EVALUASI KINERJA AGROINDUSTRI TEH PT MITRA KERINCI DENGAN METODE BALANCED SCORECARD
Oleh : MENIK SULISTIOWATI A14104025
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
MENIK SULISTIOWATI. Evaluasi Kinerja Agroindustri Teh PT. Mitra Kerinci dengan Metode Balanced Scorecard. Di bimbing oleh D. IWAN RISWANDI. Perkembangan bisnis saat ini menuntut perusahaan memiliki intangible assets seperti kapabilitas manajemen dan organisasi sebagai kunci sukses yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan di masa depan. Manajemen bukanlah statis, sehingga harus ada kreatifitas untuk mengembangkan manajemen agar memenuhi kebutuhan perkembangan lingkungan yang dinamis dengan mengutamakan future customers karena keberhasilan saat ini bukan jaminan keberhasilan di masa depan. Banyak perusahaan tidak berhasil mencapai target yang telah ditetapkan karena gagal dalam merencanakan strategi dan atau gagal dalam menimplementasikan strategi, maka perlu adanya sebuah evaluasi strategi. Evaluasi strategi di dalamnya tertapat tiga tahapan yaitu memeriksa strategi, analisis kinerja, dan melakukan tindakan korektif. PT Mitra Kerinci merupakan perusahaan dalam tahap bertumbuh dengan beragam permasalahan yang ada antara lain realisasi penjualan di bawah target yang telah ditetapkan, besarnya biaya bunga pinjaman, kenaikan harga bahan bakar minyak solar industri pada pertengahan tahun, tidak tercapainya target produksi teh jadi karena serangan hama yang cukup hebat (hampir 50 persen luas lahan yang diserang) dan produktifitas kebun menurun, sehingga perusahaan mengalami rugi. Selama ini perusahaan menganalisis kinerja untuk mengevaluasi kinerjanya selama periode yang telah berjalan berdasarkan standar penilaian kinerja BUMN yang hanya fokus kepada aspek keuangan. Maka diperlukan sebuah metode penilaian kinerja yang komprehensif dan koheren yaitu balanced scorecard untuk menilai kinerja PT Mitra kerinci dari empat perspektif yang seimbang dalam jangka pendek dan jangka panjang. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hasil pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci berdasarkan standar penilaian kinerja BUMN dan mengevaluasi kinerja yang telah dicapai perusahaan melalui metode balanced scorecard dengan menganalisis indikator kunci sukses yang menunjang kinerja PT Mitra Kerinci, merumuskan hasil kinerja PT Mitra Kerinci ke dalam peta strategik balanced scorecard, mengevaluasi kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced scorecard, dan memberikan rekomendasi strategi pengembangan perusahaan untuk memperbaiki kinerja PT Mitra Kerinci demi keberlangsungan perusahaan di masa depan. Penelitian ini dilakukan di Kebun Liki Kabupaten Solok Selatan Sumatra Barat dan di Kantor Pusat PT Mitra Kerinci di kota Padang pada bulan April sampai dengan Mei 2008. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif melalui wawancara, literatur, dan kuesioner kemudian dianalisis secara deskriptif. Evaluasi dalam penelitian ini adalah evaluasi kinerja dimulai dari proses penentuan kunci sukses, pembobotan dengan metode paired comparison, pengukuran (membandingkan realisasi dengan target antara tahun 2007 dengan tahun sebelumnya guna melihat perkembangan kinerja perusahaan), scoring, penjumlahan, lalu mengkategorikan skor akhir dengan standar yang ada.
Penilaian kinerja PT Mitra Kerinci selama ini berdasarkan standar penilaian kinerja BUMN yang fokus pada aspek keuangan. Hal ini menunjukkan perusahaan menggunakan sistem pengukuran kinerja secara konvensional yang mengutamakan pengukuran kinerja dalam jangka pendek saja. Analisis kinerja berpedoman pada SK Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep100/MBU/2002. Total skor yang perusahaan hanya mampu mencapai angka 28,50 dari total maksimum skor 100,00. Nilai skor tersebut menunjukkan tingkat kesehatan perusahaan adalah tidak sehat pada kategori ”CCC”. Sedangkan berdasarkan evaluasi kinerja dengan metode balanced scorecard, PT Mitra Kerinci memperoleh skor kurang dari 80 persen dan dikategorikan tidak baik yaitu sebesar 70,42 pada tahun 2007. Kinerja pada perspektif keuangan mendapatkan total skor akhir terendah yaitu 8,96 persen dengan rata-rata hasil pengukuran sebesar 42,81 persen. Perspektif pelanggan mendapatkan total skor akhir tertinggi yaitu 24,54 persen bila dibandingkan dengan perspektif lainnya dengan rata-rata hasil pengukuran masing-masing indikator sebesar 77,25 persen. Total skor perspektif bisnis internal adalah 20,72 persen dengan rata-rata hasil pengukuran sebesar 65,16 persen. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mendapatkan total skor sebesar 16,20 persen dengan rata-rata skor pencapaian sebesar 68,48 persen. PT Mitra Kerinci mendapatkan skor kinerja lebih rendah pada tahun sebelumnya sebesar 68,38 persen. Perubahan yang signifikan terjadi pada perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis internal. Skor akhir perspektif pelanggan relatif tetap antara tahun 2007 dengan tahun 2006. Sedangkan skor akhir perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menurun di tahun 2007 akibat dilaksanakannya program lay off karyawan yang berpengaruh pada retensi pekerja dan produktifitas pekerja. Skor akhir perspektif proses bisnis internal pada tahun 2007 meningkat bila dibandingkan tahun 2006. Perusahaan telah memperbaiki kinerja proses bisnis internalnya dengan fokus pada sasaran cost effectiveness produksi. Untuk menekan biaya bahan bakar yang terus meningkat, perusahaan telah menggunakan bahan bakar alternatif dari cangkang kelapa sawit. Skor perspektif keuangan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara teori, peningkatan kinerja perspektif bisnis internal akan mendorong peningkatan kinerja perspektif utamanya (perspektif keuangan). Hal yang terjadi pada kinerja PT Mitra Kerinci adalah sebaliknya, perspektif bisnis internal mengalami kenaikan namun kinerja keuangannya mengalami penurunan. Hal ini disebabkan perusahaan masih melakukan investasi bidang non tanaman yaitu mengkonversi peralatan dan kabin pembakaran cangkang kelapa sawit, investasi mesin dan perlengkapan pabrik serta inventaris kantor dan alat pertanian. Selain itu biaya yang dikeluarkan juga meningkat karena pemberian pesangon dan tunjangan dalam program ”tali asih” (lay off karyawan). Hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan penjualan produk sehingga perusahaan mengalami rugi yang terakumulasi dari tahun sebelumnya. Hutang yang tinggi saat perusahaan masih dalam keadaan rugi memaksa perusahaan harus mendapatkan dana dari hutang lainnya kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia.
EVALUASI KINERJA AGROINDUSTRI TEH PT MITRA KERINCI DENGAN METODE BALANCED SCORECARD
Oleh : MENIK SULISTIOWATI A14104025
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Evaluasi Kinerja Agroindustri Teh PT Mitra Kerinci dengan Metode Balanced Scorecard Nama
: Menik Sulistiowati
NRP
: A14104025
Program Studi : Manajemen Agribisnis
Menyetujui , Dosen Pembimbing
Dr. D. Iwan Riswandi, M.Si NIP 131 901 736
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “EVALUASI KINERJA AGROINDUSTRI TEH PT MITRA KERINCI DENGAN
METODE
BALANCED
SCORECARD”
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
BOGOR, JULI 2008
MENIK SULISTIOWATI A14104025
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak perempuan pertama dari Raden Djali dan Sringah Rahayu yang dilahirkan di Jakarta, 17 Juli 1986. Penulis tinggal bersama orang tua dan seorang adik perempuan yang saat ini baru berumur 13 tahun di Kecamatan Cimanggis, Kotamadya Depok. Pendidikan formal yang telah dijalani penulis adalah SD Negeri Tugu XI Cimanggis dengan rengking urutan teratas, SLTP Negeri I Cimanggis dengan NEM tertinggi dan SMA Negeri I Depok dengan predikat PMDK Institut Pertanian Bogor. Penulis selama menjalani perkuliahan di kampus IPB, juga aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan, kegiatan kepanitiaan. Selama dua tahun sebagai staf sebuah Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) pada divisi pers dan jurnalistik serta divisi Public Relation (PR). Selain itu selama tiga tahun aktif dalam sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa tingkat kampus (UKM) dalam bidang kewirausahaan Center of Entrepreneurship Development for Youth (CENTURY) sebagai Vice President of Production tahun 2005-2006, Head of PR Division pada tahun 2006-2007, dan sebagai Ketua Umum
pada
tahun
2007-2008.
Penulis
telah
mendapatkan
beasiswa
pengembangan prestasi dan akademik dari Women’s International Club, sedangkan pada tingkat akhir mendapatkan beasiswa kewirausahaan dari Bank Mandiri karena telah merintis bisnis kerajinan tangan daur ulang berbentuk korsase.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan anugerah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan lancar dan selesai sesuai target. Penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan judul ”Evaluasi Kinerja Agroindustri Teh PT Mitra Kerinci dengan Metode Balanced Scorecard ” sangat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan tersebut dan diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dalam melaksanakan dan memperbaiki menejemen strateginya. Penulis sangat berterimakasih kepada pihak perusahaan dan seluruh pihak yang telah mendukung dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana. Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam skripsi ini maka sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki skripsi ini agar lebih bermanfaat untuk perusahaan pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Juli 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan pihak-pihak yang memiliki peran besar, maka penulis menyampaikan ucapan syukur dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. ALLAH SWT yang telah membimbing dan memberi jalan terbaik dengan segenap kasih sayang dan petunjuk dalam setiap langkah-langkahku serta perlindungan-Mu kepada keluarga kami. 2. Ibundaku tersayang yang telah mendidik, menyayangi dan berkorban untukku. Terima kasih semua nasihat ibu dan doa-doa ibu. Aku hanya ingin ibu bangga dan bahagia. Bapakku tersayang yang sedang sakit, bapak terus berjuang ya, kami akan selalu merawatmu, terima kasih atas segalanya pak. 3. Bapak Dr. D. Iwan Riswandi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing saya selama penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Joko Purwono, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama dan memberikan masukan-masukan untuk perbaikan skripsi saya. 5. Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Ec yang telah bersedia menjadi dosen penguji wakil departemen dan memberikan masukan-masukan untuk perbaikan. 6. PT Rajawali Nusantara Indonsia yang telah mengakomodasi dalam pada penelitian saya di PT Mitra Kerinci. Bapak Agung yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk melaksanakan penelitian di Pulau Sumatra, Bapak Rudy yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam melakukan penelitian, dan Ibu Yanti yang telah memberikan kesempatan saya melakukan presentasi pada awal penjajakan.
7. Seluruh pihak perusahaan PT Mitra Kerinci yang telah membantu dan mendukung dalam pengambilan data. Terima kasih khususnya saya sampaikan kepada Bapak Sonny Noermachsyah atas sambutan baiknya, Bapak Syaikur, Bapak Suyadi, Bapak Siallagan, Pak Mardi, Pak Rambe, Pak Sondi, Bu Sondi, Bu Ati yang sangat membantu dan mendukung saya selama di Kebun Liki, Solok- Sumatra Barat. 8. Adikku, Ena tersayang yang menemani aku bergadang, bercanda, curhat. Permintaan aku buat kamu, banggakan, bahagiakan ibu dan bapak ya dek. 9. Sahabat dan teman dekat saya Cume, Mela, Dini, Bert, Sari, Wanti, Kakanda Tifa, Nanien, Yus, Devita, Lestri yang selalu mendukung. Anggi Baginda Siregar, SP atas semua perhatian, dukungan yang dikorbankan. 10. Seluruh teman-teman CENTURY tercinta atas kerjasamanya dan pengorbannya selama membangun CENTURY, MAJU TERUS! Mba Astri, Mas Unang, Kak Indra dan Kak Bagus terima kasih atas saran dan masukan. Bundo Cimay, Jean, Mami Widya, Viona, Andri, Sinat, Saputri, Marsel, Rafqy, terima kasih atas keikhlasan kalian. 11. Women’s International Club atas perhatian dalam dunia pendidikan dan beasiswa yang telah diberikan. Ibu Notty, Ibu Riny dan Mrs. Yoko atas kebaikannya. 12. Bapak Parta, Ibu Carry, Ibu Ani, yang telah membantu saya mendapatkan beasiswa Bank Mandiri. 13. Ibu Soraya, Umi, Ami, Sastrow, Tere, Uci selama tinggal di kos dan seluruh teman-teman serta seluruh pihak yang sudah berperan namun tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat kini, diantaranya karena peran dari sektor agribisnis yang mengelola hasil kekayaan alam. Sumbangan terbesar dari sektor agribisnis terutama dari hasil perkebunan yang sampai saat ini masih dalam rangking pengekspor hasil perkebunan untuk komoditi utama. Tabel 1. Hasil Produksi Perkebunan Nasional Komoditi Utama Produksi Perkebunan Nasional Komoditi Utama dalam Satuan Ton 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Kakao 421.142 536.804 619.192 695.361 691.704 748,827 Karet 1.501.428 1.607.461 1.630.359 1.792.348 2.065.817 2.270.891 Kelapa Sawit 7.000.507 8.396.472 9.622.344 10.440.834 10.830.389 11.861.615 Kopi 554.574 569.234 682.019 663.571 647.385 640.365 Tebu 1.690.004 1.725.467 1.755.354 1.631.918 2.051.644 2.241.806 Teh 162.587 199.103 165.194 169.821 167.136 167.276 Tembakau 204.329 166.867 192.083 200.875 165.108 153.470 Sumber: Deptan 2005 Komoditi
Tabel 1 di atas menunjukkan fluktuasi hasil produksi tanaman perkebunan yang rata-rata memiliki kecenderungan produksi yang meningkat. Apabila diurutkan dari produksi tertinggi sampai terendah, kelapa sawit menempati urutan pertama lalu tebu, karet, kakao, kopi, tembakau, dan terakhir adalah teh. Produksi teh nasional menempati urutan terakhir dan memiliki kecenderungan produksi yang menurun. Hal ini disebabkan oleh kinerja agribisnis teh Indonesia masih rendah, baik dalam penanganan on-farm (produksi) serta of-farm (pengolahan dan pemasaran). Persoalan pokok yang muncul antara lain produktifitas tanaman yang rendah karena penggunaan bahan tanam yang tidak unggul, membutuhkan tenaga kerja lima kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan perkebunan lainnya, serta memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam pemetikan pucuk segar. Selain itu
keterbatasan penerapan teknologi dan daya saing teh Indonesia masih rendah di pasar dunia (Tabel 2). Indonesia menempati urutan ke lima dunia dengan pangsa pasar sebesar 6 persen dan hasil produksi hanya 7 persen dari produksi dunia. Tabel 2. Ekspor Negara Penghasil Teh Nama Negara Sri Lanka Kenya China India Indonesia Total
Hasil Produksi (ton) 826.200 310.600 745.400 287.000 172.700 2.341.900
Pangsa Pasar Ekspor (%) 21 19 19 12 6
Sumber: International Tea Committee 20041
Sentra produksi teh tersebar Indonesia terdapat di Pulau Jawa khususnya propinsi Jawa Barat dan Sumatra khususnya propinsi Sumatra Utara dan Sumatra Barat dengan total area perkebunan seluas 18.389 Ha (Tabel 3). PT Mitra Kerinci merupakan anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BUMN). Perusahaan tersebut bergerak dalam bidang agroindustri untuk komoditi teh di Kebun Liki, Sumatra Barat dengan perkebunan teh dan dua buah pabrik pengolahan untuk green tea dan black leaf tea seluas 2.025 Ha. Skala produksi PT Mitra Kerinci jauh lebih sedikit dibandingkan dengan BUMN lainnya seperti PTPN IV dan PTPN VI. Tabel 3. Luas Area Perkebunan Teh di Sumatra Nama Perusahaan PTPN IV PTPN VI
Jenis Teh Dihasilkan Black Tea Black Tea
PTPN VII Black Tea PT Mitra Kerinci Black Tea, Green Tea PT International Oloong Tea PT Sarana Mandiri Black Tea, Green Tea Total Area Kebun Teh Sumber: Peta Sebaran Kebun Teh2
1 2
Letak Sumatra Utara Jambi, Sumatra Barat Sumatra Selatan Sumatra Barat Sumatra Utara Bengkulu
Luas Area 8.059 Ha 3.993 Ha 1.580 Ha 2.025 Ha 475 Ha 1.850 Ha 18.389 Ha
Http://www.indotea.org (Sumber diakses tanggal 10 Maret 2008) Sumber didapat dari peta sebaran perkebunan teh Sumatra di kantor PT Mitra Kerinci
Perkembangan dunia bisnis saat ini sangat pesat apalagi setelah memasuki abad persaingan global, setiap perusahaan berlomba-lomba memenangkan persaingan. Lingkungan bisnis dengan sumber daya yang mempunyai keunggulan tradisional seperti upah buruh murah tidak akan dapat menjamin kelangsungan hidup suatu bisnis. Faktor yang menentukan suatu bisnis mempunyai daya saing tinggi adalah aset yang tidak terhitung (intangible assets) seperti paten, good will, produk bermutu selain itu kapabilitas manajemen dan organisasi sebagai kunci sukses yang menjamin kelangsungan hidup perusahaan di masa depan. Manajemen bukanlah statis, sehingga harus ada kreatifitas untuk mengembangkan
manajemen
agar
memenuhi
kebutuhan
perkembangan
lingkungan yang dinamis dengan mengutamakan future customers (apa keinginannya, apa harapannya, dan bagaimana persepsinya). Kendala terbesar pada ketidakberhasilan sebuah strategi umumnya disebabkan oleh ketidaktepatan dalam mengidentifikasi lingkungan bisnis perusahaan dan kegagalan dalam mengimplementasi rumusan strategi tersebut. Bila kesalahan yang terjadi yaitu pada identifikasi lingkungan, hal ini akan lebih mudah untuk diperbaiki dengan melakukan identifikasi faktor internal dan faktor eksternal perusahaan yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan atau dengan menyewa jasa konsultan. Permasalahan akan lebih kompleks jika terjadi kesalahan pada implementasi strategi. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang memahami konsep strategi, kurangnya komunikasi internal, hambatan sumber daya, dan tidak konsisten dalam mencapai visi misi perusahaan. Untuk meminimalisasi adanya kegagalan dalam implementasi rencana-rencana bisnis strategi, membutuhkan evaluasi terhadap keputusan-keputusan strategi.
Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategi. Para manajer sangat perlu mengetahui kapan strategi tertentu tidak berfungsi dengan baik, evaluasi strategi berguna untuk memperoleh informasi ini. Evaluasi strategi diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan di masa depan (David, 2001). Pengukuran kinerja perusahaan merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan dalam menilai keberhasilan perusahaan dan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan rencana-rencana bisnis kepada karyawan sebagai pelaksana rencana bisnis strategis perusahaan. Alat komunikasi antara manajemen organisasi dan karyawan tersebut adalah balanced scorecard. Balanced scorecard merupakan sistem manajemen strategis bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka panjang (untuk pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, proses bisnis internal) demi memperoleh hasil-hasil finansial yang memungkinkan perkembangan organisasi bisnis daripada sekedar mengelola bottom line untuk memacu hasil-hasil jangka pendek (Gaspersz, 2003). Pengukuran kinerja berkaitan dengan strategi dan langkah yang diambil perusahaan, sehingga apabila dasar dari pengukuran kinerja yang digunakan tidak tepat, maka akan berakibat buruk bagi keberlangsungan perusahaan. Banyak perusahaan yang kurang menyadari akan pentingnya suatu sistem manajemen sebagai suatu alat atau bagian di dalam pengukuran kinerja perusahaan baik kinerja keuangan maupun kinerja non-keuangan. Sistem pengukuran kinerja yang banyak dipakai cenderung melihat keberhasilan perusahaan hanya melalui perspektif keuangan saja melalui pengukuran kinerja dengan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi. Oleh sebab itu, manajemen level
eksekutif lebih memfokuskan pencapaian kinerja janggka pendek tanpa memperhatikan kepuasan karyawan terhadap perusahaan, kewajiban perusahaan terhadap pelanggannya, serta proses bisnis internal akan menghasilkan pengembalian keuangan dalam jangka panjang kepada shareholder menjadi rendah, padahal kinerja keuangan perusahaan berasal atau dipengaruhi perspektif non-keuangan.
1.2. Perumusan Masalah Teh yang diusahakan oleh PT Mitra Kerinci awalnya merupakan hasil diversifikasi usaha perusahaan induk PT Rajawali Nusantara Indonesia. Pada siklus bisnis perusahaan, saat ini PT Mitra Kerinci berada pada tahap pertumbuhan (growth). Permasalahan pokok agribisnis teh nasional adalah mutu teh yang masih rendah sehingga tidak mendapat harga yang baik di pasar dunia dan produktivitas tanaman teh yang rendah. Hal ini pula yang menjadi pokok permasalahan yang dihadapi PT Mitra Kerinci sehingga sampai saat ini perusahaan masih mengalami rugi. Pada tahun 2007 PT Mitra Kerinci mengalami kerugian hingga puluhan milyar, hal ini desebabkan karena: (1) realisasi penjualan hanya mencapai 77,25 persen di bawah target yang telah ditetapkan (Tabel 4) ; (2) besarnya biaya bunga pinjaman; (3) kenaikan harga bahan bakar minyak solar industri pada pertengahan tahun; (4) tidak tercapainya target produksi teh jadi karena serangan hama yang cukup hebat (hampir 50 persen luas lahan yang diserang) sehingga produktifitas kebun menurun. Produksi pucuk basah hanya mencapai 79,93 persen (Tabel 4); (5) perusahaan belum memiliki sistem informasi yang terintegasi sehingga pengambilan keputusan menjadi lambat; (6) kurangnya
pelatihan atau seminar guna pengembangan kapabilitas karyawan yang dikarenakan keterbatasan dana perusahaan. Tabel 4. Perkembangan Perusahaan PT Mitra Kerinci Tahun 2004-2007 Uraian Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Penjualan (ribuan 9.574.329 14.464.455 25.475.303 rupiah) Pucuk Basah (kg) 7.863.406 12.243.758 14.434.397 Teh Jadi (kg) 1.726.048 2.751.333 3.536.279 Biaya Prod 20.610.546 26.759.597 36.564.727 (ribuan rupiah) Harga Jual Rata5.523 6.323 6.777 rata total (Rp/kg) Sumber: Laporan manajemen PT Mitra Kerinci 2007
Tahun 2007 28.377.195
RKAP 2007 36.731.912
14.390.545 3.359.359 35.568.829
18.000.000 4.104.000 35.543.819
8.382
8.872
Pada tahun 2007 level eksekutif PT Mitra Kerinci berfokus pada usaha penekanan harga pokok produksi, efisiensi bahan bakar minyak dengan penggunaan alternatif bahan bakar dari cangkang kelapa sawit, mekanisasi pemetikan serta investasi pembangkit tenaga listrik tenaga hydro. Sedangkan pada tahun 2008 dengan level eksekutif yang berbeda, strategi PT Mitra Kerinci fokus pada penekanan harga pokok produksi, peningkatan kualitas (grade) teh, penerapan program lay off karyawan yaitu penggantian karyawan tetap menjadi karyawan kontrak serta alternatif bahan bakar hasil forestry utuk strategi jangka menengah. Perusahaan kini masih banyak beban pada investasi dan tingginya harga pokok produksi, sehingga masih mengalami kerugian. Biaya produksi rata-rata mencapai dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan penerimaan penjualan teh jadi. Pengukuran kinerja yang selama ini dilakukan oleh perusahaan hanya berfokus pada pengukuran kinerja keuangan. Sehingga pengukuran kinerja perusahaan terlihat sempit hanya berorientasi pada pengukuran dalam jangka pendek. Beberapa permasalahan yang saat ini dihadapi perusahaan, tidak cukup pengukuran kinerja hanya fokus kepada kinerja keuangan yang sampai kini masih
dinilai kurang baik, maka perlu adanya pengukuran kinerja secara komprehensif baik dalam perspektif keuangan juga dalam persepektif pelanggan, proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran. Pengukuran secara komprehensif tersebut dapat dimaksudkan akan mencari hubungan sebab akibat dalam keempat perspektif pengukuran kinerja yang mengarah kepada kinerja keuangan. Balanced scorecard sebagai salah satu metode analisis kinerja perusahaan dapat digunakan sebagai evaluasi atas kinerja eksekutif yang diukur secara berimbang dalam jangka pendek dan jangka panjang. Maka pada penelitian ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana hasil penilaian kinerja PT Mitra Kerinci berdasarkan standar penilaian BUMN? 2. Bagaimana kinerja yang dicapai perusahaan dengan pendekatan balanced scorecard dan rekomendasi strategi pengembangan perusahaan? a.
Apakah indikator kunci sukses yang menunjang kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced scorecard?
b.
Bagaimana rumusan peta strategik PT Mitra Kerinci berdasarkan metode balanced scorecard?
c.
Bagaimana evaluasi kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced scorecard?
d.
Apakah
rekomendasi
strategi
pengembangan
perusahaan
untuk
memperbaiki kinerjanya di masa depan?
1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi hasil penilaian kinerja PT Mitra Kerinci berdasarkan standar penilaian BUMN. 2. Mengevaluasi kinerja yang telah dicapai perusahaan dengan pendekatan balanced scorecard dan memberikan rekomendasi strategi pengembangan perusahaan untuk memperbaiki kinerja PT Mitra Kerinci di masa depan. a.
Mengidentifikasi indikator kunci sukses yang menunjang kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced scorecard.
b.
Merumuskan peta strategik PT Mitra Kerinci dengan metode balanced scorecard.
c.
Mengevaluasi kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced scorecard.
d. Memberikan rekomendasi alternatif kegiatan-kegiatan pengembangan perusahaan
untuk
memperbaiki
kinerja
PT
Mitra
Kerinci
dan
keberlangsungan perusahaan di masa depan.
1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak terkait seperti: 1. Bagi PT Mitra Kerinci Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukkan bagi perusahaan dalam menjalankan manajemen strategi dan merumuskan secara sistematis
pengukuran
kinerja
untuk
pengembangan
dan
kemajuan
perusahaan. Balanced scorecard sebagai metode penilaian kinerja perusahaan dapat digunakan sebagai evaluasi atas kinerja eksekutif yang diukut secara berimbang dalam jangka pendek dan jangka panjang.
2. Bagi Penulis dan IPB Penelitian ini berguna untuk mengasah keterampilan dalam menerapkan ilmu yang telah didapat selama bangku perkuliahan serta mensosialisasikan penggunaan konsep balanced scorecard sebagai sistem mamajemen strategi dalam pengukuran kinerja perusahaan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam penelitian-penelitian lainnya.
1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci. Pengukuran kinerja ini dijabarkan pada empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran dengan membandingkan target pada masing-masing ukuran pada setiap perspektif dengan pencapaian pada masing-masing ukuran sehingga pada akhir didapat skor total yang menunjukkan kinerja perusahaan. Masing-masing indikator yang dijadikan kunci sukses dalam penelitian ini adalah ukuran-ukuran yang telah ditentukan oleh peneliti dan ditetapkan oleh level direksi perusahaan. Sehingga tidak semua ukuran menurut teori digunakan dalam pengukuran kinerja perusahaan, dengan subjektivitas hanya ukuran yang sesuai dengan permasalahan dan karakteristik perusahaan saja yang terpakai. Pada perspektif pelanggan, peneliti menetapkan batasan pada penelusuran informasi yaitu berfokus kepada informasi internal perusahaan. Hal ini disebabkan pelanggan PT Mitra Kerinci adalah perusahaan pemborong, trader, broker, baik dari dalam negeri maupun luar negeri sehingga bila melakukan survey secara langsung akan menghabiskan banyak waktu, biaya dan tenaga.
Evaluasi dalam penelitian ini adalah evaluasi kinerja dimulai dari proses penentuan kunci sukses, pembobotan, pengukuran (membandingkan realisasi dengan target antara tahun 2007 dengan tahun sebelumnya guna melihat perkembangan kinerja perusahaan), scoring, penjumlahan, lalu mengkategorikan skor akhir dengan standar yang ada. Rekomendasi alternatif kegiatan perbaikan berguna memberi masukan kepada perusahan untuk mencapai sasaran strategis dalam memperbaiki kinerjanya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum tentang Produk 2.1.1. Karakteristik Tanaman Teh Tanaman teh merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara namun sudah dikenal oleh bangsa Cina sejak tahun 2737 SM. Teh dikenalkan pertama kali oleh pedagang Belanda sebagai komoditas perdagangan di Eropa pada tahun 1610 SM dan menjadi minuman populer di Inggris sejak 1664 SM. Tanaman teh dalam bahasa latin Camellia sinensis L dapat tumbuh mulai dari pantai sampai pegunungan. Pada umumnya tanaman teh dikembangkan di daerah pegunungan yang beriklim sejuk. Meskipun dapat tumbuh subur di dataran rendah, tanaman teh tidaka akan memberikan hasil dengan mutu baik. Semakin tinggi daerah penanaman teh, maka semakin baik mutu yang dihasilkan (Ghani, 2002). Produk teh dapat dibedakan berdasarkan mutu dan jenis teh. Mutu teh dapat dinilai berdasarkan rasa, aroma dan warna seduhan. Penilaian mutu ditentukan oleh seorang ahli pencicip (tea taster) berdasarkan analisis organoleptik, yaitu kemampuan mengukur mutu dengan indra penglihatan, penciuman dan perasa. Parameter lain seperti kadar air dan berat jenis hanya sebagai pendukung dalam menilai mutu teh jadi. Berdasarkan sistem pengolahan teh dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Teh putih Teh putih dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi dan sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi pembentukan klorofil. Teh putih diproduksi dalam jumlah
lebih sedikit dibandingkan teh jenis lain sehingga harga menjadi lebih mahal dan belum populer. 2. Teh hijau Pucuk teh yang dijadikan teh hijau biasanya langsung diproses setelah dipetik. Setelah daun mengalami oksidasi dalam jumlah minimal, proses oksidasi dihentikan dengan pemanasan atau pengeringan. Teh yang sudah dikeringkan bisa dijual dalam bentuk lembaran daun teh atau digulung rapat berbentuk seperti bola-bola kecil (teh yang disebut gun powder). 3. Teh hitam Daun teh dibiarkan teroksidasi sebelum masuk pada tahap pengeringan. Teh hitam merupakan jenis teh yang paling umum di Asia Selatan (India, Sri Langka, Bangladesh) dan sebagian besar negara-negara di Afrika seperti: Kenya, Burundi, Rwanda, Malawi dan Zimbabwe. Teh hitam terbagi menjadi 2 jenis: Ortodoks (teh diolah dengan metode pengolahan tradisional melalui proses pelayuan selama 18-20 jam) atau CTC (metode produksi teh Crush, Tear, Curl yang berkembang sejak tahun 1932). Beberapa riset menunjukkan, teh bermanfaat dalam dunia kesehatan seperti menurunkan kadar kolesterol, memperbaiki saluran darah dan kesehatan jantung, mengurangi kerusakan DNA akibat merokok dan mengurangi resiko kanker.
2.1.2. Permasalahan Agribisnis Teh Indonesia Permasalahan agribisnis teh yang dialami Indonesia disebabkan oleh kinerja agribisnis teh yang rendah, baik pada on-farm maupun off-farm. Persoalan pokok yang muncul antara lain produktifitas tanaman yang rendah karena penggunaan bahan tanam yang tidak unggul, membutuhkan tenaga kerja lima kali
lipat lebih banyak dibandingkan dngan perkebunan lainnya, serta memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam pemetikan pucuk segar. Selain itu keterbatasan penerapan teknologi dan daya saing teh Indonesia masih rendah di pasar dunia. Perusahaan agroindusri teh di Indonesia terbatas jumlahnya, permasalahan intern yang dihadapi oleh perusahaan agroindustri teh Indonesia rata-rata adalah sama yaitu pada tingginya harga pokok produksi dan penjualan kurang baik. Harga jual teh jadi di pasar dunia sangat berfluktuatif, terkadang karena mutu teh Indonesia kurang memenuhi standar mutu Internasional menyebabkan teh Indonesia mendapatkan harga yang rendah. Permasalahan lain yang terjadi di pasar komoditi teh yaitu terjadinya over production atau over supply nasional maupun dunia dan di sisi lain tingkat konsumsi teh masyarakat masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mentransformasi keunggulan komparatif (comparative advantages) menjadi
keunggulan
kompetitif
(competitive
advantages),
dengan
mengembangkan subsistem agribisnis hulu secara sinergi dengan pengembangan subsistem agribisnis hilir dan membangun jaringan pemasaran domestik maupun internasional, yang digerakkan oleh kekuatan inovasi (innovation driven) (Tampubolon, 2002). Tabel 4. Tingkat Konsumsi Teh Per Kapita Tahun 2003 Negara India Sri Lanka Inggris Irlandia Polandia New Zealand
Konsumsi per kapita (gram) 660 1.380 2.240 2.960 820 950
Negara Bahrain Hongkong Arab Pakistan Jepang Indonesia
Sumber: International Tea Committee 20043 3
Http://www.indotea.org (Sumber diakses tanggal 10 Maret 2008)
Konsumsi per kapita (gram) 1.310 1.370 2.000 750 1.040 310
Tingkat konsumsi teh bangsa Indonesia sangat rendah dibandingkan tingkat konsumsi bangsa-bangsa lain bahkan sangat rendah dibandingkan negara bukan penghasil teh seperti Inggris dan Irlandia. Sangat ironis Indonesia sebagai penghasil teh terbesar ke lima dunia, konsumsi dalam negerinya sangat rendah. Konsumsi teh dipengaruhi oleh tingkat selera, budaya, dan kelas sosial. Budaya minum teh ditemukan di masyarakat China dan Jepang yang menjadikan teh sebagai minuman sehat (tradisi), sedangkan di Eropa pada umumnya minum teh merupakan minuman nasional. Beberapa daerah seperti Jawa Barat masih mempertahankan budaya minum teh yang diyakini memiliki berbagai khasiat. Hal ini menunjukkan teh Indonesia masih memiliki peluang bisnis untuk konsumsi dalam negeri. Faktor lain konsumsi teh dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat yang lebih menyukai kopi, soft drink, minuman impor serta minuman instan lain dibandingkan dengan minuman asli hasil bumi dalam negeri. Mayoritas rakyat Indonesia lebih menyukai minum kopi dari pada minum teh yang menyehatkan. Masyarakat beranggapan bahwa minum teh merupakan minuman kelas rendah, sedangkan minuman susu atau minuman lainnya dipersepsikan sebagai minuman kelas sosial tingkat menengah dan atas. Padahal di negara lain, masyarakat yang mempunyai pendapatan tinggi menganggap sebagai minuman terpenting dalam pergaulan, karena minum teh telah dianggap sebagai bagian dari life style. Perhatian dan peran pemerintah dirasakan masih kurang dalam mendukung agribisnis teh Indonesia. Pemerintah hendaknya memiliki grand strategy untuk industri teh terutama industri hilir teh yang mempunyai prospek yang baik dan nilai tambah yang tinggi. Dukungan pemerintah dalam harmonisasi tarif akan sangat membantu produsen teh dalam negeri.
2.1.3. Peluang Bisnis Komoditi Teh Produsen teh dalam negeri mencoba meningkatkan mutu teh produksinya dalam menghadapi era globalisasi. Hal ini mereka lakukan, agar produk teh Indonesia mendapatkan posisi harga yang lebih tinggi. Indonesia memiliki potensi areal komoditi teh yang sangat luas dan diperhitungkan di pasar dunia, namun pada pelaksanaanya produsen Indonesia belum mencapai tingkat produksi yang optimal. Untuk mengantisipasi hal tersebut produsen harus menerapkan program cost effectiveness. Indonesia sangat diperhitungkan dalam perdagangan teh dunia selama bertahun-tahun dan selalu masuk pada urutan lima terbesar negara pengekspor teh. Bahkan sesama negara penghasil teh, Sri Lanka juga mengimpor teh dari Indonesia untuk dicampurkan dengan teh dalam negerinya sebelum dijual kembali. Indonesia sampai kini hanya menjual ekspor dalam bentuk teh curah (bulk) sehingga harga yang didapatkan lebih murah karena dalam bentuk teh murni. Hal ini memberikan peluang justru kepada negara lain yang membeli produk hulu teh (teh curah) Indonesia kemudian mereka campur dengan teh dari berbagai asal negara kemudian mereka jual kembali kepada Indonesia. Hal ini seharusnya
perlu
diperhitungkan
dan
dimanfaatkan
peluangnya
untuk
pengembangan agroindustri yang lebih berorientasi ke arah hilir merupakan strategi yang harus dilaksanakan untuk beberapa jenis komoditas perkebunan, antara lain teh, yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk hilir yang berorientasi ekspor sehingga diharapkan akan mengurangi fluktuasi harga dan mencegah penurunan nilai tukar hasil perkebunan.
2.2. Gambaran Umum Industri Banyak masyarakat awam yang menganggap industri sinonim dengan pabrik, padahal pada fungsinya industri berbeda dengan pabrik. Pabrik atau manufaktur memproses bahan baku menjadi barang setengah jadi, lalu menjadi barang jadi. Kata industri berasal dari kata Latin industria yang memiliki makna any form of economic activity (berbagai bentuk kegiatan ekonomi yang sejenis). Contohnya, perusahaan pembuat kecap, minuman, roti, dan kue kering merupakan industri makanan dan minuman. Sedangkan perusahaan penghasil kelapa sawit, teh dan tebu merupakan industri pertanian atau agroindustri. Prawirosentono (2002) menjelaskan industri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu: 1. Industri berdasarkan hubungan vertikal Industri-industri berdasarkan hubungan vertikal termasuk di dalamnya industri hulu dan industri hilir. Industri hulu adalah kelompok perusahaan yang membuat produk yang digunakan oleh perusahaan lain. Industri hilir adalah kelompok perusahaan yang menggunakan produk perusahaan lain sebagai bahan baku untuk kemudian diproses menjadi barang lain atau barang jadi. 2. Industri berdasarkan hubungan horizontal Pengelompokkan industri ini ditinjau atas dasar sejajar antara produk yang dihasilkan masing-masing perusahaan. Contohnya gabungan perusahan makanan merupakan industri makanan, perusahaan penghasil teh, kelapa sawit, kopi termasik industri pertanian. 3. Industri berdasarkan pada skala usaha Industri dengan sklala usaha kecil yaitu modalnya kurang dari 100 juta rupiah.
Industri menengah dalam usahanya memakan biaya antara 100-500 juta rupiah. Sedangkan industri besar, modal yang digunakan lebih dari 500 juta rupiah. 4. Industri berdasarkan pada tingkatan jenis produksi Kelompok industri ini terdiri dari: industri ringan (contohnya, barang-barang konsumsi), industri menengah (contohnya, industri farmasi, industri semen, industri kimia, dan agro industri), industri berat (contohnya, pembuatan mesinmesin mobil dan pembuatan pesawat). Pengembangan industri yang dilakukan oleh negara atau swasta merupakan
bagian
yang
integral
dari
pembangunan
nasional.
Sasaran
pertumbuhan industri pada tahun 2008 diproyeksikan sebesar 7,43 persen, dengan rincian pertumbuhan setiap Kelompok Lapangan Usaha Industri diproyeksikan sebagai berikut: industri makanan, minuman dan tembakau 8,00 persen; barang kayu dan hasil hutan lainnya 1,00 persen; kertas dan barang cetakan 8,00 persen; pupuk, kimia dan barang dari karet 6,50 persen; barang lainnya 3,50 persen. Pengembangan tahun 2008, disamping melanjutkan kebijakan tahun 2006 dan 2007 akan ditempuh berbagai kebijakan intervensi pemerintah yang lebih besar lagi dalam rangka penyelesaian permasalahan yang dihadapi industri, dan sebagai usaha dalam mempercepat upaya peningkatan daya saing. Dengan melihat basis sumber daya alam serta basis tingkatan kemampuan sumber daya manusia yang kita miliki maka bantuan atau intervensi pemerintah diprioritaskan kepada pengembangan sektor agroindustri, yang basisnya ada di daerah. Dengan memberi prioritas pada pengembangan agroindustri, sekaligus upaya dimaksud dapat mempercepat upaya penangulangan kemiskinan, peningkatan kesempatan
dilaksanakan melalui dua pendekatan. Pertama, melalui pendekatan top-down yaitu pembangunan industri yang direncanakan dari pusat (by design) dengan memperhatikan prioritas terhadap komoditi-komoditi yang selama memiliki kinerja yang baik di pasar internasional, yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, melalui pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti daerah yang merupakan keunggulan daerah. Pendekatan ini lebih diorientasikan pada industri yang berbasis agro4.
2.3. PT Mitra Kerinci sebagai Badan Usaha Milik Negara Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN. Ciri-ciri BUMN adalah sebagai berikut: (1) pemerintah memegang hak atas segala kekayaan usaha dan berkedudukan sebagai pemegang saham dalam pemodalan perusahaan; (2) pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam menetapkan kebijakan perusahaan; (3) pengawasan dilakukan alat pelengkap negara yang berwenang; (4) sebagai stabillisator perekonomian negara dalam rangka mensejahterakan rakyat; (5) sebagai sumber pemasukan negara; (6) seluruh atau sebagian besar modalnya milik negara; (7) modalnya dapat berupa saham atau obligasi bagi perusahaan go
4
laporan sektor industri 2007, Departemen Perindustrian
public; (8) dapat menghimpun dana dari bank maupun nonbank; (9) Direksi bertanggung jawab penuh atas BUMN dan mewakili BUMN di pengadilan. Perusahaan yang statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara dapat dikategorikan ke dalam beberapa golongan. Ada BUMN yang berbentuk persero, perusahaan jawatan (Perjan), perusahaan umum, dan Badan Usaha Milik Daerah. Semua perusahaan tersebut diawasi dan diminta pertanggungjawabannya oleh pemerintah sebagai pemegang saham perusahaan. Perusahaan Jawatan (Perjan) sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal yang berasal dari negara dan besarnya modal ditetapkan melalui APBN. Perusahaan Umum (Perum) adalah sejenis perusahan badan pemerintah yang mengelola sarana umum. Berbeda dengan persero yang berorientasi pada keuntungan, lebih mengutamakan kepentingan umum. Sedangkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan badan usaha yang dimiliki pemerintah daerah dan segala tata cara perlaksanaannya diatur oleh peraturan daerah. Besarnya modal BUMD setiap tahunnya ditetapkan melalui APBD. PT Rajawali Nusantara Indonesia merupakan salah satu BUMN yang berbentuk perusahaan persero yang berorientasi pada laba atau keuntungan. Penelitian ini memilih BUMN jenis persero sebagai studi kasus. Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (yang modal atau sahamnya paling sedikit 51 persen dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mendapatkan keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Ciri-ciri Persero adalah sebagai berikut: (1) pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada
presiden dan berdasarkan Undang-Undang; (2) statusnya berupa perseroan terbatas yang diatur berdasarkan Undang-Undang; (3) modalnya berbentuk saham dan dipimpin oleh direksi; (4) sebagian atau seluruh modalnya adalah milik negara dari kekayaan negara yang dipisahkan; (5) organ persero adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi dan komisaris; (6) menteri yang ditunjuk memiliki kuasa sebagai pemegang saham milik pemerintah; (7) apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri berlaku sebagai RUPS, jika hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham perseroan terbatas; (8) RUPS bertindak sebagai kekuasaan tertinggi perusahaan; (9) laporan tahunan diserahkan ke RUPS untuk disahkan; (10) tidak mendapat fasilitas negara; (11) tujuan utama memperoleh keuntungan; (12) hubungan-hubungan usaha diatur dalam hukum perdata; (13) pegawainya berstatus pegawai swasta. Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala wewenang yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk mengganti komisaris dan direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung jawab atas pengurusan persero baik didalam maupun diluar pengadilan. Pengangkatan dan pemberhentian dilakukan okeh RUPS. Komisaris adalah organ persero yang bertugas dalam pengawasan kinerja persero itu, dan melaporkannya pada RUPS. Persero terbuka sesuai kebijakan pemerintah tentang privatisasi. Privatisasi adalah penjualan sebagian atau seluruh saham persero kepada pihak lain untuk peningkatan kualitas. Persero yang diprivatisasi adalah yang unsur usahanya kompetitif dan teknologinya cepat berubah. Hal-hal yang tidak dapat diubah pada persero ialah: persero yang menurut perundang-undangan harus berbentuk BUMN, persero yang diberi tugas khusus untuk kepentingan
masyarakat, persero yang bergerak di bidang hankam negara dan pengelola Sumber Daya Alam. PT Rajawali Nusantara Indonesia termasuk dalam daftar perusahaan dengan status BUMN, terlihat pada Tabel 5. Tujuan dari didirikannya sebuah BUMN antara lain: berperan dalam perekonomian nasional dan penerimaan kas negara, mengejar dan mencari keuntungan, pemenuhan hajat hidup orang banyak, perintis kegiatan-kegiatan usaha, memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah.
Tabel 5. Daftar Perusahaan dalam BUMN Perkebunan PT Perkebunan Nusantara I PT Perkebunan Nusantara II PT Perkebunan Nusantara III PT Perkebunan Nusantara IV PT Perkebunan Nusantara IX PT Perkebunan Nusantara V PT Perkebunan Nusantara VI PT Perkebunan Nusantara VII PT Perkebunan Nusantara VIII PT Perkebunan Nusantara X PT Perkebunan Nusantara XI PT Perkebunan Nusantara XII PT Perkebunan Nusantara XIII PT Perkebunan Nusantara XIV PT Rajawali Nusantara Indonesia
Pertanian PT Pertani PT Sang Hyang Seri
Perikanan Perum Prasarana Perikanan Samudra PT Perikanan Samodra Besar PT Perikani PT Tirta Raya Mina PT Usaha Mina
Sumber: wikipedia.com5 Agro Industri
PT Rajawali Nusantara Indonesia
PT PG Rajawali I PT PG Rajawali II PT PG Candi Baru PT Mitra Ogan PT Mitra Kerinci PT PG Gorontalo PT MaduBaru
Bidang Usaha Gula dan Olahannya Gula dan Olahannya Gula dan Olahannya Kelapa Sawit Teh Hijau, Teh Hitam Gula dan Olahannya Gula dan Olahannya
Bagan 1. Daftar Perusahaan dalam Rajawali Nusantara Indonesia Group
5
http://www.wikipedia.com (diakses 19 Februari 2008)
2.4. Strategi Perusahaan Menurut Dirgantoro (2001) strategi perusahaan dapat dibagi atau dibedakan menjadi tiga tingkatan strategi, yaitu:
2.4.1. Strategi Tingkat Perusahaan atau Korporat Strategi tingkat perusahaan dirumuskan oleh manajemen puncak sebagai pusat pengambilan keputusan perusahaan untuk mengatur kepentingan dan kegiatan organisasi yang mencakup lebih banyak dari satu bidang usaha (multibisnis). Pada tingkatan strategi ini pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab adalah jenis usaha apa yang sebaiknya digeluti dan bagaimana sebaiknya sumber daya dialokasikan untuk mencapai tujuan.
2.4.2. Strategi Tingkat Bisnis Unit Strategi unit usaha atau strategi unit bisnis (SBU) menyangkut pengelolaan kepentingan dan operasi unit usaha tertentu. Strategi pada tingkat ini kebanyakan berurusan dengan pertanyaan: 1.
Bagaimana perusahaan akan bersaing dalam industri atau pasar
2.
Produk/jasa apa yang sebaiknya ditawarkan
3.
Siapa pelanggan yang akan dilayani
4.
Bagaiman berbagai fungsi perusahaan (produk, pemasaran, dan lainnya) akan dikelola untuk memenuhi kebutuhan pasar
5.
Bagaimana sumber daya akan didistribusikan Penelitian ini termasuk ke dalam strategi tingkat bisnis unit dimana PT
Mitra Kerinci sebagai anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia yang menjalankan unit bisnis komoditas teh sebagai bentuk diferensiasi usahanya.
Corporate Level Strategy
Business Unit Level Strategy
Functional Level Strategy
Level Of Strategy
Gambar I. Kerangka Tingkatan Strategi Perusahaan Sumber: Dirgantoro (2001)
2.4.3. Strategi Tingkat Fungsional Fungsi usaha dalam organisasi fungsional terpisah seperti pemasaran, keuangan, produksi dan operasi serta Human Resorce and Development (HRD) dikelompokkan ke dalam bagian yang terpisah. Masing-masing bagian tersebut harus mengembangkan suatu strategi yang akan membantu mewujudkan suatu strategi yang lebih tinggi. Pada tingkat ini, strategi yang ditetapkan lebih terinci serta memiliki lingkup waktu yang lebih pendek.
2.5. Tinjauan terhadap Penelitian Terdahulu Penelitian yang mengkaji konsep balanced scorecard kini sudah mulai umum. Pada kesempatan ini penulis menggunakan konsep balanced scorecard untuk mengevaluasi strategi pada BUMN
PT Rajawali Nusantara Indonesia
(RNI) khususnya pada anak perusahaan PT Mitra Kerinci. Penelitian ini belum
pernah dilakukan sebelumnya dalam skripsi maupun tulisan lainnya. Adanya penurunan laba PT Mitra Kerinci menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard
untuk
mengevaluasi dan mengukur kinerja ke dalam empat perspektif. Sebelum itu, penulis melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian terdahulu yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Arysanti (2007) dalam skripsinya yang berjudul Pengukuran Kinerja Strategic Business Unit (SBU) Perberasan PT Pertani (Persero) dengan Konsep Balanced Scorecard, secara keseluruhan pencapaian kinerja empat perspektif balanced scorecard cukup memuaskan. Hal ini terlihat dari skor akhir pencapaian target sebesar 96,26 persen. Kontribusi pencapaian terbesar diberikan berturutturut oleh perspektif keuangan dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sebesar 113,25 persen dan 110,30 persen. Skor dari perspektif keuangan sebesar 22,65 persen sedangkan skor untuk perspektif pertumbuhan dan perkembangan sebesar 22,06 persen. Kinerja perspektif pelanggan cukup baik walaupun pencapaian targetnya hanya sebesar 86,71 persen, kurang optimalnya pencapaian target tersebut dikarenakan pencapaian target dari market share hanya 58,10 persen. Kinerja bisnis internal mencapai target 85,19 persen dengan skor 27,22 persen. Hasil pengukuran kinerja perusahaan PTPN V, Pekanbaru yang dengan menggunakan balanced scorecard, secara keseluruhan, PTPN V meraih skor akhir pengukuran kinerja untuk tahun 2003 sebesar 91,18 persen. Hasil penelitian Mardiansyah (2005). Dalam skripsinya yang berjudul Analisis Kinerja BUMN Perkebunan Kelapa Sawit dengan Menerapkan Konsep Balanced Scorecard, hasil
pengukuran yang didapat tersebut dapat dikatakan baik mengingat PTPN V mampu merealisasikan target yang ditetapkan pada tahun 2003 untuk masingmasing indikator rata-rata sebesar 91,47 persen. Namun, hasil ini dirasakan kurang optimal mengingat besarnya potensi lahan, sumberdaya manusia, information technology (IT) yang dimiliki oleh perusahaan untuk dapat mencapai target yang telah ditentukan oleh perusahaan itu sendiri. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya kinerja dipengaruhi oleh mayoritas tanaman menghasilkan merupakan tanaman tua hasil pengembangan sebelumnya, pelaksanaan program perawatan yang dilakukan tidak sesuai dengan program yang direncanakan, adanya inefisiensi produksi, belum optimalnya fungsi pabrik kelapa sawit, selain itu rendahnya produktifitas karyawan dan tidak adanya corporate culture sebagai acuan dan motivator dalam bekerja bagi karyawan. Penelitian terdahulu tentang penerapan balanced scorecard pada perusahaan perkebunan lainnya yaitu pada perusahaan PT Wana Sawit Subur Lestari. Penelitian ini menegenai persiapan penerapan balanced scorecard pada PT Wana Sawit Subur Lestari (Arfiyani 2003) yang hasilnya analisisnya dituangkan ke dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan, bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran. Pada perspektif keuangan, mengevaluasi strategi perusahaan dengan menggunakan analisis rasio keuangan, secara umum performance keuangan PT Wana Sawit Subur Lestari belum cukup baik karena masih banyak investasi yang masih dilakukan. Perspektif pelanggan menyangkut kegiatan pemasaran melalui distribusi sederhana. Pada perspektif bisnis internal, Arfiyani (2003) menganalisis persiapan balanced scorecard dalam performance produksi PT Wana Sawit Subur Lestari berusaha meningkatkan
efisiensi produksi, pengawasan produk, dan peningkatan mutu produk. Pertumbuhan dan pembelajaran menyangkut kegiatan untuk meningkatkan sumber daya manusia, sumber dan prosedur perusahaan. Sahputra (2006), dalam hasil penelitiannya pada BUMN Bidang Pertanian PT Sang Hyang Seri (Persero) pusat Jakarta melalui pendekatan balanced scorecard sudah menunjukkan hasil pengukuran yang baik. PT Sang Hyang Seri ini mengalami kinerja finansial yang menurun. Dari hasil perhitungan tabel balanced scorecard diketahui bahwa kinerja perspektif finansial sebesar 88,125 persen, yang berarti sudah menunjukkan kinerja yang baik. Kinerja yang sangat baik terjadi pada perspektif pelanggan dengan nilai pencapaian target 96,8 persen. Kinerja bisnis internal memiliki nilai pencapaian target terendah dibanding tiga perspektif lainnya yaitu 83,5 persen. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran mencapai 91 persen. Penilaian kinerja perusahaan secara keseluruhan dari hasil deskripsi total skor balanced scorecard adalah 93,37 persen yang menunjukkan kinerja PT Sang Hyang Seri dinilai cukup baik. Dari hasil pengukuran balanced scorecard dapat diketahui sumber dan sebab pencapaian kondisi kinerja perusahaan tersebut dengan pendekatan peta strategis balanced scorecard, walaupun sudah berada pada kategori kinerja yang baik, namun ketidakoptimalan pencapaian kinerja disebabkan karena pencapaian yang kurang optimal pada perspektif proses bisnis internal terutama pada sasaran pengembangan usaha melalui ukuran peningkatan jenis kelamin.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Teori Manajemen Strategi Strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepemimpinan dalam ketentaraan. Pengertian ini berlaku selama perang, berkembang menjadi manajemen ketentaraan dalam rangka mengelola para tentara bagaimana melakukan mobilisasi dan mengomando pasukan dalam jumlah besar untuk mencapai tujuan. Istilah strategi kemudian diambil alih dunia usaha. Khususnya manajemen untuk menetapkan arah bagi sumber daya manusia dan bagaimana mengidentifikasi kondisi yang memeberikan keuntungan yang terbaik untuk membantu sebuah institusi bisnis menang dalam persaingan. Dengan demikian dalam strategi selalu mengandung dua unsur yaitu tujuan jangka panjang dan keunggulan bersaing (Dirgantoro, 2001). Manajemen strategi dapat diartikan sebagai seni dan ilmu yang digunakan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan yang memungkinkan suatu organisasi untuk memperoleh tujuannya. Perumusan strategi termasuk mengembangkan misi bisnis, mengenali peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan objektif jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan (David, 2001). Tiga tahap dalam proses manajemen strategi, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal
perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi yang akan dilaksanakan. Implementasi strategi adalah tahap pelaksanaan strategi yang telah dirumuskan dalam formulasi strategi. Melaksanakan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk menempatkan strategi yang telah diformulasikan menjadi sebuah tindakan. Kemampuan interpersonal sangatlah penting dalam implementasi strategi. Tahap yang terakhir dari manajemen strategi adalah evaluasi strategi. Evaluasi strategi adalah alat utama untuk mengetahui kapan strategi tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan. Evaluasi strategi meliputi tiga aktivitas dasar: (1) memeriksa dasar strategi perusahaan, (2) membandingkan hasil yang diharapkan dengan hasil aktual, dan (3) mengambil tindakan koreksi untuk memastikan kinerja sejalan dengan rencana.
3.1.2. Tahapan Evaluasi dalam Manajemen Strategi Proses manajemen strategis dapat menghasilkan keputusan yang memiliki konsekuensi jangka panjang. Keputusan strategi yang salah dapat mengakibatkan kerugian dan untuk memeperbaiki kesalahan tersebut adalah hal yang sangat sulit. Evaluasi antar waktu dapat memberikan peringatan dini kepada manajemen terhadap masalah dan potensi masalah sebelum semakin merugikan organisasi tersebut. Umpan balik yang memadai dan tepat waktu adalah dasar bagi evaluasi strategi yang efektif. Evaluasi strategi sangat penting untuk memastikan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (David, 2001).
Evaluasi
strategi
sangat
penting
karena
perusahaan
menghadapi
lingkungan yang dinamis, di mana faktor-faktor internal maupun eksternal berubah dengan cepat. Keberhasilan perusahaan saat ini bukan merupakan jaminan keberhasilan hari esok. Aktivitas evaluasi manajemen harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan, tidak hanya pada akhir periode atau saat masalah muncul. Dengan melakukan evaluasi secara terus menerus memungkinkan standar penilaian perkembangan dapat dibuat dan dipantau dengan lebih efektif. Ada beberapa aktivitas dalam kerangka kerja evaluasi strategi yaitu: (1) Menelaah berdasarkan strategi. Aktivitas evaluasi ini dapat berupa koreksi terhadap perubahan yang terjadi dalam manajemen organisasi, pemasaran, keuangan, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan. (2) Mengukur kinerja organisasi. Aktivitas ini berguna untuk membandingkan antara hasil yang diharapkan dengan hasil sesungguhnya, menyelidiki deviasi dalam rencana, mengevaluasi kinerja individu, dan menilai perkembangan yang terjadi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik tujuan dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Mengukur kinerja organisasi dapat berdasarkan pada kriteria kuantitatif dan kualitataif. (3) Mengambil tindakan korektif. Aktivitas evaluasi strategi yang terakhir adalah mengambil tindakan korektif dengan melakukan perubahan untuk memposisikan perusahaan ke tempat yang lebih kompetitif bagi masa depan. Mengambil tindakan korektif sangat penting untuk menjaga organisasi tetap berada pada jalur pencapaian tujuan. Salah satu metode pengukuran kinerja yang dapat diterapkan dalam mengevaluasi
strategi
adalah
konsep
balanced
scorecard.
Proses
ini
memungkinkan perusahaan mengevaluasi strategi berdasarkan empat perspektif: kinerja keuangan, perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
3.1.3. Pengertian Balanced Scorecard Balanced scorecard terdiri dari dua kata yaitu kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat hasil kinerja eksekutif. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan akan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini akan digunakan untuk mengevaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan (Mulyadi 2005). Sedangkan makna berimbang menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari beberapa aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, serta intern dan ekstern.
3.1.4. Balanced scorecard Sebagai Sistem Manajemen Strategis Balanced scorecard memberi manajemen organisasi suatu pengetahuan, keterampilan dan sistem yang memungkinkan karyawan dan manajemen belajar dan berkembang terus menerus (perspektif pembelajaran dan bertumbuh) dalam berinovasi untuk membangun kapabilitas strategis yang tepat serta efisien (perspektif proses bisnis internal) agar mampu menyerahkan nilai spesifik ke pasar (perspektif pelanggan) dan selanjutnya akan mengarah pada nilai keuangan (perspektif keuangan) yang terus-menerus meningkat (Gaspersz, 2003). Melalui mekanisme sebab akibat (cause and effect), perspektif keuangan menjadi tolak ukur utama yang dijelaskan oleh tolak ukur pada tiga perspektif lainnya.
Keuangan
Peningkatan Pendapatan
Nilai Pelanggan
Pelanggan
Proses bisnis Internal
Pembelajaran Dan Pertumbuhan
ROI
Proses manajemen operasi
Proses manajemen pelanggan
Proses inovasi
Peraturan dan Proses sosial
Modal Manusia Modal Informasi Modal organisasi
Bagan 2. Hubungan Sebab Akibat Empat Perspektif Balanced Scorecard Sumber : Mulyadi 2005 Menurut Kaplan dan Norton (2000), suatu perusahaan menggunakan pengukuran balanced scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen dan sebagai kerangka kerja tindakan strategis melalui empat proses, yaitu: 1.
Memperjelas dan Menterjemahkan Visi dan Strategi Visi adalah fondasi bagi pembelajaran strategis, sedangkan strategi adalah titik tolak atau referensi bagi keseluruhan proses manajemen. Proses balanced scorecard dimulai dengan menterjemahkan strategi perusahaan ke dalam berbagai tujuan strategis yang spesifik (tujuan finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran), dan mengidentifikasi beberapa faktor penggerak penting tujuan strategis. Penggunaan balanced scorecard merupakan sebuah model bersama dari
bisnis keseluruhan dimana setiap orang memberikan kontribusi dan mengasilkan konsensus serta kerjasama tim diantara semua eksekutif senior. 2.
Mengkomunikasikan dan Mengaitkan Tujuan Serta Ukuran Strategis Tujuan dan ukuran strategis balanced scorecard dikomunikasikan ke dalam seluruh organisasi agar semua pekerja mengetahui mengenai berbagai tujuan penting yang harus dicapai agar strategi sebuah organisasi atau institusi dapat berhasil. Pendidikan dan komunikasi yang terbuka tentang strategi adalah basis bagi pemberdayaan pegawai dengan sistem kompensasi yang terhubung dengan strategi. Secara individu para pegawai dapat merumuskan berbagai tindakan operasional yang akan memberi kontribusi bagi pencapain-pencapaian unit bisnis. Semua usaha serta inisiatif perusahaan akan disesuaikan dengan proses perubahan yang dibutuhkan.
3.
Merencanakan, Menetapkan Sasaran, dan Menyelaraskan Berbagai Inisiatif Strategis Perencanaan dan proses manajemen penetapan sasaran memungkinkan perusahaan untuk mengukur hasil jangka panjang yang ingin dicapai, mengidentifikasikan mekanisme dan mengusahakan sumber daya untuk mencapai hasil tersebut, dan memetapkan tonggak-tonggak jangka pendek bagi ukuran finansial maupun non finansial scorecard. Tonggak-tonggak jangka pendek ini memberikan sasaran yang spesifik untuk menilai kemajuan dalam jangka waktu yang lebih pendek di sepanjang perjalanan mencapai tonggak-tonggak strategis jangka panjang unit bisnis.
Memperjelas dan Menterjemahkan Visi dan Strategi • Memperjelas Visi • Menghasilkan Konsensus
Mengkomunikasikan dan Menghubungkan • Mengkomunikasikan dan mendidik • Menetapkan tujuan • Mengaitkan imbalan dengan ukuran kinerja tonggak
Balanced scorecard
• • • •
Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis • Mengidentifikasi visi bersama • Memberikan umpan balik strategis • Memfasilitasi tinjauan ulang dan pembelajaran
Merencanakan dan Menetapkan Sasaran Menetapkan sasaran Memadukan inisiatif strategis Mengalokasikan sumber daya Menetapkan tonggak penting
Gambar 2. Balanced scorecard sebagai Kerangka Kerja Tindakan Strategis Sumber: Kaplan dan Norton (2000)
4.
Meningkatkan Umpan Balik dan Pembelajaran Strategi Dalam proses ini umpan balik digunakan untuk menguji hipotesis dimana strategi
dilaksanakan.
Pengembangan
strategi
dilaksanakan
secara
berkesinambungan dengan memonitor hasil jangka pendek dari tiga perspektif lainnya, perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Perspektif Keuangan Tujuan
Ukuran
Perspektif Pelanggan Tuj
Ukuran
Target
Target
Inisiatif
Perspektif Bisnis Internal
Visi dan Strategi
Inisiatif
Tuj
Ukuran
Target
Inisiatif
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Tujuan
Ukuran
Target
Inisiatif
Gambar 3. Balanced scorecard sebagai Suatu Sistem Manajemen Kinerja Sumber: Gaspersz (2003) Balanced
scorecard
sebagai
suatu
sistem
manajemen
kinerja
menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan operasional yang lebih spesifik sehingga para manajer dan karyawan mengetahui dengan jelas apa yang harus dilaksanakannya agar dapat mencapai tujuan jangka panjang yang diinginkan perusahaan. Metode ini merumuskan pengukuran kinerja ke dalam kerangka operasional yang menterjemahkan tujuan yang ingin dicapai, ukuran yang digunakan dalam mencapai tujuan, sasaran yang akan dicapai, target yang ingin dicapai dan inisiatif strategi untuk mencapai sasaran (Gambar 3).
3.1.5. Keunggulan Balanced Scorecard Keunggulan pendekatan balanced scorecard dalam sistem manajemen dan instrumen pengukuran kinerja menurut Mulyadi yaitu:
1.
Komprehensif Konsep balanced scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik dari sebelumya yang hanya terbatas pada perspektif keuangan, namun juga meliputi perspektif pelanggan, bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran. Perluasan sasaran strategik ke dalam perspektif non keuangan secara komprehensif tersebut memberikan manfaat menjajikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berkesinambungan serta mendorong organisasi memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
2.
Koheren Balanced
scorecard
menghasilkan
dua
macam
kekoherenan:
(1)
kekoheranan antara visi dan misi perusahaan dengan program-program rencana laba jangka pendek, (2) kekoherenan antara berbagai sasaran strategis yang telah dirumuskan dalam tahap perencanaan strategik. Konsep balanced scorecard membangun hubungan sebab akibat diantara sasaran strategik. Adanya hubungan sebab akibat antara keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategi dengan keluaran yang dihasilkan pada sistem perencanaan strategi. 3.
Seimbang Konsep ini berusaha mengarahkan perencanan strategik untuk mencapai keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan melalui empat perspektifnya seperti perspektif keuangan, pelanggan, bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran. Balanced scorecard menghasilkan keseimbangan antara fokus proses (perspektif bisnis internal dan perspektif keuangan) dan fokus personel (perspektif pelanggan dengan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran) serta kesemimbangan antara fokus internal perusahaan (perspektif bisnis internal dengan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran) dan fokus eksternal perusahaan (perspektif keuangan dan pelanggan). 4.
Terukur Konsep ini menghasilkan sasaran startegik yang ditentukan ukurannya untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran startegik yang telah dirumuskan untuk mengukur faktor yang memacu pencapaian sasaran strategik tersebut. Sasaran startegik yang dihasilkan melalui kerangka balanced scorecard ditentukan ukuran pencapaiannya melalui dua macam ukuran yaitu ukuran hasil (outcome measure) dan ukuran pendorong kinerja (performance driver measure).
3.1.6. Empat Perspektif Pengukuran Kinerja dengan Metode Balanced Scorecard Manajemen strategis memugkinkan sebuah organisasi untuk proaktif dalam membentuk masa depannya. Perusahaan yang menerapkan manajemen strategis dapat terlihat secara nyata dalam kinerja keuangannya dan kinerja non keuangannya.
Bisnis
yang
menggunakan
konsep
manajemen
strategi
menunjukkan perbaikan dalam penjualan, profitabilitas, dan produktifitas dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerapkan aktivitas perencanaan dan koreksi secara sistematis. Perusahaan pada umumnya melakukan pengukuran kinerja berdasarkan sudut pandang finansial saja, hal ini mengakibatkan kinerja mereka tidak optimal karena tidak memeperhatikan ada faktor-faktor non finansial yang sangat krusial mendorong kinerja keuangan.
Balanced scorecard merupakan sebuah sistem pengukuran kinerja sebagai instrumen evaluasi strategi perusahaan yang lebih komprehensif. Metode ini tidak hanya mengukur kinerja berdasarkan kinerja keuangan juga berdasarkan perspektif pelanggan, bisnis internal serta pertumbuhan dan perkembangan.
3.1.6.1. Perspektif Keuangan Perusahaaan pada dasarnya merupakan institusi pencipta kekayaan (wealth creating institution). Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, hanya sebagai institusi pencipta kekayaan saja tidak cukup. Perusahaan harus dapat mampu menjadi pelipat ganda kekayaan (wealth-multtiplyng institutions) untuk tetap bertahan dan tumbuh dalam lingkungan bisnis tersebut. Perusahaan harus merumuskan
sasaran-sasaran
strategik
pada
perspektif
keuangan
yang
mencerminkan kemampuannya sebagai institusi pencipta atau pelipatganda kekayaan. (Mulyadi, 2005). Perspektif keuangan memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementtasi dan pelaksanaanya memberikan kontribusi atau tidak dalam peningkatan laba perusahaan yang menjadi fokus tujuan serta ukuran disetiap perspektif balanced scorecard. Setiap ukuran yang terpilih harus merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. Ukuran dalam perspektif keuangan biasanya berupa peningkatan pendapatan, penurunan biaya, dan peningkatan produktifitas, peningkatan pemanfaatan aktiva dan penurunan resiko dapat menghasilkan keterkaitan yang diperlukan antara keempat perspektif scorecard (Kapplan dan Norton, 2000).
Setiap perusahaan memiliki tujuan jangka panjang yang berbeda-beda berdadarkan siklus bisnis bertumbuh (growth), bertahan (sustain) dan menuai (harvest). Pada siklus bisnis bertumbuh (growth) perusahaan berada pada tahap awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa yang memiliki potensi dalam pasar. Sasaran keuangan pada fase ini adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam pasar yang telah ditentukan. Pada siklus bisnis bertahan (sustain), perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi untuk mendapatkan tingkat pengembalian terbaik. Sasaran keuangan pada fase ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang telah dilakukan sepoerti Return of Investment (ROI), Return of Equity (ROE) laba operasi dan margin kotor. Sedangkan pada tahap menuai (harvest), perusahaan dalam keadaan memanen atau menuai hasil investasi pada tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap ini tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan baru kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan. Sasaran keuangan dalam siklus bisnis menuai lebih menekankan terhadap arus kas perusahaan (Gaspersz, 2003). Kaplan dan Norton (2000) menjelaskan, untuk setiap strategi dalam tahap pertumbuhan, bertahan, dan menuai, terdapat tiga tema finansial yang dapat mendorong penetapan strategi bisnis, yaitu: bauran dan pertumbuhan pendapatan, penghematan biaya atau peningkatan produktifitas, serta pemanfaatan aktiva atau strategi bisnis. Faktor-faktor tersebut dalam hubungannya dengan tujuan finansial perusahaan dapat dilihat pada (Tabel 6). Perspektif Keuangan merupakan tolak ukur utama yang ditunjang dengan tiga perspektif lainnya dalam satu periode bisnis perusahaan juga menunjukkan tingkat kesehatan perusahaan secara umum.
Tabel 6. Faktor Pendorong Tujuan Finansial Perusahaan
Pertumbuhan
pemanfaatan aktiva
Tingakat pertumbuhan penjualan, peresentase pendapatan produk, jasa dan pelanggan baru
Pendapatan pekerja
Investasi (persentase penjualan) riset dan pengembangan (persentase penjualan)
Bertahan
Strategi Unit Bisnis
Bauran dan pertumbuhan pendapatan
Tema Strategis penghematan biaya atau peningkatan produktifitas
Pangsa pelanggan dan sasaran penjualan silang (cross selling), persentase pendapatan dari aplikasi baru, profitabilitas lini pelanggan dan produk
Biaya perusahaan sendiri vs kompetitor, tingkat penghematan biaya, beban tak langsung (persentase penjualan)
Rasio modal kerja (siklus kas ke kas), berdasarkan kategori aktiva kunci
Menuai
Profitabilitas lini Biaya unit (per unit pelanggan dan output, per transaksi) produk, persentase pelanggan yang tidak menguntungkan Sumber: Kaplan dan Norton (2000)
Pengembalian (payback), Throughput
3.1.6.2. Perspektif Pelanggan Kaplan dan Norton (2000) mendefinisikan bahwa perspektif pelanggan adalah pelanggan dan segmen pasar di mana bisnis unit. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan utama yaitu kepuasan, retensi, loyalitas, akuisisi, dan profitabilitas dari pelanggan dan segmen pasar tertentu. Perspektif pelanggan juga memungkinkan perusahaan melakukan identifikasi dan pengukuraan proporsi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Proporsi nilai merupakan faktor pendorong, lead indicator, untuk ukuran pelanggan penting. Serangkaian atribut yang membentuk proporsi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan
dan pasar sasaran yang menjadi sumber penyusunan balanced scorecard (Gambar 3) adalah atribut produk/ jasa, hubungan pelanggan, serta citra dan reputasi. Nilai
=
= Atribut Produk/jasa
Fungsionalitas
Mutu
-
Harga
- Citra
+
+Hubungan
Waktu
Gambar 4. Model Umum Proporsi Nilai Pelanggan Sumber: Kaplan dan Norton (2000)
Atribut produk dan jasa meliputi fungsional atau daya guna produk, harga dan waktu. Hal ini berasal dari pandagan konsumen mengenai apa yang seharusnya terdapat dalam satu produk. Atribut hubungan dengan pelanggan terdiri dari penyampaian produk, pelayanan, waktu respon dan pengiriman serta pengalaman pembeli sewaktu membeli produk yang kesemuanya pada akhirnya akan mempengaruhi komitmen jangka panjang.
3.1.6.3. Perspektif Bisnis Internal Perspektif bisnis internal pada intinya menjelaskan proses internal untuk memenuhi nilai bagi pelanggan dan pemilik perusahaan. Dalam konsep balanced scorecard, setiap bisnis memiliki serangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Proses bisnis utama tersebut adalah: 1. Inovasi Proses inovasi dilakukan oleh unit bisnis dengan meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau yang masing potensi. Kemudian
unit bisnis menciptakan produk atau jasa unuk memenuhi kebutuhan tersebut. Inovasi adalah proses internal yang sangat penting dan merupakan gelombang panjang penciptaan nilai sehingga dalam pelaksanaannya membutuhkan ketepatan waktu, efektif dan efisien. 2. Operasi Pelaksanaan operasi dimulai ketika perusahaan menerima pesanan dari pelanggan dan berakhir dengan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan. Proses ini menitikberatkan kepada penyampaian produk/jasa kepada pelanggan secara efisien dan konsisten. 3. Layanan Purna Jual Layanan purna jual menghasilkan nilai tambah bagi keseluruhan proses bisnis internal perusahaan. Proses ini mencakup garansi, dan berbagai aktivitas perbaikan, penggantian produk dan yang dikembalikan, serta proses pembayaran. Agar mudah dalam melaksanakan layanan purna jual, perlu adanya customer relationship management atau perusahaan dengan sistem manajemen tradisional dapat membuat customer database. Proses inovasi Kebutuhan pelanggan diidentifikasi
Kenali pasar
Proses Operasi Ciptaka produk/ jasa
Bangun produk/ jasa
Layanan Purna Jual Luncurkan produk/ jasa
Layani pelanggan
Kebutuhan pelanggan terpuaskan
Gambar 5. Model Rantai Nilai Perspektif Bisnis Internal Sumber: Kaplan dan Norton (2000)
3.1.6.4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Metode balanced scorecard memberikan penekanan bahwa investasi tidak hanya pada peralatan serta proses penelitian dan pengembangan, akan tetapi
diperlukan investasi dalam perusahaan yaitu sumber daya manusia, modal informasi, serta modal organisasi. Mulyadi (2005) mengemukakan tiga kategori utama dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu: kapabilitas karyawan, kapabilitas sistem informasi, serta kapabilitas organisasi. Ukuran yang berorientasi pada kapabilitas karyawan meliputi kelompok pengukuran utama yaitu kepuasan pekerja, tingkat retensi, pelatihan dan keahlian pekerja ditambah faktor pendorongnya seperti indeks khusus yang terinci mengenai keahlian spesifik yang dibutuhkan bagi lingkungan kompetitif baru. Ukuran yang berorientasi pada kapabilitas sistem informasi meliputi tersedianya informasi yang tepat waktu dan akurat mengenai pelanggan dan proses bisnis internal yang penting bagi para pengambil keputusan. Ukuran yang berorientasi kepada modal organisasi adalah seluruh hal yang berkaitan dengan sistem dan prosedur perusahaan seperti budaya perusahaan, kepemimpinan, dan team work. Keseluruhan ukuran pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan bertujuan terbangunnya personel yang berkemampuan, bermotivasi, dan berketerampilan dalam memanfaatkan teknologi, untuk mengaplikasikan pengetahuan ke dalam pekerjaan. Sehingga, organisasi didesain dengan kapabilitas untuk belajar, kapasitas untuk berubah dan akuntabilitas tinggi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Dalam persaingan industri pada era globalisasi ini, perusahaan berlombalomba untuk memenangkan persaingan bisnis. PT Rajawali Nusantara Indonesia merupakan salah satu BUMN besar bergerak dalam tiga bidang, yaitu agroindustri, farmasi dan alat kesehatan serta perdagangan. PT Mitra kerinci sebagai anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia yang bergerak dalam
bidang agroindustri untuk komoditas teh dituntut menciptakan keuntungan bisnis dalam mendukung target perusahaan inti. Sejak berdirinya perusahaan tersebut pada tahun 1990, perusahaan kini masih dalam keadaan rugi. Permasalahan utama yang dihadapi oleh PT Mitra Kerinci adalah tingginya biaya produksi dan investasi yang besar. Seperti permasalahan pada perusahaan teh lain di Indonesia, beban terberat terletak pada biaya upah karyawan dan bahan bakar. Secara mayoritas lahan perkebunan teh milik PT Mitra Kerinci berada pada kontur lahan dataran rendah maka mutu teh yang dihasilkan menjadi kurang baik, sehingga produk teh jadi yang dijual tidak mendapatkan harga yang tinggi. Perusahaan dalam siklus bisnis bertumbuh mengalami banyak kendala seperti: realisasi penjualan di bawah target yang telah ditetapkan, kenaikan harga bahan bakar minyak solar industri, tidak tercapainya target produksi teh karena serangan hama yang cukup hebat sehingga produktifitas kebun menurun, perusahaan belum memiliki sistem informasi yang terintegasi, kurangnya pelatihan atau seminar guna pengembangan kapabilitas karyawan karena keterbatasan dana perusahaan. Keeadaan tersebut mendorong manajemen perlu dilakukan evaluasi strategi berupa pengukuran kinerja secara komprehensif untuk mengukur kinerja keuangan dan non-keuangan dengan metode balanced scorecard. Melalui metode ini dapat dilakukan pengukuran terhadap perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pelanggan yang mempengaruhi kinerja keuangan. Melalui metode ini pula, penulis ingin melihat kinerja masing-masing bidang dalam perusahaan yang akan mempengaruhi kinerja PT Mitra Kerinci.
Tema strategis dalam masing-masing strategi sangat ditentukan oleh siklus hidup bisnis perusahan. Penentuan sasaran strategis dan tolak ukur masing-masing perspektif ditentukan oleh pihak manajemen dimulai dari perspektif keuangan sampai perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hal tersebut dikarenakan keseluruhan perspektif ini memiliki hubungan sebab akibat yang telah direfleksikan dari visi dan misi perusahaan. Setelah tujuan, sasaran, target dan inisiatif dari perspektif ditentukan, tahap selanjutnya adalah membuat peta strategi/rancangan balanced scorecard. Peta balanced scorecard ini akan memudahkan proses komunikasi strategi perusahaan kepada karyawan (Bagan 3). Penelitian ini akan membandingkan kinerja perusahaan berdasarkan standar kinerja BUMN dengan penilaian kinerja perusahaan berdasarkan metode balanced scorecard. Kemudian evaluasi terhadap penilaian kinerja berdasarkan metode
balanced
scorecard
dengan
memberikan
rekomendasi
strategi
pengembangan perusahaan utuk memperbaiki kinerja perusahaan di masa depan.
PT Mitra Kerinci
Visi, Misi dan Strategi Perusahaan
Masalah-masalah: Keuangan, belum memiliki sistem informasi, target produksi menurun, kenaikan harga bahan bakar, tidak ada pelatihan
Balanced Scorecard
Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan Sasaran
Perspektif Keuangan
Perspektif Pelanggan
Perspektif Bisnis Internal
Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan
Ukuran
Ukuran
Ukuran
Ukuran
-Rasio lancar -Rasio penjualan& biaya -Pertumbuhan penjualan
-Pelayanan kepada Pelanggan -On Time Delivery -Nilai Penjualan Ekspor
-Peningkatan produktifitas tanaman -Peningkatan produktifitas Pabrik -Cost Effectiveness
-Komitmen karyawan -Produktifitas karyawan -Efektivitas program Lay Off
Target
Target
Target
Target
Inisiatif Strategis
Inisiatif Strategis
Inisiatif Strategis
Inisiatif Strategis
Peta Strategi BSC
Pengukuran Kinerja
Rekomendasi kebijakan
Bagan 3. Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT Mitra Kerinci yang berkantor pusat di Jalan Patimura No. 8 Padang, Sumatra Barat. Kegiatan penelitian tidak hanya dilakukan di kantor pusat namun lebih banyak melakukan observasi di lokasi perkebunan yang terletak di Kebun Liki Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat. Pertimbangan pemilihan lokasi lebih kepada pendekatan masalah yang sesuai dengan topik penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2008.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dengan wawancara dan dengan bantuan daftar pertanyaan dan kuesioner. Wawancara dilakukan kepada pihak manajemen perusahaan untuk mengetahui kondisi perusahaan. Pihak menajemen yang terlibat sebagai informan dalam pengambilan data antara lain kepala dinas pengolahan, asisten kepala, kepala dinas keuangan, kepala dinas pemasaran dan para asisten. Kuesioner ditujukan kepada karyawan untuk mengukur tingkat kepuasan mereka dan pengambilan sampel menggunakan rumus slovin sebagai berikut:
n=
N 1+Ne
2
Keterangan: n : Ukuran sample N : Ukuran populasi e : Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan
Sumber: Angel, 1999 Selain data primer dala penelitian ini, dibutuhkan pula data sekunder bersifat kualitatif dan kuantitatif dari berbagai sumber yang didapatkan dengan
memanfaatkan data dari literatur-literatur yang relevan baik berasal dari buku, media masa, internet, penelitian terdahulu, dan instansi terkait dengan nara sumber yang sesuai dengan bidangnya. Jenis data yang dikumpulkan selama penelitian berupa data kuantitatif dan data kualitatif yang berhubungan dengan perusahaan untuk mendukung penelitian. Data-data yang dibutuhkan dalam menunjang penelitian ini antara lain laporan manajemen perusahaan tahun 2007, peta persebaran arel tanam, data investasi perusahaan, serta data perkembangan perusahaan tahun 2002-2006.
4.3. Metode Analisis Data Evaluasi dalam penelitian ini adalah evaluasi kinerja dimulai dari proses penentuan kunci sukses, pembobotan, pengukuran (membandingkan realisasi dengan target antara tahun 2007 dengan tahun sebelumnya guna melihat perkembangan kinerja perusahaan), scoring, penjumlahan, lalu mengkategorikan skor akhir dengan standar yang ada. Data yang diperoleh dari penelitian akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis (1) deskriptif evaluatif yang digunakan untuk data-data kualitatif dari hasil wawancara dengan pihak manajeman dan informasi kualitatif lainnya agar dapat memberikan gambaran secara dekriptif tentang keadaan dan situasi perusahaan pada saat penelitian. (2) Rasio, sebagai alat ukur yang digunakan dan dipilih oleh pihak manajemen perusahaan untuk mencapai sasaran strateginya. (3) Tabulasi deskriptif, untuk mengintrepretasikan data hasil kuesioner dengan memindahkan data nilai dari kuestioner ke dalam lembar tabulasi. Kemudian dipindahkan ke dalam lembar kerja untuk dianalisis berdasarkan metode analisis yang ditentukan. Pengolahan data menggunakan alat bantu kalkulator dan program Microsoft Excel 2003.
4.4. Pengukuran dengan Balanced scorecard Proses pembangunan kerangka balanced scorecard dimulai dengan menterjemahkan visi, misi, serta strategi yang telah ditetapkan ke dalam tujuan strategis perusahaan (Mulyadi, 2001). Pada metode balanced scorecard ini, memerlukan data-data seperti visi, misi, tujuan dan strategi perusahaan yang dihasilkan setelah perumusan strategi perusahaan. Data-data yang diperoleh kemudian diterjemahkan ke dalam sasaran strategis berdasarkan empat perspektif balanced scorecard. Sasaran strategis ini berupa pernyataan kualitatif mengenai kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa yang akan datang. Setelah sasaran strategis dihasilkan, langkah selanjutnya yaitu menentukan ukuran strategis yang memungkinkan sasaran tersebut menjadi terukur, dapat dikelola, dan pada akhirnya sasaran tersebut dapat diwujudkan. Ukuran strategis tersebut terdiri dari ukuran hasil (lag indicator) dan ukuran pemicu lead indicator) sebagai kunci sukses. Proses selanjutnya adalah membandingkan hasil realisasi yang dicapai terhadap targetnya.
4.4.1. Menentukan Indikator Hasil sebagai Kunci Sukses Secara teoritis terdapat banyak indikator hasil yang dapat digunakan dalam perhitungan balanced scorecard. Namun tidak seluruhnya digunakan dalam pengukuran kinerja perusahaan. Beberapa indikator hasil yang dapat digunakan adalah indikator hasil yang sesuai dengan sasaran strategis perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Indikator hasil untuk masing-masing sasaran strategis diukur secara kalitatif. Berikut adalah indikator hasil empat perspektif balanced scorecard yang akan digunakan dalam pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci:
a. Perspektif Keuangan Terdapat beberapa indikator hasil dalam pengukuran kinerja perusahaan berdasarkan perspektif keuangan. Indikator hasil yang sangat lazim digunakan adalah Return Of Equity (ROE), yaitu pengembalian laba setelah pajak terhadap modal sendiri perusahaan. PT Mitra Kerinci saat ini dalam keadaan rugi, maka untuk
mempermudah
pengukuran
kinerja
akan
digunakan
pengukuran
berdasarkan nilai positif saja. Indikator hasil yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Rasio lancar 2. Rasio penjualan dan biaya 3. Pertumbuhan nilai penjualan tahunan (dalam satuan persen) b. Perspektif Pelanggan Penetapan indikator hasil pada perspektif pelanggan dapat berasal dari eksternal (survey) dan internal perusahaan. Namun dalam penelitian ini, indikator hasil yang digunakan sebagai ukuran adalah berasal dari internal perusahaan saja. Hal ini disebabkan oleh jenis pelanggan PT Mitra Kerinci yang berasal dari perusahaan-perusahaan dalam negeri dan luar negeri yang berubah-ubah setiap tahunnya, sehingga bila harus melakukan survey pelanggan secara langsung akan membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Indikator hasil pada perspektif pelanggan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Rasio biaya pemasaran 2. Ship on time delivery 3. Jumlah penjualan ekspor (dinyatakan dalam satuan kilogram) 4. Rata-rata harga teh jadi (dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram)
c. Perspektif Proses Bisnis Internal Indikator hasil yang digunakan pada penelitian dalam pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci antara lain: 1. Ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun (dalam satuan persen) 2. Hasil produksi pucuk segar (dinyatakan dalam satuan kilogram per Ha) 3. Rata-rata rendemen teh (dinyatakan dalam persentase) 4. Ratio machine utilization 5. Peningkatan mutu teh jadi (dinyatakan dalam persentase) 6. Rasio penjualan terhadap biaya 7. Penurunan harga pokok produksi (HPP) teh jadi (dalam satuan persen) 8. Penghematan dengan cangkang kelapa sawit (dalam satuan rupiah)
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Indikator hasil yang digunakan pada penelitian pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan PT Mitra Kerinci antara lain: 1. Kepuasan karyawan (dinyatakan dalam satuan persen) 2. Produktivitas pemetik di kebun (dinyatakan dalam satuan persen) 3. Retensi pekerja setelah program lay off (dalam satuan persen) 4. Learning index (dinyatakan dalam satuan persen) 5. Accountability index (dinyatakan dalam satuan persen)
4.4.2. Pembobotan Perspektif Pengukuran, Sasaran dan Indikator Hasil Pembobotan dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat kepentingan masing-masing variabel pengukuran yang akan dievaluasi. Metode yang digunakan dalam menentukan pembobotan adalah metode paired comparison.
Metode ini akan membantu menentukan ukuran kepentingan dalam ukuran kuantitatif sehingga dapat memberikan hasil ukuran pembobotan berdasarkan tingkat prioritas dalam bentuk angka. Bobot masing-masing variabel yang akan diukur dihasilkan dari perbandingan antara indikator horizontal dengan indikator vertikal menggunakan skala tertentu terhadap total skor kelompok pembobotan. Tabel 7. Pembobotan dengan Metode Paired Comparison Perspektif Pengukuran, Sasaran masing-masing perspektif, Indikator hasil masing-masing yang akan diukur 1 2 3 i Total vertikal
1
2
3
i
Total Horizontal
%
α1 α2 α3 αi µ ∑αί i=1
β1 β2 β3 βi 100
Bobot yang diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel yang dibobotkan, dengan menggunakan rumus: αi βi=
x 100% n ∑αί i=1
Sumber: Kinnear, 1996 Keterangan: β i : Bobot kepentingan variabel yang diukur dalam persen α i : Jumlah bobot kepentingan secara horizontal variabel diukur i : 1,2,3...n n : jumlah variabel yang diukur Skala yang digunakan dalam menentukan bobot pada masing-masing variabel adalah skala antara 1 sampai dengan 5 dengan kecenderungan skala yang meningkat. Skala 1 dapat menjelaskan indikator horizontal tidak penting dari
indikator vertikal. Skala 2 menjelaskan bahwa indikator horizontal kurang penting dibandingkan dengan indikator vertikal. Skala 3 jika indikator horizontal sama pentingnya dengan indikator vertikal. Skala 4 jika indikator horizontal lebih penting dari indikator vertikal. Sedangkan skala 5 adalah indikator horizontal sangat penting dibandingkan dengan indikator vertikal.
4.5.
Perhitungan Skor Balanced scorecard Setiap perspektif dan ukuran hasil pada balanced scorecard ditentukan
bobotnya, bobot keempat perspektif dan setiap ukuran hasil harus sama dengan satu. Penentuan bobot setiap perspektif dan setiap ukuran hasil dilakukan oleh pihak perusahaan. Setelah itu dapat dihitung pencapain kinerja perusahaan cara: 1. Hasil pengukuran untuk lag indicator (ukuran hasil) adalah hasil yang telah dicapai pada periode tertentu dibandingkan dengan target pada periode tersebut; 2. Total
bobot
adalah
perkalian
masing-masing
bobot
dengan
menggunakan metode paired comparison pada perspektif dengan sasaran strategis dan indikator hasilnya; 3. Skor untuk lag indicator adalah hasil pengukuran lag indicator dikali total bobot; 4. Skor akhir untuk setiap perspektif adalah penjumlahan skor lag indicator yang terdapat pada perspektif tersebut; 5. Pencapaian target setiap perspektif adalah skor perspektif dibagi bobot perspektif; 6. Total skor kinerja perusahaan adalah penjumlahan skor seluruh perspektif balanced scorecard.
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT Mitra Kerinci pada awalnya bernama PT Perkebunan Mitra Kerinci yang didirikan pada tanggal 17 Juli 1990 dan merupakan usaha patungan antara PT Perkebunan Nusantara VIII (sekarang dengan nama PT Perkebunan Nusantara IV) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (sebuah BUMN) dengan komposisi saham 51 persen dan 49 persen. Perusahaan ini awalnya didirikan dengan tujuan diversifikasi dalam bidang agroinduistri dan sebagai kegiatan padat karya untuk mengatasi permasalahan pengangguran di Pulau Sumatra. Pada tahun 1993 nama perusahaan diubah menjadi PT Mitra Kerinci dan setelah beberapa mengalami perubahan komposisi permodalan, tahun 2001 kepemilikan saham 100 persen dimiliki oleh PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). PT Mitra Kerinci ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan teh berikut pengolahan teh pada pabriknya, dengan kapasitas produksi mencapai 20.000 ton pucuk teh basah atau 4.000 ton produk teh jadi per tahun. PT Mitra Kerinci memproduksi teh hijau dengan kapasitas pabrik 25.000 kg pucuk basah per hari dan teh hitam dengan kapasitas pabrik 35.000 kg pucuk basah per harinya. Pabrik teh hijau selesai dibangun pada tahun 1994 dan pabrik teh hitam dengan kapasitas tersebut selesai dibangun pada akhir tahun 1998. Kapasitas kedua pabrik tersebut telah diperhitungkan seimbang dengan produktivitas kebun. Produk yang dihasilkan PT Mitra kerinci adalah teh curah (bulk) untuk dijual secara ekspor maupun lokal. Saat ini perusahaan tersebut memiliki pangsa pasar lokal dan pangsa pasar luar negeri seperti Taiwan.
5.2. Lokasi dan Tata Letak Pabrik Kegiatan operasional perusahaan terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan administrasi yang terletak di kantor pusat Jalan Patimura No. 8 Padang, Sumatra Barat dan kegiatan produksi teh yang terletak di Kebun Liki yang lokasinya di Desa Sei Lambai, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan. Kebun milik PT Mitra Kerinci memiliki struktur topografi landai sampai dengan berbukit dengan ketinggian antara 900-1200 m di atas permukaan laut dan terletak pada 1o 43’ LS dan 101o 17’ BT. Kebun dengan luas hak guna usaha (HGU) 2.025,30 Ha ini efektif ditanami dengan luas tanaman menghasilkan seluas 1.470,16 Ha. Pada daerah ini kebun mendapatkan suhu udara harian 18o-29o C dengan kelembaban nisbi diatas 70 persen.
1
2
3
U
BLACK TEA
5
4
KANTOR KEBUN LIKI
GREEN TEA
4
6
99 7
8
Gambar 6. Tata Letak Pabrik Teh Kebun Liki Keterangan: : Ruangan Tertutup 1. Bengkel Pemetik 2. Stasiun Pembangkit Listrik 3. Penghasil Gas Muara Kabi 4. Gudang 5. Kantin
: Ruangan Terbuka 6. Koperasi Ikatan Pekerja 7. Parkir Motor 8. Gudang Pengadaan 9. Timbang Pabrik
55
Kebun yang dapat menghasilkan pucuk basah seluas 1.470,16 Ha terbagi menjadi lima wilayah afdeling, afdeling A 3365,6 Ha; afdeling B 367,3 Ha; afdeling C 280,22 Ha; afdeling D 244,74 Ha; dan afdeling D seluas 212,3 Ha (Lampiran 1). Afdeling E ini adalah wilayah kebun yang paling jauh dan paling tinggi letaknya. Total panjang jalan yang mengelilingi perkebunan adalah 32 Km dengan kondisi jalan yang berbatu-batu. Pada masing-masing afdeling terdapat perumahan, sekolah, mushola, balai kesehatan dan tempat penitipan anak yang telah disediakan oleh perusahaan untuk memfasilitasi pekerja selama mengabdi kepada perusahaan. Pabrik pengolahan terletak di tengah-tengah perkebunan, tepatnya berada di tengah-tengah afdeling B berjarak 5 Km dari jalan utama (Gambar 6).
5.3. Visi dan Misi PT Mitra Kerinci Sebuah perusahaan sudah pasti memiliki arah dan tujuan yang ingin dicapai sejak awal berdirinya. Arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan diterjemahkan ke dalam visi perusahaan, sedangkan cara untuk mencapai tujuan perusahaan rangkum menjadi misi perusahaan. PT Mitra Kerinci merupakan salah satu anak perusahaan dari sebuah BUMN besar PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Perusahaan ini memiliki visi ”Sebagai perusahaan terbaik dalam industri teh, serta siap menghadapi tantangan dan unggul dalam kompetisi lokal maupun global dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan mau memenuhi harapan Stakeholder”. Sedangkan misi PT Mitra Kerinci adalah ”Menjadi badan usaha yang professional di bidang industri teh yang mandiri, produktif, berdaya saing tinggi dan menguntungkan (provit motive)”.
72
Perusahaan tersebut memiliki tujuan untuk turut serta melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dan menunjang program pemerintah dalam bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya serta membangun sektor industri teh pada khususnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan menjalankan usaha di bidang industri teh secara profesional agar dapat menunjang kelangsungan hidup perusahaan, peningkatan kesejahteraan karyawan, dan pengembalian kepada pemegang saham Pada tahun 2007 level eksekutif menyusun strategi PT Mitra Kerinci berfokus pada usaha penekanan harga pokok produksi, efisiensi bahan bakar minyak dengan penggunaan alternatif bahan bakar dari cangkang kelapa sawit, mekanisasi pemetikan serta infestasi pembangkit tenaga listrik tenaga hydro. Sedangkan pada tahun 2008 dengan level eksekutif yang berbeda, strategi PT Mitra Kerinci fokus pada penekanan harga pokok produksi, peningkatan kualitas (grade) teh, penerapan program lay off karyawan yaitu penggantian karyawan tetap menjadi karyawan kontrak serta alternatif bahan bakar hasil forestry utuk strategi jangka menengah.
5.4. Struktur Organisasi PT Mitra Kerinci Struktur organisasi PT Mitra Kerinci masih merupakan struktur organisasi yang tradisional. Perusahaan dipimpin oleh seorang direktur utama dan diawasi oleh seorang komisaris. Kegiatan operasional terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan administrasi di kantor pusat dan kegiatan produksi di perkebunan. Seluruh pengambilan keputusan yang berhubungan dengan anggaran perusahaan di kebun harus dengan persetujuan dari kantor pusat di Padang. Sehingga terkadang pengambilan keputusan menjadi lambat.
73
Kegiatan operasional di kantor pusat Padang ditangani oleh bagian akuntansi dan keuangan, pengadaan dan umum, serta urusan pemasaran yang dihubungkan dengan garis hubungan horizontal. Kegiatan produksi di kebun menjadi tanggung jawab site manager yang memiliki hubungan langsung kepada direktur utama dan memiliki hubungan ke bawah dengan asisten kepala kebun, bagian pengolahan dan bagian tehnik (Lampiran 2).
5.5. Sumber Daya Manusia dan Sistem Penggajian Sumber daya manusia merupakan salah satu modal utama dalam menjalankan bisnis suatu perusahaan. Perusahaan dituntut secara profesional mengorganisir sumber daya manusia agar dapat sejalan dengan visi dan misi perusahaan. PT Mitra Kerinci merupakan perusahaan perkebunan dan pengolahan teh yang membutuhkan banyak sekali tenaga kerja. Perkebunan teh membutuhkan tenaga kerja pemetik empat sampai lima kali dari perkebunan untuk komoditas lainnya. Perkebunan kopi dan kelapa sawit biasanya membutuhkan 0,35 pekerja per hektar, sedangkan perkebunan membutuhkan pekerja pemetik 1,2 sampai 1,5 orang per hektar. Namun, untuk mengurangi beban tenaga kerja PT Mitra Kerinci telah menerapkan sistem mekanisasi dalam pemetikan pucuk basah teh sejak tahun 2007, sehingga untuk menggarap satu hektar lahan teh hanya membutuhkan 0,9 orang saja. Sistem pengorganisasian sumber daya manusia kantor pusat Padang telah berjalan dengan baik dan setiap orang memiliki job description yang jelas. Namun kerena terbatasnya jumlah sumber daya yang ada, beberapa peran dilaksanakan oleh satu orang. Sistem pengorganisasian sumber daya manusia di kebun terbagi
74
menjadi pekerja bagian kebun dan pekerja bagian pabrik. Pekerja-pekerja tersebut memiliki tanggung jawab dan status kerja yang berbeda-beda. Status kerja ditentukan oleh kontrak kerja dan golongan kerja. Staf adalah karyawan yang memiliki golongan kerja 3A0-4D6 yaitu mulai dari direktur, kepala dinas, sampai asisten. Pekerja terdiri dari pekerja borongan yaitu pekerja dengan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Karyawan Harian Tetap (KHT) yaitu pekerja dari golongan 1A0-1A14, dan Pegawai Rendah Bulanan yaitu pekerja dengan golongan kerja dari 1B0-2D6 termasuk dalam golongan ini adalah mandor utama. Sebelum kontrak PKWT ini, pekerja berstatus karyawan tetap, sejak akhir 2006 terjadi restrukturisasi untuk menekan beban tenaga kerja yang menghabiskan 60 persen dari total biaya produksi. Para pekerja memiliki jam kerja rata-rata 7 jam per hari, jika lebih dari itu akan terhitung sebagai lembur.
Tabel 8. Daftar Pekerja Pekerja PT Mitra Kerinci (Kebun Liki) Bagian Kerja Afdeling A Afdeling B Afdeling C Afdeling D Afdeling E Pabrik Pengolahan Tehnik Kantor Quality Control Total
Tenaga PKWT 317 orang 260 orang 228 orang 145 orang 147 orang 203 orang 8 orang 9 orang 1.317 orang
Tenaga KHT 3 orang 3 orang 4 orang 4 orang 4 orang 12 orang 23 orang 13 orang 40 orang 106 orang
Tenaga PRB 15 orang 15 orang 11 orang 9 orang 8 orang 21 orang 18 orang 18 orang 1 orang 116 orang
Sistem penggajian dan pengupahan pekerja berdasarkan kepada sistem upah minimum pekerja tahun 2007 sebesar Rp. 725.000,-. Ketika seluruh pekerja berstatus karyawan tetap, perusahaan memiliki sistem penggajian berdasarkan gaji pokok berdasarkan gaji pokok. Setelah sistem PKWT, seluruh pekerja kasar
75
mendapatkan upah berdasarkan hasil (Kg) yang mereka petik atau mereka olah. Pemetik pucuk basah mendapatkan upah berdasarkan jumlah pucuk yang dapat mereka hasilkan per hari lalu dikalikan dengan indeks mutu pucuk yang mereka petik. Semakin banyak jumlah yang mereka petik dan semakin bagus mutu pucuk yang mereka petik, maka semakin besar pula upah yang mereka terima (Tabel 9).
Tabel 9. Daftar Perhitungan Upah Pekerja Kebun Mutu Pucuk ≥ 65 63 – 64,99 60 – 62,99 ≤ 60
Upah/Kg Pemetik Manual Rp 600/ kg Rp 550/ kg Rp 500/ kg Rp 400/ kg
Upah/Kg Pemetik Mesin Rp 300/ kg Rp 250/ kg Rp 225/ kg Rp 200/ kg
Mandor mendapatkan premi atas hasil yang didapatkan oleh anak buahnya. Mandor kebun membawahi 30 sampai 35 orang pemetik, namun sejak program PKWT efektifnya mandor hanya membawahi 10-25 orang pemetik. Perhitungan premi mandor adalah dengan mengalikan pucuk lebih target dengan harga per kg dengan konstanta premi dibagi dengan jumlah mesin atau jumlah anak buah. Mandor mesin mendapatkan premi berdasarkan jumlah mesin yang dibawa.
Tabel 10. Daftar Perhitungan Premi Mandor Mutu Pucuk ≥ 65 63 – 64,99 60 – 62,99 ≤ 60
Konstanta Pemetik Manual 0,08 0,07 0,06 0,05
Banyak Mesin Konstanta yang Digunakan Pemetik Mesin 1 buah 0,25 2 buah 0,37 3 buah 0,40 4 buah 0,45
Pendidikan karyawan sebagian besar adalah tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA), sedangkan pekerja kasar pendidikannya rendah bahkan tidak sekolah. Setiap karyawan mulai dari golongan 1A0 memiliki kesempatan promosi pada setiap tahunnya. Promosi karyawan dinilai berdasarkan Daftar Penilaian
76
Prestasi Karyawan (DP2K). Daftar penilaian tersebut merupakan lembar rahasia yang dinilai dan dipantau secara subjektif oleh atasan masing-masing pekerja yang nantinya akan diolah dan ditentukan oleh Kepala Dinas Sumber Daya Manusia. Lembar rahasia tersebut berisikan penilaian-penilaian terhadap hasil kerja, disiplin kerja, kepatuhan, loyalitas, kepribadian, kemampuan teknis dan kemampuan manajemen. Dalam pengembangan sumber daya mausia, perusahaan memberikan pelatihan seperti studi banding ke perkebunan teh lain setiap tahun, namun program ini belakangan terhambat karena terbatasnya dana yang dimiliki perusahaan dalam menganggarkan pelatihan rutin kepada karyawannya.
5.6. Kegiatan Produksi PT Mitra Kerinci Kegiatan produksi PT Mitra Kerinci berpusat di Kebun Liki mulai dari pemetikan sampai proses menjadi teh kering (teh jadi). Perusahaan ini menghasilkan dua jenis teh jadi yaitu teh hijau dan teh hitam jenis ortodox.
5.6.1. Kegiatan Produksi di Kebun Liki Kegiatan produksi di kebun Liki antara lain kegiatan budidaya, pemeliharaan, dan pemetikan pucuk tanaman menghasilkan. Jenis tanaman yang dibudidayakan saat ini adalah jenis gambung (GMB) dan jenis TRI yang tersebar di kelima afdeling dengan luas 1.470,16 Ha. Selain jenis tersebut, terdapat jenis Sinensis seluas 45,96 Ha yang masih tergolong tanaman belum menghasilkan. Jenis Sinensis ini merupakan jenis tanaman yang baru saja dibibitkan tiga tahun lalu yang semestinya sudah dapat dikonversi menjadi tanaman menghasilkan, namun lambatnya pertumbuhan yang dikarenakan ketidakcocokan dengan lingkungan tanam maka tanaman jenis Sinensis ini belum dapat manghasilkan.
77
Jenis lain yang baru saja dibibitkan tahun ini adalah jenis Macadamia dengan luas 23,70 Ha. Pemeliharaan dengan mengacu pada rencana kerja yang telah ditentukan. Kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan di kebun antara lain: 1. Pangkas, pangkas dilakukan tiga tahun sekali untuk meramperbaharui dan merangsang tumbuh pucuk; 2. Penyiangan manual (clean weed), seminggu setelah tanaman dipangkas lalu dilakukan pengendalian gulma secara manual dengan dicangkul untuk mematikan/membersihkan gulma sampai tuntas; 3. Penyiangan kimiawi (chemical clean weed/CCW), suatu pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia atau herbisida. Ada tiga tipe pengendalian gulma dengan metode CWC ini, tipe I yaitu pengendalian gulma sembilan kali setahun, tipe II enam kali setahun dan tipe III lima kali setahun; 4. Membuat jalan saluran air, jalan saluran air harus selalu bersih agar jalannya air menjadi lancar; 5. Babat Pinggir, pemangkasan tanaman pinggir pembatas jalur untuk pekerja agar mempermudah kerja pemetik; 6. Pengendalian gulma (pulling out), pengendalian gulma ini dilakukan dengan cara mencabut gulma dengan manual yang berada di atas bidang petik. Hal ini biasanya dilakukan pada saat tanaman dalam keadaan sedang dan tinggi agar gulma tidak ikut terpetik dan terolah nantinya; 7. Pengendalian hama, pada tahun lalu terjadi serangan hama yang serius yaitu hama Helopeltis antonii. Sejak awal ditanamnya teh pada perkebunan ini tidak pernah mengalami serangan hama yang serius namun hama Helopeltis ini
78
menyerang hampir separuh luas area perkebunan. Serangan ini dapat diatasi dengan pemberian dosis insektisida Ripcord 0,5 cc/Ha/aplikasi. 8. Pemupukan, pemupukan yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan perusahaan dengan perbandingan N : P : K : Mg adalah 5 : 1 :1 : 0,2. frekuensi pemupukan yang telah dilakukan adalah tiga sampai empat kali setahun, kendala dalam pemupukan adalah cuaca dan keterlambatan pengadaan pupuk. Kegiatan panen dan pengumpulan dilakukan dengan dua cara yaitu manual dan mekanisasi dengan menggunakan mesin penggunting dengan komposisi 25 persen pemetik manual dan 75 persen pemetik mesin. Konversi pemetikan secara manual dengan mekanisasi bertujuan untuk mengurangi beban upah pekerja. Pemetik manual mampu memetik pucuk 30 kg per orang per hari dengan upah Rp. 1.000,- per kilogram. Sedangkan pemetik mesin mampu memetik pucuk basah 110 kg per mesin dengan upah Rp. 300,- per kilogram, ini berarti perusahaan mampu menghemat biaya uapah Rp. 700,- per kilogram pucuk basah. Sebuah mesin mampu memetik pucuk 0,75-1 Ha per hari. Pemetikan pucuk dilakukan setiap hari dengan luasan 80 persen luas keseluruhan lahan, sedangkan 20 persen lainnya diperlakukan pemeliharaan secara bergiliran. Rotasi pemetikan secara manual adalah 8-9 hari dan rotasi pemetikan dengan menggunakan mesin adalah 19-20 hari, sehingga luasan area yang dipetik secara manual adalah seluas 39,2 Ha dan petik mesin seluas 46,42 Ha. Hal ini diharapkan mampu terus berjalan dengan baik.
5.6.2. Kegiatan Pengolahan di Pabrik PT Mitra Kerinci adalah perusahaan agroindustri teh yang menghasilkan teh hijau dan teh hitam dengan kapasitas pabrik 25.000 Kg teh hijau dan 25.000
79
Kg teh hitam per hari. Kegiatan produksi di masing-masing pabrik dipengaruhi oleh jumlah pucuk basah yang masuk ke pabrik, jumlah pucuk yang masuk ke pabrik dipengaruhi juga dipengaruhi oleh hasil kebun dan kebutuhan pesanan atas teh jadi. Pucuk basah mulai datang di pabrik setelah waktu timbang pertama yaitu pukul 11.00 WIB dan waktu timbang kedua yaitu pukul 13.00 WIB. Hasil petikan dari masing-masing afdeling ditimbang di kebun lalu diangkut dengan 9 unit truk dan ditimbang ulang di pabrik. Setelah pucuk basah sampai di pabrik, team quality control mengambil sampel pucuk dari masing-masing mandor untuk dianalisa mutu pucuk basah yang telah dipetik (mutu benar petik). Hasil analisa inilah yang dijadikan faktor pengali dalam penghitungan upah pemetik dan premi mandor. Pucuk basah yang sudah sampai di pabrik teh hijau diturunkan dari truk pengangkutan lalu diletakkan di wadah persegi yang besar, withering trough sebagai penempatan sementara sebelum masuk pucuk basah dimasukkan ke dalam rotary panner. Rotary panner berfungsi sebagai mesin pelayuan cepat, waktu yang dibutuhkan adalah 5-7 menit saja dan memiliki kapasitas 2100 kg/5 unit. Setelah tahap pelayuan cepat, daun teh tersebut dimasukkan ke dalam mesin penggulung yang berkapasitas 525 kg/unit selama 25 menit yaitu Open Top Roller (OTR). Kadar air daun teh setelah proses penggulungan tersebut berkurang 30 persen. Daun teh yang sudah digulung tadi dikeringkan dalam mesin pengeringan tahap satu, Endless Cup Presure (ECP) yang memiliki kapasitas 230 kg/jam/unit. Tahap ini daun teh dikeringkan dengan suhu 135oC-150oC selama 30 menit akan menghasilkan output dengan kadar air 40 persen. Selanjutnya daun teh masuk
80
pada tahap pengeringan kedua dengan menggunakan mesin ball tea. Pengeringan kedua ini membutuhkan waktu selama 10-14 jam pada suhu 120oC-150oC dan menghasilkan output teh kering dengan kadar air lima persen. Tahap terakhir dari proses ini adalah penyortiran. Penyortiran teh kering tersebut juga melalui beberapa tahap mesin penyortir, antara lain: 1. Mydleton, yaitu pemisahan partikel berdasarkan ukuran besar dan kecil teh kering; 2. Chota, yaitu pemisahan partikel berdasarkan ukuran, bentuk dan kebersihan dari serat (fibre); 3. Stalk Separator, yaitu pemisahan partikel berdasarkan bentuk, ukuran dan kebersihan dari batang (stalk); 4. Winower, yaitu pemisahan partikel berdasarkan berat jenis teh kering. Setelah melalui beberapa tahap penyortiran dihasilkan output berupa teh jadi (Lampiran 3). Proses pengolahan teh hijau lebih singkat dari pada teh hitam karena teh hijau tanpa melalui proses pelayuan (oksidasi) yang intensif. Teh hijau memiliki empat grade menurut kehalusan partikel dan kebersihan dari serat dan batang. Grade tersebut dipisahkan menjadi grade ekspor dan grade lokal. Teh jadi yang termasuk dalam grade ekspor berdasarkan kualitasnya adalah PS STD 12 BN, PS STD 110 dan PECO MIX. Sedangkan grade lokal yang dimiliki PT Mitra Kerinci adalah BROKEN MIX. Proses pengolahan pada pabrik teh hitam lebih lama dari pada pabrik teh hijau karena melalui tahap pelayuan selama 18-20 jam. Pucuk teh yang masuk ke pabrik pagi hari langsung dilayukan selama semalam untuk mengoksidasi unsur daun teh. Daun teh yang sudah dilayukan akan diolah esok harinya jika daun
81
benar-benar sudah teroksidasi. Selama ini PT Mitra Kerinci memproduksi teh hitam jenis ortodox, namun ada beberapa produksi yang mengikuti permintaan seperti leafy tea. Daun teh yang sudah dilayukan selama semalam dimasukkan ke dalam mesin penggulungan. Ada empat mesin penggulungan yang digunakan Open Top Roller (OTR), Double Indian Ballbreaker Natsortier (DIBN), Press Cup Roller (PCR) dan Rotor Vane (RV). Skema rolling dalam proses penggulungan adalah OTR- DIBN- PCR- DIBN- RV- DIBN- RV- DIBN. Proses selanjutnya adalah pengeringan dengan menggunakan mesin
two stage drier
dalam suhu 105oC-115oC dan menghasilkan teh kering berkadar air tiga persen. Tahap akhir untuk mendapatkan teh jadi dengan grade yang diinginkan adalah tahap penyortiran melalui beberapa langkah (Lampiran 4), antara lain: 1. Mydleton, yaitu pemisahan partikel berdasarkan ukuran dan bentuk; 2. Vibro, yaitu pemisahan partikel dari serat (fibre); 3. Indian sortir, yaitu pemisahan partikel berdasarkan ukuran besar kecilnya; 4. Winower, yaitu pemisahan partikel berdasarkan berat jenisnya; 5. Colour separator, yaitu pemisahan partikel berdasarkan warna. Setelah melalui beberapa tahap penyortiran, maka dihasilkakan teh jadi dengan grade yang berbeda-beda berdasarkan kualitas terbaik seperti OP I, F PEKOE, BOP I SP, BOP, BOPF, PF, DUST I, BROKEN TEA, BP, PF II, DUST II, BT II, BLT MIX, PW DUST dan PLUFF. Seluruh teh jadi diuji coba mutunya oleh quality control berdasarkan masing-masing grade. Mutu teh dinilai berdasarkan rasa, aroma dan warna seduhan. Penilaian mutu ditentukan oleh seorang ahli pencicip (tea taster) berdasarkan analisis organoleptik, yaitu kemampuan mengukur mutu dengan indra
82
penglihatan, penciuman dan perasa. Parameter lain seperti kadar air dan berat jenis hanya sebagai pendukung dalam menilai mutu teh jadi. Standar mutu yang dipergunakan oleh perusahaan belum seluruhnya memenuhi standar nasional dan internasional, namun ada beberapa grade dengan kualitas terbaik mampu memenuhi standar nasional dan mendapatkan harga baik di pasar komoditi teh lokal dan ekspor. Selain teh hitam dan teh hijau, PT Mitra Kerinci sempat mencoba memproduksi white tea namun tidak secara masal karena sulit mendapatkan pucuk pekoe yang belum terbuka dan proses produksinya sangat bergantung kepada sinar matahari. White tea ini dapat menjadi peluang pengembangan produk bagi PT Mitra Kerinci mengingat harga untuk teh jenis ini dapat mencapai US$ 8 per kilogram. Proses pengolahan pada pabrik teh hijau dan teh hitam telah berjalan sesuai dengan standar operasi perusahaan yang telah ditetapkan walaupun belum 100 persen terlaksana dengan baik. Perusahaan ini tidak memiliki pengolahan limbah karena pada proses pengolahan di pabrik tidak menghasilkan limbah, semua teh yang diolah menjadi teh jadi dengan grade tertentu menurut standar perusahaan. Teh jadi dengan tingkat kehalusan debu tetap dijual kepada perusahaan lain untuk dijadikan bahan campuran teh celup, contoh perusahaan yang telah menggunakan teh PT Mitra Kerinci adalah Sari Wangi. Biaya produksi pengolahan teh di pabrik sangat besar karena beban bahan bakar solar. Strategi dalam menanggapi hal tersebut perusahaan mengkonversi mesin berbahan bakar solar menjadi mesin berbahan bakar cangkang sawit dan kayu bakar. Hal ini berani dilakukan oleh perusahaan karena tidak membutuhkan
83
perubahan yang mendasar, biaya reinvestasi tidak terlalu besar. Perusahaan mampu menghemat biaya produksi sebesar Rp. 1.500,- per kilogram teh jadi.
5.7. Sistem Pemasaran Perusahaan Teh jadi hasil pengolahan di pabrik yang telah selesai kemudian dipak dan disimpan di gudang sebelum dikirim kepada pembeli. Teh hijau dikemas dalam paper sack dan karung dalam ukuran 45 kg dan 50 kg. Seperti itu pula teh hitam dikemas dalam paper sack dan karung dengan ukuran 30 kg, 40 kg dan 50 kg lalu disimpan di gudang sampai waktu pengiriman kepada pembeli. Sistem pemasaran yang selama ini dijalankan oleh PT Mitra Kerinci belum terstruktur dengan baik dan belum melakukan riset pasar secara langsung. Perusahaan ini belum mampu menjual teh yang akan diekspor langsung kepada end user (pembeli akhir). Penjualan teh selama ini sebagian besar kepada pihak ketiga yaitu perusahaan pemborong, trader, broker, mereka yang menawar dengan harga tertinggi adalah yang berhak membeli teh PT Mitra Kerinci. Sebelum kontrak antara kedua pihak terjadi perusahan menawarkan produk dalam bentuk chop, yaitu contoh produk yang dapat mewakili 20 ton produk untuk masing-masing grade. Kontrak yang telah disetujui oleh kedua pihak dilanjutkan dengan pembuatan delivery order oleh bagian penjualan kantor pusat Padang untuk bagian pabrik Kebun Liki. Pengiriman barang dari gudang Liki dilampirkan dengan tanda terima penyerahan barang yang ditandatangani oleh bagian gudang, site manager, transportir, dan penerima barang kemudian dikirimkan ke gudang pembeli langsung atau ke gudang forwarder yang ditunjuk sebelum barang dikapalkan.
84
Sales Contract / Purchase Confirmation
Delivery Order
Gudang Liki
Gudang Pembeli
Gudang Pembeli
Gudang Forwarder yang Ditunjuk Sebelum Barang Dikapalkan
Bagan 4. Alur Pendistribusian Barang ke Pelanggan Sumber: Internal PT Mitra Kerinci
PT Mitra Kerinci melakukan penjualan lokal dan ekspor yang memiliki target 70 persen barang terjual ekspor. Teh hijau milik PT Mitra Kerinci sudah ada pangsa pasar yang jelas dibandingkan dengan teh hitam yang banyak pesaingnya. Pesaing utama PT Mitra Kerinci antara lain PT Perkebunan Nusantara IV, VI, VII, dan PT Perkebunan Nusantara VIII. Pesaing-pesaing PT Mitra Kerinci memiliki keunggulan dari aroma dan konsistensi penyediaan produk. PT Mitra Kerinci telah mengikuti pelelangan sejak awal tahun 2008 lalu di Kantor Pemasaran Bersama yang beralamat di Jl. Cut Meutia No. 11 Jakarta Pusat. Kegiatan pelelangan tersebut hanya berjalan selama dua bulan saja karena prosesnya yang lama dan produk teh PT Mitra Kerinci tidak mendapatkan harga yang lebih baik dari kegiatan free sales yang selama ini dilakukannya. PT Mitra Kerinci memiliki beberapa customer tetap seperti PT Kabepe Chakra, PT Tri Bintang Inter Global, PT Trijasa Prima Sejati, Yoosuf Akbani, Sari Wangi A.E.A.
85
5.8. Kegiatan Perencanaan dan Pengawasan Kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh perusahaan masih fokus kepada perencanaan keuangan, anggaran biaya dan investasi. Perusahaan dapat menyusun anggaran berdasarkan kebutuhan dan pemasukan dari masing-masing fungsi perusahaan. Penyedia modal PT Mitra Kerinci sepenuhnya berasal dari pinjaman PT Rajawali Nusantara Indonesia selaku investment holding mengingat perusahaan ini belum dapat menghasilkan keuntungan. Perusahaan secara berkala menyampaikan laporan kinerja keuangan bulanan, triwulan dan tahunan. Laporan keuangan tersebut dapat menggambarkan kinerja perusahaan dibandingkan rancangan kerja dan anggaran perusahaan (RKAP). Laporan kinerja tersebut merupakan pengawasan internal dan pertanggungjawaban kepada shareholder untuk perbaikan masa depan.
5.9. Perkembangan Perusahaan PT Mitra Kerinci selalu melakukan perbaikan-perbaikan secara berkala untuk kemajuan perusahaan. Sebagai salah satu BUMN dalam bidang agroindustri teh dengan struktur ekonomi perusahaan yang sedang bertumbuh, PT Mitra Kerinci masih banyak melakukan investasi. Investasi perusahaan terus berjalan sampai tahun 2012 baik tanaman, jalan, jembatan, mesin dan perlengkapan pabrik, alat pertanian, alat pengangkutan, pembangkit listrik tenaga air. Perusahaan terus memperbaiki strategi pengembangan dalam bidang agroindustri teh. Sejak awal tahun 2007 perusahaan telah menerapkan sistem mekanisasi dalam pemetikan pucuk. Makanisasi tersebut mampu menekan biaya upah pekerja sebesar Rp. 700,- per kg. Selain strategi dalam mengurangi upah tenaga kerja, perusahaan juga menerapkan strategi dalam mengurangi biaya bahan
86
bakar. Harga bahan bakar fosil yang terus meningkat menyebabkan biaya pokok produksi meningkat jauh. Perusahaan mengantisipasinya dengan menganti bahan bakar solar dengan bahan bakar dari cangkang kelapa sawit. Semua usaha perusahaan untuk menurunkan biaya pokok produksi semata-mata bertujuan untuk menciptakan keuntungan bagi perusahaan disamping terus memaksimalkan produksi dan penjualan.
VI.
PENGUKURAN KINERJA PT MITRA KERINCI BERDASARKAN STANDAR PENGUKURAN KINERJA BUMN
6.1. Perkembangan PT Mitra Kerinci PT Mitra Kerinci merupakan perusahaan yang berdiri sejak tahun 1990 dan telah beroperasi selama 10 tahun. Perusahaan ini dalam siklus bisnis yang bertumbuh masih melakukan investasi dalam bidang tanaman dan non tanaman seperti infrastruktur, mesin dan peralatan untuk pengolahan. Perusahaan yang bergerak dalam bidang agroindustri teh ini selama perkembangannya memiliki beban terbesar pada biaya produksi dan investasi perusahaan. Biaya tenaga yang sangat besar dan harga bahan bakar fosil yang terus meningkat menyebabkan harga pokok produksi melebihi target perusahaan. PT Mitra Kerinci sebagai pemain baru merupakan market follower dalam pasar komoditas teh baik lokal maupun internasional. Produk yang dimiliki PT Mitra kerinci belum mendapatkan harga yang optimal di pasar karena sistem pemasaran yang diterapkan perusahaan belum terstruktur dengan baik. Penjualan
87
teh selama ini sebagian besar kepada pihak ketiga yaitu perusahaan pemborong, trader, broker, mereka yang menawar dengan harga tertinggi adalah yang berhak membeli teh PT Mitra Kerinci. Penjualan produk tersebut, perusahaan mendapatkan harga 80 persen dibawah harga lelang Kantor Pemasaran Bersama di Jakarta. Harga produk yang diterima oleh PT Mitra Kerinci jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi yang dihabiskan untuk setiap kilogram teh jadi. Pada periode tahun 2007 PT Mitra Kerinci mengalami kerugian yang sangat besar, mencapai puluhan milyar rupiah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain realisasi penjualan dibawah target yang telah ditetapkan, harga jual rata-rata per kilogram, besarnya biaya bunga pinjaman, biaya bahan bakar fosil yang tinggi, serta tidak tercapainya target produksi teh jadi (hanya 81,86 persen dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan). Untuk memperbaiki kinerja perusahaan, beberapa upaya perusahaan telah dan akan dilaksanakan tahun ini antara lain mengadakan restrukturisasi organisasi, lay off karyawan dengan melakukan tali asih sebanyak 636 karyawan, melaksanakan penekanan dan pengetatan operasional, perbaikan mutu teh jadi dengan upaya memenuhi kebutuhan pupuk dan herbisida sesuai dosis, perbaikan mesin pabrik yang rusak, peningkatan kapasitas produksi, penjualan langsung kepada konsumen (tidak melalui broker), serta ikut dalam lelang teh yang diselenggarakan oleh Jakarta Tea Auction. Dengan beberapa upaya tersebut diharapkan pada masa yang akan datang kinerja perusahaan akan lebih baik dari tahun sebelumnya dan kondisi pasar teh yang membaik disertai upaya perbaikan mutu produksi dan peningkatan kapasitas pabrik dapat meningkatkan penjualan baik ekspor maupun lokal.
6.2. Kinerja Perusahaan
88
Kinerja PT Mitra Kerinci selama setahun lalu disusun dalam sebuah Laporan Manajemen periode tahun 2007. Laporan tersebut disusun berdasarkan dan berpedoman pada SK Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-100/ MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang penilaian tingkat kesehatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Beberapa aspek yang dijadikan pengukuran kinerja perusahaan selama ini adalah aspek keuangan, aspek operasional dan administrasi. Aspek keuangan diukur melalui beberapa indikator yaitu imbalan kepada pemegang saham, imbalan investasi, rasio kas, rasio lancar, collection periods, perputaran persediaan, perputaran total aset, dan rasio modal sendiri terhadap total aktiva. Indikator yang digunakan dalam pengukuran kinerja aspek operasional yaitu efisiensi produksi dan produktivitas serta indikator peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan aspek administrasi menggunakan indikator dalam pengukuran seperti laporan perhitungan tahunan, rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), laporan periodik, dan kinerja Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK). Gambaran singkat kinerja perusahaan selama satu tahun lalu telah terangkum dalam laporan manajemen. Laporan ini dapat berguna sebagai evaluasi dan proyeksi keberhasilan perusahaan selama beroperasi satu tahun lalu. Laporan manajemen juga berguna sebagai gambaran pertanggungjawaban direksi kepada seluruh stak holder dan shareholder.
6.2.1. Penjualan Penjualan teh jadi baik ekspor dan lokal merupakan sumber penerimaan utama perusahaan. Tahun 2007 penjualan total mencapai 3.385.453 kg teh hijau
89
dan teh hitam. Nilai tersebut hanya memenuhi 81,77 persen dari RKAP. Total nilai penjualan yang dicapai oleh perusahaan adalah Rp. 28.377.195.277,- yaitu 77,25 persen dari nilai yang telah ditargetkan. Hal tersebut disebabkan karena penjualan ekspor selama ini melalui broker, tidak langsung kepada end user. Realisasi harga rata-rata yang didapatkan adalah di bawah harga rata-rata RKAP dan Kantor Pemasaran Bersama (KPB). Penjualan lokal lebih banyak bila dibandingkan dengan penjualan untuk ekspor. Teh hijau telah memiliki pangsa pasar sendiri sehingga penjualannya lebih baik dari pada teh hitam. 6.2.2. Produksi Pencapaian produksi pucuk basah pada tahun 2007 adalah sebesar 14.386.819 kg, hanya memenuhi 79,93 persen dari RKAP. Hasil produksi pucuk basah di pabrik selama setahun menunjukkan bahawa produksi teh hitam sebesar 1.608.241 kg (78,54 persen dari anggaran yang telah ditetapkan) dan teh hijau sebesar 1.751.298 kg (85,17 persen dari jumlah yang ditargetkan). Jumlah total teh jadi PT Mitra Kerinci Kebun Liki adalah 3.359.539 kg per tahun yaitu hanya mencapai 81,86 persen dari jumlah yang ditargetkan. Tidak tercapainya produksi sesuai dengan target disebabkan oleh banyaknya serangan hama penyakit Hellopeleltis antonii yang menyerang sekitar 47 persen luas area tanaman menghasilkan. Selain itu terjadi pengurangan dosis pupuk karena keterbatasan dana yang ada. Produktifitas kebun yang telah tercapai oleh PT Mitra Kerinci adalah 79,93 persen dari RKAP, yaitu 9.787 kg/Ha. Sedangkan total teh jadi yang dihasilkan menunjukkan produktifitas sebesar 2.285 kg/Ha, memenuhi 81,86 persen dari target tahun 2007.
90
6.2.3. Biaya Produksi Biaya produksi meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung produksi meliputi pemeliharaan tanaman, panen dan pengumpulan, pengangkutan ke pabrik, biaya pengolahan, dan biaya quality control. Sedangkan biaya tidak langsung produksi adalah biaya administrasi dan umum kebun serta biaya penyusutan. Perusahaan menghabiskan biaya produksi Rp. 35.568.828.676,yaitu 0,07 persen diatas anggaran yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh adanya pembelian pucuk dari pihak ketiga, PT Huberta yang tidak dianggarkan dan adanya serangan hama yang menghabiskan banyak biaya di kebun.
6.2.4. Investasi Perusahaan melakukan investasi tanaman dan non tanaman untuk menunjang produksi di kebun dan pabrik. Investasi tanaman tahun 2007 adalah 1.515,96 Ha untuk tanaman jenis sinensis. Investasi tanaman sesuai dengan anggaran yang ditetapkan. Selain investasi pada tanaman, perusahaan juga melakukan investasi untuk non tanaman. Investasi ini terdiri dari mesin dan perlengkapan pabrik serta inventaris kantor dan alat pertanian. Investasi mesin dan perlengkapan pabrik meliputi open top roller, ball tea, rotary panner, pembuatan withering trough, dan mesin genset yang menghabiskan anggaran sebesar Rp. 2.426.496.725,-. Investasi lainnya untuk inventaris kantor dan alat pertanian antara lain mesin gunting rumput, mist blower, mesin gerinda dan katrol, laptop, komputer kiebun Liki, printer (kantor pusat Padang dan kebun Liki), AC kantor, dan mesin pruning. Investasi ini menghabiskan anggaran dana
91
sebesar Rp. 80.416.250,-. Seluruh investasi non tanaman berjumlah Rp. 2.506.912.975,- yaitu 17 persen lebih besar dari RKAP 2007.
6.3. Tingkat Kesehatan Perusahaan Berdasarkan Standar Pengukuran Kinerja BUMN Pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci selama ini berdasarkan standar pengukuran kinerja BUMN yang fokus pada aspek keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan sistem pengukuran kinerja secara konvensional yang mengutamakan pengukuran kinerja dalam jangka pendek saja. Analisis kinerja berpedoman pada SK Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-100/ MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang penilaian tingkat kesehatan BUMN. Kinerja perusahaan diterjemahkan ke dalam beberapa aspek seperti aspek keuangan, opersional dan administrasi yang diukur melalui indikator yang telah ditetapkan lalu diberi bobot untuk mendapatkan skor kinerja perusahaan. Penetapan indikator dan penilaian masing-masing bobot ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk Persero pada pengesahan RKAP tahunan perusahaan yang sebelumnya telah diusulkan oleh dewan komisaris. Dewan komisaris wajib memberikan justifikasi mengenai masing-masing indikator aspek operasional yang diusulkan dan dasar pembobotnya.
6.3.1. Kinerja Perusahaan pada Aspek Keuangan Aspek keuangan diukur melalui beberapa indikator yaitu imbalan kepada pemegang saham, imbalan investasi, rasio kas, rasio lancar, collection periods, perputaran persediaan, perputaran total aset, dan rasio modal sendiri terhadap total aktiva. Imbalan kepada pemegang saham diukur dengan Return On Equity (ROE)
92
yaitu persentase laba setelah pajak terhadap modal sendiri. ROE ini memiliki bobot tertinggi dalam penciptaan skor kinerja perusahaan. Imbalan investasi atau Return On Investment adalah perbandingan antara laba bersih sebelum bunga dan pajak ditambah penyusutan terhadap total aktiva dikurangi aktiva tetap yang dinyatakan dalam persentase. Rasio kas adalah penjumlahan antara kas, bank, surat berharga jangka pendek dibagi dengan kewajiban lancar pada akhir periode dan dinyatakan dalam persen. Rasio lancar adalah perbandingan antara total aktiva lancar dengan total kewajiban lancar yang menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban lancar dengan aktiva lancar milik perusahaan. Collection periods merupakan waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengumpulkan piutang dengan menghitung total piutang usaha dibagi total pendapatan usaha lalu dikalikan 365 hari. Perputaran persediaan dapat dihitung dengan membagi total persediaan dengan total pendapatan perusahaan. Sedangkan perputaran total aset dapat diukur dengan membagi total pendapatan terhadap total aset yang dimiliki perusahaan. Indikator yang terakhir adalah rasio modal sendiri terhadap total aset perusahaan.
Tabel 11. Rasio Keuangan Komparatif Rasio Keuangan Imbalan kepada pemegang saham (ROE) (%) Imbalan investasi (ROI) (%) Rasio kas (%) Rasio lancar (%) Collection periods (hari) Perputaran persediaan (hari) Perputaran total aset (%) Rasio modal sendiri terhadap total aktiva (%) Sumber: Laporan Manajemen PT Mitra Kerinci
Realisasi 2007 (21,61) (27,48) 2,24 12,09 69,45 48,50 36,53 (127,19)
Realisasi 2006 (24,83) (28,07) 0,11 12,09 77,26 54,66 37,19 (130,07)
93
Kinerja PT Mitra Kerinci fokus kepada aspek keuangan (Tabel 11). Hal ini membuktikan perusahaan masih menggunakan pengukuran kinerja konvensional yang hanya mengutamakan pengukuran kinerja dalam jangka pendek. Ada beberapa indikator pengukuran yang nilainya negatif seperti ROE, ROI, rasio modal sendiri terhadap total aktiva. Hal ini dapat menggambarkan bahwa perusahaan masih melakukan investasi yang besar, mempunyai hutang yang besar sehingga perusahaan memiliki modal sendiri yang negatif dan perusahaan dalam keadaan rugi yang besar sekali. Perusahaan memiliki rasio lancar sebesar 12,09 persen. Nilai ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar perusahaan. Setiap satu satuan kewajiban lancar perusahaan dapat dipenuhi oleh 0,12 satuan aktiva lancar. Artinya perusahaan belum mampu memenuhi kewajibannya.
6.3.2. Kinerja Perusahaan pada Aspek Operasional Indikator yang digunakan dalam pengukuran kinerja aspek operasional yaitu efisiensi produksi dan produktivitas serta indikator peningkatan kualitas sumber daya manusia. Indikator tersebut diukur berdasarkan hal yang paling penting dan paling sering dilakukan dalam kegioatan operasional. Efisiensi dan produktivitas mendapatkan nilai 17 ka/Ha. Nilai tersebut mendapatkan skor 4 dari nilai bobot 10 yang telah ditetapkan berdasarkan bobot standar kinerja BUMN. Indikator peningkatan kualitas sumber daya manusia mendapatkan penilaian baik dan mendapatkan skor 4 dari nilai bobot 5 yang telah ditentukan.
6.3.3. Kinerja Perusahaan pada Aspek Administrasi
94
Aspek administrasi menggunakan indikator dalam pengukuran seperti laporan perhitungan tahunan, rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), laporan periodik, dan kinerja Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK). Seluruh indikator memenuhi skor maksimal dari bobot penilaian yang telah ditetapkan, kecuali kinerja PUKK tidak dimiliki oleh perusahaan sehingga indikator ini tidak dapat diukur.
PT Mitra kerinci banyak memiliki kinerja keuangan yang bernilai negatif. Sesuai dengan ketetapan pengukuran kesehatan BUMN, indikator yang bernilai kurang dari nol akan diberi skor nol. Hal ini antara lain disebabkan oleh perusahaan mengalami kerugian yang besar, beban biaya produksi yang lebih besar dibandingkan dengan nilai penjualan yang didapatkan oleh perusahaan, perusahaan memiliki hutang kepada perusahaan induk PT Rajawali Nusantara Indonesia, dan perusahaan masih melakukan investasi yang bernilai besar. Seluruh indikator pada aspek keuangan sudah dapat menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan karena pengukuran kinerja perusahaan berfokus kepada aspek keuangan.
Tabel 12. Tabel Perhitungan Tingkat Kesehatan Perusahaan Indikator Aspek Keuangan Imbalan kepada pemegang saham (ROE) (%) Imbalan investasi (ROI) (%) Rasio kas (%) Rasio lancar (%) Collection periods (hari) Perputaran persediaan (hari) Perputaran total aset (%) Rasio modal sendiri terhadap total aktiva (%)
Standar Bobot
Realisasi 2007
Skor
20,00 15,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 10,00
(21,61) (27,48) 2,24 12,09 69,45 48,50 36,53 (127,19)
0,00 0,00 0,00 0,00 4,50 5,00 2,00 0,00
95
Jumlah skor aspek keuangan Aspek Operasional Efisiensi produksi dan produktivitas Peningkatan kualitas sumber daya manusia Jumlah skor aspek operasional Aspek Administrasi Laporan perhitungan tahunan Rancangan RKAP Laporan periodik Kinerja PUKK Jumlah skor administrasi Total skor
70,00
11,50
10,00 5,00 15,00
17 ku/Ha baik
4,00 4,00 8,00
3,00 3,00 3,00 6,00 15,00 100,00
3,00 3,00 3,00 0,00
3,00 3,00 3,00 0,00 9,00 28,50
Sumber : Laporan Manajemen PT Mitra Kerinci 2007
Aspek operasional hanya diukur oleh dua indikator yaitu efisiensi produksi dan produktifitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kedua hal itu menurut peneliti belum dapat menggambarkan kinerja opersional perusahaan secara keseluruhan. Kegiatan opersional perusahaan sangat luas mulai dari manajemen produksi, proses inovasi, manajemen pengadaan, manajemen customer, perlu dikaji lagi. Aspek administrasi PT Mitra Kerinci telah menunjukkan kinerja yang terstruktur dalam pemenuhan laporan periodik bulanan, triwulan, dan tahunan. Indikator PUKK yang diukur untuk setiap BUMN, perusahaan ini memiliki skor nol karena tidak melakukan PUKK. Perusahaan telah memiliki koperasi pegawai namun tidak dikelola dengan baik dan pada tahun 2007 kegiatan koperasi terhenti. Pengukuran tingkat kesehatan perusahaan berdasarkan standar BUMN tertalu sempit dan hanya dapat mengukur kinerja dalam jangka pendek (Tabel 12). Tabel 12 dapat menjelaskan tingkat kesehatan PT Mitra Kerinci sesuai ketetapan SK Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-100/ MBU/2002. Jumlah skor perspektif keuangan hanya mencapai 11,50 persen saja dari skor maksimum sebesar 70 persen. Jumlah skor perspektif operasinal mencapai 8
96
persen dari skor maksimum yang diharapkan yaitu sebesar 15 persen. Sedangkan jumlah skor perspektif administrasi sebesar 9 persen dari skor maksimal sebesar 15 persen. Total skor yang perusahaan hanya mampu mencapai angka 28,50 dari total maksimum skor 100,00. Nilai skor tersebut menunjukkan tingkat kesehatan perusahaan adalah tidak sehat pada kategori ”CCC”. Sebuah BUMN jenis Persero berorientasi pada keuntungan disamping harus memperhatikan kesejahteraan karyawan, keadaan sosial sekitar perusahaan dan menunjang perekonomian negara.
VII. ANALISIS KINERJA PT MITRA KERINCI BERDASARKAN METODE BALANCED SCORECARD
7.1. Identifikasi Sasaran Strategis Perusahaan dengan Balanced scorecard Balanced scorecard ditujukan untuk mengatasi problem dalam sistem manajemen strategik pada tahap pengimplementasian dan pemantauan di tahap awal penerapanya. Tahap pengimplementasian, pelaksanaan rencana dipantau melalui pendekatan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif dalam empat perspektif: keuangan, customer, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja berdasarkan metode balanced scorecard tersebut dikomunikasikan kepada eksekutif untuk memberikan umpan balik tentang kinerja perusahaan, sehingga dapat diambil keputusan atas pekerjaaan yang menjadi tanggung jawab mereka
97
(Mulyadi, 2005). Pembangunan masa depan perusahaan diperlukan beberapa tahap seperti perumusan strategi, perencanaan strategi, penyusunan program dan penyusunan anggaran, pengimplementasian, terakhir adalah pemantauan. Banyak perusahaan hanya mengandalkan pada anggaran tahunan yang menggunakan jangka waktu setahun untuk merencanakan masa depannya. Tipe perencanaan berdasarkan anggaran tahunan tersebut menyebabkan perusahaan berpandangan jangka pendek, terlalu melihat ke dalam, tidak mampu melihat perubahan yang akan terjadi beberapa tahun ke depan. Dalam menghadapi lingkungan bisnis global yang bersifat kompleks dan turbulen, perusahaan memerlukan rencana laba jangka panjang yang komprehensif. Perencanaan jangka panjang harus memenuhi total bussiness plan yang koheren meliputi adanya hubungan sebab akibat antara visi, tujuan, strategi, dan sasaran dengan program. Sasaran strategis tersebut harus memiliki hubungan sebab akibat satu sama lain dan berimbang. Selain itu terdapat pula hubungan sebab akibat antara jangka pendek dan jangka panjang. Level eksekutif PT Mitra Kerinci pada tahun 2007 berfokus pada usaha penekanan harga pokok produksi, efisiensi bahan bakar minyak dengan penggunaan alternatif bahan bakar dari cangkang kelapa sawit, mekanisasi pemetikan serta investasi pembangkit tenaga listrik tenaga hydro. Perusahaan kini masih banyak beban pada investasi dan tingginya harga pokok produksi, sehingga masih mengalami kerugian. Pengukuran kinerja yang selama ini dilakukan oleh perusahaan hanya berfokus pada pengukuran kinerja keuangan. Perusahaan belum memiliki pengukuran berdasarkan empat perspektif balanced scorecard. Sehingga
98
pengukuran kinerja perusahaan terlihat sempit hanya berorientasi pada pengukuran dalam jangka pendek. Penelitian ini akan menganalisis kinerja perusahaan sesuai dengan metode balanced scorecard. Perusahaan memiliki visi ”Sebagai perusahaan terbaik dalam industri teh, serta siap menghadapi tantangan dan unggul dalam kompetisi lokal maupun global dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan mau memenuhi harapan Stakeholder”. Sedangkan misi PT Mitra Kerinci adalah ”Menjadi badan usaha yang profesional di bidang industri teh yang mandiri, produktif, berdaya saing tinggi dan menguntungkan (provit motive)”. Sasaran strategis dalam pengukuran kinerja perusahaan diturunkan dari visi dan misi tersebut. Setelah melakukan observasi, peneliti menentukan sasaran strategis sesuai dengan sasaran strategis yang telah disusun, unsur subjektivitas sangat dominan disini. Visi : Sebagai perusahaan terbaik dalam industri teh, serta siap menghadapi tantangan dan unggul dalam kompetisi lokal maupun global dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan mau memenuhi harapan Stakeholder Misi : Menjadi badan usaha yang profesional di bidang industri teh yang mandiri, produktif, berdaya saing tinggi dan menguntungkan (provit motive)
SASARAN STRATEGIS
99
Perspektif Keuangan (F)
F1: Pengembalian kepada Shareholder F2: Optimumnya Pemanfaatan Aset F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi
Perspektif Pelanggan (C)
C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar
Perspektif Bisnis Internal (I)
I1: Meningkatnya Produktifitas Kebun I2 : Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik I3 : Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (L)
L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi
Bagan 5. Penurunan Visi dan Misi Perusahaan pada Sasaran Strategis Perusahaan telah dan akan menerapkan beberapa program dalam memperbaiki kinerja perusahaan, antara lain: mengadakan restrukturisasi organisasi, lay off karyawan dengan melakukan tali asih sebanyak 636 karyawan, melaksanakan penekanan biaya operasional, perbaikan mutu teh jadi dengan mencukupi kebutuhan pupuk dan herbisida sesuai dosis, perbaikan mesin pabrik, peningkatan kapasitas produksi, perbaikan sistem pemasaran dengan penjualan langsung kepada konsumen serta ikut dalam lelang teh di Jakarta Tea Auction.
100
Recovery PT Mitra Kerinci
Tanaman
Meningkatkan Produktivitas tanaman Efisiensi pemetikan
Teknik/ Pengolahan
Keuangan, SDM, Umum
Pemasaran
Meningkatkan kapasitas pabrik
Mengurangi beban hutang
Meningkatkan harga jual
Meningkatkan Kapasitas pengolahan
Meningkatkan produktivitas tenaga kerja
Meningkatkan kuantum penjualan
Rasionalisasi tenaga kerja
Menurunkan biaya Bahan Bakar Minyak (BBM)
Pemupukan tepat dosis, waktu, cara aplikasi; Menekan penyebaran organisme pengganggu; Pembuatan jalan dan jembatan
Rekondisi mesin-mesin pabrik Investasi mesin dan konveyorisasi
Memperbaiki cara-cara memasarkan (ekspor/lokal)
Restrukturisasi pelunasan utang Up Grading sumber daya manusia
Konversi energi (gasifikasi) dan pembangunan PLTA 1 MW
Mekanisasi pemetikan Lay off karyawan
Standarisasi mutu teh jadi; Rutin memantau lelang Minimal 90 % barang di gudang terjual Pemasaran teh per chop agar perputaran uang dan barang lebih cepat; Meminimalisasi peran broker
Bagan 6. Program Recovery PT Mitra Kerinci Sumber: Laporan Kinerja dan Perkembangan PT Mitra Kerinci 2007
Perusahaan membagi sasaran strategi dan program perbaikan ke dalam empat bidang utama. Bagan 6 tersebut merupakan rangkaian sasaran strategi dan program yang disusun oleh perusahaan dalam memperbaiki kinerja perusahaan.
101
7.2. Identifikasi Indikator Kunci Perusahaan Berbasis Balanced scorecard Pelaksanaan rencana perusahaan dipantau melalui pendekatan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif ke dalam empat perspektif: keuangan, customer, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Penyusunan balanced scorecard diawali dengan pembuatan peta strategi perusahaan yang didalamnya terdapat faktor-faktor kunci yang menunjang performance perusahaan. Faktor-faktor kunci tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab akibat visi, misi, sasaran strategis, dan program. Sasaran strategis merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai oleh perusahaan. Peneliti menentukan sasaran strategis tersebut (Bagan 5) merujuk kepada sasaran strategis yang telah ditetapkan perusahaan, kemudian dikonfirmasikan kepada pihak manajemen. Sasaran strategis yang telah ditetapkan akan diukur dengan indikator kunci yaitu ukuran hasil (lag indicator) dan ukuran pemacu kinerja (lead indicator).
7.2.1. Perspektif Keuangan PT Mitra Kerinci dalam keadaan ekonominya termasuk pada siklus bisnis yang bertumbuh. Perusahaan BUMN ini merupakan entitas bisnis yang bermotif laba dan selama ini perusahaan mengukur kinerja hanya berfokus kepada perspektif keuangan. Pengukuran kinerja tersebut membandingkan realisasi penggunaan dana dengan anggaran yang ditetapkan dalam RKAP. Anggaran tersebutlah yang digunakan oleh perusahaan dalam merencanakan laba jangka pendek (satu tahun periode bisnis). Pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard memberikan gambaran kinerja keuangan dari beberapa indikator hasil dan indikator pemacu. Indikator hasil dalam sasaran strategis ini adalah:
102
7.2.1.1. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis F1: Pengembalian kepada Shareholder Pemerintah sebagai pemegang saham sebuah BUMN (Persero) berhak mengetahui dan menikmati nilai pengembalian atas saham yang mereka tanamkan. Perusahaan memiliki tujuan meningkatkan pengembalian kepada pemegang saham sebagai sasaran strategis utama. Indikator hasil dalam sasaran strategis perusahaan ini adalah: 1. Return On Investment Perusahaan melakukan investasi dalam jumlah besar untuk tanaman dan non tanaman di Kebun Liki. Return On Investment (ROI) menggambarkan pengembalian perusahaan atas investasi yang telah ditanamkan. Perhitungan ROI adalah laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aktiva perusahaan.
7.2.1.2. Indikator Hasil pada Pemanfaatan Aset
Sasaran
Strategis
F2:
Optimumnya
PT Mitra Kerinci bertujuan turut menunjang perekonomian negara namun mengutamakan keuntungan (profit motive). Dalam siklus bisnis bertumbuh perusahaan peningkatan volume bisnis menjadi penting untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan aset lancar yang dimiliki perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Aset atau aktiva perusahaan merupakan harta lancar atau harta terakhir yang dapat menyelamatkan perusahaan jika perusahaan dalam keadaan bangkrut. Indikator hasil untuk mengukur optimumnya pemanfaatan aset antara lain:
103
1. Rasio Lancar Rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek. Rasio ini dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar. 2. Total Assets Turnover Indikator lain adalah perputaran aset atau aktiva total. Indikator ini untuk mengetahui apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup sesuai dengan ukuran investasi aktivanya. Perputaran aktiva total dihitung dengan menggunakan perbandingan antara penjualan dengan total aktiva dalam satuan kali.
7.2.1.3. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi Agroindustri teh yang berorientasi kepada keuntungan, perusahaan ini dituntut untuk dapat meningkatkan penerimaan perusahaan. Sasaran strategi yang dapat dicapai adalah kenaikan arus kas dari operasi dengan indikator: 1. Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan Indikator ini merupakan salah satu rasio pertumbuhan. Persentase pertumbuhan pertumbuhan penjualan tiap tahunnya akan mengukur tingkat pertumbuhan penjualan perusahaan.
7.2.2. Perspektif Pelanggan PT Mitra Kerinci sebagai penghasil teh hijau dan teh hitam belum memiliki sistem pemasaran yang baik. Selama ini perusahaan melakukan penjualan produk secara lokal maupun ekspor dengan perbandingan 30 dan 70
104
persen berdasarkan RKAP. Rencana jangka pendek milik perusahaan tidak terdapat pengukuran perspektif pelanggan, namun pada penelitian ini akan menentukan sasaran strategis dan indikator hasilnya, antara lain:
7.2.2.1. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis C1: Meningkatnya Proses Pelayanan kepada Customer Customer merupakan stakeholder terpenting dalam menghasilkan pemasukan
bagi
perusahaan.
Pemasaran
produk
lebih
banyak
dengan
menggunakan metode free sales. Perusahaan berusaha memberikan yang terbaik untuk pelayanan kepada customer seperti pengiriman tepat waktu. Indikator hasil dalam sasaran strategis ini adalah: 1. Rasio Biaya Pemasaran Perusahaan
memperbaiki
sistem
pemasaran
yang
ada
untuk
mendapatkan nilai penjualan yang meningkat. Besar atau kecil biaya pemasaran yang dihabiskan dalam satu periode bisnis belum tentu menggambarkan keberhasilan sistem pemasaran perusahaan. Rasio biaya pemasaran dengan nilai penjualan selama satu periode akan mengukur efisiensi dan efektivitas pemasaran dalam memberikan pelayanan terbaik kepada customer. 2. Ship On Time Index Barang akan segera dikirim ke gudang
pembeli atau gudang
sementara yang telah disepakati agar pengiriman tepat pada waktunya. Indikator hasil ini merupakan bentuk kualits layanan yang dijanjikan perusahaan diukur dari ketepatan waktu pengiriman ke tangan customer.
105
7.2.2.2. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis C2: Terwujudnya Produk yang unggul di Pasar Pernyataan visi menginginkan perusahaan memiliki produk unggul dalam kompetisi lokal maupun global. Perusahaan menetapkan sasaran strategis terwujudnya produk yang unggul di pasar dengan indikator hasil sebagai berikut: 1. Memasarkan dengan Harga Optimum Salah satu indikator hasil dalam sasaran strategis tersebut adalah memasarkan dengan harga optimum. Indikator hasil ini diukur dengan menghitung harga rata-rata per kilogram teh jadi (teh hijau dan teh hitam) berdasarkan kontrak lokal/ekspor yang terjadi dalam Rp/kg. 2. Jumlah Penjualan Ekspor Perusahaan telah membuat target penjualan ekspor sebesar 70 persen dari total produk yang siap dipasarkan. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai penjualan lokal hanya sebesar 30 persen. Indikator hasil ini akan menggambarkan pencapaian target penjualan ekspor yang diukur dalam satuan kilogram.
7.2.3. Perspektif Proses Bisnis Internal Proses bisnis internal sebuah perusahaan secara umum dibagi menjadi empat bagian yaitu proses manajemen operasi, manajemen customer, proses inovasi, proses peraturan dan sosial. Sasaran strategis perspektif bisnis internal ini fokus kepada proses manajemen operasi karena perusahaan belum memiliki divisi penelitian dan pengembangan, proses inovasi tidak terjadi. Selain itu perusahaan belum memiliki manajemen customer, proses peraturan dan sosial seperti pengabdian masyarakat karena lebih mengutamakan kesejahteraan karyawan.
106
7.2.3.1. Indikator Hasil pada Produktivitas Kebun
Sasaran
Strategis
I1:
Meningkatnya
Perusahaan selalu mengawasi dan mengontrol kegiatan produksi di kebun dalam usahanya meningkatkan produktivitas kebun. Indikator hasil dalam mengukur sasaran strategis ini adalah: 1. Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di Kebun Penilaian ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun dihitung dengan pelaksanaan pemupukan berdasarkan jumlah dosis dan frekuensi yang diberikan, pengendalian gulma, pelanggaran dalam pemetikan pucuk, serta pengendalian hama. Semua unsur-unsur kegiatan utama di kebun tersebut dihitung dan di rata-rata dalam satuan persen. 2. Jumlah Produktivitas Kebun Produktivitas kebun menggambarkan nilai produksi rata-rata per tahun dengan satuan kilogram per Ha.
7.2.3.2. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik Kegiatan pengolahan di pabrik merupakan proses utama dalam menghasilkan teh jadi. Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi proses pengolahan di pabrik. Sasaran strategis peningkatan kapasitas produksi pabrik diukur dengan indikator hasil seperti: 1. Rata-rata Rendemen Teh Pengukuran rendemen teh dalam satuan persen menggambarkan penyerahan hasil dalam proses pengolahan di pabrik. Perusahan mengukur indikator ini sama halnya mengukur kadar air pada teh jadi.
107
2. Ratio Machine Utilization Ratio Machine Utilization merupakan indikator hasil yang digunakan untuk mengukur sasaran strategi dengan menghitung perbandingan jam kerja mesin digunakan terhadap total jam mesin tersedia. 3. Peningkatan Mutu Teh Jadi Perusahaan memiliki program peningkatan mutu dalam menciptakan produk yang unggul. Hal ini juga dijadikan indikator hasil untuk mengukur peningkatan kapasitas kerja pabrik dan dinyatakan dengan peningkatan jumlah kilogram teh jadi mutu terbaik.
7.2.3.3. Indikator Hasil pada Sasaran Strategis I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi Sasaran strategis ini akan diketahui perusahaan berproduksi dalam keadaan yang efektif atau bahkan dalam keadaan yang boros. Untuk mengetahui hal tersebut indikator yang dapat digunakan dalam mengukur efektivitas produksi antara lain: 1. Harga Pokok Produksi Teh Jadi Harga pokok produksi teh jadi selama ini sangat besar. Setiap tahun perusahaan menargetkan penurunan harga pokok produksi untuk mencapai efektivitas produksi yang diukur dalam satuan Rp/kg. 2. Rasio Penjualan dan Biaya Rasio total penjualan dengan total biaya akan menggambarkan seberapa besar pengembalian penjualan terhadap biaya yang dikeluarkan.
108
3. Biaya Bahan Bakar Strategi yang dilakukan perusahaan dalam mengurangi biaya produksi yaitu dengan mengkonversi bahan bakar minyak dengan bahan bakar dari cangkang kelapa sawit. Indikator ini mengukur jumlah penghematan biaya dengan konversi tersebut dalam satuan rupiah.
7.2.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Modal dasar yang harus dimiliki perusahaan pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah modal manusia, modal organisasi dan modal informasi. PT Mitra kerinci merupakan perusahaan yang masih menggunakan sistem tradisional dalam organisasinya. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yang dimiliki oleh perusahaan dan dapat diukur antara lain modal manusia dan modal organisasi. Perusahaan belum memiliki modal informasi seperti sistem informasi yang terintegrasi. Sasaran strategis dan indikator hasil adalah:
7.2.4.1. Indikator Hasil pada Komitmen Karyawan
Sasaran
Strategis
L1:
Meningkatnya
Tenaga kerja merupakan modal utama yang harus dikembangkan oleh perusahaan dalam mendukung visi dan misi perusahaan. Hal pertama yang menjadi sasaran strategis modal manusia adalah komitmen karyawan dengan indikator hasil sebagai berikut: 1. Indeks Kepuasan Karyawan Kepuasan karyawan dapat membentuk komitmen karyawan dalam bekerja. Kepuasan karyawan diukur dengan menggunakan alat bantu berupa kesioner yang berisi bobot pertanyaan yang berhubungan.
109
2. Retensi Pekerja setelah program Lay Off Kesetiaan
adalah
jaminan
keberlangsungan
bisnis
perusahaan
walaupun bukan yang utama. Retensi pekerja diukur dengan persentase jumlah pekerja yang bertahan setelah program lay off.
7.2.4.2. Indikator Hasil pada Kapabilitas Karyawan
Sasaran
Strategis
L2:
Meningkatnya
Kapabilitas karyawan sebagai sumber pembelajaran modal manusia merupakan tingkat kemampuan pekerja dalam melakukan dan menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. Indikator hasil pada sasaran strategis ini adalah: 1. Produktivitas Pemetik di Kebun Produktivitas pemetik dinyatakan dengan nilai mutu pucuk benar petik. Nilai mutu pucuk benar petik ini menunjukkan ketepatan tehnik dan hasil petikan secara manual maupun petik mesin.
7.2.4.3. Indikator Hasil pada Kapabilitas Organisasi
Sasaran
Strategis
L3:
Meningkatnya
Modal organisasi modal manusia dimobilisasi untuk mewujudkan visis perusahaan. Indikator hasil dalam sasaran strategis ini adalah: 1. Accountability Index Accountability Index merupakan kemampuan perusahaan menerapkan pengetahuan ke dalam pekerjaan, perencanaan yang diaplikasikan. 2. Learning Index Learning Index adalah kemampuan perusahaan dalam belajar pengetahuan baru, mengembangkan inovasi baru.
110
Tabel 13. Tabel Indikator Kunci Sukses PT Mitra Kerinci SASARAN STRATEGIS F1: Pengembalian kepada Shareholder F2: Optimumnya Pemanfaatan Aset F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik
I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi
L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi
KEY PERFORMANCE INDICATOR LAG INDICATOR LEAD INDICATOR F1.1: ROI pengembalian atas investasi, laba bersih terhadap total aset F2.1: Rasio Lancar rasio antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar F2.2: Total Assets Turnover perbandingan penjualan, harta total (kali) F3.1: Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan persentase pertumbuhan nilai penjualan (%) C1.1: Rasio Biaya Pemasaran perbandingan biaya pemasaran dari total penjualan C1.2: Ship On Time Index jumlah ketepatan waktu pengiriman ke customer C2.1: Memasarkan dengan Harga Optimum harga kontrak rata-rata terjadi (Rp/Kg) C2.2: Jumlah Penjualan Ekspor jumlah penjualan teh jadi diekspor (Kg) I1.1: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur Kebun penilaian ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun (%) I1.2: Jumlah Produktivitas Kebun produksi pucuk basah rata-rata pertahun (Kg/Ha) I2.1: Rata-rata Rendemen Teh nilai penyerahan pengolahan teh (%) I2.2: Ratio Machine Utilization rasio jam kerja mesin digunakan ,total jam mesin tersedia I2.3: Peningkatan Mutu Teh Jadi peningkatan jumlah Kg teh jadi mutu terbaik (Kg) I3.1: Harga Pokok Produksi Teh Jadi penurunan harga pokok produksi (Rp/Kg) I3.2: Rasio Penjualan dan Biaya perbandingan total penjualan terhadap total biaya I3.3: Biaya Bahan bakar penghematan biaya menggunakan cangkang kelapa sawit (Rp) L1.1: Index Kepuasan Pekerja tingkat kepuasan pekerja (%) L1.2: Retensi Pekerja setelah Program Lay Off jumlah pekerja yang bertahan terhadap pekerja yang keluar (%) L2.1: Produktivitas Pemetik di Kebun nilai mutu pucuk segar benar petik (%) L3.1: Accountability Index kemampuan perusahaan menerapkan pengetahuan (%) L3.2: Learning Index kemampuan perusahaan dalam belajar pengetahuan baru (%)
94
111
7.3. Peta Strategi PT Mitra Kerinci Berdasarkan Balanced scorecard Balanced scorecard menyediakan kerangka untuk membangun sasaransasaran strategis yang koheren. Kekoherenan sasaran strategis dibangun dengan menciptakan hubungan sebab akibat antara satu sasaran strategis dengan sasaran strategis lainnya. Dengan hal tersebut, kerangka balanced scorecard memenuntut tim perumus sasaran strategis untuk menjadikan sasaran strategis pilihan berdampak terhadap pencapaian sasaran strategis yang lain. Pada akhirnya, di dalam organisasi bisnis, setiap sasaran strategis dalam perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan harus bermanfaat untuk mewujudkan sasaran strategis perspektif keuangan. Oleh karena pada dasarnya organisasi merupakan institusi pencipta kekayaan, dan dalam organisasi bisnis pencipta kekayaan dicerminkan dalam bentuk kinerja keuangan, maka setiap sasaran strategis yang dirumuskan harus secara langsung ataupun tidak langsung bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan (Mulyadi, 2005: 157). Hubungan sebab dan akibat antara sasaran strategis dalam masing-masing perspektif tersebut disusun dalam sebuah kerangka peta strategis. Sasaran strategis telah diturunkan dari visi dan misi perusahaan ke dalam masing-masing perspektif dengan konsep balanced scorecard. Penyusunan peta strategis PT Mitra Kerinci mengunakan konsep balanced scorecard dengan empat perspektif, perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Seperti perusahaan BUMN lainnya, PT Mitra Kerinci memiliki tujuan prifit motive disamping meningkatkan perekonomian negara dan mensejahterakan karyawannya.
112
Perspektif pertumbuhan pembelajaran merupakan fondasi perusahaan dalam menciptakan modal manusia dan modal organisasi untuk menjalankan bisnis perusahaan. Sasaran strategis yaitu meningkatnya komitmen karyawan mempengaruhi meningkatnya kapabilitas karyawan. Komitmen karyawan yang ditunjukkan dengan tingkat kepuasan dan retensi pekerja program lay off yang baik akan meningkatkan kapabilitas karyawan juga produktivitas pemetik di kebun. Kapabilitas karyawan akan menunjang kapabilitas organisasi. Modal manusia akan meunjang kapabilitas organisasi karena saling berbanding lurus. Modal manusia dan modal organisasi yang unggul dapat menyokong sasaran-sasaran strategis pada perspektif proses bisnis internal. Peningkatan produktivitas kebun, peningkatan kapasitas produksi pabrik dan terwujudnya cost effectiveness tidak semata-mata terjadi tanpa adanya modal manusia dan modal organisasi yang unggul tersebut. Sasaran strategis pada perspektif bisnis internal tersebut berhasil baik akan membantu terwujudnya produk teh yang unggul di pasar sesuai dengan harapan visi perusahaan. Terwujudnya produk yang unggul dipengaruhi oleh kontinyuitas mutu dan kuantitas produk serta efisiensi dalam produksi. Perspektif keuangan digambarkan dengan kenaikan arus kas operasi, optimumnya pemanfaatan aset dan yang utama yaitu pengembalian kepada Shareholder. Terwujudnya produk yang unggul di pasar akan meningkatkan pertumbuhan penjualan tahunan, pengembalian terhadap aset total dan dua hal tersebut akan meningkatkan pengembalian kepada pemegang saham. Semakin efisien bisnis yang dijalankan perusahaan, maka akan meningkatkan volume bisnis perusahaan dan tingkat pengembalian kepada pemegang saham (Gambar 7).
113
Perspektif
Optimumnya Pemanfaatan Aset
Pengembalian kepada Shareholder
Keuangan
Rasio Lancar
ROI
Pelanggan
Perspektif
Rasio Biaya Pemasaran
Perspektif Pertumbuhan
Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di Kebun
Meningkatnya Komitmen Karyawan
dan Pembelajaran
Nilai Produktivitas Kebun
Index Kepuasan Pekerja
Keterangan :
Nilai Penjualan Ekspor
Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik
Bisnis Internal
Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar
Ship On Time Index
Meningkatnya Produktivitas Kebun
Rata-rata Rendemen Teh
Ratio Machine Utilization
Hubungan Kausalitas Hubungan Indikator Hasil
Produktivitas Pemetik di Kebun
Memasarkan dengan Harga Optimum
Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi
Nilai Peningkatan Mutu Teh
Meningkatnya Kapabilitas Karyawan
Retensi Pekerja setelah Program Lay Off
Pertumbuhan Penjualan Tahunan
Total Assets Turnover
Meningkatkan Pelayanan kepada Customer
Perspektif
Kenaikan Arus Kas dari Operasi
HPP Teh Jadi
Rasio Penjualan dan Biaya
Penghematan Biaya Bahan Bakar
Meningkatnya Kapabilitas Organisasi
Learning Index
Accountability Index
Gambar 7. Peta Strategis PT Mitra Kerinci 97
114
7.4. Pembobotan Masing-masing Indikator Hasil
Perspektif,
Sasaran
Strategis,
dan
Keunggulan pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard adalah seimbang, komprehensif, koheren dan terukur. Pembobotan berguna mengukur tingkat
kepentingan
masing-masing
variabel
yang
dibandingkan
agar
menghasilkan angka yang terukur pada pernyataan kualitatif. Pembobotan variabel yaitu masing-masing perspektif, sasaran strategis, dan indikator hasil dilakukan dengan metode paired comparison. Metode pembobotan tersebut mengukur secara subjektif tingkat prioritas setiap variabel dalam persentase.
a. Perspektif Keuangan Perspektif keuangan memiliki bobot pengukuran rendah diantara perspektif yang lainnya yaitu sebesar 22,50 persen. Perusahaan memiliki tujuan provit motive namun masih mengutamakan kesejahteraan karyawan dan bagaimana tetap berproduksi walaupun dalam keadaan merugi. Sasaran stretegis optimumnya pemanfaatan aset mendapatkan bobot yang paling tinggi yaitu sebesar 41,67 persen. Sasaran strategis ini diukur dengan indikator hasil rasio lancar dan perputaran aset total. Bobot tertinggi yaitu rasio lancar sebesar 57,14 persen. Hal tersebut dikarenakan perusahaan masih mengutamakan pengembalian hutang dan pengembalian atas investasi serta mengawasi pertumbuhan penjualan. Selengkapnya pada tabel 14.
b. Perspektif Pelanggan Perspektif pelanggan mendapatkan bobot tertinggi yaitu sebesar 30 persen bila dibandingkan dengan tiga perspektif lainnnya.
115
Perusahaan selama ini belum memiliki pengukuran kinerja untuk perspektif pelanggan, namun perusahaan sangat mengutamakan kepentingan pelanggan. Perusahaan dapat merubah proses produksi pengolahan teh untuk memenuhi permintaan pelanggan. Ketepatan waktu dalam mengantarkan barang yang telah disetujui pada kontrak merupakan indikator hasil yang paling menonjol pada sasaran strategis peningkatan pelayanan kepada customer juga bila dibandingkan dengan indikator hasillainnya. Indikator tersebut memiliki bobot sebesar 83,3 persen. Indikator lainnya, nilai penjualan ekspor dan memasarkan dengan harga optimum memiliki bobot yang sama besarnya yaitu 50 persen.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal Perusahaan lebih memfokuskan programnya pada perspektif bisnis internal, terutama proses manajemen operasi perusahaan. Sasaran strategis terwujudnya cost effectiveness produksi mendapatkan bobot yang tertinggi sebesar 42,86 persen dibandingkan dengan sasaran strategis lainnya seperti peningkatan produktivitas kebun dan kapasitas produksi pabrik. Perusahaan secara berkesinambungan memperbaiki produksinya terutama dalam penekanan biaya produksi yang tinggi karena beban tenaga kerja dan bahan bakar fosil.
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mendapatkan nilai bobot yang sama besar dengan nilai bobot pada perspektif yaitu 22,50 persen. Perusahaan mengukur komitmen karyawan pada prioritas utama dibandingkan dengan sasaran lainnya yaitu kapabilitas karyawan dan kapabilitas organisasi. Bobot pada masingmasing indikator hampir memiliki perbandingan prioritas yang sama.
116
Tabel 14. Tabel Pembobotan Perspektif, Sasaran Strategis, dan Indikator Hasil dalam Pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci SASARAN STRATEGIS
LAG INDICATOR F1.1: ROI F2.1: Rasio Lancar F2.2: Total Assets Turnover F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi 25,00 F3.1: Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan BOBOT PERSPEKTIF KEUANGAN (22,50 persen) C1.1: Rasio Biaya Pemasaran C1: Peningkatan Pelayanan kepada 66,67 Customer C1.2: Ship On Time Index C2.1: Memasarkan dengan Harga Optimum C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di 33,33 Pasar C2.2: Jumlah Penjualan Ekspor BOBOT PERSPEKTIF PELANGGAN (30,00 persen) I1.1: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur Kebun I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun 33,33 I1.2: Jumlah Produktivitas Kebun I2.1: Rata-rata Rendemen Teh I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi 23,81 I2.2: Ratio Machine Utilization Pabrik I2.3: Peningkatan Mutu Teh Jadi I3.1: Harga Pokok Produksi Teh Jadi I3: Terwujudnya Cost Effectiveness 42,86 I3.2: Rasio Penjualan dan Biaya Produksi I3.3: Biaya Bahan bakar BOBOT PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL (25,00 persen) L1.1: Indeks Kepuasan Pekerja L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan 39,13 L1.2: Retensi Pekerja setelah Program Lay Off L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan 30,43 L2.1: Produktivitas Pemetik di Kebun L3.1: Accountability Index L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi 30,43 L3.2: Learning Index BOBOT PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN (22,50 persen) TOTAL F1: Pengembalian kepada Shareholder F2: Optimumnya Pemanfaatan Aset
BOBOT (%) 100,00 57,14 42,86 100,00
TOTAL BOBOT (%) 7,50 5,36 4,02 5,63
perbandingan biaya pemasaran dari total penjualan jumlah ketepatan waktu pengiriman ke customer harga kontrak rata-rata terjadi (Rp/Kg) jumlah penjualan teh jadi diekspor (Kg)
16,67 83,33 50,00 50,00
3,33 16,67 5,00 5,00
penilaian ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun (%) produksi pucuk basah rata-rata pertahun (Kg/Ha) nilai penyerahan pengolahan teh (%) rasio jam kerja mesin digunakan dari total jam mesin tersedia peningkatan jumlah Kg teh jadi mutu terbaik (Kg) penurunan harga pokok produksi (Rp/Kg) perbandingan total penjualan terhadap total biaya penghematan biaya menggunakan cangkang kelapa sawit (Rp)
33,33 66,67 26,31 42,10 31,58 41,17 23,53 35,29
2,78 5,56 1,57 2,51 1,88 4,41 2,52 3,78
tingkat kepuasan pekerja (%)
66,67
5,87
33,33 100,00 33,33 66,67
2,93 6,85 2,28 4,56
KEY PERFORMANCE INDICATOR BOBOT (%) 33,33 41,67
LEAD INDICATOR pengembalian atas investasi, laba bersih terhadap total aset rasio antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar perbandingan penjualan, harta total (kali) persentase pertumbuhan nilai penjualan (%)
jumlah pekerja yang bertahan terhadap pekerja awal (%) nilai mutu pucuk segar benar petik (%) kemampuan perusahaan menerapkan pengetahuan (%) kemampuan perusahaan dalam belajar pengetahuan baru (%)
100,00
100
117
Tabel 15. Tabel Penilaian Kinerja PT Mitra Kerinci Tahun 2006 dengan Metode Balanced Scorecard SASARAN STRATEGIS
LAG INDICATOR
F1: Pengembalian kepada Shareholder F2: Optimalnya Pemanfaatan Aset
F1.1: ROI F2.1: Rasio Lancar F2.2: Total Assets Turnover (kali) F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi F3.1: Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan (%) TOTAL PERSPEKTIF KEUANGAN C1.1: Rasio Biaya Pemasaran C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer C1.2: Ship On Time Index C2.1: Memasarkan dengan Harga Optimum (Rp/Kg) C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar C2.2: Jumlah Penjualan Ekspor (Kg) TOTAL PERSPEKTIF PELANGGAN I1.1: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di Kebun (%) I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun I1.2: Jumlah Produktivitas Kebun (Kg/Ha) I2.1: Rata-rata Rendemen Teh (%) I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik I2.2: Ratio Machine Utilization I2.3: Peningkatan Mutu Teh Jadi (Kg) I3.1: HPP Teh Jadi (Rp/Kg) I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi I3.2: Rasio Penjualan dan Biaya I3.3: Biaya Bahan bakar (Rp) TOTAL PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL L1.1: Indeks Kepuasan Pekerja (%) L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan L1.2: Retensi Pekerja sebelum Program Lay Off (%) L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L2.1: Produktivitas Pemetik di Kebun (%) L3.1: Accountability Index (%) L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi L3.2: Learning Index (%)
-28,07 12,09 0,37 24,49%
-14,98 24,19 0,46 54,45%
30,41 49,98 80,43 44,98
TOTAL BOBOT (%) 7,50 5,36 4,02 5,63
10,66 92 Rp 6.777/kg 1.129.430 kg
11,57 100 Rp 7.784/kg 3.000.000 kg
92,13 92,00 87,06 40,98
3,33 16,67 5,00 5,00
81,72% 9.818 kg/Ha 22,62% 90,19 145.775 kg Rp 355/kg 69,67 Rp 0
90% 12.244 kg/Ha 23% 100 235.400 kg Rp 1.564/kg 90,30 Rp 77.597.054
90,80 80,19 98,35 90,19 61,93 22,70 77,15 0,00
2,78 5,56 1,57 2,51 1,88 4,41 2,52 3,78
72,77% 85,71% 62,49% 63,85% 58,50%
100% 95% 66% 90% 90%
72,77 90,22 94,68 70,94 65,00
5,87 2,93 6,85 2,28 4,56
REALISASI
TARGET
TOTAL PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN TOTAL SKOR PENGUKURAN KINERJA PT MITRA KERINCI DENGAN METODE BALANCED SCORECARD
HASIL (%)
SKOR AKHIR (%) 2,28 2,67 3,23 2,53 10,71 3,07 15,33 4,35 2,05 24,80 2,52 4,46 1,54 2,26 1,16 1,00 1,94 0,00 14,88 4,27 2,64 6,49 1,62 2,97 17,99 68,38
101
118
Tabel 16. Tabel Penilaian Kinerja PT Mitra Kerinci Tahun 2007 dengan Metode Balanced Scorecard SASARAN STRATEGIS
LAG INDICATOR
F1: Pengembalian kepada Shareholder F2: Optimalnya Pemanfaatan Aset
F1.1: ROI F2.1: Rasio Lancar F2.2: Total Assets Turnover (kali) F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi F3.1: Pertumbuhan Nilai Penjualan Tahunan (%) TOTAL PERSPEKTIF KEUANGAN C1.1: Rasio Biaya Pemasaran C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer C1.2: Ship On Time Index C2.1: Memasarkan dengan Harga Optimum (Rp/Kg) C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar C2.2: Jumlah Penjualan Ekspor (Kg) TOTAL PERSPEKTIF PELANGGAN I1.1: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di Kebun (%) I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun I1.2: Nilai Produktivitas Kebun (Kg/Ha) I2.1: Rata-rata Rendemen Teh (%) I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik I2.2: Ratio Machine Utilization I2.3: Peningkatan Mutu Teh Jadi (Kg) I3.1: HPP Teh Jadi (Rp/Kg) I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi I3.2: Rasio Penjualan dan Biaya I3.3: Biaya Bahan bakar (Rp) TOTAL PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL L1.1: Indeks Kepuasan Pekerja (%) L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan L1.2: Retensi Pekerja setelah Program Lay Off (%) L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L2.1: Produktivitas Pemetik di Kebun (%) L3.1: Accountability Index (%) L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi L3.2: Learning Index (%)
-27,49 12,09 0,36 11,39%
-13,21 36,47 0,47 44,19%
35,09 33,15 77,25 25,78
TOTAL BOBOT (%) 7,50 5,36 4,02 5,63
9,76 92 Rp 8.382/kg 733.088 kg
9,95 100 Rp 8.872/kg 3.000.000 kg
98,09 92,00 94,48 24,44
3,33 16,67 5,00 5,00
70,50% 9.786 kg/Ha 22,75% 90,46 119.420 kg Rp 985/kg 79,78 Rp 736.184.498
90% 12.244 kg/Ha 23% 100 227.471 kg Rp 1.927/kg 103,34 Rp 546.608.031
78,33 79,92 98,91 90,46 52,50 51,12 77,20 134,68
2,78 5,56 1,57 2,51 1,88 4,41 2,52 3,78
72,77% 44% 57,66% 63,85% 58,50%
100% 95% 66% 90% 90%
72,77 46,32 87,36 70,94 65,00
5,87 2,93 6,85 2,28 4,56
REALISASI
TARGET
HASIL (%)
SKOR AKHIR (%) 2,63 1,78 3,10 1,45 8,96 3,27 15,33 4,72 1,22 24,54 2,18 4,44 1,55 2,27 0,99 2,25 1,95 5,09 20,72 4,27 1,36 5,98 1,62 2,97
TOTAL PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN
16,20
TOTAL SKOR PENGUKURAN KINERJA PT MITRA KERINCI DENGAN METODE BALANCED SCORECARD
70,42
102
119
7.5.
Penilaian Kinerja PT Mitra Kerinci dengan Membandingkan Dua Metode Penilaian kinerja perusahaan dengan metode balanced scorecard
menunjukkan skor akhir perusahaan adalah 68,38 pada tahun 2006 (Tabel 15) dan 70,42 pada tahun 2007 (Tabel 16). Hal ini berarti kinerja perusahaan yang kurang baik pada siklus bisnisnya. Penilaian dengan standar kinerja BUMN seperti yang telah dibahas pada Bab 6 menunjukkan skor 28,50 yang artinya perusahaan dalam keadaan yang tidak sehat. Penilaian kinerja berdasarkan standar BUMN hanya mengukur tiga sapek yaitu aspek keuangan, operasional dan administrasi. Berbeda dengan penilaian melalui metode balanced scorecard mengukur empat aspek (perspektif) yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Kedua metode penilaian kinerja sama-sama menunjukkan kinerja perusahaan yang kurang baik dan kondisi perusahaan dalam keadaan yang tidak sehat. Namun perbedaan terletak pada proses dan kelebihan yang ditonjolkan oleh metode balanced scorecard. Metode balanced scorecard mengukur kinerja secara komprehensif melalui empat perspektif yang lengkap dan lebih mendalam pada indikator kunciya. Selain itu, balanced scorecard mengukur dan menilai kinerja berdasarkan sebab akibat antar sasaran strategis pada masing-masing perspektif yang mengarah pada perspektif keuangan. Penilaian kinerja berdasarkan standar BUMN hanya diukur dari indikator-indikator yang telah ditetapkan tanpa merujuk kepada sasaran strategis yang dijalankan perusahaan. Aspek keuangan pada penilaian kinerja perusahaan dengan standar BUMN menggunakan beberapa indikator rasio keuangan utama, ada beberapa indikator sama seperti yang digunakan balanced scorecard. Aspek operasional adalah
120
efisiensi dan produktivitas produksi serta kualitas sumberdaya. Dua indikator tersebut belum dapat mewakili penilaian kinerja aspek operasional perusahaan. Ketetapan dalam standar BUMN, perusahaan dapat mengukur kinerja operasional maksimal dengan lima indikator saja. Balanced scorecard membagi-bagi kriteria pengukuran lebih fokus dan mendalam berdasarkan perspektif pelanggan, bisnis internal perusahan serta pertumbuhan dan pembelajaran yang mengukur modal manusia dan modal organisasi PT Mitra Kerinci. Penilaian aspek administrasi dianggap kurang penting dalam menilai kinerja perusahaan karena tidak mengukur kegiatan bisnis perusahaan dan strategi yang perusahaan yang telah dijalankan. Penilaian kinerja berdasarkan standar BUMN yang fokus kepada kinerja keuangan (70 persen proporsi penilaiannya) hanya mampu menilai kinerja dalam jangka pendek saja. Sedangkan berdasarkan balanced scorecard perusahaan dapat merencanakan laba jangka panjang dengan mengawasi pencapaian sasaran strategis perspektif pelanggan, bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan mengacu kepada visi dan misi perusahaan. Total skor yang dihasilkan perusahaan melalui metode balanced scorecard menunjukkan angka di bawah 71 persen. Bila merujuk kepada Keputusan Mentri Keuangan Nomor 198/KMK.016/1998 tanggal 24 Maret 1998 tentang penilaian tingkat kesehatan BUMN, digolongkan menjadi: (1) Sehat, AAA bila total skor lebih besar dari 95; AA bila diantara 80 dan 95; A bila diantara 65 dan 80; (2) Kurang sehat, BBB apabila total skor diantara 50 dan 65; BB bila diantara 40 dan 50; B bila total skor diantara 30 sampai 40; (3) Tidak sehat, CCC bila total skor 20 sampai 30; CC bila diantara 10 dan 20; C bila total skor kurang dari 10. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa total skor lebih dari 95
121
menunjukkan kinerja perusahaan sangat baik, total skor diantara 80 dan 95 adalah baik, dan total skor dibawah 80 adalah tidak baik. Hasil penilaian perusahaan dengan standar penilaian awal yaitu total skor 28,50 persen menunjukkan tingkat kesehatan perusahaan pada kategori ”CCC” tidak sehat. Penilaian tersebut fokus kepada keuangan yang memiliki proporsi 70 persen penilaian. Berdasarkan teori, selama ini belum ada ketentuan baku mengenai kategori hasil kinerja dengan metode balanced scorecard. Bila berpedoman dengan standar BUMN tersebut, hasil kinerja perusahaan tahun 2007 dan tahun sebelumnya melalui metode balanced scorecard menunjukkan kinerja yang tidak baik dengan total skor akhir di bawah 80 persen dan kinerja keuangan yang tidak sehat.
7.5. Evaluasi Kinerja PT Mitra Kerinci dengan Metode Balanced scorecard Penilaian kinerja perusahaan fokus pada tahun 2007, penilaian kinerja tahun 2006 adalah sebagai pembanding kinerja perusahaan dua tahun terakhir. Hasil pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard telah melalui beberapa tahap sebelumnya seperti penentuan kunci sukses, pembobotan dan penilaian mendapatkan skor kinerja tahun 2007 sebesar 70,42 persen dan 68,38 persen pada tahun 2006. Perspektif keuangan mendapatkan skor akhir terendah dan perspektif pelanggan mendapatkan skor tertinggi diantara perspektif lainnya pada dua tahun yang dibandingkan. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan kinerja perusahaan selama ini dikategorikan tidak baik. Pengitungan indikator hasil rata-rata mendapatkan nilai pencapaian dibawah yang ditargetkan dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan yaitu 70,75 persen pada tahun 2007 dan 68,23 persen pada tahun 2006. Namun ada beberapa indikator hasil yang mendapatkan skor melebihi target
122
yang telah ditetapkan perusahaan. Perusahaan harus segera mengambil tindakan korektif dan melakukan restrukturisasi strategi guna memperbaiki kinerja perusahaan di masa depan.
a. Perspektif Keuangan Kinerja pada perspektif keuangan mendapatkan total skor akhir terendah yaitu 8,96 persen pada tahun 2007. Skor ini lebih rendah dari tahun 2006 yang senilai 10,71 persen. Skor ini sangat kecil karena hasil pencapaian antara realisasi dan terget perusahaan rata-rata hanya mencapai 42,81 persen saja di tahun 2007 yang lebih rendah 8,64 persen dari tahun 2006. Indikator hasil Return On Investment (ROI) mencapai skor 2,63 persen. Pencapaian ROI adalah rugi (Rp. 21.351.924.854,-) dibagi total aset Rp.. 77.679.570.530,- dari target yang ditetapkan yaitu (Rp. 10.262.450.148,-) terhadap Rp. 77.679.570.530,-. Hasil pada tahun 2007 ini relatif sama dengan hasil yang dicapai pada tahun 2006 sebesar 2,28 persen. Perusahaan memberikan bobot terbesar untuk indikator hasil ROI namun pencapaiannya rendah sekali. Hal ini karena perusahaan masih mengalami kerugian (laba negatif) dan besarnya investasi yang dilaksanakan dalam bisnisnya. Pencapaian dan skor ROI yang rendah menggambarkan perusahaan belum dapat meraih pengembalian atas investasinya dan pengembalian kepada pemegang saham belum tercapai. Rasio lancar yaitu rasio antara aktiva lancar terhadap hutang lancar tahun 2007 mendapatkan skor akhir 1,78 persen dengan hasil pengukuran sebesar 33,15 persen. Skor yang didapatkan ini menggambarkan perusahaan belum mampu dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancarnya. Hutang lancar perusahaan sangat besar mencapai tiga kali lipat dari harta lancar yang
123
dimiliki perusahaan. Rasio lancar tahun 2006 mendapatkan skor akhir lebih tinggi sebesar 2,67 persen dengan hasil pengukuran sebesar 49,98 persen. Nilai ini memang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2007, hal ini hanya karena target yang ditetapkan lebih rendah dengan target yang ditetapkan pada tahun 2007.
Aktiva lancar yang dimiliki perusahaan tahun 2006 lebih rendah bila
dibandingkan dengan aseet akhir tahun 2007. Lain halnya dengan indikator hasil total assets tunover (perputaran aset total) mendapatkan skor akhir tertinggi dibandingkan dengan skor akhir indikator lainnya sebesar 3,10 persen. Skor pencapaian total assets tunover tertinggi diantara skor pencapaian indikator lain yaitu mencapai 77,25 persen, namun mendapatkan bobot yang terendah. Perhitungan skor pencapaian tersebut adalah (Rp.
28.377.195.277,-
dibagi
dengan
total
aset
Rp.
77.679.570.530,-)
dibandingkan dengan target perusahaan (Rp. 36.731.912.000,- dibagi dengan Rp. 77.779.570.530,-). Skor yang dihasilkan perusahaan tahun 2006 lebih tinggi 0,13 persen dengan hasil pengukuran sebesar 80,43 persen (realisasi 0,37 terhadap target 0,46 total assets tunover yang dicapai perusahaan). Hasil pengukuran yang tinggi indikator ini tidak menunjukkan perputaran aset perusahaan yang baik. Perputaran aset perusahaan memiliki nilai realisasi kurang dari satu, hal ini menunjukkan perusahan belum menghasilkan volume bisnis yang sesuai dengan ukuran investasi aktivanya. Pertumbuhan penjualan tahun 2007 mendapatkan skor hasil terendah yaitu senilai 1,45 persen. Hal ini karena perusahaan hanya mampu mencapai 25,78 persen dari target pertumbuhan penjualan. Penjualan 2007 adalah Rp. 28.377.195.277,-
sedangkan
target
penjualan
tahun
2007
adalah
Rp.
124
36.731.912.000,-. Penjualan tahun 2007 dan target penjualan tahun 2007 dibandingkan dengan penjualan tahun 2006 yang sebesar Rp. 25.475.503.594,-. Pertumbuhan penjualan tersebut bila dibandingkan dengan tahun 2006 jauh lebih rendah. Tahun 2006 perusahaan mencapai skor 2,53 persen dengan hasil pengukuran sebesar 44,98. Pertumbuhan penjualan tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2007 karena penjualan tahun 2006 dibandingkan dengan
penjualan
tahun
2005 yang
lebih
rendah
yaitu
sebesar
Rp.
20.464.000.000,-. Penjualan produk tahun 2007 terhambat karena beberapa faktor antara lain penjualan belum mendapatkan harga yang maksimum, hasil produksi yang menurun, dan sistem pemasaran yang belum terstruktur. PT Mitra Kerinci sebagai salah satu BUMN yang bertujuan kepada laba memiliki pertumbuhan penjualan yang relatif rendah dan laba yang negatif. Perusahaan memiliki kinerja keuangan perusahaan sangat rendah tahun ini.
b. Perspektif Pelanggan Perspektif pelanggan tahun 2007 mendapatkan total skor akhir tertinggi yaitu 24,54 persen bila dibandingkan dengan perspektif lainnya, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan skor akhir tahun 2006 sebesar 24,80 persen. Terdapat dua sasaran strategis utama pada perspektif pelanggan ini yaitu peningkatan pelayanan kepada customer dan terwujudnya produk yang unggul di pasar. Masing-masing sasaran strategis dikur dengan dua indikator hasil. Rata-rata hasil pengukuran masing-masing indikator sebesar 77,25 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 78,04 persen. Rasio biaya pemasaran tahun 2007 mendapatkan skor akhir sebesar 3,27 persen dengan hasil pengukuran tertinggi sebesar 98,09 persen. Rasio biaya
125
pemasaran merupakan hasil perbandingan biaya pemasaran dengan total penjualan. Rasio biaya pemasaran tahun 2007 adalah biaya pemasaran sebesar Rp. 2.768.452.878,- dibagi dengan total penjualan Rp. 28.377.195.277,- dan targetnya adalah Rp. 3.656.512.253,- dibagi dengan Rp. 36.731.912.000,-. Hasil kinerja tahun 2006 menunjukkan skor akhir rasio biaya pemasaran yang lebih rendah sebesar 3,07 persen dengan hasil pengukuran sebesar 92,13 persen. Hasil yang lebih rendah pada tahun 2006 tersebut karena biaya pemasaran khususnya pada biaya administrasi yang lebih tinggi dan penjualan yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007. Indikator ini menggambarkan efisiensi pemasaran dengan membandingkan biaya pemasaran dengan hasil penjualan. Ship on time index (indeks ketepatan waktu dalam pengiriman) ditetapkan oleh perusahaan sebagai bentuk kualitas layanan kepada customer. Perusahaan mengukur secara subjektif kagagalan pengiriman tidak tepat waktu hanya terjadi karena adanya gangguan alam saat perjalanan pengiriman barang. Kegagalan tersebut hanya terjadi delapan kali dari seratus pengiriman yan terjadi bahkan kurang dari itu. Maka ketepatan waktu dalam pengiriman mendapatkan skor pencapaian sebesar 92 persen. Artinya dari 100 order yang terjadi hanya delapan yang gagal dikirimkan tepat waktu. Faktor penyebab kegagalan tersebut biasanya adalah faktor alam yang tidak dapat diperkirakan dan dihindari seperti bercana alam, longsor, atau cuaca buruk. Perusahaan menetapkan bobot tertinggi pada indikator ini sehingga skor akhir yang diperoleh adalah 15,33 persen tertinggi dari seluruh perspektif balanced scorecard. Hasil ini sama besarnya pada tahun 2006. Indikator hasil lainnya adalah memasarkan dengan harga optimum mendapatkan skor akhir pada tahun 2007 sebesar 4,72 persen. Skor pencapaian
126
pada indikator hasil ini mencapai 94,48 persen, artinya total harga jual rata-rata masih dibawah target. Skor akhir tahun 2006 lebih rendah yakni 4,35 persen dengan harga yang dicapai Rp. 6.777 terhadap target Rp. 7.784 (87,06 persen hasil pengukuran). Tahun 2006 terjadi over supply produk di pasar dunia, sehingga harga menjadi turun. Harga yang didapatkan produk PT Mitra Kerinci masih dibawah harga lelang, karena selama ini perusahaan menjual kepada pembeli seperti perusahaan besar, trader, broker secara free sales. Perusahan memiliki posisi tawar yang rendah dibanding pembelinya. Nilai penjualan ekspor tahun 2007 mendapatkan hasil pengukuran sebesar 24,44 persen sedangkan dalam RKAP perusahaan menargetkan penjualan ekspor mencapai 70 persen dari total penjualan. Tahun 2006 perusahaan mendapatkan skor akhir lebih tinggi sebesar 2,05 dengan nilai penjualan ekspor mencapai 1.229.430 kg (40,98 persen dari target). Perusahaan pada tahun tersebut banyak melakukan penjualan ekspor, namun harga yang didapatkan rendah akibat over supply pasar dunia, sehingga nilai penjualan perusahaan tetap rendah (lebih rendah dibandingkan tahun 2007). Perusahaan lebih banyak melakukan penjualan lokal karena perusahaan belum memiliki jaringan pemasaran internasional, mutu produknya kurang baik dibanding pesaingnya, perusahaan masih mengandalkan broker untuk pembelian produknya, tidak langsung kepada end user.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal Total skor akhir perspektif bisnis internal tahun 2007 adalah 20,72 persen dengan rata-rata hasil pengukuran sebesar 65,16 persen. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai skor akhir 14,88 persen dengan rata-rata hasil pengukuran sama sebesar 65,16 persen. Sasaran strategis perspektif
127
bisnis internal fokus pada proses manajemen operasi saja. Sasaran strategis tersebut adalah meningkatnya produktifitas kebun, meningkatnya kapasitas produksi pabrik, dan terwujudnya cost effectiveness produksi. Ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun untuk tahun 2007 mendapatkan skor akhir sebesar 2,18 persen yaitu lebih rendah 0,34 persen dari skor yang dicapai pada tahun 2006. Indikator ini diukur dari rata-rata indikator pemicu yaitu ketepatan pemupukan, pengendalian gulma, pemetikan pucuk, dan pengendalian hama. Pemupukan yang terlaksana baik dosis dan frekuensi sebesar 68,80 persen. Lahan yang ditumbuhi gulma adalah 230 Ha dari total area perkebunan seluas 1470,16 Ha (15,64 persen pengendalian gulma tidak baik, jadi 84,44 persen tepat pengendalian gulma). Lahan yang terserang hama seluas 690,97 Ha (yaitu 47 persen dari total luasan lahan), artinya hanya 53 persen efektivitas pengendalian hama penyakit dengan chemical clean weed (CCW). Proses pemetikan pucuk dilakukan dengan manual dan mekanisasi, namun hanya 76 persen yang melakukan pemetikan dengan benar. Hal ini disebabkan banyak pemetik manual yang menggunakan arit dan pisau dalam tehnik pemetikannya dan hal ini pula yang menyebabkan pertumbuhan pucuk terhambat. Ketepatan pelaksanaan prosedur di kebun untuk tahun 2006 mendapatkan hasil pengukuran lebih tinggi yaitu sebesar 90,80 persen karena tidak ada serangan hama seperti tahun 2007. Nilai produktivitas kebun mencapai skor akhir yang tertinggi yakni 4,44 persen, indikator ini juga mendapatkan bobot yang tertinggi diantara indikator lain dalam perspektif bisnis internal. Produktivitas kebun sebesar 9,786 kg/Ha dari nilai 12,244 kg/Ha yang ditargetkan oleh perusahan (79,92 persen skor pencapaiannya). Hasil tersebut bila dibandingkan dengan tahun 2006 hanya
128
berbeda lebih rendah 0.02 persen saja dengan hasil pengukuran 80,19 persen (0,27 persen lebih tinggi dari tahun 2007), artinya kinerja perusahaan sama pada kedua tahun tersebut. Rata-rata nilai rendemen pengolahan teh adalah 22,75 persen. Nilai ini 98,91 persen dari nilai yang ditargetkan pada tahun 2007. Indikator hasil tersebut mendapatkan skor 1,55 persen pada pengukuran kinerja. Hasil tersebut tidak berbeda dengan tahun 2006 yakni rata-rata nilai rendemen 22,62 persen (98,35 persen dari nilai yang ditargetkan) dan skor akhir 1.54 persen. Ratio machine utilization merupakan indikator hasil yang mengukur rasio jam kerja mesin yang digunakan dari total jam mesin yang tersedia. Mesin pada pabrik teh hijau rata-rata beroperasi selama 11,62 jam dari total jam tersedia 14 jam. Mesin pada pabrik teh hitam rata-rata beroperasi selama 21,85 jam dari total jam tersedia yaitu 23 jam. Skor akhir ratio machine utilization adalah 2,27 persen. Skor tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan skor yang dihasilkan tahun 2006 sebesar 2,26 persen, karena ada mesin yang tidak dapat beroperasi. Indikator lain dalam sasaran strategis meningkatnya kapasitas pabrik adalah peningkatan mutu teh jadi. Peningkatan mutu teh jadi diukur berdasarkan peningkatan jumlah kilogram teh jadi dengan mutu atau grade terbaik. Mutu atau grade terbaik yang termasuk dalam pengukuran ini adalah grade ekspor antara lain OP 1, F PEKOE, BOP 1, BOP untuk teh hitam dan PS STD 12 BN, PS STD 110, PECOMIX untuk teh hijau. Peningkatan jumlah teh jadi dengan grade tertinggi tahun 2007 sebesar 119.420 kg dari RKAP yang ditentukan sejumlah 227.471 kg, sehingga skor pencapaian sebesar 52,50 persen dan skor akhir sebesar 0,99 persen. Nilai tersebut nila terkecil dari seluruh skor akhir masing-masing
129
indikator. Skor yang didapatkan tahun 2007 lebih rendah bila dibandingkan dengan skor di tahun 2006 yaitu 1,16 persen. Hal tersebut menunjukkan peningkatan mutu teh terbaik lebih berhasil di tahun 2006 dan proporsi penjualan ekspor dengan lokal juga lebih tinggi. Harga pokok produksi teh jadi rata-rata sebelum penekanan biaya dengan perubahan status karyawan tetap menjadi karyawan borongan dan penggunaan bahan bakar cangkang kelapa sawit adalah Rp 11.591,-/kg sedangkan targetnya adalah Rp. 10.606,-/kg. Dengan dilaksanakannya program tersebut, harga pokok produksinya menjadi Rp. 10.587,-/kg, namun belum memenuhi target yang ditetapkan sebesar Rp. 8.660,-/kg. Skor akhir indikator hasil tersebut adalah 2,25 persen. Nilai tersebut jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang dicapai tahun 2006 sebesar 1,00 persen dan hasil pengukurannya sebesar 22,70 persen. Penurunan harga pokok produksi tahun 2006 hanya Rp. 355,-/kg terhadap target yang ditetapkan Rp. 1.564,-/kg, hal ini karena beban biaya bahan bakar solar untuk pengolahan yang terus meningkat. Sampai saat ini harga pokok produksi PT Mitra Kerinci masih jauh diatas harga jual yang didapatkan. Efektivitas bisnis perusahaan dapat diukur dengan perbandingan antara penjualan dan biaya yang dihabiskan untuk produksi teh jadi. Rasio penjualan dan total biaya produksi perusahaan adalah Rp.28.377.195.277,-/Rp. 35.568.828.676,sedangkan target yang ditetapkan yaitu Rp.36.731.912.000,-/Rp. 35.543.818.870,sehingga skor pencapaiannya sebesar 77,20 persen. Skor akhir yang didapatkan perusahaan yakni sebesar 1,95. Biaya tinggi tahun 2007 karena perusahaan memberikan pesangon kepada pekerja dalam program lay off (perubahan status karyawan tetap menjadi karyawan dengan status borongan). Hasil tersebut adalah
130
sama dengan yang dihasilkan tahun 2006 sebesar 1,94 persen. Artinya perusahaan dalam melakukan bisnis tidak efisien dalam mengalokasikan biaya dan tidak efektif dalam meraih nilai penjualannya. Perusahaan dalam mengurangi beban biaya produksi menyiasati dengan mengganti bahan bakar minyak solar dengan bahan bakar dari cangkang kelapa sawit. Indikator yang diukur dalam hal ini adalah penghematan biaya bahan bakar karena menggunakan bahan bakar cangkang kelapa sawit. Cangkang kelapa sawit didatangkan dari beberapa daerah di Sumatra dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Penghematan biaya bahan bakar dihitung dari pengurangan pengeluaran untuk bahan bakar tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2006. Tahun 2006, perusahaan menghabiskan biaya untuk bahan bakar minyak sebesar Rp. 5.034.893.719,-. Perusahaan menargetkan biaya bahan bakar sejumlah Rp. 4.488.285.688,- (penghematan sebesar Rp. 546.608.031,-) namun realisasi biaya sebesar Rp. 4.298.709.221,- (penghematan sebesar Rp. 736.184.498,-), sehingga perusahaan mendapatkan skor pencapaian sebesar 134,68 persen. Skor yang didapatkan indikator hasil ini mencapai 5,09 persen, skor tertinggi pada perspektif bisnis internal. Tidak halnya bila dibandingkan dengan hasil yang dicapai perusahaan tahun 2006 dengan skor akhir adalah nol. Tahun 2006 perusahaan masih menggunakan 100 persen bahan bakar solar yang harganya terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Maka pada tahun 2006 perusahaan masih memiliki beban biaya bahan bakar yang tinggi karena belum melakukan penghematan bahan bakar. Dengan demikian perusahaan telah sedikit demi sedikit berusaha memperbaiki kinerja perusahaannya untuk mencapai cost effectiveness yang selama ini menjadi akar persoalan dalam bisnis perusahaan.
131
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif pembelajaran dan perumbuhan merupakan modal yang tidak terukur intangible. Sasaran strategis yang utama dalam hal ini adalah modal manusia dan modal organisasi. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mendapatkan total skor hasil sebesar 16,20 persen dengan rata-rata hasil pengukuran sebesar 68,48 persen. Nilai tersebut bila dibandingkan dengan yang dicapai tahun 2006 adalah lebih rendah. Skor akhir tahun 2006 yakni 17,99 persen dengan rata-rata hasil pengukuran sebesar 78,72 persen. Indeks kepuasan karyawan dihitung dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Peneliti menyiapkan 94 eksemplar kuesioner (perhitungan rumus slovin) dengan memilih sempel secara acak. Jumlah pekerja yang berhasil mengisi seluruh poin pertanyaan (25 pertanyaan dengan tema kepuasan karyawan) adalah 93 orang saja. Dari hasil perhitungan, kuesioner yang ada, rata-rata pekerja yang menyatakan kepuasan bekerja di perusahaan ini adalah 1692 poin jawaban yang menunjukkan pekerja merasa puas (68 orang merasa puas) dari 2325 total pertanyaan yang terisikan oleh semua karyawan, artinya 72,77 persen saja pekerja yang telah merasa puas selama bekerja di perusahaan. Indikator
hasil yang diukur pada tahun 2006 adalah retensi pekerja
sebelum program lay off dengan hasil pengukuran yaitu 85,71 persen (90,22 persen dari nilai yang ditargetkan) dan skor akhirnya sebesar 2,64 persen. Retensi pekerja setelah program lay off karyawan menunjukkan jumlah karyawan yang masih bertahan setelah program tersebut dilaksanakan. Program lay off merupakan program yang dilaksanakan perusahaan untuk mengurangi beban biaya tenaga kerja yaitu dengan merubah status karyawan tetap menjadi karyawan borongan.
132
Berapa jumlah pucuk yang berhasil dipetik pada hari dikalikan dengan mutu pucuk basah benar petik dikalikan dengan harga per kilogram pucuk berdasarkan mutu petik itu adalah upah yang berhak diterima oleh pekerja. Seluruh afdeling lahan perkebunan terdapat 67 orang mandor yang setiap mandor membawahi 25-30 orang pekerja (1675 orang total pekerja pemetik). Setelah program perubahan status tersebut dilaksanakan, efektif yang hadir setiap hari rata-rata hanya 11 orang saja per mandoran (737 orang total pemetik). Skor pencapaian untuk indikator ini adalah 44 persen. Banyaknya pekerja yang keluar dari pekerjaan setelah perubahan status tersebut disebabkan karena uang pesangon ”tali asih” yang diberikan oleh perusahaan sebesar Rp 13-15 juta per orang sebagai uang kompensasi. Mereka merasa sangat berkecukupan setelah menerima uang tersebut sehingga memilih meninggalkan pekerjaannya. Hal ini berimbas kepada penurunan jumlah produksi teh. Produktivitas pemetik manual dan mekanisasi dengan gunting pemetik di kebun diukur dengan nilai mutu pucuk basah benar petik, hal ini mengukur juga kapabilitas pekerja. Indikator hasil ini mendapatkan skor tertinggi sebesar 5,98 persen dan pembobotan tertinggi diantara indikator hasil lainnya. Rata-rata nilai mutu pucuk basah benar petik meraih sebesar 57,66 persen berdasarkan pengukuran tim analis quality control. Perusahaan menargetkan mutu pucuk basah benar petik sebesar 66 persen, artinya skor pencapaiannya 87,36 persen. Nilai ini bila dibandingkan dengan hasil pengukuran tahun 2006 adalah lebih rendah. Tahun 2006 perusahaan mampu menghasilkan rata-rata mutu pucuk basah benar petik sebesar 62,49 persen (94,68 persen terhadap nilai yang ditargetkan) dengan skor akhir sebesar 2,64. Hal ini karena pekerja melakukan pemetikan sesuai
133
dengan prosedur yang ditetapkan, namun memang hasil pemetikan mesin tidak dapat dihindari. Sasaran strategis berikutnya adalah meningkatnya kapabilitas organisasi yang diukur dengan accountability index dan learning index. Accountability Index merupakan kemampuan perusahaan menerapkan pengetahuan ke dalam pekerjaan, perencanaan yang diaplikasikan. Indikator ini diukur dengan menggunakan bantuan sebuah kuesioner yang diisikan oleh direktur perusahaan. Kuesioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengevaluasi kemampuan perusahaan menerapkan pengetahuan ke dalam pekerjaan dan perencanaan yang berhasil diaplikasikan. Setiap jawaban atas pertanyaan kuesioner mendapatkan skor tertentu kemudian dirata-ratakan, hasilnya sebesar 63,85 persen dari target yang ditentukan sebesar 90 persen. Learning Index adalah kemampuan perusahaan dalam belajar pengetahuan baru, mengembangkan inovasi baru. Indikator ini juga diukur menggunakan bantuan sebuah kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam belajar pengetahuan baru dan mengembangkan inovasi baru yang diisikan oleh direktur perusahaan. Indikator ini perusahaan mendapatkan hasil sebesar 58,50 persen dari target sebesar 90 persen. Skor pencapaian accountability index dan learning index masing-masing adalah 70,94 persen dan 65 persen serta skor akhirnya 1,62 dan 2,97 persen.
Tabel 17. Tabel Skor Kinerja Komparatif PT Mitra Kerinci Perspektif dalam Balanced scorecard Perspektif Keuangan Perspektif Pelanggan Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Total
Skor Akhir Tahun 2006 10,71 24,80 14,88 17,99 68,38
Skor Akhir Tahun 2007 8,96 24,54 20,72 16,20 70,42
134
Tabel 17 menunjukkan skor kinerja masing-masing perspektif Balanced scorecard dengan membandingkan kinerja dua tahun terakhir untuk melihat perkembangan perusahaan. Seperti telah sebelumnya, perusahaan mendapatkan skor kinerja lebih rendah pada tahun 2006. Perubahan yang signifikan terjadi pada perspektif keuangan dan perspektif proses bisnis internal. Skor akhir perspektif pelanggan relatif tetap antara tahun 2007 dengan tahun sebelumnya. Sedangkan skor akhir perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menurun di tahun 2007 akibat dilaksanakannya program lay off karyawan yang berpengaruh pada retensi pekerja dan produktifitas pekerja seperti telah dijelaskan pada halaman 115. Perkembangan yang signifikan terjadi pada perspektif keuangan dengan perspektif proses bisnis internal. Skor akhir perspektif proses bisnis internal pada tahun 2007 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2006. Perusahaan telah memperbaiki kinerja proses bisnis internalnya dengan fokus pada sasaran cost effectiveness produksi. Untuk menekan biaya bahan bakar yang terus meningkat, perusahaan telah menggunakan bahan bakar alternatif dari cangkang kelapa sawit. Perusahaan mampu menurunkan biaya bahan bakar sebesar Rp. 736.184.498 yang awalnya perusahaan menggunakan bahan bakar solar kini menggunakan bahan bakar cangkang kelapa sawit. Perusahaan telah mengkonversi peralatan dan kabin pembakaran untuk dapat mengalirkan panas yang sama tingginya dengan yang dihasilkan bahan bakar solar. Skor perspektif keuangan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara teori, peningkatan kinerja perspektif bisnis internal akan mendorong peningkatan kinerja perspektif utamanya (perspektif keuangan). Hal yang terjadi pada kinerja PT Mitra Kerinci adalah sebaliknya, perspektif
135
bisnis internal mengalami kenaikan namun kinerja keuangannya mengalami penurunan. Hal ini disebabkan perusahaan masih melakukan investasi bidang non tanaman yaitu mengkonversi peralatan dan kabin pembakaran cangkang kelapa sawit, investasi mesin dan perlengkapan pabrik serta inventaris kantor dan alat pertanian yang totalnya Rp. 2.506.912.975 (16,97 persen diatas target yang dianggarkan perusahaan). Selain itu biaya yang dikeluarkan juga meningkat karena pemberian pesangon dan tunjangan dalam program ”tali asih” (lay off karyawan). Hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan penjualan produk sehingga perusahaan mengalami rugi yang terakumulasi dari tahun sebelumnya. Hutang yang tinggi disaat perusahaan masih dalam keadaan rugi memaksa perusahaan harus mendapatkan dana dari hutang lainnya kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia. Total hutang perusahaan kini mencapai ratusan milyar rupiah dengan biaya bunga yang semakin besar menjadi beban perusahaan. Dalam siklus bisnis yang bertumbuh perusahaan memerlukan banyak dana untuk kegiatan investasinya.
7.6. Rekomendasi Alternatif Kegiatan Pencapaian Sasaran Strategis Hasil pengukuran kinerja PT Mitra Kerinci dengan metode balanced scorecard menunjukkan kinerja masing-masing perspektif yang kurang baik dengan total skor akhir sebesar 70,42 persendan 68,38 pada tahun 2006. Nilai rata-rata hasil pengukuran balanced scorecard adalah 70 persen pada tahun 2007 dan 68 persen pada tahun 2006. Penilaian kinerja pada penelitian ini telah diuraikan ke dalam empat perspektif secara komprehensif dan koheren. Beberapa hasil pengukuran menunjukkan nilai dibawah skor kinerja perusahaan, namun ada beberapa indikator yang hasil pengukurannya di atas skor kinerja perusahaan. Hal
136
ini mengarahkan perusahaan melakukan tindakan korektif terhadap strategi perusahaan untuk memperbaiki kinerja perusahaan terutama dalam jangka panjang. Perusahaan dapat menggunakan peta strategi balanced scorecard untuk mempermudah penyusunannya (Gambar 7). Beberapa alternatif srtategis dapat dijadikan bahan pertimbangan dan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk memperbaiki kinerja perusahaan serta merencanakan masa depan perusahaan dalam jangka panjang, tidak lagi fokus pada rencana jangka pendek. Perusahaan memiliki wewenang penuh untuk menerapkan atau tidak inisiatif strategis tersebut, namun sangat baik bila pihak manajemen mampu dikomunikasikan rancangan balanced scorecard sampai level bawah serta memotivasi setiap porsenil perusahaan untuk memperbaiki kinerja perusahaan (Tabel 18). Rekomendasi berupa kegiatan-kegiatan kongkret yang dapat mewujudkan sasaran strategis untuk indikator-indikator yang hasil pengukurannya kurang dari skor kinerja perusahaan, sehingga perusahaan dapat melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerjanya.
a. Perspektif Keuangan Pengukuran kenerja dengan standar BUMN dan metode balanced scorecard menunjukkan perusahaan dalam keadaaan kurang sehat. Hasil pengukuran indikator kuncinya rata-rata 50 persen dibawah nialai yang telah ditargetkan perusahaan. Seperti ROI, rasio lancar, dan total assets turnover. Hasil pengukuran ROI tahun 2006 dan 2007 masing-masing adalah 30,41 persen
dan
35,09
persen
menggambarkan
perusahaan
belum
mampu
menggasilkan laba sebagai pengembalian ats investasinya. Hal ini disebabkan karena kerugian yang semakin meningkat karena biaya operasional yang tinggi
137
dan nilai investasi yang besar. Perusahaan harus menekan biaya operasional perusahaan dan pengeluaran lainnya seperti biaya administrasi dan umum dengan urutan prioritas atau kepentingannya, mengingat perusahaan masih dalam tahap tumbuh sehingga masih banyak investasi yang dilakukan. Indikator rasio lancar perusahaan menunjukkan hasil pengukuran yang rendah yaitu 49,98 persen tahun 2006 dan 33,15 persen di tahun 2007. Aset lancar milik perusahan belum mampu memenuhi kewajiban lancarnya, karena hutang perusahan yang sangat besar. Pelunasan hutang sesuai kemampuannya dapat dijadikan alternatif rekomendasi strategi kepada perusahaan. Pelunasan hutang sesuai jatuh temponya dapat menghindari akumulasi beban bunga. Hal ini mampu mengurangi beban hutang perusahaan, namun harus diimbangi dengan peningkatan aset melalui collection period dan perputaran persediaan yang tinggi. Perputaran aset perusahaan (total assets turnover) mendapatkan hasil pengukuran yang tinggi diatas 70 persen. Perusahaan telah berhasil mendekati nilai tergetnya, namun nilai realisasi perputaran aset total adalah di bawah satu (Tabel 15 dan 16). Hal ini menunjukkan perusahaan belum menghasilkan volume bisnis yang sesuai dengan ukuran investasi aktivanya. Perusahaan dapat mengurangi piutang yang tidak lancar dengan kontrak pembelian tunai dan meningkatkan perputaran persediaan agar penjualan meningkat. Pertumbuhan penjualan perusahaan relatif rendah dengan rata-rata pertumbuhan pertahun 18 persen. Hal ini disebabkan karena tidak ada promosi dalam penjualan produknya sehingga produk lambat dikenal oleh konsumen, harga jual produk yang rendah, sistem pemasaran belum terstruktur, dan hasil produksi yang berfluktuatif . Perusahaan harus mengantisipasi hal tersebut dengan
138
meningkatkan perputaran persediaan, meminimalkan peran pihak ketiga dalam jalur pemasaran, menjaga hubungan baik dengan pelanggan agar penjualan dapat stabil dan terus meningkat. Menjaga hubungan pelanggan dengan melakukan pelayanan paska transaksi.
b. Perspektif Pelanggan Penilaian kinerja perspektif pelanggan mendapatkan skor tertinggi dibandingkan perspektif-perspektif lainnya. Sasaran strategis meningkatkan pelayanan kepada pelanggan sudah baik. Artinya customer relationship management sudah berjalan dengan baik. perusahaan harus mempertahankan dan meningkatkan hal tersebut. Hasil pengukuran indikator memasarkan harga optimum mendapatkan nilai mendekati target. Perusahaan memperoleh harga jual rata-rata di bawah target yang ditentukan, karena over supply, posisi tawar perusahaan rendah, mutu dibawah standar. Pembeli dapat keluar dan masuk dalam sistem pemasaran tanpa dapat dikendalikan perusahaan. biasanya perusahaan dalam penualan produknya melalui peran pihak ketiga seperti broker. Alternatif strategi perbaikan antara lain memperbaiki sistem pemasaran dengan meminimalkan peran broker, dan memperbaiki mutu teh jadi dengan penerapan standar operasi pelaksanaan pengolahan nasional. Nilai penjualan ekspor pada tahun 2006 lebih tinggi namun harga yang didapatkan rendah akibat over supply pasar dunia. Sedangkan pada tahun 2007 nilainya menurun jauh dari target yang ditetapkan dalam RKAP. Hal ini karena perusahaan belum memiliki jaringan pemasaran internasional yang kuat. Tindakan korektif yang dapat dilakukan antara lain memperluas jaringan pemasaran
139
internasional dengan bantuan media internet sehingga perusahaan tidak lagi mengandalkan penjualannya melalui eksportir dalam negeri (trader). Selain menerapkan alternatif-alternatif rekomendasi kegiatan untuk mencapai sasaran strategis, perusahaan diharapkan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya yang sudah baik seperti rasio biaya pemasaran dan ship on time index. Pada tabel 18 untuk indikator rasio biaya pemasaran mengalami kenaikan karena biaya administrasi yang meningkat, namun hal itu dalam batas yang wajar karena menghasilkan kinerja rasio antara biaya pemasaran dengan total penjualan menunjukkan kinerja yang baik (efisien).
c. Perspektif Proses Bisnis Internal Peningkatan produktifitas kebun akan lebih berhasil jika perusahaan memberikan prioritas alokasi dana dan memanajemen persediaan bahan-bahan keperluan kebun seperti pupuk, insektisida, dan herbisida agar pelaksanaan prosedur di kebun berjalan tepat waktu dan frekuensi minimum terpenuhi. Walaupun indikator pelaksanaan prosedur di kebun mendapatkan hasil pengukuran diatas skor kinerja, namun terdapat kendala terbesar pada pengadaan bahan-bahan kebutuhan tanaman karena keterbatasan dana dan langkanya pupuk. Indikator ratio machine utilization sangat dipengaruhi oleh input pucuk basah yang masuk ke pabrik dan kondisi mesin. Hasil pengukuran sudah mendekati target namun perusahaaan harus menjaga kondisi tersebut dengan segera melakukan perbaikan terhadap mesin-mesin yang tidak dapat beroperasi (rusak) agar proses pengolahan berjalan lancar. Peningkatan mutu teh jadi mengalami penurunan kinerja, karena pucuk yang masuk ke pabrik lebih banyak golongan petik kasar yaitu pucuk pekoe+4
140
dan lebih ikut terpetik sehingga stalk, serat, gulma ikut terolah. Seharusnya teh jadi dengan mutu baik adalah dihasilkan dari pucuk yang masih muda dan ketas (kandungan serat tidak banyak). Tindakan korektif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyortiran langsung paska pemetikan dan menjaga sanitasi pengolahan. Pekerja dilarang merokok saat berada di lingkungan pabrik saat pengolahan agar teh yang dihasilkan tidak beraroma smooky. Selain itu, meningkatkan quality control dengan memperbaiki dan meningkatkan standar mutu produk. Perusahaan menargetkan perurunan harga pokok produksi sepuluh persen setiap tahunnya. Tahun 2006 perusahaan hanya mempu menurunkan harga pokok produksi sebesar 22,70 persen karena biaya bahan bakar solar dan biaya tenaga kerja tetap yang tinggi. Namun tahun 2007 penurunan harga pokok produksi (HPP) mencapai 51,12 persen dari targetnya, hal tersebut dapat terjadi karena pihak manajemen telah menggunakan bahan bakar dari cangkang kelapa sawit. Akan tetapi biaya tenaga masih tinggi karena perusahaan melaksanakan program ”tali asih” (lay off karyawan), yaitu program perubahan status karyawan tetap menjadi karyawan dengan status kontrak kerja waktu tertentu (borongan) dengan memberikan pesangon untuk perubahan status tersebut. Perusahaan dapat memenuhi target penurunan harga pokok produksi pada masa yang akan datang dengan mensubtitusi seluruh bahan bakar solar untuk pengolahan dengan bahan bakar dari alam seperti cangkang kelapa sawit dan kayu dari tanaman sela di kebun. Rasio biaya penjualan dan biaya mendapatkan hasil 77 persen yaitu nilai yang diatas skor kinerja perusahaan. Hasil pengukuran tersebut cukup baik dan
141
mendekati target perusahaan, namun realisasinya nilai penjualan lebih kecil dari pada total biaya (rasio penjualan dan biaya di bawah satu) dan artinya proses bisnis perusahaan tidak efisien. Perusahaan harus melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja dengan menekan biaya tetap, biaya bunga, biaya tunjangan dan biaya dinas. Dengan demikian perusahaan dapat mengurangi pengeluaran perusahaan. Biaya bahan bakar diukur dengan penghematan biaya bahan bakar karena menggunakan bahan bakar alternatif untuk mewujudkan cost effectiveness. Tahun 2006 perusahaan masih menggunakan bahan bakar solar untuk seluruh kegiatan produksi. Dengan demikian perusahaan masih bergantung kepada bahan bakar fosil yang harganya terus melambung. Tahun 2007 perusahaan telah menggunakan bahan bakar alternatif dari cangkang kelapa sawit sehingga mampu menurunkan biaya untuk bahan bakar sebesar 134,68 persen. Maka perusahaan harus mempertahankan keadaan tersebut dengan mengganti seluruh bahan bahar keperluan pengolahan di pabrik dengan bahan bakar alternatif seperti cangkang kelapa sawit dan mendatangkan bahanbaku cangkang dari dalam pulau Sumatra agar dapat mengefisienkan biaya transportasi. Tindakan korektif pada indikator-indikator yang hasil pengukurannya di bawah skor total perusahaan akan memebantu mencapai sasaran strategis pada perspektif bisnis internal dan dapat membangun nilai nilai tambah. Perusahaan harus mempertahankan keadaan yang hasil pengukurannya sudah baik atau lebih meningkatkan kembali kinerjanya seperti rata-rata rendemen teh jadi. Pada tahun berikutnya diharapkan perusahaan dapat menerapkan proses manajemen palayanan kepada customer, proses iovasi dan proses manajemen sosial.
142
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Indeks kepuasan pekerja mendapatkan hasil pengukuran diatas skor kinerja perusahaan sebesar 72,77 persen. Nilai tersebut telah mendekati angka terget perusahaan, kendalanya adalah keluhan pekerja akibat kekurangan fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di pabrik dan di kebun seperti sapu, keranjang mesingunting, dan lain-lain sehingga pekerjaan mereka sedikit terhambat. Oleh sebab itu perusahaan sebaiknya melengkapi fasilitas dalam bekerja untuk kelancaran dan keselamatan dalam bekerja. Retensi pekerja tahun 2006 diukur dengan retensi pekerja sebelum program. Retensi pekerja tahun 2006 diukur dengan retensi pekerja sebelum program lay off dengan hasil pengukuran mencapai 90,22 persen. Sedangkan tahun 2007 adalah retensi pekerja setelah lay off dengan hasil pengukuran sebesar 46,32 persen karena banyak pekerja keluar setelah mendapatkan pesangon. Perusahaan harus segera merekrut pekerja yang berpotensi dari daerah sekitar kebun jangan sampai terjadi kekosongan pekerja sehingga produksi kebun menurun. Produktifitas pemetik di kebun diukur dengan mutu hasil petikannya. Setelah program lay off pekerja berorientasi pada jumlah petikan tidak lagi kepada mutu pucuk yang dipetik, dan mereka juga menggunakan alat natu pisau untuk pemetik manual agar hasil lebih banyak dan cepat. Selain itu kurangnya pengawasan dan motivasi mandor/asisten kepada pekerja dalam mengawasi pemetikan. Maka perlu meningkatkan peran mandor dan asisten kebun dalam mengawasi dan memotivasi pekerjanya agar hasil petikannya bagus dan produktifitasnya meningkat.
143
Accountability index dan learning index perusahaan statis karena perusahaan belum memiki kemampuan menerapkan pengetahuan ke dalam pekerjaannya dan belum mampu belajar pengetahuan baru untuk diterapkan dalam pekerjaan. Faktor penyebabnya adalah terdapat rencana yang tidak berhasil diaplikasikan dan keputusan lambat akibat sistem manajemen yang kurang sinergis, serta tidak ada pelatihan dan kurangnya inovasi. Rekomendasi strategi kepada perusahaan antara lain perusahaan membentuk tim/divisi perencanaan dan pengembangan, melakukan evaluasi secara berkesinambungan, memberikan kesempatan pelatihan kepada karyawan, melakukan inovasi diberbagai bidang, memperbarui pengetahuan sesuai perkembangan zaman melalui media internet yang cepat dan luas perkembangannya. Berdasarkan pembahasan tersebut, perusahaan dapat mempertimbangkan kegiatan-kegiatan prioritas yang dapat menunjang tercapainya sasaran strategis dan lebih mengarah pada perspektif keuangan agar kinerjanya lebih baik seperti: 1.
Meningkatkan perputaran persediaan, meminimalkan peran pihak ketiga dalam jalur pemasaran, menjaga hubungan baik dengan pelanggan
2.
Memperluas jaringan pemasaran internasional dengan bantuan media internet.
3.
Meningkatkan perputaran persediaan dan
pelunasan hutang sesuai batas
tempo untuk menekan beban bunga dan sesuai kemampuan perusahaan. 4.
Menekan biaya operasional perusahaan dan pengeluaran lainnya dengan urutan prioritas kepentingan.
5.
.
Merekrut pekerja potensial dari lingkungan terdekat agar tidak terjadi kekosongan pekerja.
144
6.
Menurunkan harga pokok dengan terus menggunakan bahan bakar yang dapat diperbarui seperti cangkang kelapa sawit dan kayu tanaman pelindung.
7.
Memperbaiki dan meningkatkan mutu dan kualitas produk agar mendapatkan harga yang tinggi dengan melakukan penyortiran langsung di lapang untuk mendapatkan hasil petikan halus (gulma, stalk, batang tidak lagi ikut terolah).
8.
Memberikan kesempatan pelatihan kepada karyawan, melakukan inovasi diberbagai bidang, memperbarui pengetahuan sesuai perkembangan zaman.
9.
Membentuk tim/divisi perencanaan dan pengembangan, melakukan evaluasi secara berkesinambungan.
10. Melengkapi fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di kebun dan di pabrik. 11. Menekan biaya tetap, biaya bunga, biaya tunjangan, biaya dinas. 12. Mengurangi piutang jatuh tempo dengan kontrak pembelian tunai, meningkatkan perputaran persediaan. 13. Prioritas alokasi dana dan manajemen persediaan bahan-bahan keperluan kebun. 14. Mengoptimalkan kerja karyawan, penjadwalan secara tertib dalam kegiatan di kebun, melengkapi fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di kebun dan di pabrik. 15. Meningkatkan peran mandor dan asisten kebun dalam mengawasi dan memotivasi pekerjanya.
145
Tabel 18. Rangkuman Alternatif Kegiatan Pencapaian Sasaran Strategis PT Mitra Kerinci dengan Balanced Scorecard SASARAN STARETGIS F1: Pengembalian kepada Shareholder F2: Optimalnya Pemanfaatan Aset
F3: Kenaikan Arus Kas dari Operasi C1: Peningkatan Pelayanan kepada Customer C2: Terwujudnya Produk yang Unggul di Pasar I1: Meningkatnya Produktivitas Kebun
I2: Meningkatnya Kapasitas Produksi Pabrik
I3: Terwujudnya Cost Effectiveness Produksi L1: Meningkatnya Komitmen Karyawan L2: Meningkatnya Kapabilitas Karyawan L3: Meningkatnya Kapabilitas Organisasi
LAG INDICATOR
HASIL 2006 (%)
SKOR 2006 (%)
HASIL 2007 (%)
SKOR 2007 (%)
PRIORITY
FAKTOR PENYEBAB
ALTERNATIF KEGIATAN PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS
F1a: ROI
30,41
2,28
35,09
2,63
4
Kerugian meningkat 10,76 persen Biaya operasi tinggi
Menekan biaya tetap perusahaan dan pengeluaran lain nya dengan urutan prioritas kepentingan Meningkatkan perputaran persediaan , Pelunasan hutang sesuai batas tempo untuk menekan beban bunga sesuai kemampuan perusahaan Mengurangi piutang jatuh tempo dengan kontrak pembelian tunai, meningkatkan perputaran persediaan Meningkatkan perputaran persediaan, meminimalkan peran pihak ketiga dalam jalur pemasaran, menjaga hubungan baik dengan pelanggan
F2a: Rasio Lancar
49,98
2,67
33,15
1,78
3
F2b: Total Assets Turnover
80,43
3,23
77,25
3,10
12
Hutang perusahaan sangat besar Hasil tinggi namun penjualan
F3a: Pertumbuhan Penjualan Tahunan
44,98
2,53
25,78
1,45
1
Tidak ada promosi, harga rendah, Sistem pemasaran belum terstruktur
C1a: Rasio Biaya Pemasaran
92,13
3,07
98,09
3,27
19
Biaya administrasi meningkat
Perusahaan mempertahankan dan memperbaiki kinerja
C1b: Ship On Time Index C2a: Memasarkan dengan Harga Optimum
92,00
15,33
92,00
15,33
17
87,06
4,35
94,48
4,72
18
Hanya halangan alam Over supply, posisi tawar perusahaan rendah, mutu dibawah standar
C2b: Nilai Penjualan Ekspor I1a: Ketepatan Pelaksanaan Prosedur di Kebun
40,98
2,05
24,44
1,22
2
90,80
2,52
78,33
2,18
13
Perusahaan mempertahankan dan memperbaiki kinerja Memperbaiki sistem pemasaran, Meminimalkan peran broker, memperbaiki mutu teh jadi, Memperluas jaringan pemasaran internasional dengan bantuan media internet Prioritas alokasi dana dan manajemen persediaan bahanbahan keperluan kebun Mengoptimalkan kerja karyawan, penjadwalan secara tertib dalam kegiatan di kebun
Kurangnya jaringan internasional Keterlambatan pengadaan bahan pupuk, insektisida, herbisida Serangan hama, rotasi petik terlambat, tenaga kerja berkurang
I1b: Nilai Produktivitas Kebun
80,19
4,46
79,92
4,44
14
I2a: Rata-rata Rendemen Teh
98,35
1,54
98,91
1,55
20
Pengeringan optimum
Perusahaan mempertahankan dan memperbaiki kinerja
I2b: Ratio Machine Utilization
90,19
2,26
90,46
2,27
16
Perbaikan mesin-mesin dan perawatan secara intensif Melakukan penyortiran langsung paska pemetikan, menjaga sanitasi pengolahan, meningkatkan quality control
I2c: Peningkatan Mutu Teh Jadi
61,93
1,16
52,50
0,99
7
Terdapat mesin yang tidak beroperasi Pucuk yang masuk adalah petik kasar, Stalk, serat, gulma ikut terolah
I3a: HPP Teh Jadi
22,70
1,00
51,12
2,25
6
Biaya bahan bakar dan pesangon
I3b: Rasio Penjualan dan Biaya
77,15
1,94
77,20
1,95
11
Biaya produksi jauh lebih tinggi
Mensubtitusi bahan bakar solar dengan cangkang sawit Menekan biaya tetap, biaya bunga, biaya tunjangan, biaya dinas
I3c: Biaya Bahan bakar
0,00
0,00
134,68
5,09
21
L1a: Index Kepuasan Pekerja L1b: Retensi Pekerja setelah Program Lay Off
72,77
4,27
72,77
4,27
10
Bahan bakar dari cangkang sawit Keluhan atas kekurangan fasilitas dalam bekerja
Mendatangkan bahan baku cangkang dari pulau sumatra Melengkapi fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di kebun dan di pabrik
90,22
2,64
46,32
1,36
5
L2a: Produktifitas Pemetik di Kebun
Merekrut pekerja potensial dari lingkungan terdekat Meningkatkan peran mandor dan asisten kebun dalam mengawasi dan memotivasi pekerjanya ,
94,68
6,49
87,36
5,98
15
L3a: Accountability Index
70,94
1,62
70,94
1,62
9
Pekerja keluar setelah mendapat pesangon Pekerja berorientasi pada jumlah petikan, kurang pengawasan dan motivasi mandor/asisten kepada pekerja Terdapat rencana yang tidak berhasil diaplikasikan, keputusan lambat
L3b: Learning Index
65,00
2,97
65,00
2,97
8
Tidak ada pelatihan, kurang inovasi
TOTAL SKOR PT MITRA KERINCI
68,38
Membentuk tim/divisi perencanaan dan pengembangan, melakukan evaluasi secara berkesinambungan Memberikan kesempatan pelatihan kepada karyawan , melakukan inovasi diberbagai bidang, memperbarui pengetahuan sesuai perkembangan zaman
70,42
129
146
147
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan 1. Penilaian kinerja PT Mitra Kerinci selama ini berdasarkan standar penilaian kinerja BUMN yang fokus pada aspek keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan sistem pengukuran kinerja secara konvensional yang mengutamakan pengukuran kinerja dalam jangka pendek saja sehingga perkembangan perusahaan seperti statis. 2. Analisis kinerja perusahaan dengan metode balanced scorecard lebih komprehensif dan koheren dalam empat perspektif, yaitu keuangan, proses bisnis internal, pelanggan, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Analisis ini dapat merencanakan laba jangka panjang perusahaan dengan mulai menetapkan sasaran strategis untuk membentuk intangible assets perusahaan. a. Indikator kunci sukses perusahan merupakan indikator penunjang sasaran strategis yang akan dicapai perusahaan. Indikator hasil yang digunakan pada ipenelitian ini total berjumlah 21 indikator dari seluruh perspektif. Kondisi perusahaan dalm siklus bisnis bertumbuh, fokus bagaimana menghasilkan laba dan mencapai cost effectiveness. Indikator kunci sukses yang ditetapkan dalam koridor visi misi perusahaan memiliki unsur subjektivitas sesuai perkembangan perusahaan. b. Peta strategis merupakan hubungan sebab akibat antara masing-masing sasaran strategis dan indikator pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, perspektif bisnis internal, perspektif pelanggan yang seluruhnya mengarah kepada terwujudnya perspektif utama yaitu keuangan.
148
Sasaran strategis modal manusia (komitmen karyawan dan kapabilitas pemetik) dan modal organisasi sebagai fondasi perusahaan dalam mencapai bisnis internal yang sampai sekarang masih fokus pada proses manajemen operasi yang mengarah pada peningkatan pelayanan kepada customer dan terwujudnya produk unggul di pasar untuk meningkatkan arus kas operasi dan terpenuhinya pengembalian terhadap shareholder. Peta Strategis sangat penting dibuat oleh pihak manajemen untuk membantu perusahaan mengarahkan jalannya. c. Kinerja perusahaan dengan skor di bawah 80 yang berarti kinerja yang tidak baik. Perspektif keuangan mengalami penurunan ketika perusahaan berusaha memperbaiki kinerja bisnis internalnya, karena perusahaan masih melakasanakan investasi dan biaya yang besar karena pesangon karyawan dan hutang yang tinggi. Perusahaan harus melakukan tindakan korektif terhadap strategi bisnisnya untuk memperbaiki kinerja perusahaan. d. Kegagalan perusahaan dalam menjalankan bisnis dan manajemen strategis karena perusahaan masih menerapkan konsep manajemen konvensional (tradisional) yang menerapkan perencanaan jangka pendek dengan berpedoman pada rencana dan laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan menggunakan
metode
balanced
scorecard,
perusahaan
belum
memaksimalkan seluruh potensi internal dan eksternal perusahaan. Maka perusahaan harus melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja keuangan perusahaan di masa depan (profite motive) dengan menekan biaya-biaya yang di keluarkan dan mengoptimalkan kinerja karyawan.
149
8.2. Saran 1. Perusahaan melakukan pengukuran kinerja yang berfokus kepada kinerja keuangan. Hal tersebut tidak cukup untuk menggambarkan kinerja perusahaan secara komprehensif, koheren dan seimbang. Maka sebaiknya perusahaan menerapakan sistem pengukuran kinerja dan perumusan strategis dengan menggunakan metode balanced scorecard selain menyusun laporan kinerja berdasarkan standar BUMN. Metode ini memiliki kelebihan pengukuran kinerja yang komprehensif, koheren, terukur dan seimbang, walaupun terdapat kelemahan yaitu unsur subjektivitas yang tinggi oleh dewan direksi dan tim perumus balanced scorecard dalam penyusunannya. 2. Perusahaan disarankan dapat mengkomunikasikan hasil rumusan balanced scorecard kepada seluruh level manajemen agar tujuan perusahaan dapat dipahami oleh seluruh elemen. Tingginya unsur subjektivitas dalam penyusunan balanced scorecard dapat mengakibatkan pengukuran yang berbeda dari satu periode dengan periode lainnya karena penetapan sasaran strategis dan indikator kunci yang berbeda berdasarkan perkembangan perusahaan. Maka perlu adanya ketajaman berpikir dalam merumuskan strategi, tujuan dan target yang ingin dicapai. a. Perusahaan sebaiknya menetapkan sasaran strategis dan indikator kunci sukses yang digunakan perusahaan berbeda setiap periodenya berdasarkan perkembangan perusahaan, namun tidak keluar dari rumusan visi dan misi perusahaan. Perusahaan disarankan membentuk modal informasi seperti software yang memudahkan dokumentasi dan pengambilan keputusan dan melakukan proses inovasi dalam membangun nilai tambah perusahaan.
150
b. Sebaiknya perusahaan selalu menggunakan peta strategi dalam setiap perencanaan bisnisnya. Peta strategis berisi hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis dan juga indikatornya dan tidak boleh keluar dari definisi visi dan misi perusahaan. Peta strategis akan berguna bagi perusahaan dalam menuntun kegiatan bisnisnya agar tidak berjalan secara terpisahpisah. c. Evaluasi kinerja perusahaan dengan kategori kinerja yang tidak baik menuntut perusahaan harus segera melakukan tindakan korektif terhadap strategi yang selama ini dilaksanakan. Beberapa indikator menunjukkan hasil pengukuran di bawah total skor akhir kinerja seperti ROI, rasi lancar, total asset turnover, pertumbuhan penjualan, nilai penjualan ekspor, peningkatan mutu teh jadi, harga pokok produksi teh jadi, learning index adalah indikator-indikator yang harus segera ada tindakan konkret perbaikan. Perusahaan harus melakukan evaluasi secara berkesinambungan agar kegagalan dapat diantisipasi lebih awal. d. Perusahaan dapat menerapkan alternatif kegiatan dengan urutan prioritas kegiatan terpenting. Sebaiknya perusahaan memiliki tim perencanaan dan evaluasi internal untuk mengawasi bisnisnya. Perusahaan harus dapat mengidentifikasi lingkungan internal dan ekternal dalam setiap kegiatan bisnisnya agar dapat memprediksi lingkungan bisnisnya. Penelitian selanjutnya dapat melihat perkembangan perusahaan setelah menerapkan konsep balanced scorecard dalam kerangka bisnisnya. Rekomendasi alternatif kegiatan bertujuan agar sasaran strategus dapat terwujud dan perusahaan perlahan dapat memperbaiki kinerja perusahaan dengan urutan
151
prioritas sebagai berikut: (1) Meningkatkan perputaran persediaan, meminimalkan peran pihak ketiga dalam jalur pemasaran, menjaga hubungan baik dengan pelanggan; (2) Memperluas jaringan pemasaran internasional dengan bantuan media internet; (3) Meningkatkan perputaran persediaan dan
pelunasan hutang sesuai batas tempo untuk menekan
beban bunga dan sesuai kemampuan perusahaan; (4) Menekan biaya operasional perusahaan dan pengeluaran lainnya dengan urutan prioritas kepentingan; (5) Merekrut pekerja potensial dari lingkungan terdekat agar tidak terjadi kekosongan pekerja; (6) Menurunkan harga pokok dengan terus menggunakan bahan bakar yang dapat diperbarui; (7) Memperbaiki dan meningkatkan mutu dan kualitas produk agar mendapatkan harga yang tinggi dengan melakukan penyortiran langsung di lapang; (8) Memberikan kesempatan pelatihan kepada karyawan, melakukan inovasi diberbagai bidang, memperbarui pengetahuan sesuai perkembangan zaman; (9) Membentuk tim/divisi perencanaan dan pengembangan, melakukan evaluasi secara berkesinambungan; (10) Melengkapi fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di kebun dan di pabrik; (11) Menekan biaya tetap, biaya bunga, biaya tunjangan, biaya dinas; (12) Mengurangi piutang jatuh tempo, meningkatkan perputaran persediaan; (13) Prioritas alokasi dana dan
manajemen
persediaan
bahan-bahan
keperluan
kebun;
(14)
Mengoptimalkan kerja karyawan, penjadwalan secara tertib dalam kegiatan di kebun, melengkapi fasilitas dalam bekerja seperti peralatan di kebun dan di pabrik; (15) Meningkatkan peran mandor dan asisten kebun dalam mengawasi dan memotivasi pekerjanya.
152
DAFTAR PUSTAKA
Angel, James F, Roger D. Backwel dan Paul W Miniard. 1999. Edisi keenam. Perilaku Konsumen. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Arfiyani, Astrid. 2006. Skripsi: Persiapan Penerapan Balanced scorecard sebagai Bentuk Pengembangan Sistem Manajemen PT Wana Sawit Subur Lestari. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB Arysanti, Anggoro Budi. 2007. Skripsi: Pengukuran Kinerja Strategic Bussiness Unit Perberasan PT Pertani (Persero) dengan Konsep Balanced Skorecard. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. David, Fred R. 2006. Manajemen Strategis. Edisi 10. Salemba Empat. Jakarta. Direktorat Perkebunan 2005. Hasil Pencarian Berdasarkan Komoditi. Departemen Pertanian. www.deptan.go.id. [14 Maret 2008] Dirgantoro, Crown. 2001. Manajemen strategik. Konsep, Kasus dan Implementasi. Gramedia. Jakarta. Ghani, Mohammad A. 2002. Dasar-dasar Budidaya Teh. Penebar Swadaya. Jakarta. Gaspersz, Vincent. 2003. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi: Balanced scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta. Kapplan, Robert S. dan David P. Norton. 2000. Balanced scorecard: Menerapakan Strategi Menjadi Aksi. Erlangga. Jakarta. Kinear dan Taylor. 1996. Marketing Research: An Applied Approach. Edisi Keempat. Mc Graw-Hill. USA. Mardiansyah, Mohammad Yougi. 2006. Skripsi: Analisis Kinerja BUMN Perkebunan Kelapa Sawit dengan Menerapkan Konsep Balanced scorecard: Studi Kasus PT Perkebunan Nusantara V, Pekanbaru Riau. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Mulyadi. 2001. Balanced scorecard: Alat Manajemen Kontemporer Melipatgandakan Kinerja Keuangan Perusahaan. Salemba. Jakarta.
untuk
Mulyadi. 2005. Sistem Mnanajemen Strategik Berbasis Balanced scorecard. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Prawirosentono, Suyadi. 2002. Pengantar Bisnis Modern. Bumi Aksara. Jakarta. Syahputra, Rizky. 2006. Skripsi: Analisis Kenerja PT Sang Hyang Seri Pusat Jakarta Melalui Pendekatan Balanced Scorecard. Program Studi Manajemen Agribisnis. IPB.