The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
EXECUTIVE SUMMARY ATAS KEYNOTE SPEECH The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun Bandung, 6-8 Mei 2015 Mulai tanggal 1 Juli 2015 mendatang, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan akan mulai beroperasi penuh. Hal tersebut ditandai dengan akan berlaku efektifnya Porgram Jaminan Pensiun pada tanggal 1 Juli 2015. Dengan berlakunya Program Jaminan Pensiun, maka seluruh pekerja di Indonesia akan bergabung menjadi peserta sehingga kelak mereka akan tetap mendapatkan penghasilan secara berkesinambungan di hari tua mereka. Hal yang baru
dalam
Program
Jaminan
Sosial
yang
diselenggarakan
BPJS
Ketenagakerjaan adalah dengan ikutnya pekerja sektor informal sebagai objek penerima program Jaminan Pensiun. Meski demikian, Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan menuai pro dan kontra, menyusul ketetapan pemerintah yang akan mematok iuran program ini sebesar 8% dengan rincian 5% akan diiur oleh perusahaan dan 3% akan diiur oleh pekerja. Selain ini tidak kunjung selesainya RPP yang notabenenya sebagai payung regulasi pelaksanaan sistem jaminan pensiun pun menjadi perdebatan hangat mengingat tenggat waktu berlangsungnya program jaminan pensiun akan segara datang, yaitu 1 Juli 2015. Oleh karena itu, Apindo sebagai wakil dari pengusaha Indonesia terus melakukan berbagai upaya agar pelaksanaan Program Jaminan Pensiun dapat ditunda hingga tahun 2019. Apindo menilai bahwa Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan adalah program Jaminan Sosial yang harus didukung keberlangsungannya karena spirit dan maksud nya yang baik, yaitu untuk memberikan kesejahteraan yang lebih baik untuk rakyat Indonesia. Akan tetapi teknis dan sistem pelaksanaan program yang harus diperbaiki, ditambah lagi Pemerintah dinilai kurang memperhatikan faktor kemanfaatan dan keseimbangan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
1
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
dalam membuat kebijakan sehingga pengusaha merasa bahwa kepentingannya tidak diakomodir. Padahal, dalam proses pelaksanaannya nanti, pengusaha adalah salah satu faktor kunci berhasilnya pelaksanaan program jaminan pensiun yang ada. Hal ini dikemukakan bukan tanpa alasan, karena Apindo melalui Apindo Training Center (ATC) telah melakukan riset yang berbasis survey dan analisis terhadap pelaksanaan Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. M. Aditya Warman sekalu Director of Bussiness Development mengutarakan bahwa setelah dilakukan riset dengan proses yang panjang, ditemukan fakta bahwa ternyata implementasi Program Jaminan Pensiun masih menyimpan banyak PR yang harus diselesaikan, yang apabila program ini akan tetap dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2015 mendatang, maka akan mengakibatkan timbulnya kerugian yang bersifat sistematik dan domino, baik dari segi perekonomian negara hingga segi hubungan industrial. Dari hasil riset yang telah dilakukan, ditemukan ternyata ada 6 permasalahan utama yang harus segera diselesaikan. 6 permasalahan tersbeut adalah: 1. Besaran Premi yang ditetapkan pemerintah atas Program Jaminan Pensiun; 2. Skema Jaminan Pensiun; 3. Review Kepesertaan Jaminan Pensiun; 4. Mekanisme overlap atau tumpang tindih Program Jaminan Pensiun dengan DPLK/DPPK dan Program Wajib lainnya; 5. Resiko dan Dampak yang timbul akibat implementasi Jaminan Pensiun, khususnya Employee Cost; dan 6. Pentahapan Implementasi Program Jaminan Pensiun. Dengan hasil temuan riset ini tentunya masih banyak hal yang perlu dibenahi bersama sehingga tidak mungkin pelaksanaan Program Jaminan Pensiun dapat dipaksakan untuk berlaku pada tanggal 1 Juli 2015. Isa Rachmatarwata, selaku Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan mengemukakan bahwa sebenarnya belum Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
2
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
ada kesepakatan dari pemerintah terkait besarnya iuran Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dikarenakan pihak Kementerian Keuangan dan OJK belum sepakat mengenai penetapan iuran pensiun wajib yang sebesar 8% dari gaji pegawai oleh BPJS Ketenagakerjaan. Secara internal pemerintah belum terwujud kesepakatan, dimana Kemeterian Ketenagakerjaan menginginkan besaran iuran 8% dengan rincian pekerja 3% dari Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), lalu pengusaha menanggung 5% sisanya. Di sisi lain, Kementerian Keuangan menginginkan besaran iuran 3%, dengan rincian 2% dari pengusaha dan 1% dari pekerja, dengan catatan akan ada peningkatan prosentase atau jumlah iuran dalam jangka waktu tertentu. Menurut Beliau, perhitungan terkait premi harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena hal ini akan berimbas pada masa depan Indonesia kedepannya. RPP Iuran Jaminan Pensiun pun tidak dapat disahkan apabila tidak mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan sebelum nantinya diajukan ke Presiden. Sementara
itu,
Bambang
Purwoko
selaku
Anggota
DJSN
mengemukakan bahwa besaran premi yang ditetapkan oleh pemerintah di dalam RPP merupakan hasil dari perhitungan yang dilakukan secara mendalam dengan memperhatikan situasi dan kondisi negara kita, baik demografis maupun gejolakgejolak hubungan bermasyarakat yang ada saat ini. Pernyataan Bambang Purwoko didukuung oleh Rahma Iryanti selaku Direktur Bappenas, dimana beliau menambahkan bahwa dalam hal apapun setiap perubahan dan sistem baru pasti terdapat kekurangan dan kelebihan yang melekat padanya. Sehingga pelaksanaan Program Jaminan Pensiun harus dapat dilaksanakan sesuai waktu yang telah ditentukan karena hal tersebut merupakan amanah dari UU SJSN. Kemudian, beliau pun meminta bagi seluruh pihak untuk dapat mendukung apa yang menjadi amanah dan membantu proses pelaksanaan Jaminan Pensiun sehingga kekurangan yang ada dapat terminimalisir. Ditengah segala pro kontra yang ada, termasuk segala kritik tajam yang dialamatkan kepada BPJS Ketenagakerjaan selaku badan pelaksana Program Jaminan
Pensiun,
Ketenagakerjaan
Evelyn
G.
menjelaskan
Massaya bahwa
selaku
seyogyanya
Direktur BPJS
Utama
BPJS
Ketenagakerjaan
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
3
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
hanyalah sebagai perpanjangan tangan atas amanat yang diberikan UU SJSN untuk menyelenggaran sistem jaminan sosial nasional yang lebih baik. BPJS Ketenagakerjaan pun telah melakukan berbagai upaya agar pelaksanaan program yang ada dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang. Di sisi yang lain, Odang Mochtar selaku Ahli Jaminan Sosial mengemukakan bahwa sebenarnya Iuran Jaminan Pensiun akan menambah biaya tenaga kerja pada 65 jenis sektor industri manufaktur skala besar dan menengah. Penambahan tersebut berbeda di masing-masing sektor dan akibat kenaikkannya justru pada sektor industri padat karya, sehingga dapat diprediksi apa yang akan terjadi apabila besar iuran tidak dimusyawarahkan dengan baik dan dihitung secara benar: akan banyak perusahaan padat karya yang gulung tikar
dan
melonjaknya
tingkat
pengangguran.
Odang
Mochtar
pun
mempertanyakan apakah sebenarnya perdebatan panjang ini telah sampai ke meja Presiden, karena jangan sampai Presiden memberikan persetujuan atas RPP Jaminan Pensiun tanpa mengetahui kisah di balik perumusannya. Keputusan apapun yang diambil presiden nanti tentunya akan berpengaruh kepada 40 juta pekerja dan hukum serta politis yang ada, sehingga penting bagi Presiden untuk mengetahui dan memahami benar apa yang sedang terjadi sekarang ini. Pernyataan Odang Mochtar diamini oleh Anton Supit, selaku DPN Apindo.
Beliau
menekankan
bahwa
Apindo
benar-benar
mendukung
pelaksanaan Program Jaminan Pensiun, akan tetapi tentunya demi kemaslahatan bersama tentunya program baru ini perlu dievaluasi dan diperbaiki bersama-sama sistem yang ada demi kebaikan Indonesia di masa depan, sehingga menjadi tidak dewasa apabila di tengah keterbatasan dan kekurangan sistem yang harus banyak diperbaiki, Program Jaminan Pensiun tetap dilaksanakan pada bulan Juli mendatang. Ditambah lagi ternyata memang harus diakui belum ada kesiapan dari
semua
pihak
terkait,
baik
BPJS
Ketenagakerjaan
selaku
badan
penyelenggara, Pengusaha sebagai pelaku pelaksanaan dan sebagai tokoh kunci dalam pelaksanaan iuran program jaminan pensiun, dan pekerja sebagai salah satu pelaku dan objek program jaminan pensiun yang seharusnya sudah disosialisasikan jauh hari sebelumnya. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
4
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
Hal senada disampaikan oleh J Kristiadi selaku Pengamat Politik yang menyatakan dalam pelaksanaan Program Jaminan Pensiun, khususnya bagi pekerja sangat tergantung pada kemauan politik pemerintah dan kesadaran pengusaha. Dalam hal ini sebenarnya pemerintah dapat memperhatikan lebih suara pengusaha dan pekerja sehingga dapat membuat kebijakan yang mengakomodir kepentingan seluruh pihak. Tanpa
persiapan
yang
baik
Program
Jaminan
Pensiun
akan
mendatangkan berbagai krisis yang akan berdampak sistemik kepada seluruh aspek kehidupan di Indonesia. Jadi alih-alih mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik, tanpa perencanaan yang matang, kesejahteraan rakyat Indonesia akan berada di ujung tanduk. Oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk kemudian mengkaji kembali kebijakan yang telah dibuatnya dengan memperhatikan suara pekerja dan pengusaha scara proporsional sehingga implementasinya nanti dapat berjalan sesuai harapan semua pihak. Sekarang, sebelum terlambat sama sekali.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
5
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
Executive Summary SPEAK UP SPESIAL The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun Bandung, 6-8 Mei 2015
Sama halnya dengan negara lain, Indonesia mempunyai keyakinan bahwa negara wajib melindungi rakyatnya agar terhindar dari ketiadaan penghasilan atau konsumsi pada usia lanjut yang disebabkan ketidaksiapan mereka dalam melakukan perencanaan keuangan jangka panjang. Keyakinan ini diwujudkan dengan dikeluarkannya UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 yang kemudian dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara berdasarkan undang-undang turunannya yaitu Undang-Undang No. 24 Tahun 2012. Badan penyelenggara yang berperan dalam memastikan kesejahteraan perlindungan bagi tenaga kerja menjadi tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan. Perwujudan keyakinan negara akan jaminan pensiun harus dilalui dengan pendekatan kebijakan yang dapat diadaptasi dengan mempertimbangkan kebutuhan, prioritas, dan sumber daya nasional suatu negara. Pengalaman yang diperoleh dari negara-negara itu memberikan berbagai pelajaran penting. Pelajaran yang terpenting adalah bahwa kebijakan nasional tentang perlindungan sosial memperoleh manfaat dari pengembangan kebijakan jangka panjang, dan rencana implementasimnya harus didasarkan pada konsesnsus nasional. Rencana tersebut perlu menetapkan langkah priorotas untuk mencapai tujuan. Keberhasilan dalam merancang dan menetapkan prioritas untuk elemen-elemen landasan ini memang sangat tergantung pada pemahaman tentang tujuan dari program-program tunjangan dan dampak dari kondisi sewaktu melakukan pembayaran tunjangan. Regulasi yang menjadi acuan atas dasar pelaksanaan jaminan pensiun belum direalisasikan, padahal pelaksanaan program ini tinggal menghitung hari saja. Beberapa kajian dilakukan untuk memberikan rekomendasi atas rancangan perwujudan keyakinan negara atas pengimplementasian program jaminan pensiun yang merupakan program baru. berdasarkan hasil riset Apindo Training Center yang dilakukan selama setahun penuh, ada 6 big problem yang menjadi akar masalah atas pelaksanaan jaminan pensiun ini, yaitu
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
6
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
1. Besarnya premi 2. Skema jaminan pensiun 3. Kepesertaan 4. Mekanisme overlap DPPK/DPLK 5. Risk dan impact yang akan dibebankan pada employee cost suatu perusahaan 6. Pentahapan implementasi
Hasil temuan mengenai permasalahan ini membuat ATC melakukan diskusi dengan beberapa pakar untuk mendapatkan pandangan strategis atas rancangan yang belum final. Diskusi yang menghasilkan keragaman pandangan menjadi acuan untuk dapat merancang rekomendasi yang baik atas pelaksanaan jaminan pensiun ini. diskusi ini disajikan untuk memuaskan para pembaca yang masih menyimpan pertanyaanpertanyaan mengenai pelaksanaan jaminan pensiun yang pelaksanaan sudah kian di depan mata. Hitungan hari yang tidak akan terasa cepatnya, membuat kita harus kejarkejaran dengan waktu dalam membahas secara lebih detail mengenai pelaksanaan Jaminan Pensiun ini. diskusi yang menghasilkan pro-kontra terhadap 2 hal yang menjadi concern utama mengenai pelaksanaan jaminan pensiun per 1 juli 2015 dan iuran 8% yang akan dibebankan kepada perusahaan dan pekerjanya. Pemerintah selaku perancang dan pelaksana dan pengawas atas jaminan pensiun ini mempunyai wewenang untuk menentukan besaran iuran, penetapan usia pensiun, pentahapan, dan skema jaminan pensiun. Pemerintah yang terdiri dari kemenakertrans, kemenkeu, ojk, dan DJSN mencanangkan bahwa iuran yang sesuai sebesar 8%, dengan penetapan usia pensiun di term awal 56 tahun yang kemudian akan mengalami perubahan secara periodik dengan maksimal 3tahun sekali hingga mencapai usia 65 tahun. Akan tetapi, sesungguhnya iuran 8% belum sampai pada level sepakat antara Kemenaker, Kemenkeu, dan OJK. Kemenkeu dan OJK berpendapat bahwa iuran yang akan dimulai pada term awal setidaknya bisa dimulai dengan angka yang lebih rendah, misalnya 3% atau 4%. Bambang purwoko berpenadangan bahwa iuran yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar 8% untuk mendapatkan manfaat sebesar 75%, sedangkan negara lain saja untuk iuran jaminan pensiunnya sudah mencapai 16%. Dengan iuran sebesar 8% ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebesar 16% dengan manfaat
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
7
ATC00125042015A
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
seperti ini ;
No
Persentase Manfaat
Masa Iur (tahun)
Pensiun 15
20
25
30
1
1,00
0,150
0,200
0,250
0,300
2
1,50
0,225
0,300
0,375
0,450
3
2,00
0,300
0,400
0,500
0,600
4
2,50
0,375
0,500
0,625
0,750
Rata2
1,75
0,262
0,350
0,437
0,525
BPJS Ketenagakerjaan yang diwakilkan oleh Bapak Agus Supriyadi, selaku pelaksana terhadap program jaminan pensiun ini berpendapat, selaku operator pelaksana akan memberikan pelayanan yang sangat maksimal dengan transparasi yang bisa diakses kapan saja. Perdebatan mengenai iuran dan skema jaminan pensiun tidak akan menjadi suatu masalah yang sangat berarti, karena keputusan tersebut berada di tangan Pemerintah. Sebagai badan pelaksana, BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang sebagai dasar pelaksana. Berbeda dengan pandangan yang dilontarkan oleh Aktuaris Bapak Steven Tanner, UU No. 13 Tahun 2003 yang sampai saat ini masih berlaku dan masih mempunyai pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dengan baik, membutuhkan harmonisasi. Apabila hingga 1 juli 2015 ini Pemerintah tetap bersikukuh melaksanakan Jaminan Pensiun, maka sebaiknya undang-undangnya diselesaikan terlebih dahulu. Rancangan terhadap UU ini pun harus dibicarakan dengan lebih seksama. Program ini harus dimulai dengan berbagai perbaikan pada regulasi sehingga pelaksanaannya tidak akan simpang siur dan menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Dalam program jaminan pensiun ini, manfaat pasti merupakan asas manfaat yang sudah sangat lebih baik. Dengan catatan DPPK dan DPLK tetap dipertahankan. Skema iuran yang dibebankan kepada peserta jaminan pensiun sebaiknya dimulai dari angka yang lebih rendah untuk menghindari employee cost yang cukup besar bagi Perusahaan. Pengkajian atas pelaksanaan jaminan pensiun ini tak hentinya dilakukan oleh Bappenas, Ibu Rahma Iryanti berpendapat, pelaksanaan atas jaminan pensiun ini pada dasarnya Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
8
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
belum terlalu siap. Apabila Pemerintah mau menarik mundur pelaksanaan jaminan pensiun
ini, membuahkan banyak waktu dalam perancangan regulasi pelaksanaan
jaminan pensiun. Sehingga regulasi yang akan menjadi landasan pelaksanaan jaminan pensiun akan sesuai dan tidak menimbulkan dampak dimana-mana. Penentuan batas iuran pun harus dilakukan dengan hati-hati, agar kondisi pasar tenaga kerja kondusif dan tidak menimbulkan dampak investasi. Jika memang 8% adalah nilai yang disepakati dengan perhitungan yang sudah memadai, maka perhitungan tersebut harus dibuka didepan public sehingga semua pihak dapat memahami perhitungan ini. Ibu Ninasapti selaku perwakilan dari Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan berpendapat, iuran dan skema yang dicanangkan harus diperhatikan benefitnya dan jangan sampai membuat pekerja itu sendiri tidak mampu bayar. Kepesertaan yang diaturpun harus mencapai semua sektor industry, baik formal maupun informal. Jika muncul pertanyaan apakah program ini sudah siap, maka Ibu Ninasapti akan mengatakan ini merupakan program yang sudah cukup siap dalam level minimal. Sama halnya dengan pandangan serikat pekerja, Bapak Timboel Siregar berpendapat, iuran yang ditentukan dalam program ini harus dengan perhitungan yang sangat matang dan tidak memberatkan pekerja. Bukan berarti dengan iuran yang telah ditetapkan sebesar 8% ini, membuat beberapa pekerja harus kehilangan lapangan pekerjaannya akibat Perusahaan tidak mampu bayar. DPN Apindo selaku perwakilan dari pengusaha melalui Bapak Anthony Hilman pun berpendapat yang sama, mengapa Pemerintah harus memulai dengan iuran yang lebih besar jika bisa dilakukan dengan iuran yang lebih kecil saja ? dengan beban iuran sebesar 8% akan membawa dampak pada employee cost yang cukup besar. Bagaimana solusi dengan Perusahaan yang sudah mempunyai DPPK/ DPLK sendiri ? apakah tetap dibebankan dengan iuran 8% yang menjadi acuan regulasi ?. DPN Apindo berharap regulasi yan dikeluarkan mampu menciptakan hubungan industrial yang dinamis dan berkeadilan. Jika diasumsikan pensiun itu seperti naik kereta, orang akan menentukan sendiri berangkat dari mana, naik kereta apa dan berhenti di stasiun apa. Dengan demikian seharusnya, regulasi jaminan pensiun untuk sektor informal dan formal dibedakan. Bambang Purwoko selaku perwakilan dari DJSN mengajukan solusi atas pelaksanaan jaminan pensiun dengan perincian Perusahaan yang sudah mempunyai dana pensiun dengan iuran sebesar 16-20% akan dibebankan iuran sebesar 3%, sedangkan Perusahaan Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
9
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
yang belum mempunyai dana pensiun sendiri akan mengikuti iuran 8% yang sudah ditetapkan. Odang Mochtar selaku pengamat politik yang concern mengenai hal ini berpendapat, perbedaan argumentasi diantara Pemerintah itu sendiri akan menjadi suatu masalah baru. kementerian keuangan mempertimbangkan dampak yang akan terjadi apabila ditetapkan iuran sebesar 8%, maka itu diusulkan iuran dimulai dari 3% pada term awal. Akan tetapi, kemenaker yang entah karena unsur apa, tetap bersikukuh dengan perhitungan iuran sebesar 8%. Berdasarkan perhitungan berdasarkan data BPS, diperoleh informasi bahwa Iuran Jaminan Pensiun akan menambah biaya tenaga kerja pada 65 jenis sektor industri manufaktur skala besar dan menengah. Penambahan tersebut berbeda di masing-masing sektor dan akibat kenaikkannya justru pada sektor industri padat karya: a. industri pakaian jadi dari tekstil; b. industri Elektronik dan komponen; c. industri Pupuk buatan; dan d. industri Sepatu Olahraga. Sama halnya dengan pandangan Bapak J. Kristiadi, Pemerintah cenderung terlihat dengan unsur politisnya mementingkan kepentingannya sendiri dan selalu tenaga kerja beserta Perusahaan yang menjadi korban. Tetapi, dengan keahlian mengemas sesuatu menjadi cantik, Pemerintah berpendapat bahwa hal yang diperjuangkan ini merupakan pembelaan terhadap kesejahteraan tenaga kerja. Apakah benar ini merupakan perjuangan yang dilakukan oleh Pemerintah ? Reformasi dalam suatu sistem jaminan sosial bukanlah merupakan perkara yang mudah. Timoer Soetanto berpendapat, manfaat pasti memang skema yang sulit mengingat masih adanya gap dari perusahaan baik yang kecil dengan besar, kenaikan upah yang terkadang tidak melihat kondisi finansial dan inflasi masih menjadi suatu masalah. Iuran yang masih menjadi pertentangan sendiri dasarnya merupakan problem yang besar sehingga ketika kita memperdebatkan besaran iuran serta pelaksanaan dan skema ini, adalah suatu pekerjaan rumah yang cukup berat. Dengan pengharmonisasian di beberapa regulasi yang harusnya dilakukan dituntut sikap yang sangat hati-hati. Ahli pengupahan yang juga merupakan anggota DJSN, Bapak Soeprayitno berpendapat, dengan skala upah Indonesia yang memiliki kenaikan tak terkendali menjadi salah satu factor mengapa iuran jaminan pensiun ini harus ditetapkan dari skala paling rendah. Iuran yang sudah ditetapkan secara besar dan akan mengalami kenaikan secara periodic akan membuat buruh atau pekerja menuntut upah dengan lebih tinggi lagi. Apabila ini terjadi, maka employee cost suatu perusahaan akan semakin bertambah dan membawa
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
10
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
dampak penutupan perusahaan dimana-mana, jika hal ini sampai terjadi maka akan terjadi masalah dalam perekonomian. Diskusi ini tentunya, menggiring kita untuk menentukan suatu langkah besar dalam merumuskan suatu rekomendasi yang strategis mengenai jaminan pensiun ini, dengan pertimbangan : 1. Pelaksanaan jaminan pensiun dimundurkan apabila RPP belum selesai 2. RPP harus segera dituntaskan mengenai program jaminan pensiun, juklak dan juklis 3. Iuran yang masih menjadi kendala harus segera ditetapkan. 4. Adanya harmonisasi dengan regulasi yang berkaitan. 5. Pentahapan kepesertaan yang akan dimulai kapan 6. Skema mengenai jaminan pensiun ; manfaat pasti vs iuran pasti
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
11
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
Executive Summary atas Diskusi Panel The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun Bandung, 6-8 Mei 2015
Negara kesejahteraan merupakan suatu negara yang bertanggung jawab menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap warga negaranya. Mengacu pada peran aktif negara dalam mengelola dan mengorganisir perekonomian. Di dalamnya tercangkup
tanggung
jawab
negara
untuk
menjamin
ketersediaan
pelayanan
kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), dirancang untuk memberikan landasan mewujudkan amanat UUD 1945. Didalamnya, terkandung semangat untuk mengakui jaminan sosial sebagai hak seluruh warga negara, untuk memperoleh " rasa aman" sosial, sejak lahir hingga meninggal dunia, sebagaimana prinsip sistem jaminan sosial yang dikenal, yang selama ini sesungguhnya juga telah dilaksanakan. Jaminan pensiun menjadi program yang sedang menjadi perdebatan antara aktor-aktor hubungan industrial. Dimana, menyisakan sejumlah permasalahan seperti : 1. Besarnya premi bagi pengusaha dan pekerja; 2. Mencari format skema yang paling objektif dan sesuai dengan kaidah – kaidah dana pensiun; 3. Mereview kepesertaan jaminan pensiun; 4. Mekanisme overlap antara DPPK/DPLK dengan jaminan pensiun; 5. Risk dan impact bagi employee cost; 6. Pentahapan implementasi jaminan pensiun. Kesiapan pemerintah dalam menyusun peraturan turunan dari UU SJSN yang masih jauh dari harapan. Sementara 1 juli sudah kian di depan mata. Tantangan dan permasalahan tersebut tentu tidak mudah. Hanya karena ingin mewujudkan amanat undang-undang tanpa ada persiapan yang matang baik dari segi regulasi, infrastruktur pendukung lainnya, sampai harus melupakan kebijakan jaminan sosial dibuat untuk dapat meningkatkan jumlah kepesertaan, meningkatkan kualitas dan cakupan program yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Mengingat akan hal tersebut Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
12
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
diperlukan sebuah “skenario makro”, “the road map, “peta jalan” bagaimana melaksanakan program jaminan pensiun ini. Sayangnya RPP yang menjadi aturan pelaksana dari UU SJSN belum dapat terselesaikan dan tidak ada yang tahu sampai sejauh mana progressnya. Jika melihat implementasi 1 juli 2015 bukan menjadi harapan yang ditunggu-tunggu oleh semua orang melainkan “uji nyali” dari aktor-aktor hubungan industrial. Untuk itu, merupakan tanggung jawab kita semua untuk memikirkan nasib bangsa, nasib pengusaha, dan nasib pekerja dengan mencoba memberikan pandangan agar nantinya pemerintah dapat merumuskan regulasi yang tidak menjegal dunia usaha dan atau para pekerja. Pemerintah harus menyadari bahwa dalam konsep perlindungan sosial bukan hanya menjadi tanggung jawab warga negara secara individu melainkan ada tanggung jawab dari negara, khususnya pemerintah selaku wakil dari institusi. Sayangnya dalam jaminan pensiun ini, pemerintah menegaskan menyutujui akan besaran premi 8 % tanpa ada kajian lebih mendalam dan perhitungan yang jelas. Sehingga menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan. Pengusaha berpendapat bahwa Tidak bisa dipungkiri, perdebatan mengenai jaminan pensiun akan seputar pada manfaat yang akan diperoleh dan bagaimana peran institusi pemerintah dalam melaksanakan program ini. Berbekal pada skema yang santer beredar mengenai iuran sebesar 8% yang akan dibebankan kepada pekerja dan pengusaha, masih menimbulkan berbagai pertentangan. Sehingga terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi jaminan pensiun yang menjadi concern pengusaha ; 1. Regulasi yang berupa RPP masih belum siap serta ketidaktepatan waktu menyebabkan banyak hal menjadi terbengkalai, serta kemungkinan menyebabkan terjadinya dead lock. 2. Perlunya perbaikan RPP dan rancangan teknokratis sehingga menghasilkan regulasi yang siap untuk implementasi Program Jaminan Pensiun dan sosialisasi yang baik per tanggal 1 juli 2015. 3. Manfaat Pasti dan Perhitungan Aktuaris berdampak kepada skema, iuran dan kesiapan pencadangan dana, dimana SJSN itu adalah program negara itu selalu Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
13
ATC00125042015A
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ada siapapun pemerintahnya dengan prinsip jangka panjang. Manfaat pasti resikonya ada di tata kelola, investasi, goverment. kekawatiran mengenai defisit harus dapat dikaji dan dipertanggung jawabkan melalui penghitungan aktuaria secara profesional dan prudent. di Indonesia masalahnya sangat komplek dan banyak pengaturan formil. Manfaat pasti memang sulit karena ada gap dari perusahaan baik yang kecil dengan yang besar, kenaikan upah yang tidak melihat kenaikan
ekonomi
dan
inflasi,
statusnya
dengan
undang-undang
ketenagakerjaan, adanya persoalan-persoalan seperti tenaga kerja outsoursing dan kontrak, serta banyaknya pekerja sektor informal. Usulan yang sangat menarik yang dilontarkan oleh kementrian keuangan konsep dari pensiun itu adalah subsidi silang dari generasi kegenarasi sehingga tidak ada beban antar generasi. Konsep pensiun ini apabila kekurangan dana maka usianya akan diperpanjang. Yang mengandung arti bahwa ada program yang disampaikan akan secara bertahap dinaikan iurannya sampai usia 65 tahun. Yang namanya manfaat pasti jangan ditafsirkan seperti manfaat pasti yang ada saat ini. Manfaat pasti itu ditentukan didepan, sedangkan iurannya sudah di rate. Untuk skemanya lebih mendekati hampir iuran pasti dengan manfaat pasti. 4. Iuran Peserta yang belum jelas perlu ditetapkan secara clear. Penetapan besarnya iuran berdasarkan perhitungan aktuaria yang terpercaya, bukan berdasarkan perkiraan. 5. Usia Pensiun perlu ditetapkan untuk program Jaminan Pensiun, Usia pensiun diperusahaan harus kita bedakan pada usia pensiun di jaminan pensiun artinya adanya fleksibilitas untuk menambah panjang usia iyur. 6. Harmonisasi UU terkait Program Jaminan Pensiun. APINDO menyatakan perlunya harmonisasi atas Program Jaminan pensiun dengan Pesangon, Penghargaan Masa Kerja, penggantian hak dan JHT yang masih tumpang tindih regulasinya dimana berdampak kepada ; Perusahaan yang telah ikut dana pensiun DPPK/DPLK berarti harus double bayar, Adanya uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang ada dalam undangundang ketenagakerjaan yang disebabkan karena pada jaman itu jaminan pensiun belum
ada
regulasinya,
Undang-Undang
SJSN
mewajibkan
untuk
mengikutsertakan pekerja pada jaminan pensiun sedangkan dana pensiun yang telah ada tidak bersifat wajib melainkan sukarela. Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
14
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
7. Kompleksitas Pekerja Formal adalah dimana dari 40 juta pekerja formal dimana mendapatkan penghasilan tetap dan terus menerus menurut data BPS didefinisikan juga termasuk pekerja di warteg, dimana mereka dikategorikan sebagai tenaga formal, hal ini mempunyai makna bahwa optimalisasi pekerja formal menjadi peserta program jaminan pensiun tidak akan optimal karena yang riil yang bekerja di sektor formal tidak hanya di perusahaan perusahaan saja tetapi juga area UKM. 8. Kenaikan
Upah
Minimum
yang
tidak
proposional,
Kerumitan
dalam
implementasi jaminan pensiun adalah besarnya iuran, manfaat pasti dengan ketidakcukupan iuran yang disebabkan oleh kenaikan upah minimum yang tidak proposional, penentuan besaran manfaat yang mencukupi kebutuhan dasar, ketidakpastian pendanaan dan kecukupan karena ketidakmampuan. Harmonisasi UU ketenagakerjaan tentang imbalan PHK.tidak mudah mengharmonisasikan UU ketenagakerjaan dengan UU SJSN. 9. Jaminan Pensiun Bersifat Mandatori, bagi perusahaan yang telah menjaminkan pekerjanya pada DDPK/DPLK agar tidak terjadi high cost maka disiasati dengan cara yang bersifat wajib didahulukan dan sisanya dibayarkan untuk dana pensiun yang telah ada. Apabila PHK dalam masa pensiun normal tidak mendapatkan pesangon sedangkan PHK diluar masa pensiun normal maka akan tetap mendapatkan pesangon dan uang pensiun. Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan dari serikat pekerja dimana berpendapat bahwa : 1. Melihat berbagai celah yang menimbulkan pertanyaan dari implementasi jaminan pensiun ada baiknya kita harus mengerti esensi dari jaminan pensiun itu sendiri. Apa tujuan dibentuk jaminan pensiun. Jelas agar pekerja setelah pensiun dapat hidup secara layak. Namun, RPP yang sekarang lagi digodok itu telah menyalahi asas. Kehadiran negara perlu dipertanyakan karena negara selaku menjamin rakyatnya tidak ada kontribusi dan keikutsertaan dalam mengiur padahal jelas dalam UU SJSN menyatakan bahwa negara dapat mengambil kebijakan agar terlaksananya program jaminan pensiun. Sehingga negara yang diwakili oleh pemerintah hanya sekedar mengumpulkan dana saja. Harapan kita semua regulasi yang akan dikeluarkan mampu menciptakan hubungan industrial Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
15
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
yang dinamis dan berkeadilan. Ketika kita berbicara pensiun itu seperti naik kereta dimana kita berhenti kita yang akan mentukan sendiri. Maka untuk pekerja formal dan informal itu harus ada regulasi yang berbeda. 2. Putusan politik lebih kuat daripada kajian, demi kebutuhan bersama perlu diambil sikap, sehubungan dengan menteri tidak akan hadir dalam forum-forum yang mengkritisi kebijakan pemerintah. Kita harus sadar betul bahwa Jaminan pensiun akan berlanjut sampai nanti tidak seperti penetapan menteri yang bisa diganti dalam periode tertentu. Untuk itu, perlunya dukungan semua pihak, kritisi berdasarkan data dan fakta untuk kembali mengingatkan pemerintah dalam penyusunan dan pengesahan RPP jaminan pensiun Pemerintah pun memberikan penjelasan mengenai konsep jaminan pensiun sebegai berikut : Berbekal dari amanah yang didaulat oleh UUD 1945 yang tertuang dalam pasal 34 ayat 2, UU No. 3 Tahun 1992 pasal 3 ayat 2, UU No. 40 Tahun 2004, pasal 2, dan UU No. 24 Tahun 2011, pasal 6, maka Jamsostek bertransformasi sejak 1 Januari 2014 menjadi BPJS Ketenagakerjaan yang akan menyelenggarakan program jaminan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja di Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan mempunyai 5 program yang terdiri dari, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kesehatan, dan jaminan pensiun. 4 diantaranya adalah program lanjutan dari Jamsostek, dan 1 diantaranya merupakan program baru yang didesain sedemikian rupa oleh BPJS Ketenagakerjaan guna melindungi para pekerja ketika mencapai usia pensiun. Jaminan pensiun ini, merupakan program baru yang hingga detik ini RPP masih dalam tahap pembahasan. Jaminan pensiun akan mulai di operasikan paling lambat pada Juli 2015, dengan manfaat yang akan di dapat oleh peserta berupa manfaat pasti, iuran yang dikenakan adalah sebesar 8% dengan pembagian 3% dibayarkan oleh pekerja dan 5% dibayarkan oleh pengusaha. Usia pensiun dalam jaminan pensiun ini adalah setelah masa iur minimal 15 tahun. Jaminan pensiun ini, manfaat yang diterima berupa uang tunai terhadap risiko cacat total tetap, meninggal dunia, atau memasuki usia pensiun. Akumulasi dana untuk iuran dibawah 15 tahun adalah akumulasi iuran ditambah dengan hasil pengembangan. Berdasarkan hal tersebut hal. Maka terdapat beberapa hal yaitu :
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
16
The 3rd Industrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun
ATC00125042015A
Jaminan Pensiun ini tetap diselenggarakan pada 1 Juli 2015, dengan ketentuan apabila di kemudian hari akan banyak challenge menganai program ini dapat dikaji ulang dengan lebih seksama.
Dalam rangka pelaksanaan SJSN melalui Program jaminan pensiun agar tidak mengalami kegagalan. Banyak negara yang mengalami kegagalan karena pembuat kebijakan terlalu optimis dalam menghitung, perlu adanya kehatihatian. Tentu ada aturan umum untuk mendesaian program jaminan pensiun seperti, usia pensiun, gaji yang harus didefiniskan secara seragam, dan ada batas minimal serta adanya akumulasi. Hal lain yang berkaitan dengan tunjangan minimal bagi pihak yang bergaji lemah, indeksasi, semua ini harus ada formula yang harus dihitung. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup kita, beberapa pilihan kebijakan yang terkait dengan periode pekerja yang menjadi penting untuk suatu penghitungan. Jika usia pensiun rendah ini juga harus dipertimbangan.
Sehingga yang menjadi concern dalam mewujudkan jaminan pensiun ini adalah : 1. Tuntaskan RPP mengenai program jaminan pensiun, juklak dan juklis 2. Perlunya harmonisasi antara yang sudah dijaminkan dalam dana pensiun 3. Negoisasi tentang iuran 8% kepada pemerintah kendatipun tetap dengan 8% harus ada dasar dan alasan yang jelas 4. Perlu adanya pemahaman dan persepsi yang sama antara regulator dalam hal ini pemerintah selaku pembuat kebijakan dengan pengusaha selaku implementasi regulasi serta operator yaitu BPJS Ketenagakerjaan, untuk itu langkah nyata adalah dengan mengundang masing-masing pihak untuk FGD 5. Adanya pemaparan yang mendalam antara jaminan pensiun manfaat pasti dengan iuran pasti dari aktuaria dan ahli dibidangnya sehingga ada penghitungan yang pasti dan masing-masing resiko dari skema tersebut.
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015
17