EVALU UASI KIN NERJA KE EUANGAN N USAHA BUD DIDAYA IIKAN KE ERAPU M MACAN nggota Keelompok Sea S Farmin ng di Pulau Panggan ng Pada An
O Oleh
Erii Hariri H 244077015
PROGR RAM SAR RJANA MANAJEM M MEN PENY YELENG GGARAAN N KHUSU US DEPA ARTEME EN MANA AJEMEN FA AKULTAS S EKONO OMI DAN MANAJE EMEN INSTIITUT PER RTANIAN N BOGOR R 22010
EVALUASI KINERJA KEUANGAN USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN Pada Anggota Kelompok Sea Farming di Pulau Panggang
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh Eri Hariri H 24077015
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN Eri Hariri. H 24077015. Evaluasi Kinerja Keuangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Pada Anggota Kelompok Sea Farming Di Pulau Panggang. Dibawah bimbingan Wita Juwita Ermawati.
Kegiatan yang dilakukan masyarakat Pulau Panggang yang terlibat dalam anggota kelompok Sea Farming adalah kegiatan pembesaran ikan Kerapu Macan. Usaha budidaya ikan kerapu macan di pulau Panggang saat ini masih menghadapi beberapa kendala, antara lain : (a) Kendala Internal : membutuhkan modal yang cukup besar dalam melakukan kegiatan produksi, dan tidak adanya catatan transaksi usaha dan laporan keuangan; (b) Kendala Eksternal : masih rendahnya akses masyarakat terhadap sumber permodalan. Sejak dibentuk Tahun 2005, anggota kelompok Sea farming berjumlah 77 orang, namun sampai saat ini hanya 23 orang yang masih aktif melakukan usaha budidaya ikan Kerapu Macan di pulau Panggang. Data yang diambil pada penelitian ini hanya 1 orang (Bapak X). Permasalahan yang akan dibahas meliputi : (1) Bagaimana laporan keuangan usaha budidaya ikan Kerapu Macan? (2) Bagaimana Kinerja Keuangan yang dilakukan oleh usaha budidaya ikan Kerapu Macan anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang?. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menyusun laporan keuangan untuk usaha budidaya ikan Kerapu Macan periode tahun 2007, 2008, dan 2009. (2) Menganalisis Kinerja Keuangan yang dilakukan oleh usaha budidaya ikan Kerapu Macan anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang. Teknik yang digunakan untuk menganalisis kinerja keuangan adalah analisis rasio dan analisis Du Pont. Jumlah keuntungan bersih (tidak ada pajak penghasilan) Bapak X pada tahun 2007 sebesar Rp 219.050,-. Jumlah keuntungan bersih (tidak ada pajak penghasilan) Bapak X pada tahun 2008 sebesar Rp 13.106.150,-. Tahun 2009 Bapak X mengalami kerugian sebesar Rp 3.479.650,-. Tahun 2007 Bapak X memiliki total nilai aktiva sebesar Rp 4.766.750,-, nilai kewajiban sebesar Rp 2.650.000,-, dan Modal yang tersedia sebesar Rp 2.116.750,-. Tahun 2008 Bapak X memiliki total nilai aktiva sebesar Rp 14.001.100,-, nilai kewajiban sebesar Rp 5.700.000,-, dan Modal yang tersedia sebesar Rp 8.301.100,-. Tahun 2009 Bapak X memiliki total nilai aktiva sebesar Rp 7.146.800,-, nilai kewajiban sebesar Rp 2.200.000,-, dan Modal yang tersedia sebesar Rp 4.946.800,-. Analisis rasio likuiditas menunjukkan kondisi keuangan Bapak X belum memberikan rasa aman bagi para kreditur. Analisis Rasio Solvabilitas menunjukkan kondisi keuangan Bapak X usahanya baik, dan telah mampu membayar kewajibannya. Rasio aktivitas menunjukkan kondisi keuangan Bapak X cukup baik karena dapat memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan penjualan, dan penjualan tidak dilakukan secara kredit. Rasio profitabilitas menunjukkan kondisi keuangan Bapak X tidak mampu menghasilkan laba yang cukup tinggi, karena berada dibawah suku bunga umum yang berlaku saat itu (12%).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 15 Januari 1983. Penulis merupakan anak kedelapan dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak A Basyuni dan Ibu Ratinah. Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Sanggabuana di desa Sangkanmulya, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan tahun 1988, dan tahun 1992 melanjutkan kembali di Sekolah Dasar Pertiwi 1 Jambi lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 8 jambi dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 8 Jambi pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa di Program Studi Diploma III Manajemen Bisnis Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 2006. Setelah lulus Diploma III, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata 1 di Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis melaksanakan kegiatan penelitian di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta dan mengambil topik penelitian yang berjudul “Evaluasi Kinerja Keuangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Pada Anggota Kelompok Sea Farming Di Pulau Panggang”. Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi yang merupakan tugas akhir dalam penyelesaian studi pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir berjudul “Evaluasi Kinerja Keuangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Pada Kasus Anggota Kelompok Sea Farming di Pulau Panggang” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala masukan, saran dan kritik untuk perbaikannya sangat dihargai. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan seluruh pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapakan terima kasih kepada : 1) Kedua orang tua yang tercinta yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya, serta semua keluarga. 2) Ibu Wita selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukkan dan arahan kepada penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini. 3) Ibu Sri Nurchayati dan Almarhum Bapak Abu Bakar Umbari yang telah membantu membiayai kuliah. 4) Kakakku tercinta Diding Nasrudin yang telah menyekolahkanku dari Sekolah Dasar hingga tamat SMU. 5) Bapak Amiruddin Tahir beserta keluarga 6) Sectionov beserta keluarga 7) Mas Saprillah yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini. 8) Mas Firman yang telah membantu dalam penelitian ini. 9) Mas Bayu beserta keluarga yang telah memperbolehkan tinggal sementara waktu untuk melakukan penelitian. 10) Ketua, Pengurus dan Anggota kelompok Sea Farming yang telah membantu dalam pencarian informasi. 11) Semua Pihak, teman, serta kerabat yang tidak tercantum, penulis ucapkan permintaan maaf, dan terimakasih atas bantuan yang tidak tertara ini.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR .................................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................
ii iv v vi
I.
PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1. Latar belakang .................................................................................. 1.2. Perumusan masalah .......................................................................... 1.3. Tujuan penelitian ............................................................................. 1.4. Manfaat penelitian ........................................................................... 1.5. Ruang lingkup penelitian .................................................................
1 3 3 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
4
2.1. Sea Farming .................................................................................... 2.2. Budidaya ikan kerapu macan ........................................................... 2.3. Keramba jaring apung ...................................................................... 2.3.1. Bahan kontruksi ...................................................................... 2.4. Laporan keuangan ............................................................................ 2.4.1. Neraca .................................................................................... 2.4.2. laporan laba rugi ..................................................................... 2.4.3. Laporan ekuitas ...................................................................... 2.4.4. Laporan arus kas ..................................................................... 2.5. Analisis Laporan Keuangan ............................................................. 2.5.1. Pengertian kinerja keuangan................................................... 2.5.2. Kinerja keuangan .................................................................... 2.5.3. Tujuan analisa keuangan ........................................................ 2.6. Alat ukur kinerja keuangan .............................................................. 2.6.1. Analisis rasio .......................................................................... 2.6.1.1. Kelebihan dan Kekurangan Rasio Keuangan ........... 2.6.2. Metode Du Pont .....................................................................
4 6 8 9 11 12 14 16 17 18 18 18 19 20 20 25 26
III. METODE PENELITIAN .....................................................................
27
3.1. Kerangka pemikiran penelitian ........................................................ 3.2. Lokasi, dan waktu penelitian ........................................................... 3.3. Metode penelitian............................................................................. 3.4. Metode pengumpulan data ............................................................... 3.5. Metode Analisis Data .......................................................................
27 28 28 28 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
35
4.1. Keanggotaan Kelompok Sea Farming Pulau Panggang .................. 4.2. Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan .............................................. 4.2.1. Kegiatan Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Macan ................. 4.2.1.1. Pemilihan lokasi .......................................................
35 36 36 36
ii
4.2.1.2. Pembuatan keramba ................................................. 4.2.1.3. Pemeliharaan ikan .................................................... 4.2.2. Investasi ................................................................................. 4.2.3. Biaya produksi usaha budidaya ikan kerapu macan Bapak X 4.2.4. Iuran keanggotaan .................................................................. 4.2.5. Sistem pemasaran ................................................................... 4.3. Laporan Keuangan Bapak X ........................................................... 4.4. Analisis Kinerja Keuangan pada Bapak X....................................... 4.4.1. Rasio keuangan ....................................................................... 4.4.2. Analisis Du Pont Sistem ......................................................... 4.5. Implikasi Manajerial ........................................................................
36 37 39 42 44 44 45 48 48 56 59
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................
64 66
iii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1.
Kekuatan dan harga bahan rangka utama KJA .......................................
9
2.
Bahan, umur teknis dan harga pelampung ..............................................
10
3.
Karakter bahan jaring ..............................................................................
11
4.
Rincian biaya pembuatan keramba jaring tancap tahun 2006.................
40
5.
Rincian biaya pembuatan keramba jaring apung tahun 2007 .................
40
6.
Rincian biaya pembuatan keramba jaring apung tahun 2008 .................
40
7.
Biaya penyusutan pertahun Aktiva tetap usaha budidaya ikan kerapu macan Bapak X .......................................................................................
41
8.
Rincian biaya peralatan tahun 2006 ........................................................
43
9.
Rincian biaya peralatan tahun 2007 ........................................................
43
10. Rincian biaya peralatan tahun 2008 ........................................................
43
11. Laporan Laba/Rugi usaha budidaya ikan kerapu macan Bapak X Periode 2007, 2008, dan 2009.................................................................
47
12. Neraca Bapak X Per Desember 2007, 2008, dan 2009 ...........................
48
13. Perkembangan nilai rasio likuiditas ........................................................
49
14. Perkembangan nilai rasio solvabilitas (rasio leverage) ...........................
51
15. Perkembangan nilai rasio aktivitas .........................................................
52
16. Perkembangan nilai rasio profitabilitas...................................................
54
iv
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Sistem kelembagaan sea farming ..............................................................
2
2. Bentuk rangka utama keramba jaring apung .............................................
9
3. Du-Pont Chart ...........................................................................................
26
4. Kerangka pemikiran penelitian .................................................................
27
5. Saluran pemasaran ikan kerapu macan pada kelompok sea farming di pulau panggang..........................................................................................
45
6. Du Pont Bapak X Periode 2007 ...............................................................
57
7. Du Pont Bapak X Periode 2008 ...............................................................
57
8. Du Pont Bapak X Periode 2009 ...............................................................
58
v
LAMPIRAN
No
Halaman
1. Nama-nama anggota kelompok sea farming pulau panggang tahun 2006 ...........................................................................................................
67
2. Nama-nama anggota kelompok sea farming pulau panggang Tahun 2007 ...........................................................................................................
68
3. Nama-nama anggota kelompok sea farming pulau panggang Tahun 2008 ...........................................................................................................
69
4. Biaya Penyusutan Tahun 2007-2009 .........................................................
70
5. Penghitungan analisis Rasio Keuangan .....................................................
71
vi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kegiatan Sea Farming merupakan salah satu kegiatan Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kepulauan Seribu yang didampingi secara ilmiah oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB. Kegiatan pendampingan PKSPL dimulai dari studi potensi yang dilakukan pada tahun 2004, kemudian menyusun program 5 tahunan mulai tahun 2005 (sosialisasi, pembentukkan kelompok, pelatihan dan penguatan kelembagaan serta pendampingan), dan direncanakan berakhir tahun 2010 (produksi skala lebih besar, aturan pengelolaan dan restocking) untuk kemudian rencana replikasi di kelurahan lainnya di Kepulauan Seribu. Sea Farming dapat didefinisikan sebagai sistem aktivitas berbasis marikultur dengan tujuan akhir pada peningkatan stok sumberdaya perikanan dan menjadi pendukung bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan lainnya seperti penangkapan ikan dan pariwisata. Dengan demikian, Sea Farming (SF) pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang terdiri dari tiga sub-sistem yaitu sub-sistem input, sub-sistem marikultur (proses) dan subsistem output (Gambar 1). Sub-sistem marikultur (proses) merupakan jantung dari implementasi Sea Farming (SF), karena proses kegiatan usaha budidaya ikan Kerapu Macan dilakukan pada sub-sistem ini. Kegiatan pada sub-sistem marikultur yaitu pembenihan, pendederan hingga pembesaran komoditas. Kegiatan yang dilakukan masyarakat Pulau Panggang yang terlibat dalam anggota kelompok Sea Farming adalah kegiatan pembesaran ikan Kerapu Macan.
2 Populasi P. Panggang
Definisi Pelaku SF
Lokasi Sea Farming
Demarcated Fishing Right
Implementasi Sea Farming
Kesepakatan Lokal
Hatchery
Pendeder-1
Grower
Stock Enhancement
Nelayan
Community Based Agribusiness System
Pendampingan, Monitoring dan Evaluasi Berbasis Masyarakat
Pendeder-2
Pendeder-3
Pendampingan, Monitoring dan Evaluasi Berbasis Masyarakat
Pasar
Distribusi
Monitoring dan Evaluasi Berbasis Masyarakat
Perdagangan
Keterangan : : Pengelompokkan sub-sistem : Alur input
Gambar 1. Sistem kelembagaan sea farming Usaha budidaya ikan Kerapu Macan di Pulau Panggang saat ini masih menghadapi beberapa kendala, antara lain : (a) Kendala Internal : usaha ikan Kerapu Macan membutuhkan modal yang cukup besar dalam melakukan kegiatan produksi, sulitnya mendapatkan bibit ketika akan berproduksi, dan tidak adanya catatan transaksi usaha dan laporan keuangan yang mengakibatkan tidak diketahuinya kinerja keuangan usaha; (b) Kendala Eksternal : masih rendahnya akses masyarakat terhadap sumber permodalan, serta sedikitnya informasi tentang program pemerintah terkait pengembangan usaha budidaya ikan Kerapu Macan. Sejak dibentuk Tahun 2005, anggota kelompok Sea Farming berjumlah 77 orang, namun sampai saat ini hanya 23 orang yang masih aktif melakukan usaha budidaya ikan Kerapu Macan di Pulau Panggang. Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada anggota kelompok Sea Farming, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisis kinerja keuangan dari usaha budidaya ikan Kerapu Macan anggota
kelompok Sea Farming di Pulau
Panggang. Dari analisis tersebut dapat diketahui tingkat kesehatan usaha dan penyebab terjadinya masalah dalam mengelola usaha budidaya ikan Kerapu
3
Macan di Pulau Panggang, sehingga dapat diberikan alternatif pemecahan masalahnya. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana laporan keuangan usaha budidaya ikan Kerapu Macan? 2. Bagaimana Kinerja Keuangan yang dilakukan oleh usaha budidaya ikan Kerapu Macan anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menyusun laporan keuangan untuk usaha budidaya ikan Kerapu Macan periode tahun 2007, 2008, dan 2009. 2. Menganalisis Kinerja Keuangan yang dilakukan oleh usaha budidaya ikan Kerapu Macan anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai : 1. Bahan pertimbangan bagi nelayan budidaya ikan Kerapu Macan di Pulau Panggang dalam melakukan usaha. 2. Bahan referensi dan tambahan pengetahuan guna menambah wawasan pembaca mengenai bagaimana kinerja keuangan dan permasalahan pada usaha budidaya ikan Kerapu Macan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memfokuskan pada penyusunan laporan dan evaluasi kinerja keuangan pada salah satu anggota kelompok Sea Farming yang masih menjalankan usaha budidaya ikan Kerapu Macan dari tahun 2006 sampai tahun 2010. Laporan keuangan yang disusun hanya berupa laporan laba/rugi dan neraca yang berasal dari transaksi periode tahun 2007, 2008, dan 2009. Evaluasi kinerja keuangan usaha budidaya ikan Kerapu Macan di Pulau Panggang menggunakan analisis rasio keuangan, dan analisis Du Pont.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sea Farming Sea Farming berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata Sea berarti laut dan Farming yang berarti berusaha tani, sehingga secara harfiah berarti berusaha tani di laut dalam rangka memproduksi ikan. Laut dijadikan ladang atau lahan untuk memproduksi ikan dengan menerapkan prinsip usaha tani. Di Jepang, negara yang diperkirakan paling berhasil menerapkan Sea Farming. Sea Farming didefinisikan sebagai kegiatan memproduksi benih (seed production), kemudian melepaskan benih tersebut ke laut (releasing atau restocking) dan selanjutnya menangkap kembali ikan tersebut (recapturing atau harvesting) untuk dijual sebagai produk perikanan laut. Perairan laut untuk restocking ini dianggap sebagai kawasan sea ranching, bisa berupa teluk atau gosong (laut dangkal terlindung) dengan luas ratusan hingga ribuan hektar. Terdapat 5 faktor utama Sea Farming yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) sumberdaya alam, 2) teknologi, 3) kemasyarakatan, 4) kelembagaan dan 5) hukum (Effendi, 2001). 1) Sumberdaya alam Faktor sumberdaya alam menyangkut geofisik, oseanografi dan ekologi lokasi dimana ikan akan ditebar. Pemahaman mendalam mengenai faktor ini dapat memberi gambaran kelayakan ekologis suatu kawasan untuk Sea Farming. Pengetahuan mengenai struktur komunitas biota perairan termasuk di dalamnya mengenai rantai makanan dan piramida makanan bisa memperkirakan tingkat kehilangan (kematian), akibat predasi oleh predator alamiah dan migrasi ke luar kawasan, ikan yang ditebar. Struktur komunitas biota perairan lokal tidak berubah secara drastis, hingga menyebabkan terganggunya bahkan punahnya suatu spesies tertentu, akibat restocking ikan tertentu. Daya dukung perairan (ruang dan makanan) masih mampu untuk menjaga pertumbuhan ikan yang ditebar tetap optimal, sehingga populasi dan biomasa ikan tersebut bertambah secara bertahap dan signifikan. Keseimbangan ekosistem dan piramida
5
makanan
di
kawasan
sea
ranching
tetap
diperhatikan
dengan
memperhatikan tingkat trofik dari biota yang diintroduksikan (trophic level-based mariculture), (Effendi, 2001). 2) Teknologi Faktor
teknologi
menyangkut
produksi
benih
di
hatchery,
pendederan dan penangkapan ikan kembali (recapture) setelah ditebar. Pengetahuan mengenai teknologi hatchery dan pendederan ini memberi gambaran ketersediaan benih untuk restocking secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat harga. Teknologi pendederan digunakan untuk mengadaptasikan ikan yang akan dengan kondisi alam lokasi sea ranching. Ikan yang ditebar dapat ditangkap kembali menggunakan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dengan tingkat tangkap (recapture rate) yang relatif tinggi (Effendi, 2001). 3) Kemasyarakatan Pelaksanaan Sea Farming pasti melibatkan masyarakat karena merekalah sasaran utama pembangunan. Masyarakat yang dilibatkan adalah yang bermukim di sekitar kawasan Sea Farming dan telah menjadi pemanfaat kawasan tersebut. Bagaimana mengajak mereka terlibat secara sadar dan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi Sea Farming, merupakan suatu tantangan. Mereka akan menjadi penjaga dan pemanfaat kawasan sea ranching. Budaya mereka mungkin akan berubah, karena implementasi Sea Farming membutuhkan kemauan, kejujuran, persatuan, kekompakan, kesadaran akan hukum, kepatuhan, kepedulian dan sebagainya.
Perubahan budaya masyarakat tersebut
didisain melalui suatu rekayasa sosial yang terarah (Effendi, 2001). 4) Kelembagaan Terdapat banyak fihak yang terlibat dalam Sea Farming, antara lain pengusaha hatchery, masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, pemerintah daerah (lintas sektoral), pedagang hasil perikanan laut dan sarana produksi, dan sebagainya. Mengingat Sea Farming berlangsung dalam skala kawasan yang luas, open access, dan common property, perlu pengaturan
6
kelembagaan yang bisa menjadikan Sea Farming sebagai aktivitas bisnis yang tangguh dan berkelanjutan (Effendi, 2001). 5) Hukum Kawasan restocking akan menjadi kawasan terbatas (limited area). Fishing right di kawasan tersebut menjadi khas dan berbeda dengan yang bukan kawasan Sea Farming, common fishing right mungkin berubah menjadi demarcated fishing right. Kawasan Sea Farming tampaknya perlu dilindungi oleh payung hukum semacam peraturan daerah (Perda). Selain berfungi bagi perlindungan hukum, peraturan tersebut juga menjadi acuan bagi pengelolaan lingkungan kawasan sehingga terhindar dari tumpang tindih dan konflik pemanfaatan (Effendi, 2001). 2.2. Budidaya Ikan Kerapu Macan 1. Penyiapan dan Penebaran Benih Benih merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam budidaya ikan. Benih yang digunakan bisa berasal dari tangkapan maupun pembenihan. Umumnya jumlah benih dari tangkapan sangat terbatas, ukuran tidak seragam, sering terserang penyakit akibat luka saat penangkapan dan pengangkutan serta tidak tersedia tiap saat. Dengan alasan tersebut saat ini digunakan benih yang berasal dari pembenihan (hatchery). Benih hatchery memiliki keunggulan antara lain jumlahnya banyak, ukuran relatif seragam serta kualitas dan kontinuitasnya terjamin (Ditjen Budidaya Perikanan , 2010). 2. Pemberian Pakan Pemilihan jenis pakan untuk pembesaran harus didasarkan pada kemauan ikan untuk memakan pakan yang diberikan, kualitas, nutrisi dan harga atau nilai ekonomis. Pada umumnya untuk ikan kerapu diberikan ikan rucah segar karena harganya relatif murah, bisa juga pakan buatan berupa pellet sebagai pengganti ikan rucah. 3. Pemberian Multivitamin dan Pengobatan Kegunaan penambahan multivitamin dapat menambah kekebalan tubuh ikan sehingga dapat tumbuh secara normal, di samping itu dapat mencegah terjadinya lordosis dan scoliosis atau tubuh bengkok karena
7
perkembangan tulang belakang yang tidak sempurna. Manfaat lain adalah dapat meningkatkan sintasan ikan, atau menurunkan tingkat kematian, berpengaruh terhadap kinerja ikan, warna tubuh menjadi lebih cerah dan agresif. Dapat juga diberikan tambahan vitamin C sebanyak 2 gram/kg berat pakan yang diberikan 2 kali per minggu. 4. Monitoring Pertumbuhan Ikan Ukuran dan laju pertumbuhan ikan sangat dibutuhkan dalam kegiatan budidaya.
Kebutuhan tersebut antara lain menentukan dosis
pakan. Cara yang dilakukan adalah melakukan pengukuran berat dan panjang ikan dengan cara sampling (acak) sebanyak 10% minimal sebulan sekali. Ikan dibius terlebih dahulu sebelum diukur. Kematian selama pemeliharaan juga dihitung untuk memperoleh nilai SR (kelulusan hidup) selama pemeliharaan. 5. Pemilahan Ukuran Kerapu macan termasuk ikan buas dan memiliki sifat kanibal. Oleh sebab itu kegiatan pemilahan atau penyeragaman ukuran harus secara rutin dilakukan. Kegiatan ini dilakukan agar setiap waring/jaring hanya diisi ikan yang berukuran sama, bila ada perbedaan ukuran maka ikan yang lebih kecil akan kalah bersaing dengan ikan yang lebih besar dalam memperoleh makanan, selain itu ikan kecil dapat dimangsa oleh ikan yang lebih besar sehingga menyebabkan banyak kematian. 6. Perawatan Waring Dan Jaring Perawatan dan pengontrolan waring/jaring selama masa pembesaran mutlak dilakukan. Waring/jaring yang kotor dapat menghambat pertukaran air dan oksigen dan menghambat pertumbuhan dan menimbulkan penyakit pada ikan peliharaan. Penggantian waring/jaring yang kotor dengan yang bersih dilakukan minimal 3 minggu sekali. Waring/jaring yang kotor dijemur sampai kering lalu dicuci dengan cara disemprot air. Setelah bersih dijemur kembali sampai kering, sebelum digunakan waring/jaring dikontrol kembali apakah ada yang rusak atau putus.
8
7. Pengamatan Kesehatan Ikan dan Kualitas Air Pengamatan kesehatan ikan perlu dilakukan secara visual dan organoleptik untuk mengamati ektoparasit dan morfologi ikan. Sedangkan pengamatan secara mikroskopik dilakukan di laboratorium untuk pemeriksaan jasad patogen (endo perasit, jamur, bakteri dan virus). Cara pengukuran kualitas air (suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, amoniak, amonium sulfat, nitrit, nitrat, chlorin, dsb) dilakukan dengan menggunakan termometer untuk suhu, refractometer untuk mengukur salinitas, pH meter atau kertas lakmus untuk mengukur pH, DO meter untuk mengukur oksigen terlarut dan water quality test kit untuk mengukur kualitas air lainnya disesuaikan dengan petunjuk kerja dari masing-masing alat yang digunakan. Frekuensi pengukuran dilakukan minimal dua kali seminggu. 8. Panen Memelihara ikan kerapu macan ini membutuhkan waktu hingga setahun dari bibit berukuran dua hingga lima centimeter. Kapasitas produksinya untuk sekali panen mencapai 250 kg per kantong jaring ukuran 3x3x3 m. Masa panen ikan kerapu macan tergantung pada pakan, kondisi lingkungan dan penyakit.
Jika kondisi optimal, dalam jangka
waktu 8 bulan ikan sudah siap panen. Kerapu macan dapat dipanen setelah berukuran 500-600 g/ekor. Umumnya ukuran tersebut diperoleh setelah pemeliharaan 6 - 8 bulan. Sistem pemanenan dapat dilakukan secara total atau selektif tergantung kebutuhan. 2.3. Keramba Jaring Apung Kegiatan budidaya ikan di laut yang menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA) memiliki bentuk rangka yang beragam antara lain persegi empat, persegi panjang, ortogonal dan bulat seperti terlihat pada Gambar 2 (Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta, 2009). Ukuran KJA menunjukkan ukuran kantong jaring yang digunakan seperti : 1. Bujur sangkar dengan ukuran 3 x 3 m, 4 x 4 m dan bahkan 5 x 5 m dengan kedalaman kantong jaring 3 - 5 m.
9
2. Persegi panjang dengan ukuran 3 x 4 m, 3 x 5 m dan 4 x 6 m dengan kedalam kantong 3 – 5 m. 3. Ortogonal dengan bentuk jaring bulat dengan diameter 4 – 10 m dengan kedalaman kantong 3- 8 m. 4. Bulat dengan bentuk jaring bulat dengan diameter 4 – 10 m dengan kedalaman kantong 3- 8 m.
Gambar 2. Bentuk rangka utama keramba jaring apung 2.3.1. Bahan Konstruksi Konstruksi Jaring Apung di laut memiliki komponen utama antara lain rangka utama, pelampung, jaring dan pemberat (jangkar) (Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, 2009). a. Rangka Utama Pembuatan KJA untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di laut menggunakan bahan yang sangat beragam antara lain bambu, kayu (bulat, balok dan papan), besi, PVC dan Polyethilene. Penggunaan bahan ini berdasarkan dengan sumberdaya alam yang ada dan kemampuan biaya. Gambaran umum bahan rangka utama KJA terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kekuatan dan harga bahan rangka utama KJA No Bahan Kekuatan 1 Bambu 1-2 Tahun 2. Kayu bulat 3-4 Tahun 3. Kayu Balok dan papan 2-6 Tahun 4. Besi 5-7 Tahun 5. PVC 5-7 Tahun 6. Polyethilene > 15 Tahun Diperoleh dari Berbagai sumber * Tingkatan harga dari murah sampai sangat mahal
Tingkatan Harga * 1 2 3 4 4 6
10
b. Pelampung Pelampung berfungsi untuk mengapungkan semua beban seluruh rangkaian keramba jaring apung termasuk rumah jaga dan benda atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan. Penentuan pelampung KJA harus memperhitungkan beban yang akan ditopang oleh pelampung. Beban tersebut antara lain rangka utama, jaring, biofoling peralatan budidaya dan beban aktivitas diatas KJA. Bahan yang biasa digunakan adalah kayu gelondongan yang ringan, bambu, drum besi, drum plastik, styrofoam dan fiber. Masing-masing bahan pengapung ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Bahan yang memiliki daya apung dan daya tahan yang tinggi adalah drum plastik yang diisi dengan bahan Styrofoam. Tabel 2. Bahan, umur teknis dan harga pelampung No 1 2 3
Material Umur Teknis Harga Drum Besi 0,5-3 tahun ± Rp. 100.000 Drum Plastik kosong 2 + tahun ± Rp. 150.000 Drum Plastik isi Busa Styrofoam 10 + ± Rp. 500.000 Styrofoam 5 + tahun ± Rp. 300.000 ‐ Dengan Pembungkus 2+ ± Rp. 250.000 ‐ Tanpa Pembungkus Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009
Penggunaan pelampung dalam 1 unit keramba jaring apung sangat beragam tergantung dari berat jenis bahan yang digunakan dan beban yang akan ditopang oleh pelampung. c. Jaring Jaring merupakan wadah yang digunakan dalam budiaya ikan di keramba jaring apung. Bahan jaring dominan terbuat dari serat sintetis antara lain adalah PE (Polyethilene), PA (polyamide/nylon) dan PP (Polypropilene). Karakter bahan jaring terlihat pada Tabel 3.
11
Tabel 3. Karakter bahan Jaring Parameter Kerapatan (g/cm) Kekuatan Berat dalam air (% udara berat kering) tingkat kebasahan Kekakuan Halus Kekuatan terhadap biofoling
Jenis Bahan PES 1,38
PE 0,96
PP 0,91
Tinggi
Tinggi
Tinggi
12
28
-
-
Tinggi Lembut Halus sedang
rendah sedang Sedang -
sedang kaku kasar rendah
rendah kaku kasar sedang
PA 66 1,14 Sangat Tinggi
PA 6 1,14 Sangat Tinggi
12 tinggi lembut Halus sedang
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009
Penggunaan bahan jaring untuk kegiatan budidaya sebaiknya memiliki kriteria sebagai berikut : 1) Kuat, ringan, tidak mudah keropos/karatan 2) Mempunyai ketahanan terhadap organisme pengganggu 3) Mudah dikerjakan dan perbaikan 4) Tidak merupakan hambatan, lentur dan tidak melukai ikan 5) Murah dan mudah didapat. Bahan jaring yang banyak digunakan dalam kegiatan budidaya ikan di KJA khususnya budidaya bandeng dari bahan PE. Ukuran mata jaring yang digunakan disesuaikan dengan ukuran ikan. d. Pemberat (Jangkar) Jangkar merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam konstruksi jaring apung yang mempunyai fungsi menstabilkan posisi KJA dan keamanan. Jenis jangkar yang biasa digunakan adalah jangkar kapal, blok beton, tiang pancang. Berat dan jumlah jangkar disesuaikan dengan besar unit KJA dan kekuatan arus air laut dan angin. Komponen dasar pemberat/jangkar adalah jangkar dan tali jangkar. Panjang tali jangkar yang digunakan berdasakan kedalam perairan dengan rasio 1 : 3 yaitu 3 kali kedalam perairan. 2.4. Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah hasil dari proses akutansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau
12
aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut (Munawir, 2002). Laporan keuangan digunakan oleh perusahaan sebagai informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja perusahaan serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan. Laporan keuangan dipersiapkan secara periodik, karena selain manajer ada beberapa pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan dapat dievaluasi dengan menggunakan laporan keuangan. Laporan keuangan dan kinerja perusahaan ada empat yaitu: (1) Neraca, (2) Laporan Laba Rugi, (3) Laporan Ekuitas dan (4) Laporan Arus Kas. 2.4.1. Neraca Neraca adalah posisi keuangan dari perusahaan dalam waktu tertentu. Menurut Munawir (2004) Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu saat tertentu. Tujuan dari pembuatan neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan pada tanggal tertentu, biasanya pada waktu dimana buku-buku ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu tahun kalender, sehingga neraca disebut dengan Balance Sheet. Komponen utama yang terdapat dalam laporan neraca yaitu aktiva, hutang dan modal yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Aktiva Aktiva dalam neraca dibukukan menurut lamanya waktu yang dibutuhkan, untuk menjadi kas sesuai dengan kelaziman bisnis. Aktiva perusahaan dimasukkan dalam tiga kategori yaitu : (a) aktiva lancar, (b) aktiva tetap, dan (c) aktiva lain (Keown, 2004). a. Aktiva Lancar Aktiva lancar, atau modal kerja kotor, meliputi aset-aset yang relatif mudah untuk dicairkan. Aktiva lancar meliputi kas, piutang usaha, persediaan, dan beban dibayar dimuka. 1) Kas. Setiap perusahaan harus mempunyai kas untuk operasional bisnis. Cadangan kas diperlukan karena tidak samanya aliran dana yang masuk (kas yang diterima) dan yang keluar (biaya-biaya kas)
13
dalam bisnis tersebut. Jumlah dari saldo kas ditentukan tidak hanya oleh volume penjualan, tetapi juga oleh kemungkinan penerima kas dan pembayaran kas. 2) Piutang usaha perusahaan terdiri dari pembayaran pelanggan yang membeli dengan kredit. 3) Persediaan terdiri dari bahan-bahan baku, bahan yang sedang dikerjakan, dan produk akhir yang ada dalam perusahaan yang siap untuk dijual. 4) Beban dibayar dimuka. Perusahaan sering harus membayar dimuka bebannya. Biaya-biaya yang dibayar dimuka adalah pembayaran tunai yang dicatat pada neraca sebagai aktiva lancar dan dinyatakan sebagai beban dalam laporan laba rugi. b. Aktiva Tetap Aktiva tetap meliputi peralatan dan perlengkapan, bangunan, tanah dan lain-lain yang perolehannya dimaksudkan untuk menunjang kegiatan perusahaan dalam menciptakan pendapatan. Aktiva tetap umumnya merupakan kumpulan harta dengan usia pakai lebih dari satu tahun c. Aktiva Lain Aktiva lain adalah semua aktivitas yang bukan termasuk aktiva lancar atau aktiva tetap. Aktiva ini merupakan aset tidak berwujud seperti hak paten, hak cipta, dan good will. 2. Utang Utang adalah uang yang telah dipinjam dan harus dibayar kembali pada tanggal yang telah ditentukan. Utang dapat diperoleh dari para penyalur kredit seperti lembaga non keuangan (tengkulak) dan lembaga keuangan (bank). Utang ini dibagi menjadi 2 yaitu (1) utang lancar, atau kewajiban jangka pendek, (2) utang jangka panjang (Keown, 2004). a. Utang Lancar Utang lancar, atau utang jangka pendek, meliputi uang yang dipinjam yang harus dibayar kembali dalam 12 bulan berikutnya. Sumber utang lancar adalah sebagai berikut :
14
1) Utang Usaha menunjukkan perpanjangan kredit oleh para pemasok kepada perusahaan ketika perusahaan tersebut mengadakan pembeliaan persediaan. Pembayaran perusahaan 30 atau 60 hari sebelum pembayaran untuk persediaan yang sudah dibeli. Bentuk perluasan kredit ini juga disebut kredit perdagangan. 2) Kewajiban lain meliputi utang bunga dan pembayaran pajak pendapatan yang diterima dan akan diterima dalam tahun tersebut. 3) Kewajiban tambahan adalah utang-utang jangka pendek yang terjadi dalam operasi perusahaan, tetapi belum dibayar. 4) Wesel jangka pendek menunjukkan sejumlah pinjaman dari bank atau sumber pinjaman lain yang ada dan dibayar dalam 12 bulan. b. Utang Jangka Panjang Utang jangka panjang meliputi pinjaman dari bank atas sumber lain yang meminjamkan uang untuk waktu jangka panjang lebih dari 12 bulan. Utang yang jatuh temponya pada tahun berjalan harus dipindahkan ke utang lancar. 3. Modal Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik Perusahaan yang ditunjukkan dalam modal saham, surplus dan laba ditahan atau dengan kata lain yaitu investasi yang dilakukan oleh pemilik perusahaan. 2.4.2. Laporan Laba/Rugi Laporan Laba/Rugi adalah laporan yang memberikan informasi tentang penghasilan, harga pokok dan biaya–biaya perusahaan selama pada suatu periode tertentu. Pembuatan laporan laba rugi sangat berguna bagi perusahaan karena dapat menunjukkan tentang jumlah keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang diderita oleh perusahaan selama periode (Munawir, 2002). Komposisi yang terdapat pada laporan laba rugi diantaranya adalah :
15
a. Penjualan Komponen pertama dari laporan laba rugi adalah penjualan yang merupakan pendapatan yang diperoleh perusahaan dari penyerahan barang atau jasa dari bisnis utamanya. b. Harga pokok produksi Harga pokok produksi dapat didefinisikan sebagai sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka menghasilkan barang atau jasa yang akan dijual kepada konsumen. c. Laba kotor Laba kotor merupakan selisih antara penjualan bersih dengan harga pokok penjualan. Laba kotor menunjukkan besar laba/rugi yang dialami perusahaan dengan membuat produk atau menyediakan jasa. d. Biaya operasional Biaya operasional atau biaya usaha adalah biaya–biaya yang tidak berhubungan langsung dengan produk perusahaan, tetapi berkaitan dengan aktivitas operasional sehari–hari. Biaya operasional ini dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : 1) Biaya penjualan yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penjualan yang dilakukan perusahaan, seperti biaya promosi, biaya pengepakan barang dan biaya para penjual produk. 2) Biaya administrasi dan umum yaitu biaya–biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan namun tidak ada hubungan dengan penjualan, seperti biaya gaji staff administrasi, biaya persediaan alat kantor dan biaya penyusutan gedung. e. Laba usaha Laba usaha perusahaan didapatkan dari hasil pengurangan antara laba kotor dengan biaya operasional. Laba usaha menunjukkan besarnya keuntungan/kerugian yang diperoleh perusahaan dari kegiatan bisnis utamanya. f. Pendapatan/biaya lain-lain Perusahaan memperoleh pendapatan tetapi tidak dari kegiatan normalnya, pendapatan ini dicatat sebagai pendapatan lain–lain, misalkan
16
penjualan aktiva perusahaan, pendapatan bunga bank. Biaya–biaya yang timbul tetapi tidak dapat digolongkan sebagai biaya usaha/operasional seperti biaya bunga kredit bank digolongkan sebagai biaya lain–lain. Bunga kredit bank, merupakan sejumlah uang yang dibayarkan oleh perusahaan kepada lembaga keuangan yang disebabkan oleh karena pinjaman/kredit selama jangka waktu yang telah ditentukan. Jika pendapatan lain–lain lebih besar dibandingkan biaya lain–lain, maka komponen
ini
dapat
memberikan
tambahan
penghasilan
untuk
perusahaan. Namun apabila terjadi sebaliknya, maka komponen ini akan menambah beban perusahaan. g. Laba bersih Komponen terakhir dari laporan laba rugi adalah laba bersih. Komponen ini diperoleh dengan mengurangi laba operasional dengan biaya lain–lain (dalam situasi pendapatan lain–lain lebih kecil dari biaya lain–lain) atau menambah laba operasional dengan pendapatan lain–lain (dalam situasi pendapatan lain–lain lebih besar dari biaya lain–lain). Apabila tidak terdapat pendapatan/biaya lain–lain, maka laba bersih akan sama dengan laba operasional. 2.4.3. Laporan Ekuitas Ekuitas (equity) adalah bagian hak pemilik dalam perusahaan, yaitu selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada, dan, dengan demikian, bukanlah merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut (Simamora, 2000). Modal pemilik di dalam sebuah perseroan terbatas lazim disebut ekuitas pemegang saham (stockholder’ equity), ekuitas pemegang andil (shareholder’ equity), investasi pemegang andil (stockholder’ investment), atau modal (capital). Dalam neraca perseroan terbatas, bagian modal pemilik disebut pos Ekuitas Pemegang Saham. Pos ini melaporkan jumlah dua sumber utama modal pemilik. Sumber pertama modal pemilik adalah modal yang dikontribusikan oleh para pemegang saham kepada perseroan, yang disebut modal disetor (paid-in-capital) atau modal ditempatkan (contributed capital). contributed capital merupakan jumlah investasi langsung oleh pemilik
17
perusahaan di dalam sebuah korporasi. Sumber kedua modal pemilik adalah laba bersih yang ditahan di dalam perusahaan, yang disebut laba ditahan atau saldo laba (reained earnings). Saldo laba ini merupakan akumulasi laba yang ditahan atau disimpan dalam perusahaan. 2.4.4. Laporan Arus Kas Laporan arus kas (cash flow statement) adalah laporan keuangan yang memperlihatkan pengaruh dari aktivitas operasi, pendanaan, dan investasi perusahaan terhadap arus kas selama periode akutansi tertentu dalam suatu cara yang merekonsiliasi saldo awal dan akhir
kas (Simamora, 2000).
Manajemen memakai arus kas untuk menilai likuiditas, menentukan kebijakan dividen, dan mengevaluasi imbas dari keputusan-keputusan kebijakan pokok menyangkut investasi dan pendanaan. Jenis-jenis arus masuk kas dan arus kas keluar yaitu : a. Aktivitas – aktivitas operasi Aktivitas-aktivitas operasi (operating activities) adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lainnya yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan (Simamora, 2000). Aktivitas-aktivitas operasi melibatkan transaksi-transaksi pembelian atau produksi barang-barang dan jasa serta penjualan dan distribusi barangbarang dan jasa tersebut kepada pelanggan. b. Aktivitas investasi Aktivitas-aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lainnya yang tidak termasuk setara kas (Simamora, 2000). Perusahaan membeli obligasi dan saham dari perusahaan lainnya juga membeli aktiva jangka panjang seperti bangunan dan perlengkapan. c. Aktivitas pendanaan Aktivitas-aktivitas pendanaan adalah aktvitas yang mengakibatkan perubahan jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan (Simamora,
2000).
Aktivitas
pendanaan
memasok
bagi
sebuah
perusahaan dengan dana dari para pemilik perusahaan maupun kreditor.
18
Tujuan utama laporan arus kas adalah menyediakan informasi tentang penerimaan-penerimaan kas (cash receipts) dan pembayaran-pembayaran kas (cash payment) dari suatu entitas selama suatu periode tertentu. Tujuan lainnya adalah memaparkan informasi tentang kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan dari suatu entitas selama periode tertentu. 2.5. Analisis Kinerja Keuangan 2.5.1. Pengertian Kinerja Keuangan Menurut Lesmana dan Surjanto (2003) kinerja keuangan adalah analisis keuangan yang pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja, dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi yang kinerjanya akan berlanjut. Maka evaluasi untuk nilai perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai keputusan-keputusan investasi yang dilakukan saat ini. Analisis terhadap kinerja sebuah perusahaan berdasarkan laporan keuangan, dibutuhkan beberapa alat analisis, diantaranya Du Pont dan Rasio Keuangan. Menurut Sawir (2001) kinerja adalah kemampuan perusahaan untuk mendapatkan penghasilan atau untuk meraih keuntungan dan kemampuan dalam mengelola perusahaan secara efesien. Sedangkan kinerja keuangan merupakan prestasi yang diperlihatkan oleh perusahaan dari hasil usahanya melalui analisis rasio keuangan perusahaan. 2.5.2. Kinerja Keuangan Dalam menentukan kemampuan kinerja keuangan suatu perusahaan, maka perlu diketahui kondisi keuangan perusahaan tersebut, apakah perusahaan mampu mengelola asset yang dimilikinya dengan efektif dan efisien. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, salah satu upaya penting yang harus dilakukan dari pihak manajemen adalah harus mampu menganalisa kinerja keuangan perusahaan, yang meliputi rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan aktivitas perusahaan apakah berada dalam kondisi yang sehat atau tidak sehat.
19
Menurut Keown et al. (2004) dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan kita perlu menjawab 4 (empat) pertanyaan sebagai petunjuk untuk menggunakan rasio keuangan yaitu : 1. Seberapa tingkat likuiditas perusahaan? 2. Apakah manajemen manghasilkan laba opersional yang cukup atas aktiva perusahaan yang ada? 3. Bagaimana perusahaan menandai aktiva-aktivanya? 4. Apakah pemilik (pemegang saham) mendapatkan pengembalian yang cukup atas investasi mereka? 2.5.3. Tujuan Analisis Keuangan Menurut Agnes dalam Simatupang (2009) dalam menilai kinerja suatu perusahaan suatu analisa kinerja terhadap kondisi keuangan suatu perusahaan menjadi hal utama untuk dapat mengetahui kondisi kesehatan suatu perusahaan dan kinerjanya dalam mengelola asset-asset yang dimilikinya. Dan analisa kinerja keuangan perusahaan dapat dilakukan berasal dari dalam perusahaan (analisa internal) dan dari luar perusahaan (analisa eksternal). Analisa eksternal berasal dari luar perusahaan digunakan untuk menilai kemampuan kredibilitas perusahaan atau potensi investasi. Karena pada prinsipnya
para
pemegang
saham
maupun
calon
investor
akan
mempengaruhi minat pada kondisi keuangan perusahaan yang stabil. Sejauh perusahaan mempunyai kemampuan untuk berkembang, membayar deviden, dan menghindari kebangkrutan maka hal tersebut akan dapat memberikan keuntungan bagi para pemegang saham dan menarik minat calon investor untuk menginvetasikan modalnya pada perusahaan. Sedangkan analisa internal yang dilakukan oleh perusahaan, guna menganalisa keadaan keuangannya terhadap penyelenggaranya dimasa lalu, yang dapat membantu dalam hal perencanaan perusahaan dimasa yang akan datang. Dalam hal perencanaan yang nantinya dilakukan perusahaan berdasarkan hasil evaluasi kinerja keuangannya, dapat dilakukan dengan melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Kekuatan – kekuatan tersebut haruslah dipahami dan digunakan sebaik-baiknya.
20
Sebaliknya kelemahan – kelemahan harus pula diakui dan dilakukan koreksi terhadap kelemahan tersebut. 2.6. Alat Ukur Kinerja Keuangan Dalam menganalisa suatu laporan keuangan diperlukan penelaahan hubungan-hubungan dan tren dalam menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Dari analisa keuangan tersebut, maka dapat dilakukan evaluasi kondisi keuangan perusahaan, sehingga dapat ditemukan kekuatan–kekuatan dan kelemahankelemahan didalam kinerja keuangan perusahaan yang akan dapat membantu dalam meningkatkan atau mempertahankan kinerjanya di masa yang akan datang. 2.6.1. Analisis Rasio Analisis rasio menunjukkan hubungan di antara pos-pos yang terpilih dari data laporan keuangan (Simamora, 2000). Rasio laporan keuangan dihitung dengan dengan membagi rupiah pos yang dilaporkan pada laporan keuangan dengan nilai rupiah pos lainnya yang dilaporkan. Pelaporan ini bertujuan untuk menyatakan suatu hubungan di antara dua pos relevan yang mudah ditafsirkan dan dibandingkan dengan informasi lainnya. Rasio-rasio merupakan pedoman dalam mengevaluasi posisi dan kegiatan keuangan perusahan dan melakukan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun-tahun sebelumnya atau dengan perusahaan lainnya. Tujuan pokok rasio adalah untuk menyoroti bidang-bidang yang membutuhkan investigasi lebih lanjut. Hubungan-hubungan yang relevan terdapat diantara pos-pos dalam laporan keuangan yang sama atau di antara pos-pos yang dilaporkan pada laporan yang berbeda sehingga banyak rasio yang dihitung. Analisis rasio dikelompokkan ke dalam lima kelompok yaitu (1) rasio likuiditas, (2) rasio solvabilitas, (3) rasio Aktivitas, (4) rasio profitabilitas, (5) rasio nilai pasar. 1. Rasio Likuiditas Menurut
Simamora
(2000),
likuiditas
adalah
kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Analisis ini
21
memberikan indikator kemampuan membayar hutang jangka pendek perusahaan dan efisiensi manajemen sekarang. Rasio ini terdiri dari: a. Rasio Lancar (current ratio) Rasio ini menunjukkan hubungan relatif antara aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek, sehingga bisa dilakukan perbandingan terhadap perusahaan yang berbeda ukurannya (Simamora, 2000). Rasio yang rendah dapat berarti bahwa perusahaan tidak akan sanggup melunasi hutang jangka pendeknya dalam kondisi darurat. Rasio yang tinggi dianggap menguntungkan bagi para kreditur. Kreditur jangka pendek umumnya merasa nyaman apabila melihat saldo modal kerja besar, tetapi saldo modal kerja yang besar bisa berari terjadinya stagnasi persedian. Maka dari itu, untuk menempatkan rasio modal kerja dalam persepektif yang benar, maka harus didukung oleh rasiorasio lainnya, seperti rasio cepat, perputaran piutang dagang dan lainlain. b. Rasio Kas Piutang usaha dinilai akan sulit tertagih (kredit macet), komponen aktiva lancar yang benar-benar siap dicairkan hanyalah kas dan surat berharga jangka pendek. Jadi, rasio kas mengukur likuiditas dari aktiva lancar yang pasti dapat dicairkan menjadi kas. Bilamana persediaan diperkirakan lama terjual dan piutang lama tertagih, sebaiknya menggunakan rasio kas sebagai pengukur likuiditas, bukan rasio lancar atau rasio cepat (Mardiyanto, 2009). c. Rasio Modal Kerja Bersih terhadap Total Aktiva Rasio ini menunjukkan potensi cadangan kas yang ada, akibat selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar (Umar dalam Nurhasanah, 2005). Rasio ini terdiri atas kumpulan aktiva likuid yang didanai oleh sumber-sumber modal jangka panjang. Posisi rasio yang kuat dapat menjadi suatu keunggulan bagi perusahaan yang mencoba memperoleh kredit jangka pendek pada tingkat bunga menguntungkan.
22
2. Rasio Solvabilitas Menurut
Munawir
(2002),
solvabiltas
adalah
kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan mengetahui rasio ini, maka perusahaan mengetahui posisi terhadap seluruh kewajibannya kepada pihak lain. Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang bersifat tetap dan mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva tetap dengan modal. Rasio ini terdiri dari: a. Rasio Hutang dengan Modal Sendiri Rasio ini menunjukkan beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang (Munawir, 2002). Bagi perusahaan makin besar rasio ini berarti akan semakin besar resiko yang ditanggung atas kegagalan perusahaan yang mungkin terjadi. b. Rasio Modal dengan Total Aktiva Rasio ini menunjukkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki serta mengukur besarnya total aktiva yang dibiayai oleh kreditur. Semakin tinggi hasil presentasenya, cenderung semakin besar resiko keuangan kreditur maupun pemegang saham. c. Rasio Modal dengan Aktiva Tetap Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan dana yang tertanam pada harta tetap, seperti bangunan dan peralatan untuk menghasilkan penjualan bersih. Rasio ini berguna untuk mengevaluasi kemampuan perusahan menggunakan aktivanya secara efektif untuk meningkatkan pendapatannya. 3. Rasio Aktivitas Menurut Munawir (2002), rasio aktivitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas seharihari atau kemampuan perusahaan dalam penjualan, penagihan piutang maupun pemanfaatan aktiva yang dimiliki. Rasio aktivitas terdiri dari :
23
a. Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio ini menunjukkan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan
dalam
rangka
menghasilkan
penjualan
atau
menggambarkan beberapa rupiah penjualan bersih untuk dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan (Sawir, 2001). Perputaran aktiva yang lambat menunjukkan aktiva yang dimiliki terlalu besar apabila dibandingkan dengan kemampuan menjualnya. b. Rasio Perputaran Aktiva Tetap Rasio ini mengukur efektivitas pengunaan dana yang tertanam pada harta tetap (Sawir, 2001). Rasio ini berguna untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan menggunakan aktivanya secara efektif untuk meningkatkan pendapatan. c. Rasio Perputaran Piutang Rasio ini mengukur perbandingan penjualan perusahaan dan besarnya piutang yang belum ditagih. Perusahaan yang mempunyai kesulitan dalam penagihan, berarti perusahaan mempunyai saldo piutang yang besar dan rasio yang rendah. Sebaliknya, jika perusahan mempunyai kebijakan kredit dan prosedur penagihan yang baik, maka saldo piutangnya rendah dan rasionya tinggi. 4. Rasio Profitabilitas Laba bersih (net income) merupakan ukuran pokok keseluruhan keberhasilan perusahaan. Laba, atau kurangnya laba, mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dan pendanaan ekuitas, posisi likuiditas perusahaan, dan kemampuan perusahaan untuk berubah (Simamora 2000). Rasio ini terdiri dari : a. Rasio Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin) Rasio ini merupakan ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin baik dan secara relatif semakin rendah harga pokok barang yang dijual dan mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, yang
24
mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efesien. Mengevaluasi harga pokok penjualan dapat dilihat margin per unit produk, bila rendah maka perusahaan tersebut sensitifnya terhadap pesaingnya. b. Rasio Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin) Rasio ini mencerminkan kemampuan manajemen untuk menghasilkan
laba
setelah
harga
pokok
penjualan,
beban
operasi/usaha, beban lain-lain dan pajak sehubungan dengan penjualan. Rasio ini merupakan ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah dikurangi semua biaya dan pengeluaran. c. Rasio Return on Investment (ROI) Rasio ini menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan (Munawir, 2002). Rasio ini juga membandingkan laba operasional dengan total aktiva. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan kondisi perusahaan yang semakin membaik. d. Rasio Return on Equity (ROE) Rasio ini menunjukkan produktivitas dari dana-dana pemilik perusahaan (Munawir, 2002). Rasio ini membandingkan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Semakin tinggi tingkat rasio ini, maka semakin baik karena posisi modal pemilik semakin kuat. 5. Rasio Nilai Pasar Rasio Nilai Pasar (Market Value Ratio) Rasio ini dapat menunjukkan kinerja perusahaan di masa lalu dan prospeknya di masa yang akan datang. Rasio nilai pasar perusahaan meliputi price/earnings ratio dan market/book ratio (Simamora,2000). a. Price/Earnings Ratio (PER) Rasio ini menunjukkan seberapa besar investor ingin membayar per rupiah dari keuntungan yang dilaporkan oleh perusahaan. Jika PER suatu saham semakin rendah, maka semakin baik atau murah harganya, karena memberi hasil yang tinggi.
25
b. Market/Book Ratio (MBR) Rasio ini memberikan petunjuk mengenai bagaimana investor menilai perusahaan. Perusahaan dengan rate of return yang relatif tinggi terhadap modalnya, secara umum akan menjual saham pada nilai buku yang berlipat ganda daripada perusahaan yang mempunyai rate of return yang rendah. Jika nilai MBR semakin besar mengindikasikan bahwa pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut pada masa mendatang dan berimplikasi pada naiknya harga saham perusahaan, demikian pula sebaliknya. 2.6.1.1. Kelebihan dan Kekurangan Rasio Keuangan Menurut Brigham dan Houston dalam Budiharti (2006) kelebihan rasio keuangan antara lain : 1. Rasio Keuangan mudah dalam perhitungannya 2. Rasio
keuangan
menganalisis,
dapat
digunakan
mengendalikan
dan
untuk
membantu
memperbaiki
operasi
perusahaan. 3. Rasio keuangan dapat digunakan untuk membantu menentukan kemampuan perusahaan membayar utang. 4. Rasio keuangan dapat digunakan untuk melihat efisiensi, risiko dan prospek pertumbuhan perusahaan. Rasio keuangan dalam memberikan informasi yang berguna tentang operasi dan kondisi perusahaan, namun di dalamnya terdapat masalah dan keterbatasan yang perlu diperhatikan. Kekurangan tersebut antara lain : 1. Rasio keuangan lebih berguna bagi perusahaan kecil dibanding perusahaan multidivisi. 2. Inflasi dapat memberikan nilai yang dicatat seringkali berbeda dengan nilai yang sebenarnya pada neraca perusahaan. 3. Faktor-faktor
musiman
dapat
mendistorsi
analisis
rasio
keuangan. 4. Praktik akutansi yang berbeda dapat mendistorsi perbandingan.
26
2.6.2. Metode Du Pont Analisis Du Pont adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis profitabilitas perusahaan dan tingkat pengembalian ekuitas (Keown, 2004). Sistem Du Pont menggabungkan laporan laba rugi dan neraca ke dalam dua ringkasan alat ukur profitabilitas, yaitu Return On Investment (ROI) dan Return on Equity (ROE). Du Pont merupakan sistem yang digunakan untuk menganalisis laporan keuangan dalam pengevaluasian kinerja keuangan perusahaan. Laba yang besar belum tentu dapat menjamin perusahaan tersebut telah efektif dalam menggunakan modalnya untuk menghasilkan laba tersebut. Di sinilah peran Du Pont diperlukan. Dengan menganalisis ROI melalui pendekatan Du Pont dapat diketahui komponen/unsur-unsur mana yang menyebabkan adanya ketidakefisienan dalam penggunaan modal sehingga perusahaan dapat terhindar dari bahaya krisis keuangan atau kelebihan modal.
Gambar 3. Du-Pont Chart Sumber : Keown, 2004
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Tahap awal yang dilakukan untuk mengevaluasi kinerja keuangan pada usaha budiaya ikan kerapu macan yang dilakukan oleh Bapak X adalah membuat laporan keuangan yaitu Laba/Rugi dan Neraca. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis rasio dan Du Pont yang dapat mencerminkan kinerja suatu perusahaan. Mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan oleh pengelola usaha sebagai pedoman dalam menentukan kebijakan operasional di masa mendatang, sehingga kekurangan pada masa lalu dapat dikurangi pada periode mendatang dan keberhasilan dapat ditingkatkan. Usaha budidaya ikan kerapu macan anggota Sea Farming di Pulau Panggang dari tahun 2007 sampai 2009 anggotanya semakin berkurang walaupun setiap tahunnya ada perekrutan anggota baru. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Usaha budidaya ikan Kerapu Macan Berkurangnya anggota kelompok Sea Farming setiap tahunnya Tidak adanya pencatatan keuangan dan pengukuran kinerja usaha Perlunya penyusunan laporan keuangan usaha budidaya ikan Kerapu Macan
Laba Rugi
Neraca
Analisis kinerja keuangan usaha budidaya ikan Kerapu Macan Rekomendasi solusi Keterangan : : Alat Analisis
Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian
Analisis Rasio Analisis Du Pont
28
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, yaitu dimulai bulan Maret sampai Juni 2010. Penelitian ini didesain hanya untuk anggota yang masih melakukan usaha budidaya hingga tahun 2010, dan periode usaha yang dilakukan selama 3 periode (2007-2009), sehingga dapat diketahui pendapatan dan biaya pembudidaya dan mengevaluasi keuangan usaha budidaya ikan kerapu macan. 3.3. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu set pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskriptif, gambaran, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta (Nazir, 2005). 3.4. Metode Pengumpulan Data a. Jenis Data dan Sumber data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2005). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini, yaitu nelayan yang aktif dalam keanggotaan Sea Farming dan periode yang dilakukan selama 3 periode (2007-2009) di bidang usaha budidaya Ikan Kerapu Macan. Data sekunder adalah data yang pengumpulannya dilakukan oleh pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka. Data ini diperoleh dari PKSPL, Artikel tentang Sea Farming, Dinas Pertanian dan perikanan DKI Jakarta, Sekretariat Sea Farming di Pulau Panggang, skripsi yang terkait dengan penelitian dan internet.
29
b. Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan contoh untuk menganalisis manfaat langsung dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan data secara tidak acak dengan berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Pertimbangan menggunakan metode purposive sampling karena pengambilan sampel ini dengan sengaja memilih responden berdasarkan kebutuhan data yang diinginkan. Hal yang menjadi pertimbangan dalam pengambilan sampel ini yaitu responden yang memiliki beberapa kriteria sebagai berikut : 1. Responden yang dipilih adalah kelompok Sea Farming di Pulau Panggang. 2. Responden telah melakukan budidaya sampai memproduksi ikan kerapu macan ukuran konsumsi 3. Keramba yang digunakan dalam usaha budidaya adalah milik sendiri. 4. Responden sampai tahun pelaksanaan penelitian masih melakukan usaha
budidaya,
dan
usaha
budidaya yang
dilakukan
cukup
berkembang. 3.5. Metode Analisis Data Data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder diolah. Metode dalam pengolahan data adalah menggunakan beberapa alat analisis keuangan, yaitu : A. Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan dirancang untuk membantu para pemilik, manajer, kreditor, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya untuk mengambil
keputusan-keputusan
bisnis.
Laporan
keuangan
yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu laporan Laba/Rugi dan Neraca. 1. Laporan Laba/Rugi Laporan laba/Rugi adalah suatu laporan yang menunjukkan pendapatan dari penjualan, berbagai biaya, dan laba yang diperoleh oleh perusahaan selama periode tertentu. Bentuk laporan laba rugi:
30
Laporan Laba/Rugi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Periode ….. Pendapatan……………………………………………………..
x
Harga Pokok Penjualan………………………………………...
(x)
Laba Kotor……………………………………………………..
x
Biaya Non Operasi : Uang Pangkal…………………………………………………..
x
Iuran Kelompok………………………………………………... x Jumlah Beban Non Operasi…………………………………….
(x)
Laba bersih……………………………………………………..
xx
2. Neraca Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang, modal dari suatu perusahaan yang.menunjukkan posisi keuangan pada suatu saat tertentu. Bentuk Neraca : Neraca Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Per 31 Desember ……….. Aktiva Aktiva Lancar Kas Total Aktiva Lancar Aktiva Tetap Keramba Jaring Sampan Serokan Ember Box Styroform Dirigen Gunting Pisau Akumulasi Penyusutan Total Aktiva Tetap TOTAL AKTIVA
x x
x x x x x x x x x (x) x x
Kewajiban dan Modal Kewajiban Jk Pendek Hutang Usaha Total kewajiban Modal Modal Dikeluarkan Laba Ditahan Total Modal TOTAL PASIVA
x x
x x x
31
B. Analisis Rasio Alat analisis ini dapat digunakan untuk melihat gambaran tentang baik-buruknya posisi keuangan suatu perusahaan, terutama apabila angka rasio dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar. Standar rasio bukan ukuran yang pasti, tetapi dapat digunakan untuk menganalisis. Analisis rasio yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas. Pemilihan keempat kelompok rasio ini digunakan untuk menggambarkan hubungan relevan bagi bidang yang menjadi perhatiannya. 1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya jangka pendeknya yang jatuh tempo. Analisis ini merupakan indikator kemampuan membayar utang jangka pendek dan efisiensi manajemen. Semakin likuid suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan perusahaan untuk sanggup membayar karyawan-karyawan. Kewajiban keuangan suatu perusahaan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu : yang berhubungan dengan pihak luar dan pihak internal. Rasio likuiditas yang digunakan adalah : a. Rasio Lancar Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang akan segera jatuh tempo dengan aktiva lancar. Rumus rasio ini adalah : Rasio Lancar =
Aktiva Lancar Kewajiban Lancar
………..……………...…(1)
b. Rasio Kas Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang yang harus segera dipenuhi dengan uang kas yang tersedia dalam perusahaan. Rumus rasio ini adalah : Rasio Cepat
= Kas + Surat Berharga jangka pendek Kewajiban Lancar …………………..….(2)
32
c. Rasio Modal Kerja Bersih Terhadap Total Aktiva Rasio ini menunjukkan potensi cadangan kas yang ada akibat selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rumus rasio ini adalah : Rasio Modal Kerja Bersih terhadap = Aktiva Lancar – Kewajiban Total Aktiva Total Aktiva ………….;……………..(3) 2. Rasio Solvabilitas Rasio ini mengukur tingkat tingkat solvabilitas suatu perusahaan dan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya. Solvabilitas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Rasio-rasio yang digunakan adalah : a. Rasio Hutang terhadap Ekuitas atau DER Rasio ini menunjukkan kemampuan modal sendiri untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Rumus rasio ini adalah : Rasio Hutang terhadap Ekuitas atau DER =
Total Hutang Modal Sendiri
..(4)
b. Rasio Modal dengan Total Aktiva Rasio ini menunjukkan besarnya proporsi jumlah aktiva yang dibiayai dari modal sendiri. Rumus rasio ini adalah : Rasio Modal dengan Aktiva = Modal Sendiri Total Aktiva …………....………(5) c. Rasio Modal terhadap Aktiva Tetap Rasio ini menunjukkan besarnya proporsi jumlah aktiva tetap yang dibiayai dari modal sendiri. Rumus rasio ini adalah : Rasio Modal dengan Aktiva = Modal Sendiri Aktiva Tetap ……………...........(6) 3. Rasio Aktivitas Rasio Aktivitas digunakan untuk mengetahui kecepatan beberapa perkiraan menjadi penjualan atau kas dan mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan semua sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Rasio aktivitas melibatkan perbandingan antara
33
tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio ini menganggap bahwa sebaiknya terdapat keseimbangan yang layak antara penjualan dan berbagai unsur aktiva, yaitu piutang, aktiva tetap dan aktiva lainnya. Rasio-rasio aktivitas yang digunakan adalah : a. Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio ini berfungsi untuk mengukur perputaran semua aktiva perusahaan. Rumus rasio ini adalah : Rasio Perputaran Total Aktiva =
Penjualan Total Aktiva ..…………..….(7)
b. Rasio Perputaran Aktiva tetap Rasio ini berfungsi untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva tetapnya. Rumus rasio ini adalah : Rasio Perputaran Aktiva Tetap =
Penjualan Aktiva Tetap …………..…… (8)
c. Rasio Perputaran Piutang Rasio ini menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam piutang berputar dalam periode tertentu. Rumus rasio ini adalah : Rasio Perputaran Piutang = Penjualan Piutang …………………..………(9) 4. Rasio Profitabilitas Profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Rasio Profitabilitas akan memberikan jawaban tentang efektivitas manajemen perusahaan, rasio ini memberikan gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan. Rasio Profitabilitas yang digunakan adalah : a. Rasio Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin) Rasio ini menunjukkan laba bruto dari setiap penjualan yang dilakukan. Rumus rasio ini adalah : Rasio Marjin Laba Kotor = Laba Kotor Penjualan
X 100% …….....…(10)
b. Rasio Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin) Rasio ini menunjukkan keuntungan bersih dari setiap penjualan yang dilakukan. Rumus rasio ini adalah :
34
Margin Laba Bersih =
Laba Bersih Penjualan
X 100%……..........(11)
c. Rasio Return on Investment (ROI) Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atas penggunaan seluruh aktivanya dalam kegiatan operasi. Rumus rasio ini adalah : ROI
=
Laba Bersih Total Aktiva
X 100%………………...………..(12)
d. Rasio Return on Equity (ROE) Rasio ini menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva. Rumus rasio ini adalah :
ROE =
Laba Bersih Modal Sendiri
X 100%.…………………..………..(13)
C. Analisis Du Pont Analisis Du Pont merupakan pendekatan terpadu terhadap analisis rasio keuangan. Bagan Du Pont mula-mula dikembangkan oleh manajemen
Du
Pont
untuk
pengendalian
divisi.
Analisis
ini
menggabungkan rasio-rasio aktivitas dan profit margin, serta menunjukan bagaimana
rasio-rasio
tersebut
berinteraksi
untuk
menentukan
profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan. Sistem Du Pont sering digunakan untuk pengendalian divisi, prosesnya disebut dengan pengendalian terhadap tingkat pengembalian investasi (ROI). Jika ROI untuk divisi tertentu berada di bawah angka yang ditargetkan, maka melalui sistem Du Pont dapat ditelusuri sebabsebab terjadinya penurunan ROI. ROE digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian ekuitas pemilik modal. ROI = Margin Laba x Perputaran Aktiva ………………………..…....(14) ROI = Laba Bersih Setelah Pajak x Penjualan
Penjualan Total Aktiva ……….………. (15)
ROE = ROI x 1+ Debt Ratio………………………………...…………(16)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keanggotaan Kelompok Sea Farming Pulau Panggang Berdasarkan Survey yang dilakukan diperoleh hasil tentang kegiatan anggota kelompok Sea Farming. Anggota kelompok Sea Farming Pulau Panggang memiliki ketentuan tentang Anggaran Dasar Rumah Tangga. Berdasarkan anggaran rumah tangga, sebelum menjadi anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang, nelayan harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu : 1. Tidak atau masuk menjadi anggota kelompok lain. 2. Penduduk atau nelayan yang bertempat tinggal di Pulau Panggang. 3. Memiliki keramba 2 lubang. 4. Mengikuti pelatihan manajemen budidaya selama 3 hari. 5. Mengisi Formulir keanggotaan. Apabila syarat di atas tidak terpenuhi, maka orang tersebut tidak dapat menjadi anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang. Nama Anggota kelompok Sea Farming di pulau Panggang yang menjadi anggota Sea Farming dan masih melakukan usaha pembesaran ikan Kerapu Macan dapat di lihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Berdasarkan persyaratan yang berlaku Bapak X telah memenuhi syarat yang telah disepakati oleh anggota kelompok Sea Farming. Bapak X merupakan anggota pertama yang menjadi anggota kelompok Sea Farming. Dari awal masuk menjadi anggota kelompok Sea Farming pada Tahun 2005 sampai sekarang Bapak X masih melakukan kegiatan budidaya ikan Kerapu Macan. Hasil survey di lapangan yang menjadi contoh laporan ini pada anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang adalah Bapak X, karena Bapak X melakukan kegiatan yang kontinyu, dari nelayan menjadi pembudidaya laut, pengurus kelompok Sea Farming di Pulau Panggang, dan usaha budidaya ikan kerapu macan dilakukan selama 3 periode (2007-2009). Ketiga kriteria tersebut telah memenuhi syarat dalam pemilihan anggota Sea
36
Farming dalam penelitian ini. Sebelum menjadi anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang Tahun 2005 Bapak X bekerja sebagai nelayan. Nelayan yang menjadi anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang diberikan pinjaman terlebih dahulu berupa benih ikan Kerapu Macan dengan pembayaran setelah berproduksi. Cara pemberian pinjaman benih dengan sistem bertahap yaitu pertama 200 ekor benih ikan Kerapu Macan, kemudian bertambah menjadi 400 ekor, dan seterusnya sampai 1.200 ekor benih ikan Kerapu Macan. Penambahan benih dilakukan setiap nelayan telah membayar peminjaman benih. 4.2. Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan 4.2.1. Kegiatan Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Macan 4.2.1.1. Pemilihan Lokasi Lokasi budidaya yang dipilih untuk budidaya kerapu adalah perairan karang (terumbu karang) dengan kedalaman air berkisar antara 3-7 m untuk keramba jaring apung dan kedalaman air berkisar 3-5 m untuk keramba jaring tancap. Lokasi budidaya harus bersubrat pasir, memiliki arus yang relatif kecil dan terlindung dari ombak yang besar. Pemilihan
lokasi ini
sangat
penting
karena
berpengaruh
pada
pertumbuhan ikan Kerapu Macan. 4.2.1.2. Pembuatan Keramba Pembuatan jaring tancap biasanya menggunakan balok kayu atau bambu yang diikatkan dengan tali. Balok kayu atau bambu diukur sesuai dengan kebutuhan dan ukurannya harus melebihi dari kedalaman air. Setelah diukur maka balok kayu ditancapkan ke dasar perairan kemudian masing-masing sudut dihubungkan dengan kayu dan diikat dengan tali. Setelah kontruksi keramba selesai dibuat dilakukan pemasangan jaring. Pemasangan jaring pun harus berada di atas permukaan air dan bagian bawah jaring diikat pada sudut balok. Hal ini dimaksudkan agar ketika air pasang keramba tidak terbenam dalam air. Selain itu jarak antara dasar dengan jaring bagian bawah adalah 20 cm agar ikan terhindar dari predator.
37
Untuk pembuatan keramba jaring apung terdiri atas bagian berupa bambu sebagai rakit, pelampung yaitu drum, karang berfungsi sebagai jangkar yang digunakan sebagai penahan keramba, pemberat, dan jaring. Pembuatan keramba ini dilakukan di darat. Cara pertama yang dilakukan adalah memotong bambu sesuai ukuran keramba, dengan melebihkan 0.5 meter untuk memudahkan dalam pengikatan bambu. Pengikatan bambu dilakukan di setiap sudut bambu paling luar dan diikat dengan kuat dan kokoh, kemudian tiap sudut diikat tali dan mulai dipasang drum sebagai pelampung. Kerangka keramba yang sudah siap untuk dipasang di laut dibawa dengan perahu motor. Sesampai di lokasi keempat sudut rakit diikat dengan tali yang telah dihubungkan dengan karang. Bila kerangka keramba telah berada pada posisinya, makanya selanjutnya dilakukan pemasangan jaring. Pemasangan jaring pada keramba dilakukan dengan cara mengaitkan tali ris di setiap sudut atas keramba. Agar jaring dapat meregang dan berbentuk persegi empat, maka dipasang pemberat dengan cara mengikatkan tali pemberat pada keramba. 4.2.1.3. Pemeliharaan Ikan 1. Penebaran Benih Penebaran benih pada sistem keramba jaring apung dan tancap dilakukan pada saat suhu air laut sedang rendah, yaitu pada waktu pagi hari atau sore hari. Hal ini dilakukan agar benih yang ditebar tidak stres dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Agar benih yang memiliki kualitas baik, maka dilakukan penyortiran benih agar ikan kerapu yang dihasilkan dari budidaya hasilnya bagus. Benih yang berkualitas baik memiliki ciri-ciri berwarna cerah, aktif berenang, tubuh tidak luka dan responsif terhadap makanan. Ukuran benih yang siap ditebar dikeramba adalah berukuran 10 cm. 2. Pemberian Pakan Pemberian pakan yang dilakukan oleh Bapak X sebanyak dua kali sehari dengan waktu pemberian pakan pagi dan sore. Pakan yang diberikan adalah ikan rucah segar. Sebelum ikan rucah diberikan
38
daging ikan dipisahkan dari sisik dan tulang keras kemudian dipotongpotong sesuai dengan bukaan mulut. Pemberian pakan perlu diperhatikan, karena sifat kanibal ikan Kerapu Macan akan muncul bila dalam kondisi kekurangan pakan. Hal tersebut akan mengakibatkan ikan Kerapu Macan saling membunuh, sehingga tingkat kematian pun akan tinggi. 3. Penjemuran Jaring dan Pencucian Ikan Kegiatan penjemuran jaring rata-rata dilakukan 1 kali dalam seminggu, penjemuran ini berfungsi untuk menghilangkan lumut yang berada pada jaring. Penjemuran jaring dilakukan dengan cara mengangkat jaring dan dijemur di atas keramba. Waktu yang dibutuhkan untuk pencucian jaring adalah tujuh hari. Ketika jaring dijemur, maka pada saat bersamaan pula dilakukan proses pencucian ikan. Pencucian ikan dilakukan dengan menggunakan box styroform yang diisi dengan air tawar. Waktu yang dibutuhkan untuk pencucian ikan rata-rata adalah lima menit. Setelah proses pencucian ikan selesai, maka ikan Kerapu Macan dimasukkan kembali dalam keramba yang lain. 4. Pemanenan Ikan Kerapu Macan Pemanenan dilakukan ikan Kerapu Macan berumur 8-12 bulan atau pada saat ukuran ikan Kerapu Macan mencapai tiga sampai tujuh ons per ekor. Pemanenan menggunakan alat bantu serokan yang digunakan untuk mengambil ikan dari keramba, dan pada saat ikan dipanen pembudidaya dan pengumpul lokal bersama-sama melakukan proses penimbangan. Setelah proses penimbangan selesai, maka biaya pengangkutan sampai ke darat menjadi tanggungan pihak pengumpul. Ikan hasil panen ini biasanya akan ditampung terlebih dahulu oleh pengumpul dalam kolam sebelum di jual ke Jakarta. Ikan Kerapu Macan yang akan dikirim ke Jakarta dikemas dalam plastik yang sudah diberi oksigen. Setiap anggota kelompok yang akan melakukan pemanenan terlebih dahulu melapor kepada ketua anggota kelompok Sea
39
Farming.
Pemberitahuan
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
perkembangan anggota kelompok. Pada bulan Januari Tahun 2007 jumlah ikan yang dipanen 90 kg, pada bulan Mei Tahun 2008 jumlah ikan yang dipanen 247,6 kg, pada bulan September Tahun 2009 jumlah ikan yang dipanen 74,4 Kg. 4.2.2. Investasi Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendirikan usaha, dan memperluas usaha atau mengganti penggunaan peralatan. Komponen biaya investasi budidaya ikan Kerapu Macan adalah sebagai berikut: 1. Sampan Alat transportasi yang digunakan oleh Bapak X untuk melakukan usaha budidaya ikan Kerapu Macan yaitu sampan. Pembelian sampan dilakukan pada tahun 2006, biaya yang dikeluarkan Bapak X untuk pembelian sampan yaitu Rp. 641.500,- dengan umur teknis sampan ini 10 tahun. 2. Keramba Keramba yang digunakan untuk melakukan usaha budidaya ikan Kerapu Macan bisa menggunakan Keramba Jaring Tancap dan Keramba Jaring Apung. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan keramba terdiri dari kayu atau bambu, tali pengikat drum, dan tali pengikat yang digunakan untuk mengikat keramba di dasar perairan. Awal melakukan usaha pada Tahun 2006 Bapak X hanya memiliki keramba jaring tancap. Pada tahun tersebut pembuatan keramba jaring tancap membutuhkan biaya Rp. 446.800,-. Tahun 2007 Jaring tancap tidak digunakan lagi untuk usaha budidaya ikan Kerapu Macan. Bulan Juli Tahun 2007 Bapak X mengembangkan usahanya dengan membangun keramba jaring apung 2 lubang dengan biaya Rp 1.910.800,, kemudian pada Tahun 2008 membangun lagi 4 lubang keramba dengan biaya Rp 2.777.200,- jadi keramba yang dimiliki Bapak X saat ini adalah 6 lubang. Rincian biaya pembuatan keramba dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6.
40
Tabel 4. Rincian biaya pembuatan keramba jaring tancap Tahun 2006 No 1. 2. 3.
Keterangan Unit Satuan Bambu 12 batang Tali pengikat bambu 90 meter Tali pengikat jaring 8 meter Total Pembuatan keramba jaring tancap Sumber : Anggota Sea Farming di Pulau Panggang
Harga 30.000,1.000,2.100,-
Jumlah 360.000,90.000,16.800,446.800,-
Tabel 5. Rincian biaya pembuatan keramba jaring apung tahun 2007 No 1. 2. 3. 5. 4.
Keterangan Unit Satuan Bambu 14 batang Tali pengikat bambu 20 meter Tali pengikat jaring 8 meter Tali pengikat drum 50 meter Tali pengikat ke terumbu 16 meter karang 5. Drum plastik 13 buah Total Pembuatan keramba jaring apung Sumber : Anggota Sea Farming di Pulau Panggang
Harga 30.000,1.000,2.100,1.000,6.500,-
Jumlah 420.000,20.000,16.800,50.000,104.000,-
100.000,-
1.300.000,1.910.800,-
Tabel 6. Rincian biaya pembuatan keramba jaring apung tahun 2008 No 1. 2. 3. 5. 4.
Keterangan Unit Satuan Bambu 25 batang Tali pengikat bambu 105 meter Tali pengikat jaring 32 meter Tali pengikat drum 105 meter Tali pengikat ke terumbu 20 meter karang 5. Drum plastik 16 buah Total Pembuatan keramba jaring apung Sumber : Anggota Sea Farming di Pulau Panggang
Harga 30.000,1.000,2.100,1.000,7.500,-
Jumlah 750.000,105.000,67.200,105.000,150.000,-
100.000,-
1.600.000,2.777.200,-
3. Jaring Jaring yang digunakan pada keramba sesuai dengan jumlah lubang keramba. Pada Tahun 2006 jaring yang digunakan pada keramba tancap yaitu satu buah dengan harga Rp. 325.000.-. Tahun 2007 Bapak X melakukan peminjaman berupa barang ke pengurus Sea Farming yaitu jaring sebanyak dua buah. Harga dua buah jaring ini yaitu Rp. 650.000,-, pinjaman jaring ini dibayar setelah panen. Tahun 2008 Bapak X membeli jaring 4 buah untuk pengembangan usahanya, harga 4 buah jaring ini yaitu Rp. 1.300.000,- pembelian ini dilakukan secara pinjaman. 4. Penyusutan Penyusutan adalah alokasi sistematik jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aktiva sepanjang masa manfaatnya (Simamora, 2000). Aktiva-
41
aktiva tetap seperti bangunan, fasilitas produksi, dan peralatan berangsurangsur kehilangan kemampuannya memberikan manfaat atau jasanya. Metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan yaitu metode garis lurus. Metode garis lurus mengalokasikan beban penyusutan yang sama besarnya selama masa manfaat aktiva. Penyusutan peralatan pada serokan, box styroform dan gunting pada akhir tahun sudah habis. Penghitungan penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 4, dan biaya penyusutan per tahun dalam usaha budidaya ikan Kerapu Macan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Biaya Penyusutan per tahun Aktiva tetap Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Bapak X No.
Keterangan
1. 2. 3.
Sampan Keramba Jaring Total Biaya Penyusutan Sumber : Data Primer 2010 diolah
2007 59.150,332.100,110.000,501.250,-
Tahun Ke2008 59.150,797.500,318.000,1.174.650,-
2009 59.150,797.500,318.000,1.174.650,-
4.2.3. Biaya Produksi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Bapak X Biaya operasional yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan proses produksi adalah sebagai berikut : 1. Pembelian benih ikan Kerapu Macan Bapak X memperoleh benih ikan Kerapu Macan dari balai benih Sea Farming yang dikelola oleh PKSPL dengan cara meminjam benih terlebih dahulu kemudian dibayar setelah panen. Budidaya ikan Kerapu Macan di mulai tanggal 24 Maret 2006 Bapak X memperoleh benih ikan Kerapu Macan sebanyak 200 ekor. Benih ikan Kerapu Macan ini ditebar pada keramba jaring tancap. Tanggal 24 Februari 2007 Bapak X memperoleh benih 400 ekor ditebar pada keramba jaring apung. Tanggal 12 Oktober 2008 Bapak X hanya memperoleh 200 ekor benih ikan Kerapu Macan dikarenakan di balai benih Sea Farming mengalami kekurangan benih. Benih ikan Kerapu Macan yang dibeli dari balai benih Sea Farming berukuran 10 cm/ekor dengan harga Rp 10.000,-/ekor pada Tahun 2006.
42
Harga benih pada Tahun 2007 sampai Tahun 2008 menjadi Rp 11.000,/ekor dengan ukuran 10 cm/ekor. 2. Pemberian pakan rucah Pakan yang digunakan Bapak X dalam kegiatan budidaya ikan Kerapu Macan adalah pakan rucah. Pemberian pakan ikan rucah untuk ikan
kerapu
memerlukan
beberapa
pengolahan
dasar,
seperti
mengeluarkan isi perut dan kepala ikan, dan membersihkan semua kotoran, jika ikan kerapu berukuran kecil. Jumlah pakan rucah yang digunakan selama proses pemeliharaan adalah pada tahun pertama sebanyak 504 Kg. Tahun kedua pakan rucah yang diberikan sebanyak 1.176 Kg, dan tahun ketiga sebanyak 504 Kg. Harga ikan rucah sejak awal kegiatan budidaya pada Tahun 2006 sampai Tahun 2008 tidak mengalami perubahan yaitu Rp. 2.000,- per Kg. Kegiatan pemberian pakan dilakukan dengan cara ditebar ke dalam keramba. 3. Upah tenaga kerja Tenaga kerja yang dipakai dalam kegiatan usaha budidaya ikan Kerapu Macan yang dilakukan oleh Bapak X adalah Bapak X sendiri. Upah tenaga kerja yang dibayar adalah sebesar Rp 500.000,- per bulan, sudah termasuk uang makan dan rokok. Tahun 2006 sampai tahun 2008 tidak mengalami kenaikkan gaji. Gaji per tahun yang dikeluarkan Bapak X untuk usaha ini sebesar Rp 6.000.000,- per tahun. 4. Biaya transportasi penempatan keramba Biaya transportasi dilakukan untuk menempatkan keramba yang dibuat didarat ke laut menggunakan perahu motor. Penempatan keramba ini dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada Tahun 2006, Tahun 2007 dan Tahun 2008. Biaya penempatan keramba di lokasi yang telah ditentukan sebesar Rp 25.000,-. 5. Air tawar Air tawar digunakan untuk mencuci ikan agar parasit yang ada di tubuh ikan Kerapu Macan mati. Pencucian ikan membutuhkan air tawar sebanyak 15 liter persatu kali pencucian. Pencucian ini dilakukan sebanyak 4 kali dalam satu bulan. Harga air tawar 1 jerigen dengan isi 15 liter yaitu Rp. 2.000,-. Tahun 2007 biaya yang dikeluarkan untuk air
43
tawar yaitu Rp 80.000,-. Tahun 2008 biaya yang dikeluarkan untuk air tawar yaitu Rp 120.000,-. Tahun 2008 biaya yang dikeluarkan untuk air tawar yaitu Rp 80.000,-. 6. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam usaha pembesaran ikan Kerapu Macan ini adalah serokan, ember, box styrofoarm, jerigen, gunting, dan pisau. Total biaya yang dibutuhkan untuk membeli peralatan Tahun 2006 Rp 44.700,- Tahun 2007 Rp 26.900,- Tahun 2008 Rp 47.800,-. Rincian biaya peralatan dapat dilihat pada Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 8. Rincian Biaya Peralatan Tahun 2006 No.
Jenis peralatan
Unit
Satuan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Harga (Rp) 5.400,3.500,15.000,8.500,5.500,6.800,-
Serokan 1 Buah Ember 1 Buah Box Styrofoarm 1 Buah Jerigen 1 Buah Gunting 1 Buah Pisau 1 Buah Total biaya peralatan Sumber : Anggota Sea Farming di Pulau Panggang
Total biaya (Rp) 5.400,3.500,15.000,8.500,5.500,6.800,44.700,-
Tabel 9. Rincian Biaya Peralatan Tahun 2007 No.
Jenis peralatan
Unit
Satuan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Harga (Rp) 5.600,3.700,15.600,8.600,5.700,7.000,-
Serokan 1 Buah Ember 1 Buah Box Styrofoarm 1 Buah Jerigen 1 Buah Gunting 1 Buah Pisau 1 Buah Total biaya peralatan Sumber : Anggota Sea Farming di Pulau Panggang
Total biaya (Rp) 5.600,3.700,15.600,8.600,5.700,7.000,46.200
Tabel 10. Rincian Biaya Peralatan Tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis peralatan
Unit
Satuan
Harga (Rp) 6.000,4.000,16.000,8.800,6.000,7.000,-
Serokan 1 Buah Ember 1 Buah Box Styrofoarm 1 Buah Jerigen 1 Buah Gunting 1 Buah Pisau 1 Buah Total biaya peralatan Sumber : Anggota Sea Farming di Pulau Panggang
Total biaya (Rp) 6.000,4.000,16.000,8.800,6.000,7.200,48.000,-
44
4.2.4. Iuran Keanggotaan Kelompok Sea Farming di Kepulauan Panggang yang masuk dalam anggota kelompok Sea Farming membayar uang pangkal dan iuran setiap bulan. Uang pangkal ini hanya satu kali dibayarkan ketika nelayan sudah menjadi anggota Sea Farming sebesar Rp10.000,- (di awal keanggotaan). Dan setiap bulannya anggota kelompok Sea Farming membayar iuran keanggotan sebesar Rp 1.000,-. Iuran ini disimpan sebagai uang kas kelompok untuk keperluan kelompok. 4.2.5. Sistem Pemasaran Pembudidaya ikan Kerapu Macan pada anggota kelompok Sea Farming Pulau Panggang menjual hasil panennya kepada pengumpul lokal, yaitu pengumpul yang ada di Pulau Panggang. Pembudidaya lebih memilih menjual kepada pedagang pengumpul di Pulau Panggang karena lebih praktis, tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi, dan karena alasan belum memiliki jaringan dalam pemasaran ikan Kerapu Macan di Jakarta. Penjualan ikan kepada pengumpul lokal harus dalam keadaan hidup. Harga beli di tingkat pedagang pengumpul relatif sama yaitu pada Tahun 2007 dan tahun 2008 harga ikan Kerapu Macan Rp 110.000,- per kg. Tahun 2009 harga ikan Kerapu Macan mengalami penurunan sebesar Rp 95.000,- per kg. Ikan Kerapu Macan yang telah dibeli oleh pengumpul lokal di Jakarta dijual kembali kepada pedagang besar di Jakarta atau langsung ke restoran-restoran di Jakarta. Pembayaran kepada pembudidaya dilakukan secara tunai saat panen, sedangkan bila jumlah panen cukup besar maka proses pembayaran dilakukan ketika pedagang pengumpul lokal telah menjual di Jakarta. Selama tahun 2007-2009 penjualan ikan Kerapu Macan Bapak X dilakukan secara tunai. Saluran pemasaran ikan Kerapu Macan pada anggota kelompok Sea Farming di Pulau Panggang dapat dilihat pada Gambar 5.
45
Pedagang Besar Pembudidaya Anggota Kelompok Sea Farming
Pengumpul Lokal Restoran
Gambar 5. Saluran pemasaran ikan Kerapu Macan pada kelompok Sea Farming di Pulau Panggang. 4.3. Laporan Keuangan Bapak X Laporan keuangan berguna untuk menggambarkan bagaimana kondisi keuangan dalam menjalankan kegiatan usaha dan dapat menjadi salah satu dasar dalam pengambilan keputusan dalam menjalankan kegiatan. Dua jenis laporan keuangan yang lazim digunakan oleh perusahaan adalah laporan laba rugi dan neraca. Data yang digunakan dalam membuat laporan laba rugi dan neraca didapatkan dari hasil wawancara dengan usaha budidaya ikan Kerapu Macan anggota Sea Farming di Pulau Panggang, dan buku penjualan ikan Kerapu Macan yang dilakukan oleh anggota Sea Farming setiap melakukan pemanenan. Wawancara dilakukan karena pembudidaya ikan Kerapu Macan tidak melakukan pencatatan transaksi selama berproduksi. Pencatatan transaksi jumlah produksi penjualan ikan Kerapu Macan yang dihasilkan oleh anggota kelompok Sea Farming dicatat oleh pengurus kelompok Sea Farming di Pulau Panggang. 1. Laporan Laba Rugi Berdasarkan laporan laba rugi yang telah dibuat, usaha budidaya ikan Kerapu Macan yang dilakukan Bapak X pada tahun 2007 telah menerima pendapatan usaha sebesar Rp 9.900.000,-. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, jumlah biaya produksi (HPP) yang dikeluarkan sebesar Rp 9.658.950,-. Selain itu, Bapak X juga harus mengeluarkan uang pangkal dan iuran kelompok sebesar Rp 22.000,-. Sehingga jumlah keuntungan bersih (tidak ada pajak penghasilan) yang didapatkan oleh Bapak X pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 219.050,-. Tahun 2008 telah menerima pendapatan usaha sebesar Rp 27.236.000,-. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, jumlah biaya produksi (HPP) yang dikeluarkan sebesar
46
Rp 14.117.850,-. Selain itu, Bapak X juga harus mengeluarkan uang iuran kelompok sebesar Rp 12.000,-. Sehingga jumlah keuntungan bersih (tidak ada pajak penghasilan) yang didapatkan oleh Bapak X pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 13.106.150,-. Tahun 2009 telah menerima pendapatan usaha sebesar Rp 7.068.000,-. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, jumlah biaya produksi (HPP) yang dikeluarkan sebesar Rp 10.535.650,-. Selain itu, Bapak X juga harus mengeluarkan uang iuran kelompok sebesar Rp 12.000,-. Bapak X pada tahun 2009 mengalami kerugian sebesar Rp3.479.650,-. Laba bersih pada tahun 2008 mengalami kenaikan karena jumlah ikan yang dipelihara lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2009 mengalami penurunan dikarenakan jumlah ikan yang dipelihara sama dengan tahun 2007 yaitu berjumlah 200 ekor dan tingkat kematian pada ikan meningkat dibandingkan tahun 2008 dan harga jual ikan Kerapu Macan menurun. Pemeliharaan ikan Kerapu Macan yang dilakukan Bapak X pada tahun 2007, tahun 2008, dan tahun 2009 mengalami kematian. Tingkat kematian pada tahun 2007 dan tahun 2008 tidak terlalu banyak dibandingkan pada tahun 2009. Faktor utama dari kematian ikan Kerapu Macan ini yaitu sifat dari ikan Kerapu Macan yang kanibal dan adanya penyakit pada ikan. Pemeliharaan ikan yang optimal dapat mengurangi tingkat kematian ikan. Laporan laba rugi usaha budidaya ikan kerapu Bapak X tahun 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel 11.
47
Tabel 11. Laporan Laba/Rugi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Pak X Periode 2007, 2008, dan 2009 Keterangan A. Pendapatan Penjualan ikan Kerapu Macan (kg) harga/kg (Rp) Jumlah B. Harga Pokok Penjualan Benih Pakan rucah Upah tenaga kerja Biaya transportasi penempatan keramba Air tawar Serokan Ember Box Styrofoarm Jerigen Gunting Pisau Penyusutan Jumlah C. laba Kotor (A-B) D. Biaya Non Operasi Uang Pangkal Iuran Kelompok Jumlah E. Laba Bersih (C-D) Sumber : Diolah dari data primer, 2010
2007
Tahun 2008
2009
90 110.000,9.900.000,-
247.6 110.000,27.236.000,-
74.4 95.000,7.068.000,-
2.000.000,1.008.000,6.000.000,25.000,80.000,5.400,3.500,15.000,8.500,5.500,6.800,501.250,9.658.950,241.050,-
4.400.000,2.352.000,6.000.000,25.000,120.000,5.600,3.700,15.600,8.600,5.700,7.000,1.174.650,14.117.850,13.118.150,-
2.200.000,1.008.000,6.000.000,25.000,80.000,6.000,4.000,16.000,8.800,6.000 ,7.200,1.174.650,10.535.650,(3.467.650,-)
10.000,12.000,22.000,219.050,-
12.000,12.000,13.106.150,-
12.000,12.000,(3.479.650,-)
2. Neraca Komposisi aktiva perusahaan serta komposisi utang dan modal yang membiayainya disajikan dalam suatu laporan yang disebut neraca. Berdasarkan pada neraca yang telah disusun, maka tercatat bahwa usaha budidaya ikan Kerapu Macan Bapak X tahun 2007 memiliki total nilai aktiva (aktiva lancar dan aktiva tetap) sebesar Rp
4.766.750,-. Nilai
kewajiban yang dimiliki oleh Bapak X adalah sebesar Rp 2.650.000,merupakan hutang yang belum dibayarkan kepada kelompok pengelola Sea Farming Pulau Panggang dalam memproduksi ikan Kerapu Macan. Modal yang tersedia pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 2.116.750,- yang berasal dari modal pemilik dan laba ditahan yang berasal dari 30% laba bersih tahun tersebut. Tahun 2008 memiliki total nilai
aktiva (aktiva
lancar dan aktiva tetap) sebesar Rp 14.001.100,-. Nilai kewajiban yang dimiliki oleh Bapak X adalah sebesar Rp 5.700.000,- merupakan hutang
48
yang belum dibayarkan kepada kelompok pengelola Sea Farming Pulau Panggang dalam memproduksi ikan Kerapu Macan. Modal yang tersedia pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 8.301.100,- yang berasal dari modal pemilik dan laba ditahan yang berasal dari akumulasi laba bersih 30% laba bersih tahun tersebut dengan tahun sebelumnya. Tahun 2009 memiliki total nilai aktiva (aktiva lancar dan aktiva tetap) sebesar Rp 7.146.800,-. Nilai kewajiban yang dimiliki oleh Bapak X adalah sebesar Rp 2.200.000,merupakan hutang yang belum dibayarkan kepada kelompok pengelola Sea Farming Pulau Panggang dalam memproduksi ikan Kerapu Macan. Modal yang tersedia pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 4.946.800,- yang berasal dari modal pemilik dan laba ditahan yang mengalami penurunan. Penurunan laba ditahan disebabkan pada tahun 2009 mengalami kerugian sebesar Rp 3.479.650,-. Neraca usaha budidaya ikan Kerapu Macan Bapak X dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Neraca Bapak X Per 31 Desember 2007, 2008, dan 2009 2007
2008
2009
Aktiva Aktiva Lancar Kas Persediaan benih Total Aktiva Lancar
65.700,2.000.000,2.065.700,-
3.997.500,4.400.000,8.397.500,-
517.850,2.200.000,2.717.850,-
Aktiva Tetap Keramba Jaring Sampan Total Aktiva Tetap TOTAL AKTIVA
1.578.700,540.000,582.350,2.701.050,4.766.750,-
3.558.400,1.522.000,523.200,5.603.600,14.001.100,-
2.760.900,1.204.000,464.050,4.428.950,7.146.800,-
Kewajiban dan Modal Kewajiban Jk Pendek Hutang Usaha Total kewajiban
2.650.000,2.650.000,-
5.700.000,5.700.000,-
2.200.000,2.200.000,-
Modal Modal Dikeluarkan 2.051.050,Laba Ditahan 65.700,Total Modal 2.116.750,TOTAL PASIVA 4.766.750,Sumber : Diolah dari data primer, 2010
4.303.600,3.997.500,8.301.100,14.001.100,-
4.428.950,517.850,4.946.800,7.146.800,-
49
4.4. Analisis Kinerja Keuangan pada Bapak X 4.4.1. Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan merupakan salah satu cara untuk melihat kondisi keuangan perusahaan yang bertujuan untuk melihat sejauh mana risiko kredit masih dapat diterima oleh bank. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan empat macam analisis rasio yaitu likuiditas, solvabilitas, aktivitas dan Profitabilitas. Penentuan ke empat macam rasio tersebut disesuaikan dengan kondisi laporan keuangan usaha budidaya ikan Kerapu Macan Bapak X. Perhitungan rasio keuangan usaha budidaya ikan Kerapu Macan Bapak X dapat dilihat pada Lampiran 5. 1. Likuiditas Analisis rasio likuiditas akan memperlihatkan posisi keuangan jangka pendek perusahaan. Posisi keuangan tersebut menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. rasio-rasio likuiditas dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perkembangan nilai rasio likuiditas Tahun
Rasio lancar
Rasio kas
0,78 0,03 2007 1,47 0,70 2008 1,24 0,24 2009 Rata-an 1,16 0,32 Sumber : Diolah dari data primer, 2010
Modal kerja bersih terhadap total aktiva -0,12 0,19 0,07 0,05
a. Rasio lancar Rasio lancar merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban
jangka
pengdeknya.
Berdasarkan hasil perhitungan, perkembangan nilai rasio selama 3 tahun (2007-2009) menunjukkan trend fluktuatif. Tahun 2007 rasio ini kecil, karena pada tahun tersebut hutang lancar usaha ini lebih besar dengan aktiva lancarnya. Rasio tahun 2008 mengalami kenaikkan, karena pada tahun tersebut hutang lancar usaha ini lebih kecil dengan aktiva lancarnya. Pada tahun 2009 nilai rasio kembali mengalami penurunan karena hutang lancar hampir mendekati aktiva lancar. Kecilnya aktiva lancar disebabkan karena kas dan persedian yang dimiliki oleh bapak X pada tahun 2007 dan 2009 sangat kecil
50
dibandingkan pada tahun 2008. Nilai rasio yang kurang dari satu menunjukkan bahwa ada sebagian hutang lancar yang tidak dapat dilunasi sekalipun semua aktiva lancar sudah dicairkan menjadi kas. Nilai rataan rasio ini 1,16 artinya setiap satu rupiah hutang lancar dijamin dengan aktiva lancar sebesar Rp1,16,-. Berarti usaha yang dilakukan oleh Bapak X dapat melunasi hutang jangka pendeknya. b. Rasio kas Rasio kas merupakan aktiva perusahaan yang paling likuid, yang digunakan untuk mengukur seberapa likuid kas untuk membayar kewajiban lancarnya. Berdasarkan hasil perhitungan, perkembangan nilai rasio ini selama 3 tahun (2007-2009) menunjukkan trend fluktuatif. Tahun 2007 rasio ini kecil, karena kas yang dimiliki sedikit dibandingkan dengan hutang lancar yang dimiliki oleh Bapak X. Tahun 2008 rasio ini mengalami kenaikkan, karena kas yang dimiliki oleh Bapak X lebih besar dibandingkan dengan hutang lancarnya. Tahun 2009 mengalami penurunan dikarenan kas yang dimiliki Bapak mengalami penurunan dibandingkan dengan hutang lancarnya. Nilai rataan rasio ini 0,32 artinya setiap satu rupiah hutang lancar dapat dijamin dengan kas sebesar Rp 0,32,-. Hal ini menunjukkan bahwa usaha Bapak X tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan kasnya, sehingga kreditur merasa khawatir terhadap dana yang diinvestasikan. c. Modal kerja bersih terhadap total aktiva Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan potensi cadangan kas yang ada akibat selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar terhadap total aktiva. Berdasarkan hasil perhitungan, perkembangan
nilai
rasio
ini
selama
3
tahun
(2007-2009)
menunjukkan trend fluktuatif. Pada Tahun 2007 modal kerja bersih negatif dikarenakan hutangnya lebih besar dibandingkan aktiva lancar yang dimiliki oleh Bapak X. Tahun 2008 modal kerja bersih meningkat walaupun adanya peningkatan hutang, tetapi di imbangi oleh meningkatnya aktiva lancar. Tahun 2009 modal kerja bersih
51
terhadap total aktiva menurun walaupun terjadinya penurunan terhadap hutang lancar tetapi tidak diimbangi dengan meningkatnya aktiva lancar. Rataan rasio ini 0,05, menunjukkan nilai yang sangat kecil. Karena usaha yang dilakukan oleh Bapak X belum mampu menghasilkan cadangan maksimal. Mengingat usaha ini masih menggunakan hutang lancarnya untuk operasional usahanya. 2. Rasio Solvabilitas (Rasio Leverage) Rasio ini menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansial, seandainya perusahaan tersebut dilikuidasi. rasio-rasio solvabilitas (rasio leverage) dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Perkembangan nilai rasio solvabilitas (rasio leverage) Rasio hutang terhadap ekuitas atau DER 1,25 2007 0,69 2008 0,45 2009 Rata-an 0,80 Sumber : Diolah dari data primer, 2010 Tahun
Modal dengan total aktiva 0,44 0,59 0,69 0,58
Modal terhadap Aktiva tetap 0,78 1,48 1,12 1,13
a. Rasio total hutang terhadap ekuitas atau DER Rasio ini menggambarkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan dengan melihat struktur risiko tidak tertagihnya hutang. Rasio ini menunjukkan seberap besar modal sendiri dapat menjamin hutang yang dimiliki oleh perusahaan, semakin kecil angka rasio ini menunjukkan kondisi semakin baik. Perkembangan nilai rasio ini selama 3 tahun (2007-2009) menunjukkan trend yang menurun. Rataan rasio ini 0,80 yang berarti setiap satu rupiah modal perusahaan dapat menjamin hutang Rp 0,80,-. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi usaha budidaya ikan Kerapu Macan yang dijalankan oleh Bapak X menunjukkan kondisi usahanya baik, karena nilai DERnya kecil. b. Rasio modal dengan total aktiva Rasio ini mengukur besarnya total aktiva yang dibiayai dari pinjaman. Berdasarkan hasil perhitungan perkembangan nilai rasio ini
52
selama 3 tahun (2007-2009) menunjukkan trend yang meningkat. Peningkatan nilai rasio ini dikarenakan peningkatan total aktiva lebih besar dibandingkan pada modal sendiri. Rataan rasio ini sebesar 0,58, maka usaha ini dapat dikatakan baik karena aktiva perusahaan lebih besar dari unsur modalnya daripada dari pinjaman. c. Rasio modal terhadap aktiva tetap Rasio ini menunjukkan besarnya proporsi aktiva tetap yang dibiayai
oleh
perkembangan
perusahaan. nilai
rasio
ini
Berdasarkan
hasil
perhitungan
selama
tahun
(2007-2009)
3
menunjukkan trend fluktuatif. Pada Tahun 2007 modal kerja lebih kecil terhadap total aktiva tetap. Tahun 2008 mengalami peningkatan karena modal kerja lebih besar terhadap total aktiva tetap. Tahun 2009 mengalami penurunan karena modal lebih kecil terhadap total aktiva tetap. Rataan nilai rasio ini 1,13 berarti usaha ini telah mampu membiayai seluruh aktiva tetap dan sebagian aktiva lancarnya dengan modal sendiri. Hal ini menunjukkan untuk melihat tingkat kemanan bagi kreditur jangka panjang. Kondisi ini menguntungkan, karena sudah sewajarnya aktiva tetap dibiayai dengan modal sendiri, sehingga tidak menimbulkan tekanan terhadap likuiditas perusahaan saat pembayaran hutang tiba. 3. Aktivitas Analisis aktivitas usaha dilakukan untuk mengukur tingkat efisiensi suatu usaha dalam mengelola sumber daya perusahaan yang dimiliki untuk
menjalankan
kegiatan
operasional
perusahaan.
Rasio
ini
membandingkan antara tingkat penjualan dengan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio-rasio Aktivitas dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perkembangan nilai rasio aktivitas Tahun
Perputaran total aktiva
2,08 2007 1,95 2008 1,00 2009 Rata-an 1,67 Sumber : Diolah dari data primer, 2010
Perputaran aktiva tetap 3,67 4,86 1,60 3,37
Perputaran piutang 0 0 0 0
53
a. Rasio Perputaran total aktiva Rasio ini menunjukkan tingkat efektifitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktivanya untuk menciptakan pendapatannya atau menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap satu rupiah yang diinvestasikan, dalam bentuk harta perusahaan. Jika perputarannya lambat, berarti aktiva yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan menjualnya. Berdasarkan hasil perhitungan perkembangan nilai rasio ini selama 3 tahun (2007-2009) menunjukkan trend yang menurun. Tahun 2007 nilai perputaran aktiva besar dikarenakan hasil penjualan lebih besar dibandingkan total aktiva yang dimiliki oleh Bapak X. Tahun 2008 mengalami penurunan walaupun jumlah penjualan meningkat tetapi jumlah total aktiva yang dimiliki oleh Bapak X meningkat. Tahun 2009 menurun karena jumlah penjulan lebih kecil dibandingkan jumlah aktiva yang dimiliki oleh Bapak X. Semakin besar rasio ini akan semakin baik karena dapat memanfaatkan setiap rupiah aktiva yang dimilikinya untuk menghasilkan penjualan. Rataan nilai rasio ini 1,67 berarti usaha cukup baik karena dapat memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan penjualan. b. Rasio perputaran aktiva tetap Rasio ini menunjukkan tingkat efesiensi penggunaan aktiva tetap dalam usaha memperoleh pendapatan. Rasio ini berguna untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktivanya secara efektif untuk meningkatkan pendapatn. Perkembangan nilai rasio ini selama 3 tahun (2007-2009) menunjukkan trend fluktuatif. Rasio ini mengalami penurunan pada tahun 2009 dibandingkan pada tahun 2007 dan tahun 2008, karena pada tahun 2009 terjadi peningkatan pada aktiva tetap dibandingkan peningkatan pada penjualannya, sehingga menyebabkan penurunan rasio di tahun 2009. Rataan nilai rasio 3,37 artinya setiap satu rupiah aktiva tetap akan menghasilkan penjualan Rp 3,37,-. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha Bapak X telah mampu menggunakan
54
aktiva tetapnya secara efesien dan efektif untuk menghasilkan penjualan. c. Rasio perputaran piutang Perkembangan nilai rasio ini selama 3 tahun menunjukkan trend tetap yaitu 0. Perputaran piutang 0 dikarenakan Pembayaran kepada pembudidaya dilakukan secara tunai, sedangkan bila jumlah panen cukup besar maka proses pembayaran dilakukan ketika pedagang pengumpul lokal telah menjual di Jakarta. Usaha budidaya ikan Kerapu Macan yang dijalankan oleh Bapak X tidak dilakukan secara kredit. 4. Profitabilitas Analisis Profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam
menghasilkan
laba
selama
periode
tertentu.
Probitalitas yang baik akan dapat meningkatkan posisi perusahaan dan memperkecil kemungkinan kebangkrutan. Rasio-rasio Aktivitas dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Perkembangan nilai rasio profitabilitas Marjin laba Marjin laba kotor bersih 0,02 0,02 2007 0,48 0,48 2008 - 0,49 - 0,49 2009 Rata-an 0,01 0,01 Sumber : Diolah dari data primer, 2010 Tahun
ROI
ROE
0,05 0,94 - 0,49 0,17
0,10 1,58 - 0,70 0,33
a. Rasio marjin laba kotor Rasio ini merupakan rasio yang memberi informasi mengenai laba kotor yang dapat dicapai dari setiap penjualan. Rasio ini menggambarkan setiap hasil sisa penjualan sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin tinggi rasio, berarti semakin rendah harga pokok barang yang dijual. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan dalam kondisi baik. Perkembangan nilai rasio ini selama 3 tahun (2007-2009) menunjukkan trend fluktuatif. Tahun 2008 marjin laba kotor mengalami peningkatan dan mengalami kerugian pada tahun 2009.
55
Rataan rasio ini 0,01 berarti setiap satu rupiah penjualan, usaha ini mampu menghasilkan laba kotor Rp 0,01,-. Pada tahun 2009, nilai rasio berada dibawah nilai rataan. Hal ini disebabkan pada tahun tersebut, harga pokok penjualan tinggi dan tidak diimbangi dengan hasil penjualan ikan Kerapu Macan, dan pada tahun 2009 mengalami kerugian. b. Rasio marjin laba bersih Rasio ini menggambarkan persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah dikurangi semua biaya dari pengeluaran, termasuk iuaran keanggotaan. Rasio ini mengukur laba bersih setelah iuran keanggotaan
terhadap
penjualan,
yang
menunjukkan
tingkat
keuntungan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan yang dilakukan. Perkembangan nilai rasio ini selama 3 tahun (2007-2009) menunjukkan trend fluktuatif. Rataan nilai rasio ini 0,01 hal ini berarti setiap satu rupiah penjualan, usaha ini mampu menghasilkan laba bersih Rp 0,01,-. Pada tahun 2009 nilai rasio berada dibawah nilai rataan. Hal ini disebabkan pada tahun 2009 turunnya pendapatan dan tingginya biaya operasional pada pembayaran upah tenaga kerja sehingga usaha ini mengalami kerugian. c. Rasio pengembalian investasi (ROI) ROI merupakan rasio untuk mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam menhasilkan keuntungan atas investasi yang yang ditanamkan. Rasio ini juga melihat efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Perkembangan nilai rasio ini selama 3 tahun (2007-2009) menunjukkan trend fluktuatif. Nilai rataan selama 3 tahun 0,17 yang berarti
setiap
satu
rupiah
aktiva
yang
diinvestasikan
akan
menghasilkan keuntungan Rp 0,17. Pada tahun 2009 nilai rasio negative karena mengalami kerugian. Standar yang digunakan biasa dibandingkan dengan tingkat suku bunga umum yang berlaku pada saat itu (12%). Hal ini berarti dengan rataan 0,17%, usaha ini tidak
56
mampu menghasilkan laba dari dana yang diinvestasikan. Nilai rasio ini dibawah suku bunga umum sehingga tidak menarik minat investor, karena tidak menunjukkan tingkat yang aman dan menunjukkan resiko yang tinggi. d. Rasio pengembalian modal (ROE) ROE merupakan rasio untuk mengukur besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan perusahaan, atas dasar modal sndiri yang tanamkan untuk pembiayaan perusahaan. Dari hasil perhitungan, rataan rasio 0,33 berarti setiap satu rupiah modal sendiri mampu menghasilkan keuntungan Rp 0,33,-. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha ini tidak mampu menghasilkan laba yang cukup tinggi, karena berada dibawah suku bunga umum yang berlaku saat itu (12%). Perkembangan
nilai
rasio
ini
selama
3
(2007-2009)
menunjukkan trend fluktuatif. Tahun 2009 nilai rasio ini negatif karena mengalami kerugian. 4.4.2. Analisis Du Pont Sistem Penggunaan persamaan Du Pont dan diagram memungkinkan manajemen melihat dengan lebih jelas faktor pemicu tingkat pengembalian ekuitas serta hubungan antara margin laba bersih, perputaran aktiva, dan rasio utang. Hasil analisis tingkat efisiensi penggunaan modal Bapak X Tahun 2007-2009 dengan pendekatan Du Pont dapat dilihat pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8.
57
Gambar 6. Du Pont Bapak X Periode 2007 TINGKAT PENGEMBALIAN EQUITAS (ROE) 1,58
Pengembalian Investasi (ROI) 0,94
Margin Laba Bersih 0,48
Laba Usaha Bersih 13106.150,-
:
X
Penjualan 27.236.000,-
1 + Debt Ratio 1 + 0,69
X
Perputaran Total Aktiva 1,95
Penjualan 27.236.000,-
:
Total Aktiva 14.001.100,-
+
Aktiva Tetap 5.603.600,-
Penjualan 27.236.000,-
Aktiva Lancar 8.397.500,-
Biaya Operasional 14.117.850,+
Kas 3.997.500,-
Iuran Kelompok 12.000,-
+ Persediaan 4.400.000,-
Gambar 7. Du Pont Bapak X Periode 2008
58
Gambar 8. Du Pont Bapak X Periode 2009 Berdasarkan Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8 dapat diketahui bahwa ROI yang dicapai oleh Bapak X tahun 2007 – 2009 berfluktuasi di setiap tahunnya. ROI tahun 2009 merupakan ROI terendah selama 3 (tiga) tahun terakhir. Penurunan ROI disebabkan menurunnya marjin laba Bapak X tahun 2009 dan penurunan perputaran aktiva. Perputaran Aktiva Bapak X tahun 2009 cenderung melambat dari Perputaran Aktiva Bapak. X tahun 2008. Hal ini disebabkan Penjualan Bersih tahun 2009 tidak dapat mengimbangi Total Aktiva tahun 2009. Walaupun pada tahun 2009 total aktiva lebih besar dari tahun 2007, namun hal tersebut tetap tidak dapat membuat Perputaran Aktiva tahun 2009 mengalami peningkatan yang maksimal. Tahun 2008 Bapak X menambah hutangnya untuk mendanai ekspansi aktiva modal dan menggunakan hutangnya secara efektif. Pada tahun 2009 Bapak X hanya berupa pinjaman benih oleh kepengurusan anggota kelompok Sea farming di Pulau Panggang, dikarenakan tidak melakukan ekspansi modal. Peminjaman Barang dan benih ikan Kerapu
59
Macan yang dilakukan oleh Bapak X pada kepengurusan kelompok Sea Farming di Pulau Panggang tidak berbunga. Biaya Operasional Bapak X tahun 2008 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah ikan yang diproduksi dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 biaya operasional mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah ikan yang diproduksi dari tahun sebelumnya. Penurunan jumlah ikan yang diproduksi disebabkan balai benih Sea Farming kekurangan benih akibat penyakit yang menyerang benih ikan Kerapu Macan yang akan didistribusikan kepada anggota kelompok Sea Farming. Berdasarkan hasil analisis ROI pada Bapak X selama tahun 20072009 melalui pendekatan Du Pont Sistem diketahui bahwa Bapak tidak dapat mengoptimalkan aset yang ada untuk meningkatkan penjualan. Pengoptimalan aset yang ada dapat dilakukan dengan cara membeli benih ikan kerapu macan ke balai lain. Sedangkan untuk Aktiva Tetap Bapak X tidak terdapat overinvestment. Namun peningkatan Aktiva Tetap Bapak X juga perlu dikendalikan, karena jika peningkatan Aktiva Tetap tidak diimbangi dengan peningkatan Penjualan Bersih akan mengakibatkan Perputaran Aktiva Tetap semakin melambat. Oleh karena itu Bapak X harus dapat mengontrol dengan baik Aktiva Tetap yang dimilikinya. Dengan semakin tingginya Perputaran Aktiva Tetap, maka kesempatan Bapak X mendapat laba yang besar akan semakin besar. 4.5. Implikasi Manajerial Untuk menghindari terjadinya ketidakefisienan dalam penggunaan modal perusahaan, Bapak X harus dapat meningkatkan Penjualan Bersihnya. Dengan meningkatnya Penjualan Bersih, maka Marjin Laba dan Perputaran Aktiva juga akan meningkat. Adanya peningkatan Marjin Laba dan Perputaran Aktiva secara bersama-sama akan meningkatkan tingkat ROI yang dicapai oleh Bapak X, karena tingkat ROI yang semakin meningkat menunjukkan adanya keefisienan dalam penggunaan modal perusahaan. Peningkatan Penjualan Bersih dalam jumlah yang besar dan menambah jumlah ikan yang dipelihara serta peninjauan kembali berat ikan yang dijual
60
merupakan cara yang efektif untuk menaikkan Marjin Laba Bapak X. Dengan peningkatan Penjualan Bersih yang diimbangi dengan menambah jumlah ikan yang dipelihara dengan memperhatikan kesehatan ikan akan menghasilkan Laba Usaha Bersih yang cukup besar sehingga akan meningkatkan Marjin Laba yang dicapai oleh Bapak X. Jumlah ikan yang dipelihara dan berat ikan merupakan penyebab utama Laba Usaha Bersih yang dicapai oleh Bapak X menjadi kecil. Untuk itu diperlukan perbaikan manajemen produksi yaitu dengan cara menambah jumlah ikan sesuai dengan biaya operasional yang dikeluarkan dan pemanenan ikan dilihat berat ikan apakah sudah layak untuk dipanen. Berdasarkan hasil analisis ROI pada Bapak X pada Tahun 2009 melalui pendekatan Du Pont diketahui bahwa terjadi penurunan pada Total Aktiva dan Aktiva Tetap Bapak X. Penurunan Total Aktiva dan Aktiva Tetap Bapak X juga perlu dikendalikan, karena jika penurunan Aktiva Tetap tidak diimbangi dengan peningkatan Penjualan Bersih akan mengakibatkan Perputaran Aktiva Tetap semakin cepat akan berpengaruh negatif. Oleh karena itu Bapak X harus dapat mengontrol dengan baik Aktiva Tetap yang dimilikinya. Penambahan Aktiva Tetap harus dapat diimbangi dengan peningkatan Penjualan Bersih dan penambahan Aktiva Tetap tersebut dapat menutup semua kewajiban atau utang yang dimiliki oleh Bapak X sehingga Perputaran Aktiva Tetap bisa maksimal.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Tahun 2007 Bapak X telah menerima pendapatan usaha sebesar Rp 9.900.000,-, jumlah biaya produksi (HPP) yang dikeluarkan sebesar Rp 9.658.950,-. Jumlah keuntungan bersih (tidak ada pajak penghasilan) yang didapatkan oleh Bapak X pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 219.050,-. Tahun 2008 Bapak X telah menerima pendapatan usaha sebesar Rp 27.236.000,-. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, jumlah biaya produksi (HPP) yang dikeluarkan sebesar Rp 14.117.850,-. Jumlah keuntungan bersih (tidak ada pajak penghasilan) yang didapatkan oleh Bapak X pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 13.106.150,-. Tahun 2009 Bapak X telah menerima pendapatan usaha sebesar Rp 7.068.000,-. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, jumlah biaya produksi (HPP) yang dikeluarkan sebesar Rp 10.535.650,-. Bapak X pada tahun 2009 mengalami kerugian sebesar Rp 3.479.650,-. b. Tahun 2007 Bapak X memiliki total nilai aktiva (aktiva lancar dan aktiva tetap) sebesar Rp 4.766.750,-. Nilai kewajiban yang dimiliki oleh Bapak X adalah sebesar Rp 2.650.000,- merupakan hutang yang belum dibayarkan kepada kelompok pengelola Sea Farming pulau Panggang dalam memproduksi ikan kerapu macan. Modal yang tersedia pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 2.116.750,- yang berasal dari modal pemilik dan laba ditahan yang berasal dari 30% laba bersih tahun tersebut. Tahun 2008 Bapak X memiliki total nilai
aktiva (aktiva lancar dan aktiva tetap) sebesar
Rp 14.001.100,-. Nilai kewajiban yang dimiliki oleh Bapak X adalah sebesar Rp 5.700.000,- merupakan hutang yang belum dibayarkan kepada kelompok pengelola Sea Farming Pulau Panggang dalam memproduksi ikan kerapu macan. Modal yang tersedia pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 8.301.100,- yang berasal dari modal pemilik dan laba ditahan yang
62
berasal dari akumulasi laba bersih 30% laba bersih tahun tersebut dengan tahun sebelumnya. Tahun 2009 Bapak X memiliki total nilai aktiva (aktiva lancar dan aktiva tetap) sebesar Rp
7.146.800,-. Nilai kewajiban yang
dimiliki oleh Bapak X adalah sebesar Rp 2.200.000,- merupakan hutang yang belum dibayarkan kepada kelompok pengelola Sea Farming Pulau Panggang dalam memproduksi ikan Kerapu Macan. Modal yang tersedia pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 4.946.800,- yang berasal dari modal pemilik dan laba ditahan yang mengalami penurunan. Penurunan laba ditahan disebabkan pada tahun 2009 mengalami kerugian sebesar Rp 3.479.650,-. c. Analisis rasio likuiditas menunjukkan kondisi keuangan Bapak X belum memberikan rasa aman bagi para kreditur. Nilai rasio lancar Bapak X tahun 2007 sebesar 0,78, tahun 2008 sebesar 1,47, tahun 2009 sebesar 1,24, dan nilai rataan rasio lancar sebesar 1,16. Nilai rasio kas Bapak X tahun 2007 sebesar 0,03, tahun 2008 sebesar 0,70, tahun 2009 sebesar 0,24, dan nilai rataan rasio kas sebesar 0,32. Rasio modal kerja bersih terhadap total aktiva Bapak X pada tahun 2007 sebesar -,012, tahun 2008 sebesar 0,19, tahun 2009 sebesar 0,07, dan nilai rataan rasio modal kerja bersih terhadap total aktiva sebesar 0,05. d. Analisis Rasio Solvabilitas menunjukkan kondisi keuangan Bapak X usahanya baik, dan telah mampu membayar kewajibannya. Rasio hutang terhadap ekuitas atau DER Bapak X pada tahun 2007 sebesar 1,25, tahun 2008 sebesar 0,69, tahun 2009 sebesar 0,45, dan nilai rataan rasio hutang terhadap ekuitas atau DER sebesar 0,80. Rasio modal dengan total aktiva Bapak X pada tahun 2007 sebesar 0,44, tahun 2008 sebesar 0,59, tahun 2009 sebesar 0,69, dan nilai rataan rasio modal dengan total aktiva sebesar 0,58. Rasio modal terhadap aktiva tetap Bapak X pada tahun 2007 sebesar 0,78, tahun 2008 sebesar 1,48, tahun 2009 sebesar 1,12, dan nilai rataan rasio modal dengan aktiva tetap sebesar 1,13. e. Rasio aktivitas menunjukkan kondisi keuangan Bapak X cukup baik karena dapat memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan penjualan, dan penjualan tidak dilakukan secara kredit. Rasio perputaran total aktiva Bapak X pada
63
tahun 2007 sebesar 2,08, tahun 2008 sebesar 1,95, tahun 2009 sebesar 1,00, dan nilai rataan rasio perputaran total aktiva sebesar 1,67. Rasio perputaran aktiva tetap Bapak X pada tahun 2007 sebesar 3,67, tahun 2008 sebesar 4,86, tahun 2009 sebesar 1,60, dan nilai rataan rasio perputaran aktiva tetap sebesar 3,37. Rasio perputaran piutang Bapak X pada tahun 2007 sebesar 0, tahun 2008 sebesar 0, tahun 2009 sebesar 0, dan nilai rataan rasio perputaran piutang sebesar 0. f. Rasio profitabilitas menunjukkan kondisi keuangan Bapak X tidak mampu menghasilkan laba yang cukup tinggi, karena berada dibawah suku bunga umum yang berlaku saat itu (12%). Rasio marjin laba kotor Bapak X pada tahun 2007 sebesar 0,02, tahun 2008 sebesar 0,48, tahun 2009 sebesar -0,49, dan nilai rataan rasio margin laba kotor sebesar 0,01. Rasio marjin bersih Bapak X pada tahun 2007 sebesar 0,02, tahun 2008 sebesar 0,48, tahun 2009 sebesar -0,49, dan nilai rataan rasio marjin laba bersih sebesar 0,01. ROI Bapak X pada tahun 2007 sebesar 0,05, tahun 2008 sebesar 0,94, tahun 2009 sebesar -0,49, dan nilai rataan rasio ROI sebesar 0,17. ROE Bapak X pada tahun 2007 sebesar 0,10, tahun 2008 sebesar , tahun 2009 sebesar 1,58, dan nilai rataan rasio ROE sebesar -0,70. g. Penurunan ROI Bapak X disebabkan adanya penurunan Marjin Laba dan lambatnya Perputaran Aktiva. 2. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas dan konsep analisis Du Pont, maka penulis memberikan saran untuk meningkatkan kemampuan usaha dalam mengelola keuangan agar dapat meningkatkan ROE, antara lain dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Bapak X sebaiknya meningkatkan ROE dengan cara meningkatkan jumlah ikan yang diproduksi. b. Pemanenan ikan disesuaikan dengan berat ikan yang akan di jual, sehingga hasil panen lebih menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel Sea Farming, Bukan Sekedar Budidaya Laut. http://www.barunajaya.com/dwld/docs/20080903627-MAK2-33.PDF [2010/05/02]. Budiharti, L. 2006. Analisis Kinerja Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 2004-2005. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ditjen P. Budidaya, Buku Petunjuk Teknis Budidaya Laut Ikan Kerapu. http://zonaikan.wordpress.com/2010/02/10/teknik-budidaya-ikan-kerapu/ [2010/02/10]. Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. 2009. Penyusunan Model Keramba Budidaya Bandeng, Kerapu dan Rumput Laut. Kerjasama dengan PT. Dalla Billa Sejati, Jakarta. Effendi, I, Riset Terapan Pengembangan Sea Farming Di Kepulauan Seribu. http://web.ipb.ac.id/~pkspl/index.php?option=com_content&task=view&i d=38&Itemid=1 [2010/08/02]. Keown, A.J., et al. 2004. Manajemen Keuangan. Edisi 9 jilid 1. PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta. Lesmana dan Surjanto. 2003. Financial Performance Analizing. PT. Elex Komputindo, Jakarta. Mardiyanto, H. 2009. Intisari Manajemen Keuangan Teori, Soal dan Jawaban, Penerbit PT Grasindo, Anggota Ikapi, Jakarta. Munawir, S. 2002. Analisa Laporan Keuangan. Liberti, Yogyakarta. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Rangkuti, F. 2000. Business Plan teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis Kasus. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sawir, A. 2001. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Simamora, H. 2000. Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis. Jilid II. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
65
Simatupang, M. Y. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Du Pont System Pada Pt.X Periode 2006-2008. Skripsi pada Fakultas Ekonomi, Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Lampiran 1. Nama-nama anggota kelompok sea farming pulau panggang tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Nama Fachruddin Teguh Saiman Suradi Ruslan Syaifudin Nawawi Abdullah Habibi Marzuki Rameli Al Hakim M Darip Abd. Syukur R Junaidi H. Sururi Jakaria La Kardi Fatahullah Abdul Syukur A Abd. Gapar Abdullah Abdul Syukur S Jafar As Nadi Taslim Iwan Iskandar Mardani Ubaidillah Jarbuan Sahrial Maman S Hasan Basri A.Buang
Angkatan kelompok Sea Farming 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Lampiran 2. Nama-nama anggota kelompok sea farming pulau panggang Tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 43
Nama Fachruddin Teguh Suradi Syaifudin Nawawi Abd. Syukur R Junaidi H. Sururi Jakaria La Kardi Abd. Gapar Abdul Syukur S Taslim Mardani Rohimin M. Ali Sahril Rohman Mahyudin Saini Sanwani Sadik Ahmad Jurni Hasim Basri Marhadi Samiun Wijaya Leman Muhair Maliki Lehman Muhlis Asep Sohar Subur Nurdin Ahyat Muhedar H. Siti Rohma Gojali Herman Ishak Lehman
Angkatan kelompok Sea Farming 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Lampiran 3. Nama-nama anggota kelompok sea farming pulau panggang Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama Fachruddin Nawawi Abd. Syukur R H. Sururi Jakaria Abd. Gapar Taslim Rohman Mahyudin Basri Samiun Maliki Mahiyin Sukma Rajiun Muslim Simin Rosit Nasru Aldi Manang S A. AT Anawi
Angkatan kelompok Sea Farming 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Lampiran 4. Biaya Penyusutan Tahun 2007-2009
No 1
Tahun Biaya Penyusutan Sampan
Tahun 2007 Rp 641.500 - Rp 50.000 10 = Rp 59.150,-
2
Biaya Penyusutan Keramba
Rp 1.910.800 – Rp 250.300 5 = Rp 332.100,-
9
Biaya Penyusutan Jaring
Rp 650.000-100.000 5 = Rp 110.000,-
Tahun 2008 Rp 641.500 - Rp 50.000 10 = Rp 59.150,Rp 2.777.200 – Rp 450.200 5 = Rp 465.400,Rp 332.100,- + Rp 465.400,= Rp 797.500 Rp 1.300.000-260.000 5 = Rp 208.000,Rp 110.000,- + Rp 208.000,= Rp 318.000,-
Tahun 2009 Rp 641.500 - Rp 50.000 10 = Rp 59.150,Rp 332.100,- + Rp 465.400,= Rp 797.500
Rp 110.000,- + Rp 208.000,= Rp 318.000,-
Lampiran 5. Penghitungan analisis Rasio Keuangan 1. Rasio Likuiditas a. Rasio Lancar Rasio Lancar =
Aktiva Lancar Kewajiban Lancar
Rasio Lancar 2007
= Rp 2.065.700,- = 0,78 Rp 2.650.000,-
Rasio Lancar 2008
= Rp 8.397.500,- = 1,47 Rp 5.700.000,-
Rasio Lancar 2009
= Rp 2.717.850,- = 1,24 Rp 2.200.000,-
b. Rasio Kas Rasio Cepat = Kas + Surat Berharga jangka pendek Kewajiban Lancar Rasio Kas 2007
= Rp 65.700,- = 0,03 Rp 2.650.000,-
Rasio Kas 2008
= Rp 3.997.500,- = 0,70 Rp 5.700.000,-
Rasio Kas 2009
= Rp 517.850,- = 0,24 Rp 2.200.000,-
c. Rasio Modal Kerja Bersih Rasio Modal Kerja Bersih terhadap Total Aktiva
= Aktiva Lancar – Kewajiban Total Aktiva
Rasio modal Kerja Bersih terhadap Total Aktiva 2007
Rasio modal Kerja Bersih terhadap Total Aktiva 2008 Rasio modal Kerja Bersih terhadap Total Aktiva 2009
= Rp 2.065.700 - Rp 2.650.000 = - 0,12 Rp 4.766.650,-
= Rp 8.397.500 - Rp 5.700.000 = 0,19 Rp 14.001.100,= Rp 2.717.850 - Rp 2.200.000 = 0,07 Rp 7.146.800,-
72
Lanjutan Lampiran 5. 2. Rasio Solvabilitas a. Rasio Hutang terhadap Ekuitas atau DER Rasio Hutang terhadap Ekuitas atau DER = Total Hutang Modal Sendiri Rasio Lancar Hutang terhadap Ekuitas atau DER 2007 = Rp 2.650.000,- = 1,25 Rp 2.116.750,Rasio Lancar Hutang terhadap Ekuitas atau DER 2008 = Rp 5.700.000,- = 0,69 Rp 8.301.100Rasio Lancar Hutang terhadap Ekuitas atau DER 2009 = Rp 2.200.000, - = 0,45 Rp 4.946.800,b. Rasio Modal dengan Total Aktiva Rasio Modal dengan Total Aktiva = Modal Sendiri Total Aktiva Rasio modal dengan Total Aktiva 2007 = Rp 2.116.750,- = 0,44 Rp 4.766.650,Rasio modal dengan Total Aktiva 2008 = Rp 8.301.100,- = 0,59 Rp 14.001.100,Rasio modal dengan Total Aktiva 2009 = Rp 4.946.800,- = 0,69 Rp 7.146.800,c. Rasio Modal terhadap Aktiva Tetap Rasio Modal dengan Aktiva Tetap = Modal Sendiri Aktiva Tetap Rasio modal dengan Aktiva Tetap 2007 = Rp 2.116.750,- = 0,78 Rp 2.701.050,Rasio modal dengan Aktiva Tetap 2008 = Rp 8.301.100,- = 1,48 Rp 5.603.600,Rasio modal dengan Aktiva Tetap 2009 = Rp 4.946.800,- = 1,12 Rp 4.428.950,3. Rasio Aktivitas a. Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio Perputaran Total Aktiva =
Penjualan Total Aktiva
73
Lanjutan Lampiran 5. Rasio Perputaran Total Aktiva 2007 =
Rp 9.900.000,- = 2,08 Rp 4.766.650,-
Rasio Perputaran Total Aktiva 2008 =
Rp 27.236.000,- = 1,95 Rp 14.001.100,-
Rasio Perputaran Total Aktiva 2009 =
Rp 7.068.000,- = 1,00 Rp 7.146.800,-
b. Rasio Perputaran Aktiva Tetap Rasio Perputaran Aktiva Tetap =
Penjualan Aktiva Tetap
Rasio Perputaran Aktiva Tetap 2007 = Rp 9.900.000,- = 3,67 Rp 2.701.050,Rasio Perputaran Aktiva Tetap 2008 = Rp 27.236.000,- = 4,86 Rp 5.603.600,Rasio Perputaran Aktiva Tetap 2009 = Rp 7.068.000,- = 1,60 Rp 4.428.950,c. Rasio Perputaran Piutang Rasio Perputaran Piutang = Penjualan Piutang Rasio Perputaran Piutang 2007 = Rp 9.900.000,- = 0 Rp 0,Rasio Perputaran Piutang 2008 = Rp 27.236.000,- = 0 Rp 0,Rasio Perputaran Piutang 2009 = Rp 7.068.000,Rp 0,-
=0
4. Rasio Profitabilitas a. Rasio Marjin Laba Kotor = Laba Kotor Penjualan
X 100%
Rasio Marjin Laba Kotor 2007
= Rp 241.050,- = 0,02 Rp 9.900.000,-
Rasio Marjin Laba Kotor 2008
= Rp 13.118.150,- = 0,48 Rp 27.236.000,-
74
Lanjutan Lampiran 5. Rasio Marjin Laba Kotor 2009
= (Rp 3.467.650,-) Rp 7.068.000,-
= - 0,49
Laba Bersih X 100% Penjualan Rasio Marjin Laba Bersih 2007 = Rp 219.050,- = 0,02 Rp 9.900.000,-
b. Margin Laba Bersih =
Rasio Marjin Laba Bersih 2008 = Rp 13.106.150,- = 0,48 Rp 27.236.000,Rasio Marjin Laba Bersih 2009 = (Rp 3.479.650,-) = - 0,49 Rp 7.068.000,c. ROI =
Laba Bersih Total Aktiva
X 100%
ROI 2007
= Rp 219.050,- = 0,05 Rp 4.766.650,-
ROI 2008
= Rp 13.106.150,- = 0,94 Rp 14.001.100,-
ROI 2009
= (Rp 3.479.650,-) Rp 7.146.800,-
d. ROE =
Laba Bersih Modal Sendiri
= - 0,49
X 100%
ROE 2007
= Rp 219.050,- = 0,10 Rp 2.116.750,-
ROE 2008
= Rp 13.106.150,- = 1,58 Rp 8.301.100,-
ROE 2009
= (Rp 3.479.650,-) = - 0,70 Rp 4.946.800,-