FAKTOR-FAKTOR PENENTU PRODUK RANGGAH MUDA Rusa timorensis (de Blainville 1822) DI HABITAT ALAMI DAN PENANGKARAN
MUFTI SUDIBYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Faktor-faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Mufti Sudibyo NIM E361080031
RINGKASAN MUFTI SUDIBYO. Faktor-faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de Blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA, BURHANUDDIN MASY’UD dan TOTO TOHARMAT. Rusa timor jantan potensial produktif memiliki ciri khas dapat menghasilkan produk ranggah muda (velvet antler) yang dapat dipanen tanpa harus membunuh dan dapat dimanfaatkan sebagai nutraceutical. Kriteria produk didasarkan atas bobot dan panjang, sedang kualitas didasarkan atas kandungan mineral dengan indikasi utama kadar Ca dan P serta asam amino. Ke dua kriteria tersebut dipengaruhi tempat, kondisi internal fisik maupun eksternal berupa habitat dan pakan. Karena itu penelitian bertujuan untuk (1) Mempelajari pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), (2) Mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan pakan disukai (preferensial) rusa timor di Pulau Peucang TNUK, dan menganalisis hubungannya dengan kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alaminya di Pulau Peucang TNUK, (3) Mengidentifikasi faktor-faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan penangkaran, (4) Merumuskan strategi pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor sebagai produk utama dalam unit pengelolaan rusa baik di alam maupun di penangkaran. Penelitian tahap 1 di lakukan di Taman Nasional Ujung Kulon (Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum). Penelitian di pulau dibagi dalam dua sesi, sesi pertama dilakukan pengamatan pola persebaran, komposisi vegetasi dan preferensi habitat rusa timor di Pulau Peucang. Pendataan rusa menggunakan metode sensus dengan concentration count yang dilakukan sore hingga malam hari. Pola persebaran menggunakan uji chi-square. Peubah ciri preferensi habitat meliputi ketinggian, kelerengan, suhu, kelembaban, pH tanah, salinitas tanah, jarak dari pantai, jarak dari padang rumput, jarak dari kubangan dan jarak dari jalur patroli. Posisi geografis rusa di-upload dalam file database (*.dbf) ke ArcGis 9.3. faktor-faktor penentu keberadaan rusa di analisis dengan regresi berganda stepwise dengan IBM SPSS statistic 20. Sesi ke dua Pengamatan preferensi pakan rusa jantan fase ranggah muda di amati dengan pair method dan diambil sampel pakan yang paling sering dikonsumsi untuk dilakukan analisis proksimat dan kandungan nutrisinya. Pengambilan sampel ranggah dilakukan dengan teknik anestasi total menggunakan bahan kombinasi Xylazine hydrochloride 0.01 ml/kg berat badan dan Ketamin 0.05 ml/kg berat badan. Pengambilan ranggah muda pada umur 55, 60 dan 65 hari. Penelitian tahap 2 dilakukan di penangkaran rusa Dramaga untuk mendapatkan gambaran tingkat preferensi pakan dan konsumsi pakan kaitannya terhadap produk dan kualitas ranggah muda. Percobaan menggunakan 5 ekor rusa jantan fase ranggah muda pada umur 3, 6, dan 9 tahun. Teknik penyajian pakan dengan kafetaria, preferensi pakan dinilai berdasar skor, pengumpulan data meliputi Konsumsi Bahan Segar (KBS) dan Konsumsi Bahan Kering (KBK), Nutrisi, mineral makro dan mineral mikro pakan. Pengambilan ranggah muda dilakukan dengan teknik bius lokal menggunakan Lignocain HCL 2 % dengan dosis masing-masing pedikel 4 ml dan disuntikan di tiga bagian. Data morfometri
rusa dan ranggah muda meliputi berat badan, panjang badan, tinggi badan, lingkar dada, berat, panjang, dan diameter ranggah muda. Analisis kimia ranggah muda meliputi mineral makro dan mikro serta asam amino. Analisis statistik dengan ANOVA, uji beda dengan LSD dan Duncan menggunakan sofware IBM SPSS Statistics 20. Hasil penelitian menunjukkan (1) bentuk sebaran rusa timor di TNUK adalah mengelompok. Habitat preferensial rusa jantan fase ranggah muda adalah pada daerah yang memiliki kelembaban 50 – 80%, ketinggian 0 – 40 m, jarak dari jalur patroli 0 – 100 m, jarak dari padang rumput 0 – 1000 m dan > 2000 m dan suhu 280C – 310C, dengan persamaan regresi Y(kehadiran rusa) = - 0.611 + 1.743 X (kelembaban) – 1.402 X (ketinggian) – 0.317 X( jarak dari jalur patroli) + 0.170 X (jarak dari padang rumput) + 1.563 X (suhu udara) dan koefisien diterminan R2= 80.4%, p < 0.05. (2) Rusa di habitat alami Pulau Peucang dan Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon menyukai rumput lapang Cynodon dactylon, Axonopus compressus, ketapang Terminalia catapa, waru Hibiscus tiliaceus, kanyere laut Dendrolobium umbellatum, dan Bungur Lagerstroemia speciosa. Terdapat korelasi yang tinggi antara mineral P pada pakan dengan P pada ranggah (r=0.708), sedang mineral Ca pada pakan dengan Ca pada ranggah memiliki korelasi yang rendah (r=0.434). terdapat pengaruh yang nyata antara pakan preferensial dengan asam amino ranggah muda rusa yang di panen pada waktu yang berbeda. Rusa di penangkaran menyukai jenis pakan Rumput gajah Pennisetum purpureum, Gewor Commelina benghalensis, Sulanjana Hierochloe horsfieldii, Sorgum Sorghum caudatum, and hanjeli Coix Lacryma, mineral pakan rusa di penangkaran tidak berbeda nyata dengan mineral pada ranggah panen (p > 0.05). (3) Faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan penangkaran adalah umur rusa, umur ranggah panen, dan lingkar dada (4) strategi pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor di habitat alami dan di penangkaran dilakukan dengan cara pengambilan ranggah muda pada rusa jantan berumur > 3 tahun pada umur ranggah muda 60 hari. Kata kunci : Rusa timorensis, ranggah muda, faktor-faktor penentu.
SUMMARY MUFTI SUDIBYO. Determinant Factors of the Products of Velvet Antlers of Rusa timorensis (de Blainville 1822) in Natural habitat and Captivity. Supervised by YANTO SANTOSA, BURHANUDDIN MASY'UD and TOTO TOHARMAT The male Timor deer with their productive potentials have the characteristics of producing high quality of velvet antlers that can be harvested without killing which may be used as nutraceutical substances. The product criteria are based on the weight and length, and the quality is based on the contents of Ca, P, and amino acids. The two criterions may be influenced by places, internal and external physical conditions such as habitats and feed types. Therefore, the study was aiming at (1) Studying the spatial pattern or preferential habitat of Timor deer in Peucang island Ujung Kulon National Park (2) Identifying the preferential feed types and obtaining the correlation between feed nutrient contents and quality of velvet antlers produced in Ujung Kulon National Park. (3) Identifying the determinant factors of Timor deer that can produce high quality products of velvet antlers. (4) Formulating management strategies in exploiting the velvet antler of Timor deer as the main product of deer in the wild and captivity area. The first phase of the study was conducted at Ujung Kulon National Park (Peucang and Handeuleum Islands). The research on the island was divided into two sessions i.e. in the first session, observations on the distribution patterns, vegetation composition and habitat preferences of deer in Peucang Island were carried out. Inventory of deer used the method of concentration count census was conducted from afternoon to evening, and the distribution pattern used the chisquare test. The variables of the characteristics of habitat preferences include latitude, slope, temperature, humidity, soil pH, soil salinity, and distances from shore, from the pasture, from the pool and from the patrol path. The geographical position of deer was uploaded in the database file (*. dbf) to ArcGIS 9.3. The determinant factors of the presence of deer were analyzed using a stepwise multiple regression with the IBM SPSS statistics 20. In the second session of observations, the feed preferences of male deer were observed by pair method and feed samples of the plants most frequently consumed were taken for proximate analysis and their nutritional content analysis. Sample collection was carried out by giving the deer total anesthesia using a combination of Xylazine hydrochloride of 0.01 ml/kg body weight and ketamine of 0.05 ml/kg body weight. The collection of the velvet antlers was conducted when they were at the age of 55, 60 and 65 days. The second phase of the study was conducted in captivity to obtain a picture of the level of feed preferences and feed intake in relation to the products and quality of velvet antlers. The experiment used 5 male deer at their velvet antler phases of 3, 6, and 9 years old. The feed presentation technique was with cafeteria, feed preferences were assessed by scores, data collection including Fresh Material Consumption (FMC) and Dry Material Consumption (DMC), nutrients, macro and micro minerals of the feed were carried out. The collection of velvet antlers was conducted giving the deer local anesthesia using Lignocain HCL of 2% with a dose of each pedicle as much as 4 ml injected in three parts.
Morphometry data of the deer and their velvet antler include body weight, body length, body height, girth size, weight, length, and diameter of the velvet antlers. The chemical analysis of velvet antler includes macro and micro minerals and amino acids. The statistical analysis was carried out by ANOVA, differential test with LSD and Duncan used IBM SPSS Statistics 20 software. The results showed that (1) Distribution of Timor deer in Ujung Kulon National Park was clustered. Preferential habitat of stag at velvet antler phase is the area that has a humidity 50-80%, with 0-40 m altitude, distance from the patrol paths 0-100 m, distance from the pasture 0-1000 m and > 2000 m and temperature 280C - 310C with a regression equation of Y (the presence of deer) = - 0611 + 1.743 X (humidity) - 1.402 X(altitude) - 0.317 X (distance from the patrol path) + 0.170 X (distance from the pasture) + 1,563 X (temperature) and diterminan coefficient R2 = 80.4%, p < 0.05. (2) Deer in natural habitat Peucang Island and Handeuleum at Ujung Kulon National Park like grasses Cynodon dactylon, Axonopus compressus, and leaf of tree Terminalia catapa, Hibiscus tiliaceus, Dendrolobium umbellatum, and Lagerstroemia speciosa. There was a high correlation between mineral P in the feed with the antler P (r = 0.708), whereas Ca in the feed with the antler has a low correlation (r = 0434). There is a significant different between the preferential feed amino acids velvet antler deer harvested at different times. Deer in captivity prefered Pennisetum purpureum, Commelina benghalensis, Hierochloe horsfieldii, Sorghum caudatum, and Coix lacryma. Mineral in captivity were not significantly different from minerals of velvet antler harvested (p > 0.05). (3) Determinant factors of products and quality of velvet antler included age of deer, harvesting time of velvet antler, and girth size (4) Management strategies exploiting of velvet antler of Timor deer in a natural habitat and in captivity was done by removal the velvet antler at 60 days and age of stag > 3 years. Key words : Rusa timorensis, velvet antler, determinant factors
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
FAKTOR-FAKTOR PENENTU PRODUK RANGGAH MUDA Rusa timorensis (de Blainville 1822) DI HABITAT ALAMI DAN PENANGKARAN
MUFTI SUDIBYO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji pada Ujian Tertutup: Prof (R) Dr Ir Gono Semiadi M.Sc. Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS
Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Ir Novianto Bambang W. M.Si. Prof Dr Ir Sambas Basuni MS
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah berjudul Faktor-faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de Blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran ini berhasil diselesaikan. Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Dr Ir Yanto Santosa DEA selaku ketua komisi pembimbing, Dr Ir Burhanuddin Masy’ud MS dan Prof Dr Ir Toto Toharmat M.Agr.Sc selaku anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberi bimbingan, saran dan semangat untuk penyelesaian disertasi ini. 2. Universitas Negeri Medan, tempat penulis bekerja yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan S3 di IPB dan memberikan bantuan pendanaan melalui Hibah Kompetisi selama 2,5 tahun. 3. DP2M Dikti yang telah membantu pendanaan penelitian melalui Hibah Bersaing selama 2 tahun (2011 dan 2012) dan Hibah Disertasi Doktor tahun 2013 4. Direktur PHKA yang telah memberikan ijin pengambilan sampel ranggah muda rusa timur di kawasan konservasi Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon 5. Kepala Pusat Penelitian dan Pengambangan Konservasi dan Rehabilitasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan Bogor yang telah memberikan ijin dan penggunaan perlengkapan penelitian di Penangkaran rusa timor di Dramaga Bogor. 6. Bapak Ir. Endro Subiandono, Ir. Mariana Takandjandji M.Si, dan Zaenal Asikin yang telah yang memberikan pendampingan selama penelitian di penangkaran rusa Dramaga 7. Ir. Agus Priyambudi M.Sc. dan Dr. Ir. Haryono MSi Selaku Kepala Taman Nasional Ujung Kulon yang telah membantu memfasilitasi sarana prasarana di lapangan selama pengambilan data. 8. Suhaelly (Welly), Warsito sebagai kepala Resort Pulau Peucang dan Hartoyo sebagai kepala resort Handeuleum yang telah membantu dalam akomodasi selama penelitian di Peucang dan Handeuleum. 9. Pembantu tenaga lapangan : Charlan Sudariyo, Samsuddin, Syamsuddin Kemod, Atep, Pa Ncob, Savera, Karsa dan Medi 10. Teman-teman seperjuangan: Ivan Yusfi Noor, U. Mamat Rahmat, Abdul Muin, dan Paerah. 11. Sdr. Sofwan yang telah banyak membantu penulis dalam pengurusan administrasi kependidikan. 12. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada ayah dan ibu Drs. HM. Asymuni (alm), dan Hj. Siti Mukarromah, isteri tercinta Puspa Elidar, anak tersayang Rijalul Akhyar (Allif) serta seluruh keluarga, atas segala doa, kesabaran dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi pembacanya, Amin. Bogor, Agustus 2013 Mufti Sudibyo
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Novelty (Kebaruan) Kerangka pemikiran
1 4 5 5 5
2. BENTUK SEBARAN SPASIAL, KOMPOSISI VEGETASI DAN PREFERENSI HABITAT RUSA TIMOR DI PULAU PEUCANG Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil pembahasan Simpulan
7 8 11 23
3. HUBUNGAN PAKAN PREFERENSIAL DENGAN PRODUK RANGGAH MUDA Rusa timorensis DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan pembahasan Simpulan
24 25 28 35
4. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PRODUK RANGGAH MUDA RUSA TIMOR (Rusa timorensis) DI PENANGKARAN Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan pembahasan Simpulan 4. PEMBAHASAN UMUM 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
36 37 39 48 49 59
DAFTAR PUSTAKA
60
LAMPIRAN
67
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
99
DAFTAR TABEL 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2.17 2.18 2.19 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10
Hasil uji X2 pola sebaran spasial populasi rusa timor di Pulau Peucang berdasarkan tempat dan waktu (14.00 – 21.00 WIB) Rekapitulasi pola sebaran populasi rusa timor di Pulau Peucang menurut ruang dan waktu Bentuk sebaran spasial rusa timor di Pulau Peucang di lima wilayah pengamatan Kerapatan vegetasi ekosistem padang rumput Pasanggrahan Kerapatan vegetasi tingkat semai di ekosistem pantai Pasanggrahan Pulau Peucang Kerapatan vegetasi tingkat pancang ekosistem pantai Pasanggrahan Kerapatan vegetasi tingkat tiang ekosistem pantai Pasanggrahan Kerapatan vegetasi tingkat Pohon ekosistem pantai Pasanggrahan Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi di padang penggembalaan (grazing area) Pasanggrahan Indeks Nilai Penting vegetasi pantai di Pasanggrahan Indeks Nilai Penting vegetasi pantai Indeks Nilai penting Strata pohon vegetasi pantai Indeks keragaman jenis pakan pada berbagai tingkat pertumbuhan pada ekosistem Pulau Peucang Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran rusa dengan ketinggian tempat Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap ketinggian tempat Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran rusa dengan jarak dari jalur patroli Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap jarak dari jalur patroli Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran rusa dengan jarak dari padang rumput Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap jarak dari padang rumput Klasifikasi ranggah muda rusa merah (Cerphus elaphus) menurut NZIA. 2008 Hasil uji perbedaan (χ²) pemilihan jenis pakan oleh rusa timor jantan dewasa fase ranggah muda di Pulau Peucang TN Ujung Kulon Preferensi pakan rusa timorensis berdasarkan indeks Neu (Neu et al, 1974) Rataan jumlah kandungan nutrisi dari sebelas jenis tumbuhan pakan preferensial rusa timor di Taman Nasional Ujung Kulon Rataan berat dan panjang ranggah muda rusa timor pada umur panen berbeda diTN Ujung Kulon Hubungan antara parameter morfometrik rusa dan ranggah Mineral makro dan mikro pada ranggah muda utuh Rusa timorensis pada umur panen berbeda di TN Ujung Kulon Kandungan asam amino ranggah muda Rusa timorensis pada umur panen berbeda di TN Ujung Kulon Hubungan antara mineral pakan dengan mineral ranggah Hubungan antara Protein Kasar pada pakan dengan Asam amino ranggah muda rusa timor di habitat alami
10 12 13 15 15 16 16 16 16 17 17 17 17 19 19 20 20 21 21 25 29 27 28 30 31 32 32 33 34 35
4.1 4.2
Hasil skoring pemilihan jenis pakan oleh rusa timor di penangkaran Konsumsi Bahan Kering (gr/ekor/hari) pada tiga kelas umur dan berat badan berbeda pada rusa timor di penangkaran Puskonser Litbang Kehutanan. 4.3 Proporsi konsumsi bahan kering (KBK) terhadap bobot badan pada rusa berumur 3, 6 dan 9 tahun di penangkaran 4.4 Konsumsi nutrisi pakan oleh rusa timor pada umur berbeda di penangkaran 4.5 Konsumsi mineral makro (g/hari) dari ransum yang diberikan pada kelas umur dengan bobot badan yang berbeda 4.6 Konsumsi harian mineral mikro pada Rusa timor dengan kelas umur berbeda di penangkaran 4.7 Grading ranggah muda rusa merah (Cervus elaphus) Super A (SA), SAT (Tradisional) dan SALT (Long Traditional) di New Zealand 4.8 Rataan ukuran produk ranggah muda rusa timor pada kelas umur berbeda di penangkaran 4.9 Kandungan mineral makro ranggah muda rusa timor pada umur panen 60 hari pada kelas umur rusa yang berbeda 4.10 Perbandingan kandungan asam amino ranggah muda rusa timor pada umur panen 60 hari pada kelas umur rusa yang berbeda 5.1 Perbandingan ransum rusa di Penangkaran Pusat Konservasi Hutan (Puskonserhut) dan di Korea 5.2 Perbandingan kadar asam amino pada ranggah muda utama (rerata bagian atas, tengah dan bawah dalam % BK) rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran dan habitat alami dengan rusa Sika (Cervus nippon)
38 40
40 42 43 44 45 46 47 47 53 54
DAFTAR GAMBAR 1.1 2.1 2.2 2.3 2.4 3.1 3.2 4.1 5.1
Kerangka pemikiran penelitian tentang faktor penentu produk ranggah muda antler Rusa timorensis (de Blainville 1822). Petak contoh pengambilan data vegetasi pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon Peta sebaran rusa dan pembagian wilayah lapangan Pertambahan/pengurangan jumlah rusa persatuan waktu Ekosistem padang rumput Pasanggrahan (kiri) dan Pantai Pulau Peucang (kanan) Teknik pengukuran ranggah muda rusa timorensis Teknik pengukuran morfometri rusa timor Grading ranggah muda rusa merah di New Zealand dan Taiwan Strategi pencapaian nilai ekonomi, nilai ilmiah, minimalisasi kematian rusa jantan dan peningkatan populasi dari panen ranggah muda Rusa timorensis di kawasan hutan konservasi
6 9 11 12 15 26 27 45 57
DAFTAR LAMPIRAN 1. Analisis Nutrisi pakan rusa Dramaga 2. Analisis chi square untuk menentukan bentuk sebaran rusa timor 3. Analisis Preferensi habitat rusa timor Pulau Peucang 4. Anova asam amino ranggah muda rusa timor di TNUK 5. Peta Persebaran rusa timor di Pulau Peucang TNUK
67 81 82 88 98
1 PENDAHULUAN Latar belakang Rusa timor (Rusa timorensis) merupakan satwa asli Indonesia yang berstatus dilindungi (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999) dan menjadi isu konservasi sumber genetik (Pattiselanno 2003). Rusa timor juga menjadi sumber daya alam Indonesia yang memiliki nilai ekonomi dan estetika (Wirdateti &Semiadi 2007), namun dalam kurun waktu 15 tahun terjadi penurunan populasi 10% akibat hilang dan degradasi habitat, serta perburuan liar, sehingga saat ini total populasinya diperkirakan kurang dari 10.000 individu. Menurut International Union for Conservation of Nature and Nature Resources (IUCN) rusa timor berstatus rentan (Hedges et al. 2010). Potensi ancaman terhadap penurunan populasi rusa timor masih terus akan terjadi sejalan dengan peningkatan populasi manusia, maka upaya konservasi yakni perlindungan, pengawetan dan pemanfaatannya secara terpadu dipandang penting dan menjadi salah satu prioritas konservasi biodiversitas di Indonesia. Upaya konservasi tersebut dapat dilakukan baik di habitat alami (in situ) maupun di luar habitat alaminya (ex situ). Konservasi rusa timor saat sekarang memerlukan paradigma baru yakni tidak melakukan pengurangan jumlah tetapi dengan melakukan optimalisasi pemanfaatan bagian dari rusa yang memiliki nilai ekonomi tinggi tanpa harus membunuh sehingga tidak mengurangi jumlah populasi. Bagian dari rusa yang dimaksud adalah ranggah muda yang terdapat pada rusa jantan dewasa berumur lebih dari 3 tahun dan dikenal dengan sebutan velvet antler yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan alami baik dalam bentuk racikan/irisan langsung, bentuk serbuk, ataupun ekstrak cair. Keberhasilan upaya konservasi in situ berbasis produk ranggah muda dapat dicapai dengan penguasaan pengelolaan terhadap informasi-informasi dasar yang terkait dengan pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial karena informasi dasar ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan didalam menetapkan teknik dan pendekatan pengelolaan habitat yang tepat dalam penyediaan jenis pakan yang bekualitas dan diperlukan bagi rusa jantan penghasil produk ranggah muda. Pengelolaan habitat ke depan dengan lebih memfokuskan perhatian pada jenisjenis pakan tertentu yang dibutuhkan bagi rusa akan sangat mendukung terhadap perlindungan dan pengawetan maupun upaya pemanfaatannya. Pada dasarnya rusa termasuk satwa generalis dalam penggunaan habitat, namun beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa jenis rusa memiliki kekhasan dalam pemilihan habitatnya (Nagarkoti & Thapa, 2007). Bello et al. (2001) menyatakan rusa ekor putih (Odocoileus virginianus) jantan lebih memilih habitat tertutup sementara betina cenderung memilih daerah terbuka. Purnomo (2010) melaporkan bahwa di hutan Wanagama kehadiran rusa timor di suatu habitat dipengaruhi oleh variabel jumlah spesies pohon, kelerengan dan jarak dari sumber air. Spaggiari & Garin-Wichatitsky (2006) melaporkan bahwa rusa timor di New Zealand lebih menyukai dataran banjir dan hutan sclerophyll, sedang Kencana (2000) menyatakan bahwa rusa timor di Pulau Rumberpon Papua menyukai habitat berupa padang rumput yang disekitarnya terdapat hutan untuk tempat berlindung. Gambaran hasil-hasil penelitian tersebut
2 menunjukkan bahwa ada perbedaan pola sebaran spatial dan habitat preferensi rusa timor di setiap kawasan hutan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian tentang sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di suatu kawasan konservasi menjadi penting. Sebagai jenis satwa yang dilindungi di Indonesia, fakta menunjukkan bahwa sebagian besar daerah sebaran utama rusa timor dewasa ini adalah di kawasankawasan hutan konservasi, salah satu diantaranya adalah Taman Nasional Ujung Kulon. Rusa timor di kawasan konservasi hutan telah diketahui memiliki potensi ekonomi cukup tinggi, namun potensi ini belum termanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan dalam menunjang kemandirian suatu kawasan konservasi hutan atau pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam) sesuai dengan kaidah yang tertuang dalam amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 3 yang dinyatakan bahwa Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Penentuan pendekatan pemanfaatannya sebagai komoditas ekonomi di suatu kawasan konservasi seperti taman nasional tetap mempertimbangkan secara terpadu kepentingan perlindungan dan pengawetannya sebagai plasma nutfah di suatu kawasan konservasi. Konsekuensinya, upaya pemanfaatan rusa timor secara langsung dari dalam kawasan konservasi berupa daging harus dihindari untuk sementara karena harus membunuh rusa tersebut, padahal kondisi populasi rusa dewasa ini di kawasankawasan konservasi dalam tekanan ancaman penurunan populasi yang seharusnya diupayakan terjadi peningkatan jumlah secara signifikan. Fenomena ini memberikan peluang/kesempatan untuk menggali potensi rusa secara optimal dengan mengembangkan produk alternatif yang memiliki dua keuntungan ganda yakni memiliki nilai ekonomi dan nilai konservasi dengan pendekatan pemanfaatan rusa tanpa membunuh, yakni dengan pemanfaatan ranggah muda (velvet antler). Harper (2003) menyatakan bahwa pendekatan pemanfaatan rusa dengan tidak membunuh dapat membantu restorasi populasi rusa dari waktu ke waktu dengan singkat. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ranggah muda rusa merupakan salah satu komoditas ekonomi yang propesktif karena memiliki manfaat yang cukup luas sebagai bahan baku obat (Drajat 2000). Di Cina ranggah muda lebih dikenal sebagai salah satu bahan racikan Traditional Chinese Medicine (TCM) (Cowan 2010), digunakan untuk menguatkan tulang dan otot, gizi bagi darah, mengurangi pembengkakan, afrodisiak, kekebalan, anemia dan memperbaiki sirkulasi darah (Fisher 1988), produk ranggah muda juga digunakan tidak hanya pada orang dewasa melainkan juga pada anak-anak (Churk 1999). Didalam penelitian mutakhir, ranggah muda juga digunakan untuk berbagai jenis pengobatan, seperti sebagai sumber baru anti oksidan alami (Zhou & Li 2009), mengurangi gejala asma (Kuo et al. 2012), perlakuan pengobatan alternatif gagal jantung (Shao et al. 2012), pengendalian osteoporosis (Tseng et al. 2012). Ranggah muda diketahui mengandung beberapa komposisi kimiawi antara lain mineral makro dan mineral mikro, hormon pertumbuhan, dan faktor pertumbuhan, protein, kolagen, dan lemak. Kandungan mineral makro Ca, Cu, Mg, P, K, S, dan mineral mikro Fe, Mn, Zn, Se. Bahan aktif seperti Insulin Like
3 Growth Factor (IGF-1), Epidermal Growth Factor (EGF),Glycosaminoglycans (GAGs), vitamin A dan E, protein, asam uronat, dan Asam sialat (Tuckwell, 2003; Lee et al. 2007). Pengembangan pemanfaatan ranggah muda rusa tersebut sebagai salah satu produk utama yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi bahkan sebagai sumber pendapatan utama dari suatu unit manajemen rusa telah dilakukan di Australia dan New Zealand melalui pengembangkan industri rusa jenis Fallow (Dama dama) dan rusa merah (Cervus elaphus) dan Wapiti (Cervus elaphus sp) yang hasilnya diekspor ke Cina, Korea, dan Taiwan (DIAA 2002). Hasil penelitian tentang pemanenan ranggah muda rusa dari beberapa jenis rusa di Australia, New Zealand, Korea dan Jepang yang memiliki empat musim telah membuktikan bahwa kualitas ranggah muda yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyak faktor (Gibbs 2006, Jeon et al. 2011, Evans et al. 2008; Harper 2003). Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal rusa seperti jenis rusa, ukuran tubuh rusa, umur panen ranggah, dan genetik, dan faktor eksternal rusa seperti kondisi habitat, jenis dan kualitas pakan. Bertitik tolak dari fenomena ini apakah terjadi hal yang sama dengan rusa tropis di Indonesia? untuk menjawab pertanyaan itu maka penelitian tentang faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor, khususnya di dalam kawasan konservasi seperti di Taman Nasional Ujung Kulon penting dilakukan, karena hasil penelitian ini dapat menjadi acuan didalam mengatur teknik pengelolaan habitat berbasis produk ranggah muda dengan pengaturan pemanenan ranggah muda secara tepat di lingkungan habitat aslinya secara in situ dan dapat pula dijadikan sebagai acuan didalam pengelolaan pemanfaatannya di luar habitat alaminya (ex situ) melalui usaha penangkaran rusa timor. Salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas produk ranggah muda rusa adalah jenis dan kualitas pakan. Di alam, rusa mengkonsumsi banyak jenis tumbuhan pakan dan diantara jenis-jenis tersebut dikategorikan disukai (preferensial). Kajian hubungan antar semua jenis pakan yang dikonsumsi rusa dengan kualitas produk ranggah muda di alam menghadapi banyak kendala teknis, sehingga pendekatannya adalah dengan membatasi hanya pada jenis-jenis pakan yang sering dikonsumsi (disukai). Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan pakan preferensial dengan kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alaminya penting dilakukan. Upaya pengembangan pemanfaatan ranggah rusa juga dapat dilakukan di luar habitat alami (ex situ) melalui penangkaran sebagaimana telah disebutkan di atas. Mengacu pada fenomena di alam maupun praktek penangkaran rusa di luar negeri dan banyak hasil penelitian tentang adanya hubungan kualitas pakan dengan kualitas produk ranggah muda rusa, disamping faktor-faktor lain seperti umur dan berat badan rusa serta umur panen ranggah, maka penelitian tentang faktor apa saja yang menentukan kualitas produk ranggah muda rusa timor di penangkaran merupakan suatu kebutuhan. Hal ini juga didasarkan pada pertanyaan, apakah fenomena yang terjadi pada jenis-jenis rusa luar negeri (New Zealand, Australia Korea dan Jepang) dengan rusa merah (Cervus elaphus) Wapiti (Cervus elaphus sp) dan rusa jepang (Cervus nippon) yang ditangkarkan di lingkungan empat musim apakah juga berlaku atau memiliki fenomena yang sama dengan rusa timor yang ditangkarkan di Indonesia yang tergolong daerah tropis? Berdasarkan uraian di atas, maka setidaknya terdapat tiga penelitian utama yang dipandang penting dilakukan sebagai satu kesatuan upaya konservasi rusa
4 timor yang dapat menjamin kelestarian populasi rusa timor di habitat alaminya, sekaligus upaya pengembangan pemanfaatannya sebagai komoditas ekonomi yang prospektif melalui pemanenan ranggah muda rusa sebagai salah satu produk utama di habitat alaminya di kawasan konservasi khususnya di Taman Nasional Ujung Kulon maupun di luar habitat alaminya dalam bentuk penangkaran rusa. Ketiga aspek penelitian utama tersebut adalah: (1) penelitian tentang bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon, (2) penelitian tentang hubungan pakan preferensial dengan kualitas produk ranggah muda rusa di habitat alami (in situ yakni Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon), dan (3) penelitian tentang faktor penentu produk ranggah muda rusa timor di penangkaran (ex situ). Implikasi dari hasil ketiga penelitian ini dijadikan acuan untuk mensintesis rumusan pendekatan dan atau strategi pengelolaan pemanfaatan rusa timor khususnya pemanfaatan ranggah muda secara tepat, berkualitas dan berkelanjutan sesuai asas-asas konservasi. Berkaitan dengan ketiga cakupan penelitian tersebut yang didasarkan pada uraian argumentasi tentang kepentingan penelitian ini, maka terdapat pertanyaan utama dan beberapa turunannya yang menjadi pertanyaan penelitian (research question) yang perlu dijawab melalui rangkaian penelitian ini. Pertanyaan utama adalah faktor-faktor apa saja sebagai penentu produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan di penangkaran? Sedangkan pertanyaan turunannya, sebagai berikut : 1. Bagaimana pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) ? 2. Jenis-jenis tumbuhan pakan apa saja yang dikategorikan sebagai jenis yang disukai (preferensial) rusa timor di Pulau Peucang TNUK dan apakah ada hubungannya dengan kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alaminya ? 3. Faktor-faktor apa saja yang menentukan kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan di penangkaran ? 4. Bagaimana strategi pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor sebagai produk utama berdasarkan hasil analisis faktor-faktor penentu tersebut di atas baik di habitat alami maupun di penangkaran ? Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan di penengkaran, serta merumuskan strategi pengelolaan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Adapun tujuan-tujuan antara dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, sebagai berikut: 1. Mempelajari pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). 2. Mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan pakan disukai (preferensial) rusa timor di Pulau Peucang TNUK, dan menganalisis hubungannya dengan
5 kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alaminya di Pulau Peucang TNUK . 3. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor di habitat alami dan penangkaran. 4. Merumuskan pengelolaan pakan dan rusa yang memiliki potensi menghasilkan ranggah muda yang berkualitas sebagai produk utama dalam unit pengelolaan rusa baik di habitat alami dan penangkaran. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini secara umum diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai acuan ataupun sumber informasi yang berharga dalam usaha pengembangan pemanfaatan rusa timor. Secara spesifik hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Unit Manajemen Balai Taman Nasional Ujung Kulon sebagai acuan didalam mengembangkan pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor sebagai salah satu produk utama yang menjamin kelestarian populasinya sebagai plasma nutfah. 2.
Pemerintah cq Kementerian Kehutanan sebagai pengambil kebijakan dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan rusa di kawasan konservasi khususnya di taman nasional.
3.
Masyarakat luas ataupun dunia usaha dapat mengambil inisiatif pengembangan pemanfaatan rusa melalui penangkaran sebagai suatu unit usaha ekonomi yang prospektif.
4.
Mempercepat peningkatan populasi rusa dengan cara penyebaran rusa timor ke Pulau-pulau kecil di Indonesia oleh para pihak baik pemerintah, perorangan ataupun badan usaha. Novelty/ Kebaruan
Pendekatan pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa timor sebagai produk utama baik di alam maupun di penangkaran berdasarkan faktor-faktor penentunya. Kerangka Pemikiran Penelitian Upaya pengembangan pemanfaatan rusa timor sebagai satwa dilindungi dengan jumlah populasi yang terus menurun dari waktu ke waktu dan daerah penyebarannya mulai terbatas hanya ada di kawasan konservasi hutan seperti taman nasional mengharuskan suatu pendekatan pemanfaatan produk rusa yang dapat menjamin kelestarian populasinya di habitat alami sebagai sumber plasma nutfah. Bentuk produk rusa yang dapat dimanfaatkan secara berkalanjutan tanpa harus membunuh rusa adalah dengan pemanfaatan ranggah muda (velvet antler). Pemanenan ranggah muda rusa di habitat alami secara tepat dan dapat menjamin kelestarian populasinya antara lain dengan memperhatikan kondisi habitat dan pola sebaran spatial rusa termasuk kualitas tumbuhan pakannya disamping faktor lain seperti kondisi rusa itu sendiri baik umur, berat badan, umur ranggah muda, maupun genetik dan populasinya. Oleh karena itu, penelitian awal yang perlu
6 dilakukan adalah penelitian tentang pola sebaran spatial dan habitat preferensialnya untuk dijadikan sebagai dasar didalam mengatur pemanfaatan atau pemanenannya yang tepat. Kualitas produk ranggah muda rusa baik di alam maupun di penangkaran diketahui berhubungan dengan banyak faktor baik internal maupun eksternal rusa, sehingga perlu dikaji agar dapat dijadikan acuan didalam mengatur faktor-faktor pengelolaan rusa yang dapat menghasilkan produk ranggah muda yang memenuhi standar kualitas ranggah muda rusa sebagai bahan racikan obat (Nutraceutical). Salah satu faktor yang cukup dominan sebagai penentu kualitas produk ranggah muda adalah pakan. Oleh karena itu perlu diuji seberapa besar hubungan jenis dan kualitas pakan khususnya pakan-pakan preferensial dengan kualitas produk ranggah muda. Secara umum telah juga diketahui bahwa pemanenan ranggah muda dapat dilakukan pada umur ranggah muda sekitar dua bulan atau + 60 hari. Berkenaan dengan umur tersebut, timbul pertanyaan seberapa besar toleransi umur panen ranggah yang masih dapat menghasilkan produk ranggah muda yang memenuhi standar kualitasnya sebagai bahan obat, sehingga perlu diuji hubungan antara umur panen ranggah muda dan kualitas produknya. Implikasi dari rangkaian penelitian ini adalah suatu analisis dan sintesis pemikiran tentang strategi pengelolaan habitat rusa timor yang didasarkan atas kualitas pakan dan kuantitas untuk menopang mutu produk berupa ranggah muda disamping kebutuhan pakan untuk memenuhi daya dukung/kecukupan pakan bagi rusa. Pemanfaatan ranggah muda rusa secara tepat dapat menjamin kelestarian populasinya dengan kualitas produk yang baik atau memenuhi standar Internasional, baik untuk pemanfaatan rusa di habitat alami (in situ) maupun di penangkaran (ex situ) seperti disebutkan di atas. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian tersebut di atas dapat digambarkan dalam yang disajikan pada Gambar 1. Secara teknis penelitian ini dilakukan di Pulau Peucang dan Pulau Handeulum Taman Nasional Ujung Kulon sebagai habitat alami (in situ) rusa timor, dan di penangkaran rusa di Pusat Konservasi dan Rehabilitasi rusa Dramaga sebagai salah satu lokasi yang mewakili kondisi ex situ (penangkaran).
Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian tentang faktor penentu produk ranggah muda antler Rusa timorensis (de Blainville 1822).
7 2. BENTUK SEBARAN SPASIAL, KOMPOSISI VEGETASI DAN PREFERENSI HABITAT RUSA TIMOR DI PULAU PEUCANG PENDAHULUAN Rusa termasuk satwa generalis dalam penggunaan habitat (Nagarkoti & Thapa 2007), namun beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa jenis rusa memiliki kekhasan dalam pemilihan habitatnya. Bello et al. (2001) menyatakan rusa ekor putih (Odocoileus virginianus) jantan lebih memilih habitat tertutup sementara betina cenderung memilih daerah terbuka. Borkowski (2004) dan Borkowski & Ukalska (2008) menyatakan bahwa rusa Roe kurang bergantung pada tutupan dibanding dengan rusa merah karena ukurannya yang lebih kecil, sehingga lebih mudah mendapatkan tempat berlindung dibanding rusa merah yang memiliki ukuran lebih besar. Pada rusa merah cenderung lebih menyukai atau memilih habitat dengan kondisi tutupan yang lebih rapat. Lawrence (1995) melaporkan bahwa rusa mule (Odocoileus hemionus crooki) juga menunjukkan kecenderungan dalam pemilihan habitatnya. Rusa jantan cenderung menyukai habitat dengan ketinggian dan kelerengan yang rendah serta jauh dari sumber air, sedang rusa betina lebih menyukai daerah yang lebih rendah dan lebih dekat dengan sumber air. Purnomo (2010) melaporkan bahwa di hutan Wanagama kehadiran rusa timor di suatu habitat dipengaruhi oleh variabel jumlah spesies pohon, kelerengan dan jarak dari sumber air. Sementara itu Spaggiari & Garin-Wichatitsky (2006) melaporkan bahwa rusa timor di New Zealand lebih menyukai dataran banjir dan hutan sclerophyll. Kencana (2000) melaporkan bahwa rusa timor di Pulau Rumberpon Papua menyukai habitat berupa padang rumput yang sekitarnya terdapat hutan untuk tempat berlindung. Gambaran hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan secara umum ada perbedaan pola sebaran spatial dan habitat preferensial jenis-jenis rusa termasuk rusa timor di suatu kawasan hutan. Salah satu daerah sebaran rusa timor di Indonesia adalah kawasan Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Hasil pengamatan pendahuluan menunjukkan adanya pola atau bentuk sebaran spatial dan habitat yang disukai rusa timor di Pulau Peucang, sehingga timbul pertanyaan penelitiannya bagaimana pola sebaran spatial, kondisi vegetasi dan gambaran habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang TNUK ? Berkaitan dengan kepentingan pengembangan pemanfaatan rusa secara langsung dari dalam kawasan hutan, terutama di kawasan konservasi, maka informasi yang berhubungan dengan bentuk sebaran spatial dan habitat preferensialnya menjadi penting, karena informasi tersebut akan dijadikan sebagai dasar didalam menetapkan manajamen habitat dan pengaturan pemanfaatan populasi secara tepat sesuai pola sebarannya. Nolan dan Walsh (2005) menyatakan bahwa salah satu manajemen efektif pada rusa adalah pendataan kesehatan populasi rusa sesuai daya dukung habitatnya agar tetap terjamin keseimbangan antara kebutuhan pakan dengan jumlah populasi satwa, sehingga tidak terjadi peningkatan tingkat kerusakan lingkungan habitat. Berdasarkan uraian di atas, penelitian tentang sebaran spatial, kondisi vegetasi dan habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang TNUK penting dilakukan. Adapun tujuan dari penelitian ini, adalah : (1) mempelajari bentuk sebaran spatial rusa timor, (2) mengidentifikasi gambaran kondisi vegetasi habitat
8 rusa timor, dan (3) mengidentifikasi habitat yang disukai (habitat preferensial) rusa timor di Pulau Peucang TNUK. BAHAN DAN METODE Diskripsi Tempat dan Waktu Penelitian Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) memiliki luas 450 ha terletak pada 6044’23” S dan 105015’30” E. Panjang areal utara ke selatan 3 km, dan lebar arah timur barat sekitar 2 km (Susanto 1977), memiliki iklim basah dengan tipe hujan C menurut Scmidt & Ferguson (1951). Rata-rata curah hujan tahunan sekitar 3000 mm/th, bulan kering terjadi pada Juni – September dan bulan basah terjadi pada Desember – Januari, dengan suhu rata-rata 260C (Soerianegara 1968). Sebagian besar kawasan Pulau Peucang memiliki topografi berupa dataran rendah sampai landai, dan di bagian tengahnya terdapat bukit yang membentang dari barat daya ke arah tenggara dengan puncak tertinggi 71 m (Goegle Earth image@ 2012 Digital globe, TerraMetrics). Bagian barat daya dan utara pantai curam dipenuhi batu karang, bagian selatan dan timur menghadap Pulau Jawa memiliki permukaan yang landai dan berpasir putih. Sepanjang arah barat daya ke tenggara (600 m) terdapat tiga tipe utama tanah yakni regosol berpasir, regosol berpasir dengan bahan dasar tuf, dan grumosol (Soerianegara 1968). Penelitian dilakukan pada bulan September 2011 - bulan Juli 2012. Metode Pengumpulan Data Bentuk Sebaran Spasial Pengambilan data sebaran spasial dilakukan melalui dua tahap. Tahap Pertama, dilakukan observasi sebaran rusa di seluruh wilayah Pulau Peucang (11 wilayah patroli). Observasi dilakukan setiap hari pada jam 07.00-19.00 WIB selama tujuh hari, masing-masing pada musim kemarau dan musim penghujan. Observasi dilakukan untuk mengamati dan mencatat kebiasaan rusa berkativitas mencari makan, istirahat, pergerakan, dan frekuensi keberadaan rusa di suatu tempat. Tahap Kedua, menentukan tempat-tempat yang sering dikunjungi rusa timor, menetapkan waktu pengamatan dan metode inventarisasi rusa. Berdasarkan observasi pendahuluan ditetapkan lima wilayah pengamatan yakni: (1) daerah padang rumput Pasanggrahan (PSG), (2) dataran rendah Kiara (KIA), (3) Calingcing (CLC), (4) Karang Copong (KCP), dan (5) dataran tinggi Gunung calling (GNC). Pengamatan dilakukan pada jam 14.00 – 21.00, dibagi ke dalam 11 termin, masing-masing waktu pengamatan selama 30 menit. Pengamatan sebaran populasi rusa dilakukan dengan metode sensus concentration count. Vegetasi Data vegetasi tingkat semai, pancang, tiang, dan tingkat pohon diambil di lokasi yang paling sering dikunjungi/kebiasaan rusa berada. Gambaran kondisi vegetasi dikumpulkan dengan melakukan analisis vegetasi mengikuti metode Soerianegara & Indrawan (1998) dengan panjang jalur 400 m berselang-seling (Gambar 2.1), sebagai berikut:
9 Petak ukuran 20 m x 20 m untuk pengambilan data vegetasi pohon (diameter >20cm). Petak ukuran 10m x10m untuk pengambilan data vegetasi pohon pada tingkat pertumbuhan tiang (diameter 10 -19 cm). Petak ukuran 5m x 5m untuk pengambilan data vegetasi tingkat pertumbuhan pancang (diameter <10 cm, ketinggian >1,5m). Petak ukuran 1m x 1m untuk vegetasi tingkat semai (diameter <3cm, tinggi <1,5m).
400 m 1m
Gambar 2.1. Petak contoh pengambilan data vegetasi pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon Habitat Preferensial (Habitat Disukai) Pengumpulan data untuk menentukan habitat yang disukai (preferensial) dilakukan dengan prinsip pendekatan bahwa kehadiran rusa di suatu tempat (Y) sebagai peubah tergantung (dependent variabel) dipengaruhi oleh peubah-peubah (variabel) lingkungannya (X) baik biotik maupun abiotik sebagai peubah bebas (independent variabel). Secara keseluruhan diduga ada sepuluh peubah lingkungan (X), meliputi ketinggian mdpl (X1), kelerengan (X2), jarak dari jalur patroli m (X3), jarak dari kubangan m (X4), jarak dari padang rumput m (X5), jarak dari pantai m (X6), suhu 0C(X7), kelembaban % (X8), pH tanah (X9), salinitas tanah (X10). Di setiap tempat dimana ditemukan adanya kehadiran rusa, maka semua data tentang peubah-peubah X tersebut dicatat. Posisi geografis rusa dimasukkan (upload) ke dalam file database (*.dbf) ke ArcGis 9.3. jarak diukur dengan euclidian distance. Faktor fisik dilakukan pengukuran insitu. Metode Analisis Data Semua data hasil analisis vegetasi dianalisis untuk menentukan gambaran kondisi vegetasi habitat rusa di Pulau Peucang. Analisis data vegetasi dilakukan untuk menentukan kerapatan suatu jenis (K), kerapatan relatif (KR), frekuensi suatu jenis (F), frekuensi relatif (FR), dominansi (D) dan indeks nilai penting (INP) sesuai rumus dari Soerianegara & Indrawan (1998). Rumus untuk mengikuti nilai-nilai tersebut sebagai berikut :
10 1) Kerapatan suatu jenis ∑ 2) Kerapatan relatif ∑ 3) Frekuensi suatu jenis ∑ ∑ 4) Frekuensi relatif (FR)
5) Dominansi (D)
6) Dominansi relatif (DR)
7) Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR+ FR+DR ( untuk tingkat tiang dan pohon) INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang) Analisis data untuk menentukan bentuk sebaran (distribusi) rusa timor dilakukan dengan Indeks Penyebaran (IP) menurut Ludwig dan Reynold (1988), dengan rumus: IP =
, S2 =
dimana S2= keragaman jenis, X=
rata-rata jenis, n= plot unit contoh. Penentuan bentuk sebaran diuji dengan chi square, n = jumlah plot contoh, dengan kriteria uji sebagai berikut: berarti sama dengan pola sebaran seragam (uniform). (a) Jika (b) Jika berarti pola sebaran random (acak), dan (c) bila berarti pola sebaran mengelompok Analisis data untuk penentuan perbedaan penggunaan habitat dilakukan dengan analisis varians (ANOVA) satu arah menurut Nagarkoti & Thapa (2007), penentuan habitat disukai (habitat preferensial) dilakukan dengan membandingkan proporsi luas daerah pengamatan dengan proporsi habitat yang digunakan rusa timor dan diuji dengan uji Chi square – Х2 (Neu et al. 1974 ; Sokal & Rahlf 1998). Perbandingan luas daerah pengamatan dengan areal yang digunakan oleh rusa ditentukan berdasarkan standar selang kepercayaan 95% (Neu et al. 1974; Bayers et al. 1984). Faktor penentu kehadiran rusa di suatu
11 tempat dianalisis dengan regresi metode Stepwise dengan sofware PASW Statistics 18. HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk Sebaran Spasial Rusa Timor Hasil pendataan sebaran spasial populasi rusa timor di Pulau Peucang yang dilakukan di lima wilayah pengamatan menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah populasi rusa di masing-masing wilayah pengamatan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1dan Gambar 2.2. Dilihat dari sebaran populasi menurut waktunya, hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada perbedaan pola sebaran jumlah populasi rusa di setiap lokasi pengamatan. Di wilayah PSG dan KRC pada sore hingga malam hari (14.00-21.00 WIB) ternyata rusa timor memiliki pola sebaran populasi yang relatif sama (Gambar 2.3). Tabel 2.1 Hasil uji X2 pola sebaran spasial populasi rusa timor di Pulau Peucang berdasarkan tempat dan waktu (14.00 – 21.00 WIB) PSG KIA CLC KRC GNC Chi square 11.33 18.00 46.67 16.09 34.24 df 18 8 10 19 6 Asymp sig 0,880 0,021 0,000 0,651 0,000 PSG=Pasanggrahan, KIA=Kiara, CLC=Calingcing, KRC=Karang Copong, GNC= Gunung Calling
Daerah PSG yang merupakan daerah paling banyak ditemukan rusa berkumpul pada waktu sore hingga malam hari menjadi pembanding dengan daerah lain. Menggunakan uji Chi square, diketahui bahwa wilayah PSG dan KRC menunjukkan pola sebaran rusa yang sama (p > 0.05) dengan jumlah populasi rusa relatif stabil.
Pulau Peucang
Gambar 2.2 Peta sebaran rusa dan pembagian wilayah lapangan (1. Pasanggrahan (PSG), 2. Kiara (KIA), 3. Cihanda rusa (CHR), 4. Calingcing (CLC), 5. Karang copong (KRC), 6.Gunung Calling (GNC),7. Legon Madura (LGM), 8. Legon kobak (LGK), 9. Ciapus (CIA), 10. Kapuk (KPK), 11. Cangcuit (CCU). Garis pantai warna merah curam, hijau landai berpasir putih, kuning pasir dan karang, hitam berkarang).
12 Hal ini memberi indikasi bahwa rusa timor di Pulau Peucang pada sore hingga malam hari lebih terkonsentrasi memanfaatkan areal padang rumput (PSG) dan hutan pantai (KCP) dibandingkan daerah lain. Apabila dibandingkan dengan wilayah lain yakni KIA, CLC, dan GNC, hasil uji X2 menunjukkan bahwa pola sebaran rusa timor di dua kelompok wilayah tersebut berbeda nyata (P <0.05).Kondisi ini dapat dimaknai bahwa wilayah KIA, CLC dan GNC lebih digunakan rusa timor sebagai tempat untuk mencari makan pada siang hari dan menjadi daerah lintasan rusa pada sore hari untuk menuju daerah PSG dan KCP sebagai tempat istirahat pada malam hari. Selain itu ketiga daerah tersebut juga diperkirakan sebagai daerah overlap dari kelompok populasi rusa PSG dan KCP dalam mencari makan. Dilihat dari pola sebaran rusa timor di Pulau Peucang menurut ruang (spatial) dan waktu, maka secara keseluruhan hasil pengamatan tersebut gambaran singkat dari pola sebarannya dapat direkap seperti disajikan pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Rekapitulasi pola sebaran populasi rusa timor di Pulau Peucang menurut ruang dan waktu Waktu (WIB) Pagi (05.00-11.00)
Sebaran Spasial (Lokasi) Di sekitar pantai sebelah barat dan selatan yang memiliki pantai datar dan sebagian menuju ke GNC Menuju ke arah jalur patroli (tengah Pulau Peucang) Di dataran tinggi GNC dan rusa bagian CLC menuju KRC, sedang rusa CHR, KIA, dan CCU menuju padang rumput PSG Lebih banyak terkonsentrasi di PSG dan KRC
Siang (11.00-14.00) Sore (14.00-18.00)
Malam-Dini Hari (19.00-04.00) 28 22 1920
16 13 10 3444
6
PSG
18
18 15
11 11 11 1212 10 4
5455
7 34
KIA
233
4
21
4 0 0
23
CLC
5
5
13
7
5
6 22 2 1 01 0 01
KRC
GNC
Gambar 2.3 Pertambahan/pengurangan jumlah rusa persatuan waktu pada jam 14.00 – 19.00 (terbagi ke dalam sebelas termin waktu) di lima wilayah pengamatan.
Hasil ini menunjukkan bahwa rusa di Pulau Peucang lebih sering ditemukan di habitat dataran rendah yakni KRC dan padang rumput. Sebagai satwa herbivora khususnya sebagai pemakan rumput (grasser) maka kebiasaan rusa timor berada di padang rumput merupakan salah satu karakter dasar bioekologi rusa sebagaimana dilaporkan oleh Kencana (2000) dan Pattisellano (2009).
13 Berdasarkan bentuk sebaran penggunaan ruang (spasial), hasil pengamatan menunjukkan bahwa rusa timor di Pulau Peucang lebih cenderung memanfaatkan ruang di sebelah barat pulau (GNC) dibanding dengan bagian timur. Diduga pilihan penggunaan ruang ini dipengaruhi oleh dua faktor yakni kondisi tutupan vegetasi dan luas areal terbuka (space). Wilayah barat Pulau Peucang memiliki vegetasi pohon tinggi dan besar seperti kiara (Ficus drupacea) yang membentuk kanopi yang lebar sebagai naungan dan membentuk ruang terbuka yang cukup luas di bagian bawahnya. Secara relatif kondisi di bawah tegakan pohon yang besar dan lebat dengan ruang yang cukup luas dan kelembaban udara yang cukup tinggi (60 – 80 %), menyebabkan tempat tersebut sangat baik, aman dan nyaman sebagai tempat istirahat pada siang hari bagi rusa untuk melakukan kegiatan memamah biak (proses pencernaan pakan), sedang wilayah timur Pulau Peucang yang kurang dipilih diduga karena kondisi vegetasinya relatif rapat yang didominasi oleh pohon berdiameter kecil sehingga relatif sulit bagi rusa untuk bergerak secara leluasa. Selain itu, kondisi lapisan tanah di daerah timur pulau ini sangat tipis dan didominasi batu karang yang relatif tajam dan keras, dengan kondisi seperti ini tidak aman dan nyaman bagi rusa untuk memanfaatkannya. Di daerah timur pulau hanya digunakan oleh rusa jantan sebagai daerah jelajah sementara karena ditemukan beberapa jejak rusa jantan berupa semak yang terpuntir akibat pelepasan lapisan tipis pada ranggah (velvet) pada masa perubahan dari ranggah muda menjadi ranggah keras di lokasi-lokasi pengamatan. Berdasarkan bentuk sebaran spasialnya, hasil analisis data dengan uji Chi scuare (X2) menunjukkan bahwa secara umum bentuk sebaran spasial rusa timor Pulau Peucang di lima lokasi pengamatan adalah mengelompok (Tabel 2.3). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2008) di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP). Tabel 2.3 Bentuk sebaran spasial rusa timor di Pulau Peucang di lima wilayah pengamatan Populasi χ²hitung χ²tabel Ekosistem Frek ẍ S² IP χ² λ²=IP(n-1) λ²0.025 λ²0.975 Bentuk Sebaran PSG 33 12.12 131.98 10.89 11.33 348.44 31.53 8.23 Mengelompok KIA 33 4.12 6.86 1.66 18.00 53.26 17.53 2.18 Mengelompok CLC 33 4.39 41.81 9.52 46.68 304.48 20.48 3.25 Mengelompok KRC 33 11.97 40.84 3.41 16.09 109.19 32.85 8.91 Mengelompok GNC 33 1.88 5.67 3.02 34.24 96.61 14.45 1.24 Mengelompok PSG=Pasanggrahan, KIA=kiara, CLC=Calingcing, KRC=Karang copong, GNC= Gunung calling
Strategi sebaran mengelompok pada rusa timor ini di Pulau Peucang diduga kuat berkaitan dengan strategi ekologi (ecological strategy) dari rusa untuk mencegah atau menghindari diri dari serangan predator sekaligus memaksimumkan pemanfaatan energi pada saat mencari makan. Indikasi dari hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa ketika rusa berada di padang rumput dan bertemu dengan pengunjung atau petugas yang memberikan pakan, maka sikap waspada dari kelompok rusa jelas terlihat, meskipun sebagian besar rusa yang diduga sudah adaptif setelah menunjukkan sikap waspada mengikutinya dengan memberikan respon mendekat ke petugas. Sebaliknya ketika pemberian pakan dilakukan di hutan maka tak satupun rusa mendekat. Meskipun secara umum diketahui bahwa di Pulau Peucang tidak terdapat predator yang bersifat
14 aktif seperti macan kumbang, namun fakta menunjukkan bahwa rusa timor di dalam hutan selalu menunjukkan sikap agresif terhadap kemungkinan adanya serangan predator. Ada beberapa predator pasif yang ditemukan di Pulau Peucang seperti ular sanca dan biawak. Selain strategi dalam pola sebaran berkelompok seperti diuraikan di atas, strategi persebaran berkelompok ini terutama pada malam hari di areal padang rumput yang terbuka juga diduga terkait dengan strategi memperkuat ikatan sosial antar kelompok-kelompok populasi rusa yang ada. Berdasarkan jumlah anggota kelompok rusa menurut pola sebarannya di setiap lokasi pada malam hari, maka dari hasil pengamatan diketahui bahwa anggota kelompok rusa di setiap daerah sebarannya bersifat tidak permanen (tetap), artinya anggota kelompoknya dapat berganti-ganti meskipun tidak setiap hari. Hasil pengamatan di areal sebarannya, terutama untuk daerah Karang Copong (KRC) dan Pasanggrahan (PSG) sebagai habitat untuk tidur pada malam hari jumlah anggota kelompok rusa berganti, karena kadang bertambah dan kadang berkurang. Suatu saat anggota kelompok rusa di Pasanggrahan dapat berada di Karang Copong atau sebaliknya tergantung pada jarak terakhir keberadaan anggota kelompok rusa tersebut pada siang hari. Jika keberadaan rusa lebih dekat ke Karang Copong (KRC) maka menjelang malam anggota kelompok rusa tersebut cenderung bergerak menuju ke KRC, sebaliknya apabila keberadaannya lebih dekat ke Pasanggrahan (PSG), maka rusa akan bergerak ke arah PSG untuk dijadikannya sebagai areal istirahat (tidur). Fenomena ini dapat dimaknai sebagai bagian dari strategi ekologi rusa didalam mengefisiensikan penggunaan energinya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa dilihat dari jarak habitat mencari makan (feeding ground) ke habitat untuk istirahat (tidur) yakni Karang Copong (KRC) di utara dan Pasanggrahan (PSG) di selatan sebenarnya hanya sekitar 3 km dengan luas areal 200 – 250 ha, sehingga sesungguhnya dalam pergerakan hariannya, rusa timor mampu mencapai daerah-daerah tersebut, namun untuk efisiensi energi rusa cenderung memilih habitat terdekat untuk berkumpul dan beristirahat (tidur). Implikasinya fakta lapang menunjukkan bahwa anggota kelompok rusa pada malam hari di kedua habitat istirahatnya (KRC dan PSG) bisa berubah-ubah (bergantian) atau bersifat tidak permanen. Sebagaimana diketahui, luas wilayah jelajah (home range) rusa timor (Rusa timorensis russa) masing-masing untuk jantan dewasa 1531 ± 1143 ha, jantan remaja 513 ± 40 ha, betina dewasa 225 ± 178 ha dan remaja betina 117 ± 15 ha (Spaggiari & GarineWichatitsky 2006). Kondisi Vegetasi Habitat Rusa Timor Analisis vegetasi untuk mengidentifikasi kondisi vegetasi habitat rusa timor di Pulau Peucang dilakukan di dua lokasi yang diketahui sebagai habitat utama yang paling sering ditemukan rusa berkumpul pada malam hari, yakni Pasanggrahan (PSG) dan Karang Copong (KRC). Hasil analisis vegetasi bawah (padang rumput) yang diketahui sebagai pakan rusa timor di wilayah Pasanggrahan disajikan dalam Tabel 2.4. Gambaran kondisi padang rumput PSG dan pantai Pulau Peucang dapat dilihat pada Gambar 2.4. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa terdapat sembilan jenis vegetasi bawah dimana empat jenis diantaranya memiliki kerapatan relatif paling tinggi, berturut-turut dari yang
15 terbesar adalah jampang pait (Cynodon dactylon) (K=25.14%), mata kancil (23.46%), bulu mata munding (15.08%) dan meniran (12.85). Tabel 2.4 Kerapatan vegetasi ekosistem padang rumput Pasanggrahan No Nama daerah Nama ilmiah 1 Jampang kawat Cynodon dactylon Mata kancil Desmodium trifolium 2 Bulu mata munding Fimbristylia miliaceae 3 Meniran Phylanthus urinaria 4 Kirapet Parameria laevigata 5 Gewor Commelina benghalensis 6 Dom-doman Chrysopogon aciculata 7 Babadotan Phychostria robusta 8 Jampang pait Axonopus compressus 9 KI = kerapatan Individu, KR=kerapatan relatif
Famili Graminae Poaceae Cyperaceae Euphorbiaceae Apicinaceae Commelinaceae Graminae Rubiaceae Graminae
KI (Indiv/ha) 28.125 6.250 16.875 4.375 3.750 5.625 1.875 625 625
KR (%) 25,14 23,46 15,08 12,85 12,29 5,03 1,68 0,56 0,56
Hasil analisis vegetasi habitat rusa untuk ekosistem pantai Pasanggrahan diketahui setidaknya ada 10 jenis vegetasi yang membentuk ekosistem pantai, masing-masing dengan tingkat kerapatan berbeda-beda (Tabel 2.5). Jenis vegetasi yang memiliki kerapatan paling tinggi adalah dari jenis pohon yakni nyamplung (Calophylum inophylum) yakni 68.421%, dan dari jenis tanaman merambat adalah katang-katang (Ipomoea pescaprase) 9.474%. Jenis vegetasi pantai yang diketahui menjadi sumber pakan rusa timor adalah daun pandan muda dan daun waru
Gambar 2.4 . Ekosistem padang rumput Pasanggrahan (kiri) dan Pantai Pulau Peucang (kanan) Tabel 2.5 Kerapatan vegetasi tingkat semai di ekosistem pantai Pasanggrahan Pulau Peucang Nama daerah 1. Nyamplung 2. Katang-katang 3. Tarum 4. Kiapuk 5. Pandan 6. Lampeni 7. Waru laut 8. Malapari 9. Bakung 10. Bintaro
Nama ilmiah Calophylum inophylum Ipomoea pescaprae Idigofera suffruticosa Ceiba petandra Pandanus sp Ardisia humilis Hibiscus tiliaceus Porgamia pinnata Lilium sp Cerbera manghas
Famili Cluciaceae Convolvulceae Fabaceae Bombacaceae Pandanaceae Myrsinaceae Malvaceae Fabaceae Liliaceae Apocinaceae
KI(indiv/ha) 6.500 900 800 500 200 200 100 100 100 100
KR (%) 68,421 9,474 8,421 5,263 2,105 2,105 1,053 1,053 1,053 1,053
Hasil analisis vegetasi untuk tingkat pancang, tiang dan pohon di ekosistem pantai Pasanggrahan, masing-masing disajikan pada Tabel 2.6, Tabel 2.7 dan Tabel 2.8. Hasil identifikasi jenis vegetasi diketahui masing-masing untuk tingkat
16 pancang, tiang dan pohon berturut-turut ditemukan sebanyak 9 jenis, 7 jenis dan 7 jenis dengan tingkat kerapatannya yang berbeda-beda. Hasil identifikasi juga menunjukkan bahwa dari jenis-jenis vegetasi tersebut diantaranya diketahui sebagai jenis pakan rusa timor. Untuk tingkat pancang jenis vegetasi yang diketahui sebagai pakan rusa timor adalah pandan dan areay kacepot, sedangkan untuk tingkat tiang adalah jenis jambu kopo dan untuk tingkat pohon adalah waru Tabel 2.6 Kerapatan vegetasi tingkat pancang ekosistem pantai Pasanggrahan Nama daerah 1. Laban laut 2. Lampeni 3. Pandan 4. Areuy asahan 5. Kiapuk 6. Areuy kacepot 7. Tarum 8. Nyamplung 9. Kitanjung
Nama ilmiah Vitex regundo Ardisia humilis Pandanus sp Tetracera scandens Ceiba petandra Salacia macropylla Idigofera suffruticosa Calophylum inophylum Buchanaria arborescens
Famili Verbenaceae Myrsinaceae Pandanaceae Dellinaceae Bombacaceae Celastraceae Fabaceae Cluciaceae Anacardiaceae
KI (indiv/ha) 1.200 700 200 200 100 100 100 100 100
KR (%) 40,00 23,33 6,67 6,67 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33
Tabel 2.7 Kerapatan vegetasi tingkat tiang ekosistem pantai Pasanggrahan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nama daerah Jambu kopo Kiciap Kilangir Heas Ipis kulit Lame Segel
Nama ilmiah Eugenia subglauca Ficus callosa Chisocheton microcarpus Acmena acuminatissima Decaspermum fruticosum Alstonia scholaris Dillenia excelsa
Famili Myrtaceae Moraceae Meliaceae Myrtaceae Myrtaceae Apocinaceae Dilleniaceae
KI(indiv/ha) 500 500 333 333 333 167 167
KR (%) 20,00 20,00 13,33 13,33 13,33 6,67 6,67
Tabel 2.8 Kerapatan vegetasi tingkat Pohon ekosistem pantai Pasanggrahan No 1 2 3 4 5 6 7
Nama daerah Nyamplung Waru Kampis Kitanjung Kiciap Kiapuk Kenal
Nama ilmiah Calophylum inophylum Hibiscus tiliaceus Hernandia peltata Buchanaria arborescens Ficus callosa Ceiba petandra Cordia subcordata
Famili Cluciaceae Malvaceae Hernandiaceae Anacardiaceae Moraceae Bombacaceae Borraginaceae
KI indiv/ha) 3.667 333 250 250 83 83 83
KR (%) 70,97 6,45 4,84 4,84 1,61 1,61 1,61
Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi masingmasing untuk tingkat semai, pancang tiang dan pohon diperoleh hasil seperti disajikan pada Tabel 2.9, Tabel 2.10, Tabel 2.11, dan Tabel 2.12. Khusus untuk tingkat semai atau tumbuhan bawah di areal padang rumput (Tabel 2.9) diketahui jenis vegetasi yang memiliki INP tertinggi adalah jampang kawat, mata kancil, bulu mata munding, kirapet, dan meniran. Jenis bulu mata munding adalah jenis yang disukai oleh rusa timor sebagaimana hasil penelitian Glend (2009) di Pangandaran. Tabel 2.9. Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi di padang penggembalaan (grazing area) Pasanggrahan Nama daerah 1. Jampang kawat 2. Mata kancil 3. Bulu mata munding 4. Kirapet 5. Meniran 6. Gewor 7. Dom-doman 8. Jampang pait 9. Badotan Jumlah
Nama ilmiah Cynodon dactylon Desmodium trifolium Fimbristylia miliaceae Parameria laevigata Phylanthus urinaria Commelina benghalensis Chrysopogon aciculata Axonopus compressus Phychostria robusta
Famili Graminae Poaceae Cyperaceae Apicinaceae Euphorbiaceae Commelinaceae Graminae Graminae Rubiaceae
DR (%) 25,14 23,46 15,08 12,29 12,85 5,03 1,68 0,56 0,56 100
FR (%) 48,39 6,45 12,90 6,45 6,45 3,23 3,23 3,23 3,23 100
DR (%) 90,38 1,41 1,43 1,63 0,47 1,40 1,40 1,40 0,23 100
INP (%) 163,91 31,33 29,42 20,38 19,77 9,65 6,30 5,19 4,02 300
17 Tabel 2.10 Indeks Nilai Penting vegetasi pantai di Pasanggrahan Nama daerah
Nama ilmiah
Famili
1. Laban laut 2. Lampeni 3. Pandan 4. Liana asahan 5. Kiapuk 6. Areuy kecepot 7. Tarum 8. Nyamplung 9. Kitanjung Jumlah
Vitex regundo Ardisia humilis Pandanus sp Tetracera scandens Ceiba petandra Salacia macropylla Idigofera suffruticosa Calophylum inophylum Buchanaria arborescens
verbenaceae Myrsinaceae Pandanaceae Dellinaceae Bombacaceae Celastraceae Fabaceae Cluciaceae Anacardiaceae
DR ( %)
FR (%)
40,00 23,33 6,67 6,67 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 100
21,43 14,29 14,29 7,14 7,14 7,14 7,14 7,14 7,14 100
INP (%) 61,43 37,62 20,95 13,81 10,48 10,48 10,48 10,48 10,48 200
Tabel 2.11 Indeks Nilai Penting vegetasi pantai Nama daerah 1. Nyamplung 2. Pakis haji 3. Laban laut 4. Kecepot 5. Pandan 6. Kiciap 7. Jambu kopo 8. Lampeni Jumlah
Nama ilmiah Calophylum inophylum Cycas rumphii Vitex regundo Salacia macropylla Pandanus sp Ficus callosa Eugenia subglauca Ardisia humilis
Famili Cluciaceae Verbenaceae Celastraceae Pandanaceae Moraceae Myrtaceae Myrsinaceae
DR % 23,08 15,38 15,38 7,69 7,69 7,69 7,69 7,69 100
FR % 27,27 9,09 9,09 9,09 9,09 9,09 9,09 9,09 100
DoR % 32,46 18,02 15,06 8,40 6,97 6,43 4,95 2,74 100
INP % 82,81 42,50 39,53 25,18 23,75 23,22 21,74 19,53 300
Tabel 2.12. Indeks Nilai penting Strata pohon vegetasi pantai Nama daerah 1. Nyamplung 2. Kampis 3. Waru 4. Kitanjung 5. Kampis 6. Kiciap 7. Kenal 8. Kiapuk Jumlah
Nama ilmiah Calophylum inophylum Hernandia peltata Hibiscus tiliaceus Buchanaria arborescens Hernandia peltata Ficus callosa Cordia subcordata Ceiba petandra
Famili Cluciaceae Hernandiaceae Malvaceae Anacardiaceae Hernandiaceae Moraceae Borraginaceae Bombacaceae
DR % 70,97 4,84 6,45 4,84 3,23 1,61 1,61 1,61 100
FR % 50,00 5,56 11,11 5,56 5,56 5,56 5,56 5,56 100
DoR % 76,57 13,13 2,40 2,90 1,34 0,91 0,68 0,45 100
INP (%) 197,53 23,53 19,97 13,29 10,12 8,08 7,85 7,62 300
Dilihat dari fungsi vegetasi sebagai pakan rusa timor, maka hasil perhitungan Indeks Keragaman jenis vegetasi pakan menunjukkan bahwa secara umum kondisi vegetasi pakan rusa timor di Pulau Peucang berstatus rendah sampai sedang (Tabel 2.13). Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi keanwkaragaman jenis vegetasi pakan rusa timor di Pulau Peucang relatif rendah. Oleh karena itu diperlukan upaya pengelolaan agar ketersediaannya dapat memenuhi kebutuhan populasi rusa yang ada. Tabel 2.13 Indeks keragaman jenis pakan pada berbagai tingkat pertumbuhan pada ekosistem Pulau Peucang Indeks keragaman pakan tingkat semai Ekosistem padang rumput Ekosistem pantai Ekosistem ekoton Ekosistem dataran rendah Ekosistem dataran tinggi Indeks keragaman pakan tingkat pancang Ekosistem pantai Ekosistem ekoton Ekosistem dataran rendah Ekosistem dataran tinggi Indeks keragaman pakan tingkat tiang
Besaran 1.3648 0.5555 0.8520 0.9454 1.0206
Status Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
0.7051 1.4244 0.3466 1.0691
Rendah Rendah Rendah Rendah
0.9570
Rendah
18 Ekosistem pantai Ekosistem ekoton Ekosistem dataran rendah Ekosistem dataran tinggi Indeks keragaman pakan tingkat pohon Ekosistem pantai Ekosistem ekoton Ekosistem dataran rendah Ekosistem dataran tinggi
1.0222 1.5578 1.3682
Rendah Sedang Rendah
0.6740 0.6740 1.8068 1.2413
Rendah Rendah Sedang Rendah
Habitat Preferensial Rusa Timor Hasil analisis habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang berdasarkan frekuensi kehadiran rusa timor di suatu tempat menggunakan analisis regresi Stepwise menunjukkan bahwa faktor-faktor penentu tersebut adalah kelembaban udara (X8), ketinggian (X1), jarak dari jalur patroli (X3), jarak dari padang rumput (X5), dan temperatur (X7) dengan persamaan regresi Y= -6.61+1.74(X8) - 1.40 (X1) – 0.32(X3) + 0.17(X5) + 1.56(X7), dan nilai koefisien korelasi Pearson (r) sebesar 0.897 dan koefisien determinan (R2) sebesar 0.804 (p < 0.05). Hasil ini mengindikasikan bahwa rusa timor menyukai habitat dengan kelembaban yang lebih tinggi, dekat dengan jalur patroli, jauh dari padang rumput (menuju kawasan KRC), suhu tinggi dan daerah datar atau daerah dengan ketinggian rendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa secara umum rusa timor memiliki preferensi tertentu didalam memilih suatu tempat sebagai habitatnya. Di bawah ini disajikan uraian singkat tentang masing-masing faktor penentu habitat preferensial rusa timor di Pulau Peucang, sebagai berikut: Faktor Kelembaban dan Suhu Udara Rusa timor di Pulau Peucang menyukai habitat yang memiliki kelembaban dan suhu udara tinggi. Hasil pengamatan lapang diketahui bahwa pada waktu pagi rusa timor cenderung mendekati daerah pantai sebagai habitat dengan kondisi suhu udara lebih hangat, dan pada siang hari bergerak menuju ke tengah pulau dan berteduh di bawah pohon berkanopi lebar dengan kondisi kelembaban udara relatif tinggi (lebih sejuk). Kesukaan rusa timor menempati habitat dengan pohon berkanopi lebar ini serupa dengan kesukaan rusa merah (Cervus elaphus), namun tidak sama dengan rusa roe (Bokorwski 2004). Menurut Welch et al. (1990) habitat semak belukar lebih banyak digunakan oleh rusa merah dari pada rusa roe, sedangkan habitat dengan tumbuhan berkanopi lebar lebih banyak digunakan oleh rusa roe karena kaya tanaman herba. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara diketahui bahwa habitat yang paling disukai rusa timor di Pulau Peucang adalah habitat dengan suhu udara 2831 oC, dan kelembaban udara sekitar 50 - 80%. Suhu udara ini termasuk dalam sebaran suhu yang toleran untuk rusa timor, karena menurut Tuckwell (1998) rusa timor kurang tahan terhadap udara dingin, sehingga biasanya rusa timor memerlukan shelter yang memadai untuk berlindung dan habitat yang memiliki sumber pakan berenergi tinggi agar dapat bertahan di habitat bercuaca dingin. Pengamatan lapang menunjukkan bahwa pada malam hari rusa timor cenderung berada di daerah terbuka yang berdekatan dengan jalur patroli dengan lebar 0 – 20 m. Selain itu pada malam hari rusa timor juga banyak ditemukan beristirahat sambil memamahbiak di daerah padang rumput (grazing area) yang
19 tidak terlalu luas (+ 0.5 ha) dengan kondisi yang lebih hangat karena telah menerima paparan sinar matahari sepanjang hari. Faktor Ketinggian Tempat Rusa timor tidak menggunakan seluruh wilayah ketinggian di Pulau Peucang sebagai habitatnya, karena fakta lapang menunjukkan bahwa rusa timor ternyata cenderung memilih daerah datar sampai dengan ketinggian tertentu sebagai habitat preferensialnya. Hal ini dibuktikan bahwa daerah dengan ketinggian tertinggi (71 m) ternyata tidak digunakan rusa timor sebagai habitatnya. Hasil uji statistik (Chi Square - χ2) menunjukkan bahwa perbedaan ketinggian tempat berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap keberadaan rusa (nilai χ2 χ2hitung = 15.50 > χ2 (0.05,2) = 5.99). Rekapitulasi hasil perhitungan X2 disajikan pada Tabel 2.14. Kondisi ini menunjukkan bahwa umumnya rusa timor lebih menyukai daerah datar sebagai habitatnya terutama untuk tempat istirahat pada malam hari, dan tidak menyukai daerah dengan ketinggian lebih dari 40 m. Hasil perhitungan Indeks Neu membuktikan bahwa perbedaan ketinggian tempat berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap keberadaan rusa timor di Pulau Peucang (Tabel 2.15). Meskipun secara umum rusa timor diakui sebagai satwa yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan termasuk toleransinya terhadap perbedaan ketinggi tempat hingga mencapai 2600 m (Padmala et al. 2003) namun fakta di Pulau Peucang menunjukkan bahwa umumnya rusa timor cenderung lebih menyukai daerah dengan ketinggi 20-40 m. Tabel 2.14 Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran rusa dengan ketinggian tempat Ketinggian (m) 1 0 - 20 m 20 - 40 m >40 m Jumlah
Luas (Ha)
Proporsi (%)
2 74 252 106 432
3 0.17 0.58 0.25
Frekuensi observasi (Oi) 4 15 52 3 70
Frekuensi harapan (Ei) 5 11.98 40.85 17.17 70.00
(Oi-Ei)2/Ei
6 0.76 3.05 11.69 15.50
Frekuensi harapan rusa (Ei) = kolom 3 x jumlah kolom 4 (Gaspersz 1994), χ2hitung = 15.50 > χ2 (0.05,2) = 5.99.
Tabel 2.15 Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap ketinggian tempat Kelas Lereng
Ketersediaan Luas Proporsi (Ha) (a)
0 - 20 m 20 - 40 m >40 m
74 252 106
17 58 25
432
100
Perjumpaan rusa Tercatat Proporsi (n) (r) 21 15 74 52 4 3 70
Indeks Seleksi Terstandar (w) (b) 1.235 0.46 1.276 0.48 0.160 0.06 2.671 1.00
Berdasarkan Tabel 2.15 di atas terlihat bahwa rusa timor di Pulau Peucang hanya menyukai daerah dengan ketinggian 0 – 20 m sampai 20 – 40 m, dan tidak menyukai daerah yang lebih tinggi meskipun bebas dari gangguan manusia. Fenomena ini berbeda dengan rusa merah dalam penggunaan habitatnya selama musim panas dan dingin sesuai dengan pernyataan Palmer dan Truscott (2003) bahwa rusa merah selama musim dingin lebih cenderung menyukai habitat berketinggian rendah, lebih terlindungi dan memiliki tutupan tajuk yang tinggi.
20
Faktor Jarak dari Jalur Patroli Jalur patroli diketahui mempengaruhi keberadaan rusa timor terutama pada siang hingga malam hari. Hasil uji statitik (Chi square – X2) menunjukkan bahwa rusa timor memiliki perbedaan tingkat kesukaan habitat dengan jarak tertentu dari jalur patroli ditandai dengan nilai χ2hitung = 27.68 ≥ χ2 (0.05,3) = 7.81 (Tabel 2.16). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak suatu tempat sebagai habitat rusa dengan jalur patroli maka semakin sedikit dijumpai rusa timor. Secara umum keberadaan rusa di sekitar jalur patroli paling banyak ditemukan pada jarak 0 sampai 100 m, sebagaimana dibuktikan dengan hasil perhitungan Indeks Neu (W>1) seperti disajikan pada Tabel 2.17. Rusa timor cenderung memilih habitat yang lebih dekat dengan manusia dengan jarak kurang dari 100 m dari jalur patroli. Kondisi menunjukkan bahwa rusa timor di Pulau Peucang justru merasa aman dan nyaman didekat orang dan merasa kurang aman apabila berada di tengah hutan. Rusa timor di Pulau Peucang dapat dikatakan sudah adaptif dengan manusia sehingga menunjukkan perilaku “jinak” bila berada di daerah jalur patroli, namun sangat agresif bila ditemukan di wilayah yang jauh dari jalur patroli (dalam hutan) karena cenderung lebih peka (sensitif) dengan menunjukkan perilaku agresif kemudian lari menjauh dari manusia. Tabel 2.16 Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran rusa dengan jarak dari jalur patroli jarak dari jalur patroli (m) 1 0 - 100 101 - 200 201 - 300 301 - 400
Luas (Ha) 2 101.99 65.62 49.56 44.89 262.06
Proporsi (p) (%) 3 0.39 0.25 0.19 0.17
Observasi (Oi) 4 48 13 6 3 70
Harapan (Ei)
(Oi - Ei)2 Ei
5 27.24 17.53 13.24 11.99 70
6 15.81 1.17 3.96 6.74 27.68
Frekuensi harapan (Ei) = kolom 3 x jumlah kolom 4 (Gaspersz 1994), χ 2hitung = 27.68 ≥ χ2 (0.05,3) = 7.81
Tabel 2.17 Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap jarak dari jalur patroli jarak dari jalur patroli (m) 1 0 - 100 101 - 200 201 - 300 301 - 400
Kehadiran luas Proporsi (ha) (p) 2 3 101.99 38.92 65.62 25.04 49.56 18.91 44.89 17.13 262.06 100
Teramati (n) 4 48 13 6 3 70
Perjumpaan Proporsi (r) 5 68.57 18.57 8.57 4.29 100
Seleksi (w) 6 1.76 0.74 0.45 0.25 3
Terstandar (b ) 7 0.55 0.23 0.14 0.08 1
Perilaku adaptif atau jinak yang ditunjukkan oleh rusa timor di habitat yang dekat dengan jalur patroli tersebut di atas dapat dimengerti karena jalur patroli tersebut juga merupakan jalur perjalanan wisatawan dengan frekuensi kunjungan yang cukup tinggi. Melalui proses pembiasaan (habituasi) dari intensitas interkasi rusa timor dengan wisatawan yang melewati jalur itu secara terus menerus akhirnya berdampak pada perubahan perilaku rusa menjadi adaptif dan lebih jinak terhadap manusia, bahkan pada jarak sekitar 10 m rusa timor tetap terlihat tenang
21 dan cenderung memberikan respon mendekat apabila ada orang yang melewati jalur patroli tersebut. Berbeda halnya dengan rusa-rusa yang ada di dalam hutan, umumnya menunjukkan perilaku agresif, waspada dan menghindar apabila bertemu dengan manusia. Diperkirakan rusa timor di dalam hutan cenderung menghindari manusia sampai mencapai jarak lebih dari 50 m dari jalur patroli. Jarak dari Padang Rumput Keberadaan rusa di padang rumput Pasanggrahan umumnya hanya terlihat pada waktu sore hingga pagi dini hari (jam 14.00 – 04.00 WIB). Sebelum waktuwaktu tersebut rusa timor di Pulau Peucang cenderung menjauh dari padang rumput. Hasil uji statistik (Chi square – X2) menunjukkan bahwa perbedaan jarak padang rumput berpengaruh nyata terhadap kehadiran rusa timor seperti dijelaskan pada Tabel 2.18. Adapun hasil perhitungan Indeks Neu preferensi habitat rusa timor terhadap jarak dari padang rumput disajikan pada Tabel 2.19. Tabel 2.18 Rekapitulasi perhitungan χ2 untuk menguji hubungan antara kehadiran rusa dengan jarak dari padang rumput jarak dari padang rumput (m) 1 0 - 1000 m 1000 - 2000 m > 2000 m
Luas (Ha) 2 121.32 263.25 38.91 423.48
Proporsi (p) (%) 3 0.29 0.62 0.09
Observasi (Oi) 4 33 27 10 70
Harapan (Ei) 5 20.05 43.51 6.43
(Oi - Ei)2)/Ei 6 8.36 6.27 1.98 16.60
Frekuensi harapan (Ei) = kolom 3 x jumlah kolom 4 (Gaspersz 1994), χ2hitung = 16.60 ≥ χ2 (0.05,2) = 5.99
Tabel 2.19. Indeks Neu preferensi habitat rusa terhadap jarak dari padang rumput jarak dari jalur patroli (m) 1 0 - 1000 m 1000 - 2000 m > 2000 m
Kehadiran Luas Proporsi (ha) (p) 2 3 121.32 28.64 263.25 62.16 38.91 9.19 423.48 99.99
Perjumpaan Teramati Proporsi (n) (r) 4 5 33 47.14 27 38.57 10 14.29 70 100
Seleksi (w) 6 1.65 0.62 1.55 3.82
Terstandar (b ) 7 0.43 0.16 0.41 1
Berdasarkan hasil analisis tersebut (Tabel 2.19) diketahui bahwa rusa timor menyukai habitat dengan jarak dari padang rumput sekitar 0 – 1000 m dan lebih dari 2000 m, namun tidak menyukai habitat yang berjarak 1000-2000 m dari padang rumput. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa rusa timor di Pulau Peucang memiliki dua arah pergerakan secara berlawanan didalam memanfaatkan suatu habitat sebagai area padang rumput (grazing area) untuk mencari makan. Kelompok rusa timor yang berada di suatu habitat dengan jarak 0-1000 m dari padang rumput cenderung bergerak menuju areal padang rumput di Padangsanggrahan (PSG) untuk istitrahat pada malam hari, namun apabila keberadaan rusa timor tersebut berjarak >2000 m dari areal padang rumput maka cenderung bergerak mengarah ke areal padang rumput di Karang Copong (KRC).
22 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelompok-kelompok rusa timor di kedua habitat tersebut (PSG dan KRC) terlihat sudah adaptif dengan kehadiran manusia, sehingga ketika berada di areal padang rumput dari kedua habitat tersebut, rusa tidak lagi menunjukkan perilaku agresif atau menghindar, melainkan rusa tampak tenang dan terus melakukan kegiatan memamahbiak sambil berisitirahat tanpa merasa terganggung dengan kehadiran aktivitas manusiadi sekitarnya. Secara umum rusa timor digolong sebagai pemakan rumput (grazer) seperti halnya rusa sika (Hofmann 1985) meskipun dalam kondisi tertentu dapat bersifat browser atau pemakan semak tergantung pada ketersediaan tumbuhan pakannya di suatu habitat. Hasil pengamatan di Pulau Peucang juga menunjukkan bahwa rusa timor terutama rusa betina dewasa, betina remaja, anak, dan jantan remaja lebih dominan berkumpul dan melakukan aktivitas makan di padang rumput, sehingga dapat menjadi indikasi bahwa rusa timor tersebut tergolong sebagai pemakan rumput (grazer). Berbeda halnya dengan rusa timor berkelamin jantan dewasa pada fase rangga muda, ternyata diketahui di lapangan cenderung ditemukan terbatas di habitat berupa hutan sehingga lebih bersifat pemakan semak (browser). Fakta menunjukkan bahwa rusa timor jantan fase ranggah muda sampai ranggah keras di Pulau Peucang ternyata lebih memilih areal habitat di Cihanda, Calingcing, dan Karang Copong, dan sangat jarang ditemukan di areal Gunung Calling ataupun di Kiara. Fenomena soliter (menyendiri) dari rusa timor jantan fase rangga muda ini diduga lebih sebagai cara untuk menghindari diri dari serangan jantan dewasa yang telah memiliki rangga keras, karena kalah bersaing. Memang ada beberapa pengecualian terutama rusa-rusa jantan yang telah adaptif, maka pada fase rangga muda mereka masih tetap terlihat berada di areal padang rumput dengan aman dan merasa tidak terganggu baik dengan rusa jantan lain maupun dengan manusia. Fenomena persaingan (kompetisi) antar pejantan lebih terlihat pada saat musim kawin (September-Desember). Rusa jantan dewasa pada fase rangga keras biasanya keluar menuju areal padang rumput dan terjadi perkelahian antar pejantan untuk memperebutkan betina. Bukan mencari makan. Biasanya pejantan yang menang menunjukkan penguasaan wilayah (teritorialitas) sementara pejantan yang kalah dan/atau yang berada pada fase rangga muda cenderung menghindar dan bergerak ke dalam hutan atau daerah ekoton diantara hutan dan padang rumput. Gambaran kondisi tersebut di atas mengharuskan setiap pengelola untuk dapat mengidentifikasi persebaran kelompok populasi atau individu-individu rusa jantan fase rangga muda dan menentukan teknik pengelolaan habitatnya agar lebih memungkinkan ketersediaan tumbuhan pakan yang cukup dan berkualitas baik sehingga dapat digunakan oleh rusa-rusa tersebut. Hal ini terutama apabila dikaitkan dengan kepentingan pengaturan pemanfaatan rusa timor sebagai komoditas ekonomi khususnya untuk menghasilkan rangga muda (velvet antler) sebagai produk utamanya.
23 SIMPULAN 1. Bentuk sebaran spasial rusa timor di Pulau Peucang adalah mengelompok dengan konsentrasi pengelompokan pada malam hari adalah di daerah pantai dari wilayah Karang Copong dan di padang rumput Pasanggrahan. 2. Kerapatan jenis vegetasi di padang rumput Pasanggrahan yang paling tinggi adalah jampang pait (Cynodon dactylon) sebagai salah satu jenis pakan rusa timor. Indeks keragaman vegetasi pakan rusa timor di Pulau Peucang berada pada kisaran rendah sampai sedang. 3. Faktor penentu keberadaan rusa di suatu tempat dipengaruhi oleh kelembaban, ketinggian, jarak dari jalur patroli, jarak dari padang rumput, dan suhu dengan persamaan regresi Y(frekeuensi kehadiran) = - 6.611 + 1.743X(kelembaban) – 1.402 X(ketinggian) – 0.317 X(jarak dari jalur patroli) + 0.170 X(jarak dari padang rumput) + 1.563 X(suhu). koefisien diterminasi R2=80.4%, p < 0,05.
24 3. HUBUNGAN PAKAN PREFERENSIAL DENGAN PRODUK RANGGAH MUDA Rusa timorensis DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
PENDAHULUAN Salah satu produk rusa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi adalah ranggah muda (velvet antler) yang digunakan sebagai bahan dasar obat China dan sebagai anti oksidan alami (Dradjat 2000; Zhou & Li 2009). Saat ini ranggah muda sangat penting sebagai suplemen untuk meningkatkan prestasi atletik dan anti penuaan utamanya karena memiliki kandungan Insulin Like Growth Factor (IGF-1) yang tinggi (Suttie & Haines 2001), glycosaminoglycans (GAGs), vitamin A dan E, mineral, asam uronat, dan asam sialat (Tuckwell 2003; Lee et al. 2007). Ranggah muda juga mengandung mineral terutama Ca (Ca), P (P), sodium (Na), Mg (Mg), Mn (Mn), selenium (Se), dan zat besi (Fe), serta mengandung 8 jenis asam amino esensial dan 15 asam amino bebas non esensial (Kawtikwar 2010). Kualitas ranggah muda dipengaruhi beberapa faktor seperti genetik, kematangan ukuran badan, umur rusa, waktu pemotongan ranggah, strain atau seleksi, dan derajat hibridisasi (Gibbs 2006) dan tahap perkembangan ranggah (Jeon et al. 2011). Selain itu, juga diketahui bahwa komposisi kimia ranggah muda berhubungan dengan jenis pakan yang dikonsumsi rusa. Hasil penelitian Esteves et al. (2008) pada rusa merah menunjukkan bahwa kandungan protein, Na, Mg dan K ranggah rusa ternyata dapat berbeda karena adanya perbedaan pakan yang dikonsumsi meskipun untuk total kandungan Ca, Fe dan Zn tidak berbeda. Kilgo dan Labisky (1995) juga menyatakan bahwa nutrisi memegang peran penting dalam mengatur perkembangan ranggah, terutama jumlah protein, Ca, P, dan Mg dalam pakan yang dikonsumsinya. Hasil penelitian Scmidt et al. (2001) dan Jeon et al. (2006) pada rusa merah (Cervus elaphus) ternyata juga menunjukkan bahwa panjang ranggah tahunan sangat terkait dengan ketersediaan dan kualitas nutrisi dan manajemen populasi yang dilakukan. Terkait dengan kualitas pakan yang dikonsumsi, di alam rusa ternyata diketahui memiliki preferensi tertentu terhadap jenis-jenis hijauan pakan sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitian Mukhtar (2004) pada Rusa timorensis di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari 91 hijauan jenis pakan rusa yang ditemukan dikonsumsi ternyata sebanyak 31 jenis diantaranya diketahui sebagai jenis yang paling sering dipilih (preferensial) terutama dari jenis rumput dan terna. Pertanyaannya, apakah kualitas pakan rusa yang direpresentasikan oleh kualitas pakan preferensial yang dikonsumsi memiliki korelasi signifikan dengan kualitas produk ranggah muda yang dihasilkan rusa. Selain faktor pakan dan tingkat konsumsinya, kualitas dan kuantitas produk ranggah muda rusa ternyata juga berbeda pada setiap kelas umur rusa dan umur panen ranggah. Umumnya rusa yang berumur lebih tua menghasilkan ranggah dengan ukuran lebih besar dan kualitas yang lebih baik dibanding rusa yang berumur lebih muda. Kualitas ranggah muda menurut grading system di New
25 Zealand didasarkan atas kombinasi antara berat, kesimetrisan, panjang dan diameter ranggah muda (Jamal et al. 2005) Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa kualitas produk ranggah muda (ranggah muda) berhubungan dengan umur rusa, umur panen ranggah serta kualitas dan tingkat konsumsi pakannya. Hasil penelitian ranggah muda pada beberapa jenis rusa yang telah dilakukan oleh Gibbs 2006; Jeon et al. 2011; dan Estevez Et al. 2006 umumnya dilakukan di daerah empat musim, sehingga menimbulkan pertanyaa, apakah hal itu juga berlaku pada rusa timor (Rusa timorensis) sebagai rusa tropis dan dipelihara di daerah tropis. Salah satu daerah sebaran Rusa timorensis di daerah tropis khususnya di Indonesia adalah di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penelitian ini dilakukan di TNUK, dengan tujuan untuk : (a) mengidentifikasi preferensi dan kualitas pakan yang disukai (preferensial) Rusa timorensis jantan dewasa fase ranggah muda di TNUK, (b) mengidentifikasi dan mencari hubungan antara kualitas produk ranggah muda Rusa timorensis di TN UK pada umur panen berbeda, dan (c) mencari ada tidaknya hubungan antara kualitas pakan preferensial dengan kualitas produk ranggah muda Rusa timorensis di TNUK. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian lapang untuk pengambilan data tentang hijauan pakan rusa, pengumpulan contoh ranggah muda rusa dilakukan di Pulau Peucang dan Pulau Handeleum Taman Nasional Ujung Kulon. Analisis nilai nutrisi pakan dan kandungan asam amino ranggah muda dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) Fakultas Peternakan IPB, sedangkan analisis mineral pakan rusa dan mineral ranggah dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor. Penelitian dilakukan selama bulan Desember sampai Juli 2012. Materi Penelitian Materi yang digunakan untuk menganalisis tingkat preferensi pakan rusa di TN Ujung Kulon adalah semua tumbuhan yang diketahui sebagai pakan Rusa timorensis. Mengacu pada Mukhtar (2004) maka jumlah jenis tumbuhan pakan rusa di Pulau Peucang sekitar 91 jenis. Analisis nilai gizi pakan rusa digunakan sepuluh jenis yang memiliki tingkat preferensi tinggi berdasarkan hasil analisis preferensi. Analisis kualitas produk ranggah muda digunakan 5 ekor rusa timor jantan yang berumur lebih dari 3 tahun, masing-masing satu ekor dari Pulau Peucang dan empat ekor dari Pulau Handeuleum. Kelima ekor rusa jantan tersebut dibedakan menjadi tiga kategori umur panen ranggah yakni umur panen 55 hari (2 ekor), 60 hari (2 ekor) dan 65 hari (1 ekor). Masing-masing produk ranggah dari ketiga kategori usia panen ini selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk analisis kandungan mineral dan asam amino ranggah. Metode Penelitian Preferensi dan Kualitas Pakan Rusa timorensis Pengambilan data untuk menganalisis preferensi pakan dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapang, yakni di jalur-jalur pengamatan dimana rusa
26 jantan fase ranggah muda diketahui sedang melakukan aktivitas makan. Identifikasi jenis tumbuhan yang dimakan didasarkan pada bekas renggutan rusa, sehingga semua jenis tumbuhan pakan yang dijumpai di jalur-jalur pengamatan sebagai bekas dimakan atau direnggut rusa dicatat sebagai jenis pakan rusa. Pengambilan sampel jenis pakan untuk analisis proksimat dan mineral diambil secara langsung dari hasil pengamatan jenis pakan yang sering di konsumsi. Tingkat keseringan (frekuensi) sesuatu jenis tumbuhan pakan dimakan menggambarkan tingkat kesukaan atau preferensi pakan tersebut. Untuk menentukan beda rata-rata pemilihan diantara jenis-jenis tumbuhan yang dimakan, maka semua data yang terkumpul dianalisis dengan uji Chi Square (Gaspersz, 1994), sedangkan untuk menentukan tingkat kesukaan (preferensi) suatu jenis pakan dilakukan dengan cara penentuan indeks Neu (Neu et al. 1974). Kriteria yang digunakan didasarkan pada pembobotan nilai w (indeks preferensi pakan), yakni apabila nilai w > 1 berarti jenis pakan itu disukai, dan apabilai nilai w < 0 berarti jenis pakan tersebut tidak disukai, dan indeks distandarkan (b) dengan membagi dengan jumlah w. Berdasarkan hasil analisis preferensi tersebut, dipilih sepuluh jenis pakan yang memiliki preferensi tinggi untuk digunakan sebagai bahan untuk keperluan analisis kandungan nutrisi pakan Bahan Kering (BK), Kadar abu, Protein Kasar, serat kasar, lemak kasar, mineral makro berupa Ca, P, Mg, dan S, serta mineral mikro berupa Mn, Zn, Cu. Analisis kandungan nutrisi ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi kualitas pakan rusa di TN Ujung Kulon. Kualitas Produk Ranggah Muda Rusa timorensis Penentuan kualitas produk ranggah muda Rusa timorensis dilihat dari dua aspek yakni : (1) aspek ukuran morfometrik ranggah meliputi panjang ranggah utama, diameter ujung ranggah utama, diameter tengah ranggah utama, diameter pangkal ranggah utama, dan (2) aspek kandungan mineral dan asam amino ranggah. Pengujian perbedaan kualitas ranggah dilakukan pemotongan pada tiga kelompok umur panen berbeda yakni 55 hari , 60 hari, dan 65 hari.
Gambar 3.1 Teknik pengukuran ranggah muda rusa timorensis hasil panen A. Panjang ranggah utama, B. Panjang ranggah cabang, C. Diameter ujung ranggah utama, D. Diameter tengah ranggah utama, E. Diameter bawah ranggah utama
27 Pengambilan ranggah muda dilakukan setelah rusa terlebih dahulu dibius dengan teknik anestasi total menggunakan sumpit dengan bahan bius berupa kombinasi Xylazine hydrochloride 0.01 ml/kg berat badan dan Ketamin 0.05 ml/kg berat badan. Data morfometrik rusa diambil meliputi berat badan, panjang badan, tinggi badan, dan lingkar dada. Pemotongan ranggah muda dilakukan 2 cm di atas pedikel menggunakan gergaji steril, bekas luka diobati dengan Limoxin spray dan pasca pemotongan ranggah muda diletakkan pada posisi terbalik untuk menghindari pengucuran darah secara terus-menerus yang menyebabkan pengaruh terhadap ranggah muda. Dilakukan penimbangan berat ranggah, pengukuran panjang, diameter ranggah. Ranggah panenan selanjutnya dibungkus dengan aluminium foil dan dimasukkan ke dalam boks es untuk keperluan analisis kandungan mineral dan asam amino di laboratorium. Sebelum dianalisis di laboratorium ranggah muda tersebut terlebih dahulu dikeringkan dan dijadikan bubuk (tepung).
Gambar 3.2. Teknik pengukuran morfometri rusa timor Penentuan gambaran kondisi kualitas produk ranggah rusa di TN Ujung Kulon, maka semua data yang dikumpulkan dihitung nilai rataannya baik dari aspek morfometrik (ukuran) ranggah maupun kandungan mineral dan asam aminonya. Tabel 3.1 Klasifikasi ranggah muda rusa merah (Cerphus elaphus) menurut NZIA. 2008 Klasifikasi A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 E
Cabang bawah 1 2 1 2 1 2 1 2 N/A
Lingkar ranggah (cm) 16 - 18 16 - 18 14,5 - 16 14,5 – 16 13 - 14,5 13 – 14,5 11,5 – 13 11,5 – 13 < 11,5
28 Hubungan Umur Panen Ranggah Muda dengan Kualitas Produk Ranggah Muda Rusa timorensis Patokan untuk menentukan gambaran kondisi kualitas produk ranggah khususnya dari aspek ukuran dilakukan dengan membandingkan dengan Ranggah muda grading New Zealand Industry Agreed. SuperA (SA) Premium berat minimum 2.3 kg cabang 2, ukuran lingkar ranggah utama > 18 Cm, SAT (traditional) berat 1.8 kg, cabang 2, ukuran lingkar ranggah utama > 18cm, SA berat 1.8 kg, cabang 1 atau 2, ukuran lingkar ranggah 18 cm.Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara umur panen ranggah dengan kualitas produk ranggah muda Rusa timorensis maka dilakukan uji korelasi Pearson dengan IBM SPSS statistics 20 Hubungan Kualitas Pakan Preferensial dengan Kualitas Produk Ranggah Muda Rusa timorensis Untuk mengetahui dan membuktikan pendapat Kilgo dan Labisky (1995), Scmidt et al.(2001) dan Jeon et al. (2006) bahwa ada hubungan antara kualitas nutrisi dengan kualitas produk ranggah muda pada rusa merah juga berlaku pada Rusa timorensis, maka dilakukan analisis hubungan (korelasi) kualitas pakan yang disukai (preferensial) dengan kualitas produk ranggah muda Rusa timorensis. Data yang digunakan untuk uji korelasi ini adalah data kandungan mineral pakan dan kandungan mineral ranggah muda. Uji korelasi dilakukan dengan mengacu pada Jeon et al. (2006), Estevez et al.(2008) HASIL DAN PEMBAHASAN Preferensi dan Kualitas Tumbuhan Pakan Preferensial Rusa timorensis di TNUK Preferensi pakan Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa dari 91 jenis hijauan pakan rusa di Pulau Peucang ternyata ditemukan sebanyak 11 jenis yang diktahui sebagai jenis yang disukai atau yang paling sering dikonsumsi oleh rusa jantan dewasa fase ranggah muda. Hasil uji statistik (Chi Square -χ²) terhadap tingkat kesukaan (preferensi) jenis-jenis tumbuhan pakan yang dikonsumsi tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P < 0.05) (Tabel 3.2). hal ini menandakan bahwa dari ke-11 jenis hijauan pakan yang ditemukan paling sering dikonsumsi rusa jantan dewasa fase ranggah muda ternyata setiap jenis memiliki tingkat preferensi yang berbeda-beda. Hasil perhitungan indeks Neu – w (Neu et al, 1974) untuk menentukan jenis-jenis yang memiliki tingkat preferensi tertinggi menunjukkkan bahwa dari ke-11 jenis tersebut ternyata ada lima jenis yang memiliki tingkat preferensi tertinggi atau paling disukai dengan indeks Neu w >1 berturut-turut rumput lapang, ketapang, waru, kanyere laut dan bungur (Tabel 3.3). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum rusa timor memiliki preferesni lebih tinggi terhadap rumput sebagai pakan utamanya dengan indeks preferensi tertinggi (w=1.3706) dibandingkan dengan jenis-jenis tumbuhan pakan
29 lainnya. Di Queenland rusa timor lebih menyukai habitat padang rumput yang berdekatan dengan semak belukar yang lebat atau hutan yang memungkinkan dapat beristirahat pada waktu siang hari. Rusa timor bersifat grasser, namun juga dapat bersifat sebagai browser tergantung pada musim dan ketersediaan pakan (Tucwell 1988). Tabel 3.2 Hasil uji perbedaan (χ²) pemilihan jenis pakan oleh rusa timor jantan dewasa fase ranggah muda di Pulau Peucang TN Ujung Kulon No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Lokal Rumput lapang Ketapang Waru Kanyere Laut Bungur Kikampak Kituak Tongtolop Lame peucang Butun Melinjo/tangkil
Jenis Pakan Nama Ilmiah Axonopus compressus Terminalia catapa Hibiscus tiliaceus Dendrolobium umbellatum Lagerstroemia speciosa Hernsdia peltata Canarium asperum Pterocymbium tinctorium Alstonia scholaris Baringtonia asiatica Gnetum gnemon Jumlah
Frekuensi (a) 35 35 30 19 15 17 8 15 18 12 20 224
Proporsi (p) 0.15 0.15 0.13 0.08 0.06 0.07 0.03 0.06 0.08 0.05 0.09
Observasi (Oi) 35 34 27 17 11 9 4 7 7 4 6 161
Harapan (Ei) 24.15 24.15 20.93 12.88 9.66 11.27 4.83 9.66 12.88 8.05 14.49
(Oi-Ei)2/ Ei 4.87 4.02 1.76 1.32 0.19 0.46 0.14 0.73 2.68 2.04 4.97 23.19
Hasil penelitian ini dapat dikatakan kembali menegaskan bahwa secara umum rusa timor memang tergolong sebagai pemakan rumput (grasser) sebagaimana dinyatakan oleh beberapa hasil penelitian terdahulu. Semiadi & Nugraha (2004) mendapatkan bahwa rusa timor lebih dominan mengkonsumsi rerumputan dengan aktivitas di alamnya lebih cenderung mengarah ke padang savanah. Wirdateti et al. (2005) menemukan rusa timor lebih menyukai jenis rumput dan legum dengan lebih besar proporsi waktunya untuk aktvitas merumput (31.17%), sebagaimana hasil penelitian Spaggiari &Wichatitsky (2006) bahwa rusa lebih menyukai padang rumput dengan proporsi keberadaannya 0.652. Sunarno (2006) juga menemukan bahwa rusa timor lebih menyukai rumput jukut pait (Axonophus compressus) dengan indeks palatabilitas 0,875, sebagaimana juga ditemukan oleh Hasnawati (2006) pada rusa totol (Axis axis). Tabel 3.3 Preferensi pakan rusa timorensis berdasarkan indeks Neu (Neu et al, 1974) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis pakan Nama lokal Nama ilmiah Rumput lapang Axonopus compressus Ketapang Terminalia catapa Waru Hibiscus tiliaceus Kanyere Laut Dendrolobium umbellatum Bungur Lagerstroemia speciosa Kikampak Hernsdia peltata Kituak Canarium asperum Tongtolop Pterocymbium tinctorium Lame peucang Alstonia scholaris Butun Baringtonia asiatica Melinjo/tangkil Gnetum gnemon Jumlah
a 35 35 30 19 15 17 8 15 18 12 20 224
p 0.15 0.15 0.13 0.08 0.06 0.07 0.03 0.06 0.08 0.05 0.09
n 35 34 27 17 11 9 4 7 7 4 6 161
u 0.21 0.20 0.16 0.10 0.06 0.05 0.02 0.04 0.04 0.02 0.04
w 1.3706 1.3314 1.2335 1.2263 1.0051 0.7256 0.6853 0.6396 0.5330 0.4569 0.4112 9.61851
b 0.1440 0.1399 0.1296 0.1288 0.1056 0.0762 0.0720 0.0672 0.0560 0.0480 0.0432 1.01039
a=perjumpaan jenis pakan, p=proporsi perjumpaan pakan, n=perjumpaan pakan dimakan, u=proporsi perjumpaan pakan dimakan, w=indeks preferensi pakan, b= indeks preferensi distandarkan
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa selain dominan sebagai pemakan rumput (grasser) sebenarnya rusa timor juga diketahui mengkonsumsi semak (browser), karena selain dominan melakukan aktivitas merumput di
30 padang rumput (grazing area), ada juga rusa yang diketahui melakukan aktivitas di dalam hutan dengan mengkonsumsi semak belukar diduga karena adanya persaingan didalam pemanfaatan padang rumput sebagai areal merumput utama (main feeding ground). Hasil pengamatan di Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) menunjukkan bahwa rusa jantan dewasa fase ranggah muda lebih menyukai padang rumput sebagai areal merumput sepanjang hari, sementara di Pulau Peucang TNUK diduga karena terjadi persaingan dengan rusa-rusa jantan fase ranggah keras dan terbatasnya areal padang rumput (hanya 0.5 ha) maka rusa jantan dewasa fase ranggah muda selain memanfaatkan padang rumput juga cenderung memanfaatkan areal berhutan untuk aktivitas makan dengan mengkonsumsi semak. Kualitas pakan preferensial Gambaran kualitas pakan rusa timor di TNUK dari kandungan nutrisi utama dan kandungan mineral makro dan mikro yang dianalisis dari 11 jenis tumbuhan pakan yang diketahui disukai (preferensial) seperti disebutkan di atas (Tabel 3.3). Rataan kandungan nutrisi hasil analisis proksimat dari kesebelas jenis tumbuhan pakan yang disukai (preferensial) disajikan pada Tabel 3.3 Gambaran kondisi nutrisi dari jenis-jenis pakan preferensial tersebut di atas dapat dinyatakan tidak terlalu berbeda dengan formula pakan komersial untuk rusa di Korea terutama dilihat dari kandungan bahan kering dan protein kasar namun relatif lebih tinggi untuk kandungan abu dan serat kasar, sementara kandungan P (P) lebih rendah. Adapun formula pakan komersial untuk rusa Korea terdiri dari bahan kering 87.8%, protein kasar 16.2%, abu 5.2 %, serat kasar 5.2 %, Ca 0.15 - 0.99 %, dan P 0.50 – 1.50 % (Kwak et al. 1994). Kualitas pakan preferensi rusa timor di TN Ujung Kulon dapat dinyatakan jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan kandungan nutrisi dari pakan campuran yang terdiri dari enam jenis tumbuhan pakan yang pernah diberikan kepada rusa timor di Hutan Penelitian Bogor (Takandjandji 2009) yakni dengan kandungan bahan kering 39.74%, protein kasar 7.1 %, serat kasar 19.23 %, BETN 19.28 %, abu 4,29 mineral Ca 0.39% dan P 0.22 % Tabel 3.4 Rataan jumlah kandungan nutrisi dari sebelas jenis tumbuhan pakan preferensial rusa timor di Taman Nasional Ujung Kulon No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Kategori Nutrisi Nutrisi utama Bahan Kering (BK) (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) (%) Mineral Makro Phospor (P) (%) Kalium (K) (%) Kalsium (Ca) (%) Magnesium (Mg) (%) Natrium (Na) (%) Mineral Mikro Mangan (Mn) (ppm) Cuprum (Cu) (ppm) Zing (Zn) (ppm) Brom (B) (ppm) Aluminium (Al) (ppm)
Jumlah Kandungan (x ± sd)
Kisaran
86.86 ± 2.12 10.04 ± 5.13 14.99 ± 5.54 25.18 ± 5.99 2.65 ± 0.44 34.02 ± 11.37
83.42 – 89.70 6.61 – 19.53 6.11 – 21.20 14.95 – 33.25 2.05 – 2.97 18.79 – 53.34
0.2 ± 0.1 1.2 ± 0.8 1.4 ± 0.9 0.4 ± 0.2 0.13 ± 0.10
0.1 – 0.34 0.36 – 1.82 0.15 – 5.94 0.28 – 0.71 0.05 – 0.40
53 ± 51 6±4 14 ± 9 43 ± 18 153 ± 188
12 - 129 2 - 16 7 – 48 13 – 74 7 - 602
31 Pada Rusa Sambar konsumsi 2.43 kg bahan kering 0.66 kg protein kasar 2.15 kg bahan organik 0.37 kg serat kasar (Afzalani et al. 2008). Kebutuhan protein kasar optimal 19.5 % , total kebutuhan harian kecernaan protein kasar 315 g kecernaan protein kasar /hari (Gao et al. 2003), Konsumsi bahan kering ransum pada rusa dengan kandang model terbuka dan kandang model panggung masingmasing sebesar 1.570 kg dan 1.440 kg (Gersetiasih 2007), kecukupan kandungan protein pakan untuk pemeliharaan dan produksi adalah 4 – 9% dan 16 – 22 % (Dryden 2011) Kualitas Produk Ranggah Muda Rusa timorensis di TN Ujung Kulon Ukuran Berat dan Panjang Ranggah Muda Rusa timorensis pada Umur Panen Berbeda Hasil pengukuran produk ranggah muda rusa timor di TN Ujung Kulon pada umur panen 55 hari, 60 hari dan 65 hari menunjukkan bahwa semakin lama umur panen maka ukuran semakin berat dan lebih panjang. Nilai rataan umum untuk berat ranggah sebesar 1032 ± 222.5 g dan panjang ranggah 35 ± 8 cm (Tabel 3.5). Jeon et al. (2008) juga menyatakan bahwa berat dan panjang ranggah muda rusa yang dipanen pada umur ranggah muda 60 hari lebih besar daripada ukuran ranggah yang dipanen pada umur panen 40 hari. Tabel 3.5 Rataan berat dan panjang ranggah muda rusa timor pada umur panen berbeda diTN Ujung Kulon Umur panen ranggah muda (hari)
Berat (kg)
Ukuran Ranggah Muda Panjang (cm) Diameter (cm)*
55 0.850 ± 0.007 29 ± 4 3.3 ± 0.7 60 1.005 ± 0.007 37 ± 11 3 ± 0.7 65 1,450 ± 0.0 43 ± 0 3.1 ± 0 Rerata 1.032 ± 0.249 35 ± 8 3.1 ± 0.5 *) Rataan diameter ujung, tengah dan bawah ranggah muda utama
lingkar ranggah (cm) 10.4 9.4 9.7 9.7
Apabila dikaitkan dengan standar ukuran ranggah muda yang dikategorikan baik (grade A) yakni dengan panjang ranggah sekitar 45 cm (ranggah muda grading New Zealand Industry Agreed), maka untuk mendapatkan strandar produk ranggah muda rusa timor di TN Ujung Kulon yang mendekati strandar grade E berdasarkan lingkar ranggah muda rusa merah. Ranggah muda rusa timor TNUK dipanen pada umur minimum 60 hari (2 bulan) didapatkan hasil rataan berat optimum 1.45 kg dan rataan panjang ranggah muda 36.75 ± 10.96 cm. Drajat (2005) menyatakan bahwa untuk keperluan pemanfaatan bahan aktif yang terkandung di dalam ranggah muda rusa timor, maka umur panen ranggah dibatasi waktu tidak lebih 2 bulan atau dengan over growth 0.5 cm. Semiadi dan Nugraha (2004) menyatakan bahwa kriteria pemanenan ranggah mengikuti bentuk bagian ujung ranggah utama (main beam) yaitu sebelum terjadi percabangan ranggah atau bila mulai terjadi percabangan tidak lebih dari 5 mm. Pemanenan ranggah muda yang melebihi jangka waktu 2 bulan akan mengurangi kualitas. Hasil analisis korelasi Pearson antar parameter morfometri rusa dengan ranggah muda menunjukkan ada hubungan yang kuat antara berat ranggah muda dengan umur rusa (r = 0.892) dan antara berat ranggah muda terhadap umur
32 ranggah muda panen (r = 0.939), antara panjang ranggah muda dengan lingkar dada (r = 0.945) (Tabel 3.6). Tabel 3.6 Hubungan antara parameter morfometrik rusa dan ranggah Berat Panjang Diameter Umur Umur Berat Panjang Lingkar RM RM RM rusa RM rusa badan dada (kg) (cm) (mm) (th) (bln) (kg) (cm) (cm) PR (cm) KP 0.671 DR(mm) KP -0.035 -0.447 UR (th) KP 0.892* 0.859 -0.107 Ur (hr) KP 0.939* 0.713 -0.222 0.922* BB (kg) KP 0.084 -0.276 0.791 -0.127 -0.243 PB (cm) KP 0.784 0.822 0.068 0.963** 0.796 -0.015 LD (cm) KP 0.786 -0.431 0.827 0.749 -0.110 0.738 0.945* TB (cm) KP 0.784 0.817 -0.517 0.873 0.931* -0.536 0.738 0.786 RM=ranggah muda, PR=panjang ranggah muda, DR=diameter ranggah muda, UR=umur rusa, Ur=Umur ranggah muda, BB=bobot badan, PB=panjang badan, LD=lingar dada, TB=tinggi badan
Hubungan yang kuat antara berat ranggah panen dengan umur ranggah panen, mengindikasikan bahwa semakin lama ranggah muda di panen memiliki kecenderungan semakin berat ranggah panen. Namun untuk pemanenan yang optimal dilakukan pada umur ranggah 2 bulan atau 60 hari sebagaimana dikemukakan oleh Drajat (2005), Semiadi dan Nugaraha (2004), Jeon et al. (2008) dan Tseng et al.(2012) Kandungan Mineral dan Asam Amino Ranggah Muda Rusa Timorensis pada Umur Panen Berbeda Hasil analisis kandungan mineral (makro dan mikro) dan asam amino dari ranggah muda rusa timor di TN Ujung Kulon yang dipanen pada umur panen berbeda masing-masing disajikan pada Tabel 3.7 Pada Tabel 3.7 dapat dilihat bahwa secara relatif kandungan mineral makro dan mikro dari ranggah muda rusa timor di TN Ujung Kulon menunjukkan ada perbedaan pada umur panen berbeda meskipun hasil analisis statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (P> 0.05). Tabel 3.7 Mineral makro dan mikro pada ranggah muda utuh Rusa timorensis pada umur panen berbeda di TN Ujung Kulon Umur Panen Ranggah (hari) 55 60 65
Mineral Makro (%) Ca Mg 13.68 ± 4.55a 0.39 ± 0.14a 13.30 ± 2.12a 0.34 ± 0.03a a 14.97 ± 2.41 0.43 ± 0.06a Mineral Mikro (ppm) Fe Mn Cu 55 324 ± 244.45a 3 ± 2.71a 3.25 ± 1.89a 60 235 ± 65.59a 1.8 ± 0.96a 2 ± 0.82a a a 65 157 ± 58.69 1 ± 0.0 1.5 ± 0.71a Huruf superskrip pada kolom yang sama menunjukkan tidak nyata ( p > 0.05). P 7.08 ± 1.75a 6.43 ± 1.69a 5.47 ± 2.79a
S 0.19 ± 0.08a 0.16 ± 0.06a 0.13 ± 0.08a Zn 70.5 ± 13.63a 82 ± 15.64a 73.5 ± 7.78a
33 Gambaran kualitas ranggah tersebut menunjukkan bahwa secara relatif kandungan mineral makro yakni P dan S cenderung menurun dengan bertambahnya umur panen, sementara kandungan Ca cenderung meningkat dengan bertambahnya umur panen sedangkan Mg bersifat fluktuatif. Pola yang relatif sama juga terlihat pada kandungan mineral mikro yakni berkurang dengan bertambahnya umur panen. Kondisi ini sejalan dengan pernyataan Gibbs (2006) bahwa pemanenan ranggah yang melebihi jangka waktu 2 bulan (60 hari) mengurangi kualitas, karena terjadinya peningkatan kadar Ca dan P dan menurunkan kadar bahan aktif yang terkandung di dalam ranggah. Artinya kualitas ranggah dipengaruhi oleh waktu pemotongan atau umur panen. Dilihat dari kadar Ca dan besi (Fe) ranggah muda, hasil penelitian ini menunjukkan kadar Ca pada umur panen 55 hari, 60 hari dan 65 hari berturutturut sebesar 13.7%, 13.3% dan 14.97 % atau cenderung meningkat dengan bertambahnya umur panen, sedangkan kadar Fe berturut-turut pada umur panen 55 hari 324.25 ppm, umur 60 hari = 235.25 ppm, dan 65 hari= 156. 5 ppm atau cenderung menurun sejalan bertambahnya umur panen ranggah. Apabila rataan kandungan Ca dan Fe ini digunakan sebagai acuan dalam penggunaannya untuk uji kilinis anti oksidan, maka umur panen ranggah yang dipandang optimum adalah umur 55-60 hari atau tidak lebih dari dua bulan, sesuai hasil penelitian Tseng et al. (2012) yang menggunakan produk ranggah muda rusa dengan kombinasi darah dengan rataan kadar Ca 13.2% dan Fe 434 ppm ternyata diketahui efektif untuk uji anti oksidan pada mencit. Tabel 3.8 Kandungan asam amino ranggah muda Rusa timorensis pada umur panen berbeda di TN Ujung Kulon No
Umur Panen Ranggah Muda (hari) Asam amino 55 60 65 2 ± 0.4b 2 ± 0.4b 3 ± 0.2a 1 Alanine (Ala) 3 ± 0.7a 4 ± 0.7a 4 ± 0.7a 2 Arginine (Arg)*) b b 8±2 9±2 12 ± 2a 3 Aspartic acid (Asp) c b 15 ± 2 17 ± 1 22 ± 2a 4 Glutamic acid (Glu) a a 4 ± 0.7 4 ± 0.7 5 ± 1a 5 Glysine (Gly) *) b b 2 ± 0.4 3 ± 0.4 3 ± 0.5a 6 Histidine (His) *) c b 4 ± 0.6 5 ± 0.7 7 ± 0.2a 7 Isoleucine (Ile) *) c b 4 ± 0.6 5 ± 0.6 7 ± 0.1a 8 Leucine (Leu) *) c b 3 ± 0.3 3 ± 0.3 4 ± 0.3a 9 Lysine (Lys) *) c b 2 ± 0.2 2 ± 0.1 3 ± 0.4a 10 Methionine (Met) *) c b 3 ± 0.2 3 ± 0.3 4 ± 0.3a 11 Phenylalanine (Phe) c b 4 ± 0.6 5 ± 0.5 7 ± 0.5a 12 Proline (Pro) b b 3 ± 0.5 3 ± 0.4 4 ± 0.6a 13 Serine (Ser) c b 2 ± 0.2 2 ± 0.2 2 ± 0.1a 14 Cystein (Sis) *) a a 3 ± 0.9 7 ± 0.9 4 ± 0.6a 15 Threonine (Thr) c b 2 ± 0.5 3 ± 0.4 3 ± 0.2a 16 Tryptophan (Tyr) *) b b 2 ± 0.4 2 ± 0.4 3 ± 0.1a 17 Valine (Val) Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (p> 0.05).
Drajat (2005), juga menyatakan bahwa untuk keperluan pemanfaatan kandungan bahan aktif ranggah, maka waktu pemanenan ranggah yang optimum dibatasi tidak lebih 2 bulan (60 hari) atau dengan over growth 0.5 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar mineral pada ranggah yang berumur 65 hari tidak berbeda nyata dengan umur ranggah yang lebih muda, artinya di alam
34 kondisi over growth hingga 5 cm masih dapat dimanfaatkan meskipun Dradjat (2000) dan Semiadi dan Nugraha (2004) juga memberikan batasan maksimum over growth adalah 0.5 cm. Berdasarkan uraian tersebut maka umur panen ranggah muda rusa timor yang dipandang optimum untuk menghasilkan kandungan mineral dan/atau bahan aktif yang baik dan efektif adalah umur panen 55-60 hari dengan batasan maksimum over growth 0.5 cm. Dilihat dari kandungan asam amino (Tabel 3.8), hasil analisis 17 asam amino yang terkandung di dalam ranggah muda rusa timor hampir semuanya menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) pada umur panen berbeda, dengan pola hubungan semakin tinggi umur panen ranggah maka secara relatif semakin tinggi pula kandungan asam aminonya. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Jeon et al. (2008) yang menyatakan kandungan protein kasar lebih tinggi pada umur panen ranggah 40 hari dibanding pada umur panen 60 hari, demikian juga halnya dengan komponen asam aminonya. Perbedaan ini terjadi karena selang waktu yang digunakan berbeda, penelitian ini hanya berselang 5 hari, sedang penelitian Jeon et al. 2008 selang waktu 20 hari. Hubungan antara Kualitas Pakan Preferensial dengan Kualitas Produk Ranggah Muda Rusa timorensis di TN Ujung Kulon Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan kualitas pakan preferensial dengan kualitas produk ranggah muda, maka dalam penelitian ini dilakukan analisis hubungan antara kandungan mineral dan asam amino pakan dengan kandungan mineral dan asam amino ranggah muda rusa timor. Hasil analisis selengkapnya dapat diuraikan sebagai berikut: Hubungan Mineral Pakan Preferensial dengan Mineral Ranggah Muda Rusa timorensi Hasil korelasi pearson antara mineral pakan dengan mineral ranggah menunjukkan bahwa hanya P yang memiliki korelasi positif cukup tinggi (r = 0.708) sedang mineral lain tidak memiliki hubungan yang kuat, sedang mineral mikro Mg, Mn, dan Cu pada pakan preferensial memiliki korelasi yang sangat kecil terhadap mineral mikro pada ranggah panen. Hasil ini menandakan bahwa pakan prefernsial yang diambil sebagai contoh analisis proksimat dan mineral masih belum cukup menentukan terhadap besaran kandungan mineral ranggah atau terdapat jenis pakan lain yang tidak dikonsumsi dalam jumlah banyak, namun menentukan komposisi mineral pada ranggah panen. Gambaran korelasi antara mineral pada pakan preferensial dengan mineral pada ranggah panen disajikan dalam Tabel 3.9. Tabel 3.9. Hubungan antara mineral pakan dengan mineral ranggah Mineral Phosphor (P) Calcium (Ca) Magnesium (Mg) Mangan (Mn) Cuprum (Cu) Zink (Zn)
Pakan 0.19 ± 0.08 1.9 ± 1.60 0.2 ± 0.42 41.7 ± 36.4 6.9 ± 4.63 22.1 ± 13.7
Ranggah muda antler 6.6 ± 1.65 13.7 ± 3.16 0.1 ± 0.32 2.1 ± 1. 85 2.4 ± 1.43 75.7 ± 13.45
korelasi (r) 0.708 0.434 -0.167 -0.110 -0.195 0.299
35 Hubungan Kandungan Protein Pakan Preferensial dengan Kandungan Asam Amino Ranggah Muda Rusa timorensis Hasil analisis menunjukkan bahwa protein kasar (PK) pada pakan memiliki korelasi yang rendah terhadap asam amino pada ranggah, ini diduga karena pakan preferensial belum mewakili jenis pakan yang mampu merepresentasikan kandungan asam amino pada ranggah. Tabel 3.10 Hubungan antara Protein Kasar pada pakan dengan Asam amino ranggah muda rusa timor di habitat alami Protein kasar
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) 55 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) 60 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) **. Korelasi signifikan pada taraf 0.01
55 -,516 ,295
Umur 60 -,510 ,301 1,000** ,000
65 -,532 ,277 ,997** ,000 ,996** ,000
SIMPULAN 1. Ditemukan sebelas jenis tumbuhan pakan yang diidentifikasi sebagai jenis yang disukai dengan lima jeni diantaranya tergolong paling disukai yakni dua jenis termasuk rerumputan yaitu Axonopus compressus dan Cynodon dactylon, dan tiga jenis tergolong non rumput yaitu Hibiscus tiliaceus, Dendrolobium umbellatum, Lagerstroemia. Jenis-jenis tumbuhan pakan tersebut menunjukkan kualitas nutrisi berbeda. 2. Terdapat hubungan nyata antara umur panen ranggah dengan berat ranggah dimana semakin tinggi umur semakin tinggi pula berat ranggah. Lingkar dada memiliki hubungan kuat dengan panjang ranggah muda panen dan 3. Kandungan mineral ranggah muda menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata (P>0.05) pada umur panen berbeda, sedangkan untuk kandungan asam amino menunjukkan ada hubungan nyata (P<0.05) yakni semakin tinggi umur panen semakin tinggi pula kandungan asam aminonya. 4. Hasil ini menunjukkan bahwa umur panen ranggah muda optimum adalah 60 hari dengan toleransi over growth 5 cm atau pada umur panen maksimum 65 hari. Semakin tinggi umur panen (>65 hari) maka semakin rendah kualitas ranggah muda rusa timor. 5. Terdapat hubungan nyata antara mineral P dan protein esensial pakan preferensial dengan kandungan mineral dan asam amino pada ranggah muda rusa timor. Protein kasar pada pakan belum cukup mewakili kandungan protein pada ranggah panen.
36 4. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PRODUK RANGGAH MUDA RUSA TIMOR (Rusa timorensis) DI PENANGKARAN PENDAHULUAN Upaya pengembangan pemanfaatan rusa timor sebagai komoditas ekonomi di luar habitat alami (ex situ) melalui usaha penangkaran rusa terus digalakkan. Mempertimbangkan potensi dan prospek ekonominya terutama sebagai penghasil daging, maka sejak akhir tahun 1990an pemerintah Indonesia melalui Menteri Pertanian Republik Indonesia telah menetapkan rusa sebagai satwa harapan untuk dikembangkan sebagai hewan ternak. Kementerian Kehutanan sebagai pemegang otoritas pengelolaan (management authority) rusa sebagai satwa liar juga telah mengambil kebijakan pemanfaatan rusa timor menjadi lebih mudah dengan melimpahkan kewenangan pemberian ijin pemanfaatannya kepada Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dan pemerintah daerah. Pada saat sekarang rusa berstatus sebagai satwa dilindungi dengan kondisi populasi yang cenderung terus menurun dari waktu ke waktu bahkan diperkirakan mencapai 10% dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, maka upaya pengembangan pemanfaatannya berupa daging dengan cara membunuhnya mulai dikurangi. Ranggah muda merupakan salah satu produk alternatif rusa yang mempunyai prospek eknomi tinggi yang dapat dimanfaatkan tanpa harus membunuh rusa. Santosa et al. (2012) melaporkan bahwa penjualan ranggah muda rusa diperkirakan dapat memberikan keuntungan sebesar 164.46%. Di Australia, New Zealand, Cina, Korea, dan Jepang usaha pengembangan penangkaran rusa dengan tujuan menghasilkan produk ranggah muda sebagai komoditas ekonomi utamanya terus berkembang. Hal ini terjadi karena ranggah muda diketahui memiliki khasiat sebagai bahan obat untuk berbagai jenis pengobatan penyakit pada manusia, baik orang dewasa maupun anak-anak. Hasil penelitian Chen et al. (2012) melaporkan dengan memberikan serbuk dari ranggah muda rusa Elk secara terus menerus pada indukan mencit ternyata dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan fisik dan syaraf pada mencit turunannya. Kuo et al. (2012) melaporkan bahwa pemberian serbuk ranggah muda rusa sambar ternyata berdampak positif mengurangi gejala asma pada orang yang mengkonsumsinya. Tuckwell (2003) dan Lee et al.(2007) menyatakan bahwa saat ini ranggah muda sangat penting digunakan sebagai suplemen untuk meningkatkan prestasi atletik dan anti penuaan terutama karena diketahui memiliki kandungan Insulin Like Growth Factor (IGF-1), Glycosaminoglycans (GAGs), vitamin A dan E, mineral, asam uronat, dan asam sialat. Tseng et al. (2012) juga melaporkan bahwa hasil analisis ranggah muda dan darah ranggah muda mengandung protein, GlycoInsulin-like growth factor-1, cholesterol Ca dan besi yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sementara Kawtikwar et al.(2010) menyatakan bahwa didalam ranggah muda terkandung mineral Ca, P, Na, Mg, Mn, Se, dan Fe, mengandung 8 jenis asam amino esensial dan 15 asam amino bebas non esensial. Hasil penelitian pada beberapa jenis rusa seperti rusa merah (Cervus elaphus), rusa Sika (Cervus nippon), Fallow (Dama dama), Wapiti (Cervus elaphus sp) yang dipelihara di lingkungan empat musim menunjukkan bahwa kualitas produk ranggah muda rusa dipengaruhi oleh dan/atau berhubungan
37 dengan banyak faktor baik internal rusa maupun eksternal rusa atau faktor lingkungan seperti kualitas pakan rusa. Gibbs (2006) melaporkan bahwa kualitas produk ranggah muda dipengaruhi beberapa faktor seperti umur rusa, genetik, kematangan, ukuran badan, waktu pemotongan, strain atau seleksi, dan derajat hibridisasi. Bartos et al (2007) menyatakan bahwa secara genetik, karakter kelamin sekunder yang kuat juga akan menjamin kualitas ranggah secara turun temurun (herediter), sedang Jeon et al. (2011) menyatakan kualitas ranggah muda sangat kuat dipengaruhi tahap perkembangan ranggah. Menurut Estevez et al. (2008) komposisi ranggah menggambarkan jenis pakan yang dikonsumsinya. Diketahui kandungan protein, Na, Mg, dan K pada ranggah muda dapat berbeda dengan pakan yang berbeda, meskipun untuk total Ca, Fe dan Zn diketahui tidak berbeda. Menurut Scmidt et al. (2001) dan Jeon et al. (2006) pada rusa merah (Cervus elaphus), panjang ranggah tahunan dapat digunakan sebagai penduga ketersediaan dan kualitas nutrisi, serta kondisi populasi. Diketahui pula bahwa ukuran ranggah berkaitan dengan umur, kesehatan dan genetik rusa jantan. Kecukupan nutrisi dan managemen populasi yang baik akan menjamin kesehatan rusa jantan yang berimplikasi terhadap hasil produk ranggah muda. Stewart (2001) bahkan menyatakan bahwa rasio berat ranggah terhadap berat badan berkorelasi positif terhadap umur rusa. Mengacu pada uraian di atas, timbul pertanyaan apakah fenomena yang ditemukan pada rusa-rusa luar negeri tersebut juga berlaku pada rusa timor sebagai rusa tropis. Atau timbul pertanyaan penelitian : Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kualitas produk ranggah muda rusa timor di penangkaran ? Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan : (a) mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat konsumsi tiga paket ransum pada umur dan ukuran bobot badan rusa yang berbeda, (b) hubungan antara tingkat asupan nutrien, mineral pakan dan umur rusa terhadap kandungan mineral dan asam amino ranggah muda, dan (c) mengetahui ada tidaknya hubungan umur rusa dengan berat dan panjang ranggah muda panenan.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dua kali yakni bulan Januari 2011 sampai April 2011 dan bulan Januari 2012 sampai April 2012. Penelitian dilakukan di Penangkaran Rusa Timor Pusat Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) Pusat Penelitian Kehutanan Dramaga Bogor. Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan tiga paket ransum percobaan yang disusun berdasarkan hasil analisis preferensi tumbuhan pakan yang diberikan pada rusa. Ada 20 jenis tumbuhan pakan yang dicoba pada penelitian pendahuluan untuk menentukan tingkat kesukaannya.
38 Berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaan pakan, selanjutnya dijadikan dasar untuk menyusun kombinasi antara jenis-jenis pakan yang disukai menjadi tiga paket ransum (Ransum A, B dan C) yang selanjutnya dijadikan sebagai ransum percobaan untuk menguji tingkat konsumsi dan pengaruh/hubungannya dengan kualitas produk ranggah muda. Penilaian kesukaan rusa terhadap jenis pakan dilakukan dengan sistem skor, dengan patokan sebagai berikut: Jenis pakan yang dipilih pertama diberi skor 1, pemilihan kedua skor 2, pemilihan ketiga skor 3 dan pemilihan keempat diberi skor 4. Waktu penilaian dilakukan selama 60 menit, dibagi ke dalam 6 termin. Hasil akhir penilaian adalah rerata skor. Skor yang paling kecil merupakan skor terbaik yakni dipilih lebih awal, sedang skor paling besar dipilih paling akhir. Berdasarkan sistem penilaian tersebut diperoleh hasil skoring seperti disajikan pada Tabel 4.1, dan secara keseluruhan ada 12 jenis pakan yang dipilih berdasarkan urutan skoring tertinggi untuk selanjutnya digunakan didalam menyusun kombinasi paket ransum percobaan. Ada tiga paket ransum percobaan masing-masing terdiri dari empat jenis terpilih, dengan komposisi, sebagai berikut: 1. Ransum A terdiri dari : terdiri atas Sorgum (Sorguhum candatum), Sulanjana (Hierochloe horsfieldii), Gewor (Commelina benghalensis), dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). 2. Ransum B terdiri atas Hopea (Schrophia sp), Kipait (Axonopus compresus), Kaliandra (Caliandra calothyrsus), dan Papadian (Leersia hexandra). 3. Ransum C terdiri atas rumput Kawatan (Cynodon dactylon), Aawiyan (Panicum montanum), Sauheun (Setaria palmifolia) dan Hanjeli (Coix lacryma). Tabel 4.1. Hasil skoring pemilihan jenis pakan oleh rusa timor di penangkaran Nama lokal 1. Hopea 2. Sulanjana 3. Sauheun 4. Sorgum 5. Papadian 6. Setaria 7. Kipait 8. Rpt. gajah 9. Aawiyan 10. Kacangan
Nama ilmiah Scrophia sp Hierochloe hors fieldii Setaria palmifolia Sorghum candatum Leersia hexandra Setaria sphacelata Axonopus compresus Pennisetum purpureum Panicum montanum Centrosema pubescens
Skor 1.62 2.00 2.02 2.27 2.28 2.30 2.33 2.33 2.52 2.54
Nama lokal 11. Cacabean 12. Alang-alang 13. Bayondah 14. Gewor 15. Kaliandra 16. Hanjeli 17. Kaw.merah 18. Kawatan 19. Kawatan besar 20. Mekania
Nama ilmiah Asystasia spp Imperata cylindrica Isachne globosa Commelina benghalensis Caliandra calothyrsus Coix lacryma Cynodon spp Cynodon spp Cynodon spp Mikania micrantha
Skor 2.64 2.65 2.65 2.74 2.82 2.88 2.90 3.00 3.35 3.80
Penelitian Utama Percobaan menggunakan lima ekor rusa timor jantan dewasa fase ranggah muda terdiri atas tiga kelompok umur, masing-masing: (1) rusa umur 3 tahun sebanyak 3 ekor masing-masing dengan bobot badan 62.65 kg, 48.73 kg, dan 55. 52 kg; (2) rusa umur 6 tahun (satu ekor dengan bobot badan ) 62.40 kg; dan (3) rusa umur 9 tahun (satu ekor dengan bobot badan 60.60 kg). Semua rusa percobaan dipelihara dalam kandang individu berukuran luas lantai 1.5 x 2.0 m. Penelitian utama dilakukan dalam dua tahap, sebagai berikut: Tahap Pertama, percobaan pemberian tiga paket ransum (Ransum A, B dan C). Masing-masing ransum disusun dari empat jenis pakan tersebut di atas.
39 Teknik pemberian pakan dilakukan dengan sistem kafetaria (Babayemi et al., 2006; Farid et al., 2006; Rodriguez et al. 2007), menggunakan 4 kotak plastik (satu ransum) untuk masing-masing rusa. Setiap hari diberikan pakan dua kali yakni pagi hari jam 07.00 WIB sebanyak 4 kg (masing-masing jenis pakan sebanyak 2 kg) dan sore hari jam 16.00 sebanyak 5 kg (masing-masing pakan sebanyak 2.25 kg). Untuk mengetahui jumlah konsumsi pakan dilakukan penimbangan sisa pakan yang diberikan pada pagi dan sore hari. Percobaan pemberian pakan dilakukan selama 36 hari. Tahap Kedua, dilakukan penimbangan dan pengukuran rusa serta pemotongan ranggah. Penimbangan rusa menggunakan timbangan digital yang dilakukan pada hari ke 24, 36, 48, 60 percobaan sebelum panen ranggah. Penimbangan terakhir dilakukan sebelum dilakukan pemotongan ranggah. Pengukuran morfometri tubuh dan pengambilan ranggah muda dilakukan menggunakan kandang jepit. Rusa terlebih dahulu dianestasi lokal (di bagian ranggah kanan dan kiri) dengan Lignocain HCl 2 % (Wals &Wilson 2002) dengan dosis masing-masing ranggah kanan dan kiri 4 ml. Bahan anestasi disuntikan pada bagian pedikel di tiga titik, ditunggu hingga terbius kemudian dilakukan pengukuran. Pemotongan ranggah menggunakan gergaji steril yang dilakukan setelah efek bius lokal bekerja dengan baik. Pasca pemotongan dilakukan pengobatan luka bekas potongan menggunakan antibiotik Limoxin 25 spray. Pengambilan data morfometri rusa meliputi: (a) ranggah mencakup berat ranggah, panjang ranggah, dan diameter ranggah (bagian ujung, tengah dan bagian basal) dari ranggah utama, dan waktu panen ranggah; (b) umur rusa, (c) ukuran tubuh rusa mencakup berat badan, panjang badan, lingkar dada, dan tinggi badan. Untuk menentukan kandungan nutrisi pakan dilakukan analisis proksimat, sedangkan untuk ranggah dilakukan analisi kandungan mineral dan asam amino. Analisis proksimat pakan dan asam amino ranggah dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) Fakultas Peternakan IPB, sedangkan analisis mineral ranggah dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor. Semua data yang dikumpulkan dari penelitian dianalisis untuk menentukan rataan tingkat konsumsi pakan dan nutrisi oleh rusa pada umur dan bobot badan berbeda serta kandungan asam amino dan mineral pada ranggah rusa yang dihasilkan. Selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh pemberian pakan terhadap tingkat konsumsi. Untuk menentukan faktor penentu morfometri yang berhubungan dengan kualitas produk ranggah muda rusa timor dilakukan analisis korelasi menggunakan software PASW Statistic 18. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Rusa Timor Konsumsi Pakan Total bahan kering dan asupan setiap rumput pada Rusa timor di sajikan dalam Tabel 4.2. Rusa timor berumur 3 – 9 tahun memiliki berat badan 59.18 ± 7.07 kg mengkonsumsi bahan kering 834 – 1549 g/hari. Jenis rumput dan umur rusa berpengaruh terhadap asupan bahan kering. Rusa terindikasi adanya
40 perbedaan pemilihan jenis pakan. Pada penelitian ini bahan kering ransum A dikonsumsi oleh rusa berumur 3 tahun lebih banyak (0.33%) dibanding rusa berumur 6 tahun dan lebih banyak (0.26%) dibanding rusa berumur 9 tahun, namun konsumsi ransum B dan C pada rusa umur 3 tahun paling sedikit dibandingkan dengan rusa berumur 6 dan 9 tahun. (Tabel 4.3). Ransum A terdiri atas Rumput gajah,Gewor, Sulanjana, dan Sorgum. Pemilihan rusa terhadap jenis rumput dipengaruhi oleh karakteristik dan kandungan nutrisinya. Rusa memilih mineral sesuai dengan kebutuhan nutrisinya (Ceacero et al. 2010). Asupan campuran rumput memberikan pengaruh nutrisi pada rusa, namun pakan yang memiliki tingkat palatabilitas rendah mengurangi asupan total bahan kering. Tabel 4.2 Konsumsi Bahan Kering (gr/ekor/hari) pada tiga kelas umur dan berat badan berbeda pada rusa timor di penangkaran Puskonser Litbang Kehutanan. Umur (tahun) Bobot badan (kg) A B C
3 55.63 1549 ± 42a 834 ± 122b 992 ± 211b
6 62.40 1526 ± 56a 976 ± 185a 1248 ± 98a
9 60.60 1549 ± 45a 979 ± 144a 1208 ± 149a
Huruf superskrip pada kolom yang sama berbeda pada (p < 0.05)
Tabel 4.3 Proporsi konsumsi bahan kering (KBK) terhadap bobot badan pada rusa berumur 3, 6 dan 9 tahun di penangkaran.
Ransum A (%) B (%) C (%)
3 2.78 1.50 1.78
Umur rusa (th) 6 2.45 1.56 0.20
9 2.56 1.62 1.99
Rusa timor berdasarkan bobot badan pada umur 3, 6, dan 9 tahun mengkonsumsi bahan kering ransum A secara berturut adalah 2.78%, 2.45%, dan 2.56% dari berat badan. Pada yang lebih muda mengkonsumsi bahan kering lebih banyak hal ini sesuai dengan kebutuhan kondisi pertumbuhan yang dibutuhkan. Konsumsi bahan kering pada ransum A meningkatkan berat badan 1.0975 kg) selama 12 hari, namun pada ransum B dan C menurunkan berat badan 1.41 kg dan 0.75 kg pada periode 12 hari perlakuan. Peningkatan berat badan diduga karena mengkonsumsi pakan yang mengandung protein dan energi tinggi. Afzalany (2008) melaporkan bahwa konsumsi energi tinggi dan protein meningkatkan berat badan. Kombinasi rumput berbeda dengan palatabilitas tinggi dalam ransum memungkinkan peningkatan berat badan rusa. Hasil ini menunjukkan bahwa rusa timor lebih memilih jenis rumput dalam ransum A dengan konsumsi bahan kering lebih banyak untuk meningkatkan berat
41 badan, dengan kata lain rumput pada ransum B dan C dengan palatabilitas rendah tidak meningkatkan bobot badan rusa hal ini tercermin dari konsumsi bahan kering. Berat badan memiliki korelasi yang rendah terhadap berat ranggah (Dradjat 2000), namun rasio bobot badan dengan umur memiliki korelasi tinggi terhadap produk ranggah (Stewart et al. 2000). Karena itu bobot badan sangat peting dalam menyokong produk ranggah muda. Konsumsi Nutrisi Konsumsi nutrisi harian pada tiga kelas usia berbeda pada rusa timor rusa di daerah penangkaran ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tidak ada perbedaan asupan gizi dari ransum A, B dan C di antara rusa dalam tiga kelas yang berbeda. Ransum B dan C diberikan protein yang lebih rendah untuk rusa. Namun, rusa di kelas yang sama menunjukkan berbeda asupan nutrisi. Pola nutrisi asupan ransum A, B dan C adalah serupa dengan asupan bahan kering. Setiap rumput sebagai komponen dari diet berkontribusi terhadap total nutrisi, tetapi palabilitas bahan rumput yang rendah bahan kering dan asupan nutrisi berkontribusi terhadap total bahan kering dicerna dan nutrisi dari ransum. Tingginya konsumsi bahan kering tercermin pada kandungan gizi yang tinggi. Rusa menunjukkan perbedaan preferensi untuk rumput ditawarkan dalam tiga jatah yang berbeda, dan karena itu menghasilkan variasi konsumsi nutrisi. Pennisetum purpureum menunjukkan palatabilitas tertinggi dan konsumsi bahan kering dalam ransum A, di sisi lain Sorgum candatum memiliki palability terendah dan asupan bahan kering. Penurunan berat badan selama makan ransum B dan C ini cenderung sebagai akibat dari konsumsusi bahan kering yang rendah dan asupan protein. meskipun peningkatan berat badan selama makan ransum A sebagian berkaitan dengan pertumbuhan berat badan, tapi asupan protein pada 32 g/hari adalah kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan protein yang memungkinkan untuk meningkatkan berat badan. Kecukupan protein menunjukkan efek yang signifikan pada pertumbuhan ranggah muda, meskipun asupan protein tidak berpengaruh pada komposisi gizi ranggah muda dari Cervus nippon (Jeon et al. 2006). Pertumbuhan ranggah muda berkurang dengan asupan protein yang rendah (Shin et al. 2000). Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas rusa perlu menggunakan ransum protein tinggi (Sookhareea & Dryden 2004). Pada ransum A mengindikasikan bahan kering yang tinggi namun diikuti oleh pula oleh serat kasar yang tinggi pula. Sebagian besar hewan mengkonsumsi bahan kering tinggi dengan serat kasar yang rendah. Pada Rusa sambar (Rusa unicolor) menunjukkan preferensi tinggi pada pakan dengan serat kasar yang rendah. Konsumsi serat kasar yang tinggi menyebabkan jumlah konsumsi menurun Afzalani (2008). Pakan dengan kandungan serat yang tinggi menimbulkan regangan lebih besar dan memberikan sensasi kenyang lebih cepat pada saat dikonsumsi ternak, sehingga kandungan serat tersebut membatasi konsumsi pada ternak (Toharmat et al. 2006). Konsumsi ransum berkaitan erat dengan daya cerna dan laju aliran digesta rumen yang sebagian besar ditentukan oleh kandungan serat kasar dan tingginya kadar serat bahan pakan yang dikonsumsi menyebabkan tekanan pada dinding rumen meningkat, dan secara fisiologis berpengaruh pada penurunan selera makan (Tafaj et al. 2005). Asupan
42 serat yang tinggi pada rusa timor mengindikasikan bahwa rusa mampu beradaptasi dan toleran terhadap pakan dengan serat kasar tinggi. Tabel 4.4 Konsumsi nutrisi pakan oleh rusa timor pada umur berbeda di penangkaran Umur rusa (tahun) 3 Bobot badan (kg) 55.63 n 3 Ransum A (g/indiv/hari) Bahan Kering 1549 ± 212 Abu 167 ± 30 Protein Kasar (PK) 207 ± 30 Serat Kasar (SK) 710 ± 121 Lemak Kasar (LK) 23 ± 17 BETN 443 ± 77 Ransum B (g/indiv/hari) Bahan Kering 834 ± 194 Abu 88 ± 34 Protein Kasar (PK) 152 ± 30 Serat Kasar (SK) 309 ± 95 Lemak Kasar (LK) 6±2 BETN 280 ± 71 Ransum C (g/indiv/hari) Bahan Kering 992 ± 295 Abu 131 ± 40 Protein Kasar (PK) 169 ± 70 Serat Kasar (SK) 370 ± 100 Lemak Kasar (LK) 28 ± 14 BETN 294 ± 104 BETN: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
6 62.40 1
9 60.60 1
Rataan
Signif
1526 ± 147 165 ± 35 204 ± 20 699 ± 97 23 ± 19 435 ± 61
1549 ± 192 167 ± 32 207 ± 28 710 ± 120 23 ± 19 442 ± 71
1544 ± 188 167 ± 32 207 ± 27 707 ± 111 23 ± 17 441 ± 69
0.861 0.924 0.864 0.886 0.983 0.887
976 ± 164 103 ± 44 180 ± 38 359 ± 86 7±2 329 ± 74
979 ± 136 102 ± 39 182 ± 47 360 ± 82 7±2 329 ± 62
891 ± 185 94 ± 38 163 ± 36 329 ± 90 7±2 299 ± 71
0.238 0.590 0.204 0.410 0.516 0.299
1248± 401 166 ± 57 218 ± 107 458 ± 101 35 ± 21 372 ± 149
1208 ± 344 161 ± 50 211 ± 96 444 ± 89 34 ± 18 360 ± 117
1086 ± 329 144 ± 46 187 ± 81 402 ± 101 30 ± 16 323 ± 117
0.247 0.261 0.386 0.194 0.487 0.331
Konsumsi Mineral Asupan mineral makro pada rusa dengan umur yang berbeda disajikan pada Tabel 4.5. Asupan Phospor (P) dan Sulfur (S) pada rusa lebih tinggi pada ransum A dari pada B dan C. Di sisi lain asupan, Ca dan Mg serupa pada semua ransum. Artinya asupan mineral tidak dipengaruhi oleh usia rusa. Kecukupan konsumsi P, Ca, Mg, dan S, memungkinkan pertumbuhan normal ranggah muda dan jaringannya. Dilihat dari kandungan kandungan mineral dari beberapa jenis rumput yang diberikan yang masih rendah, maka diduga akan berpengaruh terhadap produk ranggah muda yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan mineral makro esensial, diperlukan suplementasi P dan Ca sehingga tidak hanya mengandalkan dari rumput sebagai pakan yang menjadi satu-satunya sumber. Konsumsi mineral makro pada umur berbeda dalam setiap ransum pakan tidak menunjukkan perbedaan (p>0.05). namun antar ransum pakan menunjukkan perbedaan yakni pada ransum A lebih tinggi dari C, sedang C lebih tinggi dari B (A > C > B). Konsumsi mineral Ca, P, Mg, dan S pakan pada ransum A berturut-turut adalah (14.6 g/kg) berat badan, (5.7 g/kg) berat badan dan (5.02 g/kg) berat badan, dan (7.56 g/kg) berat badan. Kebutuhan akan mineral Ca, Mg dan S untuk konsumsi pada rusa telah sesuai dengan yang dibutuhkan. sedang P masih kurang.
43 Tabel 4.5 Konsumsi mineral makro (g/hari) dari ransum yang diberikan pada kelas umur dengan bobot badan yang berbeda Kelas umur (tahun) Bobot badan (kg) Ransum A Ca (g/hr) P (g/hr) Mg (g/hr) S (g/hr) Ransum B Ca (g/hr) P (g/hr) Mg (g/hr) S (g/hr) Ransum C Ca (g/hr) P (g/hr) Mg (g/hr) S (g/hr)
3 55.63
6 62.40
9 60.60
Rerata
Signif
14.6 ± 0.3 5.7 ± 0.1 5.06 ± 0.11 7.53 ± 0.06
14.6 ± 0.5 5.7 ± 0.2 4.95 ± 0.21 7.57 ± 0.10
14.6 ± 0.7 5.7 ± 0.1 5.05 ± 0.16 7.58 ± 0.10
14.6 ± 0.4 5.7 ± 0.1 5.02 ± 0.15 7.56 ± 0.08
0.965 0.514 0.462 0.533
8.1 ± 1.0 2.1 ± 0.3 2.99 ± 0.33 2.23 ± 0.24
9.5 ± 1.7 2.5 ± 0.5 3.41 ± 0.58 2.61 ± 0.61
9.6 ± 1.3 2.5 ± 0.4 3.50 ± 0.44 2.68 ± 0.43
9.04 ± 1.4 2.3 ± 0.4 3.32 ±0.47 2.51 ±0.44
0.244 0.279 0.236 0.285
9.7 ± 2.7 3.9 ± 1.0 4.04 ± 1.11 3.17 ± 0.87
12.6 ± 1.0 5.1 ± 0.4 5.64 ± 0.45 4.16 ± 0.39
11.5 ± 2.1 4.6 ± 0.8 4.81 ±0.89 3.77 ±0.71
0.107 0.108 0.108 0.113
12.2 ± 1.4 4.9 ± 0.6 5.10 ± 0.64 3.98 ± 0.53
Menurut McDonald et al (2011) nutrisi esensial dan jumlahnya dalam tubuh hewan Ca= 15 g/kg, P=10 g/kg, Mg=0.4 g/kg dan S=1.5 g/kg berat badan. Pada hewan dewasa kekurangan Ca menyebabkan osteomalacia yang menyebabkan tulang lemah, dan rapuh, sedang kekurangan P menyebabkan abnormalitas selera makan seperti menggigit kayu, tulang, kain dan benda-benda asing lainnya (McDonald et al., 2011). Nowicka et al. (2006) menyatakan dinamika mineralisasi pada ranggah dan tulang kepala sangat di pengaruhi oleh umur satwa dan tempat hidupnya. Kandungan Ca di ranggah rusa merah (Cervus elaphus) rata-rata 133.96 mg/g lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan Ca pada tulang kepala 123.79 mg/g, sebaliknya kandungan P lebih tinggi di tulang kepala 84.62 mg/g dibandingkan P di ranggah 83.58 mg/g. secara bertahap rasio Ca: P berbeda pada setiap fase perkembangan ranggah. Pada kadar Mg tidak berbeda antara tulang kepala dengan ranggah rusa merah yakni 5.23 mg/g sampai 5.46 mg/g). Kadar mineral Mg berkaitan erat dengan kadar Ca dan P . 70 % total Mg terdapat di dalam rangka yang terdistribusi dalam jaringan lunak dan cairan yang krusial bagi hewan (McDonald et. al. 2011). Berdasarkan kriteria kebutuhan Mg, pada penelitian ini konsumsi Mg telah terpenuhi yakni sebesar 5.06 ± 0.11. Mg lebih dari yang dibutuhkan, ini dimungkinkan untuk mengimbangi kekurangan kadar Ca dan P. Kadar tertinggi Mg terdapat pada hanjeli (Coix lacryma) dan hopea (Scrophia sp) yakni sebesar 0.56% karena itu rusa mengkonsumsi cukup tinggi juga terhadap hanjeli yakni 291 ± 141 g/hari (Tabel 1).Guna memenuhi kebutuhan mineral Ca dan P untuk kebutuhan ranggah perlu dilakukan suplementasi mineral tersebut sehingga tidak terjadi resorbsi dari tulang yang berlebihan. Konsumsi Fe, Mn, Cu dan Zn pada kelas umur berbeda disajikan dalam Tabel 4. tidak ada beda konsusmi mineral mikro pada pakan pada kelas umur berbeda (p>0.05). namun antar ransum pada umur yang sama menunjukkan perbedaan (p >0.05) ransum A unsur mikro dikonsumsi paling banyak. Kebutuhan mineral mikro Besi (Fe) , Mn, Cu dan Zn dalam jaringan adalah 20 – 80 mg/kg, 0.2 – 0.6 mg/kg, 1-5 mg/kg, dan 10 – 50 mg/kg (McDonald et al.2011). hasil di
44 atas menunjukkan semua mineral mikro pakan telah mencukupi kebutuhan bagi rusa. Tabel 4.6
Konsumsi harian mineral mikro pada Rusa timor dengan kelas umur berbeda di penangkaran 3
Ransum A Fe, g/d Mn, g/d Cu, g/d (x10-2) Zn, g/d (x10-2) Ransum B Fe, g/d Mn, g/d Cu, g/d (x10-2) Zn, g/d (x10-2) RansumC Fe, g/d Mn, g/d Cu, g/d (x10-2) Zn, g/d (x10-2)
0.92 ± 0.02 0.34 ± 0.01 0.99 ± 0.02 7.4 ± 0.1
Kelas umur (tahun) 6
9
rerata
Signif.
0.90 ± 0.02 0.34 ± 0.01 0.98 ± 0.02 7.2 ± 0.2
0.91 ± 0.03 0.34 ± 0.02 0.99 ± 0.03 7.3 ± 0.2
0.91 ± 0.03 0.34 ± 0.01 0.99 ± 0.02 7.3 ± 0.2
0.507 0.712 0.786 0.417
0.51 ± 005 0.18 ± 0.02 0.69 ± 0.10 2.5 ± 0.3
0.59 ± 0.09 0.21 ± 0.02 0.82 ± 0.10 3.0 ± 0.5
0.58 ± 0.08 0.21 ± 0.02 0.84 ± 0.13 3.0 ± 0.5
0.56 ± 0.08 0.20 ± 0.03 0.78 ± 0.14 2.8 ± 0.5
0.307 0.139 0.259 0.293
0.45 ± 0.08 0.29 ± 0.05 1.22 ± 0.40 4.7 ± 1.2
0.53 ± 0.07 0.35 ± 0.05 1.67 ± 0.36 5.9 ± 0.9
0.52 ± 0.07 0.35 ± 0.03 1.60 ± 0.21 5.8 ± 0.6
0.50 ± 0.07 0.33 ± 0.04 1.50 ± 0.32 5.5 ± 0.8
0.173 0.128 0.099 0.109
Hasil menunjukkan kesamaan dengan konsumsi mineral makro yakni pada umur berbeda pada ransum pakan yang sama tidak menunjukkan perbedaan (p>0.05). Meskipun mineral mikro hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil namun kebutuhannya sangat diperlukan karena besi merupakan komponen penting bagi sel darah merah, Mn esensial bagi pertumbuhan tulang, Zn dibutuhkan untuk membantu laju absorbsi nutrien dan Cu dibutuhkan untuk darah. Menurut McDonald et al.(2011) kebutuhan nutrisi mineral mikro esensial dalam tubuh hewan adalah Fe= 20 - 80 mg/kg,Mn= 0.2 – 0.6 mg/kg, Cu= 1-5 mg/kg, dan Zn= 10 – 50 mg/kg. Berdasarkan kebutuhan mineral mikro, sehingga dari hasil di atas (Tabel 2.4) menunjukkan bahwamineral mikro pakan mencukupi kebutuhan bagi rusa. Produk Ranggah Muda Rusa Timor Ukuran Ranggah Muda Rusa Timor Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat ranggah muda panen rusa timor tertinggi adalah 0.7 kg, panjang ranggah 32 cm, lingkar ranggah 10.7 cm. Jika dibandingkan dengan standar (grade) kualitas ranggah muda dari luar negeri (DINZ 2008) khususnya rusa merah (Tabel 4.7, Gambar 4.1) dengan grade Super A, maka rataan ukuran ranggah muda rusa timor yang dihasilkan ini masih belum memenuhi standar (grade) tersebut. Akan tetapi jika dibandingkan dengan standar grade rusa merah untuk pasaran Taiwan (Gambar 4.1), maka rataan ukuran ranggah muda rusa timor hasil penangkaran ini memenuhi kriteria TW 4 yang memiliki lingkar ranggah >11 cm dan panjang 12 – 25 cm.
45 Tabel 4.7. Grading ranggah muda rusa merah (Cervus elaphus) Super A (SA), SAT (Tradisional) dan SALT (Long Traditional) di New Zealand. Klasifikasi
Berat minimum
Cabang
Lingkar ranggah
1 SA Premium SAT(Tradisional) SA SALT
2 2.3 kg 1.8 kg 1.8 kg 1.8 kg
3 2 2 1 atau 2 1 atau 2
4 >18 cm >18 cm >18 cm >18 cm
Panjang ujung maksimum 5 = kolom 4 = kolom 4 = kolom 4 Lebih besar kolom 4
Gambar 4.1 Grading ranggah muda rusa merah di New Zealand dan Taiwan Rerata diameter ranggah muda utama rusa timor adalah 28.18 ± 4.36 mm. Dibandingkan dengan rataan ukuran diameter ranggah muda rusa timor yang dilaporkan Handarini (2006) yakni 39,03 ± 6.86 mm maka ukuran diameter ranggah muda rusa timor yang dihasilkan dari percobaan ini masih berbeda jauh di bawahnya. Diduga perbedaan ukuran diameter ranggah muda ini kemungkinan terkait dengan perbedaan waktu (umur) panen ranggah dan kualitas konsumsi pakan. Rataan berat ranggah muda pada umur 3 tahun, 6 tahun dan 9 tahun masing-masing sebesar 0.5 kg, 0.6 kg dan 0.7 kg ranggah muda. Dradjat (2000) melaporkan bahwa persilangan rusa timor dengan rusa sambar menghasilkan berat ranggah muda sebesar 1.34 ± 0.23 kg. Rataan ukuran berat ranggah muda rusa timor tersebut di atas relatif sama dengan ukuran produk ranggah muda rusa sambar di penangkaran yakni 0,69 kg/pasang dengan ukuran panjang 20.49–21.37 cm (Jamal 2005). Secara umum diketahui bahwa rusa sambar memiliki ukuran badan lebih besar, namun ukuran ranggah muda yang dihasilkan tersebut relatif sama dengan rusa timor penangkaran. Hasil penelitian ini juga memberikan petunjuk bahwa ukuran ranggah muda dari setiap jenis rusa ternyata berbeda meskipun dihasilkan dari rusa yang berumur sama. Perbedaan ini antara ditunjukkan oleh perbedaan ukuran panjang maupun lingkaran ranggah mudanya. Oleh karena itu untuk menetapkan standar kualitas ranggah muda pada rusa Indonesia juga harus mengacu pada jenis rusanya.
46 Tabel 4.8 Rataan ukuran produk ranggah muda rusa timor pada kelas umur berbeda di penangkaran Umur (th)
3 6 9
Berat Ranggah muda (kg)
Panjang Ranggah utama (cm
Panjang cabang (cm)
Diameter*) Ranggah muda (cm)
Umur Ranggah muda (hr)
Berat badan (kg)
Panjang badan (cm)
Lingkar dada (cm)
Tinggi badan (cm)
0.5 0.6 0.7
26 31 32
13 14 15
2.6 3.0 3.4
60 60 65
55 62 61
78 88 84
66 83 86
76 83 84
*) Rerata dari bagi atas, tengah dan bawah dari ranggah utama
Berat dan panjang ranggah muda panen 60 hari memiliki korelasi tinggi dengan usia dan lingkar dada. Persamaan regresiantara berat ranggah dan umur rusa dinyatakan sebagai berikut: Y = 0,4 + 0,03 X, r2 = 99%, p < 0,05, Y = berat ranggah muda dan X = umur. Persamaan regresi antara panjang ranggah muda denganlingkar dada dinyatakan sebagai berikut: Y = 5,7 + 0.31X, r2 = 99%, p < 0,05, Y = panjang ranggah muda dan X = lingkar dada. Berat ranggah juga dipengaruhi oleh panjang ranggah, hal serupa juga dikemukakan oleh Bartos et al. (2007) pada penelitian rusa merah (Cervus elaphus).Handarini (2006) menyatakan semakin bertambah umur rusa semakin panjang ranggah sampai pada umur tertentu mengikuti kurva sigmoid. Kandungan Mineral dan Asam Amino Ranggah Muda Rataan kandungan mineral makro dan mikro dari ranggah muda rusa timor yang dipanen pada umur ranggah 60 hari pada kelas umur rusa yang berbeda disajikan pada Tabel 4.9. Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan kandungan mineral makro dan mikro dari ranggah muda tersebut lebih tinggi pada rusa tua (umur 6 tahun dan 9 tahun) dibanding rusa muda (umur 3 tahun). Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0.05) rataan kandungan mineral pada kelas umur rusa yang berbeda. Semakin tinggi umum maka semakin tinggi pula kandungan mineralnya. Selain mineral, kualitas ranggah muda rusa juga didasarkan pada kandungan protein yang ditunjukkan oleh kandungan dan komposisi asam aminonya. Hasil analisis dari percobaan ini disajikan pada Tabel 4.10. Apabila dilihat dari perbandingan kandungan antara mineral dan protein maka menurut Jeon et al. (2006b) dan Lee et al. (2007) kadar protein ranggah muda berbanding terbalik dengan dengan kadar Ca. Peningkatan kadar Ca, sejalan dengan pertumbuhan ranggah muda, dan meningkatnya kadar Ca menyebabkan kadar protein turun akibatnya jumlah asam amino, asam uronic, dan sialic turun. Di sisi lain Jeon et al. (2009) menyatakan bahwa peningkatan Ca berkaitan dengan peningkatan kandungan abu dan kolagen, sehingga kualitas ranggah akan turun. Mengacu pada pernyataan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kualitas ranggah muda terbaik adalah pada rusa umur 9 tahun. Berdasarkan Tabel 4.10 terlihat bahwa ada perbedaan kandungan asam amino ranggah muda pada kelas umur yang berbeda. Meskipun demikian hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan (P>0.05) kandungan asam amino esensial ranggah muda pada kelas umur berbeda
47 Tabel 4.9 Kandungan mineral makro ranggah muda rusa timor pada umur panen 60 hari pada kelas umur rusa yang berbeda Kelas umur (tahun) 3 6 9 Kelas umur (tahun) 3 6 9
Ca 49.96 ± 1.60c 57.63 ± 0.64b 67.62 ± 0.92a
Fe 260.35 ± 8.34c 300.33 ± 3.29b 352.37 ± 4.78a
Mineral makro (g) P Mg 25.76 ± 0.83c 1.03 ± 0.03c 29.72 ± 0.32b 1.19 ± 0.01b a 34.87 ± 0.47 1.40 ± 0.02a Mineral mikro (ppm) Mn Cu 2.25± 0.07c 58.35 ± 1.87c 2.59 ± 0.03b 67.31 ± 0.73b a 3.04 ± 0.05 78.98 ± 1.07a
S 1.08 ± 0.03c 1.24 ± 0.01b 1.46 ± 0.02a
Zn 130.17 ± 4.17c 150.16 ± 1.64b 176.19 ± 2.38a
Fakta tersebut menunjukkan bahwa dari penelitian ini kandungan asam amino esensial pada ranggah muda rusa timor kemungkinan besar tidak terpengaruh oleh asupan protein atau nutrisi lainnya. Artinya kualitas pakan percobaan yang diberikan rusa tidak atau belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan asam amino esensial pada ranggah muda rusa timor. Meskipun demikian, ternyata asupan gizi dari pakan yang diberikan dapat meningkatkan berat total ranggah muda yang dihasilkan pada umur panen 60 hari. Tabel 4.10 Perbandingan kandungan asam amino ranggah muda rusa timor pada umur panen 60 hari pada kelas umur rusa yang berbeda Asam amino (g) 3 Asp 11.25 ± 3.01c Glu 15.97 ± 3.46c Ser 8.03 ± 3.36 Gly 8.85 ± 4.89 His*) 8.73 ± 2.92 Arg*) 7.81 ± 2.92 Thr*) 7.25 ± 4.32 Ala 7.31 ± 4.84 Pro 6.40 ± 1.22c Tyr 7.36 ± 4.71 Val*) 7.68 ± 3.44 Met*) 8.39 ± 4.02 Sis 5.90 ± 2.32 ile*) 7.10 ± 4.71 Leu*) 9.85 ± 4.09 Phe*) 7.65 ± 3.24 Lys*) 9.08 ± 3.72 *)asam amino esensial
Kelas umur (tahun) 6 9 19.23 ± 1.73b 25.55 ± 2.47a 35.63 ± 1.46b 43.39 ± 3.39a 5.67 ± 0.55 7.91 ± 0.40 6.66 ± 0.68 10.31 ± 2.21 5.24 ± 0.78 7.64 ± 0.64 5.81 ± 1.04 10.56 ± 0.18 5.79 ± 0.59 8.56 ± 0.03 4.70 ± 0.11 6.36 ± 0.62 9.68 ± 0.45b 13.46 ± 0.86a 5.16 ± 0.17 7.00 ± 0.35 4.32 ± 0.30 6.20 ± 0.10 4.89 ± 0.25 5.97 ± 0.47 3.87 ± 0.17 4.75 ± 0.18 9.47 ± 0.32 11.86 ± 1.26 10.50 ± 0.34 12.99 ± 1.44 5.81 ± 0.45 6.78 ± 0.51 6.78 ± 0.51 7.39 ± 0.74
Rerata 15.70 ± 6.60 25.38 ± 12.75 7.53 ± 2.70 8.70 ± 3.93 7.81 ± 2.62 7.96 ± 2.72 7.22 ± 3.36 6.60 ± 3.77 8.47 ± 3.10 6.85 ± 3.63 6.71 ± 2.92 7.21 ± 3.38 5.26 ± 1.94 8.52 ± 4.06 10.61 ± 3.34 7.10 ± 2.55 8.28 ± 2.98
Data penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata kandungan asam aspartat, asam glutamat dan prolin lebih tinggi pada umur rusa yang lebih tua. Hal ini dapat juga dimaknai bahwa semakin tinggi umur rusa maka kandungan asam aspartat, asam glutamat dan prolin dari ranggah muda yang dihasilkannya juga semakin tinggi. Kondisi ini diduga bahwa semakin tua umur rusa aktivitas metabolismenya pun lebih tinggi dalam sintesis asam amino non-esensial dan berdampak pada meningkatnya deposito asam amino di ranggah muda.
48
SIMPULAN 1. Rusa timorensis berumur 3, 6, dan 9 tahun mengkonsumsi bahan kering ransum A lebih banyak dibanding ransum B dan C, sedang proporsi konsumsi bahan kering ransum A terhadap bobot badan pada rusa berumur 3 tahun lebih tinggi dibanding rusa berumur 6 dan 9 tahun yakni 2.78%, 2.45%, dan 2.56%, 2. Perbedaan umur rusa tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap asupan nutrisi pakan dan asupan mineral makro dan mikro pada ransum yang sama. Perbedaan umur berpengaruh nyata (p<0.05) pada mineral makro ( Ca, P, Mg, dan S) dan mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) pada ranggah muda, pada yang lebih tua memiliki kadar yang lebih tinggi. Perbedaan umur berpengaruh terhadap kandungan asam amino non esensial Asam Aspartat, Asam Glutamat, dan Prolin, pada yang lebih tua memiliki kadar lebih tinggi. 3. Perbedaan umur berpengaruh terhadap berat ranggah panen, pada yang lebih tua memiliki ukuran lebih berat dibanding dengan yang lebih muda, tetapi umur tidak berpengaruh terhadap panjang ranggah muda. Panjang ranggah muda dipengaruhi oleh lingkar dada.
49 5. PEMBAHASAN UMUM Faktor Penentu Kualitas Produk Ranggah Muda Rusa Timor Secara umum telah diketahui bahwa penampilan (performance) suatu organisme termasuk rusa timor sebagai satwaliar ditentukan oleh dua faktor utama, yakni faktor internal satwa dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal satwa diantaranya mencakup jenis kelamin, umur, bobot badan, kondisi kesehatan, genetik, sedangkan faktor eksternal atau lingkungan antara lain mencakup lingkungan tempat hidup, suhu dan kelembaban, ketinggian tempat, makanan (pakan) dan lain-lain. Terkait dengan produk ranggah muda rusa timor sebagai salah satu ukuran penampilan (performance) dari rusa timor baik di lingkungan alami (habitat alami) maupun di lingkungan penangkaran, maka banyak penelitian juga telah membuktikan bahwa kualitas produk ranggah muda rusa tersebut sangat ditentukan oleh banyak faktor baik faktor dari rusa itu sendiri maupun dari lingkungannya (Gibbs 2006, Jeon et al. 2011, Evans et al. 2008, Harper 2003). Hasil penelitian ini kembali membuktikan bahwa kualitas produk ranggah muda rusa timor baik yang dipelihara di habitat alami maupun di penangkaran ternyata juga ditentukan baik oleh faktor internal rusa itu sendiri maupun faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal rusa timor yang diketahui paling menentukan kualitas produk ranggah muda rusa timor adalah : (1) umur rusa, (2) ukuran lingkar dada rusa, (3) bobot badan rusa, dan (4) umur panen ranggah muda. Adapun faktor eskternal (lingkungan) yang paling utama menentukan kualitas produk ranggah muda rusa timor, adalah: (1) kondisi kualitas habitat, dan (2) kualitas pakan dan tingkat asupannya. Penjelasan singkat dari masing-masing faktor tersebut sebagai berikut: 1) Faktor Internal Rusa Umur rusa.-- Kualitas produk ranggah muda rusa timor dilihat dari berat dan panjang ranggah yang dihasilkan pada umur panen yang sama (60 hari) ternyata berbeda pada umur rusa yang berbeda. Semakin tua umur rusa maka semakin tinggi pula ukuran berat dan panjang ranggah yang dihasilkan. Hasil penelitian membuktikan bahwa dari tiga kategori umur rusa yakni 3 tahun, 6 tahun dan 9 tahun, ternyata rusa dengan umur 9 tahun menghasilkan ranggah muda dengan berat dan panjang ranggah yang lebih besar. Selain itu, dilihat dari segi kandungan mineral dan asam amino non esensial ranggah muda yang dihasilkan dari rusa yang berumur 9 tahun juga ternyata lebih tinggi dibanding rusa yang berumur lebih muda (3 tahun dan 6 tahun). Hasil analisis kandungan mineral (mikro dan makro) dan asam amino non esensial seperti asam aspartat, asam glutamat, dan prolin ranggah muda yang dipanen dari rusa timor di penangkaran yang berumur 9 tahun lebih tinggi dibanding dengan umur rusa yang lebih muda. Fenomena yang relatif sama juga ditemukan pada rusa yang di alam, yakni kandungan mineral Ca dan Mg dari ranggah muda rusa timor yang dipanen pada umur rusa 6 tahun 11 tahun 15 tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan (P<0.05). Hal ini menjelaskan bahwa untuk mendapatkan ranggah muda berkualitas, baik dilihat dari berat dan panjang ranggah serta kandungan mineral dan asam aminonya, maka sebaiknya memilih umur rusa yang lebih tua dengan umur rusa minimal adalah 3 tahun.
50 Ukuran lingkar dada rusa.— Panjang ranggah muda rusa timor yang dihasikan juga diketahui ditentukan oleh ukuran lingkar dada rusa. Rusa timor yang memiliki ukuran lingkar dada lebih besar ternyata menghasilkan panjang ranggah muda yang lebih panjang pula. Sebenarnya, ukuran lingkar dada juga berkaitan dengan umur rusa, artinya rusa yang berumur tua secara relatif umumnya juga memiliki lingkar dada yang lebih besar. Dengan demikian faktor umur dan faktor lingkar dada sebenarnya merupkan dua faktor yang saling terkait dalam menentukan kualitas produk ranggah muda timor dilihat dari ukuran panjang ranggah muda panenan. Meskipun demikian, untuk rusa-rusa yang ada di habitat alami dimana tidak diketahui secara pasti umurnya, maka faktor ukuran lingkar dada rusa dapat digunakan sebagai patokan didalam menentukan individuindividu rusa yang hendak dipanen ranggah mudanya. Bobot badan rusa.— Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ukuran bobot badan rusa juga berkorelasi dengan ukuran produk ranggah muda yang dihasilkan. Semakin besar bobot badan rusa maka semakin besar pula ukuran panjang dan berat produk ranggah mudanya. Menurut Bishop et al. (2009) secara umum kondisi badan ungulata ditentukan oleh fertilitas (kesuburan) dan fekunditas (laju kelangsungan hidup). Artinya untuk mendapatkan rusa timor dengan bobot badan yang baik, maka harus memperhatikan potensi fertilitas dan fekunditasnya. Sebenarnya kondisi bobot badan rusa secara tidak langsung juga menjadi indikator dari kondisi kesehatan rusa dan kualitas habitat atau baik buruknya manajemen rusa. Artinya, rusa dengan bobot badan yang tinggi menandakan bahwa rusa tersebut sehat, kualitas habitat dan manajemen rusanya pun baik, sehingga secara tidak langsung juga menjadi indikator bahwa secara potensial produktivitas rusa-rusa yang dikelola juga baik (tinggi). Terkait dengan bobot badan sebagai indikator kesehatan, sebenarnya telah ditetapkan kriteria kondisi badan rusa (Body Condition Score – BCS). Ada lima kriteria, yakni : (1) sangat kurus, (2) kurus, (3) sedang, (4) gemuk dan (5) sangat gemuk, dengan sebaran skor 1-5. Kondisi BCS yang ideal adalah berada pada skor 3- 4 atau 4.5, karena dipandang berpeluang optimal mempunyai pertumbuhan ranggah lebih besar. Meskipun demikian penetapan rusa yang dipandang memenuhi syarat untuk dipanen ranggah mudanya adalah rusa yang memiliki kriteria BSC 3 (sedang). Berkaitan dengan kondisi bobot badan ataupun ukuran tubuh rusa timor pada umumnya, maka fakta lapang menunjukkan bahwa ukuran morfometri rusa timor sangat variatif tergantung kondisi habitat dan manajemennya. Sebagai contoh rusa timor jantan yang hidup di habitat alam di Manokwari Papua memiliki ukuran bobot badan jantan 40–53.6 kg, lingkar dada 92.4–102.6 cm, panjang badan 67– 82 cm dan tinggi badan 78.8 – 89.4 (Pattiselanno et al. 2008). Adapun rusa timor jantan Pulau Peucang yang berumur 6–15 tahun dari penelitian ini diketahui memiliki ukuran bobot badan 79–89 kg, panjang badan 94 – 106 cm, lingkar dada 96–110 cm, dan tinggi badan 83–106 cm. Sedangkan untuk rusa timor yang dkelola di penangkaran Pusat Konservasi Kehutanan Darmaga Bogor yang berumur 3 – 9 tahun memiliki bobot badan 55 - 62 kg, panjang badan 76–84 cm, lingkar dada 66–86 cm, dan tinggi badan 76–84 cm. Secara relatif rusa timor dengan bobot badan berbeda di beberapa kondisi habitat yang berbeda tentu memiliki produktivitas yang berbeda, terutama dilihat dari ukuran ranggah mudanya. Dengan demikian, jelas bahwa didalam menentukan individu-individu
51 rusa timor yang akan dipanen ranggah mudanya, maka salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah ukuran bobot badan rusa timor. Rusa dengan bobot badan yang lebih besar memiliki potensi lebih baik dalam menghasilkan produk ranggah muda yang lebih panjang dan lebih besar. Secara teknis, standar bobot badan yang dapat dijadikan acuan didalam menentukan individu rusa yang akan dipanen ranggah mudanya adalah nilai BSC dengan skor minimal 3 (sedang). Umur panen ranggah muda.—Berdasarkan tiga kategori umur panen ranggah muda rusa timor yakni 55 hari, 60 hari dan 65 hari, diketahui bahwa umur panen ranggah 65 hari menghasilkan ranggah panenan yang lebih berat. Namun apabila kualitas ranggah muda dilihat dari kadar asam amino (protein) dan mineralnya (Ca dan P) ternyata semakin lama umur panen ranggah maka semakin menurun kadar protein dan mineralnya. Kasus di penangkaran menunjukkan bahwa pada umur panen ranggah yang sama yakni 60 hari dengan umur rusa yang berbeda (3 tahun, 6 tahun, dan 9 tahun) ternyata menghasilkan ranggah muda dengan kandungan mineral P, Ca, Mg, dan S yang sama atau tidak berbeda nyata (p >0.05). Kondisi yang relatif berbeda ditemukan pada rusa di alam, yakni semakin tinggi umur panen ranggah muda maka kandungan mineral Ca dan P menunjukkan peningkatan yang signifikan namun untuk mineral Fe dan Cu ternyata menunjukkan penurunan dengan bertambahnya usia panen ranggah muda. Secara fisiologis dalam proses perkembangan ranggah, fase lanjutan dari tahapan ranggah muda adalah proses kalsifikasi yang memerlukan kadar kalsium yang cukup sehingga kadar mineral Ca dan P secara relatif meningkat, dan bersamaan dengan itu terjadi degradasi pembunuh darah yang berakibat pada menurunnya kadar Fe dan Cu. Sementara untuk asam amino esensial seperti Histidin, Isoleusin, Leusin, Lisin, Metionin, Fenilalanin, dan valin menunjukkan perbedaan signifikan (P < 0.05) pada umur panen ranggah berbeda. Moen dan pastor (1998) melaporkan bahwa kadar protein ranggah turun seiring lama waktu pertumbuhan ranggah, sementara Schult et al (1994) melaporkan bahwa mineral Ca, P dan Na ranggah meningkat seiring pertambahan waktu pertumbuhan ranggah. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa untuk mengasilkan produk ranggah muda rusa timor yang masih memenuhi standar kualitas maka batas umur panen ranggah muda rusa tertinggi yang dapat ditelorir adalah umur panen 65 hari dengan batas overgrowth ranggah ± 5 cm, karena menurut Jamal (2005) batasan overgrowth untuk ranggah muda panen adalah 0.5 cm. Hal ini mengandung makna bahwa salah satu faktor penentu kualitas produk ranggah muda rusa timor adalah umur panen ranggah atau masa perkembangan ranggah. Artinya, untuk mendapatkan produk ranggah muda rusa timor yang berkualitas baik maka harus memperhatikan secara tepat penentuan waktu memulai panen ranggah muda, yakni minimal 55 hari dan maksimal 65 hari dengan usia panen ranggah muda yang paling optimal adalah 55-60 hari. 2) Faktor Eksternal (Lingkungan) Rusa Kondisi Habitat.—Secara umum hasil penelitian ini juga telah menunjukkan bahwa sesungguhnya rusa timor memiliki preferensi terhadap suatu habitat tertentu. Selain unsur-unsur fisik habitat seperti air, kondisi tanah, suhu
52 dan kelembaban udara, maka komponen penting dari unsur biotik suatu habitat yang menentukan preferensi rusa adalah tutupan tajuk dan kerapatan vegetasinya. Hasil penelitin tentang pola distribusi spasial dan habitat preferensial membuktikan bahwa meskipun pola persebaran rusa timor jantan dan betina di Pulau Peucang adalah sama yakni mengelompok (λ2> λ20.025) namun distribusi dan preferensi habitat rusa berbeda. Rusa jantan dewasa lebih menyukai daerah tengah (Calingcing) yang memiliki indeks keragaman pakan sedang dan lebih bersifat browser (pemakan semak), sedang rusa betina bersama anak dan jantan remaja lebih menyukai daerah padang rumput (Pasanggrahan) dan cenderung bersifat grazer (pemakan rumput). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa secara spesifik, komponen habitat yang paling penting dalam menentukan kualitas produk ranggah muda rusa timor adalah kondisi vegetasi pakan preferensialnya. Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa ada perbedaan antara jenis-jenis vegetasi pakan yang disukai dengan kualitas produk ranggah muda rusa timor, terutama dilihat dari kandungan mineral dan asam aminonya, meskipun secara statistik diketahui tidak berbeda nyata (P>0.05). Fakta ini menunjukkan bahwa kondisi kualitas habitat yang ditandai oleh tinggi keragaman jenis vegetasi pakan yang disukai memberikan pengaruh positif terhadap potensi produk ranggah muda yang baik. Kondisi kualitas dan keragaman jenis vegetasi pakan di habitathabitat rusa di Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon baik jenis rumputan, herba dan tumbuhan tingkat sema ternyata memberikan dampak yang baik pada kandungan asam amino ranggah muda terutama asam amino esensial. Artinya untuk menghasilkan rusa timor dengan produk ranggah muda yang baik, maka keragaman vegetasi pakan di areal padang rumput (grazing area) harus diperhatikan dan dikelola dengan baik agar ketersediaannya sebagai sumber pakan bagi rusa terpenuh dengan optimal. Secara spesifik untuk rusa timor pada fase ranggah muda, perhatian terhadap pengelolaan vegetasi pakannya harus lebih ditingkatkan karena secara spesifik mereka membutuhkan pakan yang banyak mengandung sumber energi, protein dan mineral Ca dan P yang tinggi untuk menunjang perkembangan ranggahnya. Diantara jenis-jenis vegetasi pakan tersebut di Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum adalah tongtolok (bunga), kanyere laut (daun), dan waru. Rusa betina sangat jarang memakan jenis-jenis ini dan lebih dominan mengkonsumsi rumput dan herba, sehingga dari segi manajemen habitat prlu diperhatikan. Kualitas Pakan dan tingkat asupan (konsumsi). Hasil penelitian di habitat alami maupun di penangkaran kembali membuktikan dan memperkuat banyak hasil penelitian terdahulu bahwa kualitas produk ranggah muda rusa sangat ditentukan oleh kualitas pakan dan tingkat konsumsinya. Tiga paket ransum yang disusun dari 12 jenis pakan disukai (preferensial) masing-masing terdiri dari empat jenis bahan penyusun kemudian diberikan pada rusa timor jantan, menunjukkan ada perbedaan kualitas produk ranggah muda yang dihasilkannya, meskipun secara statistik dinyatakan tidak berbeda nyata (P>0.05). Namun fakta ini jelas menunjukkan bahwa perbedaan kualitas pakan yang diberikan dan tingkat konsumsinya memberikan pengaruh berbeda terhadap kualitas produk ranggah mudanya. Fenomena yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian di habitat alami, dimana dari 11 jenis vegetasi pakan disukai (preferensial) yang dikonsumsi rusa diketahui mempunyai pengaruh berbeda terhadap kualitas produk ranggah
53 muda baik dari segi ukuran (panjang dan diameter) maupun kandungan mineral dan asam aminonya. Kualitas pakan yang diberikan di penangkaran pada ke tiga paket ransum yang diberikan kepada rusa timor di penangkaran dipandang masih rendah, sehingga belum secara signifikan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kualitas produk ranggah muda yang dihasilkan. Sebagai perbandingan pada Tabel 5.1 di bawah ini disajikan gambaran kondisi kualitas pakan yang diberikan di penangkaran rusa timor Pusat Konservasi Hutan Darmaga Bogor dengan penangkaran rusa di Korea. Tabel 5.1 Perbandingan ransum rusa di Penangkaran Pusat Konservasi Hutan (Puskonserhut) dan di Korea Ransum
BK* PK LK SK Abu Ca -----------------------------------------%------------------------------------71.1 2.4 0.3 8.1 2.0 0.2
P
Penangkaran 0.1 (Puskonser) Korea 89.0 16.3 2.3 5.5 5.3 0.67 0.5 (Formula B) *BK (Bahan kering) merupakan Ransum A pada percobaan yang terdiri atas Rumput gajah, Gewor, Sulanjana dan Sorgum. PK (protein Kasar), LK (lemak kasar), SK (serat kasar), Abu, Ca (kalsium) dan P (fosfor) rerata dari empat jenis pakan tersebut.
Tabel 5.1 di atas jelas menunjukkan bahwa kualitas pakan yang diberikan di penangkaran rusa yang menjadi obyek penelitian ternyata masih jauh dari pakan yang diberikan di penangkaran rusa di Korea. Dengan demikian jelas bahwa pengaruhnya terhadap produk ranggah muda tentu saja juga tidak signifikan. Salah satu unsur penting dari komposisi pakan yang perlu diperhatikan adalah kandungan serat kasar. Pakan dengan kandungan serat kasar tinggi umumnya akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsinya, artinya semakin tinggi kandungan serat kasat suatu pakan maka semakin rendah tingkat konsumsinya, sehingga secara teknis didalam manajemen pakan komponen serat kasar perlu mendapat perhatian disamping kandungan protein dan mineral seperti Ca dan P. Menurut Toharmat et al. (2006) tingginya serat kasar pada pemberian pakan akan berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, karena sifat serat kasar yang tinggi menyebabkan rasa mudah kenyang pada ruminansia. Akibatnya tingkat konsumsi menurut, dan akan berdampak pada kualitas produk ranggah mudanya. Standar Kualitas Ranggah Muda Rusa Timor Secara umum paling tidak ada dua peubah penting yang digunakan sebagai standar penentuan kualitas produk ranggah muda rusa, yakni morfometri atau ukuran ranggah muda (diameter, berat dan panjang), dan kandungan bahan kimia atau bioaktif ranggah muda. Standar ini terutama terkait dengan pemanfaatannya sebagai bahan baku obat atau neutraceutical. Rincian rataan kualitas produk ranggah muda rusa timor, sebagai berikut: a) Dari segi ukuran morfometri, sebagai berikut : 1. Rataan panjang : 35 ± 8 cm 2. Rataan diameter: 3.1 ± 0.5 cm
54 3. Rataan berat : 1.032 ± 0.249 kg 4. Rataan lingkar ranggah : 9.7 cm Secara ukuran antara rusa timor dengan rusa merah baik dari Australia maupun New Zealand, maka rusa timor masih berada pada Grade E (baik dari segi berat < 1,8 kg dan lingkar ranggah <11.5 cm). Hal ini terjadi karena dari sisi ukuran rusa timor lebih kecil dari rusa merah, sehingga untuk penentuan grade bagi rusa timor perlu ditetapkan tersendiri. b) Dari segi kandungan asam amino, sebagai berikut: Perbandingan kualitas ranggah muda rusa timor di penangkaran dengan di habitat alami menunjukkan gambaran bahwa rusa di penangkaran memiliki kecenderungan kadar asam amino esensial (berasal dari konsumsi pakan) lebih tinggi dibandingkan dengan rusa di habitat alami, hal ini menandakan bahwa di penangkaran dengan perlakuan pakan hasilnya lebih baik dari habitat alami. Perbandingan kualitas (kadar asam amino pada ranggah muda) dari rerata kadar asam amino esensial dari ranggah utama bagian atas, tengah dan bawah pada rusa timor (Rusa timorensis) tidak berbeda jauh dengan rusa sika (Cervus nippon), ini menandakan bahwa dengan kondisi alam yang biasa relatif sama hasilnya, jika kondisi pakan di penangkaran dan habitat alami ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya maka peluang mendapatkan hasil kualitas ranggah muda rusa timor lebih baik sangat dimungkinkan. Tabel 5.2 Perbandingan kadar asam amino pada ranggah muda utama (rerata bagian atas, tengah dan bawah dalam % BK) rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran dan habitat alami dengan rusa Sika (Cervus nippon) Asam amino (% BK)
Hasil penelitian di Penangkaran
Hasil penelitian di Habitat alami
Asp 2,91 ± 0.80 3,27 ± 0,27 Thr*) 1,24 ± 0.58 1,15 ± 0,13 Ser 1,27 ± 0,51 1,16 ± 0,11 Glu 4,83 ± 1,58 6,02 ± 0,39 Pro 1,56 ± 0,33 1,89 ± 0,09 Gly 1,49 ± 0,68 1,47 ± 0,20 Ala 1,10 ± 0,67 0,89 ± 0,05 Val*) 1,11 ± 0,56 0,83 ± 0,06 Met*) 1,19 ± 0,64 0,85 ± 0,05 Leu*) 1,87 ± 0,51 1,91 ± 0,07 Tyr 1,16 ± 0,64 0,97 ± 0,07 Phe*) 1,20 ± 0,49 1,06 ± 0,06 His*) 1,30 ± 0,54 1,01 ± 0,10 Lys*) 1,40 ± 0,58 1,16 ± 0,05 Arg*) 1,37 ± 0,48 1,30 ± 0,16 *)asam amino esensial **) Ranggah muda Rusa Sika (Cervus nippon.)
Hasil penelitian Jeon et al.2008**) 3,70 ± 0,58 2,12 ± 0,34 2,32 ± 0,38 5,79 ± 0,86 5,02 ± 0,21 5,35 ± 0,18 3,66 ± 0,24 1,54 ± 0,39 0,55 ± 0,26 3,24 ± 0,55 1,20 ± 0,37 1,96 ± 0,38 1,47 ± 0,34 2,84 ± 0,49 1,64 ± 0,31
Secara spesifik kandungan mineral dan asam amino tidak disyaratkan bagi ranggah muda komersial jika ranggah muda telah memenuhi syarat waktu panen 60 hari. Beberapa hasil penelitian (Jeon et al. 2006: Jeon et al. 2008; Jeon et al. 2011) menunjukkan bahwa kisaran kandungan mineral dan asam amino dari
55 berbagai jenis rusa dan kelas umur relatif sama, dengan demikian hasil penelitian ini memperkuat dugaan bahwa jenis rusa kurang berpengaruh terhadap kandungan mineral dan asam aminonya, namun perbedaan jenis rusa sangat berpengaruh terhadap ukuran bobot dan panjang ranggah muda yang memiliki konsekuensi kandungan mineral dan asam amino lebih banyak yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan suplemen. Implikasi Hasil Penelitian terhadap Strategi Pengelolaan Rusa Timor untuk Pemanfaatan Ranggah Muda Strategi dan Kebijakan Umum Pengambilan ranggah muda pada rusa dewasa dominan di habitat alami (in situ) memiliki dua implikasi yakni: Pertama, terkait dengan ranggah muda itu sendiri, yakni dapat dimanfaatkan sebagai komoditas ekonomi dan bahan baku obat untuk keperluan supplemen atau untuk bahan nutraceutical. Hal ini dapat memberikan nilai ekonomi bagi pengelola kawasan. Pengambilan ranggah lebih aman bagi pengelola jika dilakukan pada saat ranggah masih muda (lunak) dibandingkan pengambilan pada saat ranggah sudah keras karena sifat agresifitas rusa dalam masa rutting (peningkatan libido) dapat berdampak negatif terhadap keselamatan rusa itu sendiri maupun terhadap pengelolanya. Kedua, terkait dengan manajemen perkawinan rusa dalam suatu populasi. Melalui pemanenan ranggah muda, terutama pada rusa-rusa bertua dan dominan, maka secara manajemen kita memberikan kesempatan kepada rusa-rusa yang lebih muda untuk mengawini betina super yang menjadi harem dari rusa tua dominan. Tanpa adanya pengambilan ranggah pada rusa tua dominan, maka rusa yang lebih muda tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengawini betina-betina kelompok jantan tua dominan tersebut karena selalu kalah bersaing. Rusa tua dominan umumnya memiliki ranggah dengan ukuran yang lebih besar yang menjadi andalan utama untuk “mengusir” rusa dengan ukuran ranggah yang lebih kecil. Kesempatan rusa jantan untuk mengawini beberapa rusa betina biasanya diawali dengan perubutan dengan jantan lain yang memiliki keinginan yang sama. Jika kondisi fisik cukup berimbang akan beradu satu dengan lainnya. Jika “pertempuran” cukup berimbang dapat berlangsung lama dan dapat berakibat menimbulkan luka pada salah satu atau keduanya dan bahkan dapat menimbulkan kematian pada salah satu jantan. Kematian salah satu jantan dewasa adalah sebuah kerugian karena tidak dapat termanfaatkan sama sekali, mengurangi populasi, dan mengurangi peluang terjadinya pertambahan populasi karena berkurangnya perkawinan dengan betina lain. Kondisi pengaturan pemanenan ranggah muda di habitat alami tersebut sebenarnya memiliki kegunaan yang sama dengan pengelolaan rusa di penangkaran (ex situ). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka salah satu implikasi penting dari hasil penelitian ini yang perlu dipertimbangkan adalah pengaturan kebijakan terkait pengelolaan rusa timor khususnya di dalam kawasan konservasi seperti taman nasional maupun suaka margasatwa. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pengaturan kebijakan pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa secara terencana dengan baik sebagai bagian dari pengelolaan populasi (population management) dan manajemen kawasan, maka diyakini pada satu sisi akan berkontribusi positif terhadap nilai ekonomi kawasan dan sumberdayanya, juga
56 dapat berdampak positif pada peningkatan populasi rusa timor di kawasankawasan konservasi secara signifikan. Manajemen yang baik, konsisten dan bertanggungjawab, dan mendasarkan pada pemikiran bahwa rusa timor merupakan salah satu spesies yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik sehingga potensi dan peluang peningkatan populasinya akan baik, maka impian untuk meninjau status konservasi rusa timor yakni dari Vulnerable (rentan) oleh IUCN (Hedges 2008) dan dilindungi di Indonesia (UU No. 5 tahun 1990) agar menjadi tidak dilindungi merupakan suatu kebutuhan penting. Apabila hal ini dapat dilakukan maka langkah berikutnya adalah mendorong parapihak, pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat untuk mengembangkan penangkarannya secara luas dan mulai diarahkan lebih nyata menjadi hewan budidaya (ternak) sehingga akan berdampak sangat luas dan positif terhadap perlakuan rusa timor pada masa yang akan datang. Penetapan rusa timor sebagai satwa harapan oleh pemerintah Indonesia melalui Menteri Pertanian pada beberapa waktu yang lalu untuk lebih dikembangkan sebagai salah satu satwa sumber protein hewani baru tentu akan semakin mendapat dukungan nyata melalui peninjauan status konservasinya. Berkenaan dengan pemikiran tersebut di atas, maka perlu dilakukan beberapa langkah (skema) penting sebagai berikut : 1. Perumusan kebijakan tentang ijin pengambilan ranggah muda di kawasan konservasi sebagai bagian dari pengelolaan populasi rusa timor di kawasankawasan konservasi hutan. 2. Pembentukan komisi pengawas velveting nasional oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melalui Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan RI, antara lain berfungsi dalam menetapkan dan pengendalian standar kualitas velvet. 3. Pendistribusian rusa timor ke seluruh pulau kecil/terluar Indonesia yang potensial sebagai habitat rusa timor dalam rangka pengembangan pemanfaatannya sebagai salah satu sumber protein hewani baru sekaligus pengembangan manfaat produk ikutan lainnya. Strategi ini diharapkan akan memberikan dampak positif berupa: (1) peningkatan populasi rusa timor secara cepat, (2) peluang mendapatkan temuan baru dari penelitian ekstrak ranggah muda rusa timor bagi kesehatan manusia, dan (3) meningkatnya nilai ekonomi rusa timor ataupun nilai ekonomi suatu kawasan hutan konservasi yang dapat menyokong pendanaan secara mandiri bagi setiap unit pengelola kawasan konservasi yang mempunyai populasi rusa timor, serta (4) peluang penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Secara lebih lengkap tata urutan taknis strategi pencapaian percepatan pertambahan populasi digambarkan dalam diagram pada Gambar 5.1. Implikasi Teknis Konservasi Rusa Timor Berbasis Produk Selain strategi dan kebijakan umum seperti diuraikan di atas, maka diperlukan langkah-langkah teknis konservasi rusa timor khususnya di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Ujung Kulon terkait dengan pengembangan pemanfaatannya. Diantara langkah teknis yang harus segera dilakukan adalah perbaikan kondisi kualitas habitatnya khususnya perbaikan areal padang rumput sebagai sumber pakan utama rusa timor. Hal ini dipandang penting dan mendesak karena berdasarkan hasil analisis potensi hijauan pakan rusa di areal-areal padang
57 rumput di Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon, ternyata diketahui bahwa produktivitas dan daya dukungnya masih sangat rendah. Sebagai contoh, untuk areal padang rumput Pasanggrahan di Pulau Peucang dengan luas areal sekitar 0.5 ha maka produktivitas hijauan pakannya diperkirakan hanya sekitar 7.88 – 15 kg per hari. Jumlah populasi rusa yang ada sekitar 30 ekor, dengan asumsi kebutuhan minimal per ekor rusa per hari sekitar 15% dari rataan bobot badan rusa dewasa (45 kg) atau setara dengan 6.75 kg per ekor per hari, maka potensi produktivitas dan daya dukungnya tidak/belum mencukupi. Meskipun sebagian dari kebutuhan rusa dipenuhi dari areal hutan, namun secara umum diketahui masih belum mencukupi.
Kebijakan terkait pemanfaatan rusa timor sebagai bagian penting dari manajemen kawasan dan konserva rusa timor berbasis produk, maka langkah teknis utama yang perlu segera dilakukan adalah perluasan areal padang rumput (grazing area) sebagai tempat mencari makan (feeding ground) utamanya, disamping upaya perbaikan kualitas vegetasi pakan dan produktivitasnya. Implikasi positip yang diyakini akan diperoleh adalah perkembangan populasi yang lebih baik karena dari segi daya dukung pakannya dapat terpenuhi, sekaligus juga dapat meningkatkan kualitas produk ranggah muda yang dihasilkannya. Sebagaimana diketahui pakan merupakan salah satu faktor pembatas (limiting factor) bagi kelangsungan hidup, pertumbahan dan perkembangan populasi satwa
58 di habitat alaminya, dan memiliki korelasi kuat terhadap kualitas produk-produk yang dihasilkannya. Selain implikasi teknis konservasi rusa timor di habitat alaminya khususnya di Taman Nasional Ujung Kulon, dari hasil penelitian ini juga membawa implikasi teknis pada keharusan perbaikan pengelolaan rusa di penangkaran (ex situ). Pengembangan standar pakan rusa timor untuk menghasilkan produk ranggah muda rusa timor yang berkualitas merupakan langkah penting yang perlu segera dilakukan, terutama oleh Pusat Konservasi Hutan Kementerian Kehutanan yang sedangkan mengembangkan suatu model penangkaran rusa. Langkah penting lain yang perlu dilakukan adalah sosialisasi dan perbanyakan pilot-pilot proyek penangkaran rusa sebagai bagian dari kebijakan konservasi rusa berbasis produk baik daging, ranggah muda, ataupun produk ikutan lainnya (kulit, ranggah keras), serta pengembangan jasa wisata penangkaran rusa. Terkait dengan pemanfaatan ranggah muda rusa sebagai bahan obat, maka langkah-langkah penelitian dan pengembangan potensi biofarmaka dari ranggah muda rusa timor juga perlu dirintis. Hal ini dimaksudkan agar kita memiliki informasi dasar yang akurat tentang potensi kandungan bahan aktif serta manfaatnya bagi kesehatan manusia, sekaligus mengetahui standar kualitas ranggah muda sebagai bahan baku obat yang diterima di pasaran lokal maupun internasional. Secara umum konsep maupun praktek konservasi rusa timor ataupun rusarusa Indonesia lainnya yang dilakukan selama ini, baik in situ maupun ex situ dengan kurang menempatkan potensinya sebagai salah satu komoditas ekonomi yang prospektif sudah selayaknya dirubah. Konsekwensinya kebijakan dan praktek pengelolaan rusa harus mulai lebih dimaksimalkan. Paradigma pembatasan pengelolaan pemanfaatan produk rusa timor khususnya di kawasan konservasi karena keterbatasan kapasitas sumber daya manusia, peraturan perundangan ataupun kebijakan lainnya perlu ditinjau dan diperbaiki, sehingga dapat diselaraskan dengan pandangan bahwa rusa timor merupakan salah satu satwa harapan yang mampu mendukung pemenuhan permintaan sumber protein hewani baru nasional maupun alternatif pemenuhan kebutuhan bahan baku obatobatan dari satwa. Kemauan baik (good will) dari pemangku kepentingan utama yakni pemerintah cq Kementerian Kehutanan maupun Kementerian Pertanian untuk secara sinergis bersama-sama dengan sektor lainnya untuk mengembangkan potensi rusa timor sebagai bagian dari kebijakan bioprospeksi (bioprospecting) nasional menjadi penting. Kebijakan nasional yang terkait dengan penguatan ketahanan pangan dan peningkatan kesehatan nasional serta penyiptaaan lapangan kerja baru pada prinsipnya mengharuskan pemerintah dan seluruh komponen nasional untuk bersinergi mengembangkan aneka bioprospeksi nasional, dimana rusa timor dan aneka jenis rusa lainnya maupun satwaliar yang secara umum diketahui banyak dimiliki Indonesia. Pernyataan bahwa Indonesia adalah salah satu negara megabiodiversity mengharuskan pembuktian pengembangan pemanfaatannya melalui kebijakan biosprospeksi nasional (national bioprospecting policy) bagi sebesar-besar kesejahteraan masyarakat.
59 6. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Bentuk sebaran rusa timor di Pulau Peucang adalah mengelompok, habitat preferensialnya adalah daerah padang rumput (Pasanggrahan) dan daerah dataran rendah dekat pantai (Karang copong). Faktor yang menentukan keberadaan rusa di suatu tempat adalah kelembaban, ketinggian, jarak dari jalur patroli, jarak dari padang rumput, dan suhu udara. 2. Rusa di habitat alami Pulau Peucang dan Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon menyukai rumput lapang Cynodon dactylon, Axonopus compressus, ketapang Terminalia catapa, waru Hibiscus tiliaceus, kanyere laut Dendrolobium umbellatum, dan Bungur Lagerstroemia speciosa. Nutrisi pakan berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap asam amino esensial pada ranggah muda rusa timor. Fosfor pada pakan berkorelasi tinggi dengan fosfor pada ranggah muda panen (r=0.708) 3. Faktor penentu kualitas produk ranggah muda di habitat alami dan penangkaran adalah umur rusa, umur panen ranggah muda, dan lingkar dada. Pada umur rusa dan umur ranggah panen lebih tua menghasilkan produk lebih baik, sedang lingkar dada yang lebih lebar menghasilkan ranggah muda lebih panjang. 4. Jenis rumput dan herba di habitat alami menjadi tuntutan bagi pengembangan penyediaan pakan selain mineral blok sebagai suplemen, sedang di penangkaran selain jenis rumput dan herba juga diperlukan pakan tambahan konsentrat dengan kandungan protein tinggi (12% - 15%) dan pemberian suplemen mineral Ca dan P pada rusa timor jantan fase ranggah muda. Rusa timor jantan dapat berpotensi menghasilkan ranggah muda yang berkualitas memiliki umur 3 – 12 tahun, umur panen ranggah 60 hari. SARAN Upaya pengelolaan rusa berbasis produk ranggah muda memerlukan prioritas pakan rumput dan herba yang memiliki kandungan protein tinggi dan serat kasar yang rendah dan mineral blok terutama untuk memenuhi kebutuhan mineral Ca dan P. Ketersediaan pakan dengan mempertimbangkan kecukupan secara kualitas (kandungan nutrisi) dan kuantitasnya (proporsional berat pakan terhadap bobot rusa) secara kontinu. Di Pulau Peucang di diperlukan perluasan padang gembala menjadi 2.5 ha dari 0.5 ha yang telah ada untuk menjamin kecukupan pakan jenis rumput dan herba. Kelangsungan ketersediaan rumput membutuhkan dukungan instalasi air untuk penyiraman pada musim kemarau. Di Penangkaran penyediaan pakan rumput dapat dilakukan dengan membuat blokblok penyediaan pakan rumput gajah Pennisetum purpureum, gewor Commelina, sulanjana Hierochloe horsfieldii, sorgum Sorghum candatum dan Hanjeli Coix lacryma, tambahan konsentrat, mineral serta pemberian vitamin untuk menjamin kesehatan rusa tetap terjaga.
60 DAFTAR PUSTAKA Afzalani, Muthalib RA, Musnandar E. 2008. Preferensi pakan, tingkah laku makan dan kebutuhan nutrien rusa sambar (Cervus unicolor) dalam usaha penangkaran di Provinsi Jambi. Media Peternakan 31(2):114-121 Andoy EES. 2002. Studi populasi Rusa Timor (Cervus timorensis) dan perburuan oleh penduduk di Desa Poo, Tomer dan Sota dalam Taman Nasional Wasur Merauke. [Skripsi] Fakultas Pertanian Universitas Negeri Papua Manokwari. Babayemi OJ, Bamikole MA, Omojola AB. 2006. Evaluation of nutritive value and free choise intake of two aquatic wees (Nephrolepis besrrata and Spirodela polyrhiza) by west African dwarf goats. Tropical and subtropical Agroecosystems 6:15-21. Bartos L, Bahbouh R & Vach M. 2007. Repeatability of size and fluctuating asymmetry of antler characteristics in red deer (Cervus elaphus) Biological Journal of the Linnean Society 91: 215–226 Bayers CR, Steinhorst RK, Krausman PR. 1984. Clarification of a technique for analysis of utilization-availability data. Journal of Wildlife Management 48: 1050-1053. Bello J, Gallina S and Equihua M. 2001. Characterization and Habitat Preferences by White-Tailed Deer in Mexico. Journal of Range Management 54(5): 537-545 . Borkowski J and Ukalska J. 2008. Winter Habitat use by red and roe deer in pinedominated forest. Forest Ecology and Management 255 (2008) 468-475 Borkowski J. 2004. Distribution and habitat use by red and roe deer following a large forest fire in South-western Poland. Forest Ecology and Management 201:287–293. Ceacero F, Landete-Castillejos T. Garcia AJ, Estevez JA, & Gallego L. 2010. Can Iberian red deer (Cervus elaphus hispanicus) discriminate among essential minerals in their diet?. Br J Nutr 103(4):617 – 626. Doi: 10.1017/ s0007114509992091. Epub 2009 Oct 28. Chapman DI. 1975. Antlers-bones of contention. Mamm. Rev. 5:121-172. Church DC. 1988. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. 2nd Ed. O & B Book. Oregon. USA. Cowan A. 2010. Traditional Chinese Medicine and Velvet. The Deer Industry Association of Australia. Australian Deer Farming Magazine. August 2010. 3p. Davidson,W.R. & Doster, G.L. 1997: Health characteristics and white-tailed deer population density in the Southeastern United States. - In: McShea,W.J., Underwood, H.B. & Rappole, J.H. (Eds.); The Science of Overabundance: Deer Ecology and Population Management. Smithsonian Institution Press, pp. 164-184.
61 DIZN. 2008. New Zealand Industry Agreed. Velvet Grading Guidelaines. The Terrace, PO Box 10-702, Wellington, New Zealand. Drajat AS. 2000. Produksi ranggah muda pada persilangan rusa timorensis (Cervus timorensis ) dan rusa sambar (Cervus unicolor). Med. Pet. 23(2) : 36-39 Estavez JA, Landete-Castilajos T, Martinez A, Garcia AJ, Ceacero F, GasparLopez E, Calatayud A and Gallego L. 2008. Antler mineral composition of Iberian red deer Cervus hispanicus is related to mineral profile of diet. Acta Theriologica 54(3): 235-242, DOI : 10.4098/j.at.0001-7051.070.2008 Evan JE, Grafton WN, McConnell TR.1999. Fundamentals of deer Harvest Management. Publication No. 806. West Virginia Division of Natural Resources, Wildlife Resources Section, West Virginia University. Center for Extension and Continuing Education Farid MFA, Khamis HS & Eid EYA. 2006. Competent feeding management a requirement for profi table sheep production, experimental evidence in Egipt. Egyptian Journal of Sheep, Goat and Anim. Sci. 1:117-133. Finch N. 2000. The performance and condition of wild red deer in Queensland. Submitted in partial fulfilment of requirment of Bachelor of Applied Science (Animal studies) Honour. P.35. Gaspersz V. 1994. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, Ilmu-Ilmu Teknik Biologi. Armico. Bandung. 472p. Gibbs D. 2006. Antler Development in White-tailed Deer. Tennessee Wildlife Rosources Agency. September 1, 2006. Ha YW, Jeon BT, Moon SH and Kim YS. 2003. Biochemical components among different fodders-treated antlers. Kor. J. Pharmacogn. 34:40-44. Handarini R. 2006. Pola dan siklus pertumbuhan ranggah rusa timor jantan (Cervus timorensis). Jurnal Agribisnis Peternakan 2(1): 28-35 Harper CA. 2003. Quality Deer Management . Guidelines for Implementation Associate Professor Forestry, Wildlife and Fisheries. Agricultural Extension Service The University of Tennessee Hedges S, Duckworth JW, Timmins RJ, Semiadi G & Priyono A. 2008. Rusa timorensis. In: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 22 January 2013. Hofmann RR. 1985. Digestive physiology of deer: their morphophysiological specialisation and adaptation. Royal Society of New Zealand, Bulletin 22, 393–407 http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Cervidae. html. Jamal Y, Semiadi GL, dan Nugraha RTP. 2005. Kualitas produk ranggah muda rusa sambar (Cervus unicolor) tangkaran. Biologi 4 (5) : 325 - 335.
62 Jeon B, Kim S, Lee S, Park P, Sung S, Kim J, and Moon S. 2009. Effect of antler growth period on the chemical composition of velvet antler in sika deer (Cervus nippon). Mammalian Biology 74(5):374 – 378 Jeon BT, Cheong SH, Kim DH, Park JH, Park PJ, Sung SH, Thomas DG, Kim KH, Moon SH. 2011. Effect of antler development stage on chemical of velvet antler in Elk (Cervus elaphus canadensis). Asian-Aust. J. Anim.Sci 24(9):1303-1313 Jeon BT, Kim MH, Lee SM, Moon SH. 2006. Effect of Dietary Protein on Dry Matter Intake, and Production and Chemical Composition of Velvet Antler In Spotted Deer Fed Forest By-Product Silage. Asian-Aust. J. Anim.Sci. 19(12) : 1737-1741. Jeon BT, Kim MH, Lee SM, Thomas DG, &. Moon SH. 2006b. Changes of Chemical Composition in Blood Serum during the Antler Growth Period in Spotted Deer (Cervus Nippon). Asian-Aust. J. Anim. Sci. 19(9): 1298 1304 Kawtikwar PS, Bhagwat DA, and Sakarkar DM. 2010. Deer antler- Traditional use and future perspectives. Indian Journal of Traditional Knowledge 9(2): 245 - 251 Kencana S. 2000. Habitat Rusa Timor (Cervus timorensis) dan kapasitas Tampung Padangan Alam Taman Buru Pulau Rumberpon Manokwari. [Skripsi] Fakultas Pertanian Universitas Cendrawasih Manokwari. Kilgo, J.C. and R.F. Labisky. 1995. Nutritional quality of three major deer forages in pine flatwoods of northern Florida. Florida Scientist 58:320-326. Kuo CY, Wang T, Dai TY, Wang CH, Chen KN, Chen YP, & Chen MJ. 2012. Effect of the velvet antler of formosan Sambar Deer (Cervus unicolor Swinhoi) on the prevention of an Allergic airway response in mice. Hindawi Publishing Corporation Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine Volume 2012, Article ID 481318, 10 pages doi:10.1155/ 2012/481318. Kuswanda w & Mukhtar AS. 2010. Pengelolaan populasi mamalia besar terestrial di Taman Nasional Batang Gadis Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi alam7(1): 59 – 74 Landete-Castillejos T, Garcia A & Gallego L. 2007. Body weight, early growth and antler size influence antler bone mineral composition of Iberian Red Deer (Cervus elaphus hispanicus). Bone 40:230-235. Lawrence RK. 1995. Population Dynamics and Habitat use of desert Mule Deer in The Trans Pecos Region of Texas. [Disertation] The Graduate Faculty of Texas Tech University 178p. Lee SR, Jeon BT, Kim SJ, Kim MH, Lee SM, Moon SH. 2007. Effect of Antler Development Stage on Fatty acid, Vitamin and GAGs Contents of velvet antler in Spotted Deer (Cervus nippon). Asian-Aust.J Anim.Sci. 20 (10) : 1546 – 1550.
63 Lehoczki R. 2011. The effects of selected environmental factors on Roe deer antler quality.[Thesis of disertasi]. Faculty of Agricultural and environmental sciences University Szent istvan. Ludwig, J. A. and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Method and Computing. A Wiley - Inter Science Publication. John Wi-ley and Sons, Inc. New York. McDonald P, Edwards RA, and Greenhalgh JFD, Morgan CA, Silclair LA, & Wilkinson RG. 2011. Animal Nutrition. Seventh edition Prentice Hall, New York. McShea WJ, Aung M, Doerte Poszig D, Wemmer C, and Monfort S. 2001. Forage, Habitat Use, and Sexual segregation by a Tropical deer (Cervus eldi Thamim) In Dipterocarp Forest. Journal of Mammalogy 82(3):848-857. 2001.doi: http://dx.doi.org/10.1644/1545-1542(2001)082<0848: FHUASS >2.0.CO;2 Moen & Pastor. 1998. Stimulating antler growth and energy, nitrogen, calcium and phosphorus metabolism in Caribou. The Seventh North American Caribou Conference, Thunder Bay, Ontario, Canada, 19-21 August, 1996. Muir PD, Sykes AR and Barrell GK.1987. Calcium metabolism in red deer (Cervus elaphus) offered herbages during antlerogenesis: kinetic and stable balance studies. The Journal of Agricultural Science, 109:357-364. Mukhtar AS. 2004. Populasi dan Daya Dukung Habitat Rusa dan Biawak di Taman Nasional Ujung Kulon. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam l (1):1-13 Murwanto G, Maturbong RA, F. Pattiselanno. 2000. Pendugaan Populasi Rusa timor (Cerevus timorensis) di Padang rumput Alam Pulau Rumberpon. Media Konsevasi 7(1):17-20 Mysterud A, Meisingset EL, Veiberg V, Langvatn R, Solberg EJ, Loe LE & Stenseth NC. 2007: Monitoring population size of red deer Cervus elaphus: an evaluation of two types of census data from Norway. Wildl. Biol. 13: 285-298. Nagarkoti A &Thapa T B. 2007. Distribution pattern and habitat prefference of barking deer (Muntiacus muntjac Zimmermann) in Nagarjun forest Kathmandu. Himalayan Journal of Sciences 4(6): 70-74 Neu CW, Byers CR, Peek JM, Boy V 1974. A Technique for analysis of utilization-availability data. Journal of Wildlife Management 38: 541-545. Nolan LM, & Walsh JT. 2005. Principles of deer management. Wild deer management in Irland : Stalker training manual. © L. M. Nolan, J. T. Walsh & Deer Alliance HCAP Assessment Committee, 2005 Nowicka W, Machoy Z, Gutowska I, Nocen I, Piotrowska S, Chlubek D. 2006. Contents of calcium, Mg, and Phosphorus in antlers and cranial bones of the European red deer (Cervus elaphus) from different region. Polish J. Environ. Stud. 15(2): 297-301.
64 Padmalal UKGK, Takatsuki S and Jayasekara P. 2003. Food habits of sambar Cervus unicolor at the Horton Plains National Park, Sri Lanka. Ecological Research 18 : 775 – 782 Palmer SCF and Truscott AM. 2003. Seasonal habitat use and browsing by deer in Caledonian pinewoods. Forest Ecology and Management 174: 149 - 166 Pattiselanno F. 2003. Deer (Cervidae : Artiodactyla:Mammalia) wildlife Potential with future expectation. Tigerpaper (30) 3: 13-16 Pattisellano F, Arobaya AYS. 2009. Grazing Habitat of the Rusa Deer (Cervus timorensis) in the Upland Kebar, Manokwari. Biodiversitas 10(3):134 - 138 Purnomo DW. 2010. A habitat selection model for Javan deer (Rusa timorensis) in Wanagama I Forest, Yogyakarta. Bioscience 2(2): 84 – 89. Rodriguez A, Bodas S, Fernandes B, Campos OL, Manteoon AR, Giraldez FJ. 2007. Feed intake and performance of growing lambs raised on concenratebased diets under cafetaria feeding sustem. J Anim 1:459-466 Santosa Y, Auliyani D, Priyono A. 2008. Pendugaan Model Pertumbuhan dan Penyebaran Spasial Populasi Rusa timor (Cervus timorensis de Blainville, 1822) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Media Konservasi 13(1): 1 – 7. Schultz SR, Johnson MK, Feagley SE, Southern LL & Ward TL. 1994. Mineral content of Louisiana white-tailed deer. J. Wildl. Dis. 30:77-85 Scmidt KT, Stien A, Albon AS, Guinness FE. 2001. Antler length of yearling red deer is determined by population density, weather and early life-history. Oecologia 127: 191-197. Semiadi G, Nugraha RTP. 2004. Panduan pemeliharaan rusa tropis. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. 155 – 162 Shao MJ, Wang SR, Zhao MJ, Xi-Ling, Xu H, Li L, Gu H, Zhang JL, Li G, Cui XN, & Hang L. 2012. The Effects of Velvet antler of Deer on Cardiac Functions of Rats with Heart Failure followingMyocardial Infarction. Hindawi Publishing Corporation Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine Volume 2012, Article ID 825056, 5 pages doi:10.1155/2012/825056. Shin HT, Hudson RJ, Gao XH, and Suttie JM. 2000. Nutritional requirements and management strategies for farmed Deer. Asian-Aus. J. Anim. Sci 13(4): 561 – 573 Soerianegara I. 1968 Soils of Peutjang Island South west Java. Tropical Forest training Course Biotrof Bogor. Geoderma 2 ; pp: 297-308 Soetanto H. 2002. Kebutuhan gizi ternak ruminansia menurut stadia fisiologisnya. Jurusan nutrisi dan makanan ternak Fakultas Peternakan – Universitas Brawijaya, Malang Sokal RR, Rohlf FJ 1998. Biometry: the principles and practice of statistics in biological research. 4th ed. New York, USA, W. H. Freeman and Company. 850 p.
65 Sokal, R.R, and F.J. Rohlf. 1969. Biometry: The principle and practice of statistics in biological Spaggiari J & de Garin-Wichatitsky M. 2006. Home range habitat use of introduced rusa deer (Cervus timorensis russa) in a mosaic of savannah and native sclerophyll forest of New Caledonia. New Zealand Journal of Zoology 33(3): 175 -183. DOI: 10.1080/03014223.2006.9518442 Stewart KM, Bowyer RT, Kie JG, and Kasaway WC. 2000. Antler size relative to body mass in Moose : Tradeoffs associated with reproduction. ALCES 36:77 – 82 Sudibyo M. 2011. Ekologi habitat Rusa timorensis di kawasan konservasi. Laporan Penelitian Hibah bersaing DP2M Dikti. Sunwoo HH, Nakano T, Hudson R J & Sim JS. 1995. Chemical composition of antlers from Wapiti (Cervus elaphus). J. Agric. Food Chem. 43:2846-2849. Sunwoo HH, Sim LYM, Nakano T, HudsonRJ & Sim JS. 1997. Glycosaminoglycans from growing antlers of wapiti (Cervus elaphus). Can. J. Anim. Sci. 77:715-721. Susanto M. 1977. Analisa Vegetasi makanan (Rusa timorensis) di cagar Alam Pulau Peucang, [Skripsi], Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. Suttie JM and Haines SR. 2001 Could substances which regulate antler growth be health promoting for people? In: Sim JS, Sunwoo HH, Hudson RJ, Jeon BT. (eds) Antler Science and Product Technology, ASPTRC, Edmonton, pp. 201-217. Tafaj M,. Kolaneci V, Junck B, Maulbetsch A, Steingass H & Drochner W. 2005. Influence of fiber content and concentrate level on chewing activity, ruminal digestion, digesta passage rate and nutrient digestibility in dairy cows in late lactation. Asian-Australasian. J. Anim. Sci. 18:1116-1124. Toelihere MR, Semiadi G, Yusuf TL. 2005. Potensi reproduksi rusa timor (Cervus timorensis) sebagai komoditas ternak baru : Upaya pengembangan populasi di penangkaran melalui pengkajian dan penerapan teknologi inseminasi buatan. Laporan penelitian Hibah Penelitian Tim Pascasarjana angkatan I tahun 2003-2005. IPB. Tuckwell C. 2003. Velvet antler a summary of the literature on health benefiths. A report for the Rural Industries Research and Development Coorporation. RIRDC Publication No RIRDC Project No DIP-10A. Tuckwell, C. 1998 Australian Deer Industry Manual, Part 3, Classification and Species Selection. Barton, ACT Tseng SH, Sung HC, Chen LG, Lai YJ, Wang KT, Sung CH, & Wang CC. 2012. Effects of Velvet antler with Blood on Bone in Ovariectomized Rats. Molecules, 17: 10574-10585; doi:10.3390/molecules170910574. UNEP-WCMC 2005. Ujung Kulon National Park & Krakatau Nature Reserve Java, Indonesia.
66 Walsh VP and Wilson PR. 2002. Chemical analgesia for velvet antler removal in deer. New Zealand Vet. J 50(6):237 – 247. Welch D, Staines BW, Catt DC, Scott D, 1990. Habitat usage by Red (Cervus elaphus) and Roe (Capreolus capreolus) deer in a Scottish sitka Spruce Plantation. Journal of Zoologyi 221(3): 453 – 476 Wirdateti & Semiadi G. 2007. Parameterfologi, fisiologi dan keadaan kesehatan rusa timorensis yang berada di Pulau Timor. Berkala Penelitian Hayati Surabaya: PBI 3(1):25-30. Zein MS & Saim A. 2001 Populasi, pola pertumbuhan dan ektoparasit Rusa Timor (Cervus timorensis macassaricus Heude, 1896) di padang savana Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Propinsi Sulawesi Tenggara. Biota 6(1): 9 – 16. Zhou, R & Li S. 2009. In vitro antioxidant analysis and characterisation of velvet antler extract. Food Chemistry 114 : 1321–1327.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1. Analisis Nutrisi Pakan rusa timor di Penangkaran Dramaga UMUR 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 6 6 6 6 9 9 9 9
KBK 1308,4 1332,92 1293,4 1501,64 1376,28 1461,08 1609,56 1544,44 1604,64 1898,44 1820,24 1837,12 1328,76 1503,44 1607,08 1664,64 1322,64 1503,96 1584 1785,64
3 6 KBK 9 Total 3 6 KBS 9 Total 3 6 ABU 9 Total 3 6 PK 9 Total 3 6 SK 9 Total 3 6 LK 9 Total 3 6 BETA_N 9 Total
KBS 8836 9000 8732 8976 8228 8732 8732 8380 8708 8996 8628 8708 8972 8988 8720 7888 8932 8988 8596 8464
N
Mean
12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20
1548,92 1526,00 1549,25 1544,40 8721,33 8642,00 8745,00 8710,20 167,00 165,25 167,25 166,70 206,67 203,50 206,75 206,05 709,58 698,50 709,75 707,40 23,08 23,00 23,25 23,10 442,58 435,00 442,00 440,95
ABU 134,28 136,8 132,76 160,68 147,24 156,32 215,72 207 215,04 170,04 163,04 164,56 136,36 160,88 215,4 149,12 135,76 160,92 212,28 159,96
Std. Deviation
212,180 147,445 191,916 188,153 233,626 517,435 255,069 292,334 30,205 34,702 31,993 29,674 30,341 20,008 27,909 26,849 121,493 97,055 119,898 111,011 16,741 18,850 18,626 16,527 76,544 61,172 71,204 69,230
PK 175,8 179,12 173,8 202,84 185,92 197,36 204,36 196,08 203,72 260,04 249,32 251,64 178,56 203,08 204,04 228 177,72 203,16 201,12 244,56
SK 558,36 568,8 551,96 742,32 680,32 722,24 691,68 663,68 689,56 904,24 867 875,04 567,04 743,2 690,6 792,88 564,44 743,44 680,68 850,52
LK 47,72 48,6 47,16 26,92 24,68 26,2 7 6,72 6,96 11,68 11,2 11,32 48,44 26,96 6,96 10,24 48,24 26,96 6,88 11
BETA_N 391,36 398,72 386,88 368,92 338,12 358,92 490,8 470,96 489,32 552,44 529,68 534,6 397,48 369,36 490,04 484,4 395,64 369,48 483,04 519,6
Descriptives Std. 95% Confidence Interval Minimum Maximum Error for Mean Lower Upper Bound Bound 61,251 1414,10 1683,73 1293 1898 73,722 1291,38 1760,62 1329 1665 95,958 1243,87 1854,63 1323 1786 42,072 1456,34 1632,46 1293 1898 67,442 8572,89 8869,77 8228 9000 258,717 7818,65 9465,35 7888 8988 127,534 8339,13 9150,87 8464 8988 65,368 8573,38 8847,02 7888 9000 8,720 147,81 186,19 133 216 17,351 110,03 220,47 136 215 15,997 116,34 218,16 136 212 6,635 152,81 180,59 133 216 8,759 187,39 225,94 174 260 10,004 171,66 235,34 179 228 13,955 162,34 251,16 178 245 6,004 193,48 218,62 174 260 35,072 632,39 786,78 552 904 48,527 544,06 852,94 567 793 59,949 518,97 900,53 564 851 24,823 655,45 759,35 552 904 4,833 12,45 33,72 7 49 9,425 -7,00 53,00 7 48 9,313 -6,39 52,89 7 48 3,696 15,37 30,83 7 49 22,096 393,95 491,22 338 552 30,586 337,66 532,34 369 490 35,602 328,70 555,30 369 520 15,480 408,55 473,35 338 552
69
ANOVA F
Sig.
,021 ,000 ,002 ,041
,979 ,998 ,962 ,843
12468,267 1680,333 2,450 24934,083 94046,510
,133 ,018 ,000 ,265
,877 ,895 ,996 ,613
1623727,200 19 10,700 2 ,188 1 ,153 1 10,547 1 16719,500 17
5,350 ,188 ,153 10,547 983,500
,005 ,000 ,000 ,011
,995 ,989 ,990 ,919
16730,200 19 32,533 2 ,021 1 1,653 1 30,880 1 13664,417 17
16,267 ,021 1,653 30,880 803,789
,020 ,000 ,002 ,038
,980 ,996 ,964 ,847
13696,950 19 396,133 2 ,083 1 22,050 1 374,083 1 233750,667 17
198,067 ,083 22,050 374,083 13750,039
,014 ,000 ,002 ,027
,986 ,998 ,969 ,871
234146,800 19 ,133 2 ,083 1 ,050 1 ,083 1 5189,667 17
,067 ,083 ,050 ,083 305,275
,000 1,000 ,000 ,987 ,000 ,990 ,000 ,987
5189,800 19 178,033 2 1,021 1 18,528 1 159,505 1
89,017 1,021 18,528 159,505
,017 ,000 ,003 ,030
Within Groups
90884,917 17
5346,172
Total
91062,950 19
(Combined) Between Groups KBK
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Between Groups KBS
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Between Groups ABU
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Between Groups PK
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Between Groups SK
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Between Groups LK
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Between Groups BETA_N
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Sum of df Squares 1693,133 2 ,333 1 94,612 1 1598,521 1
Mean Square 846,567 ,333 94,612 1598,521
670937,667 17
39466,922
672630,800 19 24936,533 2 1680,333 1 2,450 1 24934,083 1 1598790,667 17
,984 ,989 ,954 ,865
70
Post Hoc Tests Dependent Variable
(I) UMUR
3 KBK
LSD
6 9 3
KBS
LSD
6 9 3
ABU
LSD
6 9 3
PK
LSD
6 9 3
SK
LSD
6 9 3
LK
LSD
6 9 3
BETA_N
LSD
6 9
(J) UMUR
Multiple Comparisons Mean Difference Std. (I-J) Error
6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6
22,917 -,333 -22,917 -23,250 ,333 23,250 79,333 -23,667 -79,333 -103,000 23,667 103,000 1,750 -,250 -1,750 -2,000 ,250 2,000 3,167 -,083 -3,167 -3,250 ,083 3,250 11,083 -,167 -11,083 -11,250 ,167 11,250 ,083 -,167 -,083 -,250 ,167 ,250 7,583 ,583 -7,583 -7,000 -,583 7,000
Homogeneous Subsets KBK UMUR
Duncana,b
6 3 9
N
4 12 4
Subset for alpha = 0.05 1 1526,00 1548,92 1549,25
Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143.
,861
114,698 114,698 114,698 140,476 114,698 140,476 177,056 177,056 177,056 216,848 177,056 216,848 18,106 18,106 18,106 22,175 18,106 22,175 16,369 16,369 16,369 20,047 16,369 20,047 67,700 67,700 67,700 82,916 67,700 82,916 10,088 10,088 10,088 12,355 10,088 12,355 42,214 42,214 42,214 51,702 42,214 51,702
Sig. 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound ,844 -219,08 264,91 ,998 -242,33 241,66 ,844 -264,91 219,08 ,870 -319,63 273,13 ,998 -241,66 242,33 ,870 -273,13 319,63 ,660 -294,22 452,89 ,895 -397,22 349,89 ,660 -452,89 294,22 ,641 -560,51 354,51 ,895 -349,89 397,22 ,641 -354,51 560,51 ,924 -36,45 39,95 ,989 -38,45 37,95 ,924 -39,95 36,45 ,929 -48,79 44,79 ,989 -37,95 38,45 ,929 -44,79 48,79 ,849 -31,37 37,70 ,996 -34,62 34,45 ,849 -37,70 31,37 ,873 -45,55 39,05 ,996 -34,45 34,62 ,873 -39,05 45,55 ,872 -131,75 153,92 ,998 -143,00 142,67 ,872 -153,92 131,75 ,894 -186,19 163,69 ,998 -142,67 143,00 ,894 -163,69 186,19 ,994 -21,20 21,37 ,987 -21,45 21,12 ,994 -21,37 21,20 ,984 -26,32 25,82 ,987 -21,12 21,45 ,984 -25,82 26,32 ,860 -81,48 96,65 ,989 -88,48 89,65 ,860 -96,65 81,48 ,894 -116,08 102,08 ,989 -89,65 88,48 ,894 -102,08 116,08
71 b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. KBS UMUR
Duncana,b
N
6 3 9
4 12 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 8642,00 8721,33 8745,00 ,617
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
ABU UMUR
Duncana,b
N
6 3 9
4 12 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 165,25 167,00 167,25 ,924
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
PK UMUR
Duncana,b
N
6 3 9
4 12 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 203,50 206,67 206,75 ,864
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. SK UMUR
Duncana,b
6 3 9 Sig.
N
4 12 4
Subset for alpha = 0.05 1 698,50 709,58 709,75 ,886
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
72 LK UMUR
Duncana,b
N
6 3 9
4 12 4
Subset for alpha = 0.05 1 23,00 23,08 23,25
Sig.
,983
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
UMUR
Duncana,b
BETA_N N
6 9 3
4 4 12
Subset for alpha = 0.05 1 435,00 442,00 442,58
Sig.
,877
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Oneway (Paket B) UMUR
KBK
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 6 6 6 6 9 9 9 9
791,12 631,72 683,28 936,6 872,36 1139,96 904,6 572,88 551,72 1109,12 945,72 863,64 781,72 1070,4 904,6 1148,28 790,4 1088,96 967,72 1066,6
KBS 9000 7188 7772 7000 6520 8520 6844 4332 4172 7928 6760 6172 8892 8000 6844 8208 8992 8140 7320 7624
ABU
PK
73,8 58,92 63,76 104,32 97,16 126,96 60,88 38,56 37,16 151,44 129,12 117,92 72,92 119,2 60,88 156,76 73,72 121,28 65,16 145,6
173,72 138,72 150,04 127,4 118,68 155,08 234 148,2 142,72 162,52 138,56 126,56 171,64 145,6 234 168,28 173,56 148,12 250,36 156,28
SK 296,12 236,44 255,76 406,72 378,8 495 283,96 179,84 173,2 379,76 323,8 295,68 292,6 464,8 283,96 393,16 295,84 472,84 303,8 365,2
LK 4,52 3,6 3,88 7 6,52 8,52 7,52 4,76 4,6 8,72 7,44 6,8 4,44 8 7,52 9,04 4,48 8,12 8,04 8,4
BETA_N 243 194,04 209,88 291,2 271,24 354,44 321,6 203,68 196,16 406,72 346,8 316,68 240,12 332,8 321,6 421,08 242,8 338,56 344,04 391,12
73
3 6 KBK 9 Total 3 6 KBS 9 Total 3 6 ABU 9 Total 3 6 PK 9 Total 3 6 SK 9 Total 3 6 LK 9 Total 3 6 BETA_N 9 Total
N
Mean
12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20
833,67 976,25 978,50 891,15 6850,67 7986,00 8019,00 7311,40 88,33 102,50 101,50 93,80 151,50 180,00 182,00 163,30 308,83 358,75 359,50 328,95 6,42 7,25 7,00 6,70 279,67 329,00 329,25 299,45
Std. Deviation
193,742 164,415 136,241 184,793 1466,258 851,368 731,664 1333,771 37,840 44,102 38,510 37,650 30,321 37,771 46,619 36,345 94,678 86,357 81,701 89,778 1,782 2,217 2,000 1,838 71,303 74,050 62,088 70,964
Descriptives Std. 95% Confidence Interval Minimum Maximum Error for Mean Lower Upper Bound Bound 55,929 710,57 956,76 552 1140 82,207 714,63 1237,87 782 1148 68,121 761,71 1195,29 790 1089 41,321 804,66 977,64 552 1148 423,272 5919,05 7782,28 4172 9000 425,684 6631,28 9340,72 6844 8892 365,832 6854,76 9183,24 7320 8992 298,240 6687,18 7935,62 4172 9000 10,924 64,29 112,38 37 151 22,051 32,32 172,68 61 157 19,255 40,22 162,78 65 146 8,419 76,18 111,42 37 157 8,753 132,23 170,77 119 234 18,886 119,90 240,10 146 234 23,310 107,82 256,18 148 250 8,127 146,29 180,31 119 250 27,331 248,68 368,99 173 495 43,179 221,34 496,16 284 465 40,850 229,50 489,50 296 473 20,075 286,93 370,97 173 495 ,514 5,28 7,55 4 9 1,109 3,72 10,78 4 9 1,000 3,82 10,18 4 8 ,411 5,84 7,56 4 9 20,583 234,36 324,97 194 407 37,025 211,17 446,83 240 421 31,044 230,45 428,05 243 391 15,868 266,24 332,66 194 421
ANOVA
(Combined) Between Groups KBK
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups
549678,417 17
Total (Combined) Between Groups KBS
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Between Groups ABU
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups
PK
Total Between Groups
Sum of df Mean Square F Sig. Squares 99140,133 2 49570,067 1,533 ,244 62930,083 1 62930,083 1,946 ,181 84370,050 1 84370,050 2,609 ,125 14770,083 1 14770,083 ,457 ,508
(Combined) Linear Unweighted
32334,025
648818,550 19 6370434,133 2 3185217,067 1,974 ,169 4095008,333 1 4095008,333 2,538 ,130 5459080,050 1 5459080,050 3,383 ,083 911354,083 1 911354,083 ,565 ,463 27429510,667 17 1613500,627 33799944,800 19 898,533 2 520,083 1 726,013 1 172,521 1 26034,667 17 26933,200 19 4185,200 2 2790,750 1
449,267 520,083 726,013 172,521 1531,451
,293 ,340 ,474 ,113
,749 ,568 ,500 ,741
2092,600 1,701 ,212 2790,750 2,269 ,150
74 Term
Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Between Groups SK
Unweighted Weighted Deviation
Linear Term
Within Groups Total (Combined) Between Groups LK
Unweighted Weighted Deviation
Linear Term
Within Groups Total
3658,513 1 526,687 1 20913,000 17
3658,513 2,974 ,103 526,687 ,428 ,522 1230,176
25098,200 19 12141,533 2 7701,333 1 10328,513 1 1813,021 1 141001,417 17
6070,767 ,732 ,496 7701,333 ,929 ,349 10328,513 1,245 ,280 1813,021 ,219 ,646 8294,201
153142,950 19 2,533 2 1,021 1 1,653 1 ,880 1 61,667 17
1,267 1,021 1,653 ,880 3,627
,349 ,281 ,456 ,243
,710 ,603 ,509 ,629
64,200 19 11741,533 2 7375,521 1 9934,653 1 1806,880 1
5870,767 1,189 ,329 7375,521 1,494 ,238 9934,653 2,012 ,174 1806,880 ,366 ,553
Within Groups
83939,417 17
4937,613
Total
95680,950 19
(Combined) Between Groups
Linear Term
BETA_N
Unweighted Weighted Deviation
Post Hoc Tests Dependent Variable
(I) UMUR
3 KBK
LSD
6 9 3
KBS
LSD
6 9 3
ABU
LSD
6 9 3
PK
LSD
6 9 3
SK
LSD
6 9
(J) UMUR 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3
Multiple Comparisons Mean Difference Std. (I-J) Error
Sig.
-142,583 -144,833 142,583 -2,250 144,833 2,250 -1135,333 -1168,333 1135,333 -33,000 1168,333 33,000 -14,167 -13,167 14,167 1,000 13,167 -1,000 -28,500 -30,500 28,500 -2,000 30,500 2,000 -49,917 -50,667 49,917 -,750 50,667
,187 ,181 ,187 ,986 ,181 ,986 ,140 ,130 ,140 ,971 ,130 ,971 ,539 ,568 ,539 ,972 ,568 ,972 ,177 ,150 ,177 ,937 ,150 ,937 ,356 ,349 ,356 ,991 ,349
103,817 103,817 103,817 127,150 103,817 127,150 733,371 733,371 733,371 898,193 733,371 898,193 22,594 22,594 22,594 27,672 22,594 27,672 20,250 20,250 20,250 24,801 20,250 24,801 52,581 52,581 52,581 64,398 52,581
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -361,62 76,45 -363,87 74,20 -76,45 361,62 -270,51 266,01 -74,20 363,87 -266,01 270,51 -2682,61 411,94 -2715,61 378,94 -411,94 2682,61 -1928,02 1862,02 -378,94 2715,61 -1862,02 1928,02 -61,84 33,50 -60,84 34,50 -33,50 61,84 -57,38 59,38 -34,50 60,84 -59,38 57,38 -71,22 14,22 -73,22 12,22 -14,22 71,22 -54,33 50,33 -12,22 73,22 -50,33 54,33 -160,85 61,02 -161,60 60,27 -61,02 160,85 -136,62 135,12 -60,27 161,60
75
3 LK
LSD
6 9 3
BETA_N
LSD
6 9
6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6
,750 -,833 -,583 ,833 ,250 ,583 -,250 -49,333 -49,583 49,333 -,250 49,583 ,250
Homogeneous Subsets KBK UMUR
Duncana,b
N
3 6 9
12 4 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 833,67 976,25 978,50 ,238
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. KBS UMUR
Duncana,b
N
3 6 9
12 4 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 6850,67 7986,00 8019,00 ,180
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. ABU UMUR
Duncana,b
3 9 6 Sig.
N
12 4 4
Subset for alpha = 0.05 1 88,33 101,50 102,50 ,590
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
64,398 1,100 1,100 1,100 1,347 1,100 1,347 40,569 40,569 40,569 49,687 40,569 49,687
,991 ,459 ,603 ,459 ,855 ,603 ,855 ,241 ,238 ,241 ,996 ,238 ,996
-135,12 -3,15 -2,90 -1,49 -2,59 -1,74 -3,09 -134,93 -135,18 -36,26 -105,08 -36,01 -104,58
136,62 1,49 1,74 3,15 3,09 2,90 2,59 36,26 36,01 134,93 104,58 135,18 105,08
76 PK UMUR
Duncana,b
N
3 6 9
12 4 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 151,50 180,00 182,00 ,204
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. SK UMUR
Duncana,b
N
3 6 9
12 4 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 308,83 358,75 359,50 ,410
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. LK UMUR
Duncana,b
N
3 9 6
12 4 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 6,42 7,00 7,25 ,516
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
UMUR
Duncana,b
3 6 9 Sig.
BETA_N N
12 4 4
Subset for alpha = 0.05 1 279,67 329,00 329,25 ,299
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
77
Oneway (Paket C) UMUR
KBK
KBS
ABU
PK
SK
LK
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 6 6 6 6 9 9 9 9
1028,04 958 997,4 950,92 758,28 711,56 1228,24 904,88 875,6 1815,32 748,68 927,92 1037,16 907,64 1232,08 1815,32 981,28 934,96 1232,08 1685,24
7654,8 7133,28 7426,64 8962,48 7146,84 6706,52 8958,72 6600,16 6386,56 8373,24 3453,32 4280,08 7722,72 8554,56 8986,72 8373,24 7306,64 8812,08 8986,72 7773,24
118,64 110,56 115,12 144,28 115,08 107,96 156,76 115,52 111,76 247,84 102,2 126,68 119,72 137,72 157,28 247,84 113,24 141,88 157,28 230,08
119,4 111,28 115,84 195,4 155,8 146,2 193,52 142,56 137,96 370,08 152,64 189,16 120,48 186,48 194,12 370,08 114 192,12 194,12 343,56
417,96 389,48 405,48 346,84 276,6 259,56 524,08 386,12 373,6 550,96 227,24 281,64 421,64 331,08 525,72 550,96 398,96 341,04 525,72 511,48
35,96 33,52 34,92 19,72 15,72 14,76 21,52 15,84 15,32 63,64 26,24 32,52 36,28 18,84 21,56 63,64 34,36 19,4 21,56 59,08
3 6 KBK 9 Total 3 6 KBS 9 Total 3 6 ABU 9 Total 3 6 PK 9 Total 3 6 SK 9 Total 3 6 LK 9 Total 3 6 BETA_N 9 Total
N
Mean
12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20 12 4 4 20
992,08 1248,00 1208,25 1086,50 6923,58 8409,50 8219,75 7480,00 131,17 165,75 160,50 143,95 169,17 217,50 211,00 187,20 370,00 457,50 444,25 402,35 27,67 35,25 33,50 30,35 294,42 372,25 359,00 322,90
BETA_N 336,04 313,16 326,04 244,68 195,12 183,08 332,36 244,88 236,96 582,76 240,36 297,88 339,04 233,52 333,4 582,76 320,76 240,56 333,4 541
Descriptives Std. 95% Confidence Minimum Maximum Error Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 294,573 85,036 804,92 1179,25 712 1815 400,777 200,388 610,27 1885,73 908 1815 343,590 171,795 661,52 1754,98 935 1685 329,364 73,648 932,35 1240,65 712 1815 1672,072 482,686 5861,20 7985,97 3453 8962 525,132 262,566 7573,90 9245,10 7723 8987 810,788 405,394 6929,61 9509,89 7307 8987 1502,865 336,051 6776,64 8183,36 3453 8987 39,956 11,534 105,78 156,55 102 248 56,876 28,438 75,25 256,25 120 248 49,803 24,901 81,25 239,75 113 230 45,691 10,217 122,57 165,33 102 248 69,652 20,107 124,91 213,42 111 370 106,938 53,469 47,34 387,66 120 370 96,173 48,087 57,97 364,03 114 344 81,195 18,156 149,20 225,20 111 370 100,050 28,882 306,43 433,57 227 551 101,155 50,577 296,54 618,46 331 551 89,157 44,578 302,38 586,12 341 526 101,670 22,734 354,77 449,93 227 551 14,138 4,081 18,68 36,65 15 64 20,549 10,274 2,55 67,95 19 64 18,193 9,097 4,55 62,45 19 59 15,695 3,510 23,00 37,70 15 64 104,975 30,304 227,72 361,11 183 583 148,520 74,260 135,92 608,58 234 583 128,021 64,010 155,29 562,71 241 541 117,260 26,220 268,02 377,78 183 583
Std. Deviation
78
ANOVA
Between Groups KBK
(Combined) Unweighted Linear Weighted Term Deviation
Within Groups Total
KBS
(Combined) Between Unweighted Linear Groups Weighted Term Deviation Within Groups Total
ABU
(Combined) Between Unweighted Linear Groups Weighted Term Deviation Within Groups Total
PK
(Combined) Between Unweighted Linear Groups Weighted Term Deviation Within Groups Total
SK
(Combined) Between Unweighted Linear Groups Weighted Term Deviation Within Groups Total
LK
(Combined) Between Unweighted Linear Groups Weighted Term Deviation Within Groups Total Between Groups
BETA_N
(Combined) Unweighted Linear Weighted Term Deviation
Sum of df Squares 270595,333 2 140184,083 1 205031,250 1 65564,083 1 1790537,667 17
Mean F Sig. Square 135297,667 1,285 ,302 140184,083 1,331 ,265 205031,250 1,947 ,181 65564,083 ,622 ,441 105325,745
2061133,000 19 9359995,333 2 4679997,667 2,371 ,124 5040144,083 1 5040144,083 2,554 ,128 7254101,250 1 7254101,250 3,675 ,072 2105894,083 1 2105894,083 1,067 ,316 33553480,667 17 1973734,157 42913476,000 19 4957,533 2 2581,333 1 3767,513 1 1190,021 1 34707,417 17
2478,767 1,214 ,321 2581,333 1,264 ,276 3767,513 1,845 ,192 1190,021 ,583 ,456 2041,613
39664,950 19 9840,533 2 5250,083 1 7585,513 1 2255,021 1 115420,667 17
4920,267 ,725 ,499 5250,083 ,773 ,391 7585,513 1,117 ,305 2255,021 ,332 ,572 6789,451
125261,200 19 31746,800 2 16539,188 1 24133,878 1 7612,922 1 164653,750 17
15873,400 1,639 ,223 16539,188 1,708 ,209 24133,878 2,492 ,133 7612,922 ,786 ,388 9685,515
196400,550 19 222,133 2 102,083 1 156,800 1 65,333 1 4458,417 17 4680,550 19 24690,133 2 12513,021 1 18468,003 1 6222,130 1
Within Groups
236559,667 17
Total
261249,800 19
111,067 102,083 156,800 65,333 262,260
,423 ,389 ,598 ,249
,661 ,541 ,450 ,624
12345,067 ,887 ,430 12513,021 ,899 ,356 18468,003 1,327 ,265 6222,130 ,447 ,513 13915,275
79
Post Hoc Tests Dependent Variable
(I) UMUR
3 KBK
LSD
6 9 3
KBS
LSD
6 9 3
ABU
LSD
6 9 3
PK
LSD
6 9 3
SK
LSD
6 9 3
LK
LSD
6 9 3
BETA_N
LSD
6 9
(J) UMUR
6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6 6 9 3 9 3 6
Multiple Comparisons Mean Std. Difference (I-J) Error
Sig.
-255,917 -216,167 255,917 39,750 216,167 -39,750 -1485,917 -1296,167 1485,917 189,750 1296,167 -189,750 -34,583 -29,333 34,583 5,250 29,333 -5,250 -48,333 -41,833 48,333 6,500 41,833 -6,500 -87,500 -74,250 87,500 13,250 74,250 -13,250 -7,583 -5,833 7,583 1,750 5,833 -1,750 -77,833 -64,583 77,833 13,250 64,583 -13,250
,190 ,265 ,190 ,865 ,265 ,865 ,085 ,128 ,085 ,851 ,128 ,851 ,202 ,276 ,202 ,871 ,276 ,871 ,324 ,391 ,324 ,912 ,391 ,912 ,142 ,209 ,142 ,851 ,209 ,851 ,429 ,541 ,429 ,880 ,541 ,880 ,269 ,356 ,269 ,876 ,356 ,876
187,373 187,373 187,373 229,484 187,373 229,484 811,117 811,117 811,117 993,412 811,117 993,412 26,087 26,087 26,087 31,950 26,087 31,950 47,573 47,573 47,573 58,264 47,573 58,264 56,820 56,820 56,820 69,590 56,820 69,590 9,350 9,350 9,350 11,451 9,350 11,451 68,106 68,106 68,106 83,412 68,106 83,412
Homogeneous Subsets KBK UMUR
N
Subset for alpha = 0.05 1 3 12 992,08 9 4 1208,25 a,b Duncan 6 4 1248,00 Sig. ,247 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -651,24 139,41 -611,49 179,16 -139,41 651,24 -444,42 523,92 -179,16 611,49 -523,92 444,42 -3197,22 225,39 -3007,47 415,14 -225,39 3197,22 -1906,17 2285,67 -415,14 3007,47 -2285,67 1906,17 -89,62 20,46 -84,37 25,71 -20,46 89,62 -62,16 72,66 -25,71 84,37 -72,66 62,16 -148,70 52,04 -142,20 58,54 -52,04 148,70 -116,43 129,43 -58,54 142,20 -129,43 116,43 -207,38 32,38 -194,13 45,63 -32,38 207,38 -133,57 160,07 -45,63 194,13 -160,07 133,57 -27,31 12,14 -25,56 13,89 -12,14 27,31 -22,41 25,91 -13,89 25,56 -25,91 22,41 -221,52 65,86 -208,27 79,11 -65,86 221,52 -162,73 189,23 -79,11 208,27 -189,23 162,73
80 b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. KBS UMUR
a,b
Duncan
N
3 9 6
12 4 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 6923,58 8219,75 8409,50 ,126
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. ABU UMUR
a,b
Duncan
N
3 9 6
12 4 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 131,17 160,50 165,75 ,261
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
PK UMUR
a,b
Duncan
N
3 9 6
12 4 4
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 169,17 211,00 217,50 ,386
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
SK UMUR
a,b
Duncan
3 9 6 Sig.
N
12 4 4
Subset for alpha = 0.05 1 370,00 444,25 457,50 ,194
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
81
LK UMUR
a,b
Duncan
N
3 9 6
12 4 4
Subset for alpha = 0.05 1 27,67 33,50 35,25
Sig.
,487
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
UMUR
a,b
Duncan
BETA_N N
3 9 6
12 4 4
Subset for alpha = 0.05 1 294,42 359,00 372,25
Sig.
,331
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,143. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Age class, years Body weight, kg n Ration A Dry matter, g/h/d Ash, g/h/d Crude Protein, g/h/d Crude Fiber, g/h/d Ether Extract, g/h/d NFE, g/h/d Ration B Dry matter, g/h/d Ash, g/h/d Crude Protein, g/h/d Crude Fiber, g/h/d Ether Extract, g/h/d NFE, g/h/d Ration C Dry matter, g/h/d Ash, g/h/d Crude Protein, g/h/d Crude Fiber, g/h/d Ether Extract, g/h/d NFE, g/h/d
3 55.63 3
6 62.40 1
9 60.60 1
1526 ± 147 165 ± 35 204 ± 20 699 ± 97 23 ± 19 435 ± 61
1549 ± 192 167 ± 32 207 ± 28 710 ± 120 23 ± 19 442 ± 71
834 ± 194 88 ± 34 152 ± 30 309 ± 95 6±2 280 ± 71
976 ± 164 103 ± 44 180 ± 38 359 ± 86 7±2 329 ± 74
979 ± 136 102 ± 39 182 ± 47 360 ± 82 7±2 329 ± 62
992 ± 295 131 ± 40 169 ± 70 370 ± 100 28 ± 14 294 ± 104
1248 ± 401 166 ± 57 218 ± 107 458 ± 101 35 ± 21 372 ± 149
1549 ± 212 167 ± 30 207 ± 30 710 ± 121 23 ± 17 443 ± 77
1208 ± 344 161 ± 50 211 ± 96 444 ± 89 34 ± 18 360 ± 117
Mean
Signif.
1544 ± 188 167 ± 32 207 ± 27 707 ± 111 23 ± 17 441 ± 69
0.861 0.924 0.864 0.886 0.983 0.887
891 ± 185 94 ± 38 163 ± 36 329 ± 90 7±2 299 ± 71
0.238 0.590 0.204 0.410 0.516 0.299
1086 ± 329 144 ± 46 187 ± 81 402 ± 101 30 ± 16 323 ± 117
0.247 0.261 0.386 0.194 0.487 0.331
82
Lampiran 2. Analisis Chi Square untuk menentukan bentuk sebaran rusa timor jam
Jumlah rusa persatuan waktu di setiap titik pengamatan PSG KIA CLC KRC GNC 14.00 5 4 4 13 5 14.30 6 6 0 16 0 15.00 6 5 0 23 1 15.30 2 5 0 3 1 16.00 7 1 7 8 6 16.30 9 1 0 7 0 17.00 12 3 0 21 0 17.30 24 3 0 19 4 18.00 28 2 0 4 0 18.30 30 1 25 15 0 19.00 36 15 17 25 4 14.00 1 4 2 9 5 14.30 2 6 2 18 0 15.00 2 5 3 18 1 15.30 6 5 0 7 5 16.00 6 8 4 0 0 16.30 11 6 0 20 0 17.00 15 6 6 5 5 17.30 32 4 6 2 8 18.00 0 4 0 10 1 18.30 0 3 6 12 0 19.00 0 3 0 18 0 14.00 4 3 5 10 5 14.30 4 4 3 12 0 15.00 4 3 1 12 1 15.30 4 5 0 22 0 16.00 5 5 0 8 1 16.30 11 3 0 9 1 17.00 13 3 1 9 0 17.30 27 0 4 9 5 18.00 29 2 15 7 0 18.30 30 5 17 12 3 19.00 29 3 17 12 0 PSG=Pasanggrahan, KIA= Kiara, CLC= Cilingcing, KRC= Karang copong, GNC= Gunung Calling
jml rerata S² IP=S² ẍ λ²=IP(n-1) χ²hit λ²₀.₀₂₅ λ²₀.₉₇₅ λ² > λ²₀.₀₂₅
PSG 400 12,12 131,98 10,89 348,44 11,33 31,53 8,23 Berkelompok
KIA 136 4,12 6,86 1,66 53,26 18 17,53 2,18 Berkelompok
CLC 145 4,39 41,81 9,52 304,48 46,68 20,48 3,247 Berkelompok
KRC 395 11,97 40,84 3,41 109,19 16,09 32,85 8,907 Berkelompok
GNC 62 1,88 5,67 3,02 96,61 34,24 14,45 1,237 Berkelompok
83 Lampiran 3. Analisis preferensi habitat rusa timor di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon dengan metode stepwise Y 0.6990 0.4771 0.7782 0.8451 0.6990 0.8451 0.8451 1.0000 0.7782 1.0000 1.2041 0.8451 1.0414 1.1761 1.5315 1.5315 1.4472 1.5315 1.6628 0.9542 1.3424 1.4472 1.2304 1.2304 1.0414 1.0414 0.8451 0.9031 0.7782 0.6021 0.6990 0.4771 0.4771 0.3010 1.5185 1.3979 1.3802 1.2304 1.8513 1.4150 1.1461 1.1761 1.2304 1.5563 1.5682 0.4771 0.4771 0.4771 0.4771 0.4771 0.4771 0.4771 0.4771 0.4771 0.4771 0.4771 0.3010 0.3010 0.3010
X1 1.4224 1.4436 1.4447 1.3893 1.3727 1.5464 1.4115 1.5859 1.5415 1.5085 1.3276 1.6065 1.3336 1.4859 0.9335 1.3280 1.4336 1.4076 1.3130 1.3967 1.4559 1.3440 1.2953 1.4681 1.4263 1.3036 1.3952 1.4252 1.4440 1.5825 1.7984 1.4933 1.6142 1.5732 1.3105 1.3230 1.3657 1.4116 0.9509 0.9465 1.1358 0.7993 0.9079 0.8254 1.0382 1.5189 1.6937 1.5149 1.3327 1.3010 1.3623 1.3791 1.3680 1.3900 1.3448 1.0497 1.0000 1.0000 1.3623
X2 1.1335 0.9823 1.1399 0.8921 0.7709 0.9823 1.1367 1.0934 0.6721 0.7324 0.7482 1.1335 1.0086 0.9445 1.1761 0.9031 1.1239 1.0492 0.7782 1.0969 1.1553 1.0792 1.1239 1.2201 1.1038 0.7634 0.9191 1.1303 0.6990 1.2355 1.5051 0.9590 1.3945 1.3032 0.9956 0.8129 1.0128 0.8261 0.8976 0.9294 1.0792 0.7634 0.7160 0.5441 1.1335 1.1492 1.2122 1.0828 0.9542 1.0414 1.0492 0.9590 0.8451 1.0828 0.9345 0.6232 0.5051 0.5051 0.7076
X3 2.5092 2.5947 2.3089 2.3504 2.4447 2.3924 2.5164 1.9260 2.1587 2.2619 0.8391 1.6093 1.6928 1.8813 1.7732 1.5209 0.1761 0.1827 1.2571 1.6851 1.2422 1.7098 1.6671 1.2394 0.9328 1.9257 1.7515 2.0598 2.0180 2.1451 2.0420 2.0873 2.2176 2.1474 1.7414 1.7458 1.9899 1.4744 0.2428 1.5584 1.7800 1.7903 1.8227 1.7085 1.9625 0.9791 1.3410 0.7520 2.0590 2.0545 1.8923 1.9814 1.9530 2.0532 1.8749 2.3740 2.3060 2.3011 1.4161
X4 2.9797 2.9901 2.9502 2.9875 2.9954 2.9484 3.0053 2.9349 2.9983 2.9830 2.9364 2.9337 2.9263 2.9119 2.5025 2.9682 3.0964 3.0845 3.0642 2.5917 2.6676 2.5466 2.2767 2.7434 2.7698 2.7187 2.7687 2.4550 2.4782 2.4100 2.5649 2.4449 2.4802 2.4232 1.8461 0.8555 2.0092 1.8734 2.3705 2.4152 2.4794 2.4565 2.2982 2.3330 2.5080 2.5670 2.7598 2.9484 2.0353 2.0697 2.1243 2.0633 2.0855 1.9857 2.1437 2.1716 2.2727 2.2880 2.2828
X5 3.2365 3.2149 3.2540 3.2824 3.2715 3.2352 3.2642 3.2805 3.3115 3.2928 3.3364 3.3067 3.3239 3.3121 3.2010 3.3477 3.4020 3.3970 3.3878 3.1901 3.2273 3.2073 3.1009 3.2461 3.2639 3.2592 3.2714 3.0859 3.0588 3.0998 3.0756 3.1269 3.0747 3.0897 2.7263 2.7768 2.8318 2.8255 1.7632 2.0312 1.8259 2.1014 2.1204 2.0858 2.1565 3.1939 3.1846 3.3393 2.0640 2.0817 1.9104 1.9948 1.9686 2.0700 1.8840 2.4390 2.3557 2.3507 1.4586
X6 2.9793 3.0199 2.9078 2.8805 2.9262 2.9393 2.9540 2.8011 2.7658 2.8334 2.2367 2.6425 2.4230 2.5190 2.0816 2.2427 1.7023 1.7018 1.8269 2.6863 2.5941 2.7041 2.6031 2.6152 2.5426 2.4671 2.4600 2.5130 2.6824 2.6801 2.7713 2.6863 2.7155 2.6846 2.9694 3.0026 2.9620 2.9732 1.8516 1.2711 2.0092 1.1310 1.6070 1.4799 1.0864 2.6445 2.7985 2.3628 2.2238 2.0386 2.2889 2.2989 2.1279 2.1784 2.0519 0.3222 0.3222 0.4314 1.9906
X7 4.1111 4.1111 4.1274 4.0946 4.0607 4.0607 4.0257 4.0077 4.0434 4.0778 4.0778 4.0778 4.0434 4.0434 4.0946 4.1111 4.1111 4.0946 4.1274 4.0778 4.0257 4.0607 4.0607 4.0946 4.0946 4.0946 4.0946 3.9893 4.0077 4.0077 4.0257 4.0257 4.1434 4.1434 4.1434 4.1591 4.1591 4.1591 4.1899 4.2049 4.1899 4.1746 4.1434 4.1274 4.1274 3.9516 3.9124 3.9516 4.0257 4.0607 4.0607 4.0607 4.0257 4.0257 4.0607 4.1274 4.1591 4.1591 4.0946
X8 1.9031 1.9031 1.9031 1.9031 1.9294 1.9542 1.9294 1.9542 1.8751 1.8751 1.8751 1.9031 1.8451 1.8451 1.8751 1.8751 1.8129 1.8129 1.8129 1.9031 1.9031 1.8751 1.8451 1.8451 1.7782 1.7782 1.7782 1.8451 1.9031 1.9031 1.9031 1.9031 1.8451 1.8451 1.9031 1.9031 1.9031 1.8751 1.5441 1.6021 1.8129 1.6532 1.7404 1.7404 1.7782 1.7782 1.8751 1.7782 1.7782 1.6021 1.6021 1.7782 1.6021 1.6021 1.4771 1.3010 1.3010 1.3010 1.6021
X9 0.7482 0.7482 0.7482 0.7924 0.7924 0.7324 0.8062 0.7324 0.7634 0.7634 0.8325 0.7924 0.8195 0.8195 0.8195 0.8195 0.8325 0.8325 0.8325 0.7482 0.7634 0.7634 0.7324 0.7924 0.7924 0.8195 0.8195 0.7924 0.8062 0.8325 0.7782 0.7782 0.8195 0.8195 0.7634 0.7634 0.7782 0.7782 0.8451 0.8451 0.8325 0.8451 0.8451 0.8451 0.8573 0.8388 0.8195 0.8388 0.8325 0.8388 0.8325 0.8325 0.8325 0.8325 0.8325 0.8325 0.8388 0.8388 0.8325
X10 1.3424 1.4914 1.4314 1.3802 1.4150 1.3802 1.4150 1.4472 1.4472 1.3222 1.4314 1.4771 1.5051 1.4771 1.4914 1.5051 1.6232 1.6812 1.6435 1.6990 1.5911 1.6628 1.5911 1.6435 1.6628 1.5911 1.5911 1.6232 1.5051 1.6021 1.5563 1.6232 1.5315 1.5441 1.5563 1.5563 1.6128 1.6232 1.6128 1.6128 1.5315 1.5441 1.6021 1.6021 1.6021 1.6021 1.3424 1.6990 1.6021 1.6990 1.6021 1.6021 1.6021 1.6990 1.6532 1.6532 1.6532 1.6532 1.6021
84 0.3010 0.3010 0.3010 0.3010 0.3010 0.3010 0.3010 0.3010 0.3010 0.3010 0.3010
1.3565 1.3736 1.3623 1.3623 1.3507 1.3953 1.3680 1.3900 1.3846 1.3565 1.3623
0.7482 0.7853 0.7324 0.7324 0.7076 0.7709 0.7404 0.8808 0.8692 0.7324 0.7324
1.4916 1.4547 1.4171 1.5558 1.3056 1.0039 1.4378 1.1245 1.1383 1.5432 1.4960
2.2876 2.3213 2.2805 2.2801 2.3047 2.3098 2.2997 2.2977 2.2988 2.2597 2.2677
1.4971 1.3604 2.4402 1.5682 1.3876 1.3473 1.4570 1.3596 1.3103 1.5793 1.5262
1.9746 2.0092 1.9751 1.9971 1.9112 2.0657 1.9897 2.0242 2.0070 1.9843 2.0058
4.0946 4.0607 4.0946 4.0946 4.1274 4.0607 4.1274 4.0946 4.0946 4.1591 4.0946
1.6021 1.4771 1.5441 1.5441 1.4771 1.6021 1.4771 1.5441 1.5441 1.4771 1.5441
0.8325 0.8195 0.8261 0.8261 0.8325 0.8195 0.8388 0.8195 0.8195 0.8325 0.8195
1.6021 1.6021 1.5798 1.5798 1.5682 1.5682 1.5798 1.5798 1.5051 1.6021 1.5798
Keterangan : Y = frekuensi kehadiran rusa di suatu tempat, X1 = ketinggian (mdpl), X2 = kelerengan (%), X3 = jarak dari jalur patroli (m), X4 = jarak dari kubangan (m), X5 = jarak dari padang rumput (m), X6 = jarak dari pantai (m), X7 = suhu udara (0C), X8 = kelembaban (%), X9 = pH tanah, X10 = salinitas tanah Variables Entered/Removeda Model Variables Entered Variables Removed Method 1 X8 . Stepwise (Criteria: Probability-of-F-toenter <= .050, Probability-of-F-toremove >= .100). 2 X1 . Stepwise (Criteria: Probability-of-F-toenter <= .050, Probability-of-F-toremove >= .100). 3 X3 . Stepwise (Criteria: Probability-of-F-todimension0 enter <= .050, Probability-of-F-toremove >= .100). 4 X5 . Stepwise (Criteria: Probability-of-F-toenter <= .050, Probability-of-F-toremove >= .100). 5 X7 . Stepwise (Criteria: Probability-of-F-toenter <= .050, Probability-of-F-toremove >= .100). a. Dependent Variable: Y
Model R 1 .490a 2 .790b dimension0 3 .868c 4 .882d 5 .897e a. Predictors: (Constant), X8 b. Predictors: (Constant), X8, X1
Model Summaryf Adjusted R R Square Square .240 .229 .624 .613 .754 .743 .778 .765 .804 .789
Std. Error of the Estimate .3974308 .2815791 .2295537 .2196172 .2079089
Durbin-Watson
1.808
85 c. Predictors: (Constant), X8, X1, X3 d. Predictors: (Constant), X8, X1, X3, X5 e. Predictors: (Constant), X8, X1, X3, X5, X7 f. Dependent Variable: Y
ANOVAf df 1 68 69 2 67 69 3 66 69 4 65 69 5 64 69
Model Sum of Squares 1 Regression 3.397 Residual 10.741 Total 14.138 2 Regression 8.826 Residual 5.312 Total 14.138 3 Regression 10.660 Residual 3.478 Total 14.138 4 Regression 11.003 Residual 3.135 Total 14.138 5 Regression 11.372 Residual 2.766 Total 14.138 a. Predictors: (Constant), X8 b. Predictors: (Constant), X8, X1 c. Predictors: (Constant), X8, X1, X3 d. Predictors: (Constant), X8, X1, X3, X5 e. Predictors: (Constant), X8, X1, X3, X5, X7 f. Dependent Variable: Y
Mean Square 3.397 .158
F 21.509
Sig. .000a
4.413 .079
55.658
.000b
3.553 .053
67.434
.000c
2.751 .048
57.032
.000d
2.274 .043
52.615
.000e
t -2.886 4.638 -1.796 9.543 -8.274 -1.160 12.485 10.414 -5.900 .390 7.185 11.058 -6.297 2.666 -2.838 7.491
Sig. .005 .000 .077 .000 .000 .250 .000 .000
Coefficientsa Model
1 2
3
4
5
(Constant) X8 (Constant) X8 X1 (Constant) X8 X1
Unstandardized Coefficients B Std. Error -1.389 .481 1.271 .274 -.634 .353 2.069 .217 -1.591 .192 -.339 .292 2.235 .179 -1.635 .157
Standardized Coefficients Beta .490 .798 -.692 .862 -.711
X3 (Constant) X8 X1
-.308 .129 1.765 -1.665
.052 .330 .246 .151
-.365
X3 X5 (Constant) X8
-.315 .154 -6.611 1.743
.050 .058 2.329 .233
-.373 .245
.681 -.724
.672
.000 .698 .000 .000 .000 .010 .006 .000
86 X1 -1.402 X3 -.317 X5 .170 X7 1.563 a. Dependent Variable: Y
.169 .047 .055 .535
-.610 -.376 .269 .202
-8.313 -6.698 3.082 2.920
.000 .000 .003 .005
Excluded Variablesf Model Beta In t Sig. a 1 X1 -.692 -8.274 .000 X2 -.167a -1.307 .196 X3 -.335a -3.359 .001 a X4 -.023 -.198 .844 X5 .141a .852 .397 a X6 -.788 -5.624 .000 X7 .475a 4.985 .000 X9 .202a 1.540 .128 a X10 .270 2.342 .022 2 X2 .099b 1.024 .310 X3 -.365b -5.900 .000 X4 .055b .655 .514 X5 .215b 1.860 .067 X6 -.240b -1.521 .133 X7 .177b 1.932 .058 b X9 .008 .079 .937 X10 .204b 2.507 .015 3 X2 .054c .682 .497 X4 .003c .047 .963 X5 .245c 2.666 .010 X6 -.126c -.962 .340 X7 .182c 2.481 .016 X9 -.159c -1.943 .056 c X10 .081 1.114 .269 4 X2 .055d .717 .476 X4 -.104d -1.414 .162 X6 .008d .060 .953 X7 .202d 2.920 .005 X9 -.145d -1.847 .069 X10 .067d .950 .346 5 X2 .061e .846 .401 e X4 -.091 -1.296 .200 X6 -.023e -.175 .862 e X9 -.097 -1.252 .215 X10 .078e 1.182 .242 a. Predictors in the Model: (Constant), X8 b. Predictors in the Model: (Constant), X8, X1 c. Predictors in the Model: (Constant), X8, X1, X3 d. Predictors in the Model: (Constant), X8, X1, X3, X5 e. Predictors in the Model: (Constant), X8, X1, X3, X5, X7 f. Dependent Variable: Y
Partial Correlation -.711 -.158 -.380 -.024 .104 -.566 .520 .185 .275 .125 -.588 .080 .223 -.184 .231 .010 .295 .084 .006 .314 -.118 .294 -.234 .137 .089 -.174 .007 .343 -.225 .118 .106 -.161 -.022 -.156 .147
Collinearity Statistics Tolerance .802 .675 .977 .827 .408 .392 .910 .638 .790 .598 .975 .816 .406 .221 .645 .598 .783 .592 .803 .405 .216 .645 .536 .701 .592 .618 .182 .640 .534 .697 .592 .615 .181 .502 .694
87
Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value a. Dependent Variable: Y
Residuals Statisticsa Minimum Maximum Mean .149111 1.728222 .832009 -1.682 2.208 .000 .034 .104 .059 .125127 .4164936 -2.003 -2.118 .4671330 -2.180 .894 .000 .013
Std. Deviation .4059637 1.000 .016
N 70 70 70
1.764866 .3702821
.834241 .0000000
.4069223 .2002343
70 70
1.781 1.811 .4099033
.000 -.005 .0022325 -.005 4.929 .017 .071
.963 1.009 .2202859
70 70 70
1.019 3.547 .026 .051
70 70 70 70
1.845 16.243 .137 .235
88
89
Lampiran 4. Anova asam amino ranggah muda rusa TNUK Umur ranggah panen (hari) 55 55 55 55 65 65 65 65 60 60 60 60 60 60 60 60 55 55 55 55
Asp
Glu
Ser
Gly
His
Arg
Thr
Ala
Pro
Tyr
Val
Met
Sis
iso-leu
40,20 29,80 38,28 34,95 46,11 38,86 52,35 37,56 41,70 25,60 35,90 21,30 34,29 25,11 40,32 28,89 22,80 16,40 34,96 25,12
69,79 57,87 62,01 61,31 76,13 71,20 89,76 72,94 68,20 59,90 59,30 55,20 57,51 53,37 63,18 54,54 46,56 42,88 55,84 50,00
14,24 12,02 11,62 10,61 13,34 12,62 17,55 12,91 13,60 9,40 11,50 12,40 11,43 9,72 13,59 10,35 9,52 7,44 11,68 9,36
19,09 15,25 13,74 13,94 15,08 13,49 21,61 14,65 18,80 13,30 13,30 13,90 13,86 13,41 18,72 12,33 11,44 11,04 16,08 11,92
12,93 10,00 9,70 9,49 12,62 10,59 14,94 11,89 12,70 8,20 10,30 11,10 10,26 9,36 11,61 8,64 6,96 6,32 9,76 8,24
18,48 12,02 12,02 10,30 14,36 13,49 18,56 12,91 17,90 10,40 12,60 12,90 11,34 11,16 17,10 11,43 9,76 9,12 14,96 10,48
16,97 11,62 10,30 9,70 12,76 11,75 16,39 13,20 15,40 11,50 11,70 11,50 8,28 8,19 16,38 9,27 8,72 7,44 13,60 9,20
10,91 7,98 8,59 8,28 11,75 11,46 12,76 11,02 10,40 7,50 9,10 7,30 7,56 7,47 11,16 7,65 6,48 6,88 9,44 7,04
22,73 18,28 19,49 18,89 25,96 23,78 27,26 23,06 21,30 17,90 18,50 18,60 15,75 15,48 20,79 16,92 14,08 13,76 18,48 15,28
12,83 9,60 9,80 8,28 12,18 12,33 13,34 11,31 11,00 9,10 11,60 9,30 8,28 8,01 11,61 8,28 6,96 6,48 10,24 7,20
10,91 8,18 7,88 8,38 10,44 10,59 10,59 10,01 9,50 7,50 8,20 8,20 7,11 6,84 10,53 6,21 6,00 6,00 8,88 6,32
9,90 8,59 8,18 8,69 11,31 9,57 12,91 10,30 8,60 8,20 8,90 8,70 7,83 7,29 9,09 7,11 6,72 6,56 7,92 6,48
7,68 6,06 7,17 5,76 7,98 7,40 7,83 8,27 7,50 5,80 6,80 5,90 6,21 5,58 7,02 4,59 4,96 5,04 6,56 5,04
22,12 15,86 17,68 16,56 23,64 23,64 24,36 23,06 20,40 15,30 15,60 16,80 15,39 14,85 19,62 15,12 13,04 12,24 16,32 13,76
Leu
Phe
Lys
23,33 18,69 19,29 18,28 25,81 25,81 26,54 25,38 22,40 17,40 19,30 18,00 17,19 16,02 20,61 16,29 13,76 13,36 18,64 15,12
12,73 11,51 10,40 9,80 14,36 13,34 15,66 13,49 10,50 9,20 10,80 10,40 8,82 10,44 10,89 9,27 9,04 7,84 9,52 9,12
13,53 12,22 11,72 10,40 15,23 16,39 16,82 14,65 13,30 11,40 12,60 11,70 10,35 9,18 11,70 10,62 8,40 8,16 10,48 9,84
90
Descriptives N
Asp
Glu
Ser
Gly
His
Arg
Thr
Ala
Pro
Tyr
Val
Met
Sis
isoleu
55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total 55 60 65 Total
8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20
Mean
Std. Deviation
Std. Error
30,313750 8,2943129 2,9324825 31,638750 7,5149060 2,6569205 43,720000 6,8739654 3,4369827 33,525000 9,0185566 2,0166106 55,782500 8,9032285 3,1477666 58,900000 4,9451419 1,7483717 77,507500 8,4195779 4,2097889 61,374500 10,9519642 2,4489337 10,811250 2,0634744 ,7295484 11,498750 1,6254181 ,5746721 14,105000 2,3156353 1,1578176 11,745000 2,2257406 ,4976907 14,062500 2,7118404 ,9587804 14,702500 2,5499846 ,9015557 16,207500 3,6637356 1,8318678 14,747500 2,8056407 ,6273603 9,175000 2,0504076 ,7249286 10,271250 1,5194119 ,5371932 12,510000 1,8246278 ,9123139 10,280500 2,1180639 ,4736135 12,142500 3,1419455 1,1108455 13,103750 2,8352371 1,0024077 14,830000 2,5570686 1,2785343 13,064500 2,9403678 ,6574862 10,943750 3,0718070 1,0860478 11,527500 3,0555745 1,0803087 13,525000 2,0041374 1,0020687 11,693500 2,9163103 ,6521068 8,200000 1,4704227 ,5198729 8,517500 1,5189352 ,5370247 11,747500 ,7387095 ,3693547 9,036500 1,9204311 ,4294214 17,623750 3,0543596 1,0798792 18,155000 2,1274129 ,7521540 25,015000 1,9390977 ,9695489 19,314500 3,7827357 ,8458454 8,923750 2,1189751 ,7491708 9,647500 1,5276008 ,5400885 12,290000 ,8319856 ,4159928 9,886500 2,0624622 ,4611806 7,818750 1,6900248 ,5975140 8,011250 1,4303690 ,5057118 10,407500 ,2742718 ,1371359 8,413500 1,6947140 ,3789496 7,880000 1,2177379 ,4305354 8,215000 ,7409839 ,2619774 11,022500 1,4464986 ,7232493 8,642500 1,6103542 ,3600862 6,0337 1,03384 ,36552 6,1750 ,92149 ,32580 7,8700 ,36268 ,18134 6,4575 1,12100 ,25066 15,947500 3,1306583 1,1068549 16,635000 2,1711616 ,7676216 23,675000 ,5322593 ,2661297 17,768000 3,8306831 ,8565668
95% Confidence Minimum Maximum Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 23,379531 37,247969 16,4000 40,2000 25,356131 37,921369 21,3000 41,7000 32,781987 54,658013 37,5600 52,3500 29,304186 37,745814 16,4000 52,3500 48,339215 63,225785 42,8800 69,7900 54,765758 63,034242 53,3700 68,2000 64,110073 90,904927 71,2000 89,7600 56,248823 66,500177 42,8800 89,7600 9,086142 12,536358 7,4400 14,2400 10,139866 12,857634 9,4000 13,6000 10,420308 17,789692 12,6200 17,5500 10,703321 12,786679 7,4400 17,5500 11,795345 16,329655 11,0400 19,0900 12,570660 16,834340 12,3300 18,8000 10,377679 22,037321 13,4900 21,6100 13,434420 16,060580 11,0400 21,6100 7,460816 10,889184 6,3200 12,9300 9,000990 11,541510 8,2000 12,7000 9,606610 15,413390 10,5900 14,9400 9,289216 11,271784 6,3200 14,9400 9,515768 14,769232 9,1200 18,4800 10,733432 15,474068 10,4000 17,9000 10,761133 18,898867 12,9100 18,5600 11,688366 14,440634 9,1200 18,5600 8,375655 13,511845 7,4400 16,9700 8,972976 14,082024 8,1900 16,3800 10,335970 16,714030 11,7500 16,3900 10,328625 13,058375 7,4400 16,9700 6,970696 9,429304 6,4800 10,9100 7,247638 9,787362 7,3000 11,1600 10,572048 12,922952 11,0200 12,7600 8,137711 9,935289 6,4800 12,7600 15,070241 20,177259 13,7600 22,7300 16,376438 19,933562 15,4800 21,3000 21,929463 28,100537 23,0600 27,2600 17,544125 21,084875 13,7600 27,2600 7,152243 10,695257 6,4800 12,8300 8,370394 10,924606 8,0100 11,6100 10,966125 13,613875 11,3100 13,3400 8,921238 10,851762 6,4800 13,3400 6,405854 9,231646 6,0000 10,9100 6,815432 9,207068 6,2100 10,5300 9,971072 10,843928 10,0100 10,5900 7,620349 9,206651 6,0000 10,9100 6,861946 8,898054 6,4800 9,9000 7,595522 8,834478 7,1100 9,0900 8,720798 13,324202 9,5700 12,9100 7,888831 9,396169 6,4800 12,9100 5,1694 6,8981 4,96 7,68 5,4046 6,9454 4,59 7,50 7,2929 8,4471 7,40 8,27 5,9329 6,9821 4,59 8,27 13,330204 18,564796 12,2400 22,1200 14,819863 18,450137 14,8500 20,4000 22,828057 24,521943 23,0600 24,3600 15,975185 19,560815 12,2400 24,3600
91 55 60 Leu 65 Total 55 60 Phe 65 Total 55 60 Lys 65 Total
8 8 4 20 8 8 4 20 8 8 4 20
17,558750 18,401250 25,885000 19,561000 9,995000 10,040000 14,212500 10,856500 10,5938 11,3563 15,7725 11,9345
3,3226729 1,1747423 14,780926 20,336574 2,2179362 ,7841589 16,547009 20,255491 ,4814215 ,2407108 25,118951 26,651049 4,0731158 ,9107764 17,654723 21,467277 1,5364523 ,5432179 8,710494 11,279506 ,8096031 ,2862379 9,363155 10,716845 1,0646243 ,5323122 12,518445 15,906555 2,0626383 ,4612199 9,891156 11,821844 1,84735 ,65314 9,0493 12,1382 1,30132 ,46009 10,2683 12,4442 1,00546 ,50273 14,1726 17,3724 2,45756 ,54953 10,7843 13,0847
(Combined)
Asp
Between Groups
Linear Term
Within Groups Total (Combined) Glu
Between Groups
Linear Term
Within Groups Total (Combined) Ser
Between Groups
Linear Term
Within Groups Total (Combined) Gly
Between Groups
Linear Term
Within Groups Total (Combined) His
Between Groups
Linear Term
Within Groups Total (Combined) Arg
Between Groups
Linear Term
Within Groups Total (Combined) Thr
Between Groups
Linear Term
Within Groups Total Ala
Between Groups
(Combined) Linear Term
ANOVA Sum of Squares 526,713 Unweighted 479,273 Weighted 394,488 Deviation 132,225 1018,640 1545,353 1340,244 Unweighted 1258,602 Weighted 1066,026 Deviation 274,217 938,721 2278,965 29,739 Unweighted 28,930 Weighted 25,531 Deviation 4,208 64,386 94,125 12,296 Unweighted 12,269 Weighted 11,441 Deviation ,855 137,264 149,561 29,660 Unweighted 29,659 Weighted 28,169 Deviation 1,492 55,577 85,238 19,281 Unweighted 19,260 Weighted 18,612 Deviation ,669 144,989 164,269 18,135 Unweighted 17,768 Weighted 15,851 Deviation 2,284 143,457 161,592 37,151 Unweighted 33,559 Weighted 27,456
df 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1
13,3600 16,0200 25,3800 13,3600 7,8400 8,8200 13,3400 7,8400 8,16 9,18 14,65 8,16
Mean Square 263,356 479,273 394,488 132,225 59,920
F
23,3300 22,4000 26,5400 26,5400 12,7300 10,8900 15,6600 15,6600 13,53 13,30 16,82 16,82
Sig.
4,395 7,999 6,584 2,207
,029 ,012 ,020 ,156
670,122 1258,602 1066,026 274,217 55,219
12,136 22,793 19,305 4,966
,001 ,000 ,000 ,040
14,869 28,930 25,531 4,208 3,787
3,926 7,639 6,741 1,111
,040 ,013 ,019 ,307
6,148 12,269 11,441 ,855 8,074
,761 1,520 1,417 ,106
,482 ,234 ,250 ,749
14,830 29,659 28,169 1,492 3,269
4,536 9,072 8,616 ,456
,026 ,008 ,009 ,508
9,640 19,260 18,612 ,669 8,529
1,130 2,258 2,182 ,078
,346 ,151 ,158 ,783
9,068 17,768 15,851 2,284 8,439
1,075 2,105 1,878 ,271
,364 ,165 ,188 ,610
18,575 33,559 27,456
9,592 17,329 14,178
,002 ,001 ,002
92 Deviation Within Groups Total (Combined) Pro
Between Groups
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Tyr
Between Groups
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Val
Between Groups
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Met
Between Groups
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Sis
Between Groups
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) iso-leu
Between Groups
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Leu
Between Groups
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined) Phe
Between Groups
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
Within Groups Total (Combined)
Lys
Between Groups Within Groups Total
Linear Term
Unweighted Weighted Deviation
9,694 32,922 70,073 163,607 145,682 117,832 45,775 108,265 271,873 30,979 30,218 26,772 4,208 49,842 80,821 20,028 17,871 14,478 5,550 34,541 54,569 28,771 26,334 21,784 6,987 20,501 49,272 10,056 8,992 7,297 2,759 13,820 23,876 176,354 159,238 130,235 46,119 102,455 278,809 202,804 184,871 152,397 50,407 112,411 315,215 56,322 47,433 36,852 19,470 24,513 80,835 75,977 71,519 60,720 15,257 38,776 114,753
1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19 2 1 1 1 17 19
9,694 1,937
5,006
,039
81,804 145,682 117,832 45,775 6,369
12,845 22,875 18,502 7,188
,000 ,000 ,000 ,016
15,490 30,218 26,772 4,208 2,932
5,283 10,307 9,131 1,435
,016 ,005 ,008 ,247
10,014 17,871 14,478 5,550 2,032
4,929 8,796 7,126 2,732
,021 ,009 ,016 ,117
14,385 26,334 21,784 6,987 1,206
11,929 21,837 18,064 5,794
,001 ,000 ,001 ,028
5,028 8,992 7,297 2,759 ,813
6,185 11,060 8,975 3,394
,010 ,004 ,008 ,083
88,177 159,238 130,235 46,119 6,027
14,631 26,422 21,609 7,652
,000 ,000 ,000 ,013
101,402 184,871 152,397 50,407 6,612
15,335 27,958 23,047 7,623
,000 ,000 ,000 ,013
28,161 47,433 36,852 19,470 1,442
19,530 32,895 25,557 13,502
,000 ,000 ,000 ,002
37,988 71,519 60,720 15,257 2,281
16,655 31,355 26,621 6,689
,000 ,000 ,000 ,019
93
Post Hoc Tests Dependent Variable
(I) umur (J) umur
55 Asp
LSD
60 65 55
Glu
LSD
60 65 55
Ser
LSD
60 65 55
Gly
LSD
60 65 55
His
LSD
60 65 55
Arg
LSD
60 65 55
Thr
LSD
60 65 55
Ala
LSD
60 65 55
Pro
LSD
60 65 55
Tyr
LSD
60 65 55
Val
LSD
60 65 55
Met
LSD
60 65
60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55 60 60 65 55 65 55
Multiple Comparisons Mean Std. Error Difference (I-J) -1,3250000 3,8704010 -13,4062500* 4,7402538 1,3250000 3,8704010 -12,0812500* 4,7402538 13,4062500* 4,7402538 12,0812500* 4,7402538 -3,1175000 3,7154709 -21,7250000* 4,5505039 3,1175000 3,7154709 -18,6075000** 4,5505039 21,7250000* 4,5505039 18,6075000 4,5505039 -,6875000 ,9730627 -3,2937500* 1,1917536 ,6875000 ,9730627 -2,6062500** 1,1917536 3,2937500* 1,1917536 2,6062500 1,1917536 -,6400000 1,4207722 -2,1450000 1,7400835 ,6400000 1,4207722 -1,5050000 1,7400835 2,1450000 1,7400835 1,5050000 1,7400835 -1,0962500* ,9040537 -3,3350000 1,1072351 1,0962500 ,9040537 -2,2387500* 1,1072351 3,3350000 1,1072351 2,2387500 1,1072351 -,9612500 1,4602001 -2,6875000 1,7883726 ,9612500 1,4602001 -1,7262500 1,7883726 2,6875000 1,7883726 1,7262500 1,7883726 -,5837500 1,4524697 -2,5812500 1,7789048 ,5837500 1,4524697 -1,9975000 1,7789048 2,5812500 1,7789048 1,9975000 1,7789048 -,3175000 ,6958091 -3,5475000* ,8521887 ,3175000 ,6958091 -3,2300000** ,8521887 3,5475000* ,8521887 3,2300000 ,8521887 -,5312500* 1,2617989 -7,3912500 1,5453818 ,5312500 1,2617989 -6,8600000** 1,5453818 7,3912500* 1,5453818 6,8600000 1,5453818 -,7237500 ,8561365 -3,3662500* 1,0485488 ,7237500 ,8561365 -2,6425000** 1,0485488 3,3662500* 1,0485488 2,6425000 1,0485488 -,1925000 ,7127066 -2,5887500* ,8728838 ,1925000 ,7127066 -2,3962500** ,8728838 2,5887500* ,8728838 2,3962500 ,8728838 -,3350000* ,5490724 -3,1425000 ,6724736 ,3350000* ,5490724 -2,8075000* ,6724736 3,1425000 ,6724736
Sig. ,736 ,012 ,736 ,021 ,012 ,021 ,413 ,000 ,413 ,001 ,000 ,001 ,489 ,013 ,489 ,043 ,013 ,043 ,658 ,234 ,658 ,399 ,234 ,399 ,242 ,008 ,242 ,059 ,008 ,059 ,519 ,151 ,519 ,348 ,151 ,348 ,693 ,165 ,693 ,277 ,165 ,277 ,654 ,001 ,654 ,001 ,001 ,001 ,679 ,000 ,679 ,000 ,000 ,000 ,410 ,005 ,410 ,022 ,005 ,022 ,790 ,009 ,790 ,014 ,009 ,014 ,550 ,000 ,550 ,001 ,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -9,490832 6,840832 -23,407311 -3,405189 -6,840832 9,490832 -22,082311 -2,080189 3,405189 23,407311 2,080189 22,082311 -10,956458 4,721458 -31,325724 -12,124276 -4,721458 10,956458 -28,208224 -9,006776 12,124276 31,325724 9,006776 28,208224 -2,740483 1,365483 -5,808130 -,779370 -1,365483 2,740483 -5,120630 -,091870 ,779370 5,808130 ,091870 5,120630 -3,637567 2,357567 -5,816255 1,526255 -2,357567 3,637567 -5,176255 2,166255 -1,526255 5,816255 -2,166255 5,176255 -3,003637 ,811137 -5,671062 -,998938 -,811137 3,003637 -4,574812 ,097312 ,998938 5,671062 -,097312 4,574812 -4,042003 2,119503 -6,460636 1,085636 -2,119503 4,042003 -5,499386 2,046886 -1,085636 6,460636 -2,046886 5,499386 -3,648193 2,480693 -6,334411 1,171911 -2,480693 3,648193 -5,750661 1,755661 -1,171911 6,334411 -1,755661 5,750661 -1,785529 1,150529 -5,345461 -1,749539 -1,150529 1,785529 -5,027961 -1,432039 1,749539 5,345461 1,432039 5,027961 -3,193413 2,130913 -10,651721 -4,130779 -2,130913 3,193413 -10,120471 -3,599529 4,130779 10,651721 3,599529 10,120471 -2,530040 1,082540 -5,578495 -1,154005 -1,082540 2,530040 -4,854745 -,430255 1,154005 5,578495 ,430255 4,854745 -1,696180 1,311180 -4,430374 -,747126 -1,311180 1,696180 -4,237874 -,554626 ,747126 4,430374 ,554626 4,237874 -1,493442 ,823442 -4,561295 -1,723705 -,823442 1,493442 -4,226295 -1,388705 1,723705 4,561295
94 60 2,8075000* 60 -,14125 55 65 -1,83625* 55 ,14125 Sis LSD 60 65 -1,69500** 55 1,83625* 65 60 1,69500 60 -,6875000* 55 65 -7,7275000 55 ,6875000 iso-leu LSD 60 65 -7,0400000** 55 7,7275000* 65 60 7,0400000 60 -,8425000 55 65 -8,3262500* 55 ,8425000 Leu LSD 60 65 -7,4837500** 55 8,3262500* 65 60 7,4837500 60 -,0450000 55 65 -4,2175000* 55 ,0450000 Phe LSD 60 65 -4,1725000** 55 4,2175000* 65 60 4,1725000 60 -,76250 55 65 -5,17875* 55 ,76250 Lys LSD 60 65 -4,41625* 55 5,17875* 65 60 4,41625* *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
,6724736 ,45082 ,55214 ,45082 ,55214 ,55214 ,55214 1,2274714 1,5033393 1,2274714 1,5033393 1,5033393 1,5033393 1,2857309 1,5746924 1,2857309 1,5746924 1,5746924 1,5746924 ,6004076 ,7353462 ,6004076 ,7353462 ,7353462 ,7353462 ,75514 ,92485 ,75514 ,92485 ,92485 ,92485
,001 ,758 ,004 ,758 ,007 ,004 ,007 ,583 ,000 ,583 ,000 ,000 ,000 ,521 ,000 ,521 ,000 ,000 ,000 ,941 ,000 ,941 ,000 ,000 ,000 ,327 ,000 ,327 ,000 ,000 ,000
Homogeneous Subsets Asp umur
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 55 8 30,313750 60 8 31,638750 Duncana,b 65 4 43,720000 Sig. ,770 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Glu umur N Subset for alpha = 0.05 1 2 55 8 55,782500 60 8 58,900000 Duncana,b 65 4 77,507500 Sig. ,477 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Ser umur N Subset for alpha = 0.05 1 2 55 8 10,811250 60 8 11,498750 Duncana,b 65 4 14,105000 Sig. ,549 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Gly umur N Subset for alpha = 0.05 1 55 8 14,062500 60 8 14,702500 Duncana,b 65 4 16,207500 Sig. ,232 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.
1,388705 -1,0924 -3,0012 -,8099 -2,8599 ,6713 ,5301 -3,277238 -10,899269 -1,902238 -10,211769 4,555731 3,868231 -3,555155 -11,648560 -1,870155 -10,806060 5,003940 4,161440 -1,311749 -5,768945 -1,221749 -5,723945 2,666055 2,621055 -2,3557 -7,1300 -,8307 -6,3675 3,2275 2,4650
4,226295 ,8099 -,6713 1,0924 -,5301 3,0012 2,8599 1,902238 -4,555731 3,277238 -3,868231 10,899269 10,211769 1,870155 -5,003940 3,555155 -4,161440 11,648560 10,806060 1,221749 -2,666055 1,311749 -2,621055 5,768945 5,723945 ,8307 -3,2275 2,3557 -2,4650 7,1300 6,3675
95 b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. His umur N Subset for alpha = 0.05 1 2 55 8 9,175000 60 8 10,271250 Duncana,b 65 4 12,510000 Sig. ,308 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Arg umur N Subset for alpha = 0.05 1 55 8 12,142500 60 8 13,103750 Duncana,b 65 4 14,830000 Sig. ,149 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Thr umur
N
Subset for alpha = 0.05 1 55 8 10,943750 60 8 11,527500 a,b Duncan 65 4 13,525000 Sig. ,162 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
umur
N
Ala
55 8 60 8 Duncan 65 4 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. a,b
b.
Subset for alpha = 0.05 1 2 8,200000 8,517500 11,747500 ,698 1,000
The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c. Pro umur
N
55 8 60 8 Duncan 65 4 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. a,b
Subset for alpha = 0.05 1 2 17,623750 18,155000 25,015000 ,720 1,000
96 b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Tyr umur
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 8,923750 9,647500 12,290000 ,474 1,000
55 8 60 8 Duncan 65 4 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Val umur N Subset for alpha = 0.05 1 2 55 8 7,818750 60 8 8,011250 Duncana,b 65 4 10,407500 Sig. ,818 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Met umur N Subset for alpha = 0.05 1 2 55 8 7,880000 60 8 8,215000 Duncana,b 65 4 11,022500 Sig. ,604 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. a,b
Sis umur
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 55 8 6,0337 60 8 6,1750 Duncana,b 65 4 7,8700 Sig. ,789 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
umur
iso-leu N
Subset for alpha = 0.05 1 2 15,947500 16,635000 23,675000 ,634 1,000
55 8 60 8 Duncana,b 65 4 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
97
Leu umur
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 17,558750 18,401250 25,885000 ,578 1,000
55 8 60 8 Duncana,b 65 4 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed. Phe umur
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 9,995000 10,040000 14,212500 0,949 1,000
55 8 60 8 Duncana,b 65 4 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Lys umur
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 55 8 10,5938 60 8 11,3563 Duncana,b 65 4 15,7725 Sig. 0,394 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
98
Lampiran 5. Peta Persebaran Rusa Timorensis di Pulau Peucang
99
RIWAYAT HIDUP MUFTI SUDIBYO, lahir di Sragen tanggal 16 Agustus 1960 adalah anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Drs. HM Asymuni (Alm) dan Hj. Siti Mukarromah. Tahun 1974 menamatkan pendidikan Sekolah Dasar dari SDN52 Gajahan Surakarta. Tahun 1977 menamatkan Sekolah Menengah Pertama dari Madrasah Tsanawiyan/SMP Al Islam 1 Surakarta, tahun 1981 menamatkan Sekolah Menengah Atas dari Madrasah Aliyah/SMA Al Islam 1 Surakarta. Tahun 1981, penulis lulus masuk melalui SIPENMARU di Universitas Gajah Mada Yogyakarta jurusan Biologi dan menamatkan jenjang S1 tahun 1987. Tahun 1988 diterima sebagai CPNS di IKIP medan melalui TID (Tunjangan Ikatan Dinas) dan pada tahun 1990 melanjutkan jenjang studi S2 di Biologi bagian lingkungan dan selesai tahun 1994. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan sejak tahun 1988 sampai sekarang dan mengampu mata kuliah Ekologi Hewan dan Teknik Laboratorium.. Selama bekerja penulis pernah menjabat sebagai kepala laboratorium Biologi UNIMED tahun 2002 – 2008, dan sebagai Ketua bidang Kependudukan pada Pusat Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PUSDIP-KLH) tahun 2003 – 2008. Tahun 2008 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi jenjang S3 di IPB Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika. Selama menempuh studi penulis mendapatkan bantuan dana melalui Hibah Bersaing dari DP2M Dikti pada tahun 2011 dan melakukan penelitian dengan judul Ekologi Habitat Rusa timor di Kawasan Konservasi Pulau Peucang, tahun 2012 penulis kembali mendapatkan bantuan dana melalui Hibah Bersaing dari DP2M Dikti dan melakukan penelitian dengan judul Tipologi rusa timorensis dan produk ranggah muda di Taman Nasional Ujung Kulon. Pada tahun 2013, penulis mendapat bantuan dana penelitian dari Dikti melalui Hibah Disertasi Doktor dan melakukan penelitian berjudul Analisis pakan dan faktor-faktor penentu kualitas ranggah muda Rusa timorensis di Penangkaran. Penulis menjadi Nara sumber Alih Iptek Penangkaran Rusa timor yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi di Hutan Penelitian Dramaga pada tanggal 4 – 8 Maret 2012. Untuk menyelesaikan studi S3, penulis melakukan penelitian disertasi berjudul Faktor-faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de Blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran dibawah bimbingan Dr. Ir. Yanto Santosa DEA, (ketua), Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud MS (anggota) dan Prof Dr Ir Toto Toharmat M.Agr Sc (anggota).