EVALUASI KINERJA KONSELOR PROFESIONAL DI SMA KOMPONEN DUKUNGAN SISTEM (DISCREPANCY MODEL)
Maghfirotul Lathifah
Bimingan dan Konseling – FKIP Universitas PGRI Adibuana Surabaya
[email protected]
ABSTRAK Evaluasi merupakan proses mengumpulkan, menganalisis, dan mendeskripsikan informasi mengenai efektivitas pelaksanaan program bimbingan dan konseling, sehingga dapat disusun rekomendasi terkait dengan impelementasi program baik yang sudah dilaksanakan maupun belum dilaksanakan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kesenjangan antara realita kinerja konselor profesional dalam mengimplementasikan komponen dukungan sistem dengan standar. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi dengan menggunakan rancangan discrepancy model. Analisa data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan mixing methods. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Profil gabungan tiap sekolah terteliti terkait dengan kinerja konselor dalam mengimplementasikan komponen dukungan sistem di sekolah sesuai standar evaluasi kinerja konselor profesional dengan skor 73%. Profil aktual yang menjadi catatan penting bagi keseluruhan sekolah terteliti ialah untuk menggagas atau memprakarsai pertumbuhan reflective practitioner dalam diri konselor. Kata Kunci : evaluasi, kinerja konselor sekolah, komponen dukungan sistem (discrepancy model) PENDAHULUAN Sejarah
program bimbingan dan konseling
perkembangan
program
ialah bimbingan dan penyuluhan.
bimbingan dan konseling di Indonesia
Berawal
berawal pada tahun 1960-an, ketika
bimbingan dan konseling di tanah air
pejabat dari Departemen Pendidikan
untuk
dan
mencapai tujuan pendidikan, maka
Kebudayaan
berkunjung
ke
Amerika. Pada awalnya sebutan untuk
para
dari menunjang
ahli
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
sebuah
wacana
misi
pendidikan
sekolah
selanjutnya 1
memikirkan
bagaimana
caranya
sekolah.
BK/BP
(Laksmiwati, 2002), memuat program
dalam struktur lembaga pendidikan
bimbingan karier yang terdiri dari
menengah (Winkel, 2006).
lima paket. Paket pertama berisi
Bimbingan dan konseling di sekolah
pemahaman diri, paket kedua berisi
diprogramkan sejak diberlakukannya
nilai-nilai,
Kurikulum 1975, di dalam Buku III C.
pemahaman
Kurikulum
keempat berisi hambatan dan cara
mengintegrasikan
program
1975
(Departemen
Kurikulum
paket
1984
ketiga
berisi
lingkungan,
Pendidikan Nasional, 2007) berisi
mengatasi
ancangan layanan bimbingan dan
kelima berisi merencanakan masa
konseling sebagai salah satu dari
depan. Triyono (2014) menjelaskan
wilayah
persekolahan
dari
bahwa dengan masuknya bimbingan
jenjang
SD
sampai
yaitu
karier dalam program bimbingan dan
pembelajaran
yang
didampingi
konseling, program bimbingan dan
layanan
manajemen
mulai SMA, dan
layanan
hambatan,
paket
serta
paket
konseling hampir disamakan dengan
bimbingan dan konseling. Laksmiwati
bimbingan
(2002), menjelaskan bahwa terdapat
implementasi program bimbingan dan
tiga komponen pokok dalam Buku III
konseling dilaksanakan oleh: (1) Guru
C sebagai bagian integral yang tidak
kelas sekaligus guru BP; (2) Guru
dapat dipisahkan satu sama lain.
bidang studi yang merangkap guru
Adapun ketiga komponen tersebut
BP; (3) Guru BP yang merangkap
adalah: (1) Program kurikulum yang
sebagai guru bidang studi; (4) Guru
baik; (2) Administrasi yang baik; (3)
BP dengan latar belakang non BP; (5)
Pelayanan bimbingan yang terarah,
Kepala sekolah yang membimbing
disertai dengan sarana dan prasarana
sekurang-kurangnya 40 siswa; (6)
yang memadai. Implementasi program
Guru yang memiliki minor BP; (7)
bimbingan
Guru BP yang memiliki ijasah BP.
dan
konseling
pada
karier.
Kurikulum 1975 diisi oleh konselor
Dari
seadanya.
belakang
Pada tahun 1984 terjadi perubahan
dikhawatirkan
kurikulum, namun tidak memuat hal
hambatan
yang
mengimplementasikan
berarti
dalam
implementasi
program bimbingan dan konseling di
Adapun
keanekaragaman latar pendidikan terjadi
tersebut, berbagai dalam program
bimbingan dan konseling.
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
2
Perkembangan dari Kurikulum 1984
kompetensi lulusan dan standar isi.
adalah Kurikulum 1994. Departemen
Namun, terjadi kesenjangan legal di
Pendidikan
Nasional
(2007)
mana pada UU No, 20 tahun 2003
menjelaskan
bahwa
ketika
tidak mengatur keberadaan konselor
diberlakukannya
Kurikulum
1994,
yang menggunakan materi pengenalan
pelaksanaan program bimbingan dan
diri
konseling mulai mendapatkan ruang
layanan. Akibatnya, ekspektasi kinerja
gerak dalam sistem persekolahan.
konselor
dirancukan
Kurikulum 1994 (Laksmiwati, 2002)
ekspektasi
kinerja
memuat empat bidang bimbingan
menggunakan
dalam
sebagai konteks pemberian layanan.
program
bimbingan
dan
sebagai
konteks
pemberian dengan
guru
materi
yang
pelajaran
konseling. Keempat bidang bimbingan
Dampaknya
tersebut adalah bimbingan pribadi,
konselor secara apriori menyampaikan
sosial, belajar, dan karier.
materi
Kurikulum
1994
disempurna
kan
adalah
dalam
dipaksanya
konteks
pemberian
pelayanan (Hidayah, 2009).
kembali oleh Kurikulum Berbasis
Pada tahun 2006 ketika diterbitkannya
Kompetensi pada tahun 2002 – 2004.
Kurikulum
Pada tahun 2003, program bimbingan
Pembelajaran
dan konseling mendapatkan angin
membawa program bimbingan dan
segar di mana diberlakukannya UU
konseling
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
pengembangan diri. Dalam Kurikulum
Pendidikan Nasional. Dalam UU No.
2006
20 tahun 2003, pasal 1 ayat 6
Nasional,
menyebutkan
Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006
bahwa
keberadaan
Tingkat
Satuan
(KTSP)
hampir
disamakan (Departemen 2007)
Pendidikan diberlakukan
konselor dalam sistem pendidikan
yang
nasional dinyatakan sebagai salah satu
pengembangan diri dalam struktur
kualifikasi pendidik, sejajar dengan
kurikulum dan diikuti dengan panduan
kualifikasi guru, dosen, pamong, dan
pengembangan
tutor.
2003
pendidikan dasar dan menengah yang
dengan
diterbitkan oleh Pusat Pengembangan
diberlakukannya PP 19 tahun 2005
Kurikulum dan Sarana Pendidikan
tentang Standar Nasional pendidikan
Balitbang
pasal 1 ayat 4 dan 5 mengenai standar
program bimbingan dan konseling
UU
No.
disempurnakan
20
tahun
kembali
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
memuat
dengan
diri
Diknas.
komponen
bagi
satuan
Implementasi
3
dalam Kurikulum 2006 adalah pada
2007).
wilayah pengembangan diri sebagai
konseling
wilayah komplementer antara guru
penyempurnaan
dan konselor. Pengembangan diri
sebelumnya.
bukan merupakan mata pelajaran yang
bimbingan
harus diasuh oleh guru. Akan tetapi,
komprehensif
ialah
pada
kegiatan pengembangan diri dapat
perkembangan
siswa
secara
difasilitasi atau pun dibimbing oleh
keseluruhan melalui empat komponen,
konselor,
yakni layanan dasar, perencanaan
guru,
atau
tenaga
Program bimbingan dan komprehensif dari
dalam
dukungan sistem.
kegiatan
program
dan
individu,
bentuk
program
Orientasi
kependidikan yang dapat dilaksanakan
layanan
adalah
konseling
resposif
dan
ekstrakurikuler.
Implementasi program bimbingan dan
Hidayah (2009) menjelaskan bahwa
konseling
akibat
Peraturan
dengan diterbitkannya Permendiknas
Menteri No. 22 tahun 2006 adalah
No. 27 tahun 2008 tentang Standar
dipaksanya
Kualifikasi
diberlakukannya konselor
untuk
komprehensif
diperkuat
Akademik
dan
menyampaikan materi pengembangan
Kompetensi Konselor pasal 1 dan 2.
diri kepada peserta didik melalui
Namun,
konseling
kegiatan
program bimbingan dan konseling di
dari
lapangan berbeda dengan isi dari
diberlakukanya Peraturan Menteri No.
Permendiknas No. 27 tahun 2008
22 tahun 2006 adalah dicederainya
yakni masih banyak konselor dengan
integritas
kualifikasi non BK serta program
dan
ekstrakulikuler.
Dampak
layanan bimbingan dan
kondisi
konseling di sekolah. Pada tahun 2007
bimbingan
program bimbingan dan konseling
komprehensif
komprehensif atau bimbingan dan
diimplementasikan oleh para konselor
konseling
di sekolah.
perkembangan
mulai
dan
implementasi
belum
dikembangkan di Indonesia seiring
Tahun
diterbitkannya
memberlakukan
buku
Penataan
konseling
2013
pemerintah Kurikulum
2013
Pendidikan Profesional Konselor dan
sebagai penyempurnaan Kurikulum
Layanan Bimbingan dan Konseling
Tingkat
dalam
Kurikulum 2013 diperkuat dengan
Jalur
Pendidikan
Formal
(Departemen Pendidikan Nasional,
Satuan
diterbitkannya
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
Pembelajaran.
Permendikbud
81A
4
tahun 2013 disempurnakan kembali
kesenjangan
dengan Permendikbud No 111 Tahun
konselor
2014
mengimplementasikan
tentang
Bimbingan
dan
ekspektasi
kinerja
profesional
dalam program.
Konseling Pada Pendidikan Dasar dan
Hambatan tersebut menjadi salah satu
Menengah. Namun, karena Kurikulum
penyebab
2013 masih tergolong baru maka
konselor dalam mengimplementasikan
implementasi dari kurikulum tersebut
program.
belum merata di daerah-daerah.
terwujud dalam kejelasan program,
Perkembangan program bimbingan
proses implementasi, dan hasil yang
dan konseling di sekolah mulai dari
dicapai
tahun
dapat
menjelaskan apa dan mengapa suatu
program
proses dan hasil terjadi atau tidak,
1975
sampai
disimpulkan
2012
bahwa
minimnya
akuntabilitas
Akuntabilitas
berupa
informasi
yang
bimbingan dan konseling merupakan
terkait
bagian integral dari sistem pendidikan.
kegagalan
Namun,
muncul
mencapai kompetensi (Santoso, 2009).
belum
Akibat dari kesenjangan ekspektasi
program
kinerja konselor profesional dalam
konseling
mengimplementasikan program adalah
komprehensif di sekolah, banyaknya
konselor takut untuk mendapatkan
konselor berlatar belakang non BK,
hasil evaluasi
penyamarataan
tersebut dikarenakan profesionalitas
pada
prakteknya
persoalan-persoalan
seperti
diimplementasikannya bimbingan
dan
ekspektasi
kinerja
dengan
program
keberhasilan
peserta
atau
didik
yang
dalam
negatif.
konselor dengan ekspektasi kinerja
kinerja
guru
pada
mengimplementasikan program saat
dipaksanya konselor secara apriori
ini dinilai hanya dari sertifikat bukan
menyampaikan materi dalam konteks
kegiatan
pemberian
pelayanan.
Persoalan-
Dampaknya adalah pertama, program
persoalan
tersebut
menunjukkan
yang telah dibuat oleh konselor dari
sehubungan
tahun ke tahun adalah program yang
yang
berdampak
adanya
kesenjangan
dengan
kinerja
konselor
mengimplementasikan
konselor
Hal
real
yang
dalam
dilakukan.
dalam
sama, yang berbeda hanyalah tahun
program
pembuatan dan nama kepala sekolah.
bimbingan dan konseling di sekolah.
Kedua, program yang berjalan tidak
Hambatan sekaligus masalah yang
mempunyai tujuan dan sasaran yang
terjadi
tepat,
mengindikasikan
adanya
pada
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
akhirnya
terjadi
5
ketidaksesuaian
antara
program
dengan implementasinya. Konselor
adalah
berkualifikasi
landasan
tenaga
strata
mendalam konseli; (2) menguasai
pendidik
satu
(S-1)
dan
bimbingan
kerangka
dan
teoritik
konseling;
menyelenggarakan
(3)
program
program bimbingan dan konseling dan
bimbingan
merupakan motor penggerak utama
memandirikan; (4) mengembangkan
dalam
program
pribadi dan profesionalitas konselor
bimbingan dan konseling di sekolah.
secara berkelanjutan (Permendiknas
Tugas konselor berada pada area
No 27 tahun 2008). Unjuk kerja
pelayanan profesional yang bertujuan
konselor dipengaruhi oleh keempat
untuk mengembangkan potensi serta
kompetensi tersebut yang didasari
memandirikan peserta didik dalam
oleh sikap, nilai, dan karakteristik
mengambil
pribadi yang mendukung.
mengimplementasi
keputusan
berkenaan
dan
konseling
yang
dengan pilihannya dalam hal pribadi,
Salah satu hal penting berkaitan
sosial, belajar, maupun karier. Dalam
dengan profesinalitas kinerja konselor
mengimplementasikan
program
adalah supervisi kinerja konselor.
bimbingan dan konseling di sekolah
Taufiq (2004) mengungkapkan bahwa
konselor senantiasa digerakkan oleh
pelaksanaan supervisi kinerja konselor
motif altruistik, empati, menghormati
selama ini belum diarahkan pada
keragaman,
upaya
serta
mengutamakan
peningkatan
mutu
kepentingan konseli dengan selalu
profesionalisme
mencermati dampak pelayanan yang
secara berkelanjutan. Praktik supervisi
telah diberikan baik jangka pendek
kinerja
maupun jangka panjang.
lapangan
Sosok
utuh
profesional
kompetensi mancakup
konselor
konselor
konselor
yang
didasarkan
pengawasan guru
sekolah terjadi
atas
di
konsep
mata pelajaran,
kompetensi
sehingga bukan saja tidak efektif
akademik dan kompetensi profesional.
melainkan memberikan dampak yang
Kompetensi
destruktif
akademik
merupakan
terhadap
perkembangan
landasan ilmiah dari kiat implementasi
profesionalitas konselor sekolah. Mc.
program bimbingan dan konseling dan
Leod (2003),
merupakan landasan pengembangan
supervisi
kompetensi
yang
elemen penting dalam perkembangan
secara
konselor sepanjang kariernya dan
meliputi:
profesional, (1)
memahami
menjelaskan bahwa
merupakan
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
salah
satu
6
bukan hanya terletak pada pendidikan
mengimplementasikan
semata. Namun, realita di lapangan
dengan realita di lapangan.
menunjukkan
METODE
bahwa
kegiatan
program
supervisi yang dilakukan cenderung
Penelitian ini menggunakan standar
mensupervisi program bimbingan dan
evaluasi kinerja konselor profesional
konseling, sedangkan kinerja konselor
diadaptasi dari buku Guidelines for
profesional terabaikan.
Performance
Penelitian ini dilakukan dalam upaya
School
memberikan
(Missiouri Department of Elementary
perhatian
terhadap
Based
Profesional
Counselor
Evaluation
profesionalitas kinerja konselor dalam
and Secondary Education,
2000).
mengimplementasikan
Tujuan
adalah
program
penelitian
ini
bimbingan dan konseling di sekolah.
mendeskripsikan kesenjangan antara
Evaluasi merupakan langkah awal
realita kinerja konselor profesional
dalam supervisi, dan pada umumnya
dalam
diartikan sebagai proses atau usaha
komponen dukungan sistem dengan
untuk
standar. Secara rinci tujuan penelitian
menghasilkan
(Fitzpatrick,
2004).
penilaian Implementasi
ini
mengimplementasikan
adalah
sebagai
berikut.
program bimbingan dan konseling di
Mendeskripsikan
sekolah erat kaitannya dengan kinerja
dalam
konselor. Dengan demikian, tanpa
komponen
dukungan
adanya evaluasi tidak memungkinkan
sekolah;
(2)
terjadi suatu perbaikan karena tidak
ketercapaian
terjadi umpan balik. Fokus evaluasi
komponen dukungan sistem di sekolah
dalam penelitian ini adalah kinerja
untuk
konselor
kinerja
profesional
mengimplementasikan
dalam
kinerja
(1)
konselor
mengimplementasikan di
Mendeskripsikan
tujuan
diambil
sistem
implementasi
keputusan
konselor
apakah
masih
jauh,
komponen
mendekati, ataukah sesuai dengan
dukungan sistem di sekolah, dengan
standar kinerja konselor profesional;
menggunakan
model
(3) Menemukan kesenjangan antara
yang dikembangkan oleh Malcom
standar dan realita kinerja konselor
Provus (Fitzpatrick, 2004). Evaluasi
dalam
discrepancy model berusaha untuk
komponen
melihat kesenjangan antara kinerja
sekolah.
konselor
discrepancy
profesional
mengimplementasikan dukungan
sistem
di
dalam
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
7
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
sepuluh
Desember 2014 sampai Februari 2015.
digunakan
Secara umum populasi penelitian ini
diambil
secara
adalah sepuluh SMA di Kabupaten
sampling
dari
Gresik, sedangkan target populasinya
Prosedur penelitian evaluasi kinerja
adalah guru bimbingan dan konseling
konselor
atau konselor
digambarkan sebagai berikut.
Desain
yang berada pada
sekolah.
Sampel
dalam
yang
penelitian cluster
anggota
sekolah
ini
random populasi.
profesional,
Menetapkan standar dari buku Guidelines for Performance Based Profesional School Counselor Evaluation (Missiouri Department of Elementary and Secondary Education, 2000) Menyusun kisi-kisi instrumen dari standar
Instalasi
Proses & Produk
Pengumpulan data
Menyebarkan kuesioner kepada seluruh konselor sekolah terteliti Wawancara kepada kepala sekolah, guru mapel, dan siswa Cross check data dengan observasi, dokumentasi, dan wawacara kembali pada konselor
DIANALISIS
GAP
Analisi biaya manfaat dibandingkan
Pengambilan keputusan JAUH MENDEKATI
Gambar 1 Prosedur Penelitian Evaluasi Kinerja Konselor Profesional
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
8
Analisa data dalam penelitian ini
dilakukan
secara
komponen
dukungan
sistem
di
deskriptif
sekolah,
apakah
jauh,
kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
ataupun
sesuai
dengan
Perhitungan data angka dengan cara
evaluasi kinerja konselor professional
mengolah angka-angka yang telah
diadaptasi dari buku Guidelines for
ditetapkan
Performance-Based
sebagai
pelaksanaan
pencerminan
komponen
dukungan
School
mendekati
Professional
Counselor
(Missiouri
sistem di sekolah terkait dengan
Department
kinerja
Secondary Education, 2000).
konselor.
kriteria
Terdapat
interpretasi
kecenderungan
tiga untuk
hasil
of
standar
Elementary
and
1. Analisis Komparatif Termodifikasi
jawaban
Analisis
komparatif
responden. (1) 67% - 100% Kinerja
termodifikasi dimaksudkan sebagai
konselor profesional di SMA sesuai
proses untuk membandingkan hasil
dengan
konselor
yang diperoleh dari tiap sekolah
profesional; (2) 34% - 66% Kinerja
(SMA A sampai SMA J) dan tiap
konselor
wilayah.
standar
kinerja
profesional
mendekati
kinerja
di
SMA konselor
2. Analisis Komparatif Konstan
profesional; (3) 0% - 33% Kinerja
Analisis komparatif konstan
konselor profesional di SMA jauh
dimaksudkan untuk menganalisis tiap
dari
sekolah terteliti dan tiap wilayah
standar
kinerja
konselor
profesional.
untuk dibandingkan dengan criterion
Perhitungan data yang bersifat non
angka
yakni
mendeskripsikan
hasil
matrix.
dengan wawancara
HASIL DAN PEMBAHASAN
kepada kepala sekolah, konselor, guru
Evaluasi profesional
angka
dukungan sistem (discrepancy model)
akan
sesuai
evaluasi kinerja konselor di sekolah
profesional dengan skor sebesar 73%.
dalam
Kedelapan fokus diantaranya yang
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
kinerja
komponen
dielaborasi untuk mendapatkan hasil
mengimplementasikan
standar
SMA
konselor
mata pelajaran dan siswa. Hasil data maupun non angka
di
kinerja
konselor
9
paling dekat ialah fokus 8, 9, 12,
menyadari
sebaliknya fokus 10, 11, 13, 14, 15
kemampuan yang dimiliki termasuk
jauh dari standar. Sebagian besar
kelebihan dan kekurangan, mampu
konselor pada keseluruhan sekolah
mengimplementasikan
terteliti
bimbingan
belum
memegang
keterbatasan
dan
dan
program
konseling
sesuai
tanggungjawab profesional. Temuan
dengan tujuan, mampu mengontrol
di lapangan menunjukkan lemahnya
tingkat kejenuhan atau burnout, sadar
komitmen terhadap profesi bimbingan
terhadap hal-hal pribadi yang dapat
dan
konseling.
Temuan
faktual
menghambat
konselor sekolah, mampu meluangkan
tersebut
kurang
sesuai
dengan
harapan
standar
kinerja
konselor
profesional
diadaptasi
dari
buku
waktu
kinerjanya
untuk
sebagai
mengevaluasi
memperbaiki
kinerjanya,
dan serta
Guidelines for Performance Based
berkomitmen untuk mengembangkan
Profesional
profesionalitasnya.
School
Counselor
Reflective
Evaluation (Missiouri Department of
practitioner akan terwujud apabila
Elementary and Secondary Education,
konselor mampu melaksanakan tugas
2000).
sesuai dengan profesi, merekam serta Temuan di
lapangan juga
mengindikasikan lemahnya reflective practitioner
yang
dimiliki
merefleksikan hasil, dan dampak dari kinerjanya.
oleh
Hawkins
&
Sohet
(2006)
konselor pada seluruh sekolah terteliti
menjelaskan bahwa supervision is a
dan
quintenssential
rendahnya
praktik
supervisi
interpersonal
program bimbingan dan konseling di
interaction with the general goal that
sekolah. Konselor dalam praktiknya
one person, the supervisor, meets with
akan menghadapi situasi unik dan
another, the supervisee in an effort to
kompleks yang mungkin hanya dapat
make the latter more effetctive in
dipecahkan
helping
dengan
pendekatan.
people.
Pedersen
Reflective practitioner menurut Schon
menjelaskan
(1983) merupakan praktik atau kerja
mempunyai tiga peran, yakni sebagai
nyata
penasehat,
konselor,
dimana
konselor
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
bahwa
(2007)
guru,
dan
supervisor
konsultan.
10
Supervisor sebagai penasehat akan
mengampu mata kuliah praktikum
berpartisipasi dengan konselor dalam
bimbingan dan konseling, dan pernah
mengeksplorasi kemampuan konselor,
mengikuti pelatihan atau training,
menyadari
salah satunya seperti sertifikasi tes.
nilai-nilai
dan
kemungkinan bias, serta menghadapi berbagai emosi yang akan terjadi. Supervisor
sebagai
memberikan
guru
SIMPULAN DAN SARAN
akan
pengetahuan
Sesuai
dengan
tujuan
baru,
penelitian dapat disimpulkan secara
sebagai model atau menunjukkan
umum, temuan gabungan tiap sekolah
kepada
terteliti sesuai standar evaluasi kinerja
konselor
dengan
contoh,
mengamati serta memberikan umpan
konselor
balik kepada konselor terkait dengan
fokus di antaranya yang paling dekat
kinerjanya.
Sebagai
ialah
supervisor
akan
konsultan, mengadakan
profesional.
fokus
profesional
8
Kedelapan
konselor
memberikan
sekolah program
pertemuan dengan konselor yang
bimbingan komprehensif seimbang
menekankan
komponennya bersama dengan staf
pada
komitmen
profesional dan perbaikan.
sekolah lainnya; konselor sekolah
Dengan demikian, sangatlah
profesional memberikan dukungan
penting untuk menindaklanjuti atau
terhadap program sekolah lainnya;
memfollow up kinerja konselor dalam
konselor
mengimplementasikan
memperlihatkan
komponen
sekolah
profesional hubungan
dukungan sistem melalui supervisi,
interpersonal yang positif dengan
sehingga
orangtua dan tokoh masyatakat sekitar
reflective
dapat
menumbuhkan
practitioner
diri
sekolah, sebaliknya fokus yang lain
konselor serta dapat meningkatkan
masih jauh. Lebih lanjut profil aktual
kualitas
kinerja
atau
dalam
mutu
program
bimbingan dan konseling di sekolah. Supervisor yang dibutuhkan ialah mereka
yang
berlatar
belakang
bimbingan dan konseling, pernah
konselor
pada
tiap-tiap
sekolah terteliti bervariasi. Berdasarkan temuan penelitian yang telah dipaparkan, maka diajukan sejumlah
saran
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
yaitu:
(1)
Bagi
11
konselor
pada
tiap-tiap
sekolah
terteliti diharapkan mau belajar untuk terus
mengembangkan
memperbaharui
dan
kemampuan
dan
keterampilan yang dimiliki, sehingga dapat
meningkatkan
kualitas
program
mutu
atau
bimbingan
dan
konseling di sekolah; (2) ABKIN Daerah sebagai wadah organisasi yang menaungi program bimbingan dan
konseling
diharapkan
bisa
memonitoring mutu atau kualitas kinerja
konselor
dalam
mengimplementasikan
program
bimbingan dan konseling di sekolah sehingga bermuara pada pertumbuhan reflective
practitioner
dalam
diri
konselor; (3) Hasil penelitian ini merupakan
hasil
rintisan,
maka
diharapkan ABKIN Daerah dapat melakukan penelitian serupa dalam skala
yang
lebih
besar
guna
memperbaiki kualitas kinerja konselor di masa depan. DAFTAR RUJUKAN A Model Comprehensive, Development Guidance and Counse-ling Program for Texas Public Schools. 2004. A Guide for Program Develop-ment Pre – K
– 12 Grade, (Online),(www.tea.state.tx.us/c ounseling-guidebook.html) , diakses 4 Maret 2013. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung : Penerbit UPI. Fitzpatrick L Jody, Sanders R James, Worthen R Blaine. 2004. Program Evaluation Alternative Approaches and Guidlines (3thed). USA: Pearson Education,Inc. Hawkins. P & Sohet. R. 2006. Supervision In The Helping Profession. England: Open University Press. Hidayah, Nur. 2009. Process Audit dalam Penyelenggaraan Pendidikan Akademik Jenjang S-1 Bimbingan dan Konseling. Disertasi tidak dipublikasikan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang. Keputusan Bersama Mendikbud dan BAKN No. 0433/P/1993 No. 25 Tahun 1993 tentang Juklak Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. (Online), (konselingindonesia.com), diakses 16 Mei 2013.
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
12
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. (Online), (gurupembaharu.com), diakses 16 Mei 2013. Mcleod John. 2006. Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana. Missiouri Departement of Elementary and Secondary Education. 2000. Guidelines for Performance-Based Professional School Counselor Evaluation (Online), diakses 4 Maret 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Guru BK/Konselor. Implementasi Pelayanan Bimbingan dan Konseling. 2013. Kementrian Pendi-dikan dan Kebudayaan. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Guru BK/Konselor. Evaluasi, Pelaporan dan Peminatan dan Tindak Lanjut Pelayanan Peserta Didik. 2013. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Pedersen Laura. 2007. School Supervisor’s Manual For Internship: School Counseling Program: SCED 516. Portland: Lewis & Clark College.
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian Edisi Kelima. 2010. Malang: Universitas Negeri Malang. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 81A Tahun 2013 tentang Impelementasi Kurikulum, (Online), (akhmadsudrajat.wordpress.co m), diakses 5 April 2014. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. (www.hukumonline.com), diakses 16 Mei 2013.
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
13
Provus M Malcom. 1969. The Discrepancy Evaluation Model An Approach to Local Program Improvement and Development (Online), (files.eric.ed.gov/fulltext/ED03 0957.pdf), diakses 1 September 2014.
Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Arah Baru Pendidikan dan Profesionalisasi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor, Malang, 15 Juni 2014.
Santoso Budi Djoko. 2009. Dasardasar Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri Malang.
Winkel. W.S, Hastuti Sri M.M. 2006. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
Schȍn Donald. 1983. The Reflective Practitioner, How Professional Think In Actiion. USA: Basic Books, Inc. Taufiq Agus. 2004. Model Supervisi Kinerja Konselor Untuk Meningkatkan Kompetensi Profesional Konselor Di Sekolah Menengah Atas. Malang: Jurusan Studi Bimbingan dan Konseling FIP Universitas Negeri Malang dan ABKIN. Triyono. 2014. Paradigma Bimbingan dan Konseling dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia, (karyailmiah.fip.um.ac.id/paradi gma-bimbingan-dan-konselingdalan-sistem-pendidikan-diindonesia.html) diakses 14 Mei 2014. Triyono. 2014. Bimbingan dan Konseling dari Konvensional Menuju Konstruktivistik. Makalah disajikan dalam
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
14
“HELPER” Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP UNIPA Surabaya
15