EXECUTIVE SUMMARY
DIFUSI TEKNOLOGI PENERAPAN PEDOMAN KONSERVASI SUMBER DAYA AIR PARTISIPATIF DI HULU DAS CITARUM
TAHUN ANGGARAN 2011
1|
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Bencana banjir yang terus terjadi di Indonesia umumnya didominasi oleh kerusakan DAS sebagai faktor penyebab utama. Upaya konservasi yang dilakukan masih belum terkoordinasi (secara sendiri-sendiri dan sektoral), sehingga hasilnya belum terlihat hingga kini. Meskipun Pedoman Pengelolaan Konservasi Sumber Daya Air Partisipatif di Wilayah Sungai belum ditetapkan (status R4), namun adanya kebutuhan di lapangan mendorong Pusat litbang SOSEKLING menyusun manual yang berkaitan dengan koordinasi dalam penyelamatan SDA (sebagai dukungan GNKPA). Kewajiban sebagai institusi litbang untuk mengusahakan alih teknologi dan penyebarluasan hasil kegiatan litbang (sesuai Undang-Undang 18 Tahun 2002 tentang SISNAS P3IPTEK) Balai Litbang Sosekling Bidang SDA bermaksud mendukung pelaksanaan program konservasi DAS secara non fisik/non struktural dengan melakukan difusi teknologi penerapan pedoman / manual yang terkait
dengan
Pengelolaan
Konservasi
Sumber
Daya
Air
Partisipatif di Wilayah Sungai. Kegiatan dilaksanakan di Hulu DAS Citarum, dengan alasan (i) Sungai Citarum merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat yang di dalamnya terdapat 3 Waduk yang (Waduk Jatiluhur, Cirata dan Saguling) yang berfungsi sebagai pemasok air dan pembangkit tenaga listrik yang sangat penting bukan hanya bagi masyarakat di sekitarnya, tapi juga masyarakat Pulau Jawa dan Madura, (ii) Merupakan DAS terbesar 6.614 Km² serta panjang sungai 269 Km, berasal dari Mata Air Gunung Wayang 2|
melalui 8 (delapan) kabupaten, (iii) Luas lahan kritis DAS Citarum 125.692,20 ha dengan frekwensi kejadian banjir setiap tahun, sedimentasi rata-rata = 25,52 ton/ha/th 1 serta curah hujan rata-rata sebesar 2.300 mm/tahun yang termasuk kategori tinggi (diatas normal), sehingga berpotensi menimbulkan banjir besar dan (iv) Penegakan hukum belum tegas, partisipasi masyarakat masih kurang serta lemahnya koordinasi antar stakeholder terkait. Dalam pelaksanaan kegiatan ini tim Balai berkoordinasi dan bekerjasama dengan BBWS Citarum sebagai pengelola wilayah Sungai Citarum, sehingga dengan pelaksanaan kegiatan bersama-sama ini diharapkan BBWS Citarum beserta mitra kerjanya
dapat
mengimplementasikan
konsep
pengelolaan
manajemen konservasi sumber daya air partisipatif di wilayah kerjanya,
sedangkan
bagi
masyarakat,
dapat
memahami
pentingnya partisipasi aktif mereka dalam mengelola sumber daya air.
1.2. Rumusan Masalah Proses difusi teknologi Pedoman Manajemen Pengelolaan Konservasi Sumber Daya Air Partisipatif dimaksudkan sebagai upaya untuk mengkomunikasikan dan menyebarluaskan hasil pengkajian konservasi partisipatif. Dalam pelaksanaan difusi ini, tim juga akan mengkaji : a. Bagaimana
tingkat
penerimaan
masyarakat
serta
para
pemangku kepentingan di DAS Citarum terhadap pedoman manajemen
pengelolaan
konservasi
sumber
daya
air
partisipatif dan rencana penyusunan manualnya ?
1
Informasi disampaikan oleh MSMAS dalam artikelnya “DAS Citarum, Kondisi dan Rencana Penanganannya” pada hari Rabu 1 Maret 2009 di website www.indonesiapower.co.id.
3|
Penerimaan disini mengandung arti tidak sekedar “tahu” tetapi
dengan
benar-benar
dapat
dilaksanakan
atau
diterapkan dengan benar serta menghayatinya b. Faktor apakah yang menjadi pendorong dan penghambat penerimaan
pedoman manajemen pengelolaan konservasi
sumber daya air partisipatif ? Sebagai bagian dari pelaksanaan proses difusi ini, dilakukan penerapan pedoman di masyarakat hulu DAS Citarum. Oleh karena itu, tim peneliti juga akan mengidentifikasi sejauhmana aspek
kearifan
lokal
mempengaruhi
penerapan
pedoman.
Diharapkan dengan kajian ini dapat memberi masukan positif bagi pedoman manajemen pengelolaan konservasi sumber daya air
partisipatif.
dirumuskan
Berdasarkan
permasalahan
penjelasan
sebagai
tersebut,
berikut
:
maka
Bagaimana
keterkaitan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat setempat terhadap manajemen pengelolaan konservasi sumber daya air partisipatif ?
1.3. Tujuan Tujuan kegiatan ini adalah : a. Mengomunikasikan
dan
menyebarluaskan
Pedoman
Pengelolaan Konservasi Sumber Daya Air Partisipatif dan rencana penyusunan manualnya kepada para pemangku kepentingan
konservasi
hulu
DAS
Citarum
termasuk
masyarakat yang berdomisili di hulu DAS Citarum. b. Mengidentifikasi tingkat penerimaan masyarakat serta para pemangku
kepentingan
lainnya
terhadap
Pedoman
Pengelolaan Konservasi Sumber Daya Air Partisipatif. c. Mengidentifikasi
faktor
pendorong
dan
penghambat
penerimaan Pedoman Pengelolaan Konservasi Sumber Daya Air Partisipatif. 4|
d. Mengidentifikasi faktor sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat yang mempengaruhi pelaksanaan konservasi sumber daya air partisipatif di hulu DAS Citarum. 1.4. Hasil Hasil dari kegiatan ini adalah diadopsinya mekanisme penyelenggaraan kegiatan konservasi partisipatif sebagaimana tercantum dalam pedoman. 1.5. Manfaat Manfaat kegiatan kajian ini adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk melaksanakan kegiatan atau program konservasi partisipatif di daerah aliran sungai.
5|
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Deskripsi Siklus Difusi Teknologi Difusi teknologi adalah kegiatan adopsi dan penerapan hasil inovasi secara lebih ekstensif oleh penemunya dan atau pihakpihak lain dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna potensinya sesuai dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Bagian dari difusi teknologi adalah alih teknologi yang merupakan upaya untuk mentransfer segala informasi, ilmu pengetahuan dan produk teknologi. Kegiatan alih teknologi apabila dapat diterima dengan sepenuhnya, dapat langsung dilaksanakan penerapan teknologi yang didifusikan. Apabilan teknologi yang didifusikan belum dapat diterima, maka dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang diselaraskan dengan kearifan lokal atau melalui kegiatan perekayasaan. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Difusi
Terselenggaranya Diseminasi Teknologi
Teknologi Alih
Ya
Tidak
Teknologi
Perlu Penyesuaian dg Kearifan Lokal
Penerapan
Perekayasaan
Selesai
Gambar 2.1. Siklus Difusi Teknologi 6|
Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama yaitu inovasi, saluran komunikasi, waktu dan sistem sosial. Dengan demikian, langkah-langkah yang dilakukan adalah : 1. Melakukan tukar pikiran ide, praktek, atau sesuatu yang dianggap baru oleh individu atau kelompok sebagai suatu inovasi. 2. Menetapkan komunikasi
saluran yang
komunikasi paling
yang
banyak
tepat.
Saluran
digunakan
dalam
mendefinisikan inovasi adalah kunjungan, rapat/pertemuan, lokakarya serta seminar. Kegiatan ini menggambarkan proses keputusan individu dalam mencari dan memproses informasi tentang suatu inovasi, sehingga termotivasi mencari tahu tentang keuntungan atau kerugiannya yang pada akhirnya akan memutuskan mengadopsi inovasi tersebut atau tidak. 3. Mengalokasikan
waktu
yang
cukup
dalam
mengimplementasikan perubahan. 4. Mengidentifikasi.
7|
2.2. Deskripsi Implementasi Pedoman Proses difusi teknologi dilakukan kepada para pemangku kepentingan konservasi hulu DAS Citarum dan Mitra Kerjanya yaitu BBWS Citarum, Kelompok Peduli Lingkungan Citarum, serta masyarakat yang berdomisili di hulu DAS Citarum. Untuk mengukur tingkat penerimaan terhadap pedoman dinilai melalui penerapan 4 tahapan dari manajemen konservasi partisipatif yang terdapat pada pedoman, yaitu (1) Sosialisasi pedoman, (2) Penyusunan RKSDAD, (3) Kesepakatan Stakeholder dan (4) Pelaksanaan program dan kegiatan yang termuat dalam RKSDAD. Pada tahap awal dilakukan sosialisasi dengan materi Pedoman Pengelolaan Konservasi Partisipatif di Wilayah Sungai kepada BBWS Citarum, Kelompok Peduli Lingkungan Citarum, serta masyarakat di hulu DAS Citarum. Tahap selanjutnya adalah diskusi intensif untuk lebih memantapkan dan meyakinkan pengetahuan para penerima teknologi tentang pedoman melalui pembahasan lebih detail pedoman serta kesepakatan pembagian kelompok, tugas dan waktu untuk persiapan praktek lapangan/survei kampung sendiri (SKS) dan penyusunan RKSDAD. Kelompok diskusi terdiri dari 5 (lima) kelompok yaitu kelompok Peta Desa, Sejarah, Analisis Mata pencaharian, Kalender Musim dan Kelembagaan, sedangkan untuk SKS dibentuk kelompok-kelompok berdasarkan tempat tinggal. Setelah kelompok terbentuk, kegiatan hari berikutnya adalah mempraktekan Pemetaan SOSEKLING bersama/SKS dan penyusunan dokumen RKSDAD. Hasil pemetaan dari masingmasing kelompok tersebut akan dirembugkan bersama, sebagai bahan RKSDAD. Alur proses difusi teknologi pada kegiatan ini selengkapnya terlihat pada gambar di bawah ini. 8|
Mulai
Persiapan Koordinasi
Observasi Lapangan Koordinasi Lintas Sektor
(BBWS Citarum, Kelompok Peduli Lingkungan, Perangkat Desa, Perangkat Kecamatan, Puslitbang Sosekling)
Sosialisasi Pedoman ke masyarakat
Kesepakatan Pembelajaran Bersama
Pembentukan Kelompok Pemetaan
Pembagian Kelompok Pembelajaran
Perencanaan Peran
Pemetaan Sosekling Bersama
Penyusunan RKSDAD
Pemantapan Peran Stakeholder
Pelaksanaan Konservasi
Evaluasi Peran dan partisipasi
Gambar 2.2. Alur Implementasi Pedoman Pengelolaan Konservasi Partisipatif di Wilayah Sungai
9|
Dari proses diatas, diharapkan dapat menghasilkan konsep mekanisme alih secara vertika (kepada masyarakat) maupun horizontal (kepada para pemangku kepentingan) serta pola kemitraannya. Selain itu akan dikaji pula kearifan-kearifan lokal yang mendukung ataupun menghambat penerapan pedoman, sehingga dapat melengkapi Pedoman maupun manualnjya terkait dengan konservasi partisipatif. Untuk
melaksanakan
kajian
tersebut,
metode
yang
digunakan adalah metode kualitatif, karena meneliti kondisi alamiah (menggambarkan realitas yang kompleks), sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan) dengan analisis data bersifat induktif/kualitatif (hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi). 2.3. Penentuan Subjek Penelitian Subjek penelitian dipilih berdasarkan teknik snowball dengan mencari informan kunci jalur formal (Camat, BBWS Citarum, Kepala Desa, Sekretaris Desa serta petugas Desa) kemudian berdasarkan rekomendasi mereka, diteruskan ke kampung/RW begitu seterusnya sampai pada informan individu terakhir. Subjek penelitian di masyarakat ditentukan secara purposif. 2.4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan
data
sekunder
dilakukan
dengan
mengumpulkan dokumen-dokumen dari Kelurahan, Kecamatan, BBWS Citarum, media cetak dan elektronik. Pengumpulan data primer dilakukan dengan : 1. Wawancara
terhadap
masyarakat,
lurah,
pemuka
adat,
pemuka agama, pimpinan lembaga lokal, dan lain-lain).
10 |
2. Observasi (pengamatan langsung) terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. 3. Dokumentasi. 2.5. Analisis Data Dalam penelitian ini data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif dan metode triangulasi (untuk melihat persamaan dan keselarasan, juga perbedaan). Hasil triangulasi selanjutnya disusun ke dalam suatu rangkuman secara deskriptif. Analisis data kualitatif juga dianalisis sesuai dengan model Miles and Huberman dengan : 1. Reduksi data 2. Penyajian data 3. Penarikan Kesimpulan 2.6. Lokasi Penelitian Penentuan lokasi kegiatan dilakukan dengan beberapa kriteria sebagai berikut : 1. Merupakan lokasi kritis. 2. Terdapat kegiatan masyarakat yang merusak lahan dan sumber mata air. 3. Terdapat komunitas peduli lingkungan. Berdasarkan kriteria tersebut, mendiskusikan dengan Balai BBWS Citarum dan Perhimpunan Kelompok Kerja DAS Citarum (PKK DAS Citarum)/mitra kerja BBWS Citarum sehingga lokasi ditentukan di Desa Sukarame Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung.
11 |
BAB III HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1.
Implementasi Siklus Difusi Teknologi Empat unsur utama proses difusi teknologi sebagaimana penjelasan bab sebelumya adalah inovasi, saluran komunikasi, waktu dan sistem sosial. Empat unsur utama tersebut dilaksanakan secara bertahap yaitu : 1. Melakukan pertemuan intern Balai Litbang SOSEKLING Bidang SDA untuk bertukar pikiran ide dan pemahaman mengenai teknologi baru yang akan didifusikan (Pedoman Pengelolaan Konservasi Partisipatif di Wilayah Sungai). 2. Memilih dan menetapkan saluran komunikasi yang dipakai dalam kegiatan difusi, (kunjungan/koordinasi), rapat/pertemuan dan sosialisasi program dan kegiatan. Koordinasi ini dilakukan untuk mengenalkan teknologi kepada stakeholders sekaligus mensinergikan program dan kegiatan yang mendukung kegiatan konservasi di wilayah hulu DAS Citarum baik dari BBWS Citarum (program pada Bidang Operasional dan Pemeliharaan (OP) PPK OP SDA III). 3. Mengalokasikan waktu difusi teknologi yang disusun berdasarkan kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu sosialisasi, pemetaan sosekling, penyusunan RKSDAD berdasarkan data dan informasi hasil pemetaan sosekling, implementasi RKSDAD dan evaluasi. 4. Mengidentifikasi sistem sosial masyarakat penerima teknologi, melalui kegiatan pemetaan sosekling bersama (meliputi bidang sosial, bidang ekologi dan bidang ekonomi). Hasil pemetaan dituangkan dalam dokumen RKSDAD. Selain empat unsur utama difusi teknologi diatas, dalam melakukan difusi teknologi Pedoman Penglelolaan Konservasi 12 |
Partisipatif di Wilayah Sungai, terdapat langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pemilihan Peserta (Sasaran) a. Identifikasi Kekritisan Lokasi dan Pengelolaannya (BBWS DAS Ciliwung Citarum). b. Identifikasi Forum dan Kelompok Peduli Konservasi/PKK DAS Citarum sebagai mitra BBWS Citarum. c. Identifikasi Program Konservasi (di PPK OP SDA III Bidang OP BBWS Citarum dan BP DAS Ciliwung Citarum). 2. Sosialisasi Tahap Pertama a. Memperkenalkan Balai Litbang SOSEKLING Bidang SDA dan kegiatan Difusi Teknologi kepada stakeholders terkait dan mendapatkan informasi tentang bidang yang bereran dalam kegiatan konservasi termasuk mitra kerjanya. b. Menyampaikan tujuan dilaksanakannya difusi teknologi yaitu tersebarnya
informasi
mengenai
Pedoman
Pengelolaan
Konservasi Partisipatif di Wilayah Sungai yang dapat dipahami dan dilaksanakan sepenuhya. 3. Sosialisasi Tahap Kedua Sosialisasi tahap kedua dilakukan untuk mendapatkan respon dan jawaban dari BBWS Citarum, PKK DAS Citarum dan BP DAS Citarum Ciliwung. Respon dan jawaban yang didapatkan adalah BBWS Citarum menyambut baik adanya pedoman tersebut dan sepenuhnya akan mendukung pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada dalam pedoman tersebut. PKK DAS Citarum selaku mitra dari BBWS Citarum juga merespon dengan baik adanya pedoman yang dimaksud, karena pada dasarnya apa yang terkandung dalam pedoman, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab PKK DAS Citarum yang memang concern dengan kegiatan konservasi partisipatif di wilayah sungai Citarum 13 |
BP DAS Citarum Ciliwung juga merespon dengan baik, akan tetapi hanya dapat membantu terlaksananya bagian dari kegiatan pedoman yaitu penerapan kegiatan konservasi
partisipatif
khususnya vegetatif. 4. Praktek Lapangan dan Seminar Tingkat Kecamatan Praktek lapangan ini melibatkan secara langsung mitra BBWS yaitu PKK DAS Citarum. Sebelum pelaksanaan praktek lapangan, dilakukan koordinasi untuk memutuskan lokasi pelaksanaan praktek
lapangan
yaitu
Hulu
DAS
Citarum
khususnya
di
Kecamatan Pacet (terdiri dari 13 desa) tepatnya di 2dan desa yang dipilih adalah 2 desa yaitu Desa Sukarame dan Desa Cikawao. Pemilihan desa tersebut didasarkan kepada kekritisan lahan dan air serta potensi lembaga desa yang aktif dalam kegiatan konservasi. Praktek lapangan dibatasi hingga tahap penyusunan Rencana Konservasi
Sumber
Daya
Air
Desa
(RKSDAD),
termasuk
pembahasan/seminar di Kecamatan (didanai bersama BBWS Citarum, dihadiri instansi/dinas-dinas terkait di Kabupaten maupun BP DAS Citarum Ciliwung).
14 |
Gambar 3.1. Mekanisme Siklus Difusi Teknologi 1.
Persiapan Konservasi SDA Partisipatif
2.
Pemantapan Peran Masyarakat dan Instansi Terkait.
3.
Pelaksanaan Konservasi SDA Partisipatif.
4.
Pengelolaan, Pemantauan dan Evaluasi.
Penerapan
Ya
Difusi Teknologi
Praktek Lapangan : Penyusunan RKSDAD.
Selesai
Alih Teknologi
Tidak Terselenggaranya Diseminasi Teknologi Pemilihan Jenis Teknologi
Pemilihan Peserta (Sasaran)
Saluran Komunikasi
Alokasi Waktu
Identifikasi Sistem Sosial
Perlu Penyesuaian dg Kearifan Lokal
Perekayasaan
Teknologi yg mudah dan murah dilaksanakan serta sesuai kebutuhan
Sosialisasi Tahap I : Penyampaian Teknologi Sosialisasi Tahap II : Pendalaman Teknologi
Koordinasi, Sosialisasi, Rapat, FGD, Diskusi, Seminar dll
Disesuaikan dengan kebutuhan kegatan yang dilaksanakan berdasrkan kesepakatan
Sistem Sosial termasuk keterampilan dan kondisi sosekling setempat
15 |
3.2.
Implementasi Pedoman
3.2.1. Koordinasi dengan BBWS Citarum dan PKK DAS Citarum Koordinasi tersebut menghasilkan kesepakatan pembelajaran bersama model konservasi partisipatif antara ketiga pihak yang meliputi : 1. Bagi peran dalam kegiatan (sesuai tahapan Pedoman). 2. Lokasi kegiatan yaitu di Desa Cikawao dan Desa Sukarame yang terletak di Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung. 3. Metode pelaksanaan kegiatan yaitu mengacu kepada metode dalam Pedoman Konservasi SDA Partisipatif yang disesuaikan dengan kearifan lokal. 4. Jadwal pelaksanaan kegiatan.
16 |
3.2.2. Sosialisasi Pedoman 1. Desa Cikawao Sosialisasi kegiatan di Desa Cikawao dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 8 Juli 2011 setelah shalat Jumat bertempat di Balai Desa Cikawao. Acara dibuka oleh Kepala Desa Cikawao (Bapak Amaluddin), dihadiri perangkat desa lainnya (sekretaris desa, kepala urusan, RW, RT), para wakil masyarakat, serta rekan-rekan PKK DAS Citarum. Dalam sambutannya Bapak Kepala Desa berharap masyarakat dapat berperan dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini sehingga dapat membawa kebaikan untuk kemajuan Desa Cikawao. Rencana kegiatan penyusunan RKSDAD dipaparkan oleh rekan – rekan PKK DAS dan respon masyarakat cukup baik (ditandai dengan kehadiran peserta 40 orang dari jumlah undangan
30
orang
serta
keaktifan
masyarakat
untuk
menyampaikan komentar dan mengajukan pertanyaan terkait materi yang dipaparkan. Kesepakatan yang didapatkan dari kegiatan sosialisasi adalah untuk pelaksanaan SKS dan FGD akan dibagi kelompok, dan pembagian kelompok berdasarkan kedekatan kampung/RW sebagaimana tabel di bawah ini : Tabel. 3.1. Daftar RW di Desa Cikawao Daftar RW Desa Cikawao RW 1
Cikawao
RW 8
Bojong
RW 2
Cikawao
RW 9
Cimaranggi
RW 3
Gunung Barang
RW 10
Pereng Lebak
RW 4
Bojong Picung
RW 11
Pereng Pojok
RW 5
Cisindang
RW 12
Cikawao
RW 6
Wadat
RW 13
Babakan Wadat
RW 7
Nagrak
RW 14
Pereng Tengah
Selain itu juga disepakati bahwa pelaksanaan SKS dan FGD ini, akan dimulai siang hari (setelah warga selesai beraktivitas di sawah) sekitar pukul 14.00 WIB. 16 |
2. Desa Sukarame Sosialisasi di Desa Sukarame dilaksanakan setelah shalat Jumat tanggal 22 Juli 2011 yaitu saat petani rehat dari kegiatan di sawah/ladangnya. Kegiatan dilaksanakan di Balai Desa dan dibuka Kepala Desa (Bapak Wawan Ridwan) serta dihadiri Camat Kecamatan Pacet (Bapak Yudi Fadillah) dan perangkat desa (sekretaris desa, kepala urusan, RW, RT), para wakil masyarakat, serta rekan-rekan PKK DAS Citarum. Pelaksanaan SKS dan FGD di Desa Sukarame, sama polanya dengan yang telah dilaksankan di Desa Cikawao yaitu pembagian kelompok
SKS
berdasarkan
kedekatan
kampung/RW
(Desa
Sukarame terdiri dari 9 RW). 3.2.3. Observasi Lapangan/Survei Kampung Sendiri 1. Desa Cikawao SKS dan FGD di Desa Cikawao dilaksanakan di 14 RW dan kehadiran peserta rata-rata sekitar 15 orang pada setiap pertemuan di tingkat RW. Bahkan pada pertemuan pertama di kelompok 1, warga RW 1 yang hadir mencapai 30 orang. Adapun bentuk partisipasi aktif warga dalam diskusi untuk melengkapi dokumen RKSDAD antara lain adalah : a. Menyampaikan pengetahuan pribadinyanya tentang SDA. b. Bercerita tentang pengalamannya mengelola sumber mata air yang ada. c. Para sesepuh desa berpartisipasi dengan bercerita tentang kondisi SDA di wilayahnya pada jaman dulu. d. Memberikan komentar yang membangun atas pendapat orang lain sehingga terjadi diskusi aktif. Kaum perempuan terutama ibu-ibu pun tidak ketinggalan ikut memberi masukan. Secara umum, warga desa Cikawao tidak canggung dan tidak banyak mengalami kesulitan mengikuti setiap tahapan dalam proses penyusunan dokumen RKSDAD ini. 17 |
Ada 2 poin yang cukup membantu warga yaitu metode yang digunakan mirip dengan metode penyusunan RPJMDes (yang telah dilaksanakan di Desa Cikawao) hanya saja untuk RKSDAD ini materinya lebih fokus pada masalah konservasi SDA. Hal kedua adalah
peran
fasilitator
(PKK
DAS
Citarum)
yang
selalu
mendampingi warga selama proses penyusunan dokumen. Dari segi substansi RKSDAD, rata-rata tiap kelompok mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi masalah dan potensi desa untuk bidang ekonomi dan sosial yang terkait langsung dengan konservasi SDA, sehingga yang diutarakan lebih banyak masalah yang bersifat umum (tidak terkait dengan konservasi SDA seperti masalah penggangguran, keberadaan posyandu hingga masalah kurangnya permodalan usaha). 2. Desa Sukarame SKS dan FGD di Desa Sukarame dilaksanakan di 9 RW dengan kehadiran peserta rata-rata sekitar 10 sampai dengan 20 orang pada setiap pertemuan di tingkat RW. Warga pun cukup aktif berpartisipasi dalam diskusi mengenai masalah serta potensi yang dimiliki Desa Sukarame. 3.2.4. Pemetaan SOSEKLING Berdasarkan SKS dan FGD (butir 3.2.3.), maka disusunlah pemetaan SOSEKLING yang menggambarkan kondisi wilayah desa sebagai berikut : 1. Desa Cikawao Berdasarkan hasil survei kampung sendiri, secara umum kondisi
Desa
Cikawao
merupakan
daerah
pegunungan/berlereng. Tanahnya cukup subur/cocok untuk pertanian,
perkebunan,
persawahan
serta
peternakan.
Masyarakat Cikawao pada umumnya bermata pencaharian sebagai
petani,
namun
mayoritas
hidup
dibawah
garis
kemiskinan. 18 |
Terdapat 10 sungai/anak sungai di Desa Cikawao yang membentuk pola DAS Citarum yang terdiri : a. Sungai Citarum (berbatasan dengan Kecamatan Majalaya). b. Sungai Ciharus (berbatasan dengan Kecamatan Ibun). c. Sungai Cilengkrang (berbatasan dengan Dusun II dan Dusun III). d. Sungai Balungbang (berbatasan dengan RW 14 dan RW 11). e. Sungai Cipinang (berbatasan dengan Kecamatan Ibun). f. Solokan Sagaranten (berbatasan dengan Desa Nagrak). g. Solokan Patunahan (berbatasan dengan RW 01 dan RW 02). h. Solokan Ciburial (berbatasan dengan RW 02 dan 03). i. Solokan Gn. Barang (berbatasan dengan Kecamatan Ibun). j. Solokan Lebak Dulah (berbatasan dengan RW 06 dan RW 07). Selain itu, mata air utama (digunakan sebagai sumber air bersih dan sumber air untuk pertanian) yang terdapat di Desa Cikawao adalah : a. Mata Air Ciburial, yang terdapat di Kampung Ciburial. b. Mata Air Sirah Gunung Barang, yang terdapat di Kampung Gunung Barang. c. Mata Air Balungbang, yang terdapat di Kampung Pereng. d. Mata Air Ereng, yang terdapat di Kampung Pereng. e. Mata Air Cilanggeng, yang terdapat di Kampung Pereng. f. Mata Air Cibuih, yang terdapat di Kampung Pereng. g. Mata Air Cibiribis, yang terdapat di Kampung Pereng. h. Mata Air Potong Conto, yang terdapat di Kampung Pereng. i. Mata Air Jengling, yang terdapat di Kampung Wadat. j. Mata Air Tajug, yang terdapat di Kampung Wadat. k. Mata Air Lebak Dulah, yang terdapat di Kampung Lebak Dulah.
19 |
2. Desa Sukarame Desa Sukarame
merupakan bagian dari wilayah sungai
citarum bagian hulu yang secara administrasi merupakan Desa paling Ujung Selatan
dari kecamatan Pacet Kabupaten
Bandung. Berdasarkan hasil survei kampung sendiri, kondisi Geografis dan Geologis Desa Sukarame merupakan daerah pegunungan yang berlereng lereng dan merupakan daerah sumber air dengan ketinggian 700 – 800 dpl diatas permukaan laut. Adapun batas batas Desa Sukarame adalah : a. Sebelah
Utara
berbatasan
dengan
Desa
Mandalahaji
Kecamatan Pacet. b. Sebelah
Selatan
berbatasan
dengan
Desa
Sukapura
Kecamatan Kertasari. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cikitu Kecamatan Pacet. d. Sebelah Timur berbatasan dengan Perhutani Kecamatan Pacet. Berdasarkan hidrologinya aliran sungai yang berada di Desa Sukarame membentuk pola daerah aliran sungai Citarum. Potensi Air dan Sumber Daya Air di Desa Sukarame yaitu : Tabel. 3.2. Daftar Sumber Air di Desa Sukarame Jenis Sumber Daya Air Sungai Mata Air Embung- embung
Jumlah 4 10 2
Kondisi Debit air turun Debit air turun Debit air turun
Selain kegiatan pemetaan diatas, untuk menyusun RKSDAD, maka dilakukan kegiatan (1) Penelusuran Alur Sejarah Desa Konservasi
Sumber
Daya
Air,
(2)
Identifikasi
Hubungan
Kelembagaan Desa, (3) Identifikasi Mata Pencaharian Masyarakat Desa, (4) Identifikasi Kalender Musim Desa dan (5) Penyusunan Matriks (Ranking Prioritas Masalah). 20 |
1. Desa Cikawao a. Penelusuran Alur Sejarah Desa Konservasi Sumber Daya Air. Dari diskusi alur sejarah konservasi SDA terdapat 5 masalah yang dianalisa bersama yaitu : 1) Pembukaan Hutan. 2) Kebakaran Hutan. 3) Kekurangan Air. 4) Luasan area sawah tadah hujan. 5) Tanah labil dan rentan erosi/longsor. b. Identifikasi Hubungan Kelembagaan Desa. Dari diskusi hubungan kelembagaan desa terdapat 4 masalah yang dianalisa bersama yaitu : 1) Jumlah Lembaga di desa relatif kurang. 2) Kurang efektifnya kelembagaan desa. 3) Kurang mendukungnya sarana kelembagaan desa. 4) Kurang aktifnya peranan pemuda dalam pembangunan desa. c. Identifikasi
Mata
Pencaharian
Masyarakat
Desa.
Dari
identifikasi mata pencaharian masyarakat desa didapatkan mata
pencaharian
masyarakat
desa
yaitu
petani
padi/palawija, peternak sapi/domba/ayam buras/ayam ras, pedagang (toko kelontong, toko suku cadang), industri rumahan (konveksi, batu bata, bengkel, makanan ringan), penambang pasir dan jasa (penggali sumur bor, ojek, sopir). Dan dari diskusi mengenai mata pencaharian masyarakat desa terdapat masalah-masalah yang dianalisa bersama yaitu : 1) Serangan hama pada pertanian sulit dikendalikan. 2) Kebutuhan air pada pertanian dan peternakan kurang memadai. 3) Penyuluhan pada pertanian dan peternakan kurang. 4) Permodalan masih kurang. 21 |
5) Sarana dan prasarana jalan kurang bagus. d. Identifikasi Kalender Musim Desa. Dari diskusi kalender musim desa terdapat 8 masalah yang dianalisa bersama yaitu : 1) Kekurangan air di musim kemarau. 2) Luasan lahan kritis. 3) Sektor Pertanian. 4) Sektor Perkebunan. 5) Sektor Peternakan. 6) Sektor Perikanan. 7) Belum efektifnya kelembagaan desa. 8) Kurang memadainya infrastruktur desa. e. Penyusunan Matriks (Ranking Prioritas Masalah). Dari diskusi penyusunan ranking prioritas yang dianalisa bersama, tersusun ranking sebagai berikut : 1) Penanganan Lahan Kritis. 2) Penanganan Kekurangan Air Bersih. 3) Penanganan Titik Erosi. 4) Penanganan Kerusakan Infrastruktur Pengairan. 5) Penanganan
Penyediaan
Air
untuk
Pertanian
dan
Perkebunan. 6) Penanganan Sanitasi Masyarakat. 7) Penanganan Penurunan Kuantitas dan Kualitas produk Pertanian dan Perkebunan. 8) Penanganan Persampahan. 9) Penanganan
Penyediaan
Air untuk Perikanan
dan
Peternakan. 10) Penanganan Penurunan Kuantitas dan Kualitas Produk Perikanan dan Peternakan. 11) Penanganan Pengelolaan Sumber Air. 12) Penanganan Pencemaran Limbah Peternakan.
22 |
2. Desa Sukarame a. Penelusuran Alur Sejarah Desa Konservasi Sumber Daya Air. Kelompok di Desa Sukarame tidak membahas mengenai alur sejarah konservasi sumber daya air desa karena keterbatasn informasi. b. Identifikasi
Hubungan Kelembagaan Desa. Dari
diskusi
hubungan kelembagaan desa terdapat 4 masalah yang dianalisa bersama yaitu : 1) Swadaya masyarakat masih kurang. 2) Kurang harmonisnya hubungan aparat desa dengan masyarakat. 3) Belum adanya penyuluhan pemberdayaan /peningkatan kapasitas kelembagaan. 4) Kurang kompaknya antar lembaga yang ada dalam menjalankan program kerja. c. Identifikasi Mata Pencaharian Masyarakat Desa. Dari
identifikasi
mata
pencaharian
masyarakat
desa
didapatkan mata pencaharian masyarakat desa yaitu petani padi/palawija, peternak sapi/domba/ayam buras/ayam ras, pedagang (toko kelontong, toko suku cadang), industri rumahan (konveksi, batu bata, bengkel, makanan ringan), penambang pasir dan jasa (penggali sumur bor, ojek, sopir). Dan dari diskusi mengenai mata pencaharian masyarakat desa terdapat masalah-masalah yang dianalisa bersama yaitu : 1) Serangan hama pada pertanian sulit dikendalikan. 2) Kebutuhan air pada pertanian dan peternakan kurang memadai. 3) Penyuluhan pada pertanian dan peternakan kurang. 4) Permodalan masih kurang. 5) Sarana dan prasarana jalan kurang bagus.
23 |
d. Identifikasi Kalender Musim Desa. Dari diskusi kalender musim desa terdapat 8 masalah yang dianalisa bersama yaitu : 1) Kekurangan air di musim kemarau. 2) Luasan lahan kritis. 3) Sektor Pertanian. 4) Sektor Perkebunan. 5) Sektor Peternakan. 6) Sektor Perikanan. 7) Belum efektifnya kelembagaan desa. 8) Kurang memadainya infrastruktur desa. e. Penyusunan Matriks (Ranking Prioritas Masalah). Dari diskusi penyusunan ranking prioritas yang dianalisa bersama, tersusun ranking sebagai berikut : 1) Penanganan Lahan Kritis. 2) Penanganan Kekurangan Air Bersih. 3) Penanganan Titik Erosi. 4) Penanganan Kerusakan Infrastruktur Pengairan. 5) Penanganan
Penyediaan
Air
untuk
Pertanian,
Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. 6) Penanganan Persampahan. 7) Penanganan
Penyediaan
Air
untuk
Perikanan
dan
Peternakan. 8) Penanganan Pengelolaan Sumber Air. 3.2.5. Penyusunan RKSDAD Dari diskusi tentang masalah, potensi dan rekomendasi yang kemudian dinanalisis serta dibuat matriks urutan prioritasnya, maka disusunlah Penyusunan RKSDAD yang dikelompokkan dalam bidang Ekologi, Sosial dan Ekonomi seperti tabel berikut :
24 |
1. Desa Cikawao a. Rencana Konservasi Sumber Daya Air (RKSDA) Desa Cikawao Bidang EKOLOGI NO
MASALAH
POTENSI
Lahan carik desa
1
Luasnya lahan kritis
Lahan – lahan milik warga Sumber Mata air Sumber Air Sungai
TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
Gerakan Rehabilitasi lahan kritis (GRLH) Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA) Agroporestry (penanaman jarak pohon keras dan penanaman tanaman produksi ekonomi rakyat)
Lahan tersedia Banyak Petani 2
Populasi tanaman keras sangat kurang
Ada kelompok / lembaga masyarak at daerah hutan (LMDH)
Penanaman kembali tanaman keras Perlindungan tanaman keras Penyuluhan Kehutanan
HASIL YANG DIHARAPKAN
UKURAN KEBERHASILAN
Berfungsinya kembali daur hidrologis air
Kondisi lahan tidak kritis dan rentan erosi
Terciptanya kembali kawasan konservasi sumber daya air
Kondisi lahan menjadi produktif
Terciptanya kembali ekonomi masyarakat dari pemanfaatan lahan-lahan kritis yang sudah produktif Terselamatnya lahan kritis Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya Konservasi sumber daya air
Kondisi lahan dapat ditanam dengan berbagai jenis tanaman
WAKTU TAHUN KE LOKASI
1
2
3
4
5
SUMBER PEMBIAYAAN MASY PIHAK LUAR
BIAYA
Lahan Carik Desa seluas +62 Ha Lahan Milik Warga seluas +125 Ha Tersebar disetiap RW
V
V
V
V
V
Bisa menghasilkan ekonomi bagi rakyat Tertanaminya lahan-lahan kritis dengan tanaman keras yang dilindungi
Tersebar di 14 RW
Pemilik lahan paham manfaat Konservasi
25 |
NO
MASALAH
POTENSI
TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
HASIL YANG DIHARAPKAN
Perlindungan Kawasan Konservasi
3
Perambahan /illegal logging
Lahan Konservas i
Penyadaran masyarakat tentang Lahan Konservasi Penerapan sanksi Hukum yang tegas bagi perambah/ilegalogi ng
4
5
Titik Erosi
Kekurangan air bersih bagi warga
Banyaknya tebing yang menjorok kesumber air dan pemukima n warga Ada Mata air sebanyak +11 titik diwilayah desa cikawao dan 1 titik di kawasan Perhutani Air dalam tanah relatif baik
Penanaman Vegetatif dengan pohon keras atau bambu Pembangunan Kirmir dengan Bronjong
Terlindunginya kawasan konservasi memberi manfaat bagi kehidupan manusia
UKURAN KEBERHASILAN
WAKTU TAHUN KE LOKASI
Lahan konservasi terjaga dan terlindungi
1
2
3
4
5
V
V
V
V
V
12 Titik Erosi tersebar di 7 RW
V
V
V
V
V
Tersebar di 14 RW
v
v
v
v
v
SUMBER PEMBIAYAAN MASY PIHAK LUAR
BIAYA
Masyarakat Paham hokum konservasi
Tidak terjadi erosi Tidak menggangu sistem aliran air
Tebing kuat dan tidak mudah erosi
Tidak menjadi musibah kepada warga
Normalisasi area sumber/mata air Pipanisasi & membangun bak penampungan Pembuatan sumur dalam tanah Pembentukan Lembaga pengelola air bersih
Terpenuhinya kebutuhan air bersih bagi masyarakat Terkelolanya air secara merata
Masyarakat mendapatkan air bersih Terbentuknya Lembaga Pengelola air bersih
26 |
NO
MASALAH
Terganggunya sistem air irigasi untuk pertanian dan perkebunan
6
POTENSI Ada Mata air sebanyak +11 titik diwilayah desa cikawao dan 1 titik di kawasan Perhutani dan
TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
Normalisasi sistem aliran air dengan dibangunnya tanggul pada saluran irigasi dan diperbaikinya tanggul yang rusak termasuk pengkirmiran saluran air irigasi
HASIL YANG DIHARAPKAN
Terpenuhinya kebutuhan air bagi pertanian dan perkebunan
WAKTU TAHUN KE
UKURAN KEBERHASILAN
Pertanian dan perkebunan mendapat supply air
LOKASI
Tersebar di 14 RW
1
2
V
3
V
4
V
SUMBER PEMBIAYAAN MASY PIHAK LUAR
5
V
BIAYA
V
Terkelolanya air secara merata
10 sumber air sungai dan saluran
b. Rencana Konservasi Sumber Daya Air (RKSDA) Desa Cikawao Bidang SOSIAL
NO
MASALAH
POTENSI
TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
HASIL YANG DIHARAPKAN
UKURAN KEBERHASILAN
Terbentuknya masyarakat yang sadar dan bertanggungja wab serta berwawasan lingkungan
Tumbuhnya kesadaran masyarakat yang agamis berbudaya dan berwawasan lingkungan
WAKTU TAHUN KE LOKASI 1
2
3
4
5
SUMBER PEMBIAYAAN MASY PIHAK LUAR
BIAYA
aspek apektif melalui pembinaan agama
1
Rendahnya pemahaman masyarakat tentang konservasi sumber daya air
Banyaknya masyarakat yang menjadikan usaha ekonominya dikawasan konservasi
aspek kognigtif melalui keberhasilan budaya kearifan local aspek fisikomotorik melalui pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi, regulasi peraturan serta keterampilan ekonomi masyarakat
Lahan konservasi Negara dan tanah carik Desa
V
V
V
V
V
27 |
NO
2
MASALAH
Tidak ada sarana dan prasarana penunjang pengelolaan konservasi
POTENSI Lahan untuk dijadikan konservasi luas Sumber daya manusianya mendukung
TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
HASIL YANG DIHARAPKAN
Dibentuknya lembaga/ kelompok pengelola konservasi yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang
Lahan konservasi terlindungi Ekonomi masyarakat terbantu
UKURAN KEBERHASILAN
Masyarakat ikut menjaga lahan konservasi sumber daya air
WAKTU TAHUN KE LOKASI 1
2
3
4
5
SUMBER PEMBIAYAAN MASY PIHAK LUAR
BIAYA
SUMBER PEMBIAYAAN MASY PIHAK LUAR
BIAYA
Tersebar di setiap RW
c. Rencana Konservasi Sumber Daya Air (RKSDA) Desa Cikawao Bidang EKONOMI UKURAN KEBERHASILAN
WAKTU TAHUN KE
NO
MASALAH
POTENSI
TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
HASIL YANG DIHARAPKAN
1
Area pertanian kekurangan air
Merupakan Matapencah arian pokok/ utama masyarakat
Melancarkan system saluran air irigasi untuk pertanian
Meningkatnya kualitas produksi pertanian
Meningkatnya ekonomi pendapatan masyarakat
Tersebar diseluruh RW
V
V
V
V
V
2
Kritisnya lahan area palawija
Merupakan Matapencah arian pokok/ utama masyarakat
Masyarakat memilih bibit tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan yang dapat meningkatkan produksi ekonomi
Meningkatnya kualitas produksi perkebunan palawija
Meningkatnya ekonomi pendapatan masyarakat
Tersebar diseluruh RW
V
V
V
V
V
3
Kekurangan supply air Peternakan
Merupakan sebagian dari Matapencah arian masyarakat
Memberikan supply air bagi peternakan
Meningkatnya kualitas produksi peternakan
Tersebar diseluruh RW
V
V
V
V
V
4
Kekurangan supply air bagi perikanan
Merupakan sebagian dari Matapencah arian masyarakat
Memberikan supply air bagi perikanan
Meningkatnya kualitas produksi perikanan
Tersebar diseluruh RW
V
V
V
V
V
Meningkatnya ekonomi pendapatan masyarakat dalam bidang peternakan Meningkatnya ekonomi pendapatan masyarakat dalam bidang perikanan
LOKASI
1
2
3
4
5
28 |
d. Rekapitulasi Titik Erosi serta Rekomendasi Penanganannya Desa Cikawao UPAYA YANG AKAN DILAKUKAN JENIS KETERANGAN
NO TE
1
RW 01
1
(P: 60 m T: 5 m)
Tanah Tebing
v
v
v
v
v
v
Sipil tehnik infrastruktur
Pengkirmiran dengan bronjong
2
RW 10
2
(P: 5 m T: 3 m)
Tebing Sungai
v
v
v
v
v
v
Sipil tehnik infrastruktur
Pengkirmiran dengan bronjong
3
area Perhutani (P: 15 m T: 3 m)
Tanah/tebing
v
v
v
v
v
v
Sipil tehnik infrastruktur
Pengkirmiran dengan bronjong
4
Sungai Ciharus (P: 5 m T: 1 m)
Tebing Sungai
v
v
v
v
v
v
Sipil tehnik infrastruktur
Pengkirmiran dengan bronjong
5
(P: 10 m T: 5 m)
Saluran air irigasi
v
v
v
v
v
v
Sipil tehnik infrastruktur
Pengkirmiran
6
(P: 15 m T: 3 m)
Saluran air Irigasi
v
v
v
v
v
v
Sipil tehnik infrastruktur
Pengkirmiran
4
RW 11
JENIS EROSI
UPAYA YANG ADA SAAT INI 3 4 5 6 7 8 9
WILAYAH RW
3
LUAS TE
PENYEBAB EROSI 2 3 4 5
NO
1
6
1
2
10
RW 09
5
RW 07
7
(P: 15 m T: 1.5 m)
Saluran Air
v
v
v
v
v
v
Sipil tehnik infrastruktur
Pengkirmiran
6
RW 05
8
(P: 3 m T: 1.5 m)
Saluran air
v
v
v
v
v
v
Sipil tehnik infrastruktur
Pengkirmiran
Ket :
Sebab-sebab Erosi 1. Hujan Intensif 2. Lereng Curam 3. Lereng Panjang 4. Penutupan Tanah Kurang 5. Tidak ada yang memelihara teras 6. Tanah mudah erosi
Upaya yg dilakukan saat ini 1. BTA 2. Teras B: Baik B: Bangku S: Sedang K: Kredit J: Jelek 3. Talud 5. Rumput ditampingan teras B: Baik B: Baik S: Sedang S: Sedang J: Jelek J: Jelek 4. SPA 6. Kepadatan pohon B: Baik B: Baik S: Sedang S: Sedang J: Jelek J: Jelek
7. Barisan tanaman pagar 8. Pembuatan rorak 9. Pemberian Mulsa 10. Budidaya menurut kultur
29 |
e. Rekapitulasi Lahan Kritis serta Rekomendasi Penanganannya Desa Cikawao NO
WILAYAH RW
NO LK
LUAS LK (Ha)
JENIS LAHAN KRITIS
1
PENYEBAB LK 2 3 4 5
6
1
RW 01
1
10
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
2
RW 02
2
10
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
3
RW 03
3
14
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
4
RW 04
4
10
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
5
RW 05
5
9
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
6
RW 06
6
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
7
RW 07
7
10
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
8
RW 08
8
12
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
9
RW 09
9
10
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
10
RW 10
10
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
11
RW 11
11
8
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
12
RW 12
12
10
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
13
RW 13
13
7
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
14
RW 14
14
Lahan Kering
V
V
V
V
V
V
Keterangan : Sebab- Sebab Lahan Kritis 1. Penebangan Pohon 2. Tidak adanya Pohon keras 3. Lahan tidak bisa meresap air 4. Ditanam palawija yg tidak menunjang kaidahkonservasi 5. Tidak adanya resapan air 6. Kondisi tanah yg labil rentan erosi
1
UPAYA YANG ADA SAAT INI 3 4 5 6 7 8 9
2
10 -
UPAYA YANG AKAN DILAKUKAN JENIS KETERANGAN Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry y jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih Vegetative mangga,alpukat,durian, agroforestry jati putih
Upaya yang Dilakukan Saat Ini 2. Teras B: Bangku K: Kredit 3. Talud B: Baik S: Sedang J: Jelek
5. Rumput ditampingan teras
1. SPA B: Baik
B: Baik
S: Sedang
S: Sedang
J: Jelek
J: Jelek
4. BTA
6. Kepadatan pohon
B: Baik
B: Baik
S: Sedang
S: Sedang
J: Jelek
J: Jelek
7. Barisan tanaman pagar 8. Pembuatan rorak 9. Pemberian Mulsa 10. Budidaya menurut kultur
30 |
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 01 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 02 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 03 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 04 Desa Cikawao
31 |
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 05 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 06 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 07 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 08 Desa Cikawao
32 |
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 09 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 10 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 11 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 12 Desa Cikawao
33 |
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 13 Desa Cikawao
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 14 Desa Cikawao
34 |
2. Desa Sukarame a. Rencana Konnservasi Sumber Daya Air Desa Sukarame Bidang EKOLOGI Waktu Tahun ke No
1
Masalah
Luasnya lahan kritis
Potensi
- Lahan Negara - Lahan -lahan milik warga - Sumber Mata air - Sumber Air Sungai
Kurangnya pemahaman 3
pentingnya menjaga tanaman keras
Kawasan resapan air
Tindakan yg akan dilakukan
Hasil yg diharapkan
Ukuran Keberhasilan (Indikator)
Lokasi 1
2
3
4
5
- Optimalisasi program penangulanagn rehabilitasi lahan- Berfungsinya lahan kritis dari kembali kawasan pemerintah konservasi sumber - Penerapan sistem daya air atau pola tanam - Terciptanya kembali Agroporestry ekonomi masyarakat (penanaman jarak dari pemanfaatan pohon keras dan lahan-lahan kritis penanaman tanaman yang sudah produktif produksi ekonomi rakyat)
- Kondisi lahan tidak kritis - Lahan - Kondisi lahan perhutani menjadi produktif di hulu - Kondisi lahan - Lahan kritis dapat ditanam milik warga di beberapa dengan berbagai titik yang jenis tanaman tersebar di - Bisa menghasilkan setiap RW ekonomi bagi rakyat
V
V
V
V
V
- Penyuluhan dan peningkatan kapasitas lembaga konservasi terkait perlindungan kawasan konservasi - Kawasan resapan - Memperdayakan terjaga keutuhanny masyarakat dalam - Berfungsinya hal memelihara dan kawasan resapan menjaga kawasan secara optimal konservasi - Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk senantiasa menanam tanaman keras
- Populasi tanaman keras meningkat dan terjaga - Meningkatnya kawasan resapan air - Menurunya luasan lahan kritis
V
V
V
V
V
Sumber Pembiayaan Masy Pihak Luar
Jumlah Biaya
Kawasan lahan Negara dan lahan milik warga
35 |
Waktu Tahun ke No
4
Masalah
Titik Erosi
Kekurangan air 5
bersih bagi warga
Terganggunya system air 6
irigasi untuk pertanian dan perkebunan
Potensi
-
- Adanya sumber mata air alami - Adanya potensi sumber air dalam tanah
- Adanya sumber air/saluran air - Adanya sumber air dari sungai dan anak sungai
Ukuran Keberhasilan (Indikator)
Tindakan yg akan dilakukan
Hasil yg diharapkan
- Penanaman Vegetatif dengan pohon keras atau bamboo - Pembangunan Kirmir dengan Bronjong
- Tidak terjadi erosi - Tidak menggangu system aliran air - tidak menjadi musibah kepada warga
- Tebing kuat dan tidak mudah erosi
- Terpenuhinya kebutuhan air bersih bagi masyarakat - Terkelolanya air secara merata
- Terpenuhinya kebutuhan air bagi pertanian dan perkebunan - Terkelolanya air secara merata
- Normalisasi area sumber/mata air - Pipanisasi & membangun bak penampungan - Pembuatan sumur dalam tanah - Pembentukan Lembaga pengelola air bersih Normalisasi system
Lokasi 1
2
3
4
5
Tersebar
V
V
V
V
V
- Masyarakat mendapatkan air bersih - Terbentuknya Lembaga Pengelola air bersih
Tersebar
v
v
v
v
v
- Pertanian dan perkebunan mendapat supply air
Tersebar
V
V
V
V
V
Sumber Pembiayaan Masy Pihak Luar
Jumlah Biaya
aliran air dengan dibangunnya tanggul pada saluran irigasi dan diperbaikinya tanggul yang rusak termasuk pengkirmiran saluran air irigasi
36 |
b. Rencana Konnservasi Sumber Daya Air Desa Sukarame Bidang SOSIAL
No
1
2
Masalah
Tidak ada sarana dan prasarana penunjang pengelolaan konservasi
Rendahnya pemahaman masyarakat tentang konservasi sumber daya air
Potensi
- Lahan untuk dijadikan konservasi luas - Sumber daya manusianya mendukung
Banyaknya masyarakat yang menjadikan usaha ekonominya dikawasan konservasi
-
Tindakan yg akan
Hasil yg
dilakukan
diharapkan
Pelatihan kaderkader konservasi Pelatihan pola tanam agroforestry
- Pembangunan balai-balai pertemuan untuk meningkatkan kapasitas lembaga kemasyarakatan - Peningkatan kapasitas majelis/lembaga da’wah dlm hal pemberian pemahaman pentingnya konservasi
- Lahan konservasi terlindungi - Ekonomi masyarakat terbantu
Terbentuknya masyarakat yang sadar dan bertanggungja wab serta berwawasan lingkungan
Keberhasilan
Tumbuhnya kesadaran masyarakat yang agamis berbudaya dan berwawasan lingkungan
Pembiayaan
Lokasi
(Indikator)
Masyarakat ikut menjaga lahan konservasi sumber daya air
Sumber
Waktu Tahun ke
Ukuran
1
2
3
4
5
Tersebar di setiap RW
V
V
V
V
V
Lahan konservasi Negara dan tanah carik Desa
V
V
V
V
V
Masy
Pihak
Jumlah Biaya
Luar
37 |
c. Rencana Konservasi Sumber Daya Air Desa Sukarame Bidang SOSIAL
No
Masalah
Potensi
Tindakan yg akan dilakukan
Waktu Tahun ke
Ukuran Hasil yg diharapkan
Keberhasilan
Lokasi
(Indikator)
Sumber Pembiayaan
1
2
3
4
5
1
Kritisnya lahan garapan milik masyarakat
Merupakan Matapencahar ian masyarakat
Masyarakat memilih bibit tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan yang dapat meningkatkan produksi ekonomi
Meningkatnya kualitas produksi
Meningkatnya ekonomi pendapatan masyarakat
Tersebar
V
V
V
V
V
2
Area pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan kekurangan air
Merupakan Matapencahar ian masyarakat
Melancarkan system saluran air irigasi
Meningkatnya kualitas produksi
Meningkatnya ekonomi pendapatan masyarakat
Tersebar
V
V
V
V
V
Masy
Pihak Luar
38 |
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 01 Desa Sukarame
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 02 Desa Sukarame
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 03 Desa Sukarame
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 04 Desa Sukarame
39 |
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 05 Desa Sukarame
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 06 Desa Sukarame
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 07 Desa Sukarame
Peta Titik Erosi dan Lahan Kritis RW 08 Desa Sukarame
40 |
PETA TITIK EROSI DAN LAHAN KRITIS RW 09 DESA SUKARAME
41 |
3.3.
Lokakarya RKSDAD Dokumen RKSDAD yang sudah tersusun, kemudian dikomunikasikan kepada stakeholder terkait melalui pertemuan/lokakarya yang dilaksanakan di Kantor BAPEDA Kabupaten Bandung. Instansi terkait yang diundang antara lain BP DAS Ciliwung Citarum, BBWS Citarum, BAPEDA Kabupaten Bandung, Dinas Kesehatan Kabupaten BAndung, PDAM Kabupaten Bandung, Kecamatan Pacet, PKK DAS Citarum, Balai Litbang SOSEKLING Bidang SDA, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung, Perwakilan Kelompok dari Desa SUkarame dan Perwakilan Kelompok dari Desa Cikawao. Hasil dari lokakarya tersebut adalah : 1. Perlunya disusun kriteria dalam memilih dan menetapkan lokasi pelaksanaan konservasi SDA partisipatif dari 267 desa yang ada di wilayah Kabupaten Bandung yang sebagian besar berada di kawasan konservasi yang kondisinya sudah parah. Sehingga data yang disampaikan dalam dokumen RKSDAD merupakan gambaran umum kondisi desa-desa yang ada di Kabupaten Bandung khususnya yang terletak di kawasan konservasi. 2. Penyusunan matriks masalah dan penangannya diharapkan dapat berimbang dalam pembagian peran serta tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat. 3. Perlunya disusun nota kesepahaman atau nota kesepakatan untuk implementasi apa yang sudah disusun dalam dokumen RKSDAD. 4. Perlu adanya keselarasan antara hasil yang ada dalam dokumen RKSDAD dengan hasil Musrembangdes, sehingga terjadi sinkronisasi program untuk diimplementasikan. 5. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan sudah mempunyai program yang terkait dengan konservasi meliputi program pembuatan sumur resapan, program vegetatif dan program agro foresty. Perlu dukungan instansi lain.
42 |
6. Perlu dibentuk tim yang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang mendukung konservasi, karena di Kabupaten Bandung belum terbentuk Sekretariat GNKPA.
43 |
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan 1. BBWS Citarum dalam melaksanakan kegiatannya (yang terkait dengan konservasi) melibatkan mitra dari LSM yaitu PKK DAS Citarum. PKK DAS Citarum dapat menerima dan melaksanakan langkah-langkah kegiatan yang terdapat dalam konsep Pedoman Pengelolaan Konservasi Sumber Daya Air Partisipatif di Wilayah Sungai dengan baik. Secara substantif dan output yang dihasilkan sudah sesuai dengan kaidah yang ada dalam pedoman tersebut, meskipun ada beberapa langkah yang berbeda karena menyesuaikan dengan kearifan lokal. 2. Tingkat
penerimaan
masyarakat
terhadap
pedoman
pengelolaan
konservasi sumber daya air partisipatif di wilayah sungai sudah baik yang ditandai dengan tersusunnya RKSDAD, kekurangan terjadi ketika menentukan dinas-dinas yang akan menanganinya dan memperkirakan besaran biayanya. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah terbiasa bekerjasama dengan PKK DAS Citarum (sebagai pendamping) dalam menyusun
program
RPJMDes
(bahan
Musrenbang
tingkat
desa,
kecamatan maupun kabupaten. 3. Tingkat penerimaan pemangku kepentingan di wilayah DAS Citarum yang dalam hal ini adalah BBWS Citarum cukup baik, karena BBWS Citarum setiap tahunnya mempunyai program yang terkait dengan konservasi. Hal ini dilakukan selain mendukung kegiatan GNKPA, juga dikarenakan TUPOKSI BBWS yang memang didalamnya terdapat program terkait konservasi. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, BBWS Citarum memang belum menerapkan pedoman tertentu, sehingga adanya konsep Pedoman Pengelolaan konservasi Sumber Daya Air Partisipatif di Wilayah Sungai dapat diterima dengan baik.
44 |
4. Faktor yang menjadi pendorong penerimaan pedoman pengelolaan konservasi sumber daya air partisipatif di wilayah sungai adalah : a. Adanya kesadaran bersama bahwa konservasi lahan kritis sangat diperlukan
dan
segera
dilaksanakan
karena
akibatnya
sudah
dirasakan (banjir, tanah longsor serta berkurangnya mata air). b. Adanya kelompok penggiat peduli lingkungan DAS Citarum yang mendampingi masyarakat untuk melalukan berbagai kegiatan yang mendukung kegiatan konservasi pasrtisipatif di DAS Citarum. 5. Faktor
yang menjadi penghambat penerimaan pedoman pengelolaan
konservasi sumber daya air partisipatif di wilayah sungai adalah : a. Adanya kemiripan hasil yang didapatkan dengan kegiatan yang dilakukan oleh instansi lain yang terkait dengan kegiatan konservasi. b. Adanya sikap apatis dan keragu-raguan atas implementasi hasil dari pelaksanaan konsep pedoman selanjutnya. 6. Mekanisme difusi teknologi (alih teknologi) harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Pemilihan Jenis Teknologi. Teknologi yang dipilih harus murah, mudah dan sesusi dengan kebutuhan. b. Pemilihan Peserta (Sasaran) Alih Teknologi. Sasaran yang dituju harus
jelas
dan
memang
membutuhkan
teknologi
yang
ditawarkan. c. Saluran
Komunikasi.
Saluran
komunikasi
yang
tepat
akan
mempermudah suatu teknologi bisa diterima. d. Alokasi Waktu. Alokasi waktu harus cukup dan memadai sesuai dengan kebutuhan proses difusi teknologi mulai dari sosialiasi sampai dengan praktek lapangan. e. Identifikasi Sistem Sosial. informasi yang detil mengenai kondisi sosial ekonomi dan lingkungan beserta dengan poensi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat, menjadi bahan yang sangat penting sebelum pelaksanaan praktek lapangan terhadap salah satu bagian dari substansi pedoman. 45 |
4.2.
Rekomendasi 1. PKK DAS Citarum telah berhasil mendampingi masyarakat dalam melaksanakan
tahapan-tahapan
konsep
pedoman,
pelu
meningkatkan kemampuannya dengan mendiseminasikan tatacara dalam penyusunan RKSDAD kepada kelompok-kelompok anggotanya yang tersebar dari hulu hingga hilir (214 kelompok), karena harapan dari kegiatan difusi adalah terjadinya proses alih teknologi. 2. Desa cikawao dan Desa Sukarame yang telah berhasil menyusun RKSDAD, hendaknya menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan konservasi DAS Citarum, sehingga terjadi kesinambungan kegiatan. Bila terkendala dana hendaknya dibuat kegiatan lanjutan Seklah Lapang (SL) yang biayanya relatif kecil dengan harapan tidak terjadi kevakuman kegiatan di masyarakat. Bila program kedua desa tersebut berhasil, maka hal itu merupakan modal bagi pemangku kepentingan untuk mengembangkannya ke desa-desa lainyang berada pada 15 sub DAS di keseluruhan DAS Citarum. 3. Konsep Pedoman Pengelolaan Konservasi Partisipatif di Wilayah Sungai dapat diterima dengan baik, akan tetapi perlu dilengkapi aspek-aspek hukumnya (penetapannya) serta segera dilengkapi dengan manualnya, sehingga lebih memudahkan pihak stakeholder terutama BBWS Citarum dalam implementasinya. 4. Faktor-faktor
pendorong
perlu
digali
kemunculannya
pada
kelompok-kelompok lain berikutnya. 5. Fakor-faktor penghambat dapat dikurangi dengan koordinasi dan koloaborasi dengan stakeholders lainnya yang mempunyai kemiripan program, sedangkan keraguan dan apatis masyarakat terhadap kelanjutannya dapat dihapuskan denagn menempatkan prioritas utama pada desa-desa yang telah mempunyai RKSDAD atau SL apabila dana tidak memungkinkan. 6. Perlu adanya kejelasan mengenai sasaran difusi teknologi khususnya teknologi yang berupa sotfware seperti pedoman, manual ataupun standar serta diatur bagi perannya dalam tahap-tahap selanjutnya, 46 |
sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam program dan kegiatan konservasi SDA. 7. Keberhasilan kepentingan
difusi baik
teknologi sebagai
tergantung
fasilitator,
para
pendamping
pemangku maupun
pendukung dan pelaksana dalam menerapkan langkah-langkah yang tertuang pada konsep pedoman terutama dalam berkoordinasi dan berbagi peran. Untuk menilai keberhasilan tersebut (butir 3), maka diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi termasuk advis teknik jika diperlukan.
47 |
DAFTAR PUSTAKA
Alam Setiadi, 2008, Difusi Inovasi. Brown, Lawrence A., Innovation Diffusion: A New Perpevtive. New York: Methuen and Co. Brian A. Prastyo, 2009, Alih Teknologi, Peran Lembaga Riset, dan Kepentingan Nasional. Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional Kotler, Philip dan Gary Armstrong, 2003, Dasar-dasar Pemasaran, Jilid I, Edisi Kesembilan, Jakarta, PT. Indeks Gramedia. M Athar Ismail Muzakir, 2011, Modal Sosial dan Difusi Teknologi. Muchdie, 2008, Teknologi, Inovasi dan Difusi. Mundy, Paul, 2000, Adopsi dan Adaptasi Teknologi Baru, PAATP3, Bogor. Prof. Dr. M. Burhan Bungin,S.Sos, M.Si, 2007, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The Free Press. Rogers, Everett M, 1983, Diffusion of Innovation, The Free Press, A Division of Macmillan Publishing C., Inc. New York.
48 |
Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree Press. Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Balitbang Kementerian PU, 2010, Pedoman Manajemen Pengelolaan Konservasi Sumber Daya Air Partisipatif Di Wilayah Sungai. Prof. Dr. Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuatitatif Kualitatif dan R&D. Simamora, Bilson, 2003, Membongkar Kotak Hitam Konsumen, PT. Gramedia, Jakarta. Wisman Indra Angkasa, Bambang Risdianto dan Kasman, 2003, Pengkajian Mekanisme Difusi Teknologi Tepat Guna Pertanian oleh Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi – BPPT.
49 |