EVALUASI PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23 PADA PT RAZAAQI SELARAS PERSADA DI JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 Stella Febriyani Irsan Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Kebon Jeruk Jakarta Barat 11530 (021) 53696969, 53696999/ (021) 5300244,
[email protected] Dosen Pembimbing : Drs. Sudarmo, MM
ABSTRACT Researchers conducted an evaluation on the implementation of withholding, depositing and reporting of Income Tax Article 23 with the aim of identifying the problems faced by the company in connection with holding, deposit and reporting of Income Tax Article 23 and evaluate the extent to which PT Razaaqi Selaras Persada to perform its obligations as a taxpayer in accordance with the legislation in force , The method used to examine the problem is with the qualitative method by examining the company's data pertaining to withholding cycles, remittance and reporting of Income Tax Article 23 and carry out direct observations on the implementation of procedures and conduct interviews with relevant parties in order to develop of findings that explain the causes and consequences arising. Based on the evaluation results withholding, depositing and reporting of Income Tax Article 23 on the company, concluded that the need to reform the procedures of cutting, deposit and tax reporting to minimize the possibility of the company's negligence to perform its obligations as a taxpayer. Based on the issues identified, researchers gave some suggestions for the improvement of corporate management include: payment and tax reporting, companies should pay more attention due date to avoid late payments and tax reporting, making reconciliation article 23 each month to reduce the rates and types of tax and updating all regulations concerning taxation. (SFI) Key Words: Withholding, Depositing and Reporting, Income Tax Article 23
ABSTRAK Peneliti melakukan evaluasi terkait pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 dengan tujuan mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh perusahaan sehubungan dengan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 serta mengevaluasi sejauh mana PT Razaaqi Selaras Persada melaksanakan kewajibannya sebagai wajib pajak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Metode yang digunakan untuk meneliti masalah tersebut adalah dengan metode kualitatif dengan cara meneliti data perusahaan yang berkaitan dengan siklus pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 lalu melakukan pengamatan secara langsung atas pelaksanaan prosedur dan melakukan wawancara dengan pihak terkait agar dapat dikembangkan temuan yang menjelaskan sebab dan akibat yang timbul. Berdasarkan hasil evaluasi pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 pada perusahaan, disimpulkan bahwa perlunya pembenahan prosedur pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak untuk memperkecil kemungkinan kelalaian perusahaan menjalankan kewajibannya sebagai wajib pajak. Berdasarkan permasalahan yang diidentifikasi, peneliti memberikan beberapa saran perbaikan bagi manajemen perusahaan antara lain: pembayaran dan pelaporan pajak, perusahaan harus lebih memperhatikan tanggal yang telah ditetapkan agar tidak terjadi keterlambatan pembayaran maupun pelaporan pajak, membuat rekonsiliasi PPh Pasal 23 setiap bulan untuk memperkecil tarif dan jenis pajak dan meng-update seluruh peraturan yang menyangkut perpajakan. (SFI) Kata Kunci : PPh Pasal 23, potong, setor, lapor.
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan pembangunan negara, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari seluruh sumber daya yang dimiliki negara, baik berupa hasil kekayaan maupun iuran masyarakat. Salah satu iuran masyarakat tersebut adalah pajak. Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Undang - Undang No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dimana pajak adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang berisfat memaksa berdasarkan Undang - Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan negara kita terhadap hutang luar negeri. Oleh karena besarnya pengaruh pajak dalam pendapatan negara, pemerintah tentu berusaha dengan keras untuk terus meningkatkan penerimaan pajak negara tiap tahunnya dengan melakukan berbagai usaha. Struktur penerimaan negara dalam APBN menempatkan penerimaan sektor pajak sebagai pos penerimaan terbesar. Salah satu jenis pajak yang paling potensial adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut melalui objek pajak atas penghasilan – penghasilan. Pajak penghasilan sendiri dikenakan kepada orang pribadi atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Salah satu Pajak penghasilan tersebut adalah PPh Pasal 23 yaitu Pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21. Penelitian terhadap pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses tersebut yang dapat mengakibatkan kerugian baik bagi wajib pajak dikarenakan adanya sanksi dari kantor pajak maupun bagi negara karena berkurangnya penerimaan dari sektor pajak. PT. Raazaqi Selaras Persada adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang jasa konstruksi dimana pemberian layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian atau bagian – bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi, yang dapat terdiri dari : survei, perencanaan umum, studi makro dan studi mikro, studi kelayakan proyek, industri dan produksi, perencanaan teknik, operasi dan pemeliharaan, dan penelitian. PT. Razaaqi Selaras Persada itu sendiri adalah suatu wajib pajak badan yang banyak mengenakan dan dikenakan PPh Pasal 23. Menurut Pengamatan peneliti, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 pada PT. Razaaqi Selaras Persada tersebut belum dilakukan dengan benar sepenuhnya dan kemungkinan terdapat kesalahan dalam memotong, menyetor dan melaporkan besarnya jumlah PPh Pasal 23. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada PT. Razaaqi Selaras Persada tersebut.Berdasarkan uraian dari paragraf sebelumnya maka peneliti tertarik untuk mengevaluasi. Oleh karena itu peneliti memilih judul “EVALUASI PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 23 PADA DI JAKARTA SELATAN TAHUN 2013”
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian skripsi ini adalah : 1. Studi Lapangan (Field Research) Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan kunjungan langsung ke perusahaan yang bersangkutan untuk memperoleh data dengan cara : a. Melakukan wawancara langsung dengan pimpinan perusahaan atau pihak yang mewakili keterkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti. b. Observasi, yaitu dengan melakukan penelitian langsung ke perusahaan terhadap pencatatan, laporan pajak perusahaan dan dokumen – dokumen yang terkait sehingga dapat memperoleh informasi yang diperlukan untuk mendukung penelitian dan penyusunan skripsi ini c. Melakukan dokumentasi dengan cara menelusuri bukti – bukti atas kegiatan yang diteliti seperti SPT Masa PPh Pasal 23, Surat Setoran Pajak (SSP), Laporan keuangan, Bukti Pemotongan, dan dokumen lain yang mendukung. 2. Studi Literatur (Library Research) Berdasarkan data yang diperoleh melalui studi lapangan peneliti kemudian melakukan penelitian terhadap kerangka teori yang bersumber melalui penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan, membaca dan menelaah buku – buku literature dan beberapa halaman web yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
HASIL DAN BAHASAN Evaluasi Jenis-Jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Peneliti melakukan evaluasi proses pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 dengan menggunakan laporan keuangan yang terdiri dari laporan laba rugi dan neraca perusahaan. Dalam kedua laporan tersebut, disajikan seluruh biaya-biaya yang dapat digunakan dalam proses evaluasi. Dalam evaluasi tersebut, dapat dilihat apakah biaya-biaya yang ada, telah diklasifikasikan dengan baik dan benar atau belum. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam mengevaluasi proses pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23: 1. Membuat rekap data yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Membuat rekap per bulan selama Tahun 2013. 2. Mengevaluasi biaya-biaya yang dipotong Pasal 23 untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan (PPh) terutang. Membuat dan mengklasifikasikan setiap biaya yang termasuk ke dalam Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. 3. Kemudian menentukan tarif untuk setiap jenis biaya yang dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 sesuai dengan peraturan perpajakan. 4. Mengecek bukti pemotongan dan Surat Setoran Pajak atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. 5. Melakukan pengecekan tanggal penyetoran dan pelaporan pada Surat Setoran Pajak (SSP) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan dibandingkan dengan bukti pemotongan untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Pajak atau belum. 6. Mengevaluasi dampak yang terjadi sehubungan dengan sanksi pajak dari setiap permasalahan yang ditemukan berdasarkan hasil analisis peneliti. Tabel 4.1Biaya-Biaya dalam Laporan Laba Rugi Jumlah
Beban Usaha
Biaya-Biaya
(Rp)
Gaji
224.500.000
√
Legalitas
24.690.000
X
Telepon/komunikasi
25.262.100
√
Entertain
32.190.858
X
Air dan listrik
31.746.200
X
Parkir, bensin, transport
13.651.000
X
Internet
2.165.550
X
ATK, materai, fotokopi
6.346.250
X
Perlengkapan kantor
21.250.000
√
Administrasi kantor
9.952.250
X
Rumah tangga
2.601.300
X
17.525.500
√
Penyusutan
5.317.000
X
Pajak
2.517.500
X
Pemeliharaan inventaris
Jumlah
Identifikasi
Beban 419.715.508
Usaha Pendapatan dan
Pendapatan lain-lain
Biaya lain-lain
Pendapatan bunga jasa dan giro
2.099.592
X
Jumlah pendapatan 2.099.592
lain-lain Biaya lain-lain bunga pinjaman administrasi bank Pajak jasa dan giro Jumlah
590.420.835
√
1.386.780
X
419.585
X
biaya 592.227.200
lain-lain Jumlah pendapatan dan
590.127.608
biaya lain-lain
Dari hasil wawancara dengan staff di Accounting dan Tax Department pada perusahaan , ada beberapa informasi yang diperoleh. Akun-akun yang tertera dalam laporan laba rugi tidak semua menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Karena keterbatasan data yang dimiliki, maka peneliti mengidentifikasikan menjadi sebuah presentase biaya yang ada didalam laporan laba rugi sesuai dengan Pajak Penghasilan (PPh) terkait yakni Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Mengidentifikasi pemotongan, penyetoran dan pelaporan dalam Tahun 2013 dengan menggunakan bukti potong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 terkait dengan jenis objek nya sesuai dengan tarif yang berlaku. Peneliti melakukan penelusuran ke dalam general ledger (buku besar) untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci atas sejumlah transaksi yang dikenakan PPh Pasal 23. Informasi yang peneliti dapatkan adalah : 1. Pada akun pemeliharaan inventaris, peneliti menemukan objek PPh Pasal 23 sebagai berikut: Biaya yang tertera dalam laporan laba rugi : Rp 17.525.500 Biaya yang bukan merupakan objek PPh 23 : (Rp 3.900.260) Biaya di laporan laba rugi yang teridentifikasi sebagai objek PPh 23 : Rp 13.625.240 Tabel 4.2 Jasa-Jasa yang terdapat dalam akun Pemeliharaan Inventaris Jumlah Biaya Jenis Jasa
(Rp)
Jasa perawatan / pemeliharaan/ perbaikan mesin dan Peralatan
5.850.278
Jasa perawatan / pemeliharaan perbaikan bangunan
4.965.500
Jasa instalasi / pemasangan mesin dan jasa instalasi/
pemasangan peralatan
Jumlah jasa dalam akun pemeliharaan inventaris
2.809.462
13.625.240
2.
3.
Untuk menunjang kegiatan operasional kantor, perusahaan menggunakan jasa komunikasi termasuk jasa internet dan telekomunikasi bukan umum terdapat dalam akun beban telepon/komunikasi masing-masing sebesar: Jasa internet : Rp 10.600.000 Jasa telekomunikasi bukan umum : Rp 12.038.100 Jumlah biaya dalam akun beban telepon/komunikasi yang tidak termasuk objek PPh Pasal 23 : Rp 2.624.000 Jumlah dalam akun beban telepon/komunikasi : Rp 25.262.100 Dalam akun gaji, peneliti mengidentifikasi terdapat objek PPh Pasal 23 diantaranya ada jasa tenaga ahli dan tidak semuanya termasuk objek PPh Pasal 23 ada sebagian biaya tersebut yang dikenakan pemotongan atas PPh Pasal 21: Biaya yang tertera di laporan laba rugi : Rp224.500.000 Biaya yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23 : Rp 68.575.000 Biaya di laporan laba rugi yang teridentifikasi sebagai objek PPh 23 : Rp 155.925.000 Tabel 4.3 Jasa-Jasa Tenaga Ahli terdapat dalam akun Beban Gaji Jumlah Biaya Jenis Jasa Jasa konsultan,kecuali konsultan konstruksi
Jasa aktuaris
127.350.000 27.945.000
Jumlah jasa tenaga ahli 4.
(Rp)
155.295.000
Didalam akun bunga pinjaman, peneliti mengidentifikasi adanya objek pemotong PPh pasal 23 sebesar Rp 389.782.255 merupakan bunga yang tidak termasuk bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
Evaluasi Proses Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23 pada Perusahaan Setelah peneliti melakukan evaluasi, ditemukan adanya beberapa masalah berkaitan dengan proses pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 pada PT Razaaqi Selaras Persada. Masalahmasalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Terdapatnya biaya-biaya yang tidak dipotong PPh Pasal 23 Peneliti melakukan penghitungan ulang terhadap jasa-jasa yang belum dikenakan PPh pasal 23 dan menelusuri biaya-biaya yang belum dipotong oleh perusahaan melalui buku besar perusahaan dan bukti potong PPh pasal 23. Biaya-biaya tersebut adalah : a. Biaya pemasangan jaringan computer Perusahaan Razaaqi Selaras Persada menggunakan jasa pemasangan komputer LAN (Local Area Networking) yang termasuk dalam jasa telekomunikasi yang bukan umum tetapi perusahaan tersebut tidak mengetahui bahwa jasa tersebut harus dipotong PPh pasal 23 dan masih harus menyetorkan PPh pasal 23 ke negara sebesar Rp 276.522. b. Biaya penggunaan internet Perusahaan menggunakan jasa internet dalam kegiatan operasional peusahaannya tetapi tidak melakukan pemotongan PPh pasal 23 atas jasa tersebut tiap bulannya tetapi hanya bulan-bulan tertentu saja yang dilakukan pemotongan secara penuh, dan bulan tertentu lainnya hanya dipotong sebagian sehingga jumlah PPH pasal 23 yang seharusnya terutang tidak sesuai dengan yang dibayarkan. c. Biaya perbaikan mesin printer dan biaya reparasi AC Biaya tersebut termasuk dalam jenis jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan mesin tetapi perusahaan Razaaqi Selaras Persada belum melakukan pemotongan atas kedua biaya tersebut. d. Biaya jasa catering perusahaan.
Dalam laporan laba rugi perusahaan (akun perlengkapan kantor), peneliti menemukan adanya jasa catering sebesar Rp 10.570.000. atas jasa tersebut belum dipotong, dan ada sejumlah transaksi sejenis yang tidak dikenakan PPh pasal 23. Peneliti melakukan penghitungan ulang untuk menghitung jumlah PPh Pasal 23 dimana ini yang harus disetor oleh perusahaan PT. Raazaqi Selaras Persada.
Tabel 4.4 Perhitungan Biaya yang Belum dipotong PPh Pasal 23 oleh Perusahaan
PPh Pasal 23 Jumlah Biaya Jenis PPh Pasal 23
atas Jasa (Rp)
Perkiraan
tarif
Penghasilan
PPh
Neto
pasal 23
PPh terutang (Rp)
yang telah disetor oleh perusahaan (Rp)
Selisih PPh yang belum disetorkan ke negara (Rp)
Sanksi Pajak (2%)
Jenis Biaya (Rp)
Biaya Pemasan gan Jaringan komputer
Telekomunikasi yang bukan umum
12.038.100
40%
15%
722.286
445.764
276.522
5.531
Jasa perawatan/perbaikan/pemelih araan mesin/peralatan
PPh atas
5.850.278
40%
15%
351.017
198.323
152.694
3.054
Biaya perbaikan mesin printer dan reparasi AC
Tabel 4.5 Penghitungan Biaya Jasa Internet yang Belum Dilakukan Pemotongan PPh Pasal 23
Jumlah PPh Bulan yang belum dilakukan pemotongan
Jumlah Biaya atas Jasa (Rp)
Perkiraan
Tarif
Penghasilan
PPh
Neto
Pasal 23
yang seharusnya terutang (Rp)
Jumlah PPh yang telah disetorkan oleh Perusahaan pada Bulan yang dilakukan pemotongan sebagian (Rp)
Selisih (Jumlah PPh yang belum
Sanksi Pajak
disetorkan oleh
(2%)
Perusahaan) (Rp) (Rp)
Februari
2.673.652
40%
15%
160.419
133.945
26.474
529
Mei
1.373.643
40%
15%
82.419
62.599
19.820
396
Juni
1.854.933
40%
15%
111.296
105.340
5.956
119
Jumlah
5.902.228
40%
15%
354.134
301.884
52.250
1.045
Tabel 4.6 Penghitungan Biaya Jasa Catering atau Tata Boga yang Belum dipotong PPh Pasal 23
Jumlah Biaya Jenis Biaya
Biaya catering kantor
Jenis PPh Pasal 23
Jasa catering atau tata boga
Perkiraan Penghasilan
(Rp)
netto
10.570.000
40%
PPh terutang Tarif PPh Pasal 23 (Rp)
2%
84.560
Menurut KEP-170/PJ/2002 yang sudah tidak berlaku dan diganti dengan PMK141/PMK.03/2015 serta Pajak Penghasilan yang termasuk objek pemotong PPh Pasal 23 adalah penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21, yang diperoleh oleh Badan Usaha Tetap. Menurut Undang-Undang pajak penghasilan nomor 17 Tahun 2000 yang merupakan perubahan ketiga atas undang-undang nomor 7 Tahun 1983, bila terdapat kekurangan pembayaran PPh Pasal 23 yang terutang maka wajib pajak tersebut dikenakan sanksi administrasi bunga sebesar 2% perbulan, selamalamanya 24 bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKKBT (Surat Keterangan Kurang Bayar Tambahan). Dari hasil evaluasi menunjukkan adanya kelemahan sebagai berikut: 1. Biaya-biaya yang belum dipotong oleh perusahaan Razaaqi Selaras Persada dikarenakan kurang ketelitian serta tidak memahami objek pajak yang termasuk dalam PPh Pasal 23. Selain itu, perusahaan tersebut juga tidak memotong biaya jasa internet setiap bulannya. Dengan adanya masalah yang disebutkan peneliti diatas menyebabkan wajib pajak kurang bayar, yaitu jumlah pajak yang harus disetor ke negara lebih kecil dari jumlah pajak yang seharusnya terutang sehingga perusahaan dikenakan sanksi pajak sebesar 2% perbulan. Seharusnya lebih teliti dalam menentukan objek pajak PPh Pasal 23 mengacu pada peraturan perpajakan yaitu PMK141/PMK.03/2015 dan Undang-Undang Pajak Penghasilan nomor 17 tahun 2000. 2.
Adanya Penyetoran PPh Pasal 23 pada perusahaan yang melewati tanggal jatuh tempo. Setelah peneliti melakukan pengecekan terhadap dokumen pendukung yaitu Surat Setoran Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa. Kriteria yaitu menurut UU perpajakan, atas PPh Pasal 23 yang terutang harus dilakukan penyetotan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari masa terutangnya Pajak Penghasilan tersebut. Penyebab keterlambatan perusahaan melakukan penyetoran adalah banyaknya hari libur dengan tanggal pajak sehingga pihak perusahaan tidak bisa mengatasi hal ini. Seringkali tanggal 10 jatuh pada hari minggu atau hari libur Nasional.
Akibatnya Perusahaan Razaaqi Selaras Persada dikenakan denda sebesar 2% perbulan atas PPh Pasal 23 yang terlambat disetor dari masa pajak seharusnya sampai dengan tanggal surat setoran pajak (SSP). Seharusnya Divisi Accounting and Tax di dapat mengantisipasi bila tanggal jatuh tempo penyetoran berdekatan dengan Hari Libur Nasional dengan sesegera mungkin melakukan pemotongan untuk menyetorkan PPh Pasal 23 yang terutang. Tabel 4.7 Rekap Tanggal Pembayaran PPh Pasal 23 yang Tercantum dalam SSP No
Masa Pajak
Keterangan
Denda Bunga
Tanggal Penyetoran 1
Januari 2013
12 Februari 2013
terlambat setor
2% x Rp 4.842.200 = Rp 96.844
2
Februari 2013
07 Maret 2013
tepat waktu
-
3
Maret 2013
08 April 2013
tepat waktu
-
4
April 2013
10 Mei 2013
tepat waktu
-
5
Mei 2013
12 Juni 2013
terlambat setor
2% x Rp 6.937.410 = Rp 138.749
6
Juni 2013
10 Juli 2013
tepat waktu
-
7
Juli 2013
14 Agustus 2013
terlambat setor
2% x Rp 9.459.244 = Rp 189.185
8
Agustus 2013
09 September 2013
tepat waktu
-
9
September 2013
09 Oktober 2013
tepat waktu
-
10
Oktober 2013
07 November 2013
tepat waktu
-
11
Nopember 2013
10 Desember 2013
tepat waktu
-
12
Desember 2013
10 Januari 2014
tepat waktu
-
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa adanya denda bunga pada bulan Januari, Mei dan Juli dengan jumlah Rp 424.778 dikarenakan penyetoran perusahaan yang melewati tanggal 10 bulan berikutnya. 3.
Perusahaan melakukan pelaporan PPh Pasal 23 yang melampaui tanggal l 2. Keterlambatann pelaporan ini disebabkan karena data-data dari pihak yang dikenakan PPh Pasal 23 belum lengkap sehingga pada saat akan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23, bukti potongnya belum lengkap. Hal ini menyebabkan pelaporan pajak menjadi terlambat. Akibatnya perusahaan telat dalam melaporkan besarnya jumlah PPh yang terutang (telat menyampikan SPT), maka perusahaan Razaaqi Selaras Persada dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar Rp 50.000. Untuk mengantisipasi hal ini tidak terjadi, peneliti merekomendasikan agar semua data-data pihak yang dipotong PPh Pasal 23 dilengkapi.
Tabel 4.8 Rekap Tanggal Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 yang Tercantum dalam Bukti Penerimaan Surat No
Masa Pajak
Tanggal Pelaporan
Keterangan
Denda Bunga
1
Januari 2013
19 Februari 2013
tepat waktu
-
2
Februari 2013
19 Maret 2013
tepat waktu
-
3
Maret 2013
19 April 2013
tepat waktu
-
4
April 2013
20 Mei 2013
tepat waktu
-
5
Mei 2013
25 Juni 2013
telat lapor
Rp50.000
6
Juni 2013
18 Juli 2013
tepat waktu
-
7
Juli 2013
19 Agustus 2013
tepat waktu
-
8
Agustus 2013
23 September 2013
telat lapor
Rp50.000
9
September 2013
17 Oktober 2013
tepat waktu
-
10
Oktober 2013
18 November 2013
tepat waktu
-
11
November 2013
20 Desember 2013
tepat waktu
-
12
Desember 2013
16 Januari 2014
tepat waktu
-
Dari tabel diatas peneliti menyimpulkan bahwa pada bulan Mei dan Agustus, perusahaan dikenakan denda bunga sejumlah Rp 100.000 dikarenakan ketelatan dalam pelaporan PPh Pasal 23. 4. Peneliti menemukan adanya kesalahan dalam pengenaan tarif atas jasa konsultan. Terjadinya kesalahan dalam penetapan dasar dan tarif pemotongan PPh Pasal 23 disebabkan identifikasi objek PPh pasal 23 tidak berdasarkan peraturan perpajakan dan keteledoran dari pihak Accounting and Tax perusahaan Razaaqi Selaras Persada. Dalam pengenaan tarif atas jasa konsultan, perusahaan seharusnya mengenakan tarif sebesar 2% atas penghasilan bruto yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan PMK244/PMK.03/2008 tetapi perusahaan menggunakan tarif lama PPh Pasal 23 berdasarkan KEP-170/PJ/2002 x 15%) atau sebesar 7,5% atas penghasilan bruto [(50% x penghasilan bruto) x 15%]. Seharusnya pihak Accounting and Tax dalam perusahaan harus mengetahui peraturan perpajakan yang berlaku. 5.
Pada bulan Juli 2013, perusahaan melakukan pemotongan dengan tarif yang salah atas jasa tukang untuk memperbaiki gedung yang rusak dimana jasa tersebut termasuk dalam jasa perbaikan dan pemeliharaan gedung dengan menggunakan tarif 6% x penghasilan bruto. Setelah peneliti melakukan evaluasi seharusnya perusahaan menggunakan tarif terbaru yaitu 2% atas penghasilan bruto. Hal ini terjadi dikarenakan Divisi Accounting and Tax perusahaan tidak mengetahui peraturan terbaru pemerintah. Akibatnya perusahaan lebih bayar pajak. Seharusnya divisi accounting and tax perusahaan harus mencari info terbaru tentang pembaharuan peraturan perpajakan yang berlaku.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Dari pengamatan dan evaluasi terhadap proses pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 pada PT Razaaqi Selaras Persada dan dengan berdadsarkan uraian serta pembahasan yang dilakukan pada babbab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan dan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 23, pada tahun 2013 telah memotong dan menyetorkan PPh Pasal 23 sebesar Rp 93.387.273 terdapat jasa-jasa yang dipotong sesuai objek pajak PPh Pasal 23 yaitu jasa konsultan, jasa perbaikan dan pemeliharaan bangunan, jasa internet serta jasa catering atau tata boga. 2. Pada umumnya masalah yang terjadi pada PT Razaaqi Selaras Persada yang berkaitan dengan PPh Pasal 23 adalah kesalahan penentuan tarif. Hal tersebut dikarenakan staff perpajakan tidak mengetahui peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. 3. Ditemukan masalah dalam pemotongan PPh Pasal 23 pada perusahaan dikarenakan adanya penggabungan transaksi dalam satu akun sehingga pemotongan untuk PPh Pasal 23 tidak dilakukan 4. PT Razaaqi Selaras Persada melaporkan PPh Pasal 23 lewat dari tanggal 20 bulan berikutnya, sehingga menimbulkan kerugian perusaahan dikenakan sanksi sebesar Rp 50.000 pada bulan Mei dan Agustus. 5. PT Razaaqi Selaras Persada kurang memenuhi kewajibannya karena adanya penyetoran perpajakan tidak tepat waktu. 6. Peneliti menemukan beberapa indikasi perlunya pembenahan prosedur pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak untuk memperkecil kemungkinan kelalaian perusahaan menjalankan kewajibannya sebagai wajib pajak.
Saran
Setelah menarik beberapa kesimpulan diatas dapat disarankan sebagai berikut: 1. PT Razaaqi Selaras Persada diharapkan membuat rekonsiliasi PPh Pasal 23 setiap bulan untuk memperkecil tarif dan jenis pajak. 2. Divisi Accounting and Tax perusahaan harus mencari info terbaru tentang pembaharuan peraturan pajak yang dikeluarkan Menteri Keuangan agar tidak salah dalam penentuan tarif pajak setiap jasa dalam PPh Pasal 23 yang digunakan pada perusahaan 3. Dalam hal melakukan pembayaran dan pelaporan pajak PPh Pasal 23, perusahaan harus lebih memperhatikan tanggal yang telah ditetapkan agar tidak terjadi keterlambatan pembayaran maupun pelaporan pajak. Keterlambatan pembayaran pajak ini akan merugikan perusahaan 4. Staf divisi accounting and tax perusahaan sebaiknya melakukan pemotongan atas semua transaksi yang dikenakan PPh Pasal 23. 5. Untuk memudahkan penghitungan PPh Pasal 23 agar menggunakan program aplikasi perpajakan. Perusahaan dapat menggunakan jasa programmer untuk membuat aplikasi tersebut, dikarenakan peraturan perpajakan selalu berubah-ubah sehingga perusahaan harus selalu meng-update program aplikasi tersebut agar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 6. Perusahaan agar melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang dan peraturan pajak yang terbaru, khususnya yang berhubungan dengan PPh Pasal 23.
REFERENSI
Gamayuni, R. R. (2000). Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Hasibuan, D. H. (2011). EVALUASI ATAS PENGAKUAN PENDAPATAN PADA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI KAITANNYA PADA PERUSAAHAAN JASA KONSTRUKSI TERHADAP LAPORAN LABA RUGI PERUSAHAAN. JURNAL ILMIAH RANGGADDING Vol 11 No.2, 142149. Hendra. (2014). PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT. GOLDEN MITRA INTI PERKASA . Jurnal EMBA Vol.2 No.1, 30-37 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atasPenghasilan dari usaha jasa Konstruksi Prakosa, B. K. (-). Pajak Penghasilan : Teknik Rekonsiliasi Fiskal. Jakarta: Ekonisia. Prof. Dr. Mardiasmo, M. A. (2013). Perpajakan. Jakarta: Andi Publisher. Purwono, Joseph. 2012. Perpajakan Jasa Konstruksi dan Aplikasinya. Penerbit GavaMedia. Yogyakarta. Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Resmi, S. (2014). Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. Rudi Suhartono, W. B. (2010). Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. Rusjdi, M. (2006). Petunjuk Pelaksanaan, Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan. Jakarta: Indeks. Syafi'i. (2013). ANALISIS KOMPARATIF PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI. Jurnal WIGA Vol. 3 No. 2. Walandouw, P. (2013). ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23 DAN PPH PASAL 25 . Jurnal EMBA Vol.1 No.3, 987-997. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo. (2012). Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat
RIWAYAT HIDUP
Stella Febriyani Irsan lahir di kota Palembang pada 2 April 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Bina Nusantara dalam bidang Ekonomi pada 2015.