EVALUASI KETAHANAN KLON HARAPAN UBIKAYU (Manihot esculanta Cranz.)TERHADAP PENYAKIT LAYU DAN BUSUK UMBI Mudji Rahayu1) Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak Km 8, Kabupaten Malang 65101 email :
[email protected] 1
Abstract In cultivation of cassava (Manihot esculanta Cranz.) several disease symptoms including wilt and tuber rot caused by a fungus Fusarium sp. is a contstraint reducing the quantity and quality of tuber production. The use of disease-resistant clones is an efficient and practical means for disease control. The trials were conducted in greenhouse and laboratory of ILETRI (Indomesian Legumes and Tuber Crops Research Institute) at Malang. Seven cassava clones were evaluated for disease resistantce. In greenhose, the cassava staks were planted in sterile soil in plactic bags (volume of 56kg). Before plnting, the plant materials were inoculated by dipping methods for 30 minutes in Fusarium spores suspension (at concentration 106 spores/ml). In laboratory, the fresh cassava roots were sliced then inoculated by slices inoculation method. A result of greenhouse trial is the wilt symptom firstly observed in 30 till 41 days after planting. Among seven clones tested, five clones were categorized resistant CMM 02048-6, Adira-4, MLG 10311, OMM9908-4, and Malang-1. In laboratory trial, two clones including MLG 10311 and CMM 02048-6 were categorized tolerant, and a high resistant clone is Malang-1. The resistant clones must be tested in field under different ecological areas especially in endemic areas for natural resistance confirmation Keywords: root rot, disease resistant, cassava 1. PENDAHULUAN
dalamnya Fusarium spp. Penyakit busuk perakaran dan mulai diperhatikan sejak muncul serangan di areal agribisnis ubikayu di Lampung Timur pada tahun 2002, terutama di daerah Sribawono dan Merapi dengan pola tanam monokultur. Berikutnya pada tahun 2007, serangan semakin meluas pada wilayah Lampung Tengah dan Lampung Timur yang hampir mencapai 4-5% luas areal ubi kayu monokultur. Gejala penyakit sangat khas yaitu pada daun bagian atas dan bagian bawah tetap hijau, tetapi daun bagian tengah mulai rontok dan mati, tanaman tumbuh kerdil, tidak ada umbi pada akar, serta tumbuh perakaran kedua yang tidak berumbi. Pada hamparan populasi ubi kayu, pertumbuhan tanaman tidak merata sehingga mirip fenomena hamparan yang bergelombang. Menurut Hasyim (2008) bahwa kerusakan ubikayu di Lampung tersebut selain disebabkan faktor
Penyakit pada tanaman ubikayu (Manihot esculanta Cranz.) dengan gejala kerusakan warna daun yaitu daun menjadi kekuningan, tanaman layu, dan gugur daun prematur. Penyebabnya karena infeksi mikroorganisme di bagian organ tanaman di bawah tanah yaitu perakaran dan umbi. Penyebab busuk umbi dan perakaran ubikayu terutama terdiri kompleks mikroorganisme yang hidup di dalam tanah dan juga perakaran. Jamur merupakan patogen utama, seperti Phytopthora drechsleri, Pythium spp., Fusarium solani, dan Armillaria mellea (Makambila 1994); Sclerotium rolfsii (IITA 1990); Fusarium oxysporum, Botriodiplodia theobromae, Rhizopus spp., Fusarium solani, dan Macrophomina phaseolina (Okigbo et al. 2009). Suciatmih (2006) pada penelitiannya menemukan 36 jenis jamur tanah dari areal ubikayu, termasuk di 10
11 PRIMORDIA VOLUME 13, NOMOR 1, APRIL 2017
patologis, juga disebabkan faktor agronomis yaitu sistem tanam monokultur, tidak ada waktu bera, tanah kelembabannya tinggi, dan sistem drainase drainase buruk. Penanaman klon tahan penyakit merupakan cara pengendalian yang efisien dan praktis untuk ubikayu. Pada perakitan varietas unggul, karakter penting seperti ketahanan terhadap cekaman biotik meliputi hama dan penyakit perlu dimasukkan selain karakter agronomis seperti produksi tinggi. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi ketahanan klon harapan ubikayu terhadap penyakit tular tanah seperti Fusarium sp. dan informasi ketahanan klon diharapkan berguna sebagai salah satu komponen pengendalian penyakit 2. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium Balitkabi Malang, Jawa Timur pada musim tanam 2014. Penelitian di rumah kaca bertujuan untuk mengevaluasi respon ketahanan tanaman ubikayu, sedangkan di laboratorium untuk mengetahui respon ketahanan umbi segar terhadap serangan jamur tular tanah Fusarium sp Penelitian di Rumah Kaca Bahan penelitian terdiri dari tujuh klon, disiapkan berupa stek sepanjang 25 cm, dan ditanam di polybag yang diisi tanah steril. Setiap polybag ditanam satu stek, dan setiap klon ditanam sebanyak 10 stek sebagai ulangan (n = 10). Pada penelitian ini tidak digunakan rancangan percobaan. Inokulum Fusarium sp. berupa kultur murni hasil isolasi dari ubikayu Mukibat asal daerah Banyuwangi. Inokulum Fusarium sp. pada media PDA (potato dextrose agar) dilarutkan dalam 10ml air ditambah satu tetes Tween 20, dikocok di atas vortex. Larutan mengandung spora tersebut diencerkan secara bertingkat hingga didapatkan kerapatan spora sekitar 106 spora/ml. Larutan spora tersebut.digunakan
untuk merendam seluruh stek yang akan ditanam, perendaman dilakukan selama satu jam. Tanaman dijaga kelembabannya dengan cara disiram secara intensif. Pada umur enam bulan hingga panen seluruh perlakuan diletakkan dalam genangan air (dalam bak plastik) sedalam 5 cm dari dasar bak dimaksudkan untuk memicu gejala penyakit busuk umbi. Pengamatan dilakukan terhadap tunas yang tumbuh, dan tunas layu pada setiap stek. Tunas layu merupakan indikator serangan Fusarium. Pada saat panen umbi, dimaati gejala busuk pada umbi dengan memberi nilai skor sebagai berikut : skor 0 = tidak ada gejala busuk dan umbi secara fisik tetap kering, skor 1 = busuk 1 – 25%, skor 2 = busuk 25 – 50%, dan skor 3 = busuk meliputi > 50% areal umbi (Onyeka et al. 2005). Penelitian di Laboratorium Bahan penelitian yang utama adalah umbi segar hasil panen dari lapangan di KP Muneng-Probolinggo. Kultur murni jamur Fusarium sp, untuk bahan inokulasi pada umbi disiapkan dengan konsentrasi spora seperti pada penelitian di rumah kaca. Inokulasi dilakukan pada irisan umbi menggunakan metode slices inoculation (inokulasi irisan umbi) dari Onyeka et al. (2005). Umbi dari setiap klon yang diuji terlebih dahulu dicuci untuk membersihkan tanah, selanjutnya umbi diiris melintang dengan ketebalan irisan sekitar 1,5 cm. Setiap irisan umbi di satu sisi permukannya dikorek hingga terbentuk dua lubang kecil dan dangkal berdiameter 5 mm dengan kedalaman 5 mm, sebagai tempat inokulum penyakit. Selanjutnya umbi berlubang tersebut didesinfestasi dengan cara dicelupkan dalam larutan NaOCl 0,05%, lalu dibilas dengan air suling steril, ditiriskan, selanjutnya ditata dalam cawan Petri steril. Inokulum dipipet sebanyak 0,1 ml dan diteteskan pada irisan umbi tepat di bagian lubang-lubangnya, selanjutnya umbi diinkubasi hingga muncul gejala penyakitnya.
Muji Rahayu.Evaluasi Ketahanan Klon Harapan Ubi Kayu.... 12
Pengamatan meliputi gejala visual adanya kolonisasi jamur dan perubahan fisik umbi yang diamati mulai dua hari setelah inokulasi. Perubahan fisik diamati dengan cara mengiris tipis bagian permukaan umbi tepat di titik inokulasi untuk mengetahui adanya pembusukan atau fermentasi umbi. Saat pengamatan adalah sekitar 7 – 10 hari setelah inokulasi. Gejala busuk umbi dibedakan dalam beberapa nilai skor berdasarkan proporsi umbi busuk sebagai berikut : skor 0 = tidak ada gejala busuk dan umbi secara fisik tetap kering, skor 1 = busuk 1 – 25%, skor 2 = busuk 25 – 50%, dan skor 3 = busuk meliputi > 50% areal umbi dan terjadi kolonisasi jamur pada irisan umbi. Nilai skor selanjutnya digunakan untuk menghitung intensitas penyakit busuk Fusarium, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : IP = Σ (ni x vi) x 100% NxV Keterangan : IP adalah intensitas penyakit (%), pada setiap nilai skor, vi adalah nilai skor, N adalah jumlah total sampel irisan umbi, V adalah nilai skor tertinggi. Ketahanan klon dikelompokkan dalam lima kategori berdasarkan nilai intensitas penyakit (IP) sebagai berikut: kategori toleran bila IP = 0 - 25%, agak toleran dengan IP = 26 – 50%, rentan dengan IP = 51 – 75%, sangat rentan dengan IP = 76 – 100 %. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa seluruh klon yang diuji mampu bertunas dengan baik dengan jumlah tunas berkisar 1 – 3 tunas/stek (Tabel 1). Masa inkubasi penyakit atau awal munculnya gejala penyakit layu terjadi pada umur 30 hingga 41 hari. Tunas muda berwarna lebih pucat, dengan daun pucuk menguning (klorosis) lunglai dan mudah gugur. Pada perkembangan tunas lebih lanjut, warna batang tidak normal yaitu menguning atau
hijau pucat, daun-daun gugur dan akhirnya batang mengering dan mati. Terdapat dua klon yaitu UJ 5, dan UJ 3 yang menampilkan gejala layu lebih awal dengan masa inkubasi sekitar 30 hari. Selanjutnya pada umur 1 - 4 bulan, tunas yang layu mengering dan mati. Diantara 7 klon yang diuji terdapat dua klon dengan kejadian penyakit layu relatif tinggi berkisar 30 - 55% (Tabel 1). Jumlah umbi dipanen rata-rata hampir sama berkisar 2 – 4 umbi/ tanaman, dengan jumlah umbi busuk 1 – 2 umbi/tanaman (Tabel 2). Jamur Fusarium sp. isolat Mukibat pada penelitian terdahulu, mampu menginfeksi lima klon ubikayu dengan gejala serangan berupa lesio (layu) pada tunas, ujung tunas pucat berwarna kecoklatan, dan akhirnya mati (Noerwijati dan Rahayu, 2004) Tabel 1. Masa inkubasi dan kejadian penyakit layu Fusarium sp. pada ubikayu di Rumah kaca No
Klon
Jumlah tunas (batang/ stek)
Masa Inkubasi (hst)
CMM 02048-6 2 2. UJ 5 3 3. UJ 3 2 4. Adira 4 2 5. MLG 10311 2 6. OMM 9908-4 3 7. Malang 1 2 Keterangan : Penyakit diamati pada (hari setelah tanam).
Kejadian layu (%)
1.
0 30 31 0
0 35 55 0
0
0
0 0 0 0 umur 43 hst
Penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa serangan Fusarium sp. pada ubikayu menyebabkan kerusakan pada tunas dan umbi. Adanya gejala umbi busuk pada penelitian di rumah kaca ternyata tidak berkaitan dengan adanya gejala tunas layu, karena pada tanaman sehat juga ditemukan gejala umbi busuk. Adanya inokulum patogen di dalam tanah didukung dengan kelembaban tanah yang tinggi, nampaknya menjadi faktor pemicu terjadinya gejala umbi
13 PRIMORDIA VOLUME 13, NOMOR 1, APRIL 2017
busuk. Serangan Fusarium sp. dapat terbawa bersama umbi hingga ke tempat penyimpanan dan hal ini sangat merugikan karena menjadi penyakit pasca panen sehingga merusak kualitas umbi. Dinyatakan oleh Bandyopadhyay et al. (2006) bahwa serangan Fusarium sp. pada umbi ubikayu, terjadi sejak umur 6 bulan hingga 12 bulan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa jamur tular tanah tersebut menimbulkan merusakan umbi hingga 30%.
fisik, pada umbi dengan gejala kolonisasi jamur akan diikuti gejala pelunakan jaringan sehingga umbi berair dan berbau asam (fermentasi), ini terjadi pada klon dengan kategori sangat rentan. Tabel 3. Intensitas penyakit busuk Fusarium sp. pada umbi diinokulasi dengan metode slices inoculation No.
Tabel 2. Bobot dan jumlah umbi, serta skor penyakit busuk umbi pada ubikayu di Rumah kaca No Klon
Bobot Umbi (g/tan)
Total Umbi
Umbi Busuk
(buah/ tananam) (buah/tanaman)
1. CMM 02048-6
126
3
1
2. UJ 5
72
3
2
3. UJ 3
160
3
1
4. Adira 4
86
4
2
5. MLG 10311
84
2
1
6. OMM 9908-4
187
4
0
7. Malang 1
98
4
2
Penggunaan metode uji inokulasi pada irisan umbi (slices inoculation test) diketahui bahwa Fusarium sp. mampu menyebabkan penyakit busuk pada umbi yang diuji. Kerusakan yang ditimbulkan berupa perubahan warna umbi dan terlihat pertumbuhan jamur pada permukaan irisan umbi. Gejala kerusakan dimulai pada titik inokulasi kemudian menjalar ke sekitarnya. Pada klon yang terserang parah, dengan indikasi terdapat kolonisasi jamur di permukaan irisan umbi yaitu nampak tumbuh struktur miselia dan spora jamur berwarna putih agak kemerahan. Gejala tersebut terjadi pada UJ-5. Pada Malang-1, walaupun di titik inokulasi terjadi kerusakan jaringan tetapi tidak muncul gejala busuk umbi sehingga umbi tetap kering. Pada dua klon yaitu UJ-3 dan UJ-5, penyakit busuk umbi mencapai intensitas tertinggi 100% sehingga dikategorikan sangat rentan. (Tabel 3). Klon Malang 1 menunjukkan respon sangat tahan, tanpa gejala busuk umbi. Klon MLG 10311 dengan intensitas penyakit layu cukup tinggi 33 – 44%, termasuk kategori toleran. Secara
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Klon ubikayu UJ-3 UJ-5 Adira 4 OMM 9908-4 CMM 02048-6 MLG 10311 Malang 1
Intensitas (%) 100 100 56 66
Kategori Sangat rentan Sangat rentan Rentan Rentan
44
Toleran
33
Toleran
0
Sangat tahan
Menurut Okigbo et al. (2009) terdapat dua jenis Fusarium yang menyebabkan penyakit busuk perakaran dan umbi pada ubikayu, masing-masing adalah Fusarium oxysporum dan Fusarium solani. Jamur tular tanah seperti Fusarium sp. memiliki beragam jenis tanaman inang meliputi tanaman serealia, aneka kacang, dan sayuran. Bandyopadhyay et al. (2006) menyatakan bahwa Fusarium adalah patogen utama penyebab kerusakan umbi ubikayu dengan tingkat kerusakan mencapai 30%. Serangan penyakit terjadi sejak awal pembentukan umbi hingga masak panen pada umur 6 hingga 12 bulan.. Di lapangan, stek ubikayu yang terkontaminasi jamur patogen dapat menjadi media penyebaran patogen ke areal yang lebih luas. Jamur juga dapat terbawa bersama umbi hingga ke tempat penyimpanan sehingga berpotensi menjadi penyakit pasca panen. Mekanisme ketahanan tanaman ubikayu terhadap penyakit layu Fusarium belum diketahui dengan pasti. Menurut Mahfud et al. (1997) bahwa ketahanan tanaman melon terhadap infeksi Fusarium berkaitan dengan ketebalan lapisan epidermis
Muji Rahayu.Evaluasi Ketahanan Klon Harapan Ubi Kayu.... 14
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di rumah kaca, klon yang berindikasi tahan penyakit layu Fusarium adalah CMM 02048-6, Adira4, MLG 10311, OMM 9908-4, dan Malang-1 Untuk hasil penelitian di laboratorium, klon yang berindikasi sangat tahan adalah Malang1 klon yang toleran adalah MLG 10311 dan CMM 02048-6. Klon dengan respon tahan perlu diuji lebih lanjut di berbagai agroekologi terutama di lahan endemik untuk konfirmasi ketahanan alamiahnya. 5. REFERENSI
Bandyopadhyay R, Mwangi M, Aigbe SO, Leslie JF. 2006. Fusarium species from the cassava root rot complex in West Africa. Phytopathology, 96:673-676. Hasyim, H, 2008. Ancaman bakteri atau jamur busuk akar pada ubi kayu Lampung.www.unila.ac.id/berita/be ruta-depan/ancaman-bakteri-ataujamur-busuk-akar-pada-ubi-kayulampung-html. Diakses 18-6-08. IITA. 1990. Cassava in tropical Africa: A reference manual. International Institute of Tropical Agriculture. Ibadan, Nigeria. 176pp. Mahfud, MC., S. Purnomo, Handoko, B. Tegopati, dan M. Sugiyarto. 1997. Perbedaan ketahanan diantara varietas melon terhadap penyakit
layu Fusarium. J. Hortikultura 7(1):561-565. Makambila, C. 1994. The fungal diseases of cassava in the Republic of Congo, central Africa. African Crop Science Journal 2 (4):511-517. Noerwijati, K. dan M. Rahayu. 2004. Ketahanan klon harapan ubikayu pada fase vegetatif terhadap penyakit layu yang disebabkan oleh Fusarium spp. hlm :284-291. Dalam : L. Soesanto (Penyunting). Prosiding simposium nasional I tentang Fusarium. Unsoed. Purwokerto. Okigbo, R.N., Putheti, R.R., and Achusi, C.T. 2009. Post harvest deterioration on cassava and its control using extract of Azadirachta indica and Aframomum melegueta. E-J. Chem. 6:1274-1280. Available at Yahoo. 16 November 2009. Onyeka, TJ, Dixon AGO, and Ekpo EJA. 2005. Assessment of laboratory methods for evaluating cassava genotypes for resistance to root rot disease. Mycopathologia. Vol. 159 (3):561-467. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme d/15883733 Suciatmih. 2006. Mikroflora tanah tanaman pisang dan ubikayu pada lahan gambut dan tanah aluvial di Bengkulu. Biodiversitas. Vol. 7. No. 4. hlm:303-306.