Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan – Semarang, 20 Mei 2009
EVALUASI PENANGKARAN RUSA CERVUS TIMORENSIS DI PULAU JAWA (The Backyard Evaluasion of Species Cervus timorensis in Java Island ) S. I. Santoso dan Zainal Fanani Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian dalam rangka mengevaluasi keadaan perkembangan Cervus timorensis pada penangkaran - penagkaran di Pulau Jawa dalam rangka mempersiapkan komoditas daging rusa sebagai substitusi supply daging red meat yang sementara ini berasal dari daging sapi, kambing, domba, babi, dan kuda. Penelitian dilakukan selama bulan Desember 2005 sampai Januari 2006 di Jawa Barat, Jateng, Yogyakarta dan Jatim 1 dan 2. Kondisi penangkaran yang terdaftar pada BKSDA( Balai Konservasi Sumber Daya Alam ). Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah penangkaran Rusa di Pulau Jawa adalah sebagai berikut: Jumlah penangkar yang tercatat pada BKSDA adalah 74 penangkar dengan total populasi 694 ekor terdiri dari Cervus timorensis 451 ekor ( 64,98 persen ); Cervus unicolor 31 ekor ( 4,46 persen ); Axis kuhlii 29 ekor (4,17 persen ); Muntiacus muntjak 143 ekor ( 20,60 persen ) dan Axis axis 40 ekor ( 5,76 persen ). Ratio jantan betina rata-rata 1 dibanding 4-6 ekor. Populasi terbanyak adalah Jawa Timur baik jumlah penagkar maupun populasi rusa merata dari lima species rusa yang ada di Indonesia. Kata kunci : penangkaran, Cervus timorensis, populasi. ABSTRACT The research was coducted to evaluate of Cervus timorensis backyard development in order to provide meat supply. The research was done in Desember 2005 – Januari 2006 at backyard location, especially at West Java; Central Java; Yogyakarta; East Java 1 and East Java 2. The Result of research swohed that the number of Cevus timorensis in Java Island was : 74 backyard with the population 694 head, that consist of 451 head Cervus timorensis (64,98% ); 31 head Cervus unicolor ( 4,46 % ); Axis kuhlii 29 head ( 4.17 % ); Muntiacus muntjak 143 head ( 20,60 % ); and Axis axis 40 head ( 5,76 % ). Sex ratio was 1 : ( 4-6 ). The most number of backyard and population was in East Java, which included 5 species of rusa in Java Island Keywords : backyard, Cervus timorensis, population. PENDAHULUAN Impor daging yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan menguras devisa negara, pada tahun 1996 Indonesia impor daging dan sapi bakalan setara dengan 500.000 ekor sapi ( K Dwiyanto 2001) hal terbut dikarenakan 458
supply daging dalam negeri yang menurun. Kwalitas sapi dan populasi sapi menurun akibat banyaknya pemotongan sapi betina produktif. Pada aspek lain kebutuhan protein hewani harus terpenuhi. Konsumsi daging Indonesia tahun 1996 3,70 kg per kapita per tahun menjadi 2,30 kg per kapita per tahun
Evaluasi Penangkaran Rusa Cervus timorensis di Pulau Jawa
Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan – Semarang, 20 Mei 2009
Tabel 1. Jumlah Penangkar dan Spesies yang Terdaftar pada BKSDA di wilayah Pulau Jawa. Species Cervus timorensis ( timorensis) Cervus unicolor (sambar) Axis kuhlii (bawean) Muntiacus muntjak (kijang) Axis-axis (rusa totol) Jumlah penangkaran (79)
Jateng 6(31) 1(8) 3(19) 10
Jatim 28(318) 1(4) 3(29) 17(135) 1(4) 54
Jabar 4(79) 2(20) 3(17) 9*
DIY 6(23) 6
Sumber : Hasil survey Januari 2006
pada tahun 2000, akibat krisis ekonomi yaitu naiknya kurs dollar dari Rp 2.450,- menjadi Rp 9.000,- sampai Rp !6.000,- per dolar Amerika .Menjadikan semua usaha terpuruk. Surat Keputusan Menteri Peridustrian dan Perdangangan Republik Indonesia nomor 115/MPP/Kep/2/1998 bahwa daging adalah salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako). Konsekwensi dari SK Memperindag ini adalah supply daging harus dapat dipenuhi oleh Pemerintah ketika pasar membutuhkan. Dari hal inilah para ahli turut serta mencari alternative produksi daging yang bersumber dari potensi lokal. Penangkaran Rusa menjadi bididaya rusa bahkan diupayakan menjadi cabang perusahaan Peternakan Rusa menjadi pemikiran bersama, maka penulis mejadikan masalah Cervus timorensis atau populer dengan sebutan rusa timor adalah rusa tropis terbesar kedua setelah Cervus unicolor ( rusa sambar ). Di Indonesia telah memiliki sedikitnya lima species rusa, empat asli Indonesia dan satu species diperkirakan dari India yaitu Axis - axis. Species rusa ini lebih popular dimungkinkan karena telah lama menempati Istana Bogor sejak zaman penjajahan Belanda. Diperkirakan pada tahun 2003 populasi Axis axis di Istana Bogor ada 410 ekor ( G Semiadi 2005). Species Cervus timorensis ( rusa timor) paling banyak tersebar diluar negeri, dan di Indonesia terdapat di pulau – pulau Timor, Roti, Semeu, Kambing, Alor, Pantar, dan
Pulau Jawa. Di Sulawesi Cervus timorensis jenis maccassaricus, di Lombok jenis floresiensis dan Flores jenis jonga di pulau Muna dan pulau Buton, jenis molucccensis di kepulauan Maluku, Halmahera, Banda dan Seram, (G Semiadi dan RTP Nugraha 2004). Sejak tahun 1980 Cervus timorensis dikembangkan di negara – negara Kaledonia Baru, Maurituis dan Australia sebagai usaha peternakan dengan pola intensif dan menjadi supply daging utama di negara tersebut selain daging sapi dan domba, yang sumber bibitnya didatangkan dari Indonesia. Secara tehnis berat badan 40 – 120 kg tergatung pada jenisnya namun dapat mencapai 120 – 140 kg pada jantan dan 70 -90 kg pada betina. Berat lahir antara 3 – 4 kg. Rusa timor asal jawa ukuran tubuhnya lebih besar dibandingkan rusa timor yang tersebar. Diluar Pulau Jawa. Species rusa timor disebarkan dibeberapa wilayah pada zaman penjajahan Belanda meliputi Australia, Brasil, Kepaulauan Komoro(Afrika), Madagascar, Selandia Baru, Muaritus, Kaledonia Baru, Kep. Reunon Papua New Geinea, Malaysia dan Thailand. Berdasar masalah tersebut, penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk mengetahui potensi penangkaran rusa khususnya species Cervus timorensis yang diharapkan dapat dikembangkan dari penangkaran menuju budidaya peternakan sebagai alternative usaha peternakan di jawa.dan kemudian menjadi produk substitusi supply daging merah ( red
Pemberdayaan Peternakan Berbasis Sumber Daya Lokal untuk Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan
459
Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan – Semarang, 20 Mei 2009
meat ) khususnya di pulau Jawa. MATERI DAN METODA Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2005 sampai Januari 2006. Lokasi penelitian pada Wilayah Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam (BKSDA) di Unit 1 Jabar; Jateng; Yogyakarta; Jatim 1 dan Jatim 2. Metode penelitian dengan menggunakan metoda survai. Data yang terkumpul dianalisis secara diskriptif meliputi jumlah penangkar, jumlah populasi, ratio jantan betina pada penangkaran.jenis/species yang ditangkarkan yang terdaftar pada BKSDA masing- masing wilayah pemantauan. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah penangkar rusa di Pulau Jawa yang tercatat di BKSDA diperkirakan kurang dari 100 institusi hasil survey yang dilakukan terdapat 79 penangkar di luar BKSDA II Jawa Barat; distribusi penangkar rusa untuk Jawa Tengah ada 10; Jawa Timur 54; Jawa Barat 9 pada BKSDA I; dan DIY 6. Distribusi jumlah penangkar rusa dan masing-masing spesies dapat di lihat pada Tabel 1. Total populasi rusa dalam penangkaran berdasarkan spesiesnya terdiri dari; Cervus timorensis 451 ekor dengan jumlah 44 penangkar; Cervus unicolor (sambar) 31 ekor dengan 3 penangkar; Axis kuhlii (rusa bawean) 29 ekor pada 3 penangkar; Muntiacus muntjak 153 ekor dengan 19 penangkar; Axis-axis 40 ekor dengan 7
penangkar. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 2. Khusus untuk Timorensis yang diperkirakan potensial untuk di budidayakan dan tidak melanggar peraturan perundangundangan yang ada, kondisinya sebagai berikut; Jawa Tengah memiliki 6 orang penangkar dengan jumlah populasi rusa 31 ekor dengan rasio jantan dan betina antara 1 : 4-6; Jawa Timur memiliki jumlah penangkar 28 dengan populasi rusa 365 ekor dengan rasio jntan dan betina 1 : 4-5; Jawa Barat memiliki 4 oranng penangkar dengan populasi 79 ekor dengan rasio jantan dan betina diperkirakan 1:>7; DIY memiliki 6 orang penangkar dengan populasi rusa 23 ekor dengan rasio jantan dan betina 1 : 2. Total populasi Timorensis di Pulau Jawa di dalam penangkaran berjumlah 499 ekor dengan jumlah penangkar dengan 44 penangkar. Perkembangan keadaan ini sangat tragis mengingat, rusa timorensis adalah komoditi ternak potensial sebagai substitusi supply daging merah (red meat) yang sementara ini berasal dari daging sapi, kambing, domba, babi, dan kuda. Keadaan populasi rusa timorensis yang ada di Pulau Jawa tidak jauh lebih banyak dari populasi rusa Axis-axis yang terdapat dalam istana Bogor diperkirakan sebesar 410 ekor tahun 2003 (G. Semiadi, 2005). Untuk memajukan penangkaran rusa timorensis ini harus dirubah pola penangkaran menjadi pola budidaya dan usaha peternakan yang semula hobi menjadi peran utama dalam pola penangkaran dirubah menjadi berorientasi pada bisnis yang memiliki
Tabel 2. Total Populasi Penangkaran Berdasarkan Species dan Jumlah Penangkaran Species Cervus timorensis ( timorensis) Cervus unicolor (sambar) Axis kuhlii (bawean) Muntiacus muntjak (kijang) Axis-axis (rusa totol)
Ekor 451 31 29 153 40
Penangkar 44 3 3 19 7
Sumber hasil: Survey 2005 di BKSDA
460
Evaluasi Penangkaran Rusa Cervus timorensis di Pulau Jawa
Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan – Semarang, 20 Mei 2009
benefit, financial, dan karena lahan harus luas maka usaha peternakan rusa harus integrasi dengan jenis usaha peternakan yang lain, misalkan rusa dengan bebek (unggas air) atau rusa dengan komoditi-komoditi yang lain seperti yang dilakukan di Eropa dan Amerika.
Anonymous. 1999. Fundamentals Of Deer Harvest Management Public Publication No 806. West Virginia University Anonymous. 2004. Handling And Processing Deer. West Virginia University
KESIMPULAN Kurang berkembangnya penangkaran rusa Cervus timorensis disebabkan karena tujuan penangkaran adalah dalam rangka konservasi untuk penangkar institusi pemerintah dan untuk hobi pada penangkar individual (swasta). Penangkaran tidak ditujukan dalam rangka peningkatan income usaha penangkaran. (tujuan komersial) tetapi hanya hobi atau kesenangan dan pelestarian hewan yang dilindungi. Jumlah populasi rusa Cervus timorensis yang ada dalam penangkaran di Pulau Jawa tidak lebih banyak dibandingkan rusa Axis axis yang terdapat di Istana Bogor. Untuk dijadikan usaha budidaya atau usaha peternakan diperlukan data dasar mengenai angka-angka yang dapat dihasilkan dari hewan rusa tersebut sehingga dapat disussun fisibility study usaha peternakan rusa. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1985. Deer and Agriculture In West Virginia Publication No 806. West Virginia University
Anonymous. 1999. An Integrated Approach To Deer Damage Control Publication No 809. West Virginia University Diwyanto Kusumo. 2001. Prospek Pengembangan Sapi Pola Integrasi. Diskusi Panel Sistem Keintegrasian Ternak Dalam Usaha Pertanian ISPI Cabang Jawa Tengah. Santoso, I. S. 1998. Handout Kuliah Undangundang Veteriner Dan Kebijakan Pembangunan Peternakan. FAkultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Semiadi, G dan Nugrah R. T. P. 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bogor. Semiadi, G, dkk. 2003. Kualitas Daging Rusa Sambar (Cervus unicolor) Hasil Buruan Di Kalimantan Timur. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bogor.
Pemberdayaan Peternakan Berbasis Sumber Daya Lokal untuk Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan
461