Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 1-8
Tersedia Online di http://pasca.um.ac.id/conferences/index.php/snbk ISSN 2579-9908
URGENSI SPIRITUAL LEADERSHIP SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN GURU BIMBINGAN KONSELING/KONSELOR YANG PROFESIONAL Adi Dewantoro Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] ABSTRAK Sebagai suatu profesi, guru BK seharusnya mampu bekerja secara professional sebagaimana yang dituangkan dalam standar kompetensi bimbingan dan konseling (pribadi, sosial, akademik, dan professional). Tuntutan yang dihadapi oleh guru bimbingan dan konseling saat ini sangatlah kompleks. Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan memiliki peran penting dan strategis dalam mendukung pencapaian tujuan pendidikan yang holistik. Problematika dilapangan menunjukan adanya penilaian terhadap kinerja konselor yang masih kurang optimal. Sorotan dan kritikan paling tajam terhadap unjuk kerja dan profesionalisme konselor dalam ruang lingkup pendidikan justru datang dari siswa-siswa sekolah yang merupakan subyek pendidikan dan layanan BK itu sendiri. Inilah indikator paling nyata yang perlu diidentifikasi dan dieksplorasi lebih jauh. Artinya bahwa nilai-nilai moral sebagai dasar untuk menunjang profesionalisme dalam diri konselor masih minim. Secara regulasi konselor dituntut untuk menguasai kompetensi terhadap pekerjaannya, namun kurang memperhatikan apakah nilai-nilai moral sebagai pijakan guru BK untuk bekerja secara kompeten ada dan melekat pada diri guru BK itu sendiri. Tujuan artikel ini adalah untuk menggambarkan perlunya penanaman nilai-nilai moral Spiritual Leadership sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan guru BK/Konselor yang professional. Kata Kunci: konselor, layanan profesional, spiritual leadership
80-an
PENDAHULUAN Keberadaan bimbingan dan konseling
(pemantapan),
(profesionalisasi).
dan
dekade
Walaupun
90-an
demikian,
dalam dunia pendidikan bukan sesuatu yang
profesi bimbingan dan konseling masih
dipaksakan, karena bimbingan dan konseling
dirundung banyak masalah terutama pada
merupakan konsekuensi logis dari hakikat
tataran praksisnya yang erat kaitannya dengan
pendidikan itu sendiri. Dalam perspektif
pelayanan bimbingan dan konseling yang
historis, eksistensi bimbingan dan konseling
professional.
dalam dunia pendidikan Indonesia mulai
Kegiatan
dirintis
pada
dan
konseling di sekolah yang berkembang di
puluhan.Dalam kurun waktu lebih dari empat
Indonesia selama ini lebih terfokus pada
puluh
perkembangan
kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif
bimbingan dan konseling telah melewati
dan klerikal, seperti mengelola kehadiran dan
beberapa
ketidakhadiran siswa, mengenakan sanksi
tersebut,
periode
yaitu
tahun
bimbingan
enam
tahun
pertengahan
layanan
dekade
60-an
(perintisan), dekade 70-an (penataan), dekade
1
2
Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 1-8
disiplin pada siswa yang terlambat dan
kompetensi, mereka sangat kurang dalam
dianggap nakal. (Kartadinata,2003)
mengembangka
Jika Indonesia
melihat saat
permasalahan
kondisi ini
banyak sering
di
sebagai
konselor secara berkelanjutan.
ditemukan
Permasalahan
professional
konselor
menghambat
dilapangan tidak hanya dialami di Indonesia
proses pemberian layanan oleh guru BK
saja, di negara Amerika yang notabene
peserta didik baik yang bersumber dari
sebagai tempat lahirnya bimbingan dan
personal konselor maupun yang disebabkan
konseling pernah mengalami masa suram
oleh faktor lingkungan. Sumber dari personil
buruknya pelayanan BK di Amerika. Komisi
konselor lebih cendrung bersifat elementer
Nasional Pendidikan di Amerika Serikat saat
karena biasanya menyangkut hal-hal yang
itu
merupakan basic skills yang harus dikuasai
membuat publik tersentak kaget; A Nation at
konselor sebagai kompetensi dasar untuk
Risk and The Imperative of Educational
pelayanan bagi siswa. Faktor lingkungan
Reform (Negara dalam Bahaya; Pentingnya
biasanya berawal dari kekurangmampuan
Reformasi Pendidikan). Beberapa komisioner
konselor menunjukkan unjuk kerja yang
pendidikan menjelaskan bahwa siswa-siswa
optimal yang dapat menarik public trust
di Amerika Serikat telah tertinggal jauh dari
sehingga lingkungan kerja konselor benar-
siswa-siswa yang ada di Eropa Barat dan
benar mempercayai integritas konselor dalam
negara-negara pasifik lainnya dalam hal
memberikan pelayanan kepada peserta didik.
prestasi
Terdapat
yang
konselor
profesionalnya
beberapa
penelitian
mempublikasikan
akademik.
rekomendasi
Fenomena
yang
tersebut
yang
disebabkan oleh rendahnya standar akademik
dijadikan barometer kinerja bimbingan dan
yang harus dicapai, sebagian besar guru tidak
konseling disekolah. Menurut Dewa Ketut
memiliki inspirasi, dan kurikulum yang tidak
Sukardi dan Desak Nila Kusmawati (2008:30)
berkembang optimal (Brown & Trusty, 2005).
citra bimbingan dan konseling semakin
Munculnya
Undang-Undang
diperburuk dengan masih adanya konselor
Dasar
Menengah
sekolah yang kinerjanya tidak profesional.
Secondary Act) dan melahirkan UU yang
Hasil penelitian Hajati pada tahun 2010
berpihak pada anak (No Child Left Behind
(dalam Awaliddin Tjalla & Herdi, 2015)
Act) menjadi angin segar bagi reformasi
menunjukkan sebagian besar guru Bimbingan
pendidikan di amerika serikat.
dan
Pendidikan
(Elementary
and
dan Konseling/Konselor kurang menguasai
Penelitian yang dilakukan oleh ASCA
kompetensi teoretik pada keseluruhan rumpun
(American School Counselor Association)
Dewantoro, Urgensi Spiritual Leadership...
3
menunjukkan bahwa sebagian besar konselor
bertugas memberikan skoring pelanggaran
sekolah menghabiskan waktu antara 1 sampai
atas pelanggaran tata tertib yang dilakukan
88% dari keseluruhan waktu bekerja hanya
oleh siswa.
untuk
kegiatan-kegiatan
yang
tidak
Sorotan
dan
kritikan
paling
tajam
profesional dan tidak ada kaitannya langsung
terhadap unjuk kerja dan profesionalisme BK
dengan layanan bimbingan dan konseling
dalam ruang lingkup pendidikan justru datang
(Brown & Trusty, 2005). Tugas-tugas yang
dari siswa-siswa sekolah yang merupakan
tidak profesional tersebut menurut ASCA,
subyek pendidikan dan layanan BK itu
seperti kegiatan pendaftaran dan mengatur
sendiri. Inilah indikator paling nyata yang
penjadwalan siswa baru (registering and
perlu diidentifikasi dan dieksplorasi lebih
scheduling), menangani problem kedisplinan
jauh. Menurut anggapan kebanyakan siswa,
siswa di sekolah, pengaturan berlebihan
guru BK menjelma menjadi polisi sekolah
dalam hal seragam sekolah, mengerjakan
yang angker dan lembaga BK sendiri berubah
tugas klerikal dan administratif, bahkan
fungsi menjadi fungsi administrasi siswa yang
sampai dengan menggantikan tugas guru
bertujuan mendisiplinkan, menertibkan, dan
dalam mengajarkan mata pelajaran atau
memberi hukuman (punishment) bagi siswa-
subjek tertentu di luar bidang layanan BK.
siswa yang dianggap “bertindak subversif”
Lalu, bagaimana dengan sejarah kita sendiri?
implementasi
di
Bahkan yang cukup menggelikan lagi, di
Indonesia juga berhadapan dengan berbagai
beberapa sekolah peran guru BK tak ubahnya
hambatan dan sejumlah kendala serius.
seperti satpam, yakni pagi-pagi sekali sudah
Munculnya Permendiknas 111 tahun 2014
harus hadir dan berdiri di depan gerbang
sebenarnya merupakan bentuk revormasi dari
sekolah untuk mengamati siswa-siswa mana
layanan BK di Indonesia dari pola 17 ke pola
saja yang dianggap terlambat masuk sekolah
BK
(Fathur. 2012).
Komprehensif.
layanan
Hanya
BK
dan tidak taat peraturan-tata tertib sekolah.
saja
dalam
implementasinya masih kurang maksimal dan
Belum lagi, permasalahan keterampilan
belum mengatasi problematika yang melekat
konselor dalam memberikan layanan. Lasan
pada citra BK di Indonesia. Problematika
(2014:78)
tersebut tampak pada citra negatif yang
dikritik sebagai orang yang tidak terlatih
muncul di kalangan siswa dan sejumlah
secara memadai, hal ini terjadi karena dalam
kalangan yang menganggap bahwa BK hanya
proses belajarnya konselor kurang diajarkan
menangani
keterampilan-keterampilan
”anak-anak
bermasalah”
dan
menyatakan
bahwa
yang
konselor
memadai
4
Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 1-8
bagi pelaksanaan layanan yang diberikannya.
profesional. Rivai (2004:141) mengemukakan
Dengan demikian, wajar apabila dalam
bahwa seorang individu dengan spiritual yang
masyarakat, steakholder di sekolah dan bagi
menonjol akan dengan mudah membedakan
siswa-siswa sendiri guru bimbingan dan
sebuah
konseling distigmakan sebagai profesi yang
keyakinan. individu yang memiliki sikap
kurang profesional.
spiritual
PEMBAHASAN
melayani
ide
dari
fakta,
menunjukkan dalam
perasaan
sikap
konteks
atau
melayani, ini
adalah
Menanggapi dari permasalahan yang
memberikan semangat kepada orang lain,
telah diuraikan diatas penulis bermaksud
mempercayai individu dan dapat menjadi
untuk memberikan tawaran alternatif sebagai
pendengar yang baik.
upaya meningkatkan pelayanan konselor yang
Menurut
(Fry,
2003)
Spiritual
professional dengan menanamkan nilai-nilai
Leadership meliputi nilai-nilai, sikap dan
Spiritual Leadership
perilaku yang dipelukan secara intrinsik
Spiritual Leadership Bagi Konselor Sekolah
memotivasi diri sendiri dan orang lain
Teori
spiritual
muncul
sehingga mereka mempunyai rasa terus hidup
beberapa tahun terakhir. Beberapa peneliti
(survival) spiritual melalui panggilan hidup
berusaha
(calling) dan keanggotaan dari sistem sosial.
untuk
spiritual
leadership
menggali
leadership.
karakteristik
Reave
(2005)
spiritual
leadership
penciptaan
leadership
orang
organisasi mengalami panggilan hidup dalam
identifikasi
hal kehidupan mereka (2) mengembangkan
dengan kontribusi, reaksi untuk umpan balik
suatu budaya sosial berdasarkan pada cinta
dan refleksi diri. Hal tersebut dapat terjadi
altruistik dimana pemimpin dan pengikut
karena adanya faktor melayani. Melayani
mempunyai
memiliki
untuk
apresiasi asli untuk diri sendiri dan orang lain,
membantu orang lain, menjaga kepercayaan
memproduksi rasa keanggotaan dan merasa
serta mampu menjadi pendengar yang baik.
dipahami dan dihargai.
lain,kesetaraan,
menghormati
kepedulian,
makna
semangat
batin
Spiritual sangat erat kaitannya dengan
dimana
perawatan,
Seorang
pemimpin
mempertahankan prinsip yang disertai dengn
konselor
sekolah)
pelaksanaan tanggungjawab melaksanakan
menyusun
visi,
prinsip-prinsip, nilai takwa atau tanggung
penerapannya
jawab
Pemimpin
merupakan
ciri
seorang
yang
misi,
dalam
dalam
para
(1)
menyebutkan bahwa tingkah laku spiritual termasuk
visi
memerlukan:
anggota
perhatian
(dalam
hal
dan
ini
bertanggungjawab strategi
dan
organisasi
BK.
menyusun
visi
juga
Dewantoro, Urgensi Spiritual Leadership...
bertanggungjawab menciptakan kesesuaian
memandang
nilai antar semua level dalam organisasi
merupakan integrasi dari karakteristik pribadi
termasuk juga membina hubungan baik
individu dan
dengan
kepentingan
karakteristik individu mencakup trait motiv,
(stakeholders) sekolah baik kepada kepala
attitudes/value dan self concept merupakan
sekolah, guru mata pelajaran, siswa, tenaga
hal yang sangat dalam pada individu dan
pendidikan, maupun kepada orang tua siswa.
memiliki keragaman antara satu dengan yang
Pemimpin dengan spiritual leadership akan
lain dan sangat sulit untuk dikembangkan.
bertanggungjawab
Sedangkan hasil belajar mencakup knowledge
semua
pemangku
dalam
mempengaruhi
bawasanya
5
kompetensi
hasil belajar. Yang mana
oranglain untuk mencapai tujuan bersama.
dan skill sebagai bentuk hasil dari belajar
Peran
pada proses pendidikan.
Spiritual
Meningkatkan
Leadership
Pelayanan
BK
Dalam yang
Professional Untuk menjadi professional, konselor sekolah
di
tuntut
untuk
mengasai
4
kompetensi dalam tubuh profesi BK yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Banyak sekali kegiatan-kegiatan
Gambar 1. The Iceberg Model (Spencer, 1993: 11)
Mengacu
pendapat
penulis
Indonesia
profesi
leadership sebagai upaya untuk menggarap
ABKIN) misalnya seminar, workshop, loka
ranah hidden zone dari apa yang sudah di
karya, dan sebagainya. Akan tetapi kegiatan
paparkan oleh Spencer.
organisasi
tersebut belum menunjukan keefektifannya
Konsep
spiritual
konsep
diatas,
yang dilakukan oleh para ahli BK di (utamanya
menawarkan
Spencer
leadership
spiritual
yang
dalam meningkatkan pelayanan BK yang
ditawarkan oleh Fry (2003) merupakan
lebih professional.
penggabungan nilai, sikap, dan perilaku yang konselor
diperlukan untuk memotivasi diri dan orang
yang selama ini dilakukan masih pada tahap
lain secara intrinsik, sehingga mereka merasa
pengetahuan
Padahal
memilikinya sebagai panggilan tugas. Hal ini
Spencer (1993) menawarkan konsep tentang
memerlukan: pertama ciptakan visi dimana
kompetensi yang secara garis besar terbagi 2
pemimpin dan pengikut mengalami rasa
yakni Hidden Zone dan Visible Zone. Spencer
keterpanggilan , kedua membangun budaya
Pengembangan
dan
kompetensi
keterampilan.
6
Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 1-8
sosial, berdasarkan nilai cinta altruistik
merupakan Inner Life yang harus melekat
dimana pemimpin dan pengikut memiliki rasa
pada diri konselor
keanggotaan
hope/faith, dan altruistic love.
,
merasa
dimengerti
dan
yang meliputi
visi,
dihargai. Kepemimpinan ini membuat visi
Visi adalah suatu pernyataan tentang
yang mencoba supaya pengikutnya melihat
gambaran keadaan dan karakteristik yang
masa depan dan memberi harapan positif.
ingin di capai oleh suatu profesi (konselor)
Fry (2003) juga mengatakan bahwa
pada
jauh
dimasa
yang
akan
datang.
kepemimpinan spiritual adalah teori untuk
Seseorang yang memiliki pemahaman visi
menciptakan suatu motivasi intrinsik dalam
tinggi , maka dia akan berusaha mewujudkan
proses
Tujuan
visi tersebut. Sebaliknya pemahaman visi
Spiritual leadership untuk menciptakan visi
rendah, seseorang akan bingung arah tujuan
dan
organisasi. Akibatnya dia akan bekerja tanpa
pembelajaran
nilai
organisasi.
keselarasan
secara
strategis.
Pemberdayaan tim dan individu dan akhirnya
tujuan arah yang jelas.
mendorong produktivitas dan komitmen lebih
Hope bisa diartikan sebagai harapan akan
tinggi. Berikut di paparkan bagan tentang
pencapaian tujuan organisasi (dalam hal ini
spiritual leadership.
profesi memiliki
BK/Konselor), harapan
Seseorang
yang
tercapainya
tujuan
organisasi tinggi, akan menjadi sumber motivasi bagi tercapainya tujuan organisasi. Sebaliknya jika harapan rendah, maka dia bekerja tanpa semangat. Sedangkan,
Cinta
altruistik,
bisa
dikatakan cinta tulus ,tanpa pamrih karena Gambar 2. Model Spiritual Leadership (Fry, 2003)
Dari gambar tersebut dapat dimaknai
individu merasa diperhatikan organisasi. . Jika seseorang memiliki cinta altruistik karena
bahwa, konselor yang memiliki spiritual
adanya
leadership yang tinggi akan memberikan
diberikan organisasi pada dirinya tinggi, dia
suatu kebahagiaan spiritual bagi dirinya
akan secara ikhlas memberi yang terbaik bagi
sehingga akan muncul suatu komitmen dalam
organisasi. Sebaliknya jika cinta altruistik
diri konselor untuk senantiasa produktif dan
rendah,
selalu
menjalankan rutinitas biasa, bisa dikatakan
mengembangkan
professional.
Spiritual
layanan leadership
yang sendiri
penghargaan
dia
atau
bekerja
bekerja tanpa makna.
empati
hanya
yang
sekedar
Dewantoro, Urgensi Spiritual Leadership...
Apabila ketiga aspek yang dikemukakan
memberikan kontribusi bagi meningkatnya
Fry dibedah lagi akan memperlihatkan unsur
pelayanan BK yang lebih professional.
ketiga aspek tersebut dalam mendukung
PENUTUP
konselor dalam memberikan layanan yang
Kesimpulan
professional. Berikut disajikan tabel unsur/
7
Untuk
meningkatkan
layanan
yang
nilai-nilai yang ada di dalam spiritual
professional utamanya dalam layanan BK,
leadership, sebagai berikut:
perlu adanya pengembangan kompetensi dari
Tabel 1. Nilai-Nilai Spiritual Leadership
para pelaku profesi (konselor). Spiritual
Vision (Visi)
Memperlihatkan daya tarik pada steakholder Mendefinisikan tujuan dan perjalanan menuju tujuan Merefleksikan cita-cita yang tinggi Mendorong harapan pada standar keunggulan
Altruistic Love (Cinta Altruistic Pemaaf
Hope/Faith (Harapan/keyakinan)
leadership diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam meningkatkan kompetensi
Ketekunan
dari dalam diri konselor (Inner Life) yang Kebaikan
harapannya mampu mendongkrak para pelaku
Ketahanan
profesi BK dalam memberikan pelayanan yang professional bagi para pemakai jasa Integritas
Empati/kasih saying
Melakukan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan
layanan. Harapannya dengan meningkatnya
Ekspektasi hadiah/ kemenangan
mengembalikan kepercayaan (public trust)
profesionalisme dalam diri konselor akan
masyarakat terhadap profesi BK saat ini Saran
Kejujuran Kesabaran
Perlu adanya suatu penelitian yang dapat
Keberanian
menguji secara empirik apakah nilai-nilai
Keyakinan Loyalitas
spiritual leadership yang ditawarkan penulis
Kerendahan hati
mampu
memberikan
peningkatan Bercermin pada premis-premis yang menjadi
penyebab
buramnya
potret
pendidikan dan layanan BK di sekolah selama ini, maka satu-satunya jalan keluar adalah membangun kembali paradigma pendidikan yang
holistik
komprehensif.
dan
layanan
Dengan
adanya
BK
yang
nilai-nilai
spiritual leadership ini diharapkan mampu
sumbangan
profesionalisme
bagi
konselor
dilapangan. DAFTAR RUJUKAN Awaliddin Tjalla & Herdi. (2015). Kompetensi Guru Bimbingan Dan Konseling/Konselor Lulusan Diklat Program Alih Fungsi Di Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Psiko-Edukasi Vol.13 No 1 Blasius Boli Lasan. (2014). Konselor Sekolah: Tinjauan dan Upaya Profesionalisasi. Malang: Elang Mas
8
Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017, hlm. 1-8
Brown, D. & Trusty, J. (2005). Designing and Leading Comprehensive School Counseling Programs; Promoting Student Competence and Meeting Student Needs Dewa Ketut Sukardi & Desak Nila Kusmawati. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Fathur Rahman. (2012). Manajemen dan Pengembangan Program Bimbingan Konseling. Yogyakarta : Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 111 Universitas Negeri Yogyakarta. Fry, L.W. (2003). Toward a Theory of Spiritual Leadership. The Leadership Quarterly. Vol14 (1) hlm 693-727 Kartadinata, S. (2003). Bimbingan dan Konseling Perkembangan; Pendekatan Alternatif Bagi Perbaikan Mutu dan Sistem Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah. Jurnal Bimbingan dan Konseling, Vol. VI/11 Mei 2003 Reave, L. (2005). Spiritual Value and practices related to Leadership Effectiveness. Leadership Quarterly. Greenwich: Vol 16 (5) hlm 655-687 Rivai, V. (2004). Kiat Memimpin dalam Abad Ke-21. Jakarta: Raja Grafindo Persada Spencer .(1993). Competence at work : models for superior performance. Newyork.