581
Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani)
EVALUASI KERAGAAN PERSILANGAN UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) DARI BEBERAPA SUMBER POPULASI Ikhsan Khasani, Imron, Romy Suprapto, dan Yogi Himawan Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Jl. Raya Sukamandi No. 2, Subang 41256 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Keragaan pertumbuhan yang optimum akan muncul bila genotip (strain) yang dipelihara sesuai dengan lingkungannya. Perbedaan asal induk udang galah diduga berpengaruh terhadap performa anakan yang dihasilkan. Tujuan penelitian adalah meningkatkan keragaman genetik dan peluang mendapatkan kandidat udang galah unggul. Evaluasi performa populasi udang galah yang telah didomestikasi di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi, yaitu GIMacro, Barito, Musi, Asahan, Ciasem, beserta persilangannya. Serangkaian kegiatan, meliputi pemijahan, pembenihan, pendederan, dan pembesaran udang galah dilakukan secara terkontrol dengan padat tebar optimal. Berdasarkan keragaan pertumbuhan harian selama pembesaran uji, yang meliputi pertambahan panjang dan bobot, populasi udang galah hasil persilangan betina GIMacro dengan jantan Musi (GM) nampak paling menonjol, dikuti populasi Barito-Musi (BM) dan GIMacro Asahan (GA). Nilai heterosis tertinggi dihasilkan dari persilangan Asahan-GIMacro, diikuti GIMacro-Asahan dan Barito-Musi, yaitu berturut-turut sebesar 76%, 58%, dan 40%.
KATA KUNCI:
genetik, heterosis, persilangan, pertumbuhan, udang galah
LATAR BELAKANG Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) merupakan spesies asli Indonesia dan menjadi salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya air tawar Indonesia (Budiman, 2004), serta telah dikembangkan di banyak negara di Benua Asia, Afrika, dan Amerika (Ahmad, 1989; New, 2002; Mather & de Bruyn, 2003; Wowor & Ng, 2007). Minat masyarakat untuk membudidayakan udang galah cukup tinggi, ditandai dengan perkembangan kawasan budidaya udang galah di beberapa daerah, seperti Ciamis, Jogjakarta, dan Bali, serta intensitas pesanan benih dari beberapa daerah di luar Jawa, seperti Kalimantan, Riau, dan Sulawesi yang cukup tinggi. Namun demikian, permasalahan mutu benih semakin terasa, dengan indikasi pertumbuhan udang lambat dan matang gonad udang dengan umur muda dalam ukuran kecil. Permasalah tersebut dapat dijawab dengan serangkaian riset domestikasi udang galah dari alam dan seleksi, sebagaimana yang telah dilakukan di Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, dengan tujuan untuk memperbaiki karakter pertumbuhan udang galah. Pertumbuhan merupakan karakter fenotipik yang penting secara komersial. Ekspresi karakter ini dikendalikan oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi antara keduanya. Interaksi genotiplingkungan umumnya akan sangat signifikan pada kondisi sistem budidaya yang beragam (Tave, 1996). Oleh karena itu, program perbaikan genetik idealnya dapat menghasilkan strain-strain yang dapat beradaptasi pada sistem budidaya yang beragam. Mengingat masih begitu banyak sumber keragaman genetik udang galah di Indonesia, maka potensi pembentukan varietas baru udang galah yang memiliki keunggulan spesifik masih terbuka lebar. Pemanfaatan sumber genetik baru diharapkan dapat meningkatkan keunggulan komparatif udang galah seperti pada tingkat pertumbuhan, resistensi terhadap penyakit, toleransi terhadap lingkungan marginal, dan sebagainya. Potensi udang galah yang ada di Indonesia perlu digali. Pada Tahun 2006, LRPTBPAT Sukamandi telah melakukan kegiatan koleksi, domestikasi, dan karakterisasi pada keturunan pertama (F-1) udang galah yang diambil dari Sungai Barito di Kalimantan Selatan. Karakterisasi dilakukan terhadap karakter reproduksi, larva, dan yuwana. Pada Tahun 2007, kegiatan yang dilakukan adalah karakterisasi pada keturunan kedua (F-2) udang galah asal Sungai Barito. Performa udang galah Barito, baik F-1 maupun F-2 akan dibandingkan dengan udang galah GIMacro. Penambahan koleksi dan karakterisasi udang
582
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
galah juga telah dilakukan pada tahun 2007 dan 2008 dalam rangka lebih meningkatkan keragaman genetik udang galah, melalui koleksi udang galah asal Sungai Asahan, Medan; asal Sungai Musi, Palembang; dan asal Sungai Ciasem, Jawa Barat bagian utara. Karakter pertumbuhan udang galah 5 galur murni, GIMacro, Asahan, Musi, Barito, dan Ciasem, pada tahun 2008 memberikan gambaran bahwa tidak nampak keunggulan salah satu populasi terhadap populasi lainnya. Berdasarkan capaian tersebut, maka telah dilakukan penelititan kawin silang (cross breeding) beberapa populasi udang galah dengan tujuan mengetahui keragaan pertumbuhan beberapa populasi udang galah koleksi dan persilangannya, sehingga diketahui persilangan yang prospektif meningkatkan pertumbuhan udang galah. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di hatcheri dan perkolaman Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi Kabupaten Subang, Jawa Barat. Diagram alir yang menggambarkan pola pikir dan prosedur ringkas penelitian pada disajikan pada Gambar 1. Deskripsi rinci populasi yang digunakan diuraikan sebagai berikut: Sumber Populasi Penelitian menggunakan lima populasi, terdiri atas populasi alam yang baru dikoleksi dari Musi (Sumatera Selatan), F-1 Asahan (Sumatera Utara), F-3 Barito (Kalimantan), F-1 Ciasem (Jawa Barat bagian utara) serta satu populasi hasil seleksi (GIMacro). Deskripsi rinci karakter morfologis dari kelima koleksi tersebut seperti pada Imron et al. (2007). Produksi Populasi Uji Populasi udang galah diberi tag (penanda) yang dapat membedakan satu individu dengan individu lainnya. Populasi yang akan digunakan adalah lima populasi uji yang terdiri dari keturunan tetua murni dari masing-masing populasi (Tabel 1). 5 founder GIMacro
Barito
Asahan
Musi
Ciasem
Pemijahan 1 J : 2 B
Pure line and cross
Pembenihan (100 ekor/L) Pendederan 1, 1 bulan (3-5 cm) Pendederan 2, 2 bulan (> 6 g) Pembesaran 20 hari (siap tag > 6 g)
Tagging dan pencatatan individu ber-tag Pemeliharaan dalam kolam (30 hari) Panen dan analisis data
Informasi/parameter genetik
Produk biologis/calon induk
Gambar 1. Diagram alir pola pikir dan prosedur ringkas penelitian
583
Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani) Tabel 1. Skema pola perkawinan untuk memghasilkan populasi uji pada lima strain udang galah A = Asahan, B = Barito, C = Ciasem, G = GIMacro, M = Musi Strain betina A B C G M
Strain jantan A
B
C
G
M
AA BA CA GA MA
AB BB CB GB MB
AC BC CC GC MC
AG BG CG GG MG
AM BM CM GM MM
Induk jantan dan betina dari masing-masing populasi dikawinkan untuk mendapatkan keturunan yang akan dievaluasi keragaan pertumbuhannya. Sejumlah pasang induk dari setiap populasi dikawinkan untuk menghasilkan turunan yang diuji keragaan pertumbuhannya. Perkawinan dilakukan di dalam bak-bak beton yang diisi air sumur dalam. Bak-bak tersebut disekat dengan waring sehingga setiap pasang induk menempati area seluas 1 m2. Rasio jantan dan betina dalam bak perkawinan adalah 1:2. Pakan yang diberikan selama pemijahan adalah pakan udang dengan kandungan protein 30% dikombinasikan dengan cumi cincang dengan jumlah pemberian 5% bobot, diberikan pada pagi dan sore. Pembersihan sisa pakan dilakukan setiap sore untuk mempertahankan kualitas air. Induk betina yang telah memijah dan mengerami telur berwarna kecoklatan dipindahkan ke corong penetasan sampai larva menetas. Larva yang diperoleh disterilkan dengan cara perendaman dalam larutan formaldehide 200 mg/L selama 30 detik. Selanjutnya larva dipelihara secara terpisah dalam bak fibre glass berbentuk kerucut volume air 50 L dengan sistem air jernih bersalinitas 10 ppt, dengan kepadatan 100 ekor/L. Kemungkinan ketidakseragaman waktu penetasan terutama antar induk yang berbeda, diantisipasi dengan pemeliharaan larva dengan memperhatikan kelompok umur (cohort). Famili-famili yang menetas dalam rentang waktu 1 minggu dikelompokkan ke dalam satu kelompok umur. Pakan yang digunakan adalah nauplii Artemia sp. dan pakan buatan (egg custard). Setelah mencapai stadia PL-10, PL dideder selama 30 hari untuk memproduksi tokolan 1 (panjang total 2,5–4 cm). Pendederan dilakukan dalam hapa-hapa ukuran 2 m x 2 m x 1 m yang ditempatkan di kolam yang telah dipupuk. Padat tebar yang digunakan adalah 1.000 ekor PL per hapa. Pakan komersial bentuk crumble dengan kadar protein kasar 40%, diberikan sebanyak 20% bobot, dengan 3 kali waktu pemberian. Naungan (shelter) ditempatkan pada tiap hapa untuk menekan angka kanibalisme. Untuk mengamati kondisi udang dan memantau respons pakan ditempatkan anco bermata jaring (mesh size) 1 mm. Selanjutnya, sebanyak 500 tokolan 1 dari masing-masing hapa dipelihara selama 60 hari di waring hitam ukuran 2 m x 2 m x 1 m, dengan mata jaring 5 mm sehingga sirkulasi air lebih baik, dan kepadatan diturunkan agar benih tumbuh optimal. Dikarenakan ukuran udang baru mencapai bobot rata-rata 3,5 g sehingga masih sangat berisiko jika dipasang penanda (tag), maka tokolan 2 yang diperoleh dipelihara selama 20 hari di kolam tembok ukuran 50 m2. Setelah mencapai ukuran minimal 8 g/ekor, tokolan di-tag. Tag yang digunakan adalah jenis floy tag di mana setiap tag memiliki nomor unik yang dapat membedakan satu individu dengan individu lainnya. Pada saat tagging, data setiap individu yang meliputi bobot, panjang total, panjang standar, dan kelompok umur dicatat. Pemeliharaan Calon Induk Udang di dalam Lingkungan Uji Setelah mencapai ukuran yang cukup besar (> 10 g), sekitar 100 individu dari setiap famili diberi tag untuk selanjutnya dipelihara secara komunal di kolam. Sedangkan sebagian calon induk lainnnya (tidak di-tag) dipelihara secara terpisah antar famili. Sistem pembesaran yang digunakan adalah sistem semi intensif dengan padat tebar 10 ekor/m2, dan pemberian pakan pelet komersial (protein 28%-30%) sebanyak 3%-5% biomassa udang per hari. Untuk menjamin ketersediaan oksigen terlarut dilakukan aerasi kolam dengan blower. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap 2 minggu dengan mengambil sekitar 10%-30% dari populasi dan mengukur bobot dan panjang badan. Pada akhir
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
584
pemeliharaan, populasi dipanen secara total dan data pertumbuhan dari setiap individu yang di-tag dicatat. Analisis Data Data pertumbuhan udang dianalisis secara deskriptif. Nilai heterosis, perbandingan pertumbuhan rata-rata udang hasil persilangan dibandingkan pertumbuhan rata-rata udang tetuanya (parental line) atau rata-rata tetua terbaik (the best parental line) (Gjedrem, 2005), dihitung berdasarkan Warwick et al. (1995);
%H =
di mana: %H (AA + BB) (AB + BA)
= = =
PSilangan (AB) - PTetua (AA + BB) PTetua (AA + BB)
Koefisien heterosis Keragaan pertumbuhan tetua Keragaan pertumbuhan silangan (progeny)
HASIL DAN BAHASAN Sesuai dengan periode pemeliharaan yang dilakukan, hasil dan bahasan dipaparkan dalam beberapa segmen, yaitu pemijahan dan pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pemijahan dan Pembenihan Jumlah Induk udang galah yang telah dipijahkan sebanyak 325 ekor betina dengan 131 ekor jantan dalam variasi ukuran 20-50 g udang betina dan 25–80 g udang jantan, dengan komposisi sebagai berikut: GIMacro: 89 Betina, 34 Jantan; Asahan: 50 Betina, 20 Jantan; Musi/Palembang: 60 betina, 26 Jantan; Barito/Kalimantan: 87 betina, 20 Jantan, dan Ciasem/Jawa Barat : 39 betina, 31 Jantan. Namun demikian, jumlah induk betina yang terbuahi sangat sedikit, hanya 31 ekor dengan tingkat kematian sangat tinggi, khususnya pada induk jantan. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain waktu domestikasi yang belum cukup khususnya udang galah asal Sungai Musi, Palembang, adanya perbedaan waktu siap memijah antara induk jantan dan betina, dan kanibalisme udang yang sehat terhadap udang yang sedang ganti kulit. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Beaumont & Hoare (2002) dalam Ali (2006) yang menjelaskan bahwa induk betina dari beberepa spesies udang tidak dapat diinduksi secara normal untuk ovulasi pada waktu yang dikehendaki, apabila teknik stripping sperma belum dikuasai dengan baik. Hal tersebut berakibat pada musim tertentu spermatopora yang dikeluarkan induk jantan hanya menempel pada bagian cephalothorax udang betina, dan hanya memacu terjadinya ganti kulit sebelum pemijahan (premating moulting), sehingga crossbreeding pada spesies tersebut sulit dikontrol. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pada beberapa krustase, seperti lobster tawar, terdapat perbedaan interval waktu kawin antara udang betina dengan udang jantan, sehingga udang galah jantan hanya menyimpan spermatofora hingga mereka berovulasi. Konsekuensinya adalah, pengaturan waktu untuk kegiatan crossbreeding menjadi sulit. Pada pemijahan normal, bukan dalam konteks program pemuliaan, pemijahan udang galah sebaiknya dilakukan secara komunal di kolam dengan mencampurkan beberapa induk jantan dengan betina, dengan proporai 2-3 jantan untuk 10 ekor betina. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh D’Abramo et al. (1995) bahwa penempatan induk udang galah dalam bak pemijahan dilakukan dengan rasio 10 betina untuk 2-3 jantan, dan untuk setiap jantan capit biru (Blue Claw, BC) harus ditempatkan 3-4 jantan capit oranye (Orange Claw, OC). Dijelaskan pula bahwa dari struktur populasi udang jantan, jantan tipe BC dan OC ukuran kecil diketahui lebih berperan aktif dalam reproduksi dan memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi ketika membuahi. Fenomena lain yang perlu diketahui adalah bahwa pada umur tertentu kapasitas reproduksi jantan BC sangat berkurang, dan baru akan aktif kembali setelah mengalami ganti kulit. Dimungkinkan kondisi tersebut yang merupakan salah satu faktor
585
Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani)
penghambat keberhasilan program perbaikan pemuliaan udang galah, baik melalui mekanisme seleksi maupun kawin silang (cross breeding dan hibridisasi). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pengembangan teknik kawin buatan pada udang galah harus dilakukan. Jumlah larva yang diperoleh dari beberapa pasangan induk sangat sedikit, kurang dari 5.000 ekor, padahal pada kondisi optimal jumlah fekunditas udang galah sekitar 1.000 butir telur/g bobot induk betina (D’Abramo et al., 1995), sehingga seharusnya minimal diperoleh 10.000 ekor larva untuk induk betina ukuran lebih dari 25 g. Sintasan larva yang rendah selain diakibatkan oleh kadar amonia dan nitrit yang relatif tinggi, juga juga dimungkinkan karena adanya ketidakpaduan gene antar induk yang dipijahkan. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Mather & Bruyn (2003), bahwa pemijahan antara udang galah dengan asal geografis yang terpisah lebar menyebabkan sintasan larva rendah. Faktor lain yang diduga berperan dalam capaian sintasan yang rendah adalah bahwa beberapa induk yang digunakan baru dikoleksi dari perairan umum sehingga larva yang diperoleh relatif lama untuk bermetamorfosis menjadi PL sehingga risiko kanibalisme dan kematian tinggi. Hasil penelitian Ahmad (1992) menjelaskan bahwa dalam pembenihan, larva dari indukan alam memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai PL dibandingkan larva dari induk budidaya, dan dengan sintasan yang juga lebih rendah. Pada periode pembenihan, larva hasil persilangan induk betina Barito dengan jantan Ciasem memiliki performa terbaik dengan capaian sintasan tertinggi, yaitu 57%-73%. Pendederan Pasca larva (PL), dengan panjang total rata-rata 9–11 mm dan bobot rata-rata 0,05 g, yang dipelihara selama 30 hari di dalam hapa pendederan mengalami pertumbuhan cukup baik, dengan panjang standar rata-rata di atas 20 mm, bobot rata-rata minimal 0,13 g. Data tokolan 1 dari populasi udang yang didapat ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Keragaan udang galah selama 30 hari pendederan 1 Populasi AG AA BB BC BG BM CC GA GB GC GM MG
Panjang (mm) Total
Standar
4,03±0,42 3,67±0,34 3,89±0,46 2,99±0,21 3,46±0,24 3,7±0,41 3,39±0,41 3,76±0,58 3,74±0,55 3,82±0,74 3,15±0,4 3,49±0,5
2,47±0,41 2,21±0,40 2,39±0,24 2,36±0,32 2,37±0,19 2,30±0,41 2,58±0,38 2,29±0,37 2,24±33 2,30±0,42 2,42±0,32 2,49±0,49
Bobot (g)
Sintasan (%)
0,53±0,10 0,34±0,19 0,44±0,12 0,20±0,16 0,28±0,13 0,40±0,10 0,25±0,9 0,41±0,18 0,42±0,17 0,46±0,25 0,24±0,11 0,29±0,15
79,14 91,5 91,0 82,33 82,0 64,0 51,0 76,0 75,0 80,0 78,0 81,0
Pertumbuhan benih udang galah dari beberapa hasil persilangan selama pendederan pertama sangat beragam, dengan kecenderungan pertumbuhan terbaik diperoleh pada populasi hasil persilangan antara betina Asahan dengan jantan GIMacro (AG), dengan capaian bobot rata-rata 0,527 g dan sintasan 79,1%, diikuti persilangan GIMacro-Ciasem (GC), dengan capaian bobot rata-rata 0,46±0,25 g dan sintasan 80%; serta Barito-Barito (BB) dengan bobot rata-rata 0,44±0,12 g dan sintasan 91%. Secara umum pertumbuhan dan sintasan benih udang dalam pendederan pertama cukup tinggi. Sedangkan keragaan pertumbuhan benih tokolan 1 udang galah selama 60 hari pendederan 2 ditampilkan pada Tabel 3. Data pertumbuhan dan sintasan udang galah pada Tabel 3. memberi gambaran bahwa pertumbuhan udang galah di dalam waring tergolong lambat, sehingga bobot rata-rata yang dicapai
586
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 3. Keragaan udang galah selama 30 hari pendederan 2 Populasi AG AA BB BC BG BM CC GA GB GC GM MG
Panjang (mm) Total
Standar
7,51 7,99 7,36 7,31 7,85 7,25 7,64 6,75 10,38 10,04 6,36 5,85
4,3 4,31 4,49 4,49 4,7 4,27 4,6 4,6 5,09 5,09 4,06 4,18
Bobot (g)
Sintasan (%)
3,73 4,65 3,72 3,43 6,05 3,37 4,1 3,86 5,59 5,47 2,8 1,2
66,71 63 76 77,67 54,5 69,5 60 52 67 72 58 88
pada sebagian besar populasi masih sangat kecil, kurang dari 5 g. Hal tersebut dikarenakan udang galah bersifat bentik dan suka memakan organisme bentos di dasar kolam, sehingga dengan habitat yang sempit tersebut kompetisi ruang dan pakan alami sangat ketat. Capaian bobot udang yang nampak lebih besar pada populasi pasangan induk Barito-GIMacro diperkirakan lebih disebabkan karena sintasan yang rendah, sehingga kompetisi ruang dan pakan dalam habitat tersebut lebih ringan. Secara visual, pertumbuhan dan sintasan terbaik dicapai oleh populasi anakan induk GB (GIMacro-Barito) dan BC (GIMacro-Ciasem). Pembesaran Pada pengujian calon induk dari 24 famili yang dihasilkan secara komunal diperoleh keragaan pertumbuhan terbaik pada populasi persilangan antara betina GIMacro dengan jantan Musi (GM) dengan pertambahan panjang harian (ΔPS) sebesar 0,31 mm, pertambahan bobot harian (ΔBt) 0,25 g dan sintasan (SR) mencapai 60%; diikuti persilangan Barito-Musi (BM) dengan ΔPS 0,42 mm, Δ Bt 0,21 g, dan SR 43,5; dan persilangan GIMacro-Asahan (GA) dengan Δ PS 0,27 mm, Δ Bt 0,20 g, dan SR 50%. Keragaan pertumbuhan populasi induk masing-masing populasi yang dihasilkan ditampilkan pada Tabel 4. Secara genetik, persilangan akan menaikkan heterozigositas, sehingga berpotensi menaikkan keragaman genetik (Hardjosubroto, 1994). Oleh karena itu, dari kegiatan persilangan diharapkan diperoleh penggabungan dua atau lebih sifat unggul dari dua jenis atau varietas berbeda, yang berpeluang menghasilkan galur atau varietas dengan keunggulan spesifik, atau dengan kata lain nilai heterosis yang dihasilkan tinggi. Nilai heterosis atas persilangan beberapa populasi udang galah pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2, yaitu heterosis sebagian (parsial), yaitu membandingkan keragaan anakan hasil persilangan dengan keragaan salah satu tetuanya, karena tidak dihasilkan turunan pada salah satu tetua lainnya, dan heterosis utuh (complete), yaitu membandingkan keragaan hasil persilangan dengan keragaan rata-rata kedua tetuanya. Nilai heterosis parsial karakter pertumbuhan harian persilangan AsahanGIMacro, dan GIMacro-Asahan relatif tinggi, yaitu 76% dan 58%. Nilai heterosis yang tinggi tersebut diharapkan dapat andil dalam merakit varietas udang galah unggul, dengan ketentuan ada gen keunggulan spesifik pada populasi udang galah asal Asahan, seperti ketahanan terhadap lingkungan marginal. Nlai heterosis persilangan Barito-Musi juga cukup tinggi, yaitu sebesar 40%. Hadi et al. (2005) menyatakan bahwa pada lingkungan uji dengan salinitas 0‰, nilai heterosis pada persilangan Barito-Musi sebesar 18.22%; GIMacro-Musi sebesar 2,27%; dan Musi-Barito sebesar 44,17%. Sementara itu, nilai heterosis persilangan GIMacro-Barito hanya 27%. Persilangan udang galah GIMacro dengan Barito dinyatakan oleh Dewi et al. (2006) berpotensi untuk menghasilkan benih unggul. Keturunan
AA AG BB BC BG BM CC GA GB GC GM MG
69,59±6,63 67,35±3,81 64,4±1,04 68,33±1,58 67,54±0,63 52,96±1,8 61,51±5,0 64,51±4,9 61,7±6,5 64,3±6,9 64,5±5,8 64,1±6,9
Panjang Populasi standar (mm)
15,7±4,5 14,17±2,07 11,55±0,64 13,93±1,62 13,45±0,18 7,0±0,4 103,3±9,7 12,1±3,2 10,6±3,6 11,9±4,1 12,0±3,2 11,7±4,1
Bobot (g) 6,22 9,32 11,66 8,57 13,67 14,55 16,34 12,72 13,69 10,35 15,10 13,72
Pertambahan panjang standar (cm)
Tabel 4. Keragaan udang galah pada kolam uji
5,18 7,77 8,69 8,24 12,06 7,35 11,89 9,48 9,09 7,66 11,96 9,48
Pertambahan bobot (g) 0,16 0,23 0,20 0,13 0,20 0,22 0,24 0,27 0,29 0,21 0,31 0,27
0,12 0,19 0,15 0,12 0,18 0,21 0,17 0,20 0,19 0,16 0,25 0,20
48,00 41,29 25,00 31,33 35,00 43,50 38 50 49 40 60 48
58 20 40 76 27 6 -
-25 -
Heterosis (%) Pertambahan panjang Pertambahan bobot Sintasan (%) harian (cm) harian (g) Sebagian Utuh
587 Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani)
588
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
hasil persilangan betina GIMacro (F-5) dengan Jantan Barito dari alam memiliki potensi tumbuh paling cepat pada fase yuwana dibandingkan tetuanya. Hal serupa dinyatakan pula oleh Wuwungan (2009) bahwa anakan persilangan GIMacro-Barito memiliki potensi tumbuh lebih cepat pada fase yuwana dibandingkan tetuanya, dengan keragaman fenotipik yang tinggi. Persilangan GIMacro-Barito diharapkan dapat menghasilkan keturunan dengan dua keunggulan, karena GIMacro merupakan udang galah hasil pemuliaan dengan laju pertumbuhan cepat (Hadie & Hadie, 2004), sedangkan udang galah asal Barito memiliki keunggulan pada tingkat resistensi larva terhadap Vibrio harveyi (Evan, 2009). Kualitas Air Kehidupan organisme akuatik, termasuk udang galah, sangat ditentukan oleh daya dukung lingkungan, yang salah satunya adalah parameter kualitas air pemeliharaan. Secara ringkas parameter kualitas air selama penelitian ditampilkan dalam Tabel 5. Tabel 5. Parameter-parameter kualitas air selama kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran udang galah Variabel Suhu (°C) pH Salinitas (‰) Alkalinitas Oksigen terlarut Ammonia (mg/L) Nitrite (mg/L)
Periode pemeliharaan Pemijahan matting
Pembenihan
Pendederan
Pembesaran
29–31 7,8–8,5 0 30–40 4,5–6,8 0,1–0,2 0–0,3
29–31 8,0–8,5 10–12 110–140 6,8–7,4 0,1–0,8 0–0,7
28–31 8,0–8,5 0 40–60 2,0–6,6 0,01–0,3 0–0,2
28–31 8,0–8,5 0 40–60 2,5–5,6 0,1–0,3 0–0,05
Pada periode pembenihan kualitas air dikontrol sedemikian rupa sehingga masih layak untuk kehidupan larva udang. Suhu air media pemeliharaan larva dikontrol dengan menggunakan thermostat heater dan ruangan hatcheri yang tertutup. Salinitas dikontrol dengan penambahan dan penggantian air dengan salinitas standar, oksigen terlarut disuplai dengan menggunakan sistem aerasi (blower). Namun demikian, untuk parameter kadar amonia dan nitrit seringkali mengalami kenaikan yang drastis setelah digunakannya pakan buatan. Namun kondisi ini dapat diantisipasi dengan pergantian air secara rutin sehingga masih aman bagi larva udang. Pada periode pendederan dan pembesaran kualitas air masih dalam batas kelayakan bagi kehidupan udang. Namun demikian, pada minggu kelima periode pendederan kedua kualitas air sudah mengalami penurunan, yaitu dengan ditandai dengan naiknya kadar nitrit dan amonia. Kondisi ini berakibat kurang baik bagi pertumbuhan udang apabila kadar oksigen terlarut rendah. Kegiatan pembesaran hanya dilakukan selama 20 hari dengan kolam berlantai semen dan air baru, sehingga kadar amonia dan nitrit masih relatif rendah. Kadar oksigen terlarut selama pembesaran juga relatif tinggi karena disuplai melalui aerasi dengan blower. Secara umum, parameter kualitas air selama kegiatan penelitian masih dapat dikendalikan sesuai kebutuhan bagi pertumbuhan larva udang galah yaitu temperatur (28°C–32°C), pH (7,2–8,4), salinitas (10‰–15‰), oksigen terlarut (> 3 mg/L), total alkalinitas untuk larva (100–200 mg/L), total amonia (< 1,0 mg/L), nitrite (< 0,1 mg/L) (Cheyada et al., 1999). Sedangkan parameter kualitas air optimal bagi kehidupan yuwana dan udang galah dewasa adalah sebagai berikut: suhu air antara 26°C–32°C, oksigen terlarut 3–7 mg/L; kesadahan 30–150 mg/L; pH 7,0–8,5, kecerahan 25–40 cm, alkalinitas (CaCO3) 20–60 mg/L, amonia (NH3) 0,1–0,3 mg/L (D’Abramo et al., 1995; Boyd & Zimmerman, 2000; Wynne, 2000; Mallasen & Valenti, 2006). Kadar amonia yang mencapai 0,6 mg/L akan mematikan udang dalam waktu singkat (Boyd, 1990).
589
Evaluasi keragaan persilangan udang galah ... (Ikhsan Khasani)
KESIMPULAN Beberapa persilangan menghasilkan keragaan anakan dengan pertumbuhan dan sintasan terbaik pada fase pemeliharaan berbeda. Berdasarkan data pertumbuhan rata-rata, yang terdiri atas pertambahan panjang harian dan pertambahan bobot harian rata-rata selama masa pembesaran uji menunjukkan bahwa persilangan betina GIMacro dengan jantan Musi merupakan populasi dengan keragaan pertumbuhan tercepat, diikuti populasi persilangan Barito-Musi, dan GIMacro-Asahan. Nilai heterosis parsial tertinggi untuk karakter pertumbuhan harian dihasilkan dari persilangan Asahan-GIMacro, diikuti GIMacro-Asahan, dan Barito-Musi, yaitu berturut-turut sebesar 76%, 58%, dan 40%. DAFTAR ACUAN Ahmad, Y. 1989. Ternakan benih udang galah secara intensif. Jabatan Perikanan Kementerian Pertanian Malaysia, Kuala Lumpur: iii + 49 hlm. Ahmad, Y. 1992. Observation on the growth of Macrobrachium rosenbergii larvae from two sources of breeders. Fisheries Bulletin, 1-18. Ali, F. 2006. Tingkat Produktivitas Induk Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) Pada Budidaya Dengan Sistem Resirkulasi. Limnotek, 8(1): 5–11. Boyd, C.E. 1990. Water quality in pond for aquaculture. Birmingham Publishing Co, Alabama: ix + 147 hlm. Boyd, C. & Zimmermann, S. 2001. Grow-out Systems-Water Quality and Soil Management. Dalam New, M.B. & W.C. Valenti. 2000. Freshwater prawn culture: The farming of Macrobrachium rosenbergii. Blackwell Science, Oxford: xix + 435 hlm. Budiman, A.A. 2004. Perkembangan udang GIMacro di Indonesia. Prosiding Temu Nasional Udang Galah GIMacro, Yogyakarta, 22–23 Juni 2004, 11 hlm. Cheyada, D., Chitmon, C., & Orachunwong, C. 2001. Hatchery of giant freshwater prawn in Thailand. Charoen Pokphand Foods Ltd., Bangkok. Internal Extension Paper, 9 pp. D’Abramo, L.R., Daniels, W.H., Fondren M.W., & Brunson, M.W. 1995. Management Practices for culture of freshwater prawn (Macrobrachium rosenbergii) intemperate climates. MAFES bulletin, 1030: 12 pp. Dewi, R.R.S.P.S., Iswanto, B., Listiyowati, N., Hadie, W., & Khasani, I. 2006. Pembentukan populasi dasar dalam rangka merakit udang galah GIMacro II. Laporan Hasil Penelitian. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi, hlm. 1–11. Dunham, R.A., Brummett, R.E., Ella, M.O., & Smitherman, R.O. 1990. Genotype-environment interactions for growth of blue, channel and hybrid catfish in ponds and cages at varying densities. I, 85: 143–151. Evan, Y. 2009. Uji ketahanan beberapa strain larva udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) terhadap bakteri Vibrio harveyi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, 57 hlm. Gjedrem, T. 2005. Selecion and brreding program in aquaculture. Springer, Netherland, 361 pp. Hadie, L.E., Hadie, W., Kusmini, I.I., Supriyadi, H., Jaelani, & Gunadi, B. 2004. Rekayasa teknologi udang galah GIMacro dan rekayasa penyempurnaan hasil rekayasa. Temu Nasional Udang Galah GIMacro di Yogyakarta, 22–13 Juni 2004, 7 hlm. Hadie, W., Subandriyo, Hadie, L.E., & Noor, R.R. 2005. Analisis kemampuan daya gabung gen pada genotipe udang galah untuk mendukung program seleksi dan hibridisasi. J. Pen. Perik. Indonesia, 11(5): 51–56. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan ternak di lapangan. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 284 hlm. Imron, Iskandariah, Iswanto, B., & Dewi, R.R.S.P.S. 2007. Morphological variabilty of Indonesian stocks of giant freshwater prawn, Macrobrachium rosenbergii. Indonesian Fisheries J. Mallasen, M. & Valenti, W.C. 2006. Effect of nitrite on larval development of giant river prawn Macrobrachium rosenbergii. Aquaculture, 261: 1292-1298.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
590
Mather, P.B. & De Bruyn, M. 2003. Genetic diversity in wild stock of giant freshwater prawn (Macrobrachium rosenbergii): implications for aquaculture and conservation. Naga, 26(4): 4–7. New, M.B. & Valenti, W.C. 2000. Freshwater prawn culture: The farming of Macrobrachium rosenbergii . Blackwell Science, Oxford: xix + 435 hlm. Tave, D. 1996. Selective breeding programmes for medium-sized fish farms. FAO Fisheries Technical Papare. 352. Rome, 122 pp. Warwick, E.J., Astuti, J.M., & Hardjosubroto, H. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, 485 hlm. Wowor, D. & Ng, P.K.L. 2007. The giant freshwater prawns of Macrobrachium rosenbergii species group (Crustacea: Decapoda: Caridea: Palaemonidae). The Raffles Bulletin of Zoology, 55(2): 321-336. Wuwungan, H. 2009. Keragaan benih udang galah Macrobrachium rosenbergii hasil perkawinan secara inbreeding, outbreeding, dan crossbreeding. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, 61 hlm. Wynne, F. 2000. Grow-out culture of freshwater prawn in Kentucky. Kentucky State University Cooperative Extension Program, Graves Country Cooperative Extension Service, 9 pp.