EVALUASI MARKA Simple Sequence Repeat (SSR) UNTUK MEMBEDAKAN 17 GENOTIP KLON KARET (Hevea brasiliensis)
PRATIWI HAMZAH
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Marka Simple Sequence Repeat (SSR) untuk Membedakan 17 Genotip Klon Karet (Hevea brasiliensis) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014 Pratiwi Hamzah NIM G84100028
ABSTRAK PRATIWI HAMZAH. Evaluasi Marka Simple Sequence Repeat (SSR) untuk Membedakan 17 Genotip Klon Karet (Hevea brasiliensis). Dibimbing oleh POPI ASRI KURNIATIN dan ASMINI BUDIANI. Masa seleksi tanaman karet (Hevea brasiliensis) secara konvensional tergolong cukup lama sekitar 25-30 tahun, sehingga dibutuhkan identifikasi secara molekuler untuk mempercepat masa seleksi. Marka SSR merupakan marka polimorfis, kodominan dan sudah banyak digunakan pada penelitian DNA tanaman karet. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan sembilan pasang marka SSR dalam membedakan tujuh belas klon tanaman karet (Hevea brasiliensis) melalui pola pita hasil PCR SSR dan nilai PIC-nya. Berdasarkan nilai PIC dan skoring, kesembilan primer ini dapat mengamplifikasi sebagian besar klon karet yang digunakan dalam penelitian ini namun hanya enam primer yang dapat digunakan untuk membedakan klon karet sehingga dapat dimanfaatkan dalam mempercepat proses seleksi tanaman karet. Kata kunci : Hevea brasiliensis, PIC, SSR, tanaman karet.
ABSTRACT PRATIWI HAMZAH. Evaluation Simple Sequence Repeat (SSR) in Identification Genotype Rubber Tree Clones (Hevea brasiliensis). Supervised by POPI ASRI KURNIATIN and ASMINI BUDIANI. Selection Period rubber tree (Hevea brasiliensis) is conventionally classified long enough for about 25-30 years, so it is necessary to accelerate the identification of the molecular basis of selection. SSR markers are polymorphic markers, codominant and has been widely used in studies of plant DNA rubber. This study was conducted to evaluate the ability of nine pairs of SSR markers in differentiating seventeen clones of rubber tree (Hevea brasiliensis) through SSR banding pattern of PCR results and the value of its PIC. Based on the PIC and scoring, nine primers can amplify most of the clones used in this study, but only six primers that can be used to distinguish clones that can speed up the selection process utilized in the rubber plant. Keywords: Hevea brasiliensis, PIC, rubber tree, SSR.
EVALUASI MARKA Simple Sequence Repeat (SSR) UNTUK MEMBEDAKAN 17 GENOTIP KLON KARET (Hevea brasiliensis)
PRATIWI HAMZAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Evaluasi Marka Simple Sequence Repeat (SSR) untuk Membedakan 17 Genotip Klon Karet (Hevea brasiliensis) Nama : Pratiwi Hamzah NIM : G84100028
Disetujui oleh
Popi Asri Kurniatin, SSiApt MSi Pembimbing I
Dr Asmini Budiani, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Evaluasi Marka Simple Sequence Repeat (SSR) untuk Membedakan 17 Genotip Klon Karet (Hevea brasiliensis). Penelitian ini dilaksanakan pada Januari hingga April 2014 di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI). Terima kasih penulis sampaikan kepada Popi Asri Kurniatin, SSiApt MSi. sebagai pembimbing skripsi dan Dr Asmini Budiani, MSi. sebagai pembimbing penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu, bapak, adik serta seluruh keluarga atas segala perhatian, doa, dan kasih sayangnya. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Teh Niyyah, Teh Rini, Emi, Teh Nida dan segenap staf di Laboratorium Biokimia dan Biomolekuler Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, teman-teman Biokimia terutama angkatan 47, Keluarga Cendana 53, GRZT, A2 139, Ikami Sulsel, CIC, Kakak Asuh Sanggar Juara dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan dan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2014 Pratiwi Hamzah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan
2
Alat
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL
6
Isolasi DNA Karet
6
Evaluasi Marka Mikrosatelit (SSR)
8
Identifikasi Klon Karet Berdasarkan Pola Pita Hasil SSR PEMBAHASAN
10 11
Isolasi DNA Tanaman Karet
11
Analisis Marka Mikrosatelit (SSR)
12
SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Pasangan primer SSR yang digunakan Nilai kemurnian dan konsentrasi DNA 17 klon karet Informasi kisaran ukuran dan jumlah alel dari marka SSR Nama lokus, sekuen berulang, dan PIC marka SSR yang digunakan Skoring Alel 17 klon karet dengan sembilan primer SSR
3 7 9 9 10
DAFTAR GAMBAR 1 2
Hasil uji kualitas DNA 17 klon karet (Marker, klon 1-17) Elektroforegram primer EHB177 dengan gel agarosa dan gel akrilamid
7 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Diagram alir penelitian Klon-klon karet yang digunakan dalam penelitian Elektroforegram hasil PCR SSR pada gel akrilamid 6 % Klon karet yang diidentifikasi dan nomor alelnya
18 19 20 22
PENDAHULUAN Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan komoditi perkebunan unggulan Indonesia karena banyak menunjang perekonomian negara. Selain itu, Data Biro Pusat Statistik (2013) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki areal perkebunan tanaman karet terbesar di dunia yaitu 3.4 juta hektar, diikuti Thailand seluas 2.6 juta hektar dan Malaysia 1.02 juta hektar, namun perkebunan karet Indonesia yang luas ini belum diimbangi dengan produksi yang memuaskan. Produksi karet Indonesia tercatat sebesar 2,4 juta ton atau masih di bawah produksi Thailand yang mencapai 3.1 juta ton (Deptan 2008). Upaya peningkatan produksi karet di Indonesia membentuk paradigma berkebun karet, yaitu bukan hanya bagaimana meningkatkan produksi lateks saja melainkan bagaimana menghasilkan kayu karet yang baik juga (Oktavia 2010). Hal ini mendorong industri pengolahan karet untuk membangun hutan tanaman industri (HTI) karet demi menjamin keberlanjutan bahan baku. Upaya ini dilakukan agar karet menjadi komoditas unggulan karena getah dan kayunya mahal (Sugiharto 2013). Pelaksanaan program ini memerlukan tersedianya bibit dan benih karet yang unggul dan bermutu yaitu dengan melakukan persilangan antara klon-klon karet penghasil lateks-kayu dengan klon-klon yang berdaya hasil tinggi sebagai tetua resipien. Biji karet yang biasa digunakan adalah biji karet klon RRIC100, GT1, dan PB260 yang sesuai dengan rekomendasi dari Pusat Penelitian Karet (Siagian 2006). Untuk itu diperlukan informasi yang akurat tentang plasma nutfah karet yang akan ditanam di lapangan. Masa seleksi dari tahap pemilihan biji hingga rekomendasi klon yang diharapkan masih membutuhkan waktu yang lama. Proses seleksi secara konvensional yang membutuhkan waktu sekitar 25-30 tahun (Woelan et al. 2010). Hal tersebut merupakan kendala tersendiri dalam peningkatan produktivitas karet di Indonesia. Masalah ini dapat diatasi dengan melakukan seleksi dari tahap awal pertumbuhan tanaman karet menggunakan teknik dan penanda molekuler. Penanda molekuler dapat menyediakan profil unik DNA dari varietas-varietas yang akan dilindungi. Pemanfaatan penanda molekuler untuk karakterisasi plasma nutfah memberikan hasil yang lebih cepat, efektif, akurat, dan tidak bias oleh faktor lingkungan (Gao 2004). Pemanfaatan bioteknologi secara biomolekuler (DNA, protein, enzim) tidak hanya digunakan pada cara-cara perbanyakan benih dan pemuliaan tanaman tetapi juga dapat diterapkan untuk evaluasi kemurnian genetik. Melalui metode elektroforesis diharapkan dapat dilakukan pengujian yang lebih cepat dan akurat dalam mengidentifikasi suatu varietas (Mulsanti 2011). Berbagai metode menggunakan marka molekuler telah banyak diterapkan untuk pengujian varietas, salah satunya adalah marka mikrosatelit atau marka simple sequence repeats (SSR). Berbagai studi genetika menunjukkan beberapa keunggulan dari marka SSR diantaranya adalah memiliki tingkat polimorfisme tinggi, bersifat kodominan, akurasi yang tinggi, berlimpah dalam genom dan diwariskan mengikuti hukum Mendel (Yunanto 2010). Sejumlah penelitian menggunakan marka SSR telah banyak dilakukan, diantaranya sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, seleksi genotipe, dan tingkat perbedaan genetik pada tanaman (Powell
2 et al. 1996), keragaman genetik manggis (Matra 2010), uji kemurnian pada padi (Mulsanti 2011), dan uji lapang lapak kayu meranti (Yunanto 2010). Selain itu, marka ini telah banyak digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan tanaman karet (Hevea brasiliensis) diantaranya untuk identifikasi in silico marka SSR karet (Garcia et al. 2011), konstruksi peta genetik dan DNA fingerprinting karet (Besse et al. 1993) dan pengembangan, karakterisasi dan transferabilitas marka SSR untuk tanaman karet (Yu et al. 2011). Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kemampuan sembilan pasang marka SSR dalam membedakan tujuh belas klon tanaman karet (Hevea brasiliensis melalui pola pita hasil PCR SSR dan nilai PICnya. Primer-primer ini diharapkan mampu mengidentifikasi klon-klon tanaman karet (Hevea brasiliensis) yang dianalisis berdasarkan pola hasil PCR menggunakan primer SSR yang spesifik tersebut. Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi para pemulia tanaman karet, terutama dalam mempercepat proses seleksi secara molekuler, kemurnian benih karet dan memungkinkan untuk dapat dikembangkannya suatu DNA fingerprint (sidik jari DNA) bagi setiap klon karet.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari hingga April 2014. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) Jalan Taman Kencana No.1, Bogor. Bahan Bahan yang digunakan adalah daun dari 17 jenis klon tanaman karet, yaitu GT1, IRR220, PR261, 1RR112, PB5/51, IRR118, PR107, 1RR104, PB260, IAN873, IRR5, BPM101, RRIC110, PB330, PB217, PB340, dan RRIM712. Bahan-bahan yang digunakan dalam isolasi berupa nitrogen cair, aquades, buffer ekstraksi yang terdiri atas larutan Cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) 10%, bufer Tris-HCl 1 M pH 8, larutan EDTA 0.5 M pH 8 dan NaCl 5 M, βmerkaptoetanol, etanol 70 %, isopropanol dingin, etanol absolut dingin, larutan kloroform : isoamilalkohol (24:1), Na-Asetat 3 M pH 5.2, bufer TE yang terdiri atas Tris-HCl : Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA). Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis agarosa yaitu loading buffer, gel red, agarosa, dan bufer TBE 0.5 x. Bahan-bahan dalam pembuatan mix PCR yaitu Nuclear Free Water (NFW), Taq DNA polimerase, dNTPs 10 mM, sembilan primer F-R (Tabel 1). Bahan-bahan untuk elektroforesis poliakrilamid digunakan larutan urea, buffer TBE 10 x, Akrilamid/bis 40 % (19:1), APS 10 %, TEMED, dan pewarna perak nitrat.
3 Tabel 1 Pasangan primer SSR yang digunakan Jenis primer
Forward (F) dan reverse (R) sequence
SSRH103
TCCTCTCCTCGTCAACATCC (F) TGTCATTCGAACTCCGTCAA (R) GGGCCTCATTGTTCGTTTTA (F) GTAGGGTGCCCATAAAGCAC (R) CAACGGTGCATAGAGAAAGGA (F) TCATGTTGGGTCAGATTTTTACA (R) CGATTAGGTACGTGATCCCA (F) AAGTTGTTGAGGAATGATCAGGA (R) TCGCTTTCTCCATATAGAGTTTCA (F) CAGCAAGAAATCCCTCAACC (R) TCGTGACCCAACAGAATAAAGA (F) GGAAATTCTGCTGGCACTGT (R) GGCATACAAGAAAAAAATTT (F) TAAGGATTGACGGCTACG (R) CGACAACCAGGAACTTACC (F) AAACAACTGCGGAGGATT (R) CCAAAACAAGGGAAATCAC (F) GACCGAGACGCTTAGTTC (R)
gSSR194 gSSR213 EHB085 EHB177 EHB178 HBE301 HBE316 HBE329
Suhu annealing (0C) 55 59 57 57 57 57
Referensi Garcia et al 2011 Pootakham et al. 2013 Pootakham et al. 2013 Triwiyatakorn et al. 2011 Triwiyatakorn et al. 2011 Triwiyatakorn et al. 2011
55
Feng et al. 2012
54
Feng et al. 2012
52
Feng et al. 2012
Alat Alat-alat yang digunakan adalah spektofotometer Multiskan Go Thermo Scientific, voltmeter, perangkat elektroforesis agarosa dan akrilamid Sequi-Gen GT Nucleic Acid Electrophoresis Cell BIORAD, uv laminator, penangas, timbangan, pH meter, sentrifus Beckman Coulter Allegra 64R, pipet mikro, lemari es, freezer, autoclave, PCR Applied Biosystem Veriti, kaca dengan ukuran 38x32.5x0.5 cm mortar, sudip, gelas piala, bulp, pipet volumetrik, gelas ukur, tabung sentrifus, dan vortex. Prosedur Analisis Data Evaluasi marka SSR untuk identifikasi 17 klon karet ini terbagi menjadi lima tahapan penting, yang dimulai dengan isolasi daun muda untuk mendapatkan DNA dari 17 klon karet kemudian diuji kualitasnya dengan elektroforesis gel agarosa 0.8% serta dicek kuantitasnya menggunakan Multiskan Go (Thermo Scientific). DNA kemudian diproses menggunakan PCR-SSR. Selanjutnya hasil SSR dielektroforesis dengan gel agarosa dan gel poliakrilamid. Hasil elektroforesis berupa pita dianalisis lebih lanjut untuk membedakan 17 klon karet menggunakan marka SSR, dan nilai polymorphism information content (PIC) dari sembilan pasang marka tersebut. Isolasi DNA Karet Isolasi DNA dilakukan berdasarkan metode yang dilaporkan oleh Castillo (1994). Daun karet dicuci, dibuang tulang daunnya, dibekukan di nitrogen cair. Daun karet digerus dengan mortar sambil ditambahkan nitrogen cair dan polypynilpolypirolidone (PVP) hingga menjadi serbuk halus.
4 Sebanyak 0.1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifus yang berisi 5 mL campuran bufer ekstraksi dan 500 µL β-merkaptoetanol yang telah dipanaskan kemudian dikocok menggunakan vortex. Setelah itu, diinkubasi pada suhu 65 oC selama 30 menit. Tiap 10 menit, larutan tersebut dikocok perlahan. Setelah inkubasi, dinginkan di lemari asam dan ditambahkan 5 mL kloroform:isoamilalkohol (24:1), (v/v). Sampel divortex kemudian disentrifus dengan kecepatan 11 000 rpm selama 10 menit pada suhu 25 oC. Supernatan yang diperoleh dipindahkan, lalu ditambah 5 mL kloroform:isoamilalkohol (24:1) dikocok kuat dan disentrifus lagi dengan kecepatan 11 000 rpm selama 10 menit dengan suhu 25 oC. Supernatan yang diperoleh dipindahkan lalu ditambahkan isopropanol dingin sebanyak volume supernatan yang diperoleh, dihomogenkan perlahan, lalu disimpan dalam lemari es (4 oC) 30 menit. Supernatan disentrifus kembali dengan kecepatan 11 000 rpm selama 10 menit dengan suhu 25 oC, supernatan dibuang sedangkan peletnya dikeringkan. Kemudian pelet dilarutkan dengan bufer TE sebanyak 1 mL, CH3COONa 3 M pH 5.2 sebanyak 100 µL dan ditambahkan 2.5 mL etanol absolut kemudian kocok perlahan. Larutan diinkubasi pada suhu -20 oC selama 30 menit, kemudian disentrifus dengan kecepatan 12 000 rpm selama 10 menit dengan suhu 4 oC. Supernatan dibuang sedangkan pelet DNA dicuci menggunakan alkohol 70 % 1 mL, lalu disentrifus lagi dengan kecepatan 8 000 rpm selama 5 menit pada suhu 25 oC. Supernatan dibuang dan pelet dikeringanginkan dalam laminar air flow. Pelet DNA yang sudah kering dilarutkan dalam 100 µL NFW. DNA dipindahkan ke tabung mikro lalu ditambahkan RNase 25 µg mL-1 sebanyak 3 µL, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit lalu simpan di freezer untuk selanjutnya digunakan dalam pengujian kuantitas DNA dengan spektrofotometer, pengujian kualitas DNA dengan elektroforesis dan PCR. Analisis Kuantitatif dan Kualitatif DNA Karet Analisis kuantitatif dilakukan dengan meneteskan 1 µL larutan DNA ke plat spektrofotometer Multiskan GO (Thermo Scientific 2010). Blanko yang digunakan berupa NFW. Absorbansi (A) diukur pada panjang gelombang 230, 260 dan 280 nm. Rasio A260:A280 dan A260:A230 digunakan untuk pengukuran kemurnian DNA. Rasio antara panjang gelombang tersebut dan nilai konsentrasi sudah tercantum di Multiskan GO Thermo Scientific. Analisis kualitatif dimulai dengan menyamakan konsentrasi larutan DNA yaitu sekitar 100 ng µL-1. DNA dicampur dengan 1 µL loading buffer. Gel agarosa 0.8 % dibuat dengan cara melarutkan 0.32 g serbuk agarosa dengan 40 mL buffer TBE 0.5 x. Campuran dipanaskan dalam microwave selama 2 menit. Kemudian tambahkan 2 µL gel red, lalu dituang ke dalam cetakan. Gel yang sudah memadat diletakkan ke dalam chamber elektroforesis dan direndam dalam buffer TBE 0.s5 x. Kemudian sampel diambil 3 µL dicampur dengan loading buffer kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel dan perangkat disambungkan pada power supply. Voltase yang digunakan sebesar 60 V. Elektroforesis dilakukan selama 50-60 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan gel documentation untuk difoto dan dibandingkan fragmen DNA yang terlihat.
5 PCR Simple Sequence Repeat (SSR) Larutan master mix untuk satu kali reaksi dengan 18 sampel dibuat dari campuran nuclear free water (NFW) 83.7 µL, DreamTaq buffer 10 x mengandung MgCl 22.5 µL, 10 mM dNTPs 4.5 µL, primer (Tabel 1) Forward 11.25 µL, primer Reverse 11.25 µL, DreamTaq DNA polimerase 1.8 µL, dan DNA sampel masingmasing 5 µL. Proses amplifikasi dilakukan menggunakan mesin PCR Applied Biosystem Veriti. Program running PCR mengikuti prosedur Yu et al. (2011) dengan sedikit modifikasi, yakni : pra denaturasi 94 °C selama 3 menit, dilanjutkan 35 siklus meliputi denaturasi 94 °C selama 45 detik, annealing 5259 °C tergantung masing-masing primer (Tabel 1) selama 45 detik, extention 72 °C selama 1 menit, dan terakhir post extention 72 °C selama 5 menit. Elektroforesis Hasil PCR dengan Gel Agarosa dan Gel Poliakrilamid Elektroforesis pada gel agarosa dilakukan dengan cara melakukan migrasi pada gel agarosa 3 % dengan pewarna gel red. Sampel hasil PCR sebanyak 3 µL ditambahkan dengan 1 µL loading buffer kemudian dilakukan running pada tegangan 50 V selama 4-5 jam. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan gel documentation untuk difoto dan diamati fragmen DNA yang terlihat. Elektroforesis juga dilakukan dengan menggunakan gel poliakrilamid. Metode ini diacu dari Diputra (2013). Tahap dimulai dengan merakit alat elektroforesis poliakrilamid Sequi-Gen GT Nucleic Acid Electrophoresis Cell BIORAD. Gel akrilamid 6 % dibuat dengan menghomogenkan terlebih dahulu urea, aquabidest steril, buffer TBE 10 x dan akrilamid/bis 40 % (19:1) sampai larutan berwarna bening. APS 10 % dan TEMED ditambahkan ke dalam larutan yang sudah tercampur merata kemudian dimasukkan ke dalam chamber dan ditunggu hingga mengeras selama 30 menit. Hasil PCR selanjutnya ditambah 20 µL loading dye formamide yang selanjutnya didenaturasi dengan suhu 94 oC di mesin PCR selama 3 menit. Gel yang sudah mengeras dipanaskan terlebih dahulu dengan melakukan pre-run pada daya 75 W selama 1 jam. Tahap selanjutnya sebanyak 6 µL larutan sampel yang telah denaturasi PCR dimasukkan ke dalam sumur gel dan gel siap dielektroforesis pada daya 65 W selama 1 jam 7 menit (sampai warna hijau dari xylene cyanol berada pada 2/3 dari ujung gel), diatur sehingga suhu gel berkisar 50 oC. Selanjutnya dilakukan visualisasi hasil elektroforesis gel poliakrilamid. Gel tersebut dikeluarkan dari chamber kemudian dimasukkan ke dalam tray pewarnaan yang telah ditambahkan 1 L larutan fiksasi (asam asetat 10 %) dan dibiarkan selama 20 menit di atas shaker. Larutan fiksasi yang telah digunakan ditampung sejenak dan gel dicuci dengan 1 L aquadest sebanyak 2 kali masingmasing selama 2 menit. Tahap selanjutnya ditambahkan 1 L larutan pewarna atau stainning (1 g serbuk AgNO3 dan 1.5 mL formaldehida dilarutkan dengan aquadest hingga volume 1 L) dan ditempatkan kembali dalam shaker selama 30 menit. Larutan pewarna kemudian dibuang, gel dicuci dengan 1 L aquadest selama 10 detik dan gel yang telah dicuci direndam dengan larutan developer (30 g serbuk Na2CO3, 1.5 mL formaldehida 37 %, dan 200 µL larutan Natriumtiosulfat 10 mg mL-1 dilarutkan dengan aquadest hingga volume 1 L) sambil dishaker hingga pita-pita DNA muncul. Proses pewarnaan dihentikan setelah
6 semua pita DNA muncul dengan menambahkan larutan fiksasi dari tahap sebelumnya. Gel kemudian dicuci kembali dengan 1 L aquadest dan dikeringkan. Selanjutnya pita DNA difoto dengan menggunakan kamera digital. Evaluasi Marka Mikrosatelit (SSR) Skoring. Skoring dilakukan untuk menentukan profil hasil karakterisasi pita produk hasil amplifikasi PCR. Pita tersebut ditunjukkan oleh hasil elektroforesis pada gel akrilamid. Selanjutnya, ukuran pita ditentukan dengan software PhotoCapMw sedangkan skoring alel dari marka SSR dilakukan dengan menggunakan elektroforegram yang dihasilkan. Penilaian muncul tidaknya pita genetik dilakukan secara manual. Profil DNA merupakan data alel yang teramati dengan ketentuan adanya pita DNA berdasarkan ukuran produk PCR pada satu lokus yang sama dari beberapa contoh yang digunakan. Alel-alel tersebut diterjemahkan menjadi data biner. Setiap alel dianggap mewakili satu karakter dan diberi nilai berdasarkan ada tidaknya suatu alel. Nilai (+) diberikan apabila alel ada dan nilai (-) bila tidak ada alel. Analisis data molekular dilakukan berdasarkan hasil skoring pita DNA yang muncul pada gel. Setiap pita DNA pada marka SSR yang muncul merepresentasikan posisi alel pada lokus, dimana 1 marka SSR merupakan satu lokus (Mulsanti 2011). Identifikasi Klon Karet Berdasarkan Hasil SSR. Identifikasi dilakukan berdasarkan pola pita yaitu jumlah dan ukuran migrasi yang tampak pada elektroforesis gel akrilamid. Sampel yang memiliki profil pita yang unik akan dibedakan. Analisis Tingkat Polimorfisme (Polymorphic Information Content). Tingkat polimorfisme (PIC) dihitung untuk masing-masing marka mikrosatelit. Nilai PIC diukur dengan menggunakan software online (www.genomics.liv.ac.uk /animal/Pic1.html) (Mulsanti 2011). Nilai PIC juga dapat diukur dengan rumus :
i= 1,2,3,....n, dimana Pi dan Pj frekuensi populasi alel ke-i dan ke-j (Nagy 2012)
HASIL Isolasi DNA Karet Isolasi DNA karet telah berhasil dilakukan, selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 230, 260 dan 280 nm sehingga diperoleh nilai kemurnian dan konsentrasi DNA karet hasil isolasi. Berdasarkan penelitian ini, kemurnian yang diperoleh dari nilai perbandingan A260/A280 sekitar 1.11–2.44 serta perbandingan
7 A260/A230 sebesar 1.13–2.45. Konsentrasi DNA yang dihasilkan berkisar antara 350.80–3228.35 μg mL-1 (Tabel 2). Konsentrasi terendah diperoleh pada genotipe PB 217 sedangkan konsentrasi tertinggi diperoleh pada genotipe GT 1. Konsentrasi DNA yang digunakan untuk proses PCR-SSR hanya 100 ng µL-1, dihitung dengan memperhatikan faktor pengenceran. Tabel 2 Nilai kemurnian dan konsentrasi DNA 17 klon karet Nomor Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis Klon GT 1 IRR 220 PR 261 IRR 112 PB 5/51 IRR 118 PR 107 IRR 104 PB 260 IAN 873 IRR 5 BPM 101 RRIC 110 PB 330 PB 217 PB 340 RRIM 712
Kemurnian 260/280 260/230 1.79 1.85 2.08 2.45 1.40 1.43 2.25 2.16 1.28 1.29 2.01 2.36 2.44 2.12 2.19 2.21 1.46 1.40 1.11 1.13 2.04 2.01 2.30 2.28 2.29 2.22 2.25 2.24 2.03 2.21 2.19 2.34 2.28 2.27
Konsentrasi (µg mL-1) 3228.35 953.65 575.45 2576.00 437.00 2396.95 2823.00 1455.10 570.15 2955.25 3055.50 1738.20 1886.20 2207.60 350.80 1083.90 1171.30
Setelah analisis kuantitatif, selanjutnya dilakukan analisis kualitatif terhadap 17 DNA klon karet tersebut dengan elektroforesis gel agarosa 0.8 %. Analisis ini bertujuan untuk melihat integritas DNA yang telah diisolasi. Elektroforegram (Gambar 1) menunjukkan bahwa fragmen DNA yang diperoleh cukup jelas sehingga bisa digunakan dalam analisis SSR.
Gambar 1 Hasil uji kualitas DNA 17 klon karet (M= Marker; 1-17= klon 1-17)
8 Evaluasi Marka Mikrosatelit (SSR) Hasil PCR dengan Gel Agarosa dan Gel Akrilamid Elektroforesis menggunakan gel agarosa tidak dapat membedakan klon yang satu dengan klon yang lainnya. Elektroforegram dengan gel agarosa menunjukkan bahwa hampir seluruh pita DNA yang terbentuk memiliki ukuran yang seragam untuk masing-masing primer dan penghasilkan pita monomorfik (Gambar 2). Hal tersebut berbeda dengan hasil elektroforegram menggunakan gel akrilamid yang dapat menghasilkan pita polimorfis. Oleh sebab itu, dalam analisis marka SSR, selanjutnya menggunakan data elektroforegram gel akrilamid 6 %. M (-) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
400 bp 300 bp 200 bp 75 bp
(a)
(b) Gambar 2
Elektroforegram primer EHB177 dengan gel agarosa (a), gel akrilamid (b)
Profil Hasil Karakterisasi Menggunakan Marka Mikrosatelit (SSR) Elektroforegram hasil amplifikasi DNA menggunakan sembilan primer SSR menunjukkan bahwa satu primer menghasilkan total enam alel yaitu primer gSSR194 dengan kisaran ukuran pita yang terbentuk sebesar 169-211 bp, dua primer menghasilkan total lima alel yaitu primer SSRH103 dan primer HBE329 dengan kisaran ukuran masing-masing 203-238 bp dan 93-107 bp. Lima primer menghasilkan total tiga alel yaitu primer gSSR213, EHB085, EHB177, EHB178 dan HBE316 dengan kisaran ukuran masing-masing 224-246 bp, 108-122 bp, 137-153 bp, 192-221 bp, dan 331-386 bp serta satu primer menghasilkan total dua alel yaitu primer HBE301 dengan kisaran ukuran 64-68 bp. Primer ini menghasilkan dua pita yang monomorfis. Elektroforegram dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebanyak total 33 alel dihasilkan dari sembilan primer yang teramplifikasi, dengan rata-rata jumlah alel 3.7 per lokus. Persentase lokus polimorfik 67 -100 % dimana terdapat delapan primer yang bersifat polimorfis dengan jumlah alel yang
9 polimorfis sebanyak 25. Rata-rata jumlah alel per lokus polimorfik adalah 2.8. Informasi kisaran ukuran dan jumlah alel dari marka SSR diberikan pada Tabel 3. Tabel 3 Informasi kisaran ukuran dan jumlah alel dari marka SSR jumlah alel Primer
kisaran basa (bp)
SSRH103 gSSR194 gSSR213 EHB085 EHB177 EHB178 HBE301 HBE316 HBE329 Total Kisaran rata-rata
203-238 169-211 224-246 108-122 137-153 192-221 64-68 331-386 93-107 64-386
total
monomorfis
polimorfis
5 6 3 3 3 3 2 3 5 33 2 - 6. 3.7
1 1 0 1 1 0 2 1 1 8 0 - 2. 0.9
4 5 3 2 2 3 0 2 4 25 0-4 2.8
Polimorfisme (%) 80 83 100 67 67 100 0 67 80
Analisis Tingkat Polimorfisme (PIC) Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai PIC terbesar 0.7183 yaitu pada primer gSSR194 dan terendah 0.4563 yaitu primer EHB177 dengan rata-rata sebesar 0.5729 (Tabel 4). PIC terbagi atas tiga kategori berdasarkan kemampuannya memberikan informasi. Tujuh primer tergolong sangat informatif, satu tergolong sedang dan satu primer tergolong rendah. Primer yang tergolong rendah ini menghasilkan pita monomorfis sehingga nilai PIC-nya diabaikan. Nilai rata-rata PIC ini tergolong sangat informatif, menunjukkan bahwa primer SSR tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi klon karet yang dianalisis. Tabel 4 Nama lokus, sekuen berulang, dan PIC marka SSR yang digunakan Primer SSRH103 gSSR194 gSSR213 EHB085 EHB177 EHB178 HBE301 HBE316 HBE329 rata-rata
sekuen berulang (CT) 21 (ATA)21 (ATT)6 (TCATGC)5 (GAA)7 , (TTC)8 (ATTA)8 (CAGCAA)5 (TCTGT)4 (AGA)9
PIC
Keterangan
0.5802 0.7183 0.5916 0.5229 0.4563 0.5112 0.0000 0.5666 0.6361
Sangat informatif Sangat informatif Sangat informatif Sangat informatif Sedang Sangat informatif Rendah Sangat informatif Sangat informatif
0.5729
10 Identifikasi Klon Karet Berdasarkan Pola Pita Hasil SSR Identifikasi berdasarkan skoring pita yang tampak pada elektroforesis gel akrilamid menunjukkan bahwa enam primer SSR dapat membedakan secara spesifik suatu klon berdasarkan profil pitanya yang unik (Tabel 5). Tabel 5 Skoring Alel 17 klon karet dengan sembilan primer SSR Primer
no alel
Ukuran (bp)
SSRH 103
1 2 3 4 5
Klon 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16 17
238 224 217 210 203
+ + -
+ -
+ + -
+ + -
+ + -
+ + -
+ -
+ + -
+ + -
+ + -
+ + -
+ + -
+ + -
+ + +
+ +
+ + -
+ + -
gSSR 194
1 2 3 4 5 6
209 204 194 178 173 170
+ + -
+ + -
+ + -
+ + + -
+ +
+ + +
+ + +
+ +
+ +
+ + -
+ +
+ + +
+ +
+ +
+ +
+ + -
+ +
gSSR 213
1 2 3
242 233 225
+ +
+
+ + -
-
+ + -
+ + -
+ -
+ +
-
+
+ + -
+ -
+ +
+ +
+ + -
+ +
+ +
EHB 085
1 2 3
123 116 109
+ -
+ +
+ +
+ + -
+
+ +
+
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+
+ -
+ +
EHB 177
1 2 3
152 148 138
+ -
+ + -
+ -
+ +
+ -
+ + -
+ -
+ -
+ + -
+ +
+ + -
+ -
+ + -
+ + -
+ + -
+ -
+ -
EHB 178
1 2 3
220 210 195
+ -
+ -
+ -
-
+
+ +
+ +
+ + -
+
+ + -
+ +
+ +
+ +
+ -
+ +
+ -
+
HBE 301
1 2
68 65
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
-
+ +
HBE 316
1 2 3
375 347 337
+ + +
+ + +
+ + +
+
+
+
+ + +
+
+
+ +
+ + +
+ + +
+
+ + +
+ + +
+ +
+ -
HBE 329
1 2 3 4 5
107 103 100 96 93
+ + -
+ + -
+ + -
-
+ +
+ + -
+ +
+ + -
+ + -
+ + -
+ + -
+ -
+ + -
+ + -
+ + -
+ + -
+ + -
= skoring pita yang berbeda dengan klon lainnya = tidak ada pita yang muncul
11 Enam primer yang dapat membedakan beberapa klon karet secara spesifik yaitu primer SSRH103 yang dapat membedakan lima klon yaitu klon PR107, IRR220, IAN873, PB217, dan PB330, primer gSSR194 yang dapat membedakan secara spesifik delapan klon yang terdiri atas IRR112, IRR220, PR261, IRR118, PR107, BPM101, PB340, dan RRIM712, primer EHB085 yang dapat membedakan secara spesifik klon IRR112, primer EHB178 memembedakan klon IRR5, primer HBE316 membedakan klon RRIM712 dan primer HBE329 spesifik memembedakan klon PR261 dan BPM101. Dua primer lainnya yang meskipun menghasilkan pita polimorfis, namun kedua primer ini tidak menghasilkan pola pita yang unik bagi suatu klon sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan secara spesifik klon-klon yang digunakan di dalam penelitian ini. primer tersebut adalah primer gSSR213 dan primer EHB177. Berbeda dengan primer-primer sebelumnya yang menghasilkan pita polimorfis, primer HBE301 menghasilkan pita yang monomorfis. Tidak ada perbedaan jumlah dan ukuran migrasi pada pita yang dihasilkan di setiap klonnya sehingga tidak dapat membedakan secara spesifik suatu klon karet. Jika ditinjau tiap klonnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa klon karet yang tidak teramplifikasi menggunakan suatu primer diantaranya klon IRR112 yang tidak dapat diamplifikasi oleh primer gSSR213, EHB178 dan HBE329, klon PB260 oleh primer gSSR213, dan klon PB340 oleh primer PB340.
PEMBAHASAN Isolasi DNA Tanaman Karet Isolasi DNA tanaman karet menggunakan metode Castillo et al. (1994). Ying dan Zaman (2006) menyatakan bahwa metode ini umum digunakan pada tanaman perkebunan. Metode ini dipilih karena praktis dan dapat menghasilkan DNA yang baik dari tanaman karet dibandingkan metode lainnya (Ain 2011). Analisis kuantitatif DNA dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 230, 260 dan 280 nm sehingga diperoleh nilai kemurnian dan konsentrasi DNA hasil isolasi. Kemurnian diperoleh dari perbandingan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm serta perbandingan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 230 nm. Panjang gelombang 260 nm merupakan serapan maksimum untuk asam nukleat sedangkan panjang gelombang 280 nm merupakan serapan maksimum untuk protein (Bintang 2010). Kemurnian DNA yang diperoleh dari nilai perbandingan A260/A280 sekitar 1.11– 2.44 serta perbandingan A260/A230 sebesar 1.13–2.45. Nilai kemurnian yang baik yaitu 1.8 – 2.0 (Yuwono 2006). Konsentrasi DNA yang dihasilkan antara 350.80–3228.35 μg mL-1. Nilai konsentrasi yang beragam ini dapat disebabkan karena DNA tidak terlarut secara sempurna sehingga mempengaruhi pembacaan absorbansi (Wulansari 2014), namun menurut Acquaah (2007), proses PCR dengan menggunakan marka SSR, tidak memerlukan jumlah DNA yang besar, jumlah yang dibutuhkan berkisar antara 50-5000 μg sehingga hasil ini tidak mempengaruhi analisis selanjutnya. Hal ini dibuktikan dengan kemunculan pita-pita hasil SSR yang ditunjukkan pada gel agarosa maupun gel poliakrilamid.
12 Analisis kualitatif hasil isolasi DNA karet dilakukan dengan menggunakan agarosa 0.8 % (Gambar 1). Menurut Nurhaimi-Haris et al. (2003), konsentrasi DNA akan berdampak pada kualitas fragmen hasil amplifikasi. Konsentrasi DNA yang terlalu rendah akan dapat menghasilkan fragmen yang sangat tipis pada gel atau bahkan tidak terlihat secara visual, sebaliknya konsentrasi DNA yang terlalu tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit dibedakan antara satu fragmen dengan fragmen lainnya. Berdasarkan hasil elektroforesis agarosa tersebut, didapatkan DNA karet yang sudah baik, meskipun klon nomor 5 (PB 5/51), nomor 6 (IRR 118) dan nomor 10 (IAN 873) masih menunjukkan sedikit smear. Smear biasanya terjadi karena adanya kontaminan berupa RNA, perlakuan DNA selama isolasi, yaitu sentrifugasi, perlakuan suhu, atau perlakuan dengan larutan-larutan yang digunakan. Smear juga dapat disebabkan oleh volume DNA yang terlalu banyak saat dielektroforesis atau penggunaan tegangan yang terlalu besar (Ausubel et al. 1990). Smear pada sampel penelitian ini dipengaruhi oleh nilai kemurnian yang didapatkan pada uji kuantitatif sebelumnya. Nilai kemurnian yang lebih dari 2.0 menunjukan bahwa sampel mengandung kontaminan RNA, sedangkan nilai kemurnian yang kurang dari 1.8 menunjukan bahwa sampel mengandung kontaminan protein (Yuwono 2006). Smear pada penelitian ini tidak mempengaruhi analisis selanjutnya sebab proses PCR dengan menggunakan marka SSR, selain tidak memerlukan jumlah DNA yang besar, marka SSR juga tetap dapat menggunakan DNA dengan kualitas rendah sampai sedang (Acquaah 2007). Salah satu kelebihan dari penggunaan metode SSR adalah mampu menggunakan DNA dengan kualitas sedang serta jumlah DNA yang dibutuhkan relatif rendah (Gupta et al. 1996). Hal ini juga dibuktikan dengan konsistennya pita yang muncul pada hasil PCR SSR yang divisualisasikan pada gel agarosa 3 % maupun pada gel akrilamid 6 %. Analisis Marka Mikrosatelit (SSR) DNA yang telah diisolasi kemudian di PCR dengan primer SSR lalu dielektroforesis menggunakan gel agarosa 3 % dan gel akrilamid 6 %. Hasil elektroforesis dengan gel agarosa 3 % tidak dapat digunakan dalam evaluasi marka sebab pita yang dihasilkan merupakan pita monomorfis yang ukuran pita di setiap sampelnya hampir sama, berbeda dengan pita hasil elektroforesis akrilamid yang menghasilkan pita yang lebih polimorfik (Gambar 2). Hal ini disebabkan karena pori-pori agarosa 3 % masih tergolong lebih besar dibandingkan dengan gel akrilamid 6 % sehingga fragmen hasil SSR belum bisa terpisah secara sempurna pada gel agarosa. Oleh karena itu, dalam analisis selanjutnya digunakan hasil elektroforesis akrilamid 6 %. Keefektifan suatu penanda dinilai dari banyaknya pola pita polimorfik yang dihasilkan (Syahruddin 2012). Primer SSR yang digunakan untuk menganalisis 17 genotipe karet menghasilkan pola pita polimorfik yang terlihat pada elektroforegram hasil running di gel akrilamid. Hasil amplifikasi DNA 17 genotipe karet menggunakan sembilan pasang primer SSR menghasilkan 33 pita DNA, dengan rata-rata jumlah alel 3.7 per lokus. Jumlah alel polimorfik sebanyak 25 dari sembilan primer yang digunakan dengan rata-rata jumlah alel
13 per lokus polimorfiknya adalah 2.8. Sedangkan jumlah pita monomorfik sebanyak delapan pita dengan rata-rata 0.9 alel per lokusnya (Tabel 3). Delapan dari sembilan pasang primer SSR yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan pola pita polimorfik sebesar 67 % sampai 100 % kecuali pada primer HBE301 yang menghasilkan dua pita monomorfik dan tidak menghasilkan pita polimorfik, oleh sebab itu, primer HBE301 tidak dapat digunakan dalam mengidentifikasi klon karet secara spesifik. Variasi pembentukan pola pita berkisar antara 64 hingga 386 bp. Jika ditinjau tiap klonnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua klon dapat diamplifikasi oleh primer-primer yang digunakan dalam penelitian kali ini kecuali klon IRR112 yang tidak dapat diamplifikasi oleh primer gSSR213, EHB178 dan HBE329, klon PB260 oleh primer gSSR213, dan klon PB340 oleh primer PB340. Lokus tersebut tidak menghasilkan pita sehingga tidak dapat diskoring. Hal ini diduga karena urutan basa pada beberapa lokus tersebut tidak dapat mengamplifikasi genom karet dari sampel yang digunakan. Grattapaglia et al. (1992) menyatakan proses amplifikasi dapat terjadi pada beberapa tempat, namun hanya sedikit yang dapat terdeteksi sebagai pita setelah amplifikasi. Tingkat polimorfisme (PIC) diperlukan untuk memilih marka yang dapat membedakan antar galur/tetua yang digunakan. Nilai PIC merupakan standar yang baik untuk mengevaluasi marka genetik (Emrani et al 2011). Kuantifikasi PIC adalah jumlah alel yang dapat dihasilkan oleh suatu marka dan frekuensi dari tiap alel dalam set genotipe yang diuji. Nilai polimorfisme ditentukan oleh frekuensi kemunculan alelnya (DeVicente dan Fulton 2003). Nilai PIC memberikan perkiraan kekuatan pembeda dari marka dengan menghitung bukan saja jumlah alel dalam satu lokus tetapi juga frekuensi relatif dari sejumlah alel dari suatu populasi yang diidentifikasi. Lokus marka dengan jumlah alel yang banyak akan terdapat pada frekuensi yang seimbang dengan nilai PIC yang paling tinggi (Mulsanti 2011). Marka yang menghasilkan alel lebih sedikit memiliki kemampuan yang lebih kecil untuk membedakan sampel yang diuji. Nilai PIC tinggi berarti sangat informatif yang ditunjukan pada marka yang menghasilkan banyak alel. Nilai PIC diklasifikasikan menjadi tiga kelas berdasarkan kemampuannya memberikan informasi kekuatan pembeda suatu marka, termasuk tinggi dengan nilai PIC>0.5 yang berarti marka yang digunakan sangat informatif, 0.25>PIC>0.5 termasuk sedang dan PIC<0.25 memiliki nilai informatif yang rendah (Botstein et al. 1980). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak tujuh marka yaitu SSRH103, gSSR194, gSSR213, EHB085, EHB178, HBE316 dan HBE329 termasuk dalam kategori sangat informatif, satu marka yaitu EHB177 memiliki nilai PIC sedang dan satu marka yaitu HBE301 diabaikan nilai PICnya atau dianggap nol karena menghasilkan dua pita yang monomorfis sehingga tidak bisa digunakan untuk membedakan antar klon. PIC tertinggi dari delapan marka yang polimorfis ditunjukan oleh primer gSSR194 (0.7183) dan terendah primer EHB177 (0.4563). Primer yang memiliki nilai PIC yang tergolong tinggi atau sangat informatif (>0.5) tersebut terbukti memiliki kemampuan membedakan klon-klon karet berdasarkan skoring pita hasil PCR SSR kecuali primer gSSR213 yang nilai PIC nya tergolong tinggi namun belum dapat membedakan secara spesifik klon yang
14 digunakan dalam penelitian kali ini. Primer yang menghasilkan jumlah alel terbanyak yaitu enam alel sekaligus mengidentifikasi klon terbanyak yaitu delapan klon adalah primer gSSR194. Primer ini merupakan primer dengan nilai PIC tertinggi. Intensitas amplifikasi pita DNA pada setiap primer sangat dipengaruhi oleh distribusi dari situs annealing primer pada template DNA (Weeden et al. 1992). Syahruddin (2012) menyatakan bahwa intensitas pembentukan pita terjadi karena adanya kompetisi di bagian mana primer menempel pada cetakan untai tunggal DNA yang menyebabkan banyak fragmen yang teramplifikasi pada satu situs dan pada situs yang lain sedikit, dalam hal ini situs berulang SSR. Pembentukan pola pita DNA yang spesifik dapat dijadikan sebagai penciri (DNA fingerprinting) dalam membedakan suatu genotipe tanaman dengan genotipe tanaman yang lain. Pita-pita spesifik yang dihasilkan dari hasil amplifikasi DNA tanaman berguna untuk identifikasi varietas (Karsinah et al. 2002). Pita spesifik merupakan sebuah penanda spesifik atau sebagai pembeda varietas terhadap varietas lain yang sangat penting, karena identifikasi varietas umumnya berdasarkan karakter morfologi yang membutuhkan pengamatan intensif pada tanaman yang sudah masuk perkembangan generatif, sehingga akan mempercepat dalam proses seleksi. Kegiatan seleksi ditahap awal perkembangan tersebut selain mempersingkat waktu dan juga akan menghemat penggunaan dana dan tenaga kerja (Syahruddin 2012).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sembilan marka Simple Sequence Repeat (SSR) telah dievaluasi untuk membedakan 17 klon karet, baik klon asli maupun klon hasil persilangan. Berdasarkan skoring dan nilai PIC, dapat disimpulkan bahwa delapan dari sembilan pasang primer SSR dalam penelitian ini dapat digunakan dalam mengidentifikasi klon karet, enam diantaranya dapat membedakan suatu klon karet secara spesifik sehingga dapat digunakan dalam mempercepat proses seleksi. Saran Penelitian ini merupakan penelitian awal yang perlu dilanjutkan dengan penggunaan lebih banyak primer SSR yang spesifik dan klon karet yang juga lebih banyak sehingga selanjutnya bisa dikembangkan sebagai DNA fingerprint klon karet (Hevea brasiliensis). Sekuensing juga diperlukan untuk mengkonfirmasi daerah SSR yang diamplifikasi oleh marka SSR.
15
DAFTAR PUSTAKA Acquaah G. 2007. Principles of plant genetics and breeding. United Kingdom (UK) : Blackwell Publishing. Ain YK. 2011. Isolasi DNA daun tanaman karet dengan menggunakan metode Khanuja, kit komersial, dan Castillo [laporan praktik lapang]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ausubel FM. 1990. Current Protocols in Molecular Biology. Kanada (CA): John Willey & Sons. Besse P, Seguin M, Lanaud C and Lebrun P. 1993. DNA fingerprints in Hevea brasiliensis (rubber tree) using human minisatellite probes. Heredity 70 : 237244 BP 5035, 3403. Bintang M. 2010. Teknik Penelitian Biokimia. Jakarta (ID): Erlangga. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Karet Indonesia 2012. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Botstein D, White RL, Skolnick M, David R. 1980. Construction of genetic linkage map in pan pusing restriction fragmen lenght polymorphism. Am J. Human Gene. 32: 314-331. Castillo O, Chalmers KJ, Waugh R, Powell W. 1994. Detection of genetic diversity and selective gene in coffee using RAPD markers. Theor. Appl. Genet. 87:332-339. Chee KH, KM Zhong, TW Darmono. 1986. The occurance of eight races of Mycrocyclus ulei on hevea Rubber in Bahia, Brazil. Trans. Br. Mycol. Soc. 87:15-21. De Vicente MC, Fulton T. 2003. Using Molecular Marker Technique in Studies on Plant Genetic Diversity. [internet]. [diunduh 2 Juni 2014]. Tersedia pada: www.bioversityinternational.org/fileadmin/user_upload/online_library/publicat ions/pdfs/Molecular_Markers_Volume_1_en.pdf. [DEPTAN]. 2008. Potensi dan Perkembangan Pasar Ekspor Karet Indonesia [Internet]. [diakses 2013 Nov 22]. Tersedia pada http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/5/54/1185/potensi_dan_perkembang an_pasar_ekspor_karet_indonesia_di_pasar_dunia.htm. Diputra IM. 2013. Keragaman genetik Pinus merkusii Jungh. et Ed Vriese strain Tapanuli berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Emrani H, Aminiria C, Arbabe MAR. 2011. Genetic variation and bottleneck in japanese quail (Coturnix japonica) strain using twelve microsatelitte markers. African Biotech. 10(20):4289-4295. Feng S, Wu Y, Li W, Yu F, Wang J. 2012. Analysis of genetis diversity and SSR allelic variations in rubber tree (Hevea brasiliensis), The Molecular Basis of Plant Genetic Diversity. Prof. Mahmut Caliskan, editor. China (CN): InTech. Gao Z, Eyers S, Thomas C, Ellis N, and Maule A. 2004. Identification of markers tigthly linked to sbm recessive genes for resistance to Pea seed-borne mosaic virus. Theor. Appl. Genet. 109: 488-494. Garcia IA, Gonzalez SM, Montoya D, Ariztizabal F. 2011. Identification in silico of SSR markers for genotyping Hevea sp. clone gardens in Colombia. Agronomi Colombiana 29(30):359-366.
16 Grattapaglia D, Chaparro J, Wilcox P, McCord S, Werner D, Amerson H, McKeand S, Bridgwater F, Whetten R, O‟Malley D & Sederoff R. 1992. Mapping in woody plants with RAPD markers: application to breeding in forestry and horticulture. Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant Breeding Symposia Series CSSA/ASHS/AGA. Minneapolis. 1 November 1992. Gupta PK, Balyan HS, Sharma PC and Ramesh B. 1996. Microsatellites in plants: A new class of moleculer markes. Current Sci. 7 (1): 45 – 54. Karsinah, Sudarsono, Setyobudi L, Aswidinnoor H. 2002. Keragaman genetik plasma nutfah jeruk berdasarkan analisis penanda RAPD. J Biotek Pertanian 7(1): 8-16. Matra DD. 2010. Analisis keragaman genetik manggis berdasarkan karakter fenotipe dan marka molekuler pada empat sentra produksi di pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mulsanti IW. 2011. Identifikasi dan evaluasi kemurnian genetik benih padi hibrida menggunakan marka mikrosatelit [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nagy S, Poczai P, Cernak I, Gorji AM, Hegedus G, and Taller J. 2012. PICcalc: an online program to calculate polymorphic information content for molecular genetic studies. Biochem Genet. 50:670–672 Nurhaemi-Haris, Hajrial A, Nurita TM, Agus P. 2003. Kemiripan genetik klon karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) berdasarkan metode amplified fragment lenght polymorphisms (AFLP). Menara Perkebunan 71(1): 1-15. Oktavia, F, M. Lasminingsih, dan Kuswanhadi. 2010. Hubungan kekerabatan genetik antar klon karet sebagai dasar pemilihan tetua untuk mendapatkan klon unggul lateks-kayu. Jurnal Penelitian Karet, 28(2) : 1-10. Pusat Penelitian Karet, Medan. Penot E, CIRAD-CP, Rasidin A, IRRI Sembawa. 1994. Hevea Rubber Clones in Indonesia. Medan (ID): Badan Penelitian Sungei Putih. Pootakham W, Juntima C, Jomchat N, Sangsrakru D, Yoocha T, Tragoonrung S, Tangphatsornruang S. 2012. Development of genomic-derived simple sequence repeat markers in Hevea brasiliensis from 454 genome shotgun sequences. Plant Breeding 131: 555-562. doi: 10.1111/j.14390523.2012.01982.x. Powel W, Macharay GC, Provan J. 1996. Polymorphysm revealed by simple sequence repeats. Trends Plant Sci 1:215-222. Pusat Penelitian Karet. 2006. Pengenalan Klon Karet Penghasil Lateks dan Lateks Kayu. Medan (ID): Badan Penelitian Sungei Putih. Siagian N. 2006. Pembibitan dan Pengadaan Bahan Tanam Karet Unggul. Medan: Balai penelitian Sungei Putih. Sugiharto. 2013. Menghitung Potensi Kayu Karet [internet]. [diakses 2013 Jan 10]. Tersedia pada http://agroindonesia.co.id/2013/04/10/menghitung-potensi-kayukaret/. Syahrudin K. 2012. Analisis keragaman beberapa genotipe durian (Durio zibethinus Murr.) menggunakan penanda morfologi dan molekuler (ISSR) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Thermo Scientific. 2010. Thermo Scientific Multiskan GO Brief User’s Guide. Findland : Thermo Scientific.
17 Triwitayakorn K, Chatkulkawin P, Kanjanawattanawong S, Sraphet S, Yoocha T, Sangsrakru D, Chanprasert J, Ngamphiw C, Jomchai N, Therawattanasuk K et al. 2011. Transcriptome sequencing of Hevea brasiliensis for development of microsatellite markers and construction of a genetis linkage map. DNA Research 18:471-482. Weeden NF, Timmerman GM, Hemmat M, Kneen BE, Lodhi MA. 1992. Inheritance and reliability of RAPD markers. Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant Breeding Symposia Series CSSA / ASHS / AGA. Minneapolis. 1 November 1992. Woelan S, Chaidamsari T, dan Wibowo IY. 2010. Analisis Hubungan Kekerabatan Hasil Persilangan antara RRIM 600 dan PN 1546 Berdasarkan Marka Molekuler. Jurnal Penelitian Karet, 28(2) : 11-31. Pusat Penelitian Karet, Medan. Wulansari R. 2014. Studi kekerabatan dan morfologi padi lokal adan hasil mutasi sinar gama [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ying ST, Zaman FQ. 2006. DNA extraction from mature oil palm leaves. J. Oil Palm Research 18:219-224. Yu Fei et al. 2011. Development, characterization, and crossspecies/generatransferability of SSR markers for rubber tree (Hevea brasiliensis). Plant Cell Rep. 30:335–344. Yunanto T. 2010. Uji lapang lacak balak kayu meranti balau (Shorea laevis Ridl.) dengan penanda mikrosatelit [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta (ID) : Andi.
18
LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir penelitian
19 Lampiran 2 Klon-klon karet yang digunakan dalam penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Klon GT 1 IRR 220 PR 261 IRR 112 PB 5/51 IRR 118 PR 107 IRR 104 PB 260 IAN 873 IRR 5 BPM 101 RRIC 110 PB 330 PB 217 PB 340 RRIM 712
Tetua Klon primer PB 260 x IAN 873 TJIR 1 x PR 107 IAN 873 x RRIC 110 Klon primer LCB 1320 x FX 2784 Klon primer BPM 101 x RRIC 110 PB 5/51 x PB 49 PB 86 x F 1717 PBIG seedling Klon primer LCB 1320 x RRIC 7 PB 5/51 x PB 32/36 PB 5/51 x B 5/9 PB 235 x PR 107 RRIM 605 x RRIM 701
Asal Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Malaysia Indonesia Indonesia Indonesia Malaysia Brazil Indonesia Indonesia Sri Lanka Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia
Keterangan Penghasil lateks Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks Penghasil lateks Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks Penghasil lateks dan kayu Penghasil lateks
Sumber: Penot et al. 1994; Chee et al. 1986; Pusat Penelitian Karet 2006.
20 Lampiran 3 Elektroforegram hasil PCR SSR pada gel akrilamid 6 %
Hasil amplifikasi DNA karet menggunakan primer SSRH103 (Keterangan: M= Marker 1 kb, (-)=kontrol negatif, 1= GT1, 2= IRR220, 3= PR261, 4= IRR112, 5= PB5/51, 6= IRR118, 7= PR107, 8= IRR104, 9= PB260, 10= IAN873, 11= IRR5, 12= BPM101, 13= RRIC110, 14= PB330, 15= PB217, 16= PB340, dan 17= RRIM712)
Hasil amplifikasi DNA karet menggunakan primer gSSR194
Hasil amplifikasi DNA karet menggunakan primer gSSR213
Hasil amplifikasi DNA karet menggunakan primer EHB085
Hasil amplifikasi DNA karet menggunakan primer EHB177
21
Hasil amplifikasi DNA karet menggunakan primer EHB178
Hasil amplifikasi DNA karet menggunakan primer HBE301
Hasil amplifikasi DNA karet menggunakan primer HBE316
Hasil amplifikasi DNA karet menggunakan primer HBE329
22 Lampiran 4 Klon karet yang diidentifikasi dan nomor alelnya Primer SSRH 103
No. Alel 3 4 1 4
3 4 4 5 2 4 5 1 1 2 1 3 5 3 5 2 5
GT1, IAN873 IRR220 PR261 IRR112 PB5/51, IRR104, PB260, IRR5, RRIC110, PB330, PB217 IRR118 PR107
2 4
gSSR194
Klon karet yang diidentifikasi PR107 IRR220 IAN873 GT1, IRR112, PB5/51, IRR118, IRR104, PB260, IRR5, BPM101, RRIC110, RRIM712 PR261, PB340 PB217 PB330
2 5 5 5 6 6 6
4 5 6 2 3
BPM101 PB340
2 6
RRIM712
gSSR213
2 3 3 1 2 0 1 1 3
GT1, IRR104, RRIC110, PB330 IRR220, IAN873 PR261, PB5/51, IRR118, IRR5, PB217 IRR112, PB260 PR107, BPM101 PB340, RRIM712
EHB 085
2
1 2 3 2 3
GT1, PB340 IRR220, PR261, PB260, IAN873, IRR5, BPM101, RRIC110, PB330, RRIM712 IRR112 PB5/51, PR107, PB217 IRR118, IRR104
EHB 177
2 1 2 1 2 3
GT1, PB5/51, IRR104, BPM101, PB340, RRIM712 IRR220, IRR118, PB260, IRR5, RRIC110, PB330, PB217 PR261, PR107 IRR112, IAN873
EHB 178
2 0 3 2 3 1 2 1 3
HBE 301
1 2
GT1, IRR220, PR261, PB330, PB340 IRR112 PB5/51, PB260, RRIM712 IRR118, PR107, BPM101, RRIC110, PB217 IRR104, IAN873 IRR5 GT1, RRIM712, IRR220, PR261, IRR112, PB5/51, IRR118, PR107, IRR104, PB260, IAN873, IRR5, BPM101, RRIC110, PB330, PB217 PB 340
1 3
0
23 Lampiran 4 Klon karet yang diidentifikasi nomor alelnya (lanjutan) Primer
No. Alel
HBE 316
1 2 3 3 2 3 2
HBE 329
2 4 3 4 1 4 0 4 5 2 3 4
Klon karet yang diidentifikasi GT1, IRR220, PR261, PR107, IRR5, BPM101, PB330, PB217 IRR112, PB5/51, IRR118, IRR104, PB260, RRIC110 IAN873, PB340 RRIM712 GT1, IRR104, IRR5, PB217, PB340, RRIM712 IRR220, PB260, RRIC110, PB330 PR261 IRR112 PB5/51, PR107 IRR118, IAN873 BPM101
= skoring pita yang berbeda dengan klon lainnya
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 30 Desember 1992 dari ayah bernama Hamzah Kattang dan ibu bernama Hasmawati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas dari SMA Negeri 1 Maros dan pada tahun yang sama lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Metabolisme untuk mahasiswa Biokimia Tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kampus, diantaranya Wakil bendahara Community Research and Education of Biochemistry (CREBs) periode 2011/2012, divisi CIC (Center Information and Communication) CREBs periode 2012/2013, anggota Ikatan Mahasiswa (IKAMI Sulsel) 2010-2014 serta Sanggar Juara 2011-2014. Penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan yaitu Masa Perkenalan Departemen Biokimia tahun 2012, divisi PDD Biochemistry Fair 2012, Seminar dan Kajian Ilmiah Kehalalan 2012, divisi PDD Pesta Sains Nasional tahun 2012 dan 2013, IPB Green Living Movement (IGLM) 2012, Biochemistry Expo 2013, dan Olimpiade Mahasiswa IPB 2014. Selama masa kuliah penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Penulis juga pernah meraih juara 1 Lomba Menulis Cerpen NeoEksmus Alhuriyyah IPB 2011, juara 2 Drama Musikal Biochemistry Champion League 2012, juara 2 lomba menulis cerpen PEGAS FEM IPB 2012, juara 2 drama musikal Sport Competition and Art Festival on MIPA Faculty (SPIRIT) 2013, serta PKMP yang berjudul ‘Ekstrak Abu Pelepah Aren sebagai Inhibitor Enzim Tirosinase dalam Bedak Dingin Anti Jerawat’ yang didanai DIKTI 2013. Penulis pernah melakukan Praktik Lapangan (PL) di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) Bogor selama periode bulan Juli hingga Agustus 2013 dengan judul Aplikasi Marka Simple Sequence Repeat (SSR) Untuk Identifikasi 17 Klon Karet (Hevea brasiliensis).