TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Rusa Timor (Cervus timorensis)
Rusa adalah salah satu satwa ruminansia yang dikelompokkan dalam ordo Artiodactyla, famili Cervidae dengan 17 genus dan 42 spesies. Distribusi rusa sangat luas, spesies yang berasal dari luar negeri diantaranya adalah fallow deer (Dama dama), chinese water deer, barasingha, thamin, hog deer, wapiti (Cervus canadiensis), rusa merah (Gervus e/aphus), Pere David's deer, A/cas sp, Pudu sp, Hippocame/us sp, marsh deer (B/asticerus dchotomus), pampas deer (Ozotoceras bezoarlicus), brockets (Mazama sp), Rangifer tarandus, sika deer (Gervus nippon nippon) dan Odocoi/eus sp (white tailed, black tailed dan mule
deer) (Masyud 1997). Di Indonesia rusa terdistribusi di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan beberapa pulau lain (Gambar 1). berdasarkan jenis pakannya rusa dapat diklasifikasikan sebagai intermediate feeders, yaitu satwa pemakan tumbuhan jenis campuran antara semak (browse!')
dan rumput (graze!') dan bagian tumbuhan lain seperti daun, batang atau ranting yang lunak, rumput, umbi-umbian dan buah-buahan (Feriyanto 2002),. Berdasarkan klasifikasi, rusa timor termasuk dalam : Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Class
: Mammalia
Ordo
: Artiodactyla
Subordo
: Ruminansia
Famili
: Cervidae
Subfamilia
: Cervinae
Genus
: Gervus
Species
: Gervus timorensis
6
AUSTRAUA
Gambar 1 Peta penyebaran rusa di Indonesia. (Schroder 1976).
Keunggulan Rusa
Rusa merupakan satwa temak yang dapat diandalkan untuk produksi daging berkualitas. Persentase karkas rusa lebih tinggi dibanding hewan temak sapi atau domba. Karkas rusa dapat mencapai 56-58%, sapi 51-55% dan domba berkisar 40-50% (Subekti 1995, diacu dalam Satria 2001). Dari segi kandungan gizi, kualitas daging rusa tidak kalah dengan pada hewan temak lainnya (Tabel 1). Tabel1 Kandungan gizi daging rusa dan hewan temak lain per 100 gram Kalori (k.k)
Lemak (g)
Kolestrol (mg)
Protein (g)
Red deer
159
3.30
66
25
Sapi
214
9.76
92
31
Babi
219
10.64
101
29
Domba
178
7.62
83
25
Ayam
159
3.42
83
31
Kalkun
154
3.45
68
29
Ikan Salmon
138
5.75
39
20
Hewan
(Sumber : Semiadi dalam Satria 2001) Selain daging, rusa menghasilkan ranggah velvet yang merupakan ranggah muda yang masih diselaputi oleh kulit halus berbulu. Di Cina, velvet telah
7
dimanfaatkan untuk pengobatan. Satu batang (stick) velvet mempunyai fungsi yang berbeda antar bagian. Pada bag ian atas berguna untuk pertumbuhan, bag ian tengah untuk pengobatan arthritis dan osteomyelitis, bag ian bawah untuk pengobatan defisiensi kalsium orang dewasa. Selain itu ranggah velvet dapat memberi efek farmakologi, diantaranya adalah sebagai sumber gonadotropin, efek hemopoetik, hipotensi, anti stres, penyembuhan dari kerusakan hati, me rang sang pertumbuhan dan menunda proses penuaan (Fenessy et al. 1985).
Organ Reproduksi Setina
Organ reproduksi betina terdiri atas ovarium, oviduct, uterus, cervix uteri, vagina dan organ genetalia ekstemal (Gambar 2). Organ reproduksi ini ditahan oleh ligamen yang menggantung ovarium yaitu mesovarium, mesosalphinx yang menggantung saluran telur dan mesometrium yang menggantung uterus. Pada sa pi dan domba, pelekatan ligamen ini adalah dorsolateral bagian ileum membentuk seperti tanduk domba yang cekung ke dorsal dan ovarium terletak di dekat pelvis (Hafez dan Hafez 2000).
··~.i:::~ >,,:.: . 4
Gambar 2 Organ reproduksi betina rusa yang dibuka bag ian distalnya. 1. ovarium, 2. oviduct (tuba Faliopii), 3. ligamen, 4. comua uterus, 5. corpus uterus, 6. cervix, 7. vagina (Haigh dan Hudson 1993).
Ovarium
Ovarium mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai organ eksokrin yang menghasilkan oosit (sel telur) dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan hormon steroid yaitu estrogen dan progesteron. Bentuk dan ukuran ovarium berbeda-beda menurut spesies. Ada yang berbentuk oval dan ada yang
8
berbentuk seperti ginjal atau berbentuk gumpalan anggur. Ovarium merupakan organ yang berkembang secara siklik (siklus ovarial) yang dimanifestasikan dalam fase siklus berahinya. Secara histologi, ovarium terdiri atas medula dan korteks. Medula tersusun atas jaringan ikat fibrio-elastis, sistem syaraf dan pembuluh darah. Korteks mengandung folikel dan atau corpus luteum (Gambar 3) pada tahap perkembangan dan proses regresi yang berbeda-beda (Hafez dan Hafez 2000). . prim;u"y
Follicle appro~clung mOlturity
Germinal epitheliuTII
Corpus :llbi(::II''''
Full...- formed coq;u$lu{(:um
".,,,,,,·,·,i....· tissuc' l C~gulat
.
Youllg
?"
cur pus lutcum
t'd blood )
Gambar 3 Gambaran skematis potongan ovarium (Ross et al. 1995). Siklus estrus Pubertas pada rusa sebagaimana pada ruminansia lainnya, lebih berhubungan dengan berat badan dan umur. Rusa bunting pada berat badan 5559 kg. Rusa timor mencapai dewasa kelamin pada usia tujuh sampai sembilan bulan dengan usia awal berreproduksi optimal antara 15 sampai 18 bulan (Masyud 1997, Takandjandji 1997) dengan masa reproduksi aktif dua sampai 12 tahun (Takandjandji 1997). Rusa timor di habitat alaminya, gejala berahi tertihat antara bulan Juli dan September (Hoogerwerf 1970, diacu dalam Masyud 1997). Lama berahi rusa 48 jam (Semiadi 1995). Lama siklus dari ovulasi pertama ke ovulasi kedua adalah 21±1,3 hari dengan puncak progesteron sebesar 4,5±0,43 nglml sesudah 14,0±0,8 hari (Masyud 1997). Biasanya rusa melahirkan seekor anak pada setiap kelahiran. Perbedaan utama antara rusa asal daerah temperate dan rusa asal tropik adalah kelahiran dan siklus pertumbuhan ranggah hewan jantan pada rusa
9
temperate berhubungan dengan pergantian musim. Sedangkan rusa tropik tidak tergantung musim. (Semiadi 1995). Di ling kung an temperate atau sub tropis, aktivitas reproduksi rusa berhubungan dengan fotoperiode sehingga pola kawinnya bermusim. Namun demikian, penelitian rusa timor di daerah tropis menunjukkan bahwa aktifitas reproduksi cenderung tidak berhubungan dengan keadaan fotoperiod (Semiadi 1995). Aktivitas reproduksi pad a rusa jantan dapat dilihat dari siklus ranggah. Masa aktif reproduksi terjadi pada ranggah keras yang berlangsung pada kisaran bulan Juni dan Februari (Gambar 4) (Handarini et al. 2004).
'/"'
,I~----
~ )
===~--=:-:JIIIiI! , --:11_ _ _ _ __
Jlln.
),,1,
1\.·......1
s."f"
200~
()LI
~\
I>c~
l"n
reb
Bulan
M",,,'
AI"
MoM
J"",
Joll
J\~.,.u'
~"I"
:!(.'Q~
Gambar 4 Pola pertumbuhan ranggah pada rusa timor (Gervus timorensis). Siklus estrus akan terjadi setelah hewan mengalami pubertas. Siklus estrus merupakan interval antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan peri ode estrus berikutnya. Siklus estrus dapat dibagi menjadi dua fase yaitu fase folikuler dan fase luteal. Fase folikuler atau fase estrogenik adalah periode dari regresinya corpus luteum sampai ovulasi. Sedangkan fase luteal atau fase progestasional adalah periode dari ovulasi sampai corpus luteum mengalami regresi. Pada mamalia, umumnya fase folikuler lebih pendek dibandingkan fase luteal (Senger 1999). Pada rusa betina, siklus reproduksi berlangsung sepanjang tahun. Lama siklus estrus rusa timor adalah 17±1 hari (Toelihere et al. 2003) berdasarkan analisis level hormon progesteron (Gam bar 5). Namun demikian, rusa temperate dan rusa tropik mempunyai lama estrus yang sarna dan siklus estrus pada rusa tropik relatif lebih panjang. Pada Wapiti (rusa temperate), siklus estrus selama 21
10
hari dengan lama estrus kurang dari 24 jam, dan siklus estrus pada rus merah adalah 18 hari (Haigh dan Hudson 1993).
Gambar 5 Konsentrasi progesteron plasma rusa timor selama 3 bulan (Toelihere et al. 2003).
Folikulogenesis Folikulogenesis adalah proses perubahan yang ditandai dengan adanya proliferasi dan differensiasi komponen sel pada folikel. Dinamika folikel terjadi selama
folikulogenesis.
Dinamika
folikel
merupakan
perubahan
tahap
perkembangan folikel mulai dari folikel primordial sampai folikel tersier termasuk perubahan ekspresi mRNA yang mengkode reseptor gonadotropin, hormon steroid dan diikuti seleksi folikel. Perkembangan folikel akan menyediakan lingkungan yang optimal untuk maturasi oosit sehingga siap untuk fertilisasi. Folikulogenesis berhubungan dengan perkembangan sekelompok folikel dengan berbagai tahap perkembangan, kemudian sejumlah folikel akan terseleksi untuk berkembang lebih lanjut (Armstrong dan Webb 1997). Folikulogenesis dapat dibagi menjadi tiga tahap : 1.
Rekrutmen, tahap pertumbuhan pool folikel yang cepat. Pertumbuhan ini terjadi dari folikel primordial menjadi folikel primer dan folikel sekunder.
2. Seleksi, Proses penseleksian folikel untuk pertumbuhan lebih lanjut menjadi folikel subordinat. 3. Dominasi,
proses
perkembangan
folikel
dominan
yang
cepat
dan
perkembangan folikel subordinat akan tertekan oleh folikel dominan.
11
Dominasi
folikel
dan
penghambatan
pertumbuhan
folikel
subordinat
disebabkan oleh meningkatnya follicle Growth Inhibiting Factor (FGIF) yang diproduksi oleh folikel dominan. FGIF akan menghambat proliferasi sel granulosa yang menstimulasi FSH dan aktivitas aromatase, selain itu juga menghambat vaskularisasi folikel subordinat. Selain hormon, proses folikulogenesis dikontrol oleh faktor endokrin atau parakrin seperti Growth Factor seperti insulin-like Growth Factor (lGF), Transforming Growth Factor
13
(TGF
13),
Fibroblast Growth Factor (FGF) dan
Epidermal Growth Factor (EGF). IGF berfungsi untuk menstimulasi proliferasi
dan differensiasi sel granulosa dan sel teka, serta mengatur pada level seluler. TGF
13
ke~a
gonadotropin
berperan untuk menghambat fragmen sel granulosa
dan sel teka. FGF akan menstimulasi proliferasi sel teka, menghambat stimulasi FSH yang menginduksi ekpresi reseptor LH pada sel granulosa, dan mereduksi ikatan IGF pada jaringan teka. FGF bersama Extra Celluler Matrix (ECM) dapat mengatur stabilitas dan penggabungan Growth Factor (Armstrong dan Webb
1997). Menurut McGee dan Hsueh (2000), ada dua tahap utama yang terjadi pad a perkembangan folikel yaitu Initial recruitment dan cyclic recruitment (Gambar 6). Initial recruitment adalah perkembangan folikel yang bertangsung terus-menerus mulai dari pembentukan folikel sampai sebelum masa pubertas. Perkembangan ini terjadi pad a folikel tahap primordial, dim ana perkembangan folikel tidak dipengaruhi hormon gonadotropin. Folikel akan berkembang dari tahap primordial, primer sampai tahap folikel sekunder. Folikel yang tidak berkembang
akan
mengalami
dormansi.
Oosit
mulai
tumbuh
namun
perkembangan tidak mencapai germinal vesicle breakdown (GVBD). Sedangkan cyclic recruitment dimulai setelah masuk masa pubertas. Perkembangan
te~adi
pada folikel tahap antral dimana perkembangan telah dipengaruhi oleh FSH dan LH. Folikel yang tidak berkembang akan mengalami atresi. Oosit berkembang sempuma dan mampu mencapai tahap germinal vesicle breakdown (GVBD). Folikel primordial terdiri atas satu oosit primer yang dibungkus oleh selapis sel folikel pipih yang saling melekat melalui desmosom, kemudian dilapisi oleh sebuah membran basal yang merupakan batas antara folikel avaskular dan stroma di sekitamya. Selama siklus berahi, te~adi perubahan struktur dari folikelfolikel sampai akhimya mencapai folikel de Graaf. Perkembangan folikel melibatkan perubahan pada sel-sel folikel, oosit primer dan stroma di sekitar
12
folikel (Junqueira et al. 1997). Sel folikel pipih ini kemudian akan berubah menjadi kuboid (Guerin 2003).
INITIAL
---
Exhau!dion of Follicle .•
!~S_~~I~ri\lJ.:;-':!
.
I
r r t -
:x COX:' (tlcl'!clion)
Gambar 6 Skema tahap perkembangan folikel (McGee dan Hsueh 2000). 1. Folikel primer
Oosit primer (tahap diktioten) mulai membesar, inti oosit akan membesar dan disebut vesikel germinal. Selapis sel folikel berubah dari pipih menjadi kuboid. Folikel ini disebut folikel primer unilaminer. Kemudian sel folikel berproliferasi melalui mitosis dan membentuk epitel berlapis atau lapisan granulosa. Folikel tersebut menjadi folikel primer multilaminer dimana terdapat pertautan antara sel-sel folikel (Junqueira et a/. 1997). 8eberapa saat postnatal, oosit primer tetap dalam tahap profase dan tidak mengalami pembelahan meiosis I dengan adanya Oosit Maturation Inhibitor (OMI) yang dikeluarkan oleh sel folikel. Memasuki pubertas, folikel primordial mulai mencapai kematangan pada setiap daur ovarium. 2. Folikel sekunder
Pada awalnya sel folikel berhubungan lang sung dengan oosit, tetapi segera suatu lapisan yang terdiri atas mukopolisakarida diendapkan pada permukaan oosit. Komponen ini melibatkan
ke~a
sel folikel dan oosit. Lapisan ini
bertambah tebal membentuk zona pelusida (Sadler 1995). Zona pelusida (dinding oosit) mempunyai paling sedikit tiga macam glikoprotein. Sementara itu, stroma di sekitar folikel juga mengalami diferensiasi membentuk teka folikuli yang terbagi menjadi dua bag ian yaitu teka interna dan teka eksterna (Iapisan fibrosa) yang bersatu dengan stroma ovarium (Gam bar 8). Folikel sekunder yang telah
13
membentuk teka interna ini disebut juga folikel preantral (Guerin 2003). Sel teka ini berkembang dan menghasilkan androstenedion yang akan dikonversi menjadi estrogen oleh sel granulosa. Sf.CONDARY
2
IO~lICll
3
4 " 5
6
7
9
Gambar 7
Pada
8
I,
Gambaran folikel sekunder secara umum. Pembuluh darah yang berisi eritrosit (1), membran basal antara sel granulosa dan sel teka (2), pembelahan mitosis (3), oosit (4), inti oosit (5), zona pelusida mengelilingi oosit (6), sel granulosa (7), call exner body (8), sel teka (9). (Erickson 2003). saat
perkembangan folikel,
sel
granulosa
bertambah
dan
memproduksi cairan yang disebut liquor folikuli dan ditimbun diantara sel-sel folikel sehingga terbentuk rongga disebut antrum folikuli yang berisi cairan terse but. Cairan ini terdiri atas beberapa makromolekul seperti glikosaminoglikan, protein dan steroid (progesteron, androgen, estrogen) (Junqueira et al. 1997). 3. Folikel tersier dan folikel de Graaf Sel-sel lapisan granulosa menepi ke dinding folikel dan membentuk bukit kecil sel-sel yang mengikat oosit yang disebut cumulus oophorus dan menonjol ke antrum folikuli.Sel cumulus ini akan mensekresi asam hialuronat dalam jumlah banyak dan diakumulasikan pada bag ian intraseluler yang menyebabkan disosiasi cumulus. Oosit tidak akan berkembang lagi. Sel granulosa yang menyusun lapisan pertama di sekitar oosit yang berlekatan dengan zona pelusida disebut corona radiata, yang menyertai oosit setelah meninggalkan ovarium sampai beberapa saat di tuba Falopii. Meskipun sel granulosa dan oosit
14
mengalami degenerasi selama atresi, sel-sel teka intema tetap aktif mensekresi steroid seperti androgen ovarium (Junqueira et al. 1997). 4. Corpus luteum (Cl) Pada
fase
luteal,
sel granulosa juga menghasilkan
steroid
yaitu
progesteron. Secara bertahap, sel granulosa akan membentuk parenkim besarbesar dan mengandung lutein. Sel teka membentuk stroma seperti fibroblast. Perkembangan Cl dibagi dalam tiga tahapan yaitu 1. Tahap proliferasi. Sel granulosa dan teka berproliferasi dan hipertrofi, membentuk sel granulosa lutein yang akan membentuk parenkim. Sel lain membentuk sel teka lutein untuk stroma CL. 2. Tahap vaskularisasi. Jalinan pembuluh darah teka interna memberikan vaskularisasi intensif pada Cl untuk menjalankan perannya sebagai kelenjar endokrin. 3. Tahap pemasakan. sel granulosa lutein menyempurnakan organoid yang fungsional
(apparatus
Golgi,
mitokondria,
sER)
untuk
menghasilkan
progesteron. Sel granulosa lutein mengandung pig men lutein (kuning) atau butir lipoid (tidak berwarna) yang merupakan campuran fosfatida dan serebrosida, sedangkan sel teka lutein lebih kecil dan mengandung kolestero!. Cl pada kuda, sa pi dan karnivora berwarna kuning karena mengandung lutein. Pada domba, kambing dan babi berwarna putih keabu-abuan atau berwama daging karena tidak ada pigmen lutein (Hartono 1992). Jaringan luteal menyediakan progesteron untuk memelihara kebuntingan. Selain itu pada rusa merah juga terdapat Cl asesoris sebagai tambahan dari Cl primer yang berukuran lebih besar. Namun fungsi Cl asesoris ini belum jelas karena
kebuntingan
tetap
terpelihara
meskipun
dengan
atau
tanpa
keberadaannya. Pada rusa, lebih banyak ditemukan rusa bunting dengan jumlah Cl lebih dari satu (3). Kelly et al. (1982), diacu dalam Masyud (1997) menyatakan bahwa ada perbedaan konsentrasi progesteron pada rusa dengan CL satu sampai dua dan rusa dengan CL lebih dari tiga. Sedangkan konsentrasi LH dan prolaktin tidak berbeda. Pada rusa dengan CL lebih dari tiga, konsentrasi progesteron lebih fluktuatif yaitu 8-32 ng/ml, tetapi puncak konsentrasi tercapai secara bersamaan dengan puncak konsentrasi progesteron dengan satu CL. Diameter rata-rata folikel matang adalah 8,5 mm, sedangkan diameter CL 10-14 mm (Haigh dan Hudson 1993).
15
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan dalam fungsi metabolik dan struktural pad a sel-sel makhluk hidup. Fungsi struktural karbohidrat dalam sel misalnya adalah sebagai komponen pada dinding sel. Sedangkan untuk fungsi metabolik misalnya sebagai sumber energi dan senyawa yang terlibat pada berbagai proses metabolisme. Karbohidrat yang terdapat dalam sel sebagian besar berbentuk karbohidrat kompleks atau glikokonjugat. Glikokonjugat merupakan karbohidrat yang terikat secara kovalen pada protein dan lipid, misalnya glikoprotein, proteoglikan dan glikolipid. Glikoprotein terdapat dalam cairan dan jaringan. Jenis karbohidrat yang menjadi unsur pembentuk
glikoprotein
adalah
manosa
(Man),
galaktosa
(Gal),
N-
asetilglukosamin (GlcNAc), N-asetilgalaktosamin (GaINAc), arabinosa (Ara) , xilosa (xyl), L-fukosa (fuc) dan asam N-asetilneuraminat (Murray et al. 2003). Menurut Bancroft dan Stevens (1982), karbohidrat kompleks dibagi menjadi dua kelompok yaitu karbohidrat netral dan karbohidrat asam. Karbohidrat asam mengandung gugus asam yaitu sulfat dan gugus karboksil. Sedangkan karbohidrat netral tidak berikatan dengan gugus asam. Selain sebagai molekul struktural, glikoprotein juga mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah sebagai pengenal atau pengikat sel, mempengaruhi penyisipan ke dalam membran, migrasi intrasel, penyortiran, sekresi, serta untuk perkembangan dan diferensiasi embrionik (Murray et al. 2001). Kurahmoru et al. (1995) menyatakan bahwa selain sebagai komponen jaringan, glikokonjugat berperanan dalam proses diferensiasi, maturasi sel, dan interaksi antar sel. Proses pre-implantasi dan post-implantasi berhubungan dengan perubahan glikokonjugat pada endometrium (Murray et al. 2001). Jenis karbohidrat pada glikoprotein yang ditemukan pada manusia adalah Galaktosa, Glukosa, Manosa, Asetilneuraminat, Fukosa, N-asetilgalaktosamin dan N-asetilglukosamin (Murray et al. 1995). Pentasakarida fukosilat spesifik pada perrnukaan endometrial menunjukkan awal penempelan blastosis di epitel endometrial tikus (Underberg 1988, diacu dalam Zhou et al. 1994). Penelilian Skutelsky et al. (1994) menunjukkan bahwa ada beberapa residu gula yang ada pad a oosit mamalia (mencit, tikus, hamster, kelinci, babi, kucing, anjing) yaitu manosa, i3-galaktosa, N-asetilglukosamin, Nasetilgalaktosamin, glukosa, terdistribusi di zona pelusida, sel granulosa dan cairan folikel. Namun tidak ditemukan adanya fukosa. Perbedaan residu gula
16
spesifik pada zona pelusida oosit mammalia ini dapat berperan dalam menentukan spesifik-spesies alamiah dalam interaksi garnet dan untuk mencegah fertilisasi interspesies yang terjadi antar spesies yang mempunyai kekerabatan dekat (Skutelsky et al. 1994).
Pewarnaan histokimia AS-PAS
Pewarnaan AB (pH 2,5) mengikat gugus karboksil dan sulfat-ester. Semua mukosubstansi asam akan terwarnai. Pewarnaan ini tidak biasa mewarnai inti atau RNA sitoplasma (Kiernan 1990). Reaksi positif pewarnaan AB akan terlihat biru dan adanya tembaga pthalocyanin. Reaksi positif dengan pewarnaan PAS menunjukkan adanya gula heksosa netral dan atau asam sialik. Pada pewarnaan ini, digunakan asam periodat untuk mengoksidasi glikol yang ada dalam jaringan menjadi aldehid. Aldehid ini akan berikatan dengan schiff reagent yang menunjukkan reaksi positif dengan warna merah magenta. Kelompok glikol terdapat pada gula netral, asam sialat, asam uronat dan gula N-asetilglukosamin serta N- N-asetilgalaktosamin (Kiernan 1990). Glukosa, galaktosa, manosa dan fukosa merupakan gula netral utama yang terdapat dalam mukosubstansi. Lektin
Lektin merupakan molekul protein yang mempunyai afinitas yang kuat dan spesifik terhadap residu monosakarida seperti glikoprotein. Karena sifat tersebut,
lektin digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan distribusi
glikokonjugat. Lektin diklasifikasikan menjadi lima kelompok menurut afinitas terhadap gula, yaitu afinitas untuk glukosa dan manosa, N-asetilglukosamin galaktosa dan N-Asetilgalaktosamin, L-fruktosa dan asam sialat serta asam uranat (Kiernan 1990). Prinsip ikatan lektin dengan karbohidrat adalah dengan terminal gula dari polisakarida atau oligosakarida dan dapat berkompetisi dengan gula bebas ~tau glikosida yang tepat. Ikatan molekul dengan karbohidrat tidak termasuk bentuk ikatan kovalen, tetapi mirip dengan ikatan antara antigen dan antibodi yang spesifik.