EVALUASI PENGENAAN KEBIJAKAN PPH FINAL PADA UMKM
Abstrak Berdasarkan Skema ketentuan mengenai PPh Final dalam PP 46 dan batasan kriteria menurut UU No. 20 Tahun 2008, UMKM akan dipungut 1 persen dari omset. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilihat dari simulasi perbandingan perhitungan tarif yang digunakan,sebaran profit margin, kontribusi UMKM terhadap PDB serta aspek administratif, bahwa peruntukan PP tersebut kurang tepat jika ditujukan kepada UMKM. Dan jika hal tersebut memberatkan UMKM nantinya berpengaruh terhadap keberlangsungan jumlah tenaga kerja UMKM
A. Pendahuluan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia memiliki peran penting dalam pergerakan roda perekonomian. Ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia beberapa tahun lalu. Usaha Kecil dan Menengah terbukti memiliki daya tahan dan mampu menjadi penyangga perekonomian bangsa. Karena jumlah yang besar dan peran yang cukup signifikan pada perekonomian dan masih tingginya sektor informal yang belum terjangkau sistem perpajakan, menjadikan UMKM sebagai fokus atau target pengenaan pajak dalam menghadapi tantangan penerimaan dari sektor perpajakan ditahun 2015. Dengan dikeluarkannya kebijakan mengenai ketentuan pajak penghasilan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013, dimana PP tersebut menjelaskan usaha yang diterima dengan peredaran bruto (omset) yang tidak melebihi Rp.4,8 miliar dalam 1 tahun akan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Walaupun Pada PP tersebut tidak secara eksplisit UMKM Namun dari skema pajak PP 46 dan berdasarkan batasan criteria menurut UU No. 20 Tahun 2008. UMKM akan dipungut 1 persen dari omset. Berdasarkan hal terebut diatas, perlu adanya evaluasi atas pelaksanaan kebijakan pajak peghasilan yang terkait dengan usaha UMKM apakah peruntukkannya telah sesuai dengan yang dipaparkan pada PP 46 yang nantinya dibahas dalam bagian analisa ini
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 51
B. Pengenaan Pajak terhadap UMKM Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro. Kecil dan Menengah bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha yang dilakukan orang perorangan atau badan usaha dengan peredaran maksimum Rp. 50 miliar dalam setahun1 Seperti yang kita ketahui bahwa perkembangan UMKM hampir dikatakan tidak pernah mengalami penurunan hal ini dapat dilihat dari jumlah UMKM setiap tahunnya bertambah terus walaupun dengan persentase yang kecil. Pada tahun 2011-2012 jumlah UMKM mengalami peningkatan sebesar 2,4% yaitu dari 55.211.396 unit usaha pada tahun 2011 menjadi 56.539.560 unit usaha pada tahun 2012.2 Gambar 1. Kontribusi UMKM Terhadap PDB Nasional
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM,2014
Karena jumlah yang besar dan peran kontribusi UMKM yang besar pada perekenonomian nasional tersebut, seharusnya juga berpotensi untuk meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Dengan dikeluarkannya PP 46 tahun 2013 yang mengatur bahwa penghasilan dari usaha yang diterima dengan peredaran bruto (omset) yang tidak melebihi Rp.4,8 miliar dalam 1 tahun akan dikenai Pajak Penghasilan yang
Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) bahwa Usaha Mikro usaha dengan peredaran bruto maksimal Rp. 300 juta,Usaha Kecil usaha dengan peredaran bruto >Rp.300juta-Rp.2,5Miliar dan usaha menengah usaha dengan peredaran bruto >Rp.2,5Miliar-Rp.50 Miliar 2 Kementerian Koperasi dan UKM,2014 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 52 1
bersifat final Pengenaan PPh yang bersifat final artinya setelah pelunasan PPh 1 persen dari peredaran bruto setiap bulan, maka kewajiban pajak atas penghasilan tersebut telah dianggap selesai Walaupun Pada PP tersebut tidak secara eksplisit UMKM Namun dari skema pajak tersebut dan berdasarkan batasan kriteria menurut UU No. 20 Tahun 2008. UMKM akan dipungut 1 persen dari omset. Selain itu salah satu alasan dikeluarkan kebijakan tersebut yaitu terkait pemungutan pajak menjadi sederhana, memberi kemudahan pada UKM dalam melakukan penghitungsn, penyetoran dan pelaporan pajak terutang. Perlakuan Khusus yang sudah ada untuk pengenaan pajak terhadap UMKM :3 UU No.36 Tahun 2008 (UU PPh) Pasal 31 E Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar mendapat fasilitas pengurangan tarif sebesar 50 persen dari tarif umum (Pasal 17 ayat (2) UU PPh) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar. Tarif PPh 25% 50% x 25% = 12,5% PKP dari omset s.d. Rp4,8 miliar berdasarkan Pembukuan dan koreksi Fiskal Tarif Pasal 31E UU PPh : 50% x 25% = 12,5% PKP(Penghasilan Kena Pajak) dari omset s.d. Rp4,8 miliar berdasarkan Pembukuan setelah koreksi fiskal Tarif PP 46 2013 : 1% x omset s.d. Rp 4,8 miliar. Final Pengenaan PPh dari peredaran bruto dengan tarif tertentu salah satu cara penerapan presumption taxation atau presumptive tax. Fiskus berwenang menyatakan bahwa WP mendapat penghasilan neto minimum sebesar persentase tertentu wajib untuk membayar pajak. Berikut simulasi perbandingan perhitungan pajak antara penggunaan tarif lama (Pasal 31E) dan tarif baru (PP 46/2013)
Disampaikan dalam Diskusi Pakar ” Optimalisasi Penerimaan Perpajakan UKM dan Ekonomi Lainnya” oleh Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI, tanggal 13 Agustus 2014 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 53 3
Tabel 1. Simulasi Perbandingan Perhitungan Pajak dengan Tarif Lama dan Tarif Baru Simulasi : PP 46 1% Omzet / th PPh WP Badan Mengacu UU PPh 36/2008 Pasal 31E PPh WP Orang Pribadi (OP) mengacu UU PPh 36/2008 Pasal 17 Laba 5%
50.000.000
Laba 10%
PP 46 WP Badan
1% x 1 M 12,5% x 50 juta
10.000.000 6.250.000
WP OP
5% x 50 juta
1% x 1 M 12,5% x 50 juta 5% x 50 juta 15% x 50 juta Total
Kesimpulan
Tarif Baru Badan dan OP Dirugikan,
Negara Diuntungkan
Laba 20% PP 46 WP Badan WP OP Kesimpulan
2.500.000
1% x 1 M 12,5% x 50 juta 5% x 50 juta 15% x 150 juta Total
200.000.000 10.000.000 25.000.000 2.500.000 22.500.000 25.000.000
Tarif Baru Badan dan OP Diuntungkan ,Negara Dirugikan
1.000.000.000
100.000.000 10.000.000 12.500.000 2.500.000 7.500.000 10.000.000
Tarif Baru Badan Diuntungkan dan OP Sedikit Dirugikan ,Negara Dirugikan Laba 25% 1% x 1 M 12,5% x 50 juta 5% x 50 juta 15% x 200 juta Total
250.000.000 10.000.000 31.250.000 2.500.000 30.000.000 32.500.000
Tarif Baru Badan dan OP Diuntungkan ,Negara Dirugikan
Dilihat berdasarkan simulasi perbandingan Semakin kecil marjin laba yang diraup sebuah usaha, maka pelakunya harus membayar PPh lebih besar. Gambar 2. Sebaran Profit Margin UMKM Per sektoral
Sumber: Kementerian Keuangan, 20144
Pusat Kebijakan Pendapatan Negara-BKF Kementerian Keuangan(2014). “Kajian PPh Final UMKM_PKPN”. www.kemenkeu.go.id/.../Kajian%20PPh%20Final%20UMKM_PKPN.pdf 4
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 54
Jika dikaitkan antara simulasi perhitungan pajak dimana dengan profit margin dibawah 5% Negara diuntungkan dengan sebaran profit margin <=10% dalam hal ini pajak atas UMKM berdasarkan PP 46 memang diperuntukkan untuk usaha menengah dikarenakan profit margin dibawah 5% berada pada wilayah sebaran <=10%,dan komponen sebaran tersebut paling banyak berada di wilayah sektor usaha menengah. Gambar 3. Perkembangan Data Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM,2014
Berdasarkan perkembangan UMKM diatas diambil data untuk tahun 2012 sebagai contoh dan simulasi dasar perhitungan jumlah omset rata-rata UMKM pertahun. Tabel 2. Perhitungan Jumlah Omset Rata-Rata UMKM Pertahun
Mikro PDB (Rp Miliar)
2012 Kecil
Menengah
2.951.120,60
798.122,20
1.120.325,30
55.856.176
629.418
48.997
Rata-rata omset (Rp Miliar) 0,052834276 1,268032055 Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 2014 data diolah
22,86518154
Unit Usaha (Unit)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 55
Namun jika Berdasarkan perhitungan diatas dilihat dalam peredaran bruto yang dijelaskan pada PP 46 bahwa untuk rata-rata omset usaha menengah sebesar Rp. 22,8 Miliar tidak masuk dalam kriteria batasan pengenaan pajak tersebut Dan Jika diperhatikan dalam hal ini pemerintah justru memperuntukan pengenaan PPh tersebut kepada Usaha usaha mikro dan kecil karena omset dari usaha mikro dan kecil berada dibawah Rp.4,8 Miliar. C. Penutup Jika berdasarkan penjelasan dan analisa diatas, semakin kecil marjin laba yang diraup sebuah usaha, maka pelakunya harus membayar PPh lebih besar.Begitupun jika posisi usaha tersebut rugi, karena pengenaan PPh tersebut dihitung berdasarkan peredaran bruto/ omset bukan berdasarkan penghasilan neto. Selain itu, pemerintah perlu melakukan dan mempertimbangkan penerapan PP yang berdasarkan jumlah maksimal peredaran bruto yang memperuntukkan Usaha Menengah sebagai Objek Pajak padahal berdasarkan analisa perhitungan omset dari PDB tersebut justru yang sebenarnya diperuntukkan sebagai objek pajak adalah usaha mikro dan kecil. Dan dalam segi kegiatan administratif, kebijakan tersebut dirasa belum tepat,Karena ketidak berpihakan pemerintah terhadap UMKM hal ini terkait dengan tidak mendorongnya UMKM dalam mendapatkan akses pembiayaan perbankan disebabkan UMKM tidak menerapkan pembukuan. Oleh karena itu perlu usaha pemerintah untuk mengkaji ulang atas penerapan pelaksaan PP tersebut, karena jika hal tersebut memberatkan UMKM pengaruhnya terhadap keberlangsungan jumlah tenaga kerja, karena penyerapan jumlah tenaga kerja pada sektor UMKM cukup besar. Selain itu permasalahan tersebut baiknya dikembalikan kepada kebijakan sebelumnya yang pengenaan pajak atas UMKM berdasarkan tarif progresif dihitung dari besaran penghasilan neto dan umkm pun tetap menerapkan pembukuan untuk memudahkan akses pembiayaan.5 (ANA)
Disampaikan dalam Diskusi Pakar ” Optimalisasi Penerimaan Perpajakan UKM dan Ekonomi Lainnya” oleh Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN Setjen DPR-RI, tanggal 13 Agustus 2014 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 56 5