Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015
Evaluasi Sistem Drainase Terhadap Penanggulangan Genangan di Kota Sidoarjo, Brantas Catchment Area Anita Rahmawati1), Alia Damayanti1), Eddy Setiadi Soedjono1) 1) Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS, Surabaya Email:
[email protected] Abstrak Kota Sidoarjo merupakan Ibukota Kecamatan Sidoarjo yang terletak di tepi Selat Madura dan termasuk wilayah administratif Kabupaten Sidoarjo. Kota Sidoarjo berperan dalam pembangunan nasional dan dikenal sebagai kota berkembang. Perubahan iklim dan tata guna lahan sawah irigasi menjadi kawasan yang terbangun saat ini menyebabkan tidak adanya daerah resapan air hujan sehingga menyebabkan terjadinya genangan air di beberapa titik kota. Penerapan sistem drainase konvensional yang berprinsip mengalirkan air secepatnya ke badan air dianggap tidak efektif sebab dapat mengurangi kesempatan meresapnya air ke dalam tanah. Sehingga perlu diubah menjadi sistem drainase berwawasan lingkungan yang berprinsip mengalirkan kelebihan air dengan menampung dan meresapkan air hujan serta mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air. Pada penelitian ini dilakukan analisis yang ditinjau dari aspek teknis dan lingkungan. Aspek teknis dengan melakukan evaluasi sistem drainase eksisting yang menunjukkan bahwa saluran primer dan sekunder di Kota Sidoarjo tidak mampu menampung debit rencana. Perhitungan tinggi hujan rancangan dengan periode ulang 5 tahun untuk saluran sekunder dan 10 tahun untuk saluran primer menggunakan metode Log Pearson Type III dan perhitungan debit rencana menggunakan metode rasional. Sedangkan aspek lingkungan menunjukkan bahwa diperlukan penerapan sistem drainase ramah lingkungan. Berdasarkan hasil analisis, terdapat 40 saluran dari 131 saluran yang tidak dapat menampung debit rencana. Curah hujan rancangan yang digunakan adalah 94,9511 mm untuk periode ulang 10 tahun dan 83,9847 untuk periode ulang 5 tahun dengan debit genangan sebesar 80,4631 m3/det serta luas catchment area seluas 9464,72 ha. Ada 2 alternatif yang digunakan yaitu dengan normalisasi saluran dan penerapan saluran porus dengan debit serap sebesar 0,0996 m3/detik. Alternatif tersebut cocok digunakan dalam mengurangi limpasan dan resapan untuk air tanah. Kata kunci: Drainase berwawasan lingkungan, Genangan air hujan, Kota Sidoarjo.
1
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015
1. Pendahuluan Wilayah Kabupaten Sidoarjo terbentuk dari proses endapan alluvial pantai dan delta sungai serta bentuk reliefnya merupakan kombinasi medan dataran dan medan bergelombang. Dengan melihat kondisi tersebut maka pada tahun 1969 wilayah Kabupaten Sidoarjo direncanakan sebagai wilayah irigasi teknik dengan luas sekitar 26.000 ha. Namun seiring dengan pengembangan wilayah Kabupaten Sidoarjo menjadi daerah industri, maka luas sawah menjadi berkurang sebab sebagian lahan sawah dijadikan daerah pemukiman dan industri. Akan tetapi pembangunan gedung-gedung dan jalan raya serta bangunan fasilitas penunjang lainnya tidak diimbangi dengan pembangunan sarana dan prasarana drainase yang memadai. hal tersebut dapat mengakibatkan respon kawasan konservasi terhadap masukan air hujan semakin rendah dan berpotensi terjadinya banjir atau genangan (BBWS Brantas, 2011). Musim penghujan hampir menjadi permasalahan di berbagai daerah. Berita tentang banjir selama musim penghujan selalu menjadi topik di beberapa media sosial. Sebagai contoh, di Kota Sidoarjo persoalan banjir selalu menjadi masalah sepanjang tahun. Kota Sidoarjo terkena banjir dan genangan mulai tahun 1993 sampai saat ini, dan banjir yang terparah terjadi pada tahun 2014. Dimana pada tahun tersebut daerah yang terkena dampak banjir dan genangan dengan ketinggian lebih dari
30 cm dengan lama genangan lebih dari 2 jam adalah Kecamatan Waru, Gedangan, Taman, Krian, Buduran, Sukodono, dan Sedati (Jawa Pos, 19 Juni 2014). Penyebab utama banjir di wilayah tersebut adalah sistem drainase yang masih mempertahankan konsep konvensional (Kementerian Pekerjaan Umum, 2014). Sistem drainase yang menjadi penyebab banjir tersebut membuat membuat afvour utama (afvour Sidokare) menjadi muara 22 afvoer penunjang. Apabila di afvour penunjang terjadi luapan air hujan, maka dapat dipastikan afvour utama sulit menampung debit banjir. Alasan lain yang menyebabkan Kota Sidoarjo mengalami banjir dan genangan adalah banyaknya tumpukan sampah yang sering ditemui di beberapa saluran yang mengakibatkan saluransaluran mengalami banyak pendangkalan dan hambatan aliran air (Jawa Pos, 19 Juni 2014). Sistem drainase yang berada di Kota Sidoarjo diketahui berjumlah 4 (empat) yaitu Sistem Drainase Kemambang, Sistem Drainase Pucang, Sistem Drainase Sidokare, dan Sistem Drainase Sekardangan. Dan untuk mengantisipasi perubahan iklim yang terjadi saat ini, maka konsep drainase perlu diubah dari konsep drainase konvensional menjadi konsep baru yaitu drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan yang berprinsip mengalirkan kelebihan air dengan menampung dan meresapkan air hujan yang sebanyak-banyaknya serta mengalirkan kelebihan air 1
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015
permukaan ke badan air. Dengan adanya konsep baru saat ini maka analisis aspek lingkungan sangat diperlukan agar sistem drainase tersebut mempunyai tujuan TRAP (Tampung, Resapkan, Alirkan, dan Pelihara), sehingga konservasi air tanah tetap terjaga dan dapat berlangsung secara terus menerus serta dimensi infrastruktur drainase menjadi lebih efisien. 2. Metodologi Langkah pertama dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data pengukuran saluran. Data sekunder meliputi data Peta sistem drainase, Peta genangan, Peta stasiun hujan, Peta lokasi, Data curah hujan dan Peta Tata guna Lahan. Data yang sudah didapat, kemudian dilakukan analisis penyebab terjadinya banjir dan apa dampak dari terjadinya banjir tersebut. Analisis yang dilakukan akan menghasilkan rekomendasi berdasarkan oleh teoriteori dan studi literatur. Sistematka penyelesaian masalah berdasarkan teori yang ada disusun adalah: a. Analisis Hidrologi Perhitungan curah hujan rata-rata Perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan mengolah data-data hujan yang sudah didapat dari masingmasing stasiun penakar hujan. Menentukan curah hujan harian maksimum rencana dari data curah hujan maksimum yang di ambil dari beberapa stasiun penakar hujan,
Metode yang digunakan adalah Gumble dan Log Pearson Type III. Uji kesesuaian Distribusi Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui data jenis sebaran yang dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianlisis. Pengujian itu dengan 2 cara, yaitu: 1) Uji Smirnov Kolmogorov Pengujian ini dilakukan dengan menggambarkan probabilitas untuk setiap data distribusi teoritis dan empiris. 2) Uji Chi Kuadrat Pengujian ini digunakan untuk menguji distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. - Perhitungan Debit Rencana Perhitungan ini digunakan sebagai acuan untuk merencanakan tingkat bahaya banjir pada suatu kawasan dengan penerapan angka-angka kemungkinan terjadinya banjir. b. Analisis Hidrolika Perhitungan kapasitas saluran. Tujuannya untuk mengetahui apakah saluran ekisting mampu menampung debit yang ada dengan aman atau meluber. Perbandingan Q eksisting dengan Q rancangan Tujuannya untuk mengetahui apakah kapasitas saluran eksisting mampu mengalirkan debit banjir rancangan. Normalisasi Saluran Normalisasi saluran merupakan perencanaan ulang dari saluran
2
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015
drainase eksisting sehingga mampu mengalirkan debit banjir rencana. Perencanaan saluran porus dan kolam konservasi Saluran drainase porus dan kolam konservasi merupakan alternatif yang dapat digunakan jika kodisi lapangan tidak memungkinkan dengan solusi normalisasi. Alternatif tersebut menggunakan konsep drainase berwawasan lingkungan. 3. Gambaran Umum Wilayah Wilayah administrasi Kabupaten Sidoarjo terdiri dari wilayah daratan dan wilayah lautan. Luas wilayah daratan sekitar 714,245 km2 sedangkan luas wilayah lautan sekitar 201,687 km2. Batas administratif Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik; Sebelah Timur: Selat Madura; Sebelah Selatan : Kabupaten Pasuruan; Sebelah Barat: Kabupaten Mojokerto.
Gambar 1 Peta Provinsi Jawa Timur (Sumber:http://www.google.com/gam bar peta provinsi jawa timur yang diakses pada tanggal 2 Maret 2015, pukul 22.45 WIB ). Secara geografis, Kota Sidoarjo terletak pada 112,5º - 112,9º BT dan
7,3º-7,5ºLS, merupakan ibukota dari Kecamatan Sidoarjo yang terletak di tepi Selat Madura dan termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Sidoarjo. Adapun batas wilayah Kota Sidoarjo adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Sukodono dan Kecamatan Buduran; Sebelah Selatan : Kecamatan Candi; Sebelah Timur : Selat Madura.; Sebelah Barat: Kecamatan Wonoayu.
Gambar 2 Peta Kota Sidoarjo (Sumber : PU, 2014 ). Sistem saluran drainase di Kota Sidoarjo mempunyai luas sekitar 9581,03 ha, dan masing-masing luas sistem drainase adalah Sistem Drainase Kemambang, dengan luas 1400,22 ha; Sistem Drainase Pucang, dengan luas 4682,10 ha; Sistem Drainase Sidokare, dengan luas 2950,29 ha; dan Sistem Drainase Sekardangan, dengan luas 548,42 ha. 4. Hasil dan Pembahasan Data curah hujan yang dipakai untuk analisis adalah data curah hujan dari stasiun pengamatan curah hujan yang berpengaruh yaitu dari Stasiun Hujan Sidoarjo, Sumput, dan Banjar Kemantren selama 15 tahun (1999 – 2013). Dari data hujan tersebut dianalisis dengan metode chi kuadrat 3
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015
dan smirnov kolmogorov sehingga disimpulkan bahwa distribusi yang sesuai adalah Log Person Type III. Hasil dari curah harian rencana disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Curah Hujan Rencana Uraian Nilai Hujan Rerata=
1,8429
0,1014
Analisis intensitas hujan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah waktu konsentrasi (Tc), waktu aliran air di permukaan (T0), waktu aliran di saluran (Ts), panjang saluran (L), kemiringan dasar saluran (S), kecepatan aliran (v), curah hujan rancangan (Rc). Dari hasil perhitungan di beberapa saluran, dapat diketahui bahwa intensitas tertinggi berada di Sistem Drainase Sidokare pada Saluran Sekunder Karam Gayam 1 sebesar 17137,9790 mm/jam. Sedangkan intensitas terendah berada di Sistem Drainase Pucang pada Saluran Primer Pucang 1 sebesar 4,0358 mm/jam. -
0,4877
= = = = = =
-0,0954 0,8018 1,3268 0,0525 2,3482 2,7396
= = = = = =
68,1083 83,9847 94,9511 70,5018 120,5313 132,0687
(Sumber: Hasil Analisis)
Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran dalam studi ini berdasarkan pada kondisi pemanfaatan lahan yang disesuaikan dengan metode rasional yang terlebih dahulu dihitung. Koefisien pengaliran ini menentukan besar debit banjir rancangan yang harus dialirkan oleh saluran. Pada pembahasan sebelumnya telah diketahui bahwa sistem drainase Kota Sidoarjo meliputi Sistem Drainase Kemambang, Sistem Drainase Pucang, Sistem Drainase Sidokare, dan Sistem Drainase Sekardangan yang merupakan bagian dari DAS Kapetingan. Sehingga besar koefisien pengaliran masing-masing sistem drainase ditentukan dengan mengambil rata-rata dari setiap tata guna lahan dengan menghitung bobot masing-masing bagian yang sesuai dengan luas daerah. -
Analisis Debit Banjir Rancangan Analisis debit banjir rancangan di Kota Sidoarjo untuk Metode Rasional dengan Periode Ulang Hujan (PUH) 5 tahun 4
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015
untuk saluran drainase sekunder dan Periode Ulang Hujan (PUH) 10 tahun untuk saluran drainase primer diberikan pada contoh perhitungan debit banjir rancangan untuk Saluran Sekunder Sekardangan 1 adalah sebagai berikut : - Koefisien pengaliran, C = 0,6821 - Koefisien penampungan, Cs =
= 0,9397
- Intensitas hujan, I = 89,9908 mm/jam - Catchment Area, A = 0,3401 km2 - Debit banjir rancangan, Qranc = 0,278 (0,6821) (0,9397) (89,9908 mm/jam) (0,3401 km2) = 0,4820 m3/detik. Jadi, debit banjir rancangan untuk Saluran Sekunder Sekardangan 1 adalah 0,4820 m3/detik.
-Evaluasi Kapasitas Saluran Evaluasi kapasitas saluran drainase eksisting merupakan suatu analisis kapasitas saluran drainase eksisting yang bertujuan untuk mengetahui suatu kemampuan saluran dalam menampung debit banjir rancangan. Apabila saluran diketahui tidak mampu menampung debit banjir rancangan, maka dapat terjadi genangan. Dimana genangan yang terjadi merupakan selisih antara debit banjir rancangan (Qranc) dengan kapasitas saluran (Qsal). Apabila Qranc < Qsal maka saluran dikatakan aman terhadap genangan, dan sebaliknya apabila Qranc > Qsal maka saluran akan mengalami genangan rancangan. Total debit genangan yang terjadi di Kota Sidoarjo sebesar 4.801,6584 m3/det dengan total panjang saluran adalah 743.702,01 meter.
Sistem Drainase Kemambang terdapat 29 saluran, dimana saluran yang luber berjumlah 2 untuk saluran drainase primer dan 2 untuk saluran drainase sekunder. Debit genangan yang terjadi sebesar 235,9756 m3/detik dengan panjang saluran 57.129,5700 meter. Sistem Drainase Pucang terdapat 27 saluran eksisting, dimana saluran yang luber berjumlah 20 untuk saluran drainase primer dan 2 untuk saluran drainase sekunder. Debit genangan yang terjadi sebesar 3.236,3646 m3/detik dengan panjang saluran 230.802,95 meter. Sistem Drainase Sidokare terdapat 53 saluran eksisting, dimana saluran yang luber berjumlah 11 untuk saluran drainase sekunder. Debit genangan yang terjadi sebesar 1.200,9907 m3/detik dengan panjang saluran 378.376,9900 meter. Sedangkan Sistem Drainase Sekardangan terdapat 22 saluran eksisting, dimana saluran yang berjumlah 1 untuk saluran drainase primer dan 2 untuk saluran drainase sekunder. Debit genangan yang terjadi sebesar 128,3275 m3/detik dengan panjang saluran 77392,5 meter.
5. Rekomendasi - Normalisasi Normalisasi saluran dilakukan hanya pada saluran yang tidak mampu menampung debit banjir. Hal tersebut dilakukan agar pada saat musim penghujan tiba, saluran yang dikatakan luber mampu menampung debit air hujan. 5
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015
-
Saluran Drainase Porus Saluran drainase porus atau parit resapan merupakan saluran drainase yang berada di kiri dan kanan jalan yang dimodifikasi menjadi parit resapan air hujan dengan cara membuat dasar saluran tetap yang tidak dilapisi kedap air. Selain untuk mengalirkan air buangan, saluran porus juga berfungsi sebagai resapan air ke dalam tanah. Penerapan saluran porus, harus merehabilitasi saluran yang secara kapasitas tidak mampu untuk menampung debit banjir rencana serta dapat menimbulkan limpasan dan genangan. Dari hasil analisis diatas, penanggulangan genangan dapat dilakukan dengan menerapkan saluran drainase porus di Kota Sidoarjo terhadap 131 saluran dengan debit serap tinggi dan rendah tiap saluran di sistem drainase sebesar : - Sistem Drainase Kemambang : Saluran yang mempunyai debit serap tertinggi adalah Saluran Sekunder Kemambang 14 sebesar 0,0033739 m3/detik dengan panjang saluran 6747,85 m. Sedangkan saluran yang mempunyai debit serap terkecil adalah Saluran Primer Kemambang 2 sebesar 0,0002988 m3/detik dengan panjang saluran 597,55 m. - Sistem Drainase Pucang : Saluran yang mempunyai debit serap tertinggi adalah Saluran Primer Pucang 24 sebesar 0,007136 m3/detik dengan panjang saluran 14271,13 m. Sedangkan saluran
yang mempunyai debit serap terkecil adalah Saluran Sekunder Pondok Jati sebesar 0,000261 m3/detik dengan panjang saluran 522,25 m. - Sistem Drainase Sidokare : Saluran yang mempunyai debit serap tertinggi adalah Saluran Primer Sidokare 28 sebesar 0,008058 m3/detik dengan panjang saluran 16116,58 m. Sedangkan saluran yang mempunyai debit serap terkecil adalah Saluran Sekunder Sidokare Asri 1 sebesar 0,000183 m3/detik dengan panjang saluran 365,78 m. - Sistem Drainase Sekardangan : Saluran yang mempunyai debit serap tertinggi adalah Saluran Primer Sekardangan 14 sebesar 0,0037302 m3/detik dengan panjang saluran 7460,36 m. Sedangkan saluran yang mempunyai debit serap terkecil adalah Saluran Sekunder Larangan sebesar 3 0,0002527 m /detik dengan panjang saluran 505,3 m. 6. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap penanggulangan genangan di Kota Sidoarjo, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Sistem Drainase Kota Sidoarjo memiliki luas ± 9581,03 ha yang terbagi menjadi 4 (empat) sistem drainase utama, yaitu : Sistem Drainase Kemambang, dengan luas 1400,22 ha; Sistem Drainase Pucang, dengan luas 4682,10 ha; Sistem Drainase Sidokare, dengan luas 2950,29 ha; dan Sistem Drainase Sekardangan, dengan luas 548,42 ha. 6
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015
b. Beberapa hasil yang didapat dari analisis aspek teknis adalah : Dari 131 total saluran yang ada di Kota Sidoarjo, ada 40 saluran yang dinyatakan luber dengan rincian : - Sistem Drainase Kemambang: ada 2 saluran primer 3 (147,0416m /det) dan 2 saluran sekunder (88,9340 m3/det) yang tidak mampu menampung debit air hujan rancangan dengan panjang total saluran 57129,57 meter. - Sistem Drainase Pucang: ada 20 saluran primer (3223,8719m3/det) dan 2 saluran sekunder (12,4926 m3/det) yang tidak mampu menampung debit air hujan rancangan dengan panjang total saluran 230802,95 meter. - Sistem Drainase Sidokare: ada 11 saluran sekunder (1200,9907 m3/det) yang tidak mampu menampung debit air hujan rancangan dengan panjang total saluran 378376,99 meter. - Sistem Drainase Sekardangan: ada 1saluran primer 3 (37,1650m /det) dan 2 saluran sekunder (91,1625 m3/det) yang tidak mampu menampung debit air hujan rancangan dengan panjang total saluran 77392,5 meter. c. Genangan yang terjadi di wilayah Kota Sidoarjo bervariasi antara 2 jam hingga 8 jam lamanya dan terjadi selama musim hujan tiba. d. Hasil yang didapat dari analisis aspek lingkungan adalah rekomendasi penerapan sistem drainase yang berwawasan lingkungan dalam penanganan genangan : - Penerapan sistem drainase porus dengan merehabilitasi 40 saluran
dengan panjang total saluran 199.119,99 meter. Saluran tersebut mampu meresapkan air genangan sebesar 0,0996 3 m /detik.
7. Ucapan Terima kasih Terima kasih kepada AUN Seed Net sebagai penyandang dana tahun 2015 kerjasama ITS-UTM Malaysia-Kyoto University.
8. Daftar Pustaka Balai Besar Wilayah Sungai Brantas, (2011), “Lima Pilar BBWS Brantas”, Surabaya, Indonesia. El Mahi, A., dan Meddi, M. (2013), “Seasonal Dynamic of Total Suspended Sediment In Wadi El Hammam Basin (Northern Algeria)”, Journal of Seventeenth Internasional Water Technology Conference, IWTC17, Vol. 159, No. 19, hal. 199-215. Harsoyo, Budi. (2010), “Review Modeling Hidrologi DAS di Indonesia”, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 11, No. 1, hal. 41-47. Junaidi , E. dan Tarigan, D.S. (2012), “Penggunaan Model Hidrologi SWAT (Soil And Water Assessment Tool) Dalam Pengelolaan DAS Cisadane”, Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol. 9, No. 3, hal. 221-237. Karma, A. dan Sembiring, J. (2012), “Knowledge Management System Berbasis Model SECI”, 7
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015
Pusat Litbang Sumber Daya Air, Bandung. Kementerian Pekerjaan Umum, (2014), “DED Kabupaten Sidoarjo”, Surabaya. Kodoatie, J.R. dan Sugiyanto, (2001), “Banjir”, 1st edition, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Kuntjoro, dan Saptarita, (2011), “Kali Brantas Hilir Dalam Tinjauan Data Debit Dekade Terakhir”, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah, ISBN : 978-979-18342-3-0, hal. D.15-D.22. Menteri Lingkungan Hidup, (2010), “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air”, Jakarta, Indonesia.
Murtilaksono, K., dan Hidayat, Y. (2004), “Kerangka Logis (Logframe) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”, Prosiding Seminar Degradasi Lahan Dan Hutan, Ed: Hidayat, S.Y. dkk., Universitas Gadjah Mada dan Departemen Kehutanan, hal. 188-214. Noguchi, S., Nik R.A., Yusop, Z., Tani, M., dan Sammori, T. (1997), “ Rainfall-runoff Responses and Roles of Soil Moisture Variations to the Response in Tropical Rain Forest, Bukit Tarek, Peninsular Malaysia”, Journal of Forest Research, Vol. 2, No. 3, hal. 125-132.
8