Faishal Himawan
Dirimu Bukan Dirimu 1 Kumpulan Catatan Seorang Pejalan
Penerbit Blimbing Gading
DAFTAR ISI
Terima Kasih – 3 Daftar Isi – 4 Keteraturan dari Kekacauan: Catatan Pengantar Catatan-Catatan – 5 Menulis – 9 Penyu, Peluh, Penyuluh – 12 Krupuk Tayammum – 19 Memberi ya Memberi – 28 Ibu-Ibu dari Surga – 32 Atas Nama Rekor – 37 Kematian Tak Terduga, Tak Terduganya Kematian – 42 Uang sebagai Budak – 47 Cinta Waginah kepada Pemerintah – 51 Menebalkan Menipiskan – 57 Tidak Meninggal Dunia, Tidak Meninggal Akhirat, Tidak Pula Seakan-akan – 60 Tanpa Bendera, Tanpa Barisan, Tanpa Penyesalan – 65 Antara Masalah dan Masya Allah – 68 2
Cita-cita: Menjadi Tua – 75 Yang Tua Pernah Muda, Yang Muda Belum Pernah Tua – 78 Tafsir Alami – 81 Pendidikan Dendam Usia Dini – 85 Menelan Garuda – 88 Kebijaksanaan Iklan – 91 Aku, Segelas Kopi – 94 Rindu Bantal Kayu Randu – 98 Pelampiasan – 101 Agen Perbedaan – 105 Dirimu Bukan Dirimu – 112 Pertarungan Kulit dan Isi – 118 Yang Penting Kembali – 123 Maafkan Aku Engkau Kusembunyikan – 126 Sepanjang Manusia Masih Manusia, Semua Bersaudara – 129 Iblis dan Kesombongan – 136 SMS, SKD, Komodo – 138 Memanusiakan Robot, Merobotkan Manusia – 142 M – 145 Dari Teruji ke Terpuji – 152 Dijual Tak Laku, Dibuang Pulang – 155 3
Dasar Hidup (1) – 160 Dasar Hidup (2) – 163 Nota Kosong – 166 Atopos – 168 Sebenarnya Kasihan – 171 Jeneng dan Jenang – 175 Hudzaifah – 179 Maaf – 182 Dua Koin Surga – 184 Jiwa yang Lain – 187 Pembongkar – 191 Tentang Kaya yang Miskin – 195 Komedi Informasi – 197 Mbak Bidan dan Keturunan Sunan Surban – 200 Kisah Anak yang Lahir dari Mulut – 204 Tatanan Dunia Nathan – 210 Fitnah – 214 Misal – 216 Ukuran – 218 Seperti Perahu yang Dirusak Khidir – 221 Partai Tak Berwarna – 222 Bukan Pilihan – 224 Tugas Air – 226 4
Agama Nasional – 228 Syariat Buraq – 230 Tujuan – 233 Duhaima’ – 236 Daun dan Bunga – 238 Catatan tentang Orang-Orang yang Membaca Ashabul Kahfi dengan Metode Halusinasi – 240
5
Keteraturan dari Kekacauan Catatan Pengantar Catatan-Catatan Ini bukan buku. Ini hanya kumpulan. Kumpulan Catatan. Sebenarnya, bukan buku ini hendak saya sebut kumpulan kekacauan, mengingat betapa kacaunya catatan-catatan di dalam kumpulan ini: ya judulnya, ya temanya, ya kuantitas kata-katanya, ya alurnya, ya tokohnya, ya tempat-waktunya, ya lain-lainnya.
6
Namun, mengingat juga bahwa orang terbiasa menilai sesuatu berdasarkan cover dan bahwa orang terbiasa tak toleran dengan kekacauan sehingga habis umur “mengatur”, terpaksa bukan buku ini saya sebut Kumpulan Catatan. Bukan buku ini merupakan kumpulan catatan-catatan saya periode 2010-2014 yang bertebaran dan berserakan di beberapa blog dan facebook. Tentu saja tidak semua catatan pada periode tersebut saya masukkan ke dalam bukan buku ini. Beberapa pertimbangan jadi penyebabnya, salah satunya pertimbangan jumlah halaman. Catatan-catatan terpilih (oleh saya sendiri tentu saja) dari periode tersebut kemudian saya urutkan secara kronologis—kecuali catatan berjudul Menulis—dari yang terlama ke yang terbaru. Setidaknya, dari segenap kekacauan yang ada dalam bukan buku ini, masih ada satu bagian tersisa yang teratur, yaitu urutan tanggal pembuatan catatan. Kekacauan adalah kekurangan. Meski demikian, harapan dari lahirnya kumpulan catatan ini sama sekali bukan agar mendapatkan kelebihan. Jauh dari itu: untuk mendapatkan keteraturan: ya jalan tulisan saya, ya jalan kehidupan saya, pada periode selanjutnya. *21112014* 7
Menulis Menulislah, untuk mendapatkan kebahagiaan. Tentang apakah tulisan itu penting atau tidak, bagus atau tidak, biarkan orang lain yang menilainya. (Muhammad Ainun Nadjib dalam Terus Mencoba Budaya Tanding) Kenyataannya, sampai dengan saat tulisan ini ditulis, saya tidak pernah menjadi penulis dari tulisan apa pun. Tulisan-tulisan saya tidak pernah dimuat majalah dan koran. Meskipun ada satu dua tulisan saya yang dimuat majalah (kampus) dan buletin (pengajian), pernah juga menjadi juara ke-12 dari sebuah lomba menulis puisi online, tidak sepeser pun honor dan tidak secuil pun pengakuan saya dapatkan. Bukankah hal menjadi penulis tidak lain adalah hal honor dan pengakuan? Tetapi kenyataan itu tidak lantas membuat saya berhenti menulis. Jika pun ada yang berhenti, itu adalah berhenti mengirim tulisan. Penyebabnya, secara berurutan dan bergantian, pertama, karena saya minder: untuk orang yang terlambat belajar menulis, kualitas tulisan setinggi apa yang bisa diharapkan?; kedua, karena saya berburuk sangka: dunia tulis-menulis tak jauh beda dengan dunia politik, ada lobi sana-sini, sistem koneksi, dan komisi 8
secukupnya; ketiga, karena saya keluar jalur: tulisantulisan saya mengada tidak berdasar skema yang telah digariskan oleh masing-masing bentuk tulisan dan tidak berdasar petunjuk dan selera penerbit atau media massa. Tulisan-tulisan saya mengada begitu saja. Ia ada, dan cukuplah bahwa ia ada. Ini prinsip yang dulu pernah berlaku. Sejak tahun 2007 sampai dengan hampir akhir tahun 2011, saya menulis tanpa tujuan. Namun jangan bandingkan “tanpa tujuan” saya ini dengan “tanpa tujuan”-nya Ibnu ‘Arabi ketika menulis Futuhat Makkiyah, yang konon katanya hanya butuh waktu satu malam untuk menyelesaikan tulisan sebanyak itu sebab, katanya konon, pena-nya bergerak sendiri. Kini, yaitu sejak tanggal satu bulan sebelas tahun dua ribu sebelas, prinsip itu tak berlaku lagi. Ternyata ada satu tujuan yang lebih bernilai dan bernilai lebih dibanding tanpa tujuan, adalah menulis untuk berbahagia: untuk mendapatkan, untuk mengolahmengelola, dan untuk mendistribusikan kebahagiaan. Secara sederhana, “untuk berbahagia” ini bisa disebut dengan konsumsi-produksi-distribusi kebahagiaan.
9
Orang salah besar jika menyangka kebahagiaan ada sekadar untuk dikonsumsi. Persangkaan itu jelas berlawanan dengan amanat khalifatullah fi-l-ardh, manusia sebagai waliyullah atau wakil Tuhan di muka bumi. Bagaimana bisa orang menyangka bahwa kebahagiaan hanya untuk dikonsumsi, sementara Tuhan tak henti-hentinya “melakukan aktivitas produksi dan distribusi”? Bagaimana bisa orang terjebak dalam budaya konsumerisme sementara justru di dalam memproduksi dan mendistribusikan hasil produksi itu lah terletak konsumsi yang sejati? Berbeda-beda (meskipun banyak yang sama) perolehan kebahagiaan yang didapatkan oleh masingmasing orang yang menulis, ketika sedang maupun setelah menulis. Berbeda-beda pula metode, cara, bentuk, kuantitas, kualitas, dan manfaat tulisan yang diproduksi dan didistribusikan. Perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan yang sangat panjang, sangat lebar, dan sangat dalam jika diuraikan. Kebahagiaan, dan cukuplah disebutkan bahwa di dalam menulis ada kebahagiaan. Padangan, 01 November 2011 10