EVALUASI PROSES AMALGAMASI EMAS TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT (STUDI KASUS: TELUK BUYAT)
MARSEN ALIMANO DAN SELINAWATI T. DARMUTJI Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman No 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373 Naskah masuk : 16 Agustus 2006, revisi pertama : 08 Januari 2007, revisi kedua : 09 Februari 2007, revisi terakhir : 31 Mei 2007
SARI Kegiatan ekstraksi emas menggunakan merkuri telah mengakibatkan perubahan kualitas lingkungan sekitarnya. Sumber limbah merkuri terbesar berasal dari kegiatan para penambang liar yang tidak mematuhi aturan-aturan penambangan yang benar. Akumulasi dalam tubuh penduduk setempat belum mencapai taraf yang membahayakan (penyakit Minamata), baru sekitar 12% dalam darah dan 6% di rambut. Karena sifatnya yang akumulatif, dikhawatirkan merkuri dalam tubuh bisa mencapai tingkat yang berbahaya bila masuk ke badan air secara terus menerus dalam beberapa tahun ke depan. Maka, untuk mencegah dampak besar yang dapat timbul di kemudian hari, harus diusahakan pengelolaan penggunaan merkuri secara bijak, pengendalian wilayah pertambangan rakyat, pelarangan kegiatan penambangan di sekitar pemukiman, substitusi merkuri dengan bahan lain, dan sosialisasi sistem pembuangan limbah. Kata kunci : Ekstraksi emas, penambang liar, kadar merkuri, Teluk Buyat
ABSTRACT Most artisanal gold mining activities use mercury in their extraction process. The process reduced environmental quality. The highest donators of environmental degradation are illegal miners. They always do arbitraty work. Although the accumulated mercury in the body of local resident was less than the Minamata Diseases limit, 12% in blood and 6% in hair, but the characteristic of mercury is accumulative. So, for years ahead, the mercury accumulation in their bodies would reach a dangerous level if a high concentration of mercury enters the water continously. Then, to prevent the higher impact of mercury, the following steps are adviseable: a better management of mercury usage wisely, organizing illegal mining, forbid mining around residence area, mercury substitution, and socialization of the disposal system. Keywords : Gold extraction, illegal miner, mercury content, Buyat Gulf
Studi Evaluasi Proses Amalgamasi Emas terhadap Kesehatan Masyarakat ... Marsen Alimano dan Selinawati TD
25
1.
PENDAHULUAN
Pertambangan merupakan salah satu sektor pembangunan yang digalakkan oleh pemerintah Indonesia dan menjadi sektor penting bagi perekonomian negara. Dalam kegiatannya, isu pertambangan yang sering disorot adalah dampak negatifnya terhadap lingkungan seperti pembuangan limbah tambang, pencemaran logam berat, dan lainlain. Sehingga, pengembangan sektor pertambangan harus selalu memperhatikan faktor lingkungan. Aktifitas pertambangan, dalam hal ini adalah pertambangan emas, memiliki cakupan kegiatan antara lain eksplorasi, penambangan, dan pengolahan mineral. Dalam hal pengolahan mineral, saat ini banyak perusahaan tambang legal maupun penambang ilegal menggunakan merkuri sebagai bahan untuk mengekstrak emas dari bijihnya. Pemilihan merkuri didasarkan atas beberapa pertimbangan yaitu paling sederhana, murah, dan efisien.
2.
merkuri anorganik. Selain itu, merkuri dalam bentuk organik yang umumnya berada pada konsentrasi rendah di air dan sedimen adalah bersifat sangat bioakumulatif (terserap secara biologis). Metil merkuri larut dalam air, dengan penyerapan dalam tubuh dapat mencapai 95%. Merkuri telah lama digunakan dalam kegiatan penambangan emas tradisional untuk mengekstrak emas dari bijihnya karena cara ini paling sederhana, murah, dan relatif efisien. Endapan merkuri hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain untuk mendapatkan emas. Endapan sisanya lalu diremas dengan menggunakan tangan, dan air sisa penambangan yang mengandung Hg dibiarkan mengalir ke sungai. Beberapa hal mengenai daya racun merkuri dapat dijelaskan sebagai berikut (Anonim, 2005): -
semua komponen merkuri dalam jumlah cukup, beracun terhadap tubuh;
-
masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik dalam daya racun, distribusi, akumulasi atau pengumpulan dan waktu retensinya di dalam tubuh;
-
transformasi biologi dapat terjadi di dalam lingkungan atau di dalam tubuh, saat komponen merkuri diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya;
-
pengaruh buruk merkuri di dalam tubuh adalah melalui penghambatan kerja enzim dan kemampuannya untuk berikatan dengan grup yang mengandung sulfur di dalam molekul enzim dan dinding sel;
-
kerusakan tubuh yang disebabkan merkuri biasanya bersifat permanen, dan sampai saat ini belum dapat disembuhkan.
KARAKTERISTIK MERKURI
Merkuri (air raksa) adalah salah satu unsur logam yang secara alamiah terkandung dalam mineral dan merupakan satu-satunya logam yang berwujud cair pada suhu kamar. Logam murninya berwarna keperakan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Di alam, merkuri ditemukan dalam bentuk elemen (Hg0), monovalen (Hg1), dan bivalen (Hg2). Logam ini termasuk salah satu unsur yang berbahaya jika masuk dalam tubuh manusia. Apabila masuk ke dalam perairan mudah berikatan dengan klor yang ada pada air laut, reaksinya akan membentuk ikatan HgCl (senyawa merkuri anorganik); dalam bentuk ini Hg mudah masuk ke dalam plankton dan dapat berpindah ke biota laut lain. Penyebab utama merkuri menjadi bahan pencemar berbahaya adalah karena sifatnya yang tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan. Akibatnya, merkuri terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik. Dalam hal ini merkuri anorganik (HgCl) akan bertransformasi menjadi merkuri organik (metil merkuri/CH3Hg+) oleh peran mikroorganisme di sedimen dasar perairan. Menurut Lasut (2000), senyawa metil merkuri adalah bentuk merkuri organik yang umum terdapat di lingkungan perairan. Senyawa ini sangat beracun dan diperkirakan 4-31 kali lebih beracun dari bentuk
Merkuri memiliki berat jenis lebih tinggi daripada air laut yang menyebabkan logam ini mengendap di dasar laut, sehingga untuk mendeteksi kandungan merkuri dalam suatu perairan, lebih mudah ditemukan pada makhluk hidup yang hidup di dasar laut, yaitu benthos. Apabila rantainya sudah mencapai tubuh manusia, merkuri dapat menyebabkan kerusakan pada organ pencernaan, hati, limfa, ginjal, menyebabkan mati rasa, kehilangan keseimbangan, (terjadi abnormalitas baik pada morfologis maupun fisiologis). Merkuri juga dapat menyebabkan cacat bawaan pada bayi yang
Studi Evaluasi Proses Amalgamasi Emas terhadap Kesehatan Masyarakat ... Marsen Alimano dan Selinawati TD
26
dikandung oleh ibu yang terkontaminasi sehingga bayi yang dilahirkan dapat mengalami cacat seperti kehilangan organ, terlambat gerak motoriknya, IQ rendah, autis, down syndrome. Semua merkuri dapat menembus plasenta, dan khusus metil merkuri dapat terserap oleh bayi 30% lebih tinggi daripada di darah ibunya (Ndra, 2004).
maupun run off. Merkuri akan bersatu dengan sedimen yang dihasilkan dari berbagai kegiatan dan kemudian terakumulasi di dasar. Kegiatan mikroorganisme di sedimen ada yang dapat merubah logam merkuri menjadi merkuri organik. Merkuri organik pun dapat dipercepat pembentukannya oleh air asam tambang.
Merkuri, baik logam maupun metil merkuri, biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang dikonsumsi, seperti ikan, kerang, udang, maupun air yang terkontaminasi. Sebagian besar merkuri dalam bentuk logam dapat disekresi, sedangkan sisanya akan menumpuk di ginjal dan sistem syaraf yang pada suatu saat akan mengganggu bila akumulasinya semakin banyak. Merkuri tidak boleh dibakar di insinerator, karena pada suhu 357oC akan menguap dengan sempurna, bahkan dalam suhu kamar pun merkuri sudah bisa menguap. Uap merkuri ini berbahaya karena sangat beracun dan dapat terhisap langsung ke paru-paru.
Pada Gambar 2 terlihat merkuri pertama kali muncul pada plankton dan bakteri. Hal ini dikarenakan berat jenis merkuri yang lebih besar dibandingkan air yang menyebabkan merkuri mengendap di dasar air dimana plankton seringkali berada sehingga merkuri akan masuk ke dalamnya. Selanjutnya akan terbentuk pola mengerucut hingga akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia.
Gambar 1 memperlihatkan kegiatan-kegiatan yang memiliki kontribusi terhadap pencemaran merkuri. Sumber pencemaran merkuri berasal dari kegiatan industri, pertambangan, dan pertanian, masuk ke dalam badan air melalui pembuangan limbah
3.
PROSES PENGOLAHAN BIJIH EMAS
Pada tipe bijih primer, bijih ditambang dengan menggunakan linggis, kemudian dihancurkan secara manual dengan palu dan ditempatkan dalam drum yang berputar kemudian diberi merkuri ke dalamnya. Pemutaran drum biasanya menggunakan aliran air sungai sebagai energi penggeraknya. Pada saat itu ada sebagian merkuri yang terlepas ke badan air dan
Gambar 1.
Akumulasi serapan merkuri di badan periran
Sumber :
http://maps.grida.no/go/download/mode/plain/f/ mercury_lifecycle_with_mining.jpg
Studi Evaluasi Proses Amalgamasi Emas terhadap Kesehatan Masyarakat ... Marsen Alimano dan Selinawati TD
27
Akumulasi merkuri dalam rantai makanan Gambar 2.
Proses aliran kandungan merkuri hingga masuk ke dalam tubuh manusia
Sumber :
http://whyfiles.org/201mercury/images/accumulation.gif
diikuti oleh lumpur dari proses -pengayakan (de-sliming). Setelah beberapa jam, amalgam emas yang dihasilkan dari penyaringan kain kemudian dibakar menjadi bullion emas. Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) biasanya tidak melengkapi dirinya dengan masker untuk mencegah masuknya uap merkuri ke paru-paru. Seharusnya uap merkuri yang keluar ditampung untuk disublimasi karena bisa digunakan kembali (reuse) sehingga dapat mengurangi kadar pencemaran uap merkuri. Untuk tipe bijih alluvial, pasir yang mengandung emas ditambang dengan semprotan air dan dipompa ke kotak air untuk mendapatkan konsentrat emas kasar dan kemudian didulang (panning). Dengan bantuan gravitasi dan berat jenis emas, dihasilkan konsentrat emas yang lebih tinggi. Konsentrat emas yang berbentuk serpihan kemudian dimasukkan ke dalam ember yang berisi merkuri lalu diaduk dengan tangan selama beberapa menit. Selanjutnya amalgam emas itu disaring dengan kain katun dan dibakar hingga menghasilkan bullion emas. Kadang produk emas langsung dijual tanpa dibakar terlebih dahulu. Pada bijih primer, proses amalgamasi menghasilkan ampas, sedimen, dan merkuri. Pada proses pembakaran menghasilkan uap merkuri. Sedangkan pada bijih alluvial, proses pendulangan (panning) menghasilkan sedimen yang apabila mineralnya berupa mineral sulfidis akan menghasilkan air asam tambang. Sisa proses pendulangan (panning) biasanya langsung dibuang ke sungai. Pada proses amalgamasi
merkuri terlepas ke badan air, sedangkan pada proses pembakaran, sisa yang dihasilkan berupa uap merkuri (Selinawati and Ngurah Ardha, 2003). Para penambang ilegal menggunakan metode amalgamasi sederhana dalam proses pengolahan emasnya. Proses amalgamasi menjadikan emas terselimuti oleh cairan merkuri. Padatan emasmerkuri ini memiliki tiga senyawa kimia, yaitu AuHg2, Au2Hg, dan Au3Hg. Larutan emas dalam merkuri ini hanya berkisar 0,2%, sehingga hanya dibutuhkan teknologi yang sederhana untuk memisahkan emas dari merkurinya. Biasanya para penambang menggunakan saringan yang terbuat dari kain katun untuk menyaring emas dari merkurinya. Untuk lebih mengoptimalkan perolehan emas, setelah disaring kemudian dibakar sehingga merkuri yang masih tertinggal bisa hilang. Akan lebih baik apabila kehilangan merkuri dari proses amalgamasi ini diketahui besarnya karena dapat menghemat bahan, ditangkap kembali (recover), dan mengurangi dampak terhadap lingkungan.
4.
KASUS TELUK BUYAT
Proses pengolahan emas dengan amalgamasi yang banyak dilakukan oleh PETI secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan efek negatif terhadap lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari kandungan merkuri di salah satu “hot spots” pertambangan emas di Indonesia yang berhubungan
Studi Evaluasi Proses Amalgamasi Emas terhadap Kesehatan Masyarakat ... Marsen Alimano dan Selinawati TD
28
dengan pencemaran merkuri, yaitu Teluk Buyat, yang selanjutnya dibandingkan dengan standar kandungan merkuri yang diperbolehkan berdasarkan IPCS (International Programme on Chemical Safety (Tabel 1 dan Tabel 2).
5.
EVALUASI
Untuk mengetahui kadar pencemaran merkuri tidak bisa didasarkan hanya dari satu aspek saja, tetapi merupakan kumpulan dari seluruh keluhan yang dirasakan. Untuk itu obyek penelitian dapat dibagi dua, yaitu: 1.
Kadar merkuri dalam tubuh - dalam darah; - pada rambut.
2.
Gejala yang dapat dilihat secara fisik - gangguan sistem saraf; - iritasi kulit; - disfungsi ginjal; - fungsi otak - tremor; - lekas marah; - rasa malu berlebihan.
Tabel 1.
gangguan penglihatan dan pendengaran; gangguan daya ingat; dosis tinggi - garis biru pada gusi; - gigi tanggal.
Tabel 3 menunjukkan nilai konsentrasi merkuri dari percontoh yang diteliti di Teluk Buyat. Dapat terlihat bahwa konsentrasi merkuri dalam darah dan rambut penduduk Teluk Buyat belum mencapai taraf yang berbahaya. Karena merkuri adalah zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, maka secara normal seharusnya tidak ada dalam tubuh. Sehingga, sekecil apa pun kadarnya, jika telah terkontaminasi merkuri, harus diwaspadai, karena akan berdampak pada kesehatan. Berdasarkan sifatnya yang akumulatif, kadar total merkuri dalam darah seseorang dapat bertambah, dan pada dosis tinggi dapat menimbulkan gejala penyakit Minamata.
6.
PENGELOLAAN PENCEMARAN MERKURI
Diperlukan pengelolaan yang baik untuk menekan laju pencemaran merkuri. Penekanan pencemaran merkuri di daerah penambangan emas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mencegah dan
Konsentrasi merkuri di Teluk Buyat
No
Uraian
1 2
-
Total merkuri dalam darah Total merkuri di rambut
Nilai / Keterangan 9,51 - 23,9* 2,65**
Satuan µg/l µg/g
Sumber : * Pusat Kajian Resiko dan Keselamatan Lingkungan (Puska RKL), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia, 29 Juli 2004 ** National Institute for Minamata Disease Japan, 6 Agustus 2004.
Tabel 2.
Standar kandungan merkuri menurut ICPS
Uraian
Nilai/keterangan
Total merkuri dalam darah* Total merkuri dalam darah Total merkuri di rambut Total merkuri di air ** Sumber Keterangan
8 200 - 500 50 - 125 0.001
Satuan µgr/L µgr/L µgr/gr mg/L
: IPCS (International Programme on Chemical Safety) : * menunjukkan nilai rata-rata, sedangkan yang lainnya adalah batas minimum terjadinya penyakit Minamata **KepMenKes No. 907/MenKes/SK/VII/2002
Studi Evaluasi Proses Amalgamasi Emas terhadap Kesehatan Masyarakat ... Marsen Alimano dan Selinawati TD
29
Tabel 3.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nilai konsentrasi merkuri
Uraian Total merkuri dalam darah Total merkuri dalam darah***** Total merkuri di rambut Total merkuri di air Gangguan sistem saraf Iritasi kulit Disfungsi kulit Fungsi otak (tremor) Fungsi otak (lekas marah) Fungsi otak (rasa malu berlebihan) Gangguan penglihatan dan pendengaran Gangguan daya ingat Garis biru pada gusi (dosis tinggi) Gigi tanggal (dosis tinggi)
Nilai Standar *** 8 50 - 125 0,001**** Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Percontoh 9,51 - 23,9* 9,5 1- 23,9* 2,65** 0,014 t.a.d Ya t.a.d t.a.d t.a.d t.a.d Ya t.a.d t.a.d t.a.d
Satuan µgr/L µgr/L µgr/gr mg/L -
Sumber
: * Pusat Kajian Resiko dan Keselamatan Lingkungan (Puska RKL), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Indonesia, 29 Juli 2004 **National Institute for Minamata Disease Japan, 6 Agustus 2004 ***IPCS (International Programme on Chemical Safety) ****KepMenKes No. 907/MenKes/SK/VII/2002 Keterangan : *****Batas minimum terjadinya penyakit Minamata t.a.d : tidak ada data
memperbaiki. Dalam upaya pencegahan dapat digunakan teknologi pengolahan mineral yang tidak menggunakan bahan merkuri, diantaranya dengan menggunakan thiosulfat yang ramah lingkungan karena tidak beracun dan bersifat biodegradable. Untuk kondisi lingkungan yang telah tercemari merkuri, upaya yang dilakukan adalah penyehatan kembali lingkungan. Caranya dengan memindahkan sedimen yang mengandung merkuri tinggi kemudian diisolasi. Hal ini pernah dilakukan Jepang terhadap kawasan Minamata. Alternatif lain adalah dengan remediasi secara biologis yang disebut fitoremediasi dengan menggunakan tumbuhan yang dapat menyerap metil merkuri, contohnya eceng gondok (Eichornia crassipes). Cara ini relatif murah dan memungkinkan sumber pencemar didaur ulang. Kelemahannya, proses alami ini relatif lambat dalam mereduksi polutan. Mengatasi pencemaran merkuri dengan bakteri juga dimungkinkan karena ada bakteri yang dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang mengandung merkuri dalam konsentrasi tinggi, contohnya Pseudomonas fluorescens, Staphylococcus aureus, dan Bacillus sp.
7. 7.1
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
–
Kandungan merkuri di dalam tubuh penduduk Teluk Buyat, baik rambut maupun darah, masih belum melebihi standar terjangkitnya penyakit Minamata.
–
Pengujian tingkat pencemaran merkuri tidak dapat hanya dengan pengukuran kandungannya di badan air atau dalam tubuh saja, tetapi juga perlu dilihat keadaan tubuh secara keseluruhan seperti kejang-kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran, dan lain-lain.
–
Sifat dari merkuri adalah terakumulasi secara permanen di dalam tubuh maupun badan air, maka pengelolaan merkuri secara lebih baik sangat diperlukan.
7.2 –
Saran Sifat dari merkuri adalah terakumulasi secara
Studi Evaluasi Proses Amalgamasi Emas terhadap Kesehatan Masyarakat ... Marsen Alimano dan Selinawati TD
30
permanen di dalam tubuh maupun badan air, maka pengelolaan dari bahan merkuri secara lebih baik sangat diperlukan walaupun kandungannya saat ini belum sampai pada tingkat yang membahayakan. –
Pertambangan oleh rakyat sangat penting ditertibkan dengan membentuk pertambangan rakyat (WPR) untuk memudah- kan pengendalian dan pengontrolan.
–
Aktifitas pertambangan harus dilarang bila dekat dengan perkampungan penduduk.
–
Sebaiknya dilakukan substitusi penggunaan merkuri pada proses pengolahan emas.
–
Perlu dibuat petunjuk sistem pembuangan limbah untuk aktifitas pertambangan.
Studi Evaluasi Proses Amalgamasi Emas terhadap Kesehatan Masyarakat ... Marsen Alimano dan Selinawati TD
wilayah
31
DAFTAR PUSTAKA Anonim. Bahaya Logam Berat Dalam Makanan, 2005. http://www.orienta.co.id/kesehatan/ beritasehat/detail.php?id=8248&PHPSESSID =1744c65be8ec0b958b9635f8f843157c. Lasut, M. T., 2000. Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Aktifitas Tambang, Lokakarya Kebijakan Pertambangan di Propinsi Sulawesi Utara pada Era Otonomisasi. Ndra. Minamata, Akibat Industri Tak Berwawasan Lingkungan, 2004. m a i n / m o d . p h p ? m o d = p u b l i s h e r & o p = viewarticle&artid=
http://www.solid.or.id/
Selinawati and Ngurah Ardha, 2003. Study on Mer- cury Lost and Its Concentration from Artisanal Gold Mining in Indonesia, Buletin tekMIRA, No. 29.
Studi Evaluasi Proses Amalgamasi Emas terhadap Kesehatan Masyarakat ... Marsen Alimano dan Selinawati TD
32