology, New Jersey, John Wiley & Sons Inc. CDC 1988. Occupational Safety and Health Guideline for Cotton Dust. Cotton Dust, 1-5. Chauhan, S., Shukla, A. dan Dalal, A. 2015. A Case Control Study On Byssinosis Among Textile Mill Workers In Ahmedabad City, India. International Journal of Medical and Pharmaceutical Sciences, 5, 05-09. Dase, T., Russeng, S. S. dan Muis, M. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Kapsitas Paru Pada Karyawan SPBU Pasti Pas! di kecamatan Tamalanrea Kota Makassar Tahun 2013. Hasanuddin Univerity Repository. Djatmiko, R. D. 2016. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Yogyakarta, Deepubish. Dobby, N. dan Chieveley, S. 2009. Respiratory Physiology: Anaesthesia Tutorial of the Week 147 World Federation of Societis of Anaesthesiologist. Dwi, H. 2013. Risiko Pemajanan Debu Kapas Terhadap Bisinosis Pada Pekerja Industri Pengolah Kapas Industri Informal Di Ud. Tuyaman, Desa
155
Sidomukti, Kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal Tahun 2013. Skripsi, Dian Nuswantoro University. Emilia, O. dan Freitag, H. 2010. Tetap Bugar dan Energik Selama Hamil, Jakarta, Agromedia Pustaka. Er, M., Emri, S. A., Demir, A. U., Thorne, P. S., Karakoca, Y., Bilir, N. dan Baris, I. Y. 2016. Byssinosis and COPD Rates Among Factory Workers Manufacturing Hemp and Jute. International Journal of Occupational Medicine and Environmental Health, 29, 66-68. Farooque, M. I., Khan, B., Aziz, F., Moosa, M., Raheel, M., Kumar, S. dan Mansuri, F. A. 2008. Byssinosis: as seen in cotton spinning mill workers of Karachi. JOURNAL-PAKISTAN MEDICAL ASSOCIATION, 58, 95. Fitrihana, N. nd. Pengembangan Produk TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) Memasuki
Era
Global.
Tersedia:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132297145/Produk%20Tekstil%20 di%20Era%20Global_0.pdf. George, R. B., Light, R. W., Matthay, M. A. dan Matthay, R. A. 2005. Chest Medicine Essentials of Pulmonary and Critical Care Medicine: Fifth Edition, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins. Hameed, H., ALY, H. A. dan El Latif, O. 2012. An intervention study to evaluate compliance with personal protective equipment among workers at Textile industry. J of Am Sci, 8, 117-21. Harahap, F. dan Aryastuti, E. 2012. Uji Fungsi Paru. CDK-192, 39. Hastono, S. P. dan Sabri, L. 2010. Statistik Kesehatan, Jakarta, RajaGrafindo Persada.
156
HAZ-DUST Environmental Devices Coporation nd. Model EPAM 5000 Portable Size Selective Aerosol Monitor for Measuring Lung Damaging Airborne Paticles. Plaistow,USA: HAZ-DUST Environmental Devices Coporation. Hendarta, A. S. D. 2005. Prevalensi Bisinosis dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Pada Pekerja Laki-Laki Bagian Spinning Pabrik Tekstil PT. X, di Bogor. Magister, Universitas Indonesia. Hinson, A., Schlünssen, V., Agodokpessi, G., Sigsgaards, T. dan Fayomi, B. 2014. The Prevalence of Byssinosis Among Cotton Workers In the North of Benin. The international journal of occupational and environmental medicine, 5, 448-194-200. ILO 2008. Mengelola Risiko di Lingkungan Pekerjaan Jakarta, Organisasi Perburuhan Internasional. Jamali, T. Validation of the ATS Respiratory Questionnaire for Lung Function Assessment Among an Occupational Group of Textile Workers. IOHA International Scientific Conference, 2015 London. Jeyaratnam, J. dan Koh, D. 2010. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kalasuramath, S., Kumar, M., K, S. M., Deshpande, D. V. dan S, V. C. 2015. Incidence Of Byssinosis, Effects Of Indoor Pollutants And Associated Risk Factors On Lung Functioned Among Women Working In Cotton Mills. International Journal of Basic and Applied Physiology, 4, 152-160. Karnagi, J. 1996. Prevalensi Bisinosis di Pabrik Tekstil dan Hubungannya dengan Konsentrasi Debu Kapas di Lingkungan Kerja. Magister, Universitas Indonesia.
157
Kemenakertrans RI 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor per.08/men/vii/2010 Tentang Alat Pelindung Diri. Jakarta: Kemenakertrans RI. Kemenakertrans RI 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 13 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta: Kemenakertrans RI Kemenkes dan Kemendagri RI 2011. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan RI 2015a. Pekerja Industri Pertambangan Rentan Terkena Pneumoconiosis. Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. 2015b. Penggunaan Masker Pada Asap Kebakaran Hutan [Online]. Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan
RI.
Tersedia:
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=15101900004. Kementerian Kesehatan RI 2015c. Penggunaan Masker Pada Asap Kebakaran Hutan Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI 2015d. Situasi Kesehatan Kerja RI. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia 2012. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 15/M-IND/PER/2/2012 Tentang
158
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 123/MIND/PER/11/2010. Laga, H., Russeng, S. S. dan Wahyu, A. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru Tenaga Kerja di Kawasan Industri Mebel Antang Makassar. Universitas Hasanudin Repository. Lapau, B. 2012. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Lastriawati, B. dan K., E. Z. 2015. Kecelakaan & Penyakit Akibat Kerja. LCS Laboratory Inc. 2016. Thoracic Dust – how do we collect it? [Online]. Tersedia: http://www.labconserv.com/thoracic-dust-what-is-that/. Levy, B. S., Wegman, D. H., Baron, S. L. dan Sokas, R. K. 2011. Occupational and Environmental Health: Recognizing and Preventing and Injury Sixth Edition, New York, Oxford University Press. Malo, J.-L., Chan-Yeung, M. dan Bernstein, D. I. 2013. Asthma in The Workplace Fourth Edition,, New York, CRC Press Taylor & Francis Group. Markkanen, P. K. 2004. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia, Manila, Philippine, International Labour Organization (ILO). Memon, I., Panhwar, A., Rohra, D. K., Azam, S. I. dan Khan, N. 2008. Prevalence of Byssinosis in Spinning and Textile Workers of Karachi, Pakistan. Archives of Environmental & Occupational Health, 63. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor per.08/men/vii/2010 Tentang Alat Pelindung Diri. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
159
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Mishra, A., Rotti, S., Sahai, A. dan Narayan, K. 2003. Byssinosis among male textile workers in Pondicherry: a case-control study. National Medical Journal of India, 16, 70-72. Mulyati, S. S., Setiani, O. dan Raharjo, M. 2015. Analisis Risiko Paparan Debu Kapas Terhadap Kejadian Bisinosis di Industri Tekstil PT. Grandtex Bandung. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 14, 8. Neigh, G. dan Mitzelfelt, M. 2016. Sex Differences in Physiology, London, San Diego, Cambridge, Oxford, Academic Press Elservier. New Zealand Ministry of Health. 2015. Definition of Smoking Status [Online]. New Zealand Government. Tersedia: http://www.health.govt.nz/ourwork/preventative-health-wellness/tobacco-control/tobacco-controlguidance-practitioners/definitions-smoking-status. Newman, B. M. dan Newman, P. R. 2015. Development Through Life: A Psychosocial Approach Twelfth Edition, Stamford, Cengage Learning NIOH 2012. Byssinosis. Envis-NIOH Newsletter, 7, 1-8. NIOSH 1998. NIOSH Manual Of Analytical Methods (NMAM) Fourth Edition: Particulates Not Otherwise Regulated, Respirable Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, Jakarta, Rineka Cipta. Nurwidya, F. 2013. Ketika Merokok (Terus) Menggerogoti Keluarga Indonesia. Majalah Dokter Kita.
160
Ostrowski, S. dan Barud, W. 2006. Factors influencing lung function: are the predicted values for spirometry reliable enough? Journal of physiology and pharmacology, 57, 263-271. Parkes, W. R. 1974. Occupational Lung Disorders, London, Butterworth & Co. Ltd. Pavlica, T., Bozic-Krstic, V. dan Rakic, R. 2010. Correlation of Vital Lung Capacity
With
Body
Weight,
Longitudinal
and
Circumference
Dimensions. Biotechnology & Biotechnological Equipment, 24, 325-328. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Prasetya, S. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Pernapasan Pada Tenaga Kerja Bagian Pemintalan Di Pt. Lotus Indah Skripsi, Universitas Airlangga. Rom, W. N. dan Markowitz, S. B. 2007. Environmental and Occupational Medicine: Fourth Edition, Philadelphia, USA, Lippincott Williams & Wilkins. Sekretaris
Negara
Republik
Indonesia
2003.
Undang-Undang Republik
Indonesianomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Jakarta. Sharma, G. dan Goodwin, J. 2006. Effect of Aging on Respiratory System Physiology and Immunology. Clinical Interventions in Aging, 1, 253-260. Sholihah, Q., Khairiyati, L. dan Setyaningrum, R. 2008. Pajanan Debu Batubara dan Gangguan Pernapasan Pada Pekerja Lapangan Tambang Batubara. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 4, 1-8.
161
SKC 1999. User's Guide SKC Environmental Perticulate Air Monitor Model SKC EPAM-5000. Valley View Road: Haz-Dust Environmental Devices Corporation. Suma'mur P.K 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES), Jakarta, Sagung Seto. Susanto, A. D. 2012. Pneumoconiosis. Journal of the Indonesian Medical Association, 61. Syahputra, D. A., Amir, Z. dan Pandia, P. 2015. Hubungan Kadar Debu Kapas dengan Kejadian Bisinosis pada Pekerja Pabrik X Pembuat Tilam di Kota Medan. Jurnal Respirologi Indonesia, 35. Tamher dan Noorkasiani 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika. Tarlo, S. M., Cullinan, P. dan Nemery, B. 2010. Occupational and Environmental Lung Disease, West Sussex,UK, John Wiley & Sons. Texas Department of Insurance nd. Cotton Dust Fact Sheet. Texas: Texas Department of Insurance. Umakaapa, M., Rahim, M. R. dan Saleh, L. M. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian Produksi Industri Tekstil CV Bagabs Kota Makassar. Hasanudin University Repository. US Department of Health and Human Services 2010. A Report of the Surgeon General: How Tobacco Smoke Causes Disease: What It Means to You. U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health.
162
US Department Of Health and Human Services 2014. The Health Consequences of Smoking—50 Years of Progress: A Report of the Surgeon General, Atlanta, U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health. Uyainah, A., Amin, Z. dan Thufeilsyah, F. 2014. Spirometri. Ina J Chest Crit and Emerg Med, 1, 35-38. Voelkel, N. F. dan Macnee, W. 2002. Chronic Obstructive Lung Diseases, London, BC Decker Inc. Wahab, Z. 2001. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Timbulnya Gangguan Fungsi Paru Dan Kejadian Bisinosis Pada Karyawan Pabrik Tekstil" X" Di Semarang. Tesis, Universitas Diponegoro. Wahba, W. M. 1983. Influence of Aging on Lung Function-Clinical Significance of Changes from Age Twenty International Anesthesia Research Society, 764-776. West, J. B. 2010. Patofisiologi Paru Esensial Edisi 6, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. WHO 1999. Hazard Prevention And Control In The Work Environment: Airborne Dust, Geneva, Occupational and Environmental Health Department of Protection of the Human Environment. WHO. 2016. BMI classification [Online]. World Health Organization. Tersedia: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html. Yuliawati, R. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pembuat Kasur (Studi Kasus Di Desa Banjarkerta Karanganyar Purbalingga). Jurnal Ilmiah Manuntung, 1.
163
Yusitriani, Russeng, S. S. dan Muis, M. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Patu Pekerja Paving Block CV Sumber Galian. Hasanudin University Repository. Zaenuddin, M. 2015. Isu, Problematika, Dan Dinamika Perekonomian, Dan Kebijakan Publik, Yogyakarta, deepublish.
164
LAMPIRAN
165
INFORM CONSENT
Assalamu’alaikum wr.wb. Saya Rr. Putri Annisya Affriany Prasetyo mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Kesehatan Masyarakat peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sedang melakukan penelitian untuk Tugas Akhir/Skrpisi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Bisinosis Pada Pekerja PT. Argo Pantes Tbk. Tangerang Tahun 2016”. Sehubungan dengan hal itu, saya memohon kesediaan Saudara/Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini yang akan sangat membantu dalam proses penyelesaian Tugas Akhir/Skripsi saya. Kuesioner ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan bisinosis pada PT. Argo Pantes Tbk Tangerang. Kami memohon kejujuran anda dalam pengisian kuesioner ini sesuai dengan keadaan dan kenyataan tanpa pengaruh orang lain. Semua jawaban akan kami jaga kerahasiaannya dan tidak memberikan dampak negatif bagi Saudara/Bapak/Ibu. Hasilnya dapat dijadikan sebagai saran bagi pihak yang terkait dengan objek penelitian. Atas kesediaan Saudara/Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini saya ucapkan terimakasih. Wassalamualaikum wr.wb. Tangerang,__________ 2016 Peneliti
Responden
Rr. Putri Annisya A.P
_____________
1
ATS-DLD-78-A KUESIONER UNTUK DEWASA-DISELESAIKAN SENDIRI (Untuk 13 Tahun ke atas)
Terimakasih atas kebersediaan anda untuk berpartisipasi dalam studi ini. Anda telah terpilih berdasarkan prosedur pengambilan sampel ilmiah, dan kerjasama anda sangat penting bagi kesuksesan studi ini. Kuesioner ini adalah kuesioner yang anda diharapkan untuk mengisinya. Jawablah pertanyaan dengan terus terang dan seakurat mungkin. SEMUA INFORMASI YANG DIPEROLEH DARI STUDI INI AKAN DIJAGA KERAHASIAANNYA DAN HANYA DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN. Dokter pribadi anda akan diberitahu tentang hasil tes jika anda menginginkan.
========================================================== JAWAB SETIAP PERTANYAAN JENIS PILIHAN GANDA DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) ATAU DENGAN MELINGKARI (O) NOMOR PILIHAN JAWABAN. CONTOH: 1. Ya 1. Ya 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07 2. Tidak 2. Tidak 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07 ========================================================== IDENTITAS NOMOR RESPONDEN**
: ________________________
NAMA*
: ________________________________________
ALAMAT
: ________________________________________
_________________________________________________________________ KOTA/KABUPATEN___________________________KODE POS__________ NOMOR HP*
: ___________________________
TINGGI BADAN**
:__________cm
BERAT BADAN**
:__________Kg
1. Tanggal Lahir*
: _______ ____________ ________ Tanggal Bulan Tahun : ___________________________ : 1) Perempuan ______ 2) Laki-laki _____
2. Tempat Lahir 3. Jenis Kelamin*
(*WAJIB DIISI, **DIISI OLEH PENELITI)
2
4. Apa tingkat pendidikan/sekolah tertinggi yang anda selesaikan? (tahun pendidikan formal)* _________________________________ (Contoh: 6 tahun adalah telah menyelesaikan SD, 9 tahun adalah telah menyelesaikan SMP, 12 tahun adalah telah menyelesaikan SMA, 16 tahun telah menyelesaikan S1, dst) 5. Lama Kerja* : ___________ Tahun 6. Unit/Bagian Kerja* : ___________________________ (*WAJIB DIISI) JAWAB SETIAP PERTANYAAN JENIS PILIHAN GANDA DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) ATAU DENGAN MELINGKARI (O) NOMOR PILIHAN JAWABAN. CONTOH: 1. Ya 1. Ya 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07 2. Tidak 2. Tidak 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07 ========================================================== GEJALA Pertanyaan-pertanyaan ini secara khusus berkaitan dengan apa yang anda rasakan pada dada anda. Jawablah Ya atau Tidak. Jika anda ragu tentang apakah Ya atau Tidak, maka jawab Tidak. BATUK 7A. Selama anda bekerja disini apakah anda 1. Ya biasanya batuk? 2. Tidak (Termasuk batuk saat pertama merokok atau [Jika tidak, lompat pertama kali keluar ruangan. Kecuali ketika ke pertanyaan 7C] membersihkan tenggorokan/berdehem). B. Apakah anda biasanya batuk sebanyak 4-6 1. Ya kali sehari, atau sekurang-kurangnya 4 hari 2. Tidak atau lebih dalam seminggu? C. Apakah anda biasanya batuk ketika baru 1. Ya bangun tidur di pagi hari? 2. Tidak D. Apakah anda biasanya batuk selama 1. Ya sepanjang hari baik siang hari atau malam 2. Tidak hari? JIKA ADA JAWABAN YA UNTUK PERTANYAAN APAPUN DI ATAS (7A, B, C, ATAU D), MAKA JAWAB PERTANYAAN SELANJUTNYA. JIKA JAWABAN SEMUA PERTANYAAN ADALAH TIDAK, LOMPAT KE PERTANYAAN NO. 8A E. Selama bekerja disini apakah anda biasanya 1. Ya batuk seperti ini pada hampir setiap hari 2. Tidak selama 5 bulan berturut-turut atau lebih [Jika tidak, lompat ke dalam setahun terakhir? pertanyaan 8A]
3
F. Sudah berapa lama anda mengalami batuk seperti ini?
Jumlah Tahun G. Apakah batuk yang anda alami terjadi pada 1. Ya hari-hari tertentu dalam seminggu? 2. Tidak H. Kalau “YA” pada hari kerja ke: 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07 (lingkari yang perlu/ sesuai dengan keadaan diri- Boleh lebih dari satu lingkaran/jawaban) I. Kalau “YA” pada hari kerja ke satu (01), 1. Kadang-Kadang apakah: 2. Selalu DAHAK 8A. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya 1. Ya mengeluarkan dahak/reak dari dada anda? 2. Tidak (Perhitungkan dahak/reak saat pertama kali [Jika tidak, lompat ke merokok atau pertama kali keluar ruangan. pertanyaan 8C] Kecuali yang keluar dari hidung. Perhitungkan dahak yang ditelan). B. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya 1. Ya mengeluarkan dahak/reak sampai sebanyak 2 2. Tidak kali sehari, atau sekurang-kurangnya 4 hari atau lebih dalam seminggu? C. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya 1. Ya mengeluarkan dahak/reak ketika baru bangun 2. Tidak tidur di pagi hari? D. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya 1. Ya mengeluarkan dahak/reak selama sepanjang 2. Tidak hari baik siang maupun malam hari? JIKA ADA JAWABAN YA UNTUK PERTANYAAN APAPUN DI ATAS (8A, B, C, ATAU D), MAKA JAWAB PERTANYAAN SELANJUTNYA. JIKA JAWABAN SEMUA PERTANYAAN ADALAH TIDAK LOMPAT KE PERTANYAAN NO. 9A E. Selama bekerja disini, apakah anda biasanya mengeluarkan dahak/reak seperti ini pada 1. Ya hampir setiap hari sekurang-kurangnya selama 2. Tidak 3 bulan berturut-turut atau lebih dalam setahun ini? F. Sudah berapa lama anda memiliki masalah dahak/reak ini? Jumlah Tahun
4
PERISTIWA BATUK DAN DAHAK 9A. Selama bekerja disini, apakah Anda mengalami serangan batuk dengan dahak/reak 1. Ya MENINGKAT yang berlangsung sekurang- 2. Tidak kurangnya selama 3 minggu berturut-turut atau lebih dalam setahun? JIKA JAWABAN YA UNTUK PERTANYAAN NO. 9A B. Sudah berapa lama anda mengalami setidaknya satu serangan batuk dengan dahak seperti itu? Jumlah Tahun BATUK KRONIK ADA/TIDAK ADA NAPAS BERBUNYI ATAU MENGI (NAPAS KUCING BUNYI NGIK..NGIK..NGIK) 10A. Apakah dada anda pernah berbunyi/mengeluarkan suara mengi atau bengek bila bernapas: 1. Ketika anda pilek/flu? 1. Ya 2. Tidak 2. Terkadang disaat tidak pilek/flu? 1. Ya 2. Tidak 3. Hampir setiap hari atau setiap malam (4 1. Ya 2. Tidak hari dalam seminggu)? JIKA ADA JAWABAN YA PADA 1, 2, ATAU 3 PADA PERTANYAAN 10A B. Apakah bunyi mengi itu timbul setelah anda 1. Ya bekerja di bagian ini? 2. Tidak C Sudah berapa lama mengi/bengek itu ada? Jumlah Tahun 11A. Apakah Anda pernah memiliki sebuah 1. Ya SERANGAN mengi yang telah membuat 2. Tidak Anda merasa sesak napas? JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 11A B. Berapakah usia anda ketika anda pertama ___________usia kali mendapatkan serangan tersebut? tahun C. Apakah anda mengalami peritiwa tersebut sebanyak 2 kali atau lebih? D. Apakah anda pernah membutuhkan/menggunakan obat atau perawatan untuk serangan-serangan tersebut? RASA DADA TERTEKAN ATAU TERJEPIT 12A. Selama bekerja disini, apakah anda pernah merasa dada seperti tertekan/terjepit atau napas anda bertambah susah?
5
1. 2. 1. 2.
dalam
Ya Tidak Ya Tidak
1. Ya 2. Tidak Jika tidak (G0) langsung ke pertanyaan 13A
B.
Bila “Ya” Pada hari kerja ke:
01, 02, 03, 04, 05, 06, 07 (lingkari yang perlu/ sesuai dengan keadaan diri-Boleh lebih dari satu lingkaran/ jawaban) C. Bila “Ya” Pada hari kerja ke satu (01), 1. Kadang-Kadang (G½) apakah: 2. Selalu (G1) D. Bila “Ya” Kapan rasa dada tertekan/terjepit 1. Hari kerja ke 1 berhenti tersebut menghilang? bekerja 2. Hari kerja ke 2 berhenti bekerja 3. Hari kerja ke 3 berhenti bekerja 4. Tidak hilang/tetap ada Jika ada G1 ditambah Ya Pada hari kerja yang lain maka G2 E. Kalau “Ya” pada hari kerja ke satu (01), 1. Sebelum masuk pabrik pada waktu kapan anda merasa dada (G3) tertekan/terjepit atau merasakan napas 2. Sesudah masuk pabrik susah? F. Setelah bekerja berapa lama di bagian yang berdebu ini anda mulai merasakan dada ______________bulan/tahun tertekan/terjepit/berat? (Coret yang tidak perlu antara bulan atau tahun) G. Di waktu yang lalu apakah anda pernah 1. Ya merasa dada tertekan/terjepit atau 2. Tidak merasakan napas susah? Jika Tidak langsung ke pertanyaan 13A H. Kalau “Ya” pada hari kerja ke: 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07 (lingkari yang perlu/ sesuai dengan keadaan diri-Boleh lebih dari satu lingkaran/ jawaban) I. Kalau “Ya” pada hari kerja ke satu (01), 1. Kadang-kadang apakah 2. Selalu 13A. Selama 3 tahun ke belakang, apakah anda 1. Ya pernah memiliki penyakit/gangguan pada 2. Tidak dada yang telah menyebabkan anda harus berhenti bekerja, di dalam rumah, atau beristirahat di tempat tidur? JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 13A B. Apakah anda dulu mengeluarkan dahak 1. Ya 6
C.
karena mengalami penyakit/gangguan pada dada? Pada 3 tahun terakhir, berapa banyak anda mengalami penyakit yang disertai dengan (peningkatan) dahak? Apakah itu berlangsung selama seminggu atau lebih?
2. Tidak 1. Ya, sebutkan ________ (Jumlah penyakit/gangguan) 2. Tidak ada penyakit/gangguan seperti itu 3. Tidak termasuk
SESAK NAPAS KARENA SAKIT JANTUNG ATAU PARU 14. Apakah anda menderita sakit jantung atau paru? 1. Ya 2. Tidak Jika Ya, Sebutkan penyakit apa, apakah 1. Jantung 2. Paru Jika tidak bisa berjalan karena mengalami kondisi lain selain penyakit jantung dan paru, tolong jelaskan dan lanjutkan ke pertanyaan no. 15A dan seterusnya. Sifat/jenis kondisi:___________________________________________ 15A. Setelah anda bekerja disini, apakah anda 1. Ya menjadi susah/sesak napas saat sedang 2. Tidak berjalan tergesa-gesa/terburu-buru di tempat [Jika tidak lompat ke yang datar atau saat berjalan biasa di tempat pertanyaan 16] yang agak menanjak? JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 15A B. Apakah anda harus berjalan lebih lamban 1. Ya dari pada orang-orang seusia anda di tempat 2. Tidak yang datar karena sesak napas [Jika tidak lompat ke Jika ya derajat 1 pertanyaan 16] C. Apakah anda pernah sampai terpaksa harus 1. Ya berhenti berjalan untuk bernapas ketika 2. Tidak berjalan di tempat datar dengan kecepatan [Jika tidak lompat ke anda sendiri? pertanyaan 16] Jika ya derajat 2 D. Apakah anda pernah sampai harus terpaksa 1. Ya berhenti untuk bernapas setelah berjalan 2. Tidak sekitar 100 yard (91,44 meter) atau setelah [Jika tidak lompat ke beberapa menit di tempat yang datar? pertanyaan 16] Jika ya derajat 3 E. Apakah anda terlalu sesak/pendek napas 1. Ya untuk pergi meninggalkan rumah atau ketika 2. Tidak mengenakan/melepaskan pakaian? Jika ya derajat 4 7
========================================================== PENYAKIT TERDAHULU 16. Apakah anda memiliki masalah pada paru saat 1. Ya berusia kurang dari 16 tahun? 2. Tidak 17. Apakah anda pernah memiliki salah satu dari berikut ini: 1A. Serangan bronkitis? 1. Ya 2. Tidak JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 1A: B. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya 2. Tidak C. Pada usia berapakah serangan pertama _________usia dalam anda alami? tahun 2A. Pneumonia (termasuk bronkopneumonia)? 1. Ya 2. Tidak JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 2A: B. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya 2. Tidak C. Pada usia berapakah anda pertama kali mengalaminya? _____usia dalam tahun 3A. Alergi serbuk bunga? 1. Ya 2. Tidak JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 3A: B. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya 2. Tidak C. Pada usia berapakah itu bermula? _____usia dalam tahun 18A. Apakah anda pernah mengalami bronkitis 1. Ya kronis? 2. Tidak JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 18A: B. Apakah anda masih mengalaminya? 1. Ya 2. Tidak C. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya 2. Tidak D. Pada usia berapakah itu bermula? ____usia dalam tahun 19A. Apakah anda pernah mengalami emfisema? 1. Ya 2. Tidak JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 19A: B. Apakah anda masih mengalaminya? 1. Ya 2. Tidak C. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya 2. Tidak D. Pada usia berapakah itu bermula? ______usia dalam tahun 8
20A. Apakah anda pernah mengalami asma?
1. Ya 2. Tidak JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 20A: B. Apakah anda masih mengalaminya? 1. Ya 2. Tidak C. Apakah sudah dikonfirmasi oleh dokter? 1. Ya 2. Tidak D. Kapan anda mulai menderita asma? 1. Sebelum bekerja di bagian ini 2. Sesudah bekerja di bagian ini E. Bila jawaban pertanyaan 20D adalah 1. Kurang dari 1 sesudah bekerja di bagian ini, berapa lama tahun setelah anda bekerja di bagian ini anda 2. 1-5 tahun menderita asma? 3. 5-10 tahun 4. Lebih dari 10 tahun F. Pada usia berapakah asma itu bermula? _________usia dalam tahun G. Jika anda sudah tidak mengalaminya lagi, _________usia dalam pada usia berapa anda berhenti mengalaminya? tahun 21. Apakah anda pernah memiliki: A. Penyakit/gangguan pada dada lainnya? 1. Ya Jika ya, sebutkan______________________ 2. Tidak B. Operasi/perbaikan pada dada? 1. Ya Jika ya, sebutkan______________________ 2. Tidak C. Cedera pada dada? 1. Ya Jika ya, sebutkan______________________ 2. Tidak 22A. Apakah dokter pernah mengatakan bahwa anda 1. Ya memiliki gangguan/masalah pada jantung? 2. Tidak JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 22A: B. Apakah anda pernah mendapatkan 1. Ya perawatan untuk masalah/gangguan jantung 2. Tidak dalam 10 tahun ke belakang? 23A. Apakah dokter pernah mengatakan bahwa anda 1. Ya memiliki tekanan darah tinggi? 2. Tidak JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 23A: B. Apakah anda pernah mendapatkan 1. Ya perawatan untuk tekanan darah tinggi dalam 10 2. Tidak tahun ke belakang? ========================================================== RIWAYAT PEKERJAAN 24A. Apakah anda penah bekerja dalam waktu 1. Ya penuh (full time/30 jam per minggu atau lebih) 2. Tidak 9
selama 6 bulan atau lebih? B. Apakah anda pernah bekerja selama satu 1. Ya tahun atau lebih pada pekerjaan yang 2. Tidak berdebu? C. Sebutkan D. Total tahun bekerja pekerjaan/industri________________ ____________tahun E. Apakah jenis/bagian pekerjaan yang biasa anda lakukan (satu pekerjaan yang paling lama anda kerjakan)? 1. Pekerjaan:_______________________________________________ 2. Jumlah tahun kerja pada jenis/bagian pekerjaan terebut:________________tahun 3. Posisi-jabatan pekerjaan:___________________________________ 4. Perusahaan, bidang, atau industri:____________________________ F. Pernahkan anda pindah dari lingkungan kerja yang lebih berdebu ke tempat yang kurang berdebu? 1. Ya 2. Tidak ========================================================== KEBIASAAN MEROKOK 25A. Pernahkan anda merokok 100 batang rokok 1. Ya atau lebih selama hidup anda? 2. Tidak (Bukan perokok) [Langsung/lompat ke pertanyaan 29A tentang APD) Jika “YA” B. Apakah anda dalam satu bulan terakhir 1. Ya masih merokok? 2. Tidak (Bekas Perokok) C. Berapa batang rokok rata-rata sehari yang anda hisap saat ini/selama anda merokok? _____________batang [Langsung/lompat ke pertanyaan 25E) D. Jika jawaban pertanyaan 25C adalah tidak, Pada usia berapa anda berhenti merokok? _____________tahun E. Berapa tahun usia anda ketika anda mulai merokok secara teratur? _____________tahun F. Apakah anda biasanya menghirup asap 1. Ya rokok secara dalam sampai ke dalam dada? 2. Tidak 26A. Apakah anda penah/sekarang merokok sigaret (seperti 1 bulan yang lalu)? (TIDAK 1. Ya kurang dari 20 pak rokok/sigaret atau 12 ons 2. Tidak (340,194 gram) tembakau seumur hidup 10
atau kurang dari 1 rokok sehari dalam satu tahun. JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 26A: B. Berapakah umur/usia anda ketika anda ______usia dalam tahun pertama kali merokok sigaret? C. Jika anda sudah berhenti merokok _____tahun usia berhenti sepenuhnya, berapa usia anda ketika merokok berhenti merokok? Cek jika masih merokok ____________ D. Rata-rata berapa sigaret/rokok yang _________rokok per hari anda hisap setiap harinya saat ini/selama anda merokok? E. Apakah anda pernah atau selalu 1. Tidak termasuk menghirup asap rokok? 2. Sekali-sekali tidak 3. Sedikit 4. Cukup 5. Banyak 27A. Apakah anda pernah merokok rokok pipa 1. Ya secara teratur? (IYA=lebih dari 12 ons 2. Tidak (340,194 gram) tembakau seumur hidup). JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 27A: B. Berapakah usia/umur anda ketika anda ____________usia/umur mulai merokok rokok pipa secara dalam tahun teratur? C. Jika anda sudah berhenti merokok ______ tahun usia rokok pipa sepenuhnya, berapa behenti merokok usia/umur anda ketika berhenti Cek jika masih merokok merokok? ____________ D. Dalam merokok rokok pipa selama ini, _______ons per minggu berapa rata-rata pipa tembakau yang (standar satu kantong anda hisap per minggunya? tembakau mengandung 1 ½ ons) E. Apakah anda pernah menghirup asap rokok?
atau
selalu
28A. Apakah anda pernah merokok cerutu secara teratur? (IYA=lebih dari 1 cerutu dalam seminggu atau satu tahun) 11
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2.
Tidak termasuk Sekali-sekali tidak Sedikit Cukup Banyak Ya Tidak
JIKA JAWABAN YA PADA PERTANYAAN 28A: B. Berapa usia/umur anda ketika mulai _______________usia/ merokok cerutu secara teratur? umur dalam tahun C. Jika anda sudah berhenti merokok ____________tahun usia cerutu sepenuhnya, berapa usia/umur berhenti merokok anda ketika berhenti merokok? Cek jika masih merokok cerutu ____________ D. Dalam merokok cerutu selama ini, rata- cerutu per minggu rata berapa cerutu yang anda hisap per minggunya? E. Apakah anda pernah atau selalu 1. Tidak termasuk menghirup asap rokok? 2. Sekali-sekali tidak 3. Sedikit 4. Cukup 5. Banyak
ALAT PELINDUNG DIRI (APD) 29A. Apabila anda berada di ruang 1. Ya berdebu, apakah anda 2. Tidak (Sama sekali tidak pernah menggunakan Alat Pelindung menggunakan APD/Masker Diri (APD) dari debu? selama 8 jam bekerja) Jika “YA” B. APD yang anda gunakan 1. Masker yang disediakan oleh perusahaan 2. Masker milik pribadi/cara lain C. Jenis masker yang digunakan 1. Masker N95 2. Masker Lainnya, sebutkan___________________ (Masker kain, Masker medis atau kain biasa yang dijadikan penutup hidung) D. Bagaimana kebiasaan anda 1. Selalu memakai (APD/Masker memakai masker (APD) tersebut? digunakan secara terus menerus selama 8 jam kerja) 2. Kadang-kadang (APD/Masker tidak digunakan secara terus menerus selama 8 jam kerja)
TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASI ANDA DALAM MENGISI KUESIONER INI 12
INFORMASI TAMBAHAN:
Masker N95
Masker Medis
1. Bronkitis adalah infeksi pada saluran udara utama dari paru-paru atau bronkus yang menyebabkan terjadinya peradangan atau inflamasi pada saluran udara itu yang gejalanya terdiri dari batuk-batuk disertai lendir berwarna kuning keabu-abuan atau hijau, Sakit pada tenggorokan, Sesak napas, Hidung beringus atau tersumbat, Sakit atau rasa tidak nyaman pada dada, dan Kelelahan. 2. Bronkopnemuomonia adalah suatu radang parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnoe, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare, batuk kering dan produktif. 3. Bronkitis Kronis adalah penyakit saluran pernapasan yang biasa dialami oleh sebagian oang dan ditandai dengan batuk kronis yang berdahak selama kurang lebih 3 bulan dalam jangka waktu satu tahun. Gejalanuya meliputi terjadi suatu sumbatan pada saluran pernapasan dan terjadi secara kronis, semakin hari semakin parah, penderita akan mengalami penurunan stamina tubuh, jika penyakit bronkits kronis semakin parah bisa menyebabkan pembengkakan jantung dan pastinya berisiko kematian, sering mengalami batuk berdahak yang parah, dan napas akan terputus-putus dan pendek serta bisa menimbulkan bunyi. 4. Emfisema adalah penyakit progresif jangka panjang pada paru-paru yang umumnya menyebabkan napas menjadi pendek. jaringan paru-paru, yang berperan pada bentuk fisik paru-paru dan fungsi pernapasan, pada penderita emfisema sudah rusak. gejala emfisema terdiri dari napas pendek, batuk dan suara mengi saat bernapas, kemampuan untuk berolahraga dan menjalani aktivitas rutin menurun secara bertahap, bibir dan kuku menjadi biru atau abu-abu, serta menjadi kurang awas secara mental. 5. Asma adalah suatu jenis penyakit gangguan pernapasan khususnya pada paru-paru yang dikenal dengan penyakit sesak napas dikarenakan adanya penyempitan pada saluran pernapasan karena adanya aktivitas berlebih terhadap suatu rangsangan tertentu hingga menyebabkan peradangan dan penyempitan pada pembuluh darah dan saluran udara yang mengalirkan oksigen ke paru-paru dan rongga dada. Gejala awal asma adalah sesak napas, batuk, dan suara mengi. 13
Layout Unit Spinning 3
Layout Unit Weaving
Titik pengukuran di area kerja front spinning, ring spinning, dan winding Layout Unit Weaving
Layout Unit Yarn Processing
Titik Pengukuran di area kerja tenun bagian 1 dan 2
14
Layout unit Yarn Processing
Titik pengukuran di area kerja verpacking, RTW, warping, dan soft winder Layout Unit Dyeing Finishing
Titik pengukuran di area kerja verpacking, finishing, dyeing, dan bleaching
15
Pengukuran di Area Kerja RTW
Area Kerja RTW
Pekerja membersihkan gumpalan kapas di lantai dengan menggunakan sapu
Pengukuran di area kerja tenun bagian 2
16
Pengukuran di area kerja tenun bagian 1
Pengukuran di area kerja verpacking YP
Area kerja verpacking YP
Pengukuran di area kerja softwinder
Pengukuran di area kerja winding
Pengukuran di area kerja ring spinning
17
Pengukuran di area kerja bleaching
Pengukuran di area kerja front spinning
Pengukuran di area kerja dyeing DF
Pengukuran di area kerja verpacking DF
Pengukuran di area kerja warping
18
Pengukuran di area kerja finishing DF
Pengukuran berat badan
Pengukuran tinggi badan
Lubang Ducting
Sohler
19
Sohler dan Vacuum
Local Exhaust Ventilation pada mesin bleaching
20
Kantong-kantong penyimpanan sementara gumpalan kapas
21
Tabel Frekuensi Tingkat Bisinosis [DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav Statistics Tingkat_Gejala_Bisinosis N
Valid
130
Missing
0 Tingkat_Bisinosis Cumulative Frequency
Valid
Tingkat 0
Percent
Valid Percent
Percent
122
93.8
93.8
93.8
Tingkat 0.5
5
3.8
3.8
97.7
Tingkat 1
2
1.5
1.5
99.2
Tingkat 2
1
.8
.8
100.0
130
100.0
100.0
Total
Gejala Penyerta Lainnya [DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav Statistics Batuk_Kronis N
Valid
130
Missing
0 Batuk_Kronis Cumulative Frequency
Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
114
87.7
87.7
87.7
16
12.3
12.3
100.0
130
100.0
100.0
Statistics Dahak_Kronis N
Valid Missing
Percent
130 0 Dahak_Kronis
22
Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
109
83.8
83.8
83.8
21
16.2
16.2
100.0
130
100.0
100.0
Statistics Peristiwa_Batuk_dgnDahak_Meni ngkat N
Valid
130
Missing
0 Peristiwa_Batuk_dgnDahak_Meningkat Cumulative Frequency
Valid
Tidak
Valid Percent
Percent
123
94.6
94.6
94.6
7
5.4
5.4
100.0
130
100.0
100.0
Ya Total
Percent
Statistics Mengi N
Valid
130
Missing
0
Mengi Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya Total
Percent
Valid Percent
Percent
108
83.1
83.1
83.1
22
16.9
16.9
100.0
130
100.0
100.0
Statistics Sesak_Napas N
Valid
130
Missing
0 Sesak_Napas Cumulative Frequency
Percent
Valid Percent
23
Percent
Valid
Tidak Ya Total
125
96.2
96.2
96.2
5
3.8
3.8
100.0
130
100.0
100.0
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas [DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav Statistics Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas N
Valid
130
Missing
0 Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas Cumulative Frequency
Valid
Kurang dari sama dengan
Valid Percent
Percent
82
63.1
63.1
63.1
48
36.9
36.9
100.0
130
100.0
100.0
NAB Lebih dari NAB Total
Percent
Penggunaan APD/Masker Statistics Penggunaan Masker N
Valid
130
Missing
0 Penggunaan Masker Cumulative Frequency
Valid
Tidak Sesuai
130
Percent 100.0
Valid Percent
Percent
100.0
Statistics J29D Bagaimana kebiasaan anda memakai masker/APD tersebut? N
Valid Missing
130 0
J29D Bagaimana kebiasaan anda memakai masker/APD tersebut?
24
100.0
Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Selalu Memakai
56
43.1
43.1
43.1
Kadang-Kadang
74
56.9
56.9
100.0
130
100.0
100.0
Total Statistics J29B APD yang anda gunakan? N
Valid Missing
130 0
J29B APD yang anda gunakan? Cumulative Frequency Valid
Masker yang disediakan perusahaan Masker milik pribadi Total
Percent
Valid Percent
Percent
96
73.8
73.8
73.8
34
26.2
26.2
100.0
130
100.0
100.0
Statistics Jika lainnya, Sebutkan N
Valid Missing
130 0 Jika lainnya, Sebutkan Cumulative Frequency
Valid
MASKER KAIN
Percent
Valid Percent
128
98.5
98.5
98.5
MASKER KATUN
1
.8
.8
99.2
MASKER MEDIS
1
.8
.8
100.0
130
100.0
100.0
Total
Masa Kerja Statistics H24D Total tahun bekerja N
Percent
Valid Missing
130 0
25
Mean
19.80
Median
21.00
Mode
5
Minimum
5
Maximum
38
H24D Total tahun bekerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
5
14
10.8
10.8
10.8
6
13
10.0
10.0
20.8
7
5
3.8
3.8
24.6
9
1
.8
.8
25.4
12
1
.8
.8
26.2
13
2
1.5
1.5
27.7
15
2
1.5
1.5
29.2
16
1
.8
.8
30.0
18
1
.8
.8
30.8
19
8
6.2
6.2
36.9
20
11
8.5
8.5
45.4
21
10
7.7
7.7
53.1
22
8
6.2
6.2
59.2
23
4
3.1
3.1
62.3
24
6
4.6
4.6
66.9
25
5
3.8
3.8
70.8
26
7
5.4
5.4
76.2
27
4
3.1
3.1
79.2
28
3
2.3
2.3
81.5
29
3
2.3
2.3
83.8
30
3
2.3
2.3
86.2
31
1
.8
.8
86.9
32
5
3.8
3.8
90.8
33
3
2.3
2.3
93.1
34
1
.8
.8
93.8
26
35
4
3.1
3.1
96.9
36
3
2.3
2.3
99.2
38
1
.8
.8
100.0
130
100.0
100.0
Total
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic H24D Total tahun bekerja
df
.159
Shapiro-Wilk Sig.
130
Statistic
.000
df
.917
Sig. 130
.000
a. Lilliefors Significance Correction Statistics Kategori_Masa_kerja N
Valid Missing
130 0 Kategori_Masa_kerja Cumulative Frequency
Valid
kurang dari 21 tahun lebih dari sama dengan 21 tahun Total
Percent
Valid Percent
Percent
59
45.4
45.4
45.4
71
54.6
54.6
100.0
130
100.0
100.0
Kebiasaan Merokok Statistics Status_Merokok N
Valid Missing
130 0 Status_Merokok Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Bukan Perokok
90
69.2
69.2
69.2
Bekas Perokok
9
6.9
6.9
76.2
Masih Perokok
31
23.8
23.8
100.0
130
100.0
100.0
Total Statistics
27
Derajat_Merokok_IB N
Valid
40
Missing
90
Derajat_Merokok_IB Cumulative Frequency Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Percent
Perokok Ringan
29
22.3
72.5
72.5
Perokok Sedang
11
8.5
27.5
100.0
Total
40
30.8
100.0
System
90
69.2
130
100.0
Total
Statistics I25C Berapa batang rokok rata-rata sehari yang anda Lama_Merokok N
hisap saat ini/selama anda m
Valid
40
40
Missing
90
90
Mean
21.28
7.35
Median
22.00
6.00
15
12
Minimum
2
1
Maximum
43
20
Mode
Lama_Merokok Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
2
1
.8
2.5
2.5
4
2
1.5
5.0
7.5
5
2
1.5
5.0
12.5
11
1
.8
2.5
15.0
14
1
.8
2.5
17.5
15
4
3.1
10.0
27.5
16
2
1.5
5.0
32.5
18
2
1.5
5.0
37.5
19
1
.8
2.5
40.0
28
Missing
20
1
.8
2.5
42.5
21
1
.8
2.5
45.0
22
3
2.3
7.5
52.5
23
1
.8
2.5
55.0
24
2
1.5
5.0
60.0
25
2
1.5
5.0
65.0
26
2
1.5
5.0
70.0
27
2
1.5
5.0
75.0
28
1
.8
2.5
77.5
29
2
1.5
5.0
82.5
30
1
.8
2.5
85.0
31
1
.8
2.5
87.5
32
2
1.5
5.0
92.5
35
1
.8
2.5
95.0
36
1
.8
2.5
97.5
43
1
.8
2.5
100.0
Total
40
30.8
100.0
System
90
69.2
130
100.0
Total
I25C Berapa batang rokok rata-rata sehari yang anda hisap saat ini/selama anda m Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
1
4
3.1
10.0
10.0
2
1
.8
2.5
12.5
3
4
3.1
10.0
22.5
4
2
1.5
5.0
27.5
5
3
2.3
7.5
35.0
6
8
6.2
20.0
55.0
8
3
2.3
7.5
62.5
10
4
3.1
10.0
72.5
12
9
6.9
22.5
95.0
13
1
.8
2.5
97.5
29
20
Missing
1
.8
2.5
Total
40
30.8
100.0
System
90
69.2
130
100.0
Total
100.0
Status Gizi Statistics Kategori_Status_Gizi N
Valid
130
Missing
0 Kategori_Status_Gizi Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kurang
11
8.5
8.5
8.5
Normal
69
53.1
53.1
61.5
Lebih
50
38.5
38.5
100.0
Total
130
100.0
100.0
Umur Statistics Kategori_Umur N
Valid Missing
130 0 Kategori_Umur Cumulative Frequency
Valid
Muda dan Dewasa
Percent
Valid Percent
Percent
11
8.5
8.5
8.5
Tua
119
91.5
91.5
100.0
Total
130
100.0
100.0
30
Jenis Kelamin Statistics Jenis_Kelamin_New N
Valid Missing
130 0
Jenis_Kelamin_New Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Perempuan
45
34.6
34.6
34.6
Laki-Laki
85
65.4
65.4
100.0
130
100.0
100.0
Total
Tingkat Pendidikan Statistics Tingkat_Pendidikan N
Valid Missing
130 0 Tingkat_Pendidikan Cumulative Frequency
Valid
Tinggi Rendah Total
Percent
Valid Percent
Percent
100
76.9
76.9
76.9
30
23.1
23.1
100.0
130
100.0
100.0
31
Chi Square Test Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas *
130
100.0%
0
.0%
130
100.0%
Tingkat_Gejala_Bisinosis Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Kategori_ Kurang dari sama Konsentra dengan NAB si_Kadar_
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
81
1
0
0
82
98.8%
1.2%
.0%
.0%
100.0%
41
4
2
1
48
85.4%
8.3%
4.2%
2.1%
100.0%
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
DebuKap as
Lebih dari NAB
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas
Total
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas
32
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
Pearson Chi-Square
9.685a
3
.021
Likelihood Ratio
10.450
3
.015
8.801
1
.003
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
130
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37. Risk Estimate Value Odds Ratio for Kategori_Konsentrasi_Kadar_
a
DebuKapas (Kurang dari sama dengan NAB / Lebih dari NAB) a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
33
[DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav Case Processing Summary Cases Valid N Status_Merokok * Tingkat_Gejala_Bisinosis
Missing Percent
130
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 130
100.0%
Status_Merokok * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Status_Merokok
Bukan Perokok
Count % within Status_Merokok
Bekas Perokok
Count % within Status_Merokok
Masih Perokok
Count % within Status_Merokok
Total
Count
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
85
3
1
1
90
94.4%
3.3%
1.1%
1.1%
100.0%
9
0
0
0
9
100.0%
.0%
.0%
.0%
100.0%
28
2
1
0
31
90.3%
6.5%
3.2%
.0%
100.0%
122
5
2
1
130
34
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
% within Status_Merokok
N
93.8%
3.8%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
2.299a
6
.890
2.856
6
.827
Linear-by-Linear Association
.137
1
.711
N of Valid Cases
130
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .07. Risk Estimate Value Odds Ratio for Status_Merokok (Bukan
Percent
a
Perokok / Bekas Perokok)
35
1.5%
.8%
100.0%
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. [DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav Case Processing Summary Cases Valid N Kategori_Status_Gizi *
Percent 130
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Missing N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 130
100.0%
Kategori_Status_Gizi * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Kategori_Status_Gizi
Kurang
Count % within Kategori_Status_Gizi
Normal
Count
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
10
1
0
0
11
90.9%
9.1%
.0%
.0%
100.0%
65
2
2
0
69
36
% within Kategori_Status_Gizi Lebih
Count % within Kategori_Status_Gizi
Total
Count % within Kategori_Status_Gizi
94.2%
2.9%
2.9%
.0%
100.0%
47
2
0
1
50
94.0%
4.0%
.0%
2.0%
100.0%
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
4.330a
6
.632
5.202
6
.518
Linear-by-Linear Association
.020
1
.887
N of Valid Cases
130
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08. Risk Estimate Value Odds Ratio for Kategori_Status_Gizi (Kurang
a
/ Normal)
37
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. Case Processing Summary Cases Valid N Kategori_Umur * Tingkat_Gejala_Bisinosis
Missing Percent
130
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 130
100.0%
Kategori_Umur * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Kategori_Umur
Muda dan Dewasa
Count % within Kategori_Umur
Tua
Count % within Kategori_Umur
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
10
1
0
0
11
90.9%
9.1%
.0%
.0%
100.0%
112
4
2
1
119
94.1%
3.4%
1.7%
.8%
100.0%
38
Total
Count % within Kategori_Umur
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
1.148a
3
.766
1.184
3
.757
Linear-by-Linear Association
.000
1
.990
N of Valid Cases
130
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08. Risk Estimate Value Odds Ratio for Kategori_Umur
a
(Muda dan Dewasa / Tua) a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. [DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav Case Processing Summary
39
Cases Valid N Jenis_Kelamin_New *
Missing Percent
130
Tingkat_Gejala_Bisinosis
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 130
100.0%
Jenis_Kelamin_New * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Jenis_Kelamin_New
Perempuan
Count % within Jenis_Kelamin_New
Laki-Laki
Count % within Jenis_Kelamin_New
Total
Count % within Jenis_Kelamin_New
Tingkat 0.5
Pearson Chi-Square
0
0
45
97.8%
2.2%
.0%
.0%
100.0%
78
4
2
1
85
91.8%
4.7%
2.4%
1.2%
100.0%
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
Likelihood Ratio
sided)
2.173a
3
.537
3.179
3
.365
Total
1
Asymp. Sig. (2df
Tingkat 2
44
Chi-Square Tests
Value
Tingkat 1
40
Linear-by-Linear Association
2.087
N of Valid Cases
1
.149
130
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .35.
Risk Estimate Value Odds Ratio for Jenis_Kelamin_New
a
(Perempuan / Laki-Laki) a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. [DataSet1] D:\Skripsi+Magang\Bismillah Skripsi\Progress\DATA SKRIPSI.sav Case Processing Summary Cases Valid N Tingkat_Pendidikan * Tingkat_Gejala_Bisinosis
Missing Percent
130
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 130
41
100.0%
Tingkat_Pendidikan * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Tingkat_Pendidikan
Tinggi
Count % within Tingkat_Pendidikan
Rendah
Total
1
100
93.0%
4.0%
2.0%
1.0%
100.0%
29
1
0
0
30
96.7%
3.3%
.0%
.0%
100.0%
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
Asymp. Sig. (2df
Total
2
Chi-Square Tests
Value
Tingkat 2
4
Count % within Tingkat_Pendidikan
Tingkat 1
93
Count % within Tingkat_Pendidikan
Tingkat 0.5
sided)
Pearson Chi-Square
.960a
3
.811
Likelihood Ratio
1.635
3
.652
Linear-by-Linear Association
.838
1
.360
N of Valid Cases
130
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .23.
42
Risk Estimate Value Odds Ratio for a
Tingkat_Pendidikan (Tinggi / Rendah)
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
Kruskal Wallis Test Ranks Tingkat_Gejala_Bisinosis H24D Total tahun bekerja
Tingkat 0
N
Mean Rank 122
65.87
Tingkat 0.5
5
34.10
Tingkat 1
2
101.50
Tingkat 2
1
105.00
Total
130
Test Statisticsa,b H24D Total tahun bekerja Chi-Square
6.439
43
df
3
Asymp. Sig.
.092
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Tingkat_Gejala_Bisinosis
Crosstab Gejala Penyerta dengan Tingkat Bisinosis Case Processing Summary Cases Valid N Batuk_Kronis * Tingkat_
Percent 130
_Bisinosis
Missing N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 130
100.0%
Batuk_Kronis * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_ Bisinosis Tingkat 0 Batuk_Kronis
Tidak
Count % within Batuk_Kronis
Ya
Count % within Batuk_Kronis
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
110
3
1
0
114
96.5%
2.6%
.9%
.0%
100.0%
12
2
1
1
16
75.0%
12.5%
6.2%
6.2%
100.0%
44
Total
Count % within Batuk_Kronis
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
Cases Valid N Dahak_Kronis *
Percent 130
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Missing
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 130
100.0%
Dahak_Kronis * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Dahak_Kronis
Tidak
Count % within Dahak_Kronis
Ya
Count % within Dahak_Kronis
Total
Count % within Dahak_Kronis
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
105
3
1
0
109
96.3%
2.8%
.9%
.0%
100.0%
17
2
1
1
21
81.0%
9.5%
4.8%
4.8%
100.0%
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
45
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_ Meningkat *
130
100.0%
0
.0%
130
100.0%
Tingkat_Gejala_Bisinosis Peristiwa_Batuk_dgnDahak_Meningkat * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Tidak
Meningkat
Count
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
118
3
2
0
123
95.9%
2.4%
1.6%
.0%
100.0%
4
2
0
1
7
57.1%
28.6%
.0%
14.3%
100.0%
% within Peristiwa_Batuk_dgnDahak_ Meningkat Ya
Count % within Peristiwa_Batuk_dgnDahak_ Meningkat
46
Total
Count
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
% within Peristiwa_Batuk_dgnDahak_ Meningkat Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Peristiwa_Batuk_dgnDahak_ Meningkat *
130
100.0%
0
.0%
130
100.0%
Tingkat_Gejala_Bisinosis Peristiwa_Batuk_dgnDahak_Meningkat * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
Tidak
Meningkat
Count
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
118
3
2
0
123
95.9%
2.4%
1.6%
.0%
100.0%
4
2
0
1
7
% within Peristiwa_Batuk_dgnDahak_ Meningkat Ya
Count
47
% within Peristiwa_Batuk_dgnDahak_
57.1%
28.6%
.0%
14.3%
100.0%
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
Meningkat Total
Count % within Peristiwa_Batuk_dgnDahak_ Meningkat Case Processing Summary Cases Valid N
Mengi * Tingkat_Gejala_Bisinosis
Missing
Percent 130
N
Total
Percent
100.0%
0
.0%
N
Percent 130
100.0%
Mengi * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Mengi
Tidak
Count % within Mengi
Ya
Count % within Mengi
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
105
2
0
1
108
97.2%
1.9%
.0%
.9%
100.0%
17
3
2
0
22
77.3%
13.6%
9.1%
.0%
100.0%
48
Total
Count % within Mengi
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
Case Processing Summary Cases Valid N Sesak_Napas *
Percent 130
Tingkat_Gejala_Bisinosis
Missing
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 130
100.0%
Sesak_Napas * Tingkat_Gejala_Bisinosis Crosstabulation Tingkat_Gejala_Bisinosis Tingkat 0 Sesak_Napas
Tidak
Count % within Sesak_Napas
Ya
Count % within Sesak_Napas
Total
Count % within Sesak_Napas
Tingkat 0.5
Tingkat 1
Tingkat 2
Total
119
4
2
0
125
95.2%
3.2%
1.6%
.0%
100.0%
3
1
0
1
5
60.0%
20.0%
.0%
20.0%
100.0%
122
5
2
1
130
93.8%
3.8%
1.5%
.8%
100.0%
49
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Masa Kerja Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas *
130
100.0%
0
.0%
130
100.0%
Kategori_Masa_kerja Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Kategori_Masa_kerja Crosstabulation Kategori_Masa_kerja
Kategori_Konsentrasi_Kadar_ Kurang dari sama dengan DebuKapas
NAB
Count
kurang dari 21
lebih dari sama
tahun
dengan 21 tahun
Total
35
47
82
42.7%
57.3%
100.0%
24
24
48
% within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Lebih dari NAB
Count
50
% within Kategori_Konsentrasi_Kadar_
50.0%
50.0%
100.0%
59
71
130
45.4%
54.6%
100.0%
DebuKapas Total
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Status Merokok Case Processing Summary Cases Valid N Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas * Status_Merokok
Missing Percent
130
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 130
100.0%
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Status_Merokok Crosstabulation Status_Merokok Bukan Perokok Kategori_Konsentrasi_Kadar_ Kurang dari sama dengan NAB Count
56
51
Bekas Perokok
Masih Perokok 7
19
Total 82
DebuKapas
% within Kategori_Konsentrasi_Kadar_
68.3%
8.5%
23.2%
100.0%
34
2
12
48
70.8%
4.2%
25.0%
100.0%
90
9
31
130
69.2%
6.9%
23.8%
100.0%
DebuKapas Lebih dari NAB
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Total
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Status Gizi Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas *
130
100.0%
0
.0%
130
Kategori_Status_Gizi
52
100.0%
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Kategori_Status_Gizi Crosstabulation Kategori_Status_Gizi Kurang Kategori_Konsentrasi_Kadar_ Kurang dari sama dengan DebuKapas
NAB
Count
Normal
Lebih
Total
6
44
32
82
7.3%
53.7%
39.0%
100.0%
5
25
18
48
10.4%
52.1%
37.5%
100.0%
11
69
50
130
8.5%
53.1%
38.5%
100.0%
% within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Lebih dari NAB
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Total
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
53
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Umur Case Processing Summary Cases Valid N Kategori_Konsentrasi_Kadar_
Percent 130
DebuKapas * Kategori_Umur
Missing
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 130
100.0%
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Kategori_Umur Crosstabulation Kategori_Umur Muda dan Dewasa Kategori_Konsentrasi_Kadar_ Kurang dari sama dengan DebuKapas
NAB
Count
Tua
Total
5
77
82
6.1%
93.9%
100.0%
6
42
48
12.5%
87.5%
100.0%
11
119
130
% within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Lebih dari NAB
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Total
Count
54
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
% within Kategori_Konsentrasi_Kadar_
8.5%
91.5%
100.0%
DebuKapas
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Jenis Kelamin Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas *
130
100.0%
0
.0%
130
100.0%
Jenis_Kelamin_New Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Jenis_Kelamin_New Crosstabulation Jenis_Kelamin_New Perempuan Kategori_Konsentrasi_Kadar_ Kurang dari sama dengan
Count
26
55
Laki-Laki 56
Total 82
DebuKapas
NAB
% within Kategori_Konsentrasi_Kadar_
31.7%
68.3%
100.0%
19
29
48
39.6%
60.4%
100.0%
45
85
130
34.6%
65.4%
100.0%
DebuKapas Lebih dari NAB
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Total
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Konsentrasi/Kadar Debu Kapas dengan Tingkat Pendidikan Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas *
130
100.0%
0
.0%
130
Tingkat_Pendidikan
56
100.0%
Kategori_Konsentrasi_Kadar_DebuKapas * Tingkat_Pendidikan Crosstabulation Tingkat_Pendidikan Rendah Kategori_Konsentrasi_Kadar_ Kurang dari sama dengan DebuKapas
NAB
Count
Tinggi
Total
20
62
82
24.4%
75.6%
100.0%
10
38
48
20.8%
79.2%
100.0%
30
100
130
23.1%
76.9%
100.0%
% within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Lebih dari NAB
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
Total
Count % within Kategori_Konsentrasi_Kadar_ DebuKapas
57
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 1 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 31 Agustus 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 19:14:09 – 20:15:59 Hasil pengukuran Location Number:, 1 Location Name:,Location 1 Date:,WED 31-AUG-15 Start:,19:14:09 End:,20:15:59 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
Halaman : 1 dari 2 Paraf :
58
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
59
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 8 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 02 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 09:10:12 – 10:09:52 Hasil pengukuran Location Number:, 8 Location Name:,Location 8 Date:,FRI 02-SEP-16 Start:,09:10:12 End:,10:09:52 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
60
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
61
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 9 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 02 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 17:20:11 – 18:19:51 Hasil pengukuran Location Number:, 9 Location Name:,Location 9 Date:,FRI 02-SEP-16 Start:,17:20:11 End:,18:19:51 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
62
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
63
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 9 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 02 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 17:20:11 – 18:19:51 Hasil pengukuran Location Number:, 9 Location Name:,Location 9 Date:,FRI 02-SEP-16 Start:,17:20:11 End:,18:19:51 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
64
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
65
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 10 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 02 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 18:56:11 – 19:55:51 Hasil pengukuran Location Number:, 10 Location Name:,Location 10 Date:,FRI 02-SEP-16 Start:,18:56:11 End:,19:55:51 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
66
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
67
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 4 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 01 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 13:50:11 – 14:49:51 Hasil pengukuran Location Number:, 4 Location Name:,Location 4 Date:,THUR 01-SEP-16 Start:,13:50:11 End:,14:49:51 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
68
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
69
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 6 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 01 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 18:27:11 – 19:26:51 Hasil pengukuran Location Number:, 6 Location Name:,Location 6 Date:,THUR 01-SEP-16 Start:,18:27:11 End:,19:26:51 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
70
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
71
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 21 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 03 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 12:19:57 – 13:19:47 Hasil pengukuran Location Number:, 21 Location Name:,Location 21 Date:,SAT 03-SEP-16 Start:,12:19:57 End:,13:19:47 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
72
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
73
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 14 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 03 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 10:19:11 – 11:18:51 Hasil pengukuran Location Number:, 14 Location Name:,Location 14 Date:,SAT 03-SEP-16 Start:,10:19:11 End:,11:18:51 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
74
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
75
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 23 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 03 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 14:49:48 – 15:49:48 Hasil pengukuran Location Number:, 23 Location Name:,Location 23 Date:,SAT 03-SEP-16 Start:,14:49:48 End:,15:49:48 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
76
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
77
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 25 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 05 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 11:13:51 – 12:14:11 Hasil pengukuran Location Number:, 25 Location Name:,Location 25 Date:,MON 05-SEP-16 Start:,11:13:51 End:,12:14:11 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
78
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
79
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 27 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 05 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 15:41:47 – 16:41:37 Hasil pengukuran Location Number:, 27 Location Name:,Location 27 Date:,MON 05-SEP-16 Start:,15:41:47 End:,16:41:37 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
80
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
81
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 26 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 05 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 12:30:36 – 13:31:06 Hasil pengukuran Location Number:, 26 Location Name:,Location 26 Date:,MON 05-SEP-16 Start:,12:30:36 End:,13:31:06 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
82
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
83
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
1 dari 2
Halaman : 1 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran Nama Pengguna : Tag 29 Pengukuran : Partikulat Nama Alat : EPAM 5000 Tanggal Pengukuran : 05 September 2016 Lokasi Pengukuran : Waktu Pengukuran : 17:54:45 – 18:59:35 Hasil pengukuran Location Number:, 29 Location Name:,Location 29 Date:,MON 05-SEP-16 Start:,17:54:45 End:,18:59:35 Data Type:,10.0 um - M Unit Type:,EPAM-5000 Data Scale:,1.00
Hasil Pengukuran Partikulat
84
Laboratorium HOC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) lantai 5 Jl. Kertamukti Pisangan – Ciputat Telp
No bagian Terbitan/Revisi Tanggal Terbit
HOC 1/0 14 September 2016
Tanggal Revisi Halaman
2 dari 2
Halaman : 2 dari 2
Paraf :
021-7401925
Hasil Pengukuran
Hasil Pengukuran Partikulat
85
86