EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUN JENTIK BERKALA DI PUSKESMAS SIANTAN TENGAH Wenny Febriany, Hajimi dan Iswono Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mail:
[email protected]
Abstrak: Evaluasi Pelaksanaan Program Pemantauan Jentik Berkala di Puskesmas Siantan Tengah. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan pelaksanaan kegiatan pemantauan jentik berkala (PJB) yang dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2014 di Puskesmas Siantan Tengah. Hasil penelitian antara lain, yaitu telah terlaksana dan tersedianya tenaga, dana, sarana, perencanaan, pelaksanaan, penilaian, capaian program serta rencana tindak lanjut (RTL). Saran agar program PJB terlaksana secara optimal, lebih memfokuskan penambahan tenaga pelaksana, sarana dan prasarana, proses penyerapan dana serta pengawasan terhadap kader rutin dilaksanakan dan setiap kader serta petugas diberikan buku panduan pelaksanaan PJB dan mensosialisasikan kembali alur pelaporan tahunan ke Dinas Kesehatan Kota. Kata Kunci: Evaluasi, Pelaksanaan Kegiatan, Pemantauan Jentik Berkala. Abstract: Evaluation the Implementation of Monitoring Program at the Puskesmas Siantan Tengah. This research was conducted by descriptive method to describe implementation monitoring of larvae periodically (PJB) conducted in January through August 2014 in Puskesmas Siantan Tengah. The results of the research, among others, that has been accomplished and the availability of personnel, funds, facilities, planning, implementation, assessment, program achievements and the follow-up plan (RTL). Suggestions for program PJB implemented optimally, focus more additional executive personnel, facilities and infrastructure, the process of absorption of funds and supervision of cadres routinely held and each cadre and officers are given guidebooks the implementation of PJB and socialize back groove annual reporting to the City Health Office. Keywords: Evaluation, Implementation of Activities, Monitoring Periodic larva.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Pada sistem Kesehatan Nasional (SKN) disebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes RI, 2009). Salah satu tolak ukur keberhasilan Pembangunan Kesehatan adalah turunnya angka kesakitan dan angka kematian. Faktor penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan antara lain disebabkan karena masih tingginya insiden dan prevalance penyakit menular. Penyakit menular hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan terbesar
masyarakat Indonesia, termasuk di Kota Pontianak. Hal ini tercermin dari tingginya angka kejadian beberapa penyakit ke sarana pelayanan kesehatan seperti infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), TB Paru, Penyakit Diare, Thypoid dan Demam Berdarah Dengue. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (WHO, 2004). Penyakit DBD merupakan penyakit infeksi akut dan menular disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. 349
350 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.349 - 356
Timbulnya mendadak dan banyak mengakibatkan kematian bagi penderitanya, sehingga tidak mengherankan bila adanya penyakit ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Penyakit DBD ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara negara tropic dan subtropik, baik sebagai penyakit endemic maupun epidemic (Fathi, 2005). Menurut data WHO tahun 2004, antara tahun 1975 sampai tahun 1995, penyakit demam berdarah dengue terdeteksi keberadaanya di 102 negara dari 5 wilayah WHO, yaitu 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Mediterania Timur, dan 29 negara di Pasifik Barat. Seluruh wilayah tropis di dunia saat ini telah menjadi hiperendemis DBD dengan keempat serotipe virus secara bersama-sama di wilayah Amerika, Asia Pasifik, Afrika, Myanmar, Thailand dan Indonesia masuk kategori A, yaitu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah siklis terulang pada jangka waktu antara 3 sampai 5 tahun. Data sampai bulan Mei tahun 2005 di seluruh wilayah Indonesia tercatat 28.224 kasus dengan jumlah kematian 348 orang, hingga awal oktober tahun 2005, kasus DBD di 33 propinsi mencapai 50.196 kasus dengan 701 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,4 persen. Dari 33 propinsi di Indonesia, 12 diantaranya ditetapkan sebagai daerah KLB DBD, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kota Pontianak adalah ibu kota provinsi Kalimantan Barat. Pesatnya pertambahan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali serta tidak adanya kontrol nyamuk yang efektif di Kota Pontianak secara tidak langsung mengakibatkan juga pesatnya angka peningkatan dan penyebaran kasus DBD. Kota Pontianak yang merupakan salah satu daerah dengan angka kasus demam berdarah cukup tinggi di Kalimantan Barat. Hingga saat ini jumlah kasus demam berdarah dengue sebesar 428 orang dengan jumlah meninggal 2 orang. Kecamatan Pontianak Utara merupakan salah satu kecamatan di Kota Pontianak dengan kasus penyakit demam berdarah dengue yang meningkat setiap tahunnya dan keseluruhan kelurahanya merupakan daerah endemis
penyakit demam berdarah dengue. Kecamatan Pontianak Utara merupakan salah satu kecamatan yang menduduki peringkat kelima untuk jumlah penderita penyakit demam berdarah dengue (Dinkes Kota Pontianak, 2013). Berbagai upaya yang dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian serendah mungkin, perlu dilakukan berbagai upaya pemberantasan penyakit menular dan upaya penyehatan Lingkungan (Blum, 1974). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya penyakit DBD salah satunya dengan program pemantauan jentik berkala sesuai Peraturan Kemenkes No.581/Menkes/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit DBD. Selama ini upaya yang sudah dilakukan antara lain dengan pemutusan rantai nyamuk penularan denga cara fogging focus, penaburan larvasida, dan pemantauan jentik berkala. Sampai saat ini obat membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit DBD belum tersedia, oleh karena itu upaya paling tepat untuk menanggulangi adalah pemeriksaan jentik nyamuk Ae. aegypti yang dilakukan setiap bulan dengan pemeriksaan jentik nyamuk Ae. Aegypti di tempat penampungan air bersih pada bangunan rumah atau tempat-tempat umum dilakukan oleh kader dan petugas sehingga dapat diketahui keadaan populasi jentik nyamuk Ae. aegypti. Keberadaan jentik di suatu wilayah dapat diketahui dengan indicator Angka Bebas Jentik (ABJ). Angka Bebas Jentik (ABJ) merupakan prosentase rumah/tempat-tempat umum yang tidak ditemukan jentik (Depkes RI, 1992). Target yang ditetapkan secara nasional, yaitu ABJ > 95%. Kegiatan ini termasuk memotivasi masyarakat dengan kunjungan yang berulangulang disertai penyuluhan diharapkan masyarakat dapat melaksanakan PJB secara teratur dan terus menerus. Adapun berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pontianak tahun 2012, program pemantauan jentik berkala yang telah dilaksanakan di Puskesmas Siantan Ttengah didapatkan cakupan target dari program PJB ini masih kurang dari 95% dengan perhitungan, dari 6.974 jumlah bangunan yang terdata di kelurahan Siantan Tengah, 517 (7,41%) bangunan yang diperiksa jentik, dan hanya 260 bangunan/rumah (50,29%) bebas jentik.
Wenny, dkk, Evaluasi Pelaksanaan Program Pemantauan... 351
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan observasi dan kuisoner. Pendekatan observasi dan kuisioner, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan pengamatan langsung sebagai penelitian terhadap pelaksanaan Program PJB di Puskesmas Siantan Tengah tahun 2013. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu dengan mengevaluasi pelaksanaan program PJB. Data-data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi berdasarkan hasil pelaksanaan program PJB di Puskesmas Siantan Tengah. HASIL Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pelaksanaan Program PJB tahun 2012 adalah 50,29% dan tahun 2013 adalah 64,2%. ABJ di Puskesmas Siantan Tengah ini belum mencapai target nasional yang ditetapkan yaitu lebih besar atau sama dengan 95. Berdasarkan input program PJB siantan Tengah dukungan sumber daya manusia (tenaga) dalam pelaksanaan kegiatan PJB di Puskesmas Siantan Tengah dilaksanakan oleh 1 orang petugas lulusan Diploma 3 (D3) Kesehatan Lingkungan yang bertanggung jawab atas kegiatan PJB dibantu oleh petugas puskesmas yang dijadwalkan setiap pelaksanaan kegiatan berjumlah 1-2 orang petugas dan juga dibantu oleh 10 orang kader. Anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan PJB tahun 2013 didapatkan dari APBD. Jumlah dana yang terealisasi tahun 2013 adalah Rp 21.600.000 dimana kegiatan yang terlaksana untuk kader selama 9 kali dari bulan febuari hingga oktober 2013, sedangkan pada petugas dilaksanakan setiap bulan selama 1 tahun. Honor yang diterima oleh kader setiap pelaksanaan yaitu Rp.75.000 dan petugas setiap pelaksanaan mendapatkan honor Rp.80.000. Sarana yang ada untuk program PJB, yaitu terdiri dari senter 8 buah, baterai 20 buah, blangko dan alat tulis serta larvasida atau abate. Hasil pelaksanaan berdasarkan Proses kegiatan PJB diketahui bahwa perencanaan kegiatan sesuai juklak/juknis yaitu setiap 1 bulan. Pelaksanaan kegiatan PJB berdasarkan waktu/jadwal yang ditentukan terlaksana sesuai juklak/jukni, akan tetapi pelakasanaan yang terjadwalkan tidak sesuai hari yang
terjadwalkan dikarenakan keterbatasan waktu kader. Penilaian kegiatan laporan sesuai juklak/juknis dimana laporan diisi sesuai format pelaporan yang ada, akan tetapi penilaian yang seharusnya dibuat secara bulanan, triwulan, semester dan tahunan hanya ada laporan triwulan saja. Pengamatan tentang output kegiatan PJB yang telah dilakukan tahun 2013 sesuai prosedur juklak/juknis. Dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan program PJB ini dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan terlaksana sesuai prosedur juklak/juknis. Perencanaan terjadwalkan setiap 1 (satu) bulan sekali. Pelaksanaan kegiatan juga berdasarkan prosedur juklak/juknis. Kader dan Petugas diberikan pelatihan dan keterampilan secara lisan sebelum melaksanakan tugas. Akan tetapi kader dan petugas tidak dibekali buku panduan (tata cara juklak/juknis) dalam melaksanakan tugas. Pada penilaian kegiatan sesuai prosedur juklak/juknis. Penilaian dalam bentuk laporan tertulis secara periodik (bulanan, triwulan, semester, tahunan). Hasil penelitian pada komponen outome, yaitu dilihat dari kelengkapan laporan kegiatan proses pelaksanaan PJB yang telah dilakukan di Puskesmas Siantan Tengah tahun2013. PEMBAHASAN Input Dukungan tenaga sumber daya manusia (tenaga) pelaksanaan kegiatan pemantauan jentik berkala di Puskesmas Siantan Tengah seperti penjelasan di atas dilaksanakan oleh petugas dan kader. Wilayah Puskesmas Siantan terdiri dari Kelurahan Siantan Tengah yang memiliki luaswilayah 1.370 Ha terdiri dari 26 RW dan 107 RT. Di Puskesmas Siantan tengah terdapat 1 orang penanggung jawab dengan dibantu 2 petugas puskesmas tiap pelaksanaan kegiatan yang merangkap program lain dan dibantu oleh 10 orang kader. Dukungan sumber daya manusia di atas tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Kepmenkes RI nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan DBD dan Keputusan dirjen PPM dan PLP Depkes RI nomor 914-1/1992 tentang Petunjuk Teknis Pemberantasan DBD adalahtenaga pelaksana minimal berjumlah 3 petugas puskesmas dan dibantu kader/RW kelurahan yang telah mengikuti pelatihan jumantik (juru pemantau jentik). Dinas
352 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.349 - 356
Kesehatan Kota Pontianak telah menunjuk sumber daya manusia di puskesmas adalah petugas sanitarian dengan syarat telah mengikuti pelatihan pemantauan jentik berkala yang dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kota Pontianak, sedangkan kader aktif yang melaksanakan kegiatan juga mengikuti pelatihan yang diberikan oleh penanggung jawab kegiatan. Menurut Depkes RI tahun 2004 kader aktif adalah orang yang direkrut dari masyarakat untuk melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta menggerakan masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD. Rendahnya ABJ di Kelurahan Siantan Tengah dibawah target nasional, yaitu > 95% mengindikasikan bahwa kinerja kader dalam pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk masih belum maksimal, salah satu faktor rendahnya ABJ adalah pergantian kader dengan masa kerja yang tidak bisa ditentukan dan tingkat pendidikan kader sebagian besar tingkat pendidikan menengah. Menurut Purwanto (2005) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan lebih rasional dan kreatif serta terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan dan dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai pembaharuan.Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar dan menurut Sastrohadiwiryo (2002) yang mengatakan semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh sebaliknya semakin singkat orang bekerja, maka semakin sedikit pengalaman yang diperolehnya Pengalaman bekerja banyak memberikan keahlian dan keterampilan kerja.Terbatasnya jumlah petugas dan kader dalam pelaksanaan kegiatan dapat menjadi penyebab tidak berhasilnya program PJB. Agar program PJB dapat berfungsi dan berjalan secara optimal maka dibutuhkan tenaga kerja minimal 3 orang petugas pelaksana yang tidak merangkup dan kader/perkelurahan disesuaikan dengan jumlah RW yang ada dan kader dengan masa kerja lebih lama lagi. Pelaksanaan PJB ini memang terpenuhi secara kuantitas, namun adanya tenaga kerja yang merangkap programlainnya menjadikan pelaksanaan program PJB belum dapat terlaksana secara meyeluruh dan optimal. Kegiatan pemantauan jentik berkala tahun 2013 yang bersumber dari dana APBD
Dinas Kesehatan Kota Pontianak, yaitu jumlah dana keseluruhan adalah Rp 21.600.000. Meskipun tersedia dana yang cukup, tetapi birokrasinya sulit sehingga proses pencairan dana telat dan akhirnya proses kegiatan menjadi terlambat. Untuk dana APBD Kota Pontianak, pada penyerapan dana penanggulangan DBD pengelola program harus mengusulkan penarikan dana kepada pembantu pemegang kas (PPK), selanjutnya PPK ke pemegang kas (PK) dan PK ke Pemda berdasarkan perkiraan jumlah kasus dan penanggung jawab program yang ada di puskesmas harus mengusulkan laporan pertanggung jawaban kegiatan yang telah dilaksanakan barulah penyerapan dana cair. Padahal untuk melaksanakan pemantauan jentik berkala harus rutin dilaksanakan untuk memutus mata rantai perkembangbiakan vektor DBD. Sebagai solusi menurut penelitian sebelumnya untuk proyeksi anggaran tahun mendatang. Untuk Dinas Kesehatan Kota Pontianak apabila diprediksi akan terjadi lonjakan kasus DBD perlu dipertimbangkan menyampaikan usulan kepada Pemerintah Daerah Kota pendanaan untuk keadaan darurat sebagaimana diatur dalam Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Daerah. Di dalam peraturan tersebut pada halaman 58 bagian ke lima ayat 2 menyatakan bahwa keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya di usulkan dalam rancangan pembahasan APBD. Kemudian pada ayat 3 menyebutkan bahwa pendanaan keadaan darurat yang belum tersedia anggarannya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat menggunakan belanja tidak terduga dan penyerapan dana untuk puskemas lebih dipermudah. Tersedianya sarana untuk pelaksanaan program PJB berupa alat dan bahan yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatanyang terdiri senter berjumlah 8 buah, baterai 20 buah, blangko (form), alat tulis, dan larvasida (abate). Berdasarkan jumlah tenaga yang melaksanakan tugas lebih banyak daripada sarana yang dibutuhkan, seharusnya sarana seperti senter harus berjumlah lebih dari 8 buah dengan penambahan baterai lebih banyak lagi, misalnya tenaga yang ada dengan 2 orang petugas puskesmas dan 10 orang kader jadi senter yang dibutuhkan sebanyak 12 buah atau lebih. Sarana pelaksanaan masih tidak memadai jumlahnya dikarenakan jumlahnya sangat terbatas. Untuk lebih mempermudahkan berjalannya proses
Wenny, dkk, Evaluasi Pelaksanaan Program Pemantauan... 353
pelaksanaan pemantauan jentik berkala maka pihak terkait lebih meningkatkan lagi kualitas (jumlah) alat dan bahan yang akan digunakan. PROSES Ada perencanaan kegiatan pemantauan jentik berkala tahun 2013, yaitu penanggung jawab telah menjadwalkan pelaksanaan sesuai prosedur juklak/juknis. Pelaksanaan program kegiatan PJB yang terjadwalkan sesuai juklak juknis, yaitu setiap 1 (satu) bulan seperti disyaratkan dalam Kemenkes RI nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 bahwa pemeriksaan jentik berkala setiap satu (1) bulan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD dan penyuluhan langsung ke masyarakat.Menurut Depkes RI tahun 2007 dengan adanya kegiatan pemantauan jentik berkala dan upaya pemberantasan sarang nyamuk untuk menurunkan populasi nyamuk penular demam berdarah dengue (Ae. Aegypti) serta jentiknya. Peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah yang dilakukan secara berkala dan terusmenerus merupakan indikator keberhasilan PSN DBD. Kegiatan ini memotivasi masyarakat dalam memperhatikan tempattempat yang potensial sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD sehingga mencegah terjadinya KLB penyakit DBD. Pelaksanaan kegiatan dilakukan berdasarkan waktu/jadwal yang ditentukan, yaitu setiap 1 (satu) bulan sekali. Pada tahun 2013 pelaksanaan kegiatan PJB terlaksana setiap 1 (satu) bulan sekali, ini dapat terlihat dari hasil kegiatan yang dapat dilihat di lampiran 4, akan tetapi tidak sesuai hari yang terjadwalkan dikarenakan keterbatasan waktu kader. Kader dan petugas membantu menggerakan masyarakat melakukan PJB setiap pelaksanaan saja. Kegiatan PJB yang telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur (juklak/juknis). Kader dan petugas diberikan pelatihan dan keterampilan sebelum melaksanakan tugas secara lisan. Akan tetapi kader dan petugas tidak dibekali buku panduan (tata cara juklak/juknis) dalam melaksanakan kegiatan PJB. Pelaksanaan yang tidak sesuai waktu mengakibatkan belum optimalnya kegiatan pemeriksaan jentik berkala disebutkan pada keputusan Menkes RI nomor 1091/MENKES/SK/X/2004 tentang petunjuk teknis standar pelayanan minimal (SPM) bahwa
salah satu langkah pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD adalah PJB dilakukan secara rutin, yaitu 1 (satu) bulan sekali tiap desa/kelurahan endemis dan pelaksanaan kegiatan dilakukan berdasarkan prosedur juklak/juknis. Adapun dalam pelaksanaan kegiatan kader dan petugas juga sering menghadapi situasi yang tidak nyaman dan tidak kondusif. Sering ditemukan terutama adanya penolakan dari pihak pemilik rumah yang akan dilakukan pemeriksaan dikarenakan kurangnya kesadaran mereka akan bahaya penyakit demam berdarah jadi mereka menganggap kader dan petugas hanya sebagai mengganggu dirumah mereka. Untuk itu perlunya pengetahuan dengan penyuluhan terus-menerus kepada masyarakat sehingga masyarakat termotivasi dan lebih aktif lagi dalam kegiatan pemantauan jentik berkala. Laporan kegiatan PJB yang telah dilaksanakan dibuat tertulis secara periodik, yaitu laporan triwulan, namun tidak dibuat laporan bulanan,semester dan tahunan. Laporan triwulan di susun oleh penanggung jawab kegiatan pemantauan jentik berkala. Secara teoritis penilaian kegiatan dalam bentuk laporan tertulis secara periodik (bulanan, triwulan, semester, tahunan), pengisian laporan tertulis yang lengkap, dan penyimpanan laporan tertulis dengan baik dan benar. Pencatatan dan pelaporan terhadap program yang sedang berjalan juga dirasa kurang optimal. Pencatatan dilakukan secara periodik hanya setiap triwulan. Dengan adanya pencatatan dan pelaporan pada tiap-tiap periode diharapkan dapat membantu mengidentifikasi masalah yang muncul saat berjalannya program agar dapat segera ditindaklanjuti. OUTPUT Berdasarkan lampiran menunjukan bahwa penyebab masalah pelaksanaan kegiatan pemantauan jentik berkala di Puskesmas Siantan Tengah ABJ hanya 50,29%. Keberadaan jentik di suatu wilayah dapat diketahui dengan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ). Angka Bebas Jentik (ABJ) merupakan prosentase rumah/tempat-tempat umum yang tidak ditemukan jentik. Target yang ditetapkan secara nasional, yaitu ABJ > 95%. Puskesmas Siantan Tengah target capaian PJB tahun 2012 hanya 50,29 % bebas jentik dimana jumlah rumah/bangunan yang ada tahun 2012 ada 6.974 dan jumlah rumah/bangunan yang
354 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.349 - 356
diperiksahanya 2.639 dan rumah/bangunan yang bebas jentik 1.890 atau 50,29 persen, sedangkan PJB tahun 2013, Kelurahan Siantan Tengah jumlah rumah/bangunan yang ada sama seperti tahun sebelumnya, yaitu berjumlah 6.974 dan jumlah rumah/bangunan yang diperiksa 3665 (52,6%) dan 2.354 (64,2%) rumah yang bebas jentik. Depkes RI (2007) menyatakan bahwa berbagai upaya pemberantasan demam berdarah telah dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan meliputi promosi kesehatan tentang seleksi pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko demam berdarahserta kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor terkait. Upaya-upaya terusmenerus dan berkesinambungan untuk melaksanakan promosi kesehatan dari tingkat pusat sampai dengan tingkat operasional di puskesmas kota maupun desa. Upaya ini dilakukan dengan mengoptimalkan kinerja dari berbagai pihak yang berkepentingan (stake holder) sebagai penggerak PSN dan fasilitasi sumber daya tenaga. Ukuran keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Diharapkan nantinya masyarakat mampu mandiri dengan melaksanakan PSN, pemeriksaan dan pemusnahan jentik ditempattempat perkembangbiakan nyamuk Ae. Aegypti lingkungan rumah, lingkungan sekitar.
merangkap berbagai program. Kader yang tidak dapat diketahui masa kerjanya. Untuk itu perlunya menambah tenaga pelaksana program yang tidak merangkap program lain (kader/petugas kesehatan) serta penanggung jawab lebih rutin melakukan pemantauan berkala denganpengawasan yang dilakukan dapat berupa aturan-aturan yang sifatnya mengikat karena pada kenyataannya di Puskesmas Siantan Tengah tiap petugas kesehatan memegang lebih dari 1 (satu) program puskesmas dan 10 kader dengan masa kerja lebih singkat > 1 bulan. Hal tersebut harus segera diintervensi lebih lanjut supaya tiap program-program yang ada di Puskesmas dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga program PJB yang akan datang terlaksana lebih efisien sehingga pelaksanaan program PJB dapat terlaksana secara meyeluruh dan optimal. Dana Tersedianya dana anggaran kegiatan pemantauan jentik berkala yang cukup berasal dari APBD Dinas Kesehatan Kota Pontianak akan tetapi, penyerapan dana dan birokrasinya sulit sehingga proses pencairan dana telat dan akhirnya proses kegiatan menjadi terlambat. Untuk itu Pemerintah Kota Pontianak perlu meninjau kembali proses penyerapan dana sehingga pelaksanaan PJB berjalan dan menurunkan angka kesakitan akibat DBD. Sarana
Rencana Tindak Lanjut (RTL) Berhasil tidaknya pelaksanaan program pemantauan jentik berkala adalah sebagai penentuan prioritas pencegahan dan pemberantasan sarang nyamuk DBD. Adapun rencana tindak lanjut (RTL) berdasarkan faktor input, process, ouput, dan outcome adalah sebagai berikut: Input
Tenaga Berdasarkan sumber daya manusia (tenaga) yang ada di Puskesmas Siantan Tengah jumlah pelaksana program PJB yang tidak cukup. Puskesmas Siantan Tengah hanya memiliki dua (2) orang petugas sanitarian. Untuk program PJB yang bertanggung jawab atas kegiatan dan pelaksana kegiatanjuga
Tersedianya sarana yang digunakan pada program PJB di Puskesmas secara kuantitas mencukupi. Akan tetapi secara kualitas sarana yang dibutuhkan program PJB tidak mencukupi. Puskesmas hanya memiliki jumlah alat seadanya, yaitu senter hanya 8 buah dengan jumlah tenaga pelaksana lebih dari 13 orang. Secara visual setiap pelaksanaan kegiatan PJB membutuhkan senter untuk mengetahui jentik terutama pada tempat (wadah) yang gelap. Untuk itu perlunya penyediaan sarana yang cukup demi terlaksananya program sehingga angka bebas jentik di wilayah Puskesmas Siantan Tengah mencapai target secara nasional, yaitu ABJ > 95%. Proses Perencanaan
Wenny, dkk, Evaluasi Pelaksanaan Program Pemantauan... 355
Adanya penjadwalan kegiatan PJB tahun 2013 menunjukan bahwa pelaksanaan pemantauan jentik berkala terlaksana sesuai juklak/juknis. Akan tetapi kenyataannya kader tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh penanggung jawab kegiatan sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai waktu pelaksanaan yang terjadwalkan. Banyak kader tidak aktif melaksanakan kegiatan PJB dengan alasan sibuk, sakit, tidak sempat PJB. Untuk itu kader, petugas lebih aktif lagi dalam pelaksanaan kegiaitan PJB dan penanggung jawab melakukan evaluasi program PJB secara berkala. Dengan evaluasi, semua kendalakendala yang ada dapat diperbaiki sehingga pelaksanaan PJB periode selanjutnya akan lebih baik sehingga angka kesakitan DBD pun dapat berkurang di masyarakat. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan PJB di Puskesmas Siantan Tengah berdasarkan juklak/juknis, yaitu setiap 1 (satu) bulan sekali. Kader dan petugas diberikan pelatihan dan keterampilan sebelum melaksanakan tugas secara lisan. Akan tetapi kader dan petugas tidak dibekali buku panduan (tata cara juklak/juknis) dalam melaksanakan kegiatan PJB. Untuk itu agar program PJB terlaksana dengan baik maka setiap pelaksanaan kegiatan PJB kader dan petugas diberikan buku panduan pelaksanaan kegiatan. Penilaian Penilaian kegiatan dalam bentuk laporan tertulis secara hanya triwulan tidak dalam pencatatan dan pelaporan yang lengkap. Untuk itu perlunya pencatatan dan pelaporan pada tiap-tiap periode diharapkan dapat membantu mengidentifikasi masalah yang muncul saat berjalannya program agar dapat segera ditindaklanjuti sehingga proses pemantauan jentik berkala dapat di evaluasi untuk perbaikan program PJB selanjutnya. Output Kegiatan pelaksanaan program pemantauan jentik berkala berdasarkan prosedur juklak/juknis secara kuantitas memenuhi. Akan tetapi secara kualitas dan keadaan yang real di lapangan proses kegiatan PJB masih mengalami hambatan baik dari pelaksana hingga sarana dan prasarana. Target
capaian PJB tahun 2012 ABJ hanya 50,29% dimana jumlah rumah yang ada tahun 2012 berjumlah 6.974 dan jumlah rumah/bangunan yang diperiksa hanya 2.639 dan rumah/bangunan yang bebas jentik 1.890 (50,29%), sedangkan PJB tahun 2013 Kelurahan Siantan Tengah jumlah bangunan yang ada sama seperti tahun sebelumnya, yaitu berjumlah 6.974 dan jumlah rumah/bangunan yang diperiksa 3665 (52,6%) dan 2.354 (64,2%) rumah yang bebas jentik. Untuk itu target program PJB yang dicapai belum memenuhi ABJ secara nasional, yaitu ABJ > 95%. SIMPULAN Masukan (input) kegiatan PJB Pelaksanaan kegiatan PJB sesuai juklak/juknis, sumber daya manusia (tenaga) tidak mencukupi yaitu hanya ada 1 orang penanggung jawab kegiatan dengan dibantu 10 kader, dana kegiatan mencukupi, akan tetapi penyerapan dana sulit, sarana yang ada tidak mencukupi karena jumlah petugas pelaksana lebih banyak daripada sarana yang ada. Proses (process) kegiatan PJB Perencanaan kegiatan terlaksana sesuai juklak/juknis,pelaksanaan terjadwalkan. (a) Pelaksanaan kegiatan terlaksana sesuai juklak/juknis, tata laksana program PJB dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan, akan tetapi pelaksanaan tidak dilaksanakan sesuai waktu penjadwalan kegiatan. (b) Penilaian kegiatan pemantauan jentik berkala sesuai juklak/juknis. Laporan kegiatan pemantauan jentik berkala dilaksanakan dibuat tertulis secara periodik hanya laporan triwulan. Keluaran (Output) kegiatan PJB Hasil kegiatan program pemantauan jentik berkala terlaksana sesuai prosedur juklak/juknis. Hanya saja masih terdapat kendala dan hambatan seperti tenaga pelaksana yang belum mencukupi serta keterbatasan waktu kader, penyerapan dana yang sulit, sarana yang juga tidak mencukupi, padatnya bangunan sekitar serta kurangnya kerjasama masyarakat terhadap program PJB menyebabkan pelaksanaan kegiatan PJB belum mencapai target yang ditentukan secara nasional.
356 Sanitarian, Volume 8 Nomor 3, Desember 2016, hlm.349 - 356
Rencana Tindak Lanjut (a) Tenaga Tenaga yang ada di Puskesmas Siantan Tengah belum mencukupi sehingga perlunya penambahan tenaga pelaksanaan kegiatan PJB serta adanya koordinasi penanggungjawab dengan petugas lainnya. (b) Dana yang tersedia mencukupi, akan tetapi penyerapan dana sulit, untuk itu perlunya penyerapan dana yang lebih mudah sehingga program PJB menjadi lebih efektif. (c) Kelengkapan laporan bulanan, triwulan, semester, dan tahunan belum memenuhi standar yang di isyaratkan. Puskesmas Siantan Tengah hanya mempunyai laporan triwulan. Perlunya pencatatan tiap-tiap periodik ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi masalah yang muncul untuk perbaikan program PJB selanjutnya. Saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut: (a) Masukan (input) kegiatan PJB. Penambahan jumlah tenaga dalam program PJB
secara khusus yang tidak merangkap program lain, yaitu jumlah petugas lebih dari 3 orang serta kader yang mencukupi sesuai jumlah RW yang ada. (b) Proses (Process) kegiatan PJB. (1) Perencanaan. Penanggung jawab lebih meningkatkan tindak evaluasi program PJB secara berkala setiap 1 tahun sekali. (2) Pelaksanaan. Mengusulkan ke Dinas Kesehatan Kota Pontianak untuk pengadan buku panduan (modul) kegiatan PJB. (3) Seharusnya laporan porgam PJB pencatatan dan pelaporan kegiatan tidak hanya dibuatlaporan triwulansaja akan tetapi laporan bulanan, semester, dan tahunan. (c) Output kegiatan PJB. Belum tercapainya target yang sesuai standar nasional disebabkan oleh beberapa kendala serta hambatan yang ada di lapangan, sarana dan prasarana. Untuk itu, diharapkan pihak puskesmas, dinas kesehatan lebih meningkatkan mutu manajemen kesehatan khususnya untuk kegiatan PJB.
DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 1992. Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dirjen PPM dan PLP: Jakarta. Depkes RI, 2007. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 581/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional dan Pelayanan Kesehatan: Jakarta. Fathi, et al. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan
Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan: Jakarta. Ngalim, Purwanto, 2005. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Remaja Rosda Karya: Bandung. Siswanto, Sastrohadiwiryo, 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administrasi dan Operasional. Bumi Aksara: Jakarta. WHO, 2004. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. EGC: Jakarta.