Hadi Suwarno
1
ISSN 0216 - 3128
FABRIKASI DAN UJI PASKA IRADIASI PELET DAN UTh4Zr10H20
U-ZrH1,6
Hadi Suwarno Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir – BATAN
ABSTRAK FABRIKASI DAN UJI PASKA IRADIASI PELET U-ZrH1,6 DAN UTh4Zr10H20. Telah dilakukan fabrikasi dan uji paska iradiasi pelet UZrH1,6 dan UTh4Zr10H20. Masing-masing pelet dibuat dengan melelehkan elemen penyusun paduan menjadi button, melebur button menjadi pelet, dan menghidriding pelet menjadi paduan UZrH1,6 dan UTh4Zr10H20. Pada proses hidriding geometri pelet paduan UTh 4Zr10H20 menggembung sebesar 5% dari geometri awal dan hal ini juga terjadi pada pelet UZrH 1,6, bahan bakar yang digunakan di reaktor TRIGA. Sebelum proses hidriding paduan UZr terdiri dari fasa δ-UZr yang diperkaya dengan α-U, sedangkan paduan UTh 4Zr10 terdiri dari δ-UZr yang diperkaya dengan Zr dan logam Th sebagai matriks. Setelah hidriding, paduan UZr membentuk fasa stabil δ-ZrH1,6 sebagai matriks sedangkan logam U terdistribusi secara homogen sebagai partikel halus diantara matriks. Untuk pelet UTh4Zr10, hidriding menyebabkan terbentuknya fasa terner stabil ThZr 2H7+x sebagai matriks dan fasa stabil ZrH2-x disebabkan oleh kelebihan Zr, sedangkan logam U terdistribusi diantara kedua fasa tersebut. Diagram PCT menunjukkan bahwa kapasitas penyerapan hydrogen paduan U-Th-Zr lebih besar dibanding dengan paduan U-Zr. Uji paska iradiasi dalam bentuk uji tak merusak meliputi pemeriksaan visual, pengukuran diameter fuel pin dalam orientasi 4 sumbu azimut, radiografi sinar-X, dan sapuan sinar-γ atas fuel pin yang diiradiasi selama dua-siklus (24 dan 25 hari) di JMTR dengan dosis paparan 4,1 x 10 13 n/cm2.det (siklus 127) dan 21,8 x 1013 n/cm2.det (siklus 128) dilaporkan bahwa kedua pelet UZrH 1,6 dan UTh4Zr10H20 tidak mengalami perubahan fisik yang berarti dan tidak ada interaksi antara pelet dengan kelongsong.
ABSTRACT FABRICATION AND POST IRRADIATION EXAMINATIONS OF UZrH1,6 AND UTh4Zr10H20 PELLETS HAVE BEEN CARRIED OUT. Each pellet was prepared by melting the constituent elements into button, melting the buttons into pellet and hydriding them into UZrH 1,6 and UTh4Zr10H20 pellets. On hydriding the geometry of UTh 4Zr10H20 pellets swell about 5%, similar to that of the UZrH 1,6 fuel ordinary used for TRIGA reactor. Before hydriding the microstructure of UZr pellet consisted of δ-UZr enriched with α-U, while the microstrusture of UTh4Zr10 pellet consisted of Zr-riched δ-UZr phase and thorium. After hydriding the UZr pellet showed that the hydrogen reacts with zirconium to form stable δ-ZrH1,6 and the uranium distributed homogeneously into fine particle in the matrix. In case of the UTh 4Zr10 pellet it is showed that hydriding resulted in the formation of stable ternary ThZr 2H7+x and ZrH2-x, while uranium distributed among the two phases. PCT diagram showed that the hydrogen capacity of the U-Th-Zr alloy is higher than that of the U-Zr alloy. Post irradiation examination results in the form of non destructive examination, i.e. visual check, fuel pin diameter measurements in 4 azimuthal orientation, X-ray radiography, and gamma scanning of the fuel pins irradiated in two-cycle (24 and 25 days) operation of the JMTR under irradiation dose of 4.1 x 1013 n/cm2.sec (cycle 127) and irradiation dose of 21.8 x 1013 n/cm2.sec (cycle 128) are reported that no valuable changes and pellet-cladding interactions for all the fuel pins.
PENDAHULUAN
L
imbah radioaktif tingkat tinggi (LRT) berasal dari reprosesing bahan bakar bekas pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) mengandung sejumlah tertentu nuklida umur panjang, utamanya adalah elemen beracun transuranium (TRU), seperti plutonium, neptunium, americium, dan curium dengan waktu paruh > 10 6
tahun, yang harus diisolasi secara sempurna dari biosphere untuk waktu yang sangat panjang. Penerimaan masyarakat Indonesia atas pltn akan semakin mulus apabila teknologi pengolahan LRT telah benar-benar dikuasai. Paduan U-Th-Zr-H telah diteliti cukup lama oleh Penulis dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik paduan sebagai bahan bakar nuklir, meliputi sifat kimia, sifat termal, khususnya untuk
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
2
ISSN 0216 - 3128
simulasi penggunaan elemen TRU tersebut[1~4]. Hasil uji karakteristik menunjukkan bahwa paduan U-Th-Zr-H memiliki karakteristik yang lebih baik dibanding dengan paduan U-ZrH1,6, bahan bakar nuklir yang telah lama digunakan untuk reaktor jenis TRIGA. Paduan U-Th-Zr-H dengan komposisi atom U:Th:Zr:H = 1:4:10:20 atau ditulis sebagai UTh4Zr10H20 merupakan paduan yang memiliki karakteristik terpilih karena selain memiliki kandungan hidrogen paling besar, paduan ini memiliki karakter yang sedikit lebih baik dibanding komposisi lainnya, terutama di dalam hal kandungan hidrogen yang ada di dalam spesimen. Sementara itu, analisis transmutasi LRT dengan cara membakarnya di dalam reaktor, baik dalam LWR maupun FBR juga telah dilakukan dan menunjukkan bahwa paduan ini bisa digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir dan bahan bakar target[5]. Hasil uji karakteristik paduan U-Th-Zr-H yang memuaskan ini mendorong Penulis untuk membuat bahan bakar dengan skala sesungguhnya, yaitu berupa pelet dengan geometri mirip dengan bahan bakar PWR dan diuji iradiasi di reaktor JMTR (Japan Materials and Testing Reactor), JAEA (Japan Atomic Energy Agency), Oarai Research Establishment, Ibaraki, Jepang, dengan waktu yang lebih lama dari penelitian sebelumnya[4], yaitu hingga burn up rata-rata 10% 235 U dan sebagai pembanding digunakan pelet UZrH1,6. Hasil uji pra dan paska iradiasi disajikan dalam makalah ini.
TATAKERJA a. Pembuatan pelet U-Zr dan U-Th-Zr Paduan UThZr dengan perbandingan rasio atom U:Th:Zr = 1:4:10 (ditulis sebagai UTh4Zr10) dan paduan UZr dengan rasio berat 9:11 (mengandung 45% berat U dan ditulis sebagai UZr) dibuat dengan meleburnya di dalam sebuah tungku busur listrik. Hasil leburan kemudian dimasukkan ke dalam sebuah tabung cetakan dari grafit dan dilebur hingga titik lelehnya di dalam sebuah tungku listrik frekuensi tinggi. Hasil leburan berupa sebuah batang pejal dengan diameter 12 mm dan panjang mencapai 15 mm. Hasil leburan kemudian dibubut pada sebuah mesin bubut hingga membentuk sebuah pelet dengan dimensi diameter 9,4 + 0,2 mm dan tinggi 9,4 + 0,1 mm.
b. Proses hidriding Hidriding dilakukan dalam sebuah unit hidriding yang mampu menghasilkan tekanan vakum maupun tekanan tinggi dan dirancang oleh
Hadi Suwarno
Penulis. Pelet UZr dan UTh 4Zr10 yang akan dihidriding dibungkus dengan logam tungsten foil dan dimasukkan ke dalam sistem hidriding. Sistem hidriding kemudian divakum dengan kevakuman sekitar 2 ~ 5 x 10 -6 Pa pada suhu 1173 K untuk menghilangkan bahan volatil yang ada didalam sistem. Setelah suasana vakum pada suhu tersebut tercapai, dilakukan proses hidriding dengan memasukkan sejumlah hidrogen ke dalam sistem. Jumlah hidrogen yang diserap oleh logam paduan dihitung berdasarkan perubahan tekanan di dalam sistem dan pengukuran perubahan berat spesimen. Hidriding dilakukan dengan mengatur tekanan yang ada di dalam sistem sedemikian rupa sehingga paduan yang diformulasikan sebagai UZrH1,6 dan UTh4Zr10H20 terbentuk. Teknik hidriding yang dikembangkan Penulis telah dipresentasikan sebelumnya, meliputi teknik pembentukan senyawa biner hidrid, senyawa terner hidrid serta teknik pencegahan spesimen masif terdisintegrasi menjadi serbuk[6,7,8].
c. Preparasi spesimen untuk iradiasi Pelet hasil hidriding dimasukkan ke dalam kelongsong terbuat dari bahan baja nirkarat tipe SS316 yang dirancang untuk percobaan iradiasi dalam jangka panjang. Gambar 1 adalah gambar hasil rakitan kelongsong yang telah diisi pelet UZrH 1,6 dan UTh4Zr10H20 (selanjutnya disebut fuel pin) yang akan diiradiasi. Satu fuel pin berisi 5 buah pelet, terdiri dari dua buah pelet pejal dan tiga buah pelet yang berlubang di tengahnya dengan diameter lubang 2,0 + 0,1 mm. Ada tiga fuel pin yang dipersiapkan, terdiri dari fuel pin I berisi 5 buah pelet UTh4Zr10H20 dengan kandungan 235U = 19,9%, fuel pin II berisi 5 buah pelet UTh4Zr10H20 dari uranium deplesi dan fuel pin III berisi 5 buah pelet 45%wU-ZrH1,6 dari bahan uranium deplesi. Gambar 2 menampilkan tampang lintang fuel pin. Ketiga fuel pin tersebut kemudian dirakit di dalam sebuah kapsul yang dirancang khusus dan dilengkapi dengan instrumen pendeteksi suhu, tekanan, dan kecepatan aliran fluida. Preparasi pemasukan pelet ke dalam kelongsong bahan bakar menjadi fuel pin dilakukan secara manual dalam sebuah glove box dalam suasana helium dengan tekanan 100 kPa. Iradiasi netron dilakukan di Japan Materials and Testing Reactor (JMTR), JAEA (Japan Atomic Energy Agency), Oarai, Jepang, sesuai dengan operasi normal reaktor untuk jangka waktu dua siklus, yaitu selama 24 hari pada siklus 127 dengan dosis paparan 4,1 x 10 13 n/cm2.det dan dilanjutkan selama 25 hari pada siklus 128 dengan dosis paparan 21,8 x 1013 n/cm2.det.
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
Hadi Suwarno
ISSN 0216 - 3128
Gambar 1. Kelongsong baja nirkarat tipe SS 316 untuk iradiasi pelet UTh4Zr10H20.
3
Gambar 2. Tampang Lintang kapsul pembawa pelet UTh4Zr10H20.
d. Uji Paska Iradiasi Gambar 3. Diagram Alir Uji Paska Iradiasi
Gambar 3 menampilkan diagram uji paska iradiasi yang harus dilakukan untuk menguji suatu bundle bahan bakar.
Uji Pra Iradiasi
Prosedur uji paska iradiasi meliputi uji bundel bahan bakar bekar, uji fuel pin dan uji pelet yang dapat dikelompokkan sebagai uji merusak dan uji tak merusak. Karena alasan keterbatasan perizinan, kegiatan yang bisa dilakukan dan disajikan dalam makalah ini meliputi pembongkaran dan uji tak merusak yang terdiri dari inspeksi visual fuel pin, uji dimensi kelongsong, radiografi sinar-X dansapuan sinar-γ.
Gambar 4 menampilkan ilustrasi perubahan dimensi pelet sebelum dan sesudah hidriding. Dari kedua jenis pelet UTh4Zr10H20 yang dibuat dari uranium deplesi dan uranium diperkaya 19,9%, perubahan ekspansi volumetrik yang terjadi adalah antara 5,0 ~ 5,2%, sedangkan pelet UZrH1,6 adalah antara 4,9 ~ 5,2%. Untuk kedua jenis spesimen dikatakan bahwa ekspansi akibat hidriding rata-rata adalah 5%. Perlu dilaporkan bahwa kedua jenis pelet UTh4Zr10H20 ini dibuat di dua tempat yang berbeda, yaitu di Nuclear Fuel Industries Ltd. untuk bahan uranium diperkaya 19,9% dan Mitshubishi Material Ltd. untuk bahan uranium deplesi. Namun
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Perubahan dimensi pelet akibat hidriding
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
4
Hadi Suwarno
ISSN 0216 - 3128
demikian, hasil uji dimensi menunjukkan bahwa data ekspansi linier tak berbeda. Sebagai pembanding ditampilkan pula ekspansi linier paduan U-ZrH1,65 yang mengandung 45% berat U. Ternyata ekspansi linier diantara keduanya tak berbeda. Hasil inipun tak berbeda dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh penulis sebelumnya untuk dimensi yang lebih kecil[6].
diperoleh selama proses hidriding. Tampak bahwa tak terjadi tekanan plateau, yaitu perubahan fasa pada diagram PCT paduan U-Zr-H maupun UTh4Zr10-H pada suhu bervariasi dan tekanan tetap 100 kPa. Hasil percobaan ini sesuai dengan hasil peneliti lain yang juga tidak menemukan adanya perubahan fasa pada suhu tersebut[9,10]. Dari grafik tampak bahwa pada suhu tinggi kestabilan hidrogen paduan UTh4Zr10-H lebih baik dibanding dengan paduan UZr-H. Hal ini disebabkan adanya logam U yang menstabilkan fasa terner ThZr2H7+x. Lagipula, kapasitas penyerapan hydrogen paduan U-Th-Zr lebih besar dibanding dengan paduan U-Zr.
Gambar 4. Ilustrasi perubahan dimensi pelet sebelum dan sesudah hidriding. - Mirostruktur paduan U-Zr-H dan U-Th-Zr-H Gambar 5 menampilkan mikrostruktur paduan sebelum dan sesudah hidriding. Sebelum hidriding (Gb. 5a) paduan U-Th-Zr terdiri dari logam Th sebagai komponen utama sedangkan fasa UZr membentuk suatu kerangka beraturan dan terdistribusi merata sebagai padatan diantara fasa thorium. Tidak ada fasa ThZr dijumpai dalam paduan tersebut. Kelebihan Zr terdeteksi sebagai UZr dengan kandungan Zr yang berlebihan. Setelah hidriding (Gb. 5b) terbentuk fasa terner ThZr2H7+x sebagai fasa utama (warna abu-abu) diikuti dengan fasa ZrH2-x (warna gelap), sementara logam U terpisah diantara kedua fasa tersebut. Terbentuknya fasa terner inilah yang menyebabkan paduan memiliki kapasitas hidrogen yang lebih baik dibanding dengan fasa biner ZrH2-x. Untuk paduan 45% berat U-Zr, mikrostruktur paduan menunjukkan bahwa sebelum hidriding terdiri dari fasa UZr dan U (Gb. 5c). Setelah hidriding terbentuk fasa hidrida sebagai ZrH2-x sedangkan logam U terpisah dan terdistribusi secara sempurna dan bentuk relatif seragam diantara matriks ZrH2-x (Gb. 5d). Distribusi U secara homogen diantara matriks berfasa stabil fasa delta ZrH1,6 inilah salah satu kelebihan bahan bakar reaktor TRIGA. Gambar 6 adalah diagram PCT paduan UZrHx dan UTh4Zr10Hy (x dan y adalah komposisi atom hidrogen yang diikat oleh paduan) yang
Gambar 5.
Mikrostuktur U-Th-Zr dan U-Zr sebelum dan setelah hidriding.
Gambar 6. Diagram PCT paduan U-ZrH dan UThZrH pada tekanan 100 kPa.
Uji Paska Iradiasi Dari gambar 3 tampak bahwa prosedur yang harus dilaksanakan untuk suatu pengujian bahan bakar memerlukan suatu program kerja yang terencana dengan baik dan dikerjakan secara berurutan. Dari pengalaman yang telah bertahuntahun dilaksanakan oleh fasilitas uji paska iradiasi JAEA yang ada di Oarai maupun di Tokai, untuk melakukan pekerjaan ini diperlukan waktu uji paling cepat 12 bulan. Perlu dilaporkan dalam
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
Hadi Suwarno
ISSN 0216 - 3128
makalah ini bahwa penulis melakukan uji paska iradiasi melalui program STA-Japan untuk jangka waktu 6 bulan. Sementara itu, fasilitas uji paska iradiasi yang ada di JAEA-Oarai adalah tipe betagama hot laboratory, yaitu fasilitas yang hanya diizinkan untuk mengelola bahan uranium, plutonium dan bukan thorium. Hot laboratory yang diizinkan untuk mengelola thorium berada di JAEA-Tokai, 65 km dari JMTR. Oleh karena itu yang bisa dilakukan dalam kegiatan ini adalah pembongkaran kapsul, pengamatan uji tak merusak yang meliputi inspeksi visual, uji sapuan sinar-γ, dan uji dimensi kelongsong. Uji Eddy current tak bisa dilaksanakan karena waktu yang tersedia tak memadai, sedangkan uji gaya lepas fuel pin tidak dilakukan karena kapsul bukan merupakan sebuah bundel bahan bakar.
5
maupun dalam, (6) uji tebal lapisan oksida yang terbentuk di permukaan dalam kelongsong, dan (7) sapuan sinar-γ.
Pembongkaran kapsul Uji paska iradiasi dilakukan di fasilitas Hot Laboratory, JMTR, JAEA, Oarai, Jepang. Sebelum dilakukan uji paska iradiasi kapsul didinginkan selama 90 hari di dalam kolam interim yang ada disamping teras JMTR. Melalui transfer channel kapsul kemudian dikirim ke hot cell tipe β-γ untuk dilakukan pengujian dengan langkah kerja sebagai berikut. Sebelum kapsul dibongkar dilakukan pengamatan visual dan pengukuran dimensi kapsul untuk dicocokkan dengan data awal sebelum kapsul dimasukkan ke dalam reaktor. Hasil pengamatan visual terhadap kapsul dilaporkan tidak ditemukan adanya perubahan warna, swelling, bending maupun cacat permukaan kapsul diakibatkan oleh irradiasi. Pembongkaran dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan yaitu dengan memotong sambungan-sambungan las, memotong bagian spacer, dan membuka bagian-bagian komponen dengan urutan terbalik dengan prosedur pemasangan. Gambar 7 di atas menampilkan kapsul yang berisi fuel pin UZrH dan UThZrH. - Pengamatan Fuel Pin Gambar 8 menampilkan fuel pin yang telah dikeluarkan dari kapsul, sementara gambar detil komponen fuel pin telah ditampilkan pada Gb. 1. Pengamatan yang dilakukan terhadap fuel pin meliputi (1) pengecekan visul terhadap wujud fisik dan dimensi fuel pin, (2) uji kebocoran kelongsong (leak-tight test), (3) pengukuran diameter dalam proyeksi 4-sumbu, pengukuran panjang, (4) radiografi sinar-X yaitu untuk mengamati adanya kerusakan kelongsong bagian dalam, pelet yang retak/pecah dan adanya interaksi kelongsong dengan pelet, (5) uji Eddy Current untuk mengetahui kerusakan kelongsong baik bagian luar
Gambar 7. Kapsul berisi fuel pin UZrH1,6 dan UTh4Zr10H20 Uji tak merusak yang belum dilakukan saat penulis terlibat dalam penelitian ini adalah uji kebocoran kelongsong, uji integritas kelongsong, uji Eddy Current dan uji tebal lapisan oksida. Pengamatan visual terhadap seluruh fuel pin dilakukan sesuai prosedur pengamatan dengan menggunakan peralatan video dan dari pengamatan seluruh permukaan fuel pin dijumpai adanya perubahan warna dari warna metalik menjadi warna buram (dark grey) di beberapa tempat yang mengindikasikan adanya profil lapisan oksida di permukaan kelongsong. Peristiwa ini adalah umum dijumpai pada kelongsong bahan bakar yang mengindikasikan adanya akumulasi panas ditempat tersebut sebagai akibat reaksi fisi. Dari Gb. 8 tampak bahwa fuel pin UTh4Zr10H20 memiliki lapisan warna buram lebih banyak dibanding fuel pin berisi pellet UZrH1,6. Uji geometri fuel pin dilakukan sesuai prosedur dengan pengukuran dalam orientasi 4sumbu putar dengan langkah pengukuran setiap 2 mm. Fuel pin dipasang berdiri tegak di sebuah tool yang dilengkapi dengan motor penggerak yang dapat memutar dan juga mengukur kerataan permukaan fuel pin. Hasil uji dibandingkan dengan data geometri awal fuel pin sebelum dimasukkan ke dalam reaktor. Tabel 1 menampilkan hasil akhir pengukuran rata-rata diameter fuel pin pada daerah pelet bahan bakar (data asli hasil pengukuran menjadi milik JAEA dan penulis tidak diizinkan mendapatkan copynya. Diameter rata-rata fuel pin diperoleh dari data profil diameter masing-masing sumbu). Tampak bahwa untuk seluruh fuel pin
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
6
Hadi Suwarno
ISSN 0216 - 3128
terjadi pengurangan diameter fuel pin beberapa mikrometer dan sebagai konsekuensinya terjadi sedikit penambahan panjang fuel pin, sedangkan volume fuel pin tidak berubah. Penurunan diameter setelah iradiasi sebesar 0,003 ~ 0,006 mm mengindikasikan adanya pembentukan gas plenum di bagian lain. Panjang fuel pin diukur di udara dengan kondisi suhu udara 30 oC dan humiditas relatif 30 ~ 80% dan diperoleh panjang rata-rata fuel pin adalah L = 166,2 + 0,03 mm. Perubahan panjang fuel pin sebesar 0,2 + 0,03 mm ini kemungkinan sebagai akomodasi glas plenum di bagian ujung fuel pin.
Pengamatan radiografi sinar-X dengan pengambilan gambar setiap posisi 90o dilaporkan tidak terjadi perubahan dimensi pelet akibat iradiasi, sehingga tidak dijumpai adanya perubahan gap antara kelongsong dan pelet. Hal ini mengindikasikan pula bahwa tidak terjadi swelling maupun retak. (Gambar hasil uji radiografi tidak dapat dilampirkan dalam makalah ini karena menjadi milik JAEA dan tidak bisa dicopy). Hasil ini juga mengindikasikan bahwa pelet cukup stabil terhadap pengaruh irradiasi, sementara kelongsong sedikit mengalami shrinking di daerah pelet bahan bakar.
Tabel 1. Diameter rata-rata fuel pin diukur di daerah dari 60 ~ 110 mm, diukur dari ujung bawah Fuel Pin UTh4Zr10H20, U-Deplesi, Dingin UTh4Zr10H20, U-Deplesi, Panas UTh4Zr10H20, 19,9% U-5, Dingin UTh4Zr10H20, 19,9% U-5, Panas 45%U-ZrH1,6, Dingin 45%U-ZrH1,6, Panas
Orientasi 0o 12,009 12,004 12,008 12,002 12,008 12,005
45o 12,009 12,004 12,008 12,002 12,009 12,004
90o 12,008 12,004 12,008 12,002 12,008 12,004
135o 12,008 12,004 12,008 12,003 12,009 12,005
burnup untuk masing-masing fuel pin adalah seragam dengan burnup rata-rata 10% (menurut Petugas di JMTR yang Penulis temui). Lagipula, tidak dijumpai adanya perubahan grafik burnup yang signifikan yang mengindikasi adanya retakan pelet. Sebagai gambaran, pada Gb. 9 ditampilkan profil cacah 137Cs untuk fuel pin yang diperoleh dari literature[11]. Gambar 8. Fuel Pin yang telah dikeluarkan dari kapsul, yang terdiri dari pelet U-ZrH, U-Th-Zr-H dari bahan U deplesi, dan U-Th-Zr-H dari bahan 235U 19,9%. Pengamatan sapuan sinar-γ yang dimaksudkan untuk mengetahui profil bahan bakar di dalam fuel pin juga telah dilakukan dengan scanning pitch 10 mm. Tinggi slit yang digunakan adalah 3,0 mm. Prinsip perhitungan burnup didasarkan pada perbandingan konsentrasi 137Cs hasil cacah (dengan memperhitungkan nilai peluruhan selama pendinginan setelah iradiasi dan waktu operasi) dengan spesimen standar. Hasil cacah konsentrasi 137Cs yang merepresentasikan besarnya burnup (derajad bakar) bahan bakar tidak dapat ditampilkan dalam makalah ini karena menjadi milik JAEA. Namun demikian dapat dilaporkan bahwa distribusi bahan bakar dan
Gambar 9. Profil hasil cacah pin[11].
137
Cs sebuah fuel
KESIMPULAN Telah dilakukan uji paska iradiasi pelet fullsize untuk bahan bakar nuklir dari paduan U-Zr-H
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
Hadi Suwarno
ISSN 0216 - 3128
dan U-Th-Zr-H untuk mendapatkan data karakter bahan tersebut. Hasil pengamatan atas pelet sebelum iradiasi menunjukkan bahwa paduan UZr dan UThZr dengan komposisi atom U:Th:Zr = 1:4:10 dan komposisi berat U:Zr = 9:11 dapat dibentuk menjadi pelet dengan melebur paduan tersebut di dalam sebuah tungku lebur dan hasil leburan dilelehkan di dalam sebuah tungku listrik frekuensi tinggi. Pelet UZr dan UThZr dapat dihidriding menjadi paduan U-ZrH1,6 dan UTh4Zr10H20 dengan sedikit mengalami perubahan geometri sebesar + 5% volum tanpa terjadi retakan pada pelet. Hasil uji paska iradiasi dalam bentuk pengamatan visual atas kelongsong dan uji tak merusak berupa uji geometri menunjukkan bahwa paska iradiasi menyebabkan diameter fuel pin mengerut disebabkan oleh adanya akumulasi gas produk fisi di bagian plenum fuel pin. Sapuan sinarX dilaporkan bahwa tidak ada kontak antara pelet dan kelongsong, sementara di pelet sendiri tidak dijumpai adanya retak. Hasil uji sapuan sinar-γ dilaporkan bahwa pada derajad bakar rata-rata 10%, distribusi bahan bakar dan derajad bakar untuk masing-masing fuel pin adalah seragam. Data uji tak merusak menunjukkan bahwa paduan UTh4Zr10H20 memiliki karakter yang tak jauh berbeda dengan paduan UZrH1,6 yang sudah lama digunakan sebagai bahan bakar reaktor TRIGA, sehingga paduan UTh4Zr10H20 dapat dipromosikan sebagai bahan bakar reaktor baru.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Michio Yamawaki yang telah mengundang Penulis untuk ikut terlibat dalam program uji paska iradiasi. Terima kasih juga disampaikan kepada pimpinan JAEA di Oarai yang menyediakan fasilitas JMTR dan Hot Laboratory sehingga terlaksananya program ini.
7
2.
H. SUWARNO, T. YAMAMOTO, F. ONO, K. YAMAGUCHI, J. Nucl. Mat’ls., 247(1997)333.
3.
T. YAMAMOTO, H. SUWARNO, F. ONO, H. KAYANO, M. YAMAWAKI, J. Alloys and Compounds, 271-273(1998)702.
4.
M. YAMAWAKI, H. SUWARNO, T. YAMAMOTO, T. SANDA, K. FUJIMURA, K. KAWASHIMA and K. KONASHI, J. Alloys and Compounds, 271-273(1998)530.
5.
H. SUWARNO, Dimensional Changes on Hydriding of U-Th-Zr Pellets and Its Thermal Expansion Properties, Pros., Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir VI, Jakarta, 7-8 Nov., 2001, hal. 111.
6.
H. SUWARNO, Hidriding-Dehidriding Logam Paduan U-Th-Ti-Zr, Pros., Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir VI, Jakarta, 7-8 Nov., 2001, hal. 147.
7.
H. SUWARNO, Y. NAKAZONO, M. YAMAWAKI, Analisis Kesetimbangan dan Termodinamika Sistem Th-Zr-H, Pros., Seminar Sains dan Teknologi Nuklir Pendayagunaan Reaktor Riset Dalam Pengembangan Potensi Nasional, Bandung, 2627 Juni 2001, hal. 326.
8.
R.L. BECK, Trans ASM., 55(1962)542.
9.
W. BARTSCHER and J. REBIZANT, J. LessCommon Metals, 136(1988)305.
10. IAEA-TECDOC-1385, WWER-440 fuel rod experiment under simulated dry storage conditions, April 2004.
TANYA JAWAB Sukarsono
DAFTAR PUSTAKA 1.
T. YAMAMOTO, H. SUWARNO, H. KAYANO, M. YAMAWAKI, J. Nucl. Sci. Techn., 32(3)1995)(260).
1.
T. YAMAMOTO, H. SUWARNO, H. KAYANO, M. YAMAWAKI, J. Nucl. Mat’ls., 247(1997)339.
− Fasilitas Serpong sejauh mana bisa melakukan uji semacam ini ? − Dulu ada pekerjaan bersama, pembuatan bahan bakar nuklir dengan U alam sampai dengan uji irradiasi sampai dimana hasilnya ? Hadi Suwarno
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006
8
ISSN 0216 - 3128
− Secara teoritis fasilitas PTBN bisa, tetapi prakteknya belum bisa karena banyak kendala teknis yang dihadapi. − Mohon maaf saya tidak bisa menjawab karena saya tidak terlibat dalam program tersebut.
Hadi Suwarno
− Diukur dengan menggunakan sinar-X untuk pengukuran lattice constant, dan − Diukur dengan profilometer dengan kepekaan 0,002 mm (pengukuran makro). Tumpal Pandiangan
Andryansyah − Bagaimana cara mengukur untuk dapat mengatakan bahwa hidriding mengakibatkan penggembungan 5%? Hadi Suwarno − Reaksi metal dengan hidrogen adalah reaksi interstitial yaitu hidrogen menyisip diantara atom-atom logam membentuk sisipan tetrahedral dan oktahedral. Akibat reaksi sisipan akan mengakibatkan perubahan lattice constant atom berupa perpanjangan.. Pengukuran penggembungan 5% dilakukan dengan cara :
− Bagaimana fenomena pengikatan atau pelepasan hidrogen pada bahan bakar ini? Hadi Suwarno − Reaksi hidrogen dengan logam adalah reaksi interstitial dan ikatannya tidak stabil, tergantung dari P (tekanan), C (konsentrasi) dan T (suhu). Sepanjang energi ikatan dilampaui maka akan terjadi ikatan interstitial. Sepanjang energi untuk pelepasan ikatan dilampaui maka ikatan interstitial akan terurai. Energi ikatan interstitial dan pelepasan ikatan interstitial untuk setiap logam atau logam paduan sangat bervariasi.
Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006